Top Banner
METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG ATAU PENYIMPANGAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BERDASARKAN UU TINDAK PIDANA KORUPSI DAN UU PERBENDAHARAAN NEGARA (STUDI KASUS BUPATI MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN) SKRIPSI AGUS MURSANDI SARWONO 0598230114 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM KEKHUSUSAN HUKUM TENTANG PRAKTISI HUKUM DEPOK JANUARI 2010 Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010
72

METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Jan 21, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG ATAU PENYIMPANGAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BERDASARKAN UU TINDAK PIDANA KORUPSI DAN UU

PERBENDAHARAAN NEGARA

(STUDI KASUS BUPATI MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN)

SKRIPSI

AGUS MURSANDI SARWONO

0598230114

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

KEKHUSUSAN HUKUM TENTANG PRAKTISI HUKUM

DEPOK

JANUARI 2010

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 2: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG ATAU PENYIMPANGAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BERDASARKAN UU TINDAK PIDANA KORUPSI DAN UU

PERBENDAHARAAN NEGARA

(STUDI KASUS BUPATI MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN)

SKRIPSI Diajukan sebagai salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

AGUS MURSANDI SARWONO

0598230114

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

KEKHUSUSAN HUKUM TENTANG PRAKTISI HUKUM

DEPOK

JANUARI 2010

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 3: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

ii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun

dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Agus Mursandi Sarwono

NPM : 0598230114

Tanda Tangan :

Tanggal : 07 Januari 2010

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 4: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh

Nama : Agus Mursandi Sarwono

NPM : 0598230114

Program Studi : Ilmu Hukum

Judul Skripsi : Metode Pembuktian Unsur Penyalahgunaan

Wewenang atau Penyimpangan Kebijakan

Pengelolaan Keuangan Daerah Berdasarkan

UU Tindak Pidana Korupsi dan UU

Perbendaharaan Negara (Studi Kasus Bupati

Musi Rawas Sumatera Selatan)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian

persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Program

Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Pembimbing I : Dian Puji N. Simatupang, S.H., M.H. _____________

Pembimbing II : Febby Mutiara Nelson, S.H., M.H. _____________

DEWAN PENGUJI

Penguji : Chudry Sitompul, S.H., M.H. _____________

Penguji : Febby Mutiara Nelson, S.H., M.H. _____________

Penguji : Ana Rismanawati, S.H., M.H. _____________

Penguji : Sri Laksmi, S.H , M.H. _____________

Penguji : Junaedi, S.H. , M.Si. , LLM _____________

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 07 Januari 2010

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 5: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

iv

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, Allah SWT Yang Mahakasih dan Mahatahu telah

melimpahkan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi berjudul, ”Metode

Pembuktian Unsur Penyalahgunaan Wewenang atau Penyimpangan Kebijakan

Pengelolaan Keuangan Daerah Berdasarkan UU Tindak Pidana Korupsi dan UU

Perbendaharaan Negara (Studi Kasus Bupati Musi Rawas Sumatera Selatan).”

Penulisan skripsi ini dilakukan Penulis untuk mencapai gelar sarjana hukum di Fakultas

Hukum Universitas Indonesia.

Penulisan skripsi dengan topik ini mengacu pada maraknya kasus yang

membuktikan adanya unsur penyalahgunaan wewenang atau penyimpangan kebijakan

dalam ketentuan tindak pidana korupsi oleh kepala daerah. Akan tetapi, kasus tersebut

belum memiliki metode yang komprehensif dan standar yang mampu mengantisipasi

terjadinya perluasan penafsiran, sehingga membutuhkan suatu metode pembuktian yang

mampu membahas pendekatan kebijakan (policy) dan wewenang (authority) dalam

kajian hukum pidana dan kajian hukum administrasi negara.

Pada kesempatan ini, izinkan penulis menyampaikan rasa terima kasih yang

mendalam kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan pemikiran dan

dorongan semasa penulisan skripsi ini pada khususnya, dan pada masa studi pada

umumnya, yaitu kepada yang terhormat:

1. Bapak Dian Puji N. Simatupang, S.H., M.H., Pembimbing I skripsi yang selalu

mendukung memberikan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini dari segi

subtansi hukum keuangan publik hingga kemudian dapat diuji;

2. Ibu Febby Mutiara Nelson, S.H., M.H., Pembimbing II yang telah berkenan

meluangkan waktu memeriksa skripsi ini dari segi hukum acara, sehingga

berkenan dapat diuji;

3. Bapak Chudry Sitompul, S.H., M.H., Ketua Bidang Studi Hukum Acara yang

berkenan menyetujui skripsi ini untuk diuji;

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 6: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

v

4. Bapak dan Ibu Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia atas segala

pengajaran dan pendidikan materi hukum yang telah diberikan;

5. Bapak dan Ibu Staf Sekretariat Program Ekstensi, Perpustakaan Soediman

Kartodiprodjo, dan Pusat Dokumentasi Hukum Fakultas Hukum Universitas

Indonesia atas dukungan data kearsipan akademik, dan bahan penelusuran

skripsi ini;

Rasa terimakasih dengan tulus juga disampaikan kepada semua pihak yang

memberikan dukungan doa kepada penulis, yaitu kepada yang tercinta Isteri dan

orangtua tercinta yang selalu memberikan dukungan doa, semangat, harapan, dan kasih

sayang yang selalu disampaikan kepada penulis. Terimakasih juga disampaikan kepada

seluruh kerabat yang selalu memberikan dukungan untuk studi ini.

Penulis juga menyampaikan rasa terimakasih kepada seluruh teman-teman

Program Ekstensi Fakultas Hukum Universitas Indonesia angkatan 1998 yang selama

ini bersama-sama mempelajari ilmu dan pengetahuan hukum hingga selesai yang baru

dapat saya lakukan hari ini. Terimakasih untuk tetap mendorong penulis untuk segera

menyelesaikan studi ini secepatnya.

Akhirnya kepada seluruh pihak yang membantu dan mendorong penulis dalam

menyelesaikan studi ini, hingga penulisan skripsi dan pengujian. Semoga Allah SWT

memberikan balasannya sebagai amalan yang ikhlas.

Depok, Januari 2010

Agus Mursandi Sarwono.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 7: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA TULIS ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Agus Mursandi Sarwono NPM : 0598230114 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Program Kekhususan III (Praktisi Hukum) Departemen : - Fakultas : Hukum Jenis Karya : Skripsi Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exlusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya berjudul: ”Metode Pembuktian Unsur Penyalahgunaan Wewenang atau Penyimpangan Kebijakan Pengelolaan Keuangan Daerah Berdasarkan UU Tindak Pidana Korupsi dan UU Perbendaharaan Negara (Studi Kasus Bupati Musi Rawas Sumatera Selatan),”beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas royalti nonekslusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai peunulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Depok Pada tanggal: 07 Januari 2010

Yang menyatakan

(______________________)

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 8: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

vii

ABSTRAK

Nama : Agus Mursandi Sarwono Program Studi : Ilmu Hukum Judul Skripsi : Metode Pembuktian Unsur Penyalahgunaan Wewenang

atau Penyimpangan Kebijakan Pengelolaan Keuangan Daerah Berdasarkan UU Tindak Pidana Korupsi dan UU Perbendaharaan Negara (Studi Kasus Bupati Musi Rawas Sumatera Selatan).”

Pendekatan hukum pidana sekaligus hukum administrasi negara dibutuhkan untuk mendorong jaksa penuntut umum guna merumuskan suatu metode pembuktian yang komprehensif, sehingga diperoleh kebenaran atas kasus tersebut melalui proses pembuktian yang memberikan kepastian yang layak menurut akal (redelijk) mengenai apakah suatu hal tertentu sungguh terjadi dan apa yang menjadi penyebabnya. Dalam konteks hukum acara, pembuktian memang merupakan keseluruhan ketentuan hukum yang mengatur proses pembuktian di depan sidang pengadilan berdasarkan alat-alat bukti menurut undang-undang dan barang-barang bukti yang diperoleh dan ditemukan. Kekuatan hukum Alat Bukti dokumen surat atas Penyalahgunaan Wewenang dan Penyimpangan Kebijakan Pengelolaan Daerah menurut Undang-undang Tindak Pidana Korupsi adalah sangat penting untuk merumuskan adanya unsur perbuatan melawan hukum dan merugikan keuangan dan perekonomian negara, dalam kasus korupsi di Pengadilan Negeri Mura, Jaksa Penuntut Umum mengambil alat bukti surat dan dokumen pengeluaran uang, tetapi menyatakan ada kesalaham prosedur pemberian uang, yaitu dengan perintah lisan.

Kata kunci: Metode Pembuktian, Unsur Penyalahgunaan Wewenang, Korupsi.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 9: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

viii

ABSTRACT

Nama : Agus Mursandi Sarwono Study Program : Law Title : Judicial Method for abuse of power and incorrect policy

regarding Law of Corruption and Law of Treasury (Case Musi Rawas South Sumatera)

This thesis desribes about criminal law approach and administration law to need for prosecutor to making a comprehensive judicial method on corruption case, although could a right of the case. In contex of criminal law, method of corruption should be using a document to prove a criminal action on corruption as a abuse power and incorrect policy.

Key word: Judicial Method, Abuse of power, Corruption.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 10: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ................................................................................................... i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ............................................................................................ iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............................... vi

ABSTRAK .............................................................................................................. vii

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ix

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ............................................................................. 6

1.3 Tujuan ................................................................................................. 6

1.4 Kerangka Konsep ................................................................................ 7

1.5 Metode Penelitian ................................................................................ 9

1.6 Sistematika Penulisan .......................................................................... 10

2. TINJAUAN TEORETIS PEMBUKTIAN DALAM PERKARA

TINDAK PIDANA

2.1 Teori Pembuktian ............................................................................... 12

2.2 Kekuatan Alat Pembuktian Alat Bukti Surat/Dokumen ................... 22

3. PEMBUKTIAN DOKUMEN SURAT DALAM TINDAK PIDANA

KORUPSI

3.1 Pembuktian Dokumen Surat menurut Undang-undang

Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ............................... 26

3.2 Pembuktian menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004

Tentang Perbendaharaan Negara ....................................................... 29

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 11: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

x

3.3 Metode dalam Menentukan Kerugian Negara/Daerah dalam

Kaitannya dengan Tindak Pidana Korupsi Menurut

Hukum Keuangan Publik ................................................................. 33

4. PERKARA ANALISIS HUKUM PEMBUKTIAN

KASUS PENYALAHGUNAAN WEWENANG DAN

PENYIMPANGAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN

KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN MUSI RAWAS

4.1 Posisi Kasus …………………………………….………………… 38

Kekuatan Hukum Alat Bukti Surat atas Penyalahgunaan

4.2 Wewenang dan Penyimpangan Kebijakan Pengelolaan

Daerah ............................................................................................. 45

4.3 Metode Pembuktian yang dapat menunjukkan

Pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam

hal Terjadinya Penyalahgunaan Wewenang dan

Penyimpangan Kebijakan Pengelolaan Keuangan Daerah ........... 56

5 PENUTUP

5.1 Simpulan ......................................................................................... 58

5.2 Saran ................................................................................................ 59

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 60

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 12: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan

Adanya unsur penyalahgunaan wewenang atau penyimpangan kebijakan dalam

ketentuan tindak pidana korupsi menuntut adanya metode yang komprehensif dan standar

yang mampu mengantisipasi terjadinya perluasan penafsiran. Kecenderungan pentingnya

metode pembuktian tersebut disebabkan kebijakan (policy) dan wewenang (authority)

memiliki makna yang berbeda dalam kajian hukum pidana dan kajian hukum

administrasi negara.

Untuk memenuhi unsur penyalahgunaan wewenang ini, jaksa penuntut umum

tidak saja mendasarkan pada aspek hukum pidana, tetapi terkait erat dengan ketentuan

dan dasar teoretis dalam hukum administrasi negara, khususnya berkaitan dengan

administrasi keuangan negara/daerah. Di samping itu, pendekatan hukum pidana

sekaligus hukum administrasi negara mendorong jaksa penuntut umum untuk

merumuskan suatu metode pembuktian yang komprehensif, sehingga diperoleh

kebenaran atas kasus tersebut melalui proses pembuktian yang memberikan kepastian

yang layak menurut akal (redelijk) mengenai apakah suatu hal tertentu sungguh terjadi

dan apa yang menjadi penyebabnya.

Dalam kasus tindak pidana korupsi, penyalahgunaan wewenang termasuk ke

dalam tindak pidana korupsi jika memenuhi unsur lainnya, yaitu yang menimbulkan

akibat menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi. Di sisi lain, asal 34 ayat

(1) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara juga merumuskan

penyimpangan kebijakan kredit (dis-policy) diancam pidana penjara. Di Indonesia,

wewenang atau kebijakan seharusnya dilandasi atas landasan hukum dan instrumen

prosedural yang termuat dalam peraturan perundang-undangan, sehingga wewenang dan

kebijakan tidak memberikan kesempatan kepada siapapun untuk melakukan

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 13: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

2

penyalahgunaan atau penyimpangan.

Akan tetapi, dalam setiap kasus tindak pidana korupsi, sangat bias dalam

membuktikan adanya penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan kebijakan, sehingga

terpenuhi unsur tersebut dapat diterima akal terhadap kebenaran peristiwanya.”1 Dalam

beberapa kasus tindak pidana korupsi yang terjadi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi,

dari 7 (tujuh) kasus yang disandarkan pada Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. UU

Nomor 31 Tahun 1999, pembuktiannya sangat bergantung pada persepsi teoretis hukum

pidana, dan tidak didukung dengan persepsi teoretis hukum administrasi negara.2

Padahal, kajian wewenang dan kebijakan berada pada tataran hukum administrasi negara

yang hakikatnya termasuk ke dalam pokok sengketa (fundamentum pretendi) dalam

administrasi negara.

Oleh sebab itu, perlu dipertimbangkan suatu metode yang komprehensif dalam

memahami maksud penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan kebijakan yang

mendalami aspek teoretis hukum pidana dan hukum administrasi negara. Hal ini perlu

dilakukan kajian karena pembuktian adalah titik sentral dalam proses persidangan

pengadilan dan hukum acara peradilan, sehingga kemampuan dan keahlian untuk

membuktikannya harus disandarkan pada metode yang profesional. Berdasarkan segi

yuridis formal, hukum pembuktian merupakan bagian dari hukum acara pidana yang

mengatur jenis alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang dianut dalam

pembuktian, syarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim

untuk menerima, menolak, dan menilai suatu pembuktian terhadap hal tertentu.3

1Hari Sasangka dan Lily Rosita, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, cet. 1, (Jakarta: CV. Mandar Maju, 2003), hal. 11.

2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009 yang melibatkan pejabat daerah berkaitan dengan adanya penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan kebijakan.

3Lihat S.M. Amin, Hukum Acara Pengadilan Negeri (Jakarta: Pradnya Paramita, 1971), hal. 27, dan lihat juga Saleh Basidin, “Aspek Prosedural Pembuktian Hukum Pidana dan Keterkaitannya dengan Hukum Administrasi Negara,” Jurnal Hukum Undip (2003: 11.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 14: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

3

Secara konseptual, hukum pembuktian merupakan bagian hukum acara pidana,

sehingga sumber hukum yang utama adalah Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana atau lazim disebut sebagai Kitab Undang-undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP), serta ketentuan dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. UU Nomor 31

Tahun 1999. Akan tetapi, untuk pembuktian dalam hal adanya penyalahgunaan

wewenang dan penyimpangan kebijakan, dalam praktik, apabila menemui kesulitan

dalam penerapannya atau menjumpai kekurangan atau untuk memenuhi kebutuhan, perlu

dipergunakan doktrin dan/atau yurisprudensi hukum administrasi negara untuk

mendukung atau melengkapinya.4

Berdasarkan hukum acara pidana, “pembuktian merupakan ketentuan yang

membatasi sidang pengadilan dalam usahanya mencari dan mempertahankan

kebenaran.”5 Baik hakim, terdakwa, penuntut umum, maupun penasihat hukum, masing-

masing terikat pada ketentuan tata cara dan penilaian alat bukti yang ditentukan oleh

undang-undang. Hakim, penuntut umum, terdakwa, dan penasihat hukum tidak dapat

dengan leluasa bertindak dengan caranya sendiri dalam menilai pembuktian. Dalam

menggunakan alat bukti, semua pihak tidak dapat bertentangan dengan undang-undang.

Terdakwa tidak dapat leluasa mempertahankan sesuatu yang dianggapnya benar di luar

ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang. Hal ini juga terutama untuk majelis

hakim yang menangani perkara harus cermat dan teliti dalam menilai dan

mempertimbangkan kekuatan pembuktian yang ditemukannya selama pemeriksaan

sidang pengadilan.

Salah satu hal yang paling penting dalam pembuktian adalah mengenai

pemeriksaan surat yang terkait dengan pemenuhan unsur penyalahgunaan wewenang dan

penyimpangan kebijakan. Pembuktian adanya unsur tersebut melalui alat bukti surat

4Ibid.,hal. 10. 5Ibid., hal. 23.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 15: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

4

seringkali diabaikan oleh jaksa penuntut umum dan majelis hakim untuk melihat ada

tidaknya kebenaran unsur tersebut, kebenaran itu harus diuji dengan alat bukti surat yang

harus disandarkan pada metode administrasi keuangan. Dengan demikian, cara dan

kekuatan pembuktian pada dasarnya melekat pada setiap alat bukti yang ditemukan

sangat kuat menurut konsep hukum administrasi negara, khususnya administrasi

pengelolaan keuangan. Hal ini jika tidak dapat akan menyebabkan orang yang terbukti

bersalah lepas dan orang yang tidak bersalah mendapatkan ganjaran hukuman akibat

ketidaktelitian dan ketidaktepatan dalam metode pembuktian.6

Dalam konteks hukum acara, pembuktian memang merupakan keseluruhan

ketentuan hukum yang mengatur proses pembuktian di depan sidang pengadilan

berdasarkan alat-alat bukti menurut undang-undang dan barang-barang bukti yang

diperoleh dan ditemukan. Maksud sistem pembuktian adalah:

“suatu sistem untuk mengetahui bagaimana cara meletakkan suatu hasil pembuktian terhadap perkara yang sedang diperiksa. Hasil dan kekuatan yang bagaimana yang dapat dianggap cukup memadai untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Dengan demikian sistem pembuktian adalah sebagai jalan untuk berusaha guna mendekati sebanyak mungkin persesuaian antara keyakinan hakim dan kebenaran sejati.”7

Adanya metode yang menekankan pada hasil dan kekuatan pembuktian dalam

kasus tindak pidana korupsi pembuktian mengenai adanya penyalahgunaan wewenang

dan penyimpangan kebijakan membutuhkan alat bukti yang paling penting menurut

hukum administrasi keuangan, yaitu alat bukti surat yang menjadi dasar kebenaran

6M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Jilid II (Jakarta:

Pustaka Kartini, 1985), hal. 794. 7Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, cet.12 (Bandung: Sumur Bandung,

1985), hal. 110.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 16: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

5

materiil berkaitan dengan pengeluaran uang. Menurut Pasal 18 ayat (3) UU Nomor 1

Tahun 2004, diatur ”pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang

berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBN/APBD

bertanggung jawab atas kebenaran materiil dan akibat yang timbul dari penggunaan surat

bukti yang dimaksud.”

Adanya ketentuan tersebut sebenarnya menunjukkan UU Nomor 1 Tahun 2004

memberikan dasar pembuktian menurut undang-undang negatif yang menghendaki alasan

yang disebutkan hanya yang diatur dalam undang-undang sebagai alat bukti (wettelijke

bewijsmiddelen). Dalam sistem pembuktian ini hakim tidak diperkenankan menggunakan

alat bukti lain yang tidak disebut dalam undang-undang dan mengenai tata cara

mempergunakan alat bukti (bewijsvoering) hakim terikat kepada ketentuan undang-

undang. Hal ini berbeda dengan sistem keyakinan hakim atas alasan logis di mana hakim

dalam memakai dan menyebutkan alasan untuk mengambil putusan tidak terikat pada

penyebutan alat bukti dan cara mempergunakan alat bukti dalam undang-undang. Dalam

hal ini hakim leluasa untuk memakai alat-alat bukti lain asal semua dilandasi dengan

dasar alasan yang logis.

Sebagai suatu contoh penerapan ini terjadi pada kasus penyalahgunaan wewenang

dan penyimpangan keuangan yang ditujukan pada Bupati Musi Rawas Provinsi Sumatera

Selatan. Dalam kasus tersebut, jaksa penuntut umum tidak menemukan dokumen materiil

yang dibutuhkan untuk membuktikan adanya penyalahgunaan wewenang dan

penyimpangan kebijakan dari Bupati atas terjadinya pengeluaran uang bagi anggota

DPRD. Akan tetapi, dalam pemeriksaan penyidikan, penyelidikan, dan dakwaaan,

Bupati dinyatakan didakwa dengan alasan telah melakukan penyalahgunaan dalam

bentuk perintah lisan. Namun, pemberian perintah lisan untuk mengeluarkan uang tidak

disaksikan banyak, hanya dilakukan sekretaris daerah yang kemudian menandatangan

dengan alasan atas perintah Bupati. Dari segi administrasi pengelolaan keuangan daerah,

adanya pengakuan perintah lisan jelas tidak sejalan dengan ketentuan UU Nomor 1

Tahun 2004 di mana perintah lisan tidak dapat menjadi dasar pengeluaran uang, tetapi

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 17: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

6

harus memenuhi syarat dan bukti materiil, sehingga uang tersebut dikeluarkan. Jaksa

menyatakan ketentuan administrasi negara, khususnya UU Nomor 1 Tahun 2004 tidak

diperlukan karena kasus ini termasuk dalam lingkup hukum pidana.

Berdasarkan latar belakang tersebut perlu dikaji secara mendalam mengenai

konsep pembuktian surat yang sejalan dengan konsep hukum pidana dan konsep hukum

administrasi negara, khususnya berkaitan dengan aspek hukum pengelolaan keuangan

daerah. Adanya metode pembuktian yang sejalan dengan kebenaran materiil untuk

mencari kebenaran formil dibutuhkan dalam kasus yang salah satu unsurnya mengandung

penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan kebijakan.

1.2 Perumusan Masalah

Dengan adanya metode dalam pembuktian ada tidaknya penyalahgunaan

wewenang dan penyimpangan kebijakan hakikatnya justru dilakukan untuk

menyempurnakan aspek pembuktian yang lebih baik untuk menemukan kebenaran

formil. Berdasarkan persoalan hukum yang disampaikan, penelitian ini akan difokuskan

pada dua permasalahan, yaitu:

1. Bagaimana kekuatan hukum Alat Bukti dokumen surat atas Penyalahgunaan

Wewenang dan Penyimpangan Kebijakan Pengelolaan Daerah menurut Undang-

undang Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang Perbendaharaan Negara?

2. Metode pembuktian yang bagaimana untuk menunjukkan adanya penyalahgunaan

wewenang dan penyimpangan kebijakan yang dilakukan kepala Daerah dalam

pengelolaan keuangan daerah?

1. 3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan sebelumnya, ada dua tujuan umum

yang melandasi penulisan topik ini yang dimaksudkan guna meningkatkan pemahaman

yang lebih mendalam mengenai aspek pembuktian dalam tindak pidana korupsi,

khusunya yang berkaitan dengan administrasi keuangan daerah. Tujuan pertama yang

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 18: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

7

ingin dicapai dalam penelitian ini diarahkan untuk mendapatkan suatu keterangan atas

suatu fakta hukum mengenai adanya pembuktian atas penyalahgunaan wewenang dan

penyimpangan kebijakan (policy) yang dilakukan salah satu kepala daerah yang

memerlukan kajian analisis. Tujuan kedua adalah melihat dari segi dampak hukumnya

terhadap metode pembuktian yang lebih tepat dari dua ilmu hukum.

Dengan demikian, berdasarkan permasalahan yang telah disampaikan,

pembahasan skripsi ini bertujuan:

1. menjelaskan kekuatan hukum Alat Bukti dokumen surat atas Penyalahgunaan

Wewenang dan Penyimpangan Kebijakan Pengelolaan Daerah menurut Undang-

undang Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang Perbendaharaan Negara.

2. mengetahui metode pembuktian yang bagaimana untuk menunjukkan adanya

penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan kebijakan yang dilakukan kepala

Daerah dalam pengelolaan keuangan daerah.

1. 4 Kerangka Konsep

Dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini, ada beberapa konsep istilah yang

dikemukakan dan akan dipergunakan guna memberikan keterangan dan mempermudah

pemahaman, yaitu:

1. Alat bukti yang sah berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan

keterangan terdakwa.”8

2. Asas legalitas ialah (berarti pengertiannya): “tidak ada perbuatan yang dapat

dipidana tanpa perbuatan itu sebelumnya ditetapkan sebagai tindak pidana dalam

undang-undang.”9

8Indonesia (1), Undang-undang tentang Hukum Acara Pidana, UU No. 8 Tahun 1981, LN No. 43, TLN No. 3209, ps. 184 ayat (1).

9J.M. van. Hukum Pidana 1: Hukum Pidana Material Bagian Umum (Jakarta: Binacipta, 1984), hal. 49.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 19: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

8

3. Kerugian negara/daerah adalah “kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang

nyata dan pasti jumahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja

maupun lalai.”10

4. Kebijakan adalah ”dasar pedoman pengambilan keputusan berdasarkan prinsip

hukum yang patut.”11

5. Perbuatan (feit) adalah ”suatu perbuatan materiil.”12

6. Mengadili adalah ”serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan

memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di

sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang

ini.”13

7. Penyalahgunaan wewenang adalah ”perbuatan administrasi negara yang

bertentangan dengan hukum dan karena bertentangan dengan kepentingan umum

(in strijd met het algemeen belang).”14

8. Penyimpangan kebijakan adalah ”pejabat administrasi negara menggunakan

wewenangnya untuk menyelenggarakan suatu kepentingan umum untuk

kepentingan lain yang menjadi dasar wewenang itu.”15

9. keuangan daerah adalah ”semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka

penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di

10Indonesia (2), Undang-undang tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 1 Tahun 2004, LN No. 14, TLN No. 2351, ps. 1 angka 22.

11Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), hal. 78.

12R. Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP (Jakarta: Rajawali Press, 1991), hal. 58.

13Indonesia (1), op.cit. , ps. 1.

14E. Utrecht, Hukum Administrasi Negara (Jakarta: Ichtiar, 1964), hal. 126.

15Ibid., hal. 125.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 20: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

9

dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban

daerah tersebut.”16

10. Pengelolaan keuangan daerah adalah ”keseluruhan kegiatan yang meliputi

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan

pengawasan keuangan daerah.”17

1.5 Metode Penelitian

Untuk menganalisis dan membahas permasalahan hukum dalam skripsi ini titik

tolaknya diletakkan pada ilmu hukum, khususnya hukum acara pidana yang

bersinggungan pula dengan hukum administrasi negara, khususnya hukum administrasi

keuangan. Pada prinsipnya, keterkaitan topik ini dengan hukum administrasi negara

terletak pada pembahasan yang bersifat menelaah penyalahgunaan wewenang dan

penyimpangan kebijakan.

Apabila dikaitkan pendekatan hukum yang digunakan dalam penelitian ini,

metode penelitian yang digunakan pun mempunyai ciri-ciri yang sesuai dengan

kekhususan sebagai penelitian hukum normatif. Salah satu ciri khas yang muncul dalam

penelitian hukum normatif adalah ketersinggungannya dengan beberapa bahan hukum

primer yang penting, yaitu peraturan perundang-undangan yang terkait dengan topik yang

dibahas.

Berdasarkan sifatnya, penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang berupaya

memberikan gambaran mengenai metode pembuktian dan aspek hukum kebijakan

(policy) pada administrasi pengelolaan keuangan. Dari segi tujuannya, penelitian ini

merupakan penelitian preskriptif, di mana akan disampaikan dalam penelitian ini saran

16Indonesia (3), Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, PP No. 58 Tahun 2005, LN No. 140, TLN No. 4578, ps. 1 angka 5.

17Indonesia, op. cit., ps. 1 angka 6.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 21: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

10

dan analisis hukum terhadap berbagai masalah hukum dalam pembuktian dokumen surat

dalam kasus tindak pidana korupsi.

Dengan mendasarkan diri pada tujuan tersebut, sumber data yang dipergunakan

adalah data sekunder, yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan

bahan hukum tersier. Penggunaan data dan bahan hukum tersebut disebabkan penelitian

hukum senantiasa harus didahului dengan penggunaan studi dokumen atau bahan

pustaka. Penganalisisan, pengkonstruksian, dan pengolahan data akan dilakukan secara

kualitatif. Dengan demikian, diharapkan hasil penelitian akan disampaikan dalam bentuk

yang bersifat deskriptif-analitis.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini terdiri atas lima bab, yang masing-masing terdiri

atas beberapa sub-bab untuk mempermudah penganalisisan dan pengkonstruksian data.

Penyampaian tulisan akan dilakukan terpisah antara teori dan analisis hukumnya. Berikut

sistematika skripsi ini.

Bab 1 Pendahuluan

Bab ini menyampaikan gambaran umum yang mengungkapkan latar

belakang permasalahan yang mendasari penulisan skripsi, pokok

permasalahan, tujuan penelitian, kerangka konsep, metode penelitian, dan

sistematika penulisan.

Bab 2 Tinjauan Teoretis Pembuktian Dalam Perkara Tindak Pidana

Akan dibahas mengenai teori pembuktian dan kekuatan Pembuktian Alat

Bukti Surat/Dokumen.

Bab 3 Pembuktian Dokumen Surat Dalam Tindak Pidana Korupsi

Diuraikan pembuktian menurut Undang- undang Nomor 20 Tahun 2001 jo.

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi dan Pembuktian menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 22: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

11

2004 Tentang Perbendaharaan Negara, serta metode penentuan kerugian

negara/daerah dalam kaitannya dengan tindak pidana korupsi.

Bab 4 Analisis Hukum Pembuktian Kasus Penyalahgunaan Wewenang Dan

Penyimpangan Kebijakan Pengelolaan Keuangan Daerah Di Kabupaten

Musi Rawas

Akan diuraikan posisi kasus, kemudian kekuatan hukum alat bukti surat

atas penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan kebijakan pengelolaan

daerah, serta metode pembuktian yang dapat menunjukkan

pertanggungjawaban kepala daerah dalam hal terjadinya penyalahgunaan

wewenang dan penyimpangan kebijakan pengelolaan keuangan daerah.

Bab 5 Penutup

Bab ini merupakan bagian akhir dari penulisan skripsi yang berisi simpulan

dan disertai dengan beberapa saran.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 23: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN TEORETIS PEMBUKTIAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA

2.1 Teori Pembuktian

Pembuktian merupakan bagian dari proses hukum guna menemukan kebenaran

formil, sehingga hakim dapat memutus perkara sesuatu berdasarkan kecermatan dalam

menilai alat bukti, baik dalam kasus perdata maupun pidana. Pembuktian hakikatnya

merupakan proses dengan menggunakan alat-alat bukti yang sah, dilakukan tindakan

dengan khusus untuk mengetahui apakah suatu fakta atau pernyataan, khususnya fakta

atau pernyataan yang disengketakan di pengadilan, yang diajukan dan dinyatakan oleh

salah satu pihak dalam proses pengadilan telah benar atau tidak.

Oleh sebab itu, pembuktian menjadi penting dalam proses persidangan, sehingga

fokus utama hukum acara pidana adalah pembuktian guna menemukan kebenaran formil.

Di sisi lain, pembuktian akan mendeteksi dan membuktikan kebenaran dari isi dakwaan

yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum, yang tujuannya adalah untuk memperoleh

kebenaran terhadap:18

a. perbuatan manakah yang dapat dianggap terbukti menurut pemeriksaan persidangan;

b. apakah telah terbukti terdakwa bersalah atas perbuatan yang didakwakan kepadanya;

c. tindak pidana apakah yang dilakukan berkaitan dengan perbuatan itu;

d. hukuman apakah yang harus dijatuhkan kepada terdakwa.

Teori hukum pembuktian mengajarkan agar dalam proses pembuktian, alat bukti

yang dipergunakan memenuhi empat syarat, yaitu:19

18Martiman Prodjohamidjojo, Pembahasan Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, cet. 1 (Jakarta: Pradnya Paramita, 1989), hal. 133.

19Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian (Pidana dan Perdata) (Bandung: Citra Aditya Bhakti , 2006), hal. 4.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 24: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

13

(1) diperkenankan oleh undang-undang untuk dipakai sebagai alat bukti;

(2) reability, yaitu alat bukti tersebut dapat dipercaya keabsahannya;

(3) necessity, yaitu alat bukti tersebut memang diperlukan untuk membuktikan suatu

fakta;

(4) relevance, yaitu alat bukti tersebut mempunyai relevansi dengan fakta yang akan

dibuktikan.

Keempat syarat tersebut hakikatnya akan sangat menentukan relevansi dan

obyektivitas kebenaran pembuktian yang dilaksanakan dalam persidangan. Adapun

maksud membuktikan itu sendiri dapat diartikan dengan memberikan kepastian yang

layak menurut akal (redelijk) mengenai:

a. apakah suatu hal tertentu sungguh terjadi;

b. apa yang menjadi penyebabnya.

Adapun yang dimaksud dengan relevansi dan obyektivitas alat bukti disebabkan

alat bukti menjadi sangat menentukan keyakinan hakim dalam mengambil putusan, di

mana jika diterima hakim karena relevan dengan yang akan dibuktikan. Jika alat bukti

tersebut tidak relevan, pengadilan harus menolak bukti semacam itu karena menerima

bukti yang tidak relevan akan membawa risiko tertentu bagi proses pencarian keadilan.20

Proses relevansi pembuktian diperlukan karena pembuktian adalah proses “menyatakan

kebenaran atas sesuatu peristiwa, sehingga dapat diterima akal terhadap kebenaran

peristiwa tersebut.”21

Berdasarkan teori hukum, sumber hukum pembuktian dapat dikatagorikan

menjadi tiga bagian, yaitu “undang-undang, doktrin atau ajaran, dan yurisprudensi.”22

Dalam pembuktian pada hukum acara pidana, sumber hukum yang utama adalah

20Fuady, op.cit., hal. 27.

21Hari Sasangka dan Lily Rosita, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, cet. 1, (Jakarta: CV. Mandar Maju, 2003), hal. 11.

22Ibid.., hal. 15.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 25: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

14

Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau lazim disebut

sebagai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sementara itu, dalam

praktik, apabila menemui kesulitan dalam penerapannya atau menjumpai kekurangan

atau untuk memenuhi kebutuhan, dipergunakan doktrin dan/atau yurisprudensi.23

Berdasarkan hukum acara pidana, “pembuktian merupakan ketentuan yang

membatasi sidang pengadilan dalam usahanya mencari dan mempertahankan

kebenaran.”24 Dalam menggunakan alat bukti, semua pihak dalam proses peradilan tidak

dapat bertentangan dengan undang-undang, sehingga majelis hakim yang menangani

perkara harus cermat dan teliti dalam menilai dan mempertimbangkan kekuatan

pembuktian yang ditemukannya selama pemeriksaan sidang pengadilan.

Pembuktian dalam hukum acara sebagai “suatu sistem untuk mengetahui

bagaimana cara meletakkan suatu hasil pembuktian terhadap perkara yang sedang

diperiksa untuk membuktikan kesalahan terdakwa hakikatnya merupakan jalan untuk

berusaha guna mendekati sebanyak mungkin persesuaian antara keyakinan hakim dan

kebenaran sejati.”25 Secara umum teori sistem pembuktian dikenal empat sistem yang

pada dasarnya seperti diuraikan dalam sub-bab berikut ini.

(a) Teori Pembuktian Negatif (Negative Wettelijk Bewijs Theorie)

Teori ini merupakan gabungan antara sistem pembuktian menurut undang-undang

secara positif dan sistem pembuktian berdasar keyakinan hakim belaka. Teori

pembuktian menurut undang-undang secara negatif merupakan suatu sistem

keseimbangan dalam sistem yang saling bertolak belakang secara ekstrim. Perumusan

hasil penggabungan tersebut akan mengarahkan, “salah tidaknya seorang terdakwa

23Ibid.,hal. 10. 24Amin, op.cit., hal. 23. 25Prodjodikoro, op.cit., hal. 110.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 26: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

15

ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan dengan alat-alat bukti

yang sah menurut undang-undang.”26

Hal ini berarti pembuktian terhadap benar atau salahnya terdakwa ditentukan

berdasarkan keyakinan hakim yang dilandasi pada cara dan alat bukti yang sah menurut

undang-undang. Cara dan alat bukti yang sah tersebut harus saling mendukung, walaupun

mungkin keyakinan hakimlah yang paling dominan. Terdakwa dapat dinyatakan bersalah

jika kesalahan yang didakwakan kepadanya dibuktikan dengan cara dan alat bukti yang

sah menurut undang-undang sekaligus keterbuktian kesalahan tadi diikuti dengan

keyakinan hakim. Oleh sebab itu, untuk menyatakan salah atau tidaknya terdakwa

menurut sistem pembuktian undang-undang secara negatif, terdapat dua komponen,

yaitu:27

1. pembuktian harus dilakukan menurut ketentuan cara dan dengan alat bukti yang sah

menurut undang-undang;

2. keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas ketentuan cara dan dengan alat

bukti yang sah menurut undang-undang.

(b) Teori Pembuktian Positif (Positive Wettelijk Bewijs Theorie)

Dalam teori ini keyakinan hakim tidak berperan menentukan salah atau tidaknya

terdakwa karena yang menentukan adalah prinsip pembuktian dengan alat-alat bukti

yang ditentukan dalam undang-undang, sehingga undang-undang menetapkan alat bukti

yang dapat dipergunakan oleh hakim, cara hakim menggunakan alat bukti, serta kekuatan

pembuktian alat bukti yang demikian rupa digunakan dalam persidangan.28 Jika alat bukti

tersebut dipergunakan secara sah menurut undang-undang, hakim menetapkan keadaan

26Ibid. 27Ibid., hal. 800.

28Hamzah, op.cit., hal. 56.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 27: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

16

sah terbukti, meskipun hakim berkeyakinan bukti itu tidak benar. Teori ini berarti

menuntut hakim untuk mencari dan menemukan kebenaran salah atau tidaknya terdakwa

sesuai dengan tata cara berdasarkan undang-undang dan hakim harus mengesampingkan

faktor keyakinannya.Sistem ini menyingkirkan semua pertimbangan subyektif hakim dan

mengikat hakim dengan ketat menurut peraturan perundang-undangan pembuktian yang

ketat.29

(c) Teori Pembuktian Bebas Berdasarkan Alasan yang Logis (Conviction

Rasonnee Bewijs Theorie)

Teori ini merupakan sistem keyakinan hakim berperanan penting, tetapi hakim

dapat menghukum terdakwa apabila telah dinyakini perbuatan yang dilakukan terdakwa

terbukti kebenarannya dan keyakinan tersebut harus disertai alasan dan berdasarkan

rangkaian pemikiran (logika) yang dapat diterima secara rasional. Dengan demikian,

sistem pembuktian ini hakim dituntut untuk dapat menggunakan logika rasionalnya.

Dalam sistem pembuktian ini hakim wajib mengurai dan menjelaskan alasan yang

mendasari keyakinannya atas kesalahan terdakwa dan harus benar-benar dapat diterima

akal.30

(d) Teori Pembuktian Subyektif Murni atau Keyakinan Semata-mata

(Conviction La In time)

Teori ini menekankan pembuktian guna menentukan bersalah atau tidaknya

terdakwa hanya dilandasi berdasarkan keyakinan hakim, tidak masalah keyakinan

tersebut diperoleh dari mana. Disadari alat bukti berupa pengakuan terdakwa sendiri tidak

membuktikan kebenaran dan tidak menjamin terdakwa melakukan perbuatan yang

29Sebagaimana dikutip dalam Bemmelen, op.cit., hal. 67. 30Sasangka dan Rosita, op. cit., hal. 15.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 28: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

17

didakwakan. Teori ini memungkinkan pemidanaan tanpa didasarkan pada alat bukti

dalam undang-undang dan hakim mempunyai kebebasan penuh dengan tidak diawasi

sama sekali. Dengan demikian, sulit diawasi dan memungkinkan bagi hakim untuk

menyebutkan apa saja yang menjadi dasar keyakinannya. Hakim hanya mengikuti hati

nuraninya dan semua bergantung pada kebijaksanaan hakim dan terkesan hakim sangat

subjektif dalam menentukan terdakwa bersalah atau tidak.31

Dalam hukum pembuktian juga ditentukan siapa beban pembuktian (burden of

proof, burden of producing evidence) yang harus diletakkan. 32 Hukum sangat

menentukan secara langsung beban pembuktian tersebut untuk maksud mencapai

kebenaran formil dalam sidang. Dengan demikian, dalam menentukan beban pembuktian,

hukum haruslah hati-hati dan adil dalam penerapannya, sehingga akan secara optimal

mendekati kebenaran formil. Beban pembuktian sebagai ”suatu penentuan oleh hukum

tentang siapa yang harus membuktikan suatu fakta yang dipersoalkan di pengadilan,

untuk membuktikan dan menyakinkan pihak mana pun mengenai fakta tertentu.”33

Beban pembuktian sebagai kewajiban yang dibebankan kepada suatu pihak untuk

membuktikan suatu fakta di depan hakim yang sedang memeriksa perkara itu, yang

terdiri dari beban pembuktian biasa yang digunakan dalam kasus pidana biasa/umum,

yang berlaku asas hukum pidana umum, yaitu siapa yang mendalilkan atau menuduh,

diwajibkan membuktikannya. Oleh sebab itu, beban pembuktiannya berada di pihak

penyidik pada tahap penyidikan dan di pihak penuntut umum pada tahap persidangan

pengadilan, yang diatur dalam Pasal 66 KUHAP yang menyatakan tersangka atau

terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian dan Pasal 52 KUHAP yang menyatakan

“Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan peradilan, tersangka atau terdakwa

berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim.”

31Ibid., hal. 110.

32Fuady, op.cit., hal. 45.

33Ibid., hal. 45.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 29: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

18

Berdasarkan Penjelasan Pasal 52 KUHAP tersebut penerapan pembuktian

tujuannya agar pemeriksaan dapat mencapai hasil yang tidak menyimpang, sehingga

tersangka atau terdakwa harus dijauhkan dari rasa takut. Oleh karena itu wajib dicegah

adanya paksaan atau tekanan terhadap tersangka atau terdakwa.34 Hal ini berarti dalam

tindak pidana umum, pihak yang mendalilkan atau menuduh dikenakan beban

pembuktian.

Sementara itu, dalam tindak pidana khusus lazim digunakan beban pembuktian

terbalik, di mana tersangka atau terdakwa yang harus membuktikan dirinya tidak bersalah

atas perbuatan yang disangkakan atau dituduhkan kepadanya. Seluruh beban pembuktian

merupakan kewajiban terdakwa. Hal ini berarti dalam hal ini penuntut umum mendakwa

seseorang terdakwa, menjadi kewajiban terdakwa untuk dapat membuktikan dirinya tidak

bersalah. Terdakwa akan dinyatakan bersalah apabila dakwaan yang dituduhkan

kepadanya dapat dibuktikan secara hukum. Beban pembuktian terbalik merupakan suatu

bentuk penyimpangan asas hukum pidana yang berlaku universal, yaitu siapa yang

menuduh, maka dia yang harus membuktikan. Mengingat penyimpangan terhadap asas

umum yang berlaku universal tersebut, beban pembuktian terbalik ini apabila digunakan

harus dengan sangat hati-hati karena konsekuensinya terdakwa juga diberikan hak untuk

membuktikan dirinya tidak melakukan tindak pidana korupsi. Hal ini dilakukan untuk

menciptakan keseimbangan atas pelanggaran asas praduga tidak bersalah (presumtion of

innocence) dan menyalahkan diri sendiri (non self-incrimination) dengan perlindungan

hukum yang wajib diberikan kepada setiap orang.

Juga terdapat beban pembuktian biasa dan beban pembuktian terbalik murni di

mana terdakwa maupun penuntut umum memiliki kewajiban untuk membuktikan atau

beban pembuktian dibebankan kedua pihak. Penjelasan Pasal 37 UU Nomor 31 Tahun

34 Ketentuan Pasal 52 KUHAP ini berkaitan dengan prinsip universal tentang non-self incrimination tersangka atau terdakwa (hak tersangka atau terdakwa untuk tidak mempersalahkan dirinya sendiri) di mana hal ini ditunjang oleh Pasal 189 ayat (3) KUHAP yang menentukan keterangan terdakwa hanya dapat dipergunakan bagi dirinya sendiri.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 30: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

19

1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi hakikatnya menentukan

pembuktian terbalik yang bersifat terbatas dan berimbang, yaitu terdakwa mempunyai

hak untuk membuktikan dirinya tidak melakukan tindak pidana korupsi dan wajib

memberikan keterangan mengenai seluruh harta bendanya dan harta benda isterinya atau

suami, anak dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai

hubungan dengan perkara yang bersangkutan dan penuntut umum tetap berkewajiban

untuk membuktikan dakwaannya.

Berdasarkan Penjelasan Pasal 37 UU Nomor 31 Tahun 1999 diatur apabila

terdakwa dapat membuktikan dalilnya bahwa, “terdakwa tidak melakukan tindak pidana

korupsi,” hal tersebut tidak berarti terdakwa tidak terbukti melakukan korupsi. Hal ini

disebabkan penuntut umum masih berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya di

mana kebijakan tersebut merupakan konsekuensi logis berlakunya beban pembuktian

terbalik yang terbatas atau berimbang.

Terlepas pada beban pembuktian apapun, proses pembuktian dalam hukum acara

pidana sangat berat dan membutuhkan keyakinan yang besar, sebagaimana diatur dalam

Pasal 183 KUHAP yang menyatakan:

”Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Adanya ketentuan tersebut menjelaskan teori hukum pembuktian menyatakan tidak setiap

fakta dalam acara pidana harus dibuktikan dengan tingkat pembuktian yang tinggi. Untuk

fakta-fakta tertentu yang bersifat nyata dan terang, pembuktian tidak membutuhkan

proses pembuktian yang sangat berat. Dalam teori dinyatakan adanya tingkat

keterbuktian suatu proses pembuktian dalam sistem hukum Indonesia hanya dikenal dua

tingkatan, yaitu (a) tingkat keterbuktian secara keperdataan dan (b) tingkat keterbuktian

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 31: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

20

yang lebih kuat, yakni tingkat keterbuktian secara sah dan menyakinkan yang umumnya

diterapkan dalam hukum pidana.35

Relevansi dan pentingnya pembuktian mengidentifikasikan pembuktian sebagai

“ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang

dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang dzidakwakan kepada

terdakwa.”36 Sistem pembuktian yang dianut dalam KUHAP, yaitu didasarkan pada

Pasal 183 KUHAP yang menganut asas pembuktian menurut undang-undang secara

negatif.37 Hal ini disebabkan bersalah atau tidaknya seseorang melakukan tindak pidana

harus didasarkan pada kesalahannya dan terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat

bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan tindak pidana tersebut benar-

benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Adapun alat-alat bukti yang dipergunakan dalam KUHAP ditentukan dalam Pasal

184 KUHAP, yaitu:

a. keterangan saksi, yaitu semua dapat menjadi saksi kecuali yang ditentukan pasal

186 KUHAP yang meliputi keluarga, saudara atau suami dan isteri terdakwa. Saksi

disumpah terlebih dahulu, kecuali ditentukan pasal 171 KUHAP, yaitu anak di

bawah umur 15 tahun dan belum pernah kawin serta orang yang sakit ingatan atau

sakit jiwa meskipun ingatannya baik kembali. Bila tidak disumpah, keterangan

saksi hanya merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim.

Keterangan saksi bukanlah termasuk sebagai keterangan yang diperoleh dari orang

lain (testimonium de auditu).

b. keterangan ahli, yaitu yang didasarkan pasal 183 KUHAP yang merupakan

“pendapat seorang ahli yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan yang telah

35 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Jilid 1 (Jakarta: Pustaka Kartini, 1993), hal. 47.

36Ibid., hal. 793.

37Ibid., hal. 801.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 32: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

21

dipelajarinya, tentang sesuatu apa yang dimintai pertimbangannya.”38 Keterangan

ahli berbeda dengan keterangan saksi, mengingat keterangan ahli dapat berbentuk

tertulis sebagaimana visum et repertum.

c. Surat, yaitu yang diatur dalam Pasal 187 KUHAP di mana ditentukan secara

limitative yang dimaksud dengan surat meliputi:

1. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum

yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan

tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya

sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu;

2. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat

yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang

menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu

hal atau sesuatu keadaan;

3. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan

keahliannya mengenai sesuatu hal atau keadaan yang diminta secara resmi

daripadanya;

4. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat

pembuktian yang lain.

d. Petunjuk, yaitu ditentukan dalam pasal 184 KUHAP yang merupakan alat bukti

sebagai inovasi dalam hukum acara pidana. Petunjuk dalam hal ini

adalah, ”perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara

yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.”39

e. keterangan terdakwa, yaitu tidak hanya berupa pengakuan, tetapi juga penyangkalan,

ataupun pengakuan sebagian dari perbuatan atau keadaan.

38Hamzah, op.cit., hal. 281.

39Ibid., hal. 286.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 33: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

22

2.2 Kekuatan Pembuktian Alat Bukti Surat/Dokumen

KUHAP menyatakan alat bukti surat yang diatur dalam Pasal 187 adalah surat

sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, yang dibuat atas sumpah jabatan

atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:

a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum

yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan

tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri,

disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;

b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat

yang dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam tata laksana yang

menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal

atau sesuatu keadaan;

c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan

keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi

dan padanya;

d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat

pembuktian yang lain.

KUHAP tidak menjelaskan hubungan alat bukti surat dalam hukum perdata dan

hukum pidana. Dalam HIR dan Ned. Sv. yang lama ditentukan ketentuan mengenai

kekuatan pembuktian dari surat-surat umum maupun surat-surat khusus di dalam hukum

acara perdata berlaku juga di dalam penilaian hukum acara pidana mengenai kekuatan

bukti surat. Akan tetapi, dalam Ned. Sv. yang baru tidak lagi mengatur hal demikian

karena hakim yang harus kecermatan dalam mempertimbangkan bukti berupa surat.

Dalam hal ini KUHAP juga tidak mengatur ketentuan tersebut, sehingga hakim yang

diserahkan pertimbangan dalam menilai alat bukti surat. Dalam hal ini hanya akta otentik

yang dapat dipertimbangkan, sedangkan surat di bawah tangan seperti dalam hukum

perdata tidak dipergunakan lagi dalam hukum acara pidana.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 34: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

23

Namun, sesuai dengan Pasal 187 butir d, surat di bawah tangan ini masih

mempunyai nilai jika ada kaitannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. Misalnya,

keterangan saksi yang menerangkan saksi telah menyerahkan uang kepada terdakwa.

Keterangan ini merupakan satu-satunya alat bukti di samping sehelai surat tanda terima

(kuitansi) yang ada kaitannya dengan keterangan saksi mengenai pemberian uang kepada

terdakwa, cukup sebagai bukti minimum sesuai dengan Pasal 183 KUHAP dan Pasal 187

butir d KUHAP.

Kekuatan alat bukti surat dewasa ini juga berkembang ke arah pembuktian

elektronik, di mana surat tidak hanya berbentuk hardcopy, tetapi juga softcopy. Sesuai

dengan asas the best evidence rule yang menyatakan suatu pembuktian terhadap isi

subtansial dari suatu dokumen/fotografi harus dilakukan dengan membawa ke

pengadilan. 40 Adanya dokumen tersebut hakikatnya merupakan penatalaksanaan

berkaitan dengan fakta yuridis yang akan disampaikan. Menurut teori hukum, dokumen

termasuk sebagai alat bukti surat yang berkepentingan dengan pembuktian guna

mencapai kebenaran materiil yang akan dipenuhi, misalnya dokumen keuangan yang

sangat menentukan siapa yang bertanggung jawab dalam pengeluaran uang dan/atau

penerimaan barang. Secara konseptual, alat bukti surat membutuhkan otentisitas atau

keaslian yang membuktian suatu dokumen atau surat memenuhi keberadaannya dan

keasliannya. Dalam hal ini, para pihak memberikan dasar keaslian atas alat bukti surat

dengan maksud menyakian hakim mengenai terpenuhi atau tidaknya mengenai unsur

yang melawan hukum.

Dalam dokumen atau surat yang bersifat ditandatangani, menjadi penting karena

tanda tangan akan sangat berarti menentukan keabsahan dan juga pihak yang

bertanggung jawab. Secara konseptual, tandatangan dibutuhkan sebagai identitas para

pihak, mengkaitkan dengan isi dan dokumen, memberikan kepastian mengenai telah

40Fuady, op.cit., hal. 152.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 35: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

24

terlibatnya atau tidak dalam suatu perbuatan yang dinyatakan dalam surat, serta

menunjukkan tempat keberadaan dokumen surat tersebut.41

Berkaitan dengan syarat hukum yang menghendaki tandatangan dalam suatu

dokumen atau surat, hal ini sangat penting pada dokumen penerimaan dan pengeluaran

keuangan yang membutukan validasi atau keabsahan dari pihak yang diberikan beban

untuk itu. Dalam pengeluaran keuangan negara/keuangan daerah misalnya jelas

dinyatakan dalam Pasal 18 ayat (2), yaitu:

”Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBN/APBD bertanggung jawab atas kebenaran manteriil dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud.”42

Adanya ketentuan tersebut menjelaskan dua hal, yaitu surat bukti yang

ditandatangani merupakan alat bukti surat yang bersifat surat yang dibuat menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenal

hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang

diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan. Kedua, surat

pengeluaran uang termasuk bukti formil yang menentukan pula siapa yang bertanggung

jawab dan memiliki akibat untuk itu. Dengan demikian, secara yuridis, ketentuan

peraturan perundang-undangan pengelolaan keuangan negara juga merumuskan

pertanggungjawaban berkaitan dengan pihak yang menandatangani dokumen atau alat

bukti tersebut. Pertanggungjawaban ini dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-undang Nomor

17 Tahun 2003 dinyatakan, ”Menteri/Pimpinan lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota yang

terbukti melakukan penyimpangan kebijakan yang telah ditetapkan dalam undang-undang

41Fuady, op.cit., hal. 158.

42Indonesia (2), op.cit., ps. 18 ayat (3).

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 36: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

25

tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD/APBN/Peraturan Daerah tentang APBD

diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Aturan tersebut menjelaskan maksud rumusan pertanggungjawaban pidana berkaitan

dengan pengeluaran uang atas beban APBN/APBD berdasarkan kebijakan akan menjadi

tanggung jawab pimpinan lembaga atau daerah. Namun, undang-undang juga

merumuskan penandatangan atas dokumen menjadi penting karena peraturan perundang-

undangan menghendaki adanya alat bukti surat atau dokumen yang bersifat materiil yang

akan menentukan siapa yang bertanggung jawab.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 37: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

BAB 3

PEMBUKTIAN DOKUMEN SURAT DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

3.1 Pembuktian Dokumen Surat menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

jo. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi

Dalam pembuktian perkara korupsi di pengadilan tindak pidana korupsi

hakikatnya sama dengan proses pembuktian di pengadilan pada umumnya. Hal ini sesuai

dengan ketentuan Pasal 26 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-undang

Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Nomor 20

Tahun 2001 jo. UU Nomor 31 Tahun 1999) yang menyatakan pemeriksaan di sidang

pengadilan terhadap tindak pidana korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara pidana

yang berlaku.43 Akan tetapi, UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. UU Nomor 31 Tahun 1999

menentukan beberapa hal khusus yang berkaitan dengan pembuktian, misalnya Pasal 27

yang menyatakan jika tindak pidana korupsi mengalami kesulitan dalam pembuktiannya,

dibentuk tim gabungan di bawah koordinasi jaksa agung. Menurut Penjelasan Pasal 27

UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. UU Nomor 31 Tahun 1999, maksud ”tindak pidana

korupsi yang sulit pembuktiannya,” merupakan tindak pidana korupsi di bidang

perbankan, perpajakan, pasar modal, perdagangan, dan industri, komoditas berjangka,

atau di bidang moneter dan keuangan yang:

a. bersifat lintas sektoral;

b. dilakukan dengan menggunakan teknologi canggih;

c. dilakukan oleh tersangka/terdakwa yang berstatus sebagai penyelengga negara

sebagaimana ditentukan UU Nomor 28 Tahun 1999.

43 Tim YLBHI Surabaya, Hukum Acara Pidana dan Tindak Pidana Korupsi dalam Diskusi (Surabaya: LBH Surabaya dan PT Bina Ilmu Surabaya, 2002), hal. 3.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 38: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

27

Dalam hal pembuktian dokumen surat lazimnya dilakukan untuk membuktikan

unsur melawan hukum dan unsur merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Misalnya dalam Pasal 29 dinyatakan dapatnya penyidik dan hakim meminta keterangan

kepada bank tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa. Selain itu, Pasal 30 UU

Nomor 20 Tahun 2001 jo. UU Nomor 31 Tahun 1999 menyatakan kemungkinan adanya

pembuktian adanya dugaan melawan hukum dengan cara ”membuka, memeriksa, dan

menyita surat dan kiriman melalui pos, telekomunikasi, atau alat yang dicurigai

mempunyai hbuungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa.44

Secara teoretis, pembuktian terhadap dokumen surat pada delik korupsi memiliki

karateristik dalam membuktikan unsur melawan hukum dan merugikan keuangan negara

atau perekonomian negara. Hal yang khusus dan melekat dalam delik korupsi inilah yang

mendorong pembuktian terhadap alat bukti dokumen bersifat khusus dalam penegakan

tindak pidana korupsi, yang berbeda dengan penegakan tindak pidana lain.45

Pembuktian dokumen surat pada tindak pidana korupsi lebih menekankan pada

pembuktian dalam hukum pidana formal korupsi yang berbeda dengan hukum pidana

formal umum, yaitu menekankan pada adanya bukti permulaan yang cukup dari auditor

mengenai adanya dugaan kerugian keuangan negara. Hal ini tentu berdasarkan sistem

pembuktian terbalik (Pasal 37 jo 12B ayat (1) huruf a), “terdakwa berhak untuk

membuktikan bahwa dirinya tidak melakukan tindak pidana korupsi. Sedangkan pada

ayat (2) pasal itu menyatakan bahwa “dalam hal terdakwa dapat membuktikan bahwa ia

tidak melakukan tindak pidana korupsi, maka pembuktian tersebut dipergunakan oleh

pengadilan sebagai dasar untuk menyatakan bahwa dakwaan tidak terbukti.” Dengan

demikian, terdakwa menunjukkan tiadanya kekurangan uang, surat, atau surat berharga

akibat perbuatan melawan hukum.

44A. Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, edisi revisi, (Jakarta: Arikha Media, 2006), hal. 191.

45Ibid., hal. 229.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 39: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

28

Dalam kasus tindak pidana korupsi, beban pembuktian untuk menyampaikan

adanya kerugian keuangan negara atau perekonomian negara dibuktikan Jaksa Penuntut

Umum dengan menyampaikan dokumen surat adanya audit (pemeriksaan) terhadap kasus

tersebut yang diduga melibatkan tersangka atau terdakwa.46 Oleh sebab itu, terdakwa

perlu membuktikan dirinya tidak bersalah melakukan tindak pidana dengan

menyampaikan surat yang berbeda dengan surat yang dinyatakan Jaksa Penuntut Umum.

Sistem pembuktian ini sesuai dengan prinsip umum pembuktian, yaitu siapa yang

mendakwakan sesuatu secara in casu Jaksa Penunut Umum yang dibebani kewajiban

untuk membuktikan kebenaran yang didakwakannya.

Sistem pada hukum pidana khusus menekankan pembebanan pembuktian terbalik

sesuai dengan Pasal 37 ini diterapkan dengan bukti surat. Sistem pembuktian terbalik

menurut Pasal 37 diterapkan pada tindak pidana selain yang dirumuskan dalam Pasal 2, 3,

4, 14, dan 15, UU Nomor 31 Tahun 1999 dan Pasal 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan 11 UU Nomor

201 Tahun 2001. Hal ini karena bagi tindak pidana menurut pasal yang disebutkan tadi

pembuktiannya membutuhkan pembuktian atas dokumen surat.

Kewajiban terdakwa untuk memberikan keterangan mengenai harta kekayaanya

juga membutuhkan pembuktian dokumen surat, yaitu apabila terdakwa tidak dapat

membuktikan kekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilannya, ketidakdapatan

membuktikan ini digunakan untuk memperkuat bukti yang sudah ada, yaitu terdakwa

telah melakukan tindak pidana korupsi. Apabila terdakwa tidak dapat membuktikan

dirinya tidak melakukan tindak pidana korupsi atau perkara pokoknya sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2, 3, 4, 13, 14, 14, dan 16 UU Nomor 31 Tahun 1999 dan Pasal 5,

6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 12 UU Nomor 20 Tahun 2001, penuntut umum tetap wajib

membuktikan dakwaannya atau membuktikan terdakwa telah melakukan tindak pidana

korupsi. Sistem pembuktian yang demikian ini, dapat disebut dengan sistem semi terbalik,

46Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek (Bandung: Mandar Maju, 2001), hal. 57.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 40: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

29

tetapi tidak tepat disebut dengan sistem terbalik murni. Hal ini disebabkan tindak pidana

korupsi tersebut terdakwa dibebani kewajiban untuk membuktikan tidak melakukan

korupsi, yang apabila tidak berhasil, keadaan tidak berhasil itu dipergunakan untuk

memberatkannya. Namun, begitu jaksa juga tetap berkewajiban untuk membuktikan

terdakwa melakukan tindak pidana korupsi.

3.2 Pembuktian menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang

Perbendaharaan Negara

Pembuktian menurut UU Nomor 1 Tahun 2004 mendasarkan pada ketentuan

mengenai surat yang harus ditandatangani oleh pihak yang memiliki kewenangan.

Menurut beberapa peraturan perundang-undangan berkaitan dengan kedudukan keuangan

daerah, kepala daerah mempunyai kewenangan dalam pengelolaan keuangan daerah

diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara

juga pada Pasal 5 ayat (2) PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan keuangan

Daerah, yang menggantikan PP Nomor 105 Tahun 2000, kewenangan kepala daerah

sebatas pada pengambilan kebijakan yang bersifat makro atas anggaran dan barang dan

menetapkan pejabat yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah.47 Kewenangan

kepala daerah tersebut dibuktikan dengan beberapa dokumen formal keuangan daerah

berupa peraturan daerah yang mengatur anggaran pendapatan dan belanja daerah,

dokumen plafon anggaran daerah, dan dokumen persiapan anggaran berjalan. Semua

dokumen tersebut merupakan bukti surat bagi kepala daerah dalam pengeluaran keuangan

daerah.48

47 Dian Puji N. Simatupang (a), “Beberapa Kewenangan Kepala Daerah dalam Pengelolaan Keuangan Daerah,” (Makalah yang disampaikan dalam Rapat Kerja Kepala Daerah se-Sumatera di Palembang, 23 Oktober 2007), hal. 2.

48Hal ini diatur dalam peraturan pemerintah yang mengatur pengelolaan keuangan daerah, yang terakhir diatur dalam PP Nomor 58 Tahun 2005.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 41: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

30

Akan tetapi, dalam wewenang pengelolaan keuangan daerah, kepala daerah tidak

memiliki kewenangan langsung dalam pengeluaran uang karena kekuasaan kepala daerah

dalam kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan oleh kepala satuan kerja

pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola keuangan daerah yang bertindak

sebagai bendahara umum daerah, yang menurut Pasal 5 ayat (4) PP Nomor 58 Tahun

2005 dijabat oleh Sekda.49 Aturan tersebut mengatur siapa yang bertanggung jawab atas

pelaksanaan pengelolaan uang, termasuk di dalamnya pengeluaran uang daerah di mana

secara hukum ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, dan UU Nomor 1 Tahun 2004, dan

PP Nomor 58 tahun 2005 menegaskan adanya pelimpahan kekuasaan berupa delegasi

dari kepala daerah kepada sekda untuk melaksanakan pengelolaan keuangan. Hal ini

berarti dokumen yang ditandatangani oleh kepala daerah adalah sebatas pada kebijakan

makro keuangan daerah berdasarkan APBD, tetapi tidak mendasarkan pada teknis

pengeluaran uang.50

Dalam perspektif hukum administrasi negara, kepala daerah memang tidak

memiliki kewenangan tertulis dalam bentuk dokumen penandatanganan pengeluaran

uang, kecuali yang bersifat makro, yaitu kebijakan anggaran saja. Dengan demikian,

dokumennya hanya sebatas pada dokumen APBD sebagai bentuk pertanggungjawaban

anggaran yang dilakukan pemerintah daerah. Namun, untuk pengelolaan secara teknis,

kepala daerah melimpahkan wewenang secara delegasi tanggung jawab yang ada di

kepala daerah kepada sekda. Dalam ketentuan UU Nomor 1 Tahun 2004, garis pedoman

pengelolaan keuangan negara dan daerah di Indonesia menganut sifat delegasi di mana

kepala pemerintahan mendelegasikan kepada pejabat yang melaksanakan tanggung jawab

bidang pengelolaan anggaran tersebut yang bertindak sebagai bendahara umum

49Simatupang (a), op.cit., hal. 4.

50Ibid.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 42: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

31

negara/daerah. Misalnya Presiden kepada Menteri Keuangan sebagai bendahara umum

negara dan kepala daerah kepada sekda sebagai bendahara umum daerah.51

Dalam kedudukannya sebagai bendahara umum daerah, kewenangan yang

dimiliki sekda antara lain menyusun kebijakan dan pedoman APBD, mengesahkan

dokumen pelaksanaan anggaran, pengendalian pelaksanaan APBD. Di sisi lain, Sekda

juga berkedudukan sebagai pejabat pengguna anggaran yang tugasnya harus menguji atas

adanya pengeluaran. Dengan demikian, bukti surat yang diperlukan dalam pengeluaran

uang berada di tangan Sekda dan bukan pada kepala daerah sebagai pelaksana kebijakan

secara makro. Hal ini menunjukkan bukti surat bagi pengeluaran uang secara materiil

diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 menganut sistem pembuktian materiil dengan

menetapkan beberapa bukti surat untuk pencairan uang, yaitu:52

a. kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh pengguna anggaran;

b. menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBD yang tercantum dalam

perintah pembayaran;

c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan berdasarkan surat otorisasi atau

keberadaan uang;

Apabila melihat rangkaian proses pengeluaran uang, khususnya dalam

pengelolaan keuangan daerah, pengeluaran uang tidak dapat dilakukan pejabat pengelola

keuangan daerah dengan dasar petunjuk atau lisan pejabat tertentu, sehingga dibutuhkan

adanya surat dokumen terhadap pengeluaran uang. Petunjuk atau ucapan lisan tidak dapat

menjadi dasar pengeluaran uang, pejabat pengelola anggaran dalam lingkup manapun

harus menjadikan bukti surat berupa dokumen pelaksanaan anggaran sebagai dasar

pengeluaran uang. Adanya dokumen pun harus diuji atas beban uang tersebut dan

memerintahkan pembayaran. Dengan kata lain, pejabat pengelolaan keuangan daerah dan

51Ibid., hal. 7.

52Indonesia (2), op.cit., ps. 27

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 43: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

32

pengguna anggaran harus menguji kebenaran material surat-surat, dan tidak dapat atas

dasar petunjuk oleh siapapun.53

Perintah lisan kepala daerah kepada pejabat pengelola keuangan daerah atau

pejabat pengguna anggaran atau bendaharawan tidak dapat dijadikan sebagai dasar untuk

pengeluaran uang atau pembayaran uang. Pejabat pengelola keuangan daerah atau

pengguna anggaran tidak dapat menjadikan perintah lisan sebagai dasar pengeluaran uang

karena UU Nomor 1 Tahun 2004 menetapkan adanya bukti materiil berupa surat sebagai

pencairan dana. Setiap pengeluaran uang terkait dengan dokumen pelaksanaan anggaran

yang telah disahkan, dan pengguna anggaran harus menguji kebenaran materiil atas surat

bukti, meneliti kebenaran dokumen dan syarat kelengkapan lain, meneliti tersedianya

dana, sebelum membayarkan. Secara yuridis, pejabat pengelola keuangan daerah dan

pengguna anggaran bertanggung jawab jika proses pengujian tidak dilakukan, hingga

dilakukan pembayaran.54

Pejabat yang menandatangani dokumen yang berkaitan dengan tindakan

pengeluaran uang tanpa adanya bukti materiil yang cukup menurut Pasal 18 ayat (3) UU

Nomor 1 Tahun 2004 jelas menyatakan pejabat yang menandatangani dan atau

mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan bukti atau dasar pengeluaran uang atas

beban APBD bertanggung jawab atas kebenaran materiil dan akibat yang timbul atas

penggunaan dokumen tersebut. Dengan demikian, UU Nomor 1 Tahun 2004 tidak

mengenal perintah lisan sebagai dasar pengeluaran uang, kalau pun ada, bendahara umum

daerah harus meneliti, menguji kebenaran, dan menguji ketersediaan dana sebelum

dikeluarkan.

Jika tidak memenuhi syarat, Pasal 20 ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2004

mensyaratkan bendahara umum menolak pengeluaran dana, dengan alasan tidak

53Dian Puji N. Simatupang (b), “Beberapa Aspek Hukum Administrasi Negara berkaitan dengan Kewenangan Pengelolaan Keuangan Daerah,” (Paper dalam Diskusi dengan DPRD Jawa Timur, 22 Agustus 2008), hal. 2.

54Ibid.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 44: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

33

terpenuhinya bukti materiil yang cukup untuk pengeluaran uang. Selain itu, diatur dalam

Pasal 65 ayat (3) huruf e PP Nomor 58 Tahun 2005 yang menyatakan Bendahara Umum

Daerah, yaitu Sekda wajib menolak adanya permintaan uang tanpa bukti dokumen yang

mencukupi. Bendahara Umum Daerah bertanggung jawab secara pribadi atas

pembayaran yang dilaksanakannya jika mengabaikan persyaratan bukti materiil yang

cukup tersebut. Sementara itu, jika ada keputusan kepala daerah tentang otorisasi

anggaran belanja daerah hanyalah menunjukkan peran kepala daerah dalam pencairan

pengeluaran uang tidak termasuk dalam fungsi pembuktian uang, tetapi lebih pada

merupakan dokumen yang menyatakan tersedianya dana untuk melaksanakan suatu

kegiatan yang nanti akan menjadi dasar penerbitan surat permintaan pembayaran. Surat

keputusan kepala daerah bukan menjadi dasar pengeluaran uang, karena pengeluaran

uang harus diuji terlebih dahulu dengan bukti materiil, yang kemudian diuji oleh pejabat

pengguna anggaran. Sesuai dengan kewenangannya, Sekda selaku bendahara umum

daerah menguji dan melakukan penelitian atas kebenaran materiil dan menyampaikan

surat penolakan jika memang pengeluaran itu tidak sesuai dengan ketentuan, dan tidak

menandatangani dokumen tersebut demi kepentingan hukum.55

3.3 Metode dalam Menentukan Kerugian Negara/Daerah dalam Kaitannya

dengan Tindak Pidana Korupsi Menurut Hukum Keuangan Publik

Metode kerugian keuangan negara berdasarkan hukum keuangan publik adalah

didasarkan pada perhitungan yang jelas dan pasti dan dilakukan oleh suatu badan yang

berwenang untuk melakukan hal itu, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menurut

Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa

Keuangan. Menurut Pasal 1 angka 10 UU Nomor 1 Tahun 2004, kerugian negara adalah

“kekurangan uang, barang, dan surat berharga yang jelas dan pasti sebagai akibat

55Lihat PP Nomor 58 Tahun 2005.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 45: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

34

perbuatan melawan hukum dan/atau kelalaian.”56 Dengan kata lain, perhitungan kerugian

keuangan negara harus bersandarkan pada metode yang jelas dan pasti, baik karena

adanya perbuatan melawan hukum atau karena kelalaian administrasi.

Menurut teori hukum keuangan publik, kerugian negara harus mendasarkan pada

dua pemeriksaan yang saling berkaitan dan komprehensif, yaitu pemeriksaan finansial

yang ditujukan pada dua hal, yaitu perhitungan secara akuntansi (standard of accounting)

dan penilaian ketaatan pada peraturan perundang-undangan (compliance with applied to

laws and regulation) dan pemeriksaan performance yang menilai dari segi terlaksananya

kemanfaatan, efisiensi, efektivitas, kondisi ekonomi, dan keadaan tertentu. Dengan

demikian, perhitungan kerugian negara tidak hanya ditujukan pada aspek pemeriksaan

finansial karena akan menyebabkan perhitungan kerugian negara secara parsial.57 Dalam

beberapa kasus pidana korupsi yang terjadi, perhitungan kerugian keuangan negara

dilakukan hanya dengan menghitung kerugian keuangan negara, tanpa melakukan

pemeriksaan terlebih dahulu, sebagai dianggap terpenuhinya unsur merugikan keuangan

negara. Padahal, perhitungan kerugian keuangan negara berbeda dengan pemeriksaan, di

mana pemeriksaan akan menghasilkan opini, sedangkan perhitungan kerugian keuangan

negara tidak memberikan dasar opini apapun.58 Dalam menentukan kerugian negara,

sejak berlakunya Indische Comptabliltet Wet 448 Tahun 1925 atau undang-undang

perbendaharaan negara, untuk menentukan adanya kerugian negara tidak hanya

berpatokan pada aspek yuridis akuntasi, tetapi mempertimbangkan semua aspek yang

terjadi pada saat itu.

Ada peristiwa hukum pada 1956, ketika seorang bendahara di rumah sakit di

Bandung yang juga seorang dokter dinyatakan melakukan penyimpangan keuangan

56Indonesia (2), op.cit., ps. 1 angka 22.

57 Dian Puji N. Simatupang (c), “Identifikasi Pemeriksaan dikaitkan dengan Ruang Lingkup Keuangan Negara di Indonesia,” (Bahan Perkuliahan Hukum Keuangan Publik pada Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Maret 2008), hal. 3.

58Ibid. hal. 7.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 46: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

35

rumah sakit, sehingga dinyatakan merugikan keuangan negara. Dalam konteks ini, yang

bersangkutan melakukan pembelaan karena situasi keadaan pasca-revolusi kemerdekaan

dan banyaknya tentara yang terluka sebagai akibat banyaknya pemberontakan, yang

bersangkutan tidak dapat memenuhi standar akuntasi yang semestinya atau

pertanggungjawaban keuangan secara semestinya. Dalam hal ini DPR sebagai otorisator

APBN menyatakan tindakan yang dilakukan dokter dalam pengelolaan keuangan tidak

dapat dikatagorikan merugikan keuangan negara karena kondisi dan situasi yang

demikian, juga karena penunjukan sebagai bendahara dilakukan secara tergesa-gesa. Oleh

sebab itu, dibebaskan dari adanya kerugian negara. Dengan demikian, DPR sebagai

pemilik kedaulatan anggaran dan otorisator anggaran negara membebaskan dari adanya

kerugian negara dengan pertimbangan yang kerugian yang terjadi akan lebih besar jika

bendahara dokter tersebut melakukan sesuai dengan standar akuntasi pada saat itu,

kerugiannya adalah pelayanan publik akan terganggu dan tidak akan terlayani dengan

baik.59

Menurut peraturan perundang-undangan, lembaga yang berwenang menentukan

perhitungan kerugian keuangan negara diatur dalam Pasal 35 ayat (2) UU Nomor 17

Tahun 2003, Pasal 62 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2004, dan Pasal 22 UU Nomor 15

Tahun 2004 menyatakan BPK merupakan lembaga negara yang berwenang memperoleh

informasi, pihak yang diberitahukan, dan yang menetapkan besaran ganti kerugian

melalui surat keputusan yang bersifat penetapan pertanggungjawaban mutlak. Jauh

sebelumnya Pasal 74 dan 77 ICW mengatur BPK yang menetapkan adanya kerugian

negara, dan juga Pasal 3 UU Nomor 5 Tahun 1973 menyatakan mengharuskan BPK

melaporkan kepada pemerintah adanya sangkaan kerugian negara. Dengan demikian,

BPK berhak dan berwenang melakukan pemeriksaan keuangan jika diduga ada unsur

merugikan keuangan negara. Secara konstitusional, BPK juga yang berhak melakukan

59 Lihat kasus ini dalam buku Arifin P. Soeria Atmadja, Mekanisme Pertanggungjawaban

Keuangan Negara: Tinjauan Yuridis (Jakarta: Gramedia, 1988), hal. 43.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 47: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

36

pemeriksaan terhadap keuangan negara secara keseluruhan, baik pengelolaan maupun

tanggung jawab. Pasal 23E ayat (1) UUD 1945 menyatakan BPK melakukan

pemeriksaan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Tindakan yang sering dilakukan penyidik dalam upaya mengidentifikasi unsur

kerugian negara dengan melakukan kerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan (BPKP) sebenarnya tidak dapat dibenarkan dalam menghitung kerugian

keuangan negara. BPKP yang dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 31 Tahun 1983

merupakan lembaga pemeriksa internal pemerintah yang dimaksudkan membantu

presiden dalam menjalankan fungsi pengawasan di lingkungan pemerintahan dan

pengendalian manajemen pemerintahan. Sebagai bagian dari pemerintahan BPKP

mengawasi apakah setiap perencanaan kegiatan pemerintahan sejalan dengan

pelaksanaannya. Idealnya BPKP ditujukan melakukan pemeriksaan pengelolaan

keuangan negara yang terjadi pada lingkup instansi pemerintahan dan menjadi penguji

hasil pemeriksaan yang dilakukan itjen departemen/inspektur utama kementerian dan

hasil pemeriksaan yang dilakukan badan pengawasan daerah. Pengawasan yang

dilakukan BPKP terhadap pengelolaan keuangan negara lebih bersifat pre-audit, artinya

bagaimana perencanaan sesuai dengan pelaksanaannya.60

BPKP tidak berwenang melakukan perhitungan kerugian keuangan negara karena

dalam peraturan perundang-undangan, baik ICW maupun paket undang-undangan

keuangan negara yang sekarang berlaku dan UU Nomor 5 Tahun 1973, BPKP tidak

diarahkan untuk melakukan perhitungan kerugian negara. BPK merupakan lembaga yang

berwenang melakukan perhitungan kerugian keuangan negara yang ditujukan pada

APBN. Bahkan, Pasal 23E ayat (1) UUD 1945 perubahan ketiga sangat tegas

memberikan kewenangan kepada BPK untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan

tanggung jawab keuangan negara.

60Simatupang (c), op.cit., hal. 4.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 48: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

37

Kewenangan BPK dalam kondisi adanya tuntutan kerugian keuangan negara

diatur dalam Pasal 58 ICW telah mendudukkan BPK untuk melakukan perhitungan atas

adanya kerugian kepada negara kepada bendahara, Pasal 3 UU Nomor 5 Tahun 1973

menentukan BPK memberitahukan kepada pemerintah adanya dugaan kerugian negara.

Pemerintah dalam hal terjadinya tindak pidana dilaporkan kepada kepolisian dan

kejaksaan. Dalam Pasal 60 UU Nomor 1 Tahun 2004 BPK dilaporkan adanya kerugian

negara, yang kemudian ditetapkan ganti kerugiannya menurut Pasal 62 ayat (1) UU

Nomor 1 Tahun 2004 oleh BPK. Dengan demikian, penentuannya dilakukan BPK, jika

ada unsur pidana, Pasal 62 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2004 mengatur BPK

menindaklanjuti kepada pihak yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-

undangan. Akan tetapi, menurut Pasal 22 UU Nomor 1 Tahun 2004, BPK menerbitkan

surat penetapan surat adanya kekurangan tersebut, yang kemudian yang bersangkutan

mengajukan keberatan. Selain itu, menurut Pasal 13 UU Nomor 15 Tahun 2004 Tentang

Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK melakukan

pemeriksaan investigatif jika terdapat indikasi kerugian negara dan Pasal 14 UU Nomor

15 Tahun 2004 juga mengatur jika ada unsur pidana dilaporkan BPK kepada instansi

yang berwenang.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 49: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

BAB 4

ANALISIS HUKUM PEMBUKTIAN KASUS PENYALAHGUNAAN WEWENANG DAN PENYIMPANGAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN

KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN MUSI RAWAS

4.1 Posisi Kasus

Kasus ini merupakan kasus tindak pidana korupsi di mana terdapat dugaan

tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang atau penyimpangan dana Saldo kas

Daerah Pemda Kabupaten Musi Rawa (Mura), Sumatera Selatan pada Pos Belanja

Sekretaris Daerah Kabupaten Musi Rawas Tahun Anggaran 2004 senilai Rp

1.800.000.000,- (satu milyar delapan ratus juta rupiah) yang dibayarkan kepada

pimpinan dan anggota DPRD kabupaten Musi Rawas periode 1999-2004. Bupati pada

saat itu diduga sengaja secara bersama-sama atau turut melakukan atau menyuruh

melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain dan atau suatu korporasi

yang dilakukan tersangka Bupati dan kawan-kawan yang terjadi sekitar bulan Mei dan

bulan Juni 2004 di kantor Pemerintahan Kabupaten Musi Rawas jalan Yos Sudarso No.

2 Km. 7 Kemelak Lubuk linggau, atas perbuatan tersangka negara dirugikan setidak-

tidaknya sebesar Rp. 1.800.000.000,- (satu milyar delapan ratus juta Rupiah). Terhadap

Tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 20

Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo. Pasal 55

ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Posisi kasus bermula pada 2004 di Kabupaten Mura Provinsi Sumatera Selatan

antara bulan Mei dan Juni 2004 diduga telah terjadi tindak pidana korupsi di

Pemerintahan Kabupaten Musi Rawas oleh Bupati Ir. Ibnu Amin, M.Sc. Kasusnya

berawal dari pengangkatan Ir.H. Ibnu Amin, M.Sc sebagai Bupati Mura menggantikan

H. Suprijono Joesoep yang meninggal dunia. Pada 15 April 2004 dilaksanakan rapat

Paripurna anggota DPRD Kabupaten Mura Rawas yang membahas usulan penetapan

pengganti Bupati Mura atas nama H. Suprijono Joesoep yang meninggal dunia dan

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 50: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

39

mengangkat Wakil Bupati Mura Ir. Ibnu Amin, M.Sc sebagai Bupati Mura Rawas.

Dalam rapat tersebut Wakil Bupati Mura (Ir. Ibnu Amin, M.Sc) mengatakan bahwa,

”mengharapkan agar pimpinan dan aggota DPRD Kab. Mura Rawas untuk membantu

dan memperlancar proses pengangkatannya sebagai bupati Mura Rawas terhadap

uang purna bakti yang nantinya berdasarkan ketentuan tidak bisa dibayar akan dibantu

secara pribadi.”

Mekanisme pengangkatan Wakil Bupati Mura adalah dengan Rapat Paripurna

Panitia Musyawarah hasil Rapat Panitia Musyawarah tersebut untuk menentukan hari

dan tanggal pelantikan Wakil Bupati Musi Rawas menjadi Bupati Musi Rawas,

kemudian mengadakan rapat paripurna untuk pelantikan, berdasarkan keputusan

Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor: 131.26-429 Tahun 2004 tertanggal

10 Mei 2004 Tentang Pengesahan Pemberhentian dan Pengesahan Pengangkatan

Wakil Bupati Musi Rawas menjadi Bupati Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan.

Diangkatnya Ir. H. Ibnu Amin, M.Sc sebagai Bupati, ada desakan dari pimpinan

dan anggota DPRD Kabupaten Mura perihal bantuan dana purna bakti bagi pimpinan

dan anggota DPRD Kabupaten Mura yang dijanjikan oleh Bupati Mura yang baru

diangkat, yaitu Ir. H. Ibnu Amin, M.Sc. Jumlah dana APBD kabupaten Mura pada pos

administrasi umum tahun 2004 yang terealisasi sebesar Rp. 57.029.402.934,-

diantaranya digunakan operasional Setda Kab. Mura sebesar Rp. 4.426.971.015,- biaya

administrasi keuangan sebesar Rp. 3.199.360.600,- dari tersebut senilai Rp.

1.800.000.000,- diambil dari biaya operasional Setda Kab. Mura digunakan bantuan

modal usaha Pimpinan dan anggota DPRD Kab. Mura periode tahun 1999-2004 yang

dibagikan kepada 45 orang anggota DPRD Kab.Mura dalam dua Tahap, yaitu:

a. Bulan Mei 2004 sebesar Rp. 675.000.000,- untuk bantuan dalam rangka rapat-rapat

konsultasi dengan pimpinan dan anggota DPRD Kab. Mura masing-masing Rp.

15.000.000,- kali 45 orang anggota;

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 51: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

40

b. Bulan Juni 2004 sebesar 2004 sebesar Rp. 1.125.000.000,-untuk bantuan modal

usaha pimpinan dan anggota DPRD kab. Mura menjelang masa purna Tugas

masing-masing sebesar Rp. 25.000.000,- kali 45 orang anggota.

Pada 20 Mei 2004 pemegang kas Setda Kabupaten Mura membuat Nota Dinas

kepada Bupati Musi Rawas yang isinya terkait pencairan dana Rp. 1.800.000.000,-.

Pada 21 Mei 2004 dilakukan pembayaran yang tujuannya untuk dibagikan kepada

pimpinan dan anggota DPRD Kabupeten Musi Rawas. Dasar pembayaran untuk

anggota DPRD Kabupaten. Mura adalah berdasarkan Nota Dinas 20 Mei 2004 yang

dibuat dan ditandatangani oleh Heriansyah, S.Ip (pemegang kas Setda Kab. Mura), yang

ditujukan kepada Bupati Mura perihal biaya pembinaan pengelolaan keuangan daerah

dengan isi Nota Dinas. Dalam nota tersebut berisi permintaan uang sebesar Rp.

675.000.000,- guna biaya pembinaan Pengelolaan keuangan Daerah kebutuhan pada

sekertariat Daerah Kab. Mura untuk berpartisipasi dalam rangka rapat-rapat konsultasi

dan rapat dengan unsur pimpinan serta anggota DPRD kab. Mura.

Pada 8 Juni 2004 Pemegang Kas Setda Kabupaten Mura kembali membuat Nota

Dinas kepada Bupati Musi Rawas, tetapi dikembalikan kepada pemegang kas Setda

Kab. Mura. Pada 4 Juni memerintahkan kasir untuk melakukan pembayaran kepada

pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Musi Rawas. Nota Dinas tersebut tercantum

Disposisi Drs. HM. Syarif Hidayat, MM (Setda Kab. Mura) dengan isi Disposisi sesuai

petunjuk Bupati Kab. Mura (Ir. H. Ibnu Amin, MSc) untuk diselesaikan. Berdasarkan

Nota Dinas tanggal 8 Juni 2004 Heriansyah, S.Ip (pemegang Kas Setda Kab. Mura),

yang ditujukan kepada Bupati Musi Rawas. Dalam Nota Dinas tersebut berisi

memenuhi surat petunjuk Bupati Musi Rawas tanggal 7 Juni 2004, yang meminta Rp.

1.125.000.000,- guna biaya operasional kebutuhan pada Setda Kab. Mura kemudian

dalam Nota Dinas tersebut ada Disposisi Sekda Kab. Mura (Drs. HM. Syarif Hidayat,

MM) sesuai petunjuk Bupati untuk diselesaikan yang ditandatangani pada tanggal 8

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 52: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

41

Juni 2004, kemudian disposisi saksi kepada Kasubbag Anggaran Rutin Kab. Mura

dengan isi Disposisi teliti untuk tindak lanjutnya.

Perintah pengeluaran dana untuk baiya modal usaha anggota DPRD Kabupaten

Mura Periode 1999-2004 sebesar Rp. 1.800.000.000,- adalah atas perintah lisan Bupati

melalui Pemegang Kas Setda Kabupaten Mura. Pembayaran uang partisipasi dalam

rangka rapat-rapat konsultasi dan rapat dengan unsur pimpinan serta anggota DPRD

Kab. Mura sebesar Rp. 675.000.000,- dan uang Purna Bakti yang dibagikan kepada

Pimpinan dan anggota DPRD Kab. Mura sebesar Rp. 1.125.000.000,- yang tidak dalam

mata pasal/ kode rekening DPRD Kab. Mura adalah melanggar ketentuan:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang pengelolaan dan

pertanggungjawaban keuangan Daerah

Pasal 10 ayat (3) menyatakan bahwa “setiap Pejabat dilarang melakukan

tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia

atau tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut”.

b. Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 29 tahun 2002.

1) Pasal 55 ayat (1) menyatakan bahwa “pengguna anggaran dilarang

melakukan tindakan yang mengakibatkan beban APBD, jika dana untuk

pengeluaran tersebut tidak tersedia atau dananya tidak cukup.”

2) Pasal 55 ayat (2) menyatakan bahwa “pengguna anggaran dilarang

melakukan pengeluaran-pengeluaran atas beban Belanja Daerah untuk

tujuan lain dari pada yang ditetapkan.”

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 53: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

42

c. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 Tentang

Pembendaharaan Negara.

Pasal 3 ayat (3) menyatakan bahwa”Pejabat dilarang melakukan tindakan yang

berakibat pengeluaran atas beban APBN/APBD, jika anggaran untuk membiayai

pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia”.

Dana tersebut diambil dari Anggaran pos Sekertariat Daerah yang ada pada

saldo kas bendahara (Pemegang Kas) Setda Kabupaten Mura. Pengeluaran anggaran

sebesar Rp. 1.800.000.000,- tidak dicatat pada buku kas umum karena pengeluaran uang

tersebut belum jelas pembebanan mata anggarannnya. Laporan dilakukan secara lisan

kepada Kabag Keuangan. Pembayaran atau pengeluaran anggaran untuk pimpinan atau

anggota DPRD Kabupaten Mura sebasar Rp. 1.800.000.000,- tidak ada dalam mata

pasal anggaran pada Sekertariat Daerah kabupaten Mura Rawas.

Persetujuan DPRD Kabupaten Musi Rawas tentang APBD TA 2004 adalah

keputusan DPRD Kab. Mura Nomor 04 Tahun 2004, sedangkan Perda APBD

Kabupaten Mura TA 2004 diundangkan tanggal 17 Maret 2004 dengan Perda Nomor 02

Tahun 2004. Anggaran purna bakti untuk TA 2004 tersebut sebenarnya ada, tetapi

anggaran purna bakti tersebut tidak boleh direalisasikan atau dicairkan karena ada surat

edaran Mendagri Nomor 163.1/711/OTDA tertanggal 24 Mei 2004 yang ditujukan

kepada seluruh Kepala Daerah dan Ketua DPRD Seluruh Indonesia yang mengacu pada

PP Nomor 24 Tahun 2004 di mana anggaran purna bakti tersebut tidak boleh

direalisasikan. Untuk dana bantuan modal usaha Pimpinan dan anggota DPRD Kab.

Mura Rawas periode 1999-2004 tidak ada dalam APBD Kab. Mura TA 2004, karena

memang tidak ada ketentuan atau aturan yang mengaturnya.

DPRD dan Bupati pernah mengadakan yang membahas dana purna bakti atau

bantuan modal usaha untuk pimpinan dan anggota DPRD Kab. Mura TA 2004. Dalam

rapat tersebut yang berlangsung pada 12 April 2004 di DPRD Kabupaten Mura yang

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 54: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

43

dihadiri oleh Pimpinan DPRD dan Pimpinan Fraksi dan Ketua-ketua komisi, dalam

rapat disampaikan bahwa sesuai PP Nomor 110 Tahun 2000 tidak mengatur uang dan

dana purna bakti sebagaimana ketentuan terdahulu anggota DPRD yang akan Purna

bakti mendapat uang purna bakti, namun direspon/dijawab oleh Bupati Kabupaten Mura

Rawas tidak perlu membicarakan uang purna bakti tersebut karena memang untuk

DPRD periode 1999-2004 tidak ada ketentuan yang mengatur uang purna bakti

dimaksud. Akan tetapi, Bupati KabupatenMura selaku pribadi berjanji membantu

pimpinan dan anggota DPRD Kab. Mura dari uang pribadi Bupati dan mudah-mudahan

segera dilantik menjadi Bupati Kabupaten Mura.

Menurut peraturan yang berlaku, Tidak diperbolehkan pejabat atau pengguna

anggaran pencairan atau membayarkan anggaran untuk kepentingan lain tidak ada

dalam mata pasal atau pos anggarannya pada APBD, berdasarkan sebagai berikut:

a. Undang-undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah pasal 192 ayat

(2) menyatakan: Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja

daerah jika pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam

APBD”, dan ayat (3) menyatakan “kepala Daerah, wakil Kepala Daerah,

pimpinan daerah, dan pejabat daerah lainnya, dilakukan mengeluarkan

pengeluaran atas beban anggaran belanja daerah untuk tujuan lain dari yang

telah ditetapkan dalam APBD.”

b. PP No 105 Tahun 2000 Tentang pengelolaan dan pertanggung jawaban

keuangan Daerah pasal 10 ayat (3) yang menyatakan bahwa “setiap pejabat

dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD

apabila tidak berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia atau

cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut”

c. Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 pasal 55 ayat (1) menyatakan bahwa

pengguna anggaran dilarang melakukan tindakan yang mengakibatkan beban

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 55: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

44

APBD jika dana untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau dananya tidak

cukup, dan ayat (2) menyatakan bahwa pengguna anggaran dilarang melakukan

pengeluaran-pengeluaran atas beban belanja daerah untuk tujuan lain dari pada

yang tetapkan.

Pada 25 Agustus 2004 ada Surat Nomor : 170/1268/DPRD/2004 yang ditujukan

kepada Bupati Kab. Mura Rawas yang ditandatangani perihal mohon bantuan modal

usaha para anggota DPRD Kab. Mura Rawas masa bakti 1999-2004, dan atas

inisiatif/memerintahkan siapa pembuat surat tersebut tidak diketahui. Setiap

pengeluaran seharusnya tercantum dalam mata anggara APBD (PP 105 tahun 2000 Jo.

Kepmendagri No. 29 Tahun 2002) dan dicatat dalam buku Kas Umum dan Buku

Pembantu Kas per mata anggaran, hal tersebut dilakukan agar realisasi APBD

mencerminkan keadaan yang sebenarnya dan pembukuan tersebut berfungsi sebagai

dasar pengecekan silang atas realisasi anggaran pada masing-masing satuan kerja.

Jika transaksi tersebut tidak dicatat dalam pembukuan maka laporan perhitungan

APBD tidak mencerminkan realisasi yang sebenarnya atas APBD tahun 2004 karena

masih ada pengeluaran kas tahun 2004 yang tidak dilaporkan dan seharusnya

dipertanggungjawabkan pada tahun yang bersangkutan sebagai saldo kas/bank.

Disamping itu jika suatu transaksi pengeluaran tidak dicatat maka tidak akan diketahui

apakah mata anggaran tertentu telah melebihi plafon anggaran atau yidak dan dapat

mengakibatkan penyimpanagn penggunaan anggaran

Seperti halnya pengeluaran sebelumnya, pengeluaran yang dibagikan kepada

pimpinan dan anggota DPRD sebesar Rp. 1.125.000.000,- pada dasarnya tidak

diperkenankan karena tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam

Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 yang menyebutkan:

a. Pasal 55 bahwa pengguna anggaran dilarang melakukan tindakan yang

mengakibatkan beban APBD jika dana untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 56: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

45

atau dananya tidak cukup serta pengguna anggaran dilarang melakukan

pengeluaran atas beban APBD untuk tujuan lain dari pada yang ditetapkan yaitu

pengeluaran tersebut tidak ada kaitannya dengan kegiatan pimpinan dan

Anggota Pimpinan dan Anggota DPRD. Pengeluaran biaya pada Sekretariat

Daerah seharusnya diperuntukan bagi kegiatan dilingkungan Sekretariat Daerah

dan kegiatan DPRD seharusnya dianggarkan pada Sekretariat DPRD

b. Pasal 57 bahwa pengguna anggaran wajib mempertanggungjawabkan uang yang

digunakan dengan cara membuat SPJ dilampiri dengan bukti yang sah paling

lambat tanggal sepuluh bulan berikutnya. Dengan demikian pengeluaran dalam

tahun 2004 seharusnya dipertanggungjawabkan (SPJ) dalam tahun 2004 dan

pengeluaran Rp. 1.125.000.000,- yang belum di SPJ-kan merupakan uang yang

masih harus dipertanggungjawabkan dan harus disetor ke Kas Daerah pada akhir

tahun 2004

Pengeluaran biaya pada 2004 sebesar Rp. 1.800.000.000,- dari saldo kas

Sekertariat Daerah untuk Pimpinan dan anggota DPRD adalah tidak sesuai dengan

ketentuan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 karena mata anggaran untuk

pengeluaran biaya tersebut tidak ada dalam Anggaran Sekertariat Daerah. Dalam Pasal

55 disebutkan pengguna anggaran dilarang melakukan tindakan yang mengakibatkan

beban APBD jika dana untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau dananya tidak

cukup.

4.2 Kekuatan Hukum Alat Bukti Surat atas Penyalahgunaan Wewenang dan

Penyimpangan Kebijakan Pengelolaan Daerah

Jaksa Penuntut Umum mengajukan alat bukti surat guna membuktikan adanya

penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan kebijakann pengelolaan daerah dengan

mengaitkan dengan beberapa lingkup dokumen, yaitu:

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 57: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

46

(1) APBD tahun anggaran 2004 dan 2005

(2) Keputusan Bupati Musi No. 10 tahun 2004 tanggal 25 September 2004 tentang

penjabaran Perubahan APBD Tahun 2004

(3) DASK Anggaran Biaya Administrasi umum Setda Kab. Mura tahun 2005 serta

perubahannya

(4) Nota Dinas Pemegang Kas Setda Kab. Mura kepada Bupati tanggal 20 Mei 2004

hal biaya pengelolaan keuangan daerah sebesar Rp. 675.000.000,-

(5) Nota Dinas Pemegang Kas Setda Mura tanggal 8 Juni 2004 kepada Bupati hal

biaya Operasional kebutuhan pada Sekertariat Daerah sebesar Rp.

1.125.000.000,-

(6) Nota Dinas pemegang kas Setda Kab. Mura Nomor 03/PK/2005 tanggal 7 Maret

2005 kepada Bupati hal permintaan penerbitan SKO dan SPM atas tagihan-

tagihan dan permintaan dalam tahun 2004 sebesar Rp. 1.022.316.500,00

(diantaranya 675.000.000,-dibayarkan kepada pimpinan dan anggota DPRD)

(7) Nota dinas pemegang kas Setda Kab. Mura Nomor 05/PK/2005 kepada bupati

hal permintaan penerbitan SKO dan SPM atas tagihan-tagihan dan permintaan

dalam tahun 2004 sebesar Rp. 1.571.759.570,00 (diantaranya Rp.

1.125.000.000,00 dibayarkan untuk pimpinan dan anggota DPRD)

(8) Surat keputusan Bupati Musi Rawas No. 246/BT/Tahun 2005 tanggal 5

September 2005 tentang otoritas anggara belanja daerah tahun 2005 dengan nilai

sebesar Rp. 1.022.316.500,00

(9) Surat keputusan Bupati Musi Rawas No. 247/BT/Tahun 2005 tanggal 5

September 2005 tentang otoritas anggaran belanja daerah tahun 2005 dengan

nilai sebesar Rp. 1.571.759.570,00

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 58: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

47

(10) Surat permintaan pembayaran (SPP) No. 156/SPP-BT/Tahun 2005 tanggal 5

September dengan nilai sebesar Rp. 1.022.316.500,00

(11) Surat permintaan pembayaran (SPP) No. 155/SPP-BT/Tahun 2005 tanggal 5

September dengan nilai sebesar Rp. 1.571.759.570,00

(12) Surat perintah Membayar (SPM) No. 274/BT/300-0001 tanggal 5 September

2005 dengan nilai sebesar Rp. 1.022.316.500,00

(13) Surat perintah Membayar (SPM) No. 275/BT/300-0001 tanggal 5 September

2005 dengan nilai sebesar Rp. 1.571.759.570,00

(14) Buku Kas Umum Tahun 2004 dan 2005 pada pemegang kas di Setda Kab. Mura

(15) Buku Kas Pembantu biaya operasional dan biaya penyelenggaraan administrasi

keuangan tahun anggaran 2004 dan 2005

(16) Rekening Koran Bank No. 143-30-10022 dari Bank Sumsel tahun 2004 dan

2005

(17) SK Bupati Mura tentang penunjukan petugas pemegang kas dan pembantu

pemegang kas serta atasan langsung

(18) Berkas surat Pertanggungjawaban (SPJ) tahun 2005 atas total pembayaran

sebesar Rp. 1.800.000.000,-

Berdasarkan bukti surat tersebut, Jaksa Penuntut Umum meminta BPKP

melakukan perhitungan kerugian keuangan negara dengan motede:

a. mengindentifikasi penyimpangan yang terjadi apaka termasuk dalam kategori

keuangan negara, dasar hukum kegiatan serta penyebab dan waktu terjadinya;

b. meneliti dan menganalisa bukti-bukti dihubungkan dengan ketentuan yang

berlaku khususnya proses pembayaran dalam Tahun 2004 serta ketentuan

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 59: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

48

pelaksanaan anggaran, dibandingkan dengan kegiatan yang sebenarnya

dilaksanakan serta bukti yang diperoleh dan dikumpulkan di lapangan;

c. mengidentifikasi, menganalisa serta memverifikasi keterkaitan dan keandalan

serta kecukupan bukti/data/dokumen tersebut dalam menghitung kerugian

keuangan negara atas dugaan penyimpangan dan APBD tahun Anggaran 2004

pada Sekertariat Daerah Kab. Musi Rawas yang dibagikan kepada pimpinan dan

anggota DPRD masa bakti 1999-2004;

d. menghitung jumlah kerugian keuangan negara berdasarkan bukti-bukti yang

telah diidentikasi, dikumpulkan, diverifikasi dan dianilisis.

Dalam permasalahan tersebut terdapat penggunaan uang yang berasal dari kas

daerah yang tidak ada kaitannya dengan ketua dan anggota DPRD Kabupaten Mura,

sehingga terdapat kerugian negara sebesar Rp. 1.800.000.000,- Berdasarkan ketentuan

tersebut data surat dikaitkan dengan Unsur dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-undang

Tahun 1999 yang diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001, yang berbunyi

“setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri

sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau

perekomian negara.”

Dalam kaitannya dengan alat bukti surat, dikaitkan dengan ketentuan mengenai

pemenuhan unsur-unsur dalam tindak pidana korupsi, khususnya berkaitan dengan:

a. Unsur “Melawan Hukum”

Pemenuhan unsur “melawan hukum” berdasarkan alat bukti sbb:

1) Saksi Gotri Suyanto, SE, M. Soc, Sc Bin Sudiatmojo menerangkan

bahwa biaya pembiayaan pembinaan keungan Daerah Setda Kab. Mura

sebesar Rp. 682. 480.000,- kode rekening 2.01.0312.1.02. 0216.1. yang

sebagian diperuntukan biaya partisipasi dalam rangka rapat-rapat

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 60: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

49

konsultasi dana rapat dengan unsur pimpinan dan anggota DPRD Kab.

Mura periode tahun 1999-2004 sebesar Rp. 675.000.000,- untuk 45

orang anggota Dewan , dan juga biaya operasional Setda Kab. Mura,

Sebesar Rp. 1.539.744.720,- antara lain sebesar Rp. 1.125.000.000,-

dibayarkan kepada dan anggota DPRD Kab. Mura periode tahun 1999-

2004 untuk 45 orang, yang tidak ada persetujuan DPRD Kab. Mura,

revisi maupun perubahan adalah melanggar ketentuan adalah sebagai

berikut:

2) Nota Dinas yang dibuat oleh Saksi Heriansyah, S.Ip Bin Ali Kusin

selaku pemegang kas Setda Kab. Mura tahun 2004, yang diajukan

kepada kepada Bupati Musi Rawas tanggal 20 Mei 2004 perihal biaya

pembinaan pengelolaan keuangan Daerah dengan permintaan uang

sebesar Rp. 682.480.000,- antara lain diambil uang sebesar Rp.

675.000.000,- untuk biaya partisipasi dan rapat dengan unsur Pimpinan

dan anggota DPRD Kab. Musi Rawas.

3) Nota dinas yang dibuat oleh saksi Heriansyah, S.Ip Bin Ali Kusin selaku

pemegang kas Setda Kab. Mura tahun 2004, yang diajukan kepada

Bupati Musi Rawas tanggal 8 Juni 2004 perihal biaya-biaya operasional

kebutuhan pada sekertariat Daerh Kab. Musi Rawas permintaan uang

sebesar Rp. 1.539.744.270, - antara lain diambil sebesar Rp.

1.125.000.000,- guna biaya operasional kebutuhan pada sekertariat

Daerah Kab. Musi Rawas, kemudian dibayarkan kepada pimpinan dan

anggota DPRD kab. Mura periode tahun 1999-2004 berjumlah 45

orang.

4) Pembayaran uang sebesar Rp. 675.000.000,- kepada pimpinan dan

anggota DPRD Kab. Mura periode tahun 1999-2004 yang realisasi

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 61: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

50

pembayaran pada tanggal 21 Mei 2004, kelengkapan administrasi

penerbit SKO dibuat pada tahun 2005. Berdasarkan surat Keputusan

Otoritas Bupati Nomor : 246/BT/Tahun 2005 tanggal 5 September 2005.

Dan surat perintah membayar Nomor : 274/BT/300-0001 tanggal 5

september 2005

5) Pembayaran uang sebesar Rp. 1.125.000.000,- kepada pimpinan dan

anggota DPRD kab. Mura Periode tahun 1999-2004 yang realisasi

pembayaran pada bulan Juni 2004, kelengkapan administrasi penerbitan

SKO dibuat pada tahun 2005. Berdasarkan surat keputusan otoritas

Bupati Mura Nomor : 247/BT/Tahun 2005 tanggal 2005 tanggal 5

September 2005. Dan Surat Perintah Membayar (SPM) Nomor:

275/BT/300-0001 tanggal 5 September 2005.

6) Saksi Drs. HM. Syarif Hidayat, MM bin H. Jahri menerangkan bahwa

undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal

192 ayat (2) menyatakan: Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada

anggaran belanja daerah jika pengeluaran tersebut tidak tersedia atau

tidak cukup tersedia dalam APBD”, dan ayat (3) menyatakan “kepala

Daerah, wakil Kepala Daerah, pimpinan daerah, dan pejabat daerah

lainnya, dilakukan mengeluarkan pengeluaran atas beban anggaran

belanja daerah untuk tujuna lain dari yang telah ditetapkan dalam

APBD.”

b. Unsur “Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi”.

Pemenuhan unsur “Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi”, berdasarkan alat bukti sebagai berikut

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 62: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

51

1) Saksi Mohamad Jas Karim, menerangkan bahwa telah menerima

uang sebesar Rp. 25.000.000,- yang diantarkan oleh saksi Syamsul

Bahri keruang kerja saksi

2) Saksi John Munthe, menerangkan bahwa telah menerima uang

sebesar Rp. 25.000.000,- yang dikirim melalui rekening saksi pada

Bank BCA Cabang Lubuk Lingau dengan nomor rekening

0570270354 yang disetorkan oleh saksi Syamsul Bahri

3) 12 (dua belas) bukti setoran pengiriman uang sebesar Rp.

25.000.000.- pada nomor rekening masing-masing anggota DPRD

Kab. Mura Periode tahun 1999-2004 sebagai berikut:

Bukti formulir setoran tabungan Bank Sumsel a.n saksi M

Rudi dengan No. Rek 143. 01.01437 sebesar Rp. 25.000.000,-

tanggal 9 Juni yang ditanda tangani oleh Saksi Syamsul Bahri

Bukti setoran BCA a.n Saksi Hj. Amsjah Sohe dengan No.

Rek 057-0241257 sebesar Rp. 25.000.000,- yang ditanda

tangani oleh saksi Syamsul Bahri

Bukti setoran Bank Sumsel a.n saksi Nurbati dengan No.

Rekening 165. 01.00748 sebesar Rp. 25.000.000,- yang

ditanda tangani oleh saksi Syamsul Bahri

Bukti setoran Bank Sumsel a.n saksi Nuswantoro dengan No.

Rekening 143. 01.01422 sebesar Rp. 25.000.000,- yang

ditanda tangani oleh saksi Syamsul Bahri

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 63: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

52

Bukti setoran BCA a.n Saksi Johnson Munthe dengan No.

Rek 057-0270354 sebesar Rp. 25.000.000,- yang ditanda

tangani oleh saksi Syamsul Bahri

Bukti setoran Bank Sumsel a.n saksi Masduki dengan No.

Rekening 165. 01.00541 sebesar Rp. 25.000.000,- yang

ditanda tangani oleh saksi Syamsul Bahri

Bukti setoran Bank Sumsel a.n saksi Harsono dengan No.

Rekening 143. 01.01415 sebesar Rp. 25.000.000,- yang

ditanda tangani oleh saksi Syamsul Bahri

Bukti setoran Bank Sumsel a.n saksi M. Jauhari dengan No.

Rekening 143. 01.01419 sebesar Rp. 25.000.000,- yang

ditanda tangani oleh saksi Syamsul Bahri

Bukti setoran Bank Sumsel a.n saksi Hasan Basri dengan No.

Rekening 1710339904 sebesar Rp. 25.000.000,- yang ditanda

tangani oleh saksi Syamsul Bahri

Bukti setoran Bank Sumsel a.n saksi Sukiran dengan No.

Rekening 143. 01.01425sebesar Rp. 25.000.000,- yang ditanda

tangani oleh saksi Syamsul Bahri

Bukti setoran Bank Sumsel a.n saksi Sumardi dengan No.

Rekening 143. 01.01625 sebesar Rp. 25.000.000,- yang

ditanda tangani oleh saksi Syamsul Bahri

Bukti setoran Bank Mandiri a.n saksi H.Faisol dengan No.

Rekening 112.00-02276546 sebesar Rp. 25.000.000,- yang

ditanda tangani oleh saksi Syamsul Bahri

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 64: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

53

Sesuai dengan bukti surat, jadi unsur “memperkaya atau diri sendiri atau

korporasi” telah terpenuhi oleh 2 alat bukti.

c. Unsur “merugikan Keuangan Negara”

Pemenuhan unsur “merugikan keuangan negara” berdasarkan alat bukti

surat sebagai berikut:

1) Keteranga ahli BPKP perwakilan Provinsi Sumatera Selatan (Adi

Wibowo), yang menerangkan bahwa berdasarkan perhitungan hasil

audit, telah terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp.

1.800.000.000,-

2) 4 (empat laporan hasil perhitungan kerugian keuangan negara atas

penyimpangan) penggunaan anggaran pada sekertariat Daerah

Kabupaten Musi Rawas tahun 2004, untuk anggota DPRD Kab. Masa

bakti 1999-2004 dengan kesimpulan bahwa kerugian keuangan negara

sebesar Rp. 1.800.000,00,-

Sesuai dengan dan alat bukti juga “dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian Ekonomi” telah terpenuhi oleh 2 alat bukti.

Selain itu, barang bukti surat juga meliputi dua lembar Keputusan Bupati Musi

Rawas Nomor: 246/BT/Tahun 2005 tentang Otoritas Anggaran Belanja Daerah TA

2005 sebesar Rp. 1.022.316.500,- untuk keperluan Biaya Pembinaan keuangan Daerah,

konsumsi harian, tamu, rapat, pemeliharaan, bangunan, tempat kerja, tempat tinggal,

tower, dan angkutan darat dan lampiran Surat Keputusan Bupati Musi Rawas Nomor:

246/25/2005 tanggal 5 September 2005. Juga dua lembar keputusan Bupati Musi Rawas

Nomor: 247/BT Tahun 2005 Tentang Otoritas Anggaran Belanja Daerah TA 2005,

sebesar Rp. 1.571.759.570,-untuk keperlua biaya operasional, cetak/jilid dan Foto Copy

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 65: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

54

dan lampiran surat Keputusan Bupati Musi Rawas Nomor : 247/35/2005 tanggal 5

September 2005. Serta Satu lembaran Surat Perintah Membayar (SPM) Nomor:

274/BT/300-0001 Tahun Anggaran 2005 tanggal 5 September 2005, satu lembar Surat

Permintaan Pembayaran (SPP) beban tetap anggaran Belanja TA 2005 No. 156/SPP-BT

daftar perincian penggunaan anggaran belanja tanggal 5 September 2005, yang

ditandatangani, oleh pemegang kas Setda Kab.Mura tersangka 2005 Heriansyah, S.Ip

dan diketahui dan ditandatangani oleh Atasan Langsung Pemegang Kas Saksi Mukti

Sulaiman, SH.M.Hum

Berdasarkan runtutan dakwaan yang diuraikan sebelumnya sebenarnya

pembuktian yang dilakukan dalam perkara ini menggunakan beban pembuktian terbalik

terbatas/berimbang. Di mana jaksa penuntut umum dan terdakwa membuktikan ada

atau tiadanya tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa. Namun, dalam

membuktikan adanya tindak pidana korupsi ini, Jaksa Penuntut Umum lebih banyak

mengajukan alat bukti surat, tetapi dalam posisi kasus menyatakan adanya tindakan

lisan yang diuraikan terdakwa, sehingga membuktikan terjadinya unsur

penyalahgunaan wewenang dan unsur menguntungkan diri sendiri dan atau orang lain.

Jaksa Penuntut Umum mengambil alat bukti surat dan dokumen pengeluaran

uang, tetapi menyatakan ada kesalaham prosedur pemberian uang, yaitu dengan

perintah lisan. Dalam hal ini jelas Jaksa Penuntut Umum menyamakan perintah lisan

sebagai bukti tertulis, padahal lisan diuraikan tanpa bukti tertulis. Dalam hal ini, Jaksa

Penuntut Umum mengutip pandangan Simmon yang menyatakan, “setiap perbuatan,

yang semata-mata karena memenuhi syarat uraian tindak pidana, tanpa adanya dasar

pembenaran pidana yang sah, juga merupakan perbuatan melawan hukum.”61

Dalam hal pembuktian pada saat pemeriksaan di Pengadilan Negeri Mura,

kekuatan pembuktian jelas bergantung pada alat bukti surat. Jaksa Penuntut Umum

tampaknya mengesampingkan fakta yang diuraikan olehnya bahwa terdakwa

61Lihat Dakwaan Jaksa.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 66: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

55

melakukan perintah lisan, sehingga keluarnya uang yang tidak memenuhi prosedur.

Pada dasarnya, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mura pada Oktober 2009

menyatakan terdakwa meskipun melakukan perintah secara lisan, tetap bertanggung

jawab karena ketentuan asas kepatutan dalam pengelolaan keuangan daerah

sebagaimana diatur dalam PP Pengelolaan Keuangan Daerah.

Padahal, tujuan pembuktian dalam hukum pidana adalah memberikan kepastian

yang diperlukan dalam menilai sesuatu hal tertentu tentang fakta dan surat atas mana

penilaian tersebut harus didasarkan. Dalam hal ini, hakim harus mengadakan suatu

penilaian dan memutuskan atas dasar fakta hukum yang sebenarnya terjadi dengan

mendasarkan pada peraturan perundang-undangan yang formal, yaitu UU Nomor 1

Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang menyatakan keluarnya uang hanya

dilakukan jika terpenuhinya alat bukti materiil.

Akan tetapi, adanya pertimbangan hakim yang menyatakan perintah lisan

sebagai bentuk formal pengeluaran uang secara nyata bertentangan dengan asas

legalitas dalam ilmu hukum pidana sebagai suatu prinsip yang harus dipatuhi.

Sepatutnya, hakim memperhatikan asas universal dalam pengelolaan keuangan di mana

uang hanya dapat dikeluarkan jika ada bukti materiil yang cukup dan bukan karena

perintah lisan. Padahal, hakim terikat pada ketentuan hukum pidana formal dalam

memeriksa, mengadili, dan memutuskan suatu perkara pidana, khususnya berkaitan

dengan UU Nomor 1 Tahun 2004.

Dengan demikian, dalam kasus ini alat bukti surat tidak memenuhi

pemenuhannya disebabkan terdakwa menurut Jaksa Penuntut Umum melakukan

perintah lisan. Adanya perintah lisan tentu tidak memiliki korelasi dengan alat bukti

surat, tetapi justru dengan keterangan saksi yang ternyata dalam persidangan mencabut

semua pernyataan dalam berita acara pemeriksaan yang menyatakan mengetahui adanya

pernyataan dan ucapan tersebut. Dari segi UU Nomor 1 Tahun 2004, pernyataan lisan

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 67: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

56

tidak dapat menjadi dasar pengeluaran uang, sehingga jika tetap dikeluarkan pejabat

yang melakukan penandatangan itulah yang patut dikenakan tuntutan hukum.

4.3 Metode Pembuktian yang dapat menunjukkan Pertanggungjawaban Kepala

Daerah dalam hal Terjadinya Penyalahgunaan Wewenang dan Penyimpangan

Kebijakan Pengelolaan Keuangan Daerah

Metode yang layak dalam menyatakan adanya penyalahgunaan wewenang dan

penyimpangan kebijakan pengelolaan keuangan daerah adalah dengan metode

pembuktian terbalik terbatas/berimbang sebagai perpaduan antara beban pembuktian

biasa dan beban pembuktian terbalik murni. Dalam kasus ini kedua belah pihak, pihak

terdakwa maupun jaksa penuntut umum, masing-masing memiliki kewajiban untuk

membuktikan atau beban pembuktian dibebankan kedua pihak. Penjelasan Pasal 37 UU

Nomor 31 Tahun 1999 ditentukan pembuktian terbalik yang bersifat terbatas dan

berimbang, yaitu terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan dirinya tidak

melakukan tindak pidana korupsi dan wajib memberikan keterangan mengenai seluruh

harta bendanya dan harta benda isterinya atau suami, anak dan harta benda setiap orang

atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan

dan penuntut umum tetap berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya.

Dalam kasus ini terdakwa mempertanyakan alat bukti surat yang membuktikan

dalil, “terdakwa melakukan tindak pidana korupsi,” dengan perintah lisan. Sementara,

penuntut umum tidak mampu membuktikan dakwaannya adanya perintah lisan, kecuali

dengan pernyataan adanya tulisan disposisi Sekda di mana kebijakan tersebut diambil

karena adanya “perintah lisan Bupati.” Sifat pembuktian yang terbatas dan berimbang

pada kasus ini justru cenderung tidak mampu membuat penuntut umum untuk

membuktikan dakwaannya mengenai adanya perintah lisan karena semua UU Nomor 1

Tahun 2004 tidak mengenal adanya perintah lisan untuk mengeluarkan uang. Selain itu,

keterangan saksi tidak ada yang mendengar dan menyaksikan terdakwa menyampaikan

perintah lisan.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 68: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

57

Ketiadaan alat bukti surat yang berisi tandatangan terdakwa sebagai Bupati

untuk mengeluarkan uang dinilai bertentangan secara formal dengan UU Nomor 1

Tahun 2004 yang menyatakan pengeluaran uang membutuhkan bukti materiil yang

cukup, dan tidak ada pengeluaran uang melalui perintah lisan. Selain itu, UU Nomor 1

Tahun 2004 juga menyatakan hanya pejabat yang menandatangani dokumen

pengeluaran uang yang harus bertanggung jawab atas keluarnya uang tersebut jika tidak

terpenuhi bukti materiil yang cukup.

Menurut ketentuan UU Nomor 1 Tahun 2004, pembuktian yang bersifat materiil

dalam pengeluaran uang adalah prosedur terpenting dalam proses

perbendaharaannegara/daerah, sehingga dapat dikatakan sebagai titik sentral dari kasus

ini adanya bukti materiil, dan bukan perintah lisan untuk dapat mengeluarkan uang

sehingga terjadi penyimpangan. Pembuktian ada tidaknya bukti materiil tampaknya

tidak terpenuhi karena jaksa penuntut umum menekankan pada kebenaran isi dakwaan

yang menyatakan terdakwa melakukan perintah lisan, tetapi dengan dokumen yang

berbeda dari peristiwa hukum yang ditetapkan.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 69: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

a. Kekuatan hukum Alat Bukti dokumen surat atas Penyalahgunaan Wewenang dan

Penyimpangan Kebijakan Pengelolaan Daerah menurut Undang-undang Tindak

Pidana Korupsi adalah sangat penting untuk merumuskan adanya unsur perbuatan

melawan hukum dan merugikan keuangan dan perekonomian negara, dalam kasus

korupsi di Pengadilan Negeri Mura, Jaksa Penuntut Umum mengambil alat bukti

surat dan dokumen pengeluaran uang, tetapi menyatakan ada kesalaham prosedur

pemberian uang, yaitu dengan perintah lisan. Dalam hal ini jelas Jaksa Penuntut

Umum menyamakan perintah lisan sebagai bukti tertulis, padahal lisan diuraikan

tanpa bukti tertulis. Bahkan adanya bukti surat menjadi penting sebagai bukti

materiil yang cukup untuk mengeluarkan uang berdasarkan UU Nomor 1 Tahun

2004 tentang Perbendaharaan Negara. Akan tetapi, adanya pertimbangan hakim

yang menyatakan perintah lisan sebagai bentuk formal pengeluaran uang juga

secara nyata justru bertentangan dengan asas legalitas dalam ilmu hukum pidana

sebagai suatu prinsip yang harus dipatuhi karena UU Nomor 1 Tahun 2004

menyatakan kekuatan alat bukti surat atau dokumen sangat penting dan utama.

Sepatutnya, hakim memperhatikan asas universal dalam pengelolaan keuangan di

mana uang hanya dapat dikeluarkan jika ada bukti materiil yang cukup dan bukan

karena perintah lisan. Padahal, hakim terikat pada ketentuan hukum pidana formal

dalam memeriksa, mengadili, dan memutuskan suatu perkara pidana, khususnya

berkaitan dengan UU Nomor 1 Tahun 2004.

b. Metode pembuktian untuk menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang dan

penyimpangan kebijakan yang dilakukan kepala daerah dalam pengelolaan

keuangan daerah adalah dengan metode metode pembuktian terbalik

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 70: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

59

terbatas/berimbang sebagai perpaduan antara beban pembuktian biasa dan beban

pembuktian terbalik murni. Dalam kasus ini kedua belah pihak, pihak terdakwa

maupun jaksa penuntut umum, masing-masing memiliki kewajiban untuk

membuktikan atau beban pembuktian dibebankan kedua pihak. Dalam kasus Bupati

Mura yang diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan

kebijakan, terdakwa mempertanyakan alat bukti surat yang membuktikan dalil,

“terdakwa melakukan tindak pidana korupsi,” dengan perintah lisan. Sementara,

penuntut umum tidak mampu membuktikan dakwaannya adanya perintah lisan,

kecuali dengan pernyataan adanya tulisan disposisi Sekda di mana kebijakan

tersebut diambil karena adanya “perintah lisan Bupati.” Sifat pembuktian yang

terbatas dan berimbang pada kasus ini justru cenderung tidak mampu membuat

penuntut umum untuk membuktikan dakwaannya mengenai adanya perintah lisan

karena semua UU Nomor 1 Tahun 2004 tidak mengenal adanya perintah lisan untuk

mengeluarkan uang. Selain itu, keterangan saksi tidak ada yang mendengar dan

menyaksikan terdakwa menyampaikan perintah lisan.

5.2 Saran

a. Hakim sebaiknya memiliki pengetahuan dalam merumuskan unsur merugikan

keuangan negara dengan memahami esensi dasar proses pengelolaan dan

tanggung jawab keuangan negara secara komprehensif.

b. Dalam kasus tindak pidana korupsi, pemahaman jaksa penuntut umum dan hakim

mengenai paket Undang-undang keuangan negara menjadi penting, sehingga

terdapat fakta hukum keuangan yang dapat dijadikan landasan pertimbangan dan

penuntutan.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 71: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku dan Karya Tulis Ilmiah Atmadja, Arifin P. Soeria. Mekanisme Pertanggungjawaban Keuangan Negara:

Tinjauan Yuridis. Jakarta: Gramedia, 1988. Atmosudirdjo, Prajudi. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003. Bemmelen, J.M. van. Hukum Pidana 1: Hukum Pidana Material Bagian Umum. Jakarta:

Binacipta, 1984. Chazawi, Adami. Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia. Cet. 1.

Malang: Bayumedia Publishing, 2003. Fuady, Munir. Teori Hukum Pembuktian (Pidana dan Perdata). Bandung: Citra Aditya

Bhakti , 2006. Gandi. “Pengawasan dalam Pelaksanaan.” Prisma 3 (Maret 1986): 48-54. Hamzah, A. Hukum Acara Pidana Indonesia. Edisi revisi. Jakarta: Arikha Media, 2006. Harahap, M. Yahya. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Jilid II.

Jakarta: Pustaka Kartini, 1985. Mamudji, Sri dan Hang Rahardjo. “Teknis Penulisan Karya Ilmiah.” (Pra-cetak, 2000). Moeljatno. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana.

Yogyakarta: UGM, 1979. Prodjodikoro, Wirjono. Hukum Acara Pidana di Indonesia. Cet. 12. Bandung: Sumur

Bandung, 1985. Prodjohamidjojo, Martiman. Pembahasan Hukum Acara Pidana dalam Teori dan

Praktek. Cet. 1. Jakarta: Pradnya Paramita, 1989. Salam, Moch. Faisal. Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek. Bandung: Mandar

Maju, 2001.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010

Page 72: METODE PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20323725-S22614... · 2Ketujuh kasus tersebut adalah kasus yang secara acak dipilih pada 2008-2009

Universitas Indonesia

61

Sasangka, Hari dan Lily Rosita. Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana. Cet. 1. Jakarta: CV. Mandar Maju, 2003.

Simatupang, Dian Puji N. “Beberapa Kewenangan Kepala Daerah dalam Pengelolaan

Keuangan Daerah.” Makalah yang disampaikan dalam Rapat Kerja Kepala Daerah se-Sumatera di Palembang, 23 Oktober 2007.

_________. “Beberapa Aspek Hukum Administrasi Negara berkaitan dengan

Kewenangan Pengelolaan Keuangan Daerah.” Paper dalam Diskusi dengan DPRD Jawa Timur, 22 Agustus 2008.

_________. “Identifikasi Pemeriksaan dikaitkan dengan Ruang Lingkup Keuangan

Negara di Indonesia.” Bahan Perkuliahan Hukum Keuangan Publik pada Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Maret 2008.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 1989. Soetrisno. Dasar-dasar Ilmu Keuangan Negara. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi

Universitas Gadjah Mada, 1982. Tim YLBHI Surabaya. Hukum Acara Pidana dan Tindak Pidana Korupsi dalam Diskusi.

Surabaya: LBH Surabaya dan PT Bina Ilmu Surabaya, 2002. B. Peraturan Perundang-undangan

Indonesia. Undang-undang tentang Hukum Acara Pidana. UU No. 8 tahun 1981. LN No.

76 tahun 1981. ________. Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. UU No. 31

Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. ________. Undang-undang tentang Keuangan Negara. UU No. 17 tahun 2003. LN No.

42 Tahun 2003, TLN No. 2314. ________. Undang-undang tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 1 Tahun 2004. LN

No. 34 tahun 2004. LN No. 2 Tahun 2004, TLN No. 2431.

Metode pembuktian..., Agus Mursandi Sarwono, FH UI, 2010