BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia termasuk negara berkembang dan tergabung dalam United Nation yang turut berperan serta dalam menyukseskan Millennium Development Goals (MDGs). Beberapa poin dari MDGs berkaitan dengan permasalahan kesehatan sehingga kesehatan merupakan salah satu bidang bisnis dalam pelayanan dan jasa yang sedang berkembang dengan pesat. Kemajuan bidang bisnis jasa serta pelayanan kesehatan ditunjang pula dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 920/Menkes/Per/XII/1986 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik yang menyatakan bahwa pemerintah memberikan kesempatan bagi pihak swasta baik berupa yayasan ataupun perseroan terbatas agar dapat membangun rumah sakit.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia termasuk negara berkembang dan tergabung dalam
United Nation yang turut berperan serta dalam menyukseskan Millennium
Development Goals (MDGs). Beberapa poin dari MDGs berkaitan dengan
permasalahan kesehatan sehingga kesehatan merupakan salah satu bidang
bisnis dalam pelayanan dan jasa yang sedang berkembang dengan pesat.
Kemajuan bidang bisnis jasa serta pelayanan kesehatan ditunjang pula
dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
920/Menkes/Per/XII/1986 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di
Bidang Medik yang menyatakan bahwa pemerintah memberikan
kesempatan bagi pihak swasta baik berupa yayasan ataupun perseroan
terbatas agar dapat membangun rumah sakit. Peraturan tersebut berdampak
pada jumlah rumah sakit swasta baru yang tumbuh dan tersebar bertambah
pesat. (Abrams, 2012)
Bertambahnya jumlah rumah sakit membuat persaingan dalam
bidang kesehatan semakin ketat sehingga pihak manajemen rumah sakit
perlu membuat suatu inovasi ataupun suatu ciri khas agar rumah sakit
dapat tetap survive. Selain inovasi, rumah sakit harus memiliki manajemen
yang mampu mengelola pelayanannya dengan konsep yang jelas agar
perkembangan rumah sakit dapat diprediksi dan tumbuh dengan cepat.
Perkembangan rumah sakit dapat dilihat dari berbagai macam aspek dan
salah satunya adalah keuangan rumah sakit, Sejauh ini infrastruktur rumah
sakit pemerintah masih buruk karena belum ada paradigma bahwa sistem
keuangan harus berdasarkan sistem akuntansi yang benar. (Trisnantoro,
2010)
Tingginya angka kejadian kecelakaan lalu lintas di Indonesia
membuat pihak rumah sakit harus siap dalam menerima pasien-pasien
dengan cidera kepala yang berkaitan sangat erat dengan kecelakaan lalu
lintas, karena kecelakaan dapat terjadi di mana saja, dan saat terjadi
kecelakaan, korban akan dibawa ke rumah sakit yang terdekat. Rumah
sakit harus siap dalam segala aspek untuk menangani kasus cidera kepala
baik dari sumber daya manusianya yang terampil, sarana, prasarana serta
berbagai macam pemeriksaan penunjang untuk membantu menentukan
diagnosis serta prognosis pasien. Dengan latar belakang pemikiran seperti
ini dapat disimpulkan bahwa CT-scan menjadi suatu alat penunjang yang
sangat diperlukan bagi rumah sakit. Peluang bisnis yang dapat diambil
adalah rumah sakit yang telah memiliki CT-scan dapat menjadi rumah
sakit rujukan untuk CT-scan bagi rumah sakit lainnya yang tidak memiliki
CT-scan, terutama bagi rumah sakit swasta yang baru saja berdiri, karena
kecil kemungkinannya rumah sakit tersebut telah memiliki CT-scan.
Rumah sakit berfungsi serta berperan dalam memberikan jasa
pengobatan, perawatam dan pelayanan kesehatan. Dalam memberikan jasa
pelayanan kesehatan, rumah sakit memperoleh pendapatan dari jasa dan
fasilitas yang diberikan yang diantaranya adalah rawat inap. Pendapatan
rumah sakit tersebut didapat dari tarif yang harus dibayar oleh pemakai
jasa rawat inap. Penentuan tariff jasa rawat inap merupakan keputusan
yang sangat penting karena hal ini dapat mempengaruhi profitabilitas
suatu rumah sakit. Adanya berbagai macam fasilitas yang disediakan bagi
konsumen pada rawat inap, serta jumlah biaya overhead yang tinggi, maka
semakin menuntut suatu ketepatan dalam perhitungan untuk menetapkan
pembebanan biaya yang sesungguhnya. (Sulastomo, 2000)
Dalam menentukan harga pokok suatu produk, rumah sakit pada
umumnya masih menggunakan akuntansi biaya tradisional. Sistem ini
tidak sesuai dengan lingkungan manufaktur yang maju serta
keanekaragaman produk yang tinggi. Biaya produk yang ditentukan
dengan sistem akuntansi biaya tradisional dapat membuat informasi biaya
yang terdistorsi. Distorsi muncul disebabkan oleh tidak akuratnya
penentuan pembebanan biaya sehingga mengakibatkan kesalahan dalam
penentuan biaya, pembuatan keputusan, perencanaan dan pengendalian.
(Mowen, Hansen, & Heitger, 2009)
Banyak pihak mulai menyadari di tahun 1990-an bahwa sistem
akuntansi biaya pada saat itu tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan
manajemen. Berdasarkan landasan pikiran tersebut maka dikembangkan
suatu sistem akuntansi yang baru oleh Consortium of Advanced
Manufacturing-International (CAM-I) yang dikenal sebagai Activity-
Based Costing (ABC). Sistem ABC menggunakan aktivitas sebagai basis
penggolongan biaya untuk menghasilkan informasi activity cost. Informasi
tersebut digunakan untuk menyediakan informasi bagi personel dan
memberdayakan personel dalam melaksanakan pengurangan biaya melalui
pengelolaan terhadap aktivitas. ABC membebankan activity cost pada
produk atau jasa berdasarkan konsumsi produk atau jasa atas aktivitas
yang terjadi dalam proses produksi produk atau jasa yang dijual ke
konsumen sehingga menghasilkan cost produk yang akurat.
Keunggulan ABC terletak pada kemampuannya dalam
menyediakan informasi yang berkaitan dengan aktivitas seperti customer
yang mengonsumsi keluaran aktivitas, value and non-value, cycle
effectiveness (CE), capacity resources, budget type. Informasi yang
lengkap mengenai aktivitas dapat memudahkan perusahaan untuk
merencanakan target pengurangan biaya dan mengimplementasikan secara
efektif.
Rumah sakit merupakan suatu perusahaan jasa dan menghasilkan
produk yang sangat beraneka ragam. Keanekaragaman tersebut
mengakibatkan banyaknya jenis biaya dan aktivitas yang terjadi pada
rumah sakit sehingga menuntut ketepatan pembebanan biaya overhead
dalam penentuan harga pokok produk. Metode ABC menganggap bahwa
timbulnya biaya disebabkan oleh aktivitas yang dihasilkan produk.
Pendekatan ini menggunakan cost driver yang berdasarkan pada aktivitas
yang menimbulkan biaya dan hal ini baik jika diterapkan pada perusahaan
yang memiliki produk yang beragam., sehingga dapat meningkatkan
ketelitian dan meminimalisir kesalahan perhitungan agar pembebanan
biaya menjadi lebih akurat dan tidak merugikan salah satu pihak.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada sub-bab sebelumnya maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Berapa unit cost head CT-scan yang dihitung dengan menggunakan
metode Activity-Based Costing pada RSU PKU Muhammadiyah
Yogyakarta?
2. Apakah ada perbedaan antara unit cost head CT-scan yang dihitung
dengan metode Activity-Based Costing dengan unit cost head CT-scan
yang diterapkan saat ini di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui unit cost ead CT-scan yang dihitung dengan metode
Activity-Based Costing di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Untuk mengetahui perbedaan antara unit cost ead CT-scan yang
dihitung dengan metode Activity-Based Costing dengan unit cost head
CT-scan yang diterapkan saat ini di RSU PKU Muhammadiyah
Yogyakarta.
D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Peneliti
Sebagai bahan pembelajaran dalam menambah wawasan keilmuan di
bidang manajemen rumah sakit khususnya dalam perhitungan unit cost
ead CT-scan dengan metode Activity-Based Costing.
2. RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Sebagai beban kajian untuk melakukan evaluasi terhadap perencanaan
dalam mengevaluasi biaya yang ada serta melakukan efisiensi biaya di
pemeriksaan penunjang head CT-scan
3. Institusi Pendidikan
Sebagai bahan referensi untuk penelitian yang serupa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TELAAH PUSTAKA
1. Biaya
Biaya adalah harga perolehan yang dikorbankan atau digunakan
dalam rangka memperoleh penghasilan (revenues) dan akan digunakan
sebagai pengurang dari penghasilan (Supriyono, 1999). Menurut
Masyhudi (2008), pengertian biaya adalah penggunaan sumber-sumber
ekonomi yang diukur dengan satuan uang, yang telah terjadi atau
kemungkinan akan terjadi untuk objek atau tujuan tertentu. Biaya
dapat diklasifikasikan berdasarkan dapat atau tidaknya biaya tersebut
diidentifikasikan terhadap objek biaya. Objek biaya yang dimaksud
adalah produk, jasa, fasilitas dan lain-lain.
Pada tentative set of board accounting principle for business
enterprises, biaya dinyatakan sebagai harga penukaran atau
pengorbanan yang digunkan untuk memperoleh suatu manfaat
(Kartadinata, 2000).
2. Penggolongan Biaya
Penggolongan biaya adalah proses pengelompokkan biaya atas
keseluruhan elemen-elemen biaya secara sistematis ke dalam
golongan-golongan tertentu yang lebih rinci untuk dapat memberika
informasi biaya yang lebih lengkap. Menurut Mulyadi (2007), biaya
dapat digolongkan menurut obyek pengeluaran, fungsi pokok dalam
perusahaan, hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai, perilaku
biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, dan
jangka waktu manfaatnya.
Berdasarkan pengelompokan biaya di atas, maka dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Biaya menurut objek pengeluaran
Pada penggolongan biaya ini, pengklasifikasian biaya
didasarkan atas nama objek pengeluaran. Contoh biaya
depresiasi mesn, biaya asuransi dan lain-lain.
2. Biaya menurut fungsi pokok dalam perusahaan, dibagi
menjadi biaya produksi dan biaya non produksi (Garrison,
2006).
a. Biaya produksi
Semua biaya yang dikeluarkan untuk mengelola bahan
baku menjadi produksi yang siap dijual di pasaran. Biaya
produksi digolongkan menjadi tiga kategori yaitu : bahan
langsung, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead
pabrik.
b. Biaya non produksi
Umumnya biaya bob produksi dibagi menjadi dua yaitu
biaya pemasaran atau penjualan dan biaya administrasi.
Biaya pemasaran atau penjualan meliputi semua biaya
yang diperlukan untuk menangani pesanan konsumen
dan memperoleh produk atau jasa untuk disampaikan
kepada konsumen. Biaya-biaya tersebut pemerolehan
pesanan (order-getting) dan pemenuhan pesanan (order-
filling). Biaya pemasaran meliputi pengiklanan,
pengiriman, perjalanan dalam rangka penjualan, gaji, dan
biaya penyimpanan produk jadi. Biaya administrasi
meliputi pengeluaran eksekutif, organisasional, dan
klerikal yang berkaitan dengan manajemen umum
organisasi.
3. Klasifikasi biaya untuk memprediksi perilaku biaya
(Garrison, 2006)
a. Biaya variabel
Biaya variabel adalah biaya yang berubah secara
proporsional dengan perubahan aktivitas. Aktivitas
terseut dapat diwujudka dalam berbagai bentuk seperti
unit yang diproduksi, unit yang dijual, jumlah tempat
tidur yang digunakan.
b. Biaya semi variable
Perubahan biaya sesuai dengan variasi volume kegiatan
tetapi perubahan dalam biaya operasional ini tidak
sebanding dengan perubahan volume. Karakteristik
biaya semi variabel yaitu jumlah totalnya akan berubah
sesuai dengan perubahan volume kegiatan, tapi sifat
perubahannya tidak sebanding, dengan kata lain,
semakin tinggi volume kegiatan akan meningkat pula
jumlah total biaya semi variabelnya, dan bila volume
kegiatan semakin rendah maka jumlah total biaya semi
variabelnya akan semakin rendah, namun perubahannya
tidak seimbang. Pada biaya semi variabel, satuan
biayanya akan berubah terbalik dihubungkan dengan
perubahan volume kegiatan tetapi sifatnya tidak
sebanding. Sampai pada tingkat kegiatan tertentu,
semakin tinggi volume kegiatan akan semakin rendah
biaya satuannya, dan bila semakin rendah volume
kegiatan akan semakin tinggi biaya satuannya
(Supriyono, 1999). Biaya semi variabel mengandung
unsur biaya tetap dan unsur biaya variabel (Mulyadi,
2007)
c. Biaya tetap
Biaya tetap adalah biaya yang selalu tetap secara
keseluruhan tanpa terpengaruh oleh tingkat aktivitas.
Biaya tetap tidak dipengaruhi oleh perubahan aktivitas.
Contohnya adalah biaya sewa.
4. Biaya langsung dan biaya tidak langsung
Menurut Mulyadi (2007), biaya langsung adalah
biaya yang dikeluarkan oleh unit yang langsung
memproduksi otput, contoh di rumah sakit adalah gaji
pegawai, biaya obat, biaya bahan medis habis pakai, biaya