Top Banner
1 Tafsir Asy-Sya’âwî A. Pendahuluan Al-Qur‟an merupakan salah satu mukjizat yang diberikan oleh Allah kepada Nabi Muhammad sebagai undang-undang yang mengatur kehidupan umat manusia. Kemukjizatan al- Qur‟an ini tidak hanya berlaku bagi umat di mana al-Qur‟an diturunkan kepadanya, akan tetapi ia berlaku sampai sekarang bahkan sampai akhir zaman. Hal ini berbeda dengan mukjizat- mukjizat yang diberikan kepada nabi-nabi sebelum Beliau yang berlaku hanya pada masa itu saja, sebagaimana mukjizat Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan nabi-nabi lainya. Terkait dengan Al-Qur‟an yang shâlih likulli zamân wa makân, ia akan selalu relevan dengan perkembangan waktu, yakni dari zaman dahulu ketika al-Qur‟an diturunkan, sekarang maupun yang akan datang. Selain itu, Al-Qur‟an juga relevan dan berlaku bagi semua manusia, baik itu bagi masyarakat Arab yang mana di sana ia diturunkan maupun bagi non masyarakat Arab, yaitu semua orang yang berada wilayah selain Arab. Al-Qur‟an memerintahkan kepada manusia untuk senantiasa berfikir dan merenungi apa isi yang terkandung di dalamnya. Sedangkan berfikir itu sendiri sangat dipengaruhi sekali dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan, sistem sosial politik serta kondisi psikologis seseorang. Dari situ, maka
28

Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

May 16, 2023

Download

Documents

Moch A M
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

1

Tafsir Asy-Sya’âwî

A. Pendahuluan

Al-Qur‟an merupakan salah satu mukjizat yang diberikan

oleh Allah kepada Nabi Muhammad sebagai undang-undang

yang mengatur kehidupan umat manusia. Kemukjizatan al-

Qur‟an ini tidak hanya berlaku bagi umat di mana al-Qur‟an

diturunkan kepadanya, akan tetapi ia berlaku sampai sekarang

bahkan sampai akhir zaman. Hal ini berbeda dengan mukjizat-

mukjizat yang diberikan kepada nabi-nabi sebelum Beliau yang

berlaku hanya pada masa itu saja, sebagaimana mukjizat Nabi

Ibrahim, Nabi Musa, dan nabi-nabi lainya.

Terkait dengan Al-Qur‟an yang shâlih likulli zamân wa

makân, ia akan selalu relevan dengan perkembangan waktu,

yakni dari zaman dahulu ketika al-Qur‟an diturunkan, sekarang

maupun yang akan datang. Selain itu, Al-Qur‟an juga relevan

dan berlaku bagi semua manusia, baik itu bagi masyarakat Arab

yang mana di sana ia diturunkan maupun bagi non masyarakat

Arab, yaitu semua orang yang berada wilayah selain Arab.

Al-Qur‟an memerintahkan kepada manusia untuk

senantiasa berfikir dan merenungi apa isi yang terkandung di

dalamnya. Sedangkan berfikir itu sendiri sangat dipengaruhi

sekali dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan, sistem

sosial politik serta kondisi psikologis seseorang. Dari situ, maka

Page 2: Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

2

tidak bisa dipungkiri muncul berbagai kitab-kitab tafsir, baik itu

yang ditulis oleh para ulama salaf maupun kontemporer.

Hal ini senada dengan pendapat Abdullah Drâz yang

dikutip oleh M. Quraish Shihab, bahwa Al-Qur‟an itu bagaikan

berlian yang di setiap sudutnya memancarkan cahaya yang

berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut yang

lainnya.1 Dan tidak mustahil jika pandangan seseorang

mengenai al-Qur‟an akan berbeda dengan pandangan-pandangan

orang lain, boleh jadi pemahaman orang lain lebih dalam dari

apa yang orang tersebut pahami, atau boleh jadi sebaliknya. Jadi,

dengan adanya berbagai pemahaman terhadap al-Qur‟an

tersebut, maka tidak lain kecuali untuk saling melengkapi antara

pemahaman satu dengan yang lain hingga pada akhirnya dapat

ditemukan pemahaman yang lebih sempurna. Adapun

pemahaman yang paling sempurna hanyalah milik Allah SWT.

Wallahu A‟lam

B. Tafsir Asy-Sya’âwî

1. Profil Muhammad Mutawalli Asy-Sya’râwî

Muhammad Mutawalli Asy-Sya‟râwî merupakan

salah satu mufassir al-Qur‟an yang terkenal pada masa

modern dan merupakan Imam pada masa kini. Beliau juga

memiliki usaha yang luar biasa besar dan mulia dalam

bidang dakwah Islam. Beliau dikenal dengan metodenya

1 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an Jilid 2, (Jakarta: Letera Hati,

2011), h. 564

Page 3: Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

3

yang bagus dan mudah dalam menafsirkan al-Quran, dan

memfokuskannya atas titik-titik keimanan dalam

menafsirkannya.

Beliau juga terkenal dengan sosok yang memiliki

ilmu pengetahuan luas dan memiliki kemampuan untuk

menginterpretasikan masalah agama dengan sangat mudah

dan sederhana, sehingga belum pernah di dalam suatu hari

beliau mengulang jawaban atas berbagai persoalan yang

diajukan kepada beliau pada suatu majlis ilmu, dan beliau

juga memberikan jawaban tersebut secara langsung dan

spontan. Inilah salah satu sebab mengapa seorang penanya

sangat percaya dan yakin terhadap kepribadian dan

kemampuan beliau.2

Masa Kelahiran

Beliau, Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Sya‟râwî

lahir di desa Daqadus, distrik Mith Ghamr, Propinsi

Daqahlia, Mesir pada tangal 16 April 19113.

Pada malam kelahiran, paman beliau bermimpi aneh,

yakni ia melihat anak ayam sedang khutbah di atas mimbar

masjid. Maka dia menceritakan mimpinya itu kepada ayah

beliau dengan berkata: “Seekor anak ayam ini adalah anak

yang datang kepada kita malam ini”. Kemudian ayah

2 Muhammad Mutawalli Asy-Sya‟râwî, Qashash al-Qur‟ân, (Kairo: Al-

Maktabah At-Taufîqiyah, tt), h. 5 3 Asy-Sya‟râwî, Qashash al-Qur‟ân, h. 6

Page 4: Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

4

beliau berkata: “Saya akan menyerahkan anakku kepada

Al-Azhâr Asy-Syarîf, dan saya memohon kepada Allah

agar membantu saya untuk mewujudkan cita-cita yang

luhur ini”.4

Orang tua beliau adalah orang yang cinta kepada

ilmu, senang terhadap ulama dan senantiasa hadir di dalam

majlis ilmu. Oleh karena itu, orang tua beliau menekankan

Asy-Sya‟râwî untuk menempuh pendidikan di Al-Azhâr

Asy-Syarîf.5

Dalam kitab Muhammad Mutawalli asy-Sya‟rawi

min al-Qaryah ilâ „Âlamiyyah, sebagaimana yang dilutip

oleh Istibsyarah menerangkan bahwa asy-Sya‟rawi

dilahirkan dari keluarga pas-pasan, tidak kaya, tidak

miskin, memiliki nasab yang terhormat yaitu keturunan Ahl

al-Bait. Akan tetapi asy-Sya‟rawi sendiri tidak perrnah

menceritakan hal ini kepada siapapun, sebagaimana beliau

pernah berkata: “Aku tidak pernah bercerita kepada

siapapun terkait hal ini, maka janganlah engkau

memberitahu siapapun tentang hal ini.”6

Masih berkaitan dengan nasab beliau, bahwa suatu

hari beliau bercerita, bahwa beliau pernah bermimpi

bertemu dengan Sayyidah Zainab, maka ayah beliau

4 Asy-Sya‟râwî, Qashash al-Qur‟ân, h. 7 5 Asy-Sya‟râwî, Qashash al-Qur‟ân, h. 7 6 Istibsyarah, Hak-hak Perempuan, Relasi Gender menurut Tafsir Asy-

Sya‟rawi, (Jakarta: Teraju, 2004), 21

Page 5: Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

5

bertanya: ”Apakah beliau (Zainab) tidak berbusana?”, asy-

Sya‟rawi menjawab: “Beliau (Zainab) tidak memakai

busana”, maka ayah beliau berkata: “Kita adalah

mahramnya-keturunannya”.7

Jadi dapat diketahui bahwa, asy-Sya‟rawi ternyata

masih termasuk keturunan Nabi Muhammad, akan tetapi

beliau tidak menginginkan berita tersebut tersebar di

masyarakat luas dan melarang siapa saja yang telah

mengetahui nasabnya tersebut untuk tidak sekali-kali

memberitahukan kepada orang lain. Dari sini juga dapat

dipahami, bahwa beliau termasuk orang yang mendapatkan

pancaran “cahaya”, yang di kemudian hari beliau mampu

memancarkan kembali “cahaya” tersebut, sehingga mampu

menerangi jiwa-jiwa yang sedang dalam keadaan gelap

gulita.

Masa kanak-kanak

Muhammad Mutawalli Asy-Sya‟râwî pada masa

kecilnya hidup di wilayah pertanian dan perkebunan yang

bersih, penuh dengan sederhanaan. Pada usia 10 tahun,

beliau menghafal al-Qur‟an dibawah asuhan Syekh „Abdul

Majid. Beliau menceritakan masa tersebut dengan berkata:

Aku senantiasa mengingat peristiwa-peristiwa yang terjadi

7Istibsyarah, Hak-hak Perempuan, Relasi Gender menurut Tafsir Asy-

Sya‟rawi, h. 22

Page 6: Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

6

di masa kecilku. Saya belajar membaca dan menulis serta

menghafal al-Qur‟an di Kuttab. Al-Qur‟an adalah jalanku

dan sebagai perantara untuk belajar membaca, menulis

dan berbicara yang baik. Aku sangat mengagumi guruku,

dan aku takut dengan tongkat beliau ketika aku belum bisa

menghafal dan berbicara dengan baik. Orang tuaku pernah

berkata kepada beliau: “Pukul dan patahkan tulang

rusuknya jika dia mengabaikan tugasnya”.8

Pendidikan

Pada tahun 1926, Syekh Asy-Sya‟râwi terdaftar di

Madrasah Ibtidaiyah al-Azhar, Zaqaziq. Sejak beliau kecil,

sudah tampak kecerdasannya dalam menghafal sya'ir dan

pepatah arab dari sebuah perkataan dan hikmah, kemudian

mendapatkan ijazah Madrasah Ibtidaiyah al-Azhar pada

tahun 1923 M. Dan memasuki Madrasah Tsanawiyah,

bertambahlah minatnya dalam syair dan sastra, dan beliau

telah mendapatkan tempat khusus di antara rekan-rekannya,

serta terpilih sebagai ketua persatuan mahasiswa dan

menjadi ketua perkumpulan sastrawan di Zaqaziq. Dan

bersamanya pada waktu itu Dr. Muhammad Abdul Mun‟im

Khafaji, penyair Thahir Abu Fasya, Prof. Khalid

Muhammad Khalid, Dr. Ahmad Haikal dan Dr. Hassan

8 Asy-Sya‟râwî, Qashash al-Qur‟ân, h. 7

Page 7: Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

7

Gad.9 Mereka semua adalah guru sekaligus rekan sesama

kaum muda yang gandrung dengan sastra Arab. Mereka

memperlihatkan kepadanya apa yang mereka tulis. Hal

itulah yang menjadi titik perubahan kehidupan Syaikh asy-

Sya‟râwî.10

Setelah menyelesaikan studinya di sekolah tingkat

atas, beliau melanjutkan studinya di fakultas Bahasa Arab,

Universitas Al-Azhar, Kairo. Beliau menyelesaikan S1

pada tahun 1941.11

Sementara pada jenjang Doktoral

berhasil diselesaikannya pada tahun 1943 dan memperoleh

gelar „Alamiyyat dalam bidang Bahasa dan Sastra Arab.12

Pekerjaan

Asy-Sya‟râwî mengawali profesinya dengan menjadi

seorang tenaga pengajar di Sekolah Thantha al-Azhar.

Kemudian, beliau pindah mengajar di sekolah Az-Zaqaqiq.

Pada tahun 1950 ia diutus ke Arab Saudi untuk menjadi

dosen di Fak. Syariah Universitas Ummul Qurra, Mekkah

Mukarramah. Pada tahun 1960, beliau dan semua pengajar

di al-Azhar yang berada di Saudi di tarik kembali ke Mesir,

karena terjadi perselisihan antara Jamal Abdul Naser,

9 Asy-Sya‟râwî, Qashash al-Qur‟ân, h. 7 10 http://www.muslimedianews.com/2014/01/biografi-syaikh-m-mutawalli-

asy-syarawi.html#ixzz3T1M4EePk, diakses pada tanggal 1 Maret 2015 11 Herry Muhammad , dkk, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20,

(Jakarta: Gema Insani Press, 2006), h. 275 12 Faizah Ali Syibromalisi, dkk, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern,

(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011), h. 145

Page 8: Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

8

Presiden Mesir kala itu dengan Raja Su‟ud. Sekembalinya

dari Arab Saudi, pada tahun 1962, ia ditunjuk sebagai

direktur dakwah di Departemen Agama, merangkap sebagai

pengawas bagi pengajaran bahasa Arab di al-Azhar serta

menjadi ketua di kantor Syekh Hasan Ma‟mun, Syekh

Masjid al-Azhar.13

Bersama rombongan yang beliau pimpin, oleh pihak

al-Azhar Asy-Sya‟râwî diutus ke Aljazair untuk berdakwah.

Ketika sampai di Aljazair, ia menyaksikan fenomena yang

tidak baik, yaitu akan dijadikannya bahasa Prancis sebagai

bahasa resmi negara menggantikan bahasa Arab, bahasa

asli Aljazair. Maka beliau menggunakan kesempatan

tersebut untuk mengingatkan masyarakat Aljazair akan

pentingnya kembali kepada bahasa Arab sebagai salah satu

identitas negara Islam. Usaha tersebut mendapatkan respon

yang positif dari penduduk Aljazair. Setelah kembali ke

Mesir, beliau ditunjuk sebagai Ketua Departemen Agama

cabang Propinsi Gharbiyyah. Pada Tahun 1970, ia kembali

diminta oleh kerajaan Saudi untuk mengajar di Universitas

King Abdul Aziz.14

Pada bulan November 1976, Perdana Menteri Sayyid

Mamduh Salim memilih anggota kementeriannya, Syekh

13 Herry Muhammad, dkk, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, h.

275 14 Herry Muhammad, dkk, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, h.

275

Page 9: Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

9

Asy-Sya‟râwi ditugaskan untuk Departemen (urusan)

Wakaf dan Urusan al-Azhar sampai bulan Oktober 1978.

Setelah meninggalkan pengaruh yang bagus bagi kehidupan

ekonomi di Mesir, beliaulah yang pertama kali

mengeluarkan keputusan menteri tentang pembuatan bank

Islam pertama di Mesir yaitu Bank Faisal, dan ini

merupakan wewenang Menteri Ekonomi dan Keuangan Dr.

Hamid Sayih pada masa ini yang diserahkan kepadanya dan

disetujui oleh anggota parlemen Mesir.15

Keluarga

Setelah menikah, Asy-Sya‟râwî dikaruniai tiga orang

putra dan dua orang putri, di antararanya: Sami, Abdul

Rahim, Ahmad, Fathimah dan Shalihah. Baginya, faktor

utama keberhasilan pernikahannya adalah ikhtiar dan

kerelaan antara suami dan istri. Tentang pendidikan anak,

beliau berkata: ”Faktor terpenting dalam sebuah pendidikan

adalah suri tauladan. Jika suri tauladan itu baik, maka akan

dicontoh oleh anak, jika buruk maka itu akan banyak

merusak pendidikan. Seorang anak wajib dididik dengan

baik. Seorang anak, jika tidak bergerak kemampuannya dan

bersiap untuk menerima dan menampung sesuatu di

sekitarnya, artinya, apabila tidak siap telinganya untuk

mendengar, kedua matanya untuk melihat, hidungnya untuk

15 http://www.egyguys.com/. Diakses pada tanggal 1 Maret 2015.

Page 10: Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

10

mencium, dan ujung-ujung jarinya untuk menyentuh, kita

wajib menjaga seluruh kemampuannya dengan tingkah laku

kita yang mendidik bersamanya dan di depannya. Oleh

karena itu, kita harus menjaga telinganya dari setiap

perkataan yang jelek, dan menjaga matanya dari setiap

pemandangan yang merusak.16

Wafat

Pada pagi Rabu 17 Juni 1998 M/22 Shafar 1419 H,

Syaikh asy-Sya‟râwî kembali ke haribaan Ilahi, dalam usia

87 tahun. Saat pemakamannya, ratusan ribu orang

memadati kuburnya di Kampung Daqadus, sebagai

penghormatan terakhir bagi „allamah besar ini.17

Karya-karya

Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Sya‟râwî

mempunyai banyak karya. Dan yang paling popular adalah

Tafsîr Asy-Sya‟râwî. Adapun karya-karya beliau, antara

lain sebagai berikut:

a. Al-Isrâ‟ wa al-Mi‟râj.

b. Asrâr Bism Allâh ar-Rahmân ar-Rahîm.

c. Al-Islâm wa al-Fikr wa al-Ma‟âshî.

d. Al-Islâm wa al-Mar‟ah, „Aqîdah wa Manhaj.

16 Asy-Sya‟râwî, Qashash al-Qur‟ân, h. 11 17 http://www.muslimedianews.com/2014/01/biografi-syaikh-m-mutawalli-

asy-syarawi.html#ixzz3T1M4EePk, diakses pada tanggal 1 Maret 2015

Page 11: Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

11

e. Asy-Syûrâ wa at-Tasyrî‟fi al-Islâm.

f. Ash-Shalâtu wa Arkan al Islâm.

g. Ath-Tharîq ila Allah.

h. Al-Fatâwâ.

i. Labaik Allahumma labaik.

j. 100 Su‟âl wa Jawâb fi al-Fiqh al-Islâmî.

k. Al-Mar‟ah kamâ Arâdahâ Allah.

l. Mu‟jizat al-Qur‟ân.

m. Min Faidl al-Qur‟ân.

n. Nadharât hi al-Qur‟ân.

o. „Ala Mâidah al-Fikr al-Islâmi.

p. Qadlâ‟ wa Qadr.

q. Hâdzâ Huwa al-Islâm.

r. Al-Muntakhab fi Tafsir al-Qur‟ân al-Karîm.18

s. Qashash al-Qur‟an.

2. Gambaran Umum Tafsîr Asy-Sya’râwî

Tafsir ini pertama kali diterbitkan oleh majalah al-

Liwâ‟ al-Islâmî, Kairo mulai tahun 1986 – 1989 M, yang

dikenal memiliki corak tarbawî (pendidikan) dan ishlahî

(perbaikan). Sejak awal, kitab ini tidak pernah dinamai

dengan “kitab tafsir” akan tetapi beliau memberi judul

“Khawâthir asy-Sya‟râwî” (renungan-renungan asy-

18 Asy-Sya‟râwî, Qashash al-Qur‟ân, h. 16

Page 12: Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

12

Sya‟râwî).19

Hal ini sebagaimana yang beliau sampaikan di

muqaddimah20

di dalam tafsirnya:

“Hasil renungan saya terhadap al-Qur‟an bukan berarti

tafsiran terhadap al-Qur‟an, melainkan hanya percikan

pemikiran yang terlintas dalam hati seseorang mukmin

pada saat membaca al-Qur‟an. Seandainya al-Qur‟an

memungkinkan untuk ditafsirkan, pastilah Rasulullah

adalah yang paling berhak untuk menafsirkannya, karena

kepada beliau lah al-Qur‟an diturunkan dan langsung

berinteraksi dalam kehidupannya. . . ..”

Asy-Sya‟râwî menamakan kitabnya dengan

Khawâthir asy-Sya‟râwî dengan maksud menjelaskan isi

ayat-ayat al-Qur‟ân yang telah beliau pahami kepada orang

lain. Beliau menggunakan istilah khawâthir, itu karena apa

yang dipahami itu boleh jadi benar dan boleh jadi salah.21

Kitab ini pada mulanya bukan sengaja untuk disusun

sebagai sebuah karya kitab tafsir yang dibukukan

sebagaimana kitab tafsir al-Qur‟an yang lainnya, melainkan

sebuah dokumentasi yang ditulis dari sebuah rekaman

19 A. Husnul Hakim IMZI, Ensiklopedi Kitab-kitab Tafsir (Kumpulan Kitab-

kitab Tafsir dari Masa Klasik sampai Masa Kontemporer), (Depok: Lingkar Studi

al-Qur‟an, 2013), h. 219 20 Muhammad Mutawalli asy-Sya‟râwî, Tafsîr asy-Sya‟râwî, (tk: Akhbâr al-

Yaum, 1991), Jilid. 1, h. 9 21Alî Ayâzî, Al-Mufassirûn Hayâtuhun wa Manhajuhum, (Teheran:

Muassasah ath-Thabâ‟ah wa an-Nasyr Wizârah ats-Tsiqâfah wa al-Irsyâd al-Islâmî,

tt), h. 268

Page 13: Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

13

ceramah yang disampaikan oleh Muhammad Mutawalli

Asy-Sya‟râwî. Sebelum menjadi sebuah kitab tafsir,

ceramah-ceramah tersebut terlebih dahulu didokumentasi-

kan di dalam sebuah majalah al-Liwa‟ al-Islami.22

Kitab ini merupakan hasil kolaborasi kreasi yang di

buat oleh murid asy-Sya‟râwî yakni Muhammad as-

Sinrawi, Abd al-Waris ad-Dasuqi dari kumpulan pidato-

pidato atau ceramah-ceramah yang dilakukan al-Sya‟rawi.

Sementara itu, hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab

tafsir asy-Sya‟râwî di-takhrij oleh Ahmad Umar Hasyim23

.

Kitab ini diterbitkan oleh Akhbar al-Yaum Idarah al-Kutub

wa al-Maktabah pada tahun 1991 (yaitu tujuh tahun

sebelum al-Sya‟rawi meninggal dunia). Dengan demikian,

tafsir al-Sya‟rawi ini merupakan kumpulan hasil-hasil

pidato atau ceramah al-Sya‟rawi yang kemudian diedit

dalam bentuk tulisan buku oleh murid-muridnya. Tafsir ini

merupakan golongan tafsir bi al-lisan atau tafsir shauti

(hasil pidato atau ceramah yang kemudian dibukukan).24

22 http://kajianbersama.blogspot.com/2012/12/tafsir-syarawi.html , diakses

pada tanggal 17 Maret 2015 23 Ahmad Umar Hasyim merupakan professor hadith dan ulum hadith di

Universiti al-Azhar, Mesir. Beliau juga merupakan ahli Majma‟ al-Buhuth al-

Islamiyyah(Akademi Penyelidikan Islam) dan bekas ahli parlimen Mesir. Beliau

dilahirkan pada 6 Februari 1941 di kampung Bani Amir, Zaqaziq, Mesir. Lihat

http://zulhusnimatresat.blogspot.com/2013/07/syeikh-prof-dr-ahmad-umar-

hasyim.html , diakses pada tanggal 18 Maret 2015 24 http://www.iiq.ac.id/index.php?a=artikel&d=3&id=199, diakses pada

tanggal 16 Maret 15

Page 14: Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

14

Kitab tafsir ini menurut Alî Ayâzî ada sekitar 29

jilid.25

Sedangkan yang sementara diketahui oleh penulis

dalam versi “pdf” yang terdiri dari 2 file, antara lain:

1. File pertama ada 24 jilid yang meliputi pembahasan

mulai dari QS. Al-Fatihah [1] sampai dengan QS.

Al-Jumu‟ah [62].

2. File kedua terdiri atas 1 jilid, yakni juz 30 (QS. An-

Naba‟ [78] sampai dengan QS. An-Nas [114]).

Metodologi Tafsîr Asy-Sya’râwî

Mengamati metode penulisan tafsir asy-Sya‟râwî ini,

dari sisi urutan penafsirannya yang dimulai dari surat al-

Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nâs, maka bisa

dikatakan bahwa tafsir ini menggunakan metodologi

tahlîlî.26

Tafsir asy-Sya‟râwî dimulai dengan pendahuluan

sebanyak 29 halaman, termasuk di dalamnya penjelasan

tentang arti Isti‟adzah, kemudian menafsirkan surat al-

Fatihah mulai dari basmalah dan seterusnya. Di dalam

menafsirkan ayat, beliau mengawali dengan menjelaskan

makna dan hikmah ayat tersebut disertai dengan

25 Alî Ayâzî, Al-Mufassirûn Hayâtuhun wa Manhajuhum, h. 268 26 Menurut al-Farmawi metode penafsiran tahlili adalah suatu metode

mmenafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an dengan memaparkan segala aspek yang

terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu dan menerangkan makna-makna

yang terkandung di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir

yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. Lihat Departemen Agama RI, Mukadimah al-

Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008), h. 70

Page 15: Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

15

penjelasan-penjelasan lainnya yang sekiranya memiliki

keterkaitan dengannya. Beliau juga mengambil ayat-ayat

lain yang berkaitan dengan ayat yang dimaksud. Oleh

karena itu, sebagaimana yang katakan oleh A. Husnul

Hakim, bahwasanya tafsir asy-Sya‟râwî ini dikategorikan

dengan tafsîr bi al-ma‟tsûr.27

Hal ini senada dengan apa

yang paparkan oleh Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar

Azizy bahwa tafsir asy-Sya‟râwî termasuk dalam ciri tafsîr

bi al-ma‟tsûr.28

Adapun penulis sendiri menganggap bahwa tafsir ini

termasuk dalam aliran tafsîr bi ar-ra‟yi29

. Hal ini karena

penulis memahami dari penjelasan-penjelasan beliau

banyak menggunakan logika-logika yang mudah diterima

oleh kalangan umum, yang semuanya itu tetap beliau

sandarkan kepada sumber-sumber yang telah ditetapkan.30

27 A. Husnul Hakim IMZI, Ensiklopedi Kitab-kitab Tafsir (Kumpulan Kitab-

kitab Tafsir dari Masa Klasik sampai Masa Kontemporer),h. 222. Tafsir bi al-

ma‟tsur adalah tafsir yang disusun berdasarkan riwayat-riwayat sepert dari nash al-

Qur‟an, hadits Rosulullah, ucapan sahabat dan tokoh tabi‟in. Lihat Departemen

Agama RI, Mukadimah al-Qur‟an dan Tafsirnya, h. 53 28 Faizah Ali Syibromalisi, dkk, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, h.

153 29 Tafsîr bi ar-Ra‟yi adalah penafsiran al-Qur‟an yang dilakukan berdasarkan

ijtihad mufassir setelah mengenali terlebih dahulu bahasa arab dari berbagai

aspeknya serta mengenali lafal-lafal bahasa arab dan segi-segi argumentasinya yang

dibantu dengan menggunakan syair-syair jahili serta mempertimbangkan asbâb an-

nuzûl ,dan lain-lain sarana yang dibutuhkan oleh mufassir. Lihat Muhammad Amin

Suma, Ulumul Qur‟an, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), cet. 2, h. 351 30 Sebagaimana yang dijelaskan oleh Adz-Dzahabi yang dikutip oleh

Anshori, LAL, bahwa sumber-sumber tersebut antara lain: (1) Tafsir dengan merujuk

kepada Al-Qur‟an itu sendiri; (2) Tafsir dengan mengutip dari Rasulullah SAW.

serta menjaga dan menghindari hadits dha‟if dan maudhu‟; (3) Tafsir dengan

Page 16: Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

16

Sebagaimana ketika beliau menjelaskan basmalah dan

hamdalah pada surat al-Fatihah.

Hal ini dapat diketahui ketika beliau mengkaitkan

basmalah dengan ayat pertama dari QS. „Alaq. Beliau

fokus pada kata اقرأ . Ketika Jibril berkata kepada Nabi “. .

.sebanyak tiga kali ”ما أنا بقارئ“ Nabi menjawab ,”اقرأ

Sehingga, musuh islam mempertanyakan hal tersebut

“Bagaimana Allah menyuruh membaca iqra‟, sedangkan

rasul-Nya sendiri tidak bisa membaca?.

Di sinilah Asy-Sya‟râwî berkomentar, bahwa dalam

hal ini Allah berbicara berdasarkan kekuasaan-Nya,

menciptakan segala sesuatu hanya dengan “kun”, maka

jadilah ia. Sementara Rasulullah sendiri berbicara berbicara

sesuai dengan kapasitasnya sebagai manusia yang

mengakui ketidak sanggupannya membaca satu kalimat

pun. Akan tetapi atas Qudrat Allah-lah yang akan

mengangkat Nabi yang ummi ini menjadi guru bagi semua

umat manusia sampai hari kiamat. Dalam banyak hal,

manusia berguru kepada manusia lain yang lebih tahu,

sedangkan Rasul langsung diajar oleh Allah supaya menjadi

maha guru bagi umat manusia.31

mengambil penafsiran sahabat yang shahih; (4) Tafsir dengan mendasarkan kepada

bahasa Arab , karena al-Qur‟an diturunkan dengan bahasa Arab; (5) Tafsir yang

dihasilkan harus sesuai dengan makna dzahir kalam dan sesuai dengan kekuatan

hukum. Lihat Anshori LAL, ULUMUL QUR‟AN Kaidah-kaidah Memahami Firman

Tuhan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), h. 188 31 Asy-Sya‟râwî, Tafsîr asy-Sya‟râwî, jilid 1, h. 41

Page 17: Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

17

Dalam hal lain misalkan, ketika Asy-Sya‟âwî

menjelaskan alhamdulillah, mengapa kita harus memuji-

Nya??. Beliau menjelaskan bahwa sebelum menciptakan

kita, terlebih dahulu Allah menciptakan baginya nikmat-

nikmat yang mengharuskannya untuk memuji-Nya. Allah

menciptakan langit, bumi, air, angin serta makanan pokok

sampai hari kiamat. Bahkan sebelum Allah menciptakan

Nabi Adam, terlebih dahulu Allah menciptakan surga, yang

mana beliau hidup di dalamnya tanpa ada kesulitan dan

kesusahan. Segala fasilitas telah dipersiapkan sebelum ia

diciptakan. Ketika Adam dan Hawa turun ke bumi, segala

fasilitas juga sudah disediakan terlebih dahulu. Seandainya

nikmat tersebut ada setelah wujudnya manusia, pastilah

mereka akan binasa karena menunggu datangnya nikmat.32

Inilah sebagian dari beberapa penjelasan asy-Sya‟râwî yang

menurut penulis sesuai dengan logika dan mudah diterima

di kalangan masyarakat.

Orientasi asy-Sya‟râwî dalam menafsirkan ayat-ayat

sesuai dengan apa yang telah dijelaskan oleh Khalid

Abdurrahman Al-„Ak yang dikutip oleh Anshori LAL,

bahwa cara kerja tafsîr bi ar-ra‟yi berorientasi untuk:

1. Menyingkap dan menapakkan makna-makna yang

logis yang terkandung dalam nash al-Qur‟an.

32 Asy-Sya‟râwî, Tafsîr asy-Sya‟râwî, jilid 1, h. 56

Page 18: Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

18

2. Mengungkap rahasia yang terdapat dalam al-Qur‟an

sesuai dengan kemampuan manusia.

3. Mengungkapkan maksud-maksud ayat dan orientasi-

orientasinya.

4. Menjelaskan di mana saja ibarat-ibarat yang ada

dalam kisah-kidah al-Qur‟an dan menjelaskan

kandungan nasihatnya.

5. Menampakkan kebesaran al-Qur‟an dan

kemukjizatan balâghah al-Qur‟an.33

Terkait dengan penafsiran ayat-ayat tentang akidah,

beliau mengikuti pemikiran mufassir terdahulu, seperti

Muhammad „Abduh, Rasyid Ridho, dan Sayyid Quthub.34

Dalam hal ini, beliau membahas secara terperinci dan

mendetail dengan argumen yang rasional dan ilmiah agar

akidah kaum mukmin lebih mantab, dan mengajak orang

selain mereka untuk masuk dalam agama Islam.

Corak Tafsir

Sebagaimana yang telah disebukan di atas, bahwa

tafsir Asy-Sya‟âwî ini bercorak tarbawi35

(pendidikan). Hal

33 Anshori LAL, ULUMUL QUR‟AN Kaidah-kaidah Memahami Firman

Tuhan, h. 190 34 Alî Ayâzî, Al-Mufassirûn Hayâtuhun wa Manhajuhum, h. 271 35 Tafsir Tarbawi merupakan ijtihad akademisi tafsir, berupaya mendekati al-

Qur‟an melalui sudut pandang pendidikan, baik dari segi teoritik maupun praktik.

Ijtihad ini diharapkan dapat mewacanakan sebuah paradigma tentang konsep

Page 19: Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

19

ini bisa diketahui ketika beliau menjelaskan basmalah,

beliau mengajak pembaca untuk memahami makna yang

lebih dalam yang terkandung di dalam basmalah dan

mengajak untuk senantiasa mengawali segala perbuatan

dengan basmalah. Begitu juga ketika menjelaskan ayat

kedua, beliau menerangkan rahasia-rahasia yang

terkandung di dalam hamdalah serta mengajak untuk

senaniasa bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah

diberikan oleh Allah kepadanya, dan seterusnya.

pendidikan yang dilandaskan kepada kitab suci dan mampu untuk diimplementasi-

kan sebagai nilai-nilai dasar dalam pendidikan. Lihat Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi:

Mengungkap Pesan al-Qur‟an Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2008), cet.

I, h. 8.

Page 20: Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

20

Tafsir QS. Al-Fatihah [1]: 1-7

Menurut Asy-Sya‟âwî, al-Qur‟an semenjak

diturunkan diiringi dengan basmalah. Jadi ketika memulai

membaca al-Qur‟an, hendaklah dimulai dengan basmalah.

Hal ini sangat erat kaitannya dengan basmalah yang

terdapat dalam wahyu yang pertama kali diturunkan, yaitu

QS. Al-„Alaq [96]: 1.36

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa tafsir ini

adalah bercorak tarbawi. Hal ini dapat diketahui dari:

1. Asy-Sya‟âwî mengajak pembaca (tafsir) untuk

mengawali bacaan al-Qur‟an dengan bismillah. Hal ini

karena Allah yang telah menurunkannya dan

mempermudah manusia untuk membacanya.37

2. Bukan hanya itu, beliau juga mengajak pembaca untuk

mengawali segala aktivitas dengan membaca bismillah.

Hal ini karena:

a. Untuk memulyakan pemberian (nikmat)-Nya.38

b. Allah telah menundukkan alam raya ini bagi manusia

dan memberikan kepadanya petunjuk untuk

mengelolahnya.39

c. Seolah-olah manusia menempatkan Allah di

sampingnya sebagai penolong.

d. Allah adalah al-Ism al-Jami‟ li Shifât al-Kamâl,

sebuah nama yang harus ada karena di dalamnya

terhimpun sifat-sifat yang sempurna. Semua aktifitas

berkaitan dengan sifat-sifat Allah. (asmaul husna).

36 Asy-Sya‟râwî, Tafsîr asy-Sya‟râwî, jilid 1, h. 41 37 Asy-Sya‟râwî, Tafsîr asy-Sya‟râwî, jilid 1, h. 41 38 Asy-Sya‟râwî, Tafsîr asy-Sya‟râwî, jilid 1, h. 43 39 Asy-Sya‟râwî, Tafsîr asy-Sya‟râwî, jilid 1, h. 43

Page 21: Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

21

Seandainya Allah tidak mengajarkan bismillah, pasti

ia akan membuat sifat yang sesuai dengan aktifitas

manusia.40

e. Ketika manusia tidak mengawali perbuatannya

dengan bismillah, maka ia akan memperoleh balasan

yang bersifat materi (di dunia) saja. Akan tetapi

ketika diawali dengan bismillah, maka ia akan

memperoleh balasan baik di dunia maupun di

akhirat.41

f. Bismillah dapat mencegah manusia dari segala

perbuatan yang dimurkai oleh Allah.42

g. Ketika manusia mengawali membaca al-Qur‟an

dengan bismillah, berarti ia beriman kepada Allah,

berjanji akan taat kepada-Nya dan mengamalkan apa

yang terdapat di dalamnya.43

Bagaimana mungkin seseorang mulai membaca al-

Qur‟an dengan bismillah, sedangkan ia telah banyak

berbuat salah dan maksiat??? . . . .

Asy-Sya‟âwî memberikan jawaban bahwasanya

Allah tidak membiarkan hambanya tenggelam dalam

perbuatan maksiat bahkan pintu taubat tetap ia buka. Dia

mengharap agar ia segera bertaubat dan kembali kepada-

Nya. Yakinlah bahwa rahmat Allah lebih luas dari pada

dosa makhluknya.44

Kata ar-Rahmah, ar-Rahmân dan ar-Rahîm menurut

Asy-Sya‟âwî berasal dari kata ar-Rahim yaitu tempat janin

di dalam perut ibunya. Di dalamnya, Allah menyediakan

40 Asy-Sya‟râwî, Tafsîr asy-Sya‟râwî, jilid 1, h. 46 41 Asy-Sya‟râwî, Tafsîr asy-Sya‟râwî, jilid 1, h. 46 42 Asy-Sya‟râwî, Tafsîr asy-Sya‟râwî, jilid 1, h. 47 43 Asy-Sya‟râwî, Tafsîr asy-Sya‟râwî, jilid 1, h. 47 44 Asy-Sya‟râwî, Tafsîr asy-Sya‟râwî, jilid 1, h. 48

Page 22: Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

22

rizki bagi janin tanpa harus berusaha agar ia dapat tumbuh

dengan sempurna.

Kasih sayang Allah kepada manusia oleh Asy-

Sya‟râwî diibaratkan seperti kasih sayang ibu terhadap

anaknya. Ibu senantiasa memaafkan kesalahan anaknya dan

merasa senang ketika melihat ia sadar dan berbuat baik.

Begitu juga Allah, Dia sangat sayang dan Pemberi rizki.

Terkadang manusia berbuat kesalahan, namun Dia tidak

langsung mencabut nikmat-Nya dan menghukumnya.

Bahkan lebih dari itu, Dia tetap membuka pintu rahmat

setiap saat.45

Asy-Sya‟râwî menjelaskan bahwa ar-Rahmân dan

ar-Rahîm adalah bentuk shighat mubâlaghah46

. Sifat ar-

Rahmân adalah kasih sayang-Nya yang berlaku di dunia

yang mencakup seluruh manusia. Sedangkan di akhirat

kelak Allah hanya bersifat ar-Rahîm terhadap kaum

mukmin saja yang jumlahnya sedikit. Dari sini timbul

pertanyaan, di mana letak shighat mubâlaghah??.... Beliau

menegaskan bahwa mubâlaghah di sini bermakna

kekekalan mendapat nikmat, yaitu nikmat di akhirat lebih

besar dan lebih banyak dari pada di dunia. Seolah-olah

mubâlaghah di dunia dengan umumnya nikmat untuk

semua makhluk. Sedangkan mubâlaghah di akhirat berarti

kekhususan dan kekekalan nikmat khusus bagi mukmin

saja.47

45 Asy-Sya‟râwî, Tafsîr asy-Sya‟râwî, jilid 1, h. 48 46 Al-Mubâlaghah merupakan gaya bahasa kiasan yang menyatakan sesuatu

yang berlebih-lebihan mengenai jumlahnya, ukurannya atau sifatnya, baik masih

dalam batas yang diterima adat kebiasaan atau akal maupun di luar kebiasaan atau

akal. Lihat D. Hidayat, Al-Balâghah li al-Jamî‟ wa asy-Syawâhid min Kalâm al-

Badî‟, (Jakarta: Karya Toha Putra & Bina Masyarakat Qur‟ani, 2002), 160 47 Asy-Sya‟râwî, Tafsîr asy-Sya‟râwî, jilid 1, h. 50

Page 23: Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

23

Pada ayat ini, asy-Sya‟râwî baru menjelaskan tentang

makna dan hikmah dari surat al-Fatihah. Menurut beliau,

al-Fatihah adalah ummul kitâb, tidak sah shalat tanpanya.

Seseorang boleh tidak membaca ayat al-Qur‟an pada setiap

rakaat, akan tetapi jika tidak membaca al-Fatihah pada

setiap rakaat, batal shalatnya. Sebagaimana dijelaskan

dalam sebuah riwayat.48

Dalam ayat ini, asy-Sya‟râwî menerangkan tentang

hakikat pengulangan kata. Menurut beliau, sebenarnya

tidak ada pengulangan kata dalam al-Qur‟an, kalaupun ada

pasti ada perbedaan di antaranya. Sebagaimana yang

terdapat dalam lafaz Allah, ar-Rahmân dan ar-Rahîm.49

Menurut asy-Sya‟râwî, terdapat perbedaan makna

lafaz jalajah antara yang terdapat dalam bismillâh dan

alhamdulillâh. Pada lafaz bismillâh adalah permohonan

pertolongan seorang hamba atas sesuatu yang ia tidak kuasa

untuk melakukannya. Sedangkan pada lafaz alhamdulillâh

adalah untuk memuji-Nya atas apa yang telah dilakukan-

Nya.50

Rahasia Allah mengajarkan ungkapan syukur dalam

dua kata هللالحمد menurut asy-Sya‟âwî yaitu:

1. Seandainya kata tersebut tidak diajarkan oleh Allah,

niscaya manusia kesulitan untuk menemukan redaksi

yang cocok untuk memuji-Nya51

.

2. Mudah diucapkan oleh semua lapisan tingkatan

keilmuan manusia. 52

48 Asy-Sya‟râwî, Tafsîr asy-Sya‟râwî, jilid 1, h. 51 49 Asy-Sya‟râwî, Tafsîr asy-Sya‟râwî, jilid 1, h. 51 50 Asy-Sya‟râwî, Tafsîr asy-Sya‟râwî, jilid 1, h. 52 51 Asy-Sya‟râwî, Tafsîr asy-Sya‟râwî, jilid 1, h. 55 52 Asy-Sya‟râwî, Tafsîr asy-Sya‟râwî, jilid 1, h. 55

Page 24: Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

24

Beberapa hal yang mengharuskan seseorang untuk

senantiasa memuji-Nya:

1. Allah menciptakan nikmat sebelum menciptakan

manusia (yang diberi nikmat).53

2. Allah menyediakan segala sesuatu di alam raya ini

yang dapat digunakan manusia tanpa harus berusaha

terlebih dahulu.54

3. Allah telah menurunkan manhaj-Nya supaya manusia

tahu jalan yang baik dan menjauhi jalan yang buruk.55

4. Allah senantiasa memberi dan tidak pernah meminta.56

5. Keberadaan Allah yang wâjib al-wujûd. Seandainya

tidak ada keadilan Allah, tentu manusia akan berbuat

dzalim seenaknya di muka bumi ini.57

C. Penutup

Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Muhammad Mutawalli Asy-Sya‟râwî merupakan salah

satu ulama‟ abad modern yang memiliki pengetahuan

yang luas dan senantiasa mencurahkan tenaganya untuk

berdakwah. Beliau bukanlah seorang mufassir yang

menulis kitab tafsir, akan tetapi beliau adalah seorang dai

yang mampu menyampaikan dan mengungkapkan makna

yang terkandung di dalam al-Qur‟an secara baik dan

mendalam.

53 Asy-Sya‟râwî, Tafsîr asy-Sya‟râwî, jilid 1, h. 56 54 Asy-Sya‟râwî, Tafsîr asy-Sya‟râwî, jilid 1, h. 57 55 Asy-Sya‟râwî, Tafsîr asy-Sya‟râwî, jilid 1, h. 58 56 Asy-Sya‟râwî, Tafsîr asy-Sya‟râwî, jilid 1, h. 59 57 Asy-Sya‟râwî, Tafsîr asy-Sya‟râwî, jilid 1, h. 61

Page 25: Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

25

2. Tafsir Asy-Sya‟râwî merupakan salah satu kitab tafsir

abad modern menjelaskan ayat-ayat al-Qur‟an secara

berurutan, yaitu mulai dari QS. Al-Fatihah sampai dengan

QS. An-Nas (tahlili). Tafsir ini menggunakan pendekatan

bir ra‟yi, dengan pertimbangan pendapat mufassir lebih

dominan dari pada penjelasan-penjelasan yang ma‟tsur.

3. Dalam menyajikan isi al-Qur‟an, asy-Sya‟râwî lebih

banyak menggunakan argumen-argumen yang logis,

sistematis dan sesuai dengan perkembangan zaman serta

menggunakan bahasa yang sederhana sehingga mudah

dipahami oleh berbagai lapisan masyarakat.

4. Dari berbagai penjelasannya, asy-Sya‟rawi mencoba

untuk mempertemukan antara perbuatan yang berorientasi

kepada dunia dengan orientasi akhirat.

5. Berawal dari seorang dai, asy-Sya‟râwî ingin

menyampaikan kepada masyarakat terkait hikmah-hikmah

yang terdapat dalam al-Qur‟an, mengajak mereka untuk

melakukan nilai-nilai yang diajarkan oleh al-Qur‟an dan

memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi di dalam

masyarakat.

Wallahu A‟lam

Page 26: Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

26

DAFTAR PUSTAKA

Asy-Sya‟râwî, Muhammad Mutawalli, Qashash al-Qur‟ân, Kairo:

Al-Maktabah At-Taufîqiyah, tt

___________, Tafsîr asy-Sya‟râwî, tk: Akhbâr al-Yaum, 1991

Ayâzî, Alî, Al-Mufassirûn Hayâtuhun wa Manhajuhum, Teheran:

Muassasah ath-Thabâ‟ah wa an-Nasyr Wizârah ats-Tsiqâfah

wa al-Irsyâd al-Islâmî, tt

Departemen Agama RI, Mukadimah al-Qur‟an dan Tafsirnya,

Jakarta: Departemen Agama RI, 2008

Hidayat, D., Al-Balâghah li al-Jamî‟ wa asy-Syawâhid min Kalâm al-

Badî‟, Jakarta: Karya Toha Putra & Bina Masyarakat Qur‟ani,

2002

IMZI, A. Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-kitab Tafsir (Kumpulan

Kitab-kitab Tafsir dari Masa Klasik sampai Masa

Kontemporer), Depok: Lingkar Studi al-Qur‟an, 2013

Istibsyarah, Hak-hak Perempuan, Relasi Gender menurut Tafsir Asy-

Sya‟rawi, Jakarta: Teraju, 2004

LAL, Anshori, ULUMUL QUR‟AN Kaidah-kaidah Memahami

Firman Tuhan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013

Muhammad, Herry, dkk, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad

20, Jakarta: Gema Insani Press, 2006

Munir, Ahmad, Tafsir Tarbawi: Mengungkap Pesan al-Qur‟an

Tentang Pendidikan, Yogyakarta: Teras, 2008

Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur‟an Jilid 2, Jakarta: Letera

Hati, 2011

Suma, Muhammad Amin, Ulumul Qur‟an, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2014

Syibromalisi, Faizah Ali, dkk, Membahas Kitab Tafsir Klasik-

Modern, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah,

2011

Page 28: Metodologi Tafsir Asy-Sya'rawi

28