Page 1
i
METODE ABOGE DALAM PENETAPAN HARI
RAYA IDUL FITRI DI DUSUN LOSARI DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Dusun Losari DesaGunungsari Kecamatan
Wonosegoro)
SKRIPSI Diajukan ununtuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
Muntaha
21113028
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2018
Page 3
iii
METODE ABOGE DALAM PENETAPAN HARI
RAYA IDUL FITRI DI DUSUN LOSARI DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Dusun Losari Desa Gunungsari Kecamatan
Wonosegoro)
SKRIPSI
Diajukan ununtuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
Muntaha
21113028
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2018
Page 4
iv
Prof. Dr. Muh. Zuhri, M.A.
Dosen IAIN Salatiga
PENGESAHAN PEMBIMBING Lamp : 4 (empat) eksemplar
Hal :Pengajuan NaskahSkripsi
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi,
maka naskah skripsi mahasiswa:
Nama : Muntaha
NIM : 211-13-028
Judul : Metode Aboge Dalam Penetapan Hari Raya IdulFitri Di
Dusun Losari Dalam Perspektif Hukum Islam
Dapat diajukan kepada Fakultas Syariah IAIN Salatiga untuk diujikan
dalam siding munaqosyah.
Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan
digunakan sebagaimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salatiga, 04 Juni 2018
Pembimbing,
Prof. Dr. Muh. Zuhri, M.A.
NIP.19530326 197803 1001
Page 5
v
PENGESAHAN
Skripsi Berjudul:
METODE ABOGE DALAM PENETAPAN HARI RAYA IDUL FITRI DI
DUSUN LOSARI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
(Studi Kasus Di Dusun Losari, Desa Gunungsari, Kecamatan Wonosegoro,
Boyolali)
Oleh:
Muntaha
NIM 211-13-028
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Hukum
Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga,
pada tanggal 14 Agustus 2018 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH).
Dewan Sidang Munaqosyah:
KetuaPenguji :Dr. SitiZumrotun, M.Ag.
SekretarisPenguji :Prof. Dr. Muh. Zuhri, M.A.
Penguji I : Drs. Machfudz, M.Ag.
Penguji II : M. Yusuf Khummaini, M. H.
Salatiga,31 Agustus 2018
Dekan Fakultas Syariah IAIN
Salatiga,
Dr. SitiZumrotun, M.Ag
NIP. 19670115 199803 2002
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS SYRI’AH Jl. NakulaSadewa V No. 9Telp (0298) 3419400 Fax. 323423Salatiga5022
Website:www.iainsalatiga.ac.idEmail:[email protected]
Page 6
vi
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Muntaha
NIM : 211-13-028
Jurusan : Hukum Keluarga Islam
Fakultas : Syariah
Judul : Metode Aboge Dalam Penetapan Hari Raya Idul Fitri DI
Dusun Losari Dalam Perspektif Hukum Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil
karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau
temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan
kode etik ilmiah.
Salatiga,05 Juni2018
Yang menyatakan,
Muntaha
NIM 21113028
Page 7
vii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
“Sekecil Apapun Sebuah Kebaikan Itu Dari Yang Maha
Kuasa,Sekecil Apapun Sebuah Keburukan Harus Selalu
bersyukur MawasJiwo”
Persembahan
Untuk orang tua dan keluarga tercintaku Bpk Sumyani, Ibu Rukiah Dan kedua
kakakku Anas Dan Fuad, Beliau pembimbing skripsi Prof. Dr. Muh Zuhri, M.A.
Sang guru terbaik dari kecil sampai saat ini Kh. Subhi, K Khoirul Anas, K Asrori
Idris, Seluruh Masyaih Pondok Tremas Dan juga Al-Irus. Rekan rekan pejuang
HKI 2013
Page 8
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala pujibagi Allah SWT, tuhan semesta
alam yang berkuasa atas segala sesuatu. Berkat tuntutan, hidayah serta karunia-
Nya lah penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda nabi
Muhamad SAW. Nabi akhir zaman yang akan selalu menjadi suri tauladan bagi
umat Islam sampai yaumulqiyamah. Amin.
Manusia tidak ada yang sempurna.Begitupun dengan penulis, penulis
hanyalah makhluk yang tiadamungkin tidak adakekurangan. Penulis hanyalah
manusia biasa yang semangatnya terkadang hidup dan padam ,sehingga
merupakan anugerah yang luarbiasa dengan bekal niat dandukungan dari banyak
pihak yang padaakhirnya penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul:”Metode Aboge Dalam Penetapan Hari Raya IdulFitri Di Dusun
Losari Dalam Perspektif Hukum Islam”
Atas terselesaikannya skripsi ini, penulis menghaturkan terimakaasih
kepada:
1. Bapak Dr. H. Ahmad Hariyadi,M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Ibu Dr. SitiZumrotunM.Ag, Selaku Dekan Fakults Syariah IAIN Salatiga.
3. Bapak Sukron Ma’mun, M.Si, selaku Kepala Jurusan Hukum Keluarga Islam.
4. Bapak Prof. Dr. Muh. Zuhri, M.A, Selaku Pembimbing Skripsi
5. Bapak Sukron Ma’mun, M. Si.selakudosenPembimbingAkademik.
6. Segenap Bapak Ibu petugas Perspustakaan IAIN Salatiga yang selalu setulus
hati memberikan pelayanan terbaiknya.
Page 9
ix
7. Orang tua tercinta Bapak Sumyani Dan Ibu Rukiah, bimbingan, arahan dan
juga kesabarannya.
8. Simbah kiai H. Subhi Idris, Simbah Kiai Khoirul Anas, Simbah KiaiAsrori
Idris yang selalu memberi bimbingan ruhaniah dari kecil hingga dewasa ini.
9. Rekan Rekan Asatid Pondok Pesantren Al-Idrus Yang Saya Sangat Hormati.
10. Bapak M. Yusuf Hummaini M. H. yang member motifasi semangat untuk
segera menyelesaikan jenjang pendidikan.
11. Kaka saya mas anas yang selalu ngancani dari awal kuliah sampai sekarang.
12. Teman teman saya Nidya Nur Aufa, Ahmad Miftahuzzahid, Dewi mustika,
Aris WIoko, Novita Purnita Sari dan seluruh rekan-rekan seperjuanganku.
Penulis tidak mampu membalas dukungan, bimbingan serta motivasi yang
telah diberikan selama ini, semoga semua itu menjadi amal shalih dan semoga
Allah membalas amalshalih tersebut dengan balasan yang lebih baik. Penulis
menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelalaian,
oleh karenanya penulis berlapang dada untuk menerima kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan.
Penulis berharap skripsi ini dapat menjadi salah satu sumber ilmu yang
bermanfaat dunia dan akhirat. Trimakasih.
Salatiga, 20 Maret 2018
Penulis
Page 10
x
ABSTRAK
Muntaha. 2018. “MetodeAboge Dalam Penetapan Hari Raya Idul Fiti Di Dusun
Losari Dalam Perspektif Hukum Islam”(Studikasus Di Dusun Losari,
Desa Gunungsari, Kecamatan Wonosegoro). Skripsi, FakultasSyari’ah.
Jurusan Hukum Keluarga Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga. Pembimbing Prof. Dr. Muh.Zuhri, M.A.
Kata kunci:Aboge, Dusun Losari, IdulFitri, Hukum Islam
Menurut diskursus Ilmu Falak, system Aboge telah dinasakh oleh Asapon,
dan Aboge merupakan Hisab Urfi yang tidak relevan jika dijadikan pedoman
dalam penentuan awal Bulan Qomariah. Namun di Dunsun Losari, Desa
Gunungsari, Kecamatan Wonosegoro masih ada masyarakat yang menggunakan
system Aboge dalam penentuan awal bulan Qomariah dan di jadikan pedoman
dalam menetapkan Hari Raya Idul Fitri. Sehingga menarik bagi penulis untuk
melakukan penelitian terhadap fenomena ini.
Bagaimana metode penenetapan Hari Raya Idul Fitri Aboge di Dusun ini,
dan Bagaimana tanggapan Hukum Islam mengenai metode yang dilakukan di
Dusun ini. faktor-faktor apakah yang melatarbelakangi penggunaan hisab tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field Research) dengan
pendekatan Ilmu Falak. Data primer berupa hasil wawancara kepada tokoh
Aboge. Data sekunder diperoleh dari dokumentasi, berupa catatan atau tulisan.
Sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Analisis dilakukan
bersamaan dengan penyajian data berdasarkan pendekatan penelitian, dengan
metode diskriptif-analitik.
Temuan penelitian adalah, Tidak ada musyawarah, pengumuman, dan
surat edaran. Tidak ada pedoman khusus dalam menentukan Hari Raya idul Fitri
yang ada yakni buku-buku Primbon. Faktor-faktor masih digunakannya Aboge,
pertama keyakinan masyarakat terhadapAboge yang merupakan warisan nenek
moyang, karena selain penentuan awal bulan juga menyangkut hari-hari baik.
Kedua kurangnya sosialisasi Kalender Jawa, mereka hanya mengenal tahun Jawa
Aboge, sedangkan Ajumgi, Amiswon, dan Asapon tidak diketahui. Ketiga
pendidikan yang relative rendah. Hukum Islam memandang bahwa metode Hisab
Aboge yang diterapkan dalam penetapan Hari Raya Idul Fitri di Dusun ini tidak
sesuai dengan ajaran Rasulullah Saw. Karena Hisab ini berpedoman pada
pembagian rata-rata bulan mengelilingi bumi dalam satu tahun, sedangkan hakikat
dari ajaran Rasulullah yang dijadikan pedoman adalah pergerakan hakiki bulan
mengelilingi bumi saat berakhirnya bulan Ramadhan.
Page 11
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR BERLOGO .................................................................................... ii
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iv
PENGESAHAN ............................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................................... vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................ viii
ABSTRAK ....................................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………………….……1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………..6
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian…………………………………………..6
D. Penegasan Istilah………………………………………………………….7
E. Kajian Pustaka……………………………………………………………8
F. Metode Penelitian………………………………………………………..10
G. Sistematika Penulisan………………………………………………...….17
Page 12
xii
BAB II KAJIAN TEORI
A. DEVINISI IDUL FITRI ……………………………………………..…..19
1. PENGERTIAN IDUL FITRI …………………………………..……19
2. DASAR PENETAPAN IDULFITRI ………………………………..23
a. Ru’yah…………………………………………………………...24
b. Hisab……………………………………………………………..25
B. METODE PENETAPAN HARI RAYA IDUL FITRI …………………27
1. Ru’yah……………………………………………………………….28
2. Hisab…………………………………………………………...…….30
C. METODE ORMAS-ORMAS ISLAM ………………………………….33
1. Muhammadiyah……………………………………………………...33
2. Nahdlatul Ulama’ …………………………………………...………36
3. Komunitas Islam Kejawen………………………………………......39
BAB III KAJIAN LAPANGAN
A. Gambaran Umum Masyarakat Dusun Losari Desa Gunungsari
KecWonosegoro………………………………………………………..43
B. Penetapan Hari Raya Idul fitri Jama’ah Aboge Dusun Losari…………47
C. Dasar PerhitunganJama’ahAboge Dusun Losari…………………….....53
D. MetodePenetapan Hari Raya IdulFitriJama’ahAboge Dusun Losari.......57
E. Latar Belakang Existensi Perhitungan Aboge Dusun Losari…………...62
Page 13
xiii
BAB IV KAJIAN TEORI
A. ANALISI METODE PENETAPAN HARI RAYA IDUL FITRI ……...64
1. Perhitungan Aboge Dusun Losari…………………………………....64
2. Sumber Dsar Dan Fungsi Perhitungan Aboge………………………68
3. Analisis Existensi Perhitungan Aboge……………….………………70
B. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP METODE PENETAPAN
HARI RAYA IDUL FITRI JAMA’AH ABOGE DUSUN LOSARI …...78
1. Analisis Hukum Islam Terhadap Sumber Perhitungan Aboge Dusun
Losari………………………………………………………………...78
2. Analisis Hukum Islam Terhadap Petangan Abboge……….………...80
BAB V KESIMPULAN PENUTUP
A. KESIMPULAN ………………………………………………………….89
B. SARAN ………………………………………………………………….91
C. PENUTUP ……………………………………………………………….93
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...94
LAMPIRAN-LAMPIRAN……………………………………………………..95
Page 14
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Quran adalah kalam Allah yang diturunkan-Nya melalui
perantara malaikat jibril kedalam hati Rasulullah Muhammad bin
Abdullah dengan lafal berbahasa arab dan makna-maknanya yang benar,
sebagai hujjah atas kerasulanya, menjadi undang-undang bagi manusia
yang mengikuti petunjuknya, dan menjadi sarana pendekatan diri dan
bernilai ibadah dengan membacanya. (Khalaf, 2014:23). Al-Quran sebagai
hujjah atas kerasulan Muhammad saw, juga merupakan aturan bagi
manusia agar berjalan sesuai denggan kehendak-Nya. Maka kedudukan
Al-Quran dalam hukum menjadi sumber hukum yang pertama. Artinya
ketika terjadi suatu permasalahan maka untuk mengetahui hukum Allah
tentang suatu masalah yang pertama haruslah dilihat bagaimana komentar
Allah mengenai masalah yang terjadi, dengan merujuk pada Al-Quran.
Umat Islam telah sepakat bahwasanya apa yang berasal dari
Rasulullah saw, baik berupa perkataan, perbuatan, atau pengakuan dapat
dijadikan hukum, tuntunan(Zein, 2008:50). Dengan demikian maka segala
yang berasal dari Rasulullah selain dari pada ayat-ayat suci Al-Quran
dapat dijadikan dasar bagi para mujtahid untuk menghukumi suatu
perbuatan atau suatu permasalahan agar tidak bertentangan dengan syari’at
Allah. Tetapi keberadaannya harus disertai dengan syarat terbukti
Page 15
2
keotentikannya. Dengan demikian maka kita ketahui bahwa baik Al-Quran
ataupun Hadis adalah sumber Hukum Islam yang wajib untuk ditaati.
Dalam implementasinya Hadis memiliki fungsi yang berbeda
dengan Al-Quran. Sebagai Hujjah Hukum Islam, Sunnah mempunyai
fungsi menjelaskan maksud ayat-ayat Al-Quran (Rifa’I, 2014: 24). Namun
ada kalanya Sunnah itu menetapkan dan membentuk Hukum yang tidak
terdapat pada Al-Quran. Hukum ini ditetapkan berdasarkan Sunnah
sekalipun nash Al-Quran tidak menjelaskannya(Khalaf, 2014: 56).
Al-Quran dan Hadis memuat tuntunan dalam menjalankan berbagai
Ibadah kepada-NYA. Karena ibadah tidak menjadi sah kecuali jika ia
sesuai dengan cara Rasullullah SAW (Syaibah, 2005: 235). Diantaranya
tuntunan Rasulullah SAW mengenai metode untuk menentukan hari raya
Idul Fitri dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
المسيب بن سعيد عن شهاب ابن عن سعد بن ابراىيم أخبرنا يحيى بن يحيى حدثنا
متي أر ذإ :وسلم عليو اهلل صلى اهلل رسول قال :قال ,عنو اهلل رضي ىريرة ابى عن
ثو مو صف م كي لع م غ ن اف او رت اف ف هو متي أر اذإو او مو صفلهللا مو ي ني ثلا رواه(ا
)مسلم
“jika kamu melihat hilal, maka berpuasalah, dan bila kamu
melihat hilal maka berbukalah. Bila hilal itu tertutup awan maka
takdirkanlah(kira-kirakanlah) ia”. (HR. Muslim, juz 3 hal:124)
Page 16
3
Hadis diatas merupakan tuntunan Rasulullah SAW mengenai dasar
Hukum dan metode yang digunakan, untuk memulai puasa Ramadhan
serta mengakhirinya. Secara tidak langsung Hadis tersebut juga memuat
tuntunan Rasulullah SAW, terkait penentuan Hari Raya Idul Fitri dengan
menentukan akhir dari bulan suci Ramadhan.
Indonesia merupakan sebuah Negara dengan mayoritas Masyarakat
beragama Islam. Pada praktek untuk menentukan hari raya Idul Fitri
berpatokan pada Hadis “jika kamu melihat hilal, maka berpuasalah, dan
bila kamu melihat hilal maka berbukalah. Bila hilal itu tertutup awan
maka takdirkanlah(kira-kirakanlah) ia”. (HR. Muslim). Namun
demikian dalam kenyataannya, terdapat perbedaan dalam memahami
Hadis tersebut. yang memahami “Rukyah” harus benar benar
melihat(yakni aliran Rukyah) dan ada yang memahami bahwa “Rukyah”
cukup dengan memperhitungkan (aliran Hisab) (Kemenag RI, 2013: 145).
Dengan demikian maka akan terjadi perayaan hari raya yang berbeda
antara aliran Rukyah dan hisab jika tidak ada kesepakatan diantara
keduanya. Sebenarnya pemerintah telah menengahi keduanya dengan
diadakan sidang isbat awal Ramadhan dan awal Syawal pada akhir bulan
Ramadhan. Sehingga yang menentukan kapan dimulainya bulan baru
Syawwal adalah pemerintah. Dengan demikian maka dalam memulai awal
Ramadhan dan Syawal dapat berjalan bersama-sama. Karena dalam
permasalahan sosial agama seperti ini seharusnya keputusan ada ditangan
pemerintah agama dengan kaidah” Hukmul Hakim Ilzamun Wayarfaul
Page 17
4
Khilaf” (Kemenag RI, 2013: 147). Namun apakah berati, semua perbedaan
yang terjadi pada pelaksanaan hari Raya Idul fiti di indonesia merupakan
buah dari pemahaman Hadis yang berbeda?. Tentunya tidak demikian.
Indonesia merupakan Negara dengan mayoritas masyarakatnya
beragama muslim namun terdiri dari berbagai macam suku dan budaya,
maka tidak menutup kemungkinan sebuah kelompok mempunyai cara
tersendiri dengan yang ditunjukkan oleh kedua aliran tersebut (aliran
Rukyah dan Rukyah). Karena adanya ketersinggungan antara Islam sebagai
great tradition dan budaya local sebagai little tradition maka melahirkan
corak prilaku keagamaan yang tersendiri semacam Islam kejawen
(Kemenag RI, 2013: 155). Sebagaimana sebagian umat muslim di Dusun
Losari, Desa Gunungsari, Kecamatan Wonosegoro Boyolali yang dalam
menentukan hari raya Idul Fitri tidak bertolak dari kedua aliran tersebut.
Dalam penentuan hariraya Idul Fitri masyarakat kejawen Dusun Losari ini
menggunakan System Aboge.
Aboge merupakan sebuah syistem penanggalan Jawa Islam yang
menyatakan bahwa Tahun Alif Bulan Suro jatuh pada Hari Rebo Wage.
Pada dasarnya system Hisab Rukyah kejawen berpijak pada prinsip
kalender Jawa, yang keberadaanya telah disenyawakan dengan kalender
Hijriah pada tahun 1555 tahun Aji Saka oleh Sultan Agung
Hanyokrokusumo(Kemenag 2013: 12). Dalam fungsinya kalender Jawa
Islam berfungsi bukan hanya sebagai petunjuk menentukan hari tanggal
keagamaan tetapi juga menjadi dasar dan ada hubungannya dengan
Page 18
5
Petangan Jawi (Izuddin 2015: 126). Maka Dalam fungsinya, system ini
digunakan oleh masyarakat Jawa Islam dalam berbagai macam prilaku
baik yang bersifat ibadah ataupun muamalah. Sebagaimana untuk
menentukan musim, menentukan hari baik dan buruk, kematian, kelahiran
dan bahkan penentuan waktu beribadah sebagaimana menentukan hari
raya Idul Fitri. Dengan tujuan agar mendapatkan ketenangan hidup di
dunia dan menghindarkan diri dari marabahaya. Hal ini menjadi menarik
karena system Hisab Aboge ini dalam diskursus ilmu Falak merupakkan
system Hisap Urfi. kehadirannya tidak dapat di gunakan sebagai acuan
untuk menentukan waktu beribadah, karena jumlah hari dalam bulan
Ramadhan selalu tetap 30 hari sedangkan menurut Rukyah Bilfi‟li ataupun
Bililmi adakalanya 29 dan 30 hari (Azhari, 2005: 123). Akan tetapi pada
prakteknya masih diberlakukan dan menjadi pegangan bagi sebagian
masyarakat Islam Jawa. Sebagaimana sebagian kelompok masyarakat
Dusun Losari yang masih menggunakan system Aboge dalam
menentukan hari raya Idul Fitri. Jamaah Aboge Dusun Losari dalam
menetapkan hari raya Idul Fitri masih menggunakan metode ini untuk
menetapkan hari raya Idul Fitri. Karena dalam menentukan hari raya Idul
Fitri Jama’ah Aboge Dusun Losari masih menggunakan metode ini, tanpa
danya Musyawarah/ Rembug dengan tokoh pemerintahan ataupun tokoh
agama yang lain bahkan tanpa mempperhatikan pengumuman pemerintah
maka mengakibatkan pelaksanaan Hari Raya Idul Fitri yang tidak sesuai
Page 19
6
dengan keputusan yang ditetapkan pemerintah ataupun yang menggunakan
ru‟yah bil fi‟li maupun ru‟yah bil ilmi.
Dari hal inilah penulis merasa perlu membahas mengenai cara yang
digunakan sebagian Masyarakatkatkat Dusun Losari dalam menentukan
hari raya Idul Fitri dalam pandangan Hukum Islam dengan judul
“METODE ABOGE DALAM PENETAPAN HARI RAYA IDUL FITRI
DI DUSUN LOSARI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan
diatas, maka masalah-masalah yang pokok yang ingin dibahas dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah metode yang digunakan Jama’ah Aboge Dusun Losari
dalam menentukan hari raya Idul Fitri?
2. Bagaimanakah metode yang digunakan Jama’ah Aboge Dusun Losari
dalam menentukan hari raya Idul Fitri dalam pandangan Hukum
Islam?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Tercapainya tujuan penelitiaan ini adalah yang ingin dicapai oleh
penulis.
1. Mengetahui metode yang digunaka Jamaah Aboge Dusun Losari
dalam menentukan hari raya Idul Fitri.
2. Mengetahui keabsahan metode Hisab yang diterapkan
Page 20
7
3. mengetahui perkembangan metode Hisab yang dilakukan.
Adapun manfaat penelitian antara lain:
1. Memberikan kontribusi intelektual dalam rangka turut berpartisipasi
dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan
seputar metode penetapan hari raya.
2. Sebagai studi komparatif (perbandingan) maupun lanjutan bagi yang
ingin mendalami penetapan hari raya
3. Sebagai referensi bagi Pihak berwenang dalam merumuskan metode
penetapan hari raya Idul Fitri.
D. Penegasan Istilah
Didalam penelitian ini maka penulis mempertegas istilah-istilah
yang mungkin akan mempermudah untuk menjelaskan kelanjutan
penelitian ini :
1. Metode :
a. merupakan cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu
pekerjaan agar tercapai suatu yang dikehendaki; cara kerja yang
sistematis untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna
mencapai tujuan yang ditentukan.
b. Ling sikap sekelompok sarjana terhadap bahasa atau linguistik,
misal metode perskriptif, dan komparatif.
c. Prinsip dan praktek pengajarran bahasa, misal metode langsung
dan metode terjemah (KBBI)
Page 21
8
2. Idul Fitri adalah hari raya umat Islam yang jatuh pada tanggal 1
Syawwal pada penanggalan Hijriah. Karena penentuan 1 Syawwal
yang berdasarkan peredaran bulan tersebut, maka Idul Fitri ataupun
Puasa Ramadhan jatuh pada tanggal yang berbeda-beda pada setiap
tahunnya apabila dilihat dari penanggalan masehi(wikipedia)
3. Aboge merupakan sebuah Sistem penanggalan Jawa Islam yang
manyatakan bahwa tahun Alif bulan Suro jatuh pada hari Rebo Wage.
Pada dasarnya system Hisab Rukyah kejawen berpijak pada prinsip
kalender Jawa yang mempunyai arti dan fungsi bukan hanya sebagai
petunjuk hari dan tanggal keagamaan tetapi juga menjadi dasar dan
ada hubungannya dengan Petangan Jawi (Izuddin 2015: 126).
E. Kajian Pustaka
Penelitian yang berkaitan dengan Islam kejawen (Aboge) telah
banyak dilakukan. Diantaranya yang telah diteliti oleh Joko Sulistiyo dan
penelitiannya yang berjudul ”Analisi Hukum Islam Terhadap Prinsip
Penanggalan Aboge Di Dusun Mudal Kecamatan Mojotengah
Kabupaten Wonosobo” Dalam skripsinya tersebut, ia mendeskripsikan
prinsip penanggalan yang digunakan masyarakat Islam Aboge Di Dusun
Mudal Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo dalam menentukan
awal bulan. Sekripsinya sampai pada kesimpulan bahwa prinsip
penanggalan masyarakat Islam Jawa Aboge di Dusun ini sama sekali tidak
ada dasar Agama yang melandasi prinsip yang mereka anut, sehingga
system Aboge yang dilakukan hanya dapat menjadi sebuah Study
Page 22
9
keilmuan saja akan tetapi tidak dapat digunakan untuk menentukan waktu
beribadah.
Hal ini tentu berbeda dengan yang akan di bahas oleh penulis.
Dalam Skripsi yang akan di himpun oleh penulis akan lebih membahas
terkait cara penetapan hari raya Idul Fitri dan Hukum penggunaan metode
Aboge Dalam Penetapan hari raya Idul Fitri di Dusun Losari dalam
perspektif Hukum Islam.
Selain di atas juga merupakan studi kasus skripsi dari Saudari Nur
Laila SaFitri yang berjudul” Penetapan Awal Dan Akhir Ramadhan
Berdasarkan “ABOGE”. Dalam sekripsi ini dibahas mengenai system
penentuan awal dan akhir Ramadhan dalam kalender Jawa Islam
“ABOGE” dan cara masyarakat Dusun Rebun Kecamatan Dampit
Kabupaten Malang dalam menetapkan awal dan akahir ramadahan
berdasarkan “ABOGE”. Karena dalam sekripsi saudari Nur Laila Safitri
juga merupakan penelitian yang membahas, cara menentukan akahir
Ramadhan maka dapat di tarik garis lurus hubungan antara sekripsi nur
laili Safitri dan penulis yang juga meneliti metode penentuan hari raya Idul
Fitri yang jatuh pada tanggal 1 syawwal. Hal ini tentu berbeda dengan
yang akan dibahas oleh penulis. Dalam skripsi yang akan dihimpun oleh
penulis akan lebih membahas terkait cara penetapan hariraya Idul Fitri dan
Hukum penggunaan metode Aboge Dusun Losari dalam perspektif
Hukum Islam.
Page 23
10
F. Metode Penelitian
Metode dalam menyusun Karya Ilmiah seperti Skripsi mempunyai
peranan yang sangat penting. Peranan metode terkait tata cara (prosedur)
memahami dan mengolah inti dari obyek penelitian. Pada penelitian ini,
penyusun menggunakan metode-metode sebagai berikut:
1. Jenis penelitian
Dalam suatu penelitian atau riset di perlukan metode yang sesui
dan selaras dengan inti permasalahan dan tujuan penelitian guna
memperoleh data yang relevan dengan permasalahan penelitian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan
pendekatan kualitatif.
Menurut jenis datanya, skripsi ini menggunakan jenis penelitian
kualitatif, yakni prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dan orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati dan diarahkan pada latar alamiah dan individu tersebut
secara holistik (menyeluruh) (Moleong 1993:3).
2. Pendekatan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis. Peneliti
akan lebih mengarah pada sosial kemasyarakatkatan maupun prilaku
Masyarakat. Yang dimaksud sosiologis ini untuk mendapatkan
informasi atau penjelasan proses-proses yang terjadi baik dari keluarga
maupun lingkungan sekitar yang bersangkutan. Peneliti dapat
memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat
Page 24
11
dalam lingkup pikiran orang-orang setempat, dan memperoleh
penjelasan yang banyak dan bermanfaat serta dapat memperoleh
penemuan-penemuan yang tidak diduga sebelumnya untuk membentuk
kerangka teoritis baru.
3. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini kehadiran peneliti merupakan hal yang
utama dan penting karena seorang peneliti secara langsung
mengumpulkan data yang ada di lapangan. Dalam hal ini peneliti
menggunakan pendekatan psikologis untuk memperoleh data yang
relevan sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu dengan mencari
informan guna melengkapi data. Sedangkan status peneliti dalam hal
mengumpulkan data diketahui oleh informan secara jelas guna
menghindari kesalah-pahaman diantara peneliti dengan informan.
Kehadiran peneliti di sini mencoba menggali lebih jauh tentang Metode
Penetapann Hari Raya Idul Fitri dan melibatkan secara langsung
subyek peneliti, dengan kata lain penelitian ini telah diketahui oleh
subyek penelitaian.
4. Subjek dan Lokasi penelitian.
Subjek dalam penelitian ini yaitu sebuah Dusun di Kecamatan
Wonosegorao Kabupatten Boyolali di mana sebuah kelompok
keagamaan yang bercorak Islam kejawen memiliki metode tersendiri
dalam menetapkan hari raya Idul Fitri.
Page 25
12
Lokasi Penelitian Dusun Losari Desa Gunungsari Kecamatan
Wonosegoro.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan salah satu unsur yang
sangat penting guna menghimpun data yang merupakan bagian dari
penelitian. Pengumpulan data akan lebih tepat guna dan optimal
apabila dilakukan berdasarkan metode atau langkah-langkah yang
sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan agar data-data yang di
peroleh lebih lengkap, sehingga tercapai kebenaran ilmiah yang
dikehendaki. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan cara wawancara langsung kepada
tokoh agama dari Jama’ah aboge Dusun losari, tokoh masyarakat dari
dussun ini, dan tokoh agama yang berpengaruh disekitar dusun ini.
Obserfasi langsung ke lokasi penelitian yaitu dusun losari desa
gunungsari kecamatan wonosegoro, dengan mengamati secara
llangsung kondisi baik social ekonomi, pendidikan ataupun keagamaan
di dusun losari. Dokumentasi dari jama’aah aboge di dusun ini:
a. Wawancara
Teknik wawancara adalah proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya Jawab, sambil bertatap
muka antara pewawancara dengan narasumber dengan
menggunakan alat interview guide ( Nazir,2014:170).
Page 26
13
Wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur,
dimana penyusun sebelumnya telah menyiapkan pedoman
wawancara yang memuat garis besar pertanyaan yang akan
diajukan kepada narasumber. Wawancara yang akan dilakukan
dengan menggunakan dua tahap, pertama peneliti melakukan
deskripsi dan orientasi awal tentang masalah dan subyek yang
dikaji. Kedua melakukan wawancara mendalam sehingga
menemukan informasi yang lebih banyak dan penting. Wawancara
yang digunakan dengan model wawancara terbuka artinya seorang
informan dapat mengungkapkan beberapa upaya, gagasan, strategi
yang akan dilaksanakan serta hambatan yang diprediksikan.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara kepada,
pemuka agama kelompok Aboge di Dusun ini, tokoh maasyarakat
setempat dan tokoh Islam yang berada di daeraah sekitar Dusun
Losari.
b. Observasi
Teknik observasi atau pengamatan menurut Nazir adalah
merupakan teknik pengambilan data dengan menggunakan indera
mata tanpa ada pertolongan alat standar lain dalam keperluan
tersebut (Nazir,2014:154). Dari penelitian pengalaman ini
diperoleh suatu petunjuk bahwa mencatat data observasi bukanlah
sekedar mencatat, tetapi juga mengadakan pertimbangan
kemudian mengadakan penilaian ke dalam suatu perkara
Page 27
14
bertingkat(Arikunto, 2006: 229). Observasi adalah sebuah
pengumpulan data dengan jalan pengamatan secara langsung
mengenai obyek penelitian.Dalam metode ini penulis gunakan
sebagai langkah awal untuk mengetahui kondisi subyek
penelitian.
Dalam melakukan pengumpulan data melalui observasi ini,
terdapat beberapa jenis observasi yang membantu peneliti untuk
memperoleh data. Menurut (Moleong, 2014:179-177). jenis atau
macam-macam observasi sebagai berikut:
1. Berperan serta secara lengkap. Dalam observasi ini, peneliti
menjadi anggota penuh dai obyek yang diteliti.
2. Pemeran serta sebagai pengamat. Jenis observasi ini
memungkinkan peneliti untuk berperan sebagai pengamat
tanpa harus menjadi anggota dari obyek yang diteliti.
3. Pengamat sebagai pemeranserta. Pada observasi ini peranan
pengamat diketahui secara terbuka oleh umum bahkan di
seponsori oleh subyek. Sehingga informasi rahasia pun dapat
dengan mudah diperoleh.
4. Pengamat penuh. Biasa terjadi dalam eksperimen di
laboratorium, peneliti dengan bebas mengamati obyek
penelitian dikarenakan obyek yang diteliti tidak mengetahui
apakah sedang diamati.
Dalam teknik pengumpulan data di lapangan, peneliti
Page 28
15
menggunakan teknik pemeran serta sebagai pengamat.
c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau
variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya (Arikunto,
1998: 236).
Dalam penelitian ini dokumentasi yang dimaksud adalah
pengambilan beberapa data tentang berbagai dokumen terkait dengan
kelompok aliran dan metode yang digunakan dalam menetapkan
hariraya Idul Fitri Jama’ah Aboge yang ada di Dusun Losari.
Sebagaimana almanac, buku pedoman, kitab, serta catatan-catatn yang
mendukung terhadap perhitungannya Jama’ah Aboge di dusun ini.
6. Analisis Data
Data mentah yang telah dikumpukan oleh peneliti tidak akan
ada gunanya jika tidak dianalisa. Analisa data merupakan bagian yang
amat penting dalam metode ilmiah, karena dengan dianalisalah data
tersebut dapat diberi arti makna yang berguna dalam memecahkan
masalah penelitian (Nazir, 1988:405).
Setelah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis
seperlunya agar diperoleh data yang matang dan akurat, dengan
menggunakan analisa data kualitatif. Analisa data kualitatif adalah
upaya yang dilakukan dengan jalan berkerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang
Page 29
16
dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong,
2009: 248).
7. Pengecekan Keabsahan Data
Keabsahan data merupakan hal yang sangat penting dalam
penelitian, karena dari data itulah nantinya akan muncul beberapa teori.
Untuk memperoleh keabsahan temuan, penulis akan menggunakan
teknik-teknik perpanjangan kehadiran peneliti di lapangan, observasi
yang diperdalam, triangulasi (menggunakan beberapa sumber, metode,
teori), pelacakan kesesuaian dan pengecekan anggota. Jadi temuan data
tersebut bisa diketahui keabsahanya.
8. Tahap-tahap Penelitian
Dalam penelitian ini dilakukan dengan berbagai tahap. Pertama
pra lapangan, dimana peneliti menentukan topik penelitian, mencari
informasi tentang ada tidaknya praktik hari raya yang berbeda dengan
ketetapan pemerintah. Tahap selanjutnya peneliti terjun langsung ke
lapangan atau lokasi penelitian untuk mencari data dan informasi
kelompok aliran Islam yang memiliki metode tersendiri dalam
menetapkan hari raya Idul Fitri, serta melakukan observasi,
dokumentasi dan wawancara terhadap informan yaitu sesepuh Aboge
Dusun Losari.
Page 30
17
Tahap akhir yaitu penyusunan laporan atau penelitian dengan
cara menganalisis data atau temuan dari penelitian kemudian
memaparkannya dengan narasi deskriptif.
9. Analisis Data
Analisis dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif yaitu
untuk mengungkap fenomena sosial agar ditemukan solusi atas
masalah terkait. Penalaran (pola pikir) yang digunakan yaitu secara
induktif yaitu setelah data-data terkumpul dari informan, data-data
terkait masalah penetapan hari raya akan dianalisis dengan teori yang
tercantum dalam kerangka teoritik.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam mempelajari materi skripsi ini,
sistematika penulisan memegang peranan penting. Adapun sistematika
penulisan skripsi dapat ditulis paparan sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian penegasan istilah, tinjauan
pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan penelitian.
Bab II Kajian Teori. Dalam Bab ini diuraikan tentang penetapan
hari raya, Definisi Idul Fitri dalam Islam, dan konsep metode penetapan
hari raya Idul Fitri. Kajian teori diletakkan pada bab II agar dalam
pelaksanaan penelitian bisamendapatkan hasil.
Bab III Metode Penelitian ini terdiri dari paparan data dan
Page 31
18
penemuan penelitian meliputi gambaran umum lokasi penelitian, profil
Kelompok Aboge, faktor penyebab pelaksanaan Idul Fitri yang
bertentangan dengan pemerintah.
Bab IV Pembahasan. Dalam bab ini diuraikan tentang profile
jemaah Aboge Dusun Losari, konsep penetapan hari raya Idul Fitri,
Analisis metode penetapan hari raya Idul Fitri menurut jemaah Aboge
Dusun Losari, metode penetapan hari raya Idul Fitri jemaah Aboge Dusun
Losari.
Bab V Penutup, yang meliputi kesimpulan dan saran. Dalam bab
ini diuraikan mengenai kesimpulan sebagai Jawaban dari permasalahan
yang dikemukakan dan diakhiri dengan saran-saran bagi pihak yang
terkait.
Page 32
19
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Devinisi Idul Fitri
1. Pengertian Idul Fitri
Idul Fitri terdiri dari dua suku kata Ied yang artinya kembali dan
Fitri merupakan asal kata dari Iftar yang artinya berbuka. Artinya Idul
Fitri merupakan hari dimana umat Islam kembali berbuka(makan),
setelah selama satu bulan penuh menjalankan kewajiban untuk
melakukan puasa Ramadhan. Pengertian ini diambil dari makna dhohir
Hadis dari Aisyah yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi.
يىب نموسى -912 ث نايح يىب نال يمان,حد ث نايح مع مر,حد محم دب نال من كدر,عن ,عن
عائشة,قالت طرالن اس:قالرسولالل وصل ىالل وعلي ووسل م:عن مي ف ,ال فط ري و
م ..لن اسيضحياواألض حىي و
Telah menceritakan kepada kami yahya bin musa, telah
menceritakan kepada kami yahya bin yaman, dari umar, dari
Muhammad bin munkadir, dari aisyah beliau berkata: Rasulullah
saw bersabda “Idul Fitri adalah hari orang-orang berbuka dan
Idul adha adalah hari orang-orang berkurban” (At-Tirmidzi, 1:
279)
Sedangkan yang memberikan makna Idul Firi merupakan hari
kembalinya umat Islam pada kesucian merupakan pengertian yang
diambil dari kata فطر yang artinya suci(Munawir,1994 :1142) dan
Page 33
20
makna hadis setelah menjalankan ibadah puasa Ramadhan selama satu
bulan penuh secara sempurna. Dalam salah satu Hadis yang berbunyi:
ةرط فىال لعدلو ي ودلو مل ك
Setiap bayi yang dilahirkan kedunia dalam keadaan suci.
حدثنامسلمبنابراىيمحدثناىشامحدثنايحيىعنابىسلمةعنابىىريرةرضى
ولرفاغابستح ااوانمي ارد قال ةلي لامقن صلىاهللعليووسلمقالماهللعنوعنالنبى
وبن ذن اممد قات مولرفاغابستح ااوانمي إناضمرامصن مووبن ذن اممد قات م
“Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibrahim,
telah menceritakan kepada kami Hisyam, telah
menceritakan kepada kami Yahya Dari Abu Salamah dari
Abu Hurairah Radiallahu nganhu, dari Nabi Shallallahu
alaihi wasallam Bersabda: Barang Siapa Yang
Menegakkan Lailatul Qadar(mengisi dengan ibadah)
karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala
hanya darinya maka akan diampuni dosa-dosa yang telah
dikerjakannya, dan barang siapa yang berbuasa dibulan
Ramadhan atas dasar keimanan dan dilaksanakan dengan
benar, maka ia diampuni dosa-dosanya yang telah
lewat”.(HR. Bukhori, 3: 33)
Idul Fitri adalah hari dimana umat Islam kembali makan
dan minum(berbuka). Karena pada bulan Ramadhan umat Islam
diwajibkan untuk melakukan puasa. Diperbolehkan makan dan
minum jika telah sampai pada waktunya buka puasa pada waktu
magrib dan sahur menjelang subuh serta waktu malam diantara
keduanya(Amar, 1983: 182). Hal ini dilakukan sebagai bentuk
Page 34
21
ketaatan beribadah kepada Allah SWT dalam menjalankan
perintahnya yang termuat dalam surat Al-Baqarah ayat: 183-185.
لعل كم ق ب لكم كتبعلىال ذينمن كما كتبعلي كمالصيام أي هاال ذينآمنوا يا
أخر .ت ت قون أي ام من فعد ة علىسفر مريضاأو من كم كان أي امامع دوداتفمن
يطيق ال ذين وعلى وأن لو ر خي ف هو را خي تطو ع فمن كين مس طعام ية فد ونو
ت ع لمون كن تم إن لكم ر خي ىدى .تصوموا ال قر آن فيو ال ذيأن زل رمضان ر شه
شه فمن ال هدىوال فر قان من وب ي نات كانللن اس ومن و ف ل يصم ر الش ه من كم د
ر روليريدبكمال عس أي امأخريريدالل وبكمال يس علىسفرفعد ةمن مريضاأو
ت ولعل كم ةولتكب رواالل وعلىماىداكم ملواال عد كرونولتك ش
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian
untuk berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kalian agar kalian bertakwa, (yaitu) dalam
beberapa hari yang tertentu. Maka, barang siapa di antara
kalian sakit atau berada dalam perjalanan (lalu berbuka),
(dia wajib berpuasa) sebanyak hari yang ia tinggalkan itu
pada hari-hari yang lain. Wajib bagi orang-orang yang
berat menjalankannya, (jika mereka tidak berpuasa),
membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang
miskin.Barangsiapa yang mengerjakan kebajikan dengan
kerelaan hati, itulah yang lebih baik baginya.Berpuasa
lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui. (Beberapa
hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan
yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur`an
sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu, dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil). Oleh karena itu, barangsiapa di antara kalian
Page 35
22
hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, hendaklah
ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa yang sakit
atau berada dalam perjalanan (lalu berbuka), (dia wajib
berpuasa) sebanyak hari yang ia tinggalkan itu pada hari-
hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagi kalian,
dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian.Hendaklah
kalian mencukupkan bilangan (bulan) itu dan hendaklah
kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberi-
kan kepada kalian supaya kalian bersyukur.” (Al-Baqarah:
183-185)
Perlu diketahui bahwa hari Idul Fitri merupakan hari yang
penuh barokah,dan hari yang penuh kebahagiaan(Kemenag 2013:
105). Hal ini wajar kiranya karena pada hari ini merupakan hari
dimana insan muslimin telah berhasil dalam perjuangannya
menjalankan kewajiban puasa selama satu bulan penuh, sebagai
bentuk ketaatan kepada-NYA, Serta berhasil menahan diri untuk
tidak melakukan hal-hal yang membatalkan selama puasa
dilakukan. Pada hari ini Allah bersyukur kepada orang-orang yang
yang telah melakukan puasa Ramadhan dan bersungguh-sungguh
bersujud ketika malam. Pada kenyataannya kebahagian orang-
orang mukmin ditandai dengan mengumandangkan takbir, tahmid
dan kalimah tauhid dimulai dari malam satu Syawal, disunnahkan
makan sebelum berangkat shalat ied kemudian dilanjutkan dengan
shalat Idul Fitri. Karena hal inilah, maka Idul Fitri berdasarkan
uraian di atas adalah hari raya dimana umat Islam untuk kembali
berbuka atau makan.Karena hal inilah maka tanggal 1 Syawwal
disebut sebagai HARI RAYA IDUL FITRI.
Page 36
23
2. Dasar Penetapan Idul Fitri
Perlu diketahui bahwa didalam hari raya Idul Fitri terdapat
perintah untuk meramaikanya. Dalam hari raya Idul Fitri supaya anak-
anak besar kecil, tua dan muda supaya meramaikanya. Bahkan wanita-
wanita yang sedang haidpun dianjurkan untuk keluar
kelapangan(tempat dilanksanaannya shalat Idul Fitri) (Rifa’I, 2014:
283), sekalipun mereka tidak ikut shalat. Nabi bersabda:
ث نا-271 ث نا حد ث نا:قال حف ص ب ن عمر محم د،حد حف صة عن عاصم، عن أبي حد
مر كن اقالت عطي ة أم عن رج أن ن ؤ مال عيد نخ رج حت ي و ر ىنخ رىا من ال بك حت خد
رج بيرىم ف يكب ر نالن اس خل ف ف يكن ال حي ض ىنخ عون بتك ب ركة ي ر جون بدعائهم ويد
م ذلك رتو ال ي و .وطه
“Dari ummi atiah katanya, „kami diperintahkan pergi
shalat hari raya, bahkan anak-anak gadis keluar dari
pingitannya. Juga perempuan-perempuan yang sedang
haid (datangbulan) tetapi mereka hanya berdiri saja
dibelakang orang banyak, dan turut takbir dan berdoa
sama-sama dan mereka mengharapkan beroleh keberkahan
dan kesucian hari itu.(HR.Bukhori, 2: 25)
Idul Fitri merupakan puncak dari kegiatan ibadah selama bulan
Ramadhan. Karena pentingnya Idul Fitri maka maka dalam menentukan
kapankah hari raya Idul Fitri dilakukan haruslah terdapat tuntunan baik
dari nas Al-Quran ataupun Hadis terkait dengan pelaksanaan ibadah hari
raya Idul Fitri. Hal ini merupakan sebuah keharusan karena “hukum asal
Page 37
24
dari ibadah adalah dilarang, sampai adanya dalil yang
memperbolehkannya”. Dalam qowaIdul fiqhiyah telah disebutkan
bahwa:
باجووهف وبل اباجوال م تيالم
”Perkara di mana kewwajiban tidak akan sempurna
kecuali dengan perkara itu maka perkara tersebut termasuk
wajib”.(Zein 2008: 61).
Berikut adalah dasar hukum dari metode pentapan hari raya Idul
Fitri.
a. Ru’yah
Rukyah sebagai dasar Hukum dalam menentukan hari raya
Idul Fitri bersumber dari Hadis-Hadis Rukyah, antara lain:
المسيببنسعيدعنشهابابنعنسعدبنابراىيمأخبرنايحيىبنحدثنايحي
متي أرذإ :مل سووي لعاهللىل صاهللولسرالق :قال ,عنواهللرضيىريرةابىعن
)مسلمرواه(هو رداق فم كي لعم غن افاو رطاف فهو متي أراذإواو مو صفللهال
“jika kamu melihat hilal, maka berpuasalah, dan bila kamu
melihat hilal maka berbukalah. Bila hilal itu tertutup awan
maka takdirkanlah(kira-kirakanlah) ia”. (HR. Muslim, Jus
3: 122)
يقول عنو اهلل رضى ىريرةىاب سمعت قال زياد محمدبن شعبةحدثنا حدثنا ادم حدثنا
Page 38
25
او لمك أف م كي لع ىبغن إف وتيؤ رل او رطاف و وتيؤ رل او مو ص: ابوالقاسم قال أوقال م ص النبى قال
ثينلثانبع الش ةد ع
“Dari Adam dari Suaibah dari Muhammad Bin Ziyad
berkata sayamendengar Abu Hurairah berkata bawasanya
Nabi SAW Bersabda: Berpuasalah karena melihat hilal dan
berbukalahkamu karena melihat hilal bila kamu tertutup
mendung, makasempurnakanlah bilangan bulan Sya‟ban
tiga puluh hari.”(HR. Bukhori, 3: 34).
b. Hisab
Hisab sebagai dasar Hukum dalam menentukan hari raya
Idul Fitri bersumber dari ayat-ayat Al-Qur’an antara lain:
ر منازللت ع لمواعددالسنينوال حسابۥهىوال ذىجعلالش م سضيآءوال قمرنوراوقد
بال حقماخلقالل و مي ع لمون﴿يونس: ذلكإل يتلقو ٥ي فصلاأل
Artinya: ”Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan
bercahayadan ditetapkan-Nya mazilah-mazilah (tempat-tempat)
bagiperjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun
danperhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian
itumelainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda
(kebesaran-Nya) kepada orang yang mengetahui.”(QS. Yunus: 5)
بان﴿الرحمن الش م سوال قمربحس
”Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.”
(QS. Ar-Rahmaan:5)
نو حبس يكلىف فل كوارهالن قابسلي الل لورمقال كرد تن أاهىلغبن ي سم الش ل
Page 39
26
“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan, dan
malampun tidak mendahului siang dan masing-masing
beredar pada garis edarnya”.
بانا ص باحوجعلال ي لسكناوالش م سوال قمرحس ذلكت ق ديرال عزيز فالقال
تدواوىوا٦٩ال عليم﴿األنعام: ل ذىجعللكمالن جوملت ه بهافىظلمتال ب ر
ر فص ل ناال وال بح مي ع لمون﴿األنعام:تايقد ٦٩لقو
”Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk
beristirahat, dan menjadikan matahari dan bulan untuk
perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa
Lagi Maha Mengetahui.(96) Dan Dialah ynag menjadiakn
bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikanya petunjuk
dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya kami
telah(QS. Al-Anam:96-97)
B. Metode Penetapan Hari Raya Idul Fitri
Membahas mengenai masalah penetapan hari raya Idul Fitri, maka
tidaklah lepas dari pembahasan mengenai penetapan awal dan akhir bulan
Ramadhan. Karena berkaitan erat dengan penentuan waktu untuk
beribadah maka Allah menerangkan perhitungan waktu itu dengan bulan
Qamariah, karena lebih mudah dalam perhitungan dari pada perhitungan
menurut bulan Syamsiah dan lebih sesuai dengan tingkat pengetahuan
bangsa Arab pada zaman itu(Kemenag, 2004:262). Sebagaimana dalam
surat Al-Baqarah ayat 189:
ىل ة لونكعناأل بأنتأ تواو قل ىىموقيتللن اسوال حج يس ال ب يوتمنلي سال بر
Page 40
27
منات ق ال بر أب وبهاوأ توا ىظهورىاولكن لحون: وات قوا ال ب يوتمن لعل كم ت ف ٩٨٦اهلل
“mereka bertanya kepadamu Muhammad tentang bulan sabit,
katakanlah “itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan
(ibadah) haji.” Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah
rumah dari belakangnya, tetapi kebajikan adalah orang yang
bertaqwa.masuklah rumah-rumah dari pintu-pintunya, dan
bertaqwalah kepada Allah agar kamu beruntung”.
Artinya bulan Qamariah diawali dengan munculnya Hilal, yaitu
bulan sabit yang pertamakali terlihat(the vers vicibilty cresent) selanjutnya
bulan sabit itu membesar dan menjadi bulan purnama, menipis kembali
dan akhirnya hilang dari langit(Farid ruskanda, 2001: 15). Dalam Hisab
Hakiki bahwa Wujudul Hilal dalam bulan Qamariah akan terpenuhi jika
memenuhi 3 kriteria(Rukyah Dan Rukyah Muhammadiah, 2009 :78)
1. Telah terjadi ijtima’ (konjungsi).
2. Ijtima‟(konjungsi). Dalam peredaran bulan mengelilingi bumi, ada
masa dimana bulan berada pada arah yang sama dengan matahari yang
disebut fase bulan baru(ijtima’)(Syaugi, 2014: 49). Itu terjadi sebelum
matahari terbenam,dan pada saat terbenamnya matahari piringan atas
Bulan berada.
3. Diatas ufuk(bulan baru telah wujud).
Adanya kemungkinan hilal tidak dapat terlihat karena cuaca maka
menimbulkan pilihan yang kedua yaitu menerima istikmal). Hilal yang
tidak mungkin terlihat baik karena tertutup awan atau posisinya tidak pada
imkanur ru‟yah, maka metode yang ditempuh adalah Rukyah(Syugi,
Page 41
28
2013:49). Oleh karenanya, maka metode yang dapat ditempuh sebagai cara
untuk mentapkan hari raya Idul Fitri yang bertepatan dengan tanggal satu
bulan Syawaal tahun Qamariah adalah Rukyah dan Hisab.
a. Rukyah
Secara etimology Rukyah berasal dari bahasa arab رأ, يرأ ,
yang berarti melihat(Munawir, 1997:460). Arti yang paling umumورأية
dari kata Rukyah adalah melihat dengan mata telanjang, yaitu melihat
Hilal pada saat matahari terbenam dengan mata atau teleskop, dalam
astronomi dikenal sebagai obserfasi (Azhari, 2012: 183). Ru‟yatul hilal
ini adalah merupakan maksud lain dari kata Syuhudus-Syahri
(meyakinkan bulan) (Syaugi, 2008:50). Ada juga yang memaknai
dengan كادر /علم yakni memahami melihat dengan akal fikiran(dengan
menghitung/ Rukyah)(Munawwir, 1997:460). Ada pula yang
mengartikan dengan menduga melihat dengan hati. Secara terminology
, Rukyah adalah suatu kegiatan atau usaha melihat hilal atau bulan
sabit di langit ufuk sebelah barat sesaat setelah matahari terbenam
menjelang awal bulan baru, khususnya menjelang Ramadhan, Syawal
dan Dzulhijjah untuk menentukan kapan bulan baru
dimulai(Jamaludin, 2013: 9). Ru‟yatul hilal adalah metode praktis
untuk membuktikan apakah bulan sabit baru (Hilal) terlihat atau
tidak(Syaugi, 2014: 52). Adapun Rukyah sebagai dasar metode untuk
menetapkan awal bulan Qamariah berdasar pada Hadis-Hadis Rukyah
antara lain:
Page 42
29
:لو قرضياهللعنوي ةري رىىبأتع محدثناادمحدثناشعبةحدثنامحمدبنزيادقالس
ةد واالعلمكفابحسم كي لعيبغالحن أفوتيأ رالو رطاف ووتيأ رالو مقالالنبىصمص
ثينلثانبع الش
“Dari Adam dari Suaibah dari Muhammad Bin Ziyad berkata
saya mendengar Abu Hurairah berkata bawasanya Nabi SAW
Bersabda: Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah
kamu karena melihat hilal bila kamu tertutup mendung, maka
sempurnakanlah bilangan bulab Sya‟ban tiga puluh
hari.”(HR.Bukhari, Shahih Bukhari, Kairo, Darul Fikr, 1981).
Dengan mengacu pada Hadis ini, maka para penganut Mazhab
Rukyah ini berpandangan bahwa Rukyah hukumnya wajib,
kategorinya adalah Fardhu Kifayah, dan hasil Rukyah dapat berlaku di
seluruh wilayah Indonesia karena merupakan satu wilayah
hukum(LPKBHI Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo: 3)
b. Hisab
Secara etimologi Hisab berasal dari kata حسب, حسبانا, ومحسبة
yang berarti menduga, menyangka, mengira, memandang,
menganggap dan menghitung(Munawwir, 1997:261). Arti yang sama
Kata Hisab memiliki arti menghitung(Muhdlor, 2000: 762).
Sedangkan dalam kamus ilmu falak Hisab diartikan
Arithmatic(Khazin , 2005: 30). Dalam Al-Qur’an kata Rukyah banyak
Page 43
30
disebut dan secara umum dipakai dalam arti perhitungan
sebagaimana dalam firman Allah:
كل ن ف س زى متج ال ي و كسبت م بما ٩٩إن الل وسريعال حساب﴿غافر: لظل مال ي و
“Pada hari ini, tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa
yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari
ini. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan
(pemeriksaan) –Nya”(Gafir (40): 17).
Dalam Al-Qur‟anul Karim kata Hisab juga digunakan pada
beberapa ayat yang memilik arti perhitungan. Misalnya dalam surat
Sad ayat 26 yang yang berarti hari perhitungan.
مال حساب﴿ص: بمانسوا عنسبيلالل ولهم عذابشديدإن ال ذينيضل ون ٦٩ي و
“Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan
mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan”(Sad (38): 26)
Kata Hisab dalam penetapan awal bulan Qamariah dijumpai
dalam Al-Qur’an sebanyak dua kali yaitu Q.S.Yunus (10);5 dan Al-
Isra’(17);12. Sedang dalam Hadis tidak dijumpai kata Rukyah sebagai
metode untuk menetapkan awal bulan qamariah. Arti kedua ayat
tersebut adalah sebagai berikut:
“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan
bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-
tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui
bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak
menciptakan yang demikian ilu melainkan dengan hak. Dia
menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan-Nya) kepada orang-
orang yang mengetahui” (Yunus :5). “Dan Kami jadikan
Page 44
31
malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan
tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar
kamu mencari karunia dari Tuhanmu, dan supaya kamu
mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan
segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas”. (Al-
Isra’:12).
Dalam lingkup ilmu Falak, Hisab digunakan dalam arti
perhitungan waktu, arah dan tempat, guna kepentingan ibadah seperti
penentuan waktu Shalat, Puasa, Idul Fitri waktu Haji dan Gerhana
Matahari(Pedoman Rukyah Muhammadiah,2009: 8). Dalam diskursus
penentuan awal bulan Qamariah Hisab adalah memperkirakan kapan
awal bulan Qamariah terutama yang berhubungan dengan ibadah.
Hisab yang paling sederhana adalah memperkirakan panjang suatu
bulan , apakah 29 atau 30 hari, dalam rangka menentukan awal bulan
Qamariah(Farid Ruskanda, :30).
Ada dua metode Hisab yang lazim digunakan, yailu Hisab urfi
dan Hisab Hakiki(Syaugi, 2014:53). Hisab Urfi merupakan sistem
perhitungan penanggalan yang didasarkan pada peredaran rata-rata
bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional. Lama
hari dalam tiap bulannya mempuyai aturan yang tetap dan beraturan,
yakni bulan yang ganjil 30 hari dan bulan yang genap 29 hari, kecuali
untuk tahun kabisat yang terjadi 11 kali dalam 30 tahun, bulan
Zulhijah dihitung 30 hari. Sistem ini tidak dapat digunakan untuk
penentuan awal bulan, khususnya menyangkut ibadah. Sedangkan
Hisab Hakiki adalah Hisab awal bulan yang perhitungannya
Page 45
32
berdasarkan pada gerak Bulan dan Matahari yang sebenarnya.
Menurut sistem ini umur tiap bulan tidaklah tetap. Hisab dapat dilihat
dari pendirian yang berdasarkan pada ijtima'. Ijtima' hanya terjadi
sekali dalam sebulan dan tidak ada hubungannya dengan tempat-
tempat yang ada di muka bumi, maka ijtima' dapat terjadi berlainan
menurut perhitungan waktu setempat. Ijtima' biasa terjadi pagi hari
disuatu tempat dan siang atau sore hari di tempat lain. Sehingg dalam
penetapan menentukan bahwa bulan baru dipastikan masuk bila pada
waktu maghrib Hilal diperhitungkan berada di atas ufuk.
C. Metode Ormas-Ormas Islam
Membahas mengenai Hisab yang digunakan dalam penetapan awal
bulan Qamariah maka akan kita temukan peranan penting dari dua ormas
terbesar di Indonesia, yang keduanya mempunyai kriteria yang berbeda.
Sebagai patokan dalam penentuannya yakni Muhammadyah Dan
Nahdlatul Ulama.
1. Muhammadiyah
Hisab yang digunakan Muhammadiyah dalam penetappan
bulan qomariah adalah Hisab Hakiki dengan kriteria Wujudul Hilal
yakni ijtima’ terjadi sebelum matahari terbenam dan matahari
terbenam terlebih dahulu dari pada bulan maka hilal dinyatakan sudah
wujud(majelis tarjih dan tajdid pimpinan pusat muhammadiah,
Pedoman Rukyah Muhammadiah, Yogyakarta: Majelis Tarjih dan
Tajdid Pimpinan pusat Muhammadiyah, 2009, hlm. 78-82). Dalam
Page 46
33
Hisab hakiki wujudul hilal,bulan baru Qamariah dimulai apabila telah
terpenuhi tiga kriteria berikut:
1. telah terjadi ijtima‟ (konjungsi),
2. ijtima‟ (konjungsi) itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan
3. pada saat terbenamnya matahari piringan atas Bulan berada diatas
ufuk (bulan baru telahwujud).
Apabila salah satu dari kriteria tersebut tidak dipenuhi, maka
bulan berjalan digenapkan tiga puluh hari. Artinya dalam penetapan
awal bulan Qamariah ketiga kriteria ini haruslah ada secara bersama-
sama, jikalau salah satu syarat tidak terpenuhi maka harus Istikmal.
Pemahaman ini merupakan buah dari pemahaman ayat pada surat
Yasin ayat 39 dan 40:
“Dan telah Kami tetapkan pada Bulan manzilah-
manzilah,sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang
terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua.
Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan Bulan dan
malampun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing
beredar pada garis edarnya (Ya Sin (36) : 39-40)
Pada ayat itu ditegaskan bahwa Allah SWT telah menetapkan
posisi-posisi tertentu bagi Bulan dalam perjalanannya. Dari astronomi
dapat dipahami bahwa posisi-posisi itu adalah posisi Bulan dalam
perjalanannya mengelilingi bumi. Pada posisi akhir saat Bulan dapat
dilihat dari bumi terakhir kali, Bulan kelihatan seperti tandan tua dan
ini menggambarkan sabit dari Bulan tua yang terlihat di pagi hari
sebelum menghilangdari penglihatan.
Page 47
34
Pada bagian tengah ayat 40 itu ditegaskan bahwa malam
tidak mungkin mendahului siang, yang berarti bahwa sebaliknya
tentu siang yang mendahului malam dan malam menyusul siang. Ini
artinya terjadinya pergantian hari adalah pada saat terbenamnya
matahari (Pedoman Hisa Muhammadiah, 2009: 80). Saat pergantian
siang ke malam atau saat terbenamnya matahari itu dalam fikih,
menurut pandangan jumhur fukaha, merupakan batas hari yang satu
dengan hari berikutnya. Artinya hari menurut konsep fikih,
sebagaimana dianut oleh Jumhur Jukaha, adalah jangka waktu sejak
terbenamnya matahari hingga terbenamnya matahari berikutnya. Jadi
Gurub(terbenamnya matahari) menandai berakhirnya hari sebelumnya
dan mulainya hari berikutnya. Apabila itu adalah pada hari terakhir
dari suatu bulan, maka terbenamnya matahari sekaligus menandai
berakhirnya bulan lama dan mulainya bulan baru. Oleh karenanya
adalah logis bahwa kriteria kedua bulan baru, disamping ijtimak,
adalah bahwa ijtimak itu terjadi sebelum terbenamnya matahari, yakni
sebelum berakhirnya hari bersangkutan. Apabila bulan baru dimulai
dengan ijtimak sesudah terbenamnya matahari, itu berarti memulai
bulan baru sebelum Bulan di langit menyempurnakan perjalanan
kelilingnya, artinya sebelum bulan lama cukup usianya.
Menjadikan keberadaan Bulan diatas ufuk saat matahari
terbenam sebagai kriteria mulainya bulan kamariah baru juga
merupakan Abstraksi dari perintah-perintah rukyat dan penggenapan
Page 48
35
bulan tigapuluh hari bila hilal tidak terlihat. Hilal tidak mungkin
terlihat apabila dibawah ufuk. Hilal yang dapat dilihat pasti berada di
atas ufuk. Apabila Bulan pada hari ke-29 berada di bawah ufuk
sehingga tidak terlihat, lalu bulan bersangkutan digenapkan 30 hari,
maka pada sore hari ke-30 itu saat matahari terbenam untuk kawasan
normal Bulan sudah pasti berada di atas ufuk. Jadi kadar minimal
prinsip yang dapat diabstraksikan dari perintah rukyat dan
penggenapan bulan 30 hari adalah keberadaan Bulan diatas ufuk
sebagai kriteria memulai bulan baru. Sebagai contoh tinggi Bulan pada
sore hari ijtimak Senin tanggal 29 September 2008 saat matahari
terbenam adalah– 00° 51′ 57", artinya Bulan masih dibawah ufuk dan
karena itu mustahil diRukyah, dan oleh sebab itu bulan berjalan
digenapkan 30 hari sehingga 1 Syawal jatuh hari Rabu1 Oktober
2008. Pada sore Selasa (harike-30) Bulan sudah berada diatas
ufuk(Tinggi titik pusat Bulan 09º10′ 25").
2. Nahdlatul Ulama’(NU)
Pandangan Nahdlatul Ulama (NU) tentang penentuan awal
bulan Hijriyah, khususnya terhadap awal bulan Ramadan, Syawal dan
Dzulhijjah, tercermin dalam Keputusan Muktamar NU XXVII di
Situbondo tahun 1984, Munas Alim Ulama di Cilacap tahun 1987,
Seminar Lajnah Falakiyah NU di Pelabuhan Ratu Sukabumi tahun
1992, Seminar Penyerasian Metode Rukyah dan Rukyat di Jakarta
tahun 1993, Rapat Pleno VI PBNU di Jakarta tahun 1993 yang
Page 49
36
akhirnya tertuang dalam Keputusan PBNU No. 311/A.II.04.d/1994
tertanggal 1 Sya’ban 1414 H atau bertepatan dengan 13 januari 1994
M, dan Muktamar NU XXX di Lirboyo Kediri tahun
1999(Musonnif, 2012: 6-7).
Dalam penetapan awal bulan Qamariah yang dilakukan oleh
Nahdlatul Ulama berpakokan pada Rukyatul Hilal(melihat hilal).
Maksudnya Nahdlatul Ulama’ mensyaratkan hilal benar-benar dapat
terlihat mata kepala tanpa dibatasi oleh ketinggian hilal dan umur hilal
(Basith, 2015: 2). Akan tetapi dalam praktek penentuan awal bulan
hijriah yang berhubungan dengan ibadah Nahdlatul Ulama juga
melakukan Rukyah dengan tujuan untuk menghasilkan Rukyah yang
berkualitas.
Untuk mendukung proses pelaksanaan rukyat, maka NU
memilih metode yang tingkat akurasinya tinggi agar memperoleh hasil
yang berkualitas. Dalam konteks ini, NU pun menerima kriteria
imkanur rukyat. Kriteria imkanur rukyat hanyalah sebagai instrumen
untuk menolak laporan adanya rukyatul hilal, sedangkan para ahli
Rukyah telah bersepakat, bahwa hilal masih di bawah ufuq atau di atas
ufuq tapi ghairu imkanur rukyat, hal ini dikemukakan oleh Ahmad
Ghazalie Masroeri Ketua PP Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama
(LFNU)(http ://falakiyah. nu. or. id/ Pedoman Rukyat NU27 mei
2018). Perlu di ketahui kembali bahwa Rukyah yang diberlakukan oleh
Nahdlatul Ulama hanya sebatas membantu ru‟yatul hilal. Artinya
Page 50
37
meskipun Rukyah telah memutuskan bahwa hilal diketinggian pada
posisi imkanurru‟yah, akan tetapi keberadaannya belum dapat
disaksikan oleh mata kepala baik karna terhalang ataupun yang lainnya
maka Rukyah yang dilakukan juga tidak dapat memutuskan bahwa
hilal telah tampak.
Hisab Imkanur Rukyah. Awal bulan Qamariah, menurut sistem
Hisab Imkanurr Rukyah, dimulai pada saat terbenam Matahari setelah
terjadi ijtima‟ dan pada saat itu hilal sudah memenuhi syarat untuk
memungkinkan dapat dilihat. Dengan demikian, untuk menetapkan
masuknya awal bulan Qamariah menurut aliran ini terlebih dahulu
ditetapkan suatu kaidah mengenai posisi hilal (Bulan) di atas ufuk
yang memungkinkan untuk dapat dilihat. Awal bulan baru itu
ditetapkan berdasarkan posisi hilal dengan segala persyaratan yang
telah ditetapkan, sehingga pada saat atau beberapa saat setelah
terbenam Matahari sesudah ijtima’ orang mungkin dapat melihat hilal
tersebut.
Dalam kriteria imkanur Rukyah yaitu kondisi dimana hilal
memungkinkan untuk dapat disaksikan oleh mata kepala. Kriteria ini
mensyaratkan :
a. Ketinggian hilal pada saat ijtima‟ minimal 2 derajat;
b. Jarak antara matahari dan bulan minimum 3 derajat; dan
Page 51
38
c. Umur bulan dihitung saat terjadinya ijtimak atau bulan baru atau
bulan dan mayahari segaris bujur saat matahari terbenam minimal
8 jam.
Untuk memperoleh kebenaran dan akurasi hasil melihat
hilal(Rukyah), sumpah saksi harus dilakukan dengan mengacu
ketentuan yang berlaku. Mengenai jumlah saksi untuk awal bulan
Ramadhan, Syafi’i dan Ahmad menganggap cukup meskipun dengan
seorang yang adil, laki-laki dan merdekasedangkan untuk Syawwal
disaksikan oleh dua orang saksi yang adil dan merdeka. Malik
mensyaratkan harus minimal dua orang yang adil, baik untuk
Ramadhan ataupun Syawwal. Abu Hanifah mengklasifikasikan
persyaratan jumlah saksi dengan kondisi cuaca saat Rukyah, bila
mendung atau berkabut tebal, kesaksian orang yang adil , sekalipun
hamba sahaya , laki-laki atau perempuan dapat digunakan sebagai
dasar penetapan awal bulan Ramadhan, sedangkan untuk bulan
Syawwal harus kesaksian dua orang laki-laki yang adil atau seorang
laki-laki dan dua orang perempuan yang juga adil. Bila kondisi langit/
ufuk sebelah barat cerah tanpa ada penghalang apapun, baik untuk
awal Ramadhan dan yang lainnya harus dapat disaksikan oleh
sekumpulan orang yang tidak disangsikan kejujurannya(Al-Asyqalani,
Ibanatul Ahkam Syarah Bulughul Maram,, Dar Al Fikr, Bairut 2008,
Juz II, Hal. 288)
Page 52
39
3. Komunitas Islam kejawen
Pada dasarnya sisitem Hisab Rukyah Islam kejawen berasal
dari pemikiran kalender Aji Saka, yang dimulai pada tahun 14 Maret
78 masehi(kemenag, :11). Kalender Aji saka ini diperbaharui oleh
Sultan Agung Hanyokro Kusumo 5, yakni disesuaikan dengan
perhitungan lunar Qomariah tidak lagi menggunakan system solar
syamsiah. Berdasarkan perhitungan kalender Jawa Sultan Agung,
bahwa setiap setelah 120 tahun, tahun Jawa akan Lebih satu hari dari
tahun Hijriah.Itulah sebabnya setiap 120 tahun sekali diadakan
penyesuaian dengan cara meniadakan satu tahun kabisat. Sampai saat
ini telah terjadi 3 kali perubahan yakni yang pertama pemikiran
ajumgi(yakni tahun Alif Sasi Suro jatuh pada hari Jumat Legi), yang ke
dua Aboge( tahun Alip Sasi Suro jatuh pada hari Rebo Wage) yang
ketiga yakni Asapon (tahun Alif Sasi Suro jatuh pasa hari Selasa Pon).
Dalam wacana pemikiran Hisab Rukyah di Indonesia , ragam
pemikirannya lebih majemuk dibandingkan dalam wacana Hisab
Rukyah di kalangan fukaha(Ahli Fiqih) terdahulu. Hal ini dikarnakan
diantaranya karena sentuhan Islam sebagai great tradition dan budaya
local atau little tradition. Yang sering menimbulkan corak
tersendiri(Kemenag, 2013: 105).
Adapun system Hisab Rukyah yang digunakan oleh masyarakat
Islam kejawen mengacu pada buku buku-buku Primbon, terutaman
Primbon sabda guru(1972)(Ahmad Izuddin, 2015:129). Dalam system
Page 53
40
Hisab dan Rukyah kejawen dikenal tahun wasthu yang artinya tahun
pendek dan tahun wuntu yang artinya tahun panjang. Dalam tahun
pendek umur bulan besar 29 hari sedangkan pada tahun panjang bulan
Besar berumur 30 hari. Satu windu 8 tahun , ada 3 tahun panjang yakni
tahun Ehe, tahun Jhe dan tahun Jimakhir, umur setiap tahunnya yakni
355 hari. Lima tahun lainnya adalah tahun pendek, yakni tahun Alip,
Jimawal, tahun Dal, tahun Be dan tahun Wawu. Masing masing
berumur 354 hari(Susiknan Azhari, 2008:141).
Dalam penentuan poso dan riyoyo terdapat beberapa prinsi
utama yaitu:
1. Prinsip penentuan tanggal selain berdasarkan kalender hindu –
muslim Jawa adalah “ dino niku tukule enjing lan ditanggal ndalu”
(hari itu lahirnya pagi dan diberi tanggal malam harinya.
2. Bahwa jumlah hari dari bulan puasa menurut system perhitungan
Aboge selalu genap 30 hari, tidak pernah 29 hari seperti
perhitungan versi ilmu falak.adapun istilah Aboge dapat dirinci
bahwa “a” berasal dari Alip, salah satu dari delapan tahun siklus
windu. “bo” yang artinya Rebo(hari rabu) dan “ge” berasal dari
Wage, dengan mengetahui ini maka akan dapat memperhitungkan
jatuhnya hari rioyo setiap tahunya.
Namu dalam tataran realita yang terjadi dimasyarakat ternya
system yang harus nya telah berganti ternya masih dipakai oleg
sebagian masyarakat muslim. Terutama Aboge yang keberadaannya
Page 54
41
harusnya sudah diganti dengan asapon. Pada dasarnya system Hisab
ru’yah kejawen berpijak pada prinsip kalender Jawa, yang
keberadaaanya telah disenyawakan dengan kalender hijriah pada
tahun 1555 tahun Aji Saka oleh Sultan Agung Hanyokro
Kusumo(Kemenag 2013: 12). Dalam fungsinya kalender Jawa Islam
berfungsi bukan hanya sebagai petunjuk menentukan hari tanggal
keagamaan tetapi juga menjadi dasar dan ada hubungannya dengan
petangan jawi (Izzuddin 2015: 126). Maka Dalam fungsinya system
ini digunakan oleh masyarakat Jawa Islam dalam berbagai macam
prillaku baik yang bersifat ibadah ataupun mu’amalah. Sebagaimana
untuk menentukan musim, menentukan hari baik dan buruk, kematian,
kelahiran dan bahkan hari raya Idul Fitri. Dengan tujuan agar
mendapatkan ketenangan hidup di dunia dan menghindarkan diri dari
marabahaya. Hal ini menjadi menarik karena system kalender Aboge
ini dalam diskursus ilmu Falak merupakkan system Hisap Ur‟fi.
kehadirannya tidak dapat di gunakan sebagai acuan untuk menentukan
waktu ibadah, karena jumlah hari dalam bulan Ramadhan selalu tetap
30 hari sedangkan menurut Ru‟yah Bil Fi‟li ataupun Bil Ilmi
adakalanya 29 dan 30 hari (Izuddin 2015: 123). Akan tetapi masih
tetap exis dan menjadi pegangan bagi sebagian masyarakat Islam Jawa.
Page 55
42
BAB III
KAJIAN LAPANGAN
A. Gambaran Umum Masyarakat Dusun Losari, Desa Gunungsari Kec.
Wonosegoro Kab. Boyolali
Sebelum menmbahasa lebih lanjut tentang bagaimana prinsip
dalam menentukan atau membuat penanggalan Aboge di Dusun Losari,
terlebih dahulu penulis akan membahas tentang letak geografis atau
gambaran umum masyarakat Dusun Losari. Sebagian besar tanah di
Dusun Losari adalah lahan pertanian. Melihat data monografis Desa
Gunungsari pada tahun 2017, Dusun losari merupakan lahan yang terdiri
dari persawahan, pekarangan dan perkebunan.
Dengan demikian, bisa difahami bahwa mayoritas penduduk
bermata pencaharian sebagai petani serta berpenghasilan dari hasil
panennya yang pada umumnya berupa padi jagung, sayur mayur, dan lain-
lain. Dusun Losari terletak di daerah yang cukup subur dengan panenan
jagung yang rata-rata mencapai 3 ton pertahunnya, terletak di bagian utara
Kabupaten Boyolali berbatasan langsung dengan Desa Repaking yang juga
merupakan salah satu desa di Kecamatan Wonosegoro Kabupaten
Boyolali. tepatnya ke arah utara dari Kecamatan Wonosegoro kurang lebih
jaraknya 7 km yang dapat ditempuh dengan catatan waktu 20 menit dari
arah Kecamatan Wonosegoro. Dusun Losari dikelilingi beberapa Dusun di
Kecamatan Wonoaegoro, Dusun Losari terletak di tengah-tengah, dari arah
Page 56
43
utara adalah Dusun Kalikidang Desa repaking, kemudian di sebelah
selatan adalah Dusun Jlobog Desa Gunungsari. Dusun Losari terletak di
daerah perbukitan antara Dusun Kalikidang dan jlobog. Dengan tata letak
yang strategis dilewati jalan alternative penghubung antara Boyolali dan
Purwodadi desa ini terbilang kurang begitu maju. semu penduduk Dusun
Losari memeluk Agama Islam. Hal ini bisa dilihat dari data monografis
Dusun Losari. Dari jumlah penduduk sebanyak 300 orang adalah pemeluk
agama Islam. Berikut kependudukan secara keseluruhan:
Laki-laki : 120
Perempuan : 180
Jumlah keseluruhan : 300
Kemudian yang menganut faham penanggalan Aboge berjumlah
kurang lebih 60 % dari 300 orang yang bertempat di Dusun Losari.
Mengenai wilayah pendidikan, Dusun Losari terletak di lokasi yang sangat
strategis, karena Dusun ini berdekatan dengan semua lembaga pendidikan
pada jenjang pendidikan baik SD, MI, SMP/ MTS bahkan SMA dan SMK.
Dalam hal pendidikan keagamaan memang masyarakat Dusun Losari tidak
banyak yang menuntut ilmu agama, meskipun sebenarnya dusun ini
merupakan kawasan pemukiman yang mempunyai jarak tempuh relative
dekat dengan pondok pesantren Al-Idrus di Dusun Kalikidang Desa
Repaking. Dalam hal pendidikan agama pada anak-anak. Anak-anak di
dusun ini telah mulai di latih Belajar Baca Al-Qur’an yang bertempat di
salah satu rumah warga didusun Ini.
Page 57
44
Masyarakat di Dusun ini sangat memperhatikan persatuan
Ukhuwah Islamiyahnya yang mereka aktualisasikan dalam situasi
keagamaan yang kondusif. Hal ini dapat dibuktikan misalnya dalam
pengajian bergilir mingguan. Lalu bisa ditemukan pula tradisi tahlilan
pada setiap malam jum’at dalam setiap minggunya dan kegiatan-kegiatan
keagamaan yang lain, dan juga kegiatan keagamaan yang diperuntukan
bagi anak-anak. Di Dusun Losari sangat kental nuansa ukhuah
Islamiahnya, yang dimunculkan oleh semua penduduk yang beragama
Islam. Apalagi hal ini didukung oleh sektor pendidikan keagamaan,
sebagaimana penjelasan yang dikemukakan oleh tokoh agama Dusun
Losari bapak Sugianto kepada penulis.
Menurut sejarah, yang dijelaskan oleh Bapak Suagianto salah satu
tokoh agama penduduk setempat, ajaran Islamlah dan Islam kejawen
secara bersama-sama selalu hidup berdampingan di masyarakat Dusun
losari, jadi tidak diketahui mana yang terlebih dahulu masuk dan
mempunyai peranan penting disisi masyarakat Dusun Losari sampai
sekarang. Tetapi menurut cerita-cerita setempat ajaran Islam kejawenlah
yang lebih dulu datang didaerah tersebut dibandingkan dengan Ajaran
Islam. Pada tahun 1997 pernah terjadi konflik antara dua kelompok
tersebut (antara kelompok agama Islam dan kelompok Aboge), tepatnya
ketika umat Islam penduduk setempat sedang menjalankan takbiran di
dalam mushola karena bulan Syawal telah tiba, kemudian kelompok
Aboge melarang mereka untuk melakukan takbiran karena menurut
Page 58
45
perhitungan Aboge bulan itu masih bulan Poso (Ramadhan). Setelah
terjadi konflik tersebut, kedua kelompok bersepakat untuk menjalankan
kegiatan ibadahnya masing-masing hingga sekarang. Dalam hal ormas
Islam kebanyakan masyarakat di Dusun Losari termasuk kedalam katagori
pengikut 2 ormas Islam yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiah.
Bahkan jikalau dilihat dari segi kantitasnya perbandingannya adalah 80%
dan 20%. 80% mengikuti Nahdlatul Ulama dan 20% pengikut
Muhammadiyah. Kedua ormas inilah yang menurut penuturan ketua RT
setempat ormas yang di ikuti oleh sebagian besar masyarakat dusun losari.
Akan tetaapi meski demikian, tidak semua ajaran-ajaran baik
Muhammadiah ataupun Nahdlatul Ulama secara kaffah(totalitas) di
laksanakan oleh masyarakatnya. Sebagaimana dalam hal penentuan hari
untuk menggadakan hajatan/ acara yang dianggap perlu, sebagian besar
warga masyarakat Dusun Losari masih menggunakan petangan Jawa yang
bersumber dari buku-buku Primbon Jawa yang mereka kuasaai/ dikuasai
oleh sesepuh mereka. Padahal dalam hal ini baik Nahdlatu Ulama &
Muhammadiyah tidak memberlakukan petangan Jawa dalam ajarannya.
Sebagaimana pula dalam hal penentuan puasa dah hari raya Idul Fitri.
Dalam hal penentapan poso dan rioyo sebagian warga dari Dusun Losari
mengikuti aliran system kalender Aboge( Tahun Alip Sasi Suro jatuh pada
hari Rebo Wage). Padahal dalam hal ini kedua ormas ini menetapkan
dengan cara Rukyah dan Hisab, meski keduanya mempunyai kriteria
tersendiri dalam melakukan Rukyah dan Hisab.
Page 59
46
B. Penetapan hari raya Idul fitri Aboge di Dusun Losari
Penganut Rukyah Jawa di Dusun Losari masih murni mengikuti
perhitungan kalender Jawa sistem Aboge dalam penetapan hari raya Idul
Fitri tanpa ada perubahan ke Asapon. Aboge yang memiliki arti bahwa
tanggal 1 Suro Tahun Alip jatuh pada hari Rabu Wage. Perhitungan
Aboge ini mereka dapatkan dari nenek moyang mereka yang diwariskan
secara turun-temurun. Seperti penuturan bapak Kasten bahwa perhitungan
Aboge berasal dari nenek moyang yang diwariskan kepada kakeknya
kemudian kepada kedua orang tuanya dan akhirnya kepada dirinya, karena
agama Islam yang dipegang oleh masyarakat Aboge di Losari adalah
agama keturunan, maka mereka mengikuti keyakinan nenek moyang
mereka tersebut.
Dalam penetapan awal bulan kamariah, penganut Hisab Jawa
Aboge yang ada di Dusun Losari tidak memiliki lembaga ataupun tim
khusus seperti yang ada pada ormas-ormas Islam. Hal ini karena Aboge
sendiri bukanlah organisasi masyarakat seperti NU, Muhammadiyah, dan
lainnya. Dalam menetapkan hari raya Idul Fitri Jama’ah Aboge Dusun
Losari harus dikomando oleh sesepuh yang ada, karena selain tidak banyak
yang bisa menghitung, sebagian masyarakat juga tidak memiliki pedoman
khusus. Pedoman yang dimakasud adalah berupa tabel perhitungan
ataupun almanac perhitungan Jawa untuk menetapkan hari raya Idul Fitri.
Dalam Hisab Jawa yang digunakan Jama’ah Aboge dusun losari dengan
menggunkan Hisab Jawa Aboge yang berlaku selama satu windu. Sedang
Page 60
47
satu windu dalam tahun Jawa 8 tahun (daur dalam Kalender Jawa), dan
setelah delapan tahun akan kembali pada tahun pertama.
Selain itu, dalam penetapan hari raya Idul Fitri, tidak ada
musyawarah penetapan, rembuk, pengumuman, yang dilakukan baik
sesepuh Aboge dusun ini ataupun para Jama’ah Aboge yang mengikuti
petungan Aboge. pengamatan bulan baru Syawal ataupun mendengarkan
keterangan saksi yang dipercaya untuk merukyahpun juga tidak dilakukan
oleh tokoh-tokoh masyarakat yang mengikiti Aboge, walaupun demikian
tidak ada perbedaan yang terjadi pada penganut Aboge baik di Dusun
Losari maupun di Dusun yang lainnya, yang mengikuti perhitungan Aboge
sebagaimana yang dikemukakan bapak Kasten:
“hari raya Idul Fitri yang menggunakan pitung Aboge tidak
berdasarkan pengumuman, musyawarah, petungan pemerintah
ataupun penetapan. Karena jauh-jauh hari telah mengetahui kapan
jatuhnya tanggal, misalkan tanggal 1 Pasa, Syawal, dan Besar/
Suro. Dalam bulan Syawal ada istilah Waljiro (bulan Syawal siji-
loro), dihitung berdasarkan hari dan pasaran tanggal 1 pada bulan
Sura, karena tanggal 1 Sura jatuh pada hari Sabtu dan pasarannya
Manis, maka tanggal 1 Syawal jatuh pada hari Sabtu (siji) dan
pasaran Pahing (loro, dihitung dari Manis/ Legi) maka lebarannya
pada hari Sabtu Pahing. Jadi, masyarakat Aboge tidak harus
memperhitungkan hilal. inilah keyakinan masyarakat Aboge.
Sehingga jika pemeritah belum bisa menentukan, kami masyarakat
Aboge sudah tau jauh-jauh hari. Bahkah untuk 10 tahun kedepan
kami telah mengetahui jatuhnya tanggal”.
Dalam menentukan hari raya Idul Fitri yang jatuh pada awal bulan
Qomariah 1 Syawal, penganut Aboge di Dusun Losari tidak melakukan
rukyat terlebih dahulu. Mereka murni menggunakan Hisab yang
merupakan warisan dari nenek moyang tersebut. Sehingga tidak harus
Page 61
48
melakukan persiapan rukyat pada tanggal 29 pada bulan-bulan Qamariah,
khususnya bulan-bulan ibadah. Jika kelompok lain, mulai ormas dan juga
pemerintah harus selalu sibuk untuk melaksanakan rukyat. Mereka tidak
perlu melakukannya, karena telah mengetahui jatuhnya tanggal 1 untuk
tiap-tiap bulan jauh hari sebelumnya.
Hisab Aboge yang mereka pegangi saat ini, adalah ilmu yang
diturunkan dari nenek moyang mereka. Seperti yang dijelaskan oleh bapak
Kasten, ketika penulis bertanya siapakah orang yang menjadi guru dalam
perhitungan Aboge di Dusun Losari, Jawaban tersebut terekam dalam
pemaparannya berikut ini:
“Saya kurang hapal ya, tapi kakek buyut saya dulunnya merupakan
seorang tokoh yang mempunyyai peranan di Dusun ini, beliaulah
yang pertama kali mengajarkan kepada saya. Dan juga Mbah Harjo
Suwito yang mengajarkan perhirungan Aboge. Untuk tokoh muda
yang mendalami Aboge waktu itu hanya saya. Namun orang
Aboge belum tentu ikut merayakan Aboge, yang yakin mutlak
pasti mengikuti Aboge. Sebenarnya, masyarakat Wonosegoro
banyak yang menganut Aboge. Namun yang hari raya mengikuti
Aboge hanya sebagian saja. Orang-orang Wonosegoro kebanyakan
mengikuti Aboge karena mereka mengikuti perhitungan-
perhitungan hari (menentukan hari baik) namun dalam penentuan
awal Ramadan penentuan Hari Raya Idul Fitri, mengikuti kalender
nasional (pemerintah). Kami tidak mengikuti NU atau
Muhammadiyah karena kami yakin dengan kepercayaan kami
sendiri”.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh bapak Sukimin selaku ketua
Rt dan juga salah seorang sesepuh Aboge ketika ditanya:
“Aboge wonten Dusun Losari meniko sampun wiwit jaman sien
Wiwit tahun 1953 kulo pindah ten Dusun meniko sampun wonten
pitung Aboge, dadose kulo mboten mangertosi bilih pitungan
Aboge kapan tumibane wonten dusun meniko, ingkang kulo
ngertosi, Aboge meniko sampun wonten wiwit kulo mapan wonten
Page 62
49
dusun losari meniko. Kulo piambak angsal pitungan Aboge meniko
ilmu saking tiang sepah kulo ugi asil kulo mployo dateng guru kulo
inggih meniko Kiai Munajib saking Kudus, terus kulo mployo
maleh dateng simbah Kiai Solikin saking Suroboyo”.
Dalam pemaparan bapak Sukimin ini diterangkan awal mula
perhitungan Aboge yang telah ia kuasai. Perhitungan Aboge yang ia kuasai
merupakan ilmu yang turun temurun dari keluarganya. diturunkan oleh
orang tuanya yang juga merupakan penganut kepercayaan pitung Jawa
Aboge. Selain itu beliau paparkan juga bahwa ia juga sempat
mengembara/ mployo dalam keilmuan pitung Aboge kepada salah seorang
kiai penganut faham Aboge yang cukup terkenal pada masa itu, yakni
simbah Kiai Munajib dari Kudus.
Sejarah awal mula Hisab Jawa Aboge sebagai metode untuk
menetapkan hari raya Idul Fitri di Dusun Losari tidak di ketahui secara
tepat permulaanya. Berdasarkan pemaparan beberapa tokoh Aboge di
Losari, Hisab Aboge Dusun Losari merupakan hasil penyebarluasan dari
keraton solo yang di bawa oleh orang-orang terdahulu. Tetapi ada juga
sesepuh lain yang mengemukakan hal yang berbeda, metode Hisab Aboge
di Dusun ini merupakan Hisab yang bersumber dari kalender Jawa yang di
bawa oleh Sunan Kalijaga dalam rangka penyebaran agama Islam di Jawa
tengah. Terlepas dari perbedaan pendapat yang muncul terkait dengan
awal mula Hisab Aboge Dusun ini, terdapat persamaan yang dapat ditarik
garis tengah sebagai penghubung perbedaan yang ada. Yaitu kesamaan
antara Almanac dan sumber perhitungan Hisab Aboge di Dusun ini yang
Page 63
50
dimiliki oleh para sesepuh Dusun ini. Perhitungan tahun Jawa Aboge yang
mereka gunakan adalah sebagai
berikut :
NO TAHUN HARI DAN PASARAN
HARI PASARAN
1 ALIP REBO WAGE
2 EHE AHAD PON
3 JIMAWAL JUM’AH PON
4 JE SELOSO PAING
5 DAL SETU LEGI
6 BHE KEMIS LEGI
7 WAWU SENEN KLIWON
8 JIMAKHIR JUMAH WAGE
Nama-nama tahun di atas memiliki arti masing-masing, Alip
artinya ada-ada (mulai berniat), Ehe memiliki arti tumandang
(melakukan), Jimawal artinya gawe (pekerjaan), Je adalah lelakon
(proses, nasib), Dal artinya urip (hidup), Be memiliki arti bola-bali (selalu
kembali), Wawu artinya marang (ke arah), Jimakir artinya suwung
(kosong). Kedelapan tahun tersebut membentuk kalimat “ada-ada
tumandang gawe lelakon urip bola-bali marang suwung” (mulai
melaksanakan aktifitas untuk proses kehidupan dan selalu kembali kepada
kosong). Tahun dalam bahasa Jawa memiliki arti wiji (benih), kedelapan
tahun itu menerangkan proses dari perkembangan wiji yang selalu kembali
kepada kosong yaitu lahir-mati, lahir-mati yang selalu berputar.
Kalender ini menyatakan bahwa satu windu terbagi kedalam 8
tahun. Komunitas Masyarakat Aboge Dusun Losari merupakkan
Page 64
51
masyarakat yang sangat kental akan keyakinan terhadap nenek moyang,
sangat menghargai dan menyakini terhadap segala sesuatu yang berasal
dari nenek moyang( tinggalan poro leluhur). Ibarat seseorang berjalan
menyusuri dunia haruslah tedapat petunjuk untuk sampai pada tujuan
utama, guna kesuksesan sebuah tujuan. Maka disinah peranan dari
peninggalan para leluhur bagi komunitas Aboge di Dusun ini, sebagai
petunjuk mencapai keselamatan, ketenanggan dan kesuksesan di dunia dan
di akhirat. Merupakan sebuah kenyataan bahwa Aboge merupakan system
kalender Jawa yang keberadaannya telah disenyawakan dengan kalender
Hijriiah. Maksudnya adalah bahwa Aboge bukan merupakan petangan
Jawa murni, Aboge merupakan system kalender Jawa yang telah dirubah
sesuai dengan kalender Hijriah. Namun karena petangan Jawa juga
menggunakan kalender ini dalam perhitunganya maka disebutlah bahwa
system kalender Aboge mengandung petangan Jawa. Dan orang orang
yang mengikuti dan menggunakan petangan Jawa disebut sebagai
komunitas Aboge.
Komunitas Aboge di Dusun ini merupakan komunitas mayoritas
dengan presentase 60% dari jumlah keseluruhan warganya. Tokoh sepuh
Aboge di desa ini adalah bapak Kasten yang merupakan iman masjid di
komunitas ini dan bapak Sukimin sebagai salah satu ketua Rt di Dusun ini.
Page 65
52
C. Dasar perhitunggan Jama’ah Aboge Dusun Losari.
Untuk memperoleh data yang jelas dan lengkap mengenai prinsip
penanggalan Aboge yang dimilik di Dusun Losari, penulis menanyakan
langsung mengenai informasi tersebut kepada bapak Kasten (sesepuh)
Aboge di Dusun Losari. Bapak Kasten tercatat sebagai Warga Dusun
Losari yang sekaligus menjadi Sesepuh kelompok Aboge di Dusun Losari.
Dijelaskan oleh bapak Kasten, bahwa penganut faham Aboge atau yang
mengikuti faham Aboge dalam hal penetapan hari raya Idul Fitri
berjumlah kurang lebih 65 keluarga denagn total keseluruhan sekitar 180,
terdiri dari 110 merupakan orang dewasa 70 remaja dan anak anak dari
keluarga mereka, hingga sampai saat ini sebagaimana yang dikemukakan
oleh kepala Dusun. Bapak Kasten menjelaskan bahwa:
“petungan Aboge meniko kulo mboten mangertosi wonten dasari
ipun nopo mboten ten kitab suci Al-Quran nopo dene Hadis.
Ananging pitungan Aboge meniko wonten lan kacatet ing buku
Primbon. Keterangan ingkang kulo tampi mboten wonten saking
ayat-ayat suci Al-Quran Nopodene Hadis ingkang nuturke
petangan Aboge”
Maksudnya adalah tidak ada dalil yang detail dari ayat Al-Our’an.
ataupun dari Hadis Nabi yang menjelaskan adanya ajaran penanggalan
Aboge. Hal yang sama juga dikemukakan oleh bapak Sukimin yang juga
merupan tokoh dari Aboge di Dusun ini Ia menjelaskan, bahwa ajaran
tersebut memang bukanlah ajaran yang terdapat tuntunannya dalam Al-
Quran maupun Al-Hadist. ia mendapatkan ajaran metode Rukyah ini dari
nenek moyangnya atau mbah-mbahnya terdahulu yang sekarang sudah
Page 66
53
meninggal dunia. Dia mendapatkan ajaran ini dari orang tua beliau yang
juga penganut faham Aboge. Lalu ia menggabungkan antara warisan
nenek moyang yang didapatkan dari buku-buku Primbon Jawa terutama
yang berjudul Primbon “Sabda Guru”. Buku ini memuat tentang catata-
catatan dalam menghadapi berbagai macam persoalan yang sedang atau
akan dihadapi. Sebagaimana ketika hendak menentukan hari dan tanggal
perkawinan yang dianggap sebagai hari baik, menentukan jatunya awal
bulan. Buku ini merupakan buku yang memuat berbagai macam petungan
Jawa. Secara lengkap metode menentukan awal bulan komunitas Aboge
dijelaskan dalam buku ini.
Dengan merujuk nama buku induk Primbon Jawa, maka tampak
bahwa pada dasarnya sistem penanggalan Aboge ini difungsikan selain
sebagai penentu waktu beribadah juga difungsikan kedalam petangan jawi
yaitu catatan-catatan dari leluhur berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman baik dan buruk yang yang dialami kemudian dicatat dicatat
dan dihimpun dalam sebuah buku yang disebut Primbon. Primbon berasal
darikata rimbu. Yang berarti simpan atau simpanan, maka Primbon
memuatbermacam-macam catatan oleh suatu generasi diturunkan kepada
generasi penerusnya. Pada dasarnya Primbon bukan hal yang mutlak
kebenarannya, namun sedikit banyak dapat menjadi perhatian sebagai
jalan untuk mencapai keselamatan , kesejahteraan dan ketenangan lahir
dan batin.
Page 67
54
Meski Primbon tidak memuat kebenaran secara mutlak namun
Primbon hendaknya tidak diremehkan. Karena dalam kenyataannya
Primbon merupakan buah karya pengalaman nenek moyang/ orang-orang
terdahulu yang belum tentu merupakan kesalahan secara total. Primbon
sebagai pedoman penghati-hati mengingat catatan ini merupakan
pengalaman para leluhur(orang-orang zaman dulu), juga jangan
menjadikan surut atau mengurangi keyakinan dan kepercayaan kepada
Allah SWT yang mengatur segala sesuatunya baik yang telah terjadi
maupun yang akan dating kemudia dengan kodrat dan iradat-Nya.
Primbon sebagai petangan jawi semacam ini lah yang menjadi
dasar penanggalan komunitas Aboge masyarakat Dusun Losari Desa
Gunungsari Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali dalam
menentukan hari raya Idul Fitri yang jatuh pada awal bulan Syawwal
tanggal satu Syawal (bodo cilik) dalam penyebutan komunitas ini.
Perhitungan itu sekaligus menjadi sebuah dasar menentukan
tanggal untuk melakukan sesuatu yang penting seperti acara pernikahan,
tasyakuran dan hal-hal penting lainnya yang menjadi adat istiadat
masyarakat tersebut. Di Primbon tersebut terdapat pula istilah-istilah dina
ala, dino ala banget, pati uriping dina, dina anggarakasih, srikaning dina
(hari buruk, hari sangat buruk, hidup matinya hari, hari baik, hari yang
harus dihindari, dan lain sebagainya). Di dalam buku yang berjudul
“Sabda Guru” terdapat sejumlah mana-nama tahun dalam tahun Jawa,
yang diawali tahun Alip, Ehe, Djimawal, Dje,Dal, Be, Wawu, dan yang
Page 68
55
terahir adalah tahun Dajimakir, serta ajaran-ajaran Jawa seperti
perhitungan hidup mati manusia, hari-hari kelahiran, hari-hari baik dan
buruk.
Selain itu, terdapat juga cendrane pawuakon yang merupakan
penjelasan tentang wuku landep, wuku sita, wuku rukil, wuku kurantil,
wukutolu, wuku gumbrek, wuku warigalit, wuku wariagung, wuku
djulungwangi, wuku sungsang, sampai wuku watugunung. Kemudian ada
penjelasan tentang pratelaning padangan, pratelaning paring kelang,
masing-masing wuku, dan masih banyak lagi yang semuanya terkait
dengan kebutuhan perhitungan bagi masyarakat itu sendiri untuk
menjalankan kehidupan sehari-hari. Sehingga dalam kalender kejawen
tidak hanya mempunyai arti dan fungsi sebagai petunjuk hari, tanggal,
hari libur dan hari keagamaan tetapi menjadi dasar dan ada hubungannya
dengan apa yang terdapat dalam petangan jawi.
Dengan adanya kebutuhan manusia yang banyak maka Primbon
menjadi alternatife bagi kebanyakan masyarakat Jawa dalam
menghadapinya. Hal ini merukan sebuah kewajaran dikarnakan
masyarakat Jawa yang kental akan budaya mitologi yang telah ditanamkan
sejak usia dini dalam mengajari anak-anaknya.
D. Metode Penetapan Hari Raya Idul Fitri Jama’ah Aboge Dusun Losari
Menurut penjelasan yang dikemukakan oleh bapak Kasten selaku
sesepuh Aboge di Dusun ini, dalam penetapan hari raya Idul Fitri Jama’ah
Page 69
56
Aboge Dusun losari menggunakan metode penyesuaian. Yang dimaksud
adalah penesuaian antara tahun, hari dan pasaran dalam kalender
Syamshiyyah Masehiah, Hijriah Qamariah dan pasaran dalam kalender
Jawa dengan alamak Aboge yang dimiliki oleh para sesepuh Aboge di
Dusun ini. Maksudnya adalah dengan mencocokkan hari serta pasaran
dalam kalender, disesuaikan dengan almanac Aboge yang ada. Dalam
almanak kalender Aboge telah ditetapkan awal bulan untuk setiap tahun
untuk hari raya Idul Fitri tahun ini Aboge Dusun losari menyatakan akan
jatuh pada hari sabtu legi. Kemudian setiap tahun dan bulan berjalan
secara bergantian antara tahun satu dengan yang lainnya. Tidak
sebagaimana pemerintah yang melalui proses rukyatul hial serta
pencocokan dengan metode Hisab. Berikut adalah hari serta pasaran dalam
kalender Aboge bulan Poso dan Syawwal.
NO TAHUN POSO BODO KETERANGAN
1 ALIP 2 E 4 E 1 AHAD A LEGI
2 EHE 6 D 1 D 2 SENEN B PAING
3 JIMAWAL 4 D 6 D 3 SELOSO C PON
4 JE 1 C 3 C 4 REBO D WAGE
5 DAL 5 B 7 B 5 KEMIS E KLIWON
6 BHE 3 B 5 B 6 JUM'AT
7 WAWU 7 A 2 A 7 SETU
8 JIMAKHIR 4 E 6 E
Metode Aboge di Dusun losari ini terbilang metode yang sanggat
sederhana karena tidak perlu adanya pengetahuan akan posisi hilal ataupun
standar kenaikan hialal diatas ufuk. Berikut adalah alamanak kalender
Aboge di desa losari awal bulan setiap tahunnya:
Page 70
57
No Sasi/Tahun Alip Ehe Jimawal Ze Dal Be Wawu
1 Suro Rebo
Wage
Ahad
Pon
Jum'ah
Pon
Selasa
Pahing
Sabtu
Legi
Kamis
Legi
Senin
Kliwon
2 Sapar Jum'ah
Wage
Seloso
Pon
Ahad
Pon
Kamis
Pahing
Senen
Legi
Sabtu
Legi
Rabo
Kliwon
3 Mulud Sabtu
Pon
Rabo
Pahing
Senen
Pahing
Jum'ah
Legi
Selasa
Kliwon
Ahad
Kliwon
Kemis
Wage
4 Bakdomulud Senen
Pon
Jum'ah
Paing
Rabo
Pahing
Ahad
Legi
Kamis
Kliwon
Selasa
Kliwon
Sabtu
Wage
5 Jumadilawal Selasa
Pahing
Sabtu
Legi
Kamis
Legi
Senen
Kliwon
Jum'ah
Wage
Rabo
Wage
Ahad
Pon
6 Jumadilakhir Kemis
Paing
Senen
Legi
Sabtu
Legi
Rabo
Kliwon
Ahad
Wage
Jum'ah
Wage
Selasa
Pon
7 Rejeb Jum'ah
Legi
Selasa
Kliwon
Ahad
Kliwon
Kamis
Wage
Senen
Pon
Sabtu
Pon
Rabo
Pahing
8 Ruwah Ahad
Legi
Kamis
Kliwon
Selasa
Kliwon
Sabtu
Wage
Rabo
Pon
Senen
Pon
Jum'ah
Ppahng
9 Poso Senen
Kliwon
Jum'ah
Wage
Rabo
Wage
Ahad
Pon
Kamis
Pahing
Selasa
Pahing
Sabtu
Legi
10 Sawal Rebo
Kliwon
Ahad
Wage
Jum'ah
Wage
Selasa
Pon
Sabtu
Pahing
Kamis
Pahing
Senin
Legi
11 Apid
Kemis
Wage
Senen
Pon
Sabtu
Pon
Rabo
Pahing
Ahad
Legi
Jum'ah
Legi
Selasa
Kliwon
12 Besar
Sabtu
Wage
Rabo
Pon
Senen
Pon
Jum'ah
Pahing
Selasa
Legi
Ahad
Legi
Kamis
Kliwon
Dalam tahun Jawa Aboge periodesasi berjalan selama 8 tahun
perjalanan(satu windu). Dalam satu windu terdapat 8 tahun. Kemuudian
setiap tahun dalam satu windu memiliki nama tahun dan ketentuan yang
berbeda. Diantaranya adalah tahun Alip, Ehe, Djimawal, Dje, Dal, Be,
Wawu, dan yang terahir adalah tahun Dajimakir. Akan tetapi
penggetahuan yang dikemukakan ini merupakan pengetahuan yang
bersifat paten, makasudnya adalah pengetahuan yang tidak diketahui oleh
mereka yang melaksanakannya dalam hal sebab mengapa kalender Jawa
dalam satu windu selama 8 tahun lamanya. secara umur dalam Hisab
Page 71
58
Kejawen, dikenal tahun wastu yang artinya pendek dan wuntu yang
artinya panjang. Dalam tahun pendek umur bulan besar berjumlah 29 hari
dan dalam tahun panjang umurnya 30 hari. Satu windu (8) ada tiga tahun
panjang yakni tahun ehe, dal, jimakir, umurnya setiap satu tahun adalah
355 hari. Kemudian 5 tahun lainnya adalah tahun pendek yaitu tahun Alip,
tahun Jimawal, tahun Je, tahun Be, dan tahun Wawu umurnya setiap satu
tahunnya adalah 354 hari. Jadi secara umum perhitungan yang menjadi
patokan atau dasar bagi masyarakat (Dusun Losari) adalah perhitungan
tersebut yang sampai sekarang masih menjadi sebuah pedoman untuk
diteruskan dan dijaga. Perhitungan yang terdapat diataslah yang menjadi
pedoman mereka, yang menandakan bahwa umur bulan pada setiap
tahunnya adalah tetap. Jadi ketika akan menentukan bulan-bulan Poso dan
Riyaya pada tahun berikutnya tidak mengalami kesulitan karena bulan-
bulan pada tahun seterusnya akan sama dan berjalan tetap.
Untuk Mengetahui awal bulan kallender Aboge gunakanlah table
ini. Yaitu dengan manambahkan hari awal tahun dengan angka dan hari
pasaran yang ada pada masing masing bulan.
NO BULAN HARI PASARAN
1 SURO 1 1
2 SAPAR 3 1
3 MULUD 4 5
4 BA'DO MULUD 6 5
5 JUMADIL AWAL 7 4
6 JUMADIL AKHIR 2 4
7 REJEP 3 3
8 RUWAH 5 3
Page 72
59
9 POSO 6 2
10 SAWAL 1 2
11 SELO 2 1
12 BESAR 4 1
CONTOH :
Bila bulan suro ditahun wawu adalah senen kliwon maka
untuk mengetahui awal bulan sawal adalah dengan
menambahkannya 1 hari dan 2 untuk pasarannya, dihitung
mulai dari hari senen pasaran kliwon= senen paing. Untuk
mengetahui awal bulan poso maka awwal bulan suro
ditambah 6 untu hari dan 2 untuk pasaran= jum’ah pasaran
paing.
Kemudian penulis menanyakan terkait denga bagaimana cara
menentukan hari raya Idul Fitri jikalau belum diketahui tahunnya.
Kemudian untuk menentukan kapan jatuhnya Idul Fitri yang belum dapat
diketahui jenis tahunnya maka bapak kastin menJawab dengan cara tahun
ini sebagai tahun patokan pada tahun yang di cari. Beliau mencontohkan
semiisal yang di cari adalah Idul Fitri 3 tahun mendatang. Beliau
menjawab tahun ini adalah tahun dal maka ditambah 3 tahun kedepan
adalahh tahun jimakhir, tahun jimakhir dalam bulan Syawal maemiliki
ketentuan bahwa tanggal 1 Syawal jatuh pada hari jum’at kliwon. Maka
Idul Fitri 3 tahun kedepan jatuh pada hari Jum’at Kliwon. Tetapi ketika
ditanyakan mengenai tanggal berapa masehinya beliau tidak menJawab
Page 73
60
pertanyaan dari penulis. Dalaam wawancara yang dilakukan peneliti ,
peneliti mengali pendapat tentang penetapan hari raya Idul Fitri di tahun
ini(1439 H/ 1946 tahun Jawa) dimana Rukyah baik pemerintah, NU
ataupun Muhammadiah menetapkan bahwa hariraya Idul Fitri akan jatuh
pada hari Jum’at Legi denan perhitungan bahwa ijtima’ terjadi pada hari
kamis pukul 02:43:13 WIB kemudian tinggi hilal saat matahari terbenan
adalah 8° 08' 10.06".dengan bertanya kapan jatuhnya Idul Fitri di tahun
ini? Bapak Sokimin selaku salahsatu sesepuh aboge mengemukakan
Jawaban sebagai berikut:
“Niki tahun dal, tahun dal meniko sawal dumawah wonten dinten
Sabtu Pahing. Dados Idul Fitrinipun mangkeh dinten sabtu paing.
Posone sareng nangin badan ne benten, keranten pitung aboge
meniko sasi poso 30 dinten mboten bakal berubah saking 30
dinten. yen pemerintah netepaken bodo dinten jum’atipun geh
monggo mawon, ananging kulo tetep bodone mangkih dinten sabtu
pahing. Kulo mboten wanton ngerubah nopo ingkang dados
warisane poro leluhur kulo”
Dari penggabungan keduanya kemudian, di penanggalan atau
perhitungan secara lengkap yang berbentuk kalender Aboge (tahun alip
yang jatuh pada hari rabu wage), penanggalan atau kalender yang dibuat
diberi judul “Dino Tibaning Tanggal Siji Jawa” (Aboge).
E. Latar belakangg Existensi perhitungan Jama’ah Aboge desa Losari
Dengan hanya merujuk pada buku Primbon Jawa maka tidaklah
cukup untuk mengetahui sebab dari existensi perhitungan Aboge dalam
penetapan hari raya Idul Fitri di Dusun Losari. Menurut kepala Dusun
Losari, masih exisnya perhiitungan Aboge ditengah kemajuan ilmu dan
tehnologi dalam penentuan awal bulan Hijriah sebagai penentu daripada
Page 74
61
hari raya Idul Fitri adalah karena masyarakt Aboge di Dusun ini
merupakan kelompok mayoritas, yang masih sangat kuat berpegang teguh
dengan budaya leluhur. masih kuatnya pedoman para sesepuh Aboge
didesa ini dalam hal memegangi warisan para leluhur mereka. Maka
menyebabkan jamaah Aboge masih berpegang pada cara yang para leluhur
mereka ajarkan dalam hal penetapan hari raya Idul Fitri. Sedangkan
menurut dari sesepuh Aboge sendiri mengemukakan bahwa masih
diaplikasikannya metode Aboge dalam menentukan hari raya Idul Fitri,
menurut mereka perhitungan Aboge merupakan sebuah bentuk kekayaan
intelektual keilmuan yang berkembang, artinya metode ini merupakan
metode yang meskipun berbeda dengan perkembangan keilmuan harus
dihormati tentang keberadaannya dan harus diamalkan sesuai denga
pengetahuannya. Selain dari yang dikemukakan diatas sebab lainnya
adalah keyakinan para Jama’ah Aboge terhadap metode yang telah
diajarkan para leluhur mereka dalam hal penetapan hari raya Idul Fitri. Hal
ini tidaklah lepas dari pengaruh orang tuanya yang mengajarkan anaknya
untuk mengikuti para sesepuh Aboge ini, sehingga secara tanpa disadari
telah berperan dalam existensi perhitungan Aboge di Dusun ini. Artinya
sebagaimana ketika seseorang melanggar sebuah garis yang telah
ditentukan jalan baginya maka ketika dilanggar akan mendapatkan
hukuman. Begitu paula keyakinan yang di yakini oleh Jama’ah Aboge
Losari, ketika tidak mengikuti perhitungan yang ada maka akan adanya
Page 75
62
balak yang ditimpakan kepada mereka, meskipun tidak diketahui secara
pasti exsistensi balaknya seperti apa.
Page 76
63
BAB IV
ANALISIS METODE
A. ANALISIS METODE PENETAPAN HARI RAYA IDUL FITRI
1. PERHITUNGAN ABOGE DESA LOSARI
Awal mula perhitungan Aboge di Dusun ini memanglah tidak
dapat diketahui secara pasti. Namun perhitungan Aboge dalam
penetapan hari raya Idul Fitri model Aboge di Dusun ini merupakan
warisan leluhur para sesepuh. Dengan mencari keterangan di sumber
lain dengan cara pendekatan penyesuaian antara tahun bulan dan hari,
dapat diketahui bahwa sisitem Hisab Aboge di Dusun losari ini
merupakan system Hisab kalender Jawa. Yang awal mulaya adalah
berpatokan pada system peredaran bumi mengelilingi matahari
(Izuddin, 20008: 3). Namun di tahun 1555 tahun Aji Saka kalender ini
di senyawakan dengan kalender Hijriah oleh sultan Agung Hanyokro
Kusumo dari kerajaan Mataram(Kemenag, 2013: 12). Kemudian
disebut kalender Jawa Islam. Yang mulanya menggunakan system
peredaran bumi mengeliling matahari/ Syamsiah(solar system) dirubah
menjadi System Qamariah (lunar system) atau berpedoman pada bulan
mengelilingi bumi. Penyesuaian ini dilakukan oleh Sultan Agung
dengan tujuan untuk menyelaraskan kegiatan ibadah-ibadah
masyarakat yang telah banyak memeluk agama Islam. Akan tetapi
tahun kalender Jawa Islam ini sendiri masih meneruskan tahun
Saka(tahun dari kalender Jawa). Kalender Jawa Islam yang di tetapkan
Page 77
64
oleh sultan agung ini mempunyai perbedaan mendasar dengan
ketentuan yang ada pada kalender Hijriah.
Dalam kalender Jawa Islam mempunyai ketentuan 1 windu
adalah 8 tahun. Yang mana Delapan tahun dari satu windu dari tahun
Jawa mempunyai nama dan filosofi tersendiri serta ketentuan yang
berbeda-beda. Adapun nama-nama tahun dalam kalender Jawa Islam
adalah Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Bhe, Wawu dan Jimakhir.
Sedangkan dalam kalender Hijriah menyatakan bahwa satu windu
sama dengan 30 tahun(Materi Seminar Imsakiah PIP Tremas 2004).
Meskipun kalender Jawa Islam merupakan produk dari kalender Jawa
yang disenyawakan dengan kalender Hijriah akan tetapi mempunyai
ketentuan yang tidak sama dengan kalender Hijriah. Hal ini terjadi
karena dalam penentuan waktu selama satu tahun antara tahun Jawa
Islam dan Hijriah adalah berbeda. Dalam tahun hijriah satu tahu
selama 354 11/30 hari atau sama dengan 354 hari lebih 8 jam 48 menit.
Sedangkan dalam tahun Jawa Islam 354 3/8 hari, samadengan 354 hari
lebih 9 jam.
Siklus satu windu tahun Jawa Islam terdapat tahun panjang dan
pendek, jumlah hari dalam satu tahun yakni 354 hari yang kemudian
disebun tahun wastu(tahunn pendek) dan 355 hari yang kemudian
disebut tahun wuntu(tahun panjang).
Akan tetapi dalam kalender Jawa Islam yang disusun oleh
Sultan Agung ini memiliki ketentuan setiap 120 tahun sekali tahun alip
Page 78
65
akan selalu dikurangi 1 hari Sebagai penyesuaian dengan kalender
hijriah. Karena Hisab Kalender Jawa akan terpaut 1 hari tiap 120
tahun dengan sistem Kalender Hijriah, maka dilakukan koreksi dengan
jalan pengunduran 1 hari pada setiap 120 tahun. Penyesuaian ini
disebut pergantian huruf atau khuruf. Mengapa selisih 1 hari dalam 120
tahun?, karena 1 tahun peredaran Bulan Jawa selama 354 3/8 hari atau
354 hari 9 jam, sedangkan 1 tahun peredaran Bulan Hijriah selama 354
11/30 hari atau 354 hari 8 jam 48 menit.
Tahun Jawa, 120 X 354 3/8 = 42525 hari
Tahun Hijriah, 120 X 354 11/30 = 42524 hari
Selisih -------------------------------- 1 hari ( lebih banyak tahun Jawa)
Dari hal inilah maka muncul nama-nama periodisasi dalam
120 tahun pasti berganti. Berikut periodisasai pergantian 120 tahun
tahun Jawa Islam:
No Huruf Jawa Masehi Masa
1 Ajumanis 1 Suro1555 08 Juli 1633 120 Tahun
2 Amiswon 1 Suro 1675 11 Desember 1749 72 Tahun
3 Aboge 1 Suro 1747 22 Agustus 1821 120 Tahun
4 Asapon 1 Suro 1867 24 Maret 1936 120 Tahun
5 Anenhing 1 Suro 1987 10 September 2052 120 Tahun
Melihat tabel di atas, maka semestinya tahun Aboge telah habis
masa berlakunya sekarang adalah tahun Asapon. Dimana tahun Alip
dimulai pada hari Selasa Pon. Namun tidak semua masyarakat
mengetahui perubahan tahun tersebut, sehingga sampai sekarang masih
Page 79
66
ada masyarakat yang mengikuti system Aboge. Inilah yang terjadi
pada Jama’ah Aboge di Dusun Losari.
Sebagaimana Kraton Yogyakrata yang merupakan pusat
kebudayaan Jawa saat ini telah menggunakan Asapon. Selain itu,
Kalender Islam Jawa di Kraton Yogyakarta yang hanya mendasarkan
pada Hisab Urfi (paten) teryata hanya digunakan dalam hal-hal
ceremony tradisi keagamaan semacam grebeg, numplak wajik, towong,
sekatenan, malem selikuran, bra‟at (apemam), megeng dan tidak ada
kaitannya dengan masalah ibadah termasuk ibadah puasa Ramadan
maupun mengakhirinya dengan pelaksanaan Idul Fitri, dan juga pada
pelaksanaan Idul Adha. Di Kraton Yogyakarta dibedakan antara tradisi
dan ibadah. Ketika event tradisi dasarnya adalah penanggalan Jawa
Islam tersebut, sedangkan dalam pelaksanaan ibadah mengikuti
pemerintah(Hambali, 2003: 15)
2. Sumber dasar dan fungsi Perhitungan Aboge
Dari data yang diperoleh. Jama’ah Aboge di Dusun Losari
tidak memiliki kitab ataupun pedoman khusus dalam melakukan
perhitungan guna penentuan hari raya Idul Fitri. Menurut pemaparan
yang dikemukakan oleh sesepuh Aboge di Dusun ini, kitab yang di
jadikan pedoman bagi Jama’ah Aboge dalam perhitungan adalah
“Primbon jowo” yang keberadaannya terdapat berbagai macam
Primbon. Seperti BETALJEMUR ADAMMAKNA, SABDA GURU,
SABDA PANDITO RATU dan masih ada beberapa lagi. Hal ini
Page 80
67
tidaklah berbeda dengan penganut Hisab Jawa Aboge yang ada di
Dusun Golak yang menggunakan buku induk Primbon Jawa Sabda
Guru Kahimpun Dining Sph Handanamangkara.
Sedangkan di Desa Kracak, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten
Banyumas, penganut Aboge di sana Saat ini kitab yang mereka
gunakan adalah kitab “Turki” kitab ini bukanlah kitab yang berasal
dari Turki ataupun menggunakan bahasa Turki, yang dimaksud adalah
“tuture si kaki” (perkataan nenek moyang mereka). Masyarakat tidak
pernah belajar secara khusus tentang penetapan hari raya Idul Fitri
dengan pedoman kitab ataupun buku tertentu, mereka hanya belajar
secara turun-temurun dari nenek moyang mereka Saat ini kitab yang
mereka gunakan adalah kitab “Turki” kitab ini bukanlah kitab yang
berasal dari Turki ataupun menggunakan bahasa Turki, yang dimaksud
adalah “tuture si kaki” (perkataan nenek moyang mereka). Masyarakat
tidak pernah belajar secara khusus tentang penetapan hari raya Idul
Fitri dengan pedoman kitab ataupun buku tertentu, mereka hanya
belajar secara turun-temurun dari nenek moyang mereka.
Artinya dari segi dasar perhitungan yang dijadikan pedoman
Jama’ah Aboge Dusun losari dalam menetapkan hari raya Idul Fitri
bukan berdasar Nas Al-Quran ataupun Hadis Nabi Saw. Yang mana
keduanya adalah merupakan sumber Hukum Islam yang harus
dijadikan sebagai pengangan dalam melakukan segala sesuatu selain
dari pada Ijma Dan Qiyas. Mengingat pentingnya sumber hukum ini
Page 81
68
karena menjadi tolak ukur dari sah dan tidaknya ibadah yang
dilakukan, sesuai dengan tuntunan yang diajarkan dalam beribadah
atau tidak maka setiap segala sesuatu yang berkaitan dengan ibadah
haruslah terdapat tuntunan yang mendasarinya baik dari Al-Quran, As-
Sunnah(Hadis), Ijma ataupun Qiyas, jikalau tidak ada yang dijadikan
dasar sebagai tuntunan maka ibadah yang dilakukan tidak sah atau
ditolak. Sebagaimana hadist nabi saw:
ث نا-9927 ث نا ي ع قوب، حد عن محم د، ب ن ال قاسم أبيو،عن عن د،سع ب ن إب راىيم حد
ها، الل و رضي عائشة، دث وسلم:من عليو اهلل صلى اهلل رسول قال قالت عن في أح
ف هورد . فيو لي س ما ىذا أم رنا
“telah menceritaakan kepada kami Ya‟kub, Telah
Menceritakan kepada kami Ibrahim bin sa‟ad, dari ayahnya
dari al-qasim bin Muhammad, dari aisyah berkata: Rasulullah
saw bersabda” Barang siapa yang mengada-ada dalam urusan
agama kami ini yang bukan berasall darinya maka amalan
tersebut tertolak” (HR. Bukhori, 3:241)
Dari sudut pandang sumber perhitungan, maka metode
perhitungan Aboge Dusun Losari dalam penentapan hari raya Idul Fitri
yang mendasarkan pada tunutunan para leluhur yang di cantumkan
dalam buku Primbon tidak tepat untuk diimplementasikan. Karena
dalam penentuan hari raya Idul Fitri, di dalamnya memuat prilaku
ibadah kepada ALLAH SWT. Jika demikian maka prilaku ini tidak ada
Page 82
69
kesesuaian dengan Hukum syari’at, maka tidaklah sah untuk dilakukan
guna menentukan akhir dari puasa Ramadhan dan hari raya Idul Fitri.
3. Analisis Existensi Perhitungan Aboge
Ditengah kemajuan ilmu dan tehnologi yang perkembangannya
begitu cepat menyebar keseluruh pelosok nusantra Dusun Losari Desa
Gunungsari masih menggunakan metode petung Jawa dalam
melakukan segala sesuatunya. Dari dulu sampai sekarang perhitungan
ini masih diberlakukan di Dusun ini. Meski sebenarnya sifat sebuah
keilmuan itu berkembang dan berubah sesuai dengan waktu/
zammannya akan tetapi di Dusun ini sebuah bentuk keilmuan petangan
Jawa yang merupakan warisan dari pengetahuan dan pengalaman
orang-orang terdahulu masih diberlakukan sampai saat ini. Hal ini
merupakan sebauah kemunduran dari sebuah keyakinan terhadap
konsep kebenaran secara ilmiah. Karena ilmu yang sudah terbukti
kebenarannya tidak dapat berperan secara komprehensif dalam
kehidupan keyakinann masyarakat. Adapun yang melatar belakangi
masih tetap berlakunya petangan Jawa Aboge ini adalah:
a. Dasar dari perhitungan
Primbon Jawa dalam hal penetapan hari raya Idul Fitri
Jama’ah Aboge Dusun losari menjadi sumber dari perhitungan. Al-
Quran dan Al-Hadis bukan menjadi dasar mereka dalam
penetapannya, meskipun penetapan hari raya Idul Fitri merupakan
sebuah bentuk penetapan hari beribadah. Hal ini menjadi salah satu
Page 83
70
penyebab masih diberlakukannya petangan abboge. Karena sumber
yang digunakan bukanlah Al-Quran ataupun Al-Hadis dimana
kepercayaan terhadap petuah nenek moyang masih dipegang dan
diyakini secara kuat di Dusun ini. Dari pendapat penulis,
keyakinan yang dipertahankan oleh Jama’ah Aboge Dusun losari
merupakan bentuk manifestasi dari kurang memahaminya Jama’ah
Aboge dalam hal penetapan hari raya Idul Fitri yang disyari’atkan
dalam Islam. Tidak mengetahui pentingnya metode yang
dianjurkan nabi dalam hal penentuan waktu beribadah. Hal ini
wajar kiranya karena segi keilmuan yang tidak diperbaharui dalam
diri Jama’ah dan sesepuhnya. Selain itu dari sumber yang
digunakan yakni prembon Jawa belum adanya perubahan dari
Aboge ke Asapon dari setiap petangan yang dilakukan. Artinya
petangan yang ada sesuai dengan perhitungan masa Aboge belum
direvisi dan dirubah kedalam petangan sisitem Asapon.
b. Kurangnya Sosialisasi Kalender Jawa.
Minimnya sosialisasi penanggalan Jawa sangat lah
mempengaruhi penggunaan Hisab Jawa Aboge di Dusun Losari
saat ini. Masyarakat hanya mengenal Hisab Jawa Aboge saja.
Perubahan tahun Aboge ke tahun Asapon dalam Hisab Jawa sama
sekali tidak diketahui olah mereka. Masyarakat Aboge di Losari
memang tidak mengetahui adanya perubahan tahun Jawa. Seperti
telah diuraikan dalam bab sebelumnya, penganut Aboge di Dusun
Page 84
71
Losari tidak mengetahui jika ada tahun Ajumgi. Selanjutnya
berganti ke Amiswon, Aboge, dan Asapon. Tahun Jawa Aboge
yang seharusnya sudah berakhir pada tahun 1936 M namun masih
digunakan oleh masyarakat Aboge desa Losari, kurangnya
sosialisasi tersebut karena saat itu masih dijajah oleh Belanda 3,5
abad dan Jepang beberapa tahun, sehingga pihak Kraton tidak bisa
memberi informasi tentang perubahan dari Aboge ke Asapon.
Perubahan tersebut sesuai dengan pengumuman serat kekancingan
Kraton no 54 tanggal 5 Pebruari tahun 1933 M, yakni perubahan
Aboge ke Asapon. Penduduk Jawa hanya mengenal sampai periode
Aboge sekitar tahun 1800 Jawa. Pada masa itu Negara kita dalam
suasana menderita, sehingga tidak sempat memikirkan tentang
kalender Jawa apalagi yang berlaku secara umum adalah Kalender
Masehi. Sampai sekarang orang-orang Jawa yang kelahiran tahun
1930 M dan masih hidup, hanya Kitab yang digunakan sesepuh
Jama’ah Aboge dalam penetapan hari raya Idul Fitri bukan Al-
Quran, Hadis atau kitab-kitab ulama Islam. Buku/ kitab Primbon
yang menjadi pegangan bagi para sesepuh ini masih menggunakan
perhitungan system Aboge.
c. Pendidikan yang relative rendah dari kebanyakan masyarakatnya.
Penganut Aboge yang ada di Dusun Losari kebanyakan adalah
orang-orang tua yang memiliki latar belakang pendidikan SD atau
bahkan tidak sampai selesai. hampir Sebagian besar masyarakat di
Page 85
72
DusunLosari mengikuti penentuan awal bulan kamariah dengan
Rukyah Jawa sistem Aboge, nilai kuantitasnya mencapai 60%
persen. Akan tetapi lambat laun pengikut Aboge berkurang seiring
banyaknya anak-anak yang masuk sekolah dan wafatnya para
sesepuh yang kuat pengaruhnya. Faktor pendidikandan
perkembangan informasi sangatlah mempengaruhi keberadaan
masyarakat Aboge di Dusun Losari. Semakin banyak masyarakat
yang mengikuti pendidikan formal, akan menjadikan semakin
berkurangnya pengikut Aboge di Desa Losari.
Pendidikan yang rendah merupakan salah satu faktor bagi
masyarakat yang saat ini masih meyakini Rukyah Jawa Aboge
dalam penentuan hari raya Idul Fitri. Potret ini terlihat dari
perkembangan penganut Rukyah Jawa Aboge. Dari tahun-ketahun
tidak mengalami perkembangan namun malah penurunan. Karena
semakin banyak anak-anak yang masuk sekolah dan banyaknya
tokoh-tokoh utama yang menganut Rukyah Jawa Aboge meninggal
dunia. Sehingga semakin lama pengaruh Rukyah Jawa Aboge
semakin redup. Aboge yang ada di Dusun Losari bukanlah sebuah
organisasi seperti Muhammadiyah ataupun NU sehingga tidak ada
regenerasi dan juga tidak menyiapkan generasi secara khusus.
d. Keyakinan masyarakatnya.
Keyakinan ataupun kepercayaan masyarakat yang
mengiktuti Hisab Jawa Aboge di Dusun Losari masih sangat
Page 86
73
kental, sehingga masukan-masukan yang datangnya dari luar sering
kali sulit untuk diterima oleh masyarakat. Misalkan masukan yang
datangnya dari organisasi NU disekitar desa Losari, menurut
penuturan Kh. Subhi selama ini sudah pernah memberikan
sosialisasi terkait pemahaman persoalan penentuan awal bulan
Qomariah. Hendaknya persoalan penentuan awal bulan Qomariah
dibedakan antara tradisi dan Agama. Namun demikian, kami
sebagai warga NU mengambil sikap toleransi dalam menyikapi
perbedaan penentuan awal bulan yang ada di masyarakat. Sikap
agree indisagreement(ittifaq fi al-ikhtilaf). Masyarakat yang saat
ini masih mengikuti penanggalan Jawa dengan sistem Aboge
meyakini, bahwa Aboge merupakan peninggalan para leluhur
mereka. Peninggalan ini harus terus dilestarikan dalam rangka
memberikan penghormatan kepada leluhur. Kepercayaannya
terhadap leluhur telah mendarah daging di hati mereka, sehingga
sampai sekarang mereka tetep berusaha untuk melestarikan Hisab
system Aboge tersebut. Penggunaan Hisab Jawa Aboge sebagai
penentuan hari raya Idul Fitri merupakan salah satu dari
pemanfaatan HIsab Jawa Aboge tersebut. Hisab Jawa juga
digunakan dalam penentuan hari menyangkut adat-istiadat yang
mereka pegangi, seperti Suronan, sedekah bumi, dan juga
meyangkut petangan Jawa yang berhubungan dengan penentuan
Page 87
74
hari tertentu yang dianggap hari baik bagi masyarakat yang
meyakini Hisab Jawa Aboge.
4. Analisis Metode Perhitungan Aboge
Penganut perhitungan Aboge di Dusun Losari Desa
Gunungsari murni menggunakan Hisab dalam penentuan awal bulan
Qomariah, tidak seperti aliran-aliran lokal lain, seperti Jamaah an-
Nadir yang ada di Sulawesi yang melakukan rukyat terhadap pasang-
surut air laut, penganut Aboge yang ada di Dusun Golak desa Kenteng
Ambarawa, berdasarkan penelitian Ahmad Izzuddin, Aboge di Dusun
tersebut juga berdasarkan rukyatul hilal (observasi dengan mata
telanjang saat matahari tenggelam dengan prinsip sudah mletek/
pletek). Jauh-jauh hari mereka telah mengetahui jatuhnya tanggal tanpa
harus menunggu pengumuman dari pemerintah ataupun dari pihak lain
dalam penentuan awal bulan kamariah. Karena dengan perhitungan
Hisab Jawa Aboge yang mereka gunakan, penentuan Hari raya Idul
Fitri bisa ditentukan sampai dengan delapan tahun yang akan datang,
bahkan samapai waktu yang diinginkan. Bahkan Idul fittri yang telah
lalu juga dapat diketahui dengan mudah. Karena keadaan hari yang
telah ditetapkan pada bulan Poso dan Syawal.
Selain masih menggunakan Rukyah Jawa periode Aboge,
Rukyah Jawa merupakan Hisab urfi. Dalam konteks ilmu Falak, Hisab
urfi tidak relevan jika dijadikan pedoman dalam penentuan awal bulan
Qomariah. Karena Hisab urfi dalam penentuan bulan Ramadan selalu
Page 88
75
berumur 30 hari. Sedangkan dalam konteks ilmu falak bulan Ramadan
bisa saja berumur 29 ataupun 30. Sebagaimana Hadis nabi saw:
حدثناسعيدبنعمروانوسمعابنعمررضىاهللعنهماعنالنبىصلىاهللعليووسلم:
نو رش عوةعس تةر ىمنع اي ذكىاوذكىره الش بسح نلوبتك نلةي ماةم ااناالقون ا
)روهالبخارى(ني ثلثةر مو
“Dari said bin amer bawasanya dia mendengar dari ibnu
umar Nabi saw beliau bersabda: sungguh bahwasanya kamu
adalah umat yang ummi, tidak mampu menulis dan menghitung
umur bulan adalah sekian, dan sekian yaitu kadang 29 hari
dan kadang 30 hari (H.R. Bukhori, 3: 35)
Dari hadis diatas maka akan kita dapati bahwa ketentuan
bilangan hari dalam satu bulannya tidak tetap, terkadang 29 hari dan
terkadang 30 hari. Sedangkan umur bulan menurut Hisab urfi statis,
bulan yang ganjil berumur 30 hari, sedangakan bulan genap berumur
29 hari. Karena hal ini lah maka Hisab urfi tidak dapat digunakan
dalam menentukan waktu yang berkaitan dengan ibadah, sebab
rumusan yang ada pada system Hisab urfi bertenttangan denga Hadis
nabi yang dijadikan landasan dalam menentukan waktu untuk
beribadah. Bulan Ramadan merupakan bulan ganjil sehingga akan
selalu berumur 30 hari menurut Hisab urfi. Hisab yang lebih relevan
jika dijadikan pedoman dalam penentuan awal bulan Qomariah adalah
Hisab hakiki, baik hakiki takribi, hakiki tahkiki, dan hakiki
Page 89
76
kontemporer. Hisab kontemprer merupakan Hisab yang paling tepat
jika dijadikan pedoman dalam penentuan awal bulan Qomariah,
khususnya bulan ibadah yakni Ramadan, Syawal, dan Zulhijah, karena
menyangkut keabsahan ibadah.
B. Analisi Hukum Islam Terhadap Metode Aboge Dalam Penetapan
Hari Raya Idul Fitri
1. Analisis Hukum Islam Terhadap Sumber Perhitungan Aboge
Sesepuh Aboge Dusun Losari yang menjadi panutan bagi
Jama’ahnya merupakan pemeluk agama Islam yang taat menjalankan
ibadah. Meski dengan tarap pendidikan yang rendah baik formal
ataupun agama, akan teapi kehadirannya menjadi panutan bagi
komunitas Aboge di Dusun ini. Para sesepuh Aboge ini selalu menjadi
rujukan bagi Jama’ahnya dalam rangka akan melakukan hajatan,
sebagaimana menentukan hari pernikahan, mencari hari baik dan lain
sebagainya. Sumber perhitungan yang digunakan oleh sesepuh Aboge
Dusun losari adalah kitab-kitab Primbon. Primbon berasal dari kata
rimbu yang artinya simpanan. Maka Primbon merupakan petangan
Jawa, catatan leluhur yang sudah ada dari dulu berdasarkan
penggalaman baik dan buruk yang dihimpun dalam Primbon.
Maka dalam hal sumber pijakan sebagai penentu hari raya Idul
Fitri, Jama’ah Aboge Dusun ini menggunakan sumber baru, yang mana
sumber baru Jama’ah aboge ini bukanlah termasuk dalam sumber
hukum yang di jadikan penentu dalam segala sesuatu dalam Islam.
Page 90
77
Jumhurul ulama telah sepakat bahwa dalil-dalil syari‟yyah
yang menjadi sumber pengambilan Hukum-hukum yang berkenaan
dengan perbuatan manusia kembali pada 4 sumber pokok yaitu:
a. Al-Quran
b. As-Sunnah
c. Ijma
d. Qiyas
Dalam mempergunakan dalil tersebut jumhur ulama juga
sepakat bahwa dalil-dalil itu mempunyai urutan sebagai berikut: Al-
Quran, As-Sunnah, Ijma, dan Qiyas. Maka ketika tejadi sebuah
persoalan harus dikembalikan kepada keempat sumber tersebut di
sesuaikan dengan urutan yang pertama sampai ke empat. Meskipun
Ijma’ dan Qiyas merupakan produk ulama/ mujtahid, akan tetapi
keberradaan dari Ijma’ dan Qiyas ini merupakan hasil istimbatul
ahkam daripada Al-Quran dan As-Sunnah.
Adapun bukti penggunaan dalil tersebut diatas ialah firman Allah
dalam surat Annisa ayat 59:
م رمن كم وأوليالر سولوأطيعواالل وآمنواأطيعواياأي هاال ذين ءفيت نازع تم فإن األ ف رد وهشي
منونكن تم إن والر سولالل وإلى مبالل وت ؤ خروال ي و رذلكال سنخي لتأ ويوأح
[٥٦]النساء:
Page 91
78
"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah allah dan taatilah
rasul Muhammad, dan ulil amri(pemegang kekuasaan) diantara
kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu
maka kembalikanlah kepada Al-Quran dan rasul sunnahnya, jika
kamu beriman kepada allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.(Q.S. An-Nisa:59)
2. Analisis Hukum Islam Terhadap Petungan Aboge
Dalam menentukan hari raya Idul Fitri tanggal 1 Syawwal tahun
hijriah Islam berpegangan pada prinsip, yaitu Hisab dan Rukyah,
karena pada momen tersebut kedua pemikiran Hisab Rukyah yang
menjadi pegangan serta panutan umat Islam secara umum yang juga
sebagai dasar penentuan bagi pemerintah. Pada dasarnya istilah Hisab
Rukyah berpijak pada cara penentuan waktu ibadah yang digunakan
umat Islam. Secara luas dalam penentuan waktu tersebut, sebagian
umat Islam berpijak menggunakan metode Rukyah sedangkan yang
lain menggunakan metode Rukyah. Oleh karenanya eksistensi Hisab
dan Rukyah menjadi sangat urgen bagi umat Islam mengingat sangat
terkait dengan sah dan tidaknya ibadah yang bererkaitan dengan waktu
tersebut, dalam hal ini yang sangat actual diperbincangkan separti
persoalan awal Ramadhan dan awal Syawwal dan awal Dzulhijjah.
Hal ini menjadi lebih berwarna ketika adanya sentuhan
sebagian budaya lokal atau yang sering menimbulkan corak budaya
tersendiri di luar dugaan, dalam konteks ini disebut faham keIslaman
yang bersifat lokal sebagaimana di Jawa ada istilah Islam Jawa
(kejawen) dalam konteks Hisab Rukyah di Indonesia seperti
Page 92
79
adanyapemikiran HisabRukyah kejawen diantaranya Ajumgi, kemudian
Akawon, prinsip Aboge dan prinsip Asapon.
Secara etimologi Hisab berasal dari kata حسب, حسبانا, ومحسبة
yang berarti menduga, menyangka, mengira, memandang,
menganggap dan menghitung(Munawwir, 1997:261). Arti yang sama
Kata Hisab memiliki arti menghitung(Muhdlor, 2000: 762). Sedangkan
dalam kamus ilmu falak, Hisab diartikan Arithmatic(Khazin , 2005:
30). Dalam ilmu falak Hisab sering digunakan dalam memperkirakan
posisi matahari dan bulan terhadap bumi untuk mengetahui masuknya
bulan baru dalam kalender hijriah. Khususnya untuk mengetahui awal
bulan baru yang berkaitan dengan waktu beribadah, sebagaimana awal
bulan Ramadhan, Idul Fitri dan Dzulhijjah.
Dalam Al-Quran kata Hisab banyak disebut dan secara umum
dipakai dalam arti perhitungan sebagaimana dalam firman Allah:
ره عددالسنينامنازللت ع لموۥىوال ذىجعلالش م سضيآءوال قمرنوراوقد
بال حق وال حساب ذلكإل مايال ي فصل ماخلقالل و تلقو
٥﴿يونس:ي ع لمون
”Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan
bercahayadan ditetapkan-Nya mazilah-mazilah (tempat-tempat)
bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan
tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang
demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-
tanda (kebesaran-Nya) kepada orang yang mengetahui.”(QS.
Yunus: 5)
Page 93
80
بانا ص باحوجعلال ي لسكناوالش م سوال قمرحس ذلكت ق ديرال عزيز فالقال
تدوا٦٩ال عليم﴿األنعام: روىوال ذىجعللكمالن جوملت ه وال بح بهافىظلمتال ب ر
فص ل ناال مي ع لمون﴿األنعام:تايقد ٦٩لقو
”Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk
beristirahat, dan menjadikan matahari dan bulan untuk
perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa
LagiMaha Mengetahui.(96) Dan Dialah ynag menjadiakn
bintang-bintang bagimu,agar kamu menjadikanya petunjuk
dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya kami telah
menjelaskan tanda-tanda kebesaran (kami) kepada orang
yangmengetahui.”(QS. Al-An’aam: 96-97)
بان﴿الرحمن الش م سوال قمربحس
”Mataharidan bulan (beredar) menurut perhitungan.”(QS. Ar-
Rahmaan:5).
Tadinya penetapan permulaan puasa dan Idul Fitri dilakukan
dengan cara Hisab. Ini dapat dimengerti karena masyarakat nabi
dikenal sebagai masyarakat yang ummy. Dikalangan mereka baca, tulis
dan ilmu hitung tidak populer(loka karya fakultas syari’ah iain
salatiga, prof. Muh zuhri, 2015:2). Maka ketika illat yang mecegah
terjadinya Hisab dalam penetapan hari raya Idul Fitri telah tertiadakan,
Hisab dapat di berlakukan dalam hal penetepan awal bulan hijriah
yang berhubungan dengan ibadah dengan mendasarkan dari ayat-ayat
tersebut diatas.
Page 94
81
Dalam praktek penetapan hari raya Idul Fitri Jama’ah Aboge
Dusun Losari menggunakan metode Hisab periode Aboge. Aboge
merupakan sebuah syistem penanggalan Jawa Islam yang menyatakan
bahwa tahun alif jatuh pada Hari Rebo Wage. Pada dasarnya system
Hisab Rukyah kejawen berpijak pada prinsip kalender Jawa, yang
keberadaanya telah disenyawakan dengan kalender hijriah pada tahun
1555 tahun Aji Saka oleh Sultan Agung Hanyokro Kusumo(Kemenag
2013: 12).
Berdasarkan pemaparan dari bapak kasten selaku sesepuh di
Dusun ini mengemukakan bahwa, dalam penetapan hari raya Idul Fitri
Jama’ah Aboge di Dusun ini tidak pernah melakukan musyawarah/
rembuk tentang penetapannya, musyawarah/ rembug hanya dilakukan
oleh para sesepuh tokoh Aboge, guna menyamakan persepsi tentang
pelaksanaan hari raya Idul Fitri yang akan dilakukan. Penyesuaian
persepsi ini dilakukan dengan cara saling tukar pengetahuan yang
dimiliki terkait penetapan hari raya Idul Fitri.
Jama’ah Aboge Dusun Losari tidak pernah melakukan Rukyah
terhadap hilal awal Syawwal. Rukyah tidak dilakukan karena
kepercayaan Jama’ah Aboge di Dusun ini terhadap kalender Jawa
system Aboge yang diwariskan dari para leluhur mereka. Akibat
hukumnya maka penetapan yang dilakukan oleh jamaah Aboge Dusun
losari ini tidak sesuai denga metode yang diajarkan oleh Rasulullah
dam menentukan bulan baru Syawwal. dalam metode yang diajarkan
Page 95
82
oleh rasullullah terkait dengan penetapan hari raya Idul Fitri mengacu
pada pergerakan bulan baru/ hilal yang dapat diketahui baik melalui
Hisab ataupun Rukyah. Sebagaimana Hadis Nabi Saw.
عنالمسيببنسعيدعنشهابابنعنسعدبنابراىيمأخبرنايحيبنحدثنايحي
الهللرأيتماذ :وسلمعليواهللصلىاهللرسولقال :قال ,عنواهللرضيىريرةابى
)مسلمرواه(فاقدروهعليكمفافتروافانغمرأيتموهاذاوفصوموا
“jika kamu melihat hilal, maka berpuasalah, dan bila kamu
melihat hilal maka berbukalah. Bila hilal itu tertutup awan
maka takdirkanlah(kira-kirakanlah) ia”. (HR. Muslim, Jus 3:
122)
Pada Hadis ini mengemukakan اذ رأيتم الهالل فصىمىا (kamu
melihat hilal maka berpuasalah). Dari kalimat ini maka menunjukkan
bahwa hilal dijadikan patokan dalam berpuasa. Artinya puasa
Ramadhan sah dilakukan apabila telah terlihat hilal bulan Ramadhan.
Dan kalimat و اذا رأيتمىه فافتروا dan jika kamu melihatnya maka
berbukalah, hal yang sama juga dikemukakan dalam kalimat ini,
dimana hilal dijadikan pedoman dalam menentukan akhir dari puasa
pada bulan Ramadhan sekaligus dalam nenetapkan hari raya Idul Fitri.
Untuk melihat perbedaan diantara sistem yang berlaku dalam
kalender Islam dengan system Hisab Jama’ah Aboge Dusun Losari,
akan menjadi jelas jika kita memahami prinsip dasar dari penanggalan
yang berlaku dalam kalender Islam. Seperti diketahui, bahwa dalam
Page 96
83
Islam ada dua metode umum yang dipakai, Hisab dan Rukyah. Berikut
ini adalah prinsip dan metode penghitungan yang dipakai oleh
pemikiran Hisab dan Rukyah yang didasarkan pada hadis Shohih
Bukhari: Dari Hadis riwayat Bukhori Dan Muslim.
حدثناادمحدثناشعبةحدثنامحمدبنزيادقالسمعتأبىىريرةرضياهللعنويقول:
كمسحابفكملواالعدةوافطروالرأيتوفأنحالغبيعليقالالنبىصمصموالرأيتو
الشعبانثلثين
“Dari Adam dari Suaibah dari Muhammad Bin Ziyad berkata
sayamendengar Abu Hurairah berkata bawasanya Nabi SAW
Bersabda: Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah
kamu karena melihat hilal bila kamu tertutup mendung, maka
sempurnakanlah bilangan bulan Sya‟ban tiga puluh
hari.”(HR.Bukhari, 3: 34).
Dari Hadis di atas tentang hilal, maka diperoleh informasi
bahwa hakekat dari awal bulan baru atau awal bulan Qamariyah adalah
Wujud Al-Hilal yang dapat diketahui dengan Hisab dan Rukyah atau
keduanya sekaligus. Oleh karenanya Hisab dan atau Rukyah itulah
yang menjadi dasar untuk menetapkan awal bulan Qomariyah.
Dalam diskursus ilmu falak, Hisab sebagai metode menentukan
awal bulan qamariah terbagi menjadi dua maca yaitu Hisab hakiki dan
Hisab urfi’. Pengertian dari Hisab haqiqi adalah tehnik perhitungan
yang pada hakikatnya dan seteliti mungkin terhadap peredaran bulan
Page 97
84
mengelilingi bumi, dengan menggunakan perhitungan yang pasti yang
didasarkan pada siklus bulan dalam mengelilingi bumi melalui kaidah-
kaidah ilmu eksakta yaitu dengan menggunkan segi tiga bola
(spherical trigonometri). Perhitungan hari dalam tiap bulannya tidak
tetap dan tidak beraturan, kadangkala dua bulan berturut-turut umurnya
29 hari atau 30 hari, atau sebaliknya bias terjadi pula bergantian.
Sedangkan Rukyah Hisab Urfi adalah sistem perhitungan
penanggalan yang didasarkan pada adat kebiasaan atau didasarkan
kepada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan
secara konvensional. Sistem Hisab ini menggunakan teori yang cukup
simple dan kuarng detail tingkat keakurasian yang dimiliki oleh sistem
Hisab urfi ini. Pengertian dari kedua jenis Hisab ini dikemukakan oleh
jaenal arifin dalam materi fiqih Hisab Rukyah di Indonesia.
Metode Hisab Aboge dan Asapon yang keduanya mendasarkan
pada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dikatagorikan pada
Hisab urfi’. Karena mendasarkan pada peredaran rata-rata, bukan pada
hakikat kemunculan hilal pertama awal bulan. Bilangan hari untuk
setiap bulanpun tetap bulan ganjil 30 dan umur bulan genap 29 hari.
Sedangkan dari Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori diatas
menginformasikan bahwa tidak ada ketetapan umur bulan dalam setiap
tahunnya yang kadang-kadang 29 dan 30 maupun sebaliknya, yang
berkaitannya denga awal Ramadhan dan awal Syawwal yang
didasarkan pada perhitungan Hisab dan Rukyah. Intinya bahwa
Page 98
85
Jama’ah Aboge Dusun Losari tidak dapat memakai penanggalan
Aboge untuk menetapkan hari raya Idul Fitri, karena prinsip yang
termuat dalam system Hisab Aboge di Dusun ini tidak sesuai dengan
tuntunan dalam menentukan hari raya Idul Fitri. Baik dari Al-Quran
maupun Al-Hadis tidak ditemukan kesesuaian prinsip untuk mendasari
system Hisab Aboge di Dusun Losari. karena disisi lain penanggalan
Aboge sudah harus berrotasi ke system Asapon guna penyesuaian
dengan system kalender Hijriah/ syar‟i. Hal ini menunjukkan bahwa
Aboge juga sudah tidak relevan lagi untuk dipakai karena Hisab urfi
tidak dapat digunakan dalam menentukan awal bulan Qamariyah yang
berkaitan dengan pelaksanaan ibadah (awal dan akhir Ramadhan).
Dalam penjelasan yang lain Hisab urfi adalah sistem perhitungan
kalender yang didasarkan pada peredaran rata-rata bulan mengelilingi
bumi yang ditetapkan secara konvensional. Sistem Hisab ini dimulai
sejak ditetapkan oleh khalifah Umar Bin Khattab ra (17 H) sebagai
acuan untuk menyusun kalender Islam abadi. Akan tetapi sistem Hisab
seperti itu tidak dapat dipergunakan untuk menentukan awal bulan
Qomariyah dan untuk pelaksanaan ibadah (awal dan akhir Ramadhan),
karena menurut system ini umur bulan Sya’ban dan Ramadhan adalah
tetap, 29 hari untuk bulan Sya’ban dan 30 hari untuk bulan Ramadhan.
Sementara secara teoritis ghalibiyah yang dapat dipergunakan untuk
menentukan masalah ibadah dalam diskursus Hisab Rukyah adalah
Hisab hakiky baik Hisab hakiky taqribi, atau tahqiqi maupun Hisab
Page 99
86
haqiqi kontemporer. Sistim perhitungan Aboge yang mereka percaya
itu adalah warisan nenek moyang mereka terdahulu yang juga dasar
dari kitab yang mereka miliki yaitu kitab ”Kitab Prembon”. Dengan
mengikuti Aboge, maka Jama’ah Aboge Dusun Losari telah mengikuti
system kalender Jawa yang telah kadaluarsa. masyarakat Dusun Losari
tidak mengikuti perhitungan atau sistem Asapon, karena system itulah
yang dipakai oleh penganut Hisab Kejawen sekarang pada umumnya
dan juga tidak dapat dipergunakan untuk penentuan-penentuan hal-hal
yang berkaitan dengan ibadah. Karena permasalahan tersebut berkaitan
dengan hukum Islam sehingga ketika berpendapat dan membuat atau
menentukan sebuah penanggalan untuk menentukan bulan Ramadhan
dan Syawwal maka harus memiliki dasar yang kuat dan dapat diterima
oleh orang banyak khususnya umat Islam.
.
Page 100
87
BAB V
KESIMPULAN PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah dilakukan pembahasan dan analisis dalam bab-bab
sebelumnya maka berikut ini penulis berikan kesimpulan sebagai berikut:
1. Sebagian masyarakat Dusun Losari Desa Gunungsari Kecamatan
Wonosegoro menggunakan metode penanggalan Aboge dalam
menetapkan hari raya Idul Fitri. Metode penanggalan Aboge
merupakan system kalender Jawa Islam Sultan Agung
Hanyokrokusumo dari Kerajaan Mataram. System Kalender Jawa
Islam merupakan hasil Pesenyawaan kalender Jawa lama kepada
Kalender Hijriah. Jama’ah Aboge Dusun Losari memiliki prinsip
bahwa ajaran Aboge Dalam menetapkan Hari raya Idul Fitri
merupakan warisan leluhur yang tidak dapat ditinggalkan. Ketika
ditelusuri Sistem Aboge sudah dinasakh seharusnya tahun Alif dalam
penanggalan Jawa tidak didasarkan pada perhitungan Aboge (tanggal
1 Suro tahun Alip jatuh pada hari Rebo Wage) akan tetapi sudan
menjadi Asapon(tanggal 1 Suro tahun Alip jatuh pada hari Rebo Pon),
karena pada tahun Jawa sudah mengalami tiga kali perubahan tahun
Alif.
Setiap 120 tahun, tahun Jawa akan lebih banyak 1 hari
dibandingkan tahun Hijriah, karena dalam 120 tahun tahun Jawa Islam
Page 101
88
mempunyai 45 tahun Kabisat (120 dibagi 8 = 15, kemudian dikalikan
3), sedangkan system tahun Hijriah urfi hanya mempunyai tahun
kabisat sebanyak 44 (120 dibagi 30 = 4, kemudian dikalikan 11).
Sehingga dalam rangka penyesuaian dengan kalender Hijriah harus
dilakukan pengurangan 1 hari setiap 120 tahun. Sebagaimana contoh
tanggal 1 Syawwal 1439 H kemarin. Dari hasil Hisab dan Rukyah
yang dilakukan baik oleh pemerintah, dan Ormas-Ormas Islam serta
ketetapan dalam kalender Hijriah menyatakan bahwa Idul Fitri jatuh
pada hari Jum‟at Legi, hal ini tidaklah berbeda dengan kalender Jawa
sistem Asapon, dimana Asapon juga menetapkan bahwa rioyo jatuh
pada Jum‟at Legi. Karena sebagian masyarakat Dusun Losari masih
menggunakan sistem Aboge yang seharusnya sudah di nasakh maka
jamahah Aboge Dusun Losari menetapkan hari raya Idul Fitri jatuh
pada hari Sabtu Pahing. Dengan ketentuan tahun ini adalah tahun Dal.
2. Menurut Hukum Islam, metode penetapan hari raya Idul Fitri Aboge
Dusun Losari tidak dapat digunakan sebagai acuan untuk menetapkan
hari raya Idul Fitri karena, inti dari metode Hisab Aboge yang
tergolong dalam Hisab Urfi tidak sesuai dengan pemahaman yang
didapatkan dari ayat-ayat ataupun hadis yang dijadikan acuan dalam
menentukan bulan Qamariah.
ره منازللت ع لمواعددالسنينۥىوال ذىجعلالش م سضيآءوال قمرنوراوقد
وال حساب
Page 102
89
بال حقماخلقالل و مي ع لمون﴿يونس: ذلكإل يتلقو ٥ي فصلاأل
Artinya: ”Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan
bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya mazilah-mazilah
(tempat-tempat) bagiperjalanan bulan itu, supaya kamu
mengetahui bilangan tahun danperhitungan (waktu). Allah
tidak menciptakan yang demikian itumelainkan dengan
hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada
orang yang mengetahui.”(QS. Yunus: 5)
Karena cara yang digunakan berbeda dengan yang ditunjukkan oleh
Syari‟ maka menimbulkan konsekuensi hukum sebagaimana yang
ditunjukkan dalam hadis Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan
oleh Bukhori:
ث نا-9927 ث نا ي ع قوب، حد عن محم د، ب ن ال قاسم أبيو،عن عن سع د، ب ن إب راىيم حد
ها، الل و رضي عائشة، دث وسلم:من عليو اهلل صلى اهلل رسول قال قالت عن في أح
ف هورد . فيو ي سل ما ىذا أم رنا
“telah menceritaakan kepada kami Ya‟kub, Telah
Menceritakan kepada kami Ibrahim bin sa‟ad, dari ayahnya
dari al-qasim bin Muhammad, dari aisyah berkata: Rasulullah
saw bersabda” Barang siapa yang mengada-ada dalam urusan
agama kami ini yang bukan berasall darinya maka amalan
tersebut tertolak” (HR. Bukhori, 3:241)
Page 103
90
B. SARAN
Atas eksplorasi yang telah penulis paparkan, tentunya banyak hal yang
belum bisa secara tuntas penulis lakukan dalam penelitian ini. Atas dasar
itu, maka beberapa hal kiranya patut dicermati untuk menambal
kekurangan yang ada pada penelitian ini. Dengan berlandaskan sepercik
harapan untuk dapat diambil manfaatnya, ada beberapa saran dari penulis
yang dapat dicantumkan disini, antara lain:
1. Seharusnya pemerintah lebih memperhatikan terkait dengan
permasalahan yang terdapat di Dusun Losari Desa Gunungsari
Kecamatan Wonosegoro, karena hal ini sudah menyangkut
permasalahan ibadah yang sampai saat ini ajaran tersebut (Aboge)
sudah membudaya di Sebagia kalangan Warga Masyarakat Dusun
Losari.
2. Jikalau merupakan kepercayaan yang sudah turun temurun adalah
merupakan sebuah kesulitan. Tapi merubah keyakinan masyarakat
dusun losari harus tetap dilakukan guna kesesuain dengan ajaran Islam
yang berdasar pada Al-Quran Dan Al-Hadis. Salah satunya adalah
dengan pendidikan anak-anak di dusun ini sebagai misi merotasi
keyakinan dari tradisional orang tuanya menuju keyakinan yang sesuai
dengan syari’at Islam.
3. Sebagaimana masyarakat kejawen yang terdapat di daerah Kraton
Yogyakarta mereka mengambil kebijakan dengan menggunakan
penaggalan Jawa dalam hal penetapan tradisi-tradisi kebudayaan yang
Page 104
91
ada di daerah tersebut dan mengikuti penetapan pemerintah dalam
pelaksaan ibadah mereka seperti memulai puasa Ramadhan dan hari
raya Idul Fitri ataupun Idul Adha.
4. Harus lebih jeli dan teliti dalam dalam membedakan mana budaya adat
istiadat dan kegiatan yang berhubungan dengan ibadah karena
penanggalan Aboge ini terkait dengan permasalahan ibadah dalam
penentuanya. Kajian terhadap kearifan lokal seperti yang ada pada
masyarakat Aboge di Dusun Losari relatif masih jarang dilakukan.
Karena itu penulis menyarankan agar kajian terhadap fenomena itu
terus menerus dilakukan demi pengayaan dalam wacana Hukum Islam.
C. PENUTUP
Dengan mengucapkan syukur ke hadirat Allah SWT, Akhirnya
penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berbentuk skripsi ini,
walaupun karyatulis yang sederhana ini masih perlu banyak pembenahan
akan tetapi penulis berharap, mudah mudahan karya ini dapat membawa
manfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi semua pembaca pada
umumnya. Betapapun usaha keras yang telah penulis lakukan dengan
menghabiskan banyak waktu, moral maupun spiritual, kiranya penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan atas karya ini. Untuk itu
saran dan kritik yang bersifat konstruktif tentu sangat penulis harapkan
demi perbaikan
karya tulis skripsi ini. Bagi sebagian teman, penulisan karya skripsi
seakan menjadi “penjara akademis”. Dalam beberapa sisi, penulis
Page 105
92
menyadari ada benarnya apa yang disampaikan oleh beberapa teman
tersebut. Meskipun demikian, meski harus mengurung diri dalam kamar
pengap dalam rangka penyelesaian tugas akhir ini, tetapi perasaan
terkungkung tersebut hilang dan berganti menjadi “hiburan akademis”
yang cukup menantang. Akhir kata penulis selaku penyusun skripsi ini
berkeinginan dengan sepercik harapan, semoga dengan hasil yang teramat
sederhana ini mampu membawa arti serta terkandung nilai manfaat bagi
kehidupan masyarakat pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.
Amin.
Page 106
93
DAFTAR PUSTAKA
Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1998
Khalaf, Abdul wahab, ilmu ushul Fiqih, semarang: PT.Karya Toha Putra, 2014
Rifa’I, Moh, Fiqih Islam, Semarang: PT. Karya toha putra , 2014
Maktabah Syamilah, muslim.
DEPAG, Badan Hisab & Rukyah, Almanak Hisab Rukyah.2005. Proyek
Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam Departeman Pendidikan
Nasional, Kamus besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
DEPAG, Direktoret Pembinaan syari’ah dan hisab rukyah. 2013. ilmu falak
Praktik,Jakarta.
DEPAG, Departemen Agama RI. 2013. Al-Qur’an Dan Tafsirnya, Jakarta.
Izzuddin, Ahmad, Fiqh Hisab Rukyah Kejawen, IAIN Walisongo Semarang: 2015
Moleong, Lexy J. M., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1980
Poerwardarminta, W.J.S, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1976
http://id.wikipedia.org/wiki/ Idul Fitri, Tanggal 15 April 2018
Page 107
94
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:
Rineka Cipta, 1998.
Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Bahasa Arab Indonesia, Jogjakarta :1994
Maktabah syamilah, attirmidzi
Amar, Imron Abu, terjemah Fathul Qarib, menara kudus, kudus: 1982
Maktabah Syamillah, Al-Bukhori,
Kemenag, ilmu Falak, Praktis, 2013
Maktabah Syamilah, Sahih Muslim
Departemen Agama RI, al-quran dan tafsirannya, 1,2,3: 2004
Ruskanda, Farid. 100 Masalah Hisab Dan Rukyah, Gema Insane Press, Jakarta:
1996
Majelis tarjih dan tajdid pimpinan muhammadiah. 2009. Pedoman Hisab
Muhammadiah, Jogjakarta, cetakan ke 2.
Seff, Syaugi Mubarok, Metode Penetapan Hari Raya Idulfitri Di Indonesia
Dalam Tinjauan Hokum Islam, Iain Antasari Press: 2014
Azhari, Susignan, Ensiclopedi Hisab Rukyah, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2012
Thomas jamaludin, Menggagas Fiqih Astronomis,media Indonesia, 9 september
2013
LPKBHI Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo:hlm 3
Page 108
95
Muhdlor, Kamus Komtemporer Arab Indonesia, Yogyakarta: Multi Karya
Grafika, Tt, 2000
Khazin, Muhyidin, Kamus Ilmu Falak , Jogjakarta: Buana Pustaka, 2005, Cet I,
Musonnif, Ahmad, “Epistemologi Hisab Rukyah”, Ahkam, No. 1, Vol. 14 (Juli,
2012)
Makalah Loka Karya Iain Salatiga Fakultas Syari’ah. 2015. Abdul Basith.
LFNU)(http ://falakiyah. nu. or. id/ Pedoman Rukyat NU.aspx diakses 27 mei 2018
Al-Asyqalani, Ibanatul Ahkam Syarah Bulughul Maram, Dar Al Fikr, Bairut
2008, Juz II, Hal. 288
Page 111
Nama : Muntaha Fakultas : Syariah
Nim : 21113018 Jurusan : Hukum
Keluarga Islam
Dosen PA : Prof. Dr. Muh. Zuhri, M.A
No
.
Nama Kegiatan Pelaksanaan Keterangan Point
1.
Surat Keputusan Pengangkatan Pengurus
HMPS AS Jurusan Syariah Dan Ekonomi
Islam Tahun 2014 Oleh: Ketua Program
Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah STAIN
Salatiga
30 Januari 2014 Pengurus 4
2.
Surat Keputusan Pengangkatan Pengurus
DEMA Fakultas Syari'ah Tahun 2015
Oleh DEKAN F Syariah IAIN Salatiga
01 Juni 2015 Pengurus 4
3.
Surat Keputusan Penunjukan Panitia Opak
F Syariah 2015 “ Aktualisasi Integritas
Mahasiswa Fakultas Syari'ah Melalui
Analisa Sosial Ke-Syari'ahan"
01 Agustus 2016 Pengurus 3
4.
Surat Keputusan Penunjukan Panitia Opak
F Syariah 2016 “ membangun Integritas
Mahasiswa Fakultas Syariah sebagai
Bekal menjadi Ilmuan &Praktisi
Hukum yang Religius & Profesional
oleh: Dekan Fakultas Syariah IAIN
Salatiga
12 Agustus 2015 Pengurus 3
5.
Surat Keputusan Penunjukan Panitia
Seminar Nasional DEMA Fakultas
Syari'ah 2016 “ Analisis Metode
Imsakiah Yang Berkembang Di
Indonesia"
19 Mei 2016 Pengurus 8
6.
Surat Keputusan Penunjukan Panitia
Seminar Nasional DEMA Fakultas
Syari'ah 2015 “ Peran Mahasiswa
Syari'ah Dan Hukum Dalam
Pembangunan Bangsa"
18 Juni 2016 Pengurus 8
7.
Sertifikat Seminar Nasional Peran
Mahasiswa Syari'ah Dalam
Pembangunan Bangsa” Oleh: DEMA
FAKULTAS SYARIAH IAIN
SALATIGA “
27 Juni 2015 Panitia 8
8.
Sertifikat Seminar Nasional
Implementasi Nilai-Nilai Pancasila
Sebagai Benteng Dalam Menolak
10 Februari 2016 Panitia 6
Page 112
Gerakan Radikalisme” Oleh: DEMA
IAIN Salatiga “
9.
Sertifikat Seminar Nasional Perlindungan
Hukum Terhadap Usaha Mikro
Menghadapi Pasar Bebas Asean" Oleh:
HMPS AS
15 Desember
2014
Panitia 8
10.
Seminar Syiar Ramadhan In Kampus
Menumbuhkan Semangat Berbagi Dan
Kebersamaan Sesama Muslim Dibulan
Suci Ramadhan" oleh: DEMA Fakultas
FEBI.
23 Juni 2016 Peserta 2
11. Sertifikat Seminar Nasional "Rekonstruksi
Ideal Sistem Peradilan Di Indonesia"
Oleh: HMJ AS.
22-Sep-16 Peserta 8
12. Sertifikat Dialog Nasional “Peningkatan
Konsep Hablu minannas Melalui
ramadhan" Oleh: DEMA IAIN Salatiga
19 Juni 2016 Peserta 6
13.
Nusantara Mengaji 300.000 Khataman
AL-Qur’an “Serentak seIndonesia
Untuk Keselamatan dan Kesejahteraan
Bangsa” Oleh: JQH &DEMA IAIN
Salatiga
08 Mei 2018 Peserta 2
14. PIAGAM PENGHARGAAN MAKESTA
Oleh: MWC Nahdlatul Ulama Kecamatan
Wonosegoro
19 Desember
2015
Peserta 3
15. sertifikat seminar nasional perbankan
syari'ah di Indonesia: Antara Teori Dan
Praktik" Oleh HMJ HES
4-Nov-15 Peserta 6
16.
Sertifikat Pubic dan Healing III "
Optimalisasi Kerja Lembaga Untuk
Mewujudkan Kampus Yang Amanah”
Oleh: SENAT MAHASISWA IAIN
Salatiga
20 Oktober 2013 Peserta 2
17.
Sertifikat LIBRARY USER
EDUCATION (Pendidikan Pemakai
Perpustakaan)" oleh: UPT
PERPUSTAKAAN
16-Sep-13 Peserta 2
18. Sertifikat Opak Rekonstruksi Paradigma
Mahasiswa Yang Cerdas, Peka Dan
Peduli" Oleh DEMA STAIN Salatiga
27 Agustus 2013 Peserta 3
19.
Sertifikat Opak “Revitalisasi
Intelektualitas Dan Spiritualitas
Mahasiswa Menuju Kemajuan Bangsa”
oleh: HMJ Syari'ah STAIN Salatiga
29 Agustus 2013 Peserta 3
20. Piagam penghargaan Workshop Imsakiah
Ramadhan 1436 H" Oleh: KEMENAG
13 Mei 2015 Peserta 2
Page 113
IAIN Salatiga Fakultas Syari'ah
21.
Sertifikat Pelatihan TPQ Mendongeng Certa Islam dan Membuat Alat Peraga
Educative (APE)" Oleh: Youth Of
Bidikmision Limardhlotillah(Ya
bismillah) IAIN Salatiga
04 Juli 2015 Peserta 3
22.
Sertifikat workshop Legal drafting
Pembentukan Pemuda Sebagai Agen
Pengawal” Oleh: SENAT MAHASISWA
Fakultas Syariah IAIN Salatiga
17-Nov-15 Pesrta 3
23. Sertifikat Workshop Pelatihan Naib
Dalam Mengawali bahtera Mahligai
Rumah tangga" Oleh: HMJ AS
16 Mei 2015 Peserta 3
24. Sertifikat MAPABA " Rekonstruksi
mental mahasiswa Dalam Kerangka
Pergerakan" Oleh: PMII Rayon Syari'ah
17-19 Oktober
2014
Peserta 3
25. Sertifikat MAPABA " Menanamkkan
Nilai-Nilai Aswaja melalui Pergerakan
Dalam PMII" Oleh: PMII Rayon Syari'ah
08-10 Mei 2015 Panitia 3
26.
Piagam Penghargaan Sarasehan Akbar"
Komitmen politik Islam Dalam Menata
Arah Masa Depan bangsa indonesia"
Oleh: LDMI, PB HMI
15 Maret 2014 Peserta 2
Jumlah 108
Salatiga, 06 Agustus 2018
Mengetahui,
Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan
Kerjasama Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga
Dr. Ilyya Muhsin, S.H.I., M.Si
NIP. 197909302003121001
Page 115
1. Almanak kalender Aboge Dusun Losari
2. Sesepuh Aboge Dusun Losari
Page 116
3. Ketua Rt sekaligus Salah Satu Tokoh Aboge
4. Kegiatan Rutin Yasinan Warga Aboge dan Non Aboge
Page 117
5. Kegiatan Tadarus Al-Quran Ramadhan Di Musolla Aboge
6. Kegiatan TPA Di Salah Satu Rumah Warga Dusun LOsari