Page 1
1
MODEL PERILAKU ALTRUIS PADA GURU
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata II
pada Jurusan Psikologi Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Oleh:
HASNA AMANIA WAQIATI
S 300150004
PROGRAM STUDI MAGISTER PSIKOLOGI
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
Page 5
1
MODEL PERILAKU ALTRUIS PADA GURU
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah menguji model keterkaitan antara internal locus of
control dan dukungan sosial dengan perilaku altruis yang dimediasi oleh kesejahteraan
subjektif. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan jumlah subjek
sebanyak 240 orang pada guru PAUD non formal pada 5 kecamatan di Kabupaten
Sukoharjo yaitu kecamatan Kartasura, Grogol, Baki, Weru, dan Bulu. Metode
pengumpulan data menggunakan skala internal locus of control, skala dukungan sosial,
skala kesejahteraan subjektif, dan skala perilaku altruis. Teknik pengambilan sampel
menggunakan proporsional random. Data diolah menggunakan analisis persamaan
model struktural. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara
internal locus of control dan dukungan sosial dengan perilaku altruis dimediasi oleh
kesejahteraan subjektif. Perilaku altruis mampu muncul ketika seorang guru PAUD
merasakan kesejahteraan subjektif. Kemudian, kesejahteraan subjektif dipengaruhi
oleh internal locus of control dan dukungan sosial. Sehingga, kesejahteraan yang
subjektif menjadi hal yang penting bagi guru PAUD agar mampu berperilaku altruis.
Kata kunci: internal locus of control, dukungan sosial, perilaku altruis, guru PAUD
Abstract
The purpose of this study is to examine the model of relationship internal locus of
control and social support with altruistic behavior mediated by subjective wellbeing.
This research use quantitative method with the number of subject as many as 240
people in non-formal early chidlhood education teachers on 5 sub districts at Sukoharjo
district namely Kartasura sub district, Grogol sub distric, Baki sub distirct, Weru sub
district and Bulu sub district. Data collection methods use internal locus of control
scale, social support scale, subjective well-being scale, and altruist behavior scale. The
sampling using proportional random sampling. Data were analyzed using structural
equation model. The results show that there is a relationship between internal locus of
control and social support with altruist behavior mediated by subjective wellbeing.
Altruist behavior can turn up when early childhood education teacher be able to feel
subjective well being. Then, subjective well being may influenced by internal locus of
control and social support.Thus, the feeling of subjective well-being becomes important
for early chidhood education teachers to be able to behave altruistically.
Keywords: internal locus of control, social support, altruistic behavior, early childhood
teacher
Page 6
2
1. PENDAHULUAN
Pendidikan anak usia dini dapat diartikan sebagai segenap upaya pendidik
(orang tua, guru, dan orang dewasa lainnya) dalam memfasilitasi perkembangan belajar
anak sejak lahir sampai usia 6 tahun melalui penyediaan berbagai pengalaman dan
rangsangan yang bersifat mengembangkan, terpadu, dan menyeluruh sehingga anak
dapat tumbuh sesuai dengan nilai dan norma tumbuh kembang secara sehat dan optimal
sesuai dengan nilai dan norma yang dianut (Solehudin & Hatimah, 2007).
Penyelanggaraan PAUD terdapat dua jalur yakni jalur pendidikan formal dan
nonformal. Jalur pendidikan Formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK)/Raudhatul
Aftal (RA) dan bentuk lain yang sederajat, menggunakan program untuk anak usia 4 -
≤6 tahun. Sedangkan penyelenggaraan PAUD Jalur pendidikan non formal berbentuk
Taman Penitipan Anak (TPA), KB (Kelompok Bermain) dan bentuk lain yang sederajat,
menggunakan program untuk anak usia 0 - <2 tahun, 2 - <4 tahun, 4 - ≤6 tahun dan
program untuk anak usia 0 - ≤6 tahun (paud jateng, 2015). Organisasi profesi yang
menaungi guru PAUD formal adalah IGTK (Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak)
sedangkan organisasi guru PAUD nonformal Himpaudi (Himpunan Guru Pendidikan
Anak Usia Dini).
Posisi PAUD yang cukup vital dalam membantu tumbuh kembang anak di awal
kehidupan Sudah sepatutnya PAUD mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah.
Sayangnya, di Indonesia pendidikan usia dini masih memiliki sejumlah permasalahan.
Menurut ketua umum Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini
Indonesia atau Himpaudi, Netti Herawati, tingkat pendidikan guru PAUD hanya 23,06
persen berpendidikan strata-1 (S1). Padahal, menurut Standar Nasional Pendidikan
seharusnya guru PAUD baik formal maupun non formal minimal S1 PAUD, psikologi,
atau kependidikan (gurudani.site, 2016).
Kondisi yang memprihatinkan dialami oleh guru PAUD nonformal, saat ini
tidak sampai enam persen guru PAUD nonformal yang mendapatkan insentif APBN.
Sebagian besar guru pendidikan anak usia dini (PAUD) nonformal mendapat gaji Rp
300.000 hingga Rp 500.000 per bulannya. Angka tersebut jauh dari upah minimum
Page 7
3
provinsi (UMP) sejumlah daerah yang menyentuh angka Rp 2 juta (Murdaningsih,
2015).
Perilaku yang dilakukan oleh para guru PAUD dalam mengajar para siswa
dengan rasa senang tanpa melihat imbalan yang diberikan disebut dengan peilaku
altruis.Bar-Tal (1986) berpendapat altruis adalah perilaku menolong sebagai tindakan
yang bermanfaat bagi orang lain dan tidak mengharapkan imbalan eksternal dan bukan
karena berdasarkan imbalan yang dijanjikan
Perilaku altruis dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal.
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, diketahui faktor internal yang muncul
dalam diri seorang guru PAUD adalah adanya emosi positif yaitu, perasaan bahagia dan
bersemangat ketika mengajar. Emosi positif ketika mengajar berkaitan dengan adanya
kesejahteraan Subjektif.
Menurut Diener (dalam Larsen & Michael, 2008), perilaku altruis mampu
dilakukan oleh orang ketika merasa bahagia. Seseorang yang memiliki kesejahteraan
subjektif yang tinggi maka dirinya dapat menerima apa yang dialami dengan suka cita
dan merasa lebih bahagia serta bersyukur. Rasa senang yang dialami seseorang
membuat ia menjadi lebih berjiwa sosial dan altruistik. Menurut Mashoedi (2009),
seseorang yang berada pada emosi positif cenderung akan memberikan pertolongan.
Kesejahteraan subjektif (SWB) merupakan evaluasi kognitif dan emosional seseorang
dalam mengevaluasi kehidupanbaik saat ini dan kehidupan pada waktu yang telah lama.
Evaluasi ini meliputi reaksi emosional seseorang terhadap suatu peristiwa dalam
hidupnya, suasana hati yang mereka rasakan, dan penilaian mereka yang membentuk
tentang kepuasan hidup mereka, kebermaknaan, dan kepuasan dengan lingkup hidup
mereka seperti perkawinan dan pekerjaan (Diener, Oishi, & Lucas, 2003). Zahoor
(2015) menyebutkan bahwa kepuasan kerja yang dialami oleh seorang guru
berhubungan dengan tingkat kesejahteraan subjektif. Menurut Schwartz, Keyl, Marcum,
dan Bode (2009), altruisme berkaitan dengan well being. Gebauer, Riketta, Broemer,
Maio (2008) menyebutkan bahwa motivasi prososial yang dilakukan dengan senang
akan berhubungan dengan kepuasan hidup dan perasaan positif seseorang.
Page 8
4
Rasa senang yang dialami para guru ketika mengajar timbul karena adanya
keinginan untuk mengajar. Kesejahteraan subjektif terbukti berhubungan dengan
internal locus of control . Orang-orang yang memiliki kontrol atas kehidupan, dapat
hidup dalam keadaan lebih bahagia (Diener, 2009). Penelitian yang dilakukan di
beberapa negara di benua Asia, menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
kesejahteraan subjektif dengan locus of control. Stocks, April & Lynton (2012)
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara eksternal locus of control
dengan kebahagiaan pada. Sedangkan penelitian dari Devin, Ghahramanlou,
Fooladian& Zohoorian (2012) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara internal
locus of control dengan kebahagiaan. Seseorang yang memiliki internal locus of control
yang tinggi cenderung akan lebih suka menolong orang lain.
Menurut Baron & Byrne (2005), internal locus of control mampu
memunculkan perilaku altruistik. Kemudian Laksono (2013) menyebutkan bahwa
terdapat hubungan antara locus of control dengan perilaku menolong.
Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku altruis adalah adanya
by stander. Bystander adalah orang-orang yang berada di sekitar tempat kejadian yang
memiliki pengaruh terhadap perilaku seseorang untuk memutuskan menolong atau tidak
menolong ketika berada pada situasi mendesak. Semakin banyak jumlah bystander
maka semakin berkurang bantuan yang diberikan. By stander berkaitan erat dengan
jumlah dukungan sosial orang-orang yang ada disekelilingnya. Sarafino (2011)
berpendapat bahwa dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, penghargaan,
maupun bantuan dalam bentuk lainnya yang diterimanya individu dari orang lain
ataupun dari kelompok.
Penelitian dari Stanculescu (2014) menyatakan persepsi dukungan sosial
berkaitan dengan kesejahteraan subjektif seorang guru. Fuentes & Mendieta (2012)
menyebutkan bahwa kebahagiaan seseorang dipengaruhi oleh kepuasan terhadap
dukungan sosial yang didapatkan. Diener dan Seligman (dalam Larsen & Michael,
2008) menyimpulkan bahwa hubungan sosial yang baik diperlukan untuk kebahagiaan.
Kemudian menurut penelitian dari Haurwitz& Marsh (2014), kesejahteraan subjektif
telah menjadi media penengah dalam meningkatkan kesejateraan seseorang yaitu
Page 9
5
pendapatan dan altruis. Guzman, Jung, dan Do (2012) menyatakan bahwa dukungan
sosial secara langsung berhubungan dengan perillaku altruistik.
Berdasarkan fakta dan penelitian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti
Model Perilaku Altruis pada Guru Pendidikan Anak Usia Dini.
1.1 Rumusan masalah
Apakah terdapat keterkaitan antara internal locus of control dan dukungan sosial
dengan perilaku altruis yang dimediasi oleh kesejahteraan subjektif?
1.2 Tujuan penelitian
1) Menguji model keterkaitan antara internal locus of control dan dukungan social
dengan perilaku altruis yang dimediasi oleh kesejahteraan subjektif
2) Menguji model keterkaitan antara internal locus of control dengan perilaku
altruis dimediasi oleh kesejahteraan subjektif
3) Menguji model keterkaitan antara dukungan sosial dengan perilaku altruis
dimediasi oleh kesejahteraan subjektif
1.3 Manfaat Penelitian
1.3.1 Manfaat Teoretis
1) Memberikan sumbangan informasi sekaligus pengetahuan bagi ilmu
psikologi khususnya psikologi sosial dan psikologi pendidikan.
2) Sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya, khususnya yang
berkaitan dengan tema penelitian.
3) Memberikan informasi bagi pemerintah terutama Kementrian Pendidikan
mengenai perilaku altruis para guru PAUD yang perlu mendapatkan
apreisasi dari pemerintah.
1.3.2 Manfaat Praktis
1) Temuan dalam penelitian ini mampu memberikan gambaran bagi
pemerintah dalam membuat suatu perencanaan program yang dapat
mendukung kinerja guru Pendidikan Anak Usia Dini.
2) Temuan dalam penelitian ini mampu memberikan gambaran pemetaan
mengenai perkembangan guru PAUD di daerah se - Sukoharjo.
1.4 Hipotesis
Page 10
6
1.4.1 Hipotesis Mayor
Model hipotetik didukung oleh data empirik
1.4.2 Hipotesis Minor
1) Hubungan antara internal locus of control dan dukungan sosial dengan
perilaku altruis dimediasi oleh kesejahteraan subjektif
2) Hubungan antara internal locus of control dengan perilaku altruis
dimediasi oleh kesejahteraan subjektif.
3) Hubungan antara dukungan sosial dengan perilaku altruis dimediasi
oleh kesejahteraan subjektif
2. METODE PENELITIAN
Variabel pada penelitian ini terdiri dari variabel eksogen dan variabel endogen, adapun
variabel tersebut adalah sebagai berikut :
2.1 Variabel endogen :
1) Perilaku Altruis
2) Kesejahteraan subjektif
2.2 Variabel eksogen:
1) Dukungan sosial
2) Internal locus of control
Populasi dalam penelitian ini adalah para guru Pendidikan Anak Usia Dini Non formal
se-kabupaten Sukoharjo. Sampel dalam penelitian ini adalah para guru Pendidikan Anak
Usia Dini Non formal yang sudah menikah se-kabupaten Sukoharjo yang berada di
kecamatan Kartasura, kecamatan Grogol, kecamatan Baki, kecamatan Weru, dan
kecamatan Bulu. Sampling dalam penelitian ini menggunakan proportional random
sampling. Cara pemilihan sampel yakni dengan cara pengundian.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian kali ini akan menggunakan pen-skala-an
model Skala Likert.
Pada penelitian kali ini, peneliti menguji validitas dengan uji validitas isi berdasarkan
professional judgment (pendapat profesional) dari dosen kemudian dianalisis dengan
Page 11
7
menggunakan indeks validitas aitem yang disarankan oleh Aiken. Penelitian ini juga
dilakukan uji validitas konstruk dengan confirmatory factor analysis.
Sedangkan uji reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menghitung koefisien
construct reliability dan variance extracted.
Dalam menguji hipotesis penelitian ini, peneliti menggunakan analisis Structural
Equation Modelling (SEM) dengan alat bantu program Lisrel 8.7.
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 25 Juli 2017 - 8 Agustus 2017 di 5
kecamatan se-kabupaten Sukoharjo. Skala perilaku altruis disusun berdasarkan aspek-
aspek altruisme dari Bar-Tal. Peneliti terlebih dahulu melakukan uji validitas isi dengan
menggunakan rumus Aiken V sebelum pengambilan data. Jumlah aitem skala sebelum
dilakukan uji validitas isi adalah sebanyak 42 butir. Setelah dilakukan perhitungan CFA,
aspek yang memiliki nilai loading factor ≤0,50 dan memiliki t value ≤ 1,96 dihilangkan
dari skala sehingga jumlah aitem menjadi 39 butir. Menurut Rigdon dan Ferguson
(dalam Wijanto, 2008) suatu variabel dikatakan mempunyai validitas yang baik
terhadap konstruk bila nilai t muatan faktornya lebih besar dari 1,96. Kemudian
menurut Hair (dalam Wijanto, 2008) menyatakan bahwa validitas yang baik dapat
dicapai bila nilai standardized loading factor ≥0,50.
Skala kesejahteraan subjektif disusun berdasarkan aspek-aspek kesejahteraan
subjektif dari Diener. Jumlah aitem total sebelum dilakukan uji validitas sebanyak 45
buah. Setelah dilakukan uji validitas isi dengan menggunakan rumus Aiken V maka
jumlah aitem menjadi 43 butir. Berdasarkan perhitungan CFA dan dari hasil
perhitungan validitas konstrak maka jumlah aitem yang memiliki nilai loading factor ≥
0,50 dan t value ≥ 1,96 adalah sebanyak 35 butir.
Skala dukungan sosial disusun berdasarkan aspek-aspek dukungan sosial
Sarafino. Jumlah aitem total adalah 35 butir. Setelah dilakukan uji validitas isi maka
jumlah aitem menjadi 33 butir. Kemudian, skala juga dilakukan uji validitas konstruk
menggunakan CFA. Berdasarkan perhitungan CFA maka jumlah aitem yang memiliki
nilai loading factor ≥0,50 dan memiliki t value ≥1,96 adalah sebanyak 25 butir
Page 12
8
Skala internal locus of control disusun berdasarkan aspek-aspek internal locus
of control dari Rotter (1966). Jumlah aitem total adalah 46 butir. (locus of control
Scale). Setelah dilakukan uji validitas isi maka jumlah aitem menjadi 44 butir.
Selanjutnya, peneliti melakukan uji validitas konstruk dengan menggunakan analisis
CFA yang menghasilkan aitem sebanyak 35 butir.
Perhitungan reliabilitas alat ukur pada setiap variabel juga dapat diketahui
melalui analisis CFA. Berdasarkan hasil analisis CFA menggunakan program Lisrel 8.7
maka diketahui besar reliabilitas tiap variabel yang ditujukan melalui tabel di bawah ini:
Tabel 1
Hasil Perhitungan Reliabilitas
Variabel Kriteria Reliabilitas
Reliabilitas CR ≥ 0.6 VE ≥ 0.50
Internal Locus of Control 0.94 ≥ 0.6 0.81 ≥ 0.50 Baik
Dukungan Sosial 0,93 ≥ 0.6 0.82 ≥ 0.50 Baik
Kesejahteraan Subjektif 0.74 ≥ 0.6 0.6 ≥ 0.50 Baik
Perilaku Altruis 0.95 ≥ 0.6 0.81 ≥ 0.50 Baik
Keterangan :
CR = Composite Reliability
VR = Variance Extracted
Menurut Bagozzi dan Yi (dalam Ghozali & Fuad, 2005) tingkat cut-off untuk
dapat mengatakan bahwa composite reliability cukup bagus adalah 0,6 dan nilai average
variance extracted diharapkan lebih besar dari 0,5 (Ghozali & Fuad, 2005). Melalui
perhitungan ada tabel 1 maka dapat diketahui bahwa reliabilitas tiap alat ukur sudah
dalam kriteria yang baik.
Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan Structural Equation Modelling
menggunakan alat bantu Lisrel 8,7. Penulis menggunakan enam indeks kesesuaian
untuk mengukur kecocokan model yang diajukan yaitu chi square, Root Mean Square
Error of Aproximation (RMSEA), Goodness of fit index (GFI), Root Mean Square
Page 13
9
Residual (RMR), Normed Fit of Index (NFI), Adjusted Goodness Fit of Index (AGFI).
Setelah dilakukan analisis, maka diperoleh hasil seperti pada gambar 2.
Melalui gambar 1 maka dapat diperoleh indeks kesesuaian model seperti pada
tabel 2.
Tabel 2
Kriteria Goodness of Fit
Kriteria Goodness of Fit Standar Kesesuaian Nilai Kesesuaian
Chi Square >0,05 0,019
Root Mean Square Error of Aproximation
(RMSEA)
≤0,08 0,043
Goodness of fit index (GFI) >0,90 0,95
Root Mean Square Residual (RMR) <0,05 0,045
Normed Fit of Index (NFI) >0,90 0,98
Adjusted Goodness Fit of Index (AGFI) >0,90 0,92
Pada tabel 2 diketahui bahwa dari keenam kriteria goodness of fit, model tidak
fit pada kriteria chi square. Standar kesesuaian chi square adalah > 0,05 sedangkan
model memiliki indeks kesesuaian sebesar 0,019. Kemudian pada kriteria goodness of
fit RMSEA, GFI, RMR, NFI, dan AGFI model sudah menunjukkan indeks kesesuaian
yang sesuai dengan standar.
Hubungan antar variabel observed dapat dijelaskan melalui besar skor
standardzed solution antar variabel. Melalui gambar 1 dapat diketahui bahwa hubungan
antara DS (Dukungan Sosial) dengan ALT (perilaku Altruis) adalah sebesar -0,16,
hubungan antara KS (Kesejahteraan Subjektif) dengan ALT (perilaku altruis) yaitu
sebesar 0,42. Kemudian hubungan antara ILC (internal Locus of Control) dengan ALT
(perilaku altruis) adalah sebesar -0,05, hubungan antara ILC dengan KS sebesar 0,36.
Hubungan DS dengan KS adalah 0,57, melalui besar angka standardized
solution antar variabel diketahui bahwa besar hubungan antara ILC dengan ALT lebih
kecil daripada ILC dengan KS (0,36) dan hubungan antara KS dengan ALT (0,42).
Kemudian hubungan antara DS dengan ALT (-0,16) lebih kecil daripada hubungan
Page 14
10
antara DS dengan KS (0,57) dan KS dengan ALT (0,42). Berdasarkan perbandingan
hubungan antar variabel menunjukan kesejahteraan subjektif memiliki peran yang
penting sebagai mediator hubungan antara internal locus of control dan dukungan sosial
dengan kesejahteraan subjektif. Tanpa adanya peran kesejanteraan subjektif maka
hubungan antara internal locus of control dan kesejahteraan subjektif dengan perilaku
altruis menjadi lemah. Seorang guru PAUD tidak mampu berperilaku altruis ketika
belum puas dan senang dengan profesinya meskipun mendapatkan dukungan dari
lingkungan sekitar serta adanya keinginan mengajar dari diri sendiri.
Setelah dilakukan analisis persamaan struktural maka diperoleh hasil seperti
pada gambar 1Pada gambar 1 diketahui bahwa internal locus of control dan dukungan
sosial memiliki hubungan dengan perilaku altruis sebesar -0,05 dan 0,16. Kemungkinan
seorang guru yang memiliki internal locus of control dan mendapatkan dukungan sosial
dari lingkungan sekitarnya untuk mampu menimbulkan perilaku altruis secara langsung
menjadi kecil.
Guru Pendidikan Anak Usia Dini merupakan profesi yang penting karena
memiliki anak didik yang berada pada masa awal tumbuh kembang. Pada kenyataannya,
profesi tersebut memiliki sejumlah permasalahan di antaranya penghasilan yang jauh di
bawah UMR. Meskipun demikian, masih ditemukan guru PAUD yang masih mengajar
dengan TMT (Tanggal Mulai Terhitung) bekerja di atas 10 tahun. Perilaku yang
dilakukan oleh para guru PAUD dalam mengajar para siswa dengan rasa senang tanpa
melihat imbalan yang diberikan disebut dengan peilaku altruis.
Page 15
11
Gambar 1.
Hasil Analisis Model Perilaku Altruis Guru Pendidikan Anak Usia Dini
Page 16
12
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, perilaku altruis para guru
Anak Usia Dini mampu timbul karena adanya rasa senang ketika mengajar. Rasa
senang yang dialami seseorang membuat ia menjadi lebih berjiwa sosial dan
altruistik (Diener dalam Larsen & Michael, 2008). Rasa senang merupakan bagian
dari kesejahteraan subjektif. Kesejahteraan subjektif adalah evaluasi kognitif dan
emosional meliputi reaksi emosional terhadap suatu peristiwa, suasana hati,
penilaian yang membentuk kepuasan hidup, kebermaknaan, kepuasan pada
lingkup perkawinan dan pekerjaan di kehidupan saat ini serta kehidupan yang
telah berlalu (Diener, Oishi, & Lucas, 2003).
Selain rasa senang, seseorang yang merasakan kesejahteraan subjektif juga
merasakan kepuasan hidup. Penelitian dari Sun dan Kong (2013) menyatakan
bahwa seseorang akan puas terhadap hidupnya apabila memiliki perasaan positif
seperti perasaan senang, bahagia, dan antusias. Seseorang yang puas terhadap
kehidupannya dapat menerima apa yang dialami dengan suka cita, merasa lebih
bahagia,dan bersyukur (Chen, dkk, 2015). Rasa syukur berhubungan dengan
kecenderungan perilaku prososial (Pitaloka & Ediati, 2015). Perilaku prososial
bisa mulai dari tindakan altruisme tanpa pamrih sampai tindakan yang dimotivasi
oleh pamrih atau kepentingan pribadi (Batson, 2011).
Bagi guru PAUD perasaan positif tersebut harus senantiasa terpelihara dan
berusaha terhindar dari perasaan negatif seperti sedih, cemas, dan gelisah agar
mampu mengajar secara sukarela. Seseorang menjadi bahagia karena perilaku
altruis memberikan dampak terhadap sisi relgiusitas seseorang. Misalnya,
seseorang bisa mendapatkan pahala karena telah menolong orang lain sehingga
dirinya bahagia (Pessi, 2011).
Kepuasan terhadap hidup serta perasaan senang mampu membuat seorang
guru bersedia untuk tetap mengajar para siswanya meskipun memiliki gaji yang di
bawah UMR dan memiliki fasilitas pendidikan yang terbatas. Para guru dinilai
telah puas dan senang dengan kehidupan yang telah dimiliki sehingga guru PAUD
mengajar tanpa memperhatikan besar imbalan maupun gaji yang didapatkan.
Kesejahteraan subjektif berkaitan dengan locus of control seseorang
(Thiruchelvi & Supriya, 2012). Guru yang yakin mampu mengendalikan
Page 17
13
peristiwa yang terjadi dalam pekerjaannya membuat seorang guru PAUD menjadi
puas terhadap pekerjaannya. Seseorang yang memiliki internal locus of control
lebih memiliki kepuasan terhadap pekerjaannya dibandingkan dengan seseorang
yang memiliki external locus of control (Gulay & Boylu, 2014). Jika dalam
pekerjaan menemui berbagai permasalahan maka guru berusaha mencari
penyelesaiannya sendiri dan cenderung tidak menyalahkan kepada orang lain atau
penyebab eksternal lainnya. Selain itu, guru lebih berpikir secara logis, cenderung
senang belajar, mudah termotivasi, dan mampu menangani konflik dengan lebih
baik dibandingkan dengan individu yang cenderung memiliki external locus of
control (Hsu, 2011).
Selain itu Locus of control internal telah terbukti berhubungan dengan
perilaku menolong (altruis) (Laksono, 2013). Perilaku altruis akan muncul apabila
guru memercayai bahwa peristiwa yang terjadi dalam pekerjaan akibat dari
perilakunya sendiri. Guru juga menerima tanggung jawab terhadap konsekuensi
yang telah diperbuat. Sehingga, ketika guru mendapatkan beragam konsekuensi
dalam pekerjaannya seperti pendapatan yang jauh di bawah UMR dan tidak bisa
diangkat menjadi PNS maka guru akan menerima kondisi tersebut sebagai sebuah
resiko yang telah dipilih. Seorang guru harus yakin terhadap kemampuannya
dalam memecahkan masalahnya. Namun, perilaku altruis tidak mampu muncul
apabila memiliki ekspektasi terhadap tindakan yang diperbuat. Misalnya, guru
berharap mendapatkan kesejahteraan ataupun balas jasa di kemudian hari.
Keinginan yang demikian sebaiknya diminimalisir karena perilaku altruisme
adalah perilaku menolong yang bermanfaat bagi orang lain dan tidak
mengharapkan imbalan eksternal. Perilaku altruis lebih menunjukkan adanya
harapan mendapatkan imbalan internal seperti kepuasan diri atau harga diri (Bar-
Tal, 1986).
Kesejahteraan subjektif juga terbukti berkaitan dengan dukungan sosial.
Guru PAUD yang memperoleh dukungan dari pemerintah, suami serta rekan kerja
membuat guru menjadi puas dan bahagia terhadap pekerjaan yang didapat.
Dukungan tersebut dapat berupa bantuan yang diberikan dari pemerintah, nasihat
serta petunjuk dari suami, serta kepedulian dari rekan kerja. Seorang guru yang
Page 18
14
mendapatkan banyak dukungan dari lingkungan terdekat merasa lebih puas
terhadap kehidupannya. Selain itu guru juga lebih bahagia dibandingkan dengan
seseorang yang kurang mendapatkan dukungan dari lingkungan terdekat (Kong,
dkk, 2013).
Keluarga juga turut berperan terhadap perilaku altruis. Dukungan serta
kepercayaan keluarga berkaitan dengan perilaku maupun intensi untuk menolong
(Law & Shek, 2009). Bentuk dukungan yang lain yang berkaitan dengan
kebahagiaan seseorang adalah dukungan emosional. Seseorang akan semakin
bahagia apabila dirinya mampu memberikan dukungan yang sama kepada orang
lain yang telah mendukung (Shani, dkk, 2011)
Namun, dukungan berupa bantuan pekerjaan maupun uang belum mampu
meningkatkan kepuasan hidup seseorang serta memunculkan perilaku altruis.
Seseorang yang mendapatkan penghasilan yang banyak serta memiliki pekerjaan
yang
4. PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1) Model hipotetik didukung oleh data empirik
Keterkaitan antara internal locus of control dan dukungan sosial
dengan perilaku altruis dimediasi oleh kesejahteraan subjektif.
2) Keterkaitan antara internal locus of control dengan perilaku altruis
dimediasi oleh kesejahteraan subjektif
Guru yang berperilaku altruis merupakan hasil dari internal locus
of control dan kesejahteraan subjektif..
3) Keterkaitan antara dukungan sosial dengan perilaku altruis
dimediasi oleh kesejahteraan subjektif
Guru yang berperilaku altruis merupakan hasil dari dukungan
sosial dan kesejahteraan subjektif.
4.2. Saran
1) Bagi sekolah
Kebahagiaan dipengaruhi oleh adanya hubungan sosial yang baik.
Sekolah merupakan salah satu lingkungan terdekat bagi guru
Page 19
15
PAUD. Oleh karena itu sekolah mulai menciptakan lingkungan
yang nyaman bagi para guru PAUD agar guru semakin senang
dengan aktivitasnya. Misalnya dengan mengadakan acara bersama
bagi guru PAUD dan studi banding ke lembaga PAUD yang
berprestasi.
2) Bagi pemerintah
Pemerintah diharapkan secara konsisten menerapkan diklat
berjenjang yang telah dilakukan. Diklat dilakukan kepada semua
guru PAUD dengan fasilitas tambahan yang diberikan oleh
pemerintah. Misalnya, uang transportasi dan uang saku bagi
peserta. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi
guru PAUD dalam mengembangkan diri.
3) Bagi keluarga
Bagi keluarga yang memiliki anggota sebagai guru PAUD
diharapkan mulai menghargai profesi seorang guru PAUD dengan
memberikan kemudahan aktivitas dalam mengajar. Hal tersebut
dapat berupa membantu pekerjaan rumah guru, memberikan
kemudahan dalam bertransportasi, dan memberikan kesempatan
bagi para guru untuk mengembangkan diri melalui diklat-diklat
yang diadakan pemerintah.
4) Bagi HIMPAUDI
Organisasi profesi diharapkan mulai menghargai jasa para guru
PAUD karena bersedia mengajar dengan sukarela. Rasa
menghargai tersebut dapat berbentuk pemberian penghargaan
kepada guru yang memiliki prestasi terbaik, memasukan profil
lembaga PAUD maupun guru ke media massa, atau mengundang
para guru untuk hadir ke acara – acara resmi bupati.
DAFTAR PUSTAKA
Bar-Tal, D. (1986). Altruistic motivation to help: definition, utility and
operationalization. Humboldt Journal of Social Relations, 13(1/ 2), 3-14.
Page 20
16
Batson, D. (2011). Altruism in Human. New York: Oxford University Press.
Chen, L. H., Wu, C.H., Chen, S. (2015). Gratitude and Athletes’ Life Satisfaction
: A Intra-individual Analysis on the Moderation of Ambivalence over
Emotional Expression. Social Indicator Research. 123:227–239.
DOI10.1007/s11205-014-0737-0.
Diener, E., Oishi, S., & Lucas, R.E. (2003). Personality culture and subjective
well being: emotional and cognitive evaluations of life. Journal of Annual
Review of Psychology, 54, 403-425.
DOI:10.1146/annurev.psych.54.101601.145056
Diener, E. (2009). The Science of Well-Being The Collected Works of Ed Diener.
London: Springer.
Gebauer, J. E., Michael, R., Broemer, P., & Maio, G. R. (2008). Pleasure and
pressure based prosocial motivation: divergent relation to subjective well
being. Journal of Research in Personality, 42, 399-420.
https://doi.org/10.1016/j.jrp.2007.07.002.
Ghozali, I., & Fuad, M. (2005). Structural Equation Modelling Teori, Konsep dan
Aplikasi dengan Lisrel 8,7. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Gudmundsdottir, D. G. (2013). The impact of economic crisis on happiness.
Social Indicators Research, 110(3) ,1083–1101.
https://doi.org/10.1007/s11205-011-9973-8.
Gurudani. (2016, mei 3). Syarat-Syarat Terbaru Sertifikasi Guru Non-PNS Tahun
2016. Retrieved oktober 25, 2016, from Guru Dani:
http://gurudani.site/2016/05/syarat-syarat-terbaru-sertifikasi-guru-non-pns-
tahun-2016.html.
Günay, G., & Boylu, A. A. (2014). Moderator effects of quality of life on job
satisfaction of the academic staff in university. International Journal of
Arts and Science, 7(6) ,659-669. doi: http://dx.doi.org/10.1007/s10643-
012-0526-9.
Haurwitz, B, K,M & Marsh, A. A. (2014). Geographical differences in subjective
well being predict extraordinary altruism. Psychological Sciences, 25(3),
762 - 771. doi: 10.1177/0956797613516148
Hsu, Y. R. (2011). Work family conflict and job satisfaction in stress working
environments: the moderating roles of perceived supervisor support and
Page 21
17
internal locus of control. International Journal of Manpower, 32(2), 233-
248. https://doi.org/10.1108/01437721111130224.
Kong, F., Zhao, J., & You, X. (2013). Self-esteem as mediator and moderator of
the relationship between social support and subjective well-being among
chinese university students. Social Indicators Research, 112:151–161.
DOI10.1007/s11205-012-0044-6
Laksono, L. 2013. Hubungan antara Locus of Control dan Perilaku Menolong
(Altruis) pada Mahasiswa Universitas Esa Unggul. (Skripsi tidak
dipublikasikan). Fakultas Psikologi, Universitas Esa Unggul, Jakarta
Barat.
Larsen, R.J & Michael, E. (2008). The Science of Subjective Well Being. New
York: Guilford Press.
Law, B. M., & Sheek, D. T. (2009). Family influence on volunteering intention
and behavior among chinese adolescence. Adolescence Journal, 44(175),
665-83.
Mashoedi, S. F. ( 2009). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Empat.
Pessi, AB. (2011). Religiosity and altruism: exploring the link and its relation to
happiness. Journal of Contemporary Religion, 26(1),1-18.
https://doi.org/10.1080/13537903.2011.539835
Pitaloka, D. A., & Ediati, A. (2015). Rasa syukur dan kecenderungan perilaku
prososial pada mahasiswa fakultas psikologi universitas diponegoro.
Jurnal Empati, 4(2), 43-50.
Rotter, J. B. (1966). Generalize expectancies for internal versus external control of
reinforcement. Psychological Monographs: General and Applied, 80(1),
1-28. http://psycnet.apa.org/doi/10.1037/h0092976.
Sarafino, E. P. ( 2011). Health Psychology: Biopsyochosocial Interaction. USA:
John Wiley & Sons.
Schwartz, C. E., Keyl, P. M., Marcum, J. P., & Bode, R. (2009). Helping others
shows differential benefits on health and well-being for male and female
teens. Journal Happiness Student, 10, 431–448.
doi:https://doi.org/10.1007/s10902-008-9098-1.
Shani, I. N., Bamberger, P. A., & Bacharach, S. B. (2011). Social support and
employee well-Being: the conditioning effect of perceived patterns of
Page 22
18
supportive exchange. Journal of Health and Social Behavior, 52(1),123-
139. doi:10.1177/0022146510395024.
Solehudin & Hatimah, I. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung:
Imperial Bhakti Utama.
Sun, P & Kong, F. (2013). Affective mediators of the influence of gratitude on life
satisfaction in late adolescence. Social Indicators Research; Dordrecht,
114(3), 1361-1369.https://doi.org/10.1007/s11205-013-0333-8.
Thiruchelvi, A., & Supriya, M. V. (2012). An investigation on the mediating role
of coping strategies on locus of control – wellbeing relationship. The
Spanish Journal of Psychology, 15(1),156-165.
Widarjono, A. (2015). Analisis Multivariat Terapan: dengan Program SPSS,
AMOS, SMARTPLS. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Wijanto, H. S. (2008). Structure Equation Modelling dengan Lisrel 8.8. Graha
Ilmu: Yogyakarta
Zahoor, Z. (2015). A comparative study of psychological well-being and job
satisfaction among teachers. Indian Journal of Health and Wellbeing, 6(2),
181-184