BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangKemajuan teknologi telah
menstimulasi pendidikan untuk dapat beradaptasi sesuai dengan
tuntutan zaman dan menumbuhkan kesempatan belajar bagi peserta
didik (grown learning). Model pembelajaran adalah sebuah metodologi
untuk melaksanakan perubahan. Pembelajar adalah seorang
profesionalis yang menjalankan fungsi-fungsinya dengan menggunakan
metodologi untuk membelajarkan peserta didik dengan cara yang tidak
konstan, artinya pembelajar harus berinovasi dan menciptakan
perubahan yang baik pada dirinya maupun pada peserta didik.Model
pembelajaran memiliki banyak ragam, di antaranya model pembelajaran
langsung, model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran, model
pembelajaran berbasis masalah, model pembelajaran interaktif, serta
model pembelajaran konsep.Pembelajaran berbasis masalah (problem
based learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang
berasosiasi dengan pembelajaran kontekstual. Pembelajaran artinya
dihadapkan pada suatu masalah, yang kemudian dengan melalui
pemecahan masalah, melalui masalah tersebut siswa belajar
keterampilan-keterampilan yang lebih mendasar. Sebelum memulai
proses belajar-mengajar di dalam kelas, siswa terlebih dahulu
diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu.
Kemudian siswa diminta mencatat masalah-masalah yang muncul.
Setelah itu tugas guru adalah meransang siswa untuk berpikir kritis
dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan
siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan pendapat
yang berbeda dari mereka.Memanfaatkan lingkungan siswa untuk
memperoleh pengalaman belajar. Guru memberikan penugasan yang dapat
dilakukan di berbagai konteks lingkungan siswa, antara lain di
sekolah, keluarga dan masyarakat. Penugasan yang diberikan oleh
guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar diluar kelas.
Siswa diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa
yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas
belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka mencapai penguasaan
standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi
pembelajaranBerdasarkan latar belakang tersebut, penulis merasa
perlu untuk mengkaji salah satu dari model pembelajaran yang mana
peulis akan mengkaji model pembelajaran berbasis masalah. Oleh
karena itu, diperlukan suatu metode yang benar-benar bisa memberi
jawaban dari masalah ini. Salah satu model pembelajaran yang dapat
digunakan adalah model pembelajaran berbasis masalah.
B. Rumusan MasalahDari latar belakang yang telah diuraikan di
atas, adapun rumusan masalah yang ingin dipecahkan dalam makalah
ini, antara lain:1. Apa pengertian dan tinjauan umum model
pembelajaran berbasis masalah?2. Apa karakteristik dan teori yang
melandasi model pembelajaran berbasis masalah?3. Bagaimana tujuan
dari model pembelajaran berbasis masalah?4. Bagaimana kelebihan dan
kekurangan dari model pembelajaran berbasis masalah?5. Bagaimana
merencanakan dan melaksanakan model pembelajaran berbasis
masalah?6. Bagaimana mengelolah lingkungan belajar dari model
pembelajaran berbasis masalah?7. Bagaimana asessment dan evaluasi
dari model pembelajaran berbasis masalah?8. Bagaimana implementasi
model pembelajaran berbasis masalah dalam Matematika?
C. Tujuan PenulisanDari rumusan masalah di atas, adapun tujuan
penulisan makalah ini adalah:1. Untuk mengetahui pengertian dan
tinjauan umum model pembelajaran berbasis masalah;2. Untuk
mengetahui karakteristik dan teori yang melandasi model
pembelajaran berbasis masalah;3. Untuk mengetahui tujuan dari model
pembelajaran berbasis masalah;4. Untuk mengetahui kelebihan dan
kekurangan dari model pembelajaran berbasis masalah;5. Untuk
mengetahui perencanakan dan pelaksanakan model pembelajaran
berbasis masalah;6. Untuk mengetahui cara mengelolah lingkungan
belajar dari model pembelajaran berbasis masalah;7. Untuk
mengetahui asessment dan evaluasi dari model pembelajaran berbasis
masalah;8. Untuk mengetahui implementasi model pembelajaran
berbasis masalah dalam Matematika.
D. Manfaat PenulisanAdapun manfaat penulisan yang diharapkan
dalam penulisan makalah ini, yaitu :1. Dapat mengetahui pengertian
dan tinjauan umum model pembelajaran berbasis masalah;2. Dapat
mengetahui karakteristik dan teori yang melandasi model
pembelajaran berbasis masalah;3. Dapat mengetahui tujuan dari model
pembelajaran berbasis masalah;4. Dapat mengetahui kelebihan dan
kekurangan dari model pembelajaran berbasis masalah;5. Dapat
mengetahui cara merencanakan dan melaksanakan model pembelajaran
berbasis masalah;6. Dapat mengetahui cara mengelolah lingkungan
belajar dari model pembelajaran berbasis masalah;7. Dapat
mengetahui asessment dan evaluasi dari model pembelajaran berbasis
masalah;8. Dapat mengetahui implementasi model pembelajaran
berbasis masalah dalam Matematika.
BAB IIPEMBAHASANA. PENGERTIAN DAN TINJAUAN UMUM MODEL
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAHModel pembelajaran adalah suatu
rencana atau pola yang dapat digunakan untuk untuk membentuk
kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang
bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau
yang lain (Joice Dan Weil dalam Rusman ;2012). Selanjutnya Rusman
menjelaskan bahwa model pembelajaran tersebut merupakan pola umum
perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan, guru boleh memilih memilih model pembelajaran yang
sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. (Rusman
;2012)Guru dituntut dapat memilih model pembelajaran yang dapat
memacu semangat para siswa untuk secara aktif ikut terlibat dalam
pengalaman belajarnya. Salah satu alternatif model pembelajaran
yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan berpikir siswa
adalah (penalaran, komunikasi, dan koneksi) dalam memecahkan
masalah adalah pembelajaran berbasis masalah disingkat (PBM)
(Rusman ;2012). PBM bermula dari suatu program inovatif yang
dikembangkan di Fakultas Kedokteran Universitas McMaster, Kanada
(Neufeld & Barrows, 1974). Program ini dikembangkan berdasar
pada kenyataan bahwa banyak lulusannya yang tidak mampu menerapkan
pengetahuan yang mereka pelajari dalam praktek sehari-hari. Dewasa
ini PBM telah menyebar ke banyak bidang seperti hukum, ekonomi,
arsitektur, teknik, dan kurikulum sekolah.Berikut ini beberapa
pendapat tentang pengertian pembelajaran berbasis masalah Menurut
Tan (dalam Rusman ;2012) pembelajaran berbasis masalah merupakan
inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir
siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok
atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan,
mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara
berkesinambungan. Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model
pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah
melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari
pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus
memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah (Ward, 2002; Stepien,
dkk.,1993). Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu
model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang
membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang
membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata.
(Trianto ;2009) Menurut Arends (dalam trianto 2009) Pengajaran
berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana
siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk
menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri, dan
keterampilan berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian dan
percaya diri. menurut Dewey (dalam Trianto ;2009)belajar
berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan respons,
merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan.
Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah,
sedangkan system saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu
secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki,
dianalisis, dinilai serta di cari pemecahannya dengan baik.
Berdasarkan pada beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model
pembelajaran yang berpusat pada siswa yang dicirikan oleh adanya
permasalahan nyata yang diajukan kepada para peseta didik sebagai
konteks bagi mereka untuk belajar berfikir kritis, mengasah
keterampilan memecahkan masalah dan memperoleh pengetahuan.Pada
model pembelajaran berbasis masalah, kelompok-kelompok kecil siswa
bekerja sama memecahkan suatu masalah yang telah disepakati oleh
siswa dan guru. Ketika guru sedang menerapkan model pembelajaran
tersebut, seringkali siswa menggunakan bermacam-macam keterampilan
prosedur pemecahan masalah dan berpikir kritis. Pada model ini
pembelajaran dimulai dengan dengan menyajikan permasalahan nyata
yang penyelesaiannya membutuhkan kerjasama diantara siswa-siswa.
Dalam model pembelajaran ini, guru memandu siswa menguraikan
rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan; guru
memberikan contoh mengenai penggunaan keterampilan dan strategi
yang dibutuhkan supaya tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan.
Guru menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada
upaya penyelidikan oleh siswa (Trianto ;2009). Menurut Arends, guru
yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah menekankan
keterlibatan siswa yang aktif, orientasi induktif bukannya deduktif
dan penemuan siswa atau pembangunan pengetahuan mereka. Tidak
seperti pada model pengajaran langsung, guru yang menggunakan
pembelajaran inkuiri atau berbasis masalah mengajukan masalah,
bertanya dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Terlebih
penting guru memberikan penopang/kerangka pendukung yang membantu
inkuiri dan pertumbuhan intelektual siswa (Arends).Model
pembelajaran berbasis masalah dapat membantu siswa untuk memproses
informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan
mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran
ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks
(Ratumanan dalam Trianto ;2009).
B. KARAKTERISTIK DAN TEORI YANG MELANDASI MODEL PEMBELAJARAN
BERBASIS MASALAH1. Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis
MasalahPara pengembang pengajaran berbasisi masalah mendeskripsikan
karakteristik model pembelajaran sebagai berikut.a. Pengajuan
Pertanyaan atau MasalahModel pembelajaran berbasis masalah
mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan atau masalah
yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna
bagi siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik
untuk menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya
berbagai macam solusi untuk situasi itu.b. Berfokus Pada
Keterkaitan AntardisiplinMeskipun PBL mungkin berpusat pada mata
pelajaran tertentu seperti IPA, Matematika, dan Ilmu-Ilmu Sosial,
masalah yang dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya,
siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.c.
Penyelidikan AutentikModel pembelajaran berbasis masalah
menghendaki siswa untuk melakukan penyelidikan autentik untuk
mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus
menganalisis dan mendefinisikan masalah mengembangkan hipotesis dan
membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalsis informasi, melakukan
eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan
kesimpulan.d. Menghasilkan Produk/Karya dan MemamerkannyaModel
pembelajaran berbasisi masalah menuntut siswa untuk menghasilkan
produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan
yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang
mereka temukan. Bentuk tersebut dapat berupa laporan, model fisik,
video, maupun program komputer. Karya nyata itu kemudian
didemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang
telah mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar
terhadap laporan tradisional atau makalah.e.
Kolaborasi/KerjasamaModel pembelajaran berbasis masalah dicirikan
oleh siswa yang bekerjasama satu sama lain, paling sering secara
berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama memberikan
motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas
kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog
untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan
berpikir.Sementara itu menurut Rusman karakteristik model
pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut (Rusman
;2012)1) Pembelajaran menjadi starting point dalam pembelajaran2)
Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia
nyata dan tidak terstruktur3) Permasalahan membutuhkan perspektif
ganda4) Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh
siswa, sikapdan kompetensi yang kemudian membutuhklan identifikasi
kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar5) Belajar
pengarahan diri adalah hal yang utama6) Pemamfaatan sumber
pengetahuan yang beragam, penggunaanya dan evaluasi sumber
informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM7) Belajar adalah
kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif8) Pengembangan keterampilan
inkuiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan
ilmu pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan9)
Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari
sebuah proses belajar.2. Teori-Teori Pendukung Model Pembelajaran
Berbasis MasalahAda beberapa teori yang melandasi model
pembelajaran berbasisi masalah, yaitu sebagai berikut (Arends)a.
Dewey dan Kelas Berorientasi-MasalahDalam democracy and education
(1916), Dewey mendeskripsikan pandangannya tentang pendidikan
dengan sekolah sebagai cermin masyarakat yang lebih besar dan kelas
akan menjadi laboratorium untuk penyelidikan dan pengatasan masalah
kehidupan nyata. Pedagogi Dewey mendorong guru untuk melibatakan
siswa di berbagai proyek berorientasi masalah dan membantu mereka
menyelidiki berbagai masalah sosial dan intelektual penting. Dewey
mengatakan bahwa pembelajaran di sekolah seharusnya
purposeful(memiliki makna yang jelas) dan tidak abstrak dan bahwa
pembelajaran yang purposeful itu dapat diselesaikan sebaik-baiknya
dengan memerintahkan anak-anak dalam kelompok-kelompok kecil untuk
menanganni proyek-proyek yang mereka minati dan mereka pilih
sendiri.b. Piaget, Vygotsky, dan KonstruktivismeJean Piaget,
seorang psikologi Swiss, menghabiskan waktu lebih dari lima puluh
tahun untuk mempelajari bagaimana anak-anak berpikir dan
proses-proses yang terkait dengan perkembangan intelektual mereka.
Dalam menjelaskan bagaimana intelek berkembang pada anak-anak yang
masih belia, piaget membenarkan bahwa anak-anak memiliki sifat
bawaan ingin tahu dan terus memahami dunia sekitarnya.
Keingintahuan ini, menurut piaget, memotivasi mereka untuk
mengontruksikan secara aktif refpresentasi-refresentasi di benaknya
tentang lingkungan yang mereka alami. Ketika umur mereka semakin
bertambah dan mendapatkan semakin banyak kapasitas bahasa dan
ingatan, representasi mental mereka tentang dunia menjadi lebih
rumit dan abstrak. Akan tetapi di seluruh tahapan perkembangannya,
kebutuhan anak untuk memahami lingkungannya memotivasi mereka untuk
menginvestigasi dan mengontruksikan teori yang menjelaskannya.
Pandangan kognitif-konstruktivis, yang mendasari pembelajaran
berbasis masalah, banyak mengikuti pendapat Piaget. Pandangan ini
menyatakan bahwa pembelajar pada beberapa usia pun secar aktif
terlibat dalam proses memperolah informasi dan membangun pengetauan
mereka sendiri. Pengetauan tidaklah statis melainkan secara
terus-menerus berkembang dan berubah karena pembelajar menghadapi
pengalaman baru yang memaksa mereka mengembangkan dan memodifikasi
pengetahuan awal.Seperti Piaget, Lev Vygotsky percaya bahwa intelek
berkembang ketika individu menghadapi pengalaman baru dan
membingungkan dan ketika mereka berusaha mengatasi diskrepansi yang
ditimbulkan oleh pengalaman ini. Dalam usaha menemukan pemahaman
ini, individu menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan
sebelumnya dan mengontruksikan makna baru. Bila Piaget memfokuskan
pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang dilalui anak
terlepas dari aspek sosial atau kulturalnya namun Vigotsky
menekankan pentingnya aspek sosial belajar. Vigotsky percaya bahwa
interaksi social dengan orang lain mengacu pengontruksian ide-ide
baru dan meningkatkan perkembangan intelektual pelajar. Menurut
Vigotsky, pelajar memiliki dua tingkat perkembangan yang berbeda
yaitu tingkat perkembangan actual dan tingkat perkembangan
potensial. Tingkat potensial actual menentukan tingat intelektual
individu saat ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendri hal-hal
tertentu. sedangkan tingkat perkembangan potensial oleh Vigotsky
didefenisikan sebagai tingkat yang dapat difungsikan atau dicapai
oelh individu dengan bantuan orang lain, misalnya guru, orang tua
atau teman sebayanya yang lebih maju. Zona yang terletak di antara
tingkat perkemangan actual dan tingkat perkembangan potensial
belajar disebutnya sebagai zone of proximal development. Dengan
tantangan yang lebih tepat dari guru dan teman sebayanya yang lebih
mampu, siswa dapat maju ke zone of proximal development.c. Bruner
dan Discover LearningJerome Bruner, seorang psikologi Harvard
bersama koleganya memberikan dukungan teoretis yang penting untuk
mendukung apa yang dikenal sebagai pembelajaran penemuan, model
pengajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa memahami
struktur atau gagasan pokok dari sebuah disiplin, kebutuhan akan
keterlibatan siswa yang aktif dalam proses pembelajaran, dan
keyakinan bahwa pembelajaran sejati terjadi karena penemuan
personal. Tujuan pendidikan tidak hanya meningkatkan ukuran dasar
pengetahuan siswa, tetapi juga menciptakan kemungkinan adanya
penemuan dan ciptaan siswa.Ketika pembelajaran penemuan diterapkan
pada sains dan ilmu social, pembelajaran tersebut menekankan
penalaran induktif dan proses inkuiri yang menjadi ciri metode
ilmiah dan pemecahan masalah.Pembelajran berbasis masalah juga
bergantung pada konsep lain dari Brunei, yaitu gagasan beliau
mengenai penopang. Brunei menggambarkan penopang sebagai proses
dimana seorang pembelajar dibantu untuk menguasai masalah tertentu
diluar kemampuan perkembangannya melalaui bantuan (penopang ) dari
seorang guru atau orang yang lebih mahi.Peran dialog social dalam
proses pembelajaran juga sangat penting menurut Brunei. Menurut
beliau interaksi social di dalam dan di luar sekolah banyak
bertanggung jawab atas perolehan bahasa dan perilaku pemecahan
masalah siswa. Apakah pembelajaran berbasis masalah
efektif?Albanese dan Mitchel (1993) melakukan meta analisis yang
mirip terhadap penggunaan pembelajaran berbasis masalah dalam
pendidikan kedokteran antara (1972-1992). Hasil mereka menunjukkan
behwa mahasiswa kedokteran yang dilatih dengan PBL tampil lebih
baik dalam pemeriksan klinis dan terlibat lebih banyak dalam
penalaran produktif dari pada siswa yang dilatih dengan
metode-metode konvensional. Namun demikian siswa yang dilatih PBL
memiliki nilai lebih rendah dan memandang diri mereka sendiri
kurang siap dalam pengetahuan sains dasar.(ARENDS)Penelitian yang
dilakukan Hmelo dan koleganya (2000, 2004, 2006) dan meta-analisis
yang dilakukan oleh Gijbels, Dochy, Van den Bosshe dan seeger
(2005) menemukan hasil yang sama. Siswa yang diajar dengan
pembelajaran berbasis masalah sangat termotivasi, mencapai
pemahaman yang lebih kompleks, dan dapat menerapkan pengetahuan ke
dalam situasi baru. Akan tetapi model tersebut, seperti yang
ditunjukakan dalam penelitian-penelitian terdahulu, memiliki efek
lemah pada pemerolehan pengetahuan factual. (ARENDS)Jadi, meskipun
landasan teoretis bagi pembelajaran berbasis masalah tersebut kuat
dan menarik, namun bererapa ilmuwan (hickey, moore dan Pellegrino,
2001; mergendoller, bellisimo dan Maxwell, 2000) berpendapat bahwa
hasilnya tidak meyakinkan dan tidak jelas. (ARENDS)
C.TUJUAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAHPembelajaran
berbasisi masalah tidak dirancang untuk untuk membantu guru
menyampaikan informasi dengan jumlah yang besar kepada siswa, namun
pembelajaran berbasis masalah dirancang untuk membantu siswa
mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan
masalah dan keterampilan intelektualnya. (Arends :43)Berikut ini
adalah tujuan dari model pembelajaran berbasis masalah (Trianto,
2009 : 95)1. Membantu Siswa Mengembangkan Keterampilan Berpikir Dan
Keterampilan Pemecahan Masalah Secara sederhana berpikir dapat
didefenisikan sebagai proses yang melibatkan operasi mental seperti
induksi, deduksi, klasifikasi dan penalaran. Berpikir juga dapat
diartikan sebagai kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan
mencapai kesimpulan berdasarkan pada inferensi atau pertimbangan
yang saksama.Pembelajaran berbasis masalah memberikan dorongan
kepada siswa untuk tidak hanya sekadar berpikir sesuai yang
bersifat konkret, tetapi lebih dari itu berpikir terhadap ide-ide
yang abstrak dan kompleks. Dengan kata lain pembelajaran berbasis
masalah melati peserta didik untuk memiliki keterampilan berpikir
tingkat tinggi. 2. Belajar Peranan Orang Dewasa Yang
AutentikPembelajaran berbasis masalah juga membantu siswa berperan
dalam situasi nyata dan mempelajari peran penting orang
dewasa.Menurut Resnick (dalam Trianto ;2009), bahwa model
pembelajaran berdasarkan masalah amat penting untuk menjembatani
kesenjangan pembelajaran di sekolah formal dengan aktivitas mental
yang lebih pratis yang dijumpai diluar sekolah. Berdasarkan
pendapat Resnick tersebut maka pembelajaran berbasis masalah
memiliki implikasi: (trianto ;2009)(1) mendorong kerja sama dalam
menyelesaikan tugas(2)memiliki elemen-elemen belajar magang, hal
ini mendorong pengamatan dan dialog dengan orang lain sehingga
secara bertahap siswa dapat memahami dan mealakukan peran orang
yang diamati atau diajak berdialog (ilmuwan, guru, dokter dan
sebagainya)(3)Melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri,
sehingga memungkinkan mereka menginterpretasikan dan menjelaskan
fenomena dunia nyata dan membangbun pemahaman terhadap fenomena
tersebut secara mandiri. 3. Menjadi Pelajar Yang Mandiri
Pembelajaran berbasis masalah berusaha membantu siswa untuk menjadi
pelajar yang mandiri dan otonom. Dengan bimbingan guru yang secara
berulang-ulang mendorong dan mengarahkan mereka untuk mengajukan
pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka
sendiri, siswa belajar untuk menyelesaikan tugas-tugas itu secara
mandiri dalam kehidupan kelak.
D. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS
MASALAHKelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya
adalah sebagai berikut: 1. Mengembangkan pemikiran kritis dan
ketrampilan kreatif; 2. Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah;
3. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar; 4. Membantu siswa
mentransfer pengetahuan dengan situasi baru; 5. Dapat mendorong
siswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri; 6.
Mendorong kreativitas dalam pengungkapan penyelidikan masalah yang
telah ia lakukan; 7. Dengan PBM akan terjadi pembelajaran yang
bermakna; 8. Dalam situasi PBM siswa mengintegrasikan pengetahuan
dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam
konteks yang relevan; 9. PBM dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis, menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja, motivasi
internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan
interpersonal dalam bekerja kelompok; Meskipun tercatat
kelebihan-kelebihan dari pembelajaran berbasis masalah, namun
demikian ada beberapa kelemahan dari model pembelajaran berbasis
masalah. Adapun kelemahannya antara lain: 1. Kurang terbiasanya
peserta didik dan pengajar dengan model ini. Peserta didik dan
pengajar masih terbawa kebiasaan metode konvensional, pemberian
materi terjadi secara satu arah. 2. Kurangnya waktu pembelajaran.
Proses PBM terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak. Peserta
didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi persoalan yang
diberikan. Sementara, waktu pelaksanaan PBM harus disesuaikan
dengan beban kurikulum. 3. Menurut Fincham, et al (1997:419) PBM
tidak menghadirkan kurikulum baru, tetapi lebih pada kurikulum yang
sama dengan metode pengajaran yang berbeda. 4. Siswa tidak dapat
benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka untuk
belajar, terutama di daerah yang mereka tidak memiliki pengalaman
sebelumnya. 5. Seorang guru mengadopsi pendekatan PBM mungkin tidak
dapat menutup sebagai bahan sebanyak pengajaran berbasis
konvensional. PBM biasa sangat menantang untuk dilaksanakan, karena
membutuhkan banyak perencanaan dan kerja keras bagi guru. Ini bisa
sulit pada awalnya bagi guru untuk melepaskan kontrol dan menjadi
fasilitator, mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan yang tepat
daripada menyerahkan mereka solusi.
E. MERENCANAKAN DAN MELAKSANAKAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS
MASALAH1. Tugas-tugas Perencanaan PBLDi tingkat yang paling
fundamental, PBL dilandasai oleh siswa yang bekerja kelompok untuk
menginvestigasi masalah kehidupan nyata yang sulit. Sebagian orang
percaya bahwa perencanaan yang terperinci tidak dibutuhkan. Hal ini
sama sekali tidak benar, untuk PBL, seperti pendekatan pengajaran
interaktif lain yang berpusat pada siswa, membutuhkan upaya
perencanaan yang sama banyaknya atau bahkan lebih. perencanaan
gurulah yang memfasilitasi perpindahan yang mulus dari satu fase
pelajaran berbasis masalah ke fase lainnya dan memfasilitasi
pencapaian tujuan instruksional yang diinginkan. Karena hakikat
interaktifnya, PBL membutuhkan banyak perencanaan, seperti halnya
model-model pembelajaran yang berpusat pada siswa lainnya. Dalam
merencanakan suatu Pelajaran PBL, terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu:a. Memutuskan Sasaran dan TujuanModel
pembelajaran berbasis masalah dirancang untuk mencapai
tujuan-tujuan seperti keterampilan menyelidiki, memahami peran
orang dewasa, dan membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri.
Dalam pelaksanaannya PBL mungkin diarahkan untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut.b. Merancang Situasi Masalah yang TepatPBL
didasarkan pada premis bahwa situasi permasalahan yang
membingungkan atau tidak jelas akan membangkitkan rasa ingin tahu
siswa sehingga membuat mereka tertarik untuk menyelidiki. Merancang
situasi bermasalah yang tepat atau merencanakan cara untuk
memfasilitasi proses perencanaannya adalah salah satu tugas
perencanaan yang sangat penting bagi guru. Sebagian pengembang PBL
percaya bahwa seharusnya berperan besar dalam menetapkan
permasalahan yang akan diteliti, karena proses ini akan membantu
perkembangan kepemilikan masalah (Krajcik et al, 2003). Akan
tetapi, sebagian lainnya percaya bahwa guru seharusnya membantu
siswa menyempurnakan masalah yang sudah diseleksi sebelumnya, yang
diambil dari kurikulum sekolah dan guru sudah memiliki bahan-bahan
dan peralatan yang cukup untuk itu. c. Mengorganisasikan Sumber
Daya dan Rencana LogistikDalam PBL dimungkinkan bekerja dengan
beragam material dan peralatan, dan dalam pelaksanaannya bisa
dilakukan di dalam kelas, di perpustakaan, atau di laboratorium
bahkan dapat pula dilakukan di luar sekolah. Oleh karena itu, tugas
mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan kebutuhan untuk
penyelidikan siswa, haruslah menjadi tugas perencanaan yang utama
bagi guru yang menerapkan pembelajaran berdasarkan pemecahan
masalah.2. Pelaksanaan Pelajaran PBLSintaks suatu pembelajaran
berisi langkah-langkah praktif yang harus dilakukan oleh guru dan
siswa dalam suatu kegiatan. Pada pengajaran berdasarkan masalah
terdiri dari 5 langkah utama yang dimulai dengan guru
memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri
dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima fase
(langkah) PBL dan perilaku yang dibutuhkan dari guru untuk
masing-masing fasenya dirangkum dalam tabel berikut.(Arend)
SINTAKS PBL
FASEPERILAKU GURU
Fase 1 : memberikan orienasi permasalahannya kepada siswaGuru
membahas tujuan pelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan
atau demonstrasi atau cerita untuk terlibat dalam pemecahan
masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah
yang dipilih.
Fase 2 :mengorganisasikan siswa untuk belajarGuru membantu siswa
utuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas yang
berhubungan dengan permasalahan tersebut.
Fase 3 :membimbing penyelidikan individual maupun kelompokGuru
mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah.
Fase 4 :mengembangkan dan menyajikan hasil karyaGuru membantu
siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya seperti laporan,
rekaman video, dan model-model serta membantu mereka untuk
menyampaikannya kepada orang lain.
Fase 5 :menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalahGuru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka
gunakan
Perilaku yang diinginkan guru dan siswa, yang berhubungan dengan
masing-masing fase, akan dideskripsikan dengan lebih terperinci
pada bagian berikut.a. Memberikan Orientasi Permasalahannya Kepada
SiswaSiswa perlu memahami bahwa tujuan PBL adalah tidak untuk
memperoleh informasi baru dalam jumlah yang besar, tetapi untuk
melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah penting dan untuk
menjadi pembelajar yang mandiri. Cara yang baik dalam menyajikan
masalah untuk suatu materi dalam PBL adalah dengan menggunakan
kejadian yang mencengangkan dan menimbulkan misteri sehingga
membangkitkan minat dan keinginan untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi.b. Mengorganisasikan Siswa Untuk BelajarPada PBL,
dibutuhkan pengembangan keterampilan kerja sama di antara siswa dan
saling membantu untuk menyelidiki masalah secara bersama. Berkenaan
dengan hal tersebut, siswa memerlukan bantuan guru untuk
merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas pelaporan. PBL
mengharuskan guru untuk mengembangkan keterampilan kolaborasi di
antara siswa dan membantu mereka untuk menginvestigasi masalah
secara bersama-sama serta membantu siswa untuk merencanakan tugas
investigative dan pelaporannya. c. Membimbing Penyelidikan
Individual Maupun KelompokGuru membantu siswa dalam pengumpulan
informasi dari berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan yang
membuat mereka berpikir tentang suatu masalah dan jenis informasi
yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa diajarkan
untuk menjadi penyelidik yang aktif dan dapat menggunakan metode
yang sesuai untuk masalah yang dihadapinya, siswa juga perlu
diajarkan apa dan bagaimana etika penyelidikan yang benar.Guru
mendorong pertukaran ide gagasan secara bebas dan penerimaan
sepenuhnya gagasan-gagasan tersebut merupakan hal yang sangat
penting dalam tahap penyelidikan dalam rangka PBL. Selama dalam
tahap penyelidikan guru memberikan bantuan seperlunya terhadap
siswa tanpa mengganggu aktivitas siswa.d. Mengembangkan dan
Menyajikan Hasil KaryaTahap penyelidikan dilakukan oleh adanya
suatu hasil karya. Hasil karya tersebut tidak lebih dari sekadar
laporan tertulis. Hasil karya ini mencakup hal-hal berupa rekaman
video yang menunjukkan situasi permasalahan atau solusinya, dan
program computer serta presentasi multimedia.Setelah hasil karya
dikembangkan, guru sering menyusun suatu benda pajang untuk
menampilkan karya siswa secara public. Benda pajang ini harus
mempertimbangkan penontonnya, seperti siswa, guru, orangtua, dan
lain-lain. Benda pajang ini dapat berupa dapat berupa pameran
sains, dimana siswa memamerkan hasil karyanya untuk ditonton atau
dievaluasi orang. Sebuah situs website dapat juga diciptakan oleh
siswa untuk menampilkan hasil karyanya secara online.e.
Menganalisis dan Mengevaluasi Proses Pemecahan MasalahTugas guru
pada tahap terakhir PBL adalah membantu siswa menganalisis dan
mengevaluasi proses berfikir mereka sendiri, dan keterampilan
penyelidikan yang mereka gunakan.
Fogarty (1987) menyebutkan bahwa proses pembelajaran dengan
pendekatan problem based-learning dijalankan dengan 8 langkah,
yaitu: (1) menemukan masalah; (2) mendefinisikan masalah; (3)
mengumpulkan fakta-fakta; (4) menyusun dugaan sementara
(hipotesis); (5) menyelidiki; (6) menyempurnakan permasalahan yang
telah didefinisikan; (7) menyimpulkan alternatif-alternatif
pemecahan secara kolaboratif; (8) menguji solusi permasalahan. 1.
Menemukan masalah Siswa diberikan masalah berstruktur ill-defined
yang diangkat dari konteks kehidupan sehari-hari.Pernyataan
permasalahan diungkapkan dengan kalimat-kalimat yang pendek dan
memberikan sedikit fakta-fakta di seputar konteks
permasalahan.Pernyataan permasalahan diupayakan memberikan peluang
pada siswa untuk melakukan penyelidikan. Siswa menggunakan
kecerdasan inter dan intra-personal untuk saling memahami dan
saling berbagi pengetahuan antar anggota kelompok terkait dengan
masalah yang dikaji. Berdasarkan strukturnya, masalah dalam
pembelajaran dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu, masalah
yang terdefinisikan secara jelas (well-defined) dan masalah yang
tidak terdefinisikan secara jelas (ill defined) Hudoyo (2002). 2.
Mendefinisikan masalah Siswa mendefinisikan masalah menggunakan
kalimatnya sendiri.Permasalahan dinyatakan dengan parameter yang
jelas.Siswa membuat beberapa definisi sebagai informasi awal yang
perlu disediakan.Pada langkah ini, siswa melibatkan kecerdasan
intra-personal dan kemampuan awal dalam memahami dan mendefinisikan
masalah. 3. Mengumpulkan fakta-fakta Siswa membuka kembali
pengalamannya yang sudah diperoleh dan pengetahuan awal untuk
mengumpulkan fakta-fakta.Siswa melibatkan kecerdasan majemuk yang
dimiliki untuk mencari informasi yang berhubungan dengan
permasalahan. Pada tahap ini, siswa mengorganisasikan
informasi-informasi dengan menggunakan istilah apa yang diketahui
apa yang dibutuhkan dan apa yang dilakukan untuk menganalisis
permasalahan dan fakta-fakta yang berhubungan dengan permasalahan.
4. Menyusun dugaan sementara (hipotesis) Siswa menyusun
jawaban-jawaban sementara terhadap permasalah dengan melibatkan
kecerdasan logic-mathematical. Siswa juga melibatkan
kecerdasaninterpersonal yang dimilikinya untuk mengungkapkan apa
yang dipikirkan, membuat hubungan-hubungan, jawaban dugaannya, dan
penalaran mereka dengan langkah-langkah yang logis. 5. Menyelidiki
Siswa melakukan penyelidikan terhadap data-data dan informasi yang
diperolehnya berorientasi pada permasalahan.Siswa melibatkan
kecerdasan majemuk yang dimilikinya dalam memahami dan memaknai
informasi dan fakta-fakta yang ditemukannya. Guru membuat struktur
belajar yang memungkinkan siswa dapat menggunakan berbagai cara
untuk mengetahui dan memahami (multiple ways of knowing and
understanding) dunia mereka. 6. Menyempurnakan permasalahan yang
telah terdefinisikan Siswa menyempurnakan kembali perumusan masalah
dengan merefleksikan melalui gambaran nyata yang mereka
pahami.Siswa melibatkan kecerdasan verballinguistik memperbaiki
pernyataan rumusan masalah sedapat mungkin menggunakan kata yang
lebih tepat.Perumusan ulang lebih memfokuskan penyelidikan, dan
menunjukkan secara jelas fakta-fakta dan informasi yang perlu
dicari, serta memberikan tujuan yang jelas dalam menganalisis data.
7. Menyimpulkan alternatif-alternatif pemecahan secara kolaboratif.
Siswa berkolaborasi mendiskusikan data dan informasi yang relevan
dengan permasalahan.Setiap anggota kelompok secara kolaboratif
mulai bergelut untuk mendiskusikan permasalahan dari berbagai sudut
pandang. Pada tahap ini proses pemecahan masalah berada pada tahap
menyimpulkan alternatif-alternatif pemecahan yang dihasilkan dengan
berkolaborasil. Kolaborasi menjadi mediasi untuk menghimpun
sejumlah alternatif pemecahan masalah yang menghasilkan alternatif
yang lebih baiuk ketimbang dilakukan secara individual. 8. Menguji
solusi permasalahan. Siswa menguji alternatif pemecahan yang sesuai
dengan permasalahan actual melalui diskusi secara komprehensif
antar anggota kelompok untuk memperoleh hasil pemecahan terbaik.
Siswa menggunakan kecerdasan majemuk untuk menguji alternatif
pemecahan masalah dengan membuat
F. PENGELOLAHAN LINGKUNGAN BELAJAR MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS
MASALAHHal penting yang harus diketahui adalah bahwa guru perlu
memiliki seperangkat aturan yang jelas agar pembelajaran dapat
berlangsung tertib tanpa gangguan, dapat menangani perilaku siswa
yang menyimpang secara cepat dan tepat, juga perlu panduan mengenai
bagaimana mengolah kerja kelompok. Oleh karena itu, terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan manajemen
pengelolahan lingkungan belajar PBL, yaitu:1. Mengatasi Situasi
MultitugasDalam suatu kelas, dimana seorang guru menggunakan PBL,
banyak tugas belajar akan terjadi secara simultan. Beberapa
kelompok siswa mungkin mengerjakan sub-sub topic di kelas,
sementara sebagian yang lainnya di perpustakaan, dan yang lain di
tengah masyarakat atau online. Untuk membuat pekerjaan kelas yang
bersifat multitugas ini bekerja, siswa harus diajari bekerja secara
mandiri maupun berkelompok. Guru efektif mengembangkan cuing system
untuk memperingatkan siswa dan membantu mereka menjalani transisi
dari satu tipe tugas belajar ke tipe tugas belajar lainnya.
Dibutuhkan aturan yang jelas tentang kapan siswa diharapkan untuk
berbicara satu sama lain dan kapan mereka diharapkan untuk
mendengarkan. Bagan dan jadwal ditempelkan pada papan tulis untuk
menyebutkan tugas-tugas dan tenggat waktu yang terkait dengan
beragam proyek. Guru seharusnya menetapkan berbagai rutinitas dan
menginstruksikan siswa tentang tata cara memulai dan kegiatan
proyek setiap hari atau setiap periodenya. Guru juga seharusnya
memantau kemajuan masing-masing siswa atau kelompok siswa selama
situasi multitugas.2. Menyelesaikan Dengan Tingkat Penyelesaian
Yang BerbedaSalah satu masalah manajemen paling kompleks yang
dihadapi oleh guru-guru yang menggunakan PBL adalah segala yang
akan dilakukan terhadap individu-individu atau kelompok-kelompok
yang selesai lebih awal atau tertinggal dari yang lain. Aturan,
prosedur dan downtime activities dibutuhkan siswa-siswa yang
selesai lebih awal dan memiliki sisa waktu. Hal ini termasuk
kegiatan high-interest seperti menyediakan bahan-bahan bacaan
khusus atau permainan-permainan edukasional yang dapat dikerjakan
sendirioleh siswa. Guru efektif juga menetapkan bahwa mereka yang
selesai lebih awal akan ikut membantu.Mereka yang tertinggal
memberikan sejumlah masalah yang berbeda. Di beberapa kasus, guru
dapat memberikan lebih banyak waktu kepada mereka. Guru mungkin
memutuskan untuk menggunakan waktu tambahan usai sekolah atau
selema akhir pecan. Akan tetapi, tindakan ini sering menjadi
masalah, jika siswa dalam suatu kelompok sulit untuk berkumpul di
luar sekolah. Selain itu, mereka yang tertinggal sering kali adalah
siswa-siswa yang tidak dapat bekerja sendiri dengan baik dan
membutuhkan bantuan guru untuk mengerjakan tugas-tugas penting.3.
Memantau dan Mengelola Pekerjaan SiswaPBL melahirkan banyak tugas,
banyak hasil karya, dan waktu penyelesaian yang berbeda-beda.
Konsekuensinya, memantau dan mengolah pekerjaan siswa menjadi sulit
bagi guru jika menggunakan PBL. Tiga tugas manajemen penting yang
kritis agar akuntabilitas siswa terjaga dan agar guru dapat
mempertahankan momentum dalam proses pengajaran secara keseluruhan
adalah (1) persyaratan tugas untuk seluruh siswa harus diterangkan
dengan jelas; (2) pekerjaan siswa harus dipantau dengan dan
umpan-balik diberikan pada pekerjaan yang sedang berjalan; dan (3)
catatan perkembangan siswa harus dibuat.Banyak guru yang menangani
ketiga tugas ini melalui student project form. Dibuat untuk setiap
individu, formulir proyek siswa adalah catatan tertulis tentang
pekerjaan yang sudah disepakati untuk diselesaikan oleh individu
atau kelompok kecil, waktu yang disepakati untuk menyelesaikannya,
dan ringkasan kemajuan yang dibuat.Nama SiswaNama Tim BelajarNama
dan Cakupan ProyekTugas-Tugas Khusus dan Tenggat WaktunyaProyek
1Umpan-balik untuk 1Proyek 2Umpan-balik untuk 2Proyek 3Umpan-balik
untuk 3Proyek 4Umpan-balik untuk 4Artiefak atau Exhibit final
4. Mengatur Gerakan dan Perilaku di Luar KelasBila guru
mendorong siswa untuk melaksanakan investigasi di luar kelas
misalnya perpustakan atau laboratorium komputer, mereka perlu
memastikan bahwa siswa memahami prosedur yang berlaku di tingkat
sekolah untuk penggunaan fasilitas ini. Bila dibutuhkan hall pass,
guru harus memastikan bahwa siswa menggunakan dengan semestinya.
Jika gerakan di hall diatur, guru harus memahami aturan yang
terkait dengannya. Guru juga harus menetapkan aturan dan rutinitas
untuk mengatur perilaku siswa ketika mereka melaksanakan
investigasi di tengah masyarakat. Sebagai contoh, siswa mestinya
diajari etiket untuk mewawancara dan kebutuhan untuk memperoleh
izin sebelum melihat catatan tertentu atau mengambil foto-foto
tertentu.
G. ASESSMENT DAN EVALUASI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS
MASALAHSeperti halnya dalam model pembelajaran kooperatif, dalam
PBL fokus perhatian pembelajaran tidak pada perolehan pengetahuan
deklaratif, oleh karena itu tugas penilaian tidak cukup bila
penilaiannya hanya dengan tes tertulis atau tes kertas dan pensil.
Teknik penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan PBL adalah menilai
pekerjaan yang dihasilkan siswa yang merupakan hasil penyelidikan
mereka.Tugas asessment dan evaluasi yang sesuai untuk PBL terutama
terdiri dari menemukan prosedur penilaian alternatif yang akan
digunakan untuk mengukur pekerjaan siswa, misalnya dengan asessment
kinerja dan peragaan hasil. Asessment kinerja dapat berupa
asessment melakukan pengamatan, asessment merumuskan pertanyaan,
asessment merumuskan sebuah hipotesis dan
sebagainya.Prosedur-prosedur asesmen harus selalu disesuaikan
dengan tujuan pengajaran yang ingin dicapai, dan selalu penting
bagi guru untuk mendapatkan informasi asesmen yang reliabel dan
valid. Hasil kerja yang diciptakan oleh siswa sangat cocok untuk
diakses dengan dengan asesmen performance yang menggunakan rubrik
skoring. Asesmen performance dapat digunakan untuk mengukur potensi
siswa untuk mengukur kerja kelompok.1. Mengukur PemahamanPBL
menjangkau keluar pengembangan pengetahuan faktual tentang sebuah
topik, yakni pengembangan pemahaman yang agak sophisticated tentang
berbagai masalah dan dunia di sekitar kita.2. Menggunakan Checklist
dan Rating ScalesMenemukan teknik pengukuran yang valid dan
reliabel adalah salah satu masalah yang dihadapi guru yang ingin
menggunakan prosedur asesmen autentik. Sebagian mengacu pada
bidang-bidang, seperti olahraga dan performing arts yang sistemnya
telah dikembangkan untuk mengukur tugas-tugas performance yang
kompleks. Checklist dan rating scales yang mengacu pada kriterion
adalah dua alat yang sering digunakan di bidang-bidang tersebut.3.
Penilaian Peran dan Situasi Orang DewasaPBL berusaha melibatkan
siswa dalam situasi yang membantu mereka untuk belajar tentang
peran-peran orang dewasa dan melaksanakan beberapa tugas yang
terkait dengan peran-peran itu. Situasi-situasi orang dewasa dan
cara mengasesnya disajikan dalam tabel berikut.Siswa
mendeskripsikan dengan jelas pertanyaannya dan memberikan alasan
atas arti pentingnyaSiswa menetapkan pertanyaan, tetapi tidak
mendeskripsikan atau memberikan alasan atas arti pentingnyaSiswa
tidak menetapkan pertanyaan
Bukti kuat akan adanya persiapan dan organisasiAda beberapa
bukti akan adanya persiapan dan organisasiTidak ada bukti akan
adanya persiapan atau organisasi
Penyampaiannya memikatPenyampaiannya agak memikatPenyampaiannya
datar
Struktur kalimatnya tepatStruktur kalimatnya agak tepatStruktur
kalimatnya banyak yang keliru
Kebanyakan situasi ini dapat diases dengan menggunakan tes
asesmen performance,checklist, dan rating scales.4. Penilaian
Potensi BelajarKebanyakan tes, baik kertas dan pensil maupun yang
berorientasi performance, dirancang untuk mengukur pengetahuan dan
keterampilan pada titik waktu tertentu. Mereka belum tentu mengases
potensi belajar atau kesiapan untuk belajar. Ide Vygotsky tentang
zone of proximal development, yang dideskripsikan sebelumnya, telah
mengingatkan para pakar pengukuran dan para guru untuk
mempertimbangkan bagaimana potensi belajar seorang siswa diukur,
khususnya potensi yang dapat ditingkatkan dengan bimbingan guru
atau teman yang lebih maju. Tes-tes kesiapan untuk membaca dan
bidang-bidang perkembangan bahasa lain sudah tersedia. Alat-alat
asessment yang menyodorkan tugas-tugas mengatasi masalah kepada
siswa, yang mendiagnosis kemampuan mereka untuk mengambil manfaat
dari jenis pengajaran tertentu, juga ada. Akan tetapi, tugas-tugas
asessment yang mengukur potensi belajar dikebanyakan bidang masih
berada di tahap awal dan masih banyak pekerjaan yang harus
diselesaikan untuk itu.
5. Penilaian Usaha Kelompok Pada model cooperative learning
telah dideskripsikan prosedur-prosedur asessment yang digunakan
untuk mengases dan memberi reward kepada siswa, baik untuk hasil
kerja individual maupun kelompok. Prosedur-prosedur ini juga dapat
digunakan untuk PBL. Mengases usaha kelompok mengurangi kompetisi
yang merugikan, yang sering kali terjadi dengan membandingkan siswa
dengan teman-teman sebayanya, dan membuat pembelajaran dan asesmen
berbasis sekolah lebih mirip dengan yang ditemukan dalam situasi
kehidupan nyata.
H. IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM
MATEMATIKATahap 1: Pengajuan PermasalahanSeorang ibu dengan seorang
puteri usia 7 tahun mendapat tunjangan asuransi sebesar Rp
20.000.000 sehubungan meninggal suaminya. Bantu ibu tersebut untuk
merencanakan penggunaan dan pengalokasian uang tersebut secara
maksimal sehingga si anak dapat membiayai puterinya masuk perguruan
tinggi dengan kualitas yang baik, UNM misalnya.Tahap 2: Apa yang
diketahui?Setiap kelompok mendiskusikan: Sianak berusia 7 tahun;
artinya perlu 4 jenjang pendidikan atau 14 tahun: SD/MI: 6 tahun
SMP/MTs: 3 tahun SMA/SMK?MA: 3 tahun PT: 4 tahun Dana yang tersedia
adalah Rp20.000.000 Pekerjaan ibu tidak ada datanyaTahap 3: Apa
yang tidak diketahui? Berapakah biaya pendidikan di masing-masing
jenjang? Berapa besar? Dimana info ini dapat diperoleh? Berapakah
biaya hidup selama kurun waktu tersebut? Berapa besar? Dimana info
ini dapat diperoleh? Apakah dana yang tersedia cukup untuk
keperluan itu? Berapa total biaya? Cukupkah? Apakah inflasi akan
mempengaruhi dana tersebut? Berapa besar inflasi tahun lalu? Berapa
besar inflasi tahun depan? Dimana info ini diperoleh? Dapatkah si
ibu berusaha untuk mengelola dana? Apa yang dapat dilakukan? Apakah
pengaruhnya terhadap si anak? Apakah pengaruhnya terhadap biaya
hidup? Apa yang harus dilakukan dengan dana tersebut? Dagang?
Berapa modalnya? Berapa keuntungannya? Dimana dapat diperoleh
infonya? Cukupkah untuk biaya pendidikan dan biaya hidup? Deposito?
Berapa persen bunganya? Cukupkah untuk biaya pendidikan dan hidup?
Apa tugas masing-masing anggota?Tahap 4: Alternatif Pemecahan Usaha
apa saja yang dapat dilakukan? Mungkin tidak dilakukan beberapa
usaha? Usaha apa yang paling maksimal hasilnya? Apakah usaha yang
maksimal tersebut dapat mengganggu kehidupan ibu dan anak?
Tahap 5: Laporan dan Presentasi Apa sistematikanya? Apa tugas
masing-masing anggota?
Tahap 6: Pengembangan Materi dan Pembelajarannya Apa materi
utama dari permasalahan ini? Apa materi prasyaratnya? Apa implikasi
selanjutnya dari materi ini?
BAB IIIPENUTUPA. KESIMPULANPembelajaran adalah suatu hal yang
mutlak dalam proses pendidikan, baik pada lembaga formal maupun
nonformal, sehingga perlu sebuah keputusan yang baik dalam desain
pembelajaran. Pemilihan desain dan model yang tepat sangat berguna
dalam menciptakan komunikasi yang baik antara guru dan siswa ketika
proses pembelajaran berlangsung. Salah satu alternatif model
pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan
berpikir siswa adalah (penalaran, komunikasi, dan koneksi) dalam
memecahkan masalah adalah pembelajaran berbasis masalah. Dalam
pembelajaran berbasis masalah pendidik dituntut untuk dapat
memahami secara utuh dari setiap dari setiap bagian dan konsep PBM
dan yang mampu merangsang kemampuan berpikir siswa. Siswa juga
harus siap untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Siswa
menyiapkan diri untuk mengoptimalkan kemampuan berpikir melalaui
inquiri kolaboratif dan kooperatif dalam setiap tahapan
PBM.Pemahaman para pendidik terhadap pembelajaran berbasis masalah
perlu ditingkatkan karena tantangan kehidupan masa sekarang dan
masa yang akan datang akan semakin kompleks dan menunutut setiap
orang secara individual mampu menghadapinya dengan berbagai
pengetahuan dan keterampilan yang relevan. Penguasaan pengetahuan
dan keterampilan lebih efektif apabila individu, khususnya siswa
dapat mengalaminya sendiri, bukan hanya menunggu materi dan
informasi dari guru, tetapi berdasarkan pada usaha sendiri untuk
menemukan pengetahuan dan keterampilan dan kemudian
mengintegrasikannya dengan pengetahuan dan keterampilan yang sudah
dimiliki sebelumnya.
B. SARAN1. Untuk pembaca, makalah ini dapat dijadikan sumber
bagi para pembaca untuk menambah ilmu pengetahuan tentang Model
Pembelajaran berbasis Masalah secara menyeluruh.2. Untuk penulis,
makalah ini dapat bermanfaat sebagai alat pengukur pemahaman
penulis tentang Model Pembelajaran berbasis Masalah.
DAFTAR PUSTAKAArends, Richard I. 2013. Belajar untuk Mengajar.
Jakarta : Salemba Humanika.Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran.
Jakarta: Rajagrafindo Persada.Trianto, 2009. Mendesain Model-Model
Pembelajaran Inofatif-Progresif. Jakarta: Kencana.