laporan praktikum metalurgi fisik
BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangPenggunaan paduan aluminium
terus meningkat dari tahun ketahun. Hal ini terlihat dari urutan
penggunaan logam paduan aluminium yang menempati urutan kedua
setelah pengunaan logam besi atau baja, dan di urutan pertama untuk
logam non ferro (Smith, 1995) . Sekarang ini kebutuhan aluminium di
Indonesia per tahun mencapai 200.000 hingga 300.000 ton dengan
harga US$ 3.305 per ton.Pemakaian aluminium pada industri otomotif
terus meningkat sejak tahun 1980 (Budinski, 2001). Komponen
otomotif yang terbuat dari paduan aluminium, antara lain adalah
piston, blok mesin, kepala silinder, katup dan sebagainya. Ini
berkaitan dengan jumlah kendaraan di Indonesia tahun 2005 mencapai
38.156.278 buah terdiri dari roda dua 28.556.498 buah dan roda
empat 9.559.780 buah (Kepolisian Republik Indonesia, 2005). Jika
hitungan kasar bahwa penggantian kerusakan piston yang terbuat dari
paduan aluminium setiap tahunnya 3-4% dikalikan jumlah kendaraan,
maka jumlah piston 2.255.017 dikalikan 3 ons berat piston
rata-rata, ditemukan jumlah total berat piston yang diganti yaitu
6.765,5 ton. Jika 1 ton aluminium dengan harga US$ 3.305 berarti
jumlah uang keseluruhan US$ 2.235.849 (Rp 23 Milyar) atau dengan
perkataan lain, bila Indonesia dapat menggunakan piston daur ulang
maka dapat menghemat 23 milyar rupiah. Piston bekas didaur ulang
menjadi piston baru yang kualitasnya diharapkan sama dengan piston
original. Piston merupakan salah satu dari spare part untuk
kendaraan bermotor yang sangat vital dan sering dilakukan
pergantian setiap overhould. Yang jadi masalah untuk mobil-mobll
tua atau mobil klasik untuk mencari spare part yang original,
sekarang sudah tidak ada karena pabrik dari perusahaan mobil sudah
tidak memproduksi. Maka dari itu perlu dilakukan reverse
engineering untuk pembuatan piston. Proses reverse engineering
terdiri dari tiga proses yaitu CAD (Computer Aided Design), CAE
(Computer Aided Engineering) dan CAM (Computer Aided Manucfaturing)
(Vines,2008). Salah satu proses yaitu proses CAE mempelajari
komposisi dan karakteristik material dalam hal ini material piston.
Piston terbuat dari paduan aluminium dan silikon. Paduan ini
memiliki daya tahan terhadap korosi, abrasi dan koefisien pemuaian
yang rendah, dan juga mempunyai kekuatan yang tinggi, kesemua sifat
tersebut merupakan sifat yang harus dimiliki oleh material piston
(Cole, 1995).Untuk memperoleh paduan Al-Si yang sesuai dengan sifat
mekanik material piston telah dilakukan beberapa inovasi dalam
proses pengecoran, diantaranya adalah proses pengecoran gravitasi,
cetak tekan (squeeze casting), penyemprotan plasma ( plasma sprying
), metalurgi serbuk (powder metallurgy ) dan insert logam (metal
insert) (John, 1994)Agar piston hasil daur ulang bisa digunakan
dengan baik dan tahan lama, maka perlu dilakukan treatment
(perlakuan) untuk memperbaiki sifat aluminium piston hasil
pengecoran ulang. Karena biasanya sifat dan kualitas piston hasil
pengecoran ulang tidak bisa sama dengan piston dari bahan baku baru
yaitu paduan Al-Si. 1.2 TujuanAdapun tujuan dari pratikum ini
adalah untuk:1. Mengetahui proses pengecoran2. Mengetahui
jenis-jenis dan klasifikasi pengecoran3. Mengetahui sifat-sifat
bahan cor dan struktur mikro dari suatu produk hasil pengecoran 4.
Mengetahui metode pembuatan cetakan dan penyebab cacat pada saat
penyusutan
1.3 ManfaatAdapun manfaat dari praktikum ini yaitu :
1. Bagi dunia pendidikan merupakan suatu pengalaman yang sangat
menguntungkan sebagai pengembangan ilmu di bidang material dan
bahan.2. Bagi mahasiswa dapat belajar secara teoritis khususnya
pada mata kuliah yang bersangkutan.Disamping itu sebagai pendalaman
materi materi yang didapat dibangku kuliah sehingga diharapkan akan
menambah pengetahuan, wawasan dan mahasiswa teknik mesin
khususnya.3. Dalam dunia industri pengecoran sangat bermanfaat
khususnya dalam pembuatan alat-alat permesinan dan
komponen-komponen mesin lainnya
BAB IITEORI DASAR
2.1 Pengecoran Aluminium SilikonProses pengecoran (casting)
adalah salah satu teknik pembuatan produk dimana logam cair
dicairkan dalam tungku peleburan kemudian dituangkan kedalam rongga
cetakan yang serupa dengan bentuk asli dari produk cor yang akan
dibuat dalam proses yang paling sederhana maupun rumit yang
digunakan dalam pembuatan produk dalam jumlah satu ataupun banyak
dengan sifat mekanis yang keras dan ulet.Paduan aluminium - silikon
adalah paduan yang paling sering digunakan dalam proses pengecoran.
Dikarenakan paduan aluminium silikon mempunyai sifat kecairan yang
sangat baik, permukaan yang halus, serta kekuatan mekanik yang
tinggi. Sedangkan sebagai bahan mempunyai sifat ketahanan korosi
yang baik, sangat ringan, koefisien pemuaian yang kecil, serta
penghantar panas dan listrik yang bagus. Sehingga bahan paduan
aluminium silikon biasa digunakan untuk komponen otomotif serta
bahan konstruksi.Paduan Al-Si adalah paduan yang sangat baik
kecairannya, mempunyai permukaan yang bagus, tanpa kegetasan panas,
memiliki sifat mampu cor dan ketahanan korosi yang baik, sangat
ringan, koefisiennya kecil dan sebagai penghantar listrik dan panas
yang baik, karena sifat-sifatnya maka paduan ini banyak dipakai
sebagai bahan untuk logam las dalam pengelasan logam paduan
aluminium, baik pada paduan cor maupun paduan tempa. Selain itu
pada paduan Al-Si yang dipadu dengan unsur-unsur lain banyak
dipakai untuk benda-benda tuang untuk industri mobil, misalnya
torak, kepala silinder, pelek dan lain - lain.Paduan Al-Si memiliki
sifat mampu cor yang baik, tahan korosi, dapat diproses dengan
permesinan dan dapat dilas. Diagram fasa dari Al-Si ditunjukkan
pada Gambar 2.1, diagram ini digunakan sebagai pedoman umum untuk
menganalisa perubahan fasa pada proses pengecoran paduan
Al-Si.Berikut gambar diagram fasa dari paduan Al-Si.
1.
Gambar 2.1. Diagram fasa paduan Al-Si.Kandungan silikon pada
diagram fase AL-Si ini terdiri dari 3 macam yaitu : a. Hipoeutectic
yaitu apabila terdapat kandungan silikon < 11.7 % dimana
struktur akhir yang terbentuk pada fasa ini adalah struktur Ferrite
( Alpha ) kaya alumunium, dengan struktur eutektik sebagai
tambahan. b. Eutectic yaitu apabila kandungan silikon yang
terkandung didalamnya sekitar 11.7% sampai 12.2% Pada komposisi ini
paduan Al-Si dapat membeku secara langsung ( dari fasa cair ke
padat ). c. Hypereutectic yaitu apabila komposisi silikon diatas
12.2 % sehingga kaya akan silikon dengan fasa eutektik sebagai fasa
tambahan. Keberadaan struktur kristal silikon primer pada daerah
ini mengakibatkan karakteristik yaitu: 1. Ketahanan aus paduan
meningkat. 2. Ekspansi termal yang rendah. 3. Memiliki ketahanan
retak panas (Hot Trearing) yang baik. Fungsi lain dari unsur
silikon dapat mereduksi koefisien ekspansi termal dari paduan
Aluminium. Selama pemanasan terjadi, pemuaian volume paduan tidak
terlalu besar. Hal ini akan menjadi sangat penting saat proses
pendinginan dimana akan terjadi penyusutan volume paduan Aluminium
(ASM International, 2004).Sifat Fisik AluminiumTable. menunjukan
sifat fisik aluminiumNama, Simbol, dan NomorAluminium, Al, 13
Sifat Fisik
WujudPadat
Massa jenis2,70 gram/cm3
Massa jenis pada wujud cair2,375 gram/cm3
Titik lebur933,47 K, 660,32 oC, 1220,58 oF
Titik didih2792 K, 2519 oC, 4566 oF
Kalor jenis (25 oC)24,2 J/mol K
Resistansi listrik (20 oC)28.2 n m
Konduktivitas termal (300 K)237 W/m K
Pemuaian termal (25 oC)23.1 m/m K
Modulus Young70 Gpa
Modulus geser26 Gpa
Poisson ratio0,35
Kekerasan skala Mohs2,75
Kekerasan skala Vickers167 Mpa
Kekerasan skala Brinnel245 Mpa
2.2 Macam-Macam Pengujian2.2.1 Uji TarikUji tarik adalah suatu
metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan/material
dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu [Askeland, 1985].
Hasil yang didapatkan dari pengujian tarik sangat penting untuk
rekayasa teknik dan desain produk karena mengahsilkan data kekuatan
material. Pengujian uji tarik digunakan untuk mengukur ketahanan
suatu material terhadap gaya statis yang diberikan secara
lambat.
Gambar 1. Mesin uji tarik dilengkapi spesimen ukuran
standar.Pengujian tarik adalah dasar dari pengujian mekanik yang
dipergunakan pada material. Dimana spesimen uji yang telah
distandarisasi, dilakukan pembebanan uniaxial sehingga spesimen uji
mengalami peregangan dan bertambah panjang hingga akhirnya patah.
Pengujian tarik relatif sederhana, murah dan sangat terstandarisasi
dibanding pengujian lain. Hal-hal yang perlu diperhatikan agar
penguijian menghasilkan nilai yang valid adalah :2.2.1.1 Bentuk dan
Dimensi Spesimen ujiSpesimen uji harus memenuhi standar dan
spesifikasi dari ASTM E8 atau D638. Bentuk dari spesimen penting
karena kita harus menghindari terjadinya patah atau retak pada
daerah grip atau yang lainnya. Jadi standarisasi dari bentuk
spesimen uji dimaksudkan agar retak dan patahan terjadi di daerah
gage length.Grip and Face SelectionFace dan grip adalah faktor
penting. Dengan pemilihan setting yang tidak tepat, spesimen uji
akan terjadi slip atau bahkan pecah dalam daerah grip (jaw break).
Ini akan menghasilkan hasil yang tidak valid. Face harus selalu
tertutupi di seluruh permukaan yang kontak dengan grip. Agar
spesimen uji tidak bergesekan langsung dengan face. Beban yang
diberikan pada bahan yang di uji ditransmisikan pada pegangan bahan
yang di uji. Dimensi dan ukuran pada benda uji disesuaikan dengan
estndar baku pengujian.Gambar 2. Dimensi dan ukuran spesimen untuk
uji tarikKurva tegangan-regangan teknik dibuat dari hasil pengujian
yang didapatkan
Gambar 3. Contoh Kurva Uji TarikTegangan yang digunakan pada
kurva adalah tegangan membujur rata-rata dari pengujian tarik.
Tegangan teknik tersebut diperoleh dengan cara membagi beban yang
diberikan dibagi dengan luas awal penampang benda uji. Dituliskan
seperti dalam persamaan 2.1 berikut:s= P/A0Keterangan ; s :
besarnya tegangan (kg/mm2)P : beban yang diberikan (kg)A0 : Luas
penampang awal benda uji (mm2)Regangan yang digunakan untuk kurva
tegangan-regangan teknik adalah regangan linier rata-rata, yang
diperoleh dengan cara membagi perpanjangan yang dihasilkan setelah
pengujian dilakukan dengan panjang awal. Dituliskan seperti dalam
persamaan 2.2 berikut.Keterangan ; e : Besar reganganL : Panjang
benda uji setelah pengujian (mm)Lo : Panjang awal benda uji
(mm)Bentuk dan besaran pada kurva tegangan-regangan suatu logam
tergantung pada komposisi, perlakuan panas, deformasi plastik, laju
regangan, temperatur dan keadaan tegangan yang menentukan selama
pengujian. Parameter-parameter yang digunakan untuk menggambarkan
kurva tegangan-regangan logam adalah kekuatan tarik, kekuatan luluh
atau titik luluh, persen perpanjangan dan pengurangan luas. Dan
parameter pertama adalah parameter kekuatan, sedangkan dua yang
terakhir menyatakan keuletan bahan. Bentuk kurva tegangan-regangan
pada daerah elastis tegangan berbanding lurus terhadap regangan.
Deformasi tidak berubah pada pembebanan, daerah remangan yang tidak
menimbulkan deformasi apabila beban dihilangkan disebut daerah
elastis. Apabila beban melampaui nilai yang berkaitan dengan
kekuatan luluh, benda mengalami deformasi plastis bruto. Deformasi
pada daerah ini bersifat permanen, meskipun bebannya dihilangkan.
Tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan deformasi plastis akan
bertambah besar dengan bertambahnya regangan plastik.Pada tegangan
dan regangan yang dihasilkan, dapat diketahui nilai modulus
elastisitas. Persamaannya dituliskan dalam persamaanKeterangan ; E
: Besar modulus elastisitas (kg/mm2),e : regangan : Tegangan
(kg/mm2)Pada mulanya pengerasan regang lebih besar dari yang
dibutuhkan untuk mengimbangi penurunan luas penampang lintang benda
uji dan tegangan teknik (sebanding dengan beban F) yang bertambah
terus, dengan bertambahnya regangan. Akhirnya dicapai suatu titik
di mana pengurangan luas penampang lintang lebih besar dibandingkan
pertambahan deformasi beban yang diakibatkan oleh pengerasan
regang. Keadaan ini untuk pertama kalinya dicapai pada suatu titik
dalam benda uji yang sedikit lebih lemah dibandingkan dengan
keadaan tanpa beban. Seluruh deformasi plastis berikutnya terpusat
pada daerah tersebut dan benda uji mulai mengalami penyempitan
secara lokal. Karena penurunan luas penampang lintang lebih cepat
daripada pertambahan deformasi akibat pengerasan regang, beban
sebenarnya yang diperlukan untuk mengubah bentuk benda uji akan
berkurang dan demikian juga tegangan teknik pada persamaan (1) akan
berkurang hingga terjadi patah.2.2.1.2 Kekuatan TarikKekuatan yang
biasanya ditentukan dari suatu hasil pengujian tarik adalah kuat
luluh (Yield Strength) dan kuat tarik (Ultimate Tensile Strength).
Kekuatan tarik atau kekuatan tarik maksimum (Ultimate Tensile
Strength / UTS), adalah beban maksimum dibagi luas penampang
lintang awal benda uji.di mana, Su = Kuat tarik Pmaks = Beban
maksimumA0 = Luas penampang awalUntuk logam-logam yang liat
kekuatan tariknya harus dikaitkan dengan beban maksimum dimana
logam dapat menahan sesumbu untuk keadaan yang sangat terbatas.
Tegangan tarik adalah nilai yang paling sering dituliskan sebagai
hasil suatu uji tarik, tetapi pada kenyataannya nilai tersebut
kurang bersifat mendasar dalam kaitannya dengan kekuatan bahan.
Untuk logam-logam yang liat kekuatan tariknya harus dikaitkan
dengan beban maksimum, di mana logam dapat menahan beban sesumbu
untuk keadaan yang sangat terbatas. Akan ditunjukkan bahwa nilai
tersebut kaitannya dengan kekuatan logam kecil sekali kegunaannya
untuk tegangan yang lebih kompleks, yakni yang biasanya ditemui.
Untuk berapa lama, telah menjadi kebiasaan mendasarkan kekuatan
struktur pada kekuatan tarik, dikurangi dengan faktor keamanan yang
sesuai.Tegangan di mana deformasi plastik atau batas luluh mulai
teramati tergantung pada kepekaan pengukuran regangan. Sebagian
besar bahan mengalami perubahan sifat dari elastik menjadi plastik
yang berlangsung sedikit demi sedikit, dan titik di mana deformasi
plastik mulai terjadi dan sukar ditentukan secara teliti. Telah
digunakan berbagai kriteria permulaan batas luluh yang tergantung
pada ketelitian pengukuran regangan dan data-data yang akan
digunakan.2.2.1.3 Kekuatan luluh (yield strength)Salah satu
kekuatan yang biasanya diketahui dari suatu hasil pengujian tarik
adalah kuat luluh (Yield Strength). Kekuatan luluh ( yield
strength) merupakan titik yang menunjukan perubahan dari deformasi
elastis ke deformasi plastis [Dieter, 1993]. Besar tegangan luluh
dituliskan seperti pada persamaan 2.4, sebagai berikut.Keterangan
;Ys : Besarnya tegangan luluh (kg/mm2)Py : Besarnya beban di titik
yield (kg)Ao : Luas penampang awal benda uji (mm2)Tegangan di mana
deformasi plastis atau batas luluh mulai teramati tergantung pada
kepekaan pengukuran regangan. Sebagian besar bahan mengalami
perubahan sifat dari elastik menjadi plastis yang berlangsung
sedikit demi sedikit, dan titik di mana deformasi plastis mulai
terjadi dan sukar ditentukan secara teliti.Kekuatan luluh adalah
tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah kecil
deformasi plastis yang ditetapkan. Definisi yang sering digunakan
untuk sifat ini adalah kekuatan luluh ditentukan oleh tegangan yang
berkaitan dengan perpotongan antara kurva tegangan-regangan dengan
garis yang sejajar dengan elastis ofset kurva oleh regangan
tertentu.2.2.1.4 Pengukuran Keliatan (keuletan)Keuleten adalah
kemampuan suatu bahan sewaktu menahan beban pada saat diberikan
penetrasi dan akan kembali ke baentuk semula.Secara umum pengukuran
keuletan dilakukan untuk memenuhi kepentingan tiga buah hal
[Dieter, 1993]:1. Untuk menunjukan elongasi di mana suatu logam
dapat berdeformasi tanpa terjadi patah dalam suatu proses suatu
pembentukan logam, misalnya pengerolan dan ekstrusi.2. Untuk
memberi petunjuk secara umum kepada perancang mengenai kemampuan
logam untuk mengalir secara pelastis sebelum patah.3. Sebagai
petunjuk adanya perubahan permukaan kemurnian atau kondisi
pengolahan2.1.4 Modulus ElastisitasModulus Elastisitas adalah
ukuran kekuatan suatu bahan akan keelastisitasannya. Makin besar
modulus, makin kecil regangan elastik yang dihasilkan akibat
pemberian tegangan. Secara matematis persamaan modulus elastic
dapat ditulis sebagai berikut.Dimana,s = tegangan = regangan2.2.1.5
Kelentingan (resilience)Kelentingan adalah kemampuan suatu bahan
untuk menyerap energi pada waktu berdeformasi secara elastis dan
kembali kebentuk awal apabila bebannya dihilangkan [Dieter, 1993].
2.2.1.6 Ketangguhan (Toughness)Ketangguhan (Toughness) adalah
kemampuan menyerap energi pada daerah plastik. Pada umumnya
ketangguhan menggunakan konsep yang sukar dibuktikan atau
didefinisikan. Ketangguhan (S0) adalh perbandingan antara kekuatan
dan kueletan. Persamaan sebagai berikut.UT su efatauUntuk material
yang getasKeterangan; UT : Jumlah unit volumeTegangan patah sejati
adalah beban pada waktu patah, dibagi luas penampang lintang.
Tegangan ini harus dikoreksi untuk keadaan tegangan tiga sumbu yang
terjadi pada benda uji tarik saat terjadi patah. Karena data yang
diperlukan untuk koreksi seringkali tidak diperoleh, maka tegangan
patah sejati sering tidak tepat nilai.2.2.2 Uji BendingUji lengkung
(bending test) merupakan salah satu bentuk pengujian untuk
menentukan mutu suatu material secara visual. Selain itu uji
bending digunakan untuk mengukur kekuatan material akibat
pembebanan dan kekenyalan hasil sambungan las baik di weld metal
maupun HAZ. Dalam pemberian beban dan penentuan dimensi mandrel ada
beberapa factor yang harus diperhatikan, yaitu :1. Kekuatan tarik
(Tensile Strength)2. Komposisi kimia dan struktur mikro terutama
kandungan Mn dan C.3. Tegangan luluh (yield).Berdasarkan posisi
pengambilan spesimen, uji bending dibedakan menjadi 2 yaitu
transversal bending dan longitudinal bending.2.2.2.1 Transversal
Bending.Pada transversal bending ini, pengambilan spesimen tegak
lurus dengan arah pengelasan. Berdasarkan arah pembebanan dan
lokasi pengamatan, pengujian transversal bending dibagi menjadi
tiga :a. Face Bend (Bending pada permukaan las)Dikatakan Face Bend
jika bending dilakukan sehingga permukaan las mengalami tegangan
tarik dan dasar las mengalami tegangan tekan (gambar 5.1).
Pengamatan dilakukan pada permukaan las yang mengalami tegangan
tarik. Apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak di manakah
letaknya, apakah di weld metal, HAZ atau di fussion line (garis
perbatasan WM dan HAZ).Gambar 4. Face Bend pada transversal
Bendingb. Root Bend (Bending pada akar las)Dikatakan Rote Bend jika
bending dilakukan sehingga akar las mengalami tegangan tarik dan
dasar las mengalami tegangan tekan (gambar 5.2). Pengamatan
dilakukan pada akar las yang mengalami tegangan tarik, apakah
timbul retak atau tidak. Jika timbul retak dimanakah letaknya,
apakah di weld metal. HAZ atau di fusion line (garis perbatasan WM
dan HAZ)
Gambar 5. Root Bend pada transversal Bendingc. Side Bend (
Bending pada sisi las ).Dikatakan Side Bend jika bending dilakukan
sehingga sisi las (gambar 5.3). Pengujian ini dilakukan jika
ketebalan material yang di las lebih besar dari 3/8 inchi.
Pengamatan dilakukan pada sisi las tersebut, apakah timbul retak
atau tidak. Jika timbul retak dimanakah letaknya, apakah di Weld
metal, HAZ atau di fusion line (garis perbatasan WM dan HAZ).
Gambar 6. Side Bend pada transversal Bending2.2.2.2 Longitudinal
Bending Pada longitudinal bending ini, pengambilan spesimen searah
dengan arah pengelasan berdasarkan arah pembebanan dan lokasi
pengamatan, pengujian longitudinal bending dibagi menjadi dua :1.
Face Bend (Bending pada permukaan las)Dikatakan Face Bend jika
bending dilakukan sehingga permukaan las mengalami tegangan tarik
dan dasar las mengalami tegangan tekan (gambar 5.4). Pengamatan
dilakukan pada permukaan las yang mengalami tegangan tarik, apakah
timbul retak atau tidak. Jika timbul retak di manakah letaknya,
apakah di Weld metal, HAZ atau di fusion line (garis perbatasan WM
dan HAZ).
Gambar 7. Face Bend pada longitudinal Bending2. Root Bend
(Bending pada akar las)Dikatakan Root Bend jika bending dilakukan
sehingga akar las mengalami tegangan tarik dan dasar las mengalami
tegangan tekan (gambar 5.5). Pengamatan dilakukan pada akar las
yang mengalami tegangan tarik, apakah timbul retak atau tidak. Jika
timbul retak di manakah letaknya, apakah di Weld metal, HAZ atau di
fusion line (garis perbatasan WM dan HAZ).
Gambar 8. Root Band pada longitudinal Bending2.2.2.3 Kriteria
kelulusan uji bendingUntuk dapat lulus dari uji bending maka hasil
pengujian harus memenuhi standard ASME sebagai berikut :a. Pada
daerah Weld metal dan HAZ ukurannya tidak melebihi 1/8 inchi ( 3,2
mm) yang diukur dari segala arah pemukaan.b. Pada daerah pelapisan
ukuran cacat maksimal 1.6 mmc. Cacat pada sudut diabaikan kecuiali
akibat SI (Slag Inclusin) dan IF (Incomplate Fusion) dan Internal
Discontinuties2.2.3 Uji KekerasanUji kekerasan adalah salah satu
sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material.
Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material
yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional
force) dan deformasi plastis. Deformasi plastis sendiri suatu
keadaan dari suatu material ketika material tersebut diberikan gaya
maka struktur mikro dari material tersebut sudah tidak bisa kembali
ke bentuk asal artinya material tersebut tidak dapat kembali ke
bentuknya semula. Lebih ringkasnya kekerasan didefinisikan sebagai
kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau
penetrasi (penekanan). Di dalam aplikasi manufaktur, material
dilakukan pengujian dengan dua pertimbangan yaitu untuk mengetahui
karakteristik suatu material baru dan melihat mutu untuk memastikan
suatu material memiliki spesifikasi kualitas tertentu. Didunia
teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode
pengujian kekerasan, yakni :
2.2.3.1 Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel Bertujuan
untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan
material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada
permukaan material uji tersebut (spesimen). Idealnya, pengujian
Brinnel diperuntukan untuk material yang memiliki permukaan yang
kasar dengan uji kekuatan berkisar 500-3000 kgf. Identor (Bola
baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari
bahan Karbida Tungsten. brinnel dirumuskan dengan :
Gambar 9. Pengujian brinellDimana :D = Diameter bola (mm)d =
impression diameter (mm)F = Load (beban) (kgf)HB = Brinell result
(HB)Gambar 10. Perumusan untuk pengujian brinell2.2.3.2 Pengujian
kekerasan dengan metode Rockwell Bertujuan menentukan kekerasan
suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor
berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada
permukaan material uji tersebut.
Gambar 11. Pengujian rockwellUntuk mencari besarnya nilai
kekerasan dengan menggunakan metode Rockwell dijelaskan pada gambar
11, yaitu pada langkah 1 benda uji ditekan oleh indentor dengan
beban minor (Minor Load F0) setelah itu ditekan dengan beban mayor
(major Load F1) pada langkah 2, dan pada langkah 3 beban mayor
diambil sehingga yang tersisa adalah minor load dimana pada kondisi
3 ini indentor ditahan seperti kondisi pada saat total load F yang
terlihat pada Gambar 11. Besarnya minor load maupun major load
tergantung dari jenis material yang akan di uji.
Gambar 12. Prinsip kerja metode pengukuran kekerasan
rockwell
Rumus untuk mencari besarnya kekerasan dengan metode Rockwell.HR
= E - eDimana :F0 = Beban Minor(Minor Load) (kgf)F1 = Beban
Mayor(Major Load) (kgf)F = Total beban (kgf)e = Jarak antara
kondisi 1 dan kondisi 3 yang dibagi dengan 0.002 mmE = Jarak antara
indentor saat diberi minor load dan zero reference line yang untuk
tiap jenis indentor berbeda-beda.HR = Besarnya nilai kekerasan
dengan metode hardness.2.2.3.3 Pengujian kekerasan dengan metode
Vickers Bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam yaitu
daya tahan material terhadap indentor intan yang cukup kecil dan
mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid seperti ditunjukkan
pada gambar 3. Beban yang dikenakan juga jauh lebih kecil dibanding
dengan pengujian rockwell dan brinel yaitu antara 1 sampai 1000
gram. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi
(koefisien) dari beban uji (F) dengan luas permukaan bekas luka
tekan (injakan) dari indentor(diagonalnya) (A) yang dikalikan
dengan sin (136/2). Rumus untuk menentukan besarnya nilai kekerasan
dengan metode vikers yaitu :
Gambar 13. Pengujian vikersGambar 14. Bentuk indentor Vickers
(Callister,
2001)................................(1)...............................(2)...............................(3)Dimana,HV
= Angka kekerasan VickersF= Beban (kgf)d = diagonal (mm)2.2.3.4
Mikrohardness test tahu sering disebut dengan knoop hardness
testing Merupakan pengujian yang cocok untuk pengujian material
yang nilai kekerasannya rendah. Knoop biasanya digunakan untuk
mengukur material yang getas seperti keramik.Gambar 15. Bentuk
indentor Knoop ( Callister, 2001) Dimana,HK = Angka kekerasan
KnoopF = Beban (kgf)l = Panjang dari indentor (mm).2.2.4 Uji
Struktur MikroPengujian strukturmikro digunakan untuk mengetahui
gambar struktur logam, jenis fasa, dan besar butir dari logam.
Dalam pengujian ini kwalitas bahan ditentukan dengan mengamati
struktur dibawah mikroskop, disamping itu dapat pula mengamati
cacat dan bagian yang tak teratur. Mikroskop yang dipergunakan
adalah mikroskop cahaya. Permukaan logam uji dipoles dan diperiksa
langsung dibawah mikroskop.
2.2.4.1 Struktur mikro LogamMenurut Vlack V.(1992) terdapat
beberapa strukturmikro dari logam antara lain:a) Ferit atau besi-
Modifikasi struktur dari besi murni pada suhu ruang. Bersifat lunak
dan ulet, dalam keadaan murni (komersiil) kekuatan tarik yang
rendah sekitar 272-290 MPa,elongation 61% dan kekerasan 75 HB,
tetapi memiliki keuletan yang tinggi Bersifat ferromagnetic pada
suhu dibawah 770C. Berat jenis ferit adalah 7,88 mg/m3.Karena ferit
mempunyai struktur kubik pemusatan ruang, ruangan antar atom kecil
dan pepat sehingga tidak dapat menampung atom karbon yang kecil
sekalipun. Oleh sebab itu daya larut karbon dalam ferit rendah (1
karbon per 1000 atom besi). Atom karbon terlalu kecil untuk
membentuk larutan padat subtitusi dan terlalu besar untuk larutan
padat interstisi.b. Sementit / karbida besiPada paduan besi karbon,
karbon melebihi batas daya larut membentuk fasa kedua, yang disebut
karbida besi (sementit). Karbida besi mempunyai komposisi kimia,
Fe3C. Hal ini tidak berarti bahwa karbida besi membentuk
molekul-molekul Fe3C, akan tetapi kisi kristal mengandung atom besi
dan karbon dalam perbandingan tiga lawan satu. Fe3C mempunyai sel
satuan ortorombik dengan 12 atom besi dari 4 atom karbon per sel,
jadi kandungan karbon : 6,7% (berat). Berat jenisnya : 7,6Mg/m3 dan
kekerasan 550 HB.Sementit bersifat keras dan getas, terbentuk pada
benda cor dimana terjadi pendinginan cepat seperti bagian yang
tipis, pojok dan sepanjang permukaan benda cor.c. PerlitSelama
pendinginan terjadi reaksi eutektoid Fe-C yang menyangkut
pembentukan ferit dan karbida (), sebagai hasil dekomposisi
austenit berkomposisi eutektoid(~0,8%C) + ,(2.6)Dalam campuran yang
dihasilkan terdapat ~ 12% karbida dan lebih dari 88% ferit. Karena
karbida dan ferit terbentuk bersama-sama, keduanya tercampur dengan
baik. Bentuk campuran ini seperti lamel; dan terdiri dari lapisan
ferit dan karbida. Mikrostruktur yang dihasilkan disebut perlit.
Perlit memiliki kekuatan tarik 862 Mpa, elongation 10% dan
kekerasan 200 HB.Perlit merupakan campuran khusus terdiri dari dua
fasa dan terbentuk sewaktu austenit dengan komposisi eutektoid
bertransformasi menjadi ferit dan karbida. Hal ini perlu diingat
karena campuran antara ferit dan karbida dapat terbentuk oleh
reaksi-reaksi yang lain. Namun mikrostruktur yang dihasilkan oleh
reaksi-reaksi lain tidak berbentuk lamel dan sifatnya pun akan
berlainan. Karena perlit terjadi dari austenit dengan komposisi
eutektoid, jumlah perlit yang ada sama dengan jumlah austenit
eutektoid yang tertransformasikan.2.2.4.2 Hubungan Struktur mikro
dengan Sifat MekanikSifat seperti kekerasan dan kekuatan tidak
dapat ditentukan dari sifat masing-masing fasa. Kekuatan matrik
fasa ferit kurang dari sepertiganya, karena ferit merupakan fasa
yang kontinu maka seluruh beban harus dipikulnya. Hal ini terjadi
karena partikel karbida menghambat slip dan menghalangi terjadinya
pergeseran dalam matrik yang lebih lemah yang disebut pembatas
plastik.Menurut Vlack V (1992) hubungan antara struktur mikro
dengan sifat mekanik logam adalah sebagai berikut:1. Efek Kuantitas
FasaPerlit merupakan contoh kualitatif yang baik dari hubungan
antar struktur mikro dan sifat mekanik. Semakin besar prosentase
karbon, sementit dan perlitnya maka kekuatan luluh, tarik dan
kekerasannya meningkat sedangkan perpanjangan, keuletan, susut
penampangnya semakin menurun (Vlack V,1992).2. Efek Ukuran
FasaPartikel karbida yang lebih halus jauh lebih efektif
pengaruhnya terhadap penguatan ferit yang ulet dari pada karbida
yang kasar. Laju pendinginan yang lebih tinggi pada reaksi
eutektoid (pada suhu dekomposisi austenit yang lebih rendah)
menghasilkan lamel atau lapisan dengan jumlah banyak dan tipis
karena berdifusi terbatas pada jarak-jarak yang pendek. Lapisan
perlit yang halus mempunyai daerah batas butir per satuan volume
yang lebih besar atau lapisan yang lebih tipis berarti lebih banyak
batasan plastik dan kekuatan tarik meningkat, karena lebih banyak
batasan plastik untuk ferit yang dapat dideformasi.3. Pengaruh
Bentuk dan Distribusi Fasa.Dua strukturmikro yang sangat berbeda
ukuran fasa karbidanya. Berat jenisnya sama, oleh karena fraksi
volume dan karbida sama akan tetapi memiliki sifat mekanik yang
berbeda. Lamel karbida dalam perlit merupakan hambatan pada
deformasi plastic ferit, sedang karbida yang bulat kurang efektif
sebagai penghambat deformasi plastik. 2.2.5 Uji DensitasDensitas
merupakan massa jenis yang dimiliki oleh setiap material. Semakin
tinggi densitas yang dimiliki suatu material maka semakin tinggi
kekerasan material tersebut.2.2.5.1 Densitas pengecoran aluminium
dengan cetakan pasirDari hasil penelitian pada praktikum metalurgi
fisik dalam pengecoran aluminium dengan mengunakan cetakan pasir
dapat dilihat pada struktur mikro bahwa produk coran memiliki
rongga-rongga dengan batas butir yang nampak jelas. Hal ini
menandakan bahwa densitas pengecoran aluminium dengan cetakan pasir
lebih rendan dibandingkan dengan pengecoran aluminium menggunakan
cetakan logam. Hal ini disebabkan beberapa faktor antara lain pada
cetakan pasir yang tidak kering/masih terdapat kandungan air yang
dapat mengikat oksigan-oksigen sehingga pada proses penuangan logam
cair oksigen tersebut terjebak didalam cetakan yang dapat
mengurangi kerapatan atau densitas dari produk coran.2.2.5.2
Densitas pengecoran aluminium dengan cetakan logamBerbeda halnya
dengan cetakan pasi, pengecoran aluminium dengan menggunakan
menggunakan cetakan logam disamping permukaan hasil coran yang
lebih halus, produk cetakan logam juga memiliki densitas yang lebih
tinggi. Karena cetakan logam memiliki permukaan yang rata dan halus
sehingga logam cair dapat mengalir dengan baik dan mengisi setiap
rongga cetakan dan reaksi dengan oksigen lebih rendah dibandingkan
dengan cetakan pasir.
BAB IIIMETODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan TempatPraktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat
jam 08-12.30, pada tanggal 03 mei 2013. Bertempat di Laboratorium
Teknologi Mekanik, Fakultas Teknik Universitas Haluoleo kendari.3.2
Alat dan Bahan3.2.1 BahanAdapun bahan yang digunakan dalam
praktikum pengecoran logam adalah sebagai berikut:a. Pasir halusb.
Logam (aluminium-silikon)c. pelumas
3.2.2 AlatAdapun alat yang digunakan dalam praktikum pengecoran
logam yaitu sebagai berikut:NoAlatFungsi
1KikirUntuk mengikir logam
2Digital thermocouple readerUntuk mengukur temperatur logam saat
peleburan
3Gerinda TanganUntuk menghaluskan permukaan benda
4Gerinda potongUntuk memotong
5RagumUntuk menjepit benda kerja
6BlowerSebagai peniup tungku
7CrucibleSebagai wadah logam cair
8TungkuSebagai tempat pelebur logam
3.2.3 prosedur percobaan.Adapun prosedur percobaan dalam
praktikum adalah sebagai berikut:1. Sebelum mulai praktikum
pertama-tama praktikan menyiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan.2. Menyiapkan pasir3. Menyiapkan cetakan diatas pasir4.
Menuangkan pelumas kedalam bejana pelumas5. Memutar pengunci
pelumas agar pelumasnya mengalir ke tungku.6. Setelah pelumas
mengalir, nyalakan tungku bertanda untuk memulainya proses
pengecoran.7. Nyalakan blower dan masukkan crucible kedalam
tungku8. Masukkan piston kedalam crucible untuk memulai pemasakan
logam9. Setelah logam mencair ukurlah suhunya menggunakan digital
termocouple reader10. Setelah logam mencair kemudian dituang
kedalam cetakan yang telah di sipkan.11. Setelah coran membeku,
kemudian dilakukan pembongkaran cetakan 12. Coran didinginkan 13.
Coran di potong-potong tipis14. Hasil coran dikikir untuk
menghasilkan produk yang halus.