Mikroalbuminuria pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Hipertensif (Evy Yulianti) 77 MIKROALBUMINURIA PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 HIPERTENSIF Oleh: Evy Yulianti Staf Pengajar FMIPA UNY Abstract Diabetes mellitus (DM) is a metabolic aberration that can cause some complications, including the occurrence of diabetic nephrophaty (DN). Patients with type 2 DM usually have hypertension likely to double compared to the non-DM patients. Prevalence of hypertension is usually greater in patients with type 2 DM with increased albumin in their urine. Data estimate that microalbuminuria is a value as the index of vaskuler damage, especially in the DM and hypertension. The objective of this research is to investigate microalbumin in type 2 DM patients normotensif and type 2 DM patients hypertensif and assess the influence of blood pressure as risk factors in the occurrence of DN in type 2 DM patients. Subjects of this study are 87 people with type 2 DM normotensif and hipertensif consisting of 54 ND patients and 33 non ND. Microalbumin is measured with the dipstick microalbumin and blood pressure with a sphygmomanometer. The comparison between the control group who examined was showed with X 2 with two degrees of freedom with significance level (alpha) 0.05 and odds ratio calculation is done. Results obtained in this research is people with type 2 DM hypertensif have a higher frequency in the DN group (67.3%) compared to the non-DN (p = 0.043) with OR = 2.64. Conclusion of this research is the positive result of the microalbumin examination is bigger in the people with type 2 DM hypertensif and hypertension is a risk factor for occurrence of ND in type 2 DM patients Key Words: type 2 diabetes mellitus, diabetic nephropathy, hypertension
20
Embed
MIKROALBUMINURIA PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Mikroalbuminuria pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Hipertensif (Evy Yulianti)
77
MIKROALBUMINURIA PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 HIPERTENSIF
Oleh:
Evy Yulianti Staf Pengajar FMIPA UNY
Abstract Diabetes mellitus (DM) is a metabolic aberration that can cause some complications, including the occurrence of diabetic nephrophaty (DN). Patients with type 2 DM usually have hypertension likely to double compared to the non-DM patients. Prevalence of hypertension is usually greater in patients with type 2 DM with increased albumin in their urine. Data estimate that microalbuminuria is a value as the index of vaskuler damage, especially in the DM and hypertension. The objective of this research is to investigate microalbumin in type 2 DM patients normotensif and type 2 DM patients hypertensif and assess the influence of blood pressure as risk factors in the occurrence of DN in type 2 DM patients. Subjects of this study are 87 people with type 2 DM normotensif and hipertensif consisting of 54 ND patients and 33 non ND. Microalbumin is measured with the dipstick microalbumin and blood pressure with a sphygmomanometer. The comparison between the control group who examined was showed with X2 with two degrees of freedom with significance level (alpha) 0.05 and odds ratio calculation is done. Results obtained in this research is people with type 2 DM hypertensif have a higher frequency in the DN group (67.3%) compared to the non-DN (p = 0.043) with OR = 2.64. Conclusion of this research is the positive result of the microalbumin examination is bigger in the people with type 2 DM hypertensif and hypertension is a risk factor for occurrence of ND in type 2 DM patients
Key Words: type 2 diabetes mellitus, diabetic nephropathy, hypertension
Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 14, No. 1, April 2009: 77-96
78
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) merupakan kelainan metabolik yang
paling umum, dengan perkiraan prevalensi seluruh dunia antara 1-
5% (Susztak et al., 2006). Secara global, jumlah penderita DM
terus meningkat. Dari tahun ke tahun WHO (2003) memperkirakan
135 juta orang seluruh dunia terkena DM pada tahun 1995 dan
diperkirakan pada tahun 2025 sebanyak 300 juta orang akan
terkena DM. Pada dekade terakhir telah diketahui bawa prevalensi
DM tipe 2 meningkat secara cepat. Telah diprediksi bahwa
sedikitnya 350 juta orang (dua kali lipat) di seluruh dunia akan
menderita DM tipe 2 pada tahun 2030.
Gaya hidup dan makan yang berlebih yang berakibat
timbulnya obesitas merupakan faktor pemicu utama DM tipe 2.
Elemen patogenik penting lainnya yang harus digarisbawahi adalah
faktor genetik. (Buraczynska et al., 2007). Diabetes biasanya
disebut silent killer karena hampir sepertiga orang dengan DM tipe
2 tidak mengetahui mereka menderita DM, sampai penyakit
tersebut berkembang menjadi serius yang berhubungan dengan
komplikasi.
Salah satu bentuk komplikasi akibat DM adalah nefropati
diabetika (ND). Nefropati diabetika adalah penyebab utama end-
stage renal disease (ESRD) di Amerika (Susztak et al., 2006), dan
Mikroalbuminuria pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Hipertensif (Evy Yulianti)
79
di negara barat yang lain. Saat ini, ND terjadi pada 15 - 25% pasien
DM tipe 1 dan 30 - 40% pasien DM tipe 2 (Schrijvers et al., 2004).
Nefropati diabetika ditandai dengan adanya kerusakan pada
glomerulus, tubulus, jaringan interstitial dan vaskuler karena DM.
Terjadinya ND melibatkan beberapa jalur, yaitu, jalur
hemodinamik, metabolik dan beberapa pasien DM yang
berkembang menjadi ND memiliki kerentanan genetik yang
berkembang menjadi perlukaan ginjal sebagai respon terhadap
keadaan hiperglikemia, yang berhubungan dengan DM tersebut.
Jalur renin-angiotensin-aldosterone system (RAAS), nitrit oksid
(NO), dan transforming growth factor (TGF) berhubungan dengan
ND. Terdapat bukti yang kuat tentang adanya keterlibatan faktor
genetik pada komplikasi mikrovaskuler diabetes (Buraczynska et
al., 2007).
Pasien dengan DM tipe 2 biasanya mempunyai kemungkinan
hipertensi dua kali lipat dibanding yang bukan pasien DM.
Prevalensi hipertensi biasanya lebih besar pada pasien dengan DM
tipe 2 dan yang meningkat eksresi albumin urinnya. Tingginya
tingkat tekanan darah sistolik berhubungan dengan risiko penyakit
kardiovaskuler yang semakin besar. Hal ini menunjukkan adanya
potensi yang lebih besar dalam pencegahan kematian akibat
penyakit kardiovaskuler pada penderita DM, dengan mengontrol
peningkatan tekanan darah (Yeung et al, 2006) Berbagai data
Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 14, No. 1, April 2009: 77-96
80
memperkirakan bahwa mikroalbuminuria merupakan nilai sebagai
indeks kerusakan vaskuler, terutama pada hipertensi dan DM
(Lydakis, 1998). Sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai
bagaimana hasil pemeriksaan mikroalbumin pada penderita DM
tipe 2 normotensif maupun hipertensif dan pengaruh tekanan darah
sebagai faktor risiko terjadinya ND pada penderita DM tipe 2.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian case control (kasus
kontrol) dengan subjek kasus adalah penderita DM tipe 2 dengan
hasil pemeriksaan mikroalbumin positif dan kontrol dengan hasil
pemeriksaan mikroalbumin negatif.
Objek penelitian diambil dari pasien rawat jalan poli penyakit
dalam RSUD Margono Soekarjo Purwokerto. Pasien yang diambil
adalah pasien dengan DM tipe 2 yang sesuai kriteria The Expert
Committee on Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus
yang bersedia menjadi objek penelitian. Pasien yang diambil
berumur 40 tahun dan sudah menderita DM tipe 2 selama 10-15
tahun. Pasien yang sudah sesuai kriteria diambil yang mempunyai
tekanan darah sistolik 120-129 mmHg dan tekanan darah diastolic
di bawah 80-84 mmHg disebut normotensi dan pasien dengan
tekanan darah sistolik 130-139 mmHg dan tekanan darah diastolic
85-89 mmHg disebut hipertensi. Perhitungan sampel dilakukan
Mikroalbuminuria pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Hipertensif (Evy Yulianti)
81
menggunakan rumus menurut Notoatmodjo (1993), sehingga
diperoleh hasil sampel minimal 86,84 subjek. Pada penelitian ini
dibulatkan menjadi 87 subjek.
Alat dan bahan dalam penelitian ini yaitu untuk pemeriksaan
mikroalbumin digunakan alat : pot penampung urin, tabung reaksi
dan bahan : urin dan dipstick miroalbuminuria (Chemstrip®
Micral® dari Roche), sedangkan untuk pemeriksaan tekanan darah
dengan alat sphygmomanometer (Reister, Jerman).
Penelitian ini dilakukan dengan memeriksa kadar
mikroalbumin yaitu dengan cara disiapkan sampel urin spot pagi
hari, kemudian dimasukkan tes strip (Chemstrip® Micral® dari
Roche) ke dalam urin samapai batas tertentu, dan tunggu selama 1
menit. Diletakkan tes strip di atas tabung selama 30 detik. Dan
dibandingkan warnanya dengan warna standar yang ada di tabung
tempat tes strip. Bila warna putih berarti negatif, bila warna merah
berarti positif. Secara semikuantitatif dibandingkan warna yang
positif ini, lalu ditentukan kadarnya sesuai gradasi warna dari 20 –
100 mg/L. dan pemeriksaan tekanan darah dilakukan dengan cara
diletakkan manset pada lengan atas kanan atau kiri kurang lebih 2,5
cm dari siku dalam. Kemudian dicari nadi brakhialis, palpasi
kemudian diletakkan stetoskop pada daerah tersebut. Balon
dipompa sampai terasa kencang dan diturunkan dengan perlahan-
lahan. Detak pertama yang terdengar merupakan nilai sistolik. Nilai
Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 14, No. 1, April 2009: 77-96
82
yang dicapai pada saat detak mulai menghilang merupakan nilai
diastolik. Perbandingan antara kontrol dengan kelompok yang
diteliti ditunjukkann dengan X2 dengan dua degrees of freedom dan
tingkat signifikansi (alfa) 0,05 dan dilakukan penghitungan odds
ratio.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari penelitian yang sudah dilakukan terhadap 87 penderita
DM tipe 2, maka diperoleh hasil 54 orang memperoleh hasil
pemeriksaan mikroalbumin positif dan 33 orang memperoleh hasil
pemeriksaan mikroalbumin negatif.
Berikut ini merupakan distribusi frekuensi tekanan darah
pada penderita DM tipe 2 dengan hasil pemeriksaan mikroalbumin
positif dan negatif.
Tabel 1. Distribusi frekuensi tekanan darah penderita DM tipe 2.
Tekanan Darah Mikral + (N=55) Mikral – (N=32) P < 0,05
Tinggi 37 (67,3%) 14 (43,8%) 0,043 Rendah 18 (32,7%) 18 (56,2%)
Tabel di atas menunjukkan bahwa penderita DM tipe 2
dengan hasil pemeriksaan mikroalbumin positif yang memiliki
tekanan darah tinggi, frekuensinya lebih besar [37 (67,3%)]
dibanding dengan penderita dengan hasil pemeriksaan
Mikroalbuminuria pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Hipertensif (Evy Yulianti)
83
mikroalbumin negatif [14 (43,8%)]. Hasil penghitungan statistik
juga menunjukkan perbedaan yang signifikan antara penderita
dengan hasil pemeriksaan mikroalbumin positif dan hasil
pemeriksaan mikroalbumin negatif (p=0,043). Hasil pengukuran
odds ratio antara tekanan darah tinggi dan rendah =2,64.
Gambar 1. Distribusi frekuensi tekanan darah penderita diabetes mellitus tipe 2 dengan hasil pemeriksaan mikral positif dan negatif.
Gambar 1 di atas menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan
mikral positif banyak terdapat pada penderita DM tipe 2 dengan
hipertensi.
Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa frekuensi penderita
DM hipertensif lebih banyak yang mempunyai hasil pemeriksaan
mikroalbumin positif dibandingkan penderita DN normotensi. Dari
hasil perhitungan odds ratio juga menunjukkan hipertensi dapat
Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 14, No. 1, April 2009: 77-96
84
menyebabkan 2,64 kali risiko terjadinya ND pada penderita DM
tipe 2.
Diabetes dapat menyebabkan komplikasi vaskulatur,
termasuk hipertensi. Bukti-bukti terdahulu menunjukkan adanya
pengaruh khusus secara seluler pada ginjal dengan hiperglikemia
yang terletak pada aktivasi RAS secara lokal di dalam ginjal
sebagai kandidat kuat untuk ketidaknormalan yang menyebabkan
kerusakan jaringan. Penemuan yang terbaru mengenai G-protein-
coupled receptor (GPR91) yang diaktifkan oleh hasil intermediet
siklus asam sitrat, yaitu suksinat, mendorong penemuan hubungan
antara tingginya kadar glukosa dan pelepasan renin dari
juxtaglomerular apparatus (JGA) pada ginjal (Peterdi, 2008).
GPR91, suatu reseptor metabolik yang banyak diekspresikan
pada ginjal dapat menyebabkan aktivasi RAS yang tergantung
renin dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Ligannya yang
berupa suksinat yang merupakan hasil intermediet pada siklus asam
sitrat telah lama diketahui dapat menyebabkan pelepasan renin dari
JGA. Pentingnya akumulasi suksinat secara lokal di interstisial,
merupakan tanda kerusakan organ iskemik atau berperan sebagai
indikator dari ketidakseimbangan antara pasokan energi jaringan
dan kebutuhannya. Pada hepar dan ginjal, suksinat memicu singnal
parakrin melalui GPR91 yang menyebabkan pengaruh
(pato)fisiologi pada fungsi organ. Data yang baru menunjukkan
Mikroalbuminuria pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Hipertensif (Evy Yulianti)
85
bahwa akumulasi suksinat yang terlokalisasi terjadi pada penderita
ND. Kadar glukosa yang tinggi dan aktivasi GPR91 yang diinduksi
suksinat memicu signal parakrin dari endotel (juxta)glomerular
pada sel JG yang menghasilkan renin yang ada di dekatnya untuk
meningkatkan sintesis dan pelepasan renin, yang merupakan
langkah aktivasi RAS yang rate-limiting. Elemen dari aliran signal
transduction melibatkan suksinat dan peningkatan ion Ca2+
endotel vascular yang tergantung GPR91 seperti sintesis dan
pelepasan NO dan PGE2, suatu mediator klasik untuk pelepasan
renin. Produksi NO endotelial dan prostaglandin juga secara
langsung menyebabkan vasodilatasi dari arteriola aferen, yang
mungkin penting dalam perkembangan hiperfiltrasi glomerular
(Peterdi, 2008).
Gambar 2. Pelepasan renin yang dimediasi suksinat.
Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 14, No. 1, April 2009: 77-96
86
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa hipertensi sistemik
meningkatkan perusakan ginjal pada DM dan kecepatan
perkembangan penyakit ginjal terjadi secara lambat pada pasien
normotensif dengan DM tipe 1. Peningkatan tekanan
intraglomerular diperkirakan menyebabkan peningkatan kerusakan
ginjal pada awal ND. Penggunaan obat yang menghambat ACE
mengurangi risiko terjadinya ND yang baru maupun yang sudah
jelas. Renin-angiotensin system (RAS), dan khususnya angiotensin
II (AT II), berperanan penting pada perubahan hemodinamik di
dalam ginjal dan menyebabkan perubahan struktural pada ND.
Angiotensin II mengatur filtrasi glomerular baik dengan
mempengaruhi tonus arteriola glomerular aferen dan eferen dan
dengan pengaruh langsung pada sel mesangial dan dapat juga
mempengaruhi permeabilitas glomerular. AT II juga
meningkatkan reabsorbsi sodium ginjal dengan mempengaruhi
tubulus proksimal dan melalui stimulasi sekresi aldosteron. AT II
menginduksi akumulasi matriks ekstraseluler. AT II berinteraksi
dengan dua reseptor khusus, reseptor angiotensin tipe 1 (ATR 1)
dan angiotensin tipe 2 (ATR 2) dan sebagian besar kerjanya
nampaknya dimediasi melalui ATR 1. Penelitian in vitro telah
menunjukkan adanya peningkatan ekspresi angiotensinogen pada
sel tubulus proksimal binatang dengan DM. Pada ND overt
terdapat aktivasi RAS, dalam kaitannya dengan penurunan
Mikroalbuminuria pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Hipertensif (Evy Yulianti)
87
glomular filtrtion rate (GFR), dengan peningkatan produksi AT II.
Hasil ini baik pada hipertensi sistemik maupun intraglomerular,
meningkatkan kerusakan ginjal. Kemampuan ginjal dalam menjaga
kecepatan filtrasi glomerular yang konstan disebut autoregulasi,
dan beberapa data memperkirakan bahwa autoregulasi yang gagal
terdapat pada ND overt (Svensson, 2003).
Pada komponen RAS, terdapat beberapa peptida vasoaktif
yang mempengaruhi kerusakan ginjal, misalnya vasokonstriktor
seperti endothelin dan vasopressin, dan vasodilatator seperti
bradikinin, atrial natriuretic factor (ANF), prostaglandin dan nitrit
oksid (Svensson, 2003).
Bagian RAS dalam sirkulasi, yang mengatur tekanan darah,
cairan, dan keseimbangan elektrolit pada berbagai jaringan,
termasuk ginjal tampaknya diatur secara independen oleh RAS
lokal. Renin, dihasilkan dalam sel juxtaglomerular ginjal,
mengubah angiotensinogen dari hepatosit, menjadi Angiotensin I
inaktif, kemudian diubah menjadi Angiotensin II aktif oleh ACE di
ginjal. Angiotensin II mempunyai efek hemodinamik dan
nonhemodinamik dengan terikat pada reseptornya yaitu
Angiotensinogen II tipe 1 (AT1) dan Angiotensinogen II tipe 2
(AT2). Sebagian besar pengaruh Angiotensin II pada ginjal
diperantarai reseptor AT1 yang sinyalnya melalui aktivasi
fosfolipase dan PKC, serta inaktivasi adenilat siklase. Sedangkan
Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 14, No. 1, April 2009: 77-96
88
peran reseptor AT2 pada ginjal belum jelas benar, tetapi terlibat
dalam produksi NO dan prostaglandin. Sinyal transduksinya
melalui aktivasi guanilat siklase, fosfatase dan kanal kalium. di
samping itu, reseptor AT2 mungkin juga terlibat dalam
memperantarai proliferasi dan apoptosis dan mereka meniadakan
pengaruh kerja Angiotensin II yang diperantarai-reseptor AT1
(Schrijvers et al., 2004).
Kadar glukosa yang tinggi memacu ekspresi mRNA dan
sintesis protein angiotensinogen pada sel epitel tubulus proksimal
dan melibatkan aktivasi jalur poliol dan PKC (Schrijvers et al.,
2004). Tingginya kadar glukosa dalam darah berhubungan dengan
(TGF β) dan peningkatan produksi matriks ekstraseluler (ECM),
semuanya berhubungan dengan perkembangan ND. Peningkatan
ekspresi TGF β yang secara langsung dipengaruhi oleh glukosa,
telah ditunjukkan pada ginjal dan mungkin bertanggung jawab
untuk beberapa perubahan struktural di ginjal pada penderita ND.
TGF β berhubungan erat dengan aktivitas RAS dan PKC dan
hubungan yang saling mempengaruhi ini dapat sebagai pusat
perkembangan ND (Svensson, 2003).
Mikroalbuminuria pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Hipertensif (Evy Yulianti)
89
Gambar 3. Pengaruh hiperglikemi terhadap aktivasi PKC
Nefropati diabetika merupakan salah satu komplikasi DM
yang paling serius dan paling sering menyebabkan gagal ginjal
stadium-akhir (ESRD) hampir di seluruh dunia. Nefropati diabetika
mempunyai ciri-ciri perubahan fungsional dan morfologi ginjal
tertentu pada glomeruli termasuk kerusakan podosit (podocyte
injury), yaitu terjadi apoptosis, detachment dan effacement sel
podosit (Reddy et al., 2008).
Selanjutnya, menurut Eddy (2004), perubahan-perubahan
pada nefron khususnya pada glomerulus tersebut, berakibat
hiperfiltrasi glomerular, hipertrofi glomerular dan renal. Proses ini
menyebabkan peningkatan mikroalbuminuria (UAE). Kadar
protein urin yang meningkat akan mempengaruhi aktivasi sel
tubulus. Sel tubulus yang aktif akan mensintesa mediator
inflamatori, khususnya molekul khemokin (misalnya: MCP-1,
Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 14, No. 1, April 2009: 77-96
90
RANTES, fractalkine), dan molekul yang meningkatkan terjadinya
fibrogenesis (misalnya: endothelin, angiotensin II dan TGF-β).
Kedua molekul tersebut menimbulkan kerusakan pada
membran basal tubular sehingga mempermudah masuknya produk
dari tubular ke dalam ruang intersisial dan kapiler peritubular.
Menurut Mǖller et al. (2000), peran sentral sel epitel tubular pada
fibrogenesis di ginjal dapat melalui empat jalur. Jalur pertama, sel
epithel tubular memacu fibroblast secara langsung melalui sekresi
sitokin. Jalur kedua, sel epitel tubular melalui transformasi epitel-
mesenkhimal mengubah sel ini sendiri menjadi fibroblast. Jalur
ketiga, membantu sintesis matriks ekstrasel secara langsung. Jalur
keempat, proliferasi fibroblast secara autokrin berperan penting
dalam sintesis matrik post-inflamatori.
Pada akhirnya, di sepanjang nefron distal, timbunan protein
merintangi aliran urin dan memperburuk kerusakan
tubulointersisial yaitu peningkatan basement membrane thickness
(BMT), dan ekspansi mesangial dengan akumulasi protein matriks
ekstrasel atau extracellular matrix (ECM) seperti kolagen,
fibronektin dan laminin. Seiring dengan berkembangnya nefropati
diabetika ke tingkat lanjut, maka semakin banyak glomeruli yang
rusak dan akibat selanjutnya adalah meningkatnya jumlah albumin
yang diekskresikan lewat urin (makroalbuminuria) disebut
proteinuri, penurunan fungsi ginjal, penurunan klirens kreatinin,
Mikroalbuminuria pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Hipertensif (Evy Yulianti)
91
glomerulosklerosis, fibrosis intersisial dan akhirnya ESRD (Eddy,
2004; Schrijvers et al., 2004; Bloomgarden, 2005; Reddy et al.,
2008).
Gambar 4. Pengaruh Angiotensin II dan TGF β terhadap terjadinya ND
TGF β menginduksi fibroblast untuk mensintesis matriks
ekstraseluler, sitokin ini telah lama dipercaya sebagai mediator
utama pada respon fibrotik (LeRoy et al., 1990). CTGF,
merupakan protein yang disekresikan sel endotel manusia
(Bradham et al., 1991), diinduksi oleh TGF β dan diperkirakan
sebagai mediator downstream pengaruh TGF β pada fibroblast
(Grotendorst, 1997; Leask et al., 2004). TGF β menginduksi
ekspresi bentuk extra type III structural domain (ED-A) dari
protein matriks fibronektin (ED-A FN), suatu varian fibronektin
yang terjadi sepanjang alternative splicing pada transkripsi
fibronektin (Oyama et al., 1989).
Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 14, No. 1, April 2009: 77-96
92
Gambar 5. Model menunjukkan regulasi positif dari pengiriman sinyal oleh TGF β yang menyebabkan induksi matriks ekstraseluler. LTBP/LAP = latent TGF β binding protein; SBE = Smad binding element; TGF βR = TGF β receptor;TFBE = transcription factor binding element, yang identitasnya tergantung pada identitas dari TGF-β-responsive promoter, P = phosphorylated protein (Leask et al, 2004).
Kerentanan ginjal terhadap fibrosis sebagai respon terhadap
perlukaan merupakan penemuan yang baru dari suatu kompleks
interaksi biologis antara renin-angiotensin-aldosterone system
(RAAS), beberapa sitokin dan sistem biologis yang lain. RAAS
memiliki pengaruh yang besar pada perkembangan penyakit
vaskuler sklerosis, dengan mekanisme hemodinamik maupun non
hemodinamik (Border, et al., 1999).
Mikroalbuminuria pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Hipertensif (Evy Yulianti)
93
SIMPULAN
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) hasil
pemeriksaan mikroalbumin yang positif banyak terdapat pada
penderita DM tipe 2 hipertensif dan (2) hipertensi merupakan
faktor risiko terjadinya ND pada penderita DM tipe 2
Pada penderita DM tipe 2, disarankan (1) dilakukan
pemeriksaan tekanan darah yang rutin dan (2) selalu mengontrol
kadar gula dalam darahnya secara teratur, melakukan diet, olah
raga dan mengkonsumsi obat untuk DM secara teratur untuk
Bradham, D. M., Igarashi, A., Potter, R. L., and Grotendorst, G. R. 1991. Connective tissue growth factor: a cysteine-rich mitogene secreted by human vascular endothelial cells is related to the SRC-induced immediate early gene product CEF-10. J. Cell Biol. 114, 1285–1294
Brownlee M. The Pathobiology of Diabetic Complications A Unifying Mechanism DIABETES, VOL. 54, JUNE 2005
Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 14, No. 1, April 2009: 77-96
94
Buraczynska M, Gaszczyk I. B, Borowicz E, Ksiazek A. TGF- β1 and TSC-22 Gene Polymorphisms and Susceptibility to Microvascular Complications in Type 2 Diabetes Nephron Physiol 2007;106:p69–p75
Cardiovascular and Renal Drugs Advisory Committee. 2002. Hypertension and Type 2 Diabetic Renal Disease Worldwide Clinical esearch and Development FDA Advisory Briefing Book for Avapro
Grotendorst, G. R.1997. Connective tissue growth factor: a mediator of TGF-beta action on fibroblasts. Cytokine Growth Factor Rev. 8, 171–179
Grundy S. M. Benjamin, I J., Burke G L., Chait A, Eckel R H.,; Howard B. V., Mitch W, Smith S. C., Jr, Sowers J R. 1999 .Diabetes and Cardiovascular Disease A Statement for Healthcare Professionals From the American Heart Association. American Heart Association, Inc.
Khan. Z A.,, Farhangkhoee H and Chakrabarti S, Towards Newer Molecular Targets for Chronic Diabetic Complications Current Vascular Pharmacology, 2006, 4, 45-57
Leask, A., Denton, C. P., and Abraham, D. J. 2004. Insights into the molecular mechanism of sustained fibrosis: The role of connective tissue growth factor in scleroderma. J. Invest. Dermatol. 122, 1–6
LeRoy, E. C., Trojanowska, M. I., and Smith, E. A. 1990. Cytokines and human fibrosis. Eur. Cytokine Netw. 1, 215–219
Mikroalbuminuria pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Hipertensif (Evy Yulianti)
95
Loon N R, Diabetic Kidney Disease: Preventing Dialysis and Transplantation CLINICAL DIABETES .Volume 21, Number 2, 2003
Lydakis C. and Lip G.Y.H. Microalbuminuria and cardiovascular risk. Review QJM. Q J Med 1998; 91:381–391
Mansjoer, A. Triyanti, K. Savitri, R. Wardhani, W.I. Setiowulan, W.2001 Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Penerbit Media Aesculapius. FK UI Jakarta.
Mǖller, G.A., Zeisberg, M., dan Strutz, F., 2000, The Importance of Tubulointerstitial Damage in Progressive Renal Disease, Nephrol Dial Transplant, 15 [suppl 6], 76 – 77.
Oyama, F., Murata, Y., Suganuma, N., Kimura, T., Titani, K., and Sekiguchi, K. 1989. Patterns of alternative splicing of fibronectin pre-mRNA in human adult and fetal tissues. Biochemistry 28, 1428–1434
Peterdi, J. P., Kang, J.J., Toma, I. 2008. Activation of the renal renin–angiotensin system in diabetes new Concepts. Nephrol Dial Transplant. 23: 3047–3049
Reddy, G.R., Kotlyarevska, K., Ransom, R.F., and Menon, R.K., 2008, The podocyte and diabetes mellitus : is the podocyte the key to the origins of diabetic nephropathy?, Curr Opin Nephrol Hypertens, 17, 32 – 36.
Schrijvers B.F., de Vriese A.S , and Flyvbjerg A. From Hyperglycemia to Diabetic Kidney Disease: The Role of Metabolic, Hemodynamic, Intracellular Factors and Growth factors/Cytokines Endocrine Reviews 2004 :25(6):971–1010
Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 14, No. 1, April 2009: 77-96
96
Svensson, M. 2003. Metabolic Aspects on Diabetic Nephropathy Department of Public Health and Clinical Medicine, Medicine, Umeå University, Umeå, Sweden
Thomassian,B. Mennito,A.S. 2005 The Dental Patient with Diabetes. Foundation in Continuing Dental Education.
Vora,J.,Diabetic Nephropathy: Detection and Treatment of Renal Disease in Patients with Diabetes Proceeding Advanced Studies in Medicine Vol. 4 (10G) n 2004
Wendt T M., Tanji N. Guo J, Kislinger T R., Qu W. Lu Y. Bucciarelli L G., Rong L.L. Moser B. Markowitz G S., Stein G. Bierhaus A. Liliensiek B. Arnold B. Nawroth P P. Stern D M., D’Agati V D., and Schmidt A.M RAGE Drives the Development of Glomerulosclerosis and Implicates Podocyte Activation in the Pathogenesis of Diabetic Nephropathy. American Journal of Pathology, Vol. 162, No. 4, April 2003
World Health Organization.2003.Screening for Type 2 Diabetes.Report of a World Health Organization and International Diabetes Federation meeting Department of Noncommunicable Disease Management Geneva
Yeung .V.T.F,Lee. K.F.,Chan. S.H.,Ho, L.F.,Leung, S.K., Wong, H.Y. MicroAlbuminuria Prevalence Study(MAPS) in hypertensive type 2 diabetic patients in Hong Kong .Hong Kong Med J 2006;12:185-90