32 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Berpikir Pembangunan Pertanian dan Perdesaan Konsep pembangunan nasional secara komprehensip meliputi pembangunan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahan dan keamanan (IPOLEKSOSBUDHANKAM). Pembangunan tersebut secara umum dapat dikelompokkan sebagai pembangunan daerah perkotaan dan daerah perdesaan. Daerah perkotaan selama ini telah diarahkan sebagai pusat industri dan perdagangan, disamping sebagai pusat pemerintahan. Hal ini dapat dilihat dari pesatnya pembangunan sarana dan prasarana perdagangan, perkantoran dan industri. Sementara itu daerah perdesaan diarahkan sebagai pusat produksi pertanian. Hal ini dapat juga dilihat dari konsep pembangunan yang selama ini diterapkan lebih diarahkan pada peningkatan produksi pertanian, seperti yang dilakukan pada program BIMAS, KIMBUN, KUNAK, KAPET dan berbagai program lainnya. Peningkatan produksi pertanian diharapkan dengan sendirinya dapat meningkatkan perekonomian perdesaan. Konsep pembangunan perdesaan tersebut di atas yang telah dijalankan ternyata belum mampu meningkatkan kesejahteraan petani dan kawasan perdesaan, bahkan cenderung menyebabkan kesenjangan antara wilayah perkotaan dan perdesaan. Selain itu konsep pembangunan perdesaan yang terutama ditekankan pada peningkatan produksi pertanian seringkali kurang memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari penerapan konsep intensifikasi untuk peningkatan produksi oleh petani, seperti pengolahan tanah, pemupukan, dan pengendalian hama penyakit di daerah-daerah sentra produksi pertanian. Oleh karena itu strategi pengembangan wilayah yang telah dijalankan perlu dipikirkan kembali. Menurut Tong Wu (2002), pemikiran kembali strategi pengembangan wilayah dapat mencakup: (1) redistribusi dengan pertumbuhan, (2) substitusi eksport, dan (3) penciptaan lapangan pekerjaan dan pembangunan perdesaan. Untuk mencegah proses degradasi lingkungan sebagai dampak proses pembangunan, harus diterapkan konsep
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
32
METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Berpikir
Pembangunan Pertanian dan Perdesaan
Konsep pembangunan nasional secara komprehensip meliputi
pembangunan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahan dan
keamanan (IPOLEKSOSBUDHANKAM). Pembangunan tersebut secara
umum dapat dikelompokkan sebagai pembangunan daerah perkotaan dan
daerah perdesaan. Daerah perkotaan selama ini telah diarahkan sebagai
pusat industri dan perdagangan, disamping sebagai pusat pemerintahan.
Hal ini dapat dilihat dari pesatnya pembangunan sarana dan prasarana
perdagangan, perkantoran dan industri.
Sementara itu daerah perdesaan diarahkan sebagai pusat produksi
pertanian. Hal ini dapat juga dilihat dari konsep pembangunan yang selama
ini diterapkan lebih diarahkan pada peningkatan produksi pertanian, seperti
yang dilakukan pada program BIMAS, KIMBUN, KUNAK, KAPET dan
berbagai program lainnya. Peningkatan produksi pertanian diharapkan
dengan sendirinya dapat meningkatkan perekonomian perdesaan.
Konsep pembangunan perdesaan tersebut di atas yang telah
dijalankan ternyata belum mampu meningkatkan kesejahteraan petani dan
kawasan perdesaan, bahkan cenderung menyebabkan kesenjangan antara
wilayah perkotaan dan perdesaan. Selain itu konsep pembangunan
perdesaan yang terutama ditekankan pada peningkatan produksi pertanian
seringkali kurang memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. Hal ini
dapat dilihat dari penerapan konsep intensifikasi untuk peningkatan produksi
oleh petani, seperti pengolahan tanah, pemupukan, dan pengendalian hama
penyakit di daerah-daerah sentra produksi pertanian.
Oleh karena itu strategi pengembangan wilayah yang telah dijalankan
perlu dipikirkan kembali. Menurut Tong Wu (2002), pemikiran kembali
strategi pengembangan wilayah dapat mencakup: (1) redistribusi dengan
pertumbuhan, (2) substitusi eksport, dan (3) penciptaan lapangan pekerjaan
dan pembangunan perdesaan. Untuk mencegah proses degradasi
lingkungan sebagai dampak proses pembangunan, harus diterapkan konsep
33
pembangunan perdesaan yang berkelanjutan. Agropolitan adalah konsep
pembangunan perdesaan yang mengintegrasikan pemberdayaan masyarakat
dan pengembangan wilayah secara simultan.
Agropolitan Sebagai Pendekatan Lintas Sektoral
Untuk lebih memaksimalkan manfaat sektor pertanian diperlukan
usaha yang memadukan secara sinergis aktifitas dalam sektor pertanian
yang meliputi subsistim agribisnis dan subsistim agroindustri karena kedua
aktivitas tersebut saling terkait dalam menunjang sistim agropolitan.
Pendekatan pembangunan yang dilakukan secara terpadu tersebut
didasarkan pada kenyataan bahwa kondisi yang ada saat ini, struktur
aktivitas pertanian masih tersekat-sekat antara subsistim produksi dan
perdagangan sarana produksi serta dengan subsistim pengolahan hasil
pertanian dan perdagangan. Antara komponen subsistim tersebut tidak
diikat oleh hubungan organisasi fungsional dan hanya diikat oleh hubungan
pasar produk saja. Pembangunan sektor industri saat ini kurang terkait
secara harmonis dengan sektor pertanian. Kondisi seperti ini akan
mempersulit upaya mendorong kepada peningkatan pendapatan petani,
disamping kurang memberikan nilai tambah bagi peningkatan kapasitas
produksi lokal dan daya serap terhadap tenaga kerja lokal.
Dalam hubungannya dengan tujuan pemerataan pembangunan secara
spasial, pengembangan industri pertanian secara terpadu tersebut
dilaksanakan dalam kerangka pembangunan kota-kota kecil di perdesaan
yang dikenal sebagai agropolitan. Pada prinsipnya agropolitan merupakan
usaha pemerataan pembangunan dalam dimensi spasial yang diharapkan
akan dapat menyumbang kepada pertumbuhan wilayah. Dijelaskan oleh
Anwar (1999) bahwa agropolitan dapat menjadi tempat yang akan berperan
sebagai pusat di wilayah perdesaan yang mendukung kegiatan
pembangunan pertanian mulai dari usaha tani, pemrosesan dan kegiatan
pasca panen serta pemasaran hingga penyampaian kepada konsumen yang
berlokasi di wilayah perdesaan.
34
Pengembangan wilayah melalui sistim agropolitan diwujudkan dalam
pembangunan infrastruktur dan berbagai sarana pendukung kegiatan
agroindustri dan agrobisnis. Berbagai infrastruktur yang tersdia
dimaksudkan untuk lebih memperlancar aktivitas perekonomian dari
subsistim penyediaan input sarana produksi, usaha tani, pengolahan,
pemasaran produk. Namun karena penciptaan infrastruktur baru dan saran
prasarana perekonomian memerlukan biaya yang tidak sedikit maka
pengembangan dan penentuan pusat agropolitan dalam penelitian ini lebih
didasarkan kepada potensi serta kondisi sarana-prasarana serta infrastruktur
yang sudah ada.
Keterpaduan Subsistem dalam Agropolitan
Model pembangunan agropolitan adalah suatu model yang
mengintegrasikan potensi sumberdaya wilayah. Selain itu basis yang
digunakan dalam model pembangunan adalah sektor pertanian dengan
mengembangkan secara terpadu kedua subsistim dalam pertanian, yaitu
keterpaduan subsistim agroindustri dan agrobisnis. Dalam perkembangan-
nya maka potensi dan keterpaduan ini harus didukung oleh potensi
sumberdaya wilayah yang lain seperti : potensi sumberdaya manusia, sarana
dan prasaranan, kelembagaan masyarakat, serta pasar.
Keterpaduan pelaksanaan pembangunan wilayah dengan agroindustri
dan agrobisnis dalam kerangka sistim agropolitan berupa keterkaitan
program perencanaan pembangunan, keterpaduan tujuan, sasaran serta
pengelolaannya. Jadi dalam hal ini pembangunan yang dilaksanakan bukan
pembangunan sektoral yang seringkali tidak terkoordinasikan. Pembangunan
lintas sektoral ini akan lebih menjamin efesiensi karena kedua subsistim
tersebut saling terkait. Disatu sisi pembangunan pertanian dan agrobisnis
akan berhasil apabila didukung oleh pengembangan agroindustri dengan
dukungan pembangunan infrastruktur dan kelembagaan yang memadai.
Dengan kondisi wilayah yang subur dan jumlah tenaga kerja yang
cukup serta dukungan infrastruktur dan sarana prasarana perekonomian
yang dimiliki maka apabila dalam pembangunan pertanian di Kabupaten
Banyumas mengintegrasikan pembangunan agribisnis dan agroindustri
35
dalam pengembangan wilayahnya maka tujuan peningkatan pendapatan dan
daya beli masyarakat, penurunan ketimpangan spasial dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat akan dapat tercapai. Hubungan sebab-akibat
penerapan konsep agropolitan dalam pengembangan wilayah terlihat dalam
diagram di bawah ini :
Potensi
agro
Agropolitan
SDM
infrastruktur
Agroindustri Modal
Lingkungan
Pertumbuhan
ekonomi wilayah
Peningkatan
PAD
Daya beli
Pendapatan
Keadilan
Kesejahteraan
Produktifitas
Gambar 3. Diagram Keterkaitan Agropolitan dalam Pengembangan Wilayah
Model pengembangan wilayah dengan pendekatan agropolitan ini
didasarkan oleh keterkaitan antara variabel-variabel kinerja pembangunan
ekonomi daerah dengan variabel-variabel kinerja sistim agropolitan ( seperti:
variabel-variabel SDA, SDM, infrastruktur dan fasilitas publik, aktifitas
ekonomi, penganggaran belanja dan pengendalian ruang).
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini didasarkan kepada
pertimbangan bahwa telah terjadi ketimpangan spasial dan ketimpangan
tingkat perkembangan masing-masing wilayah (kecamatan), sehingga perlu
upaya untuk merubah orientasi pembangunan yang urban bias dengan lebih
36
memprioritaskan pembangunan kepada wilayah dan sektor lain yang menjadi
sektor “rakyat” yaitu: pertanian.
Analisis ini dapat untuk melihat sejauhmana tingkat keterkaitan kinerja
pembangunan ekonomi daerah dan kinerja sistim agropolitan dalam
mendorong kinerja pembangunan daerah sehingga kebijakan kedepan dalam
program pembangunan daerah akan lebih tepat. Selanjutnya beberapa
output yang diharapkan akan mudah untuk dicapai, seperti: peningkatan
produktifitas berupa peningkatan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja
lokal, penurunan urbanisasi karena terbukanya lapangan kerja baru di
perdesaan, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan, peluang kerjasama
dan investasi, penurunan ketimpangan antar wilayah.
Apabila langkah-langkah tersebut dapat dicapai, maka akan terbentuk
kota di daerah perdesaan dengan sarana dan prasarana permukiman setara
kota dengan kegiatan pertanian sebagai kekuatan penggerak perekonomian
perdesaan.
Gambar 4: Kerangka Pemikiran Model Pengembangan Wilayah Dengan Pendekatan Agropolitan
37
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Banyumas, Propinsi Jawa Tengah.
Meliputi seluruh kawasan perdesaan dengan unit terkecil kecamatan. Penelitian
dilaksanakan bulan Juni sampai Oktober 2007.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data sekunder dan informasi dilakukan dengan cara :
menggunakan data sekunder yang tersedia. Data ini dikoleksi dari berbagai
lembaga atau dinas yaitu Biro Pusat Statistik Kabupaten Banyumas, Bappeda
Kabupaten Banyumas dan dinas-dinas terkait (Dinas Pertanian dan Perkebunan,
Dinas Peternakan dan Perikanan, Dinas Kehutanan) yang kemudian diekstraksi
sesuai kebutuhan analisis.
Pengkajian data yang dipergunakan untuk penelitian dibagi ke dalam dua
tahap, yaitu
1. Pengumpulan data dasar,
- Peta-peta : (peta administrasi, peta tanah, peta lereng, peta LU dan peta
RTRW) dengan skala 1 : 50.000, sumber data : Bappeda Kabupaten
Banyumas.
- PODES tahun 2003 yang di standarisasi dengan PODES 2006 dan data
sensus pertanian
- Kecamatan dalam angka tahun 2006
- SUSENAS tahun 2006
2. Identifikasi variabel
Identifikasi variabel dilakukan dengan analisis : Location Quotient (LQ), rasio,
pangsa, indeks diversitas entropy, persentase, dan analisis tumpang tindih
(overlay) untuk mendapatkan variabel-variabel yang dianggap relevan dalam
menyusun kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah.
Dalam penelitiaan ini setiap wilayah diekspresikan dalam desa-desa di wilayah
Kabupaten Banyumas. Secara keseluruhan terdapat 120 variabel indikator yang
digunakan dalam menyusun kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan
ekonomi daerah. Mengingat variabel-variabel tersebut sulit diperoleh sampai
unit desa, maka dilakukan berbagai pendekatan-pendekatan untuk mengukur
38
kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah dengan
tetap memperhatikan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan.
Tabel 2. Tujuan, Metode Analisis, Data, Sumber Data dan Output
si dengan po-des th 2006 dan sensus pertanian th 2006
- Kec. dalam angka th 2006
- SUSENAS th 2006
Bappeda BPS Dinas-dinas terkait (Dinas Pertanian dan Perkebunan; Dinas Peter- nakan & Peri- kanan; Dinas Kehutanan)
Kinerja sistim agropolitan
2 Menganalisis kinerja pembangunan ekonomi daerah
- Rasio - Pangsa - Persentase - PCA
- PODES 2003 yang sudah di standarisasi dengan podes th 2006 & sen sus pertanian th 2006
- Kab. dalam angka th 2006
- Kec. dalam angka th 2006
Bappeda BPS Dinas-dinas Terkait (Dinas Pertanian dan Perkebunan; Dinas Peter- nakan & Peri- kanan; Dinas Kehutanan)
Kinerja pembangu- nan ekono- mi daerah
3. Menganalisis keterkaitan antara kinerja sistim agropolitan &, kinerja pembangunan ekonomi daerah
Cluster Model eko nometrika spasial
Indeks - indeks komposit: kiner ja sistim agro- politan dan ki- nerja pemba- ngunan ekono-mi daerah Indeks - indeks komposit: kiner ja sistim agro- politan& kinerja pembangunan eko. daerah
Pewilayahan & tipologi wi layah sistim agropolitan & kinerja pe bangunan ekonomi daerah Struktur ke-terkaitan an-tara sistim agropolitan & kinerja pe bangunan eko. daerah
39
Dari berbagai pendekatan tersebut, maka yang digunakan sebagai indikator
kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah dalam
penelitian ini meliputi:
1. Variabel indikator sumberdaya manusia dan sosial
2. Variabel indikator sumberdaya alam
3. variabel indikator pengendalian ruang
4. Variabel indikator infrastruktur dan pelayanan publik
5. Variabel indikator aktifitas ekonomi
6. Variabel indikator penganggaran
7. Variabel indikator kinerja pembangunan ekonomi daerah
Metode analisis
Analisis Identifikasi Variabel Kinerja Sistim Agropolitan dan Kinerja
Pembangunan Ekonomi Daerah.
Location Quotient (LQ)
Location Quotient (LQ) merupakan metode analisis yang umum digunakan
dalam ekonomi geografi. Analisis ini digunakan untuk menunjukkan lokasi
pemusatan/basis aktivitas dan mengetahui kapasitas eksport perekonomian wilayah
serta tingkat kecukupan barang/jasa dari produksi lokal suatu wilayah. Nilai LQ
merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktifitas
tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam total aktivitas wilayah atau
dapat dikatakan bahwa LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktivitas
pada sub wilayah ke i terhadap persentase aktivitas total terhadap wilayah yang
diamati.
LQ digunakan untuk mengidentifikasi variabel indikator (Podes, 2003):
1. Mata pencaharian KK yang utama (pertanian, peternakan, perkebunan dan
perikanan)di suatu wilayah.
2. Pola guna lahan pertanian, perkebunan dan kehutanan
Nilai LQ diketahui dengan rumus sebagai berikut :
=
../.
../
XjX
XiXijLQij
Keterangan :
LQ ij = Nilai LQ untuk aktivitas ke-j di kecamatan ke-i
40
Xij = Derajat aktivitas ke-j pada kecamatan ke-i
Xi. = Derajat aktivitas total pada kecamatan ke-i
X... = Derajat aktivitas total pada total kecamatan
X.j = Derajat aktivitas ke-j pada total kecamatan
I = Wilayah/kecamatan yang diteliti
j = Aktifitas ekonomi yang dilakukan
Indeks diversitas entropy
Perkembangan suatu sistem dapat dipahami dari semakin meningkatnya
jumlah komponen sistem serta penyebaran (jangkauan spasial) komponen sistem
tersebut. Kedua hal tersebut pada dasarnya bermakna peningkatan kuantitas
komponen serta perluasan hubungan spasial dari komponen di dalam sistem
maupun dengan sistem luar. Artinya suatu sistem dikatakan berkembang jika jumlah
dari komponen/aktifitas sistem tersebut bertambah atau aktifitas dari komponen
sistem tersebar lebih luas. Sebagai suatu contoh : perkembangan suatu wilayah
dapat ditunjukkan dari semakin meningkatnya komponen wilayah, misalnya alternatif
sumber pendapatan wilayah dan aktifitas perekonomian di wilayah tersebut, semakin
luasnya hubungan yang dapat dijalin antara sub wilayah-sub wilayah dalam sistem
tersebut maupun dengan sistem sekitarnya. Perluasan jumlah komponen aktifitas ini
dapat dianalisis dengan menghitung indeks diversifikasi dengan konsep entropi.
Pemanfaatan konsep entropy ini dapat digunakan untuk banyak hal. Sebagai contoh
untuk memahami perkembangan atau kepunahan keanekaragaman hayati,
perkembangan aktifitas pabrik gula, perkembangan aktifitas suatu sistem produksi
pertanian dan lain-lain.
Prinsip pengertian indeks entropy ini adalah semakin beragam aktifitas atau
semakin luas jangkauan spasial, maka semakin tinggi entropy wilayah. Artinya
wilayah tersebut semakin berkembang. (Saefulhakim, 2006)
Penggunaan indeks diversitas entropy dalam penelitian ini untuk identifikasi
variabel indikator (Podes, 2003) :
1. Indeks diversitas entropy jenis lembaga pendidikan
2. Indeks diversitas entropy jenis industri kecil/kerajinan rakyat