-
Ekstraksi Zat Warna Betalain dari Kulit Buah Naga Merah
PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi
Penelitian
Oleh :
ESTY SYAMURIKHA
1101517/2011
PROGRAM STUDI KIMIA
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2014
-
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan
rahnmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun proposal
Praktikum Kimia
Analisis Terpadu II yang berjudul Ekstraksi zat warna betalain
dari kulit buah naga merah .
Proposal penelitian ini ditulis sebagai pedoman untuk
melaksanakan penelitian
dalam rangka menulis laporan tugas akhir kuliah yang merupakan
salah satu syarat untuk
wisuda sarjana kimia.
Dalam menyusun proposal ini penulis banyak mendapat bantuan dari
pembimbing
dan berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan
terima kasih kepada kedua orang tua yang telah memberikan
dukungan moril maupun
materil selama penulisan dan penyusunan proposal ini. Kepada
dosen pembimbing
penelitian serta teman-teman seperjuangan yang telah banyak
membantu.
Tentunya proposal ini tidak terlepas dari kekurangan, untuk itu
penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk
menyempurnakan
proposal ini guna kelancaran penelitian sehingga mendapatkan
hasil yang maksimal dalam
mengerjakan penelitian tugas akhir ini.
Padang, April 2014
Penulis
-
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
...............................................................................................................
i
DAFTAR ISI
.............................................................................................................................
ii
BAB I
........................................................................................................................................
1
PENDAHULUAN
....................................................................................................................
1
1.1 Latar Belakang
................................................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah
...........................................................................................................
2
1.3 Batasan Masalah
.............................................................................................................
2
1.4 Tujuan
.............................................................................................................................
3
1.5 Manfaat
...........................................................................................................................
3
BAB II
.......................................................................................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA
...........................................................................................................
4
2.1 Daun Afrika Selatan
........................................................................................................
4
2.2 Flavonoid
.........................................................................................................................
7
2.3 Kuersetin
.......................................................................................................................
14
2.4 Radikal Bebas
...............................................................................................................
16
2.5 Antioksidan
...................................................................................................................
17
2.6 Ekstraksi
........................................................................................................................
18
2.7 Metode DPPH (Difenilpikril Hidrazil)
........................................................................
20
2.8 Spektrofotometri UV-Vis
..............................................................................................
23
2.9 FTIR
..............................................................................................................................
26
BAB III
...................................................................................................................................
28
METODOLOGI PENELITIAN
..............................................................................................
28
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
.......................................................................................
28
3.2 Sampel Penelitian
..........................................................................................................
28
3.3 Alat dan Bahan
..............................................................................................................
28
3.4 Prosedur Penelitian
.......................................................................................................
28
-
iii
3.4.1 Penyamplingan dan Preparasi Sampel
...................................................................
28
3.4.2 Skrining Fitokimia
.................................................................................................
29
3.4.3 Ekstraksi
.................................................................................................................
31
3.4.4 Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kualitatif
.......................................................... 31
3.4.5 Uji Gugus Fungsi
...................................................................................................
33
DAFTAR PUSTAKA
.............................................................................................................
34
BAB IV
...................................................................................................................................
36
JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN
.........................................................................
36
BAB V
....................................................................................................................................
37
ANGGARAN PENELITIAN
.................................................................................................
37
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumbuhan merupakan tempat terjadinya sintesis senyawa organik
yang
kompleks menghasilkan sederet golongan senyawa dengan berbagai
macam
struktur. Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang potensial
sebagai
antioksidan dan mempunyai bioaktifitas sebagai obat.
Senyawa-senyawa ini dapat
ditemukan pada batang, daun, bunga dan buah. Flavonoid dalam
tubuh manusia
berfungsi sebagai antioksidan sehingga sangat baik untuk
pencegahan kanker.
Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan utama dalam pengobatan telah
menjadi
bagian dari kebudayaan hampir setiap bangsa di dunia (Lee,et
al., 2000). Sekitar
60% penduduk dunia hampir sepenuhnya menggantungkan diri pada
tumbuhan
untuk menjaga kesehatan (Farnsworth, 1994). Sedangkan menurut
perkiraan
WHO, lebih dari 80% penduduk negaranegara berkembang tergantung
pada
ramuan tradisional untuk mengatasi masalah kesehatan (Khan et
al., 2002).
Selain pengobatan penyakit, terlebih dahulu kita dapat melakukan
pencegahan
terhadap penyakit tersebut. Salah satunya adalah dengan mencegak
pemicu terjadinya
penyakit tersebut. Saat ini penyakit yang marak terjadi salah
satunya disebabkan
karena radikal bebas, seperti penyakit kanker, diabetes,
serangan jantung, dan lain-
lain.
Eksplorasi bahan alami yang mempunyai aktivitas biologis menjadi
salah
satu target para peneliti, setelah senyawa-senyawa sintetik yang
mempunyai
aktivitas biologis seperti senyawa antioksidan sintetik
(butylated hydroxytoluen
(BHT), butylated hydroxyanisole (BHA), dan
tertbutylhydroxyquinone (TBHQ))
dilarang penggunaannya karena bersifat karsinogenik. Berdasarkan
beberapa
penelitian yang telah dikembangkan, senyawa-senyawa yang
mempunyai potensi
sebagai antioksidan umumnya merupakan senyawa flavonoid, fenolat
dan alkaloid.
-
1
Anti oksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat oksidasi
molekul
lain. Tubuh tidak mempunyai system pertahanan antioksidatif yang
berlebihan,
sehingga jika terjadi paparan radikal berlebih, tubuh
membutuhkan antioksidan
eksogen. Kekhawatiran terhadap efek samping antioksidan sintetik
menjadikan
antioksidan alami menjadi alternatif yang terpilih.
Kuersetin (Quercetin) adalah salah satu zat aktif kelas
flavonoid yang secara
biologis amat kuat. Bila vitamin C mempunyai aktivitas
antioksidan 1, maka
kuersetin memiliki aktivitas antioksidan 4,7. Kuersetin
dipercaya dapat melindungi
tubuh dari beberapa jenis penyakit degenerative dengan cara
mencegah terjadinya
proses peroksidasi lemak.
Indonesia sebagai negara tropis memiliki beraneka ragam tumbuhan
yang
dapat dimanfaatkan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan manusia.
Masyarakat
Indonesia sejak zaman dahulu telah mengenal tanaman yang
mempunyai khasiat
obat atau menyembuhkan berbagai macam penyakit. Tanaman yang
berkhasiat
obat tersebut dikenal dengan sebutan tanaman obat
tradisional.
Bagi kebanyakan orang nama Daun Afrika Selatan tentu agak asing.
Di Indonesia
Daun Afrika Selatan (South Africa Leaf) memang belum terlalu
memasyarakat.
Hanya golongan tertentu saja yang sudah sangat familiar dengan
tanaman ini.
Penamaan Daun Afrika Selatan sendiri juga tidak jelas, mengapa
dinamakan
demikian dan siapa yang menamakannya. Nama latin Daun Afrika
Selatan juga masih
belum ditemukan. Belum ada literature atau Jurnal Akademik yang
menulis tentang
tumbuhan ini.
Di Cina Daun Afrika Selatan ternyata sudah sejak dulu dikenal
oleh masyarakat
sebagai tanaman obat yang sangat mujarab. Mereka menyebutnya Nan
Fei Shu. Di
sebagian daratan Cina ada yang menyebut Nan Hui Ye. Konon
tanaman ini dahulu
digunakan oleh kalangan petinggi di lingkungan kekaisaran Cina
sebagai obat untuk
berbagai penyakit. Sehingga para petinggi pada masa kekaisaran
Cina banyak yang
menanam Nan Fei Shu di halaman belakang rumah.
Di Asia Tenggara sendiri, terutama di Malaysia dan Singapura,
Daun Afrika
Selatan sudah banyak sekali digunakan. Sebagian masyarakat
Malaysia menyebutnya
-
2
dengan "Daun Kupu kupu" (butterfly leave) Kegunaan yang paling
menonjol adalah
untuk pengobatan diabetes, hipertensi, mengurangi kolesterol
jahat, asam urat,
pengerasan hati bahkan kanker hati dan pembuangan racun dari
tubuh (detoksifikasi).
Tetapi sebenarnya masih banyak kegunaan Daun Afrika Selatan ini
misalnya untuk
raumatik, susah tidur, kesemutan, demam, pusing kepala,
menghilangkan flek flek
hitam silinder, infeksi kerongkongan, menghilangkan dahak,
melancarkan buang
airseni, menguatkan fungsi lambung, batuk, menguatkan fungsi
paru-paru dan masih
ada beberapa lagi. Satu catatan yang harus diketahui, bahwa
sampai sekarang belum
ditemukan laporan dari penelitian akademis tentang Daun Afrika
selatan ini. Semua
keterangan tentang khasiat Daun Afrika Selatan tersebut hanya
berdasarkan kesaksian
dan pengalaman.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian
mengenai kandungan metabolit sekunder di dalam daun tanaman
tersebut. Penelitian
yang dilakukan mengenai identifikasi kandungan metabolit
sekunder, isolasi dan
karakterisasi kandungan metabolit terbanyak serta uji aktvitas
antioksidan ekstrak
tanaman tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk lebih terarahnya penelitian ini, penulis membatasi masalah
penelitian
pada identifikasi kandunagn metabolit sekunder dari daun tanaman
Afrika Selatan,
isolasi dan karakterisasi ekstrak metabolit sekunder jenis
flavonoid terkhusus pada
senyawa kuersetin. Serta uji aktivitas antioksidan senyawa
kuersetinnya terhadap
menggunakan metoda spertrofotometri.
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas maka rumusan masalah
penelitian ini adalah:
1. Apakah jenis metabolit sekunder yang memiliki konsetrasi
terbanyak di dalam
sampel daun tersebut ?
-
3
2. Apakah karakteristik metabolit yang terkandung dalam sampel
daun tersebut ?
3. Apakah sampel daun tersebut mengandung senyawa kuersetin dan
bagai mana
aktivitas antioksidan ekstrak senyawa tersebut jika ada ?
1.4 Tujuan
Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi kualitatif kandunagn metabolit sekunder di
dalam sampel
daun afrika selatan.
2. Mengisolasi kandungan metabolit sekunder terbanyak di dalam
sampel daun
afrika selatan menggunan metode ekstraksi.
3. Mengetahui karakterisasi spectrum FR-IR dari hasil ekstrak
sampel daun
afrika selatan
4. Mengisolasi senyawa kuersetin serta uji aktivitas
antioksidnya jika di temukan
dalam ekstrak flavonoid dan uji anti radikal metode DPPH
menggunakan alat
spektrofotometer.
1.5 Manfaat
Setelah melakukan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan
manfaat
sebagai berikut:
1. Memberikan informasi tentang kandungan metabolit sekunder di
dalam
sampel daun afrika selatan.
2. Meberikan pengetahuan karakteristrik spectrum FT-IR ekstrak
metabolit
sekunder yang terbanyak terdapat dalam sampel daun afrika
selatan.
3. Memberikan pengetahuan tentang kandunag senyawa kuersetin dan
aktivitas
antioksidan dari ekstrak daun tersebut jika ada.
-
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daun Afrika Selatan
Bagi kebanyakan kita nama Daun Afrika Selatan tentu agak asing.
Di
Indonesia Daun Afrika Selatan (South Africa Leaf) memang belum
terlalu
memasyarakat. Hanya golongan
tertentu saja yang sudah sangat
familiar dengan tanaman
ini.Penamaan Daun Afrika Selatan
sendiri juga tidak jelas, mengapa
dinamakan demikian dan siapa yang
menamakannya. Nama latin Daun
Afrika Selatan juga masih belum
ditemukan. Belum ada literature
atau Jurnal Akademik yang menulis
tentang tumbuhan ini. Di Cina Daun
Afrika Selatan ternyata sudah sejak dulu dikenal oleh masyarakat
sebagai tanaman
obat yang sangat mujarab. Mereka menyebutnya Nan Fei Shu. Di
sebagian daratan
Cina ada yang menyebut Nan Hui Ye. Konon tanaman ini dahulu
digunakan oleh
kalangan petinggi di lingkungan kekaisaran Cina sebagai obat
untuk berbagai
penyakit. Sehingga para petinggi pada masa kekaisaran Cina
banyak yang menanam
Nan Fei Shu di halaman belakang rumah.
Di Asia Tenggara sendiri, terutama di Malaysia dan Singapura,
Daun Afrika
Selatan sudah banyak sekali digunakan. Sebagian masyarakat
Malaysia menyebutnya
dengan "Daun Kupu kupu" (butterfly leave) Kegunaan yang paling
menonjol adalah
untuk pengobatan diabetes, hipertensi, mengurangi kolesterol
jahat, asam urat,
pengerasan hati bahkan kanker hati dan pembuangan racun dari
tubuh (detoksifikasi).
Figure 1 Daun Afrika Selatan
-
5
Tetapi sebenarnya masih banyak kegunaan Daun Afrika Selatan ini
misalnya untuk
raumatik, susah tidur, kesemutan, demam, pusing kepala,
menghilangkan flek flek
hitam silinder, infeksi kerongkongan, menghilangkan dahak,
melancarkan buang
airseni, menguatkan fungsi lambung, batuk, menguatkan fungsi
paru-paru dan masih
ada beberapa lagi. Satu catatan yang harus diketahui, bahwa
sampai sekarang belum
ditemukan laporan dari penelitian akademis tentang Daun Afrika
selatan ini. Semua
keterangan tentang khasiat Daun Afrika Selatan tersebut hanya
berdasarkan kesaksian
dan pengalaman. Selain itu beberapa tulisan mengatakan, bahwa
konsumsi Daun
Afrika Selatan tidak dianjurkan untuk wanita yang sedang hamil
dan selama
mengalami menstruasi. Apa alasannya sangat kurang jelas.
Walau demikian, kehadiran Daun Afrika Selatan di Indonesia
ditanggapi
sangat positiv oleh banyak pecinca herbal. Bahkan beberapa ahli
herbal berpendapat,
tanaman ini bisa membuka lembaran baru untuk kemajuan dunia
herbal kita.
Informasi dari pengguna yang masuk pada kami mungkin bisa
membenarkan
harapan/pendapat tadi. Yang jelas, terutama untuk pederita
diabetes, banyak sekali
yang cocok dengan herbal ini.
Seperti kita ketahui, sampai saat ini sangat banyak tanaman obat
yang biasa
dikonsumsi penderita diabetes untuk menurunkan kadar glukosa
darah. Kita sebut
saja mulai dari sambiloto, brotowali, biji gambas, kunyit putih,
mahoni, biji lamtoro,
mahkota dewa, sarang semut, daun sukun dan seterusnya. Mungkin
tidaklah cukup
satu halaman bila semuanya kita sebutkan di sini. Namun
penderita diabetes juga
mengetahui, bahwa efektifitas herbal-herbal tersebut juga sangat
bervariasi.
Setidaknya kecocokan terhadap penderita/pemakai sangat
berbeda-beda, yang secara
umum cukup rendah. Artinya ada yang betul-betuk cocok dengan
biji buah apokat
sehingga kadar glukosanya bisa terkontrol dengan baik. Tetapi
untuk penderita
lainnya,herbal yang sama kurang bermanfaat atau bahkan dirasanan
tidak
membantu sama sekali. Itulah mungkin apa yang diharapkan oleh
ahli herbal, bahwa
tanaman ini bisa membuka lembaran baru. Karena tingkat kecocokan
Daun Afrika
Selatan khususnya untuk diabetes sangat tinggi.
-
6
Tidak sedikit para pengguna yang menyampaikan kepada kami, bahwa
setelah
menkonsumsi Daun Afrika Selatan sakit kepala yang selalu datang
hampir setiap hari,
secara tidak disadari menjadi tidak muncul lagi. Sehigga yang
dahulu mereka selalu
menyediakan obat sakit kepala disakunya, sekarang tidak perlu
lagi. Sepertinya Daun
Afrika Selatan memang mempuyai beberapa khasiat yang belum kita
ketahui
(Kompas.com, juli 2012).
Menanam Tumbuhan Daun Afrika di Rumah
Bagi penderita diabetes, hipertensi dan
lainnya, mempunyai tanaman Daun Afrika Selatan di
rumah tentu merupakan kebutuhan sangat penting.
Hal ini tidak hanya untuk menjamin ketersediaan
herbal yang memang sangat dibutuhkan, tetapi secara
perlahan juga menghilangkan ketergantungan dengan
pengobatan lain yang mungkin cukup mahal
biayanya.Penanaman tumbuhan Daun Afrika Selatan
tergolong sangat mudah. Bisa dikatakan, jauh lebih
mudah dibandingkan dengan menanam singkong. Jadi
tinggal potong batangnya, ditancapkan dan hidup.
Apa lagi bila potongan batang disimpan dahulu di tempat
persemaian sampai keluar
akarnya. Dalam hal ini harapan tumbuh benar-benar mendekati
100%.
Daun Afrika Selatan tidak memerlukan bidang tanah yang luas. Di
halaman
yang tidak besarpun sudah cukup. Tanaman ini juga bisa ditanam
di pot. Namun
Daun Afrika Selatan di pot, pertumbuhannya akan lambat. Karena
itu diperlukan pot
yang ukurannya cukup besar (Syahrial Fauzi, 2014-02-18).
Cara pemakaian daun afrika selatan
Dikunyah secara mentah tiap hari satu helai daun atau diseduh
dengan air
panas dengan menggunakan 3 sampai 5 lembar daun
Figure 2 Daun Afrika
Selatan
-
7
Bisa juga di masak atau digodok dengan air sebanyak 5 sampai 7
lembar daun
Sampai sekarang juga belum ditemukan
laporan dari penelitian akademis tentang
Daun Afrika selatan ini. Semua keterangan
tentang khasiat Daun Afrika Selatan
tersebut hanya berdasarkan kesaksian dan
pengalaman.Selain itu beberapa tulisan
mengatakan, bahwa konsumsi Daun Afrika
Selatan tidak dianjurkan untuk wanita yang
sedang hamil dan selama mengalami
menstruasi. Yang jelas Khasiat daun afrika selatan terutama
untuk pederita diabetes,
banyak sekali yang cocok dengan herbal ini.
Tidak sedikit juga para pengguna setelah menkonsumsi Daun
Afrika
Selatan ini sakit kepala menjadi tidak muncul lagi Sampai saat
ini banyak juga
tanaman lain yang biasa dikonsumsi penderita diabetes untuk
menurunkan kadar
glukosa darah mulai dari sambiloto, brotowali, biji gambas,
kunyit putih, mahoni, biji
lamtoro, mahkota dewa, sarang semut, daun sukun dan seterusnya
(Uncategorized on
December 22, 2013).
2.2 Flavonoid
Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang potensial
sebagai
antioksidan dan mempunyai bioaktivitas sebagai obat. Pigmen/ zat
warna yang
terdapat dalam tumbuh-tumbuhan seperti zat warna merah, ungu,
biru, kuning, dan
hijau tergolong senyawa flavonoid. Flavonoid dalam tubuh manusia
berfungsi
sebagai antioksidan sehinggsa sangat baik untuk pencegahan
kanker. Senyawa
flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15 atom
karbon (C6-C3-
C6), terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan menjadi
satu oleh rantai linier
yang terdiri dari tiga atom karbon (Gambar 4). Flavonoid
mengandung sistem
aromatik yang terkonjugasi. Kebanyakan senyawa terkonjugasi pada
umumnya
Figure 3 Daun Afrika Selatan
-
8
berwarna cerah sehingga menunjukkan pita serapan yang kuat pada
daerah
spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar tampak (Harborne
JB., 1996).
Figure 4 Kerangka Dasar Flavonoid
Salah satu kelas yang banyak tersebar dari senyawa fenolat
adalah flavonoid.
Golongan ini memberikan warna pada buah dan bunga. Flavonoid
telah banyak
dikarakterisasi dan digolongkan berdasarkan struktur kimianya.
Flavonoid adalah
senyawa fenolat yang terhidroklisasi dan merupakan senyawa
C6-C3-C6 dimana C6
diganti dengan cincin benzena dan C3 adalah rantai alifatik yang
terdiri dari cincin
piran. Ada 7 tipe flavonoid yaitu flavon, flavonol, khalkon,
xanton, isoflavon, dan
biflavon (Agoes, A., 2011).
Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran, jarang
sekali
dijumpai hanya flavonoid tunggal dalam jaringan tumbuhan.
Disamping itu,
sering terdapat campuran yang terdiri atas flavonoid yang
berbeda kelas.
Penggolongan jenis flavonoid dalam jaringan tumbuhan mula mula
didasarkan
pada telaah sifat kelarutan dan reaksi warna. Kemudian diikuti
dengan
pemeriksaan ekstrak tumbuhan yang telah dihidrolisis secara
kromatografi
(Harbrone.J.B,1987).
Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana flavonoid misalnya dalam
suatu
herbal dapat berfungsi mengobati beberapa macam penyakit, perlu
dicari lebih jauh
kandungan fitokimia yang lebih inci dari golongan flavonoid
tersebut. Flavonoid
sendiri adalah suatu polifenol (polyphenols) (Shahriar Khadem
and Robin J. Marles,
2010).
Polifenol dibagi dua kelompok, yang diberi nama flavonoid dan
bukan
flavonoid (non-flavonoid polyphenols). Lihat gambar 5
-
9
Figure 5 Flavonoid dan Non-Flavonoid
Kelompok yang bukan flavonoid diklasifikasi menjadi: fenol
sederhana
(simple phenols), asam benzoat, tannin yang bisa dihidrolisis,
asetofenon
(acetophenones), asam fenilasetat, asam cinnamat (cinnamic
acid), lignan, coumarin,
benzofenon, xanthon, stilbene, dan secoiridoids.
Di dalam tumbuhan flavonoid biasanya berikatan dengan gula
sebagai
glikosida. Molekul yang berikatan dengan gula tadi disebut
glikon. Aglikon
flavonoid yaitu molekul yang tidak berikatan dengan gula adalah
polifenol.
Flavonoid mudah mengalami perusakan karena panas, kerja enzim
dan pH (Richa, Y,
2009).
Senyawa flavonoid juga berperan dalam memberikan banyak warna
lain
dialam, terutama daun mahkota kuning dan jingga; bahkan
flavonoid yang tidak
bewarna mengabsorb cahaya pada spektrum UV (karena banyak gugus
kromofor)
dan dapat dilihat oleh banyak serangga. Senyawa ini diduga
mempunyai
manfaat ekologi yang besar di alam berkat warnanya sebagai
penarik serangga
dan burung untuk membantu penyerbkan tanaman. Flavonoid tertentu
juga
berpengaruh rasa makanan secara signifikasi; misalnya beberapa
tanaman
memiliki rasa pahit dan kesat seperti glikosida flavon narigin
ada kulit
grapefruit (Citrus paradisi). Senyawa flavonoid diduga sangat
bermanfaat dalam
makanan karena, berupa senyawa fenolik, senyawa ini yang
bersifat antioksidan
kuat.( Heinrich et al, 2010 : 82).
Flavonoid memberikan kontribusi keindahan dan kesemarakan
pada
bunga dan buah-buahan dialam. Flavin memberikan warna kuning
atau jingga,
-
10
antosianin memberikan warna merah, ungu atau biru, yaitu semua
warna yang
terdapat pada pelangi kecuali warna hijau. Secara biologis,
flavonoid
memerankan peran penting dalam kaitan penyerbukan tanaman oleh
serangga.
Sejumlah flavonoid mempunyai rasa pahit hingga dapat bersifat
menolak sejenis
ulat tertentu. (Sastrohamidjojo, 1996 :140)
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol terbesar yang
ditemukan
di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan
biru, dan
sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuhtumbuhan.
Flavonoid
mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom
karbon, dimana dua
cincin benzene (C6) terikat pada suau rantai propane (C3)
sehingga membentuk
suatu susunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat menghasilkan tiga
jenis struktur,
yakni 1,3-diarilpropan atau flavonoid, 1,2-diarilpropan atau
isofalvonoid, dan 1,1-
diarilpropan atau neoflavonoid.
Hingga tahun 1997 ada lebih dari 4000 flavonoid yang telah
ditemukan5.
Flavonoid dibagi lagi menjadi flavanon, flavon, dihidroflavonol,
flavonol, flavan-3-
ol, isoflavon, anthocyanidin, proanthocyanidin dan chalcon
dengan rumus bangun
C6-C3-C6 (Hollman PC, Katan M, 1997).
Figure 6 Flavanon
-
11
Figure 7 Flavon dan Flavonol
Figure 8 Struktur Flavan-3-ol. (catechins, epicatechins,
theaflavins, and thearubigins)
Mekanisme kerja polifenol sebagai antioksidan dan anti radikal
bebas diwakili oleh
golongan Flavonoid.
Senyawa yang secara umum mempunyai struktur bangun seperti
gambar 9 adalah
suatu antioksidan, dan radical scavenger (Dragan Amic` et al,
2003).
-
12
Figure 9 Flavonoid
Dalam beberapa studi terdahulu telah menunjukkan pentingnya
letak gugus
OH dari suatu fenol yang berfungsi sebagai anti radikal bebas,
misalnya (lihat
Gambar 9) dua hidroksil pada cincin B ( 3 dan 4) yang dapat
bertindak sebagai
donor elektron merupakan target dari radikal bebas. Hal yang
sama juga terdapat pada
cincin A, yaittu 7-OH dan 8-OH. Adanya OH pada cincin C (terikat
pada C3) dapat
berfungsi sebagai anti oksidan. Sedangkan ikatan rangkap pada
C2-C3 yang bekerja
sama dengan gugus keto pada C4 dapat meningkatkan flavonoid
sebagai radical-
scavenger, demikian pula adanya 3-OH dan 5-OH dikombinasi dengan
4-karbonil
juga dapat meningkatkan aktifitas flavonoid sebagai radikal
scavenger (peredam
radikal bebas).
Gambar 9 adalah acuan terlengkap dari suatu flavonoid; namun
tidak ada
senyawa yang mempunyai gugus OH dan keton selengkap itu. Dalam
kenyataannya
adalah Flavonoid yang ditemukan di dalam herbal atau buah dapat
digambarkan
seperti pada gambar 23 dan contohnya ada di tabel dalam gambar
11.
Anda perhatikan dalam tabel; senyawa Quercetin yang merupakan
Flavonoid yang
banyak sekali diteliti. R8 = H, R2` dan R5` = H, ikatan rangkap
C2=C3 ada, sehingga
Quercetin merupakan Flavonoid yang mempunyai anti oksidan dan
radical
scavengers yang kuat. Memang R5` bukan OH namun adanya OH pada
R3 dan R5,
keto pada C4 dan ikatan rangkap C2=C3 sudah cukup lengkap dalam
meredam raikal
bebas.
-
13
Figure 10 Flavonoid
Dari sejumlah penelitian pada tanaman obat dilaporkan bahwa
banyak
tanaman obat yang mengandung antioksidan dalam jumlah besar.
Efek
antioksidan terutama disebabkan karena adanya senyawa fenol
seperti
flavonoid,asam fenolat. Biasanya senyawa-senyawa yang memiliki
aktivitas
antioksidan adalah senyawa fenol yang mempunyai gugus hidroksi
yang
tersubstitusi pada posisi orto dan para terhadap gugus OH dan
OR.
Flavonoid dalam tubuh manusia berfungsi sebagai antioksidan
sehingga
sangat baik untuk pencegahan kanker. Manfaat flavonoid antara
lain adalah
untuk melindungi struktur sel, meningkatkan efektivitas vitamin
C, anti inflamasi,
mencegah keropos tulang, dan sebagai antibiotic. Dalam beberapa
kasus, flavonoid
dapat berperan secara langsung sebagai antibiotic dengan
mengganggu fungsi
dari mikroorganisme seperti bakteri atau virus. Fungsi flavonoid
sebagai anti
virus telah banyak dipublikasikan termasuk untuk virus HIV/AIDS
dan virus
herpes. Selain itu, flavonoid juga berperan dalam pencegahan dan
pengobatan
beberapa penyakit lain (Wiji, Resti Agestia dan Sugrani, Andis,
2009).
Biosintesis flavanoid seperti pada Gambar 7 dimulai dengan
memperpanjang rantai fenil propanoid (C6-C3) yang berasal dari
turunan sinamat.
Cincin A pada struktur flavonoid berasal dari jalur poliketida,
merupakan
kondensasi dari tiga unit asetat atau malonat, sedangkan cincin
B dan tiga atom
karbon berasal dari jalur fenilpropanoid (jalur shikimat).
Dengan demikian
-
14
flavonoid merupakan kombinasi dari dua jalur biosintesis cincin
aromatik
(Sjamsul, 1986: 7-8).
Figure 11 Biosintesis Flavonoid Secara Umum
2.3 Kuersetin
Kuersetin adalah senyawa kelompok flavonol terbesar, kuersetin
dan
glikosidanya berada dalam jumlah sekitar 60-75% dari flavonoid.
Kuersetin
dipercaya dapat melindungi tubuh dari beberapa jenis penyakit
degenerative dengan
cara mencegah terjadinya proses peroksidasi lemak. Kuersetin
memperlihatkan
kemampuan mencegah proses oksidasi dari Low Density Lipoproteins
(LDL)
dengan cara menangkap radikal bebas dan menghelat ion logam
transisi.
-
15
Figure 12 Kuersetin
Ketika flavonol kuersetin bereaksi dengan radikal bebas,
kuersetin mendonorkan
protonnya dan menjadi senyawa radikal, tapi elektron tidak
berpasangan yang
dihasilkan didelokaslisasi oleh resonansi, hal ini membuat
senyawa kuersetin radikal
memiliki energi yang sangat rendah untuk menjadi radikal yang
reaktif.
Tiga gugus dari struktur kuersetin (Gambar 6) yang membantu
dalam menjaga
kestabilan dan bertindak sebagai antioksidan ketika bereaksi
dengan radikal bebas
antara lain:
1. Gugus O-dihidroksil pada cincin B
2. Gugus 4-oxo dalam konjugasi dengan alkena 2,3
Figure 13 Struktur Kuersetin
-
16
3. Gugus 3- dan 5- hidroksil
Gugus fungsi tersebut dapat mendonorkan elektron kepada cincin
yang akan
meningkatkan jumlah resonansi dari struktur benzene senyawa
kuersetin.
Kebanyakan flavonoid terikat pada gula dalam bentuk alamiahnya
yaitu dalam
bentuk O-glikosida, dimana proses glikosilasi dapat terjadi pada
gugus hidroksil
mana saja untuk menghasilkan gula. Bentuk glikosida kuersetin
yang paling
umum ditemukan adalah kuersetin yang memiliki gugus glikosida
pada posisi 3
seperti kuersetin-3-O--glukosida (gambar 7) (Wiji, Resti Agestia
dan Sugrani,
Andis, 2009).
2.4 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah atom atau gugus apa saja yang memiliki satu
atau lebih
elektron tidak berpasangan. Karena jumlah elektron ganjil, maka
tidak semua
elektron dapat berpasangan. Suatu radikal bebas dapat bermuatan
positif atau
negatif, maka spesies semacam ini sangat reaktif karena adanya
elektron tidak
berpasangan. Sumber radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh
kita sendiri
(endogen) yang terbentuk sebagai sisa proses metabolisme (proses
pembakaran),
protein, karbohidrat, dan lemak yang kita konsumsi. Radikal
bebas dapat pula
diperoleh luar tubuh (eksogen) yang berasal dari polusi udara,
asap kendaraan,
berbagai bahan kimia, makanan, yang telah hangus
(karbonated).
Figure 14 Quercetin-3-O--glucoside
-
17
Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh akan merusak sel
target seperti
lemak, protein, karbohidrat dan DNA. Radikal bebas disebut juga
sebagai spesies
oksigen yang reaktif (ROS), suatu istilah yang mencakup semua
molekul yang berisi
oksigen yang sangat reaktif. Istilah ROS merupakan radikal
oksigen yang memusat
seperti superoksid (O2) dan hidroksil (OH) dan juga spesies
bukanradikal yang
berasal dari oksigen seperti hidrogen peroksida (H2O2) singlet,
oksigen (O2) dan
asam hipolorus (HOCl) (Richa, Y, 2009).
2.5 Antioksidan
Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk
menetralisir radikal
bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal
bebasterhadap sel
normal, protein, dan lemak. Antioksidan menstabilkan radikal
bebas dengan
melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan
menghambat
terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebasyang
dapat menimbulkan
stres oksidatif. Ada beberapa bentuk antioksidan, di antaranya
vitamin, mineral, dan
fitokimia. Berbagai tipe antioksidan berkerja bersama dalam
melindungi sel normal
dan menetralisir radikal bebas. Anti oksidan adalah suatu
inhibitor yang bekerja
menghambat oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas
reaktif
membentuk radikal bebas tak reaktif yang relative lebih
stabil.
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan
sangat reaktif
karena memiliki satu atau lebih electron tak berpasangan pada
orbital terluarnya.
Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal bebas akan
bereaksi dengan
molekul disekitarnya untuk memperoleh pasangan electron. Reaksi
ini akan
berlangsung terus menerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan
akan
menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, jantung, katarak,
penuaan dini,
serta penyakit degenerative lainnya. Oleh karena itu tubuh
memerlukan suatu
substansi penting yaitu antioksidan yang mampu menangkap radikal
bebas
tersebut sehingga tidak dapat menginduksi suatu penyakit (Wiji,
Resti Agestia dan
Sugrani, Andis, 2009).
-
18
Sesuai mekanisme kerjanya antioksidan memiliki dua fungsi.
Fungsi pertama
merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi
atom hidrogen.
Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering
disebut sebagai
antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberi atom hidrogen
secara cepat ke
radikal lipida (R, ROO) atau mengubahnya ke bentuk stabil,
sementara turunan
radikal antioksidan (A) tersebut memiliki keadaan lebih stabil
dibanding radikal
lipid. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu
memperlambat
laju antioksidan dengan berbagai mekanisme di luar mekanisme
pemutusan
rantai oksidan dengan mengubah radikal lipida ke bentuk lebih
stabil (Richa,
Y, 2009). Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi
rendah pada
lipida dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi
maupun propagasi.
Radikal-radikal antioksidan (A) yang terbentuk pada reaksi
tersebut stabil dan
tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul
lipida lain
membentuk radikal lipida baru. Radikal-radikal antioksidan dapat
saling
membentuk produk non radikal. Reaksi penghambatan antioksidan
primer terhadap
radikal lipid adalah sebagai berikut :
Inisiasi : R + AH RH + A
Propagasi : ROO + AH ROOH + A (Miryanti, Arry, dkk. 2011).
2.6 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan zat aktif yang dapat larut
dari bahan yang
tidak dapat larut dengan pelarut cair. Hasil dari ekstraksi
adalah ekstrak yang
merupakan berwujud seperti pasta kental yang diperoleh dengan
mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
setelah pelarutnya
diuapkan. Syarat utama penggunaan pelarut untuk ekstraksi
senyawa organik yaitu
non toksik dan tidak mudah terbakar (nonflammable) walapun
persyaratan ini sangat
sulit untuk dilaksanakan. Pelarut untuk ekstraksi senyawa
organik terbagi menjadi
-
19
golongan pelarut yang memiliki densitas lebih rendah dari pada
air dan pelarut yang
memiliki densitas lebih tinggi dari pada air.
Kebanyakan pelarut senyawa organik termasuk dalam pelarut
golongan
pertama, seperti misalnya dietil eter, etil asetat, dan
hidrokarbon (light
petroleum, heksan dan toluen). Pelarut yang mengandung senyawa
klorin seperti
diklorometan adalah pelarut yang termasuk dalam golongan pelarut
kedua.
Pelarut ini memiliki toksisitas yang rendah tetapi mudah
membentuk emulsi.
Beberapa pelarut yang biasa digunakan untuk ekstraksi
diantaranya adalah
metanol, etanol, etil asetat, aseton dan asetonitril dengan air
dan atau HCl.
Toksisitas pelarut yang digunakan merupakan hal yang penting
untuk
dipertimbangkan dalam ekstraksi antioksidan, karena zat
antioksidan akan
digunakan pada produk pangan fungsional sehingga keamanannya
harus sangat
diperhatikan.
Beberapa senyawa kimia yang dapat diekstrak oleh pelarut organik
berdasarkan
tingkat kepolaran pelarut tersebut dapat dilihat pada Tabel
1.
Table 1 Polaritas dan Senyawa Kimia yang Diekstrak oleh berbagai
Pelarut Organik
-
20
Proses ekstraksi daun afrika selatan untuk mendapatkan zat
antioksidan
biasanya menggunakan proses maserasi yaitu cara ekstraksi
sedederhana untuk
mengekstrak simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah
larut
dalam cairan pelarut. Prinsip maserasi adalah mengekstraksi
komponen yang
terkandung dan dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia
dalam cairan
pelarut yang sesuai pada temperatur kamar terlindung dari
cahaya, cairanpelarut akan
masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut
karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar
sel. Larutan
yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh
cairan pelarut
dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut
berulang sampai
terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan
di dalam sel.
Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.
Keuntungan dari
metode ini adalah peralatannya sederhana. Sedang kerugiannya
adalah cairan
pelarut yang digunakan lebih banyak (Anonim a. 2009).
Untuk mendapatkan antioksidan dari tumbuh-tumbuhan dilakukan
ekstraksi
dengan pelarut berdasarkan tingkat kelarutan senyawa tersebut.
Senyawa alkoholik
seperti etanol, metanol, dan propanol merupakan pelarut untuk
mengekstraksi
semua golongan flavonoid. Pelarut yang lebih polar digunakan
untuk
mengekstraksi glikosida flavonoid.
2.7 Metode DPPH (Difenilpikril Hidrazil)
Pengujian antiradikal bebas senyawa-senyawa bahan alam atau
hasil
sintesis secara UV-Tampak dapat dilakukan secara kimia
menggunakan DPPH
(difenilpikril hidrazil). DPPH berfungsi sebagai senyawa radikal
bebas stabil
yang ditetapkan secara spektrofotometri melalui persen peredaman
absorbansi.
DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) merupakan radikal bebas
stabil berwarna
ungu yang digunakan secara luas untuk pengujian kemampuan
penangkapan
radikal bebas dari beberapa komponen alam seperti komponen
fenolik. Metode
-
21
DPPH berfungsi untuk mengukur electron tunggal seperti transfer
hidrogen
sekaligus juga untuk mengukur aktivitas penghambatan radikal
bebas dengan reaksi :
DPPH+ AH DPPH-H + A
Campuran reaksi berupa larutan sampel dan DPPH yang dilarutkan
dalam
etanol absolut dan diinkubasi pada suhu 37C selama 30 menit dan
dibaca pada
panjang gelombang 517 nm. Metode ini sering digunakan untuk
mendeteksi
kemampuan antiradikal suatu senyawa sebab hasilnya terbukti
akurat, reliabel,
relatif cepat dan praktis (Richa, Y. 2009).
Sebagai akibatnya, penambahan senyawa yang bereaksi sebagai
antiradikal akan menurunkan konsentrasi DPPH ini. Adanya
penurunan
konsentrasi DPPH akan menyebabkan penurunan absorbansinya
dibandingkan
dengan absorbansi kontrol yang tidak diberi dengan senyawa uji
yang diduga
mempunyai aktivitas antiradical. Mekanisme penghambatan radikal
DPPH dapat
dilihat pada Gambar 8.
Figure 15 Mekanisme Penghambatan Radikal DPPH
Berikut akan ditampilkan contoh mekanisme reaksi senyawa
antioksidan
dengan DPPH. DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu
kamar dan
sering digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan
beberapa senyawa atau
-
22
ekstrak bahan alam. DPPH menerima elektron atau radikal hidrogen
akan membentuk
molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan
DPPH baik secara
transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan
menetralkan karakter
radikal bebas dari DPPH, mekanisme reaksi dapat dilihat pada
gambar 9. Jika
semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan, maka
warna larutan
berubah dari ungu tua menjadi kuning terang dan absorbansi pada
panjang
gelombang 517 nm akan hilang. Perubahan ini dapat diukur secara
stoikiometri
sesuai dengan jumlah elektron atau atom hidrogen yang ditangkap
oleh molekul
DPPH akibat adanya zat antioksidan.
Figure 16 mekanisme reaksi senyawa antioksidan dengan DPPH
Pengujian antioksidan dilakukan secara kualitatif dan
kuantitatif terhadap ekstrak etil
asetat dan fraksi C dengan metode DPPH. DPPH merupakan radikal
sintetik yang stabil,
larut dalam pelarut polar. Kemampuan untuk meredam radikal DPPH
(inhibisi) dihitung
menggunakan persamaan :
-
23
Selanjutnya dilakukan perhitungan IC50 yang merupakan
konsentrasi sampel untuk dapat
meredam 50 % aktivitas radikal DPPH. Nilai IC50 diperoleh dari
perpotongan garis antara
50% daya inhibisi dengan konsentrasi sampel (Goyal dkk.,
2010).
2.8 Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometer UV-VIS merupakan alat dengan teknik
spektrofotometer
pada daerah ultra-violet dan sinar tampak. Alat ini digunakan
guna mengukur serapan
sinar ultra violet atau sinar tampak oleh suatu materi dalam
bentuk larutan.
Konsentrasi larutan yang dianalisis sebanding dengan jumlah
sinar yang diserap oleh
zat yang terdapat dalam larutan tersebut. Spektrofotometer
UV-VIS dapat digunakan
untuk analisis kualitatif maupun analisis kuantitatif.
Spektrofotometer Uv-Visible adalah suatu instrumen untuk
mengukur
transmitan / absorbans suatu sampel sebagai fungsi panjang
gelombang, pengukuran
terhadap sederetan sampel pada suatu panjang gelombang
tunggal.
Secara umum spektrofotometri dibedakan menjadi empat macam,
yaitu :
Spektrofotometer ultraviolet (180-350 nm)
Spektrofotometer sinar tampak (350-800 nm)
Spektrofotometer infra merah (25-1000 m)
Spektrofotometer serapan atom
Berdasarkan system optiknya terdapat 2 jenis
Spektrofotometer
Spektrofotometer single beam (berkas tunggal)
Pada alat ini hanya terdapat satu berkas sinar yang dilewatkan
melalui kuvet.
Blanko, larutan standar dan contoh diperiksa secara
bergantian.
Spektrofotometer double beam (berkas ganda)
-
24
Berbeda dengan single beam, pada alat ini sinar dari sumber
cahaya dibagi
menjadi dua berkas oleh cermin yang berputar. Berkas pertama
melalui kuvet berisi
blanko dan berkas kedua melalui kuvet berisi standar atau
contoh. (Sylvi,2006).
Saat sumber cahaya dihidupkan, cahaya yang berasal dari sumber
tersebut
akan mengenai monokromator yang berfungsi mengubah sinar
polikromatis menjadi
sinar monokromatis sesuai yang dibutuhkan oleh pengukuran dan
kemudian cahaya
yang telah di filter memasuki sampel cell yang didalamnya
terdapat sampel dan
kemudian sampel akan menyerap cahaya tersebut atau mengalami
absorbs. Dimana
energi cahaya yang diserap atom/molekul tersebut digunakan untuk
bereksitasi ke
tingkat energi elektronik yang lebih tinggi. Absorbs hanya
terjadi jika selisih kedua
tingkat energi elektronik tersebut bersesuaian dengan energi
cahaya (foton) yang
datang yakni E = Efoton. Kemudian cahaya yang melewati sampel
akan sampai di
detector, yang berupa transduser yang mengubah energy cahaya
menjadi suatu isyarat
listrik, dan kemudian dilanjutkan ke pengganda (amplifier), dan
rangkaian yang
berkaitan membuat isyarat listrik itu memadai untuk dibaca. Dan
akhirnya sampai di
suatu system baca (piranti pembaca) yang memperagakan besarnya
isyarat listrik,
menyatakan dalam bentuk % Transmitan (% T) maupun Absorbansi (A)
(Skoog, et
al., 1996).
Spektrometer Uv-Vis dapat digunakan misalnya untuk mengukur
kadar
logam. UV/Vis spektroskopi secara rutin digunakan dalam
kuantitatif
penentuan larutan dari logam transisi ion dan sangat
dikonjugasikan senyawa
organik.
a) Larutan ion logam transisi dapat berwarna (misalnya, menyerap
cahaya)
karena elektron dalam atom logam dapat tertarik dari satu negara
elektronik
lainnya. Warna larutan ion logam sangat dipengaruhi oleh
kehadiran spesies
lain, seperti anion tertentu atau ligan. Sebagai contoh, warna
larutan
encertembaga sulfat adalah biru yang sangat terang;
-
25
menambahkanamonia meningkat dan perubahan warna panjang
gelombang
serapan maksimum ( m a x )
b) Senyawa organik, terutama mereka yang memiliki tingkat
tinggi konjugasi, juga menyerap cahaya pada daerah UV atau
terlihat
dari spektrum elektromagnetik. Pelarut untuk penentuan ini
sering air untuk
senyawa larut dalam air, atau etanol untuk senyawa organik
yang
larut. (Pelarut organik mungkin memiliki penyerapan sinar UV
yang
signifikan; tidak semua pelarut yang cocok untuk digunakan
dalam
spektroskopi UV. Ethanol menyerap sangat lemah di paling
panjang
gelombang.).Polaritaspelarut dan pH dapat mempengaruhi
penyerapan
spektrum senyawa organik. Tirosin, misalnya, peningkatan
penyerapan
maksimum dan koefisien molar kepunahan ketika pH meningkat 6-13
atau
ketika polaritas pelarut berkurang C.
c) Sementara kompleks transfer biaya juga menimbulkan warna,
warna sering
terlalu kuat untuk digunakan dalam pengukuran kuantitatif. Hukum
Beer-
Lambert menyatakan bahwa absorbansi larutan berbanding lurus
dengan
konsentrasi spesies menyerap dalam larutan dan panjang
jalan.
Jadi, UV / VIS spektroskopi dapat digunakan untuk menentukan
konsentrasi
dalam larutan penyerap dan mengetahui seberapa cepat perubahan
absorbansi dengan
konsentrasi.
Cara Penggunaan Alat :
1) Nyalakan PC dan boot sistem operasi PC. Jika printer telah
terhubung ke
sistem, maka nyalakan printer.
2) Nyalakan spektrofotometer dan tunggu sampai cahaya
indikator
spektrofotometer berwarna hijau. Proses ini meliputi
pengujian
spektrofotometer dan mengambil waktu sekitar 1 menit.
3) Letakkan sampel yang telah dimasukkan kedalam kuvet pada
sample
compartment. Sebelum sample di ukur, preparasi sample terlebih
dahulu.
-
26
4) Kita siap untuk menggunakan sistem.
5) Lampu hijau akan berkedip, hal ini bahwa menunjukkan
pengukuran sedang
berlangsung.
6) Jika spektrofotometer berhenti, hal ini menunjukkan bahwa
pengukuran telah
siap berlangsung.
7) Data absorbansi dan spektrum akan terbaca di komputer, yang
berbentuk grafik
hubungan antara panjang gelombang dengan absorbansi (Sylvi,
Permata,
Intania. 2006).
2.9 FTIR
Suatu senyawa bila dilewati oleh sinar infra merah, sejumlah
frekuensi akan
diserap dan sebagian lagi diteruskan/ditransmisikan oleh senyawa
tersebut. Molekul
organik pada suhu normal memiliki keadaan vibrasi yang tetap,
setiap ikatan
mempunyai frekuensi rentangan/stretchingdan bendingyang
karakteristik.dan dapat
menyerap sinar pada frekuensi yang spesifik. Banyak faktor yang
mempengaruhi
ketepatan frekuensi vibrasi molekul, dan biasanya tidak mungkin
untuk mengisolasi
satu pengaruh dari yang lain.
Intensitas pita serapan dalam spektra infra merah tidak dapat
dengan mudah
diukur dengan ketepatan yang sama seperti spektra UV. Biasanya
untuk ahli
organik cukup mengetahui bahwa intensitas serapan adalah kuat,
medium,
lemah, atau tak menentu. Dengan pengujian sejumlah besar
senyawa-senyawa
yang telah diketahui serapan-serapan infra merah yang dikaitkan
dengan gugus
fungsional, dapat diperkirakan kisaran frekuensi di daerah
setiap serapan harus
muncul. Dalam menganalisis suatu spektra yang tak dikenal,
perhatian harus
dipusatkan pada penentuan ada atau tidaknya beberapa gugus
fungsional utama
seperti C=O, O-H, N-NH, C-O, C=C, CC, CN, dan NO2 (Hardjono,
2007:45-82).
Pada Tabel 1 disajikan beberapa serapan IR karakteristik pada
gugus fungsi utama.
-
27
Table 2 Serapan IR karakteristik pada gugus fungsi utama
-
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September sampai
dengan
Desember 2014 di Laboratorium Penelitian Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang.
3.2 Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tanaman
afrika
selatan yang diperoleh dari Daerah Anduring Selatan, Kota Padang
Sumatera Barat.
3.3 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu lumpang dan alu, blender, plat
tetes, pipet tetes, tabung reaksi, gelas ukur, gelas piala, labu
ukur, pipet gondok, pipet
takar, batang pengaduk, spatula, corong, rotary evaporator,
kolom, corong pisah,
neraca analitik digital, spektrofotometer UV-Vis, FT-IR, hot
plate, penangas air, labu
semprot, bola hisap, standar dan klame, botol vial.
Sedangkan bahan-bahan yang digunakan untuk penelitian adalah
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Penyamplingan dan Preparasi Sampel
Sebanyak 5 kg daun afrika selatan dicuci bersih dengan air
mengalir kemudian
dipotong kecil-kecil dan dikeringkan dengan cara dimasukkan
dalam oven
dengan suhu 40oC selama 7 hari hingga kering dan selanjutnya
dihaluskan
-
29
menggunakan blenderlalu diayak sehingga diperoleh serbuk halus
yang
digunakan sebagai sampel penelitian (Risma Meidy Hardina
Sitorus).
3.4.2 Skrining Fitokimia
Sampel segar sebanyak 2 gram dipotong halus dan dimasukan ke
dalam tabung
reaksi, kemudian dimaserasi dengan metanol yang telah dipanaskan
(di atas
penangas air) selama 15 menit. Kemudian disaring panaspanas ke
dalam tabung
reaksi lain dan biarkan seluruh metanol menguap hingga kering.
Lalu
ditambahkan kloroform dan aquades dengan perbandingan 1:1
masingmasingnya
sebanyak 5 mL, kocok dengan baik, kemudian pindahkan ke dalam
tabung reaksi,
biarkan sejenak hingga terbentuk dua lapisan kloroform-air.
Lapisan kloroform di
bagian bawah digunakan untuk pemeriksaan senyawa triterpenoid
dan steroid.
Lapisan air digunakan untuk pemeriksaan senyawa flavonoid,
fenolik, dan
saponin (Meri Mulyani).
3.4.2.1 Pemeriksaan Flavonoid (Sianidin Tes)
Sebagian dari lapisan air diambil dan dipindahkan dengan
menggunakan pipet ke
dalam tabung reaksi, kemudian tambahkan asam klorida pekat dan
beberapa
butir bubuk magnesium, terbentuknya warna jingga sampai merah
menunjukkan
adanya flavonoid (kecuali untuk flavon) (Meri Mulyani).
3.4.2.2 Pemeriksaan Fenolik
Sebagian dari lapisan air diambil dan dipindahkan dengan pipet
ke dalam
tabung reaksi kecil, kemudian tambahkan pereaksi besi (III)
klorida,
terbentuknya warna biru/ungu menandakan adanya senyawa fenolik
(Meri Mulyani).
-
30
3.4.2.3 Pemeriksaan Saponin
Dari lapisan air, kocok kuat-kuat dalam sebuah tabung reaksi,
terbentuknya busa
yang tidak hilang dengan penambahan beberapa tetes asam klorida
pekat
menunjukkan adanya saponin (Meri Mulyani).
3.4.2.4 Pemeriksaan Triterpenoid dan Steroid
(Liebermann-Burchard)
Dari lapisan kloroform diambil sedikit dan dimasukkan ke dalam
dua lubang
plat tetes, biarkan hingga kering. Ke dalam satu lubang plat
tetes ditambahkan
asam sulfat pekat, ke dalam lubang plat tetes lainnya
ditambahkan setetes
anhidrida asetat dan setetes asam sulfat pekat. Terbentuknya
warna hijau atau hijau
biru menandakan adanya steroid, sedangkan bila terbentuknya
warna merah atau
merah ungu menandakan adanya triterpenoid (Meri Mulyani).
3.4.2.5 Pemeriksaan Alkaloid (Culvenor-Fitzgeraid)
Sampel sebanyak 2 4 gram dipotong kecil-kecil, kemudian
dihaluskan dalam
lumpang dengan penambahan sedikit pasir dan 10 mL
kloroformamoniak
0,05N, kemudian diaduk dan digerus perlahan. Larutan disaring
dengan corong
kecil, di dalamnya diletakkan kapas sebagai penyaring dan hasil
saringan
dimasukkan ke dalam sebuah tabung reaksi, kemudian tambahkan 10
tetes asam
sulfat 2N dan kocok secara perlahan. Biarkan sejenak sampai
terbentuk
pemisahan lapisan asam dan kloroform. Lapisan asam diambil
dengan bantuan
pipet dan dipindahkan ke dalam tiga tabung reaksi kecil.
Kemudian tambahkan
pereaksi Meyer pada tabung pertama, reaksi positif ditandai
dengan adanya
endapan putih (+4), kabut putih tebal (+3), kabut putih tipis
(+2), kabut putih
sangat tipis (+1). Kemudian pereaksi Wagner yang akan menunjukan
endapan coklat
-
31
untuk reaksi positif (+). Serta endapan orange dengan pereaksi
Dragondrof pada
tabung reaksi ketiga (Meri Mulyani).
3.4.3 Ekstraksi
Serbuk daun ketapang 0,75 Kg dimaserasi menggunakanpelarut etil
asetat
dilanjutkan dengan etanol secara berurutan masing-masing
selama3x24 jam. Ekstrak
etil asetat maupun ekstrak etanol dipekatkan.
3.4.4 Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kualitatif
Ekstrak Etanol dan Etil Asetat Ekstrak etanol dan etil asetat di
lakukan KLT
menggunakan campuran pelarut nbutanol, asam asetat anhidrida dan
akuades.
Perbandingan pelarut untuk ekstrak etil asetat yaitu 4:1:3,
sedangkan untuk ekstrak
etanol menggunakan perbandingan 4:1:5. Setelah elusi selesai,
lempeng dikeringkan
dan disemprot dengan larutan 0,05 mM DPPH dalam etanol. Uji
positif yang
bersifat anti radikal bebas menghasilkan bercak kuning dengan
latar belakang
ungu dalam waktu 20 menit. Uji aktivitas antioksidan secara
kualitatif juga dilakukan
pada quersetin yang digunakan sebagai standar antioksidan.
Ekstrak etanol
memberikan peredaman terbesar terhadap perubahan warna DPPH,
dilanjutkan
pemisahan senyawa dengan kromatografi kolom.
3.4.4.1 Pemisahan dengan Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom dibuat dari silika gel 60H sebagai fasa diam.
Adapun
perbandingan campuran pelarut yang digunakan adalahn-heksan :
kloroform : etil
asetat yaitu 1 : 2 : 3, etil asetat, etil asetat : etanol yaitu
(14 : 1), (12 : 3), (10 : 5), (8 :
7), (6 : 9), (4 : 11), (2 : 13) dan etanol. Fraksi-fraksi hasil
kromatografi kolom
dianalisis dengan KLT menggunakan campuran pelarut n-butanol,
asam asetat
-
32
anhidrida, akuades dengan perbandingan 4 : 1 : 5. Fraksi yang
memiliki noda yang
sama atau mirip dijadikan satu fraksi besar.
3.4.4.2 Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kualitatif pada Fraksi
Kolom
Fraksi kolom dilakukan KLT dengan campuran pelarut n-butanol,
asam asetat
anhidrida dan akuades dengan perbandingan 4 : 1 : 5. Setelah
elusi selesai,
lempeng dikeringkan dan disemprot dengan larutan 0,05 mM DPPH
dalam etanol.
Fraksi kolom yang memberikan peredaman terbesar terhadap
perubahan warna
DPPH dilanjutkan dengan penentuan aktivitas antioksidan secara
kuantitatif.
3.4.4.3 Uji Antioksidan dengan Peredaman Warna DPPH
3.4.4.3.1 Skrining Panjang Gelombang Maksimal Larutan DPPH0,05
mM
Larutan 0,05 mM DPPH dalam etanol diukur panjang gelombang
maksimum dan
nilai absorbansinya. Larutan ini digunakan sebagai kontrol untuk
menguji
larutan ekstrak etanol dan dan fraksi kolom terpilih yang
memberikan peredaman
warna DPPH yang paling besar. Hal yang sama dilakukan pada
kontrol untuk standar
yaitu quersetin.
3.4.4.3.2 Operating time Larutan Uji Ekstrak Daun Afrika
Selatan
Larutan uji dari ekstrak etanol dan fraksi kolom terpilih yang
memberikanperedaman
warna DPPH yang paling besar dibuat berbagai konsentrasi.
Konsentrai ekstrak
uji yang dibuat adalah 0,1%, 0,2%, 0,3%, 0,4%, 0,5% (b/v).
Fraksi kolom
0,1% diambil untuk dilakukan operating time. Operating time
dilakukan dengan
cara 50 L ekstrak sampel ditambah larutan 0,05 mM DPPH dalam
etanol
sebanyak3 mL. Larutan uji tersebut diukur pada menit ke-10, 20,
30, 40, 50, 60 pada
-
33
panjang gelombang maksimum 515 nm yang telah di peroleh. Selisih
absorbansi
terbesar pada setiapwaktu merupakan operating time.
3.4.4.3.3 Penentuan Aktivitas Antioksidan
Penentuan aktivitas antioksidan dilakukan dengan cara 3 mL
larutan DPPH
dalam etanol 0,05 mM ditambah dengan 50 L ekstrak laruta n uji.
Konsentrasi
standar quersetin yang dibuat adalah 0,01% , 0,02%, 0,03%,
0,04%, 0,05% (b/v).
Campuran didiamkan selama waktu operating timeyang telah
diperoleh. Larutan ini
kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 515 nm.
Besarnya
konsentrasi ekstrak larutan uji untuk meredam 50% aktivitas
radikal bebas
ditentukan dengan nilai IC50. IC50 dihitung dari persentase
penghambatan
serapan larutan ekstrak dengan menggunakan persamaan yang
diperoleh dari kurva
regresi linier (Rahayu ,Dwi Sri, dkk).
Campuran tersebut diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit,
kemudian
diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada
panjang
gelombang 517 nm. Setelah absorbansi didapat, besarnya
persentase pengikatan
radikal bebas (persen inhibisi) dihitung dengan rumus berikut
:
Nilai IC50 merupakan konsentrasi dimana ekstrak dapat menangkap
radikal bebas
sebesar 50% yang diperoleh dengan memakai persamaan regresi
linear y = a + bx.
3.4.5 Uji Gugus Fungsi
-
34
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, A., 2011. Tanaman Obat Indonesia. Jakarta: Salemba
Medika.
Anonim a. 2009. Ekstraksi.
http://www.blogpribadi.com/2009/07/jenisjenisekstraksi.
Barve D & Pandey N, 2011. Phytochemical and Pharmacological
Review on
Annona squamosa Linn. International Journal of Research in
Pharmaceutical and Biomedical Sciences. Vol. 2(4).
Dragan Amic` et al. (2003). Structure-Radical Scavenging
Activity Relationships of
Flavonoids. CROATICA CHEMICA ACTACCACAA76(1) 55-61
Fessenden dan Fessenden. 1982. Kimia Organik. Jakarta:
Erlangga.
Goyal, A.K., Middha, S.K., dan Sen, A., 2010, Evaluation of the
DPPH radical
scavenging activity, total phenols and antioxidant activities in
Indian
wild Bambusa vulgaris Vittata methanolic leaf extract, Journal
of
Natural Pharmaceuticals, volume 1, issue 1.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern
Menganalisis
Tumbuhan, Terjemahan Padmawinata, K., dan Soediro, I., Bandung:
Penerbit
ITB.
Heinrich, M. dkk. 2009. Farmakognosi dan Fitoterapi.
(Penerjemah) Hadinata,
Amalia, H. Jakarta : EGC. Hollman PC, Katan MB. Absorption,
metabolism
and health effects of dietary flavonoids in man. Biomed
Pharmacother 1997
51:305-10
Houghton, Peter J. and A. Rahman. 1998. Laboratory Handbook for
the
Fractionation of Natural Extracts. London: Chapman and Hall.
Kompas.com, juli 2012. naturindonesia.com
-
35
Miryanti, Arry, dkk. 2011. Ekstrak Antioksidan dari Kulit
Manggis (Garcinia
mangostana L.). Bandung: Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat.
Universitas Katolik Pahrayanagn.
Rahayu, Dwi Sri. Penentuan Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak
EtanolDaun
Ketapang (Terminalia catappaL) dengan Metode
1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil
(DPPH). Diponegoro: Labortorium Kimia Organik, Jurusan Kimia
FMIPA
Universitas Diponegoro
Richa, Y. 2009. Uji aktivitas penangkap radikal dari ekstrak
petroleumeter, etil
asetat dan etanol rhizoma binahong (Anredera cordifolia (Tenore)
Steen)
dengan metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrihidrazil). Skripsi
Fakultas Farmasi,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sastrohamidjojo, H. 1996. Sintesis Bahan Alam. Yogyakarta :
Gadjah Mada
University press.
Skoog, et al. 1996. Principles of Instrumental Analysis. Thomson
Brooks/Cole.
Syahrial Fauzi. 2014-02-18. Daun Afrika Selatan, Obat Herbal
Diabetes.
Sylvi, Permata, Intania. 2006. Modul Analisis Spektrofotometri
UV-Vis. Padang:
Sekolah Menengah Analis Kimia
Teyler.V.E.et.al. 1988. Pharmacognosy Edition 9th. 187 188.
Phiadelphia : Lea &
Febiger.
Wiji, Resti Agestia dan Sugrani, Andis, 2009. Makalah Kimia
Organik Bahan Alam
Quercetin). Program S2 Kimia.Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan
Alam.Universitas Hasanuddin.
WordPress.com site. Daun Afrika Selatan. Uncategorized on
December 22, 2013
-
36
BAB IV
JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN
Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Juli
sampai
September 2013. Penelusuran dan studi telah dilakukan sejak juni
2014. Adapun
rancangan jadwal penelitian adalah sebagai berikut :
No Kegiatan
Okto
ber
Novem
ber
Desem
ber
Januari
Feb
ruari
Maret
April
Mei
1. Pembuatan dan perbaikan
proposal
2. Seminar proposal
3. Persiapan dan penelitian
4. Pengolahan data dan
penyusunan hasil
Penelitian
-
37
BAB V
ANGGARAN PENELITIAN
Biaya penelitian ini diperkiraan sebesar Rp 3.400.000,00 (satu
juta delapan
ratus ribu rupiah) dengan rincian sebagai berikut :
1. Persiapan dan Perbanyakan Proposal Rp 200.000,00
2. Biaya Operasional
a. Zat yang dibutuhkan Rp 2.000.00,00
b. Pengumpulan Data Rp 200.000,00
c. Pemakaian Spektro UV Rp 200.000,00
3. Penulisan dan Perbanyakan laporan Rp 300.000,00
4. Biaya tak terduga Rp 500.000,00+
Rp 3.400.000,00