1 MATERI INTI 1 PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS Tentang Modul Ini Uraian Materi Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang masih menjadi permasalahan di dunia kesehatan hingga saat ini. Dalam situasi TB di dunia yang memburuk dengan meningkatnya jumlah kasus TB dan pasien TB yang tidak berhasil disembuhkan terutama di 22 negara dengan beban TB paling tinggi di dunia, World Health Organization (WHO) melaporkan dalam Global Tuberculosis Report 2013 Diperkirakan pada tahun 2012 insidens kasus TB mencapai 8,6 juta (termasuk 1,1 juta dengan koinfeksi HIV). Secara global diperkirakan insidens TB resisten obat adalah 450.000 orang kasus baru dan 20% kasus dengan riwayat pengob170.000 diantaranya meninggal dunia. Pengobatan kasus TB merupakan salah satu strategi utama pengendalian TB karena dapat memutuskan rantai penularan. Meskipun Program Pengendalian TB Nasional telah berhasil mencapai target angka penemuan dan angka kesembuhan, namun penatalaksanaan TB di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan Penerapan layanan kesehatan semesta (universal health coverage) yaitu semua pasien TB dimanapun tinggal harus mendapatkan pelayanan TB sesuai strategi Directly Observed Treatment Short-course (DOTS) dan standar pelayanan berdasar International Standards for Tuberculosis Care (ISTC). Dari hasil Riskesdas 2010 ditemukan bahwa18--37% penderita mencari tempat pengobatan ke dokter praktek mandiri (DPM), berdasarkan pencatatan dan pelaporan di Subdit TB sangat sedikit pasien TB yang dilaporkan oleh DPM. Hal ini menggambarkan adanya kesenjangan antara jumlah kasus TB yang ditemukan oleh DPM dengan jumlah kasus TB yang dilaporkan. Dalam rangka mencapai akses universal seharusnya semua pasien TB dapat ditemukan/mendapat pelayanan secara paripurna dan dilaporkan. Sejalan dengan upaya pencapaian sasaran tersebut Pemerintah telah menetapkan Stranas pengendalian TB dengan mentargetkan lebih dari 80% pasien TB dapat ditemukan dan mendapatkan pelayanan secara lengkap sampai sembuh.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
MATERI INTI 1
PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
Tentang Modul Ini
Uraian Materi
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang masih menjadi permasalahan di
dunia kesehatan hingga saat ini. Dalam situasi TB di dunia yang memburuk dengan
meningkatnya jumlah kasus TB dan pasien TB yang tidak berhasil disembuhkan
terutama di 22 negara dengan beban TB paling tinggi di dunia, World Health
Organization (WHO) melaporkan dalam Global Tuberculosis Report 2013 Diperkirakan
pada tahun 2012 insidens kasus TB mencapai 8,6 juta (termasuk 1,1 juta dengan
koinfeksi HIV). Secara global diperkirakan insidens TB resisten obat adalah 450.000
orang kasus baru dan 20% kasus dengan riwayat pengob170.000 diantaranya
meninggal dunia. Pengobatan kasus TB merupakan salah satu strategi utama
pengendalian TB karena dapat memutuskan rantai penularan.
Meskipun Program Pengendalian TB Nasional telah berhasil mencapai target angka
penemuan dan angka kesembuhan, namun penatalaksanaan TB di sebagian besar
rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan Penerapan layanan kesehatan
semesta (universal health coverage) yaitu semua pasien TB dimanapun tinggal harus
mendapatkan pelayanan TB sesuai strategi Directly Observed Treatment Short-course
(DOTS) dan standar pelayanan berdasar International Standards for Tuberculosis Care
(ISTC).
Dari hasil Riskesdas 2010 ditemukan bahwa18--37% penderita mencari tempat
pengobatan ke dokter praktek mandiri (DPM), berdasarkan pencatatan dan pelaporan
di Subdit TB sangat sedikit pasien TB yang dilaporkan oleh DPM. Hal ini
menggambarkan adanya kesenjangan antara jumlah kasus TB yang ditemukan oleh
DPM dengan jumlah kasus TB yang dilaporkan.
Dalam rangka mencapai akses universal seharusnya semua pasien TB dapat
ditemukan/mendapat pelayanan secara paripurna dan dilaporkan. Sejalan dengan
upaya pencapaian sasaran tersebut Pemerintah telah menetapkan Stranas
pengendalian TB dengan mentargetkan lebih dari 80% pasien TB dapat ditemukan dan
mendapatkan pelayanan secara lengkap sampai sembuh.
2
Pemerintah telah menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
HK.02.02/MENKES/305/2014 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata
Laksana Tuberkulosis merupakan acuan bagi dokter yang terlibat dalam penanganan
tuberkulosis pembuat keputusan klinis, institusi pendidikan dan kelompok profesi
terkait untuk menyusun panduan praktik klinis/standar prosedur operasional dalam
penanganan tuberkulosis di fasilitas pelayanan kesehatan.
Dengan diterbitkannya peraturan ini diharapkan semua dokter yang terlibat dalam
penanganan tuberkulosis pembuat keputusan klinis, institusi pendidikan dan kelompok
profesi terkait dapat mempedomani peraturan tersebut dalam melayani pasien TB
Modul ini akan membahas tentang Lima komponen Strategi DOTS,Kegiatan dan hasil
kegiatan,Tantangan,Pengorganisasian,Pengaruh infeksi HIV terhadap masalah TB,TB
resitan obat, International Standards for TB Care (ISTC) dan Piagam Hak dan
Kewajiban Pasien TB
3
Kegiatan Belajar 1
GAMBARAN UMUM TB
Tujuan Pembelajaran Umum
Peserta mampu menjelaskan gambaran umum TB
Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi, peserta mampu menjelaskan :
a. Patogenesis dan Penularan TB b. Perjalanan Alamiah TB Pada Manusia c. Risiko Menjadi Sakit TB dan Pengaruh HIV-AIDS terhadap Masalah TB
Pokok Materi
1. Patogenesis dan Penularan TB 2. Perjalanan Alamiah TB Pada Manusia 3. Risiko Menjadi Sakit TB dan Pengaruh HIV-AIDS terhadap Masalah TB
Uraian Materi
1. Patogenesis dan Penularan TB a. Kuman Penyebab TB Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman dari
kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium tuberculosis.
Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M.
africanum, M. bovis, M. leprae dsb. yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan
Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium
tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal
sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang
bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB. Untuk itu
pemeriksaan bakteriologis yang mampu melakukan identifikasi terhadap
Mycobacterium tuberculosis menjadi sarana diagnosis ideal untuk TB.
Secara umum sifat kuman TB (Mycobacterium tuberculosis) antara lain adalah
sebagai berikut :
Berbentuk batang dengan panjang 1 – 10 mikron, lebar 0,2 – 0,6 mikron, berwarna merah pada pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan ZN.
Bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan metode Ziehl Neelsen. Memerlukan media khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein
Jensen, Ogawa.
4
Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka waktu lama pada suhu antara 4°C sampai -70°C.
Sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultraviolet akan mati dalam beberapa menit.
Dalam dahak pada suhu antara 30 – 37°C akan mati lebih kurang 1 minggu.
Dapat bersifat dormant (”tidur” / tidak berkembang).
b. Cara Penularan TB Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percikan dahak
yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil pemeriksaan BTA negatif tidak dapat menularkan, karena sensitivitas dengan pemeriksaan mikroskopis hanya 60%.
Infeksi akan terjadi bila seseorang menghirup udara yang mengandung percikan dahak pasien TB.
Pada waktu pasien batuk,bersin dan bicara dapat mengeluarkan sampai satu juta percikan dahak (droplet nuclei).
2. Perjalanan Alamiah TB Pada Manusia Terdapat 4 tahapan perjalanan alamiah penyakit. Tahapan tersebut meliputi
tahap paparan, infeksi, menderita sakit dan meninggal dunia yang dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 1. Perjalanan alamiah TB
a. Paparan
Peluang
peningkatan
paparan terkait
dengan:
Jumlah kasus menular di masyarakat Peluang kontak dengan kasus menular Tingkat daya tular dahak sumber penularan Intensitas batuk sumber penularan Kedekatan kontak dengan sumber penularan Lamanya waktu kontak dengan sumber
penularan Faktor lingkungan: konsentrasi kuman
diudara (ventilasi, sinar ultra violet, penyaringan adalah faktor yang dapat menurunkan konsentrasi kuman)
Catatan: Paparan kepada pasien TB menular merupakan syarat untuk
terinfeksi. Setelah terinfeksi, ada beberapa faktor yang menentukan
seseorang akan terinfeksi saja, menjadi sakit dan kemungkinan
meninggal dunia karena TB.
5
b. Infeksi
Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6 – 14 minggu setelah
infeksi
Reaksi immunologi (local) Kuman TB memasuki alveoli dan ditangkap oleh makrofag dan kemudian terjadi komplek antigen – antibody.
Reaksi immunologi (umum) Delayed hypersensitivity (hasil Tuberkulin tes menjadi positif)
Lesi umumnya sembuh total namun dapat saja kuman tetap hidup dalam lesi tersebut (dormant) dan suatu saat dapat aktif kembali.
Penyebaran melalui aliran darah atau getah bening dapat terjadi sebelum penyembuhan lesi
c. Sakit TB
Faktor risiko untuk
menjadi sakit TB adalah
tergantung dari :
Konsentrasi / jumlah kuman yang terhirup
Lamanya waktu sejak terinfeksi Usia seseorang yang terinfeksi Tingkat daya tahan tubuh seseorang.
Seseorang dengan daya tahan tubuh yang rendah diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk) akan memudahkan berkembangnya TB aktif (sakit TB).
d. Meninggal dunia
Faktor risiko kematian
karena TB:
Akibat dari keterlambatan diagnosis dan atau kesalahan diagnosis
Pengobatan tidak adekuat Adanya kondisi kesehatan awal yang
buruk atau penyakit penyerta
Catatan: Pasien TB tanpa pengobatan selama 5 tahun, 50% akan
meninggal dan risiko ini akan meningkat pada pasien dengan HIV
positif.
3. Risiko Menjadi Sakit TB dan Pengaruh HIV-AIDS terhadap Masalah TB a. Risiko menjadi sakit TB
Diperkirakan 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB
adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS, malnutrisi (gizi buruk), dan Diabetes Melitus (DM).
6
Infeksi HIV mengakibatkan penurunan sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga mudah terjadi infeksi oportunistik seperti tuberkulosis. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
Hal lain yang mempermudah penularan TB yaitu : Hunian padat, misalnya di penjara dan tempat-tempat pengungsian. Situasi sosial ekonomi yang tidak menguntungkan, misalnya
kemiskinan dan pelayanan kesehatan yang buruk. Lingkungan kerja, misalnya laboratorium klinik, rumah sakit.
Faktor risiko kejadian TB, secara ringkas digambarkan pada gambar berikut:
Gambar 1.1. Faktor Risiko Kejadian TB
INFEKSITERPAJAN TBMATI
KRONIS/
TB RESISTEN
OBAT
Risiko menjadi TB bila
dengan HIV:
• 5-10% setiap tahun
• >30% lifetime
Jumlah kasus TB BTA+
Faktor lingkungan :
Ventilasi
Kepadatan
Dalam ruangan
Faktor Perilaku
HIV(+)
Malnutrisi
Penyakit DM,
immunosupresan
10%
Keterlambatan diagnosis
dan pengobatan
Tatalaksana tak memadai
Kondisi kesehatan
Konsentrasi Kuman
Lama kontak
transmisi
SEMBUH
7
Kegiatan Belajar 2
LIMA KOMPONEN STRATEGI DOTS,
Tujuan umum
Peserta mampu menjelaskan lima komponen strategi DOTS
Tujuan khusus
Peserta mampu menjelaskan tentang strategi DOTS dan lima komponen strategi DOTS
Pokok Materi
1. Apakah Strategi DOTS itu ?
2. Lima komponen strategi DOTS
Uraian Materi
Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada tahun 1993 WHO menyatakan Global
Emergency TB, dan merekomendasikan pengendalian TB dengan strategi DOTS
(Directly Observed Treatment Short-course).
1. Apakah Strategi DOTS ?
Program nasional pengendalian TB menerapkan strategi DOTS (directly observed
treatment short-course chemotherapy) sesuai dengan rekomendasi WHO karena
DOTS saat ini merupakan strategi yang cost effective, dan hal ini sudah terbukti
dalam program nasional maupun di beberapa negara lainnya.
Penerapan yang efektif kelima strategi DOTS akan dapat mengurangi penularan
TB, mengurangi risiko terjadinya multy drug resistance (MDR), mengurangi risiko
gagal pengobatan, kambuh (relaps) TB dan kematian akibat TB.
Uraian berikut menunjukkan kelima komponen strategi DOTS, metode dan alasannya.
2. Lima Komponen Strategi DOTS
a. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana.
Komitmen pimpinaan yang tinggi mulai dari Pusat,Provinsi dan kabupaten/Kota
sangat menentukan terhadap keberhasilan program TB. Komitmen ini meliputi
kebijakan, keberpihakan, perhatian begitu juga dalam bentuk pendanaan
untuk mendukung pelaksanaan program TB.
b. Diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik
Diagnosis TB dilakukan dengan pemeriksaan spesimen dahak. Pemeriksaan
dahak dilakukan terhadap dahak terduga TB yaitu dahak Sewaktu pada waktu
8
berkunjung ke faskes, dahak Pagi yang diambil pagi hari ketika di rumah dan
dahak Sewaktu ketika datang ke faskes kembali (SPS) . Pemeriksaan dilakukan
menggunakan mikroskopis setelah dibuat sediaan pada slide/obyekglas.
c. Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan menggunakan obat anti tuberkulosis (OAT) ,dengan lama
pengobatan enem bulan. Dalam pengobatan harus ada pengawas minum obat.
Hal ini diperlukan agar pasien minum obat secara rutin/ tidak putus selama
jadwal waktu pengobatan. Pengawas minum obat dapat dilakukan oleh
petugas kesehatan ,tokoh masyarakat atau keluarganya sendiri.
d. Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin. Obat
TB harus tersedia dalam jumlah yang cukup di setiap tingat administrasi dan
faskes setiap waktu. Hal ini sangat penting agar tidak terjadi pasien putus
berobat yang diakibatkan oleh ketersediaan obat.
e. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan
evaluasi program penanggulangan TB.
Seluruh proses penemuan dan pengobatan terhadap pasien harus dicatat dan
dilaporkan secara periodik sesuai ketentuan yang berlaku.
9
Kegiatan Belajar 3
SITUASI TB DI DUNIA DAN INDONESIA
Tujuan Pembelajaran Umum
Peserta mampu menjelaskan Situasi TB di Dunia dan Indonesia
Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi, peserta mampu menjelaskan :
1. Situasi TB di Dunia
2. Situasi TB di Indonesia
Pokok Materi
1. Situasi TB di Dunia
2. Situasi TB di Indonesia
Uraian Materi
1. Situasi TB di Dunia (Global Report tahun 2013): Diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB pada tahun 2012 dimana 1,1 juta orang
(13%) diantaranya adalah pasien TB dengan HIV positif. Sekitar 75% dari pasien tersebut berada di wilayah Afrika.
Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 450.000 orang yang menderita TBMDR dan 170.000 orang diantaranya meninggal dunia.
Meskipun kasus dan kematian karena TB sebagian besar terjadi pada pria tetapi angka kesakitan dan kematian wanita akibat TB juga sangat tinggi. Diperkirakan terdapat 2,9 juta kasus TB pada tahun 2012 dengan jumlah kematian karena TB mencapai 410.000 kasus termasuk di antaranya adalah 160.000 orang wanita dengan HIV positif. Separuh dari orang dengan HIV positif yang meninggal karena TB pada tahun 2012 adalah wanita.
Pada tahun 2012 diperkirakan terdapat 530,000 kasus TB Anak dibawah usia 15 tahun, (6% dari kasus global) dan terdapat 74.00 kematian pada kasus TB Anak dengan HIV negative (8% dari total kasus global)
Meskipun jumlah kasus TB dan jumlah kematian TB tetap tinggi untuk penyakit yang sebenarnya bisa dicegah dan disembuhkan tetap fakta juga menunjukkan keberhasilan dalam pengendalian TB. Peningkatan angka insidensi TB secara global telah berhasil dihentikan dan telah menunjukkan tren penurunan (turun 2% per tahun pada tahun 2012), angka kematian juga sudah berhasil diturunkan 45% bila dibandingkan tahun 1990.
2. Situasi TB di Indonesia Tuberkulosis atau TB masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
menjadi tantangan global. Tahun 2013 Indonesia termasuk dalam 5 besar Negara
dengan beban TB terbanyak didunia.
10
Capaian kegiatan program TB Indonesia berdasarkan data Global TB Report
2013 yang dikeluarkan WHO, Perkiraan beban kasus TB tahun 2012 dengan
insidensi 185/100.000 (460.000), Prevalensi 297/100.000 (730.000) dan Angka
kematian 27/100.000 (67.000 tanpa HIV dan 21.000 dengan HIV+).
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:
1. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara negara yang sedang berkembang.
2. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi dengan disparitas yang terlalu lebar, sehingga masyarakat masih mengalami masalah dengan kondisi sanitasi, papan, sandang dan pangan yang buruk.
3. Beban determinan sosial yang masih berat seperti angka pengangguran, tingkat pendidikan yang, pendapatan per kapita yang masih rendah yang berakibat pada kerentanan masyarakat terhadap TB.
4. Kegagalan Program TB selama ini disebabkan karena:
Strategi DOTS belum diterapkan secara konsekuen. Komitmen politik dan pendanaan kurang memadai. Organisasi pelayanan TB kurang memadai (kurang terakses oleh
masyarakat, penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar, dan sebagainya).
Tatalaksana kasus belum seluruhnya dilakukan secara baku (diagnosis dan paduan obat).
Persepsi yang salah terhadap manfaat dan efektifitas BCG. Infrastruktur kesehatan yang belum memadai. Sistem jaminan kesehatan yang belum mencakup masyarakat secara merata.
5. Masalah kesehatan lain yang dapat mempengaruhi beban TB seperti gizi buruk, merokok, diabetes.
6. Dampak pandemi HIV.
11
Kegiatan Belajar 4
KEGIATAN DAN HASIL KEGIATAN PROGRAM PENGENDALIAN TB.
Tujuan Pembelajaran Umum :
Peserta mampu menjelaskan kegiatan Program Pengendalian TB.
Tujuan Pembelajaran Khusus:
Setelah mengikuti materi peserta mampu menjelaskan:
1. Kegiatan Program Pengendalian TB
2. Hasil Kegiatan.
Pokok Materi
1. Kegiatan
2. Hasil Kegiatan.
Uraian Materi
1. Kegiatan Program Pengendalian TB :
Kegiatan utama dalam program pengendalian TB yaitu: (hyperlink ke BPN bab II: poin kegiatan)
1) Perencanaan program pengendalian Tuberkulosis 2) Monitoring dan evaluasi program TB 3) Pengelolaan logistic program engendalian TB 4) Pengembangan ketenagaan program TB 5) Promosi program TB
c. Pengendalian TB komprehensif
1) Penguatan layanan laboratorium TB 2) Public-Private Mix TB 3) Kelompok rentan : pasien Diabetes MMelitus (DM),ibu hamil,gizi buruk. 4) Kolaborasi TB-HIV 5) TB anak 6) Pemberdayaan masyarakat dan pasien 7) Pendekatan Praktis Kesehatan paru 8) Manajemen terpadu pengendalian TB resistan obat 9) Penelitian TB.
12
Dari 3 kegiatan utama tersebut diatas, ada yang sudah diuraikan pada MD 1, yang
terkait dengan peran DPM adalah:
a. Untuk tata laksana TB paripurna, yang akan dipelajari adalah tentang:
1) Penemuan Kasus Tuberkulosis
Inti dari penemuan kasus TB pada pemeriksaan mikroskopis dahak. Uraian
detail tentang penemuan kasus akan dipelajari pada materi inti 2
2) Pengobatan Pasien TB
Pengobatan pasien TB harus memenuhi prinsip2 pengobatan dan pasien
yg diobati harus pantau sampai selesai pengobatan.
3) Pengendalian Infeksi pada sarana layanan
Mengingat TB adalah penyakit menular maka pengendalian infeksi penting
dilaksanakan di semua faskes yang melayani pasien TB termasuk DPM,
uraian lengkap tentang materi ini akan dipelajari pada materi inti 5
b. Manajemen program, yang akan dipelajari adalah tentang:
Pengelolaan logistik obat anti tuberkulosis akan dipelajari pada materi inti 3
Promosi P2 TB dalam bentuk KIE pada pasien TB, keluarga, dan Pengawas
Menelan Obat (PMO), akan dipelajari pada materi inti 4
c. Pengendalian TB komprehensif, adalah tentang
Public private mix tuberculosis yang akan dipelajari materi inti 5,
Penanganan pasien tb dengan keadaan khusus, kolaborasi tb hiv, tb mdr, dan tb
pada anak yang akan dipelajari materi inti 3
2. Hasil Kegiatan:
Hasil kegiatan program TB ditatat dikompilasi dan diolah setiap Triwulan. Tingkat
keberhasilan program TB di setiap tingkat administrasi dapat dilihat pada beberapa
indikator sebagai berikut:
13
a. Case Notifikasi Rate (CNR)
Angka ini menunjukan jumlah seluruh pasien TB yang ditemukan dan tercatat
diantara 100.000 penduduk di suatu wilayah tertentu. Semakin tinggi pasien TB
yang yang ditemukan maka aksesibitas program TB menjadi lebih besar.Berikut
ini adalah hasil cakupan CNR TB nasional tahun 2014.
14
b. Case Detection Rate (CDR).
Angka ini menunjukan besaran kasus TB baru yang ditemukan di setiap wilayah
dibandingkan dengan perkiraan jumlah kasus TB yang ada di wilayah tersebut.
Angka ini juga menunjukan aksesibitas program TB.
Berikut CDR TB tahun 2014.
15
c. Angka Keberhasilan Pengobatan /Sukses Rate.
Angka ini merupakanprosentase pasien baru TB Paru Terkonfirmas Bakterioogis
yang menyelesaikan pengobatan ( baik sembuh maupun lengkap) diantara
pasien baru TB Paru Terkonfirmasi yang tercatat.
Sukses rate merupakan inidikator penting untuk mengukur proses manajemen
kasus TB.
16
d. Angka Kesembuhan/ Cure Rate. Angka kesembuhan merupakan prosentase pasien baru TB Paru Terkonfirmas Bakterioogis yang sembuh setelah menyelesaikan pengobatan diantara pasien baru TB Paru Terkonfirmasi yang tercatat. Angka ini menunjukan output yang sebenarnya dari program TB. Semakin tinggi nilai kesembuhan menunjukan keberhasilan sebenarnya dari program TB Berikut adalah Cure Rate program pengendalian TB Nasional.
e. Angka Drop Out/loss to follow up Angka ini merupakan prosentase pasien baru TB Paru Terkonfirmas Bakteriologis yang tidak menyelesaikan pengobatan/ drop out diantara pasien baru TB Paru Terkonfirmasi yang tercatat. Angka Drop Out menggambarkan baik/tidaknya pengelolaan manajemen TB di suatu wilayah. Angka yang dianggap baik jika DO ini dibawah 5%
17
Kegiatan Belajar 3
TANTANGAN PROGRAM PENGENDALIAN TB.
Tujuan Pembelajaran Umum : Peserta dapat menjelaskan Tantangan Program Pengendalian TB. Tujuan Pembelajaran Khusus:
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu menjelaskan : 1. Pengaruh infeksi HIV terhadap masalah TB 2. Pengaruh TB resistan obat 3. Pengaruh merokok dan diabetes terhadap pasien TB
Pokok Materi .
1. Pengaruh infeksi HIV terhadap masalah TB 2. Pengaruh TB resistan obat 3. Pengaruh merokok dan diabetes terhadap pasien TB
Uraian Materi
Indonesia sudah mencapai beberapa target MDG’s namun masih ada tantangan yang
harus dihadapi antara lain adanya: Pengaruh infeksi HIV terhadap masalah TB,
Pengaruh TB resistan obat, beberapa isu baru seperti diabetes dn TB merokok.
1. Pengaruh infeksi HIV terhadap masalah TB a. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi sakit TB adalah
daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya akhibat infeksi HIV-AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk).
b. HIV merupakan faktor risiko utama bagi yang terinfeksi TB untuk menjadi
sakit. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh
seluler (cellular immunity). Jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic) seperti
tuberkulosis, pasien akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan
kematian. Bila jumlah orang yang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah
pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat
akan meningkat pula.
2. Pengaruh TB resistan obat
TB MDR merupakan penyakit yang disebabkan oleh perilaku manusia (man made
disease), yaitu:
a. pemberi pelayanan (provider), tidak sesuai dengan standar pelayanan.
b. pasien, tidak patuh terhadap pengobatan, menghentikan pengobatan
sebelum waktunya, tidak meminum obat secara teratur, tidak mengikuti
nasehat pemberi layanan
18
c. pembuat kebijakan, informasi tidak sampai pada tingkat pelayanan primer,
tidak terjaminnya kesinambungan penyediaan obat yang berkualitas.
Data menunjukkan bahwa Indonesia termasuk urutan 8 tertinggi di dunia untuk
kasus TB MDR. Hal tersebut memberikan petunjuk agar para DPM melakukan
tatalaksana pasien TB sesuai standar agar tidak berkontribusi menambah kasus TB
MDR.
3. Pengaruh merokok dan diabetes, pada pasien TB
Keberhasilannya pengobatana pada pasien TB dipengaruhi oleh, perilaku merokok
pasien yang akan amemperberat penyakitnya sedangkanpada penderita diabetes
efektifitas obat akan berkurang. Uraian lengkap tentang hal tersebut akan
dipelajari pada materi inti 3.
Selain permasalahan di atas, tantangan lainnya adalah TB Diabetes dan TB
merokok
19
Kegiatan Belajar 6
PENGORGANISASIAN P2TB
Tujuan Pembelajaran Umum:
Peserta mampu menjelaskan Pengorganisasian P2TB
Tujuan Pemebelajaran Khusus:
Setelah mengikuti materi peserta mampu menjelaskan:
1. Pengorganisasian P2TB menurut Aspek manajemen program:
2. Pengorganisasian P2TB menurut Aspek Tatalaksana pasien TB:
Pokok Materi
1. Pengorganisasian P2TB menurut Aspek manajemen program:
2. Pengorganisasian P2TB menurut Aspek Tatalaksana pasien TB:
Uraian Materi
1. Pengorganisasian P2TB menurut Aspek manajemen program:
Dalam tatalaksana pasien TB kegiatan yang dilaksanakan adalah kegiatan
komprehensif yang melibatkan berbagai unsur mulai dari pemerintah pusat,
pemerintah daerah provinsi, dan kabupaten/ kota.
1) Tingkat Pusat
Upaya pengendalian TB dilakukan melalui Gerakan Terpadu Nasional Pengendalian Tuberkulosis (Gerdunas TB) yang merupakan forum kemitraan lintas sektor dibawah koordinasi Menko Kesra.dan Menteri Kesehatan R.I. sebagai penanggung jawab teknis upaya pengendalian TB yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
2) Tingkat Provinsi
Di tingkat provinsi dilaksanakan oleh tim Gerdunas-TB Provinsi yang dalam
pelaksanaan dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi.
3) Tingkat Kabupaten/ Kota
Di tingkat kabupaten/kota dilaksanakan oleh tim Gerdunas-TB kabupaten / kota yang dalam pelaksanaan program TB di tingkat Kabupaten/ Kota
dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.
20
2. Aspek Tatalaksana pasien TB:
Dilaksanakan oleh Puskesmas, Rumah Sakit, Klinik/ BP4/BKPM/ BBKPM dan Dokter
Praktik Swasta (DPS).
a. Puskesmas
Puskesmas Dalam pelaksanaan di Puskesmas, dibentuk kelompok Puskesmas
Pelaksana (KPP) yang terdiri dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM),
dengan dikelilingi oleh kurang lebih 5 (lima) Puskesmas Satelit (PS).
Pada keadaan geografis yang sulit, dapat dibentuk Puskesmas Pelaksana Mandiri
(PPM) yang dilengkapi tenaga dan fasilitas pemeriksaan sputum BTA.
b. Rumah Sakit Rumah Sakit Umum, Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4), dan klinik
lannya dapat melaksanakan semua kegiatan tatalaksana pasien TB.
c. Dokter Praktik Mandiri (DPM) Dalam penatalaksaaan pasien TB DPM harus berkoordinasi dengan faskes
lainnya seperti puskesmas, rumah sakit umum, Balai Pengobatan Penyakit Paru-
Paru (BP4), dan klinik lannya.
Uraian lengkap tentang pengorganisasian tersebut akan dipelajari pada materi inti 5
21
Kegiatan Belajar 7
PENGARUH INFEKSI HIV TERHADAP MASALAH TB
Tujuan Pembelajaran Umum : Peserta mampu menjelaskan Pengaruh infeksi HIV terhadap masalah TB
Tujuan Pembelajaran Khusus:
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu menjelaskan :
1. Risiko Menjadi Sakit TB
2. Pengaruh HIV-AIDS terhadap Masalah TB.
Pokok Materi .
1. Risiko Menjadi Sakit TB
2. Pengaruh HIV-AIDS terhadap Masalah TB.
Uraian Materi
1. Risiko menjadi sakit TB
Koinfeksi TB sering terjadi pada orang dengan HIV AIDS (ODHA). Orang dengan
HIV mempunyai kemungkinan sekitar 30 kali lebih berresiko untuk sakit TB
dibandingkan denganorang yang tidak terinfeksi HIV. Lebih dari 25 % kematian
pada ODHA disebabkan oleh TB. Pada tahun 2012,sekitar 320.000 orang
meninggal karena HIV terkait dengan TB. Faktor yang mempengaruhi
kemungkinan seseorang menjadi sakit TB adalah daya tahan tubuh yang rendah,
diantaranya akhibat infeksi HIV-AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
2. Pengaruh HIV AIDS terhadap masalah TB
Epidemi HIV menunjukkan pengaruhnya terhadap peningkatan epidemi TB di
seluruh dunia yang berdampak pada meningkatnya jumlah kasus TB di
masyarakat. Pandemi ini merupakan tantangan terbesar dalam pengendalian TB
dan banyak bukti menunjukkan bahwa pengendalian TB tidak akan berhasil
dengan baik tanpa keberhasilan pengendalian HIV. Sebaliknya TB merupakan
infeksi oportunistik terbanyak dan penyebab utama kematian pada ODHA (orang
dengan HIV-AIDS). Kolaborasi kegiatan bagi kedua program merupakan
keharusan agar mampu mengendalikan kedua penyakit tersebut secara efektif
dan efiisien.
HIV merupakan faktor risiko utama bagi yang terinfeksi TB untuk menjadi sakit.
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler
(cellular immunity). Jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic) seperti tuberkulosis,
pasien akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila
22
jumlah orang yang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan
meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
Sebagai upaya menghadapi perkembangan global menuju 3 zeroes ( zero new
infection,zero deaths,zero stigma discrimination) Kementerian Kesehatan RI telah
menerbitkan Permenkes No. 21 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV AIDS
menyusun strategi penanggulangan HIV AIDS secara menyeluruh dan terpadu.
Pasal 24 pada Permenkes tersebut menyebutkan bahwa setiap orang
dewasa,remaja dan anak-anak yang dating ke faskesdengan tanda,gejala, atau
kondisi medis yang mengindikasikan atau patut diduga telah terjadi infeksi HIV
terutama asien denga riwayat penyakit TB dan IMS ditawarkan untuk pemeriksaan
Adalah keadaan dimana Mycobacterium tuberculosis tidak dapat lagi dibunuh
dengan OAT.
TB Resistan Obat dipastikan melalui pemeriksaan biakan dan uji kepekaan
untuk M. tuberculosis.
2. Kategori Resistan OAT
Terdapat 5 kategori resistansi terhadap obat anti TB, yaitu:
Monoresistan: resistan terhadap salah satu OAT, misalnya resistan
isoniazid (H)
Poliresistan: resistan terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi
isoniazid (H) dan rifampisin (R), misalnya resistan isoniazid dan ethambutol
(HE), rifampicin ethambutol (RE), isoniazid ethambutol dan streptomisin
(HES), rifampicin ethambutol dan streptomisin (RES).
Multi Drug Resistan (MDR): resistan terhadap isoniazid dan rifampisin,
dengan atau tanpa OAT lini pertama yang lain, misalnya resistan HR, HRE,
HRES.
24
Ekstensif Drug Resistan (XDR):
TB MDR disertai resistansi terhadap salah salah satu obat golongan
fluorokuinolon dan salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin,
kanamisin, dan amikasin).
Total Drug Resistan (Total DR).
Resistansi terhadap semua OAT (lini pertama dan lini kedua) yang sudah
dipakai saat ini.
3. Penyebab terjadinya TB Resisten Obat.
Faktor utama penyebab terjadinya resistensi kuman terhadap OAT adalah ulah
manusia sebagai akibat tatalaksana pengobatan pasien TB yang tidak
dilaksanakan dengan baik. Penatalaksanaan pasien TB yang tidak adekuat
tersebut dapat ditinjau dari sisi :
a. Pemberi jasa/petugas kesehatan, yaitu karena :
Diagnosis tidak tepat,
Pengobatan tidak menggunakan paduan yang tepat,
Dosis, jenis, jumlah obat dan jangka waktu pengobatan tidak adekuat,
Penyuluhan kepada pasien yang tidak adequat.
b. Pasien, yaitu karena :
Tidak mematuhi anjuran dokter/ petugas kesehatan
Tidak teratur menelan paduan OAT,
Menghentikan pengobatan secara sepihak sebelum waktunya.
Gangguan penyerapan obat
c. Program Pengendalian TB , yaitu karena :
Persediaan OAT yang kurang
Kualitas OAT yang disediakan rendah (Pharmaco-vigillance).
4. Kriiteria Terduga TB Resistan Obat
Suspek TB Resistan Obat adalah semua orang yang mempunyai gejala TB yang
memenuhi satu atau lebih kriteria suspek di bawah ini:
a. Pasien TB gagal pengobatan kategori 2
b. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi setelah diobati
c. Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB Non DOTS, dan
menggunakan pengobatan kuinolon dan obat suntik kini 2 minimal 1 bulan
d. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang gagal
e. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi setelah 3 bulan
pengobatan
f. Pasien TB kasus kambuh (relaps), kategori 1 dan kategori 2
g. Pasien TB yang kembali setelah loss to follow-up (lalai berobat/default)
25
h. Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB
Resistan Obat
i. Pasien koinfeksi TB-HIV yang tidak respon terhadap pemberian OAT
26
Kegiatan Belajar 9
INTERNATIONAL STANDARDS FOR TB CARE (ISTC)
Tujuan Pembelajaran Umum :
Peserta mampu menjelaskan ISTC
Tujuan Pembelajaran Khusus :
Setelah mengikuti materi peserta mampu menjelaskan :
1. International Standards for Tuberculosis Care (ISTC) 2. Standar diagnosis 3. Standar pengobatan 4. Standar penanganan TB dengan infeksi HIV dan kondisi komorbid lain 5. Standar kesehatan masyarakat
Pokok Materi
1. International Standards for Tuberculosis Care (ISTC) 2. Standar diagnosis 3. Standar pengobatan 4. Standar penanganan TB dengan infeksi HIV dan kondisi komorbid lain 5. Standar kesehatan masyarakat
Uraian Materi
1. International Standards for Tuberculosis Care (ISTC)
International for Tuberculosis Care (ISTC) merupakan standar yang melengkapi
guideline Program Pengendalian TB yang konsisten dengan rekomendasi WHO.
ISTC edisi pertama dikeluarkan pada tahun 2006 dan pada tahun 2009 direvisi.
Terdapat penambahan standar dari 17 standar menjadi 21 standar yang terdiri dari:
a. Standar diagnosis (standar 1-6) b. Standar pengobatan (standar 7-13) c. Standar penanganan TB dengan infeksi HIV dan kondisi komorbid lain
(standar 14-17) d. Standar kesehatan masyarakat (standar 18-21)
Prinsip dasar ISTC tidak berubah. Penemuan kasus dan pengobatan tetap menjadi
hal utama. Selain itu juga tanggungjawab penyedia pelayanan kesehatan untuk
menjamin pengobatan sampai selesai dan sembuh. Seperti halnya pada edisi
sebelumnya, edisi 2009 ini tetap konsisten berdasarkan rekomendasi internasional
dan dimaksudkan untuk melengkapi bukan untuk menggantikan rekomendasi lokal
atau nasional.
27
STANDAR UNTUK DIAGNOSIS
Standar 1
Setiap orang dengan batuk produktif selama 2-3 minggu atau lebih, yang tidak jelas
penyebabnya, harus dievaluasi untuk tuberkulosis.
*) lihat addendum
Standar 2 Semua pasien (dewasa, remaja, dan anak) yang diduga menderita tuberkulosis paru harus menjalani pemeriksaan dahak mikroskopik minimal 2 kali yang diperiksa di laboratorium yang kualitasnya terjamin. Jika mungkin paling tidak satu spesimen harus berasal dari dahak pagi hari.
*) lihat addendum
Standar 3 Pada semua pasien (dewasa, remaja, dan anak) yang diduga menderita tuberkulosis ekstra paru, spesimen dari bagian tubuh yang sakit seharusnya diambil untuk pemeriksaan mikroskopik, biakan, dan histopatologi.
*) lihat addendum
Standar 4 Semua orang dengan temuan foto toraks diduga tuberkulosis seharusnya menjalani pemeriksaan dahak secara mikrobiologi.