Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Hingga saat ini, belum ada satu Negara pun yang bebas TB. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis ini pun tinggi. Tahun 2009, 1,7 juta orang meninggal karena TB (600.000 diantaranya perempuan) sementara ada 9,4 juta kasus baru TB (3,3 juta diantaranya perempuan). Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular TB dimana sebagian besar penderita TB adalah usia produktif (15-55 tahun). 1 Pada bulan Maret tahun 1993 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Health Emergency 1,2 . Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan, dan nifas. 2 Penduduk dunia yang telah terinfeksi kuman TB kemungkinan akan berkembang menjadi penyakit TB di masa datang. Selain jumlah kematian dan infeksi TB yang amat besar, pertambahan kasus baru TB pun amat signifikan. Menurut laporan WHO pada tahun 2004, jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia, yaitu 625.000 orang atau angka mortalitas sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. 2 Pengobatan kasus TB merupakan salah satu strategi utama dalam pengendalian TB karena dapat memutuskan rantai 1
77

mini tb

Jan 26, 2016

Download

Documents

LusiaChristina

minipro
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: mini tb

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia.

Hingga saat ini, belum ada satu Negara pun yang bebas TB. Angka kematian dan kesakitan

akibat kuman Mycobacterium tuberculosis ini pun tinggi. Tahun 2009, 1,7 juta orang

meninggal karena TB (600.000 diantaranya perempuan) sementara ada 9,4 juta kasus baru

TB (3,3 juta diantaranya perempuan). Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular TB dimana

sebagian besar penderita TB adalah usia produktif (15-55 tahun).1

Pada bulan Maret tahun 1993 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan

tuberkulosis sebagai Global Health Emergency 1,2. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98%

kematian akibat TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga,

kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan,

dan nifas.2

Penduduk dunia yang telah terinfeksi kuman TB kemungkinan akan berkembang

menjadi penyakit TB di masa datang. Selain jumlah kematian dan infeksi TB yang amat

besar, pertambahan kasus baru TB pun amat signifikan. Menurut laporan WHO pada tahun

2004, jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB di

dunia, yaitu 625.000 orang atau angka mortalitas sebesar 39 orang per 100.000 penduduk.2

Pengobatan kasus TB merupakan salah satu strategi utama dalam pengendalian TB

karena dapat memutuskan rantai penularan. Pada 1994 WHO meluncurkan strategi

pengendalian TB untuk diimplementasikan secara internasional, disebut DOTS (Direct

Observed Treatment Short-course). Strategi DOTS telah berhasil membantu tercapainya dua

sasaran yang dideklarasikan World Health Assembly (WHA) pada tahun 1991, yaitu deteksi

kasus baru BTA positif sebesar 70%, dan penyembuhan sebesar 85% dari kasus pada tahun

2000 (WHO, 2009). Meskipun demikian kecepatan kemajuan saat ini diperkirakan tidak

cukup untuk mencapai target penurunan prevalensi dan mortalitas TB dari Millenium

Development Goals (MDGs) menjadi separoh pada tahun 2015 (Dye et al., 2005). Karena itu

diperlukan kontinuitas implementasi strategi DOTS agar program itu dapat mencapai target

dan bahkan meningkatkan target indikator-indikator keberhasilan program hingga tahun

2015.2

Penurunan jumlah kasus baru TB di Indonesia untuk tahun 2007 dan 2008 sangat

penting dalam mencapai angka yang lebih kecil lagi untuk tahun-tahun selanjutnya. Indonesia

1

Page 2: mini tb

dituntut untuk membuktikan komitmennya dalam mengatasi masalah TB. Hal ini sejalan

dengan tujuan ke-6 dari Millenium Development Goals (MDGs) yang telah ditandatangani

Indonesia bersama 188 negara lainnya pada September 2000 yakni memerangi HIV/AIDS,

malaria, dan penyakit menular lainnya termasuk TB.1

Target program penanggulangan TB di Indonesia adalah tercapainya penemuan pasien

baru TB BTA positif paling sedikit 70% dari perkiraan dan menyembuhkan 85% dari semua

pasien tersebut serta mempertahankanya. Target ini diharapkan dapat menurunkan tingkat

prevalensi dan kematian akibat TB hingga separuhnya pada tahun 2010 dibanding tahun

1990, dan mencapai tujuan Millennium Development Goals (MDG’s) pada tahun

2015.Dalam hal pengobatan dan pencegahan penularan penyakit Tuberkulosis paru (TBC

paru) yang dilakukan oleh keluarga sangatlah berperan supaya tidak terjadi penularan dalam

anggota keluarga lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengendalian TB paru

memerlukan partisipasi berbagai pihak dan untuk berpartisipasi maka masyarakat perlu

memiliki pengetahuan yang cukup tentang penyakit ini.3

Cakupan penemuan pasien baru BTA positif digambarkan melalui CDR (Case

Detection Rate).Berdasarkan laporan Puskesmas Kelurahan Rambutan pada tahun 2014,

didapatkan data bahwa CDR, angka kesembuhan dan angka keberhasilan pengobatan belum

mencapai target yang ditetapkan. 3Dengan demikian perlu dibahas permasalahan tentang

penemuan kasus TB BTA (+) dan pandangan masyarakat mengenai TB Paru dan

pengobatannya yang merupakan kunci keberhasilan pengobatan TB Paru.

1.2 Pernyataan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa pernyataan

masalah, yaitu:

1. CDR TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Rambutan terbilang kurang

2. Angka kesembuhan dan keberhasilan pengobatan TB Paru di wilayah kerja Puskesmas

Kelurahan Rambutan terbilang kurang.

3. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai TB Paru khususnya pentingnya

pencegahan dan pengobatan TB Paru.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk merubah perilaku dan pandangan masyarakat mengenai TB Paru di Kelurahan

Rambutan.

2

Page 3: mini tb

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai TB Paru

Untuk menningkatkan kesadaran masyarakat untuk berobat TB Paru

Untuk meningkatkan CDR, angka kesembuhan dan angka keberhasilan pengobatan

TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Rambutan.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat bagi instansi (Puskesmas):

Sebagai bahan informasi bagi Puskesmas untuk meningkatkan CDR,angka

kesembuhan dan angka keberhasilan pengobatan TB Paru di wilayah kerja Puskesmas

Rambutan

1.4.2 Manfaat bagi masyarakat

1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit TB paru, terutama

dalam hal cara penularan serta cara mencegah penularannya serta pengobatan yang

harus diberikan.

2. Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya penyakit TB paru serta cara

pencegahan penularannya.

3. Agar masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih maksimal berkaitan

dengan penatalaksanaan penyakit TB, baik dalam hal pencegahan maupun

pengobatan penyakit ini.

1.4.3 Manfaat bagi Dokter Internship

Merupakan kesempatan untuk menambah pengalaman serta menerapkan ilmu

kedokteran terutama Ilmu Kesehatan Masyarakat dan keilmuan mengenai salah satu

penyakit terbesar di Indonesia, yaitu TB paru. Dapat digunakan untuk penelitian

selanjutnya untuk mendapatkan perubahan sikap dan perilaku yang lebih signifikan.

Menambah pengetahuan mengenai program-program pemerintah mengenai

penyakit tuberkulosis, sehingga kedepannya dapat diterapkan di lain tempat, dan tidak

hanya meningkatkan cakupan TB paru di Kelurahan Rambutan saja, melainkan

ditempat lain.

BAB II

3

Page 4: mini tb

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh basil

aerob yang tahan asam, Mycobacterium tuberculosis atau spesies lain yang dekat seperti M.

bovis dan M. africanum. Tuberkulosis biasanya menyerang paru-paru tetapi dapat pula

menyerang susunan saraf pusat, sistem limfatik, sistem pernapasan, sistem genitourinaria,

tulang, persendian, bahkan kulit.4

2.2 Etiologi

Bakteri utama penyebab penyakit tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis.

M. tuberculosis berbentuk basil atau batang ramping lurus yang berukuran kira-kira 0,2-0,4 x

2-10 µm, dan termasuk gram positif. Mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada

pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati

dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang

gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama beberapa

tahun.4

Pada medium kultur, koloni bakteri ini berbentuk kokus dan filamen. Identifikasi

terhadap bakteri ini dapat dilakukan melalui pewarnaan tahan asam metode ziehl-neelsen

maupun tanzil, yang mana tampak sebagai basil berwarna merah di bawah mikroskop.5,6

Gambar 2.1 Basil tuberkel (merah) di bawah mikroskop dengan pewarnaan tahan asam

Pada umumnya, genus mycobacterium kaya akan lipid, mencakup asam mikolat

(asam lemak rantai panjang C78-C90), lilin, dan fosfatida. Lipid dalam batas-batas tertentu

bertanggung jawab terhadap sifat tahan-asam bakteri. Selain lipid, mycobacterium juga

4

Page 5: mini tb

mengandung beberapa protein yang dapat memicu reaksi tuberkulin, dan mengandung

berbagai polisakarida.5

Mycobacterium tidak menghasilkan toksin, tetapi termasuk organisme yang virulen

sehingga bila masuk dan menetap dalam jaringan tubuh manusia dapat menimbulkan

penyakit. Bakteri ini terutama akan tinggal secara intrasel dalam monosit, sel

retikuloendotelial, dan sel-sel raksasa.5

2.3 Epidemiologi

Penyebaran kasus TB di dunia memang tidak merata dan justru 86% dari total kasus

TB global ditanggung oleh negara berkembang. Sekitar 55% dari seluruh kasus global

tersebut terdapat pada negara-negara di benua Asia, 31% di benua Afrika, dan sisanya yang

dalam proporsi kecil tersebar di berbagai negara di benua lainnya. Melihat hal ini, maka

WHO telah menetapkan 22 negara yang dianggap sebagai high-burden countries dalam

permasalahan TB untuk mendapatkan perhatian yang lebih intensif dalam hal

penanggulangannya. Indonesia adalah salah satu negara yang termasuk di dalamnya.1

Gambar 2.1. Insidens TB didunia (WHO, 2004)

Berdasarkan laporan WHO dalam Global Report 2009, pada tahun 2008 Indonesia

berada pada peringkat 5 dunia penderita TB terbanyak setelah India, China, Afrika Selatan

dan Nigeria. Peringkat ini turun dibandingkan tahun 2007 yang menempatkan Indonesia pada

posisi ke-3 kasus TB terbanyak setelah India dan China.1

5

Page 6: mini tb

Tahun 2007 Tahun 2008

1,962 1,982

1,306 1,301

528 429460 457461 476

India China IndonesiaNigeria Afrika Selatan

Grafik 2.1 Daftar lima besar negara dengan jumlah kasus baru TB terbanyak tahun 2008.

2.4 Cara Penularan

Sumber penularan adalah penderita TBC BTA positif, pada waktu batuk atau bersin,

penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentukdroplet (percikan dahak). Droplet ini

dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung ada tidaknya sinar UV,

ventilasi yang buruk dan kelembaban. Seseorang dapat tertular bila droplet itu terhirup ke

dalam saluran pernapasan.3

Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang

dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin

menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka

penderita itu dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC ditentukan

oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.3

2.5 Patofisiologi

Tuberkulosis Primer2

Bila droplet terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran nafas atau

jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel <5 mikrometer.

Selanjutnya kuman akan dihadapi oleh neutrofil, lalu oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini

akan mati atau dibersihkan keluar oleh makrofag bersama gerakan silia dengan sekretnya.

Bila kuman menetap di jaringan paru, maka akan berkembangbiak dalam sitoplasma

makrofag, bersarang di jaringan paru akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut

sarang primer atau afek primer atau sarang (focus) Ghon. Sarang primer ini mungkin timbul

di bagian mana saja dalam paru. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah

bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar

6

Page 7: mini tb

getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis

regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu

nasib sebagai berikut:

1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik,

sarang perkapuran di hilus)

3. Menyebar dengan cara :

Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah epituberkulosis,

yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar

hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas

bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang

bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan

pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.

Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya.

Kuman juga dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus.

Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya

tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh

secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imunitasyang adekuat, penyebaran ini

akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis

tuberkulosa, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan

tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia

dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :

- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada

anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau

- Meninggal.

Tuberkulosis Pasca-Primer2

Dari tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis post-

primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer mempunyai nama yang

bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis

menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem

kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai

dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun

lobus inferior. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :

1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat.

7

Page 8: mini tb

2. Sarang tadi mula mula meluas, tetapi segera terjadi proses penyembuhan dengan

penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan sembuh dalam bentuk perkapuran.

Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju

dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan keluar.

3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kavitas akan

muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis,

kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik). Nasib kavitas ini :

Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru lalu mengikuti

pola perjalanan seperti yang disebutkan diatas.

Memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut tuberkuloma.

Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali,

mencair lagi dan menjadi kavitas lagi.

Kavitas bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity,

atau kavitas menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil. Kemungkinan

berakhir sebagai kavitas yang terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan seperti

bintang (stellate shaped).

Gambar 2. 2. Skema perkembangan sarang tuberkulosis post primer dan perjalanan

penyembuhannya

2.6 Faktor Risiko

8

Page 9: mini tb

Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terinfeksi oleh Mycobacterium

tuberculosis7 :

Usia

Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia

diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.

Jenis Kelamin

Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada tahun 1996

jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlahpenderita

TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada wanita. TB paru

lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki

sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB

paru dimana Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak

2,2 kali.

Penyakit Penyerta

Umumnya penderita TB dalam keadaan malnutrisi dengan berat badan sekitar 30-50 kg

atau indeks masa tubuh kurang dari 18,5 pada orang dewasa. Sementara berat badan

yang lebih kecil 85% dari berat badan ideal kemungkinan mendapat TB adalah 14 kali

lebih besar dibandingkan dengan berat badan normal. Ini yang menjadi pemikiran

bahwa malnutrisi atau penurunan berat badan telah menjadi faktor utama peningkatan

resiko TB menjadi aktif. Pola makan orang Indonesia yang hampir 70% karbohidrat dan

hanya 10% protein yang pada penyakit kronis selalu disertai dengan tidak selera makan,

tidak mau makan, tidak bisa makan atau tidak mampu membeli makanan yang

mempunyai kandungan gizi baik (kurang protein), sehingga penderita ini mempunyai

status gizi yang buruk.

Selain faktor gizi, penyakit seperti Diabetes Mellitus (DM) dan infeksi HIV merupakan

salah satu faktor risiko. Prevalensi TB paru pada DM meningkat 20 kali dibanding non

DM dan aktivitas kuman tuberkulosis meningkat 3 kali pada DM berat dibanding DM

ringan.

Penderita Tuberkulosis menular (dengan sputum BTA positif) yang juga mengidap HIV

merupakan penularan kuman tuberkulosis tertinggi. Tuberkulosis diketahui merupakan

infeksi oportunistik yang paling sering ditemukan pada pasien dengan reaksi seropositif.

Apabila seseorang dengan seropositif tertular kuman ini maka karena kekebalannya

rendah, besar sekali kemungkinannya akan langsung menderita Tuberkulosis.

Kepadatan Hunian dan Kondisi Rumah

9

Page 10: mini tb

Kepadatan penghuni merupakan suatu proses penularan penyakit. Semakin padat maka

perpindahan penyakit, khususnya penyakit menular melalui udara akan semakin mudah

dan cepat, apalagi terdapat anggota keluarga yang menderita TB dengan BTA positif.

Suhu didalam ruangan erat kaitannya dengan kepadatan hunian dan ventilasi rumah.

Kondisi kepadatan hunian perumahan atau tempat tinggal lainnya seperti penginapan,

panti-panti tempat penampungan akan besar pengaruhnya terhadap risiko penularan. Di

daerah perkotaan (urban) yang lebih padat penderita TB lebih besar. Sebaliknya di

daerah rural akan lebih kecil kemungkinannya.

Ventilasi cukup menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar, sehingga

keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga. Ventilasi

yang baik juga menjaga dalam kelembaban (humidity) yang optimum.

Cahaya matahari cukup, tidak lebih dan tidak kurang, dimana cahaya matahari ini dapat

diperoleh dari ventilasi maupun jendela/genting kaca. Mycobacterium tuberculosis

tumbuh optimal pada suhu 37°C. Paparan sinar matahari selama 5 menit dapat

membunuh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri tahan hidup pada tempat gelap,

sehingga perkembangbiakan bakteri lebih banyak di rumah yang gelap.

Status Sosial Ekonomi Kleuarga

WHO tahun 2007 menyebutkan 90% penderita TB di dunia menyerang kelompok sosial

ekonomi lemah atau miskin dan menurut Enarson TB merupakan penyakit terbanyak

yang menyerang negara dengan penduduk berpenghasilan rendah. Sosial ekonomi yang

rendah akan menyebabkan kondisi kepadatan hunian yang tinggi dan buruknya

lingkungan, selain itu masalah kurang gizi dan rendahnya kemampuan untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak juga menjadi problem bagi golongan

sosial ekonomi rendah.

Perilaku

Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita TB

Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan akan

berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya berakibat

menjadi sumber penular bagi orang di sekelilingnya.

2.7 Klasifikasi Penyakit

Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe pada penyakit tuberculosis adalah5 :

1. Menentukan panduan pengobatan yang sesuai

2. Registrasi kasus secara benar

10

Page 11: mini tb

3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif

4. Analisis kohort hasil pengobatan

Tuberkulosis diklasifikasikan berdasarkan empat hal, yaitu : organ tubuh yang sakit, hasil

pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung, tingkat keparahan penyakit, dan riwayat

pengobatan sebelumnya3.

a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena :

Gambar 2.3. Klasifikasi TB berdasarkan organ tubuh yang terkena

1. Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak

termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2. Tuberkulosis Ekstra Paru

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput

otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus,

ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru :

1. Tuberkulosis paru BTA positif

- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan

gambaran tuberculosis.

- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.

- 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada

pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah

pemberian antibiotika non OAT.

2. Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.

- Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif

- Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis

11

Page 12: mini tb

- Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT

- Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit

1. TB Paru BTA negatif foto toraks positif

Dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan.

Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang

luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan pasien yang buruk.

2. TB ekstra-paru

Dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu :

a. TB ekstra paru ringan, misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral,

tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.

b. TB ekstra-paru berat, misalnya : meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis

eksudatifa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih, dan alat

kelamin.

Catatan :

- Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk

kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.

- Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat

sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.

d. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

1. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan

OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

2. Kasus kambuh (Relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis

dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan

BTA positif (apusan atau kultur).

3. Kasus setelah putus berobat (Default)

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA

positif.

4. Kasus setelah gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi

positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

5. Kasus pindahan (Transfer In)

12

Page 13: mini tb

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk

melanjutkan pengobatannya.

6. Kasus Lain

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini

termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif

setelah selesai pengobatan ulangan.

2.8 Tatalaksana Pasien Tuberkulosis di Indonesia

Masa tunas (masa inkubasi) penyakit tuberkulosis paru adalah mulai dari terinfeksi

sampai pada lesi primer muncul, waktunya berkisar 4-12 minggu untuk tuberkulosis

paru.4Gejala klinis pasien TB adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk

dapat diikuti dengan gejala tambahan, yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak

napas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat

malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut

di atas dapat dijumpai pula pada penyakit paru lain seperti bronkiektasis, bronkitis kronis,

asma, kangker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih

tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut di atas dianggap

sebagai seorang tersangka pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara

mikroskopis langsung.3

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan demam (subfebris), badan kurus atau berat

badan menurun, konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia. Pada pemeriksaan

paru kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru.3 Pada permulaan (awal)

perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan

paru umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior,

serta daerah apeks lobus inferior.5.6Bila terdapat infiltrate yang agak luas, maka didapatkan

perkusi yang agak redup dan auskultasi suara napas bronchial. Akan didapatkan juga suara

napas tambahan berupa ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi apabila infiltrate diliputi oleh

penebalan pleura, suara napas akan menjadi vesicular melemah. Bila terdapat kavitas yang

cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan

suara amforik. Pada tuberkulosis paru lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan

atrofi dan retraksi otot-otot interkostal.6

Pemeriksaan mikroskopis dahak merupakan salah satu cara yang paling efisien untuk

mengidentifikasi penderita TBC. Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui

pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto

13

Page 14: mini tb

toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang

sesuai dengan indikasinya.Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan

pemeriksaan foto toraks saja. Kriteria BTA positif apabila ditemukan 3 batang kuman BTA

pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml sputum.8

Penderita dengan sediaan positif sepuluh kali lebih infeksius dibandingkan dengan

penderita sediaan negatif. Tujuan pemeriksaan mikroskopis dahak adalah menegakkan

diagnosis TBC, menentukan tingkat penularan, memantau kemajuan pengobatan,

menentukan terjadinya kegagalan pada akhir pengobatan.8

Pengumpulan dahak dilakukan tiga kali, yaitu sewaktu hari-1, pagi hari-2, dan

sewaktu hari-2 (SPS).3

Sewaktu hari-1 (S): dahak dikumpulkan pada saat penderita datang berkunjung pertama

kali. Pada saat pulang, penderita membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan

dahak pagi pada hari kedua.

Pagi hari-2 (P): penderita mengumpulkan dahak pada pagi hari kedua, segera setelah

bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.

Sewaktu hari-2 (S): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan

dahak pagi.

Selain pengumpulan dahak dapat juga dilakukan pemeriksaan biakan untuk

identifikasi M. Tuberculosis pada penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui apakah

pasien yang bersangkutan masih peka terhadap obat anti tuberkulosis yang digunakan.

Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes

resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi, yaitu pasien TB yang masuk dalam tipe

pasien kronis, pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak, petugas kesehatan yang menangani

pasien dengan kekebalan ganda. Adapun pemeriksaan tes resistensi hanya dilakukan di

laboratorium yang mampu melaksanakan biakan, identifikasi kuman serta tes resistensi sesuai

standar internasional, dan telah mendapatkan pemantapan mutu oleh laboratorium

supranasional TB. 3

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan

dahak secara mikroskopik dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu

pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan. Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Indikasi

pemeriksaan foto toraks pada pasien TB adalah sebagai berikut:3

Hanya satu dari tiga spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini

pemeriksaan foto thoraks diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif.

14

Page 15: mini tb

Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada

pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah

pemberian antibiotika non OAT.

Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan

penanganan khusus (seperti pneumothoraks dan pleuritis eksudativa) dan pasien yang

mengalami hemoptisis berat.

Selain pemeriksaan diatas, terdapat juga mantoux test/ tuberculin test. Pemeriksaan ini

digunakan untuk membantu menegakan diagnosis tuberculosis terutama pada anak-anak

(balita). Uji tuberkulin menggunakan 0,1 cc tuberkulin P.P.D intrakutan berkekuatan 5 T.U.

Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah individu sedang atau pernah mengalami infeksi M.

Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi BCG, dan mycobakterium patogen lainnya. Setelah 48-72

jam tuberkulin disuntikan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari

infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi selular dan antigen tuberkulin.4

Gambar 2.4. uji mantoux test

Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter

dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi3:

1. Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm, uji mantoux negatif. Arti klinis : tidak ada

infeksi Mycobacterium tuberculosis.

2. Pembengkakan (Indurasi) : 5–9mm, uji mantoux meragukan. Hal ini bisa karena

kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal atau pasca vaksinasi

BCG.

3. Pembengkakan (Indurasi) : ≥ 10mm, uji mantoux positif. Arti klinis : sedang atau

pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

Hal yang menyebabkan reaksi tuberkulin berkurang (negatif palsu) yakni:4

15

Page 16: mini tb

a. Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberculosis

b. Anergi, penyakit sistemik berat (sarkoidosis, SLE)

c. Penyakit eksantematous dengan panas yang akut : morbili, cacar air, poliomyelitis

d. Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular (Hodgin)

e. Pemberian kortikosteroid lama, pemberian obat imunosupresi lainnya

f. Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan

g. Untuk pasien HIV positif, test mantoux ± 5 mm dinilai positif

Skema2.1 Alur Diagnosis TB Paru3

Terapi

Tujuan Pengobatan

16

Page 17: mini tb

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,

mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi

kuman terhadap OAT3.

Prinsip pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut3:

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup

dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal

(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih

menguntungkan dan sangat dianjurkan.

Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung

(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap Awal (Intensif)

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi

secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap

intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak

menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif

menjadi BTA negatif (konversi dalam 2 bulan).

Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam

jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman

persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di

Indonesia3:

o Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

o Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)

o Kategori Anak: 2HRZ/4HR

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat

kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan

dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis

obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini

dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.

17

Page 18: mini tb

Paket Kombipak.

Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan

Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk

digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.3

Paduan OAT dan peruntukannya3:

a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

Pasien baru TB paru BTA positif.

Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

Pasien TB ekstra paru

Tabel 2.1. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 13

Berat Badan Tahap Intensif tiap hari

selama 56 hari RHZE

(150/75/400/275)

Tahap Lanjutan 3 kali

seminggu selama 16

minggu RH (150/150)

30 – 37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT

38 – 54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT

55 – 70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT

Tabel 2.2 Dosis panduan OAT-Kombipak untuk Kategori 13

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:

• Pasien kambuh

• Pasien gagal

• Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Tabel 2.3. Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 23

Berat Tahap Intensif tiap hari RHZE Tahap Lanjutan 3 kali

18

Page 19: mini tb

Badan (150/75/400/275) seminggu RH (150/150)

+ E (400)

Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu

30 – 37 kg 2 tab 4 KDT + 2 tab 4 KDT

500mg Streptomisin inj

2 tab 2 KDT +

2 tab Etambutol

38 – 54 kg 3 tab 4 KDT + 3 tab 4 KDT

750mg Streptomisin inj

3 tab 2 KDT +

3 tab Etambutol

55 – 70 kg 4 tab 4 KDT + 4 tab 4 KDT

1000mg Streptomisin inj

4 tab 2 KDT +

4 tab Etambutol

≥ 71 kg 5 tab 4 KDT + 5 tab 4 KDT

1000mg Streptomisin inj

5 tab 2 KDT +

5 tab Etambutol

Tabel 2.4. Dosis panduan OAT Kombipak untuk Kategori 2

c. OAT Sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1

yang diberikan selama sebulan (28 hari).3

Tabel 2.5. Dosis KDT untuk Sisipan

Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari

RHZE (150/75/400/275)

30 – 37 kg 2 tablet 4 KDT

37 – 54 kg 3 tablet 4 KDT

55 – 70 kg 4 tablet 4 KDT

19

Page 20: mini tb

≥ 71 kg 5 tablet 4 KDT

Tabel 2.6. Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan

Efek Samping OAT :

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping.

Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan

kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek

samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4 & 5), bila efek samping

ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan3.

Tabel 2.7. Efek samping ringan OAT dan Penatalaksanaannya3

Efek samping Kemungkinan Penyebab Tatalaksana

Tidak nafsu makan, mual,

sakit perut

Rifampisin Obat diminum malam sebelum

tidur

Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin /allopurinol

Kesemutan s/d rasa

terbakar di kaki

INH Beri vitamin B6 (piridoksin) 1 x

100 mg perhari

Warna kemerahan pada

air seni

Rifampisin Beri penjelasan, tidak perlu

diberi apaapa

Tabel 2.8. Efek samping berat OAT dan Penatalaksanaannya3

Efek samping Kemungkinan Penyebab Tatalaksana

Gatal dan kemerahan pada

kulit

Semua jenis OAT Beri antihistamin &

dievaluasi ketat

Tuli Streptomisin Dihentikan

ganti etambutol

Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan

20

Page 21: mini tb

(vertigo dan nistagmus) ganti etambutol

Ikterik / Hepatitis Imbas

Obat (penyebab lain

disingkirkan)

Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT

sampai ikterik menghilang

dan boleh diberikan

hepatoprotektor

Muntah dan confusion

(suspected drug-induced

pre-icteric hepatitis)

Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT &

lakukan uji fungsi hati

Gangguan penglihatan Ethambutol Hentikan ethambutol

Kelainan sistemik,

termasuk syok dan

purpura

Rifampisin Hentikan Rifampisin

2.9 Pemantauan Hasil Pengobatan TB

Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasadilaksanakan dengan

pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis.Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih

baik dibandingkan denganpemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan.

LajuEndap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuanpengobatan karena tidak

spesifik untuk TB.Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan specimen

sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakannegatif bila ke 2

spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimenpositif atau keduanya positif, hasil

pemeriksaan ulang dahak tersebutdinyatakan positif.3

Tabel 2.9. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Ulang Dahak

21

Page 22: mini tb

2.10Program Penanggulangan TB di Indonesia

Pada tahun 1995, program penanggulangan TB nasional mulai menerapkan strategi

DOTS dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap. DOTS adalah strategi penyembuhan

TB Paru jangka pendek dengan pengawasan secara langsung.Sejak tahun 2000 strategi DOTS

dilaksanakan secara nasional di seluruh Unit Pelayanan Puskesmas terutama Puskesmas yang

22

Page 23: mini tb

diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar. Strategi DOTS (Directly Observed

Treatment Short-course) terdiri 5 kunci:3

1. Komitmen politis

2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.

3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus

yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.

4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.

5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil

pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.

Visi penanggulangan TB di Indonesia adalah masyarakat yang mandiri dalam hidup sehat

dimana tuberkulosis tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Sedangkan misinya

adalah menjamin bahwa setiap pasien TB mempunyai akses terhadap pelayanan yang

bermutu, untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian karena TB, menurunkan resiko

penularan TB dan mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat TB. Target program

penanggulangan TB adalah tercapainya penemuan pasien baru TB BTA positif paling sedikit

70% dari perkiraan dan menyembuhkan 85% dari semua pasien tersebut serta

mempertahankanya. Target ini diharapkan dapat menurunkan tingkat prevalensi dan kematian

akibat TB hingga separuhnya pada tahun 2010 dibanding tahun 1990, dan mencapai tujuan

Millennium Development Goals (MDG’s) pada tahun 2015.3

Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan penanggulangan TB digunakanbeberapa

indikator. Indikator penanggulangan TB secara Nasional ada 2 yaitu :

• Angka Penemuan Pasien baru TB BTA positif (Case Detection Rate = CDR)

Adalah prosentase jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dandiobati

dibanding jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut.

Case Detection Rate menggambarkan cakupan penemuan pasien baru BTA positif pada

wilayah tersebut.

Jumlah pasien baru TB BTA Positif yang dilaporkan

dalam TB.07 X 100%

Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA Positif

Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif diperoleh berdasarkan perhitungan

angka insidens kasus TB paru BTA positif dikali dengan jumlah penduduk. Target Case

Detection Rate Program Penanggulangan TuberkulosisNasional minimal 70%.

• Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate = SR).

23

Page 24: mini tb

Adalah angka yang menunjukkan prosentase pasienbaru TB paru BTA positif yang

menyelesaikan pengobatan (baik yangsembuh maupun pengobatan lengkap) diantara pasien

baru TB paru BTApositif yang tercatat.Dengan demikian angka ini merupakan penjumlahan

dari angkakesembuhan dan angka pengobatan lengkap. Cara menghitung angka keberhasilan

pengobatan :

Jumlah pasien baru TB BTA positif (sembuh + pengobatan

lengkap) X

100%Jumlah pasien baru TB BTA positif yg diobati

Sedangkan Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien

baru TB paru BTA positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara pasien baru

TB paru BTA positif yang tercatat.Angka minimal yang harus dicapai adalah 85%. Cara

menghitung angka kesembuhan untuk pasien baru BTA positif :

Jumlah pasien baru TB BTA positif yg

sembuh X 100%

Jumlah pasien baru TB BTA positif yg

diobati

Angka default tidak boleh lebih dari 10%, karena akan menghasilkan proporsi kasus

retreatment yang tinggi dimasa yang akan datang yang disebabkan karena ketidak-efektifan

dari pengendalian Tuberkulosis. Menurunnya angka default karena peningkatan kualitas

penanggulangan TB akan menurunkan proporsi kasus pengobatan ulang antara 10-20 %

dalam beberapa tahun.

Penatalaksanaan TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang dikelola dengan

menggunakan strategi DOTS. Penatalaksanaan penyakit TB merupakan bagian dari

surveilans penyakit, tidak sekedar memastikan pasien menelan obat sampai dinyatakan

sembuh, tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu yang dibutuhkan, petugas

yang terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan rencana tindak lanjutnya.2

Adapun strategi penemuan pasien TB adalah sebagai berikut:

Dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di

unit pelayanan kesehatan, didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas

kesehatan maupun masyarakat.

24

Page 25: mini tb

Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama mereka yang BTA positif dan pada

keluarga anak yang menderita TB yang menunjukan gejala sama, harus diperiksa

dahaknya.

BAB III

METODE

3.1 Penetapan Topik Masalah

Sesuai pernyataan masalah yang dikemukakan pada Bab Pendahuluan, maka

topik masalah dalam mini-project ini adalah:

1) Bagaimana cara meningkatkan CDR TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan

Rambutan.

2) Bagaimana cara meningkatkan kesembuhan dan keberhasilan pengobatan TB Paru di

wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Rambutan

3) Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai TB Paru khususnya pentingnya

pencegahan dan pengobatan TB Paru.

3.2 Pengumpulan Data

3.2.1 Tempat dan Waktu Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan di Kelurahan Rambutan pada tanggal 20 Maret-30

April 2015.

3.2.2 Metode Pengumpulan Data

25

Page 26: mini tb

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data secara

primer dan sekunder dengan melakukan kunjungan Kelurahan Rambutan.

3.2.3 Populasi dan Sampel Data

Sebagai populasi adalah seluruh warga kelurahan Rambutan, kecamatan

Ciracas, Jakarta Timur yang terdiri dari enam RW. Tidak dilakukan sampling karena

pengamatan dilakukan pada total populasi.

3.3 Analisis Data

3.1.1 Pengumpulan Data

Data primer diambil dari hasil pengamatan terhadap kepatuhan SOP kepada

dokter, perawat, dan wawancara kepada koordinator P2TB (Program

Penanggulangan Penyakit TB Paru) UPK Puskesmas Rambutan. Data sekunder

diperoleh dari laporan pencatatan P2TB Puskesmas Rambutan.

Data sekunder yang dikumpulkan adalah berdasarkan pencatatan pada register

TB UPK Kelurahan Rambutan (TB.03) periode Januari-Desember 2014 dan

pecatatan pada daftar tersangka pasien (suspek) yang diperiksa dahak SPS

(TB.06) periode Januari hingga Maret 2015.

Kemudian akan dilihat perkembangannya setelah diberikan beberapa

intervensi mengenai pentingnya deteksi dini pada individu yang dicurigai

menderita TB paru dan kepatuhan pengobatan pasien yang telah didiagnosis

menderita TB paru.

3.1.2 Menentukan masalah yang terkait programpenanggulangan TB di Indonesia

Setelah dilakukan pengumpulan data yang bersifat primer maupun sekunder,

barulah dapat ditentukan masalah yang terdapat dalam penanggulangan TB di

wilayah kerja Puskesmas Rambutan serta faktor-faktor yang dapat

mempengaruhinya.

3.1.3 Melakukan Penyuluhan dan Konseling

Berdasarkan data pada periode Januari-Desember 2014 dan periode Januari

hingga Maret 2015 terdapat beberapa masalah terkait penanggulangan TB di

Kelurahan Rambutan. Setelahitu dilakukan penyuluhan mengenai TB kepada

masyarakat Kelurahan Rambutan dan serta konseling kepada pasien TB paru dan

pasien suspek TB yang datang ke Puskesmas Kelurahan Rambutan sejak April

hingga Mei 2015.

3.1.4 Meninjau Ulang

26

Page 27: mini tb

Setelah dilakukan penyuluhan, dapat dilakukan peninjauan ulang di Kelurahan

Rambutan mengenai angka kejadian TB pada akhir bulan Juni dan pada akhir

Desember 2015.Apakah target CDR dan angka kesembuhan di Kelurahan

Rambutan telah mencapai target sesuai dengan program penanggulangan TB

Indonesia atau justru semakin rendah. Peninjauan ulang dapat dilakukan dengan

melihat hasil pencatatan yang terdapat pada puskesmas Kelurahan Rambutan

selama satu tahun, dalam hal ini periode Januari hingga Desember 2015.

3.4 Pelaksanaan Solusi

Bentuk intervensi yang dilakukan dalam mini-project ini berupa penyuluhan atau

edukasi langsung kepada masyarakat Kelurahan Rambutan Kecamatan Ciracas, Jakarta

Timur. Penyuluhan kepada masyarakat dilakukan di setiap RW Kelurahan Rambutan dan

di Puskesmas Kelurahan. Selain itu juga dilakukan konseling langsung kepada setiap

pasien dengan TB paru yang datang ke puskesmas Rambutan dan pasien yang dicurigai

menderita TB paru sejak akhir bulan Maret hingga Mei 2015.

Intervensi lainnya yang dilakukan adalah penyebaran leaflet mengenai TB kepada

masyarakat Kelurahan Rambutan. Hal penting yang harus disampaikan dalam

penyuluhan dan tercantum dalam leaflet yaitu bagaimana gambaran penyakit TB,

bagaimana penularan penyakit, bagaimana pengobatan penyakit dan yang tidak kalah

pentingnya adalah bagaimana mencegah agar hidup kita terbebas dari infeksi TB paru.

Penjelasan mengenai isi penyuluhan dideskripsikan pada Bab Diskusi.

3.5 Evaluasi

Dibahas pada Bab Diskusi

27

Page 28: mini tb

BAB IV

HASIL

4.1 Profil Komunitas Umum

Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi lima wilayah Kota administrasi dan satu

Kabupaten administratif yaitu Kota administratif Jakarta Pusat dengan luas 47,90 km2,

Jakarta Utara dengan luas 142,20 km2, Jakarta Barat dengan luas 126,15 km2, Jakarta

Selatan dengan luas 145,73 km2, dan Jakarta Timur dengan luas 187,73 km2, serta

Kabupaten administratif Kepulauan Seribu dengan luas 11,81 km2.14 Dari sumber

Pemendagri No. 9 tahun 2015, luas wilayah DKI Jakarta seluas 664,01 km2 dengan

penduduk sebanyak 9,988,495 jiwa.10

Secara administratif wilayah Jakarta Timur dibagi menjadi 10 Kecamatan, 65

Kelurahan, 673 Rukun Warga dan 7.513 Rukun Tetangga  serta dihuni oleh Penduduk

sebanyak 1.959.022 jiwa  terdiri dari 1.044.847 jiwa laki-laki dan 914.175 jiwa

Perempuan sampai dengan akhir Maret 1997 atau sekitar 10 % dari jumlah penduduk

DKI Jakarta dengan kepadatan mencapai 10.445 jiwa per Km2.  Pertumbuhan penduduk

2,4 persen per Tahun dengan pendapatan per Kapita sebesar Rp. 5.057.040,00.

28

Page 29: mini tb

Gambar 4.1. Peta Wilayah DKI Jakarta

 

Gambar 4.2. Peta Wilayah Jakarta Timur.11

Tabel 4.1. Kecamatan Luas Wilayah dan Jumlah Kelurahan

29

Page 30: mini tb

KecamatanLuas Wilayah

(Ha)Jumlah Kelurahan

1. Matraman 485,13 6

2. Jatinegara 1.063,52 8

3. Pasar Rebo 1.294,60 5

4. Kramat Jati 1.333,45 7

5. Pulo Gadung 1.572,15 7

6. Cakung 4.248,08 7

7. Ciracas 1.608,30 5

8. Cipayung 2.729,59 8

9. Makasar 2.163,01 5

10. Duren Sawit 2.270,60 7

Jumlah 18.767,43 65

Kota Jakarta Timur terdiri dari 10 kecamatan diantaranya adalah Kecamatan

Matraman, Kecamatan Jatinegara, Kecamatan Pasar Rebo, Kecamatan Kramat Jati,

Kecamatan Pulo Gadung, Kecamatan Cakung, Kecamatan Ciracas, Kecamatan Cipayung,

Kecamatan Makasar, dan Kecamatan Duren Sawit, yang masing-masing memiliki lima

hingga 8 kelurahan.11

Untuk Kecamatan Ciracas, memliki luas wilayah 16,08 km2 dengan jumlah

penduduk sebanyak 200.806 jiwa. Kecamatan Ciracas terdiri dari 49 Rukun Warga, 595

Rukun Tetangga dan 50.000 Kepala Keluarga. Secara administratif Kecamatan Ciracas

terdiri atas lima kelurahan yaitu Kelurahan Cibubur, Kelapa Dua Wetan, Ciracas,

Susukan dan Rambutan.11

30

Page 31: mini tb

Gambar 4.3. Peta Wilayah Kecamtan Ciracas.12

Kelurahan Rambutan adalah salah satukelurahandi Kecamatan Ciracas, Kelurahan

ini di utara berbatasan dengan Kelurahan Kramat Jati (dengan Jalan Raya Bogor sebagai

pemisah), di selatan berbatasan dengan Kelurahan Ciracas, di timur berbatasan

dengan Kelurahan Ceger (terpisah oleh Jalan Tol Jagorawi), dan di barat berbatasan

dengan Kelurahan Susukan.12Kelurahan Rambutan terbentuk berdasarkan SK Gubernur

DKI Jakarta Nomor 125 tahun 1986 dan akibat adanya migrasi yang mendorong

pertambahan penduduk secara alamiah sehingga mengakibatkan jumlah penduduk setiap

tahunnya bertambah cepat. Hal ini akan mendorong timbulnya berbagai masalah

permasalahan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah DKI Jakarta, dalam hal ini

Pemerintahan Kelurahan Rambutan.13

4.2 Data Geografis Wilayah Kerja Puskesmas Rambutan

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi

Perangkat Daerah, bahwa Kelurahan merupakan perangkat daerah di bawah Kecamatan

yang dipimpin oleh seorang Lurah yang berkedudukan dan bertanggung jawab kepada

Walikota/Bupati melalui Camat.14

Berdasarkan data geografis, Kelurahan Rambutan memliki luas wilayah seluas

209 Ha atau 2.090 km2. Batas utara wilayah Kelurahan Rambutanadalah Jl. Raya Pondok

Gede/Kali Cipinang. Batas selatan adalah Jl. Penganten Ali/ Kelurahan Ciracas. Batas

31

Page 32: mini tb

timur adalah Jl. Tol Jagorawi. Batas barat adalah Jl. Raya Bogor/ Kali baru. Kelurahan

Rambutan terdiri dari 6 Rukun Warga dan 87 Rukun Tetangga.15

Gambar 4.4 Peta Wilayah Kelurahan Kampung Rambutan.13

4.3 Data Demografis Wilayah Kerja Puskesmas

Jumlah penduduk di Kelurahan Rambutan per April 2015 adalah 40.665 jiwa,

dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 12.121 KK. Perbandingan jumlah laki-laki dan

perempuan adalah20.811 jiwa dan 19.854 jiwa. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:14

Tabel 4.2. Jumlah Penduduk dan Jumlah Kepala Keluarga per April 2015

Bulan Jumlah Penduduk Jumlah Kepala Keluarga

Laki-laki Perempuan Jumlah Laki-laki Perempuan Jumlah

1 2 3 4 5 6 7

Januari 20.748 19.737 42.485 10.184 1.758 11.942

Februari 20.974 19.795 40.589 10.316 1.758 12.074

Maret 20.819 19.842 40.661 10.334 1.768 12.102

April 20.811 19.854 40.665 10.338 1.783 12.121

Kelurahan Rambutan termasuk wilayah padat penduduk, hal ini dikarenakan

adanya mobilitas penduduk yang cepat. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

32

Page 33: mini tb

Tabel 4.3. Mobilitas Penduduk Kelurahan Rambutan per April 2015

Bulan Lahir Datang Mati Pindah

Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Januari 28 21 50 50 14 8 45 51

Februari 33 24 55 68 10 5 32 29

Maret 24 19 63 77 10 6 52 43

April 14 16 50 55 3 9 56 40

Uraian mobilitas penduduk di Kelurahan Rambutan bulan April 2015 sebagai

berikut:14

Datang dari dalam wilayah DKI Jakarta : 57 jiwa

Datang dari luar wilayah DKI Jakarta : 48 jiwa

Pindah dalam wilayah DKI Jakarta : 57 jiwa

Pindah ke luar wilayah DKI Jakarta : 39 jiwa

Tabel 4.4. Jumlah Penduduk dan Jumlah Kepala Keluarga Wilayah Kerja Puskesmas

Kelurahan Rambutan per April 2015

No RW Jumlah

Penduduk

Jumlah KK

1 2 3 4

1 RW 1 7.148 2.117

2 RW 2 6.143 2.072

3 RW 3 6.517 1.812

4 RW 4 6.713 2.140

5 RW 5 5.493 1.167

6 RW 6 8.651 2.753

Jumlah 40.665 12.121

Tabel 4.4. menjelaskan kelurahan Rambutan mimiliki jumlah penduduk sebanyak

40.665 jiwa dan 12.121 kepala keluarga yang tersebar antara RW 1 hingga RW 6.

Sedangkan tabel 4.5. menjelaskan sebaran penduduk puskesmas Rambutan antara

laki-laki dan perempuan. Penduduk dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan memiki

perbandingan jumlah yang tidak jauh berbeda.

33

Page 34: mini tb

Tabel 4.5. Jumlah Perbandingan Penduduk Menurut Jenis Kelamin Wilayah Kerja

Puskesmas Rambutan per April 2015

No RW Jumlah

Penduduk

Laki-Laki Perempuan

1 2 3 4 5

1 RW 1 7.148 3.619 3.529

2 RW 2 6.143 3.112 3.031

3 RW 3 6.517 3.328 3.189

4 RW 4 6.715 3.457 3.256

5 RW 5 5.493 2.870 2.623

6 RW 6 8.651 4.425 4.226

Tabel 4.6. Jumlah Perbandingan Penduduk Menurut Kelompok Umur Wilayah Kerja

Puskesmas Rambutan per April 2015

No Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah

Penduduk

%

1 2 3 4 5 6

1 0 – 4 Tahun 1.439 1.493

40.665

2 5 – 9 Tahun 1.971 1.932

3 10 – 14 Tahun 1.974 1.677

4 15 – 19 Tahun 1.662 1.597

5 20 – 24 Tahun 1.746 1.695

6 25 – 29 Tahun 2.108 2.138

7 30 – 34 Tahun 2.126 2.129

8 35 – 39 Tahun 2.002 1.911

9 40 – 44 Tahun 1.725 1.552

10 45 – 49 Tahun 1.345 1.250

11 50 – 54 Tahun 1.052 969

12 55 – 59 Tahun 757 670

13 60 – 64 Tahun 443 402

14 65 – 69 Tahun 263 240

15 70 – 74 Tahun 130 108

16 75 + Tahun 68 91

34

Page 35: mini tb

JUMLAH 20.811 19.854

Tabel 4.7. Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan

No RW Tingkat Pendidikan

Tidak

Sekolah

SD SLTP SLTA AK/PT S1 S2

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 RW 1 485 288 315 335 147 125 47

2 RW 2 570 385 417 430 220 111 38

3 RW 3 730 530 519 620 290 145 29

4 RW 4 515 326 359 375 225 130 58

5 RW 5 505 214 347 410 285 122 32

6 RW 6 635 447 488 470 394 158 61

Jumlah 3.440 2.190 2.445 2.640 1.561 791 265

Tabel 4.8 Mata Pencaharian penduduk Kelurahan Rambutan

No Jenis Mata Pencaharian Jumlah

1 2 3

1 Pegawai Negeri Sipil 1.070

2 TNI 155

3 POLRI 890

4 Swasta/Pengusaha 2.278

5 Pensiunan 948

6 Tani -

7 Buruh 3.775

8 Pedagang 3.292

9 Lain-lain 5.531

10 Pengangguran 855

Jumlah 18.794

Tabel. 4.9. Jumlah Balita

RW Jumlah Balita

(S)

Balita yang

Punya KSM

Balita yang

Ditimbang (D)

Balita yang

Baik Timbang

35

Page 36: mini tb

(K) (N)

1 2 3 4 5

1 224 131 112 70

2 225 225 162 116

3 349 310 164 73

4 500 475 232 118

5 135 135 77 21

6 409 393 312 161

Jumlah 1.842 1.669 1.059 559

Jumlah balita yang tertera pada tabel diatas menunjukkan jumlah balita per wilayah

di kelurahan Rambutan. Jumlah balita terbanyak dimiliki oleh RW 6 sebanyak 409 balita.

Jumlah total keseluruhan balita di kelurahan Rambutan sebanyak 1.842 balita. Balita yang

memiliki Kartu Menuju Sehat (KMS) yaitu balita yang datang ke posyandu sebanyak

1.669 balita.

4.4 Sumber Daya Kesehatan

Hingga April 2015, Jumlah Pegawai di Puskesmas Kelurahan Rambutan sebanyak

32 orang, yang terdiri dari 20 orang tenaga kesehatan, 4 orang pegawai administrasi, 3

orang pegawai keamanan, 2 juru masak dan 3 orang pegawai kebersihan. Berikut adalah

tabel perincian mengenai jumlah tenaga kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Rambutan:

Tabel 4.10 Tenaga Kesehatan di Puskesmas Rambutan

No Tenaga Kesehatan Puskesmas Keterangan

1 2 3 4

1 Dokter Umum 2 1 dr. Ka PKM(PNS), 1

Honorer

2 Dokter Gigi 1 Honorer

3 Apoteker -

4 Sarjana Kesehatan 1 PNS

5 Bidan 11 3 PNS, 1 CPNS, 7

Honorer

6 Perawat 2 PNS

7 AAK 1 PNS

36

Page 37: mini tb

8 Ahli Gizi 1 PNS

9 Perawat Gigi 1 PNS

Jumlah 20

4.5 Sarana Pelayanan Kesehatan

Fasilitas kesehatan yang terdapat di Kelurahan Rambutan dapat dilihat dalam

tabel berikut.14

Tabel 4.11. Fasilitas Kesehatan di Kelurahan Rambutan per April 2015

Fasilitas Kesehatan Jumlah

Puskesmas 1

Rumah Sakit 1

Pos Kesehatan 16

Posyandu 15

UPGK -

Klinik Kesehatan

Rumah Bersalin

Apotik/Toko Obat

4

10

4/2

Sejak Indonesia memiliki sistem Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan

(BPJS), dapat dikatakan pasien yang berobat ke Puskesmas maupun Rumah Sakit

Umum Daerah meningkat cukup signifikan, sehingga terjadi antrian panjang terutama

pada rumah sakit-rumah sakit besar. Oleh sebab itu, diadakan sistem rujukan fasilitas

pelayanan kesehatan berjenjang, sehingga pasien-pasien yang berobat memiliki

jenjang rujukan. Puskesmas merupakan jenjang fasilitas kesehatan pertama yang

dapat didatangi masyarakat. Selain itu letak puskesmas yang strategis dan berada di

pemukiman warga Rambutan, membuat pasien yang ingin berobat dapat mencapai

tempat puskesmas dengan mudah. Jika penyakit yang membutuhkan keahlian khusus,

maka sistem rujukan dilakukan pada tingkatan kedua yang merupakan rumah sakit

tipe C ataupun D. Nantinya pihak rumah sakit demikianlah yang akan melakukan

rujukan ke rumah sakit tipe B yaitu rumah sakit rujukan pelayanan kesehatan tingkat

3 regional ataupun nasional.

Tabel 4.12 Sistem Rujukan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Berjenjang Wilayah Jakarta Timur

No Rujukan Pelayanan Kesehatan Tingkat Satu

1 PKC. Pulo Gadung

37

Page 38: mini tb

2 PKC Pasar Rebo

3 PKC Kramat Jati

4 PKC Duren Sawit

5 PKC Cipayung

6 PKC Ciracas

7 PKC Jatinegara

8 PKC Cakung

9 PKC Matraman

No Rujukan Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua

1 RSJ Klender

2 RSU Mediros

3 RSU Kartika Pulomas

4 RSU Antam Medika

5 RSU Harapan Bunda

6 RSU Yadika Pondok Bambu

7 Yayasan Ginjal Diatrans

8 RS Gilut TNI AU

9 RSU Pengayoman Cipinang

10 RS TK IV Kesdam Cijantung

11 RSIA Bunda Aliyah

12 RS Pusdikkes (TK IV)

13 RSIA Resti Mulia

14 RSKO Cibubur

15 RS Bedah Rawamangun

16 RSU Harapan Jayakarta

17 RSU Harum

18 Klinik HD Jati Waring

38

No Rujukan Pelayanan Kesehatan Tingkat

Ketiga (Regional)

Rujukan Pelayanan Kesehatan

Tingkat Ketiga (Nasional)

1 RSUD Pasar Rebo RSUP Cipto Mangunkusumo

2 RSU Omni Pulomas RSPAD Gatot Subroto

3 RSUD Budhi Asih RSUP Fatmawati

4 RSU UKI Cawang RSUP Persahabatan

5 RSKD Duren Sawit RSJPD Harapan Kita

6 RSU Islam Pondok Kopi RSAB Harapan Kita

7 RS Bhayangkara Tk I R. Said Sukanto RSJ Dr. Soeharto Heerdjan

8 RSU Premier Jatinegara RS Kanker Dharmais

9 RSAU dr. Esnawan Antariksa

10 RSIA Hermina Jati Negara

11 RSU Haji Jakarta

Page 39: mini tb

4.6 Data Kesehatan Masyarakat

4.6.1 Penyakit Terbanyak

Berdasarkan Laporan Tahunan Puskesmas Kelurahan Rambutan, data 10

Penyakit terbanyak dapat dilihat pada tabel berikut:15

Tabel 4.13. 10 Penyakit Terbanyak Puskesmas Kelurahan Rambutan

No Penyakit Jumlah

1 ISPA 1922

2 Gastritis & Duodenitis 477

3 Penyakit kulit infeksi dan alergi 444

4 Hipertensi 412

5 Penyakit sistem otot dan jaringan ikat 411

6 Penyakit lainnya 251

7 Diare 209

8 TB Paru 43

9 Asma 32

10 Cacar air 19

Berdasarkan laporan puskesmas kelurahan Rambutan, terdapat 10 penyakit

terbanyak di puskesmas Rambutan pada tahun 2014. Penyakit terbanyak yang

diderita warga Rambutan adalah ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Atas

dengan jumlah 1922 orang. Penyakit TB Paru termasuk peringkat no.8 dalam data

di atas.

4.6.2 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Data Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Wilayah Kerja Puskesmas Rambutan

Tahun 2014 dapat dilihat pada tabel berikut:15

Tabel 4.14. PHBS Puskesmas Kelurahan Rambutan

RW1 RW2 RW3 RW4 RW5 RW6

PHBS 9.74 43.6 73.8 62.3 33 43.3

TIDAK PHBS 90.3 56.4 26.1 37.7 66.9 56.7

NAKES 100 100 100 100 100 100

ASI

EKSKLUSIF 50 65 48.6 69 50 52.3

TIMBANG 99.5 53.6 88.2 63.6 100 65.9

39

Page 40: mini tb

AIR BERSIH 100 98.8 100 100 100 100

JAMBAN

SEHAT 95.1 98.7 100 100 91.2 100

BEBAS

JENTIK 96.6 99.3 99.6 99.5 99.7 99.7

CTBS 100 94.8 99.8 94.4 90.6 80.3

BUAH/SAYUR 100 98 100 95 97 76.7

OLAH RAGA 25.3 79.9 99.1 82.2 100 67.7

Pada tabel diatas, terdapat hasil Perilaku Hidup Bersih Sehat di Puskesmas

Kelurahan Rambutan. Dari tabel diatas, RW yang mendapatkan predikat PHBS

terbaik adalah RW 3 dengan hasil 73,8%. Sedangkan wilayah dengan PHBS yang

kurang baik terdapat di RW 1 sebanyak 90,3% warga yang tidak ber-PHBS.

4.7 Laporan Kasus Tuberkulosis

Pencatatan kasus TB di Puskesmas Rambutan dilakukan menggunakan sistem

pelaporan triwulan. Berikut adalah data terjadinya kasus Tuberkulosis pada tahun 2014

periode Januari – Desember 2014 berdasarkan Buku Register TB (TB. 03) Unit Pelayanan

Kesehatan (UPK) Kelurahan Rambutan:

Tabel 4.15. Kasus TB Puskesmas Kelurahan Rambutan 2014

Periode

Triwulan

Kasus Baru Kasus Kambuh Kasus Pindahan Default

Lain2BTAAnak

BTAAnak

BTA An

ak

EP

*

BTAAnak

(+) (-) (+) (-) (+) (-) (+) (-)

Jan-Feb-

Mar2 - 2 - - - 3 - - - - - - -

Apr-Mei-

Jun8 2 2 - - - - 1 - - 1 - - -

Jul-Agt-

Sept5 3 - 2 2 - 1 - 1 - - - - -

Okt-Nov-

Des4 1 - - - - - 1 - 1 - 1 - -

Jumlah 19 6 4 2 2 - 4 2 1 1 1 1 -

*EP = Ekstra Paru

Tabel 4.16. Sebaran Kasus TB 2014

40

Page 41: mini tb

Periode RW01 RW02 RW03 RW04 RW05 RW06

Jan-Feb-Mar 1 1 3 1 1 0

Apr-Mei-Jun 6 1 2 3 0 2

Jul-Agt-Sept 7 0 3 0 0 4

Okt-Nov-Des 3 0 3 1 0 1

Jumlah 17 2 11 5 1 7

Tabel 4.16. Hasil Pengobatan Kasus TB 2014

Periode Sembuh lengkap meninggal gagal default pindah

Jan-Feb-Mar 2 2 0 2 0 0

Apr-Mei-Jun 2 0 0 0 4 1

Jul-Agt-Sept 9 3 0 1 2 0

Okt-Nov-Des 2 1 0 0 1 1

Jumlah 15 6 0 3 7 2

Berdasarkan laporan TB Puskesmas Kelurahan Rambutan tahun 2014, didapatkan

angka penemuan pasien baru TB BTA positif (Case Detection Rate = CDR) sebesar 29,2 %.

Angka Kesembuhan 78,9%, Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate = SR) 80%, dan

angka default 16.3%.

Tabel 4.17. Kasus TB Triwulan I tahun 2015, Kelurahan Rambutan

No

.

Tgl. Mulai

BerobatNama

Jenis

Kelamin

/Umur

Alamat

(RT/

RW)

Regime

n yang

Diberika

n

Klasifikasi

penyakit

paru/

Ekstraparu

Tipe

Penderita

Pemeri

ksaan

Dahak

L P

1 13-01-2015 Ny. K 24 03/03 II P Defaulter 1(+)

2 30-01-2015 Tn. A 32 11/06 I P Defaulter (-)

3 19-02-2015 Tn. S 18 04/02 I P Pindahan 2(+)

4 24-02-2015 Tn. Sn 64 05/01 I P Baru (-)

5 04-03-2015 Ny. S 21 04/06 I P Baru (-)

6 10-03-2015 Tn. M 20 11/02 I P Baru 2(+)

7 17-03-2015 An. A 5 12/02 Anak P Pindahan

41

Page 42: mini tb

8 25-01-2015 An. A 1 10/01 Anak P Pindahan

9 28-02-2015 An. R 14 03/04 Anak P Baru

10 31-03-2015Tn.

MS23 09/06

I P Baru 3(+)

Dari table di atas dapat dilihat bahwa prevalensi TB paru pada Triwulan pertama

tahun 2015 lebih tinggi dibandingkan Triwulan sebelumnya, dengan jumlah kasus TB BTA

positif sebanyak 4 pasien dari 10 tersangka yang diperiksa dahak. Sdangkan sebaran pasien

tertinggi terdapat di RW02, dan terendah di RW05.

Tabel 4.18. Kasus TB April-Mei tahun 2015 berdasarkan Daftar Suspek (TB.06), Kelurahan

Rambutan

No. Tanggal

didaftar

Nama suspek Umur Alamat

(RT/RW)

Hasil Pemeriksaan

L P

1 01-04-2015 Tn. AF 28 06/02

2 01-04-2015 Ny. D 50 12/01 3(-)

3 02-04-2015 Tn. I 22 13/03 3(-)

4 06-04-2015 Ny. Z 31 12/01

5 08-04-2015 Ny. S 20 12/02 3(-)

6 08-04-2015 Ny. Y 54 16/06

7 13-04-2015 Ny. N 61 02/03

8 13-04-2015 Ny. S 49 04/02 2(+)

9 15-04-2015 Tn. S 47 02/05

10 16-04-2015 Tn. T 64 10/03 3(-)

11 17-04-2015 Tn. F 49 05/01 3(-)

12 17-04-2015 Tn. A 20 16/06

13 27-04-2015 Tn. I 41 05/01

14 13-05-2015 Tn. S 49 09/01

15 18-05-2015 Tn. R 18 04/04 3(-)

16 20-05-2015 Ny. F 18 04/03

17 21-05-2015 Tn. MH 65 07/06

18 21-05-2015 Tn. H 26 05/02 3(-)

19 26-05-2015 Tn. F 22 05/04 3(-)

20 26-05-2015 Ny. H 46 03/02

21 27-05-2015 Tn. H 35 10/02 3(-)

42

Page 43: mini tb

22 27-05-2015 Tn. Z 35 08/04

23 27-05-2015 Tn. O 19 08/01

24 28-05-2015 Ny. N 72 12/03

BAB V

DISKUSI

Pengembangan program pengendalian penyakit TB dengan strategi DOTS (Directly

Observed Treatment, Shortcourse Chemotherapy) sampai tahun 2008 telah dilaksanakan di

seluruh Kabupaten/Kota, pelaksanaan program penyakit TB sampai tahun 2008 telah dapat

menurunkan insiden kasus menular dari 130/100.000 penduduk menjadi 104/100.000

penduduk.

Sistem pencatatan, pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen

untuk menilai keberhasilan pelaksanaan dalam program DOTS. Sedangkan untuk menilai

keberhasilan program penanggulangan TB tersebut digunakan beberapa indikator, 2 indikator

terpenting adalah angka penemuan pasien baru TB BTA positif (CDR) dan angka

keberhasilan pengobatan. Target program penanggulangan TB di Indonesia adalah

tercapainya penemuan pasien baru TB BTA positif paling sedikit 70% dari perkiraan dan

menyembuhkan 85% dari semua pasien tersebut serta mempertahankanya. Selain itu angka

default tidak boleh lebih dari 10% dari keseluruhan penderita.

Berdasarkan laporan TB Puskesmas Kelurahan Rambutan tahun 2014, didapatkan

angka penemuan pasien baru TB BTA positif (Case Detection Rate = CDR) sebesar 29,2 %.

Sementara itu angka kesembuhan 78%, Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate =

SR) sebesar 80%, dan angka default sebesar 16.3%. Hasil tersebut menunjukkan cakupan

penemuan kasus baru BTA positif dan pasien TB yang tidak sembuh atau tidak menjalani

pengobatan lengkap di wilayah Kelurahan Rambutan pada tahun 2014 masih jauh dari target

yang ditetapkan. Hal ini dikhawatirkan akan berdampak pada semakin sulitnya

mengendalikan kasus TB, karena pengobatan kasus TB merupakan salah satu strategi utama

dalam pengendalian TB karena dapat memutuskan rantai penularan.

43

Page 44: mini tb

Menurut Leavell (1953), terdapat lima tahapan dalam pencegahan penyakit menular,

yaitu promosi kesehatan, proteksi khusus, diagnosis dini dan pengobatan yang cepat,

pembatasan disabilitas, dan rehabilitasi.Berkaitan dengan upaya penurunan angka kasus baru

TB di Indonesia, maka tahapan ke-3, yakni diagnosis dini sangat penting guna memutuskan

rantai penularan dari penderita ke orang yang sehat.

Diagnosis dini erat kaitannya dengan strategi penemuan pasien TB yang dilakukan

setiap UPK. Dengan demikian akan berpengaruh juga terhadap angka CDR. Berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara dengan koordinator program P2TB di Puskesmas

Kelurahan Rambutan, strategi penemuan pasien TB telah dilakukan melalui berbagai hal.

Misalnya dokter melakukan pemeriksaan mikroskopis dahak SPS terhadap setiap pasien yang

memiliki gejala klinis batuk berdahak selama 2-3 minggu atau gejala lainnya yang dicurigai

menderita TB paru. Upaya pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama mereka yang

BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang menunjukan gejala sama sulit

dilakukan, dikarenakan banyaknya keluarga pasien TB yang menolak melakukan

pemeriksaan dahak tersebut.

Sulitnya melakukan deteksi dini kepada masyarakat yang kontak dengan penderita TB

dan tingginya angka default ini erat kaitannya dengan perilaku kesehatan. Menurut Lawrence

Green, ada tiga faktor yang memberi kontribusi seseorang melakukan tindakan atau perilaku

yaitu faktor predisposisi, misalnya pengetahuan setiap indivudu, tingkat pendidikan, tingkat

sosial ekonomi, dan sebagainya. Faktor pendukung mencakup ketersediaan sarana dan

prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat misalnya jarak puskesmas, ketersediaan

sumber daya, keterjangkauan sumber daya, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan lain

seperti rumah sakit, poliklinik swasta, dan lain-lain. Faktor penguat meliputi faktor sikap dan

perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas

termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga dukungan dari keluarga.

Faktor –faktor predisposisi yang mempengaruhi rendahnya cakupan penemuan kasus

baru BTA positif dan angka keberhasilan pengobatan di puskesmas Kelurahan Rambutan

mungkin disebabkan oleh karena kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai penyakit TB.

Pengetahuan penderita TB Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara

pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku sebagai orang sakit dan akhinya

berakibat menjadi sumber penular bagi orang di sekelilingnya. Selain itu rendahnya tingkat

pendidikan, dan pekerjaan masyarakat juga samgat berpengaruh.

Tingkat pendidikan formal akan berpengaruh terhadap cara berpikir seseorang

terhadap dirinya sendiri dan terhadap lingkungan. Hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat

44

Page 45: mini tb

kesadaran kesehatan terhadap diri sendiri dan keluarganya. Pada Kelurahan Rambutan tingkat

pendidikan penduduknya masih banyak yang rendah. Semakin rendah tingkat pendidikan

penduduk, maka semakin rendah tingkat kesadaran dan kepedulian akan kesehatan pada diri

sendiri, keluarga, maupun orang-orang disekitarnya. Dalam hal ini contohnya adalah

kerutinan pasien TB untuk terus melakukan pengobatan hingga tuntas atau sesuai insruksi

petugas kesehatan dan kesediaan keluarga pasien untuk melakukan screening pemeriksaan

dahak.

Berdasarkan data yang ada, banyak penduduk Kelurahan Rambutan bermata

pencaharian sebagai buruh dan pedagang. Faktor pekerjaan ini berpengaruh terhadap status

social ekonomi keluarga. WHO tahun 2007 menyebutkan 90% penderita TB di dunia

menyerang kelompok sosial ekonomi lemah. Berdasarkan pengamatan dan wawancara

peneliti terhadap koordinator program TB Puskesmas Rambutan, jenis pekerjaan, lokasi

Kelurahan Rambutan yang dekat dengan Pasar Induk menyebabkan mobilitas penduduk di

Kelurahan Rambutan cukup tinggi sehingga sulit melakukan promosi kesehatan dan

pemantauan terhadap pasien-pasien TB. Masyarakat juga lebih sulit mendapatkan informasi

dan sulit meluangkan waktu untuk datang ke fasilitas kesehatan karena kesibukan mereka

dalam bekerja. Sosial ekonomi yang rendah juga dapat berpengaruh pada kepadatan hunian

yang tinggi dan buruknya lingkungan, selain itu masalah kurang gizi dan perilaku rendahnya

perilaku PHBS. Sebagai contoh pada tahun 2014, di Kelurahan Rambutan tercatat prevalensi

TB tertinggi terdapat di wilayah RW01, yakni sebanyak 17 orang. Angka ini sejalan dengan

data PHBS bahwa warga di RW01 memiliki angka PHBS paling rendah dibandingnkan

dengan RW lainnya.

Selain faktor predisposisi , terdapat pula faktor pendukung. Faktor pendukung

mencakup telah tersedianya tenaga kesehatan (dokter, perawat, dan bidan) juga koordinator

program TB yang kompeten untuk mendeteksi penderita TB paru. Namun di Puskesmas

Rambutan belum tersedia laboratorium untuk pemeriksaan dahak, sehingga pasien

memeriksakan dahaknya di prasarana kesehatan lain. Luasnya wilayah Kelurahan Rambutan,

dan kondisi Ibu Kota yang macet banyak menyebabkan penduduk merasa kesulitan sehingga

malas datang untuk berobat ke Puskesmas. Namun, untuk memastikannya harus dilakuakn

penelitian lebih lanjut. Faktor pendukung lainnya adalah kurangnya promosi kesehatan

seperti penyuluhan, poster, atau leaflet mengenai penyakit TB sehingga masyarakat kurang

mendapatkan informasi mngenai penyakit ini.

Selain faktor predisposisi dan faktor pendukung, terdapat pula faktor penguat yaitu

salah satunya adalah keluarga. Jika ada dukungan dari keluarga seperti dari suami, istri, atau

45

Page 46: mini tb

orang tua yang mengingatkan seseorang untuk segera berobat ke Puskesmas jika sakit, maka

kemungkinan besar orang yang sakit ini akan datang berobat ke Puskesmas. Begitu pula

dengan pentingnya keluarga atau orang terdekat sebagai PMO (Pengawas Minum Obat),

sangat diperlukan seorang penderita TB paru tetap rutin minum obat dan terus melanjutan

pengobatannya hingga tuntas. Tokoh agama dan tokoh masyarakat juga dapat turut serta

membantu penanggulangan TB, misalnya setiap Ketua RT dari pasien TB turut memantau

kelangsungan pengobatan pasien tersebut atau mobilitas penduduk sehingga meningkatkan

angka keberhasilan pengobatan dan mengurangi angka default.

Dalam upaya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit TB,

peneliti melakukan beberapa intervensi kepada masnyarakat. Dalam hal ini yaitu penyuluhan,

konseling, dan penyebaran leaflet. Konseling dilakukan kepada setiap pasien TB dan atau

keluarganya yang datang ke Puskesmas Rambutan untuk mengambil obat juga kepada pasien

yang berdasarkan keluhan klinis dicurigai menderita TB paru sejak akhir bulan Maret hingga

Mei 2015. Konseling ini dimaksudkan agar tersangka TB mau memeriksakan dahaknya dan

melakukan pengobatan jika hasil pemeriksaan dahak positif. Kepada pasien TB agar terus

melanjutkan pengobatan sesuai instruksi petugas kesehatan, mencegah penularan ke orang

sekitar dengan menggunakan masker jika batuk atau bersin, tidak meludah sembarangan, dan

juga agar menganjurkan orang disekitarnya untuk segera memeriksakan diri ke puskesmas

jika memiliki gejala-gejala TB seperti batuk.

Penyuluhan dilakukan di setiap RW Kelurahan Rambutan, yakni pada tanggal 8 Mei

2015 di RW 01 dan 03, tanggal 15 Mei 2015 di RW 02, 05, dan 06, serta di RW 04 pada

tanggal 22 Mei 2015. Pelaksanaan dilakukan kepada kader-kader PSN dengan jumlah peserta

sekitar 12-30 orang. Selai itu juga dilakukan penyuluhan kepada pasien-pasien di Puskesmas

Rambutan pada tanggal 1 Juni 2015 dengan jumlah peserta sebanyak 17 orang. Penyuluhan

yang diberikan yakni mengenai gambaran penyakit TB, tanda dan gejala, bagaimana

penularan penyakit, bagaimana pengobatan penyakit, efeknya apabila seorang pasien TB

tidak melakukan pengobatan hingga tuntas, dan yang tidak kalah pentingnya adalah

bagaimana mencegah agar hidup kita terbebas dari infeksi TB paru. Penyakit TB ini dapat

dicegah dengan berbagai cara yaitu dengan hidup sehat (makan makanan bergizi, istirahat

cukup, olah raga teratur, hindari rokok, alkohol, obat bius dan hindari stres), bila batuk mulut

ditutup, jangan meludah di sembarang tempat serta menerapkan strategi DOTS (Directly

Observed Treatment, Shortcourse).

Selain itu, pada setiap penyuluhan dan konseling yang dilakukan, peneliti membagikan

leaflet mengenai TB paru dengan maksud agar lebih banyak penduduk yang dapat

46

Page 47: mini tb

mendapatkan informasi mengenai penyakit TB. Leaflet ini berisi tentang hal – hal yang telah

disampaikan dalam penyuluhan dan konseling.

Setelah melakukan intervensi, seharusnya peneliti melakukan evaluasi hasil

intervensi. Peningkatan CDR dapat dilihat dalam waktu satu tahun. Evaluasi juga dapat

dilakukan dengan melihat data pada buku Register TB (TB.03) Triwulan ke-II, untuk melihat

keberhasilan dan kepatuhan pengobatan pasien pada Triwulan pertama, juga konversi pasien

TB dengan BTA positif. Namun peneliti menemukan kendala yakni adanya keterbatasan

waktu dalam melakukan penelitian dimana waktu penelitian yang terlalu singkat, tidak

sampai akhir bulan Juni (akhir Trimester ke-II) sehingga evaluasi sulit dilakukan.

Karena keterbatasan waktu tersebut, evaluasi yang dilakukan hanya mencakup data

pada Daftar Tersangka Penderita (Suspek) Yang Diperiksa Dahak SPS (TB.06). Dalam hal

ini peneliti membandingkan data pada Triwulan I 2015 dengan bulan April-Mei 2015 yang

tercatat pada TB.06 Puskesmas Rambutan.Dari data tersebut dapat ditentukan angka

penjaringan suspek dan proporsi pasien BTA (+) diantara suspek. Didapatkan angka

penjaringan suspek pada Triwulan I 2015 sebesar 25 dari 100000 penduduk, sedangkan pada

bulan April-Mei 2015 didapat 59 dari 100000 penduduk. Sedangkan Proporsi pasien BTA

positif diantara suspek pada Triwulan I 2015 didapatkan 40%, sedangkan pada bulan April-

Mei 2015 sebesar 10%. Angka Proporsi Pasien TB BTA (+) Diantara Suspek sebaiknya

sekita 5-15%.Dapat disimpulakn bahwa telah terjadi peningkatan dalam upaya penemuan

pasien TB di wilayah kerja Puskesmas Rambutan. Sedangkan Proporsi Pasien TB BTA (+)

Diantara Suspek yang diperiksa pada bulan Triwulan I terlalu besar (>15%), hal ini dapat

dikeranakan penjaringan suspek terlalu ketat, atau ada masalah dalam pemeriksaan

laboratorium (positif palsu). Selain itu didapatkan banyak pasien yang telah diberikan rujukan

untuk periksa dahak, namun tidak kembali untuk melaporkan hasil pemeriksaan dahaknya.

47

Page 48: mini tb

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Cakupan penemuan kasus baru BTA positif yang digambarkan melalui angka case

detection ratedi Kelurahan Rambutan pada tahun 2014 belum memenuhi target, yakni

sebesar 29,2 %.

Angka keberhasilan pengobatan dan angka kesembuhan TB paru masih rendah, yakni

sebesar 80% dan 78,9%. Angka default cukup tinggi, yakni sebesar 16.3%.

Mengingat apa yang telah disebutkan di tinjauan pustaka mengenai target program

pemerintah dalam penganggulangan TB Nasional, maka wilayah kerja Puskesmas

Kelurahan Rambutan belum memenuhi target.

Pengetahuan masyarakat yang kurang mengenai penyakit TB paru sangat berpengaruh

terhadap rendahnya angka CDR dan angka keberhasilan pengobatan.

Faktor lain yang mendukung yaitu banyaknya warga Kelurahan Rambutan dengan

tingkat pendidikan dan sosial ekonomi rendah, juga tingginya kepadatan penduduk

serta mobilitas penduduk.

Peran penting tenaga kesehatan dalammelakukan promosi kesehatan di masyarakat

sangat dibutuhkan untuk membantumeningkatkan pengetahuan khususnya mengenai

penyakit TB.

6.2 Saran

Penyuluhan mengenai penyakit TB sebaiknya dilakukan terus menerus secara berkala.

Dapat dibuat jadwal rutin untuk penyuluhan TB dengan melibatkan tenaga kesehatan

serta tokoh masyarakat.

Sosialisasi tentang penyakit TB paru melalui media yang lebih beragam, misalnya

dalam bentuk poster dan pamflet.

48

Page 49: mini tb

Menjalin hubungan baik antara tenaga kesehatan, kader dan ketua RT agar dapat turut

membantu pemantauan pasien TB di lingkungannya.

Menyediakan blanko pernyataan persetujuan pengobatan TBdengan mengetahui

ketua RT dan RW setempat pada awal pengobatannya.

Melakukan dan membuat jadwal kunjungan rumah terhadap pasien TB, khususnya

pasien default.

Petugas kesehatan agar melakukan pencatatan pasien TB secara lebih teliti dan

maksimal.

Petugas kesehatan agar lebih proaktif menghubungi pasien-pasien suspek TB yang

tidak kembali utuk memberikan hasil pemeriksaan dahaknya.

Penelitian selanjutnya dilakukan dalam waktu yang lebihpanjang.

49

Page 50: mini tb

DAFTAR PUSTAKA

1. Pusat Komunikasi Publik Depkes RI. 2011. TBCMasalah Kesehatan Dunia.

Available: http://www.depkes.go.id/article/view/1444/tbc-masalah-kesehatan-

dunia.html (Akses: 23 April 2015)

2. WHO. Global Tuberculosis Control WHO Repost. 2011:1-111

3. Manaf A, Pranoto A, dkk. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2.

Cetakan pertama. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta 2007.

4. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan

Dokter Paru Indonesia, Jakarta 2002.

5. Daniel TM. Tuberculosis. In: Isselbacher, et al (Eds). Horrison’s Principles of

internal Medicine. Vol 1.13rd ed. 2004. 710-717

6. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid

3. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2009.

7. Amrullah A. 2011. Faktor-Faktor Resiko Tuberkulosis (TB Paru - TBC). Available :

http://blogkesmas.blogspot.com/2011/05/faktor-faktor-resiko-tuberkulosis-

tb.html(Akses : 10 Mei 2015)

8. Nawas MA. Pemeriksaan sputum BTA pada diagnostik tuberculosis paru. J Respir

Indo 2003;23:16

9. World Health Organization. Treatment of Tuberculosis. Guidelines for National

Programmes 3rd ed. Geneva: WHO, 2003.

10. Kementrian Dalam Negeri. Profil Provinsi DKI Jakarta. Diakses dari:

http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/provinsi/detail/31/dki-jakarta.pada

tanggal: 9 Mei 2015.

11. Jakarta.go.id. Peta Wilayah Jakarta Timur. Diakses dari: www.jakarta.go.id. Pada

tanggal: 9 Mei 2015.

50

Page 51: mini tb

12. Wikipedia.Ciracas, Jakarta Timur. Diakses dari:

http://id.wikipedia.org/wiki/Ciracas,_Jakarta_Timur. Pada tanggal: 9 Mei 2015.

13. Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Laporan Tahunan Kelurahan Rambutan.

2013.

14. Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Kelurahan Rambutan. April 2015.

15. Laporan Tahunan Puskesmas Rambutan. 2014.

LAMPIRAN

51