-
METODE PENDIDIKAN TAUHID YANG TERKANDUNG
DALAM AL-QUR’AN SURAT IBRAHIM AYAT 24-26
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk
Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
AULIA RAHMAN
NIM. 11150110000136
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
-
LEMBAR PENGESAHAN
DOSEN PEMBIMBING
METODE PENDIDIKAN TAUHID YANG TERKANDUNGDALAM AL-QUR’AN SURAT
IBRAHIM AYAT 24-26
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk
Memenuhi Salah Satu
Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)
Oleh:
AULIA RAHMANNIM. 11150110000136
Menyetujui,Dosen Pembimbing
Dr. Dimyati, M.AgNIP. 196407041993031003
JURUSAN PENDIDIKANAGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020
-
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi berjudul Metode Pendidikan Tauhid yang Terkandung dalam
al-Qur’an Surat
Ibrahim Ayat 24-26, disusun oleh Aulia Rahman, NIM.
11150110000136, Jurusan
Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan
dinyatakan sah
sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang
munaqasah sesuai
ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.
Jakarta, 27 Mei 2020
Menyetujui,Dosen Pembimbing
Dr. Dimyati, M.AgNIP. 196407041993031003
-
i
ABSTRAK
Aulia Rahman (11150110000136). Metode Pendidikan Tauhid yang
Terkandung dalam Surat Ibrahim Ayat 24-26.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode pendidikan
tauhid yang
terkandung dalam surat Ibrahim ayat 24-26, dan konsep
implentasinya dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian kualitatif
melalui library research (kajian studi kepustakaan), dengan cara
mengumpulkan
data yang berakaitan dengan tema pembahasan dan permasalahannya
yang diambil
dari sumber-sumber kepustakaan, baik sumber primer maupun
sekunder, kemudian
dianilisis dengan metode tahlili, yaitu metode penafsiran
ayat-ayat al-Qur’an yang
dilakukan dengan cara memaparkan segala aspek yang terkandung
dalam ayat-ayat
al-Qur’an yang ditafsirkan dan mendeskripsikan uraian-uraian
makna yang
terkandung di dalamnya. Untuk mendukung penelitian ini, penulis
menggunakan
sumber utama yakni Tafsir Nurul Qur’an karya Allamah Kamal Faqih
Imani, Tafsir
Al-Qurthubi karya Syaikh Imam al-Qurthubi, dan Tafsir Al-Azhar
karya Abdul
Malik Karim Amrullah.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa dalam surat
Ibrahim ayat 24-26
terkandung metode pendidikan tauhid yaitu metode amtsal dan
metode keteladanan.
Metode tersebut dapat diterapkan dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam
(PAI) dengan cara guru menyampaikan materi menggunakan sistem
tanya jawab,
diskusi, serta guru memberikan contoh yang baik kepada siswa
dengan senantiasa
berperilaku akhlakul karimah di rumah, sekolah, maupun di
masyarakat.
Kata kunci: Metode; Pendidikan; Tauhid; al-Qur’an; Qs. Ibrahim
Ayat 24-26.
-
ii
ABSTRACT
Aulia Rahman (11150110000136). The Method of Monotheism
Education
Contain Which in Qs. Ibrahim Verses 24-26.
The purpose of this research are: to know the method of
monotheism education
contain in Qs. Ibrahim verses 24-26, and the implementation in
the study of Islamic
Religious Education (PAI).
The research method used by the writer is the type of
qualitative research
through library research (literature study) by collecting data
or materials related
of the theme of the discussion and its problems, and those are
cited from the sources
of literature, both from primary and secondary sources, then
analyzed by tahlili
method, the mhetod f interpreted verses of the Qur’an and
describing in the
descriptions of the the meaning contained in it. To support this
research, the writeer
uses primary data is Tafsir Nurul Qur’an by Allamah Kamal Faqih
Imani, Tafsir
Al-Qurthubi by Syaikh Imam al-Qurthubi, and Tafsir Al-Azhar by
Abdul Malik
Karim Amrullah.
Based on the results of this research, in Surah Ibrahim verses
24-26 contain
the method of monotheistic education including: Amtsal method,
and method of
example. This method can be applied un the study of Islamic
Religion Education
(PAI) by teacher conveying the material using question and
answer system,
discussion, and the teachers provide a good example to the
students by always
acting on Akhlakul Karimah at house, school, or community.
Keywords: Method; Education; Monotheism; al-Qur’an; Qs. Ibrahim
verses 24-
26.
-
iii
KATA PENGANTAR
ِبْسِم اللَِّه الرَّْحمَِٰن الرَِّحيمِ Assalamu’alaaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt. yang telah
melimpahkan
rahmat, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga dapat menyusun
Skripsi yang berjudul
“METODE PENDIDIKAN TAUHID YANG TERKANDUNG DALAM AL-
QUR’AN SURAT IBRAHIM AYAT 24-26”. Shalawat beserta salam
semoga
selalu tercurah limpahkan kepada baginda Nabi Muhammad saw. sang
pemberi
pencerahan dari masa kegelapan menuju masa peradaban ilmu
pengetahuan.
Penulisan skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta. Dengan
penuh kesadaran dan kerendahan hati, penulisan skripsi ini tidak
akan terselesaikan
apabila tanpa do’a, perjuangan dan kesungguhan hati,
nasihat-nasihat positif dan
bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril
maupun materil.
Sudah sepatutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang
telah memberikan bantuan serta dukungannya, sehingga penulisan
skripsi ini dapat
diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis
ingin mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, MA, selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah
Jakarta.
2. Dr. Sururin, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. Abdul Haris, M. Ag, selaku Kepala Prodi Pendidikan Agama
Islam dan
Drs. Rusdi, M. Ag, selaku Sekretaris Prodi Pendidikan Agama
Islam, yang
telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.
4. Ahmad Irfan Mufid, MA, selaku Dosen Penasehat Akademik, yang
telah
memberikan nasihat, bimbingan, arahan, motivasi, serta ilmu
pengetahuan
kepada penulis.
-
iv
5. Dr. Dimyati, MA, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang dengan
penuh
perhatian dan mau meluangkan waktunya untuk memberikan
bimbingan,
arahan, motivasi serta ilmu pengetahuan kepada penulis.
6. Bapak dan Ibu Dosen yang tidak dapat penulis sebutkan
satu-persatu namun
tidak sedikit pun mengurangi rasa hormat dan takzim penulis,
yang telah
memberikan ilmu yang bermanfaat dan membimbing juga memberikan
banyak
motivasi kepada penulis selama kuliah di Jurusan Pendidikan
Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan
keberkahan dari
Allah Swt.
7. Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang namanya tidak
dapat penulis
sebutkan satu-persatu, khususnya Ibu Farah selaku Staf Jurusan
Pendidikan
Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan
kemudahan dalam pembuatan surat-surat serta sertifikat.
8. Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas
Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
membantu penulis
dalam menyediakan serta memberikan pinjaman literatur yang
penulis
butuhkan.
9. Teristimewa untuk orang tua tercinta yaitu, Ibunda Siti
Nuraida, S. Pd. I, dan
Ayahanda Edy Wahyudi serta adiku Aura Mutia Rahmah, yang
selalu
memberikan kasih sayang, motivasi dan do’a kepada penulis.
10. Keluarga besar Alm. H. Bachrim dan Almh. Hj. Atikah.
11. Keluarga besar Alm. H. Amir dan Almh. Titi Suparti.
12. Keluarga seperjuangan Jurusan Pendidikan Agama Islam
Angkatan 2015
khusunya PAI D yang selalu memberikan motivasi selama masa studi
kepada
penulis, terimakasih telah menjadi teman, sekaligus keluarga
yang selalu
memberikan nasihat, semangat, canda tawa dan kebersamaan.
13. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini,
yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
-
v
Demikianlah skripsi ini dibuat. Tiada gading yang tak retak,
dari peribahasa itu
penulis menyadari dan mengakui bahwa masih terdapat kekurangan
dan jauh dari
kesempurnaan, baik berkaitan dari segi penulisan, susunan
kalimat ataupun yang
lainnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya
membangun sangat penulis
harapkan dalam kesempurnaan skripsi ini. Akhirul kalam, kepada
Allah Swt.
semoga skripsi ini bermanfaat bagi nusa, bangsa dan agama, lebih
khusus bagi
penulis sendiri, dan semoga skripsi ini dapat memberikan
sumbangan bagi
pengembangan dunia Pendidikan Agama Islam, serta penulis
berharap semoga
amal baik semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi
ini mendapat balasan rahmat dan pahala dari Allah Swt.
Wassalamu’alaaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 27 Mei 2020
Penulis,
Aulia Rahman
NIM. 11150110000136
-
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi merupakan aspek berbahasa yang penting dalam
penulisan
skripsi, karena banyak istilah Arab, nama orang, nama tempat,
judul buku, nama
lembaga dan lain sebagainya, yang aslinya ditulis dengan huruf
Arab dan harus
disalin ke dalam huruf latin. Adapun pedoman transliterasi
menurut pedoman
penulisan skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah sebagai
berikut:
1. Konsonan
Huruf Arab Huruf Latin
ا
Ś ث
ḥ ح
Kh خ
Ź ذ
Sy ش
Ṣ ص
ḍ ض
ṭ ط
Ť ظ
᾽ ع
Ģ غ
H ة
2. Vokal
Vocal Tunggul
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin
َ A
َ I
َ U
-
vii
3. Mȃdd (Panjang)
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin
ا َ ى … َ Ᾱ
ى َ Ῑ
و َ Ṹ
4. Tȃ’ marbȗtah
Tȃ’ marbȗtah hidup transliterasinya adalah /t/.
Tȃ’ marbȗtah mati ditransliterasinya adalah /h/.
Kalau pada satu kata yang akhirnya katanya adalah Tȃ’ marbȗtah
diikuti
oleh kata yang digunakan oleh kata sandang al, serta bacaan
kedua kata itu
terpisah maka Tȃ’ marbȗtah itu ditransliterasikan dengan /h/.
contoh:
.Wahdat al-wujứd atau Wahdatul wujứd = وحدة الوجود
5. Syaddah (Tasydḭd)
Syaddah/tasydid di transliterasikan dengan huruf yang sama
dengan huruf
yang diberi tanda syaddah (digandakan).
Contoh : rabbanả, al-ḫaqq, ảduwwun.
6. Kata Sandang
a. Kata sandang diikuti oleh huruf Syamsiyah ditransliterasikan
dengan
huruf yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda
sambung/hubung.
Contoh: al - zalzalah (az zalzalah)
b. Kata sandang diikuti oleh huruf Qamariyah ditransliterasikan
sesuai
dengan bunyinya. Contoh: al - syamsu (bukan asy – syamsu),
7. Penulisan Hamzah
a. Bila hamzah terletak di awal kita, maka ia tidak dilambangkan
dan ia
seperti a;if, contoh: akaltu, ȗitya.
b. Bila di tengah dan di akhir ditransliterasikan dengan
apostrof, contoh:
ta’kulȗna atau syai’un.
-
viii
8. Huruf Kapital
Huruf capital dimulai pada awal nama diri, nama tempat, bukan
pada kata
sandangnya. Contoh: ْآن رْ ق ال = al-Qur’an,
ة رم وَّ ن م م الْ ة نم ي ْ دِ مم الْ = al-Madinatul
Munawwarah
يْ دِ وْ ع سْ مم الْ = al-Mas’ȗdi.
-
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK
......................................................................................................
i
ABSTRACT
.....................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR
....................................................................................
iii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
.................................. vi
DAFTAR ISI
...................................................................................................
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
.......................................................................
1
B. Identifikasi Masalah
.............................................................................
10
C. Pembatasan Masalah
............................................................................
10
D. Perumusan Masalah
.............................................................................
10
E. Tujuan Penelitian
.................................................................................
11
F. Manfaat Penelitian
...............................................................................
11
BAB II KAJIAN TEORITIK
A. Acuan Teori
..........................................................................................
12
1. Pendidikan Tauhid
.........................................................................
12
a. Pengertian Pendidikan Tauhid
................................................. 12
b. Metode Pendidikan Tauhid
...................................................... 15
c. Materi Pendidikan Tauhid
........................................................ 20
d. Tujuan Pendidikan Tauhid
....................................................... 26
B. Surat Ibrahim ayat 24-26
......................................................................
27
C. Hasil Penelitian yang Relevan
.............................................................
30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu
Penelitian.................................................................
32
B. Metode
Penelitian.................................................................................
32
C. Fokus Penelitian
...................................................................................
33
-
x
D. Prosedur
Penelitian...............................................................................
33
1. Jenis Penelitian
...............................................................................
33
2. Sumber Data
...................................................................................
34
3. Teknik Pengumpulan Data
.............................................................
34
4. Teknik Analisis Data
......................................................................
35
5. Teknik Penulisan
............................................................................
35
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kajian Tafsir Surat Ibrahim Ayat 24-26
.............................................. 36
1. Teks Ayat dan Terjemahan Surat Ibrahim Ayat 24-26
.................. 36
2. Kosakata (Mufradat)
......................................................................
36
3. Hubungan Ayat (Munâsabah al-Ayat)
........................................... 37
4. Asbabun Nuzul
...............................................................................
38
5. Kandungan Surat Ibrahim
..............................................................
38
6. Tafsir Surat Ibrahim Ayat 24-26
.................................................... 39
a. Tafsir Ayat 24
..........................................................................
39
b. Tafsir Ayat 25
..........................................................................
44
c. Tafsir Ayat 26
..........................................................................
47
B. Metode Pendidikan Tauhid dalam Surat Ibrahim Ayat 24-26
............. 50
1. Metode Amtsal
...............................................................................
50
2. Metode
Keteladanan.......................................................................
53
C. Konsep Implementasi Metode Pendidikan Tauhid dalam Surat
Ibrahim Ayat 24-26
..............................................................................
54
1. Penerapan Metode Amtsal dalam Pembelajaran PAI
.................... 54
2. Penerapan Metode Keteladanan dalam Pembelajaran PAI
............ 64
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
..........................................................................................
71
B. Saran
....................................................................................................
71
DAFTAR PUSTAKA
.....................................................................................
73
LAMPIRAN
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah Swt. telah menciptakan makhluknya yaitu manusia dengan
sebaik-
baik ciptaannya, seperti tertuang dalam al-Qur’an surat at-Tin
ayat 4:
نسمانم ِف أمْحسمِن ت مْقِويم لمْقنما اْْلِ ( ٤) لمقمْد خم
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-
baiknya”.
Manusia diciptakan berbeda dengan makhluk hidup lain yang ada di
muka
bumi ini, salah satu perbedaan itu adalah bahwa manusia memiliki
akal, serta
manusia juga memiliki potensi yang mampu untuk dikembangkan, di
antaranya
potensi jasmani, ruhani, intelektual, sosial, bakat, kecerdasan,
dan sebagainya.
Dengan akal dan potensi tersebut manusia bisa mengeksistensikan
dirinya
dengan manusia lain. Dengan hal itu juga Allah menjadikan
manusia menjadi
khalifah di muka bumi ini dengan mengolah sumber daya alam,
memanfaatkan
kandungan bumi, membuat berbagai keperluan hidup, menundukkan
daratan,
lautan, hingga udara. Semua kegiatan tersebut akan teratur dan
bermanfaat
sebagaimana mestinya jika melengkapi kebutuhan hidupnya
dengan
pendidikan.
Pendidikan menurut UU Nomor. 20 Tahun 2003 adalah usaha sadar
dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa,
dan negara.1
1 Abd. Razak, Fauzan, dan Ali Nurdin, Kompilasi Undang-Undang
& Peraturan Bidang Pendidikan, (Jakarta: FITK PRESS UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 4.
-
2
Berbicara tentang potensi manusia, tidak terlepas dari
penggunaan akal
oleh manusia itu sendiri. Allah sangat memuji hamba-hamba-Nya
yang berakal
dan menggunakan akalnya untuk berpikir sebagaimana firman-Nya
dalam Qs.
Thaha ayat 128:
ْم أمْهلمْكنما ق مب ْلمه م مِّنم اْلق ر وِن َيمْش ونم ِف
ممسماِكِنِهمْ يماتم ِّلِّ وِل َ أمف ملمْم ي مْهِد َلم ْم كم ِإنَّ
ِف ذمَِٰلكم َلم ( ٨٢١الن ُّهمىَٰ )
“Maka tidakkah menjadi petunjuk bagi mereka (kaum musyrikin)
berapa
banyaknya Kami membinasakan umat-umat sebelum mereka, padahal
mereka
berjalan (di bekas-bekas) tempat tinggal umat-umat itu?
Sesungguhnya pada
yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal”.
(Qs. Thaha
ayat 128).
Dari uraian di atas, bahwasanya dalam penciptaan manusia, Allah
Swt.
memberikan keistimewaan dan kesempurnaan kepada manusia yakni
dengan
memberikan akal dan potensi kepada manusia. Manusia memiliki
potensi yang
tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Allah Swt. menciptakan
sesuatu tidak ada
yang sia-sia, begitupun dengan pemberian akal dan potensi yang
dimiliki
manusia. Manusia memiliki akal untuk berpikir sehingga dapat
mengembangkan kemampuan berpikirnya untuk berbagai kegiatan
seperti
kegiatan pengajaran, pendidikan dan pelatihan. Selain itu, Allah
Swt. juga
menganjurkan manusia untuk dapat merenungi seraya mentadabburi
ciptaan-
ciptaan-Nya, dan yang lebih penting ialah manusia memiliki
kesadaran akan
Tuhannya yang menciptakannya sebagai makhluk yang sempurna
dibandingkan dengan makhluk lain.
Namun, tidak sedikit masyarakat saat ini yang masih kurang
memiliki
kesadaran untuk menggunakan akal mereka dalam hal atau kegiatan
yang
membuat keimanan dan keyakinan mereka bertambah kepada Tuhannya,
yakni
Allah Swt. seperti halnya mereka yang tidak mau mengembangkan
potensi
akalnya dan juga tidak memaksimalkannya untuk berpikir dan
bertafakkur
terhadap semua ciptaan dan kebesaran Allah baik yang ada di
langit terlebih
lagi di bumi.
-
3
Selain memiliki akal dan potensi yang diberikan oleh Allah Swt.
manusia
juga dilahirkan dengan membawa fitrah-fitrah tertentu. Secara
bahasa, fithrah
berarti al-khilqah (naluri, pembawaan,) dan al-thabi’ah (tabiat,
karakter) yang
diciptakan Allah Swt. pada manusia. Menurut sebagian mufasir,
kata fitrah
Allah berarti kecenderungan dan kesediaan manusia terhadap agama
yang hak.
Sebab, fithrah manusia diciptakan Allah Swt. untuk cenderung
pada tauhid dan
din al-Islam sehingga manusia tidak bisa menolak dan
mengingkarinya.2
Berbicara tentang fitrah, Nabi saw. bersabda:
ِّصِّرماِِهِ َي مجِّسمانِِه أمْو ي نم ِة, ّفأمب موماه ي
هموِّدمانِِه أمْو ك لُّ ممْول ْودم ي ْولمد عملمى اْلِفْطرم
“Setiap anak yang lahir dalam keadaan fitrah (suci). Ayah dan
ibunyalah yang
menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR.
Al-Bukhari).
Menurut al-Ghazali, “Fitrah adalah pembawaan dasar manusia sejak
lahir
yang merupakan anugerah Tuhan. Al-Ghazali juga menambahkan bahwa
fitrah
mempunyai keistimewaan-keistimewaan, salah satunya yaitu beriman
kepada
Allah”.3 Pada dasarnya setiap manusia mempunyai fitrah
kepercayaan terhadap
adanya Dzat Yang Maha Kuasa, yang dalam istilah agama disebut
Tuhan.
Fitrah manusia tersebut adalah fitrah beragama tauhid yang
dijadikan Allah
Swt. pada saat manusia itu diciptakan.4
Pada dasarnya manusia memiliki fitrah berupa kepercayaan
terhadap
adanya Tuhan. Fitrah manusia tersebut merupakan fitrah beragama
tauhid yang
Allah berikan kepada manusia itu pada saat ia diciptakan. Tauhid
adalah
pegangan pokok yang sangat menentukan bagi kehidupan manusia.
Tauhid
juga merupakan landasan bagi setiap amal yang dilakukan oleh
hambanya.
Setiap amal yang tidak dilandasi dengan tauhid pasti akan
sia-sia, tidak
dikabulkan oleh Allah dan terlebih jika amal yang dikerjakan itu
dilandasi
dengan sebuah kesyirikan yang juga pasti akan menyengsarakan di
dunia dan
di akhirat, dan dalam pandangan Islam tauhid lah yang akan
menghantarkan
2Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2011), h. 50.
3 Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
2013), h. 91. 4 Ibid.
-
4
manusia kepada kehidupan yang baik di dunia dan kebahagiaan juga
di akhirat
nanti.
Maka dari pada itu, sesungguhnya agama ikut berperan penting
untuk
dijadikan salah satu tujuan dalam pendidikan nasional. Dengan
kata lain,
pendidikan nasional bertujuan untuk mewujudkan manusia yang
seutuhnya
atau dalam bahasa arab biasa disebut dengan istilah insan
kamil.
Islam adalah agama universal yang meliputi semua ajaran yang
diturunkan
Allah Swt. ke dunia ini secara kaffah. Ajaran Islam ini
mengajarkan tentang
ketuhanan (tauhid), alam semesta, manusia dalam hubungannya
sebagai
individu dan kelompok.
Sebagai suatu ajaran, Islam juga mengandung jalan hidup manusia
yang
paling sempurna dan memuat ajaran yang menuntun umat kepada
kebahagiaan
dan kesejahteraan. Semuanya itu berdasarkan kitab suci al-Quran
yang
diturunkan Allah Swt. kepada nabi Muhammad saw. sebagai mukjizat
masa
kini dan masa yang akan datang, sehingga menuntun manusia kepada
jalan
yang lurus.5
Al-Qur’an, dari awal hingga akhirnya adalah ajakan kepada
tauhid,
mengingkari kemusyrikan, menjelaskan balasan, yang baik bagi
orang-orang
yang bertauhid di dunia dan akhirat, dan balasan yang buruk bagi
orang-orang
yang musyrik di dunia dan akhirat.6
Zaman modern sekarang ini, penyimpangan konsep tauhid sungguh
sangat
jauh. Sejauh jarak masa sekarang dan masa terjadinya awal
penyimpangan.
Penyimpangan bukan hanya sekedar dalam masalah aqidah dan
ibadah, ia
menjalar hingga masalah kehidupan sehari-hari bahkan semua
masalah
kehidupan tidak luput dari penyimpangan tauhid.
Praktek pesugihan yang luar biasa aktifitasnya, bahkan
disediakan tempat
yang layak dan mempunyai fasilitas yang sangat mendukung.
Keyakinan yang
mengaitkan antara suatu kejadian dengan peristiwa tertentu atau
yang disebut
5 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2015), h. 57.
6 Yusuf Al Qardhawi, Berinteraksi dengan al Qur’an, (Jakarta:
Gema Insani Press, 1999), h. 111.
-
5
dengan tathoyyur menjadi hal yang umum. Seperti burung gagak
yang
berputar-putar di atas awan menandakan ada orang mati,
mempercayai hari-
hari sial yang tidak boleh melakukan acara atau pesta pada hari
itu, yang
dikhawatirkan akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Lalu selanjutnya tentang perdukunan yang mana si dukun
memegang
peran sentral dalam masalah penyimpangan ini. Karena pada
hakekatnya
dukunlah yang mengajak manusia kepada jalan setan. Ia merupakan
kaki-
tangan jin dan setan dalam menyesatkan manusia. Perdukunan
merupakan
fenomena yang ada sejak dahulu. Menurut pandangan sebagian
orang, dukun
dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Dukun merupakan
orang
yang serba mengetahui segala hal, misalnya tentang perjodohan,
pernikahan,
keluarga, rizki, kebahagiaan, nasib, waktu baik dan waktu buruk,
sehingga
sebutan yang umum bagi dukun dan tukang ramal adalah “orang
pintar”.
Keyakinan semacam ini sudah menjadi perkara yang lumrah dan
biasa terjadi
di masyarakat.
Di dalam dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan telah terjadi
penyimpangan dari konsep tauhid yang berlangsung sudah cukup
lama. Salah
satu buktinya adalah konsep Darwin dalam kejadian alam semesta
yang disebut
dengan teori evolusi. Darwinis menyatakan bahwa manusia modern
saat ini
berevolusi dari makhluk serupa kera. Menurut mereka, selama
proses evolusi
yang diperkirakan berawal empat sampai lima juta tahun lalu,
terdapat
beberapa “bentuk transisi” antara manusia modern dan nenek
moyangnya.
Menurut skenario yang sepenuhnya rekaan ini, terdapat empat
kategori dasar:
australopithecus, homo habilis, homo erectus, homo sapiens.7
Pendapat mereka menyatakan bahwa nenek moyang manusia adalah
kera
yang berevolusi menjadi manusia. Mereka hanya percaya pada
materi dan tidak
percaya pada non-materi. Sebetulnya, pendapat seperti ini sudah
dibantah oleh
para ilmuan dengan hasil riset dan penelitian yang mendalam.
Tidak mungkin
sesuatu yang sudah didesain sedemikian detail dan sempurna tidak
ada yang
7 Harun Yahya, Runtuhnya Teori Evolusi, (Dzikra: Bandung, 2001),
h. 215.
-
6
merancang. Muncul secara evolusi yang membutuhkan bukti yang
tidak pernah
ditemukan hingga sekarang. Paham darwinisme merupakan paham yang
tidak
meyakini adanya pencipta yaitu Allah. Dan parahnya, paham
tersebut masih
beberapa kita jumpai di dalam pendidikan nasional kita hingga
saat ini.
Di sisi lain dari paham-paham yang menyimpang, para dai dan
ustadz
penyeru kepada aqidah yang benar mendapat perlakuan yang tidak
adil.
Mereka menyeru ummat untuk hati-hati terhadap paham dan aqidah
yang
menyimpang dicap sebagai provokator, anti terhadap kebersaman
dan
kerukunan. Bahkan banyak dari mereka masuk jeruji tahanan karena
tegas dan
teguh terhadap paham tauhid yang mengakar di jiwa mereka. Apa
yang mereka
serukan merupakan kebenaran yang diopinikan oleh penguasa
sebagai
kejahatan serta melabelinya dengan sebutan “makar”, bahkan
mereka
dipersekusi, diintimidasi, diteror dengan berbagai cara agar
dakwah mereka
tertahan.
Memperhatikan penyimpangan-penyimpangan tersebut, maka
pendidikan
tauhid sangatlah urgen bagi individu dan masyarakat. Di samping
minimnya
pendidikan agama di sekolah, pendidikan tauhid hanya bagian
kecil dari materi
pendidikan agama yang diajarkan kepada murid-murid. Para ulama
mencatat
betapa pentingnya tauhid yang benar untuk menjaga keimanan dan
ibadah
kepada Allah. Tauhid merupakan syarat diterimanya semua ibadah,
apapun
ibadah yang dikerjakan tanpa didasari dengan tauhid maka akan
sia-sia.8
Tauhid sebagai inti keimanan merupakan pokok dan pondasi yang
di
atasnya berdiri syariat Islam. Kemudian dari pokok itu keluarlah
cabang-
cabangnya. Perbuatan merupakan syariat yang dianggap sebagai
buah dari
keimanan itu. Keimanan. disebut juga akidah, dan amal disebut
juga dengan
syariah. Keduanya saling bertalian dan berhubungan, tidak bisa
dipisahkan satu
dengan lainnya, karena itu di dalam al-Qur’an, penyebutan iman
sering
digandengkan atau diikuti dengan penyebutan amal shaleh.9
8 Shalih Bin Fauzan, Kitab Tauhid, (Akafa Press: Jakarta, 1998)
jilid 1, h. 87-88.
9 Sayyid Sabiq, Aqidah Islam, Pola Hidup Manusia Beriman,
(Bandung: CV. Diponegoro, 1978), h. 16.
-
7
Pendidikan tauhid mempunyai peran yang sangat penting terhadap
hidup
manusia, karena dengan tauhid lah manusia dapat memahami arti
dan tujuan
hidup. Seperti yang kita lihat pada saat ini, banyak manusia
yang hidup tanpa
tujuan jelas, bekerja siang malam hanya untuk mendapatkan harta
yang
banyak, dengan harta itulah mereka berusaha memuaskan hawa
nafsunya yang
tak kunjug puas dengan apa yang telah mereka miliki dan yang
telah dilakukan.
Semua itu disebabkan karena ketidakpedulian terhadap pendidikan
tauhid,
mereka cenderung lebih mendalami pendidikan yang bersifat
duniawi, bahkan
tidak dapat dipungkiri lagi bahwa tidak sedikit orang tua saat
ini lebih bangga
terhadap anaknya yang pintar dalam pelajaran matematika, sains,
di banding
dengan pelajaran-pelajaran agama di sekolah.
Dengan tertanamnya tauhid dalam hati seseorang diharapkan
akan
bersihlah had dan jiwanya dari berbagai kepercayaan yang keliru
yang tidak
didasarkan kepada ajaran Islam yang benar, lahirlah semangat
beribadah dan
beramal saleh, semangat pengabdian dan penyerahan diri kepada
Allah Swt.
dan juga semangat kerja yang tinggi, serta tentunya memiliki
akhlak mulia.
Untuk tercapainya tujuan, dan terpenuhinya harapan
sebagaimana
diungkapkan di atas, maka selain materi pengajaran tauhid yang
komprehensif,
juga diperlukan metode yang tepat dalam pengajarannya. Metode
pembelajaran
merupakan suatu cara penyampaian bahan pelajaran untuk mencapai
tujuan,
maka fungsi metode pembelajaran di sini tidak dapat diabaikan,
karena metode
tersebut turut menentukan keberhasilan suatu proses pembelajaran
yang
dilakukan. Islam pun telah mengajarkan metode pendidikan yang
lengkap dan
mencakup semua aspek kehidupan manusia. Apabila metode ini
diterapkan
secara benar, maka akan bermunculan sosok muslim sempurna yang
mampu
merealisasikan tujuan pendidikan Islam.
-
8
Di dalam al-Qur’an terdapat banyak ayat-ayat yang membahas
tentang
pendidikan tauhid. Salah satunya yang terdapat dalam al-Qur’an
Surat Ibrahim
ayat 24-26
ع هما ِف السَّمماِِ أمَلْم ت مرم كمْيفم ضمرمبم اللَّه ممثمًلا
كمِلممةا طميِّبمةا كمشمجمرمةم طميِّبمةم أمْصل هما ثماِبٌت ومف مرْ
ِس لمعملَّه ْم ي متمذمكَّر ونم اوميمْضِرب اللَّه اِّْلمْمثمالم
لِلنَّ َ ( ت ْؤِت أ ك لمهما ك لَّ ِحنيم بِِإْذِن رمب
ِّهما٢٤)ِبيثمةم اْجت ثَّْت ِمن ف مْوِق اِّْلمْرِض مما َلمما ِمن ق
مرم ٢٢) ِبيثمةم كمشمجمرمةم خم ( ٢٢ارم )( ومممثمل كمِلممةم خم
“(24) Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya
teguh dan
cabangnya (menjulang) ke langit, (25) pohon itu memberikan
buahnya pada
setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat
perumpamaan-
perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. (26)
Dan
perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang
telah
dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat
tetap (tegak)
sedikitpun”.
Kandungan ayat-ayat di atas nampaknya terdapat nilai-nilai
pendidikan
keimanan (Tauhid) yang menjadi tanggung jawab segenap umat Islam
untuk
menegakkannya karena setiap manusia telah memiliki fitrah
tauhid,
sebagaimana firman-Nya dalam Qs. ar-Rum ayat 30:
. . . .َ َلم ت مْبِديلم ِِلمْلِق اللَّهِ َ ِفْطرمتم اللَِّه
الَِِّت فمطمرم النَّاسم عملمي ْهما. . . .
“. . . . Tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah . . .”
Ayat al-Qur’an di atas menunjukkan bahwa manusia dilahirkan
dalam
keadaan dipersiapkan untuk mengikuti jalan kebaikan. Hal ini
sesuai dengan
harapan orang tua yakni memdambakan anak dan keturunannya sehat
jasmani,
rohani, cerdas, terampil, serta berguna bagi agama, nusa dan
bangsa. Di
samping itu ia juga adalah miniatur dari masyarakat dan bangsa
yang sangat
dipengaruhi oleh lingkungan yang diciptakan oleh seluruh lapisan
dan jajaran
masyarakat tanpa terkecuali.
-
9
Berdasarkan al-Qur’an surat Ibrahim ayat 24-26 maka secara
tersirat Allah
menggunakan perumpamaan sebagai metode pembelajaran kepada
manusia
agar selalu mengingat dan berfikir. Penanaman pendidikan yang
terdapat
dalam al-Qur’an surat Ibrahim ayat 24-26 ini adalah pendidikan
tauhid, di
mana Allah memberikan perumpamaan kepada manusia dengan kalimat
yang
baik yaitu dengan kesaksian “tiada tuhan selain Allah”.
Fenomena yang terjadi di lapangan saat ini sebagian besar teknik
dan
suasana pembelajaran di sekolah-sekolah yang digunakan para guru
kita
tampaknya lebih banyak menghambat untuk memotivasi otak, di mana
seorang
peserta didik harus mau mendengar atau menerima segala perlakuan
gurunya.
Bahkan tak jarang realitas sehari-hari yang mereka saksikan itu
bertolak
belakang dengan pelajaran di sekolah. Kebiasaan dan mental
semacam ini pada
gilirannya membuat peserta didik tidak mampu mengaktivasi
otaknya secara
baik, sehingga mereka tidak punya keberanian untuk menyampaikan
pendapat,
lemah penalaran, dan tergantung pada orang lain.
Akibat masih kurangnya pengetahuan guru akan pentingnya
metode
pendidikan, terutama metode pendidikan tauhid dalam menyampaikan
materi,
bahkan tidak sedikit peserta didik yang tidak merasakan
terjadinya proses
pembelajaran sehingga berpengaruh terhadap akhlak peserta didik
tersebut.
Oleh karena itu, penelitian ini akan menjelaskan secara
deskriptif terkait
metode pendidikan tauhid dan cara mengimplementasikannya
dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam, yang terdapat dalam
al-Qur’an surat
Ibrahim ayat 24-26, metode ini diharapkan menjadi metode
alternatif dalam
kegiatan belajar mengajar, terutama dalam menghadapi tantangan
zaman, para
pendidik harus berupaya bagaimana caranya untuk mengembangkan
anak
menjadi seorang manusia dalam makna seutuhnya, utuh dalam
kesatuan fisik,
sosial, mental, dan spiritual. Untuk mencapai hal tersebut maka
harus
mengembangkan potensi anak yang didasari pendidikan tauhid
sedini mungkin
dengan menggunakan metode yang tepat.
-
10
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menangkat
permasalahan
tersebut dan dituangkannya dalam bentuk skripsi dengan judul
“METODE
PENDIDIKAN TAUHID YANG TERKANDUNG DALAM AL-QUR’AN
SURAT IBRAHIM AYAT 24-26”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan tersebut,
maka
penulis mengidentifikasi adanya beberapa permasalahan yang
terjadi, di
antaranya sebagai berikut:
1. Masih kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan tauhid
untuk
memaksimalkan potensi akal manusia guna meningkatkan
keimanan
kepada Allah Swt.
2. Masih kurangnya pengetahuan pendidik dalam mengetahui
metode
pendidikan tauhid yang terdapat dalam al-Qur’an surat Ibrahim
ayat 24-
26.
3. Masih kurangnya pengetahuan pendidik dalam mengetahui
cara
mengimplementasikan metode pendidikan tauhid yang terkandung
dalam al-Qur’an surat Ibrahim ayat 24-26.
C. Pembatasan Masalah
Dalam memudahkan pemahaman mengenai tulisan ini dan
menghindari
terjadinya kesalahpahaman terhadap judul skripsi, maka penulis
akan
memberikan batasan permasalahan berdasarkan identifikasi masalah
di atas,
yaitu pembatasan masalah ini terfokus hanya kepada pembahasan
tentang
metode pendidikan tauhid yang terkandung dalam al-Qur’an surat
Ibrahim ayat
24-26, dan konsep implementasinya dalam pembelajaran PAI di
sekolah.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis
merumuskan
permasalahan yang dapat dirumuskan dalam beberapa poin
yaitu:
1. Apa saja metode pendidikan tauhid yang terkandung dalam
al-Qur’an surat
Ibrahim ayat 24-26?
-
11
2. Bagaimana konsep implementasi metode pendidikan tauhid yang
terdapat
dalam al-Qur’an surat Ibrahim ayat 24-26, dalam pembelajaran PAI
di
sekolah?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah pada penelitian ini, maka
tujuan
penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui metode pendidikan tauhid yang terkandung dalam
al-Qur’an
surat Ibrahim ayat 24-26.
2. Mengetahui konsep implementasi metode pendidikan tauhid
yang
terkandung dalam al-Qur’an surat Ibrahim ayat 24-26, dalam
pembelajaran
PAI di sekolah.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini di antaranya adalah:
1. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi
penulis.
2. Dapat memberikan kontribusi ilmu pengetahuan dalam dunia
pendidikan
Islam khususnya dalam bidang pendidikan tauhid.
3. Dapat mempelajari dan memahami al-Qur’an sebagai petunjuk
dan
pedoman hidup manusia agar ajarannya dapat direalisasikan
dalam
kehidupan sehari-hari.
4. Dapat menjadi bahan intropeksi untuk diri sendiri khususnya,
bahwa
memberikan pendidikan tauhid kepada anak atau peserta didik
merupakan
kewajiban bagi umat Islam.
5. Dapat dijadikan pedoman bagi orang tua, guru, dan masyarakat
dalam
menerapkan pendidikan tauhid dalam kehidupan sehari-hari.
-
12
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Acuan Teori
1. Pendidikan Tauhid
a. Pengertian Pendidikan Tauhid
Istilah pendidikan berasal dari kata didik yang diberi awalan pe
dan
akhiran kan, mengandung arti perbuatan (hal, cara, dan
sebagainya).
Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani,
yaitu
pedagogie, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada
anak.1
Dalam arti yang sederhana pendidikan lebih sering diartikan
sebagai usaha manusia untuk membina kepribadian yang sesuai
dengan
nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya sebagaimana
yang
dikatakan Hasbullah.2
Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan
sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga
orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah
laku yang sesuai dengan kebutuhan. Pendapat lain mengatakan
bahwa pendidikan berarti tahapan kegiatan yang bersifat
kelembagaan (seperti sekolah dan madrasah) yang digunakan
untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai
pengetahuan, kebiasaan, sikap dan sebagainya. Pendidikan
dapat
berlangsung secara informal dan nonformal di samping secara
formal seperti di sekolah, madrasah, dan institusi-institusi
lainnya.3
Namun, pengertian pendidikan selalu mengalami perkembangan,
meskipun secara esensial tidak jauh berbeda. Berikut akan
dikemukakan sejumlah pengertian pendidikan yang diberikan oleh
para
ahli (pendidikan) dan berbagai sumber.
1 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia,
2002), Cet. III, h. 30. 2 Hasbullah, Dasar-Dasar Imu Pendidikan,
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1999), h. 1.
3 Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,
(Bandung: Rosda
Karya, 2004), Cet. IX, h. 10-11.
-
13
a. John Dewey. Pendidikan adalah proses pembentukan
kecakapan-
kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke
arah
alam dan sesama manusia.
b. J.J Rousseau. Pendidikan adalah memberi kita perbekalan
yang
tidak ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita
membutuhkannya pada waktu dewasa.
c. Ki Hajar Dewantara. Pendidikan yaitu tuntunan di dalam
hidup
tumbuhnya anak-anak, maksudnya pendidikan yaitu menuntun
segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar
mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat
mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.4
Pengertian-pengertian tersebut meski berbeda secara
redaksional
namun pada kesimpulannya pendidikan adalah proses bimbingan,
tuntunan, atau pimpinan yang di dalamnya mengandung
unsur-unsur
seperti pendidik, anak didik, tujuan, dan sebagainya.5
Pendidikan dalam Islam dikenal dengan beberapa istilah, yaitu
at-
tarbiyah, at-ta’lim dan at-ta’dib. Menurut Muhammad Jamaludin
al-
Qosimi, pendidikan berarti, “Proses penyampaian sesuatu sampai
pada
batas kesempurnaan yang dilakukan secara tahap demi tahap”.
Tarbiyah
juga dimaknai sebagai proses penanaman etika yang dimulai pada
jiwa
anak yang sedang tumbuh dengan cara memberi petunjuk dan
nasihat,
sehingga ia memiliki potensi-potensi dan kompetensi-kompetensi
jiwa
yang mantap, yang dapat membuahkan sifat-sifat bijak, baik,
cinta akan
kreasi, dan berguna bagi tanah airnya.6
4 Hasbullah, loc. cit. h. 2-4. 5 Ibid., h. 5.
6 Rois Mahfud, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Erlangga,
2011), h. 144.
-
14
Para ulama juga mengatakan bahwa kata pendidikan berkaitan
dengan kata al-tarbiyah yang mengandung arti mengembangkan,
menumbuhkan, memelihara dan merawatnya dengan penuh kasih
sayang. Pengertian al-tarbiyah ini secara lebih luas adalah
istilah
yang berkaitan dengan usaha menumbuhkan atau menggali
segenap potensi fisik, psikis, bakat, minat, talenta dan
berbagai
kecakapan lainnya yang dimiliki manusia, atau memunculkan
berbagai potensi manusia yang terpendam, kemudian
mengembangkannya dengan cara merawat dan memupuknya
dengan penuh kasih sayang.7
Dari beberapa pengertian pendidikan di atas, penulis menarik
kesimpulan bahwa pendidikan adalah proses segala usaha untuk
mendidik, membina, membentuk, dan mengembangkan potensi
manusia melalui pemberian berbagai ilmu pengetahuan menjadi
manusia yang berpotensi dan berakhlak mulia untuk menuju
kebahagiaan. Pendidikan pada dasarnya sebagai sarana untuk
mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, dengan pendidikan
manusia
memperoleh ilmu yang dapat menciptakan kesuksesan dalam
kehidupan dan hubungan manusia dengan Tuhannya serta
hubungan
dengan manusia, tanpa pendidikan manusia tidak dapat
mengetahui
jalan menuju kebahagiaan hidup.
Selanjutnya mengenai tauhid, secara etomologi tauhid berasal
dari
kata wahhada-yuwahhidu-tauhiddan yang berarti esa, keesaan,
atau
mengesakan, sedangkan secara terminologI tauhid yaitu
mengesakan
Allah meliputi seluruh pengesaan.8
Menurut Djafar Shabran dalam bukunya risalah tauhid, arti
kata
tauhid adalah mengesakan yang berasal dari kata wahid yang
berarti
Esa, satu atau tunggal. Maksudnya ialah mengesakan Allah Swt.
dzat-
Nya, asma’-Nya dan af’al-Nya.9
7 Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2012), h. 17.
8 Mohammad Irfan dan Mastuki HS, Teologi Pendidikan, (Jakarta:
Friska Agung Insani, 2000),
h. 13. 9 Djafar Sabran, Risalah Tauhid, (Ciputat: Mitra Fajar
Indonesia, 2006), Cet-2, h. 1.
-
15
Dengan begitu yang dimaksud dengan pendidikan tauhid adalah
pemberian bimbingan kepada anak didik agar ia menjadi jiwa
tauhid
yang kuat dan mantap serta memiliki tauhid yang baik dan
benar.
Bimbingan itu dilakukan tidak hanya dengan lisan dan tulisan
tetapi
juga kini yang terpenting adalah dengan sikap, tingkah laku
dan
perbuatan. Sedangkan yang dimaksud pendidikan dan pengajaran
tauhid ialah pemberian pengertian tentang ketauhidan, baik
sebagai
akidah yang wajib diyakini maupun sebagai filsafat hidup
yang
membawa kepada kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi.10
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan tauhid
berarti usaha sadar yang dilakukan oleh para pendidik kepada
peserta
didik agar peserta didik dapat mengembangkan potensi yang
dimilikinya, dengan menanamkan keyakinan dan kepercayaan
dalam
hati setiap peserta didik untuk beriman kepada Allah Swt. serta
rukun
iman yang enam yaitu beriman kepada Allah, malaikat,
kitab-kitab,
rasul, hari akhir serta qada dan qadar-Nya.
b. Metode Pendidikan Tauhid
Istilah metode secara sederhana sering diartikan cara yang
cepat
dan tepat. Dalam bahasa Arab istilah metode dikenal dengan
istilah
thariqah yang berarti langkah-langkah strategis untuk melakukan
suatu
pekerjaan.11
Dalam proses pendidikan diperlukan metode-metode pendidikan
yang mampu menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam kepada
peserta
didik sehingga mereka mampu melaksanakan moral yang menjadi
tujuan pendidikan Islam.12
10 Muhammad Yusran Asmuni, IlmuTauhid, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1996), h. 41.
11 Mahmud, Heri Gunawan, dan Yuyun Yulianingsih, Pendidikan
Agama Islam dalam Keluarga,
(Jakarta: Akademia Permata, 2013), h. 157.
12 Ibid., h. 158.
-
16
Metode pendidikan secara sederhana dapat dipahami sebagai
cara
menyampaikan nilai-nilai pendidikan secara efektif dan
efisien.
Namun, dalam pengertian lebih luas, metode pendidikan
merupakan
suatu strategi, rencana, dan pola yang digunakan dalam
menyusun
kurikulum, mengatur materi pendidikan dan memberi petunjuk
kepada
pendidik dalam setting pendidikan ataupun hal lainnya yang
terkait
dengan proses pendidikan. Pada hakikatnya metode pembelajaran
itu
adalah suatu bentuk proses di mana pendidik mampu
menciptakan
lingkungan yang baik sehingga terjadi kegiatan belajar mengajar
secara
optimal.13
Ada beberapa metode yang dapat digunakan pendidik khususnya
guru dalam melaksanakan pendidikan tauhid yaitu sebagai
berikut:
1. Metode Hiwar (Percakapan) .
2. Metode Kisah.
3. Metode Amtsal (Perumpamaan).
4. Metode Keteladanan.
5. Metode Pembiasaan.
6. Metode ‘Ibrah dan mau’idah.
7. Metode Targhib dan tarhib.14
1. Metode Hiwar (Percakapan) Qurani dan Nabawi.
Hiwar (dialog) ialah percakapan silih berganti antara dua
pihak
atau lebih mengenai suatu topik, dan dengan sengaja
diarahkan
kepada satu tujuan yang dikehendaki. Dalam percakapan itu
bahan
pembicaraan tidak dibatasi, dapat digunakan berbagai konsep
sains, filsafat, seni, wahyu dan lain-lain.
13 Yedi Purwanto, “Analisis terhadap Metode Pendidikan menurut
Ajaran al-Qur’an dalam Membentuk Karakter Bangsa”, Jurnal
Pendidikan Agama Islam-Ta’lim, Vol, 2015, h. 23.
14 op.cit., h. 158-161.
-
17
2. Metode Kisah.
Menurut kamus Ibn Manzur, kisah berasal dari kata qashasha-
yaqushushu-qhishashatan, mengandung arti potongan berita
yang
diikuti dan pelacak jejak. Dalam pelaksanaan pendidikan di
sekolah, kisah sebagai metode pendukung pelaksanaan
pendidikan
memiliki peranan yang sangat penting, karena dalam
kisah-kisah
terdapat berbagai keteladanan dan edukasi.
Dalam mendidik keimanan dengan metode kisah qurani dapat
dilaksnakan dengan cara: membangkitkan berbagai perasaan,
seperti khauf, ridho dan cinta, mengarahkan seluruh perasaan
sehingga bertumpuk pada suatu puncak, dan melibatkan pembaca
atau pendengar ke dalam kisah itu sehingga ia terlibat
secara
emosional.
3. Metode Amtsal (Perumpamaan).
Dalam mendidik umat manusia, Allah banyak menggunakan
perumpamaan (amtsal), misalnya terdapat firman Allah dalam
Qs.
al-Baqarah: 17)
ْولمه ذمهمبم اللَّه بِ ِمْت مما حم ثمِل الَِّذي اْست مْوقمدم
نماراا ف ملممَّا أمضما ن ورِِهْم ممث مل ه ْم كممم ( ٨١ومت مرمكمه ْم
ِف ظ ل مماتم َلَّ ي ْبِِّصر ونم )
“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan
api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah
hilangkan
cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam
kegelapan, tidak dapat melihat”. (Qs. al-Baqarah:17)
Metode perumpamaan ini juga baik digunakan oleh para guru
dalam mengajari peserta didiknya terutama dalam menanamkan
karakter (nilai-nilai ajaran Islam) kepada mereka.
Perumpamaan-perumpamaan Qur’ani dan nabawi tidak hanya
menunjukkan karya seni yang hanya ditujukan untuk meraih
keindahan bhalagah semata. Lebih dari itu, metode ini
memiliki
tujuan pedagogis-edukatif diantaranya yaitu:
-
18
a. Memudahkan pemahaman mengenai suatu konsep.
b. Mempengaruhi emosi yang sejalan dengan konsep yang
diumpamakan dan untuk mengembangkan aneka perasaan
ketuhanan
c. Membina akal untuk terbiasa berpikir secara valid dan
analogis.
d. Mampu menciptakan motivasi yang menggerakkan aspek
emosi dan mental manusia.15
4. Metode Keteladanan.
Melalui firman-Nya:
نمٌة لِّممن كمانم ي مْرج و اللَّهم وماْلي م ْوَم اَْلِخرم
لَّقمْد كمانم لمك ْم ِف رمس وِل اللَِّه أ ْسومٌة حمسمِثرياا ) (
٢٨ومذمكمرم اللَّهم كم
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah”. (Qs. al-Ahzab: 21)
Dalam penanaman nilai-nilai ajaran Islam kepada anak,
keteladanan yang diberikan pendidik merupakan metode yang
lebih efektif dan efisien. Karena pendidikan dengan
keteladanan
bukan hanya memberikan pemahaman secara verbal, tetapi
memberikan contoh langsung kepada peserta didik. Karena ia
pada
umumnya cenderung meneladani (meniru) guru atau pendidiknya.
Oleh karenanya, guru perlu memberikan keteladanan yang baik
kepada peserta didiknya, agar penanaman karakter baik
menjadi
lebih efektif dan efisien.
Di era yang modern ini, metode keteladanan masih sangat
diperlukan dalam dunia pendidikan, terlebih lagi dalam
pendidikan
tauhid. Keteladanan akan memberikan kontribusi yang sangat
berarti bagi tercapainya tujuan pendidikan Islam, begitu pula
dalam
15 Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan
Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani, 1995), h. 254.
-
19
hal pendidikan tauhid. Guru merupakan contoh tauladan utama
sebagai panutan bagi peserta didiknya, memegang teguh
ketauhidan dan menjaganya, serta mengamalkan nilai-nilai
ketauhidan.
5. Metode Pembiasaan
Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara
berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan.
Metode
pembiasaan (habituation) ini berintikan pengalaman. Karena
yang
dibiasakan itu ialah sesuatu yang diamalkan. Dan inti
kebiasaan
adalah pengulangan. Pembiasaan menempatkan manusia sebagai
sesuatu yang istimewa, yang dapat menghemat kekuatan, karena
akan menjadi kebiasaan yang akan melekat dan spontan, agar
kegiatan itu dapat dilakukan dalam setiap pekerjaan. Oleh
karenanya, menurut para pakar, metode ini sangat efektif
dalam
rangka pembinaan dan penanaman nilai-nilai karakter dan
kepribadian anak. Orang tua membiasakan anak-anaknya untuk
bangun pagi. Maka bangun pagi itu akan menjadi kebiasaan.
Dalam teori psikologi metode pembiasaan (habituation) ini
dikenal dengan teori “open conditioning” yang membiasakan
anak
untuk membiasakan perilaku terpuji, disiplin dan giat
belajar,
bekerja keras dan ikhlas, jujur dan tanggung jawab atas
segala
tugas yang telah dilakukan. Metode pembiasaan ini perlu
dilakukan
oleh orang tua dan guru dalam rangka pembentukan dan
penanaman nilai-nilai karakter, untuk membiasakan anak
melakukan perilaku terpuji (akhlak mulia).
6. Metode ‘ibrah dan mau’idah
Menurut an-Nahlawi kedua kata tersebut memiliki perbedaan
dari segi makna ‘ibrah berarti suatu kondisi psikis yang
menyampaikan manusia kepada inti sari sesuatu yang
disaksikan,
dihadapi dengan mengunakan nalar yang menyebabkan hati
mengakuinya. Adapaun kata mau’idah ialah nasihat yang lembut
-
20
yang diterima oleh hati dengan cara menjelaskan pahala atau
ancamannya.
7. Metode targhib dan tarhib
Targhib ialah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat
yang disertai dengan bujukan. Tarhib ialah ancaman karena
dosa
yang dilakukan. Targhib dan tarhib bertujuan agar orang
mematuhi
aturan Allah. Akan tetapi keduanya mempunyai titik tekan
yang
berbeda. Targhib agar melakukan kebaikan yang diperintahkan
Allah, sedangkan tarhib agar menjauhi perbuatan jelek yang
dilarang oleh Allah.
Metode ini didasarkan atas fitrah manusia, yaitu sifat
keinginan kepada kesenangan, keselamatan, dan tidak
mengingatkan kesedihan dan kesengsaraan. Targhib dan tarhib
dalam pendidikan Islam memiliki perbedaan dengan metode
hukuman dalam pendidikan barat.
c. Materi Pendidikan Tauhid
Salah satu komponen yang paling penting dalam pendidikan
adalah
materi pendidikan. Materi dalam pendidikan menempati core
pendidikan, sebab apa artinya ada pendidik dan peserta didik
kalau
tidak ada materi pendidikan yang disampaikan. Dalam
pendidikan
Islam, materi pendidikan yang paling pertama dan utama yang
harus
disampakan kepada peserta didik adalah akidah, yakni
pendidikan
tauhid.16
Ajaran tauhid bukanlah monopoli ajaran Nabi Muhammad saw.
akan tetapi ajaran tauhid ini merupakan prinsip dasar dari semua
ajaran
agama samawi. Para nabi dan rasul diutus oleh Allah untuk
menyeru
kepada pengesaan Allah dan meninggalkan dalam penyembahan
selain
kepada-Nya.
16 Mahmud, Heri Gunawan, Yuyun Yulianingsih op. cit., h.
155.
-
21
Walaupun semua nabi dan rasul membawa ajaran tauhid, namun
ada perbedaan dalam hal pemaparan tentang prinsip-prinsip
tauhid. Hal
ini dikarenakan tingkat kedewasaan berfikir masing-masing
umat
berbeda sehingga Allah menyesuaikan tuntunan yang
dianugrahkan
kepada para nabi-Nya sesuai dengan tingkat kedewasaan berfikir
umat
tersebut.17
Pemaparan tauhid mencapai puncaknya ketika Nabi Muhammad
diutus untuk melanjutkan perjuangan nabi sebelumnya. Pada masa
itu
uraian tentang tuhan dimulai dengan pengenalan perbuatan dan
sifat
tuhan yang terlihat dari wahyu pertama turun,18 yaitu yang
diawali
dengan kata iqra’ (bacalah).
Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai tauhid dalam
pendidikan
model Islam merupakan masalah pertama dan utama yang
dikedepankan sehingga semua orientasi proses pendidikan
akhirnya
akan bermuara pada pengakuan akan kebesaran Allah Swt.
Adapun
Materi pendidikan tauhid yaitu:
1. Adanya Wujud Allah
Untuk membuktikan mengenai wujud Allah, yaitu dengan
upaya mengingatkan akal pikiran manusia mengarahkan
pandangannya kepada fenomena alam semesta, melakukan
perbandingan dengan dimensi yang hak, memperhatikan tatanan
dan peraturan alam serta berlangsungnya hukum sebab akibat
sehingga manusia dapat sampai kepada suatu konklusi yang
meyakinkan bahwa alam semesta ini mempunyai pencipta dan
pencipta ini pasti wajibul wujud lagi Maha Mengetahui, Maha
Bijaksana dan Maha Kuasa.19
17 M. Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996),
h. 19. 18 Ibid., h. 23.
19 M. Hamdani, Pendidikan Ketuhanan dalam Islam, (Surakarta:
Muhammadiyah University Press, 2001), h. 15.
-
22
Bila kita perhatikan alam ini maka timbul kesan adanya
persesuaian dengan kehidupan manusia dan makhluk lain.
Persesuaian ini bukanlah suatu yang kebetulan melainkan
menunjukkan adanya penciptaan yang rapi dan teratur yang
berdasarkan ilmu dan kebijaksanaan, sebagaimana siang dan
malam, matahari dan bulan, empat musim, hewan dan tumbuhan
serta hujan. Semua ini sesuai dengan kehidupan manusia. Hal
ini
menampakkan kebijaksanaan Tuhan.
Dengan memperhatikan penciptaan manusia, hewan dan
lainnya, menunjukkan bahwa makhluk-makhluk tersebut tidak
mungkin lahir dalam wujud dengan sendirinya. Gejala hidup
pada
beberapa makhluk juga berbeda-beda. Misalnya tumbuh-tumbuhan
hidup, berkembang dan berubah. Hewan juga hidup dengan
mempunyai insting, dapat bergerak, bekembang, makan dan
mengeluarkan keturunan. Manusia pun demikian, akan tetapi
manusia mempunyai kelebihan yaitu dapat befikir. Hal ini
menunjukkan adanya penciptaan yang mengehendaki supaya
sebagian makhluk-Nya lebih tinggi daripada sebagian yang
lain.
Selain itu, seseorang bisa mengetahui keberadaan sesuatu
tanpa harus melihatnya secara materi. Dalam kehidupan
sehari-hari
ini seseorang bisa mengakui bahwa untuk mengetahui adanya
angin dapat dengan cara merasakannya dan melihat bekas-
bekasnya. Seseorang mengakui adanya nyawa tanpa melihatnya
sehingga hal ini cukup menguatkan asumsi bahwa untuk
membuktikan adanya Tuhan tidak harus dengan pembuktian
material.
Dalam jiwa manusia sebenarnya telah tertanam suatu perasaan
adanya Allah, suatu perasaan naluriah (fitrah) yang diciptakan
oleh
Allah pada diri manusia sendiri; sebagaimana Firman Allah
dalam
Surat Ar Ruum ayat 30
-
23
ِنيفاا يِن حم َلم ت مْبِديلم َ عملمي ْهماِفْطرمتم اللَِّه
الَِِّت فمطمرم النَّاسم َ فمأمِقْم ومْجهمكم لِلدِّ ( ٠٣ذمَِٰلكم
الدِّين اْلقميِّم وملمَِٰكنَّ أمْكث مرم النَّاِس َلم ي مْعلمم ونم )
َ ِِلمْلِق اللَّهِ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah.
(Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui,”.
Dari beberapa uraian di atas dapat dipahami, bahwa untuk
meyakinkan adanya Tuhan (wujud Allah.), akal pikiran
hendaknya
diarahkan pada fenomena alam, namun mata hati manusia jauh
lebih tajam dan dapat lebih meyakinkan daripada pandangan
kasat
mata, karena dalam jiwa manusia sudah tertanam fitrah untuk
mengakui adanya Tuhan. Dengan demikian segala sesuatu itu
ada
pasti ada yang menciptakan, yaitu Allah Zat Yang Maha
Pencipta.20
2. Keesaan Allah
Dalam bukunya yang berjudul “Ilmu Tauhid”, Yusran Asmuni
mengutip perkataan Sayyid Sabiq yang menjelaskan tentang
maksud keesan Allah yaitu:
Keesaan Allah Swt. tidak hanya keesaan pada zat-Nya, tapi
juga esa pada sifat dan af’al (perbuatan-Nya). Yang dimaksud
dengan esa pada zat ialah Zat Allah itu tidak tersusun dari
beberapa bagian. Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam
memerintah dan menguasai kerajaan-Nya. Esa pada sifat
berarti sifat Allah tidak sama dengan sifat-sifat yang lain
dan
tak seorang pun yang mempunyai sifat sebagaimana sifat
Allah Swt. Esa pada af’al (perbuatan) berarti tidak ada
seorang
pun yang memiliki perbuatan sebagaimana perbuatan Allah. Ia
Maha Esa dan menyendiri dalam hal menciptakan, membuat,
mewujudkan, dan membentuk sesuatu.21
20 Sayid Sabiq, Anshirul Quwwah fil Islam, terj. Haryono S.
Yusuf, Unsur-unsur Dinamika dalam Islam, (Jakarta : PT. Intermasa,
1981), h. 7.
21 Yusran Asmuni, op. cit., h, 17.
-
24
Sementara menurut Quraish Shihab yang menganalisa kata
ahad (Esa), ia menggolongkan keesaan Allah menjadi empat
yaitu:
keesaan Zat, keesan sifat, keesaan perbuatan dan keesaan
dalam
beribadah kepada-Nya.22
Dengan demikian dapat dipahami bahwa mulai rasul pertama
sampai generasi terakhir Nabi Muhammad hingga pewaris nabi
(ulama), telah mengajarkan tauhid yang seragam. Yang
dinamakan
Esa dalam ajaran Islam adalah tidak atau bukan terdiri dari
oknum
ganda baik pada nama, sifat maupun zat-Nya. Allah adalah
Maha
Esa, Zat Yang Maha Suci yang meliputi nama, sifat dan
af’al-Nya,
tidak ada Tuhan selain Allah.
3. Hikmah Mengenal Allah
Seseorang yang mengenal sesuatu yang telah memberikan
manfaat pada dirinya maka akan mempunyai kesan atau hikmah
terhadap sesuatu itu. demikian juga apabila seseorang
mengenal
Tuhan melalui akal dan hatinya maka ia akan merasakan buah
kenikmatan dan keindahan yang tercermin dalam dirinya.
Mengenal (ma’rifat) kepada Allah adalah marifat yang paling
agung. Ma’rifat ini menurut Sayid Sabiq adalah asas yang
dijadikan standar dalam kehidupan rohani dan untuk mengenal
Allah dengan cara berfikir dan menganalisis makhluk Allah,
dan
mengenal terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah.23
Pengalaman ketauhidan yang tercermin pada diri manusia
disebabkan seseorang telah mengetahui dan menginsafi
kebenaran
kedudukan Allah, ia menyadari akan keagungan dan kebesaran-
Nya sehingga dari sini segala apa yang dilakukan akan
mengarahkan tujuan pandangannya ke arah yang baik dan benar.
22 M. Quraish Shihab, op. cit., h. 33.
23 Sayid Sabiq, Aqidah Islam: Suatu Kajian yang Memposisikan
Akal sebagai Mitra Wahyu, (Surabaya: Al Ikhlas, 1996), h. 41.
-
25
Buah mengenal (ma’rifat) akan adanya Allah ini, diantaranya
akan tersimpul dalam bentuk sikap sebagai berikut:
a. Kemerdekaan jiwa dari kekuasaan orang lain.
b. Iman dapat membangkitkan keberanian di dalam jiwa dan
keinginan untuk terus maju, menganggap enteng kematian dan
menggandrungi mati syahid demi membela kebenaran.
c. Iman menetapkan keyakinan bahwa Allah lah yang Maha
Pemberi Rizqi dan bahwasanya rezeki tidak dapat dipercepat
karena kerasukan orang yang rakus, dan tidak pula dapat
ditolak oleh kebencian orang yang benci.
d. Adanya ketenangan dan ketentraman hati.
e. Keimanan dapat meningkatkan kekuatan maknawiyah
manusia dan menghubungkan dirinya dengan contoh tauladan
tertinggi, yaitu Allah yang menjadi sumber kebaikan,
kebajikan, dan kesempurnaan.24
Dengan demikian, hikmah dari mengenal Allah akan membuat
hati manusia menjadi tenang sebagaimana firman Allah:
ِئنُّ ق ل وب ه م ِبذِْكِر اللَّهِ ِئنُّ اْلق ل وب أمَلم ِبذِْكِر
ا َ الَِّذينم آممن وا ومتمْطمم للَِّه تمْطمم(٢١ )
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”. (Qs. Ar-Raad
[13]:
28).
Dengan demikian seorang yang yakin akan keesaan Allah,
mempunyai sikap hidup optimis yang jauh lebih kuat
dibandingkan
dengan orang kafir yang menyekutukan Allah, sebagai satu-
satunya Rabb, pencipta alam semesta beserta isinya ini.
Keimanan
akan hal ini apabila sudah menjadi kenyatan yang hebat maka
akan
dapat merubah dan beralih, yang merupakan suatu tenaga dan
kekuatan tanpa dicari akan datang dengan sendirinya dalam
24 Ibid., h. 128-133.
-
26
kehidupan sehigga keimanan dapat mengubah manusia yang
asalnya lemah menjadi kuat, baik dalam sikap, kemauan,
maupun
keputusan menjadai penuh harap dan harapan ini akan
dibuktikan
dengan perbuatan nyata.
d. Tujuan Pendidikan Tauhid
Tujuan adalah sesuatu yang hendak dicapai. Dalam pendidikan
pun
demikian mesti ada tujuan yang hendak dicapai termasuk
dengan
pendidikan tauhid. Tujuan pendidikan menurut al-Qur’an
adalah
mencapai kualitas ketakwaan kepada Allah Swt. dibarengi
dengan
penguasaan ilmu-ilmu, baik ilmu yang berbasis sains ataupun
sosial.
Ilmu yang berkaitan dengan perkembangan jasmani maupun
rohani.25
Tujuan pendidikan terkait erat dengan tujuan manusia, karena
pendidikan ditujukan kepada manusia. Sedangkan pendidikan
sendiri
merupakan satu bagian dari dimensi hidup manusia. Karena itu,
tujuan
hidup manusia merupakan tujuan akhir pendidikan. Mengingat
pendidikan merupakan salah satu perbuatan manusia dan dari segi
lain
manusia diakui bersifat fisik, mental, dan spiritual, maka
tujuan
pendidikan pun diarahkan bagi pengembangan ketiga dimensi
tersebut.26
Dalam dimensi tauhid, tujuan pendidikan Islam diarahkan
kepada
upaya pembentukan sikap takwa. Dengan demikian pendidikan
ditujukan kepada upaya untuk membimbing dan mengembangkan
potensi peserta didik secara optimal agar dapat menjadi hamba
Allah
yang takwa.27
25 Yedi Purwanto, “Analisis terhadap Metode Pendidikan menurut
Ajaran al-Qur’an”, Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta‟lim, Vol. 13,
2015, h. 28.
26 Ibid., h. 29.
27 Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002), h. 94.
-
27
Tauhid tidak hanya sekedar diketahui dan dimiliki oleh
seseorang,
tetapi lebih dari itu, ia harus dihayati dengan baik dan benar.
Apabila
tauhid telah dimiliki, dimengerti, dan dihayati dengan baik dan
benar,
kesadaran seseorang akan tugas dan kewajibannya sebagai hamba
Allah
akan muncul dengan sendirinya. Hal ini nampak dalam
pelaksanaan
ibadah, tingkah laku, sikap, perbuatan, dan perkataannya
sehari-hari.
Dengan demikian, kepercayaan atau akidah merupakan pokok dan
landasan berpikir bagi umat Islam.28
Apabila tauhid tertanam kuat dalam jiwa seseorang, ia akan
menjadi suatu kekuatan batin yang tangguh. Kekuatan itu akan
melahirkan sikap positif dalam realitas kehidupannya
sehari-hari. Ia
akan selalu optimis menghadapi masa depan, tidak takut
terhadap
apapun dan siapapun kecuali kepada Tuhan, selalu senang dan
gembira
sebab merasa dekat dengan Tuhan dan yakin Tuhan selalu
bersamanya
dalam setiap hal.29
Dengan demikian, tauhid sangat bermanfaat bagi kehidupan
umat
manusia. Ia tidak hanya sekedar memberikan ketentraman batin
dan
menyelamatkan manusia dari kesesatan dan kemusyrikan, tetapi
juga
berpengaruh besar terhadap pembentukan sikap dan perilaku
keseharian seseorang. Ia tidak hanya berfungsi sebagai akidah,
tetapi
berfungsi pula sebagai falsafah.30
B. Sekilas tentang Surat Ibrahim ayat 24-26
Surat Ibrahim terdiri dari 52 ayat adalah surat ke 14 dan
termasuk surat
Makkiyah, dari segi perurutan penulisannya dalam Mushaf al-
Qur’an, sedang
dari segi perurutan turunannya Surat Ibrahim adalah surah ke-70
yang turun
sesudah surah Asy-Syura dan sebelum surah Al-Anbiya.
28 Muhammad Yusran Asmuni, op. cit., h. 5. 29 Ibid., h. 7.
30 Ibid.
-
28
Sekian banyak surah yang dimulai dengan huruf-huruf Alif, Lam,
Ra,
untuk membedakannya maka dinamailah surah-surah itu dengan nama
nabi-
nabi tertentu yang disebut kisahnya atau tempat di mana nabi itu
diutus seperti
Al-Hijr. Surat ini karena dimulai dengan ketiga huruf tersebut
dan
membicarakan kisah Nabi Ibrahim, maka dinamailah surah ini
dengan surat
Ibrahim, walaupun uraian tentang Nabi Ibrahim terdapat di
beberapa surat yang
lain.31
Setelah ayat-ayat yang sebelumnya memberikan perumpamaan
tentang
amal-amal orang kafir yakni seperti debu yang ditiup angin yang
keras, kini
dijelaskan tentang bagaimana perumpamaan tentang orang-orang
mukmin,
atau dapat juga dikatakan bahwa surga yang diraih oleh yang taat
dan dampak
buruk yang dialami oleh yang durhaka digambarkan oleh ayat ini
dengan suatu
perumpamaan. Untuk itu ayat yang selanjutnya ini mengajak agar
siapa pun
yang dapat melihat yakni untuk merenung dan memperhatikan
dengan
menyatakan: “Tidakkah engkau melihat yakni memperhatikan
bagaimana
Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik? Kalimat itu
seperti
pohon yang baik, akarnya teguh menghunjam ke bawah sehigga tidak
dapat
dirobohkan oleh angin dan cabangnya tinggi menjulang ke langit
yakni ke
atas. Ia memberikan buahnya pada setiap waktu yakni musim seizin
dengan
Tuhannya sehingga tidak ada satu kekuatan yang dapat
mengahalangi
pertumbuhan dan hasil yang memuaskan.”32
Allah telah membuat perumpamaan-perumpamaan dengan memberi
contoh dan permisalan bagi manusia agar makna-makna yang masih
bisa
dibilang abstrak dapat ditangkap melalui hal-hal konkret
sehingga mereka
manusia selalu ingat. Setelah memberi perumpamaan tetang kalimat
yang baik
dilanjutkannya dengan memberi perumpamaan kalimat yang buruk,
yaitu dan
perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang
telah
dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi, tidak dapat
tetap tegak
31 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), h. 3.
32 Ibid., h. 53.
-
29
sedikitpun. Demikianlah keadaan kalimat yang buruk, walau
kelihatan ada
wujudnya tetapi itu hanya sementara lagi tidak akan menghasilkan
buah.33
Sementara ulama membahas pohon apakah yang dimaksud sebagai
perumpamaan kalimat yang baik itu. Ada yang berpendapat bahwa ia
adalah
pohon kurma. Berdasarkan satu riwayat yang menyatakan (Abdullah)
putra
Umar ra. berkata bahwa suatu ketika kami berada di sekeliling
Rasul Saw. lalu
beliau bersabda: “Beritahulah aku tentang sebuah pohon yang
serupa dengan
orang muslim, memberikan buahnya pada setiap musim! “Putra
Umar”
berkata: “Terlintas dalam benakku bahwa pohon itu adalah pohon
kurma, tetapi
aku lihat Abu Bakar dan Umar tidak berbicara, maka aku segan
berbicara”.
Dan seketika Rasulullah Saw. tidak mendengar jawaban dari
hadirin, beliau
bersabda: “Pohon itu adalah pohon kurma”. Setelah selesai
pertemuan dengan
Rasul Saw itu , aku berkata kepada ayahku Umar: “Hai Ayahku!
Demi Allah
telah terlintas dalam benakku bahwa yang dimaksud adalah pohon
kurma”.
Beliau berkata: “mengapa engkau tidak menyampaikannya?” Aku
menjawab:
“Aku tidak melihat seorang pun berbicara, maka aku pun segan
berbicara”.
Umar ra berkata: “Seandainya engkau menyampaikannya maka sungguh
itu
lebih aku sukai dari ini dan itu” (HR.Bukhari, Muslim,
at-Tirmizi).34
Pohon kurma yang banyak akan manfaatnya, kalorinya yang
tinggi,
buahnya rindang, mudah dipetik, dimakan dalam keadaan mentah
atau matang,
dan dapat dijadikan minuman yang lezat. Akarnya terhunjam ke
bawah dan
langsung menyerap air dari bumi, dan hujan menyiraminya dari
langit.
Demikian pendapat para ulama. Ada juga yang berpendapat bahwa
pohon yang
dimaksud adalah pohon kelapa. Pelepah, sabut, tempurung, isi dan
airnya pun
bermanfaat dan demikianlah keadaan seorang beriman.35
33 Ibid., h. 54.
34 Ibid. 35 Ibid.
-
30
Ulama juga ada yang berbeda pendapat tentang apa yang dimaksud
dengan
kalimat yang baik. Ada yang berpendapat bahwa ia adalah kalimat
Tauhid, atau
iman, bahkan ada yang memahaminya menunjuk kepada pribadi
seorang
mukmin. Iman terhunjam ke dalam hatinya, seperti terhunjamnya
akar pohon,
cabangnya menjulang ke atas yakni amal-amalnya diterima oleh
oleh Allah,
buahnya yakni ganjaran Ilahi pun bertambah setiap saat.
Makna-makna di atas
semuanya dapat bertemu. Secara singkat dapat menyatakan bahwa ia
adalah
Kalimat Tauhid.36
Kalimat Tauhid adalah pusat yang berkeliling di sekitarnya
kesatuankesatuanyang tidak boleh dilepaskan dari pusat itu,
seperti planet-
planet tata surya yang berkeliling di sekitar tata surya.
Kesatuan-keatuan itu
antara lain, kesatuan alam raya, kesatuan dunia dan akhirat,
kesatuan natural
dan supnatural, kesatuan ilmu, kesatuan sumber agama-agama
samawi,
kesatuan kemanusiaan, kesatuan umat, kesatuan kepribadian
manusia dan lain-
lain.37
C. Hasil Penelitian yang Relevan
Adapun hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang
penulis
temukan adalah sebagai berikut:
1. Zakiyatus Syarifah dalam skripsinya dengan judul “Nilai-Nilai
Tauhid
dalam Al-Qur’an Dan Relevansinya Dengan Pendidikan Agama
Islam
(Studi Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish Shihab tentang Surat
al-
Fatihah, al-‘Alaq Ayat 1-5 dan al-Ikhlas)”. Dalam skripsi ini
dijelaskan
bahwa relevansi nilai-nilai tauhid tersebut dalam surat-surat
tersebut
dengan Pendidikan Agama Islam yaitu bahwa al-Qur’an sebagai
sumber
pokok mengandung fundamental doctrines dan fundanmental
values,
dijadikannya rujukan atau pedoman untuk membangun kerangka
pemikiran PAI yakni pada tujuan, materi dan metodenya.
Mengenai
metodenya, metode-metode yang terkandung dalam surat al-Fatihah,
al-
36 Ibid., h. 55.
37 Ibid.
-
31
Alaq ayat 1-5 dan al-Ikhlas adalah metode nasihat, metode
kisah-kisah dan
metode pembiasaan.
2. Lukmanul Hakim dalam skripsinya yang berjudul “Metode
Pendidikan
Keimanan dalam surat al-Waqiah ayat 57-74.” Sesuai judulnya,
dalam
skripsi ini penulis lebih fokus pada metode pendidikan keimanan
dengan
mendeskripsikan serta menganalisa tentang fenomena, peristiwa,
aktifitas
sosial, kepercayaan dan pemikiran orang secara indivual dan
kelompok.
Adapun metode penafsiran yang digunakan dalam penulisan ini
adalah
metode tafsir tahlili.
3. Hasan Fathurrohman dalam skripsinya yang berjudul “Metode
Pendidikan
Tauhid Menurut Al-Gahazali Dalam Ihya Ulumuddin (Analisis
Psikologi
Perkembangan)”. Dalam penelitian ini, penulis memaparkan
metode
pendidikan tauhid dalam kitab tersebut yakni ada 4 metode yaitu
metode
talqin, metode riyadhoh mujahadah, kalam-jadal, dan metode
da’wah bit
talathuf.
4. Tesis yang ditulis oleh Aripin dengan judul “Pengajaran Ilmu
Tauhid Di
Pondok Pesantren At-Tauhidiyah Cikura Bojong Tegal”. Dalam tesis
ini
penulis menjelaskan bahwa Pengajaran ilmu tauhid di
pesantren,
menggunakan sistem bandongan dan sorogan digunakan untuk
mengajarkan kitab-kitab tauhid dalam bentuk istilah mengapsahi.
Metode
yang digunakan di pondok pesantren ini ialah metode sorogan
dan
wetonan. Kemudian mengenai pendekatannya, ada tiga macam
pendekatan yang menjadi ciri khas pemaparan pembelajaran tauhid
di
pondok pesantren at-Tauhidiyah, yang terdapat dalam kitab-kitab
kuning,
yaitu : Pertama, pendekatan tekstual. Kedua, pendekatan
sufistik. Ketiga,
pendekatan rasional.
-
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian
Objek yang dibahas dalam penelitian ini adalah metode pendidikan
tauhid
yang terkandung dalam al-Qur’an khususnya dalam al-Qur’an surat
Ibrahim
ayat 24-26. Sedangkan waktu penelitian terhitung dari bulan Juli
2019 sampai
dengan bulan Mei 2020.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah
metode
kualitatif. Menurut Sugiyono, “Metode penelitian kualitatif
adalah metode
penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme,
digunakan untuk
meneliti pada kondisi objek yag alamiah, (sebagai lawannya
adalah
eksperimen) di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci,
pengambilan
sempel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball,
teknik
pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data
bersifat
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna dari
pada generalisasi.”1
Dalam hal ini, penulis menggunakan pendekatan deskriptif
analisis, dan
metode analisis yang digunakan adalah metode tafsir tahlili.
Tafsir tahlili yaitu
metode tafsir yang mengkaji ayat-ayat al-Qur’an dari segala segi
dan
maknanya. Seorang pengkaji dengan metode ini menafsirkan
ayat-ayat al-
Qur’an, ayat demi ayat dan surat demi surat, sesuai dengan
urutan dalam
mushaf Usmani.2
1 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2017), h. 15.
2 Ali Hasan Al-‘Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada,
1994), h. 41.
-
33
Abd al-Hayy al-Farmawy mengatakan bahwa tafsir tahlili adalah
“Suatu
metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat
al-Qur’an
dari seluruh aspeknya. Di dalam tafsirnya, penafsir mengikuti
urutan ayat,
membahas mengenai asbabun nuzul dan dalil-dalil yang berasal
dari Rasul,
sahabat atau tabi’in yang kadang-kadang bercampur baur dengan
pendpat
penafsir dan diwarnai oleh latar belakng pendidikannya.”3
Analisis metode tahlili yang penulis gunakan dalam penulisan
skripsi ini,
yaitu membahas surat Ibrahim ayat 24-26 yang berkaitan dengan
pendidikan
tauhid, maka penulis menganalisa tentang metode pendidikan
tauhid yang
terkandung dalam surat Ibrahim ayat 24-26 tersebut.
C. Fokus Penelitian
Menurut Sugiyono batasan masalah dalam penelitian kualitatif
disebut
fokus, yang berisi pokok masalah yang masih bersifat umum.4
Dengan melihat
pendapat Sugiyono, maka penulis mencantumkan apa yang terdapat
dalam
batasan masalah menjadi fokus penelitian dalam penulisan ini.
Adapun fokus
penelitian ini adalah mengenai metode pendidikan tauhid yang
terdapat dalam
al-Qur’an surat Ibrahim ayat 24-26. Jadi dalam penelitian ini
penulis
bermaksud mencari metode pendidikan tauhid yang terkandung dalam
ayat
tersebut, dengan mencari data-data dan sumber-sumber yang
membahas
mengenai surat Ibrahim ayat 24-26.
D. Prosedur Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan
penelitian
kualitatif yaitu penelitian yang dimana peneliti dalam
melakukan
penelitiannya menggunakan teknik-teknik observasi, wawancara
atau
interview, analisis isi, dan metode pengumpulan data lainnya
untuk
3 Didin Saefuddin Buchori, Pedoman Memahami Kandungan al-Qur’an,
(Bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005) h. 208. 4 Sugiyono, op. cit.,
h.285-286.
-
34
menyajikan respon-respon dan perilaku subjek,5 dengan menelusuri
data-
data kepustakaan atau library research.
2. Sumber Data
Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
sumber
data tertulis dengan menggunakan data informasi yang bersifat
literature
kepustakaan yang berkaitan dengan tema dalam penelitian ini.
Sumber-
sumber tersebut terdiri dari sumber data primer dan data
sekunder.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis ialah study
literature, yakni mengumpulkan kitab-kitab tafsir yang
pembahasannya
berkaitan dengan masalah yang akan dikaji, kemudian
mengumpulkan
data dan bahan-bahan yang berkaitan dengan fokus penelitian
yakni
tentang metode pendidikan tauhid.
Adapun langkah-langkah yang akan ditempuh dalam teknik
pengumpulan data ini adalah:
a. Mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan masalah yang
akan
diteliti, dengan mengambil informasi serta mengutip teori
dari
beberapa sumber buku yang berhubungan.
b. Mengelompokkan data-data berdasarkan jenisnya, yakni:
1. Sumber data primer, yaitu:
a. Al-Qur’an dan terjemahnya.
b. Tafsir Nurul Quran karya Allamah Kamal Faqih Imani.
c. Tafsir Al-Qurthubi karya Syaikh Imam al-Qurthubi.
d. Tafsir al-Azhar karya Abdul Malik Karim Amrullah.
e. Tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab.
f. Tafsur Jalalain karya Imam Jalaludin As-Suyuti, dan Imam
Jalaludin Mahalli.
5 Punaji Setyosari, Metode Penelitian Pendidikan dan
Pengembangan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), Cet.
II, h. 50.
-
35
2. Sumber data sekunder yang digunakan yakni buku-buku yang
membahas tentang pendidikan itu sendiri dan khususnya
tentang
pendidikan tauhid serta metode-metodenya.
4. Teknik Analisis Data
Dalam proses analisis data ini, penulis menggunakan metode
deskriptif analisis yaitu memberikan gambaran tentang data
yang
dianalisis dengan cara mengumpulkan data, analisis data
kemudian
menarik kesimpulan. Seperti yang telah penulis uraikan di
metodologi
penelitian bahwasanya penulis menggunakan metode analisis yang
dalam
penelitian ini adalah metode tafsir tahlili.
5. Teknik Penulisan
Teknik penulisan ini berpedoman pada Pedoman Penulisan
Skripsi
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2018.
-
36
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kajian Tafsir Surat Ibrahim Ayat 24-26.
1. Teks Ayat dan Terjemahan Surat Ibrahim Ayat 24-26.
ع هما ِف السَّمماِِ أمَلْم ت مرم كمْيفم ضمرمبم اللَّه