Miastenia Gravis Posted by dewabenny on 7/12/08 • Categorized as Medicine This article about the muscle disease or autoimune disease in Bahasa Indonesia. there only text without picture, if u want to view the picture, u can email me at [email protected]. Thanks for visiting my blog. BAB 1 PENDAHULUAN Miastenia gravis adalah salah satu karakteristik penyakit autoimun pada manusia. Selama beberapa dekade terakhir telah dilakukan penelitian tentang gejala miastenia pada kelinci yang diimunisasi dengan acetylcholine receptor (AchR). Sedangkan pada manusia yang menderita miastenia gravis, ditemukan adanya defisiensi dariacetylcholine receptor (AchR) pada neuromuscular junction. Pada tahun 1977, karakteristik autoimun pada miastenia gravis dan peran patogenik dari antibodi AchR telah berhasil ditemukan melalui beberapa penelitian. Hal ini meliputi demonstrasi tentang sirkulasi antibodi AchR pada hampir 90% penderita miastenia gravis, transfer pasif IgG pada beberapa bentuk penyakit dari manusia ke tikus, lokalisasi imun kompleks (IgG dan komplemen) pada membran post sinaptik, dan efek menguntungkan dari plasmaparesis 1 . Kemudian terdapat perkembangan dalam pengertian tentang struktur dan fungsi dari AchR serta interaksinya dengan antibodi AchR. Hubungan antara konsentrasi,spesifisitas, dan fungsi dari antibodi terhadap manifestasi klinik pada miastenia gravis telah dianalisis dengan sangat hati-hati, dan mekanisme dimana antibodi AchR mempengaruhi transmisi neuromuskular telah diinvestigasi lebih jauh 1 . Kelainan miastenik yang terjadi secara genetik atau kongenital, dapat terjadi karena berbagai faktor. Hal ini menyebabkan sindrom miastenik kongenital banyak diteliti dan diinvestigasi. Akhirnya, kelainan pada transmisi neuromuskular yang berbeda dari miastenia gravis yaitu The Lambert-Eaton Myasthenic Syndrome ternyata juga merupakan kelainan yang berbasis autoimun. Pada sindrom ini, zona partikel aktif dari membran presinaptik merupakan target dari autoantibodi yang patogen baik secara langsung maupun tidak langsung 1 . Walaupun terdapat banyak penelitian tentang terapi miastenia gravis yang berbeda- beda, tetapi tidak dapat diragukan bahwa terapi imunomodulasi dan imunosupresif dapat memberikan prognosis yang baik pada penyakit ini. Ironisnya, beberapa dari terapi ini justru diperkenalkan saat pengetahuan dan pengertian tentang imunopatogenesis masih sangat kurang 2 . BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI MIASTENIA GRAVIS
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Miastenia GravisPosted by dewabenny on 7/12/08 • Categorized as Medicine
This article about the muscle disease or autoimune disease in Bahasa Indonesia. there only text without picture,
if u want to view the picture, u can email me at [email protected]. Thanks for visiting my blog.
BAB 1
PENDAHULUAN
Miastenia gravis adalah salah satu karakteristik penyakit autoimun pada manusia. Selama beberapa dekade
terakhir telah dilakukan penelitian tentang gejala miastenia pada kelinci yang diimunisasi dengan acetylcholine
receptor (AchR). Sedangkan pada manusia yang menderita miastenia gravis, ditemukan adanya defisiensi
dariacetylcholine receptor (AchR) pada neuromuscular junction. Pada tahun 1977, karakteristik autoimun pada
miastenia gravis dan peran patogenik dari antibodi AchR telah berhasil ditemukan melalui beberapa penelitian.
Hal ini meliputi demonstrasi tentang sirkulasi antibodi AchR pada hampir 90% penderita miastenia gravis,
transfer pasif IgG pada beberapa bentuk penyakit dari manusia ke tikus, lokalisasi imun kompleks (IgG dan
komplemen) pada membran post sinaptik, dan efek menguntungkan dari plasmaparesis1.
Kemudian terdapat perkembangan dalam pengertian tentang struktur dan fungsi dari AchR serta interaksinya
dengan antibodi AchR. Hubungan antara konsentrasi,spesifisitas, dan fungsi dari antibodi terhadap manifestasi
klinik pada miastenia gravis telah dianalisis dengan sangat hati-hati, dan mekanisme dimana antibodi AchR
mempengaruhi transmisi neuromuskular telah diinvestigasi lebih jauh1.
Kelainan miastenik yang terjadi secara genetik atau kongenital, dapat terjadi karena berbagai faktor. Hal ini
menyebabkan sindrom miastenik kongenital banyak diteliti dan diinvestigasi. Akhirnya, kelainan pada transmisi
neuromuskular yang berbeda dari miastenia gravis yaitu The Lambert-Eaton Myasthenic Syndrome ternyata juga
merupakan kelainan yang berbasis autoimun. Pada sindrom ini, zona partikel aktif dari membran presinaptik
merupakan target dari autoantibodi yang patogen baik secara langsung maupun tidak langsung1.
Walaupun terdapat banyak penelitian tentang terapi miastenia gravis yang berbeda-beda, tetapi tidak dapat
diragukan bahwa terapi imunomodulasi dan imunosupresif dapat memberikan prognosis yang baik pada penyakit
ini. Ironisnya, beberapa dari terapi ini justru diperkenalkan saat pengetahuan dan pengertian tentang
imunopatogenesis masih sangat kurang2.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA2.1 DEFINISI MIASTENIA GRAVIS
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan abnormal dan progresif
pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas3,4.
Bila penderita beristirahat, maka tidak lama kemudian kekuatan otot akan pulih kembali. Penyakit ini timbul
karena adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada neuromuscular junction3.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui, dan dapat terjadi pada berbagai usia. Biasanya
penyakit ini lebih sering tampak pada usia 20-50 tahun. Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan
pria. Rasio perbandingan wanita dan pria yang menderita miastenia gravis adalah 6 : 4. Pada wanita, penyakit ini
tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar 28 tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini sering terjadi pada
2.3 ANATOMI, FISIOLOGIS, DAN BIOKIMIA NEUROMUSCULAR JUNCTION
2.4 Anatomi Neuromuscular Junction
Sebelum memahami tentang miastenia gravis, pengetahuan tentang anatomi dan fungsi normal
darineuromuscular junction sangatlah penting. Tiap-tiap serat saraf secara normal bercabang beberapa kali dan
merangsang tiga hingga beberapa ratus serat otot rangka. Ujung-ujung saraf membuat suatu sambungan yang
disebut neuromuscular junction atau sambungan neuromuskular4,5.
Bagian terminal dari saraf motorik melebar pada bagian akhirnya yang disebut terminal bulb, yang terbentang
diantara celah-celah yang terdapat di sepanjang serat saraf. Membran presinaptik (membran saraf), membran
post sinaptik (membran otot), dan celah sinaps merupakan bagian-bagian pembentuk neuromuscular junction4.
Gambar 1. Anatomi suatu Neuromuscular Junction4
2.3.2 Fisiologi dan Biokimia Neuromuscular Junction
Celah sinaps merupakan jarak antara membran presinaptik dan membran post sinaptik. Lebarnya berkisar
antara 20-30 nanometer dan terisi oleh suatu lamina basalis, yang merupakan lapisan tipis dengan serat retikular
seperti busa yang dapat dilalui oleh cairan ekstraselular secara difusi5.
Terminal presinaptik mengandung vesikel yang didalamnya berisi asetilkolin (ACh). Asetilkolin disintesis dalam
sitoplasma bagian terminal namun dengan cepat diabsorpsi ke dalam sejumlah vesikel sinaps yang kecil, yang
dalam keadaan normal terdapat di bagian terminal suatu lempeng akhir motorik (motor end plate)4,5.
Bila suatu impuls saraf tiba di neuromuscular junction, kira-kira 125 kantong asetilkolin dilepaskan dari terminal
masuk ke dalam celah sinaps. Bila potensial aksi menyebar ke seluruh terminal, maka akan terjadi difusi dari ion-
ion kalsium ke bagian dalam terminal. Ion-ion kalsium ini kemudian diduga mempunyai pengaruh tarikan
terhadap vesikel asetilkolin. Beberapa vesikel akan bersatu ke membran saraf dan mengeluarkan asetilkolinnya
ke dalam celah sinaps. Asetilkolin yang dilepaskan berdifusi sepanjang sinaps dan berikatan dengan reseptor
asetilkolin (AChRs) pada membran post sinaptik4,5.
Secara biokimiawi keseluruhan proses pada neuromuscular junction dianggap berlangsung dalam 6 tahap,
yaitu:6
1. Sintesis asetil kolin terjadi dalam sitosol terminal saraf dengan menggunakan enzim kolin asetiltransferase
yang mengkatalisasi reaksi berikut ini:
Asetil-KoA + Kolin à Asetilkolin + KoA
2. Asetilkolin kemudian disatukan ke dalam partikel kecil terikat-membran yang disebut vesikel sinap dan
disimpan di dalam vesikel ini.
3. Pelepasan asetilkolin dari vesikel ke dalam celah sinaps merupakan tahap berikutnya. Peristiwa ini terjadi
melalui eksositosis yang melibatkan fusi vesikel dengan membran presinaptik. Dalam keadaan istirahat, kuanta
tunggal (sekitar 10.000 molekul transmitter yang mungkin sesuai dengan isi satu vesikel sinaps) akan dilepaskan
secara spontan sehingga menghasilkan potensial endplate miniature yang kecil. Kalau sebuah akhir saraf
mengalami depolarisasi akibat transmisi sebuah impuls saraf, proses ini akan membuka saluran Ca2+yang
sensitive terhadap voltase listrik sehingga memungkinkan aliran masuk Ca2+ dari ruang sinaps ke terminal saraf.
Ion Ca2+ ini memerankan peranan yang esensial dalam eksositosis yang melepaskan asitilkolin (isi kurang lebih
125 vesikel) ke dalam rongga sinaps.
4. Asetilkolin yang dilepaskan akan berdifusi dengan cepat melintasi celah sinaps ke dalam reseptor di dalam
lipatan taut (junctional fold), merupakan bagian yang menonjol dari motor end plate yang mengandung reseptor
asetilkolin (AChR) dengan kerapatan yang tinggi dan sangat rapat dengan terminal saraf. Kalau 2 molekul
asetilkolin terikat pada sebuah reseptor, maka reseptor ini akan mengalami perubahan bentuk dengan membuka
saluran dalam reseptor yang memungkinkan aliran kation melintasi membran. Masuknya ion Na+akan
menimbulkan depolarisasi membran otot sehingga terbentuk potensial end plate. Keadaan ini selanjutnya akan
menimbulkan depolarisasi membran otot di dekatnya dan terjadi potensial aksi yang ditransmisikan disepanjang
serabut saraf sehingga timbul kontraksi otot.
5. Kalau saluran tersebut menutup, asetilkolin akan terurai dan dihidrolisis oleh enzim asetilkolinesterase yang
mengkatalisasi reaksi berikut:
Asetilkolin + H2O à Asetat + Kolin
Enzim yang penting ini terdapat dengan jumlah yang besar dalam lamina basalis rongga sinaps
6. Kolin didaur ulang ke dalam terminal saraf melalui mekanisme transport aktif di mana protein tersebut dapat
digunakan kembali bagi sintesis asetilkolin.
Setiap reseptor asetilkolin merupakan kompleks protein besar dengan saluran yang akan segera terbuka setelah
melekatnya asetilkolin. Kompleks ini terdiri dari 5 protein subunit, yatiu 2 protein alfa, dan masing-masing satu
protein beta, delta, dan gamma. Melekatnya asetilkolin memungkinkan natrium dapat bergerak secara mudah
melewati saluran tersebut, sehingga akan terjadi depolarisasi parsial dari membran post sinaptik. Peristiwa ini
akan menyebabkan suatu perubahan potensial setempat pada membran serat otot yang disebutexcitatory
postsynaptic potential (potensial lempeng akhir). Apabila pembukaan gerbang natrium telah mencukupi, maka
akan terjadi suatu potensial aksi pada membran otot yang selanjutnya menyebabkan kontraksi otot4,5.
Beberapa sifat dari reseptor asetilkolin di neuromuscular junction adalah sebagai berikut:6
Merupakan reseptor nikotinik (nikotin adalah agonis terhadap reseptor)
Merupakan glikoprotein bermembran dengan berat molekul sekitar 275 kDa.
Mengandung lima subunit, terdiri dari ?2??? Hanya subunit ? yang mengikat asetilkolin dengan afinitas tinggi.
Dua molekul asetilkolin harus berikatan untuk membuka saluran ion, yang memungkinkan aliran baik Na+ maupun K+.
Bisa ular ?-bungarotoksin berikatan dengan erat pada subunit – ? dan dapat digunakan untuk melabel reseptor atau sebagai suatu ligand berafinitas untuk memurnikannya.
Autoantibody terhadap reseptor termasuk penyebab miastenia grafis.
Gambar 2. Fisiologi Neuromuscular Junction5
2.4 PATOFISIOLOGI
Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada patofisiologi miastenia gravis. Observasi
klinik yang mendukung hal ini mencakup timbulnya kelainan autoimun yang terkait dengan pasien yang
menderita miastenia gravis, misalnya autoimun tiroiditis, sistemik lupus eritematosus, arthritis rheumatoid, dan
lain-lain4.
Sejak tahun 1960, telah didemonstrasikan bagaimana autoantibodi pada serum penderita miastenia gravis
secara langsung melawan konstituen pada otot. Hal inilah yang memegang peranan penting pada melemahnya
otot penderita dengan miatenia gravis. Tidak diragukan lagi, bahwa antibody pada reseptor nikotinik asetilkolin
merupakan penyebab utama kelemahan otot pasien dengan miastenia gravis. Autoantibodi terhadap asetilkolin
reseptor (anti-AChRs), telah dideteksi pada serum 90% pasien yang menderita acquired myasthenia
gravisgeneralisata2.
Mekanisme pasti tentang hilangnya toleransi imunologik terhadap reseptor asetilkolin pada penderita miastenia
gravis belum sepenuhnya dapat dimengerti. Miastenia gravis dapat dikatakan sebagai “penyakit terkait sel B”,
dimana antibodi yang merupakan produk dari sel B justru melawan reseptor asetilkolin. Peranan sel T pada
patogenesis miastenia gravis mulai semakin menonjol. Timus merupakan organ sentral terhadap imunitas yang
terkait dengan sel T. Abnormalitas pada timus seperti hiperplasia timus atau thymoma, biasanya muncul lebih
awal pada pasien dengan gejala miastenik4.
Pada pasien miastenia gravis, antibodi IgG dikomposisikan dalam berbagai subklas yang berbeda, dimana satu
antibodi secara langsung melawan area imunogenik utama pada subunit alfa. Subunit alfa juga
merupakanbinding site dari asetilkolin. Ikatan antibodi reseptor asetilkolin pada reseptor asetilkolin akan
mengakibatkan terhalangnya transmisi neuromuskular melalui beberapa cara, antara lain : ikatan silang reseptor
asetilkolin terhadap antibodi anti-reseptor asetilkolin dan mengurangi jumlah reseptor asetilkolin
pada neuromuscular junction dengan cara menghancurkan sambungan ikatan pada membran post sinaptik,
sehingga mengurangi area permukaan yang dapat digunakan untuk insersi reseptor-reseptor asetilkolin yang
baru disintesis4.
2.5 GEJALA KLINIS
Miastenia gravis dikarakteristikkan melalui adanya kelemahan yang berfluktuasi pada otot rangka dan
kelemahan ini akan meningkat apabila sedang beraktivitas. Penderita akan merasa ototnya sangat lemah pada
siang hari dan kelemahan ini akan berkurang apabila penderita beristirahat4. Gejala klinis miastenia gravis antara
lain : Kelemahan pada otot ekstraokular atau ptosis
Ptosis yang merupakan salah satu gejala kelumpuhan nervus okulomotorius, seing menjadi keluhan utama
penderita miastenia gravis. Walupun pada miastenia gravis otot levator palpebra jelas lumpuh, namun ada
kalanya otot-otot okular masih bergerak normal. Tetapi pada tahap lanjut kelumpuhan otot okular kedua belah
sisi akan melengkapi ptosis miastenia gravis7. Kelemahan otot bulbar juga sering terjadi, diikuti dengan
kelemahan pada fleksi dan ekstensi kepala4.
Gambar 3. Penderita Miastenia Gravis yang mengalami kelemahan
otot esktraokular (ptosis).
Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk. Kelemahan tersebut akan menyebar mulai dari otot ocular, otot wajah, otot leher, hingga ke otot ekstremitas4.
Sewaktu-waktu dapat pula timbul kelemahan dari otot masseter sehingga mulut penderita sukar untuk ditutup.
Selain itu dapat pula timbul kelemahan dari otot faring, lidah, pallatum molle, dan laring sehingga timbullah
kesukaran menelan dan berbicara. Paresis dari pallatum molle akan menimbulkan suara sengau. Selain itu bila
penderita minum air, mungkin air itu dapat keluar dari hidungnya.
2.6 KLASIFIKASI MIASTENIA GRAVIS
Menurut Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA), miastenia gravis dapat diklasifikasikan sebagai
berikut7:
a. Klas I
Adanya kelemahan otot-otot okular, kelemahan pada saat menutup mata, dan kekuatan otot-otot lain normal.
b. Klas II
Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya kelemahan ringan pada otot-otot lain selain
otot okular.
c. Klas IIa
Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya. Juga terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal
yang ringan.
d. Klas IIb
Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau keduanya. Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh
dan otot-otot aksial lebih ringan dibandingkan klas IIa.
e. Klas III
Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan otot-otot lain selain otot-otot ocular mengalami
kelemahan tingkat sedang.
f. Klas IIIa
Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan
otot orofaringeal yang ringan.
g. Klas IIIb
Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan
otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dalam derajat ringan.
h. Klas IV
Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam derajat yang berat, sedangkan otot-otot okular
mengalami kelemahan dalam berbagai derajat.
i. Klas IVa
Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau otot-otot aksial. Otot orofaringeal
mengalami kelemahan dalam derajat ringan.
j. Klas IVb
Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya secara predominan. Selain itu juga
terdapat kelemahan pada otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dengan derajat ringan.
Penderita menggunakan feeding tube tanpa dilakukan intubasi.
k. Klas V
Penderita terintubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.
Biasanya gejala-gejala miastenia gravis sepeti ptosis dan strabismus tidak akan tampak pada waktu pagi hari. Di
waktu sore hari atau dalam cuaca panas, gejala-gejala itu akan tampak lebih jelas. Pada pemeriksaan, tonus otot
tampaknya agak menurun3.
Miastenia gravis juga dapat dikelompokkan secara lebih sederhana seperti dibawah ini3 :
a. Miastenia gravis dengan ptosis atau diplopia ringan.
b. Miastenia gravis dengan ptosis, diplopi, dan kelemahan otot-otot untuk untuk mengunyah, menelan, dan
berbicara. Otot-otot anggota tubuhpun dapat ikut menjadi lemah. Pernapasan tidak terganggu.
c. Miastenia Gravis yang berlangsung secara cepat dengan kelemahan otot-otot okulobulbar. Pernapasan tidak
terganggu. Penderita dapat meninggal dunia.
2.7 DIAGNOSIS MIASTENIA GRAVIS
2.7.1 Penegakan Diagnosis Miastenia Gravis
Pemeriksaan fisik yang cermat harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis suatu miastenia gravis. Kelemahan
otot dapat muncul dalam berbagai derajat yang berbeda, biasanya menghinggapi bagian proksimal dari tubuh
serta simetris di kedua anggota gerak kanan dan kiri. Refleks tendon biasanya masih ada dalam batas normal4.
Miastenia gravis biasanya selalu disertai dengan adanya kelemahan pada otot wajah. Kelemahan otot wajah
bilateral akan menyebabkan timbulnya a mask-like face dengan adanya ptosis dan senyum yang horizontal4.
Kelemahan otot bulbar juga sering terjadi pada penderita dengan miastenia gravis. Pada pemeriksaan fisik,
terdapat kelemahan otot-otot palatum, yang menyebabkan suara penderita seperti berada di hidung (nasal twang
to the voice) serta regurgitasi makanan terutama yang bersifat cair ke hidung penderita. Selain itu, penderita
miastenia gravis akan mengalami kesulitan dalam mengunyah serta menelan makanan, sehingga dapat terjadi
aspirasi cairan yang menyebabbkan penderita batuk dan tersedak saat minum. Kelemahan otot-otot rahang
pada miastenia gravis menyebakan penderita sulit untuk menutup mulutnya, sehingga dagu penderita harus
terus ditopang dengan tangan. Otot-otot leher juga mengalami kelemahan, sehingga terjadi gangguan pada saat
fleksi serta ekstensi dari leher4.
Otot-otot anggota tubuh tertentu mengalami kelemahan lebih sering dibandingkan otot-otot anggota tubuh yang
lain, dimana otot-otot anggota tubuh atas lebih sering mengalami kelemahan dibandingkan otot-otot anggota
tubuh bawah. Deltoid serta fungsi ekstensi dari otot-otot pergelangan tangan serta jari-jari tangan sering kali
mengalami kelemahan. Otot trisep lebih sering terpengaruh dibandingkan otot bisep. Pada ekstremitas bawah,
sering kali terjadi kelemahan saat melakukan fleksi panggul, serta melakukan dorsofleksi jari-jari kaki
dibandingkan dengan melakukan plantarfleksi jari-jari kaki4.
Kelemahan otot-otot pernapasan dapat dapat menyebabkan gagal napas akut, dimana hal ini merupakan suatu
keadaan gawat darurat dan tindakan intubasi cepat sangat diperlukan. Kelemahan otot-otot interkostal serta
diafragma dapat menyebabkan retensi karbondioksida sehingga akan berakibat terjadinya hipoventilasi.
Kelemahan otot-otot faring dapat menyebabkan kolapsnya saluran napas atas, pengawasan yang ketat terhadap
fungsi respirasi pada pasien miastenia gravis fase akut sangat diperlukan4.
Biasanya kelemahan otot-otot ekstraokular terjadi secara asimetris. Kelemahan sering kali mempengaruhi lebih
dari satu otot ekstraokular, dan tidak hanya terbatas pada otot yang diinervasi oleh satu nervus cranialis. Hal ini
merupakan tanda yang sangat penting untuk mendiagnosis suatu miastenia gravis. Kelemahan pada muskulus
rektus lateralis dan medialis akan menyebabkan terjadinya suatu pseudointernuclear ophthalmoplegia, yang
ditandai dengan terbatasnya kemampuan adduksi salah satu mata yang disertai nistagmus pada mata yang
melakukan abduksi4.
Untuk penegakan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan sebagai berikut3 :
1. Penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lama kelamaan akan terdengar bahwa
suaranya bertambah lemah dan menjadi kurang terang. Penderita menjadi anartris dan afonis.
2. Penderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara terus-menerus. Lama kelamaan akan timbul ptosis.
Setelah suara penderita menjadi parau atau tampak ada ptosis, maka penderita disuruh beristirahat.. Kemudian
tampak bahwa suaranya akan kembali baik dan ptosis juga tidak tampak lagi.
Untuk memastikan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan beberapa tes antara lain3 :
1. Uji Tensilon (edrophonium chloride)
Untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena, bila tidak terdapat reaksi maka disuntikkan lagi
sebanyak 8 mg tensilon secara intravena. Segera sesudah tensilon disuntikkan hendaknya diperhatikan otot-otot
yang lemah seperti misalnya kelopak mata yang memperlihatkan ptosis. Bila kelemahan itu benar disebabkan
oleh miastenia gravis, maka ptosis itu akan segera lenyap. Pada uiji ini kelopak mata yang lemah harus
diperhatikan dengan sangat seksama, karena efektivitas tensilon sangat singkat.
2. Uji Prostigmin (neostigmin)
Pada tes ini disuntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin merhylsulfat secara intramuskular (bila perlu, diberikan pula
atropin ¼ atau ½ mg). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis maka gejala-gejala seperti
misalnya ptosis, strabismus atau kelemahan lain tidak lama kemudian akan lenyap.
3. Uji Kinin
Diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3 jam kemudian diberikan 3 tablet lagi (masing-masing 200 mg
per tablet). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis, strabismus,
dan lain-lain akan bertambah berat. Untuk uji ini, sebaiknya disiapkan juga injeksi prostigmin, agar gejala-gejala
miastenik tidak bertambah berat.
2.7.2 Pemeriksaan Penunjang untuk Diagnosis Pasti
2.7.2.1 Pemeriksaan Laboratorium
Anti-asetilkolin reseptor antibodi
Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu miastenia gravis, dimana terdapat hasil
yang postitif pada 74% pasien. 80% dari penderita miastenia gravis generalisata dan 50% dari penderita dengan
miastenia okular murni menunjukkan hasil tes anti-asetilkolin reseptor antibodi yang positif. Pada
pasienthymoma tanpa miastenia gravis sering kali terjadi false positive anti-AChR antibody4.
Rata-rata titer antibody pada pemeriksaan anti-asetilkolin reseptor antibody, yang dilakukan oleh Tidall, di
sampaikan pada tabel berikut4:
Tabel 1. Prevalensi dan Titer Anti-AChR Ab pada Pasien Miastenia Gravis
Osserman Class
Mean antibody Titer
Percent Positive
R 0.79 24
I 2.17 55
IIA 49.8 80
IIB 57.9 100
III 78.5 100
IV 205.3 89
Klasifikasi : R = remission, I = ocular only, IIA = mild generalized, IIB = moderate generalized, III = acute severe,
IV = chronic severe4
Pada tabel ini menunjukkan bahwa titer antibodi lebih tinggi pada penderita miastenia gravis dalam kondisi yang
parah, walaupun titer tersebut tidak dapat digunakan untuk memprediksikan derajat penyakit miastenia gravis.
Antistriated muscle (anti-SM) antibody
Merupakan salah satu tes yang penting pada penderita miastenia gravis. Tes ini menunjukkan hasil positif pada
sekitar 84% pasien yang menderita thymoma dalam usia kurang dari 40 tahun. Pada pasien
tanpa thymomadengan usia lebih dari 40 tahun, anti-SM Ab dapat menunjukkan hasil positif. Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies.
Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil anti-AChR Ab negatif (miastenia gravis
seronegarif), menunjukkan hasil yang positif untuk anti-MuSK Ab.
Antistriational antibodies
Dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan adanya antibody yang berikatan dalam
pola cross-striational pada otot rangka dan otot jantung penderita. Antibodi ini bereaksi dengan epitop pada
reseptor protein titin dan ryanodine (RyR). Antibody ini selalu dikaitkan dengan pasien thymoma dengan
miastenia gravis pada usia muda. Terdeteksinya titin/RyR antibody merupakan suatu kecurigaaan yang kuat
akan adanya thymoma pada pasien muda dengan miastenia gravis.
2.7.2.2 Imaging4
Chest x-ray (foto roentgen thorak)
Dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan lateral. Pada roentgen thorak, thymoma dapat diidentifikasi
sebagai suatu massa pada bagian anterior mediastinum. Hasil roentgen yang negatif belum tentu dapat menyingkirkan adanya thymoma ukuran kecil, sehingga
terkadang perlu dilakukan chest Ct-scan untuk mengidentifikasi thymoma pada semua kasus miastenia gravis, terutama pada penderita dengan usia tua.
MRI pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai pemeriksaan rutin. MRI dapat digunakan apabila diagnosis miastenia gravis tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang lainnya dan untuk mencari penyebab defisit pada saraf otak.
2.7.2.3 Pendekatan Elektrodiagnostik
Pendekatan elektrodiagnostik dapat memperlihatkan defek pada transmisi neuromuscular melalui 2 teknik4 : Repetitive Nerve Stimulation (RNS)
Pada penderita miastenia gravis terdapat penurunan jumlah reseptor asetilkolin, sehingga pada RNS tidak
terdapat adanya suatu potensial aksi.
Single-fiber Electromyography (SFEMG)
Menggunakan jarum single-fiber, yang memiliki permukaan kecil untuk merekam serat otot penderita. SFEMG
dapat mendeteksi suatu jitter (variabilitas pada interval interpotensial diantara 2 atau lebih serat otot tunggal
pada motor unit yang sama) dan suatu fiber density (jumlah potensial aksi dari serat otot tunggal yang dapat
direkam oleh jarum perekam). SFEMG mendeteksi adanya defek transmisi pada neuromuscular fiber berupa
peningkatan jitter dan fiber density yang normal.
2.7.3 Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding untuk menegakkan diagnosis miastenia gravis, antara lain3,4: Adanya ptosis atau strabismus dapat juga disebabkan oleh lesi nervus III pada beberapa penyakit elain
miastenia gravis, antara lain :
o Meningitis basalis (tuberkulosa atau luetika)
o Infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring
o Aneurisma di sirkulus arteriosus Willisii
o Paralisis pasca difteri
o Pseudoptosis pada trachoma
Apabila terdapat suatu diplopia yang transient maka kemungkinan adanya suatu sklerosis multipleks.
(membran otot), dan celah sinaps merupakan bagian-bagian pembentuk neuromuscular junction4.
Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada patofisiologi miastenia gravis, dimana
antibodi yang merupakan produk dari sel B justru melawan reseptor asetilkolin4.
Penatalaksanaan miastenia gravis dapat dilakukan dengan obat-obatan, thymomectomy ataupun dengan
imunomodulasi dan imunosupresif terapi yang dapat memberikan prognosis yang baik pada kesembuhan
miastenia gravis2,4.
DAFTAR PUSTAKA1. Engel, A. G. MD. Myasthenia Gravis and Myasthenic Syndromes. Ann Neurol 16: Page: 519-534. 1984.
2. Lewis, R.A, Selwa J.F, Lisak, R.P. Myasthenia Gravis: Immunological Mechanisms and Immunotherapy. Ann Neurol. 37(S1):S51-S62. 1995.
3. Ngoerah, I. G. N. G, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlanga University Press. Page: 301-305. 1991.
4. Howard, J. F. Myasthenia Gravis, a Summary. Available at :http://www.ninds.nih.gov/disorders/myasthenia_gravis/detail_myasthenia_gravis.htm. Accessed : March 22, 2008.
1. Newton, E. Myasthenia Gravis. Available at : http://en.wikipedia.org/wiki/Myasthenia_gravis. accessed : March 22, 2008.
2. Murray, R.K, Granner, D.K, Mayes, P.A. Biokimia Harper: Dasar Biokimia Beberapa Kelainan Neuropsikiatri. Edisi 24. EGC. Jakarta. Page: 816-835. 1999.
3. Anonim, Myasthenia Gravis. Available at: http://www.myasthenia.org/docs/MGFA_Brochure_Ocular.pd . Accessed: March 22, 2008.
4. Anonim, Thymectomy, Available at : http://www.myasthenia.org/amg_treatments.cfm . Accessed : March 22, 2008.
Related Article
May 13, 2009 -- [Poll]Kontrasepsi Untuk Remaja – Bag. 1 (19) April 23, 2009 -- Penatalaksanaan Gigitan Hewan – Mencegah Rabies (2) March 18, 2009 -- RS Jiwa Penuh Setelah Pemilu Legislatif ? (11) February 17, 2009 -- Varicella atau Cacar Air (3) January 14, 2009 -- Posisi berhubungan seks yang aman pada masa kehamilan (11) November 6, 2008 -- Obat Yang Aman untuk Ibu hamil dan Menyusui (14) October 22, 2008 -- Jadwal Pemeriksaan Kandungan (2) (7) October 21, 2008 -- Jadwal Pemeriksaan Kandungan (1) October 7, 2008 -- Masa Subur Wanita (65) September 3, 2008 -- 10 Powerful Tips To Stop Smoking (2)
Miastenia Gravis menghasilkan kelemahan progresif dan sporadis serta kelelahan abnormal pada otot skeletal, yang bertambah buruk setelah latihan dan pengulangan gerakan, namun dapat diperbaiki dengan obat antikholineterase.Biasanya, gangguan ini menyerang otot yang dikendalikan oleh saraf kranial (wajah, bibir, lidah, leher, dan tenggorokan) tetapi dapat juga menyerang otot-otot lainnya.Miastenia Gravis mengikuti terjadinya ledakan kemarahan dan remisi periodik yang tidak dapat diramalkan. Pengobatannya pun tidak diketahui, tetapi terapi obat-obatan dapat memperbaiki gejala dan memungkinkan penderita hidup relatif normal, kecuali pada saat ledakan kemarahan terjadi.Bila penyakit melibatkan sistem pernafasan, maka dapat membahayakan jiwa.PENYEBAB
Miastenia Gravis menyebabkan kegagalan dalam transmisi impuls saraf pada sambungan neuromuskuler. Secara teoritis, kerusakan seperti ini dapat diakibatkan dari reaksi autoimun atau tidak dapat berfungsinya aktivitas neurotransmiter.Miastenia Gravis menyerang semua usia, namun penyakit ini paling banyak ditemukan pada usia antara 20 sampai 40 tahun. Miastenia Gravis menyerang wanita 3 kali lebih banyak dari pria, tetapi setelah usia 40 tahun, penyakit ini tampaknya menyerang baik pria maupun wanita secara seimbang.Sekitar 20% bayi yang dilahirkan oleh ibu penderita Miastenia Gravis akanmemiliki miastenia tidak menetap/transient (kadang permanen).Penyakit ini akan muncul bersamaan dengan gangguan sistem kekbalan dan gangguan tiroid; sekitar 15% penderita miastenia gravis mengalami thymoma (tumor yang dibentuk oleh jaringan kelenjar timus). Remisi terjadi pada 25% penderita penyakit ini.GEJALA
Gejala dominan penyakit ini adalah lemah otot skeletal dan kelelahan. Pada tahap awal, otot-otot tertentu mudah terkena kelelahan, tetapi tidak ditemukan gejala lain. Pada akhirnya, gejala ini makin parah dan dapat menyebabkan kelumpuhan.Biasanya, otot terasa kuat pada pagi hari dan melemah sepanjang hari, terutama setelah latihan.Istirahat singkat untuk sementara dapat mengembalikan fungsi otot. Lemah otot semakin berkembang; akhirnya beberapa otot menjadi tidak berfungsi sama sekali. Gejala yang terjadi tergantung pada kelompok otot yang terserang; gejala ini semakin menjadi pada masa haid dan setelah stres emosional, terlalu lama terkena sinar matahari atau udara dingin atau infeksi.Pemunculan gejala dapat terjadi tiba-tiba atau dari dalam. Pada banyak penderita, penutupan mata lemah, kelopak mata yang menutup, dan penglihatan ganda merupakan awal gangguan ini. Penderita biasanya memiliki regurgitasi cairan hidung yang kerap terjadi dan kesulitan mengunyah dan menelan.Karena gangguan ini, penderita sering takut tercekik. Penderita juga mengalami kesulitan bernafas. Karena pelupuk mata yang menutup,penderita harus menaikkan kepalanya ke arah belakang untuk melihat, otot leher menjadi terlalu lemah untuk menyangga kepala tanpa menjadi pendek.Penderita krisis miasenik (gangguan pernafasan yang muncul tiba-tiba) dapat terkena pneumonia dan infeksi saluran pernafasan lainnya. Situasi ini dapat bertambah parah sehingga memerlukan ventilasi mekanis serta saluran udara darurat.DIAGNOSA
Otot lelah yang dapat disembuhkan dengan istirahat sangat disarankan dalam diagnosis Miastenia Gravis. Pemeriksaan terhadap kondisi neurologis ini mencatat efek latihan dan istirahat pada lemah otot elektromiografi, dengan stimulasi saraf berulang kali, dapat membantu konfirmasi diagnosis.Bukti Miastenia Gravis klasik adalah fungsi otot yang pulih setelah injeksi intravena dari Edrophonium Chlorida atau Neostigmin Metilsulfat. Pada penderita fungsi otot sembuh dalam 30 sampai 60 menit setelah pemberian obat dan berakhir setelah 30 menit. Meskipun demikian, otot mata yang telah lama kurang berfungsi mungkin tidak bereaksi terhadap pemeriksaan.Pengujian ini dapat membedakan krisis miasthenik dari krisis kolenergis dan disebabkan oleh aktivitas aserilkolin yang berlebihan pada sambungan neuromuskuler. Evaluasi harus mengesampingkan penyakit tiroid dan thymoma.PENGOBATAN
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi gejala. Obat-obat antikolinesterase sepertiNeostigmin Metilsulfat dan Piridostigmin bromida, melawan kelelahan dan lemah otot dan memungkinkan otot berfungsi 80% normal.Meskipun demikian, obat-obat ini dapat menjadi kurang efektif saat penyakit bertambah parah.
Kortikosteroid dapat menyembuhkan gejala. Plasmapheresis (penyaringan elemen penyakit dari plasma) digunakan saat terjadi ledakan kemarahan yang parah.Penderita dengan thymoma, perlu mendapatkan pemindahan kelenjar timus, yang dapat menyebabkan remisi pada beberapa kasus pemunculan penyakit ini pada orang dewasa.Ledakan kemarahan yang akut dapat menyebabkan gangguan pernafasan yang parah sehingga memerlukan pengobatan segera. Trakeotomi, ventilasi tekanan positif, dan penyedotan untuk memindahkan sekresi biasanya menghasilkan perbaikan dalam beberapa hari.Karena obat antikolinesterasi tidak efektif dalam krisis miasthenik, penggunaannya dapat dihentikan sampai fungsi pernafasan pulih. Krisis ini memerlukan pengobatan rumah sakit segera dan pertolongan pernafasan yang cepat.
Miastenia GravisDEFINISI
Miastenia Gravis adalah suatu penyakit autoimun dimana persambungan otot dan saraf (neuromuscular junction) berfungsi secara tidak normal dan menyebabkan kelemahan otot menahun.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan biasanya mulai timbul pada usia 20-40 tahun.
KELAINAN NEUROMUSCULAR JUNCTION LAINNYA
Sindroma Eaton-Lambert merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan kelemahan.Penyebabnya adalah pelepasan asetilkolin yang tidak adekuat.Penyakit ini bisa timbul secara sporadis, tetapi biasanya merupakan efek samping dari kanker tertentu, terutama kanker paru-paru.
Botulisme merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena mencerna makanan yang mengandung bahan racun yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium botulinum. Bahan racun ini melumpuhkan otot-otot dengan cara menghambat pelepasan asetilkolin dari saraf.
Berbagai obat, insektisida tertentu (fosfat organik) dan gas saraf yang digunakan dalam peperangan kimia bisa menyerang neuromuscular junction.Beberapa bahan tersebut mencegah pemecahan alami asetilkolin setelah impuls saraf diantarkan ke otot.Dosis antibiotik yang sangat tinggi juga bisa menyebabkan kelemahan dengan cara yang sama.
PENYEBAB
Pada miastenia gravis, sistem kekebalan membentuk antibodi yang menyerang reseptor yang terdapat di sisi otot dari neuromuscular junction.Reseptor yang dirusak terutama adalah reseptror yang menerima sinyal saraf dengan bantuan asetilkolin (bahan kimia yang mengantarkan impuls saraf melalui junction atau disebut juga neurotransmiter).
Apa yang menjadi penyebab tubuh menyerang asetilkolinnya sendiri, tidak diketahui.Tetapi faktor genetik pada kelainan kekebalan tampaknya memegang peran yang
penting.Antibodi ini ikut dalam sirkulasi darah dan seorang ibu hamil yang menderita miastenia gravis bisa melalui plasenta dan sampai ke janin yang dikandungnya. Pemindahan antibodi ini bisa menyebabkan miastenia neonatus, dimana bayi memiliki kelemahan otot yang akan menghilang beberapa hari sampai beberapa minggu setelah dilahirkan.
GEJALA
Gejala yang paling sering ditemukan adalah:- kelemahan pada kelopak mata (kelopak mata jatuh )- kelemahan pada otot mata sehingga terjadi penglihatan ganda- kelelahan otot yang berlebihan setelah melakukan olah raga.
Bisa terjadi kesulitan dalam berbicara dan menelan serta kelemahan pada lengan dan tungkai.Kesulitan dalam menelan seringkali menyebabkan penderita tersedak.
Yang khas adalah otot menjadi semakin lemah.Penderita mengalami kesulitan dalam menaiki tangga, mengangkat benda dan bisa terjadi kelumpuhan.
Sekitar 10% penderita mengalami kelemahan otot yang diperlukan untuk pernafasan (krisis miastenik).
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya, yaitu jika seseorang mengalami kelemahan umum, terutama jika melibatkan otot mata atau wajah, atau kelemahan yang meningkat jika otot yang terkena digunakan atau berkurang jika otot yang terkena diistirahatkan.
Obat yang dapat meningkatkan jumlah asetilkolin dipakai untuk melakukan pengujian guna memperkuat diagnosis.Yang paling sering digunakan untuk pengujian adalah edrofonium. Jika obat ini disuntikkan intravena, maka untuk sementara waktu akan memperbaiki kekuatan otot pada penderita miastenia gravis.
Pemeriksaan diagnostik lainnya adalah penilaian fungsi otot dan saraf dengan elektromiogram dan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya antibodi terhadap asetilkolin.
Beberapa penderita memiliki tumor pada kelenjar timusnya (timoma), yang mungkin merupakan penyebab dari kelainan fungsi sistem kekebalannya.CT scan dada dilakukan untuk menemukan adanya timoma.
PENGOBATAN
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya, yaitu jika seseorang mengalami kelemahan umum, terutama jika melibatkan otot mata atau wajah, atau kelemahan yang meningkat jika otot yang terkena digunakan atau berkurang jika otot yang terkena diistirahatkan.
Obat yang dapat meningkatkan jumlah asetilkolin dipakai untuk melakukan pengujian guna memperkuat diagnosis.
Yang paling sering digunakan untuk pengujian adalah edrofonium. Jika obat ini disuntikkan intravena, maka untuk sementara waktu akan memperbaiki kekuatan otot pada penderita miastenia gravis.
Pemeriksaan diagnostik lainnya adalah penilaian fungsi otot dan saraf dengan elektromiogram dan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya antibodi terhadap asetilkolin.
Beberapa penderita memiliki tumor pada kelenjar timusnya (timoma), yang mungkin merupakan penyebab dari kelainan fungsi sistem kekebalannya.CT scan dada dilakukan untuk menemukan adanya timoma. sumber : www.medicastore.com