1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan keilmuan geologi berkembang semakin pesat seiring dengan berkembangnya zaman dan peradaban manusia. Hal ini ditunjang dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dalam bidang geologi misalnya penggunaan software, peralatan digital portable, dan masih banyak lagi. Demikian pula dalam cabang ilmu Petrologi yang membahas mengenai proses terbentukknya batuan. Penggunaan teknologi dirasa seperti dua sisi mata uang, dapat membantu atau bahkan menurunkan kepekaan kita sebagai geologiawan. Batuan tersusun atas berbagai mineral pembentuk yang perlu untuk diketahui sifat, karakteristik, dan kenampakan khusus baik secara megaskopis maupun mikroskopis agar kita mampu menentukan jenis batuan dan pemanfaatannya. Penentuan mineralogy pembentuk batuan secara manual baik pengamatan hand specimen maupun mikroskopis dirasa perlu dilakukan agar kita mengetahui karakteristik dari masing-masing mineral secara utuh. Apabila kita terlena menggunakan teknologi tanpa kita mengetahui sifat-sifat khas dari mineral tersebut, maka akan sangat fatal sebagai seorang geologiawan melakukan hal tersebut. Oleh karena itu penulis membuat makalah ini untuk mengetahui sifat dan karakteristik dari mineral pembentuk batuan terutama Muskovit. 2.1 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, muncul persoalan yaitu, 1. Apakah karakteristik mineral Muskovit baik secara makroskopis maupun mikroskopis? 2. Bagaimanakah proses genesa mineral Muskovit ? 3. Bagaimanakah pemanfaatan mineral Muskovit dalam kehidupan manusia?
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan keilmuan geologi berkembang semakin pesat seiring dengan
berkembangnya zaman dan peradaban manusia. Hal ini ditunjang dengan semakin
pesatnya perkembangan teknologi dalam bidang geologi misalnya penggunaan software,
peralatan digital portable, dan masih banyak lagi.
Demikian pula dalam cabang ilmu Petrologi yang membahas mengenai proses
terbentukknya batuan. Penggunaan teknologi dirasa seperti dua sisi mata uang, dapat
membantu atau bahkan menurunkan kepekaan kita sebagai geologiawan. Batuan tersusun
atas berbagai mineral pembentuk yang perlu untuk diketahui sifat, karakteristik, dan
kenampakan khusus baik secara megaskopis maupun mikroskopis agar kita mampu
menentukan jenis batuan dan pemanfaatannya.
Penentuan mineralogy pembentuk batuan secara manual baik pengamatan hand
specimen maupun mikroskopis dirasa perlu dilakukan agar kita mengetahui karakteristik
dari masing-masing mineral secara utuh. Apabila kita terlena menggunakan teknologi
tanpa kita mengetahui sifat-sifat khas dari mineral tersebut, maka akan sangat fatal sebagai
seorang geologiawan melakukan hal tersebut. Oleh karena itu penulis membuat makalah
ini untuk mengetahui sifat dan karakteristik dari mineral pembentuk batuan terutama
Muskovit.
2.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, muncul persoalan
yaitu,
1. Apakah karakteristik mineral Muskovit baik secara makroskopis maupun
mikroskopis?
2. Bagaimanakah proses genesa mineral Muskovit ?
3. Bagaimanakah pemanfaatan mineral Muskovit dalam kehidupan manusia?
2
3.1 Ruang Lingkup Kajian
Kajian yang akan dibahas untuk menjawab rumusan masalah pada makalah ini
melingkupi penjelasan mengenai pengamatan muskovit secara mikroskopis maupun
makroskopis untuk menentukan karakteristik dan sifat mineral Muskovit sebagai mineral
pembentuk batuan.
4.1 Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan makalah ini antara lain :
1. Mengetahui karakteristik mineral Muskovit secara makroskopis maupun
mikroskopis
2. Mengetahui proses genesa mineral Muskovit
3. Mengetahui pemanfaatan mineral Muskovit dalam kehidupan manusia.
5.1 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan untuk menyusun makalah ini adalah
metode studi literatur dan penelitian. Metode studi literatur, yaitu pengumpulan data yang
diperoleh dari berbagai sumber tertulis yang diperoleh dari internet, jurnal geologi, dan
buku-buku geologi yang saling menunjang satu sama lainnya. Sedangkan metode
penelitian, yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui pengamatan di laboratorium
untuk mengamati mineral secara makroskopis (hand specimen) dan mikroskopis dengan
menggunakan mikroskop polarisasi. Sehingga penulisan makalah ini bersifat deskriptif
analitis dengan pendekatan empiris dan rasional.
6.1 Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini terbagi menjadi empat bab dengan pembahasan seperti berikut :
BAB I Bab ini menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, ruang lingkup
kajian, tujuan, metode pengumpulan data, dan sistematika pembahasan.
BAB II Bab ini memaparkan dasar teori mengenai genesa mineral, identifikasi minera
secara makroskopis dan identifikasi mineral secara mikroskopis.
BAB III Bab ini menjelaskan pengamatan makroskopis muskovit, pengamatan
mikroskopis muskovit, keterdapatan muskovit, paragenesa muskovit pada
batuan beku, dan pemanfaatan muskovit
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Genesa Mineral
Secara umum genesa mineral atau tempat pembentukan mineral menentukan karakteristik
dari suatu mineral yaitu bentuk, sifat, dan kimia dari kristal mineral itu sendiri. Secara umum
terdapat tiga macam lingkungan genesa mineral yaitu lingkungan magmatik, lingkungan
sedimen dan lingkungan metamorfik.
A. Lingkungan Magmatik
Lingkungan magmatik adalah lingkungan tempat mineral terbentuk yang
berhubungan dengan aktivitas magma yang memiliki suhu dan teknan cukup tinggi.
Batuan hasil pembekuan magma disebut dengan batuan beku yang menempati hampir
95% dari kerak bumi namun sering tak terlihat karena tertutup oleh batuan sedimen
dan metamorf.
B. Lingkungan Sedimen
Proses-proses sedimentasi mampu menghasilkan endapan-endapan mineral
seperti mangan, besi, tembaga, batubara, karbonat, tanah lempung, belerang. Selain itu
proses sedimentasi mampu mengendapkan mineral yang terjadi akibat penguapan
(evaporasi). Proses ini terjadi secara maksimum pada daerah yang beriklim panas dan
kering. Contoh dari mineral pada daerah evaporasi adalah halit yang berasal dari
penguapan air laut. Sedangkan penguapan daerah lagun atau rawa-rawa meenghasilkan
mineral anhidrit atau gypsum.
C. Lingkungan Metamorfik
Lingkungan metamorf mampu mengubah batuan yang telah ada sebelumnya
yang memiliki lingkungan pembentukan awal sama sekali berbeda. Mineral-mineral
meiliki batas-batas kestabilan baik itu secara struktur, tekstur, dan komposisi. Apabila
mineral-mineral dalam batuan tersebut berada pada daerah dengan tekanan dan
temperatut yang lebih tinggi daripada permukaan, batas kestabilan mineral dapat
terlampaui, terjadilah penyesuaian mekanis dan kimiawi dan terjadilah pembentukan
mineral-mineral baru yang stabil.
2.2 Identifikasi Mineral Secara Makroskopis
Setiap mineral memiliki sifat-sifat fisik yang dapat digunakan untuk menentukan jenis
mineral. Sifat-sifat fisik yang umum diamati antara lain adalah warna, transparansi, kilap, gores,
perawakan, kekerasan, belahan, densitas, sifat kemagnetan dan hantara listrik.
1. Transparansi, adalah kemampuan suatu sinar untuk dapat melalui atau menembus
kristal. Transparansi terbagi menjadi tiga yaitu transparan, translucent, dan opak
Gambar 2.1 Transparansi pada mineral ( Pellant, 1922)
2. Warna,adalah kenampakan yang disebabkan karena adanya absorbs atau refraksi sinar
pada panjang gelombang tertentu. Keberagaman warna pada suatu mineral juga
bergantung dari adanya komponen atau atom asing pada mineral tersebut.
3. Kilap, adalah kenampakan umum pada permukaan mineral pada sinar pantul. Kilap
tebagi menjadi kilap logam dan kilap non logam. Pada umumnya mineral berkilap non-
logam berwarna lebih terang, tembus, cahaya (pada sayatan tipis). Sedangkan mineral
berkilap logam biasanya menunjukan kenampakan opak, bahkan pada sayatan tipis.
Gambar 2.1 Kilap pada mineral ( Pellant, 1922)
4. Gores, adalah warna dari serbuk mineral ketika digores denga menggunakan
permukaan porselen. Gores dari suatu mineral relative lebih konsisten disbanding
dengan warnanya.
Gambar 2.1 Gores pada mineral ( Pellant, 1922)
5. Perawakan (habbit), adalah penggambaran bentuk kristal (prismatik, granular, tabular,
dll). Selain itu perawakan kristal berkaitan dengan kristal tunggal atau kumpulan
kristal.
Gambar 2.1 Sistem Kristal pada mineral ( Pellant, 1922)
Gambar 2.1 Perawakan pada mineral ( Pellant, 1922)
6. Kekerasan, adalah ketahanan permukaan kristal terhadap goresan atau kikisan.
Kekerasan suatu mineral berkaitan dengan komposisi kimia dari mineral tersebut.
Kekerasan suatu mineral dinyatakan secara relative dengan skala Mohs (1-10).
Gambar 2.1 Skala Kekerasan Mohs pada mineral ( Pellant, 1922)
7. Belahan, adalah kemampuan suatu mineral untuk membelah melalui bidang datar.
Belahan terletak pada bagian mineral dengan struktur ikatan atom penyusun yang
terlemah Bidang belah biasanya dinyatakan dengan sempurna, tidak sempurna, halus,
distinct, ataupun tidak sempurna.
8. Pecahan, beberapa mineral akan membelah selain pada bidang belahnya. Kenampakan
ini dikenal dengan pecahan. Contoh dari pecahan adalah choncoidal dan blocky.
9. Specific Gravity, ditentukan dari komposisi mineral. Specific gravity diukur dengan
membandingkan masa dari mineral dengan keseluruhan volume dari air.
Gambar 2.1 Contoh Specific Gravity pada mineral ( Pellant, 1922)
2.2 Identifikasi Mineral Secara Mikroskopis
Pengamatan secara makroskopis kadang memerlukan identifikasi lebih lanjut untuk
mengetahui sifat-sifat optis dari suatu mineral dalam sayatan tipis. Pengamatan mineral dalam
sayatan tipis dilakukan melalui dua pengamatan yaitu secara ortosopi dan konoskopi.
Pengamatan ortoskopi adalah pengamatan seolah-olah kita mengamati mineral pada bidang
datar sedangkan pengamatan konoskopi adalah pengamatan seolah-olah kita mengamati bagian
dalam dari mineral. Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai pengamatan sayatan tipis
secara ortoskopi.
Gambar 2.10 Pengamatan Ortoskopik dan Konoskopik tipis ( Modul Praktikum Mineral Optik dan Petrografi
ITB, 2014)
2.2.1 Pengamatan ortoskipik nikol sejajar
A. Bentuk dan Belahan Mineral
Bentuk mineral dalam sayatan tipis adalah tergantung dari sumbu manakah kita
menyayatnya. Bentuk-bentuk mineral antara lain adalah prismatik panjang,
prismatikpendek, heksagonal, granular, menjarum, berserabut, ataupun radial.
Kesempurnaan bentuk kristal dapat dibedakan menjadi euhedral, subhedral, dan
anhedral. Euhedral apabila dibatasi oleh bidang-bidang kristal iru sendiri. Subhedral
bila sebagian dibatasi oleh bidang-bidang kristal itu sendiri, dan Anhedral bila
kristal tidak dibatasi oleh bidang-bidangnya.
Belahan dikontrol oleh struktur atom yang menunjukkan kecenderungan mineral
untuk membelah pada arah tertentu. Dalam sayatan tipis belahan dinyatakan dengan
belahan 1 arah, 2 arah, dst.
Gambar 2.10 Penggambaran Euhedral, Subhedral, dan Anhedral dalam sayatan tipis ( Modul Praktikum
Mineral Optik dan Petrografi ITB, 2014)
B. Warna
Hampir sama seperti pengamatan makroskopis warna menunjukan absorbs yang
melintasi kristal pada panjang gelombang tertentu. Yang membedakan adalah warna
yang kita lihat pada handspesimen belum tentu menunjukan warna yang sama pada
sayatan tipis.
Gambar 2.10 Kenampakan Warna Olivin dalam nikol sejajar dan nikol bersilang ( MacKenzie, 1988)
C. Pleokroisme
Pleokroisme adalah gejala pada mineral yang menunjukan perubahan warna
ketika meja preparat diputar akibat adanya perbedaan daya absorbs dari sumbu-
sumbu kristal.
D. Indeks bias
Indeks bias merupakan suatu angka yang menunjukan perbandingan antara sinus
sudut dating dengan sinus sudut pantul. Metode yang biasa digunakan adalah
penentuan indeks bias relative dengan menggunakan metode Garis Becke. Apabila
jarak lensa objektif dan objek dijauhkan (diturunkan) maka Garis Becke akan
bergerak menuju media yang indeks biasnya lebih besar
Gambar 2.10 Metode penentuan indeks bias relative menggunakan Garis Becke ( Modul Praktikum Mineral
Optik dan Petrografi ITB, 2014)
E. Relief
Relief adalah kenampakan pada mineral yang timbul akibat adanya perbedaan
indeks bias mineral dengan sekitarnya. Makin besar perbedaan indeks bias, maka
relief akan semakin terlihat jelas (tinggi)
2.2.1 Pengamatan ortoskipik nikol bersilang
A. Bias Rangkap (Birefringence)
Bias rangkap adalah perbedaan indeks bias maksimum antara sinar ordiner dan
sinar ekstra ordiner. Bias rangkap kadang sukar untuk dijadikan penciri mineral
dikarenakan beberapa factor yang mempengaruhi suatu mineral, misalnya arah
potongan dari sayatan kita (memotong sumbu berbeda menghasilkan indeks bias
berbeda), ketebalan sayatan, dan jenis sinar yang masuk. Oleh karena itu, mineral
yang sama bisa sajamemiliki bias rangkap yang berbeda tergantung factor-faktor
tersebut.
Cara penentuan bias rangkap adalah meletakkan mineral dalam keadaan terang
maksimum, amati warna, lalu gunakan chart Michel-Levy untuk menentukan
besarnya indeks bias dan ordenya.
B. Orientasi
Orientasi dalam suatu pengamatan bertujuan untuk mengamati arah indikatriks
dalam suatu mineral. Pengamatan orientasi harus dilakukan dengan menggunakan
komparator, biasanya untuk pengamatan digunakan komparator gypsum 530nm.
Orientasi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu Length Fast Orientation dan
Length Slow Orientation.
Lengh Fast berarti sumbu panjang indikatriks hampir tegak lurus atau tegak
lurus dengan sumbu panjang indikatiks (ᵧ). Sedanhkan length slow artinya sumbu
panjang indikatriks sejajajr dengan sumbu panjang mineral (sumbu c).
Gambar 2.10 Kenampakan Length Slow dan Length Fast ( Modul Praktikum Mineral Optik dan Petrografi
ITB, 2014)
C. Pemadaman
Pemadaman terjadi apabila sumbu-sumbu indikatriks mineral sejajar atau tegak
lurus terhadap arah getar dari polarisator atau analisator. Pemadaman terbagi
menjadi tiga jenis yaitu pemadaman pararal, pemadaman miring, dan pemadaman
simetri.
Pemadaman pararel terjadi ketika sumbu panjang mineral (sumbu c) sejajar
dengan analisator atau polarisator. Pemadaman miring terjadi apabila sumbu
panjang mineral membentuk sudut terhadap analisator atau polarisator. Sedangkan
pemadaman simetri terjadi pada kristal rhombik dimana bentuk diagonal rhobik
sejajar polarisator atau analisator.
Gambar 2.10 Tabel interferensi warna menurut Michel-Levy
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
3.1 Pengamatan Makroskopis Muskovit
Pengamatan secara makroskopis dilakukan dengan mengamati sampel batuan yang telah
ada melalui pengamatan secara kasat mata sifat-sifat fisik yang ada pada mineral. Pengamatan
dilakukan di Laboratorium Petrografi Reservoir, Program Studi Teknik Geologi, Institut
Teknologi Bandung. Sampel batuan dengan kode sampel 5 adalah batuan Pegmatit yang kaya
akan komposisi lithium.
Gambar 3.1 Pegmatit kaya lithium
Plagioklas
K-Feldspar
Kuarsa
Muskovit
Nomer sampel : 5
Nama batuan : Pegmatit
Deskripsi Makroskopis:
Batuan pegmatite memiliki tekstur holokristalin, fanerik, porfiritik-inequigranular terdiri
atas mineral kuarsa (45%), plagioklas (20%), K-Feldspar (20%), dan muskovit (15%).
Mineralogi:
Kuarsa (45%) tidak berwarna dan ungu, kekerasan >5,5 ; prismatik, transparan-translusent, kilap
kaca, ukuran ……
Plagioklas (20%) putih buram, kekerasan>5,5 ; prismatic, kilap kaca, translusen
K-Feldspar (20%) warna merah muda, kekerasan >5,5, prismatik, kilap kaca, translusen