Top Banner
1 Program Studi Teknik Telekomunikasi - Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung Praktikum Pengolahan Sinyal dalam Waktu Kontinyu sebagai bagian dari Mata Kuliah ET 2004 Modul 2 : Analisis Kelakuan Sistem Orde Dua ©Institut Teknologi Bandung Disusun oleh : Irma Zakia 31 Januari, 2018
17

Modul 2 : Analisis Kelakuan Sistem Orde Dua - et.stei.itb ...et.stei.itb.ac.id/wp-content/uploads/sites/212/2018/03/Modul-2... · induktor pada rangkaian RL atau kapasitor pada rangkaian

Mar 04, 2019

Download

Documents

truongkhanh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Modul 2 : Analisis Kelakuan Sistem Orde Dua - et.stei.itb ...et.stei.itb.ac.id/wp-content/uploads/sites/212/2018/03/Modul-2... · induktor pada rangkaian RL atau kapasitor pada rangkaian

1

Program Studi Teknik Telekomunikasi - Sekolah Teknik Elektro dan Informatika

Institut Teknologi Bandung

Praktikum

Pengolahan Sinyal dalam Waktu Kontinyu

sebagai bagian dari Mata Kuliah ET 2004

Modul 2 :

Analisis Kelakuan Sistem Orde Dua

©Institut Teknologi Bandung

Disusun oleh : Irma Zakia

31 Januari, 2018

Page 2: Modul 2 : Analisis Kelakuan Sistem Orde Dua - et.stei.itb ...et.stei.itb.ac.id/wp-content/uploads/sites/212/2018/03/Modul-2... · induktor pada rangkaian RL atau kapasitor pada rangkaian

2

I. Pendahuluan

Dalam penerapannya, sistem dengan orde tinggi sering diimplementasikan dan

direpresentasikan sebagai interkoneksi seri atau paralel dari sistem-sistem orde satu dan orde

dua. Dengan demikian, analisis, perancangan, dan pemahaman kelakukan sistem orde tinggi

dapat diketahui dengan mengamati kelakuan sistem orde satu dan orde dua. Secara fisis,

sistem orde satu memodelkan sistem dengan satu buah elemen penyimpan energi, misalnya

induktor pada rangkaian RL atau kapasitor pada rangkaian RC. Sementara itu, sistem orde

dua memodelkan sistem dengan dua buah elemen penyimpan energi, misalnya kapasitor dan

induktor pada rangkaian RLC.

Kelakuan sistem orde satu, melalui percobaan menggunakan rangkaian RC, telah diketahui

dalam hal respons impuls dan respons step (modul 1). Modul ini fokus pada analisis kelakuan

sistem orde dua dalam hal respons step (domain waktu) dan respons frekuensi (domain

frekuensi). Sistem orde dua yang digunakan pada percobaan berupa rangkaian RLC seri.

Bergantung dari nilai damping ratio, respons step sistem orde dua menuju keadaan mantap

dengan berosilasi dengan amplituda osilasi mengecil (underdamped) atau menuju keadaan

mantap secara eksponensial tanpa osilasi (critically damped,overdamped). Untuk menentukan

respons frekuensi sistem, sistem diberi sinyal masukan sinus (steady-state). Pada bagian

luaran, perubahan amplituda dan fasa pada sinyal sinus luaran digunakan untuk menentukan

masing-masing respons magnituda dan respons fasa sistem. Pada modul ini, respons

frekuensi ditampilkan dalam diagram Bode.

II. Tujuan

a. Memahami kelakuan sistem orde dua pada domain waktu melalui respons step sistem

b. Memahami kelakuan sistem orde dua pada domain frekuensi melalui respons frekuensi

sistem

c. Memahami konsep respons frekuensi dengan diagram Bode

d. Memahami konsep aproksimasi respons frekuensi pada diagram Bode

e. Memahami kelakuan sistem orde dua dari lokasi pole dan zero

III. Dasar Teori

III.1. Sifat Sistem Orde Dua dari Nilai Damping Ratio

Setiap persamaan homogen dari sistem orde dua yang dideskripsikan melalui persamaan

differensial dapat ditulis dalam bentuk

𝑑2𝑦(𝑡)

𝑑𝑡2 + 2𝜁𝜔𝑛𝑑𝑦 (𝑡)

𝑑𝑡+ 𝜔𝑛

2𝑦 𝑡 = 0 (1)

Page 3: Modul 2 : Analisis Kelakuan Sistem Orde Dua - et.stei.itb ...et.stei.itb.ac.id/wp-content/uploads/sites/212/2018/03/Modul-2... · induktor pada rangkaian RL atau kapasitor pada rangkaian

3

Adapun 𝜁 menyatakan damping ratio, yang menunjukkan seberapa besar redaman / hambatan

pada sistem. Sementara itu, parameter 𝜔𝑛 menyatakan frekuensi alami sistem. Hal ini berarti

sistem berosilasi dengan frekuensi 𝜔𝑛 (dengan amplituda osilasi tetap terhadap waktu) jika

damping ratio bernilai nol.

Dari persamaan homogen tersebut, lokasi dua buah pole 𝑝1 dan 𝑝2 dapat ditentukan melalui

𝑝1 = −𝜁𝜔𝑛 + 𝜔𝑛 𝜁2 − 1 (2)

𝑝2 = −𝜁𝜔𝑛 − 𝜔𝑛 𝜁2 − 1 (3)

Besarnya nilai damping ratio menentukan lokasi pole serta sifat sistem. Untuk sistem yang

stabil, sifat sistem terbagi menjadi underdamped, overdamped, dan critically damped (Tabel

1).

Tabel 1. Sifat sistem dan lokasi pole berdasarkan nilai damping ratio

Damping

ratio

Sifat Sistem Respons step Lokasi pole

0 < 𝜁 < 1 Underdamped Sistem menuju keadaan mantap

dengan berosilasi, dimana

amplituda osilasi terhadap waktu

perlahan mengecil, dan akhirnya

menuju nol

Sepasang pole berkonjugasi

kompleks

𝑝1,2 = −𝜁𝜔𝑛 ± 𝑗𝜔𝑛 1 − 𝜁2

𝜁 > 1 Overdamped Sistem menuju keadaan mantap

tanpa osilasi (fungsi eksponensial)

Dua buah pole riil

𝑝1,2 = −𝜁𝜔𝑛 ± 𝜔𝑛 𝜁2 − 1

𝜁 = 1 Critically

damped

Sistem menuju keadaan mantap

secepat mungkin tanpa osilasi

(fungsi eksponensial)

Dua buah pole riil pada posisi

yang sama

𝑝1 = 𝑝2 = −𝜔𝑛

Perubahan lokasi pole seiring dengan perubahan damping ratio diilustrasikan pada Gbr. 1.

Untuk menghasilkan sistem yang stabil dan kausal, damping ratio dibatasi pada nilai 𝜁 > 0,

atau semua pole berada pada sebelah kiri sumbu imajiner Im{𝑠}. Dengan asumsi sistem

domain waktu bersifat riil, pole kompleks memiliki pasangan pole yang bernilai konjugasi

kompleks. Pole yang kompleks (0 < 𝜁 < 1) memberikan karakteristik domain waktu berupa

respons yang berosilasi dengan amplituda osilasi mengecil. Sementara itu, pole rill (𝜁 ≥ 1)

memberikan karakteristik domain waktu berupa respons eksponensial.

III.2. Karakteristik Domain Waktu Sistem Orde Dua

Pada bagian ini, karakteristik domain waktu sistem orde dua LTI kausal, yang dideskripsikan

dalam bentuk persamaan differensial, diberikan dalam hal respons step sistem. Sistem orde

dua diwakili melalui rangkaian RLC seri, yang diberi masukan berupa tegangan sinyal DC

𝑥(𝑡) (Gbr. 2). Sinyal luaran 𝑦(𝑡) yang diamati adalah tegangan pada kapasitor.

Untuk analisis luaran 𝑦(𝑡) saat sistem sudah steady-state, maka masukan 𝑥(𝑡) yang berupa

unit step (sinyal DC) ekivalen dengan masukan sinus frekuensi nol (𝜔 = 0). Dengan

Page 4: Modul 2 : Analisis Kelakuan Sistem Orde Dua - et.stei.itb ...et.stei.itb.ac.id/wp-content/uploads/sites/212/2018/03/Modul-2... · induktor pada rangkaian RL atau kapasitor pada rangkaian

4

demikian, kapasitor menjadi open-circuit, sedangkan induktor short-circuit. Hal ini berarti

dalam keadaan steady-state, respons step sistem sama dengan tegangan sumber, atau 𝑦(𝑡)

= 𝑥(𝑡).

Persamaan differensial rangkaian RLC seri menjadi

𝑑2𝑦(𝑡)

𝑑𝑡2 +𝑅

𝐿

𝑑𝑦 (𝑡)

𝑑𝑡+

1

𝐿𝐶𝑦 𝑡 =

1

𝐿𝐶𝑥 𝑡 (4)

Dengan melihat korespondensi antara persamaan (1) dengan (4), maka frekuensi alami sistem

ditulis sebagai

𝜔𝑛 = 1

𝐿𝐶 (5)

dan damping ratio

𝜁 =𝑅

2𝜔𝑛 𝐿 (6)

Gbr. 1 Pengaruh Damping Ratio terhadap Lokasi Pole pada Sistem Orde Dua

Gbr. 2. Rangkaian RLC seri dengan tegangan kapasitor sebagai luaran

𝑦(𝑡) 𝑥(𝑡)

Page 5: Modul 2 : Analisis Kelakuan Sistem Orde Dua - et.stei.itb ...et.stei.itb.ac.id/wp-content/uploads/sites/212/2018/03/Modul-2... · induktor pada rangkaian RL atau kapasitor pada rangkaian

5

Dengan demikian, persamaan (4) dapat ditulis juga

𝑑2𝑦(𝑡)

𝑑𝑡2 + 2𝜁𝜔𝑛𝑑𝑦 (𝑡)

𝑑𝑡+ 𝜔𝑛

2𝑦 𝑡 = 𝜔𝑛2𝑥 𝑡 (7)

Meningkatnya nilai R akan menghasilkan rangkaian yang jika semula bersifat underdamped,

menjadi critically damped atau overdamped. Secara fisis, hal ini dapat diartikan, dengan

meningkatnya nilai R (damping ratio meningkat), rugi-rugi energi juga meningkat, sehingga

osilasi sistem berkurang. Contoh lain adalah pada rangkaian osilator LC ideal: energi

ditransfer dari L ke C dan sebaliknya tanpa rugi-rugi rangkaian, sehingga dihasilkan sinyal

yang berosilasi selamanya. Jika hambatan R dihubungkan seri dengan rangkaian LC ideal

tersebut, maka R bertindak sebagai rugi-rugi. Pada keadaan demikian, R menyebabkan

rangkaian berosilasi dengan amplituda menurun bahkan lama-kelamaan menjadi nol.

Dengan menggunakan transformasi Laplace, fungsi transfer sistem yang diimplementasikan

dengan persamaan (7) adalah

𝐻 𝑠 =𝜔𝑛

2

𝑠2+2𝜁𝜔𝑛 𝑠+𝜔𝑛2 =

𝜔𝑛2

(𝑠−𝑝1)(𝑠−𝑝2) (8)

Luaran sistem dengan masukan berupa unit step menjadi

𝑌 𝑠 =𝜔𝑛

2

𝑠(𝑠−𝑝1)(𝑠−𝑝2) (9)

Respons step 𝑠 𝑡 = ℒ−1(𝑌 𝑠 ). Dikarenakan 𝑌(𝑠) rasional, 𝑠 𝑡 dapat ditentukan melalui

ekspansi pecahan parsial dari 𝑌(𝑠).

Untuk 𝜁 ≠ 1, kedua pole tidak berulang (𝑝1 ≠ 𝑝2), sehingga bentuk ekspansi pecahan parsial

𝑌 𝑠 𝜁≠1 =𝐴1

𝑠+

𝐴2

𝑠−𝑝1 +

𝐴3

(𝑠−𝑝2) (10)

Selanjutnya dapat dihitung 𝐴1 = 1, 𝐴2 =1

2 𝜁2−1−𝜁 𝜁2−1 , dan 𝐴3 =

1

2 𝜁2−1+𝜁 𝜁2−1 .

Sementara itu, untuk 𝜁 = 1, kedua pole berulang (𝑝1 = 𝑝2), sehingga bentuk ekspansi

pecahan parsial

𝑌 𝑠 𝜁=1 =𝐵1

𝑠+

𝐵2

𝑠−𝑝1 +

𝐵3

(𝑠−𝑝1)2 (11)

Nilai konstanta dihitung sebagai 𝐵1 = 1, 𝐵2 = −1, dan 𝐵3 = −𝜔𝑛 .

Respons step sistem menjadi

Page 6: Modul 2 : Analisis Kelakuan Sistem Orde Dua - et.stei.itb ...et.stei.itb.ac.id/wp-content/uploads/sites/212/2018/03/Modul-2... · induktor pada rangkaian RL atau kapasitor pada rangkaian

6

Gbr. 3. Respons step rangkaian RLC seri dengan 𝜔𝑛 = 3.1623 . 105 rad/s

𝑠 𝑡 =

1 − 𝑒−𝜁𝜔𝑛 𝑡 cos 1 − 𝜁2𝜔𝑛𝑡 −

𝜁

1 − 𝜁2𝑒−𝜁𝜔𝑛 𝑡 sin 1 − 𝜁2𝜔𝑛 𝑡 𝑢 𝑡 , untuk 0 < 𝜁 < 1

1 − 𝑒−𝜔𝑛 𝑡 − 𝜔𝑛𝑡𝑒−𝜔𝑛 𝑡 𝑢 𝑡 , untuk 𝜁 = 1

1 +𝑒

−𝜁𝜔𝑛 + 𝜁2−1𝜔𝑛 𝑡

2 𝜁2 − 1 − 𝜁 𝜁2 − 1

+𝑒

−𝜁𝜔𝑛 − 𝜁2−1𝜔𝑛 𝑡

2 𝜁2 − 1 + 𝜁 𝜁2 − 1

𝑢 𝑡 , untuk 𝜁 > 1

(12)

Respons step teoritis untuk berbagai nilai damping ratio diperlihatkan pada Gbr. 3. Seperti

yang telah dibahas sebelumnya, tampak bahawa respons transien sistem (berosilasi atau

eksponensial) bergantung dari nilai damping ratio.

III. 3. Respons Frekuensi

Respons frekuensi 𝐻(𝑗𝜔) adalah respons sistem LTI terhadap masukan sinyal sinusoid yang

steady-state, dengan frekuensi 𝜔. Hal ini merujuk pada sifat eigen dari sinyal sinusoid pada

sistem LTI, yaitu jika sistem LTI diberi masukan

𝑥 𝑡 = 𝑒𝑗𝜔𝑡 (13)

maka luaran sistem LTI adalah

𝑦 𝑡 = 𝐻(𝑗𝜔)𝑒𝑗𝜔𝑡 (14)

Page 7: Modul 2 : Analisis Kelakuan Sistem Orde Dua - et.stei.itb ...et.stei.itb.ac.id/wp-content/uploads/sites/212/2018/03/Modul-2... · induktor pada rangkaian RL atau kapasitor pada rangkaian

7

yang dalam konteks ini, 𝐻(𝑗𝜔) adalah nilai eigen.

Respons frekuensi bernilai kompleks. Bentuk polar dari respons frekuensi ditulis sebagai

𝐻 𝑗𝜔 = 𝐻(𝑗𝜔) 𝑒𝑗 (arg (𝐻(𝑗𝜔)), −∞ < 𝜔 < ∞ (15)

dengan 𝐻(𝑗𝜔) menyatakan respons magnituda dan arg(𝐻(𝑗𝜔)) adalah respons fasa.

Pada sistem riil, respons magnituda merupakan fungsi genap

𝐻(𝑗𝜔) = 𝐻(−𝑗𝜔) (16)

sedangkan respons fasa merupakan fungsi ganjil

arg 𝐻 𝑗𝜔 = −arg(𝐻(−𝑗𝜔)) (17)

III.4. Pengukuran Respons Frekuensi

Pada percobaan pengukuran respons frekuensi, digunakan sinyal masukan berupa sinus

𝑥 𝑡 = sin(𝜔𝑡) (18)

Sesuai dengan definisi respons frekuensi pada III.3., untuk masukan berupa sinyal sinus,

luaran sistem menjadi

𝑦 𝑡 = 𝐻(𝑗𝜔) sin(𝜔𝑡 + arg(𝐻(𝑗𝜔))) (19)

Dari persamaan (19), pengukuran respons frekuensi dapat dilakukan dengan mengambil

beberapa nilai frekuensi sinus 𝜔 yang berbeda pada bagian masukan. Setelah itu, respons

frekuensi ditentukan melalui pengamatan terhadap perubahan amplituda dan fasa pada sinyal

sinus bagian luaran, seperti terlihat pada Gbr. 4.

Gbr. 4 Perubahan amplituda dan fasa pada sinyal sinus luaran

Page 8: Modul 2 : Analisis Kelakuan Sistem Orde Dua - et.stei.itb ...et.stei.itb.ac.id/wp-content/uploads/sites/212/2018/03/Modul-2... · induktor pada rangkaian RL atau kapasitor pada rangkaian

8

Sesuai dengan persamaan (15), respons frekuensi ditentukan untuk nilai 𝜔 yang kontinyu.

Akan tetapi, untuk keperluan percobaan cukup diambil beberapa nilai 𝜔 yang representatif.

Untuk sinyal sinus masukan dengan frekuensi sudut 𝜔 dan periode 𝑇, respons magnituda

ditentukan melalui

𝐻(𝑗𝜔) = Aout

A in (20)

dengan Ain dan Aout masing-masing menyatakan amplituda maksimum pada sinyal masukan

dan luaran dengan frekuensi 𝜔.

Penentuan respons fasa dilakukan dengan melihat perbedaan waktu antara sinyal masukan tin

dan sinyal luaran tout seperti diilustrasikan Gbr. 4. Hal ini dikarenakan fasa dari suatu sinyal

periodik berubah 2𝜋 dalam tiap periode.

Dengan parameter tin menyatakan waktu saat sinyal masukan memotong sumbu waktu

dengan gradien positif dan tout adalah titik pertama berikutnya saat sinyal luaran memotong

sumbu waktu dengan gradien positif, besarnya respons fasa

arg 𝐻 𝑗𝜔 =tin −tout

𝑇. 2𝜋 (21)

Dikarenakan sistem bersifat kausal (direalisasikan sebagai rangkaian RLC), respons fasa

hasil pengukuran akan berada pada rentang −𝜋 ≤ arg 𝐻 𝑗𝜔𝑘 ≤ 0.

Pada percobaan, sistem bersifat riil (komponen R, L, dan C riil). Selain itu, hanya sinus

dengan frekuensi sudut 𝜔 ≥ 0 yang dapat dibangkitkan dan diukur respons frekuensinya

secara fisis. Respons magnituda dan respons fasa untuk 𝜔 < 0, ditentukan dari sifat

transformasi Fourier untuk sistem riil sesuai persamaan (16) dan (17).

III. 5. Penentuan dan Aproksimasi Respons Frekuensi dengan Diagram Bode

Spektrum suatu sinyal dan respons frekuensi suatu sistem dapat ditampilkan dalam diagram

Bode. Diagram Bode dari spektrum magnituda 𝑋(𝑗𝜔) menampilkan spektrum dalam skala

logaritmik 20log10 𝑋(𝑗𝜔) dB terhadap frekuensi skala logaritmik. Sementara itu, diagram

Bode spektrum fasa arg(𝑋(𝑗𝜔)) menampilkan spektrum fasa terhadap frekuensi skala

logaritmik. Definisi diagram Bode yang demikian berlaku juga untuk respons magnituda

𝐻(𝑗𝜔) dan respons fasa arg(𝐻(𝑗𝜔)) suatu sistem.

Tampilan spektrum magnituda dalam skala logaritmik memiliki beberapa keuntungan, yaitu:

1. Hubungan penjumlahan antara spektrum sinyal masukan dengan respons frekuensi

log 𝑌(𝑗𝜔) = log 𝑋(𝑗𝜔) + log 𝐻(𝑗𝜔) (22)

2. Jangkauan nilai magnituda yang lebih besar memberikan tampilan lebih detil, misalnya

redaman pada daerah stopband lebih terlihat jelas pada skala logaritmik .

Page 9: Modul 2 : Analisis Kelakuan Sistem Orde Dua - et.stei.itb ...et.stei.itb.ac.id/wp-content/uploads/sites/212/2018/03/Modul-2... · induktor pada rangkaian RL atau kapasitor pada rangkaian

9

Sementara itu, tampilan frekuensi dalam skala logaritmik memiliki keuntungan sebagai

berikut:

1. Jangkauan frekuensi yang lebih besar.

2. Kemudahan dalam menampilkan aproksimasi Bode diagram dengan menggunakan nilai

asimptotik frekuensi.

Secara umum, respons frekuensi dari sistem dengan fungsi transfer rasional dapat ditulis

sebagai

𝐻 𝑗𝜔 = 𝑏 (𝑗𝜔 −𝑧𝑘)𝑀

𝑘=1

(𝑗𝜔 −𝑝𝑘)𝑁𝑘=1

= 𝑏 𝑗𝜔 −𝑧1 𝑗𝜔 −𝑧2 …(𝑗𝜔 −𝑧𝑀 )

𝑗𝜔 −𝑝1 𝑗𝜔 −𝑝2 …(𝑗𝜔 −𝑝𝑁 ) (23)

dengan 𝑧𝑘 dan 𝑝𝑘 masing-masing menyatakan lokasi zero dan pole, sedangkan 𝑏 menyatakan

konstanta. Diasumsikan sistem kausal dan stabil, sehingga semua pole berada di sebelah kiri

bidang s.

Penggambaran respons frekuensi dengan diagram Bode dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu:

1. Pole dan zero riil

2. Pasangan pole dan zero berkonjugasi kompleks

Pole dan Zero Riil

Tanpa mengurangi maksud secara umum, diasumsikan terdapat 𝐿 buah zero pada titik pusat,

yaitu 𝑧𝑘 = 0, 𝑘 = 1,2, … , 𝐿, sehingga respons frekuensi menjadi

𝐻 𝑗𝜔 = 𝑏 (𝑗𝜔)𝐿 𝑗𝜔 − 𝑧𝐿+1 𝑗𝜔 − 𝑧𝐿+2 … (𝑗𝜔 − 𝑧𝑀)

𝑗𝜔 − 𝑝1 𝑗𝜔 − 𝑝2 … (𝑗𝜔 − 𝑝𝑁)

= 𝐵 (𝑗𝜔 )𝐿 1−

𝑗𝜔

𝑧𝐿+1 1−

𝑗𝜔

𝑧𝐿+2 …(1−

𝑗𝜔

𝑧𝑀)

1−𝑗𝜔

𝑝1 1−

𝑗𝜔

𝑝2 …(1−

𝑗𝜔

𝑝𝑁)

(24)

dengan

𝐵 = 𝑏 (−𝑧𝑘)𝑀

𝑘=𝐿+1

(−𝑝𝑘)𝑁𝑘=1

(25)

Respons magnituda dalam dB dan respons fasa, masing-masing ditulis sebagai

𝐻(𝑗𝜔) 𝑑𝐵 = 20log10 𝐵 + 𝐿20log10 𝜔 + 20log10 1 −𝑗𝜔

𝑧𝑘

𝑀

𝑘=𝐿+1

− 20log10 1 −𝑗𝜔

𝑝𝑘

𝑁

𝑘=1

(26)

dan

arg 𝐻 𝑗𝜔 = arg 𝐵 + 𝐿 90° + arg 1 −𝑗𝜔

𝑧𝑘 𝑀

𝑘=𝐿+1 − arg 1 −𝑗𝜔

𝑝𝑘 𝑁

𝑘=1 (27)

Page 10: Modul 2 : Analisis Kelakuan Sistem Orde Dua - et.stei.itb ...et.stei.itb.ac.id/wp-content/uploads/sites/212/2018/03/Modul-2... · induktor pada rangkaian RL atau kapasitor pada rangkaian

10

arg 𝐵 = 0, if 𝐵 ≥ 0

±𝜋, if 𝐵 < 0 (28)

Persamaan repons magnituda dan respons fasa tersebut menunjukkan terdapat beberapa

faktor yang dijumlahkan dan dikurangkan. Faktor yang menjadi perhatian khusus adalah

faktor yang masih mengandung pole dan zero, yang masing-masing disebut sebagai faktor

pole dan faktor zero.

Tanpa mengurangi maksud secara umum, penjelasan berikut hanya melihat respons akibat

faktor pole.

Misal terdapat sebuah pole pada lokasi 𝑝1 = −𝛼, 𝛼 ∈ ℛ. Magnituda dan fasa akibat faktor

pole, masing-masing menjadi

20log10 1 +𝑗𝜔

𝛼 = 20log10 1 +

𝜔

𝛼

2

(29)

dan

arg 1 +𝑗𝜔

𝛼 = tan−1

𝜔

𝛼 (30)

Besarnya magnituda dan fasa diaproksimasi menggunakan asimptot frekuensi, yang masing-

masing terlihat pada Tabel 2 dan 3.

Karena faktor pole berada pada bagian penyebut dari 𝐻(𝑗𝜔), maka kontribusinya negatif dari

nilai magnituda dan fasa yang masing -masing telah diberikan pada Tabel 2 dan 3. Hal

sebaliknya berlaku untuk faktor zero.

Pasangan Pole dan Zero Berkonjugasi Kompleks

Fungsi transfer yang terdiri dari pasangan pole berkonjugasi kompleks diekspresikan sebagai

𝐻 𝑠 =𝜔𝑛

2

𝑠2+2𝜁𝜔𝑛 𝑠+𝜔𝑛2 =

1

1++2𝜁

𝜔𝑛𝑠+

𝑠2

𝜔𝑛2

(31)

Respons magnituda dalam dB dan respons fasa, masing-masing ditulis sebagai

𝐻(𝑗𝜔) 𝑑𝐵 = −20log10 1 −𝜔2

𝜔𝑛2

2

+ 4𝜁2 𝜔2

𝜔𝑛2 (32)

dan

arg 𝐻(𝑗𝜔) = −tan−1 2𝜁

𝜔

𝜔𝑛

1−𝜔 2

𝜔𝑛2

(33)

Sementara untuk pasangan zero berkonjugasi kompleks, respons magnituda dan respons

fasanya adalah negatif dari respons persamaan (32) dan (33).

Page 11: Modul 2 : Analisis Kelakuan Sistem Orde Dua - et.stei.itb ...et.stei.itb.ac.id/wp-content/uploads/sites/212/2018/03/Modul-2... · induktor pada rangkaian RL atau kapasitor pada rangkaian

11

Tabel 2. Magnituda faktor pole untuk pole riil

Aproksimasi Frekuensi Magnituda dari Faktor Pole

𝟐𝟎𝐥𝐨𝐠𝟏𝟎 𝟏 + 𝝎

𝜶

𝟐

Frekuensi rendah

𝜔

𝛼≪ 1 ≈ 0 dB

Frekuensi tinggi

𝜔

𝛼≫ 1 ≈ 20log10

𝜔

𝛼 gradien 20 dB/decade

Frekuensi corner

𝜔

𝛼= 1 ≈ 0 dB

Tabel 3. Fasa faktor pole untuk pole riil

Aproksimasi Frekuensi Fasa dari Faktor Pole

𝐭𝐚𝐧−𝟏 𝝎

𝜶

Frekuensi rendah

𝜔

𝛼≪ 1

≈ 0°

Frekuensi tinggi

𝜔

𝛼≫ 1

≈ 90°

𝜔

𝛼= 1

= 45°

Frekuensi pertengahan

0.1 <𝜔

𝛼< 10 tan−1 0.1 = 53° ≈ 0°

tan−1 10 = 84.7° ≈ 90°

garis dengan gradien 45°/decade

Besarnya respons magnituda dan respons fasa diaproksimasi menggunakan asimptot

frekuensi, yang masing-masing divisualisasikan pada Tabel 4 dan 5.

III.6. Respons Frekuensi Sistem Orde Dua dengan Diagram Bode

Pada modul ini, penentuan respons frekuensi dilakukan terhadap sistem orde dua. Seperti

yang diperlihatkan pada Gbr. 1, perubahan damping ratio pada sistem orde dua

mengakibatkan perubahan lokasi pole. Sistem dapat memiliki dua buah pole yang riil (𝜁 ≥ 1)

atau sepasang pole berkonjugasi kompleks (0 < 𝜁 < 1). Dengan demikian, penentuan

respons frekuensi dalam diagram Bode mengikuti kondisi yang sama, yaitu apakah pole

bernilai riil atau kompleks, seperti yang telah disampaikan pada III.5.

Respons magnituda dan respons fasa sistem orde dua dalam diagram Bode untuk berbagai

nilai damping ratio diperlihatkan masing-masing pada Gbr. 5 dan 6. Tampilan diagram Bode

pada sumbu horizontal adalah terhadap frekuensi ternormalisasi 𝜔

𝜔𝑛= 1.

Page 12: Modul 2 : Analisis Kelakuan Sistem Orde Dua - et.stei.itb ...et.stei.itb.ac.id/wp-content/uploads/sites/212/2018/03/Modul-2... · induktor pada rangkaian RL atau kapasitor pada rangkaian

12

Tabel 4. Respons magnituda untuk pasangan pole berkonjugasi kompleks

Aproksimasi Frekuensi Respons Magnituda 𝑯(𝒋𝝎) 𝒅𝑩

Frekuensi rendah

𝜔

𝜔𝑛≪ 1

≈ 0 dB

Frekuensi tinggi

𝜔

𝜔𝑛≫ 1

≈ −40log10 𝜔

𝜔𝑛 gradien - 40 dB/decade

Frekuensi corner

𝜔

𝜔𝑛= 1

≈ 0 dB

Tabel 5. Respons fasa untuk pasangan pole berkonjugasi kompleks

Aproksimasi Frekuensi Respons Fasa 𝐚𝐫𝐠 𝑯(𝒋𝝎)

Frekuensi rendah

𝜔

𝜔𝑛≪ 1

≈ 0°

Frekuensi tinggi

𝜔

𝜔𝑛≫ 1

≈ −90°

𝜔

𝜔𝑛= 1

= −45°

Frekuensi pertengahan

0.1 <

𝜔

𝜔𝑛< 10 garis dengan gradien −90°/decade

Untuk 𝜁 = 1, diagram Bode respons magnituda (Gbr. 5) dan respons fasa (Gbr. 6)

menyerupai aproksimasi asimptotik yang diberikan masing-masing pada Tabel 2 dan 3. Perlu

diingat bahwa untuk 𝜁 = 1, terdapat dua buah pole riil dan sama, yaitu 𝑝1 = 𝑝2 = −𝜔𝑛 ,

sehingga gradien garis untuk frekuensi 𝜔

𝜔𝑛≫ 1 adalah -40 dB/decade.

Begitu pula untuk 0 < 𝜁 < 1, diagram Bode respons magnituda (Gbr. 5) dan respons fasa

(Gbr. 6) menyerupai aproksimasi asimptotik yang diberikan masing-masing pada Tabel 4 dan

5. Hanya saja, pada frekuensi corner 𝜔

𝜔𝑛= 1, nilai magnituda dipengaruhi secara signifikan

oleh besarnya damping ratio. Kesalahan magnituda pada frekuensi corner 𝜔

𝜔𝑛= 1 dapat

ditulis sebagai

20log10(2𝜁) (34)

Page 13: Modul 2 : Analisis Kelakuan Sistem Orde Dua - et.stei.itb ...et.stei.itb.ac.id/wp-content/uploads/sites/212/2018/03/Modul-2... · induktor pada rangkaian RL atau kapasitor pada rangkaian

13

Gbr.5 Respons Magnituda 𝐻(𝑗𝜔) 𝑑𝐵 Sistem Orde Dua

Gbr. 6 Respons fasa arg(𝐻 𝑗𝜔 ) Sistem Orde Dua

Seperti yang sudah dijelaskan pada subbagian III.4., penentuan respons frekuensi suatu

sistem dilakukan dengan melihat perubahan amplituda dan fasa sinyal luaran saat sinyal

masukan sinus diubah-ubah frekuensinya. Formulasi penentuan respons magnituda dan

respons fasa dapat dilihat pada persamaan (20) dan (21).

Pada modul ini, respons frekuensi ditampilkan dalam diagram Bode. Untuk itu, respons

magnituda dalam skala dB ditulis sebagai

𝐻(𝑗𝜔) 𝑑𝐵 = 20log10 𝐻(𝑗𝜔) (35)

Page 14: Modul 2 : Analisis Kelakuan Sistem Orde Dua - et.stei.itb ...et.stei.itb.ac.id/wp-content/uploads/sites/212/2018/03/Modul-2... · induktor pada rangkaian RL atau kapasitor pada rangkaian

14

Pada diagram Bode, skala frekuensi yang dipakai adalah skala logaritmik. Dengan demikian,

sinyal masukan yang dibangkitkan berada pada rentang beberapa dekade sebelum dan

sesudah frekuensi alami 𝜔𝑛 . Setelah melalui pengamatan, sinyal masukan cukup

dibangkitkan pada rentang

0.1 𝜔𝑛 ≤ 𝜔 ≤ 10𝜔𝑛 (36)

Percobaan penentuan respons frekuensi dilakukan dengan menggunakan rangkaian RLC seri

(luaran pada tegangan kapasitor) sesuai Gbr. 2. Untuk rangkaian tersebut, besarnya frekuensi

alami dan damping ratio dapat ditentukan masing-masing melalui persamaan (5) dan (6).

Sementara besarnya frekuensi osilasi dalam kedaan underdamped dinyatakan sebagai

𝜔𝑛 1 − 𝜁2 (37)

Frekuensi osilasi keadaan underdamped digunakan sebagai nilai teoritis yang nantinya akan

dibandingkan dengan salah satu hasil pada percobaan V.1 ( penentuan respons step).

IV. Persiapan Percobaan

IV.1. Peralatan yang Diperlukan

Pada percobaan ini, diperlukan peralatan sebagai berikut:

1. Modul Edibon M2

2. Generator sinyal

3. Osiloskop

4. Kabel probe sebanyak 3 buah

5. Kabel jumper

6. Flash Disk, disiapkan oleh praktikan

7. Desktop PC yang terinstal Matlab

8. Kalkulator

IV.2. Setting Trigger pada Osiloskop

Tabel 6. Setting trigger pada osiloskop

Jenis Trigger Keterangan

Mode Edge

Coupling untuk masukan sinyal DC (unit step) DC coupling

Coupling untuk masukan sinyal sinus AC coupling

Slope Positive

Source selector Ch 1 (sinyal masukan)

IV.3. Switch pada Modul Edibon M2

Pastikan semua switch pada modul berada pada posisi 1, sehingga modul bebas dari sinyal

gangguan yang disengaja.

Page 15: Modul 2 : Analisis Kelakuan Sistem Orde Dua - et.stei.itb ...et.stei.itb.ac.id/wp-content/uploads/sites/212/2018/03/Modul-2... · induktor pada rangkaian RL atau kapasitor pada rangkaian

15

V. Percobaan

V.1. Respons step

Percobaan berikut dilakukan untuk berbagai nilai damping ratio yang mewakili sistem

underdamped dan critically damped . Nilai damping ratio menentukan besarnya nilai R yang

harus diambil seperti diilustrasikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai resistor untuk damping ratio tertentu

Damping ratio 𝜻 R Edibon M2 Keadaan

0.052 330 Ω R18 underdamped

0.16 330 Ω + 680 Ω R18 seri R12 underdamped

1.0 680 Ω + 1 kΩ + 4.7 kΩ R12 seri R14 seri R11 critically damped

Langkah-langkah percobaan:

1. Buatlah rangkaian seperti Gbr. 2 dengan nilai L = 10 mH dan C = 1 nF

(L1 dan C11 pada Edibon), dan nilai R sesuai Tabel 7.

2. Hitung frekuensi alami 𝜔𝑛 yang dihasilkan dari nilai L dan C tersebut. Selanjutnya, besar

perioda osilasi alami dapat ditentukan.

3. Untuk tiap nilai resistor, bangkitkan tegangan DC berupa unit step bernilai 1 V. Hal ini

dilakukan dengan membangkitkan sinyal kotak periodik frekuensi 2 kHz, duty cycle 60%

(pembangkitan unit step yang demikian, memudahkan dalam melihat bagian transien dari

respons). Nilai tegangan 1 V diperoleh melalui tegangan peak-to-peak 1V dan offset DC

500 mV. Pengamatan sinyal masukan dan luaran nantinya cukup dilakukan untuk satu

periode.

4. Gunakan skala tegangan dan waktu pada Ch 1 dan Ch 2 osiloskop sebagai berikut:

Skala tegangan 500 mV/div ?

Skala waktu 50 𝜇𝑠/div ?

5. Lihat sinyal luaran pada osiloskop. Dalam keadaan underdamped, tentukan frekuensi

osilasi. Hal ini dilakukan dengan mengukur beberapa periode osilasi, lalu diambil nilai

rata-rata periodenya. Bandingkan dengan perhitungan frekuensi osilasi teoritis sesuai

persamaan (37).

6. Simpan data tegangan luaran pada Flash Disk. Gunakan ekstensi file .csv. Dengan

demikian, file .csv memuat 2 buah informasi yaitu waktu dan tegangan luaran (Ch 2).

7. Jangan ubah skala osiloskop, termasuk referensi waktu 𝒕 = 𝟎. Dengan nilai L dan C

yang sama, ulangi langkah 1-6 untuk nilai R lainnya pada Tabel 7.

8. Lakukan analisis pengaruh resistansi R terhadap ada/tidaknya dan kuat/lemahnya

amplituda osilasi pada tegangan luaran.

9. Pindahkan data dari Flash Disk ke perangkat lunak Matlab pada desktop PC. Simpan

data pada folder baru berlokasi di C:\Users\radartelkom_1\Desktop\Praktikum

S1\Praktikum PSWK\semester-tahun\nama modul\nama folder (misal nama kelompok).

10. Pastikan jendela utama Matlab tertaut pada lokasi folder yang telah Anda buat.

11. Panggil file .csv (sebanyak 3 file), yang masing-masing berisi tegangan luaran untuk tiap

nilai damping ratio. Simpan hasil pembacaan tiap file .csv pada suatu matriks/variabel.

Page 16: Modul 2 : Analisis Kelakuan Sistem Orde Dua - et.stei.itb ...et.stei.itb.ac.id/wp-content/uploads/sites/212/2018/03/Modul-2... · induktor pada rangkaian RL atau kapasitor pada rangkaian

16

Gunakan perintah:

nama_matriks = dlmread ′nama file. csv′ ,′ ,′ , 2,0 ;

Pada matriks tersebut, kolom 1 dan 2 masing-masing berisi waktu dan tegangan luaran.

Gunakan informasi ini untuk melakukan pengolahan terhadap isi matriks.

12. Tampilkan ketiga gambar tegangan luaran untuk tiap damping ratio dengan perintah:

plot nama_matriks_aa : ,2 , hold on;

plot nama_matriks_bb(: ,2), ′red′ , hold on;

plot nama_matriks_cc(: ,2), ′black′ ;

Keterangan:

• nama_matriks_aa adalah matriks yang memuat sinyal luaran dengan damping

ratio tertentu, kurva diberi warna biru (warna default)

• nama_matriks_bb adalah matriks yang memuat sinyal luaran dengan damping

ratio tertentu, kurva diberi warna merah

• nama_matriks_cc adalah matriks yang memuat sinyal luaran dengan damping

ratio tertentu, kurva diberi warna hitam

13. Simpan gambar dalam bentuk .jpg atau .bmp untuk dianalisis pada laporan.

14. Berikan analisis terhadap perbedaan hasil respons step dari percobaan dengan nilai

teoritis sesuai persamaan (12).

V.2. Respons Frekuensi dalam Diagram Bode

Langkah-langkah percobaan:

1. Buatlah rangkaian seperti Gbr. 2, dengan nilai dengan nilai L = 10 mH dan C = 1 nF

(L1 dan C11 pada Edibon), dan nilai R sesuai Tabel 7.

2. Bangkitkan sinyal masukan berupa sinus tegangan +3 sampai -3 V. Tegangan +3 sampai

-3 V diperoleh dengan memasukkan tegangan peak-to-peak 6 V dan offset DC 0 V.

3. Variasikan frekuensi sinus dari 5.033 kHz s.d. 503.3 kHz. Untuk tiap dekade frekuensi,

gunakan frekuensi normalisasi 𝜔

𝜔𝑛 ke- 1, 2, 4, 6, 8.

4. Dengan menggunakan osiloskop, catat nilai-nilai berikut pada logbook:

tegangan maksimum pada sinyal masukan Ain

tegangan maksimum pada sinyal luaran Aout

waktu saat sinyal masukan memotong sumbu waktu dengan gradien positif 𝑡𝑖𝑛

titik pertama setelah 𝑡𝑖𝑛 , saat sinyal luaran memotong sumbu waktu dengan gradien

positif. Titik tersebut terjadi pada waktu 𝑡𝑜𝑢𝑡 .

5. Dengan nilai L dan C yang sama, ulangi langkah 1-4 untuk nilai R lainnya pada Tabel 7.

6. Hitung besarnya respons magnituda dan respons fasa dari tampilan yang dihasilkan.

Gunakan persamaan (20) dan (21). Lakukan konversi respons magnituda ke dalam dB

sesuai persamaan (35). Catat nilainya pada logbook.

7. Tentukan diagram Bode respons magnituda (dB) dan respons fasa teoritis sesuai

persamaan (26), (27) untuk 𝜁 = 1 dan persamaan (32), (33) untuk 𝜁 = 0.052 dan

𝜁 = 0.16. Catat nilainya pada logbook.

Page 17: Modul 2 : Analisis Kelakuan Sistem Orde Dua - et.stei.itb ...et.stei.itb.ac.id/wp-content/uploads/sites/212/2018/03/Modul-2... · induktor pada rangkaian RL atau kapasitor pada rangkaian

17

8. Gambarlah diagram Bode respons magnituda (dB) dan respons fasa yang dihasilkan dari

percobaan dan yang diperoleh secara teoritis. Tampilkan juga aproksimasi asimptotik

dari diagram Bode respons magnituda (dB) dan respons fasa. Jelaskan perbedaan

diagram Bode yang didapat antara hasil percobaan, hasil teoritis, dan hasil aproksimasi

asimptotik.

9. Apa pengaruh damping ratio terhadap jenis filter yang dihasilkan rangkaian (low-pass,

high-pass, band-pass, band-stop) ?

VI. Tugas pada Laporan

Hal-hal yang harus terdapat pada laporan:

1. Semua pertanyaan yang ada pada langkah-langkah percobaan.

2. Analisis perbedaan respons step antara hasil percobaan dengan nilai teoritis.

3. Analisis perbedaan respons magnituda dalam diagram Bode antara hasil percobaan, hasil

teoritis, dan hasil aproksimasi asimptotik.

4. Analisis perbedaan respons fasa dalam diagram Bode antara hasil percobaan, hasil

teoritis, dan hasil aproksimasi asimptotik.

VII. Referensi

1. Alan V. Oppenheim, Alan S. Willsky, with S. Hamid, Signals and Systems, 2nd edition,

Prentice-Hall, 1996.

2. Simon Haykin, Barry Van Veen, Signals and Systems, 2nd edition, John Wiley & Sons,

Inc., 2004.

3. P Sannuti, Steady State Frequency Response Using Bode Plots, Rutgers University, Dec.

16, 2005.