Top Banner
BAB II MODEL TRANSKULTURAL NURSING A. Model Transkultural Nursing Teori keperawatan atau konsep model dalam keperawatan merupakan teori yang mendasari bagaimana seorang perawat dalam mengaplikasikan praktik keperawatan. Salah satu teori yang diaplikasikan dalam praktik keperawatan adalah Sunrise Model Leininger’s, dirancang sebagai panduan dalam teori keseluruhan perawatan budaya yang berkonstibusi terhadap kesehatan atau kesejahteraan seseorang dan kelompok masyarakat. 1. Definisi Transkultural nursing adalah suatu area/wilayah keilmuan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan
39

Model Transkultural Nursing

Jun 26, 2015

Download

Documents

Jenifer Jill S.

salah satu model transkultural nursing adalah model Sunrise Leininger...ini salah satu tugas makalah!!!maaf kalau masih ada kesalahan penulisan dari makalah ini..selamat membaca dan semoga bermanfaat!
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Model Transkultural Nursing

BAB II

MODEL TRANSKULTURAL NURSING

A. Model Transkultural Nursing

Teori keperawatan atau konsep model dalam keperawatan merupakan

teori yang mendasari bagaimana seorang perawat dalam mengaplikasikan

praktik keperawatan. Salah satu teori yang diaplikasikan dalam praktik

keperawatan adalah Sunrise Model Leininger’s, dirancang sebagai panduan

dalam teori keseluruhan perawatan budaya yang berkonstibusi terhadap

kesehatan atau kesejahteraan seseorang dan kelompok masyarakat.

1. Definisi

Transkultural nursing adalah suatu area/wilayah keilmuan budaya

pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang

perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan,

sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan

tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan

keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia

(Leininger 2002).

2. Tujuan Transkultural Nursing

- Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah untuk

mengembangkan sains dan pohon keilmuan yang humanis

sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur yang spesifik

dan universal.

- Menyediakan atau memberikan pelayanan asuhan perawatan yang

bermutu dan efektif kepada orang lain berdasarkan nilai-nilai

kultural mereka dan konteks sehat – sakit. 

Page 2: Model Transkultural Nursing

- Dibangun dari pemikiran bahwa manusia dari tiap kebudayaan

tidak hanya dapat mengetahui dan mendefinisikan pengalaman dan

perasaan dunia keperawatan mereka tetapi juga dapat

menghubungkan pengalaman dan perasaan itu ke kepercayaan dan

praktek kesehatan umum mereka.

3. Paradigma Transkultural Nursing

Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan

transkultural sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-

konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai dengan

latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan

yaitu: manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan.

a. Manusia

Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki

nilai – nilai dan norma – norma yang diyakini dan berguna untuk

menetapkan pilihan dan melakukan pilihan. Menurut Leininger

manusia memiliki kecenderugan untuk mempertahankan

budayanya pada setiap saat dimanapun dia berada (Geiger and

Davidhizar, 1995)

b. Sehat

Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam

mengisi kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan

merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks

budaya yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan

seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari.

Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin

mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang

adaptif (Andrew and Boyle, 1995).

Page 3: Model Transkultural Nursing

c. Lingkungan

Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang

mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien.

Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana

klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk

lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik.

- Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh

manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman

padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir

tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang

tahun.

- Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang

berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau

kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam

lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-

aturan yang berlaku di lingkungan tersebut.

- Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol

yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu

seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang

digunakan.

d. Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan

pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai

dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan

memnadirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang

digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan/

mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya dan

mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).

Page 4: Model Transkultural Nursing

Cara I : Mempertahankan budaya

Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak

bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi

keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang

telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau

mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya

berolahraga setiap pagi.

Cara II : Negosiasi budaya

Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan

untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang

lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar

dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung

peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai

pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan

sumber protein hewani yang lain.

Cara III : Restrukturisasi budaya

Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki

merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi

gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok.

Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih

menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

Page 5: Model Transkultural Nursing

4. Konsep dalam Transkultural Nursing (Model Sunrise Leininger)

Gambar 2-1 : Model Sunrise Leininger

Model teori ini sub-subnya tidak berdiri sendiri, melainkan

menggambarkan suatu faktor yang mempengaruhi perawatan.

Page 6: Model Transkultural Nursing

Faktor – faktor ini harus disertakan untuk budaya yang

kompenten. Oleh karena itu model Sunrise diciptakan. (Leininger,

1997).

a. Tujuan dan Sasaran

Tujuan utama dari model Sunrise Leininger untuk

menemukan dan menjelaskan beragam dan universal budaya

berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi perawatan

kesehatan, kesejahteraan, penyakit, atau kematian individu atau

kelompok.

Tujuan khusus dan sasaran model sunrise leninger untuk

menggunakan hasil penelitian untuk memberikan perawatan

budaya kongruen, aman, dan bermakna bagi klien dari beragam

budaya atau sejenisnya.

b. Komponen Model Sunrise Leininger

Terdapat 7 komponen yang terdapat pada model Sunrise

yaitu :

1. Faktor Teknologi (Tecnological Factors)

Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk

memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan

masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu

mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau

mengatasi masalah kesehatan, alasan klien memilih

pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang

penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi

permasalahan kesehatan saat ini.

Page 7: Model Transkultural Nursing

2. Faktor Agama dan Falsafah hidup (Religious and

Philosophical Factors)

agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan

pandangan yang amat realistis bagi para pemeluknya.

Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk

menepatkan kebenaran diatas segalanya, bahkan diatas

kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji

oleh perawat adalah : agama yang dianut, status

pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab

penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang

berdampak positif terhadap kesehatan.

3. Faktor Sosial dan Keterkaitan keluarga (Kinship and

Social Factors)

Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor

seperti : nama lengkap, nama panggilan, umur dan tempat

tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga,

pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan

klien dengan kepala keuarga.

4. Nilai-nilai Budaya dan Gaya hidup (Cultural value

and Life ways)

Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan

ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap baik atau

buruk. Norma-norma budaya adalah sutu kaidah yang

mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut

budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah :

posisi, jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga,

bahasa yang di gunakan, kebiasaan makan, makanan yang

di pantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan

Page 8: Model Transkultural Nursing

dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan

diri.

5. Faktor Kebijakan dan Peraturan yang berlaku

(Political and Legal Factors)

Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah

segala sesuatu yag mempengaruhi kegiatan individu

dalam asuhan keperawatan lintas budaya ( Andrew and

Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah :

peraturan dan kebijakan yang berkaitan jam berkunjung,

jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara

pembayaran untuk klien yang dirawat.

6. Faktor Ekonomi (Economical Factors)

Klien yang dirawat di rumah sakit memenanfaatkan

sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus

dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan klien, sumber

biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,

biaya dai sumber-sumber lain misalnya asuransi,

penggantian biaya dari kantor atau patungan antar

anggota keluarga.

7. Faktor Pendidikan (Educational Factors)

Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien

dalam menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat

ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan

klien biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang

rasional dan individu tesebut dapat belajar beradaptasi

terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi

kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah

: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta

kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri

Page 9: Model Transkultural Nursing

tenatang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang

kembali.

c. Hubungan Teori Model Leininger dengan Konsep Caring

Caring adalah bentuk perhatian kepada orang lain, berpusat

kepada orang lain, menghargai harga diri dan kemanusiaan ,

berusaha mencegah terjadi suatu yang buruk, serta memberi

perhatian dan cinta. Caring act adalah suatu tindakan yang

dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara

utuh. Caring dalam keperawatan adalah fenomena transkultural

dimana perawat berinteraksi dengan klien, staf dan kelompok lain.

Sikap caring diberikan melalui kejujuran, kepercayaan, dan

niat baik. Caring menolong klien meningkatkan perubahan positif

dalam aspek bio-psiko-sosio-spiritual. Bersikap caring untuk klien

dan bekerja bersama dengan klien dari berbagai lingkungan

merupakan esensi keperawatan.

Leininger menggunakan metode ethnomethods sebagai cara

untuk melakukan pendekatan dalam mempelajari ”care” karena

metode ini secara langsung menyentuh bagaimana cara pandang,

kepercayaan dan pola hidup yang dinyatakan secara benar. Pada

tahun 1960-an Leininger mengembangkan metode ethnonursing

untuk mempelajari fenomena keperawatan secara spesifik dan

sistematik. Ethnonursing berfokus pada sistematika studi dan

klasifikasi pelayanan keperawatan, nilai-nilai, praktik-praktik

secara kognitif atau secara subjektif yang dikenal sebagai

designated cultured ( atau cultural representatives) melalui bahasa

lokal, pengalaman-pengalaman, keyakinan-keyakinan, dan sistem

nilai tentang fenomena keperawatan yang aktual dan potensial

seperti kesehatan dan faktor-faktor lingkungan.

Page 10: Model Transkultural Nursing

Leininger meyakini bahwa “perilaku caring dan praktiknya

secara unik membedakan keperawatan terhadap kontribusi dari

disiplin ilmu yang lain.” Alasan utama untuk mempelajari caring

adalah :

1. Konsep ”care” muncul secara kritis pada pertumbuhan

manusia, perkembangan manusia, dan kemampuan bertahan

pada makhluk hidup.

2. Untuk secara eksplisit mengerti secara menyeluruh aturan-

aturan pemberi pelayanan dan penerima pelayanan pada

kultur yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan pelayanan

secara kultural

3. ”Care” adalah studi untuk memenuhi kebutuhan yang

esensial untuk proses penyembuhan, perbaikan dan untuk

bertahan pada manusia dan kelompok sepanjang waktu.

4. Profesi keperawatan telah mempelajari ”care” secara

terbatas tetapi secara sistematis dari persfektif kultural dan

telah melupakan aspek-aspek epistemology dan ontology

yg berlandaskan pada pengetahuan keperawatan.

Leininger menyatakan bahwa care adalah fenomena yang

luas dan esklusive yang sering muncul pada pola hidup masyarakat

yang dapat dijadikan landasan bagi perawat dalam menerapkan

“care” pada terapi tertentu dalam rangka menjaga kondisi sehat,

mencegah penyakit, proses penyembuhan dan membantu orang

menghadapi kematian. Lebih lanjut lagi, perhatian utama pada

thesisnya adalah jika seseorang mengerti secara keseluruhan

mengenai kosep ”care”, orang tersebut dapat memprediksi

kesejahteraan individu, keluarga dan kelompoknya. Jadi “care”

menurut sudut pandang leininger merupakan salah satu konsep

yang paling kuat dan fenomena distinctive bagi keperawatan.

Sebagaimana bentuk dan konsep care itu sendiri, sehingga harus

benar-benar di dokumentasikan, dimengerti dan digunakan agar

Page 11: Model Transkultural Nursing

”care” menjadi petunjuk utama bagi terapi keperawatan dan

penjelasan tentang praktek-praktek keperawatan.

Leininger (1991) telah mengembangkan bentuk yang

relevan dengan teori tetapi hanya beberapa hal yang didefinisikan :

a. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan

bimbingan, dukungan atau perilaku lain yang berkaitan atau

untuk individu lain / kelompok dengan kebutuhan untuk

meningkatkan kondisi kehidupan manusia.

b. Caring adalah tindakan yang diarahkan untuk

membimbing, mendukung individu lain/kelompok dengan

nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan

kondisi kehidupan manusia.

c. Kultur/Culture adalah berkenaan dengan mempelajari,

membagi dan transmisi nilai, kepercayaan, norma dan

praktik kehidupan dari sebuah kelompok yang dapat

menjadi tuntunan dalam berfikir, mengambil keputusan,

bertindak dan berbahasa

d. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif

untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi

yang mana membimbing, mendukung aau memberi

kesempatan individu lain atau kelompok untuk

mempertahankan kesehatan, meingkatkan kondisi

kehidupan atau kematian serta keterbatasan.

e. Nilai kultur berkenaan dengan pengambilan keputusan

tentang suatu cara yang hendak dijalani sesuai dengan adat

kebiasaan yang dipercayai dalam periode waktu tertentu

f. Perbedaan culture dalam keperawatan adalah variasi dari

pengertian, pola nilai atau simbol dari perawatan

Page 12: Model Transkultural Nursing

kesehatan untuk meningkatkan kondisi manusia, jalan

kehidupan atau untuk kematian

g. Cultural care universality yaitu sesuatu hal yang sangat

umum, seperti pemahaman terhadap nilai atau simbol dari

pengaruh budaya terhadap kesehatan manusia.

h. Ethnosentris adalah kepercayaan yang mana satu ide yang

dimiliki, kepercayaan dan praktiknya lebih tinggi untuk

culture yang lain.

i. Cultural imposition berkenaan dengan kecenderungan

tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktik

dan nilai diatas culture lain karena mereka percaya bahwa

ide mereka lebih tinggi dari pada kelompok lain.

Leininger percaya bahwa tujuan teori ini adalah untuk

memberikan pelayanan yang berbasis pada kultur. Dia percaya

bahwa perawat harus bekerja dengan prinsip ”care” dan

pemahaman yang dalam mengenai ”care” sehingga culture’s

care, nilai-nilai, keyakinan, dan pola hidup memberikan

landasan yang reliable dan akurat untuk perencanaan dan

implementasi yang efektif terhadap pelayanan pada kultur

tertentu. Dia meyakini bahwa seorang perawat tidak dapat

memisahkan cara pandangan dunia, struktur sosial dan

keyakinan kultur ( orang biasa dan profesional) terhadap

kesehatan, kesejahteraan , sakit, atau pelayanan saat bekerja

dalam suatu kelompok masyarakat tertentu, karena faktor-

faktor ini saling berhubungan satu sama lain. Struktur sosial

seperti kepercayaan, politik, ekonomi dan kekeluargaaan

adalah kekuatan signifikan yang berdampak pada ”care” dan

mempengaruhi kesejahteraan dan kondisi sakit.

(www.docstoc.com)

Page 13: Model Transkultural Nursing

d. Hubungan Teori Model Leininger dengan Konsep Holistik

Holistic artinya menyeluruh. Perawat perlu melakukan

asuhan keperawatan secara menyeluruh/ holistic care, hal ini

dikarenakan objek keperawatan adalah manusia yang merupakan

individu yang utuh sehingga dengan asuhan keperawatan terhadap

individu harus dilakukan secara menyeluruh dan holistik.

Pada asuhan holistik maupun menyeluruh individu

diperlakukan secara utuh sebagai individu/ manusia, perbedaan

asuhan keperawatan menyeluruh berfokus memadukan berbagai

praktek dan ilmu pengetahuan kedalam satu kesatuan asuhan.

Sedangkan asuhan holistik berfokus pada memadukan sentiment

kepedulian (sentiment of care) dan praktek perawatan ke dalam

hubungan personal-profesional antara perawat dan pasien yang

bertujuan meningkatkan kesejahteraan pasien sebagai individu

yang utuh.

Leininger dengan teori modelnya telah dengan jelas

memaparkan bahwa asuhan keperawatan yang diberikan pada klien

atau kelompok harus mengikutsertakan individu atau kelompok

secara keseluruhan termasuk aspek bio-psiko-sosio-spiritual

dengan menitik beratkan konsep terapi pada kondisi kultural klien.

(www.docstoc.com)

e. Hubungan Teori Model Leininger dengan Konsep

Humanism

Filosofi (Watson 1979, 1989, 1988) mendefinisikan hasil

dari aktifitas keperawatan yang berhubungan dengan aspek

humanistic dari kehidupaan. Tindakan keperawatan mengacu

kepada pemahaman hubungan antara sehat, sakit dan prilaku

Page 14: Model Transkultural Nursing

manusia. Intervensi keperawatan diberikan dengan proses

perawatan manusia. Perawatan manusia membutuhkan perawat

yang memahami prilaku dan respon manusia terhadap masalah

kesehatan yang aktual maupun yang potensial, kebutuhan

manusia dan bagaimana cara berespon kepada orang lain dan

memahami kekurangan dan kelebihan klien dan keluarganya,

sekaligus pemahaman kepada dirinya sendiri. Selain itu

perawat memberikan kenyamanan dan perhatian serta empati

kepada klien dan keluarganya, asuhan keperawatan tergambar

pada seluruh faktor-faktor yang digunakan oleh perawat dalam

pemberian pelayanan keperawatan pada klien (Watson, 1987).

“(keperawatan adalah) : seni humanistic yang dapat dipelajari

dan ilmu yang berfokus pada personalisasi perilaku asuhan

(individu dan kelompok), fungsi, dan proses yang diarahkan

pada peningkatan, dan pemeliharaan perilaku sehat atau

pemulihan dari penyakit yang memiliki signifikansi fisik, psiko

cultural dan sosial atau makna dari mereka mendapatkan

bantuan dari perawat professional atau dari orang yang

memiliki kompetensi peran serupa” (Leininger,1984, hal 4-5)

Hubungan dari teori Leininger dan konsep humanism ini

bahwa memberikan pelayanan kesehatan pada klien dengan

memandang klien sebagai individu sebagai personal lengkap

dengan fungsinya. (www.docstoc.com)

B. Pengkajian Transkultural Nursing

Pengkajian merupakan langkah penting bagi seorang perawat kesehatan

sebelum melakukan tindakan / intervensi. Langkah awal yang harus dilakukan

Page 15: Model Transkultural Nursing

seorang perawat dalam pengkajian adalah anamnese, teknik pelaksanaannya

dengan interview, observasi, studi dokument, pemeriksaan fisik.

Pada saat seorang perawat melakukan anemnese terjadi antara perawat

dengan pasien / klien saat itu terjadi transcultural nursing process. Proses

adatasi nilai kehidupan yang dimiliki oleh seorang perawat dengan pasien /

klien terjadi. Nilai – nilai kehidupan antara mereka bisa berbeda, mungkin juga

tidak jauh berbeda, walaupun demikian perbedaan tetap ada. Karena persepsi

dan pengalaman setiap individu akan berbeda.

Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi

masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger dan

Davidhizar, 1995)

1. Menggunakan Model Non-nursing

Dalam masyarakat majemuk praktisi perawat perlu disiapkan untuk

memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan budaya untuk setiap

klien, terlepas dari latar belakang budaya klien. Untuk memberikan

perawatan budaya yang tepat, perawat harus memahami faktor-faktor

spesifik yang mempengaruhi kesehatan individu dan perilaku penyakit.

Menurut Affonso (1979), penilaian budaya dapat memberi makna pada

perilaku yang dinyatakan mungkin akan dinilai negatif. Jika perilaku

budaya tidak tepat diidentifikasi secara signifikansi mereka akan

membingungkan perawat.

Salah satu alat yang paling komprehensif yang digunakan untuk

keperawatan penilaian budaya adalah secara garis besar bahan budaya oleh

Murdock et al. (1971), namun alat ini dikembangkan dan berisi 88

kategori utama, tidak desain untuk praktisi perawat dan dengan demikian

tidak memberikan penggunaan secara sistematis dari proses keperawatan.

Alat lain adalah penilaian dalam (1978) Brownlee's; Community, Culture,

and Care; a cross-cultural guide for heath workers. Brownlee yang

mengkhususkan untuk proses penilaian praktis dari suatu komunitas,

dengan tiga aspek penilaian: apa yang harus dicari tahu, mengapa hal ini

Page 16: Model Transkultural Nursing

penting, dan bagaimana untuk melakukannya. Alat penilaian Brownlee

telah dikritik terlalu spesifik, terlalu sulit, dan terlalu rinci untuk

digunakan oleh praktisi kesehatan, dan tidak eksklusif sebagai alat

penilaian.

2. Menggunakan Model Keperawatan Spesifik

Menurut Leininger (1991), tujuan akhir dari keperawatan

transkultural adalah penggunaan pengetahuan yang relevan untuk

memberikan perawatan budaya kongruen dengan individu. Dari perspektif

teoritis, Leininger menyediakan sebuah teori transkultural komprehensif

dan model penilaian. Selama lebih dari 30 tahun, model ini telah

membantu perawat menemukan dan memahami apa perawatan kesehatan

berarti berbagai budaya. Model Sunrise Leininger's melambangkan

terbitnya matahari (perawatan). Model menggambarkan matahari penuh

dengan empat tingkat fokus. Dengan lingkaran di atas dari model

komponen struktur sosial dan faktor-faktor pandangan dunia yang

mempengaruhi perawatan dan kesehatan melalui bahasa dan lingkungan.

Faktor-faktor ini mempengaruhi rakyat, profesional, dan sistem

perawatan atau subsistem yang terletak di bagian bawah model. Juga

termasuk dalam model adalah tingkat abstraksi dan analisis dari yang

peduli bisa dipelajari pada setiap tingkat. berbagai fenomena budaya yang

dipelajari dari prespectives mikro, sedang, dan makro. Model Leininger

telah menjabat sebagai prototipe untuk pengembangan model lain

keperawatan budaya spesifik dan sebagai alat bantu.

3. Menggunakan Diagnosis Keperawatan

Relatif signifikansi dari perawatan kesehatan sesuai dengan budaya

tidak dapat dipahami jika perawat tidak memahami nilai dari diagnosis

keperawatan budaya yang relevan. Geissler (1991) menyajikan studi untuk

Page 17: Model Transkultural Nursing

menentukan penerapan taksonomi North American Nursing Diagnosis

Association (NANDA) sebagai alat penilaian budaya yang sesuai untuk

digunakan dengan beragam populasi. Dalam penelitian ini, tiga diagnosa

keperawatan yang dianalisis untuk memvalidasi kesesuaian budaya antara

lain: (1) gangguan komunikasi verbal, (2) isolasi sosial, (3) ketidakpatuhan

dalam situasi budaya yang beragam.

C. Teknik Pengkajian Transcultural Nursing

1. Penilaian Pengkajian Transkultural Nursing

Langkah penilaian proses keperawatan sangat penting dalam

hubungan antar etnis antara pasien dan perawat. Untuk mengumpulkan

data tentang pasien dari budaya yang berbeda dari perawat, perawat perlu

melihat pasien dalam konteks di mana ia berada.

Giger dan Davidhizer (1991) mengusulkan enam fenomena budaya

yang perawat harus pahami untuk memberikan perawatan yang efektif

untuk semua pasien: (1) komunikasi, (2) ruang, (3) organisasi sosial, (4)

waktu, (5) pengendalian lingkungan dan (6) variasi biologi.

Page 18: Model Transkultural Nursing

Gambar 2-2. Aplikasi fenomena kultural menggunakan nursing care dan nursing practice.

Page 19: Model Transkultural Nursing

a. Komunikasi

Komunikasi-Miskomunikasi merupakan masalah yang

sering terjadi di rumah sakit. Perselisihan dapat timbul

dari berbagai situasi. Contoh yang paling jelas adalah

ketika pasien dan staf rumah sakit tidak berbicara bahasa

yang sama, makna perilaku non verbal dan lain-lain.

Mengetahui norma dalam budaya akan memfasilitasi

pemahaman dan mengurangi miskomunikasi.

b. Jarak

- Tingkat kenyamanan yang berkaitan dengan ruang

pribadi. 

- Kenyamanan dalam percakapan, kedekatan dengan

orang lain, gerakan tubuh, persepsi ruang. 

- Kontak mata, ruang, dan praktek sentuhan mungkin

sangat berbeda dengan lingkungan Anda referensi.

c. Organisasi Sosial

Page 20: Model Transkultural Nursing

Pola perilaku budaya belajar melalui enkulturasi,

proses sosial melalui mana manusia sebagai makhluk yang

bernalar, punya daya refleksi dan inteligensia, belajar

memahami dan mengadaptasi pola pikir, pengetahuan, dan

kebudayaan sekelompok manusia lain. Mengakui dan

menerima bahwa individu-individu dari latar belakang

budaya yang berbeda-beda mungkin menginginkan

berbagai tingkat akulturasi ke dalam budaya yang

dominan. Faktor-faktor siklus hidup harus diperhatikan

dalam interaksi dengan individu dan keluarga (misalnya

nilai tinggi ditempatkan pada keputusan orang tertua,

peran orang tua - ayah atau ibu dalam keluarga, atau

peran dan harapan anak-anak dalam keluarga). Budaya

tidak hanya ditentukan oleh etnisitas tetapi oleh faktor

seperti geografi, usia, agama, jenis kelamin, orientasi

seksual, dan status sosial ekonomi. Memahami faktor usia

dan siklus hidup harus diperhatikan dalam interaksi

dengan semua individu dan keluarga.

d. Waktu

Page 21: Model Transkultural Nursing

Konsep berlalunya waktu, durasi waktu, dan definisi

dalam waktu. Negara-negara seperti Inggris dan Cina

tampaknya berorientasi masa lalu. Mereka menghargai

tradisi, melakukan hal-hal yang selalu dilakukan. Individu

dari negara-negara ini mungkin enggan untuk mencoba

prosedur baru.

Orang-orang dari budaya yang berorientasi saat ini,

cenderung berfokus pada di sini dan sekarang. Mereka

mungkin relatif tidak peduli dengan masa depan, mereka

akan menghadapinya ketika datang. Amerika Latin,

penduduk asli Amerika, dan Timur Tengah yang

berorientasi budaya masa depan dan dapat mengabaikan

langkah-langkah preventif perawatan kesehatan.

e. Pengendalian Lingkungan

Kemampuan seseorang untuk mengendalikan alam

lingkungan. Praktek kesehatan, nilai-nilai, definisi

kesehatan dan penyakit.

f. Variasi Biologi

Variasi biologis – Ras. Struktur tubuh yang terkait

adalah warna kulit, tekstur rambut, dan karakteristik fisik

lainnya; variasi enzimatik dan genetik, pola

elektrokardiografi, kerentanan terhadap penyakit;

preferensi gizi dan kekurangan, dan karakteristik

psikologis. (www.culturediversity.org)

2. Metode Penelitian Transkultural

Page 22: Model Transkultural Nursing

Metode-metode penelitian lintas budaya yang paling lazim digunakan, yaitu:

etnografi, folklore, etnometodologi, etnosains interaksi simbolik, dan grounded

theory.

a. Etnografi

Etnografi adalah penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan

kebudayaan sebagaimana adanya. Model ini berupaya mempelajari peristiwa

kultural yang menyajikan pandangan hidup subyek sebagai obyek studi. Studi

ini terkait dengan bagaimana subyek berpikir, hidup, dan berperilaku. Tentu

saja perlu dipilih peristiwa unik—yang jarang teramati oleh kebanyakan

orang. Penelitian etnografi merupakan kegiatan pengumpulan data yang

dilakukan secara sistematik mengenai cara hidup serta berbagai aktivitas

sosial, peristiwa dan kejadian unik dan berbagai benda kebudayaan dari suatu

masyarakat.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah pengamatan berperan

serta (partisipant observation). Sehubungan dengan itu, peneliti justru lebih

banyak belajar dari pemilik kebudayaan, dan sangat respek pada cara mereka

belajar tentang budaya. Hal ini sejalan dengan pengertian istilah etnografi—

berasal dari kata ’ethno’ (bangsa) dan ‘graphy’ (menguraikan atau menggam-

barkan)—yaitu ragam pemaparan penelitian budaya untuk memahami cara

orang-orang berinteraksi dan bekerjasama melalui fenomena teramati dalam

kehidupan sehari-hari. 

b. Kajian Folkfore

Istilah folklor berasal dari kata folk, yang berarti ’kolektif’, dan lore,

yang berrti ’tradisi’. Jadi, folkflor adalah salah satu bentuk tradisi rakyat.

Menurut Dundes (dalam Prasetia, 2007), folk adalah kelompok orang yang

memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat

dibedakan dari kelompok yang lainnya.  Ciri fisik, antara lain berujud warna

kulit. Ciri lain yang tidak kalah pentingnya adalah mereka memiliki tradisi

tertentu yang telah turun-temurun. Tradisi inilah yang sering dinamakan lore.

Tradisi’ semacam ini yang dikenal dengan budaya lisan atau tradisi lisan.

Tradisi tersebut telah turun-temurun, sehingga menjadi sebuah adat yang

Page 23: Model Transkultural Nursing

memiliki legitimitasi tertentu bagi pendukungnya. Folkflor adalah milik

kolektif kebudayaan. 

Menurut Bascom (Prasetia, 2007) , misalnya, folkflor terdiri dari

budaya material, organisasi politik, dan religi.  Menurut Balys, folkflor terdiri

dari kepercayaan rakyat, ilmu rakyat, puisi rakyat, dll. Menurut Espinosa

folklor terdiri dari: kepercayaan, adat, takhayul, teka-teki, mitos, magis, ilmu

gaib dan sebagainya. Unsur-unsur tersebut sebenarnya banyak menarik

peneliti budaya melalui kajian folkflor.

Sebagai patokan tentang apakah unsur-unsur itu merupakan obyek

kajian folklor atau bukan. Pertama, penyebaran dan pewarisannya dilakukan

secara lisan, yaitu melalui tutur kata dari mulut ke mulut, dan kadang-kadang

tanpa disadari. Kedua, bersifat tradisional, artinya disebarkan dalam waktu

relatif lama dan dalam bentuk standar.Ketiga, folkflor ada dalam berbagai

versi-versi atau varian. Keempat, folkflor bersifat anonim, penciptanya tidak

diketahui secara pasti. Kelima, folkflor biasanya mempunyai bentuk berumus

atau berpola. Keenam, mempunyai kegunaan dalam kehidupan kolektif.

Ketujuh, bersifat pralogis, yaitu memiliki logika sendiri yang tidak tentu

sesuai dengan logika umum. Kedelapan, merupakan milik bersama suatu

masyarakat. Kesembilan, bersifat polos dan lugu.

c. Etnometodologi

Etnometodologi adalah metode kajian modern yang banyak diterapkan

pada ilmu sosial. Namun, dalam kajian budaya metode ini sering digunakan.

Etnometodologi dipelopori oleh Harold Garfinkel. Model penelitian ini

merupakan cara pandang kajian sosial budaya masyarakat sebagaimana

adanya. Jadi, dasar filosofi metode penelitian ini adalah fenomenologi, yang

memandang “pengertian dan penjelasan dari suatu realitas harus dibuahkan

dari gejala realitas itu sendiri”.

Etnometodologi menitikberatkan bagaimana pendukung budaya

memandang, menjelaskan, dan menggambarkan tata hidup mereka sendiri.

Penelitian diarahkan untuk mengungkap bagaimana seorang individu maupun

kelompok memahami kehidupannya. Subjek penelitian tak harus masyarakat

terasing, melainkan masyarakat yang ada di sekitar kita. Bagaimana orang

Page 24: Model Transkultural Nursing

atau suatu kelompok memandang budayanya, menerangkan, dan

menguraikan keteraturan dunia tempat mereka hidup. Dengan kata lain,

etnometodologi lebih banyak untuk mengungkap budaya dalam konteks

interaksi sosial. Dalam hal ini, bahasa sebagai medium interaksi pun perlu

diperhatikan sungguh-sungguh. Tiap-tiap pemilik budaya biasanya memiliki

bahasa khas sebagai medium interaksi sosial. Sehubungan dengan itu, realita

menjadi suatu hal yang sangat penting bagi model ini.

d. Etnosains

Etnosains adalah salah satu teori penelitian budaya yang relatif baru.

Kata etnosains berasal dari kata Yunani ethnos yang berarti ’bangsa’, dan

Latin scientia artinya ’ilmu’. Jadi, secara etimologis etnosains berarti ilmu

pengetahuan yang dimiliki oleh suatu komunitas budaya, sedangkan dalam

konteks kajian lintasbudaya, etnosains merupakan ilmu yang mempelajari

atau mengkaji sistem pengetahuan dan tipe-tipe kognitif budaya tertentu.

Tekanannya adalah pada pengetahuan asli dan khas suatu komunitas budaya.

Menurut Haviland, etnosains adalah cabang pengkajian budaya yang

berusaha memahami bagaimana pribumi memahami alam mereka. Pribumi

biasanya memiliki ideologi dan falsafah hidup yang mempengaruhi mereka

mempertahankan hidup. Ditinjau dari pandangan ini, dapat dinyatakan bahwa

etnosains merupakan salah satu bentuk etnografi baru (the new ethnography).

e. Interaksionisme Simbolik

Interaksionisme Simbolik adalah salah satu model penelitian budaya

yang berusaha mengungkap realitas perilaku manusia. Falsafah dasar

interaksionisme simbolik adalah fenomenologi. Namun, dibanding penelitian

naturalistik dan etnografi yang juga memanfaatkan fenomenologi,

interaksionisme simbolik memiliki paradigma penelitian tersendiri. Model

penelitian ini pun mulai bergeser dari awalnya, jika semula lebih

mendasarkan pada interaksi kultural antar personal, sekarang telah

berhubungan dengan aspek masyarakat dan  atau kelompok. Karena itu

Page 25: Model Transkultural Nursing

bukan mustahil kalau awalnya lebih banyak dimanfaatkan oleh penelitian

sosial, namun selanjutnya juga diminati oleh peneliti budaya. 

Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami budaya lewat

perilaku manusia yang terpantul dalam komunikasi. Interaksi simbolik lebih

menekankan pada makna interaksi budaya sebuah komunitas. Makna esensial

akan tercermin melalui komunikasi budaya antar warga setempat. Pada saat

berkomunikasi manusia banyak menampilkan simbol yang bermakna, dan

tugas peneliti adalah menemukan makna tersebut. 

f. Grounded Theory

Grounded theory termasuk ragam. atau model penelitian dasar yang

ingin mencari rumusan teori budaya berdasarkan data empirik. Dasar

pemikiran model ini adalah simpulan secara induktif yang digunakan untuk

sebuah teori. Dalam kaitannya dengan budaya, grounded theory merumuskan

teori-teori baru tentang budaya atas dasar data berbentuk kenyataan Teori

tersebut akan lebih mengakar pada budaya yang bersangkutan, karena lahir

dari kebudayaan tersebut, dan kelak bisa dimanfaatkan ulang untuk

kebudayaan tersebut. Oleh sebab itu, Grounded merupakan penelitian dasar

yang diarahkan untuk: (a) mengembangkan kategori-kategori yang

menjelaskan data, (b) “menjenuhkan” kategori dengan banyak kasus yang

menunjukkan relevansinya, dan (c) mengembangkan kategori-kategori ke

dalam kerangka analitik yang lebih umum. Dilihat dari sisi ini, grounded

theory merupakan pengembangan etnografi yang tidak jauh berbeda dengan

penelitian budaya kognitif

Melalui grounded theory, budaya dibiarkan berkembang sejalan dengan

zamannya.  Perkembangan justru akan menantang lahirnya teori baru.

Dengan kata lain, penelitian budaya melalui grounded theory bukan mengejar

pembuktian teori yang telah ada, melainkan menghimpun data untuk

menciptakan teori. Jika ada hipotesis, bukan seperti hipotesis positivisme

rasionalistik yang menghendaki pembuktian, melainkan lebih mengem-

bangkan hipotesis. Makna boleh berubah dan berkembang berdasarkan data

di lapangan. Dengan demikian akan ditemukan teori yang hakiki, sejalan

dengan perkembangan budaya, dan sesuai dengan kondisi setempat. Dan

Page 26: Model Transkultural Nursing

karena penemuan teori tersebut didasarkan pada data, bukan dari simpulan

deduktif-logik, kemungkinan bagi ilmu untuk berkembang secara progresif

menjadi besar.

Data yang digunakan tidak terbatas pada wawancara dan pengamatan,

melainkan bisa menggunakan bahan dokumen atau referensi yang relevan.

Hal ini dilakukan agar kerja penelitian berlangsung efisien. Dari data tersebut

akan dihasilkan sebuah teori substantif dan bukan teori formal (yang

jangkauannya lebih luas meliputi sekian subtansi penelitian). Dalam

kaitannya dengan budaya, grounded akan menemukan teori substansi (teori

yang dibangun dari data berdasarkan wilayah substansi penelitian) budaya

tertentu. Kendati demikian, grounded bukan tidak mungkin menghasilkan

teori formal, namun proses menuju ke situ cukup pelan-pelan dan cermat.

Yakni, manakala teori budaya tadi telah sah berlaku pada salah satu

substansi, kelak akan dikembangkan pada substansi yang lebih luas atau

substansi lain, sampai menghasilkan teori formal.

(www.fkip.uki.ac.id)

Page 27: Model Transkultural Nursing