Tinjauan PustakaDefinisi
Abortus adalah Istilah untuk semua kehamilan yang berahir
sebelum periode viabilitas janin, yaitu lahir sebelum berat janin
500 gr atau bila usia kehamilan kurang dari 20 minggu (Fitriana,
2011)Epidemiologi
Etiologi
Pada kehamilan muda abortus tidak jarang didahului oleh kematian
mudigah. Sebaliknya pada kehamilan lebih lanjut biasanya janin
dikeluarkan dalam keadaan masih hidup. Hal-hal yang dapat
menyebabkan abortus dapat dibagi sebagai berikut: (Fitriana,
2011)A. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan hasil konsepsi yang berat dapat menyebabkan kematian
mudigah pada kehamilan muda. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
kelainan dalam pertumbuhan ialah sebagai berikut:
a. Kelainan kromosom.
Kelainan yang sering ditemukan pada abortus spontan adalah
trisomi,poliploidi dan kemungkinan pula kelainan kromosom seks.
b. Lingkungan kurang sempurna.
Bila lingkungan di endometrium di sekitar tempat implantasi
kurang sempurna sehinggga pemberian zat-zat makanan pada hasil
konsepsi terganggu.
c. Pengaruh dari luar.
Radiasi, virus, obat-obatan, dan sebagainya dapat mempengaruhi
baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam uterus.
Pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh teratogen. Zat teratogen
yang lain misalnya tembakau, alkohol, kafein, dan lainnya.
d. Kelainan pada plasenta
Endarteritis dapat terjadi dalam vili koriales dan menyebabkan
oksigenisasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini biasa terjadi sejak
kehamilan muda misalnya karena hipertensi menahun.
e. Penyakit ibu.
Penyakit infeksi dapat menyebabkan abortus yaitu pneumonia,
tifus abdominalis, pielonefritis, malaria, dan lainnya. Toksin,
bakteri, virus, atau plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke
janin, sehingga menyebabkan kematian janin, kemudian terjadi
abortus.
f. Kelainan endokrin
Kelainan endokrin misalnya diabetes mellitus, berkaitan dengan
derajat kontrol metabolik pada trimester pertama.selain itu juga
hipotiroidism dapat meningkatkan resiko terjadinya abortus, dimana
autoantibodi tiroid menyebabkan peningkatan insidensi abortus
walaupun tidak terjadi hipotiroidism yang nyata.
g. kelainan traktus genitalia
retroversion uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus
dapat menyebabkan abortus. Tetapi, harus diingat bahwa hanya
retroversion uteri gravid inkarserata atau mioma submukosa yang
memegang peranan penting. Sebab lain abortus dalam trimester ke 2
ialah serviks inkompeten yang dapat disebabkan oleh kelemahan
bawaan pada seviks, dilatasi serviks berlebihan,konisasi, amputasi,
atau robekan serviks luas yang tidak dijahit. (Fitriana,
2011)Faktor predisposisi
Sama dengan etiologi abortus secara umum yaitu:
1. Kelaianan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan
abortus pada kehamilan
sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini
adalah
a. Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi
X
b. Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna
c. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan,
tembakau atau alkohol.
2. Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis
karena hipertensi menahun.
3. Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat,
keracunan dan toksoplasmosis
4. Kelainan traktus genetalia seperti inkompetensi serviks
(untuk abortus pada trimester
kedua) retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan
uterus.
Patologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis
kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan disekitarnya. Hal tersebut
menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya,
sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini
menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada
kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan
seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua lebih
dalam, sehingga hasil konsepsi mudah dilepaskan. Pada kehamilan 8
sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam
sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat
menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas
umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin disusul
dengan plasenta. Pedarahan jumlahnya tidak banyak jika plasenta
segera terlepas dengan lengkap. (Fitriana, 2011)Hasil konsepsi pada
abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Adakalanya kantong
amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa bentuk yang
jelas (blighted ovum) atau janin telah mati dalam waktu yang lama
(missed abortion). (Fitriana, 2011)Apabil mudigah yang mati tidak
dikeluarkan secepatnya, maka akan menjadi mola karneosa. Mola
karneosa merupakan suatu ovum yang dikelilingi oleh kapsul bekuan
darah. Kapsul memiliki ketebalan bervariasi, dengan villi koriales
yang telah berdegenerasi tersebar diantaranya. Rongga kecil didalam
yang terisi cairan tampak menggepeng dan terdistorsi akibat dinding
bekuan darah lama yang tebal. Bentuk lainnya adalah mola tuberosa,
dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi
hematoma antara amnion dan korion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat
terjadi proses mumifikasi. Mumifikasi merupakan proses pengeringan
janin karena cairan amnion berkurang akibat diserap, kemudian janin
menjadi gepeng (fetus kompresus). Dalam tingkat lebih lanjut janin
dapat menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiraseus).
(Fitriana, 2011)Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak cepat
dikeluarkan adalah terjadinya maserasi. Tulang-tulang tengkorak
kolaps dan abdomen kembung oleh cairan yang mengandung darah. Kulit
melunak dan terkelupas in utero atau dengan sentuhan ringan.
Organ-organ dalam mengalami degenerasi dan nekrosis.
Klasifikasi
Secara umum abortus dibagi menjadi 2 yaitu: (Fitriana,
2011)A.Abortus spontan Abortus yang terjadi yang tidak dlalui oleh
factor mekanis maupun factor medisinalis semata-mata disebabkan
oleh factor alamiah.2
B.Abortus provokatus Adalah abortus yang disengaja,baik dengan
memakai alat-alat atau menggunakan obat-obatan.2
Klinis abortus spontan dibagi menjadi beberpa bagian yaitu:
1. Abortus imminens Abortus imminens ialah peristiwa perdarahan
dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi
masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
2. Abortus insipiens Abortus insipiens ialah peristiwa
peradrahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya
dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih
dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan
kuat, perdarahan bertambah. Pengeluaran hasil konsepsi dapat
dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum, disusul
dengan kerokan. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu biasanya
perdarahan tidak banyak dan bahaya peforasi pada kerokan lebih
besar, maka sebaiknya proses abortus dipercepat dengan pemberian
infus oksitosin.
3. Abortus inkompletus Abortus inkomplitus ialah pengeluaran
sebagan hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan
masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Perdarahan pada abortus
inkomplitus dapat banyak sekali , sehingga menyebabkan syokj dan
perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa konsepsi
dikeluarkan.
4. Abortus kompletus Pada abortus kompletus semua hasil konsepsi
sudah dikeluarkan. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit,
ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil.
5. Missed abortion Missed abortion ialah kematian janin berusia
sebelum 20 minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8
minggu atau lebih. Etiologi missed abortion tidak diketahui, tetapi
diduga pengaruh hormon progesteron. Pemakaian hormon progesteron
pada abortus imminens mungkin juga dapat menyebabkan missed
abortion.
6. Abortus habitualis Abortus habitualis ialah abortus spontan
yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. Etiologinya pada
dasarnya sama dengan etiologi abortus spontan. Selain itu telah
ditemukan sebab imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen
lymphocyte trophoblast cross reactive (TLX). Sistem TLX ini
merupakan cara untuk melindungi kehamilan.
7. Abortus infeksiosus, abortus septic Abortus infeksiosus ialah
abortus yang disertai infeksi pada genitalia, sedang abortus septik
ialah abortus infeksiosus berat disertai penyebaran kuman atau
toksin ke daam peredaran darah atau peritoneum.6Tanda dan
Gejala
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal
dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi
seluruhnya masih tertahan di dalam kandungan.
Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan
apapun kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti
yang diharapkan. Bila kehamilan di atas 14 minggu sampai 20 minggu
penderita justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan
tanda-tanda kehamilan sekunder pada patudara mulai menghilang.
Kadangkala missed abortion juga diawali dengan abortus imminens
yang kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti.
Pada pemeriksaaan tes urin kehamilan biasanya negatif setelah satu
minggu dari terhentinya
pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan
uterus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil dan bentuknya
tidak beraturan yang disertai gambaran feus yang tidak ada
tanda-tanda kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari
4 minggu harus diperhatikan kemungkinan terjadinya gangguan
penjendalan darah oleh karena hipofibrinogenemia sehingga perlu
diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan
kuretase.Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan
apapun kecuali
merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang
diharapkan. Bila
kehamilan di atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru
merasakan rahimnya
semakin mengecil dengan tanda tanda kehamilan sekunder pada
payudara mulai
menghilang (payudara mengecil kembali). Kadangkala missed
abortion juga diawali
dengan abortus iminens yang kemudian merasa sembuh, tetapi
pertumbuhan janin terhenti.
Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada darah sedikit
(Mochtar, 1998).
Pada pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negative setelah
2-3 minggu dari terhentinya
pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan
uterus yang mengecil,
kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya tidak beraturan
disertai gambaran fetus yang
tidak ada tanda tanda kehidupan. Bila missed abortion
berlangsung lebih dari 4 minggu
harus diperhatikan kemungkinan terjadinya gangguan pembekuan
darah oleh karena
hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum
tindakan evakuasi dan
kuretase.
(Astriani, Imnagy, Trismayanti, Handriani, & Octahaviani,
2012)Diagnosis
Abortus harus diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi
mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami terlambat
haid. Kecurigaan tersebut diperkuat dengan ditentukannya kehamilan
muda pada pemeriksaan bimanual dan dengan tes kehamilan secara
biologis (Galli Mainini) atau imunologik (Pregnosticon,
Gravindex).
Sebagai kemungkinan diagnosis yang lain harus dipikirkan
kehamilan ektopik terganggu, mola hidatidosa, atau kehamilan dengan
kelainan pada serviks.
Kehamilan ektopik terganggu dengan hematokel retrouterina kadang
sulit dibedakan dengan abortus dimana uterus posisi retroversi.
Pada keduanya ditemukan amenorea disertai perdarahan pervaginam,
rasa nyeri di perut bagian bawah, dan tumor dibelakang uterus.
Tetapi keluhan nyeri biasanya lebih hebat pada kehamilan ektopik.
Apabila gejala-gejala menunjukan kehamilan ektopik terganggu, dapat
dilakukan kuldosintesis untuk memastikan diagnosanya. Pada
molahidatidosa uterus biasanya lebih besar daripada lamanya
amenorea dan muntah lebih sering. Apabila ada kecurigaan terhadap
molahidatidosa, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.
Karsinoma serviks uteri, polypus serviks dan sebagainya dapat
menyertai kehamilan. Perdarahan dari kelainan ini dapat menyerupai
abortus. Pemeriksaan dengan spekulum, pemeriksaan sitologik dan
biopsi dapat menentukan diagnosis dengan pasti.
Dahulu diagnosis biasanya tidak dapat ditentukan dalam satu kali
pemeriksaan, melainkan memerlukan waktu pengamatan untuk menilai
tanda-tanda tidak tumbuhnya atau bahkan mengecilnya uterus yang
kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan. Gejala
subyektif kehamilan menghilang, mammae agak mengendor lagi, uterus
tidak membesar lagi bahkan mengecil, tes kehamilan menjadi negatif,
serta denyut jantung janin menghilang. Dengan ultrasonografi (USG)
dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besarnya sesuai
dengan usia kehamilan. Perlu diketahui pula bahwa missed
abortion kadang-kadang disertai gangguan pembekuan darah karena
hipofibrinogenemia, sehingga pemerikaan kearah ini perlu
dilakukanDiagnosis Banding
Penatalaksanaan
1. Penilaian awal
Untuk penanganan yang memadai, segera lakukan penilaian dari
:
Keadaan umum pasien
Tanda-tanda syok seperti pucat, berkeringat banyak, pingsan,
tekanan sistolik < 90 mmHg, nadi > 112 x/menit
Bila syok disertai dengan massa lunak di adneksa, nyeri perut
bawah, adanya cairan bebas dalam cavum pelvis, pikirkan kemungkinan
kehamilan ektopik yang terganggu.
Tanda-tanda infeksi atau sepsis seperti demam tinggi, sekret
berbau pervaginam, nyeri perut bawah, dinding perut tegang, nyeri
goyang portio, dehidrasi, gelisah atau pingsan.
Tentukan melalui evaluasi medik apakah pasien dapat
ditatalaksana pada fasilitas kesehatan setempat atau dirujuk
(setelah dilakukan stabilisasi)
2. Penanganan spesifik
Missed abortion seharusnya ditangani di rumah sakit atas
pertimbangan :
Plasenta dapat melekat sangat erat di dinding rahim, sehingga
prosedur evakuasi (kuretase) akan lebih sulit dan resiko perforasi
lebih tinggi.
Pada umumnya kanalis servikalis dalam keadaan tertutup sehingga
perlu tindakan dilatasi dengan batang laminaria selama 12 jam.
Tingginya kejadian komplikasi hipofibrinogenemia yang berlanjut
dengan gangguan pembekuan darah.
Pengelolaan missed abortion harus diutarakan pada pasien dan
keluarganya secara baik karena resiko tindakan operasi dan kuretase
ini dapat menimbulkan komplikasi perdarahan atau tidak bersihnya
evakuasi/kuretase dalam sekali tindakan. Faktor mental penderita
perlu diperhatikan, karena umumnya penderita merasa gelisah setelah
tahu kehamilannya tidak tumbuh atau mati. Pada umur kehamilan
kurang dari 12 minggu, tindakan evakuasi dapat dilakukan secara
langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase serviks uterus
memungkinkan. Bila umur kehamilan diatas 12 minggu atau kurang dari
20 minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan
untuk melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin
atau mematangkan kanalis servikalis. Beberapa cara dapat dilakukan
antara lain dengan pemberian infus intravena cairan oksitosin
dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose 5 % tetesan 20
tetes permenit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit
dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi
cairan tubuh. Jika tidak berhasil, penderita diistirahatkan satu
hati dan kemudian induksi diulangi biasanya maksimal 3 kali.
Setelah janin ataupun jaringan konsepsi berhasil keluar dengan
induksi ini dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih
mungkin.
Pada dekade belakangan ini banyak tulisan yang telah menggunakan
prostaglandin atau sintetisnya untuk melakukan induksi pada missed
abortion. Salah satu cara yang banyak disebutkan adalah dengan
pemberian mesoprostol secara sublingual sebanyak 400 mg yang dapat
diulangi 2 kali dengan jarak 6 jam. Dengan obat ini kan terjadi
pengeluaran hasil konsepsi atau terjadi pembukaan ostium serviks
sehingga tindakan evakuasi ataupun kuretase dapat dikerjakan untuk
mengosongkan kavum uteri. Kemungkinan penyulit pada tindakan missed
abortion ini lebih besar mengingat jaringan plasenta yang menempel
pada dinding kavum uterus biasanya sudah lebih kuat. Apabila
terdapat hipofibrinogenemia perlu disiapkan transfuse darah segar
atau fibrinogen. Pascatindakan jika perlu dilakukan pemberian infus
intravena cairan oksitosin dan pemberian antibiotika.Prognosis
Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan,
perforasi, infeksi, dan syok.
Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari
sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu diberikan transfusi darah.
Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak
diberikan pada waktunya.
Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus
dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini,
penderita perlu diamati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu
segera dilakukan laparatomi dan tergantung dari luas dan bentuk
perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi.
Infeksi
Syok
Syok pada abortus dapat terjadi karena perdarahan (syok
hemoragik) dank arena infeksi berat (syok endoseptik).