Top Banner
ISBN. 978-602-73308-1-8 SEMINAR NASIONAL SPACE #3 Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota 342 ¦¦ PELESTARIAN KOTA PUSAKA DAN SAUJANA BUDAYA PENDAHULUAN Kalimat Larangan Boleh dan tidak boleh, adalah kata-kata yang sehari-hari melengkapi kata-kata berikutnya sehingga menjadi kalimat. Ada ribuan kalimat larangan yang dikenal manusia. Manusia bahkan sudah mengenal kalimat melarang sejak kecil dari orang tua dan lingkungan hingga ke kawasan tempat tinggalnya saat ini. Kalimat melarang pun akan terbagi menjadi lisan dan tulisan. Kalimat lisan melarang contohnya seperti: “Jangan mencontek, jangan menonton televisi, dstnya”. Lalu kalimat larangan tulisan akan dimulai dari yang lazim seperti “dilarang membuang sampah”, “tidak boleh meludah” hingga yang ekstrim seperti : “yang buang sampah disini: monyet”. Saking seringnya melihat dan membaca kalimat melarang di sekitarnya, hal tersebut bahkan seperti sudah lazim dilakukan jika ingin menegakkan aturan. Pun akan mudah mencari contoh kalimat melarang, dari yang dibuat resmi oleh pemerintah di ruang-ruang publik kota seperti dilarang parkir, dilarang masuk, dstnya. Kalimat melarang tertulis bahkan sudah masuk sampai ke hal paling pribadi sekalipun, seperti dilarang jongkok di toilet duduk, dilarang buang tissue di kloset di toilet umum. Apa sebenarnya yang mendorong perilaku memunculkan MERANCANG DENPASAR SEBAGAI BUKAN KOTA TERLARANG Ayu Putu Utari Parthami Lestari i_born2fl[email protected] Fakultas Teknik, Universitas Ngurah Rai ABSTRAK Fenomena larang-melarang sudah mendarah daging di kehidupan masyarakat perkotaan saat ini, tak terkecuali di Kota Denpasar sebagai ibukota Provinsi Bali. Dilarang parkir kecuali penghuni, dilarang buang sampah disini, dstnya adalah kalimat larangan paling popular yang tersebar di seluruh kota. Padahal kalimat larang-melarang ini terkesan membuat kota menjadi lebih galak, sementara penduduk kotanya bisa menampilkan perilaku acuh di depan namun curiga di belakang. Fenomena ini bahkan terdudukung oleh fasilitas percetakan yang mudah dan murah. Perilaku masyarakat kotapun mendorong munculnya cetakan-cetakan kalimat larangan baru. Jika tidak dilarang, atau ada larangan, masyarakat kota biasanya akan melanggar. “Saya tidak melihat ada rambu larangan”, begitu biasanya dalih pelanggar. Sehingga kalimat larangan menjadi jamak ditemui. Perkotaan yang ramai dengan cetakan kalimat larangan juga akan terkesan kumuh dan menimbulkan polusi visual. Kota sebenarnya bisa memanfaatkan desain dibandingkan teknis pengumuman seperti itu. Untuk mengatasi vandalisme, dapat dirancang penataan halaman yang lebih teliti, seperti pemasangan tanaman dolar-dolar, dstnya. Jauhnya perilaku design yang melarang dikhawatirkan juga karena sifatnya yang kurang praktis. Hal ini memerlukan pengamatan akan psikologi pengguna dalam waktu yang tidak singkat. Namun demi mencapai ruang kota yang lebih berkualitas sehingga kota bisa dinikmati warganya secara maksimal, kebiasaan mencetak kalimat larang-melarang di Kota Denpasar ini perlu segera dihentikan. Kata kunci: kalimat larangan, kota, rancang kota.
10

MERANCANG DENPASAR SEBAGAI BUKAN KOTA TERLARANG

Feb 28, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: MERANCANG DENPASAR SEBAGAI BUKAN KOTA TERLARANG

ISBN. 978-602-73308-1-8SEMINAR NASIONAL SPACE #3Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota

342 ¦¦ PELESTARIAN KOTA PUSAKA DAN SAUJANA BUDAYA

PENDAHULUAN

Kalimat Larangan

Boleh dan tidak boleh, adalah kata-kata yang sehari-hari melengkapi kata-kata berikutnya sehingga menjadi kalimat. Ada ribuan kalimat larangan yang dikenal manusia. Manusia bahkan sudah mengenal kalimat melarang sejak kecil dari orang tua dan lingkungan hingga ke kawasan tempat tinggalnya saat ini. Kalimat melarang pun akan terbagi menjadi lisan dan tulisan. Kalimat lisan melarang contohnya seperti: “Jangan mencontek, jangan menonton televisi, dstnya”. Lalu kalimat larangan tulisan akan dimulai dari yang lazim seperti “dilarang membuang sampah”, “tidak boleh meludah” hingga yang ekstrim seperti : “yang buang sampah disini: monyet”. Saking seringnya melihat dan membaca kalimat melarang di sekitarnya, hal tersebut bahkan seperti sudah lazim dilakukan jika ingin menegakkan aturan. Pun akan mudah mencari contoh kalimat melarang, dari yang dibuat resmi oleh pemerintah di ruang-ruang publik kota seperti dilarang parkir, dilarang masuk, dstnya. Kalimat melarang tertulis bahkan sudah masuk sampai ke hal paling pribadi sekalipun, seperti dilarang jongkok di toilet duduk, dilarang buang tissue di kloset di toilet umum. Apa sebenarnya yang mendorong perilaku memunculkan

MERANCANG DENPASAR SEBAGAI BUKAN KOTA TERLARANG

Ayu Putu Utari Parthami [email protected]

Fakultas Teknik, Universitas Ngurah Rai

ABSTRAK

Fenomena larang-melarang sudah mendarah daging di kehidupan masyarakat perkotaan saat ini, tak terkecuali di Kota Denpasar sebagai ibukota Provinsi Bali. Dilarang parkir kecuali penghuni, dilarang buang sampah disini, dstnya adalah kalimat larangan paling popular yang tersebar di seluruh kota. Padahal kalimat larang-melarang ini terkesan membuat kota menjadi lebih galak, sementara penduduk kotanya bisa menampilkan perilaku acuh di depan namun curiga di belakang. Fenomena ini bahkan terdudukung oleh fasilitas percetakan yang mudah dan murah. Perilaku masyarakat kotapun mendorong munculnya cetakan-cetakan kalimat larangan baru. Jika tidak dilarang, atau ada larangan, masyarakat kota biasanya akan melanggar. “Saya tidak melihat ada rambu larangan”, begitu biasanya dalih pelanggar. Sehingga kalimat larangan menjadi jamak ditemui. Perkotaan yang ramai dengan cetakan kalimat larangan juga akan terkesan kumuh dan menimbulkan polusi visual. Kota sebenarnya bisa memanfaatkan desain dibandingkan teknis pengumuman seperti itu. Untuk mengatasi vandalisme, dapat dirancang penataan halaman yang lebih teliti, seperti pemasangan tanaman dolar-dolar, dstnya. Jauhnya perilaku design yang melarang dikhawatirkan juga karena sifatnya yang kurang praktis. Hal ini memerlukan pengamatan akan psikologi pengguna dalam waktu yang tidak singkat. Namun demi mencapai ruang kota yang lebih berkualitas sehingga kota bisa dinikmati warganya secara maksimal, kebiasaan mencetak kalimat larang-melarang di Kota Denpasar ini perlu segera dihentikan.

Kata kunci: kalimat larangan, kota, rancang kota.

Page 2: MERANCANG DENPASAR SEBAGAI BUKAN KOTA TERLARANG

ISBN. 978-602-73308-1-8SEMINAR NASIONAL SPACE #3

Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota

PELESTARIAN KOTA PUSAKA DAN SAUJANA BUDAYA ¦¦ 343

kalimat larangan seperti ini? Adakah pengaruhnya dengan kebiasaan masyarakat yang hanya bisa diingatkan hanya dengan jalan melarang? Apakah aturan hanya bisa ditegakkan kalau dilarang? Tidakkah ada kesadaran dari dalam diri sendiri warga kota? Seberapa efektifkah tanda melarang tersebut dalam menekan pelanggaran? Atau jangan-jangan yang terjadi lapangan, kalimat melarang hanya dianggap angin lalu, dan pelanggaran tetap berjalan? Tidak jarang pula kalimat melarang kemudian dianggap menjadi perusak visual kota, sehingga keberadaannya harus diatur, atau bahkan suatu saat nanti, ditiadakan. Rasanya banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengatasinya, tergantung dari sisi keilmuan yang digunakan untuk memahami fenomena ini. Terutama dari bidang tata kota, agaknya solusi dari sisi design patut juga untuk diperhitungkan.

Pengertian Kalimat Melarang

Menurut http://matakristal.com/pengertian-kalimat-larangan/, kalimat larangan adalah kalimat yang melarang seseorang untuk melakukan suatu perbuatan atau tindakan. Contoh kalimat melarang, antara lain: janganlah kamu menyakiti mereka!, jangan membuang sampah sembarangan!, dstnya.

Kata-kata “jangan” di atas merupakan kata larangan. Kata lainnya di antaranya: tidak boleh dan dilarang dapat pula digunakan dalam kalimat larangan. Ciri-ciri kalimat larangan lainnya diantaranya:

1. menggunakan kata larangan seperti tidak boleh, jangan, dilarang

2. menggunakan intonasi keras

3. kata kerja yang mengikuti biasanya merupakan kata larangan

4. menggunakan partikel –lah untuk memperhalus larangan. Misalnya: janganlah kau ejek anak itu!

5. diakhiri dengan tanda seru (!).

Namun dalam makalah ini, konteks kalimat melarang juga dianggap bersinonim dengan kalimat perintah. Berdasarkan http://www.belajarbahasaindonesia.com/contoh-kalimat-perintah-larangan-dan-ajakan/, definisi kalimat perintah adalah kalimat yang isinya menyuruh/ meminta orang melakukan sesuatu. Jika mengucapkan kalimat perintah kepada seseorang, berarti pemberi perintah ingin agar orang yang diberi perintah melakukan apa yang diinginkan pemberi perintah. Dalam pernyataan ini, dapat diartikan bahwa kalimat larangan dan perintah bersifat lebih memaksa dibandingkan membujuk.

Ciri-ciri kalimat perintah diantaranya:

1. Menggunakan tanda seru (!) dalam bahasa tulis. Contoh: Kembalikan uangku!, Jangan buat aku sedih!

2. Menggunakan partikel –lah atau –kan. Contoh: Pergilah ke rumah kakekmu!, Jauhkan benda itu dariku!

3. Berpola kalimat inverse. Kalimat inversi merupakan kalimat yang predikatnya mendahului subjek. Contoh: Bacalah buku itu!, Antarkan adik ke sekolah!

4. Jika dilafalkan berintonasi tinggi di awal dan berintonasi rendah di akhir

Page 3: MERANCANG DENPASAR SEBAGAI BUKAN KOTA TERLARANG

ISBN. 978-602-73308-1-8SEMINAR NASIONAL SPACE #3Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota

344 ¦¦ PELESTARIAN KOTA PUSAKA DAN SAUJANA BUDAYA

Dalam Bahasa Indonesia, dikenal pula pula istilah kalimat perintah biasa, yang merupakan kalimat yang isinya menyuruh orang melakukan sesuatu. Contoh kalimat perintah biasa, antara lain: Belajarlah dengan rajin!, Tutuplah pintu itu!, Pergilah ke bandara untuk menjemput kakakmu!, Bawalah keranjang ini lalu berikan kepada ibumu!. Selain itu ada pula kalimat larangan didefinisikan sebagai kalimat yang bermakna melarang orang melakukan sesuatu. Contoh kalimat melarang, antara lain: Jangan duduk di sini!, Jangan berisik!, Jangan menuduhku sembarangan!, Sedangkan kalimat ajakan merupakan kalimat yang isinya mengajak orang untuk melakukan sesuatu. Contoh Kalimat ajakan, antara lain: Mari kita menanam pohon!, Ayo kita belajar Bahasa Inggris!, Mari kita jaga kebersihan bumi kita!, dstnya.

KAJIAN PUSTAKA

Kota Yang Melarang dan Kumuh

Di sudut kota-kota Indonesia, kalimat melarang tertulis banyak ditemui, saking banyaknya sehingga malah akan aneh jika tidak menemukannya dengan mudah. Mulai dari kota besar hingga permukiman di pinggiran sudah terinvasi oleh kebiasaan ini. Murahnya ongkos cetak bahkan memperburuk kondisinya. Setiap orang merasa berhak untuk melarang, mencetak dan menempelkannya dimanapun yang diinginkan. Jika niat melarang baik, seperti untuk menjaga ketertiban dan keselamatan warganya, tentu hal ini tidak menjadi masalah. Namun jika tujuan mempublikasikan banyak kalimat larangan tertulis di seluruh sudut kota tidak dibarengi dengan perencanaan kota yang maksimal, kalimat larangan hanya akan sekedar menjadi kalimat yang akan terus dilanggar. Banyaknya kalimat melarang ini juga akan membuat kota menjadi kumuh karena spanduk dan baliho berbagai macam ukuran dan warna bertebaran di sekitar kota. Kota bahkan kemudian menjadi terkesan galak bagi warga kotanya.

Jangankan bagi warga kota, bahkan bagi anak-anak sekalipun, penggunaan kata larangan sebaiknya dihindari. Mengutip dari http://sayangianak.com/alasan-kata-jangan-harus-dihindari-penggunaannya/, dalam studi mengenai tumbuh kembang anak, orang tua diharapkan mengurangi penggunaan kata “jangan” karena memiliki pengaruh sebagai berikut:

1. kata jangan memotong kesenangan

Sebenarnya, yang lebih tepat adalah kata ‘jangan’ memotong aktivitas yang sedang berjalan. Hanya saja, memotong aktivitas itu tidak begitu berefek besar pada diri anak, kecuali berhentinya sebuah tindakan.

Namun berhentinya tindakan tidak berarti berhentinya perilaku. Jika mengatakan perilaku, berarti tindakan-tindakan atau aktivitas-aktivitas sebagai hasil dari belajar, sudah membentuk diri. Karena itu, kata ‘jangan’ mungkin menghentikan kegiatannya, tetapi tidak mengubah pola perilakunya.

Bahkan sangat mungkin kata ‘jangan’ membentuk perilaku baru yang tidak sesuai dengan harapan. Misalnya, “Jangan lari-lari!”. Mungkin anak menghentikan larinya, tetapi dia menandai, bahwa menghentikan berlari adalah ketidaknyamanan, sakit hati, sebel dan emosi negatif yang sejenis. Dengan demikian, agar emosinya menjadi positif, maka ia memelihara niat atau keinginannya untuk berlari.

Page 4: MERANCANG DENPASAR SEBAGAI BUKAN KOTA TERLARANG

ISBN. 978-602-73308-1-8SEMINAR NASIONAL SPACE #3

Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota

PELESTARIAN KOTA PUSAKA DAN SAUJANA BUDAYA ¦¦ 345

2. kata ‘jangan’ menghambat perkembangan kreativitas

kata ‘jangan’ berefek demikian jika kita terburu-buru mengucapkannya dan terlalu banyak menggunakannya. Jika sedikit-sedikit anak dipotong perilakunya dengan mengatakan jangan, maka hasrat untuk berinisiatif melakukan tindakan, akan berkurang. Anak juga terlampau hati-hati dalam tindakannya. Jika berlebihan, maka daya kreasi anak akan berkurang.

3. kata ‘jangan’ mempersempit pilihan

Kata ‘jangan’ membuat anak menandai bahwa perbuatan tertentu tidak boleh dilakukan. Anak memasukkan tindakan tertentu ke dalam kotak larangan. Berarti menandai sebuah perilaku tidak akan dilakukan. Dengan demikian, jika suatu ketika situasi tertentu justru mengharuskan melakukan sebaliknya, anak tetap tidak mau melakukan. Coba bayangkan jika seseorang berpegang pada “Jangan memberi pengemis, karena bisa membuatnya manja!”

4. kata ‘jangan’ tidak mengandung solusi

Terhentinya tindakan lebih dekat kepada efek dari sebuah kritik atau larangan, bukan solusi atau perubahan. Misalnya saja ada orangtua mengatakan, “Jangan main air, lebih baik main mobil-mobilan!”. “Jangan main air!” sangat berbeda, bahkan tidak berhubungan dengan “(Ayo) main mobil-mobilan!”. Tetap saja “Jangan main air” bukan solusi, meskipun “(Ayo) main mobil-mobilan” bisa dibilang demikian.

Dengan memberikan masukan berupa kalimat-kalimat positif dari pada negatif, orang tua sebenarnya sudah mulai memberi kepercayaan pada anak, sehingga anak pun akhirnya akan balik memercayai orang tuanya.

Hal yang sama akan berlaku pada warga kota, bahwa menampilkan kalimat-kalimat negatif dalam bentuk tanda larangan, spanduk, baliho, selebaran, dllnya hanya akan memberi efek sementara, bahkan lebih banyak buruk daripada sisi positifnya. Kota akan menjadi lebih semrawut, kotor dan bahkan warga kota menjadi tertekan karena dilarang-larang. Warga kota menjadi tidak maksimal menikmati kotanya. Walau melarang seperti itu ada maksudnya, dan umumnya berniat menertibkan aturan, namun sudah sebaiknya dipikirkan cara lain yang lebih ‘halus’ agar larang-melarang tidak menjadi kebiasaan warga kota di masa depan.

Banyak ditemui kasus ketidakefektifan tanda larangan yang justru di lapangan, tetap dilanggar. Hal ini bisa saja disebutkan karena kurang pengawasan, bahwa tanda larangan akan berguna jika ‘ditunggui’ oleh aparat berwenang. Namun buat apa ada tanda larangan jika sudah ada pengawasnya? Bukankah tanda larangan tersebut menjadi mubazir? Ada pula yang menyebutkan bahwa tanda larangan dilanggar, karena tidak diberikan solusi. Tetapi, di banyak kesempatan pula, walau sudah diarahkan untuk membuang sampah ditempat lain, orang-orang tetap membuang sampahnya ke sungai, misalnya. Penyelesaian lain yang bisa disarankan adalah pendekatan secara design. Bahwa ada hal-hal lain sekedar cctv/ aparat yang membuat orang segan untuk melanggar tanda larangan tersebut.

Page 5: MERANCANG DENPASAR SEBAGAI BUKAN KOTA TERLARANG

ISBN. 978-602-73308-1-8SEMINAR NASIONAL SPACE #3Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota

346 ¦¦ PELESTARIAN KOTA PUSAKA DAN SAUJANA BUDAYA

Penataan Agar Tidak Melarang

Daripada membuat kota secara visual tidak menarik, ada cara-cara lain yang lebih elok untuk melarang. Secara design, ada banyak hal yang bisa dilakukan selain menempelkan pengumuman melarang. Perancangan yang baik harusnya memperhatikan sisi psikologis penggunanya. Perancang tidak boleh membiarkan munculnya ruang-ruang negatif tercipta, baik secara sengaja maupun tidak. Sebab ruang-ruang negatif seperti sudut-sudut kota yang tidak tertata, suka atau tidak akan mengundang kegiatan-kegiatan lain yang umumnya tidak direncanakan.

Gambar 1. Contoh tanda larangan di kotaSumber: http://www.bekasiurbancity.com/wp-content/

uploads/2015/03/TITIK-BUANG-SAMPAH-SEMBARANGAN-20150311-Rahmat-Sudrajat-01.jpg

Kondisi ini kemudian diperparah dengan kemudahan mencetak akibat kemajuan teknologi mesin offset. Di sudut-sudut kota dengan mudah ditemui kios yang menerima jasa percetakan. Mau mencetak undangan pernikahan, spanduk, baliho, di atas cangkir, dstnya, bisa.

Gambar 2. Contoh spanduk tanda laranganSumber: http://cdn2.tstatic.net/pekanbaru/foto/bank/images/spanduk-larangan-buang-

sampah_20151211_213332.jpg

Page 6: MERANCANG DENPASAR SEBAGAI BUKAN KOTA TERLARANG

ISBN. 978-602-73308-1-8SEMINAR NASIONAL SPACE #3

Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota

PELESTARIAN KOTA PUSAKA DAN SAUJANA BUDAYA ¦¦ 347

Padahal penempelan kalimat larangan seperti ini belum tentu efektif. Sebab tanpa pengawasan dan solusi, tulisan-tulisan/ spanduk-spanduk yang melarang seperti ini akan menjadi mubazir.

Gambar 3. Contoh Tanda Larangan yang tidak efektifSumber: https://c1.staticflickr.com/6/5823/22141311176_ecb6e27f43_b.jpg

Dan arsitek dan perancang kota sebenarnya memiliki tanggung jawab yang lebih berat dari sekedar merancang ruang dalam. Arsitek dan perancang kota dapat merancang secara lebih detail sehingga pelanggaran-pelanggaran atas ruang dalam bisa dihindari.

Spanduk-spanduk dengan tulisan melarang di ruang-ruang publik kota juga menimbulkan masalah baru. Pemasangannya yang asal-asalan, tidak mengindahkan ketertiban kota akan memunculkan kesan semrawut, bahkan terhitung sebagai masalah polusi visual. Kota akan menjadi kumuh, acak-acakan, bahkan dengan isi kalimat melarang, kota akan terkesan galak. Apa-apa tidak boleh, apa-apa dilarang.

Gambar 4. Citra Kota yang Tampak Semrawut karena SpandukSumber: http://www.metrosiantar.com/wp-content/uploads/2015/10/121015_04-Reklame.jpg

Page 7: MERANCANG DENPASAR SEBAGAI BUKAN KOTA TERLARANG

ISBN. 978-602-73308-1-8SEMINAR NASIONAL SPACE #3Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota

348 ¦¦ PELESTARIAN KOTA PUSAKA DAN SAUJANA BUDAYA

Khusus mengenai kalimat melarang, spanduk larangan kemudian menjadi viral beberapa saat terakhir bahkan ketika rumah ibadah sekalipun berhak melarang kegiatan penganutnya untuk diberi penghormatan terakhir jenazah di wilayahny

Gambar 5. Spanduk melarang mensholatkan jenazah pendukung AhokSumber: http://sebarr.com/uploads/content/spanduk-tolak-salatkan-pendukung-ahok-di-masjid-al-jihad.

jpg

Saking rumitnya masalah ini, bahkan untuk melarang pemasang spanduk, aparat kota pun harus memasang spanduk larangan pula. Sangat ironis, bukan?

Gambar 6. Spanduk yang Melarang Pemasangan SpandukSumber: http://www.koranbuleleng.com/wp-content/uploads/2016/05/baliho-pelarangan.jpg

Tapi ada pula yang melarang dengan kata-kata lucu. Hal ini mungkin disebabkan karena sudah jenuhnya beberapa kelompok masyarakat atas kalimat melarang yang kaku, sehingga melarangpun sekarang disusun dengan kata-kata yang jenaka.

Page 8: MERANCANG DENPASAR SEBAGAI BUKAN KOTA TERLARANG

ISBN. 978-602-73308-1-8SEMINAR NASIONAL SPACE #3

Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota

PELESTARIAN KOTA PUSAKA DAN SAUJANA BUDAYA ¦¦ 349

PEMBAHASAN

Denpasar Sebagai Studi Kasus

Denpasar adalah sebuah kota yang secara administratif masih muda. Dan sama seperti kota-kota baru di dunia, masalah utama Denpasar adalah: persoalan ketertiban umum, pedagang kaki lima (PKL), administrasi kependudukan, HIV/AIDS, permukiman kumuh dan sampah (Rai Darma Mantra dalam Bali Post 18 Nov 2013). Dalam hubungannya dengan kalimat negatif, spanduk tulisan melarang warga untuk membuang/ meletakkan sampah, paling sering ditemui di sudut-sudut Kota Denpasar.

Selain tanda melarang membuang sampah, spanduk larangan lain yang sering terlihat di Kota Denpasar antara lain: untuk tidak parkir di depan rumah, tulisan: gang buntu, dstnya. Tanda larangan terbaru yang cukup menarik perhatian, ada di Taman Kota Denpasar, yang dibuat seragam, yaitu di Lapangan Puputan Badung, Puputan Renon, dan Lumintang. Beberapa diantara larangan tersebut adalah: Dilarang Merokok, Dilarang Main Papan Seluncur, Dilarang Membawa Binatang Peliharaan Berkaki Empat, Dilarang Buang Sampah Sembarangan, Dilarang Meludah, Dilarang Berjualan, dstnya.

Gambar 7. Kalimat Pengingat yang JenakaSumber: https://cdn.brilio.net/news/2016/07/03/69671/327776-spanduk-mudik-polisi.jpg

Gambar 8. Contoh tanda melarang di Taman Kota DenpasarSumber:http://cdn.metrotvnews.com/dynamic/content/2017/04/16/686951/OQjxbd7ofZ.jpg?w=480

Page 9: MERANCANG DENPASAR SEBAGAI BUKAN KOTA TERLARANG

ISBN. 978-602-73308-1-8SEMINAR NASIONAL SPACE #3Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota

350 ¦¦ PELESTARIAN KOTA PUSAKA DAN SAUJANA BUDAYA

Namun tidak perlu mencari contoh terlalu jauh, masih di tempat yang sama, tanda larangan bahwa mainan anak-anak yang terletak di Taman Kota hanya boleh dinaiki oleh anak-anak bahkan sudah dilanggar, seperti tampak pada foto berikut.

Gambar 9. Ketidakefektifan tanda melarang di DenpasarSumber: http://m.metrotvnews.com/welcome-page/daerah/yNLe0xgb-tanda-peringatan-untuk-

keselamatan-anak-di-lapangan-puputan-minim

Untuk bisa melarang suatu kegiatan, pelarangan sebenarnya bisa dilakukan secara ‘halus’ dengan tidak vulgar/ terang-terangan, melainkan dengan perencanaan. Agar kegiatan yang tidak direncanakan itu tidak muncul, maka harus ‘dihalangi’ kemunculannya. Bisa dengan menumpuknya dengan kegiatan lain yang sudah direncanakan, atau dengan street furniture dan design-design lain.

Misalnya, untuk tanda larangan dilarang ngebut di gang, karena banyak anak-anak yang bermain, warga bisa mengganti penutup gangnya dari bahan yang licin ke paving blok. Paving blok akan membuat lintasan menjadi bergelombang, tidak serata aspal, sehingga setiap kendaraan bermotor yang melintas, harus berjalan hati-hati. Bahkan kadang gang permukiman diberi polisi tidur agar motor dan mobil tidak ngebut.

Gambar 10. Contoh Pengganti Tulisan Hati hati Banyak Anak-anak dengan Paving BlokSumber: http://static.panoramio.com/photos/large/54606993.jpg; http://2.bp.blogspot.com/-jgxQkfOYyFI/TbAxobtql3I/AAAAAAAAAKk/CQ-Tf3JW1IQ/s1600/B.%2B6-Pavingblock.jpeg

Page 10: MERANCANG DENPASAR SEBAGAI BUKAN KOTA TERLARANG

ISBN. 978-602-73308-1-8SEMINAR NASIONAL SPACE #3

Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota

PELESTARIAN KOTA PUSAKA DAN SAUJANA BUDAYA ¦¦ 351

Kemudian, untuk menghalangi warga kota yang membuang sampah di sembarang tempat, daerah-daerah negatif tersebut bisa dijadikan taman, seperti yang banyak dilakukan di Kota Denpasar saat ini.

Gambar 11. Contoh Design sebagai pengganti tanda larangan membuang sampah di DenpasarSumber: http://www.nusabali.com/article_images/12352/larangan-buang-sampah-campah-dlhp-tarik-bak-samp-800-2017-04-17-060234_0.jpg; http://jabar.pojoksatu.id/wp-content/uploads/2016/04/jalan-

aruman-cimahi.jpg

KESIMPULAN

Tidak ada yang dapat menjamin bahwa dengan menempelkan tanda-tanda larangan di seluruh penjuru kota, kota menjadi tertib, aman dan terkendali situasinya. Ada banyak contoh, ketika kata-kata yang dirangkai menjadi kalimat larangan dalam bentuk spanduk, baliho, selebaran, dstnya itu malah dilanggar. Ada macam-macam alasan pelanggaran, entah disengaja atau tidak, seperti tidak ada pilihan lain, atau ketidak tahuan. Untuk mencegah pelanggaran, dibandingkan menempelkan tanda, melarang dengan design, jauh lebih efektif, karena seakan tidak memberikan pilihan lain.

DAFTAR PUSTAKA

Sayangi anak, (2015). dalam http://sayangianak.com/alasan-kata-jangan-harus-dihindari-penggunaannya/, akses tanggal 21 Agustus 2015.

Balipost. 18 November 2013.

http://www.belajarbahasaindonesia.com/contoh-kalimat-perintah-larangan-dan-ajakan/

http://matakristal.com/pengertian-kalimat-larangan/