Top Banner
Bab 19 Fisiologi Respirasi dan Patosisiologi BRIAN P. KAVANAGH GORAN HEDENTIERNA Poin Utama: - Pembuangan CO 2 diatur oleh ventilasi alveolus, bukan oleh jumlah (menit) ventilasi. - Ventilasi ruang rugi (dead space) dapat ditingkatkan pada pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis dan emboli paru sampai lebih dari 80% menit ventilasi. - Bernafas dengan volum paru yang kecil meningkatkan hambatan udara dan menimbulkan penutupan jalan nafas. - Hipoksemia dapat disebabkan oleh hipoventilasi alveolus, gangguan difusi, ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, dan shunt kanan ke kiri (right-to- left shunt). - Hampir semua jenis anestesi mengurangi tonus otot rangka, yang menurunkan kapasitas residu fungsional (functional residual capacity [FRC]) sampai pada nilai yang mendekati volum residu (residual volume [RV]).
106

miller

Nov 20, 2015

Download

Documents

translate miller bab 19
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Bab 19Fisiologi Respirasi dan PatosisiologiBRIAN P. KAVANAGHGORAN HEDENTIERNAPoin Utama: Pembuangan CO2 diatur oleh ventilasi alveolus, bukan oleh jumlah (menit) ventilasi. Ventilasi ruang rugi (dead space) dapat ditingkatkan pada pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis dan emboli paru sampai lebih dari 80% menit ventilasi. Bernafas dengan volum paru yang kecil meningkatkan hambatan udara dan menimbulkan penutupan jalan nafas. Hipoksemia dapat disebabkan oleh hipoventilasi alveolus, gangguan difusi, ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, dan shunt kanan ke kiri (right-to-left shunt). Hampir semua jenis anestesi mengurangi tonus otot rangka, yang menurunkan kapasitas residu fungsional (functional residual capacity [FRC]) sampai pada nilai yang mendekati volum residu (residual volume [RV]). Atelektasis pada saat anestesi disebabkan oleh berkurangnya kapasitas residu fungsional dan tingginya penggunaan konsentrasi oksigen yang dihirup (FiO2), termasuk menghirup oksigen sebelum induksi anestesi. Anestesi umum menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (penutupan jalan nafas) dan atelektasis. Campuran vena disebabkan oleh ketidakseimbangan VA/Q (respon terhadap peningkatan Fio2) dan shunt (tidak respon terhadap peningkatan Fio2). Reaksi vasokontriksi pulmonal hipoksia dihambat oleh sebagian besar anestesi sehingga meningkatkan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi. Kerja pernafasan ditingkatkan selama anestesi sebagai konsekuensi dari penurunan pemenuhan respirasi dan peningkatan hambatan jalan nafas.FISIOLOGI RESPIRASI SELAMA ANESTESIFungsi respirasi tidak bisa terlepas dari praktik anestesi. Efek respirasi yang berkebalikan dapat terjadi selama anestesi, dan kasus paling serius melibatkan hipoksemi. Kejadian ini dapat berupa hipoksemia yang parah disebabkan oleh hilangnya patensi jalan nafas sampai pada depresi pernafasan post operasi akibat opioid atau anestesi regional. Bila tidak ada reaksi yang berkebalikan, anestesi umum memiliki efek yang signifikan pada fungsi respirasi dan fisiologi paru yang didapat dari observasi di ruang operasi. Perubahan fisiologi yang diinduksi anestesi (mekanisme bronkospasme, pengaruh ventilasi mekanik) serta perkembangan monitor (pulse oximetry dan kapnografi) dihubungkan dengan kemampuan kegawatdaruratan anestesi sebagai pemimpin dalam keselamatan pasien). Pada akhirnya, pengukuran yang terintegrasi untuk fungsi respirasi, kapasitas latihan, konsumsi O2 global, cenderung merupakan prediktor baik tidaknya hasil anestesi dan bedah.FISIOLOGI PARUSuatu mekanisme di mana disebabkan oleh gangguan respirasi yang berhubungan dengan anestesi dapat diketahui melalui pemeriksaan fungsi normal dan mekanisme pernafasan pada orang sehat. Kami secara singkat menjelaskan respirasi seluler di mana O2 dikonsumsi dan CO2 diproduksi, transport O2 dan CO2 dalam darah, dan prinsip bahwa paru mengoksigenasi darah dan membuang CO2. RESPIRASI DI SELTekanan parsial oksigen (PaO2) di darah arteri yang normal adalah 100 mmHg, dan berkurang dari 4 - 22 mmHg di mitokondria tempat dia dikonsumsi. Glukosa (C6H12O6) diubah menjadi piruvat (CH3COCOO-) dan H+ melalui glikolisis dalam sitoplasma. Piruvat berdifusi ke dalam mitokondria membentuk zat awal untuk siklus Krebs, yang nantinya menghasilkan nikotinamide adenine dinukleotida (NADH), adenosine trifosfat (ATP), CO2, dan H2O. NADH adalah donor elektron kunci (H+) dalam prosess fosforilasi oksidatif, di mana O2 dan ADP dikonsumsi dan ATP serta H2O diproduksi. Hasilnya adalah oksidasi glukosa untuk menghasilkan energi terutama ATP, H2O, dan CO2. TRANSPORT O2 DALAM DARAHO2 sampai di sel dengan mengikuti transport darah arteri, dan pengangkutan total O2 (delivery of O2/DO2) adalah produk darah arteri O2 (CaO2) dan aliran darah (cardiac output, Q) dengan:DO2 = CaO2 x QKandungan darah ada dalam 2 bentuk: O2 mengelilingi hemoglobin (bagian terbesar) dan O2 terlarut dalam plasma, dinyatakan sebagai jumlah komponen berikut ini:CaO2 = (SaO2 x Hb x kapasitas kombinasi O2 pada Hb ) + (kelarutan O2 x PaO2)Di mana CaO2 (kandungan O2) adalah milliliter O2 per 100 mL darah, SaO2 adalah fraksi hemoglobin (Hb) yang tersaturasi dengan O2, kapasitas kombinasi O2 pada Hb adalah 1,34 mL O2 per gram Hb, Hb adalah gram Hb per 100 mL darah, PaO2 adalah ketegangan O2 (O2 terlarut), dan kelarutan O2 dalam plasma adalah 0,003 mL O2 per 100 mL plasma untuk tiap 100 mmHg PaO2. Pengikatan O2 pada hemoglobin merupakan mekanisme yang kompleks. Penting memahami bagaimana keabnormalan alat transportasi O2 darah (seperti keracunan karbonmonoksida, methemoglobinemia) mempengaruhi ketegangan O2, kandungan, dan pengirimannya.Methemoglobin (MetHb), dibentuk melalui oksidasi Fe3+(ferric), dan bukan Fe2+ (ferrous) seperti biasa. MetHb kurang berikatan dengan O2, sehingga mengurangi kandungan O2 serta pengiriman O2 yang berkurang. Pada kasus ini, PaO2 (bila tidak terdapat penyakit paru) akan normal. Jika kandungan O2 dihitung dari PaO2 nilainya akan normal, namun bila diukur nilainya akan rendah. Sebaliknya, kadar MetHb akan naik. Pada kasus yang parah, asidosis laktat dapat terjadi karena gangguan pengiriman O2. Selain itu, karena MetHb berwarna biru kecoklatan, pasien akan tampak biru, bahkan jika kadar MetHb sedang dan oksimetri khusus dapat mengukur kadar MetHb secara terpisah. Sianosis yang terlihat tidak responsive pada pemberian O2 dan terapinya melibatkan perubahan (pengurangan) MetHb menjadi Hb (menggunakan metilen biru). Penyebab penting MetHb adalah benzokain, dapson, atau pada pasien yang rentan terhadap nitrat oksida (NO). Pada kasus keracunan CO, CO berikatan dengan Hb dengan kecendurangan yang jauh lebih besar (lebih dari 200 kali lipat) daripada dengan O2, membentuk ikatan CO-Hb yang kuat dan menghasilkan dua efek utama. Pertama, pembentukan CO-Hb mengurangi kandungan O2. Kedua, pembentukan CO-Hb menyebabkan perubahan pada molekul Hb sehingga kecenderungan melepaskan O2 berkurang. Efek ini berhubungan dengan pergeseran kurva disosiasi Hb-O2 ke kiri, dan meskipun ikatan CO tidak mengurangi kandungan O2 atau pengiriman O2 secara luas, ikatan CO mengurangi pelepasan O2 dan pengirimannya dalam sel. Karena warna CO-Hb mirip seperti warna O2-Hb, warna darah (dan pasien) merah terang, namun seiring dengan MetHb, PaO2 akan menjadi normal (tanpa penyakit paru) dengan perhitungan CaO2. Namun pengukuran CO2 akan menjadi rendah dan apabila berat, akan terjadi asidosis laktat. Alat canggih dapat membedakan Hb-O2 dan CO-Hb. Efek Bohr berhubungan dengan pergeseran disosiasi kurya yang disebabkan oleh perubahan CO2 atau pH. Pada kapiler sistemik, PCO2 lebih tinggi daripada dalam darah arteri (pH yang berhubungan lebih rendah) karena produksi CO2 setempat. Hal ini menyebabkan pergeseran kurva disosiasi ke kanan, yang meningkatkan pengurangan O2 ke jaringan. Hal sebaliknya terjadi pada kapiler paru; PaCO2 lebih rendah (pH yang berhubungan lebih tinggi) karena pembuangan CO2, dan kurva disosiasi bergeser ke kiri untuk memfasilitasi pengikatan O2 terhadap Hb. TRANSPORT CO2 DALAM DARAHCO2 dihasilkan melalui metabolisme dalam mitokondria, di mana kadar CO2nya tertinggi. Jalur transportasi (yang melibatkan penurunan gradient tekanan) adalah dari mitokondria melalui sitoplasma, ke dalam venula dan akhirnya darah vena campuran dibuang melalui alveolus. Dalam darah, CO2 dibawa dalam tiga bentuk utama: terlarut (PaCO2, tekanan parsial; 5%dari CO2 yang diangkut), ion bikarbonat (HCO3-; hampir 90%), dan CO2 karbamino (CO2 yang berdekatan dengan grup amino terminal pada molekul Hb, tepatnya 5%). Jumlah CO2 biasa dalam arteri dan vena (campuran) berturut-turut adalah 21,5 dan 23,3 mmol CO2 per liter darah.Menghirup O2 terkadang dapat menimbulkan hiperkapnea, seperti yang terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik yang menghirup O2 tambahan. Meskipun dulunya diperkirakan hal ini disebabkan oleh meningkatnya PaO2 yang mengurangi laju ventilasi, saat ini hal tersebut tidak lagi menjadi pertimbangan. Hiperkapnea disebabkan oleh efek Haldane, begitu juga dari gangguan vasokontriksi pulmonal hipoksia. Efek Haldane adalah perbedaan antara jumlah CO2 yang diangkut dalam darah beroksigenasi dan yang tidak beroksigenasi. Ada dua mekanisme menjelaskan hal ini. Pertama, peningkatan PaO2 mengurangi kemampuan membentuk senyawa karbamino-mengurangi jumlah CO2 yang berikatan dengan Hb- oleh karena itu meningkatkan jumlah CO2 terlarut (peningkatan PCO2). Kedua, asam amino histidin, yang memiliki grup imidazole yang merupakan buffer H+ yang efektif dalam fisiologi pH, adalah molekul penghubung yang penting antara gugus heme dan rantai Hb. Peningkatan tekanan parsial oksigen (PaO2) meningkatkan jumlah O2 yang berikatan dengan Hb. Hal ini mengubah molekul H, sehingga mengubah histidin yang terhubung dengan heme dan mengurangi kapasitas buffer H+. Oleh karena itu, semakin banyaknya H+ bebas lalu berikatan dengan HCO3-, sebankin banyak pelepasan CO2 yang tersimpan. Gagalnya vasokontriksi pulmonal hipoksia oleh peningkatan O2 menyebabkan peningkatan perfusi ke lokasi dengan ventilasi rendah. Hal ini menimbulkan turunnya perfusi (dan pengiriman O2) ke lokasi dengan ventilasi yang rendah, sehingga mengiringi efisiensi pembuangan CO2. Pasien dengan gangguan kemampuan dalam meningkatkan ventilasi alveolus (VA) tidak dapat mengkompensasi peningkatan CO2, oleh karena itu pada pasien ini, penambahan O2 tambahan dapat meningkatkan PaCO2.OKSIGENASI PARUDarah vena sistemik (darah vena sentral) memasuki ventrikel kanan melalui atrium kanan. Saturasi O2 (SO2) membedakan lapisan utama: SO2 vena yang lebih tinggi menunjukkan aliran darah yang lebih besar, pengambilan oksigen jaringan yang berkurang, atau keduanya. SO2 biasanya lebih tinggi di vena kava inferior daripada vena kava superior, kemungkinan karena aliran hepar dan ginjal yang tinggi yang berhubungan dengan penggunaan O2. Di ventrikel kanan, darah vena sentral (ScvO2) dari vena kava superior dan inferior, bercampur dengan darah vena tambahan dari sirkulasi koroner (melalui sinus koroner). Di ventrikel kanan, drainase vena dalam jumlah sedikit dari miokardium masuk lewat vena Thebesian, dan saat seluruh darah vena ini memasuki arteri pulmonalis maka disebut darah vena campuran (SvO2), sehingga SvO2 < ScvO2, meskipun masing-masing biasanya berbanding lurus.

VENTILASIVentilasi adalah pertukaran udara yang dihirup ke dalam paru dengan udara yang dikeluarkan dari paru. VENTILASI ALVEOLUSUdara segar memasuki paru melalui pernafasan pada laju dan kedalaman (volum tidal, VT) yang ditentukan oleh kebutuhan metabolisme, biasanya 7-8 L/menit. Saat sebagian besar udara yang diinspirasi mencapai alveoli, sebagian dari VT ( 100-150 mL) masih berada di saluran nafas dan tidak mengikuti pertukaran gas. Ruang rugi tersebut (VD) merupakan sepertiga dari tiap VT. VD anatomis adalah bagian dari VT yang berada di saluran nafas, dan VD fisiologis adalah bagian dari VD yang tidak mengikuti pertukaran gas. Untuk setiap volum tidal (VT, mL), persamaanya adalah:VT = VA + VDHasil VT (mL) dikalikan laju respirasi (per menit) adalah menit ventilasi (VE). Dijumlahkan dalam waktu, menit ventilasi (VE, mL/menit) adalah:VE = VA + f x VDBagian dari VE yang mencapai alveoli dan bronkiolus setiap menit dan ikut dalam pertukaran gas disebut ventilasi alveolar (VA), tepatnya 5 L/menit. Karena sama dengan aliran darah melewati paru (kardiak output, yang juga 5 L/menit), perbandingan ventilasi-perfusi alveolar seluruhnya adalah 1.VENTILASI RUANG RUGIMempertahankan PaCO2 adalah mempertahankan keseimbangan antara produksi CO2 (VCO2, menunjukkan aktivitas metabolik) dan ventilasi alveolar (VA). Jika VE konstan namun VD meningkat, VA akan berkurang, dan PaCO2 akan meningkat. Oleh karena itu, jika VD meningkat, VE juga harus meningkat untuk mencegah kenaikan PaCO2. Peningkatan pada VD terjadi ketika masker digunakan, dan pada beberapa kasus, penambahan VD disebut sebagai ruang rugi alat (dapat mencapai 300 mL; VD anatomis saluran nafas adalah 100-150 mL.

Gambar 19-1. Ruang rugi dan ventikasi alveolar pada paru yang normal dan pada penyakit paru. Baik aliran darah yang berhenti maupun ventilasi alveolar yang berlebihan dapat meningkatkan ruang rugi. Jika VD ditingkatkan, kompensasi yang meningkat dalam menit ventilasi dibutuhkan dalam menjaga VA. VD/VT, rasio ruang rugi terhadap volum tidal; VA, ventilasi alveolar; VE, menit ventilasi. VE = VA + f VD. Panah dobel menunjukkan pertukaran CO2 yang normal. COPD, Chronic obstructive pulmonary.Peningkatan volum dalam saluran nafas (misal bronkiektasis) meningkatkan sedikit nilai VD secara keseluruhan. Peningkatan yang lebih signifikan terjadi ketika perfusi terhadap alveoli yang terventilasi dalam jumlah besar terganggu, seperti yang terjadi emboli paru. Pada emboli paru multiple, VD/VT dapat melebihi 0,8 (2,7 kali lipat dari normal). Pada kasus seperti itu, untuk mempertahankan VA normal (5 L/menit), VE juga harus meningkat (2,7 kali lipat) sampai hampir 20 L/menit. Hal ini menyebabkan sesak nafas, selain sesak nafas yang disebabkan menurunnya PaO2.Penyakit paru obstruksi dapat mengalihkan udara yang diinspirasi menuju ke bagian paru yang terventilasi (non obstruksi) namun dengan perfusi yang buruk. Hal ini menyebabkan penimbunan ventilasi lokal (rasio VA/VQ yang tinggi), yang ekuivalen dengan peningkatan VD/VT. Pasien dengan penyakit paru obstruksi kronik dapat memiliki rasio VD/VT sampai 0,9; dan harus berhiperventilasi dalam jumlah yang besar (30-50 L/menit) untuk mempertahankan PaCO2 yang normal, yang tidak mungkin di mana cadangan ventilasi dikurangi. Pasien seperti itu menunjukkan berkurangnya VA namun VE meningkat. Mekanisme kompensasi penting adalah bahwa kadar VA yang rendah akan mempertahankan pengeluaran CO2 yang stabil di saat PaCO2 meningkat.VOLUM PARU STATIS-KAPASITAS RESIDU FUNGSIONALJumlah udara dalam paru setelah ekspirasi biasa disebut sebagai kapasitas residu fungsional, berkisar 3-4 L dan terjadi karena keseimbangan gaya ke dalam (paru) dan gaya keluar (dinding dada). Gaya ke dalam adalah kemampuan elastis paru yang berasal dari jaringan paru yang elastis, kontraksi otot saluran nafas, dan tegangan permukaan alveolus. Gaya keluar berasal dari tulang rusuk, persendian, dan otot dinding dada. FRC bertambah besar dengan peningkatan tinggi dan umur (kehilangan jaringan paru yang elastis) dan semakin kecil pada wanita dan obesitas.Ada dua alasan mengapa mempertahankan udara di paru-paru pada akhir ekspirasi sangat penting. Pertama, memompa paru yang sudah terbuka lebih mudah daripada ketika paru mengempis.Ini karena kolaps paru menyebabkan permukaan yang hanya berisi cairan berhubungan dengan alveoli (sehingga tekanan permukaan tinggi) di mana alveoli pada paru yang terpompa sebagian memiliki permukaan air-udara (tegangan permukaan yang rendah). Kedua, meskipun perfusi paru fasik, frekuensinya tinggi dan osilasi alirannya rendah sehingga menghasilkan aliran yang berkelanjutan.Ventilasi adalah hal yang berbeda: frekuensinya jauh lebih pelan dan ukuran osilasinya lebih besar. Jika paru mengempis dengan sempurna setelah bernafas, aliran darah dari alveoli yang tertutup (tanpa O2) akanmemiliki SO2 yang sangat rendah (sama pada darah vena campuran); ini akan bercampur dengan aliran darah total dari paru dan menyebabkan desaturasi O2 setelah setiap pernafasan keluar.

RESPIRASI MEKANIKPenelitian mengenai respirasi mekanik menjelaskan bagaimana udara yang dihirup disebarkan ke dalam paru dan banyaknya keparahan penyakit paru.Komponen impedansi total penafasan berasal dari keelastisan, hambatan, dan inersia.PEMENUHAN SISTEM RESPIRASIParu-paru seperti balon karet yang bisa dikembangkan dengan tekanan positif di dalam atau tekanan negatif di luar. Pada kondisi yang normal, pengembangan paru dipertahankan karena meskipun tekanan di dalam (tekanan alveolus) adalah 0, tekanan di luar (tekanan pleura) adalah negatif.Tekanan pengembangan, di mana perbedaan tekanan saluran nafas (positif) /PAW dan tekanan pleura/PPL (negatif) disebut sebagai tekanan transpulmonal /PTP. Sehingga, PTP = PAW - PPLLebih jelasnya, peningkatan PAW meningkatkan PTP.Selain itu, penurunan PPL (yang biasanya negatif) juga meningkatkan PTP.Pemenuhan respirasi menunjukkan seberapa banyak distensi (volum dalam liter) pada nilai PTP tertentu (tekanan, cm H2O); biasanya sebesar 0,2-0,3 L/cm H2O. Namun, semakin tinggi nilai PTP dalam mempertahankan nilai pembukaan paru yang lebih besar, kurva hubungan antara tekanan yang terpakai dan volum hasilnya melengkung. Nilai pemenuhan paru tergantung pada volum paru, nilai terendah pada FRC yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Pada penyakit paru ditandai oleh pemenuhan paru yang berkurang (ARDS, fibrosis paru, atau edema), kurva tekanan-volum mengalami pergeseran ke kanan. Sebaliknya, meskipun emfisema melibatkan hilangnya jaringan elastis, kehilangan jaringan paru total (seperti yang terlihat pada CT scan) menunjukkan bahawa pemenuhan parunya meningkat. Oleh karena itu, kurva tekanan-volum bergeser ke kiri dan semakin curam.Impedansi dinding dada tidak diketahui pada saat pernafasan spontan karena pompa respirasi melibatkan dinding dada. Mekanika dinding dada dapat diukur hanya jika terjadi relaksasi sempurna dari otot respirasi. Namun, pada saat ventilasi mekanik otot respirasi dapat mengalami relaksasi sempurna. Saat paru dikembangkan oleh PAW, dinding dada akan menentukan perubahan PPL. Pada kondisi ini, penambahan volum paru per unit yang meningkatkan PPL adalah pemenuhan dinding dada. Nilai pemenuhan dinding dada kurang lebih sama seperti pada paru dan berkurang dengan obesitas, edema dinding dada, efusi pleura, dan penyakit persendian kostovertebra. Kotak 19.1 Persamaan Udara Alveolus

Tekanan Oksigen Aveolus (PAO2)

di mana PIO2 adalah tekanan oksigen inspirasi, PACO2 adalah tegangan CO2 alveolus (dianggap sama dengan PCO2 arteri), R adalah rasio ekspirasi pernafasan (normalnya 0,8-1,0), dan FiO2 adalah fraksi oksigen inspirasi. Rumus dalam tanda kurung merupakan kompensasi pengambilan O2 yang lebih besar daripada pembuangan CO2 pada membran kapiler alveolus.Persamaan sederhana dapat ditulis tanpa rumus kompensasi:

Ventilasi AlveolusVentilasi alveolus (VA) dapat dirumuskan sebagai:VA = f x (VT VDS)di mana f adalah nafas per menit, VT adalah volum tidal, dan VDS adalah ruang rugi fisiologis.Ventilasi alveolus dapat diturunkan dari:VCO2 = c x VA x FACO2di mana VCO2 adalah pembuangan VCO2, c adalah konstanta konversi, dan FACO2 adalah konsentrasi CO2 alveolus.Jika satuan VA adalah L/menit, VCO2 dalam mL/menit, dan FACO2 digantikan oleh PACO2 dalam mmHg, c = 0,863. Dengan penyusunan kembali rumusnya:

Gambar 19.2 A. Ventilasi dan volum paru pada subjek yang sehat dengan paru normal. B, pasien A dengan penyakit paru restriksi. C, pasien A dengan penyakit paru obstruksi kronik (PPOK). Pada penyakit restriksi, kapasitas vital (VC) berkurang dan laju aliran ekspirasi meningkat (lebih curam daripada lereng normal kurva ekspirasi paksa). Pada PPOK, volum residu (RV) ditingkatkan, VC berkurang, dan ekspirasi paksa diperlambat. ERV, Expiratory reserve volume; TLC, total lung capacity.HAMBATAN SISTEM RESPIRASIJalan NafasHambatan menghalangi jalannya udara ke dalam (dan keluar) paru. Komponen utama hambatan adalah hambatan yang digunakan oleh jalan nafas (besar dan kecil), serta komponen minor adalah pergeseran paru dan jaringan dinding dada pada saat inspirasi (dan ekspirasi). Hambatan diatasi oleh laju tekanan. Pada pernafasan spontan, laju tekanan akan menjadi PPL; pada ventilasi tekanan positif laju tekanan akan menjadi perbedaan antara tekanan pada tuba endotrakheal (PAW; sumber) dan alveolus (PALV; tujuan). Hambatan (R) dihitung sebagai laju tekanan (P) dibagi dengan aliran udara (F):

Nilai hambatan udara tepatnya 1 cm H2O/L/detik, dan lebih tinggi pada penyakit paru obstruksi (PPOK, asma). Pada asma yang parah nilainya naik 10 kali lipat. Adanya pipa endotrakheal menambahkan hambatan 5 atau 8 cm H2O/L/menit untuk sebuah pipa dengan diameter internal 8 atau 7 cm. Untuk pipa di mana aliran udaranya berlapis, hambatan meningkat sebanding dengan panjang pipa dan meningkat secara dramatis saat diameter pipa berkurang.Ada dua faktor yang menjelaskan mengapa sebagian besar (hampir 80%) impedansi pada aliran udara terjadi pada jalan nafas yang besar. Pertama, saat bronkus bercabang, hambatan tersusun secara paralel dan total daerah potong lintang pada tingkat bronkiolus terminal digabungkan sampai hampir 10 kali lipat di trakea. Kedua, pada pipa yang besar, ireguler, atau bercabang, alirannya sering berputar, tidak berlapis. Ketika alirannya berlapis, maka:

Sebaliknya, ketika alirannya berputar:

Oleh karena itu, pada jarak tertentu, lebih banyak tekanan dibutuhkan untuk mencapai aliran yang sebanding ketika alirannya berputar. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha yang lebih besar dan bila parah akan terjadi gagal nafas.

Gambar 19-3. Hubungan tekanan-volum pada paru-paru. Hubungannya berupa kurvilinier (tipikal untuk struktur elastis). Tekanan pleura lebih rendah (lebih sub atmosfer) pada bagian yang lebih atas. Pada pasien biasa, tekanan transpulmonal (PTP = PAW PPL) lebih tinggi pada apeks daripada daerah basal. Hal ini menghasilkan posisi yang berbeda pada kurva tekanan-volum pada paru bagian atas (lebih datar) dibandingkan paru bagian bawah (lebih curam). Oleh karena itu, paru bagian bawah lebih mengembang (menerima lebih banyak ventilasi) untuk peningkatan tekanan transpulmonal tertentu daripada bagian atas. TLC, total lung capacity.

Gambar 19-4. Kurva tekanan-volum pada paru sehat dan pada penyakit paru. Pada fibrosis, lereng kurva lebih datar, menunjukkan peningkatan variasi tekanan dan kerja respirasi. Pada asma atu bronkitis, terdapat pergeseran ke atas pada kurva tekanan-volum, menunjukkan peningkatan pada volum paru namun tidak terdapat perubahan dalam pemenuhan respirasi. Pada emfisema, lereng kurva lebih curam, menunjukkan hilangnya jaringan serta kemungkinan peningkatan pemenuhan. Namun, pada emfisema, asma, atau bronkitis, hambatan jalan udara ditingkatkan. Hal ini meningkatkan kerja pernafasan dan mengesampingkan manfaat dari peningkatan pemenuhan respirasi.Beberapa faktor dapat mengubah hambatan aliran udara. Pertama, hambatan berkurang saat volum paru meningkat. Seperti saat peningkatan volum (tekanan positif atau pernafasan spontan) mengembangkan diameter jalan nafas, hambatannya menjadi kecil. Hal sebaliknya terjadi saat membuang nafas. Namun, saat paru mencapai RV-seperti yang terjadi pada saat anestesi- jalan nafas menyempit sejajar dengan jaringan paru yang tertekan dan hambatan naik secara bertingkat. Efek ini terlihat dengan ventilasi aktif maupun pasif. Kedua, ventilasi aktif memiliki efek tambahan. Ekspirasi paksa dapat menekan jalan nafas yang kecil (misal yang tidak mengandung kartilago). Selain itu, ekspirasi paksa dapat menyebabkan aliran berputar pada jalan nafas yang kecil pada pasien dengan PPOK, tekanan turun dengan cepat dalam lumen sehingga menyempitkan bronkiolus dan menyebabkan pembatasan aliran ekspirasi. Setelah bernafas berkali-kali, pada akhirnya terjadi hiperinflasi dinamik. Ekspirasi melawan hambatan (pursed-lips breathing) kadang-kadang digunakan pada pasien PPOK untuk membuat pernafasan menjadi lebih mudah. Pernafasan ini bekerja dengan meningkatkan hambatan ekspirasi dan memperlambat ekspirasi. Ekspirasi yang lambat mengurangi gradient tekanan yang mendorong ekspirasi (tekanan tertinggi di alveolus, lebih rendah menuju mulut). Oleh karena itu, udara di sepanjang cabang jalan nafas di mana tekanan di dalam jalan nafas telah berkurang sampai kurang dari tekanan di luar jalan nafas (sama dengan tekanan pleura) dipindahkan dari jalan nafas yang mudah kolaps menuju mulut yang tidak mudah kolaps. Hal ini mencegah kolapsnya jalan nafas yang lebih kecil, yang vital untuk pertukaran udara.Gambar 19-5. Gambar skema yang menunjukkan hambatan aliran udara dengan volum paru pada laju kecepatan yang berbeda. Saat volum paru turun, hambatan terhadap aliran meningkat; peningkatan ini jauh lebih besar pada volum paru di bawah kapasitas residu fungsional (FRC). Selain itu, laju aliran udara yang lebih tinggi dihubungkan dengan hambatan yang lebih besar. Pada volum paru yang sangat rendah, hambatannya sebanding dengan nilai yang dilihat pada asma sedang sampai berat (6-8 cm H2O x l-1 x detik). RV, residual volume; TLC, total lung capacity. Gambar 19-6. Gambar skema mengenai konsep equal pressure point (EPP) dan kompresi dinamis jalan nafas. A, sedikit ekspirasi paksa saat kondisi normal. Dengan penggunaan otot ekspirasi, tekanan pleura (Ppl) positif, 4 cm H2O (0,4 kPa). Tekanan recoil elastik (Pst) alveoli (6 cm H2O) dan tekanan pleura ditambahkan menghasilkan tekanan intraalveolar (Palv) (10 cm H2O). Ini menyebabkan aliran ekspirasi. Pada beberapa titik yang turun menuju pembukaan jalan nafas, tekanan jalan nafas (Paw) telah turun sebanyak 6 cm H2O, sehingga tekanan intraluminal dan pleura, tekanan ekstraluminal adalah sama. Ini adalah EPP. Dari titik ini menuju mulut, tekanan jalan nafas intraluminal lebih rendah dari sekitarnya, sehingga tekanan ekstraluminal dan jalan nafas dapat ditekan. C, usaha untuk menstabilkan jalan nafas yang disebut pursed-lip breathing. Hambatan yang meningkat terhadap aliran ekspirasi memerlukan usaha peningkatan ekspirasi untuk mempertahankan aliran udara. Oleh karena itu, tekanan pleura ditingkatkan dalam perbandingan terhadap kondisi yang normal (Ppl = 20 cm H2O). Tekanan recoil elastik alveolus (Pst) sama seperti saat kondisi awal, dengan syarat volum paru sama. Jika aliran ekspirasi besarnya sama saat pernafasan normal, tekanan sepanjang jalan nafas turun sampai pada nilai yang sama pada saat pernafasan normal. Oleh karena itu, EPP akan memiliki lokasi yang sama pada saat pernafasan normal, dan stabilisasi jalan nafas tidak tercapai. Dua cara perpindahan EPP menuju mulut dan untuk mengurangi jalan nafas yang mudah kolaps adalah dengan meningkatkan tekanan recoil alveolus (Pst) dengan peningkatan volum paru atau menurunkan laku aliran ekspirasi sehingga tekanan di sepanjang jalan nafas diperlambat.Jalan nafas yang besar (faring, laring, dan trakea) berada di luar dinding dada. Saat inspirasi, jalan nafas intra thoraks diisi dengan tekanan ekstraluminal (PPL) yang kurang dari tekanan lumen. Sebaliknya, jalan nafas ekstra thoraks diisi dengan tekanan lumen yang kurang dari tekanan ekstraluminal (atmosfer). Hal ini, bersamaan dengan peregangan ke arah bawah yang diinduksi inspirasi, mempersempit jalan nafas ekstra thoraks yang luas, dan dengan adanya penyempitan (seperti pembesaran tiroid atau tumor, paralisis pita suara, epiglotitis) dapat mengurangi masuknya udara.JaringanHambatan jaringan paru merupakan tekanan yang digunakan pada jaringan dibagi kecepatan gerakan jaringan. Ada berbagai pendekatan untuk mendeteksi hal ini pada manusia, termasuk mengukur karakteristik tekanan volum (PV) menggunakan plethysmografi (di mana daerah kurva PV bekerja melawan hambatan paru total) dan tekanan esophagus (di mana daerah kurva PV bekerja melawan hambatan jaringan). Pendekatan alternatif secara matematis meniru respon paru terhadap frekuensi respirasi yang bervariasi. Hambatan jaringan paru berjumlah 20% dari total hambatan pernafasan, dapat dinaikkan 3 atau 4 kali lipat pada penyakit paru kronis, serta dikurangi dengan memperpendek pernafasan. Pada ARDS, hambatan dinding dada meningkat.INERSIA DAN PERCEPATAN UDARA SERTA JARINGANKomponen akhir dari impedansi total pernafasan adalah inersia (kelembaman), atau tekanan yang diperlukan untuk mempercepat udara dan jaringan saat inspirasi dan ekspirasi. Komponen ini minor, namun dapat diukur saat pernafasan normal, baik itu pada paru sehat atau tidak. Inersia jaringan bernilai besar saat ventilasi, dan dapat menjadi penting pada saat pernafasan cepat, dangkal, atau oskilasi dengan frekuensi tinggi.DISTRIBUSI UDARA INSPIRASIUdara yang diinspirasi tidak didistribusikan merata ke seluruh bagian paru. Lebih banyak udara memasuki bagian paru yang mengembang paling besar saat inspirasi. Pada paru yang beristirahat, sebagian besar udara memasuki basal paru (dorsal, ketika supinasi; paru kanan bawah ketika posisi lateral kanan). Distribusi ini dikarenakan pemenuhan paru dan efek posisi pada distribusi tekanan pleura yang mengalami distensi (gradient PPL). Perubahan ini tidak berhubungan dengan kandungan udara yang diinspirasi. Pada posisi tegak lurus, PPL kurang negatif pada basal paru daripada di apeks. Karena nilai PA sama pada seluruh bagian paru, PTP yang mengalami distensi lebih besar pada apeks. Oleh karena itu, sebelum inspirasi dimulai, apeks paru lebih terbuka daripada basal paru. Dengan inspirasi, diafragma yang berkontraksi menurunkan PPL dalam jumlah yang sebanding pada semua area permukaan pleura (karena paru normal seperti cairan) dan lebih berdistensi ke basal daripada ke apeks. Karena gradient tekanan pleura ditujukan menurut gravitasi, distribusi ventilasi berubah dengan posisi tubuh. Gradient PPL ada karena densitas paru, gravitasi, dan penyesuaian paru terhadap bentuk thoraks menyebabkan pendesakan jaringan paru basal, membuat PPL setempat kurang negatif pada bagian basal. Karena densitas paru normal tepatnya 0,3 PPL akan menjadi lebih positif sebesar 0,3 cm H2O untuk setiap centimeter vertikal ke arah bawah, dan lebih banyak dengan paru yang terluka atau edema. Penurunan berat badan mengurangi persebaran distribusi yang inhomogen, namun tidak menyingkirkannya. Oleh karena itu, faktor non gravitasi (jaringan, jalan nafas) juga berperan. Meskipun tinggi vertikal paru sama pada posisi pronasi maupun supinasi, mungkin karena mediastinum menekan paru ketika supinasi maka sisanya menekan sternum saat pronasi. Distribusi yang lebih merata pada udara yang diinspirasi-dengan oksigenasi yang lebih baik-pada posisi pronasi diprediksi oleh Bryan pada tahun 1974, dan telah dikonfirmasi secara eksperimental.Saat laju aliran rendah (saat istirahat), distribusi ditentukan oleh perbedaan pemenuhan dan bukan oleh hambatan jalan nafas. Karena pemenuhan paru pada saat mulainya inflasi kurang pada apeks, ventilasi lebih diarahkan ke basal. Sebaliknya, pada laju udara yang tinggi, hambatan (bukan pemenuhan) adalah penentuan kunci distribusi. Karena hambatan lebih rendah pada bagian atas, lebih banyak bagian paru yang mengembang, meningkatkan laju aliran dan menyamakan distribusi ventilasi, seperti yang ditunjukkan oleh gas 133Xe pada manusia. Hal ini penting pada saat latihan atau stress karena jumlah area permukaan yang lebih besar akan digunakan. PENUTUPAN JALAN NAFASEkspirasi menyebabkan jalan nafas menyempit, dan ekspirasi dalam dapat menutup jalan nafas. Sisa volum di atas RV di mana ekspirasi di bawah FRC menutup beberapa jalan nafas disebut closing volume (CV). Volum ini ditambahkan ke RV dan disebut sebagai closing capacity (CC; kapasitas total paru saat menutup). Penutupan jalan nafas saat ekspirasi berlangsung normal dan diperkuat oleh meningkatnya PPL, terutama dengan ekspirasi aktif. Ketika PPL melebihi PAW, jalan nafas-jika mudah kolaps-akan cenderung menutup, dan ini biasanya mulai pada basal karena PPL basal adalah yang paling besar. Tiga aplikasi dari prinsip penting ini merupakan relevansi kunci bagi anestesi. Pertama, penutupan jalan nafas tergantung pada umur: pada orang yang masih muda, penutupan tidak terjadi sampai ekspirasi sampai pada atau hampir mendekati nilai RV, di mana pada umur yang lebih tua, penutupan terjadi lebih awal pada ekspirasi (volum paru yang lebih tinggi). Hal ini terjadi karena PPL rata-rata lebih positif (tekanan atmosfer, sama dengan PAW) seiring bertambahnya umur. Penutupan dapat terjadi pada atau di atas FRC pada individu berusia 65-70 tahun sehingga bagian tertentu akan mengalami penutupan saat ekspirasi normal. Hal ini dapat menjadi alasan utama mengapa oksigenasi berkurang dengan umur. Kedua, pada posisi supinasi FRC berkurang dibandingksn posisi tegak lurus, namun CC tidak berubah. Oleh karena itu, pembuangan VT biasa (dari FRC) melanggar batas CC pada posisi supinasi individu 45 tahun, dan penutupan dapat berlanjut pada posisi supinasi pada individu 70 tahun. PPOK meningkatkan volum paru saat terjadi penutupan, dan eksaserbasi disebabkanoleh edema jalan nafas dan meningkatnya tonus bronkial.

Gambar 19-7. Skema alveolar regional dan volum jalan nafas pada paru bagian atas (A) dan bawah (B) (panel kiri). Terdapat gradient tekanan pleura vertikal (PPL) antara daerah yang paling atas dan paling bawah (-6,5 sampai 1 = -7,5 cm H2O). Tekanan jalan nafas (PAW) sama seperti atmosfer, atau 0 cm H2O. Oleh karena itu, pada daerah atas PAW > PPL untuk mempertahankan jalan nafas terbuka. Sebaliknya, pada daerah yang lebih rendah, PL > PAW menyebabkan penutupan jalan nafas- yang cenderung mengalami eksaserbasi melalui absorpsi udara alveolus di belakang jalan nafas yang tertutup. Panel kanan menunjukkan distribusi rasio ventilasi dan perfusi dari teknik eliminasi gas inersia multiple. Bentuk normal ventilasi dan aliran darah (A) dapat dilihat berhubungan dengan alveoli yang terbuka dan berventilasi pada bagian atas paru. Selain itu terdapat rentang rasio VA/Q yang rendah dengan perfusi yang lebih banyak daripada ventilasi (B). Pola ini kompatibel dengan penutupan jalan nafas intermiten saat pernafasan.

Gambar 19-8. Distribusi ventilasi pada paru bagian atas dibanding paru bagian bawah saat aliran inspirasi diubah. Pada aliran rendah, aliran udara menuju bagian yang lebih rendah. Pada laju aliran yang lebih tinggi (saat beraktivitas) distribusinya lebih merata, menyebabkan penggunaan membran alveolus-kapiler yang lebih efisien untuk perpindahan udara (dengan kondisi bahwa aliran darah pulmonal menunjukkan pola distribusi yang serupa).

DIFUSI UDARAUdara bergerak dalam jalan nafas yang berukuran luas sampai sedang dengan aliran yang besar (konveksi) menjelaskan bahwa molekul udara berpindah bersama pada kecepatan rata-rata tertentu berdasar gradient tekanan. Alirannya melewati beberapa cabang bronki, dan hambatannya turun pada tiap cabang. Setelah cabang ke-14, jalan nafas menjadi satu dengan alveoli dan ikut dalam pertukaran udara (bronkiolus respirasi). Daerah potong lintang mengembang dengan luas (trachea 2,5 cm2; cabang bronkus ke-23 0,8 m2; permukaan alveolus 140 m2), sehingga menyebabkan penurunan tajam hambatan total. Karena jumlah molekul gas konstan, kecepatannya turun dengan cepat, di mana saat udara memasuki alveoli dengan kecepatan 0,001 mm/detik dan bernilai 0 saat mencapai membran alveolus. Kecepatan gas memasuki alveolus lebih lambat daripada laju difusi O2 dan CO2, Oleh karena itu difusi diperlukan untuk transportasi di jalan nafas distal dan alveoli. CO2 terdeteksi di mulut setelah beberapa detik menahan nafas, karena difusi cepat dan karena oskilasi jantung (pencampuran).Pencampuran udara lengkap di alveoli paru normal saat pernafasan normal. Namun, jika alveolus mengembang (seperti pada emfisema), jarak difusi dapat menjadi terlalu besar untuk dapat mencapai pencampuran lengkap, dan cenderung meninggalkan lapisan udara kaya CO2 sepanjang membran alveolus dan udara kaya O2 di alveolus. Ini mencerminkan versi mikro dari distribusi ventilasi yang inhomogen. PERFUSISirkulasi paru berbeda dari sirkulasi sistemik. Sirkulasi paru bekerja pada 5-10 kali lipat tekanan yang lebih rendah, dan pembuluh darahnya lebih pendek serta lebih lebar. Ada dua konsekuensi penting dari hambatan pembuluh darah yang rendah. Pertama, aliran darah ke bawah pada kapiler paru berpulsasi, berkebalikan dengan aliran kapiler sistemik yang lebih konstan. Kedua, dinding kapiler dan alveolus dilindungi dari tingginya tekanan hidrostatis. Oleh karena itu, keduanya cukup tipis untuk mengoptimalkan difusi (pertukaran) udara namun tidak membiarkan kebocoran plasma atau darah ke rongga udara. Saat peningkatan tiba-tiba tekanan arteri/vena pulmonal dapat menyebabkan rusaknya kapiler, peningkatan secara perlahan (berbulan sampai bertahun) merangsang remodeling pembuluh darah. Remodeling ini dapat melindungi dari edema paru (dan kemungkinan kerusakan paru), namun proses difusi akan terganggu.

DISTRIBUSI ALIRAN DARAH PARUAliran darah pulmonal tergantung pada pengaturan tekanan dan hambatan pembuluh darah. Faktor-faktor tersebut tidak homogen pada seluruh paru. Pemikiran tradisional mengenai perfusi paru menekankan pentingnya gravitasi; namun faktor-faktor selain gravitasi juga penting.

Gambar 19.9 Kapasitas residu fungsional saat istirahat (FRC) dan closing capacity (CC). FRC meningkat dengan umur (karena hilangnya jaringan elastis), dan menunjukkan ukuran di atas adalah langkah pengurangan pada FRC dengan posisi supinasi (karena naiknya diafragma oleh abdomen), dan penurunan lebih jauh dengan anestesi pada proses supinasi. CC juga meningkat seiring dengan umur, namun jauh lebih tajam, menyebabkan penutupan jalan nafas di atas FRC pada subjek tegak lurus (> 65 tahun) dan pada subjek supinasi (> 45 tahun). Hubungan antara CC dan FRC menjelaskan penurunan oksigenasi seiring dengan umur.

Gambar 19-10. Distribusi vertikal aliran darah paru. Zona I, II, III, dan IV terlihat. Di zona I tidak ada perfusi, hanya ventilasi. Di zona II, tekanan arteri paru melebihi tekanan alveolus yang kemudian melebihi tekanan vena; tekanan laju adalah PPA-PA. Di zona III, kedua tekanan arteri dan vena melebihi tekanan alveolus, dan di sini tekanan laju adalah PPA-PLA. Di basal paru, aliran darah dikurangi kemungkinan karena peningkatan tekanan interstitial yang menekan pembuluh darah ekstra alveolus. PA, tekanan alveolus; PALV, tekanan intraalveolar positif; PLA, tekanan arteri positif; PPA, tekanan arteri pulmonal; QT, kardiak output.DISTRIBUSI ALIRAN DARAH DI PARU: EFEK GRAVITASIDarah memiliki berat dan oleh karena itu tekanan darah dipengaruhi pleh gravitasi. Tinggi (basal ke apeks) pada pasien dewasa tepatnya 25 cm; oleh karena itu ketika seseorang sedang berdiri, tekanan hidrostastis di basal adalah sebesar 25 cm H2O (tepatnya 18 mmHg) lebih tinggi daripada di apeks. Tekanan arteri pulmonal rata-rata adalah 12 mmHg setinggi jantung, dan tekanan arteri pulmonal pada apeks paru dapat mencapai 0. Oleh karena itu, aliran darah yang berkurang akan terjadi pada apeks (dibandingkan basal). Dan pada ventilasi tekanan positif, alveolus apeks dapat menekan kapiler sekelilingnya dan mencegah aliran darah lokal.Berdasarkan distribusi gravitasi pada tekanan arteri pulmonal, seperti efek perluasan alveolus, West dan koleganya membagi paru ke dalam zona I sampai III. System ini berdasarkan prinsip bahwa perfusi ke alveolus tergantung pada tekanan di arteri pulmonalis (PPA), vena pulmonalis (PPV), dan alveolus (PALV). Di apeks (zona I), penting bahwa tekanan arteri pulmonal kurang dari tekanan alveolar. Oleh karena itu, tidak terjadi perfusi. Kondisi zona I dapat terjadi saat ventilasi mekanik dan bisa dieksaserbasi melalui PPA yang rendah. Di manapun terdapat kondisi zona I, alveolus non perfusi merupakan ruang rugi tambahan (VD). Di bawah apeks di zona II, PPV kurang dari tekanan alveolus, dan vena kolaps kecuali pada saat aliran, seperti dalam air terjun vaskular. Meskipun PALV selalu lebih besar daripada PPV, perfusi terjadi ketika PPA melebihi PALV (secara intermiten, saat sistol). Di bawah zona ini adalah zona III, di mana ada 2 perbedaan penting: PPA dan PPV keduanya selalu melebihi PALV. Hasilnya, terdapat perfusi yang menyeluruh saat sistol dan diastole (serta inspirasi dan ekspirasi). Gravitasi menghasilkan peningkatan PPA dan PPV yang sama pada basal paru; oleh karena itu, gravitasi tidak dapat mempengaruhi aliran melalui zona III dengan meningkatkan PPA sampai gradient tekanan PPV sendiri. Namun, masih ada kemungkinan bahwa berat darah yang lebih besar yang lebih dekat ke basal menghasilkan dilatasi pembuluh darah, Oleh karena itu menyebabkan penurunan hambatan pembuluh darah dan meningkatkan aliran. Berikutnya diketahui bahwa juga terdapat penurunan perfusi di basal paru, atau zona IV, yang kemungkinan terjadi karena efek gravitasi yang menekan basal paru-dan pembuluh darah di sana- dan oleh karena itu meningkatkan hambatan pembuluh darah.Bukti tambahan mengenai efek gravitasi berasal dari percobaan sukarelawan di mana gravitasi ditingkatkan dengan mengubah pola penerbangan pesawat jet. Pada percobaan ini, gravitasi nol mengurangi oskilasi jantung O2 dan CO2 saat menahan nafas, menunjukkan perkembangan perfusi yang lebih homogen. Sebaliknya, lebih banyak percobaan terbaru mengenai analisa gas ekspirasi melaporkan bahwa heterogenitas perfusi paru berkurang, namun tidak menghilang, dengan adanya mikrogravitasi menunjukkan bahwa gravitasi berperan serta dalam heterogenitas distribusi aliran darah namun tidak menjelaskan secara keseluruhan. Sementara peranan yang tepat mengenai gravitasi masih diperdebatkan, gravitasi cenderung memainkan peranan yang lebih kecil ketika poisi supinasi dibandingkan ketika posisi tegak lurus.

DISTRIBUSI ALIRAN DARAH DI PARU: PENGARUH DARI FAKTOR-FAKTOR YANG TIDAK BERHUBUNGAN DENGAN GRAVITASIPercobaan penting telah mempertimbangkan mengenai efek gravitasi. Aliran darah yang diukur di bidang gravitasi yang sama lebih sedikit per satuan jaringan paru di apeks daripada di basal. Selain itu, penilaian mikro menunjukkan variabilitas yang signifikan dalam bidang iso-gravitasi, dan tinggi paru terhitung 10% dari distribusi aliran baik pada posisi supinasi maupun pronasi. Selain itu, inhomogenitas di bidang horizontal dapat melebihi bidang vertikal. Studi lain melaporkan perfusi yang lebih besar ke jaringan paru pusat (dibandingkan peripheral), yang bisa dibalik melalui penggunaan positive end-expiratory pressure (PEEP). Meskipun panjang pembuluh darah yang lebih besar dianggap menjelaskan perbedaan pusat-periferal ini, teori lain menjelaskan bahwa hal tersebut tidak signifikan. Sehingga terdapat berbagai perbedaan teori mengenai hambatan pembuluh darah lokal di bagian paru.Distribusi pola geometris aliran darah dapat menjadi lebih penting daripada pengaruh gravitasi. Pola geometris perfusi menunjukkan bahwa di bagian tertentu, akan ada korelasi spasial (kesamaan ) aliran darah antara bagian yang berdekatan.Meskipun metode untuk mempelajari perfusi paru itu kompleks-dan terdapat bermacam pendapat, data yang dikumpulkan menunjukkan faktor-faktor selain gravitasi berkontribusi terhadap heterogenitas distribusi perfusi.Gambar 19-11. Distribusi aliran darah (ventral, dorsal) pada posisi supinasi dibandingkan pronasi. Distribusi dari ventral ke dorsal serupa, posisi yang tidak berpengaruh menunjukkan bahwa posisi anatomis (dan tidak hanya gravitasi) menentukan distribusi aliran. Besar variabilitas baik pada posisi supinasi maupun pronasi (inhomogenitas non gravitasi) jauh lebih besar daripada perbedaan distribusi antara posisi supinasi dan pronasi.

VASOKONTRIKSI PULMONAL HIPOKSIAVasokontriksi pulmonal hipoksia adalah mekanisme kompensasi yang mengalihkan aliran darah menjauh dari bagian paru yang hipoksia menuju daerah dengan oksigenasi yang lebih baik. Stimulus utama untuk HPV adalah tegangan oksigen alveolus yang rendah (PAO2), apakah disebabkan oleh hipoventilasi atau dengan menghirup udara dengan PO2 yang rendah, dan lebih kuat ketika mempengaruhi bagian paru yang lebih kecil. Stimulus hipoksia yang bercampur dengan darah vena lebih lemah. Sedangkan pada manusia anestesi uap yang lebih tua diperkirakan menghambat HPV lebih dari anestesi intravena (pada manusia). Anestesi uap yang modern, terutama sevofluran dan desfluran, memiliki efek yang sedikit. Pada saat anestesi intravena, pemaparan satu paru terhadap 1,0 FiO2 dan paru yang kontralateral terhadap campuran udara hipoksia (0,12 sampai 0,05 FiO2)mengurangi perfusi terhadap paru yang hipoksia sampai 30% kardiak output. Hipertensi pulmonal, karena remodeling pembuluh darah terhadap HPV yang berkelanjutan, dapat terjadi pada manusia pada ketinggian atau adanya penyakit paru hipoksemia kronik. PENILAIAN KLINIS FUNGSI PARUSPIROMETRI KAPASITAS TOTAL PARU DAN CABANGNYAVolum udara dalam paru setelah inspirasi maksimum disebut kapasitas total paru (total lung capacity, TLC, sebesar 6-8 L). TLC dapat ditingkatkan pada PPOK dengan perluasan alvelolus atau dengan penghancuran dinding alveolus, menghasilkan hilangnya jaringan elastis, seperti pada emfisema. Pada kasus yang ekstrim, TLC dapat ditingkatkan 10-12 L. Pada penyakit paru restriksi, TLC berkurang, menunjukkan derajat fibrosis, dan menjadi serendah 3-4 L. Berdasar usaha ekspirasi maksimum, sedikit udara tertinggal dalam paru dan merupakan RV (sekitar 2 L). Namun, biasanya tidak ada bagian yang kolaps karena jalan nafas distal (