Top Banner
Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal… Jurnal Inada Vol.1 No.1, Juni 2018, 26-54 26 Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal di Jawa Timur: Perspektif Feminis Mita Yesyca Universitas Kristen Indonesia Abstrak: Di tingkat global, nasional dan daerah, perempuan dipandang sebagai agen pembangunan. Ibarat ‘sekali mendayung, dua-tiga pulau terlampaui,’ program pemberdayaan ekonomi perempuan khususnya di pedesaan atau daerah-daerah tertinggal diyakini mampu membawa dampak positif terhadap perempuan itu sendiri, keluarga atau rumah tangganya, perekonomian daerah setempat hingga perekonomian nasional. Studi pustaka ini hendak meninjau kembali keyakinan tersebut. Dengan menunjukkan interaksi antara gender dan ketimpangan ekonomi dalam hidup laki-laki dan perempuan di daerah-daerah tertinggal, khususnya di Jawa Timur, simpulan dari tulisan ini adalah bahwa program-program yang menitikberatkan pada pelibatan perempuan pedesaan agar dapat membuka akses mereka terhadap pasar belum tentu memberdayakan perempuan pedesaan dalam artian mentransformasi posisi mereka yang timpang terhadap keutamaan laki-laki dalam ekonomi. Pemberdayaan yang transformatif inilah yang sudah seharusnya tetap menjadi agenda pembangunan daerah-sensitif gender. Kata Kunci: Perempuan, Daerah Tertinggal, Jawa Timur, Pembangunan, Pemberdayaan Abstract: At the global, national and local levels, women are seen as the development agent. It’s like ‘once rowing, two or three islands are passed,’ women’s economic empowerment programs, especially in rural or underdeveloped areas are believed to be able to bring positive impact on women themselves, their families or households, local economies and national economies. This literature study wants to take a further look at the notion. By showing the interaction between gender and economic inequality in men and women’s lives in underdeveloped areas, especially in East Java, the conclusion of this paper is that programs that focus on rural women’s involvement in order to enable their access to the markets are not necessarily empowering women in the sense of transforming their unequal position against men’s preeminence in the economy. Such transformative empowerment should become an agenda for local development—a gender sensitive one. Key Words: Women, Underdeveloped Area, East Java, Development, Empowerment Korespondensi Penulis: Mita Yesyca, Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Kristen Indonesia Jl. Mayjen Sutoyo No. 2, Cawang, Jakarta Timur. E-mail: [email protected]
29

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Nov 07, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

Jurnal Inada Vol.1 No.1, Juni 2018, 26-54

26

Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal di Jawa Timur: Perspektif Feminis

Mita Yesyca Universitas Kristen Indonesia

Abstrak: Di tingkat global, nasional dan daerah, perempuan dipandang sebagai agen pembangunan. Ibarat ‘sekali mendayung, dua-tiga pulau terlampaui,’ program pemberdayaan ekonomi perempuan khususnya di pedesaan atau daerah-daerah tertinggal diyakini mampu membawa dampak positif terhadap perempuan itu sendiri, keluarga atau rumah tangganya, perekonomian daerah setempat hingga perekonomian nasional. Studi pustaka ini hendak meninjau kembali keyakinan tersebut. Dengan menunjukkan interaksi antara gender dan ketimpangan ekonomi dalam hidup laki-laki dan perempuan di daerah-daerah tertinggal, khususnya di Jawa Timur, simpulan dari tulisan ini adalah bahwa program-program yang menitikberatkan pada pelibatan perempuan pedesaan agar dapat membuka akses mereka terhadap pasar belum tentu memberdayakan perempuan pedesaan dalam artian mentransformasi posisi mereka yang timpang terhadap keutamaan laki-laki dalam ekonomi. Pemberdayaan yang transformatif inilah yang sudah seharusnya tetap menjadi agenda pembangunan daerah-sensitif gender.

Kata Kunci: Perempuan, Daerah Tertinggal, Jawa Timur, Pembangunan, Pemberdayaan

Abstract: At the global, national and local levels, women are seen as the development agent. It’s like ‘once rowing, two or three islands are passed,’ women’s economic empowerment programs, especially in rural or underdeveloped areas are believed to be able to bring positive impact on women themselves, their families or households, local economies and national economies. This literature study wants to take a further look at the notion. By showing the interaction between gender and economic inequality in men and women’s lives in underdeveloped areas, especially in East Java, the conclusion of this paper is that programs that focus on rural women’s involvement in order to enable their access to the markets are not necessarily empowering women in the sense of transforming their unequal position against men’s preeminence in the economy. Such transformative empowerment should become an agenda for local development—a gender sensitive one.

Key Words: Women, Underdeveloped Area, East Java, Development, Empowerment

Korespondensi Penulis: Mita Yesyca, Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Kristen Indonesia Jl. Mayjen Sutoyo No. 2, Cawang, Jakarta Timur. E-mail: [email protected]

Page 2: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

Jurnal Inada | Vol. 1, No. 1, Juni 2018

27

PENDAHULUAN

Penelitian ini merupakan studi pustaka mengenai kebijakan-kebijakan percepatan

pembangunan yang menitikberatkan peran perempuan sebagai kunci pengentasan

kemiskinan di Indonesia. Dasar dari kebijakan ini, misalnya, tercermin dalam

pernyataan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana

Yembise bahwa perempuan Indonesia berkontribusi penting bagi ekonomi Indonesia

dan pengentasan kemiskinan, dan karenanya perlu didukung dengan pemberian akses

yang memadai dalam hal pendidikan, kebebasan bekerja, dan pendapatan mandiri

(Elsynosa 2018). Hal serupa dinyatakan oleh Menteri Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Broedjonegoro bahwa tingkat partisipasi

angkatan kerja perempuan Indonesia sebesar 51%, lebih rendah dari laki-laki yang

sebesar 82%. Sementara, tingginya partisipasi angkatan kerja perempuan menjadi

faktor yang memengaruhi kemajuan sebuah negara. Karenanya Menteri Bambang

mengupayakan kesetaraan gender dalam akses dan kondisi kerja di Indonesia (Arta

2018).

Di tingkat global, pemikiran ini dapat ditelusuri awal mulanya ketika isu

perempuan dan kemiskinan menjadi agenda utama pembangunan internasional dalam

Konferensi Dunia tentang Perempuan yang keempat di Beijing tahun 1995. Sejak saat

itu, perempuan sering disebut sebagai aktor penting dalam pengentasan kemiskinan

dan tidak luput dalam agenda pembangunan internasional hingga hari ini (Lagarde

2016, Diop 2015). Sedangkan di tingkat daerah, perhatian kepada ekonomi perempuan

sudah ada sejak pemerintahan Presiden B. J. Habibie melalui pemberian hibah bergulir

untuk Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). SPP merupakan pemberian modal

untuk kelompok perempuan yang mempunyai kegiatan simpan pinjam. Di bawah

Page 3: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

28

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri selama 2007-2014, SPP

dilanjutkan di masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Di era

Presiden Joko Widodo, meski PNPM Mandiri telah berakhir pada 31 Desember 2014,

dana bergulir tersebut tetap dapat dikelola oleh Badan Kerja Sama Antardesa (BKAD),

dilaksanakan oleh Unit Pengelola Kegiatan (UPK) dan diputuskan bersama melalui

Musyawarah Antardesa (MAD).

Di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo pula, daerah tertinggal mendapat

perhatian besar dari pemerintah. Empat daerah di Provinsi Jawa Timur, yakni

Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bangkalan, dan Kabupaten

Sampang masuk ke dalam 122 daerah tertinggal tahun 2015-2019 yang ditetapkan

melalui Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 (Lumanauw 2015). Kementerian

Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) dan Transmigrasi, merespon keluarnya

Perpres Nomor 131 Tahun 2015 dengan menargetkan pengentasan daerah tertinggal

pada Rencana Pembangunan Jarak Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 sebanyak

80 kabupaten dari total 122 kabupaten yang tertinggal. Target itu berusaha dicapai

lewat berbagai program, dengan fokus tiga hal: sarana dan prasarana, pengembangan

sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi.

Sekretaris Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal RI Razali

menyebutkan bahwa aspek sarana dan prasarana diejawantahkan melalui

pembangunan jalan, pasar, listrik, jembatan, sarana air bersih, jaringan irigasi dan

dermaga. Aspek pengembangan sumber daya manusia melalui pembangunan ruang

kelas, laboratorium, Puskesmas, pemenuhan alat-alat kesehatan, serta pelatihan tenaga

kerja baru. Aspek ketiga, yang juga akan dibahas lebih jauh dalam artikel ini yakni

pertumbuhan ekonomi, diwujudkan melalui bantuan sarana dan prasarana produksi

Page 4: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

Jurnal Inada | Vol. 1, No. 1, Juni 2018

29

pertanian, bantuan bisnis Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), bantuan

pengembangan peternakan modern dan pembangunan kebun buah di daerah tertinggal.

Tulisan ini bukan bertujuan untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam

rangka pembangunan daerah tertinggal, melainkan untuk melihat kembali peran

perempuan sebagai salah satu sumber daya pembangunan daerah melalui program-

program pemerintah maupun lembaga non-pemerintah dalam rangka percepatan

pembangunan daerah tertinggal. Peraturan Pemerintah No. 78/2014 tentang

Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT), Pasal 35 mengatur tentang peran

serta masyarakat dan pelaku usaha. PPDT dapat dibiayai dari swadaya masyarakat atau

pelaku usaha lewat program-program kemitraan untuk daerah tertinggal. Pelaku usaha

yang terlibat dalam PPDT akan mendapat insentif berupa kemudahan perizinan,

permodalan dan kerja sama kemitraan.

Pembangunan selama ini identik dengan munculnya industri, daerah urban,

migrasi penduduk hingga peningkatan taraf hidup sebuah masyarakat. Hal ini misalnya

terlihat dalam sejarah, ketika industri gula pertama kali hadir di Jawa Timur. Sebelum

Perang Dunia II, sekitar 75 persen tebu yang dihasilkan oleh koloni Belanda berasal dari

pabrik gula di Jawa Timur—masing-masing dikelilingi oleh sekitar 1.000 hektar ladang

tebu yang disewa dari desa-desa di sekitarnya. Sedangkan di daerah perbukitannya,

perkebunan karet, teh, kopi dan tembakau sebanyak tidak kurang dari jumlah 264

didirikan atas 164.000 hektar lahan yang dikerjakan oleh tenaga kerja tidak terampil

dari daerah dataran rendah yang padat penduduk (Peters 2013, 4). Kebutuhan pekerja

dari pembudidayaan tanaman yang bernilai jual tinggi tersebut kemudian

menyebabkan ledakan penduduk di Pulau Jawa. Mengikuti kemajuan industri pertanian

di masa itu, jalur kereta api ikut juga dibangun demi memfasilitasi perpindahan produk-

Page 5: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

30

produk pertanian dari satu desa ke desa lain. Daerah Surabaya sendiri sempat menjadi

pusat kantor-kantor dagang dan pelayaran asal Belanda dan Pulau Jawa mempunyai

infrastruktur transportasi terbaik se-Asia Tenggara (Peters 2013, 5).

Melengkapi gambaran tentang perubahan ekonomi masyarakat di atas, Angus

Maddison (2007, 20-27) menyebutkan ada tiga hal yang mendongkrak peningkatan

ekonomi dunia selama ini. Pertama, penaklukan wilayah-wilayah yang subur dan kaya

sumber daya alam atau yang berpotensi untuk mengakomodasi perpindahan populasi,

tani, dan ternak. Kedua, perdagangan internasional dan perpindahan modal. Terakhir,

teknologi dan inovasi kelembagaan. Tanpa peningkatan dalam teknologi maritim dan

institusi komersial, misalnya, pembukaan pasar dunia tidak mungkin tercapai.

Kemajuan teknis di banyak bidang terjadi karena adanya publikasi pengetahuan-

pengetahuan baru. Perbankan, kredit, pasar valuta asing, manajemen keuangan dan

fiskal, akuntansi, asuransi dan tata kelola perusahaan merupakan komponen penting

dari keberhasilan Eropa dalam membuka pasar dunia.

Di sisi lain, pola pembangunan yang ada selama ini selalu menghasilkan

ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan,

kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki dan perempuan. Karenanya, pemerataan

pembangunan yang berdasarkan keadilan gender sudah selayaknya menjadi fokus

berbagai pihak. Pembangunan yang membawa kesejahteraan masyarakat tidak hanya

mengacu kepada tingkat pendapatan yang tinggi, tetapi juga dalam kualitas-kualitas

hidup yang lain seperti kesehatan, pendidikan, akses terhadap informasi dan preferensi

pribadi. Di tataran individu, kebanyakan perempuan di daerah tertinggal belum dan

tidak akan pernah terlibat dalam pembangunan. Pemekaran bisnis kapitalis ke berbagai

tempat di seluruh dunia—berikut aliran teknologi, pekerja dan modalnya—tidak lantas

Page 6: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

Jurnal Inada | Vol. 1, No. 1, Juni 2018

31

berpengaruh positif untuk kesejahteraan perempuan, apalagi perempuan di pedesaan

ketika perdagangan dan aliran modal memasuki daerah mereka.

Perempuan pedesaan cenderung terlibat sebagai tenaga kerja jasa

berpendapatan rendah yang menyatu dalam globalisasi ekonomi akibat munculnya

kebutuhan dan gaya hidup baru dari tenaga kerja profesional berpendapatan tinggi di

kota-kota besar (Yesyca 2013, Sassen 2002). Perempuan pedesaan dan teknologi

bahkan sempat tidak menjadi kombinasi yang cocok. Misalnya, di saat mekanisasi

pertanian muncul, maka buruh tani perempuan di pedesaan Jawa-lah yang terdepak

dari pekerjaannya dan harus mencari penghidupan di luar pertanian; dengan tambahan

catatan, kegiatan industri di luar pertanian pun sedikit sekali yang terbuka bagi buruh

perempuan (Mulyanto 2009). Hal yang menarik adalah hari ini justru ada dukungan

sangat tinggi terhadap pengembangan bisnis milik perempuan.

Berbagai program perbankan, kampanye Lembaga Swadaya Masyarakat dan

organisasi internasional, serta pemerintah nasional maupun lokal ikut berkontribusi

terhadap munculnya fenomena usaha milik perempuan. Adalah ‘branchless banking’,

‘mobile banking’, ‘fintech’ (‘financial technology’) yang menjadi tren baru di berbagai

tempat termasuk di Indonesia. Terma yang berbeda-beda ini sesungguhnya merupakan

satu tema, yakni penetrasi industri keuangan digital dengan memanfaatkan teknologi

komunikasi seluler atau telepon seluler (ponsel) ke daerah-daerah pelosok, terutama di

sektor usaha mikro. Berbagai lembaga yang mengusung program semacam ini

umumnya berfokus kepada perempuan yang tidak bisa mendapatkan pembiayaan dari

perbankan oleh karena mereka tinggal di daerah-daerah yang tidak terjangkau layanan

bank, tidak memiliki sesuatu untuk diagunkan dan terbatas dalam mobilitas (Indonesia

Page 7: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

32

Fintech Festival and Conference 2016, Nugroho dan Chowdury 2015, FII Tanpa Tahun,

Bank Indonesia Tanpa Tahun).

MENCERMATI POSISI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN

Dalam ekonomi dunia yang semakin saling bergantung dan terkoordinasi saat ini,

perempuan di daerah nampaknya menjadi primadona dan tidak jarang pula diklaim

sebagai kunci pembangunan ekonomi. Pertanyaan yang penting untuk dijawab:

Benarkah mereka sungguh dapat berpartisipasi di dalamnya? Atau perempuan di desa

justru direduksi perannya (dengan ide-ide, tujuan dan keterampilan mereka sendiri),

sekedar menjadi simbol pembangunan atau untuk kepentingan yang lain? Apakah

dengan mendapatkan lebih banyak akses untuk berbisnis dan bantuan teknologi sama

dengan lebih banyak pilihan, atau justru sebaliknya? Karena itu penelitian ini hendak

menjawab pertanyaan: Di mana posisi perempuan dalam kebijakan percepatan

pembangunan daerah tertinggal di Indonesia, khususnya di daerah Jawa Timur?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis hendak menunjukkan interaksi

antara gender dan ketimpangan ekonomi di empat kabupaten di Jawa Timur yang

adalah daerah tertinggal. Penulis menggunakan data-data dari Badan Pusat Statistik dan

dari lembaga resmi lainnya. Kemudian, penulis akan menganalisis kebijakan percepatan

pembangunan dari pemerintah pusat dan daerah untuk melihat apakah kebijakan

tersebut sudah tepat menyasar kebutuhan masyarakat di daerah tertinggal, sehingga

dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara signifikan. Seluruh data

mengenai kebijakan juga akan diperoleh melalui studi pustaka dengan memanfaatkan

media online.

FEMINISME

Page 8: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

Jurnal Inada | Vol. 1, No. 1, Juni 2018

33

Feminisme oleh Tickner dan Sjoberg (2011, 5), dua orang penstudi Hubungan

Internasional asal Amerika Serikat, dipahami sebagai dua fenomena yang saling terkait.

Pertama, sebagai sebuah gerakan politis yang berfokus pada hak-hak perempuan dan

emansipasi gender. Kedua, sebagai sebuah pendekatan ilmiah yang menggunakan lensa

analisis gender untuk tidak hanya memahami lebih dalam mengenai perempuan dan

gender; tetapi juga mengenai bagaimana sorotan kepada perempuan dan gender dapat

membantu untuk memahami dunia secara umum.

Kontribusi utama Feminis adalah konsep gender, yang membedakannya dari

jenis kelamin seorang individu secara biologis. ‘Gender’ dipahami sebagai sebuah

konstruksi sosial sistematis yang membagi identitas, perilaku dan harapan atas seorang

individu sebagai maskulin dan feminin. Karenanya, maskulinitas dan femininitas

dipelajari (learned) oleh individu; bukannya ditentukan sedari awal ia lahir (given).

Gender dapat pula melembaga dalam kehidupan sosial sehari-hari sebuah masyarakat.

Maskulinitas dan femininitas tidak bertentangan satu sama lain, tetapi justru

saling terkait. Artinya, untuk memahami aktivitas laki-laki dan ideologi maskulinitas

secara utuh diperlukan pemahaman atas aktivitas perempuan dan ideologi femininitas

yang ada di masyarakat. Hal yang sama berlaku sebaliknya. Peterson (1992)

berargumen bahwa pengetahuan atas realita sosial manusia selama ini berbasis pada

pengalaman laki-laki secara eksklusif; sehingga melibatkan perempuan dalam berbagai

hal tidak akan cukup untuk membawa kesetaraan gender. Diperlukan upaya untuk

merekonstruksi pemahaman tentang realita sosial, seperti misalnya ekonomi, politik

dan lain-lain, agar tak lagi berdasar pada kepercayaan-kepercayaan mengenai laki-laki

dan perempuan yang terdistorsi karena hirarki gender yang melekat dalam suatu

Page 9: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

34

masyarakat (yakni, eksklusivitas pengalaman laki-laki yang telah melembaga dalam

masyarakat).

KONTEKS SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI EMPAT DAERAH TERTINGGAL DI JAWA

TIMUR

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur tahun 2017, Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2016 di Kabupaten Bondowoso 65,89; Kabupaten

Situbondo 68,41; Kabupaten Bangkalan 69,77; dan Kabupaten Sampang 67,62.

Keempatnya berada di bawah IPM Provinsi Jawa Timur di tahun yang sama 70,74.

Keempat kabupaten berdasarkan data BPS Jawa Timur tahun 2017 juga memiliki

jumlah penduduk perempuan yang lebih banyak dibandingkan penduduk laki-lakinya:

Kabupaten Bondowoso (394.436 dibanding 374.476), Kabupaten Situbondo (346.592

dibanding 330.111), Kabupaten Bangkalan (507.105 dibanding 463.789), dan

Kabupaten Sampang (491.162 dibanding 466.920).

Sementara itu, berdasarkan data BPS Jawa Timur tahun 2016 mengenai angka

partisipasi sekolah menurut jenis kelamin dan kabupaten/kota, perbandingan tingkat

partisipasi sekolah perempuan dan laki-laki sangat bervariasi di keempat kabupaten

yang tertinggal. Angka partisipasi sekolah merupakan proporsi penduduk pada

kelompok umur jenjang pendidikan tertentu yang masih bersekolah terhadap

penduduk pada kelompok umur tersebut (BPS 2017d, 24). Tingkat partisipasi sekolah

perempuan sama dengan laki-laki hanya terjadi di Kabupaten Bondowoso untuk tingkat

Sekolah Dasar (100 persen). Di kabupaten yang sama, jenjang pendidikan SMP/MTs dan

SMA/MA, perempuan lebih rendah partisipasinya dibandingkan laki-laki: SMP/MTs

(94,90 dibanding 96,66) dan SMA/MA (56,08 dibanding 51,39). Di satu kabupaten

tertinggal yang lain, partisipasi sekolah laki-laki lebih tinggi daripada perempuan di

Page 10: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

Jurnal Inada | Vol. 1, No. 1, Juni 2018

35

semua jenjang. Kabupaten Situbondo: SD/MI (97,34 dibanding 97,03), SMP/MTs (97,69

dibanding 93,70), dan SMA/MA (71,08 dibanding 44,78).

Menariknya, Kabupaten Bangkalan memiliki tingkat partisipasi sekolah

perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki di semua jenjang. Kabupaten Bangkalan:

SD/MI (100 dibanding 99,55), SMP/MTs (95,05 dibanding 90,84), dan SMA/MA (56,77

dibanding 54,34). Satu kabupaten tertinggal yang tersisa mempunyai tingkat partisipasi

sekolah berdasarkan jenis kelamin yang variatif; di mana jenjang SD/MI dan SMA/MA

mempunyai tingkat partisipasi sekolah laki-laki yang lebih tinggi dibanding perempuan,

tetapi di jenjang SMP/MTS tingkat partisipasi sekolah perempuan lebih tinggi dibanding

laki-lakinya. Perbandingan tingkat partisipasi sekolah laki-laki dan perempuan di

Kabupaten Sampang: SD/MI (100 dibanding 99,70), SMP/MTs (90,91 dibanding 97,37),

dan SMA/MA (55,68 dibanding 53,92).

Data tingkat partisipasi sekolah menurut jenis kelamin di empat kabupaten

tertinggal di atas menunjukkan masih rendahnya tingkat pendidikan perempuan.

Bahkan di Kabupaten Bangkalan yang tingkat partisipasi sekolah perempuannya

tertinggi hingga ke jenjang SMA/MA di antara keempat kabupaten tertinggal (56,77),

jumlah ini menunjukkan bahwa hampir setengah dari penduduk perempuan di sana

tidak melanjutkan pendidikan hingga ke tingkat SMA/MA. Tingkat pendidikan

perempuan ini berbanding lurus dengan jumlah perkawinan usia anak (kurang dari 17

tahun) di empat kabupaten. Berdasarkan data persentase perempuan Jawa Timur usia

10 tahun ke atas yang kawin di bawah umur menurut kabupaten/kota tahun 2009-

2016, Kabupaten Bangkalan didapati mempunyai persentase terkecil pada tahun 2016

dibandingkan ketiga daerah tertinggal lainnya yang persentasenya di atas 30 persen:

Page 11: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

36

Kabupaten Bangkalan (14,66), Kabupaten Sampang (35,37), Kabupaten Situbondo

(43,79), Kabupaten Bondowoso (50,20).

Hal yang memprihatinkan ialah bahwa di daerah dengan tingkat partisipasi

sekolah perempuan-nya tertinggi di antara keempat kabupaten tertinggal di Jawa Timur

ini, bahkan hingga ke jenjang SMA/MA, namun ternyata kondisi kesehatan

perempuannya buruk. Kondisi ini tercermin dari tingginya Angka Kematian Bayi (AKB)

di Kabupaten Bangkalan pada tahun 2016 (48,90) dibandingkan tiga daerah lainnya:

Kabupaten Sampang (42,34), Kabupaten Bondowoso (45,40) dan Kabupaten Situbondo

(48,47). Tingginya AKB di wilayah Madura, yang mencakup Kabupaten Bangkalan,

Sampang, Pamekasan, Sumenep; dan wilayah Pandalungan, meliputi Kabupaten

Pasuruan, Probolinggo, Bondowoso, Situbondo, dan Jember, pernah dibahas oleh

Mochamad Setyo Pramono, Suci Wulansari dan Sutikno dalam riset mereka enam tahun

yang lalu.

Data yang digunakan oleh Pramono, dkk. (2012) adalah data BPS Jawa Timur

tahun 2007, yang menyebutkan bahwa kedua wilayah yang sering disebut sebagai

wilayah tapal kuda itu dikelompokkan ke dalam wilayah dengan nilai AKB sangat tinggi,

sebesar 43,92-69,66 kematian per 1000 kelahiran hidup. Artinya satu dekade

setelahnya, hanya nilai AKB Kabupaten Sampang yang turun sehingga masuk dalam

kelompok AKB tinggi (35,21-43,91 kematian per 1000 kelahiran hidup). Angka itu pun

masih di atas 40 kematian per 1000 kelahiran hidup.

Nilai AKB yang sangat tinggi berarti risiko untuk anak yang lahir hidup namun

mati sebelum ulang tahun pertamanya masih sangat besar di keempat kabupaten

tertinggal di Jawa Timur. Angka ini menunjukkan bagaimana kondisi sosial dan

ekonomi penduduk daerah tersebut. Perempuan, yang dalam budaya Madura memiliki

Page 12: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

Jurnal Inada | Vol. 1, No. 1, Juni 2018

37

aktivitas keseharian di sekitar anak-anaknya (Rakhmawati 2015, 61), merupakan

kelompok yang kesejahteraannya paling minim diperhatikan. Data dari Pramono, dkk.

(2012, 42-43), memperlihatkan persentase penolong terakhir persalinan ke tenaga

kesehatan antarkabupaten/kota memadati Jawa Timur bagian barat; sementara di Jawa

Timur bagian timur, wilayah Pedalungan dan wilayah Madura, memiliki persentase

penolong terakhir persalinan ke tenaga kesehatan yang kecil.

Tabel 1. Angka Partisipasi Sekolah Empat Kabupaten Tertinggal di Jawa Timur Menurut

Jenis Kelamin tahun 2011

Kabupaten

SD/MI

(7-12 tahun)

SMP/MTs

(13-15 tahun)

SMA/MA

(16-18 tahun)

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

Bondowoso 97,19 100,00 90,44 84,99 48,42 50,90

Situbondo 97,32 97,98 81,73 79,58 63,60 46,25

Bangkalan 96,70 96,62 85,90 70,86 52,86 46,65

Sampang 95,88 98,67 85,86 84,72 52,36 32,33

Sumber: BPS 2017e

Tabel 2. Angka Partisipasi Sekolah Empat Kabupaten Tertinggal di Jawa Timur

Menurut Jenis Kelamin tahun 2016

Kabupaten

SD/MI

(7-12 tahun)

SMP/MTs

(13-15 tahun)

SMA/MA

(16-18 tahun)

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

Bondowoso 100,00 100,00 96,66 94,90 56,08 51,39

Situbondo 97,34 97,03 97,69 93,70 71,08 44,78

Bangkalan 99,55 100 90,84 95,05 54,34 56,77

Sampang 100,00 99,70 90,91 97,37 55,68 53,92

Sumber: BPS 2017b

Page 13: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

38

Data mengenai angka partisipasi sekolah keempat kabupaten tertinggal di atas

menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima tahun terdapat indikasi bahwa tidak

terjadi perubahan signifikan dalam hal partisipasi pendidikan masyarakat. Ada

kenaikan angka partisipasi setelah lima tahun, namun kenaikannya kecil (lihat Tabel 1

dan 2 di atas). Kenaikan paling besar terjadi pada angka partisipasi sekolah perempuan

pada jenjang pendidikan SMA/MA dari 32,33 pada tahun 2011 menjadi 53,92 pada

tahun 2016 di Kabupaten Sampang. Angka tersebut berbanding lurus dengan AKB di

Kabupaten Sampang, yang angkanya paling rendah di antara empat kabupaten

tertinggal di Jawa Timur pada tahun 2016. Bahkan AKB Kabupaten Sampang turun

cukup banyak dari 49,06 di tahun 2012 menjadi 42,34 di tahun 2016. Dari sini seolah

dapat ditunjukkan bahwa tingkat pendidikan perempuan berbanding lurus dengan

tingkat kesehatan ibu dan anak di daerah tertinggal. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Angka Kematian Bayi (AKB) Empat Kabupaten Tertinggal di Jawa Timur tahun

2012-2016

Kabupaten 2012 2013 2014 2015 2016

Bondowoso 48,57 47,52 46,80 46,09 45,40

Situbondo 49,48 48,92 48,76 48,62 48,47

Bangkalan 49,14 48,81 48,82 48,85 48,90

Sampang 49,06 47,02 45,49 43,95 42,34

Sumber: BPS 2017c

Hal yang berbeda didapati di Kabupaten Bangkalan. Seperti Kabupaten Sampang,

Kabupaten Bangkalan juga mempunyai kenaikan angka partisipasi sekolah perempuan

pada jenjang pendidikan SMA/MA dalam waktu lima tahun yang cukup signifikan, yakni

dari 46,65 pada tahun 2011 menjadi 56,77 pada tahun 2016. Namun demikian, AKB

Kabupaten Bangkalan tidak memperlihatkan perubahan yang signifikan dalam kurun

Page 14: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

Jurnal Inada | Vol. 1, No. 1, Juni 2018

39

waktu 2012-2016, yakni 49,14 pada tahun 2012 menjadi 48,90 pada tahun 2016 (lihat

Tabel 3). Sehingga, dapat dikatakan kenaikan tingkat partisipasi sekolah perempuan

tidak berdampak terhadap tingkat kesehatan individu perempuan dan anak-anak,

anggota keluarga yang terdekat dengan perempuan dalam budaya Madura tersebut.

Fakta di atas mengindikasikan belum efektifnya sistem pelayanan rujukan bagi

ibu dan bayi yang baru lahir di daerah tertinggal. Akses kepada pelayanan kesehatan

ibu dan bayi yang berkualitas masih sangat terbatas. Hal ini mengonfirmasi temuan

Pramono, dkk. (2012, 45) bahwa di wilayah Madura dan Padalungan, tradisi budaya dan

kebiasaan masyarakat berpengaruh besar bagi perempuan, khususnya ibu hamil dan

yang baru melahirkan. Peran tradisi masyarakat yang lebih besar daripada pendidikan

menuntut pentingnya pola pembangunan yang dapat mengubah tradisi di masyarakat.

Tanpanya, pembangunan tidak akan membawa dampak yang signifikan bagi kelompok

perempuan di empat daerah tertinggal tersebut.

Masyarakat Madura di Kabupaten Bangkalan dan Sampang, memiliki sistem

budaya yang cenderung patriarkhis meskipun menganut paham matrilineal. Pada

masyarakat Madura, kepemilikan rumah jatuh kepada keluarga perempuan. Meski

demikian, posisi dan peran perempuan terbatas dalam keluarga mereka, khususnya

dalam pengambilan keputusan. Perempuan didorong untuk mengambil peran-peran

domestik, sementara laki-laki kepada peran-peran publik di luar rumah. Ketika

mengerjakan peran-peran domestiknya pun, perempuan beraktivitas untuk

mewujudkan tanggung jawab dan pengabdiannya kepada keluarga—tidak untuk

dirinya sendiri (Rakhmawati 2015, 71-72). Akibat akses yang terbatas dan nilai-nilai

budaya patriarkhis ini, pengelolaan sumber-sumber daya dalam keluarga, apalagi di

masyarakat yang merupakan ruang publik, menjadi wajar jika tidak menyasar kepada

Page 15: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

40

kesejahteraan perempuan. Padahal, aktivitas-aktivitas domestik perempuan itulah yang

menopang keseluruhan aktivitas ekonomi dalam keluarga dan masyarakat Madura.

Setelah melihat konteks sosial ekonomi dan bagaimana gender melekat dalam

tradisi dan budaya masyarakat setiap daerah, termasuk di daerah-daerah tertinggal di

Jawa Timur, bagian berikutnya akan membahas tentang kebijakan percepatan

pembangunan di daerah tertinggal. Penulis akan menganalisis kebijakan percepatan

pembangunan dari pemerintah pusat dan daerah untuk melihat apakah kebijakan

tersebut sudah tepat menyasar kebutuhan masyarakat di daerah tertinggal, sehingga

dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara signifikan. Kebijakan yang abai

akan gender yang melembaga di masyarakat tidak akan berdampak pada perbaikan

kondisi ekonomi antara laki-laki dan perempuan yang timpang di dalamnya.

BIAS GENDER DALAM PROGRAM PPDT BERFOKUS INDUSTRI RUMAHAN HINGGA

KREDIT MIKRO MELALUI PONSEL

Di tingkat nasional, pemerintah mempunyai kebijakan untuk meningkatkan peran

perempuan dalam menaikkan pendapatan rumah tangga. Berdasarkan Peraturan

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor

2 Tahun 2016, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-

PA) mempunyai program ‘Pembangunan Industri Rumahan untuk Meningkatkan

Kesejahteraan Keluarga Melalui Pemberdayaan Perempuan.’ Program ini merupakan

tindak lanjut kebijakan Peningkatan Produktivitas Ekonomi Perempuan (PPEP) yang

berlangsung dari tahun 2004-2011. Dari hasil evaluasi dan kajian tindak lanjut terhadap

kebijakan PPEP, KPP-PA kemudian berfokus kepada Industri Rumahan (IR). IR yang

dilakukan perempuan dianggap dapat membantu peningkatan kesejahteraan keluarga,

Page 16: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

Jurnal Inada | Vol. 1, No. 1, Juni 2018

41

menyerap dan menciptakan tenaga kerja, dan mengurangi keinginan tenaga kerja untuk

bermigrasi menjadi tenaga kerja informal.

Menurut KPP-PA, perempuan dilihat berkontribusi besar bagi perkembangan

perekonomian nasional pascakrisis finansial global 2008, di mana pada periode 2008-

2009 Indonesia mengalami dampak krisis berupa migrasi pekerja dari sektor formal ke

sektor informal, seiring dengan penutupan dan efisiensi/rasionalisasi sejumlah

perusahaan, khususnya yang bergerak di sektor industri dan jasa. Sektor informal

terbukti memiliki kedudukan yang penting sebagai sumber penghidupan bagi sebagian

besar masyarakat Indonesia (KPP-PA 2012, 2). Di dalam sektor yang unorganized,

unregulated dan unregistered dengan jumlah lebih dari 30 juta pengusaha ukuran

mikro, kecil dan menengah ini, 60 persennya adalah perempuan (Iskandar 2017).

Perempuan wirausaha tersebut pada umumnya dilihat mengalami kendala

permodalan sekaligus keunggulan dalam hal keleluasaan untuk bekerja di rumah

sembari mengerjakan tugas sebagai seorang istri dan/atau ibu (Nugroho dan Chowdury

2015, 88). Menteri PP-PA periode 2009-2014 Linda Gumelar mengatakan bahwa

perempuan wirausaha dapat “mengatur keuangan rumah tangga sambil memenuhi gizi

keluarga. ...menjadi sumber penghasilan keluarga. ...dalam satu wilayah kecil dapat

membentuk komunitas, dan komunitas-komunitas perempuan ini bisa memproduksi

dan memasarkan produk secara bersama-sama” (Dolorosa 2013).

KPP-PA melihat bahwa IR dapat meningkatkan peluang perempuan untuk lebih

terlibat secara aktif dalam berbagai kegiatan ekonomi yang memberikan penghasilan.

Perempuan pun diharapkan dapat meningkatkan kontribusinya dalam peningkatan

kesejahteraan ekonomi keluarga dan pada gilirannya berkontribusi dalam

pengembangan ekonomi masyarakat lokal. Dengan cara ini, KPP-PA melihat perempuan

Page 17: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

42

akan dapat meningkatkan posisi tawar menuju keadilan dan kesetaraan gender. KPP-PA

kemudian giat mendorong munculnya wirausaha perempuan melalui IR sebagai strategi

utama pembangunan di daerah-daerah tertinggal, terpencil dan terluar (KPP-PA 2016,

ii).

Senada dengan pemerintah pusat, di tingkat pemerintahan daerah, tepatnya di

Provinsi Jawa Timur di mana Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menjadi penyumbang

terbesar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) selama Januari-Agustus

2016 yaitu sebanyak 54,98 persen, pemerintah daerah pun lantas berupaya untuk

mengembangkan sektor UMKM dengan mengembangkan jumlah koperasi agar bisa

mendukung permodalan UMKM (Amaluddin 2016). Mantan gubernur Jawa Timur,

Soekarwo, mendorong peran serta perempuan dalam rangka mendukung pembangunan

daerah, salah satunya dengan cara mendorong organisasi perempuan untuk menjadi

Lembaga Keuangan Masyarakat (LKM) di pedesaan selain koperasi wanita. Menurut

beliau, kegiatan LKM di pedesaan sangat baik untuk menghentikan lintah darat,

memberdayakan ekonomi perempuan lewat pembiayaan industri primer di sektor

UMKM seperti berjualan makanan kering, sekaligus menggerakkan ekonomi pedesaan

(Tanpa Nama 2016b). ‘Sekali dayung, dua-tiga pulau terlampaui’ seolah menjadi

semangat tren inklusi keuangan perempuan pedesaan ini.

Perempuan pedesaan umumnya dipandang mengalami kendala permodalan

akibat tidak adanya pekerjaan formal yang ditandai dengan penghasilan tetap per

bulan. Sementara, tersedianya slip pendapatan bulanan merupakan salah satu syarat

pinjaman ke bank formal. Akses terhadap layanan keuangan yang terbatas inilah yang

kemudian menjadi alasan gencarnya industri perbankan berbasis teknologi merambah

hingga ke daerah-daerah tertinggal (Irijanto 2015). Jika di perkotaan perempuan pelaku

Page 18: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

Jurnal Inada | Vol. 1, No. 1, Juni 2018

43

UMKM dibekali dengan penguasaan teknologi digital seperti media sosial untuk

memanfaatkan pasar on-line agar menembus wilayah yang lebih luas di Indonesia dan

bahkan dunia (Iskandar 2017), perempuan pedesaan dibekali dengan teknologi untuk

mengakses produk-produk industri perbankan, khususnya kredit mikro dan

microfinance1, agar mampu menjadi agen pemulihan ekonomi rumah tangga hingga

daerah.

Menurut Soekarwo, peran perempuan dalam pembangunan yang ada di Provinsi

Jawa Timur sangat penting dan, “perempuan juga harus memperhatikan kesejahteraan

keluarga (cetak miring adalah penekanan dari penulis untuk menunjukkan adanya bias

gender terhadap tanggung jawab perempuan).” Hal ini diungkapkan oleh mantan

gubernur Jawa Timur tersebut saat memberikan sambutan dalam Rakerda Tim

Penggerak PKK Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Jawa Timur pada tahun 2015.

Meskipun beliau mengatakan bahwa kebijakan pengarustamaan gender menjadi sebuah

prioritas pembangunan, namun pernyataan beliau tersebut menunjukkan masih adanya

bias gender dalam kebijakan pemerintah. Beliau mengemukakan, “perempuan mampu

menjadi akuntan keluarga, penanggung jawab pekerjaan domestik, menjadi simpul

jaringan sosial untuk transfer sosial pada masa kritis dan krisis.” Dengan pandangan

seperti ini, Soekarwo meyakini bahwa perempuan harus digerakkan menjadi potensi

ekonomi. Di bawah Soekarwo, arah kebijakan pemberdayaan dan perlindungan

perempuan di Jawa Timur adalah pada peningkatan dan perluasan jaringan usaha dan

akses permodalan bagi perempuan melalui pengembangan koperasi wanita dan

lembaga keuangan mikro (LKM) fungsional (Setiawan 2015).

Page 19: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

44

TEKNOLOGI INKLUSI KEUANGAN BAGI WIRAUSAHA PEREMPUAN: PERAN PARSIAL

PEREMPUAN SEBAGAI SUMBER DAYA PEMBANGUNAN DAERAH

Lekatnya perempuan pedesaan, kredit UMKM dan teknologi yang memfasilitasinya

berasal dari ide bahwa mendorong perempuan di daerah-daerah tertinggal tersebut

untuk dapat mengakses pasar akan meningkatkan pendapatan rumah tangga,

menggerakkan perekonomian daerah, dan pada gilirannya juga akan berkontribusi

terhadap perekonomian nasional. Namun demikian, gagasan ini patut untuk ditinjau

ulang. Bukan bermaksud untuk mengevaluasinya, melainkan untuk mencermati apakah

logika instrumentalis ini sungguh dapat memberdayakan perempuan atau justru

mengukuhkan struktur ketimpangan ekonomi berbasis gender yang selama ini

mendiskriminasi dan memarjinalkan perempuan di daerah-daerah tertinggal.

Berkaca dari uraian program-program PPDT dari berbagai institusi yang telah

disebutkan di atas, dapat dipahami bahwa seluruh gagasan tersebut secara spesifik

berasumsi bahwa teknologi inklusi keuangan bagi perempuan disediakan karena

perempuan layak kredit atau creditworthy. Karenanya, perempuan “diperjuangkan” dan

difasilitasi dengan teknologi agar mereka dapat menjadi konsumen produk-produk

kredit ini (kembali mengingat bahwa pada konteks yang lain, perempuan bukan

pasangan yang tepat bagi teknologi). Perempuan juga didorong untuk berwirausaha

agar dapat menghasilkan nilai lebih dari aktivitas reproduksi dan mengembalikan

pinjaman beserta bunganya. Di sini nampak bahwa konteks ekonomi yang mendasari

perbedaan posisi subjek perempuan menjadi lebih “akrab” dengan teknologi adalah

kapitalisme industri keuangan, bukan lagi kapitalisme industri manufaktur. Ini pada

gilirannya akan mengukuhkan pembatasan kontrol perempuan sebagai pengelola

Page 20: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

Jurnal Inada | Vol. 1, No. 1, Juni 2018

45

keuangan dalam keluarga, lengkap dengan tanggung jawabnya sebagai pemelihara

keluarga.

Beban berlipat ganda diletakkan di bahu perempuan pedesaan untuk

memelihara keluarganya, menjadi pengelola keuangan keluarga, sekaligus untuk

menghasilkan nilai lebih bagi industri keuangan yang masuk ke daerahnya. Bagaimana

perempuan memiliki tingkat pengembalian kredit (repayment) yang lebih tinggi

dibanding laki-laki menjadi salah satu justifikasi. Di dalamnya melekat “tanggung

jawab” perempuan terhadap keluarganya (atas kesehatan dan pendidikan anak,

misalnya, yang seringkali dilihat memiliki tanggung jawab lebih dari suaminya) yang

memungkinkan perempuan di daerah-daerah tertinggal untuk menjadi konsumen

kredit yang baik.

Dengan meninjau ulang konteks ekonomi yang mendasari pemberdayaan

ekonomi perempuan dan rumah tangga pada program-program PPDT di atas, menjadi

nampak bahwa program pemberdayaan perempuan yang demikian sebenarnya cukup

bermasalah untuk dipraktikkan. Sebagai program yang seharusnya memberdayakan

perempuan arti pemberdayaan yang diupayakan melalui program ini adalah, lebih

tepatnya, membuat perempuan pedesaan bekerja lebih baik bagi industri keuangan

berbasis teknologi yang kian bertumbuh pesat hari-hari ini di Indonesia. Kenyataan ini

cukup meresahkan karena justru program-program maupun pelaku yang mendorong

wirausaha perempuan dan memfasilitasi kredit bagi mereka tersebut cenderung

melihat pada stereotip perempuan dan laki-laki sehingga sangat rentan untuk bias dan

diskriminatif terhadap perempuan pedesaan. Asumsi yang berlaku adalah hanya

terdapat satu kategori perempuan (dan laki-laki) di daerah tertinggal, yang tidak

berketerampilan dan berpendidikan, cocok untuk mengerjakan industri primer dan

Page 21: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

46

bahwa mereka membutuhkan bantuan keuangan untuk memperlancar keuangan rumah

tangga mereka sebagai solusi atas permasalahan sosial yang mereka hadapi.

Perempuan pedesaan juga dilihat akan dapat mencapai status yang lebih tinggi

dalam hirarki relasi sosial dalam rumah tangga dan masyarakat yang lebih luas dengan

cara memperoleh pendapatan tambahan bagi keluarganya. Alih-alih diberdayakan,

perempuan pedesaan justru mendapat beban agar dapat berkontribusi bagi

pembangunan daerah, yang dimaknai sempit dengan peningkatan pendapatan daerah.

Peran perempuan bagi pembangunan dibatasi pada menyumbang angka PDB daerah.

Sementara dalam Permen PP-PA No. 2/2016, ‘pemberdayaan perempuan’ didefinisikan

sebagai ‘upaya terstruktur untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam hal akses,

partisipasi, kontrol, dan manfaat dalam pembangunan dan penguasaan sumber daya

dalam rangka peningkatan kualitas hidup dan peningkatan peran perempuan.’

Program-program inklusi keuangan perempuan wirausaha untuk tujuan percepatan

pembangunan daerah tertinggal yang ada dan yang seharusnya memberdayakan

perempuan—sebagaimana seharusnya sebuah pembangunan itu berdampak positif

bagi seluruh anggota masyarakat—justru menjadi problematis.

Gambaran warga laki-laki maupun perempuan yang dihadirkan dalam program-

program tersebut sangat stereotip dan rawan terhadap pandangan yang bias dan

diskriminatif dengan mengasumsikan hanya ada satu kategori perempuan (dan laki-

laki) di daerah-daerah tertinggal di Indonesia, yang membutuhkan bantuan modal

ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Ketika menggunakan kata

‘perempuan,’ program-program dan pelakunya mengacu kepada sekelompok orang

yang bercirikan perempuan secara biologis, pasif, enggan mengambil risiko, marjinal,

tidak melek keuangan, domestik/patuh, cocok bagi kerja-kerja informal, dan kolektif.

Page 22: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

Jurnal Inada | Vol. 1, No. 1, Juni 2018

47

Sedangkan laki-laki yang tidak sering muncul dalam diskusi mengenai program-

program PPDT yang berfokus pada wirausaha perempuan dan pemberian kredit usaha

mikro di daerah-daerah tertinggal diasumsikan sebagai kelompok jenis kelamin

kebalikannya, yang cakap di ranah publik, lebih cocok untuk melakukan kerja formal,

dominan, individual, melek keuangan, aktif dan pengambil risiko.

Dikotomi di atas kembali mengulang hirarki berbasis gender antara perempuan

dan laki-laki, sehingga terlihat jelas bahwa program-program pemberdayaan ekonomi

perempuan semacam ini belum tentu memberdayakan perempuan dalam arti

mentransformasi relasi hirarkis antara laki-laki dan perempuan dalam mengelola

sumber daya ekonomi. Program-program tersebut jelas dapat membentuk subjek

perempuan wirausaha yang kompetitif, namun tidak serta-merta menyentuh hirarki

gender dalam relasi ekonomi rumah tangga maupun dalam masyarakat. Program-

program semacam ini mengulang kembali pembagian kerja rumah tangga laki-laki dan

perempuan, dan bukannya mempermasalahkan kekurangtertarikan laki-laki pada isu

kesehatan dan pendidikan anak.

Pesan yang kuat dari berbagai program tersebut adalah bahwa perempuan

berpendapatan rendah namun aktif berusaha mikro tersebut adalah target yang

“menjanjikan” untuk industri jasa kredit perbankan. Pesan ini berisiko dan sangat

problematis bagi perempuan. Berisiko, karena dapat meneguhkan subordinasi terhadap

perempuan di dalam lingkup rumah tangga. Program pemberdayaan ekonomi

perempuan tersebut tidak menyinggung tanggung jawab laki-laki dalam pekerjaan

rumah tangga, tetapi justru menambah beban perempuan dalam pekerjaan rumah

tangga sekaligus mencari nafkah. Kesetaraan gender menjadi tujuan sampingan dalam

rangka mewujudkan pemajuan ekonomi; bukannya untuk pemajuan perempuan.

Page 23: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

48

Pertama-tama, perlu disadari bahwa otonomi perempuan dalam banyak kasus

tidak berjalan seiring dengan meningkatnya kontribusi perempuan menafkahi keluarga.

Justru, seringkali laki-laki merasa terancam ketika perempuan ikut menafkahi keluarga

dan mempunyai penghasilan sendiri yang lebih besar dibandingkan penghasilannya.

Akibatnya, muncul kekerasan domestik, perkosaan, penelantaran, dan lain-lain bahkan

dalam keluarga yang sejahtera sekalipun. Di sini terlihat adanya problem sistemik

dalam lingkup rumah tangga yang menyebabkan subordinasi perempuan, namun hal ini

belum disasar oleh program pemberdayaan ekonomi perempuan. Perempuan yang

didorong untuk dapat bersaing dengan laki-laki dalam berbisnis atau mengembangkan

Industri Rumahan, tanpa menghiraukan adanya hirarki berbasis gender dalam keluarga

dan masyarakat yang patriarkal justru akan cenderung mendorong munculnya praktik

kekerasan terhadap salah satu pihak dan mereproduksi ketidaksetaraan berbasis

gender di dalam keluarga dan masyarakat.

Kedua, pesan semacam itu bersifat problematis karena kata dalam tanda kutip,

“menjanjikan,” dilekati oleh logika tertentu yang bekerja untuk sebuah proses ekonomi

masyarakat yang mensyaratkan ketimpangan dan perhitungan untung dan rugi dalam

mencapai tujuannya, yakni ekonomi kapitalisme. Sedangkan di banyak daerah di

Indonesia, proses ekonomi masyarakat tidak berbasis pada perhitungan untung dan

rugi namun pada nilai-nilai kearifan lokal yang beragam dan umumnya bertujuan untuk

pemeliharaan, tidak hanya komunitas lokal setempat, tetapi juga lingkungan alam

tempat tinggal mereka. Ekonomi lokal dan global yang kontras ini dapat berbenturan

dan tidak jarang berujung kepada kekerasan kepada pihak yang subordinat dalam relasi

kuasa dan minor dalam jumlah.

Page 24: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

Jurnal Inada | Vol. 1, No. 1, Juni 2018

49

Di sisi lain, adalah mitos jika dikatakan perempuan akan membuat negara keluar

dari kemiskinan. Pembangunan berkelanjutan dalam artian mempertimbangkan

kebutuhan generasi-generasi selanjutnya membutuhkan tata kelola pemerintahan yang

bijak dan relasi berbagai pemangku kepentingan yang berkeadilan. Dengan menjadikan

perempuan sebagai target industri jasa keuangan untuk percepatan pembangunan

daerah tertinggal, justru peranan tidak diberikan kepada perempuan untuk

membangun dirinya sendiri. Sebaliknya, kontribusi perempuan terbatas pada peluang

untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga. Perempuan “bebas” berusaha

sepanjang ia terus berkontribusi terhadap peningkatan ekonomi keluarga.

KESIMPULAN

Posisi perempuan dalam program-program PPDT sebagai agen pembangunan bersifat

problematis oleh karena program-program tersebut lebih berorientasi menciptakan subjek-

subjek wirausaha perempuan tanpa menyentuh permasalahan hirarki berbasis gender dalam

ekonomi rumah tangga dan masyarakat di daerah tertinggal pada umumnya, termasuk di Jawa

Timur yang kental dengan budaya “perempuan sebagai teman di belakang” atau yang sering

dikenal dengan istilah “konco wingking.” Dengan demikian menjadikan perempuan pedesaan

sebagai agen pembangunan justru dapat berakibat tidak memberdayakan mereka sama sekali

dalam pembangunan daerah.

Dengan bantuan modal dan fasilitas dari pemerintah ataupun pelaku usaha,

perempuan pedesaan dapat menjadi motor penggerak ekonomi daerah dan menyumbang nilai

Produk Domestik Regional Bruto kabupaten tertinggal secara efektif. Akan tetapi, perlu

dicermati sekali lagi bahwa program-program PPDT yang menitikberatkan peran perempuan

dalam pertumbuhan ekonomi daerah tidak lantas memberdayakan perempuan dalam arti

‘mewujudkan kesetaraan gender dalam hal akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat dalam

Page 25: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

50

pembangunan dan penguasaan sumber daya dalam rangka peningkatan kualitas hidup dan

peningkatan peran perempuan.’ Hal ini dikarenakan peran perempuan dalam membangun

daerahnya justru dibatasi pada menghasilkan pendapatan tambahan untuk keluarga melalui

kerja rumahan. Perempuan tetap kurang berperan dalam aspek-aspek pembangunan yang lain

seperti penyediaan sarana-prasarana kesehatan dan pendidikan, pembangunan infrastruktur,

serta pengembangan sumber daya manusia.

Investasi kepada perempuan juga dianggap menguntungkan, sebab perempuan

(dituntut) lebih bertanggung jawab atas keluarganya dibandingkan laki-laki--kalau bukan

terintimidasi oleh kontrol suami atas rumah tangga--dan karenanya tingkat pengembalian

pinjaman perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Pemberdayaan perempuan di dalam

program-program tersebut di atas berarti mendorong perempuan untuk mampu memproduksi

nilai lebih di samping bertanggung jawab atas pekerjaan rumah tangga (memberikan beban

ganda bagi perempuan), memperoleh pendapatan tambahan--ataupun utama--bagi keluarga,

dan menghasilkan keuntungan, yang dianggap sebagai kunci pembangunan. Perempuan

dikatakan dapat sukses berperan dalam pertumbuhan ekonomi hanya jika perempuan cukup

“bijak,” “ulet,” “sabar,” “tekun,” “ikhlas,” “berkemauan tinggi,” dan “tidak egois” untuk

membagi waktu terkait “peran” gandanya. Sebagai penutup, penulis merekomendasikan agar

lebih banyak program-program pemberdayaan perempuan sebagai agen pembangunan daerah

tertinggal yang dengan hati-hati menilik kondisi ketimpangan ekonomi berbasis gender yang

ada dalam masyarakat setempat sebelum merumuskan bentuk-bentuk pemberdayaan ekonomi

yang akan dijalankan.

Catatan

Program-program inklusi keuangan di tingkat global sebagai stimulus pertumbuhan ekonomi telah mengalami banyak perkembangan. Konsep ‘kredit mikro’ atau microcredit di banyak tempat telah bergeser menjadi ‘microfinance,’ yang mencerminkan fokus utama masa kini ada pada mendorong pasar keuangan bekerja lebih baik bagi kelompok masyarakat miskin dengan tidak hanya terbatas menyediakan

Page 26: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

Jurnal Inada | Vol. 1, No. 1, Juni 2018

51

layanan keuangan berupa kredit skala mikro; tetapi juga asuransi dan jasa-jasa keuangan lainnya bagi kelompok ini.

REFERENSI

Amaluddin. 2016. “2016, UMKM Sumbang PDRB Jatim Rp 900 Triliun.” Metronews.com, 31 Agustus. Diakses pada 23 Februari 2017. http://m.metrotvnews.com/ekonomi/mikro/ybD1oPjk-2016-umkm-sumbang-pdrb-jatim-rp900-triliun.

Arta, Camely. 2018. “Kesetaraan Gender dalam Akses Kerja untuk Akhiri Kemiskinan Perempuan.” Magdalene.co, 28 Maret. Diakses pada 28 Juli 2018. https://magdalene.co/news-1681-kesetaraan-gender-dalam-akses-kerja-untuk-akhiri-kemiskinan-perempuan.html.

Bank Dunia. 2001. “Supply and Demand in Microfinance,” dalam The Microfinance Revolution: Sustainable Finance for the Poor, Washington DC: The World Bank, 6-41.

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. 2017a. “Persentase Perempuan Jawa Timur Usia 10 Tahun Ke Atas yang Kawin di Bawah Umur (Kurang dari 17 Tahun) menurut Kabupaten/Kota, 2009-2016.” Diakses pada 28 Juli 2018. https://jatim.bps.go.id/statictable/2017/06/09/465/persentase-perempuan-jawa-timur-usia-10-tahun-ke-atas-yang-kawin-di-bawah-umur-kurang-dari-17-tahun-menurut-kabupaten-kota-2009-2016-.html.

_________________________________________________. 2017b. “Angka Partisipasi Sekolah Jawa Timur Menurut Jenis Kelamin dan Kabupaten/Kota, 2016.” Diakses 28 Juli 2018. https://jatim.bps.go.id/dynamictable/2017/09/19/92/angka-partisipasi-sekolah-jawa-timur-menurut-jenis-kelamin-dan-kabupaten-kota-2016.html.

________________________________________________. 2017c. “Angka Kematian Bayi (AKB) Penduduk Jawa Timur Menurut Kabupaten/Kota, 2012-2016.” Diakses 28 Juli 2018. https://jatim.bps.go.id/statictable/2017/06/07/389/angka-kematian-bayi-akb-penduduk-jawa-timur-menurut-kabupaten-kota-2012-2016.html.

_________________________________________________. 2017d. Statistik Kesejahteraan Rakyat Provinsi Jawa Timur 2017. Surabaya: BPS Provinsi Jawa Timur.

_________________________________________________. 2017e. “Angka Partisipasi Sekolah Jawa Timur Menurut Jenis Kelamin dan Kabupaten/Kota, 2011.” Diakses 28 Juli 2018. https://jatim.bps.go.id/statictable/2015/02/16/219/angka-partisipasi-sekolah-aps-jawa-timur-menurut-jenis-kelamin-dan-kabupaten-kota-2011.html.

Bank Indonesia. Tanpa Tahun. “Keuangan Inklusif: Layanan Keuangan Digital (LKD).” Diakses pada 23 Februari 2017. http://www.bi.go.id/id/perbankan/keuanganinklusif /program/lkd/Contents/Default.aspx.

Page 27: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

52

Diop, Makhtar. 2015. “How Empowering Women Can Help End Poverty in Africa.” The World Bank, 28 Januari. Diakses pada 28 Juli 2018. http://blogs.worldbank.org/nasikiliza/how-empowering-women-can-help-end-poverty-africa.

Dolorosa, Gloria Natalia. 2013. “Perempuan Entrepreneur Berkembang Bersama Komunitas.” Bisnis Indonesia, 22 Juli. Diakses pada 16 Februari 2017. http://koran.bisnis.com/read/ 20130722/250/152376/perempuan-entrepreneur-berkembang-bersama-komunitas.

Elsynosa, Folda. 2018. “Perempuan Indonesia Berperan Penting Tingkatkan Ekonomi Negara.” Voinews.id, 3 Juli. Diakses pada 28 Juli 2018. http://voinews.id/indonesian/index.php/component/k2/item/3533-perempuan-indonesia-berperan-penting-tingkatkan-ekonomi-negara.

Financial Inclusion Insights (FII). Tanpa Tahun. “Gender.” Diakses pada 16 Februari 2017. http://finclusion.org/topic/gender.html.

Indonesia Fintech Festival and Conference. 2016. “Ringkasan Sesi, October 2016.” Diakses pada 23 Februari 2017. https://www.fintechfest.id/assets/docs/report_ina (29112016).pdf.

Irijanto. 2015. “A Solution to Indonesian Remote Areas’ Banking Access.” Blog Kejora, 28 Mei. Diakses pada 29 Maret 2017. http://www.kejorahq.com/solution-indonesian -remote-areas-banking-access/

Iskandar, Eddy Dwinanto. 2017. “PPLIPI dan Telkom Genjot Digitalisasi Untuk Perempuan Pelaku UMKM.” SWA Online Magazine, 19 Februari. Diakses pada 27 Februari 2017. http://swa.co.id/swa/trends/pplipi-dan-telkom-genjot-digitalisasi-untuk-perempuan-pelaku-umkm.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA). 2012. Kebijakan dan Strategi Peningkatan Produktifitas Ekonomi Perempuan (EPEP). Jakarta: KPP-PA.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA). 2016. “Laporan Akhir Kajian Peran Perempuan dalam Penanggulangan Kemiskinan Melalui Kegiatan Industri Rumahan.” Diakses pada 16 Februari 2017. http://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/32803-kajian-peran-perempuan-dalam.pdf.

Kementerian Dalam Negeri. 2016. “Kemendagri Telah Serahterimakan PNPM ke Kemendes.” Siaran Pers, 7 Maret. Diakses pada 29 Juli 2018. http://www.kemendagri.go.id/news/2016/03/07/kemendagri-telah-serahterimakan-pnpm-ke-kemendes.

Lagarde, Christine. 2016. “Women’s Empowerment: An Economic Game Changer.” Pidato oleh Christine Lagarde. International Monetary Fund, 14 November 2016. Diakses pada 28 Juli 2018.

Page 28: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

Jurnal Inada | Vol. 1, No. 1, Juni 2018

53

https://www.imf.org/en/News/Articles/2016/11/14/SP111416-Womens-Empowerment-An-Economic-Game-Changer.

Lumanauw, Novy. 2015. “Ini 122 Kabupaten yang Ditetapkan sebagai Daerah Tertinggal.” BeritaSatu.com, 8 Desember. Diakses pada 16 Februari 2017. http://www.beritasatu.com/nasional/328882-ini-122-kabupaten-yang-ditetapkan-sebagai-daerah-tertinggal.html.

Maddison, Angus. 2007. The World Economy: A Millennial Perspective. Paris:OICD.

Mulyanto, Dede. 2009. “Kapitalisme dan Penghidupan Perempuan di Pedesaan Jawa Kontemporer.” Akatiga: Pusat Analisis Sosial, 7 Maret. Diakses pada 20 Februari 2017. http://www.akatiga.org/index.php/publikasi/artikel/item/153-kapitalisme- dan-penghidupan-perempuan-di-pedesaan-jawa-kontemporer.

Nugroho, Lucky dan Syed Lutful Kabir Chowdhury. 2015. “Mobile Banking for Empowerment Muslim Women Entrepreneur: Evidence from Asia (Indonesia and Bangladesh).” Tazkia Islamic Finance and Business Review 9(1):83-100. Diakses pada 23 Februari 2017. http://www.tifbr-tazkia.org/index.php/TIFBR/article/ view/79/94.

Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pedoman Umum Pembangunan Industri Rumahan untuk Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga Melalui Pemberdayaan Perempuan. Diakses pada 23 Februari 2017. http://jdih.kemenpppa.go.id/.

Peters, Robbie. 2013. Surabaya, 1945-2010: Neighbourhood, State and Economy in Indonesia’s City of Struggle. Singapore: National University of Singapore Press.

Peterson, V. Spike. 2010. “How (The Meaning of) Gender Matters in Political Economy.” Dalam International Political Economy: A Reader. Ontario: Oxford University Press, 145-59.

_____________________. 1992. “Transgressing Boundaries: Theories of Knowledge, Gender and International Relations.” Millenium: Journal of International Studies 21(2):183-306.

Pramono, Mochamad Setyo, Suci Wulansari dan Sutikno. 2012. “Pemetaan Determinan Angka Kematian Bayi di Jawa Timur Berdasarkan Indikator Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat.” Bultin Penelitian Sistem Kesehatan 15(1): 38-46.

Rakhmawati, Farida Nurul. 2015. “Perempuan Madura: “Mengada” di Tengah Himpitan Budaya Matrilokal dan Kekuasaan Patriarkat.” Dalam Surokim, peny. Madura: Masyarakat, Budaya, Media, dan Politik. Madura: Puskakom Publik bekerja sama dengan Penerbit Elmatera.

Setiawan, Indra. 2015. “Gubernur Jatim Dorong Peran Perempuan dalam Pembangunan.” AntaraJatim.com, 2 Desember. Diakses pada 16 Februari 2017. http://www.antarajatim.com/lihat/berita/168900/gubernur-jatim-dorong-peran-perempuan-dalam-pembangunan.

Page 29: Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah ... · ketidaksetaraan: negara maju dengan negara berkembang, perkotaan dengan pedesaan, kawasan elit dan kawasan kumuh, laki-laki

Mita Yesyca | Percepatan Pembangunan di Empat Daerah Tertinggal…

54

UNWOMEN. Tanpa tanggal. “The United Nations Fourth World Conference on Women.” Diakses pada 28 Juli 2018. http://www.un.org/womenwatch/daw/beijing/platform/poverty.htm.

Tanpa Nama. 2016a. “Hingga 2016, 50 Daerah Tertinggal Berpotensi Dientaskan.” Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal, 6 September. Diakses pada 16 Februari 2017. http://ditjenpdt.kemendesa.go.id/news/read/160906/132-hingga-2016--50- daerah-tertinggal-berpotensi-dientaskan.

Tanpa Nama. 2016b. “Pakde Karwo Dukung Pemberdayaan Ekonomi Kaum Perempuan.” beritaLima, 11 Oktober. Diakses pada 16 Februari 2017. https://www.beritalima.com/ 2016/10/11/pakde-karwo-dorong-pemberdayaan-ekonomi-kaum-perempuan/.

Tickner, J. Ann dan Laura Sjoberg. 2011. Feminism and International Relations: Conversations about the past, present and future. New York: Routledge.

Yesyca, Mita. 2013. “Peningkatan Arus Migrasi TKW-PRT ke PEA.” Dalam Ani Soetjipto, peny. Gender dan Hubungan Internasional: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Jalasutra.