Top Banner
METODE PENELITIAN Efektivitas Madu dalam Mempercepat Penyembuhan Luka Bakar Derajat II” Pembimbing : DR.dr. Anwar Watik Prakitnya, Phd Oleh: Robby Aji Aryadillah 2010730095 Hadyan Rahmat 2010730044 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
41

Metlit Hadyan Robby FIX

Oct 26, 2015

Download

Documents

had_y

Tugas Metlit PSPD FKK UMJ 2010
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Metlit Hadyan Robby FIX

METODE PENELITIAN“Efektivitas Madu dalam Mempercepat Penyembuhan Luka

Bakar Derajat II”

Pembimbing :

DR.dr. Anwar Watik Prakitnya, Phd

Oleh:

Robby Aji Aryadillah 2010730095

Hadyan Rahmat 2010730044

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

Cirendeu, Jakarata Selatan2013

Page 2: Metlit Hadyan Robby FIX

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan Kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, karunia dan kasih sayangNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Efektivitas Madu dalam Penyembuhan Luka Bakar Derajat II” dengan baik dan lancar. Makalah ini diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk mengikuti pendidikan Program Studi Dokter Universitas Muhammadiyah Jakarta. Makalah ini dapat terselesaikan atas dukungan, bantuan dan bimbingan dari banyak pihak. Untuk itu perkenankanlah peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

1. Allah S.W.T yang telah memberikan nikmat serta karunianya sehingga penulis bisa menyele-saikan makalah ini.

2. Orang tua kami yang telah memberikan dukungan moril maupun materil sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini sesuai dengan harapan kami.

3. DR. dr. Anwar Watik Pratiknya Phd selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan serta bimbingan sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini.

4. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu,yang telah mem-berikan semangat dan mendoakan peneliti hingga terselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik dari isi maupun

tulisan. Oleh sebab itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan demi

kesempurnaan Makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, Januari 2013

Page 3: Metlit Hadyan Robby FIX

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................................................3

BAB I.......................................................................................................................................................4

PENDAHULUAN...................................................................................................................................4

1.1 Latar Belakang Masalah..........................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................................4

1.3 Tujuan Masalah........................................................................................................................4

1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................................................4

BAB II......................................................................................................................................................5

PEMBAHASAN......................................................................................................................................5

2.1 Kajian Pustaka...............................................................................................................................5

a. Definisi dan etiologi luka bakar............................................................................................5

b. Derajat luka bakar.................................................................................................................5

c. Penatalakasanaan luka bakar konvensional.......................................................................5

2.2 Kerangka Teoritis........................................................................................................................5

2.3 Ringkasan dan Kerangka Berfikir.............................................................................................5

2.4 Hipotesis..................................................................................................................................6

BAB III....................................................................................................................................................7

METODOLOGI PENELITIAN.............................................................................................................7

3.1 Rancangan Penelitian............................................................................................................7

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian........................................................................................................7

3.3 Subjek Penelitian...........................................................................................................................7

3.4. Pengumpulan Data........................................................................................................................7

3.5. Analisis Data.................................................................................................................................8

BAB IV....................................................................................................................................................9

PENUTUP...............................................................................................................................................9

4.1 Kesimpulan.............................................................................................................................9

4.2 Saran.......................................................................................................................................9

Page 4: Metlit Hadyan Robby FIX

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Luka bakar atau combusio adalah kasus emergency yang sering ditemukan dalam

dunia kedokteran dan tidak sedikit pasien yang tidak tertolong karena penangana yang

terlambat dan penyembuhan yang membutuhkan wakyu yang lama. Etiologi dari luka bakar

dapat terjadi karena factor thermal, kimia, listrik dan radiasi. Untuk itu luka bakar di

klasifikasikan menjadi beberapa derajat sesuai dengan luas dan dalamnya luka bakar. Dalam

kasus emergency seperti ini berbeda dengan penanganan kasus non emergency seperti

penyakit pada umumnya. Dalam penanganan pertama pasien dengan luka bakar khusunya

derajat 3-4 maka perlu dilakukannya primary survey dan secondary survey. Dalam

pembagian luas luka bakar ada istilah rules of nine, tujuannya adalah menentukan seberapa

derajat dan keparahan luka bakar, sehingga berbeda derajat berbeda pula penanganan.

Penatalaksanaan pada luka bakar tergantung dari derajat keparahan luka bakar, semakin cepat

penanganan maka akan menurunkan risiko komplikasi dan kecacatan hingga kematian.

Penyembuhan luka bakar membutuhkan waktu yang tidak sebentar sehingga

meningkatkan risiko kecacatan yang sangat tinggi sehingga diperlukan terapi yang dapat

mempercepat penyembuhan luka bakar, maka dari itu kami mencoba meneliti sejauh mana

efektifitas madu dalam mempercepat penyembuhan luka bakar (derajat II).

1.2 Rumusan Masalah

Apakah madu dapat mempercepat penyembuhan luka bakar derajat II?

1.3 Tujuan Masalah

Untuk mengetahui apakah madu dapat mempercepat penyembuhan luka bakar derajat

II.

Page 5: Metlit Hadyan Robby FIX

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan penelitian ini diharapkan pemanfaatan madu untuk pengobatan luka bakar

derajat II menjadi salah satu terapi pilihan untuk pengobatan luka bakar derajat II.

Page 6: Metlit Hadyan Robby FIX

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Definisi dan etiologi luka bakar

Luka bakar adalah luka yang di sebakan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api,air

panas,listrik,bahan kimia dan radiasi; juga oleh sebab kontak dengan suhu rendah,luka bakar

ini bisa menyebabkan kematian ,atau akibat lain yang berkaitan dengan problem fungsi

maupunestetika.(KapitaSelektakedokteranedisi3jilid2).

Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan

petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Ilmu Bedah RSUD

Dr.Soetomo,2001.

Combustio adalah luka yang disebabkan oleh trauma termis, listrik, bahan kimia, dan

radiasi yang mengenai kulit maupun jaringan bawah kulit . ( Djohansjah Marzoeki, M.

Taufiek, M. Sjaifuddin Noer, Luka Bakar (Combustio) Pedoman Diagnosa dan Terapi

Lab/UPFIlmuBedahRSUDDr.Soetomo,Surabaya,1994)

Etiologi dari luka bakar yaitu:

Luka bakar suhu tinggi

- Gas

- Cairan

- Bahan padat luka bakar sengatan listrik

Bahan kimia

Luka baka radiasi.

2.1.2 Derajat luka bakar

Berdasarkan American Burn Association's, Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan

kedalaman,luas permukaan, dan derajat berat ringannya luka bakar.

A. Berdasarkan kedalamannya

a. Luka bakar derajat I (superficial burns)

Luka bakar derajat ini terbatas hanya sampai lapisan epidermis. Gejalanya berupa

kemerahan pada kulit akibat vasodilatasi dari dermis, nyeri, hangat pada perabaan dan

Page 7: Metlit Hadyan Robby FIX

pengisian kapilernya cepat. Pada derajat ini, fungsi kulit masih utuh. Contoh dari luka bakar

derajat 1 adalah bila kulit terpapar oleh sinar matahari terlalu lama atau tersiram air panas.

Proses penyembuhan terjadi sekitar 5-7 hari. Luka bakar derajat ini tidak menghasilkan

jaringan parut, dan pengobatannya bertujuan agar pasien merasa nyaman dengan

mengoleskan soothing salves dengan atau tanpa gel lidah buaya.

b. Luka bakar derajat II ( partial thickness burns)

Luka bakar derajat ini merupakan luka bakar yang kedalamannya mencapai batas

dermis. Bila luka bakar ini mengenai sebagian permukaan dermis (superficial partial

thickness). Lukabakar derajat II superficial ini tampak eritema, nyeri, pucat jika ditekan, dan

ditandai adanya bulla berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah karena

permeabilitas dindingnya meningkat. Luka ini mereepitelisasi dari struktur epidermis yang

tersisa pada rete ridge, folikel rambut dan keringat dalam 7-14 hari secara spontan. Setelah

penyembuhan, luka bakar ini dapat memiliki sedikit perubahan warna kulit dalam jangka

waktu yang lama.

Luka bakar derajat II yang mengenai bagian reticular dermis (deep partial thickness)

tampak lebih pucat, tetapi masih terasa nyeri jika di tusuk dengan jarum (pin prick test). Luka

bakar ini sembuh dalam 14-35 hari dengan reepitelisasi dari folikel rambut, dan keratinosit

kelenjar keringat, seringkali parut berat muncul sebagai akibat dari hilangnya dermis.

c. Luka bakar derajat III (full-thickness)

Kedalaman luka bakar ini mencapai seluruh dermis dan epidermis sampai ke lemak

subkutan. Luka bakar ini ditandai dengan eskar yang keras, tidak nyeri, dan warnanya hitam,

putih atau merah ceri. Tidak ada sisa epidermis ataupun dermis sehingga luka harus sembuh

dengan reepitelisasi dari tepi luka. Full thickness memerlukan eksisi dengan skin grafting.

d. Luka bakar derajat IV

Luka bakar derajat ini hingga mencapai organ di bawah kulit seperti otot, dan tulang.

LUAS LUKA BAKAR

Wallace membagi tubuh atas bagian – bagian 9 % atau kelipatan dari 9 terkenal

dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace.

Kepala dan leher - 9 %

Lengan - 18 %

Badan Depan - 18 %

Badan Belakang - 18 %

Tungkai - 36 %

Page 8: Metlit Hadyan Robby FIX

Genitalia/perineum - 1 %

Total -

100 %

KRITERIA BERAT RINGANNYA

(American Burn Association)

1. Luka Bakar Ringan.

- Luka bakar derajat II <15 % - Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak - Luka bakar derajat III < 2 %

2. Luka bakar sedang

- Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa - Luka bakar II 10 – 20 5 pada anak – anak - Luka bakar derajat III < 10 %

3. Luka bakar berat

- Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa - Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak. - Luka bakar derajat III 10 % atau lebih - Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan genitalia/perineum. - Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.

2.1.3 Penatalakasanaan luka bakar konvensional?

Prehospital

Hal pertama yang harus dilakukan jika menemuikan pasien luka bakar di tempat

kejadian adalah menghentikan proses kebakaran. Maksudnya adalah membebaskan pasien

dari pajanan atau sumber dengan memperhatikan keselamatan diri sendiri. Kemudian

lepaskan semua bahan yang dapat menahan panas (pakaian, perhiasan, logam), hal ini untuk

mencegah luka yang semakin dalam karena tubuh masih terpajan dengan sumber. Bahan yang

meleleh dan menempel pada kulit tidak boleh dilepaskan. Air suhu kamar dapat disiramkan

ke atas luka dalam waktu 15 menit sejak kejadian,namun air dingin tidak boleh diberikan

untuk mencegah terjadinya hipotermia dan vasokonstriksi.

Resusitasi jalan napas

Resusitasi jalan napas bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat.

Pada luka bakar dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi dikerjakan sebelum

edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi Sebelum dilakukan intubasi, oksigen

100% diberikan menggunakan face mask. Intubasi bertujuan untuk mempertahankan patensi

jalan napas, fasilitaspemeliharaan jalan napas (penghisapan sekret) dan bronchoalveolar

Page 9: Metlit Hadyan Robby FIX

lavage. Krikotiroidotomi masih menjadi diperdebatkan karena dianggap terlalu agresif dan

morbiditasnya lebih besar dibandingkan intubasi. Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus

yang diperkirakan akan lama menggunakan endotracheal tube (ETT) yaitu lebih dari 2

minggu pada luka bakar luas yang disertai cedera inhalasi.

Kemudian dilakukan pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui pipa endotrakeal. Terapi

inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih baik di saluran napas dengan cara uap air

menurunkan suhu yang menigkat pada proses inflamasi dan mencairkan sekret yang kental

sehingga lebih mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi dengan Ringer Laktat hasilnya lebih baik

dibandingkan NaCl 0,9%. Dapat juga diberikan bronkodilator bila terjadi bronkokonstriksi

seperti pada cedera inhalasi yang disebabkan oleh bahan kimiawi dan listrik. Pada cedera

inhalasi perlu dilakukan pemantauan gejala dan tanda distres pernapasan. Gejala dan tanda

berupa sesak, gelisah, takipnea, pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu pernapasan,

dan stridor. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah analisa gas darah serial dan

foto toraks.

Resusitasi cairan

Syok pada luka bakar umum terjadi dan merupakan faktor utama berkembangnya

SIRS dan MODS.

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:

Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskuler regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan

Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak diperlukan Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk menjamin

survival seluruh sel Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan

stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis.Jenis cairan

Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid (isotonik), cairan hipertonik

dan koloid.

Larutan kristaloid

Larutan kristaloid terdiri dari cairan dan elektrolit. Contoh larutan kristaloid adalah

Ringer laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati kadarnya dalam plasma atau

memiliki osmolalitas hampir sama dengan plasma. Pada keadaan normal, cairan ini tidak

banya dipertahankan di ruang intravaskuler karena cairan ini banyak keluar ke ruang

interstisial. Pemberian 1L Ringer laktat akan meingkatkan volume intravaskuler 300 ml.

Page 10: Metlit Hadyan Robby FIX

Larutan hipertonik

Larutan hipertonik dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali dan

penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid.Larutan garam hipertonik

tersedia dalam beberapa konsentrasi yaitu NaCl 1,8%, 3%, 5%, 7,5% dan 10%. Osmolalitas

cairan ini melebihi cairan intraseluler sehingga akan cairan akan berpindah dari intraseluler

ke ekstravaskuler. Larutan garam hipertonik meningkatkan volume intravaskuler melalui

mekanisme penarikan cairan dari intraseluler.

Larutan koloid

Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES, Hetastarch, Hespan,

Hemacell) dan Dextran. Molekul koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi membran

kapiler, oleh karena itu sebagian besar akan tetap dipertahankan di ruang intravaskuler. Pada

luka bakar dan sepsis, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga molekul akan

berpindah ke ruang interstisium. Hal ini akan memperburuk edema interstisium yang ada.

HES merupakan suatu bentuk hydroxy-substituted amilopectin sintetik, HES berbentuk

larutan 6% dan 10% dalam larutan fisiologik. T1/2 dalam plasma selama 5 hari, tidak bersifat

toksik, memiliki efek samping koagulopati namun umumnya tidak menyebabkan masalah

klinis.HES dapat memperbaiki permeabilitas kapiler dengan cara menutup celah interseluler

pada lapisan endotel sehingga menghentikan kebocoran cairan, elektrolit dan protein.

Penelitian terakhir mengemukakan bahwa HES memiliki efek antiinflamasi dengan

menurunkan lipid protein complex yang dihasilkan oleh endotel, hal ini diikuti oleh perbaikan

permeabilitas kapiler. Efek antiinflamasi ini diharapkan dapat mencegah terjadiinya SIRS.

Pemberian cairan menurut formula Parkland adalah sebagai berikut:

Pada 24 jam pertama : separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya

diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada bayi, anak, dan orang tua, kebutuhan cairan adalah

4ml. Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4ml ditambah 1% dari

kebutuhan.Bila dijumpai hipertermia, kebutuhan cairan ditambah 1% dari kebutuhan

Penggunaan zat vasoaktif (Dopamin atau Dobutamin) dengan dosis 3 mg/kgBB dengan

titrasiatau dilarutkan dalam 500ml Glukosa 5%, jumlah teteasan dibagi rata dalam 24 jam.

Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan vena sentral (minimal

612cmH2O) dan sirkulasi perifer (sirkulasi renal). Jumlah produksi urin melalui kateter,

saatresusitasi (0,5-1ml/kgBB/jam) dan hari1-2 (1-2 ml/kgBB/jam). Jika produksi

urin<0,5ml/kgBB/jam maka jumlah cairan ditingkatkan 50% dari jam sebelumnya. Jika

produksiurin >1ml/kgBB/jam maka jumlah cairan dikurangi 25% dari jam sebelumnya.

Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat jenis dan sedimen)

Page 11: Metlit Hadyan Robby FIX

Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan kuantitas cairan lembung

melalui pipa nasogastrik. Jika <200ml tidak ada gangguan pasase lambung, 200-400ml

adagangguan ringan, >400ml gangguan berat.

Perawatan luka

Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas, mekanisme bernapas

dan resusitasi cairan dilakuakan. Tindakan meliputi debridement, nekrotomi dan pencucian

luka. Tujuan perawatan luka adalah mencegah degradasi luka dan mengupayakan proses

epitelisasi. Untuk bulla ukuran kecil tindakannya konservatif sedangkan untuk ukuran besar

(>5cm) dipecahkan tanpa membuang lapis epidermis di atasnya. Untuk eskar yang melingkar

dan mengganggu aliran atau perfusi dilakukan eskarotomi. Pencucian luka dilakukan dengan

memandikan pasien dengan air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut

dengan kasa lembab steril dengan atau tanpa krim pelembab. Perawatan luka tertutup dengan

oclusive dressing untuk mencegah penguapan berlebihan. Penggunaan tulle berfungsi sebagai

penutup luka yang memfasilitasi drainage dan epitelisasi. Sedangkan krim antibiotik

diperlukan untuk mengatasi infeksi pada luka.

Penggunaan antibiotik

Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis infeksi dan

mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Penggunaan antibiotik sebagai profilaksis masih

merupakan suatu kontroversi. Dalam 3-5 hari pertama populasi kuman yang sering dijumpai

adalah bakteri Gram positif non-patogen. Sedangkan hari 5-10 adalah bakteri Gram negatif

patogen. Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera, luka masih dalam keadaan steril sehingga

tidak diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik topikal yang dapat digunakan adalah silver

sulfadiazin, povidone-iodine 10%, gentamicin sulfate, mupirocin, dan bacitracin/polymixin.

Eksisi dan grafting

Luka bakar derajat dua dalam dan tiga tidak dapat mengalami penyembuhan spontan

tanpa autografting. Jika dibiarkan, jaringan yang sudah mati ini akan menjadi fokus inflamasi

dan infeksi. Eksisi dini dan grafting saat ini dilakukan oleh sebagian besar ahli bedah karena

memiliki lebih banyak keuntungan dibandingkan debridement serial. Setelah dilakukan

eksisi, luka harus ditutup, idealnya luka ditutup dengan kulit pasien sendiri. Pada luka bakar

seluas 20-30%, biasanya dapat dilakukan dalam satu kali operasi dengan penutupan oleh

autograft split-thickness yang diambil dari bagian tubuh pasien. Sebagian besar ahili bedah

melakukan eksisi pada minggu pertama, biasanya dalam satu kali operasi dapat dilakukan

eksisi seluas 20%. Eksisi tidak boleh melebihi kemampuan untuk menutup luka baik dengan

autograft, biologic dressing atau allograft.

Page 12: Metlit Hadyan Robby FIX

2.1.4 Sejarah penggunaan madu

Madu selain digunakan sebagai pemanis juga merupakan obat mujarab yang telah

dikenal masyarakat sejak jaman dahulu. Sedangkan lebah merupakan hewan yang bermanfaat

dan telah dimanfaatkan sejak dahulu. Ribuan tahun lalu bangsa-bangsa kuno telah

mempercayai khasiat dari madu.

Orang mesir kuno sebenarnya telah menyadari manfaat dari lebah dan produk yang

dihasilkannya. Masyarakat mesir kuno menaruh hormat yang tinggi pada lebah. Mereka

sering menggunakan lebah sebagai figur dari ornament-ornament yang mereka buat bahkan

madu juga digunakan sebagai sesaji kepada dewa-dewa. Firaun pun mengambil figur lebah

sebagai simbol kerja keras dan pengabdian total pada sang ratu. Madu pada jaman Mesir

kuno digunakan sebagai bahan obat-obatan mereka. Selain itu madu juga digunakan sebagai

pengawet mumi raja mesir kuno. Bahkan Ratu Cleopatra pun mengakui manfaat madu ia

menggunakan madu untuk merawat kesehatan dan menjaga kecantikannya.

Orang Mesir kuno bukanlah hanya yang kagum pada lebah dan madu, orang Yunani

kuno pun juga mengagumi lebah dan produk-produknya tersebut. Hypocrates yang dikenal

sebagai bapak kedokteran modern menyatakan bahwa madu dapat menghangatkan kita,

menutup luka, menyembuhkan alergi dan sakit tergores. Dia secara teatur juga

mengkonsumsi madu dan dia dapat mencapai usia 107 tahun. Aristoteles beranggapan bahwa

madu memiliki sifat yang unik yang dapat meningkatkan kesehatan manusia dan

memperpanjang usia, dimana yang dimaksud memperpanjang usia adalah saat usia tua masih

mempunyai stamina yang kuat serta jarang menjumpai penyakit. Democritus yang dikatakan

mampu memecahkan teka-teki atom pun mengkonsumsi madu untuk diet yang dilakukannya

dan akhirnya meninggal pada usia 109 tahun. Phytagoras beserta muridnya juga merupakan

pengkonsumsi setia madu, mereka percaya bahwa madu dapat memperpanjang usia dan

menyembuhkan berbagai penyakit.

Bapak kedokteran dunia, yang juga dikenal sebagai pemuka islam terkemuka, Ibnu

Sina banyak mengulas tentang madu dalam dunia kesehatan. Menurutnya madu dapat

menyembuhkan penyakit dari yang ringan hingga berat, seperti tekanan darah tinggi dan

jantung. Madu juga membantu mengatur sekresi, sehingga dapat menghilangkan penyakit

demam, dan juga untuk kecantikan. Menurutnya madu dan zaitun dapat digunakan sebagai

kosmetik yang memiliki berbagai macam khasiat. Madu dan zaitun dapat membantu untuk

mengecangkan kulit, menghilangkan flek hitam dan jamur kulit, serta dapat menghilangkan

bau badan yang tak sedap.

Page 13: Metlit Hadyan Robby FIX

Berikut adalah ulasan mengenai sejarah madu dari jaman sebelum masehi hingga

setelah masehi:

· 7000 SM : di gua Afrika dan Spanyol terdapat gambar orang mengumpulkan madu

dari retakan dan pohin, sementara lebah mengitari di atas mereka.

· 3000 SM : di Mesir sebagian orang menggunakan madu sebagai pemanis. Nilai

madu sangat tinggi, bahkan digunakan sebagai alat pembayaran.

· 2100 SM : madu disebutkan dalam tulisan Sumeria dan Babylonia, kode Hittie, dan

tulisan India, dan Mesir, serta diperkirakan berusia lebih tua dari itu. Bahasa inggris madu

‘honey’ diperkirakan berasal dari bahasa jerman ‘honig’.

· 2000 SM : Mesir sudah memelihara lebah di sarang buatan.

· 1650 SM : Mesir kuno menggunakan madu sebagai penggobat luka, pembuktian

dari Smith Papyrus.

· 1100 : bir Jerman diberi pemanis madu. Petani membayar pajak dalam bentuk madu

dan lilin madu.

· 1600 : orang Spanyol menemukan bahwa orang Meksiko dan Amerika Tengah telah

mengembangkan metode pemeliharaan lebah untuk memproduksi madu.

· 1638 : orang Eropa memperkenalkan lebah madu Eropa ke New England.

· 1822 : ditemukan bukti dokumentasi lebah madu di Amerika Utara.

· 1842 : lebah madu pertama kali diperkenalkan di Selandia Baru.

· 1850 : lebah madu dibawa ke California, angka hibridasi dengan koloni asli untuk

meningkatkan produksi.

· 2005 : Selandia Baru mempunyai 320.000 sarang lebah yang memproduksi panen

musiman kira-kira 8600 ton madu.

2.1.5 Kandungan madu yang dapat berkhasiat pada pengobatan luka bakar?

Penggunaan madu sebagai obat telah dikenal sejak puluhan ribu tahun yang lalu,

misalnya dalam pengobatan penyakit lambung, batuk, dan mata (Subrahmanyam et al., 2001).

Selain itu madu juga dapat digunakan sebagai terapi topikal untuk luka bakar, infeksi, dan

luka ulkus. Sampai saat ini telah banyak hasil penelitian yang melaporkan bahwa madu

efektif untuk perawatan luka, baik secara klinis maupun laboratorium.

Ada beberapa hasil penelitian yang melaporkan bahwa madu sangat efektif digunakan

sebagai terapi topikal pada luka melalui peningkatan jaringan granulasi dan kolagen serta

periode epitelisasi secara signifikan (Suguna et al., 1992;1993; Aljady et al.,2000). Menurut

Page 14: Metlit Hadyan Robby FIX

Lusby PE (2006) madu juga dapat meningkatkan waktu kontraksi pada luka. Madu efektif

sebagai terapi topikal karena kandungan nutrisi yang terdapat di dalam madu dan hal ini

sudah diketahui secara luas. Bergman et al. (1983) menyatakan secara umum bahwa madu

mengandung 40% glukosa, 40% fruktosa, 20% air dan asam amino, vitamin biotin, asam

nikotinin, asam folit, asam pentenoik, proksidin, tiamin, kalsium, zat besi, magnesium, fosfor,

dankalium.

Madu juga mengandung zat antioksidan dan H2O2 (Hidrogen peroksida) sebagai penetral

radikal bebas. Tujuan tulisan ini adalah memberikan gambaran kandungan dan sifat madu

sehingga madu dapat digunakan sebagai alternatif terapi topikal pada perawatan luka.

2. Sifat Zat Yang Terkandung dalam Madu

Kandungan dan sifat madu dapat berbeda tergantung dari sumber madu (Gheldof et al.,

2002;Gheldof and Engeseth, 2002). Pada saat ini salah satu madu yang cukup dikenal luas

dalam perawatan luka adalah Manuka Honey. Madu lebih efektif digunakan sebagai terapi

topikal.

2.1. Osmolaritas Yang Tinggi

Madu merupakan larutan yang mengalami supersaturasi dengan kandungan gula yang tinggi

dan mempunyai interaksi kuat dengan molekul air sehingga akan dapat menghambat

pertumbuhan mikroorganisme dan mengurangi aroma pada luka. Salah satunya adalah pada

luka infeksi yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus. Seperti yang dilaporkan

Cooper et al (1999), hasil studi laboratorium menunjukkan madu memiliki efek anti bakteri

pada beberapa jenis luka infeksi, misalnya bakteri Staphylococcus aureus.

Hasil penelitian lain melaporkan madu alam dapat membunuh bakteri Pseudomonas

aeruginosa dan Clostritidium (Efem & Iwara, 1992). Luka dapat menjadi steril terhadap

kuman apabila menggunakan madu sebagai dressing untuk terapi topikal. Selain itu pH yang

rendah (3,6 - 3,7) dari madu dapat mencegah terjadinya penetrasi dan kolonisasikuman

(Efem, 1998). Apabila terjadi kontak dengan cairan luka khususnya luka kronis, cairan luka

akan terlarut akibat kandungan gula yang tinggi pada madu, sehingga luka menjadi lembap .

Page 15: Metlit Hadyan Robby FIX

2.2.HidrogenPeroksida

Bila madu dilarutkan dengan cairan (eksudat) pada luka, hidrogen peroksida akan diproduksi.

Hal ini terjadi akibat adanya reaksi enzim glukosa oksidase yang terkandung di dalam madu

yang memiliki sifat antibakteri. Proses ini tidak menyebabkan kerusakan pada jaringan luka

dan juga akan mengurangi bau yang tidak enak pada luka khususnya luka kronis. Hidrogen

peroksida dihasilkan dalam kadar rendah dan tidak panas sehingga tidak membahayakan

kondisi luka (Molan,1992). Selain itu hidrogen peroksida yang dihasilkan tergantung dari

jenis .

2.3. Aktivitas Limfosit dan Fagosit

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas sel darah lymphosit B and lymphosit T dapat

distimulasi oleh madu dengan konsentrasi 0.1% (Abuharfeil et al.,1999). Adanya aktivitas

limfosit dan fagosit ini menunjukkan respons kekebalan tubuh terhadap infeksi khususnya

pada luka.

2.4. Sifat Asam Madu

Madu yang bersifat asam dapat memberikan lingkungan asam pada luka sehingga akan dapat

mencegah bakteri melakukan penetrasi dan kolonisasi. Selain itu kandungan air yang terdapat

dalam madu akan memberikan kelembapan pada luka. Hal ini sesuai dengan prinsip

perawatan luka modern yaitu "Moisture Balance". Hasil penelitian Gethin GT et al (2008)

melaporkan madudapat menurunkan pH dan mengurangi ukuran luka kronis (ulkus vena /

arteri dan luka dekubitus) dalam waktu dua minggu secara signifikan. Hal ini akan

memudahkan terjadinya proses granulasi dan epitelisasi pada luka.

3. Manfaat Madu Untuk Perawatan Luka

Madu dapat digunakan untuk terapi topikal sebagai dressing pada luka ulkus kaki, luka

dekubitus, ulkus kaki diabet, infeksi akibat trauma dan pasca operasi, serta luka bakar. Madu

dapat mempercepat masa penyembuhan luka bakar (Evan and Flavin, 2008; Jull et al.,2008).

Page 16: Metlit Hadyan Robby FIX

2.2 Kerangka Teoritis

2.3 Ringkasan dan Kerangka Berfikir

Identifikasi Variabel

Variabel Tergantung : Penyembuhan luka bakar derajat II.

Variabel Bebas : Terapi Madu

Variabel Luar : - Usia

- Infeksi

- Nutrisi

- Diabetes

Operasionalisasi Hipotesis

Variabel Bebas :

Terapi Madu.

Level of Measurement : Nominal

® Menggunakan madu atau tidak menggunakan madu.

Definisi Operasional

® Menggunakan madu sebagai terapi penyembuhan luka bakar derajat II se-

banyak 3 x 1 dalam 1 minggu.

Variabel Luar :

Infeksi, usia, nutrisi, dan diabetes.

Level of Measurement : Ordinal

Variable Bebas

(Terapi Madu)

Variable Tergantung

(Penyembuhan luka Bakar derajat II)

Variable Luar Infeksi Usia

Nutrisi Diabetes

Page 17: Metlit Hadyan Robby FIX

à Melihat faktor infeksi, usia, nutrisi, dan diabetes yang dapat memperpanjang

penyembuhan luka..

Definisi Operasional

Melihat seberapa jauh pengaruh variabel luar dapat memperpanjang

penyembuhan luka.

Variabel Tergantung :

Penyembuhan luka bakar derajat II

Level of Measurement : Ratio

àPeningkatan waktu penyembuhan luka bakar derajat II dalam satu minggu.

Definisi Operasional

à penyembuhan luka bakar derajat II yang diukur berdasarkan waktu

penyembuhan dalam satu minggu.

2.4 Hipotesis

Terapi madu dapat mempercepat penyembuhan luka bakar derajat II.

Page 18: Metlit Hadyan Robby FIX

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain eksperimental dengan cara memeberikan

perlakuan (memberikan madu pada bagian luka bakar derajat II) terhadap kelompok

perlakuan (penderita luka bakar derajat II) kemudian melihat hasilnya dalam waktu satu

minggu. Lalu dibandingkan dengan kelompok kontrol (penderita luka bakar derajat II) yang

dilakukan terapi konvensional.

Alasan pemilihan disain eksperimental ini adalah :

1. Jangka waktu penelitian relatif singkat.

2. Dapat menghemat tenaga dan biaya.

3.2 Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian dilakukan di Rumah Sakit Peduli Kasih Pamulang, Tangerang Selatan,

Banten. Penelitian ini dilakukan dalam rentang waktu satu minggu sejak tanggal 12 hingga 19

januari 2013.

3.3 Subjek Penelitian Pasien dengan luka bakar derajat II

Usia pasien 25-30 thn

Diberikan terapi konvensional

30 penderita luka bakar karena terpajan suhu tinggi yang telah menderita selam 3

harià dibagi 2 secara random, 15 penderita sebagai subjek perlakuan dan 15

penderita sebagai subjek kontrol.

3.4. Pengumpulan Data Pra-konsumsi

Dilakukan pemeriksaan kondisi luka bakar terhadap penderita luka bakar yang telah

menderita selama 3 hari.

Page 19: Metlit Hadyan Robby FIX
Page 20: Metlit Hadyan Robby FIX

Pasca-konsumsi

Dilakukan pemeriksaan kondisi luka bakar terhadap penderita luka bakar (subjek

penelitian) yang telah diberikan madu terhadap luka bakar mereka.

3.5. Analisis Data Data subjek perlakuan pra terapi madu.

N

ama

Usi

a

Kondisi Luka

A

dam

27

thn

Buruk

B

adu

25

thn

Buruk

C

aca

30

thn

Buruk

D

ede

28

thn

Buruk

E

man

25

thn

Buruk

F

ati

29

thn

Buruk

G

alih

27

thn

Buruk

H

adi

27

thn

Buruk

I

an

30

thn

Buruk

J

uli

26

thn

Buruk

K

aji

25

thn

Buruk

L

eo

29

thn

Buruk

M

ani

29

thn

Buruk

N 25 Buruk

Page 21: Metlit Hadyan Robby FIX

eo thn

O

pi

30

thn

Buruk

Page 22: Metlit Hadyan Robby FIX

Dari kelompok kontrol pra terapi madu.

NamaUsi

a

Kondisi

Luka

Pare27

thnBuruk

Qisti25

thnBuruk

Refa30

thnBuruk

Sela28

thnBuruk

Tiva25

thnBuruk

Ujang29

thnBuruk

Vinda27

thnBuruk

Welas27

thnBuruk

Wandi30

thnBuruk

Yusi26

thnBuruk

Zikra25

thnBuruk

Andi29

thnBuruk

Bani29

thnBuruk

Cakra25

thnBuruk

Dudi30

thnBuruk

Page 23: Metlit Hadyan Robby FIX

Data subjek pasca terapi madu

NamaU

sia

Kondisi

Luka

A

dam

2

7 thnBaik

B

adu

2

5 thnBaik

C

aca

3

0 thnBaik

D

ede

2

8 thnBaik

E

man

2

5 thnBaik

F

ati

2

9 thnBaik

G

alih

2

7 thnBaik

H

adi

2

7 thnBaik

I

an

3

0 thnBaik

J

uli

2

6 thnBaik

K

aji

2

5 thnBuruk

L

eo

2

9 thnBaik

M

ani

2

9 thnBaik

N

eo

2

5 thnBuruk

O

pi

3

0 thnBaik

Page 24: Metlit Hadyan Robby FIX

Data kontrol pasca terapi madu

N

ama

Usia Kondisi Luka

P

are

27

thn

Buruk

Q

isti

25

thn

Buruk

R

efa

30

thn

Buruk

S

ela

28

thn

Buruk

T

iva

25

thn

Buruk

U

jang

29

thn

Buruk

V

inda

27

thn

Buruk

W

elas

27

thn

Baik

W

andi

30

thn

Baik

Y

usi

26

thn

Baik

Z

ikra

25

thn

Buruk

A

ndi

29

thn

Buruk

B

ani

29

thn

Buruk

C

akra

25

thn

Buruk

D

udi

30

thn

Buruk

Page 25: Metlit Hadyan Robby FIX

Uji Statistika

Tabel hubungan pemberian madu pada luka bakar derajat II dengan mempercepat

penyembuhan luka bakar derajat II

Respon

Kelompok

Kasus

E

Kontrol

EJumlah

Ada ( + )13*

8

3

816

Tidak ( - )2

7

12

714

Total15

15

15

1530

Df : (k – 1) : (2 – 1) = 1

E 1 : 16 x 15 = 8

30

Ho : Tidak ada hubungan antara terapi madu dengan mempercepat penyembuhan luka bakar derajat II

Ha : Ada hubungan antara terapi madu dengan mempercepat penyembuhan luka bakar

α : 0,05

Uji x2

X2 = ( O – E ) 2 =

E

X12 = ( 13 – 8 ) 2 = 3,13

8

X22 = ( 3 – 8 ) 2 = 3,13

8

X32 = ( 2 – 7 ) 2 = 3,57

7

X2 = ( 12 – 7 ) 2 = 3,57

7

∑X2 = 3,13+ 3,13 + 3,57 + 3,57 = 13,4

Df = 1 Pv < 0,05

Page 26: Metlit Hadyan Robby FIX

Ho Ditolak

Ada hubungan antara terapi madu dengan percepatan penyembuhan luka bakar derajat II

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Terapi madu dapat mempercepat penyembuhan luka bakar derajat II

4.2 Saran

Dari kesimpulan hasil penelitian diatas, dapat dikemukakan beberapa saran

sebagai berikut :

1. Bagi Institusi Pendidikan

Peneliti lebih banyak menggunakan sumber pustaka dari internet karena

sumber pustaka yang tersedia di perpustakaan yang berkaitan dengan penelitian ini

masih kurang. Oleh karena itu diharapkan pihak lxvi institusi dapat menambah jumlah

referensi bukunya.

2. Bagi Masyarakat

Menambah pengetahuan bahwa madu dapat mempecepat penyembuhan luka

bakar derajat II.

3. . Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan dapat menjadi pertimbangan masukan dalam penelitian

selanjutnya yang meneliti tentang terapi madu kaitannya dengan penyembuhan luka

bakar derajat II.

Page 27: Metlit Hadyan Robby FIX

DAFTAR PUSTAKA

Sabiston D. Buku saku ilmu bedah sabiston. EGC. 2005; Jakarta. Hlm : 276-90. Murtidjo, B. A. , 1991, Memelihara Lebah Madu, Kanisius, YogyakartaLehninger, A. L., 1990, Dasar-dasar Biokimia, Jilid I, a.b. M. T. Awidjaja, Erlangga,JakartaNur, M. A., Juwana H. A., dan Kosasih, 1992,Teknik Laboratorium, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, IPB BogorJarvis M. D. D. C., 1995, Pengobatan Tradisional Dengan Madu dan Apel / Folk Medicine, Pionir Jaya, BandungPurbaya, J. R. ,2002, Mengenal dan Memanfaatkan Khasiat Madu Alami, Pionir Jaya, Bandung