Top Banner
1 MENTALITAS ANTI-KAPITALISTIK Oleh: Ludwig von Mises Alihbahasa: Nad Pengantar Redaksi Mitos-mitos seputar kapitalisme, khususnya kapitalisme laissez faire, selama ini terlanjur berkembang, diyakini dan disebarkan secara sadar maupun tidak, oleh orang-orang yang sebenarnya praktis tidak tahu apa-apa tentang teori-teori dasar menyangkut hakikat sejatinya. Merajalelanya kecurigaan moral serta takhayul tentang kapitalisme telah melekat lengket di diri banyak orang kendati (atau justru karena) mereka telah mengenyam pendidikan tinggi. Jika di balik sosialisme/komunisme terdapat figur Karl Marx, maka di balik kapitalisme ada seorang tokoh penting namun “terlupakan”. Dialah Ludwig von Mises, seorang ekonom besar, filsuf dan teoris yang pemikirannya patut dibaca jika orang ingin memahami kapitalisme secara benar. Adalah kenyataan: cuma segelintir dosen dan mahasiswa ilmu sosial saja yang pernah membaca tulisan Mises, “the last knight of capitalism” . Oleh karena itu, mulai minggu ini Akaldankehendak.com menerbitkan artikel berseri dengan judul “Mentalitas Anti- Kapitalistik”. Penerbitan ini dimaksudkan sekaligus sebagai proses terjemahan atas salah satu karya menarik Mises, The Anti- Capitalistic Mentality. Kebetulan, minggu lalu Akaldankehendak.com mendapat ijin resmi dari penerbit yang bersangkutan (lih. catatan kaki di bawah). Keterpaparan dengan pemikiran Mises, mungkin saja, dapat menjadi titik awal agar kita semakin waspada dengan gagasan- gagasan yang sliweran di depan mata, di abad distorsi dan inflasi informasi dewasa ini.
100

MENTALITAS ANTI KAPITALIS

Feb 26, 2023

Download

Documents

Heri Suryaman
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

1

MENTALITAS ANTI-KAPITALISTIK

Oleh: Ludwig von Mises Alihbahasa: Nad

Pengantar Redaksi

Mitos-mitos seputar kapitalisme, khususnya kapitalisme laissez faire, selama ini terlanjur berkembang, diyakini dan disebarkan secara sadar maupun tidak, oleh orang-orang yang sebenarnya praktis tidak tahu apa-apa tentang teori-teori dasar menyangkut hakikat sejatinya. Merajalelanya kecurigaan moral serta takhayul tentang kapitalisme telah melekat lengket di diri banyak orang kendati (atau justru karena) mereka telah mengenyam pendidikan tinggi.

Jika di balik sosialisme/komunisme terdapat figur Karl Marx, maka di balik kapitalisme ada seorang tokoh penting namun “terlupakan”. Dialah Ludwig von Mises, seorang ekonom besar, filsuf dan teoris yang pemikirannya patut dibaca jika orang ingin memahami kapitalisme secara benar. Adalah kenyataan: cuma segelintir dosen dan mahasiswa ilmu sosial saja yang pernah membaca tulisan Mises, “the last knight of capitalism” .

Oleh karena itu, mulai minggu ini Akaldankehendak.com menerbitkan artikel berseri dengan judul “Mentalitas Anti-Kapitalistik”. Penerbitan ini dimaksudkan sekaligus sebagai proses terjemahan atas salah satu karya menarik Mises, The Anti-Capitalistic Mentality. Kebetulan, minggu lalu Akaldankehendak.com mendapat ijin resmi dari penerbit yang bersangkutan (lih. catatan kaki di bawah).

Keterpaparan dengan pemikiran Mises, mungkin saja, dapat menjadi titik awal agar kita semakin waspada dengan gagasan-gagasan yang sliweran di depan mata, di abad distorsi dan inflasi informasi dewasa ini.

Page 2: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

2

Silakan komentari hasil terjemahan sementara ini, juga kalau ada konstruksi yang masih kurang pas atau lancar, atau jika ada kesalahan ketik. Dengan cara ini pembaca jurnal bertindak sebagai proof-readernya. Kelak, artikel serial ini akan disatukan dan diterbitkan.

Page 3: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

3

Pendahuluan Tergantikannya metode-metode pengelolaan perekonomian pra-kapitalistik dengan kapitalisme laissez-faire telah berhasil melipat-gandakan angka populasi dan meningkatkan standar kehidupan rata-rata dalam cara yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sebuah bangsa dewasa ini akan menjadi semakin makmur ketika bangsa tersebut berupaya menciptakan sesedikit mungkin aral rintangan terhadap semangat kewirausahaan bebas dan inisiatif pihak swasta. Penduduk Amerika Serikat lebih makmur daripada kebanyakan penduduk di negara-negara lain oleh karena pemerintahnya paling akhir dibandingkan pemerintahan di belahan dunia lain dalam hal menerapkan kebijakan-kebijakan penghambat bisnis. Namun demikian, banyak orang, dan terutama para intelektual, dengan penuh gairah membenci kapitalisme. Dalam pandangan mereka, modus organisasi perekonomian yang mengerikan ini tidak menghasilkan apapun selain keburukan dan kesengsaraan. Konon, sebelum Revolusi Industri, dulu manusia hidup makmur dan bahagia; kemudian, di bawah kapitalisme, mayoritas besar masyarakat menjadi kaum miskin yang kelaparan akibat ekspolitasi tak terperi oleh para individualis. Manusia-manusia laknat ini hanya memedulikan kepentingan mereka sendiri atas uang. Mereka tidak memproduksi barang-barang yang baik dan betul-betul bermanfaat, kecuali komoditas yang akan mendatangkan keuntungan paling besar. Mereka meracuni tubuh para konsumen dengan minuman beralkohol dan tembakau, serta jiwa dan pikiran mereka dengan berbagai tabloid, buku, dan film syuur pengundang berahi. Apa yang disebut sebagai “suprastruktur ideologis” dari kapitalisme adalah literatur tentang kebusukan dan degradasi, aneka pertunjukan banyolan dan seni striptease, film-film Hollywood dan roman-roman detektif.

Manifestasi dari berbagai prasangka dan bigotri [fanatisme/kegilaan] opini publik ini memperlihatkan dirinya secara sendiri secara jelas berupa kenyataan bahwa hal-hal yang bejat biasanya secara ekslusif memeroleh imbuhan “kapitalis”; sedangkan terhadap hal-hal yang disetujui semua orang, istilah

Page 4: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

4

tersebut tidak pernah disandingkan. Mana mungkin ada hal bagus yang berasal dari kapitalisme! Segala sesuatu yang bernilai tinggi dianggap terlepas dari kapitalisme; sebaliknya, segala keburukan dianggap ekses kapitalisme.

Adalah tugas esei ini untuk menganalisis bias anti-kapitalistik tersebut, untuk membongkar hingga ke akar-akarnya dan menyingkap berbagai konsekuensinya.

Page 5: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

5

BAB I

KARAKTERISTIK SOSIAL KAPITALISME PENYEBAB PSIKOLOGIS

PENGHUJATAN TERHADAP KAPITALISME

1. Konsumen yang Berdaulat

Ciri khas kapitalisme modern adalah produksi massa barang-barang untuk konsumsi massa. Akibat yang ditimbulkannya adalah kecenderungan menuju peningkatan standar hidup rata-rata secara kontinyu, suatu [proses] pengkayaan yang memajukan banyak orang. Kapitalisme membebaskan “orang biasa” dari status proletarnya dan meningkatkan harkatnya ke tingkat “borjuis”.

Di pasar di masyarakat yang kapitalistik, orang-biasa adalah konsumen yang berdaulat, yang keputusannya untuk membeli atau menahan diri pada akhirnya menentukan apa yang harus diproduksi dan dalam kuantitas serta kualitas seperti apa. Toko-toko dan pabrik-pabrik yang mengutamakan layanan ekslusif serta memenuhi permintaan barang-barang mewah dari penduduk yang lebih kaya hanya memainkan peran subordinat saja di dalam latar ekonomi di perekonomian pasar. Mereka tidak pernah menjadi bisnis yang berukuran besar. Bisnis-bisnis besar senantiasa melayani massa-baik secara langsung maupun tidak.

Peningkatan kepada keberlimpahan inilah wujud perubahan sosial radikal akibat yang ditimbulkan oleh Revolusi Industri. Rakyat jelata yang di abad-abad sejarah sebelumnya tergolong sebagai kelompok budak dan para hamba sahaya, gerombolan fakir dan peminta, berubah menjadi publik-pembeli, dan yang permintaannya dilayani oleh para pengusaha. Mereka menjadi konsumen yang “selalu benar”, patron yang berdaya untuk memperkaya seorang pemasok yang miskin, atau memiskinkan pemasok kaya.

Page 6: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

6

Perekonomian pasar yang tidak tersabotase oleh “obat mujarab” berupa pemerintahan dan politisi tidak mengenal para tuan tanah dan bangsawan yang mengungkung dan menguasai rakyat jelata populasi ke dalam penguasaan mereka, untuk ditarik aneka upeti dan retribusi daripadanya, sementara mereka bermegahan dalam pora pesta yang norak dan korban-korban mereka harus puas dengan remah-remah yang tersisa. Sistem profit memakmurkan siapa saja yang berhasil memenuhi keinginan orang dalam cara terbaik dan termurah. Kekayaan dapat dicapai hanya dengan melayani konsumen. Para kapitalis akan kehilangan uang mereka seketika mereka gagal menanamkan investasi mereka di jalur-jalur yang paling dapat memuaskan tuntutan publik. Dalam pemungutan suara yang berulang sehari-hari di mana setiap sen mata uang memberi hak suara, para konsumen menentukan siapa yang harus memiliki dan menjalankan pabrik-pabrik, toko-toko, dan lahan-lahan pertanian atau peternakan. Pengendalian cara material berupa produksi adalah sebuah fungsi sosial yang konfirmasi dan pembatalannya tergantung pada kedaulatan para konsumen.

Inilah makna konsep kebebasan dalam pengertian modernnya. Setiap manusia dewasa bebas menjalani hidup sesuai dengan rencananya sendiri. Ia tidak dipaksa untuk hidup sesuai dengan rencana sebuah otoritas perencana yang memaksakan rencananya dengan dukungan kepolisian–aparatus sosial untuk pemaksaan dan koersi. Yang membatasi kebebasan individu bukanlah kekerasan atau ancaman kekerasan dari orang lain, melainkan struktur fisiologis tubuhnya sendiri dan sifat hakiki kelangkaan (scarcity) faktor-faktor produksi, yang tak terhindarkan. Jelas bahwa keleluasaan manusia untuk membentuk nasibnya tidak akan pernah dapat melampaui batas-batas yang ditentukan oleh apa yang disebut sebagai hukum alam.

Dengan menyatakan fakta-fakta tersebut tidak berarti kita menjustifikasikan kebebasan individu berdasarkan pada sudut pandang standar yang absolut atau gagasan metafisik apapun. Melalui pernyataan-pernyataan di atas kita juga tidak menjatuhkan penilaian apapun tentang doktrin-doktrin populer yang dilontarkan

Page 7: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

7

para pendukung totalitarianisme, baik yang “kanan” maupun “kiri”. Pernyataan ini tidak ada kaitannya dengan pernyataan-pernyataan yang mengatakan bahwa massa adalah sekumpulan orang yang terlalu bodoh atau terlampau dungu untuk bisa mengetahui apa yang paling baik memenuhi kebutuhan dan kepentingan “sejati” mereka sehingga memerlukan penjaga, yaitu pemerintah, agar mereka tidak menyakiti diri sendiri. Pernyataan di atas juga tidak menyelidiki keberadaan manusia-manusia super di kantor-kantor penjaga semacam itu.

2. Desakan ke arah Perbaikan Ekonomi

Di bawah kapitalisme orang biasa menikmati kemudahan-kemudahan yang di jaman baheula tidak dikenal dan oleh karenanya tidak dapat dinikmati bahkan oleh penduduk terkaya. Tetapi, tentu, kendaraan-kendaraan bermotor, perangkat televisi dan lemari es tidak seketika membuat orang menjadi bahagia. Begitu seseorang memeroleh benda-benda tersebut, ia mungkin lebih senang daripada sebelumnya. Namun, begitu sejumlah hasratnya terpuaskan, hasrat-hasrat baru pun akan mencuat ke permukaan. Demikian kodrat manusia.

Tidak banyak penduduk Amerika yang menyadari sepenuhnya fakta bahwa negara mereka menikmati standar hidup yang paling tinggi dan bahwa pandangan hidup rata-rata penduduk Amerika tampak luar biasa, sesungguhnya berada di luar jangkauan sebagian besar masyarakat yang hidup di negara-negara non-kapitalistik. Kebanyakan orang kurang menghargai apa yang mereka miliki dan apa yang dapat mungkin mereka capai, dan malah mendambakan hal-hal yang tidak dapat mereka akses. Sia-sia meratapi hasrat yang tak mungkin terpuaskan untuk mendapatkan barang lain lebih banyak lagi. Tepatnya nafsu akan hal inilah yang mendorong orang untuk memperbaiki ekonomi. Hanya berpuas diri atas apa yang telah dimiliki atau terhada hal yang gampang diperoleh, serta menahan diri secara apatetis dari upaya peningkatan kondisi material bukanlah kebajikan. Sikap demikian justru lebih mirip dengan tingkah laku hewan, ketimbang perilaku manusia yang

Page 8: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

8

mampu berpikir. Ciri paling khas kemanusiaan adalah bahwa ia tidak berhenti berupaya memajukan kesejahteraannya melalui aktivitas-aktivitas yang bertujuan.

Namun, usaha semacam itu harus disesuaikan dengan tujuannya. Jerih yang diambil harus sesuai dengan efek yang dituju. Yang salah bagi kebanyakan sejawat kita bukan terletak pada kenyataan bahwa mereka amat mendambakan keberlimpahan persediaan barang, melainkan bahwa mereka memilih cara yang keliru demi mencapai tujuan mereka. Mereka mengikuti ideologi-ideologi palsu. Mereka memilih kebijakan-kebijakan yang kontradiktif bagi kepentingan vital yang sesungguhnya mereka pahami. Akibat terlalu pandir untuk melihat konsekuensi jangka panjang yang tak-terelakkan dari perilaku mereka, mereka hanya mencari kesenangan dalam efek jangka-pendek kebijakan yang ditempuh. Mereka mendukung banyak upaya yang dapat dipastikan akan berakhir sebagai pemiskinan secara umum, disintegrasi kerjasama sosial di bawah prinsip pembagian kerja, dan kembali kepada barbarisme.

Untuk meningkatkan kondisi-kondisi material kemanusiaan, hanya terdapat satu cara: yakni dengan meningkatkan pertumbuhan alokasi kapital (modal) untuk mengimbangi pertumbuhan populasi. Semakin besar volume kapital yang ditanam per kepala pekerja, semakin banyak dan semakin baik pula barang yang dapat diproduksi dan dikonsumsi. Inilah yang telah dihasilkan dan terus dihasilkan oleh kapitalisme, sebuah sistem keuntungan yang sering dicaci. Kendati demikian, hampir semua pemerintah dan partai politik dewasa ini sangat bersemangat untuk menghancurkan sistem ini.

Mengapa kapitalisme begitu dihujat? Mengapa mereka, seraya menikmati limpahan kesejahteraan berkat kapitalisme, merindukan keindahan “tempo doeloe” dan kondisi-kondisi buruk semacam yang dialami para buruh di Rusia saat ini?

Page 9: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

9

3. Masyarakat Status dan kapitalisme

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, karakteristik kapitalisme penting dibedakan dari ciri-ciri sistem yang berlaku di dalam masyarakat yang berbasis status.

Para wirausahawan dan kapitalis di perekonomian pasar sering diperbandingkan dengan para aristokrat di masyarakat status. Dasar perbandingannya adalah kekayaan relatif kedua kelompok tersebut dengan kondisi-kondisi rakyat jelata yang relatif hidup dalam kekurangan. Namun, saat melakukan pembandingan semacam ini perbedaan fundamental antara kekayaan aritstokrat dan kekayaan “borjuis” yang kapitalistik, kadang gagal disadari.

Kekayaan aristokrat bukan fenomena pasar. Dia tidak berasal dari proses pelayanan terhadap konsumen dan tidak bisa dibatalkan atau bahkan dipengaruhi oleh tindakan apapun oleh publik. Kekayaan aristokrat berasal dari upeti dan jarahan hasil taklukan sang penakluk. Dia hanya bisa berakhir kalau pemberi upeti menghentikan pemberian tersebut, melalui paksaan berupa kekerasan oleh penakluk lain, atau bisa pula akibat kebodohan berupa perilaku boros atau ekstravaganza. Bangsawan feodal tidak melayani konsumen; dan “kebal” terhadap kegusaran penduduk yang hidup di sekelilingnya.

Sementara itu, para wirausahawan dan kapitalis “berutang harta” kepada mereka yang menjadi patron-patron bisnis mereka. Tanpa dapat dihindari, kekayaan mereka niscaya akan melayang begitu ada pihak lain yang mampu menyediakan layanan yang lebih baik atau lebih murah kepada para patron.

Esei ini tidak bertujuan mendeskripsikan kondisi-kondisi historis penyebab timbulnya kelembagaan kasta dan status, atau sub-divisi penduduk ke dalam kelompok berdasarkan keturunannya berikut dengan segala peringkat, hak, klaim, dan hak istimewa dan ketidakmampuan mereka yang berbeda-beda. Fakta yang penting bagi kita di sini semata-mata hanyalah bahwa kelangengan institusi

Page 10: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

10

feodal semacam itu tidak berkompatibel dengan sistem kapitalisme. Penghapusan lembaga tersebut dan pembentukan prisip kesetaraan hukum akan melenyapkan rintangan yang mencegah kemanusiaan dari upaya penikmatan segala manfaat yang mungkin diperoleh dan diberikan oleh sistem kepemilikan swasta melalui jalan produksi dan kewirausahaan swasta.

Di dalam masyarakat yang berbasis peringkat, status atau kasta, nasib individu di dunia sudah ditetapkan. Ia terlahir untuk posisi tertentu, dan posisi di dalam masyarakat ini secara kaku ditentukan oleh perundangan dan adat istiadat yang menentukan bagi setiap anggota peringkat, hak, dan larangan tertentu. Dalam sedikit kasus, kemujuran atau kemalangan yang luar biasa dapat meningkatkan atau justru menurunkan harkat dan status individu. Tetapi biasanya, kondisi-kondisi para anggota individual dari sebuah ordo atau tingkatan yang pasti hanya dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk jika kondisi-kondisi keanggotaan mengalami perubahan secara menyeluruh. Setiap individu pada dasar utamanya bukanlah merupakan warga dari sebuah bangsa; dia adalah anggota sebuah estat (Stand, état) dan hanya dalam keadaan inilah ia terintegrasi secara tidak langsung ke dalam bangsanya. Ketika berkontak dengan penduduk lain yang senegara dengannya tetapi dalam kelas/tingkatan lain, ia tidak merasakan adanya komunitas. Yang dirasakannya adalah jurang yang memisahkan statusnya dari status orang lain tersebut. Perbedaan ini tercermin dalam pemakaian bahasa dan pakaian mereka. Di masa ancien régime*) para aristokrat Eropa lebih suka bercakap dalam bahasa Prancis. Penduduk kelas tiga memakai bahasa setempat, sementara kelas masyarakat lain yang lebih rendah dalam populasi perkotaan dan kelompok petani, menggunakan dialek, jargon, dan argot lokal yang seringkali tidak dapat dipahami oleh mereka yang terdidik. Aneka ragam kelas ini juga memiliki perbedaan dalam berbusana. Jika terlihat seorang pendatang baru, masyarakat sekitar tidak akan salah menilai dari golongan mana orang asing tersebut berasal.

Kritik utama yang diarahkan untuk menentang prinsip kesetaraan di depan hukum oleh pemuja aristokrasi di masa lalu adalah bahwa

Page 11: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

11

karena sistem pasar telah menghapuskan segala hak istimewa mereka, berupa peringkat dan martabat.

Hal tersebut, dalam pandangan mereka, telah mengatomisasi masyarakat, melenyapkan sub-bagiannya “organik” ke dalam massa yang “tak berbentuk”. [Di bawah kapitalisme] Kelompok orang “kebanyakan” justru diluhurkan bahkan hingga kondisi material mereka secara rata-rata melampaui standar yang dienyam para bangsawan masa lalu. Uang adalah raja. Orang-orang yang tak-berguna ini [kata mereka] menikmati kekayaan dan keberlimpahan, sementara mereka yang berjasa dan berharga harus melenggang dengan tangan kosong.

Kritik ini diam-diam mengimplikasikan bahwa di bawah ancien régime para aristokrat dikenal atas kebajikan mereka dan bahwa status dan penghasilan mereka peroleh berkat superioritas moral dan kultural mereka. Sebenarnya, dongeng semacam ini hampir tidak perlu lagi dibantah. Tanpa perlu menjatuhkan penilaiannya, sejarawan tidak dapat menahan diri untuk tidak menekankan kenyataan bahwa aristokrasi di negara-negara utama Eropa tempo doeloe adalah para keturunan para tentara, pelayanan kerajaan serta gundik-gundik mereka yang, dalam perjuangan relijius dan konstitusional di abad 16 dan 17, dengan cerdik berpihak kepada partai yang kemudian berjaya di negara-negara masing-masing.

Walaupun para seteru konservatif dan “progresif” kapitalisme tidak sependapat dalam hal evaluasi terhadap standar-standar lama tersebut, mereka sepenuhnya sependapat dalam penghujatan mereka kepada standar-standar [yang berlaku dalam] masyarakat kapitalistik. Dalam pandangan mereka, [kaum kebanyakan] yang mendapatkan kekayaan dan prestis dari sesamanya, tidaklah berhak mendapatkannya; mereka orang-orang yang berpikiran dangkal tidak layak mengecapnya. Kedua kelompok ini berpura-pura ingin menerapkan metode-metode “distribusi” yang lebih adil sebagai sistem pengganti bagi metode yang nyata-nyata tidak adil di bawah kapitalisme laissez-faire.*)

Page 12: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

12

Namun, tidak seorang pun menentang bahwa di bawah sistem kapitalisme yang tidak terkendala, mereka yang berjaya adalah mereka yang, dari sudut pandang standar nilai abadi, yang dianggap lebih disukai. Apa yang ditimbulkan oleh demokrasi kapitalistik dari pasar bukanlah pelimpahan hadiah kepada seseorang berdasarkan prestasi (merit) “sejati”, nilai inheren ataupun keluhuran moral mereka. Apa yang membuat seseorang menjadi lebih atau kurang makmur bukanlah hasil penilaian terhadap prinsip keadilan “absout” apapun, melainkan hasil evaluasi dari para sesama penduduk yang secara ekslusif menerapkan tolok ukur keinginan, hasrat, dan tujuan pribadi mereka. Inilah makna persis dari sistem pasar yang demokratis. Para konsumen adalah yang tertinggi (supreme)-atau berdaulat. Mereka ingin dipuaskan.

Jutaan orang gemar mengonsumsi minuman Pinkapinka, sebuah minuman ringan yang diproduksi oleh sebuah perusahaan yang mencoba merangkul dunia, Pinkapinka Company. Jutaan orang menggemari cerita-cerita detektif, gambar-gambar misteri, surat kabar tabloid, adu banteng, tinju, wiski, rokok, permen karet, dan lain-lain. Jutaan lainnya memberi suara mereka kepada pemerintah yang bersemangat mempersenjatai diri dan mengibarkan peperangan. Dengan demikian, para pengusaha yang menyediakan cara terbaik dan termurah atas semua hal-hal yang dibutuhkan untuk memenuhi keinginan-keinginan tersebut akan berhasil menjadi kaya. Apa yang penting dalam kerangka perekonomian pasar bukanlah penilaian akademis tentang nilai, melainkan valuasi yang sebenar-benarnya dimanifestasikan oleh penduduk dengan jalan membeli atau tidak membeli.

Kepada mereka yang masih menggerutu terhadap ketidakadilan sistem pasar hanya satu nasihat dapat diberikan: Jika Anda ingin mencapai kekayaan, coba puaskan masyarakat dengan menyediakan sesuatu yang lebih murah bagi mereka, atau yang mereka lebih sukai. Coba kalahkan Pinkapinka dengan ramuan minuman lain. Kesetaraan di muka hukum memberi Anda kekuatan untung menantang setiap jutawan. Di pasar yang tidak tersabotase oleh pembatasan-pembatasan pemerintah, semata-mata kesalahan

Page 13: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

13

Anda sendirilah jika Anda tidak dapat mengalahkan si Raja Coklat, bintang film, atau jawara tinju.

Namun, jika ketimbang kekayaan yang mungkin Anda dapatkan lewat bisnis garmen atau tinju profesional ternyata Anda lebih menyukai kepuasan dari penulisan puisi atau filsafat, maka Anda bebas melakukan hal tersebut. Dengan demikian, tentunya Anda tidak akan menghasilkan uang sebanyak mereka yang melayani mayoritas. Sebab demikianlah hukum demokrasi di ekonomi pasar. Mereka yang memuaskan keinginan sejumlah kecil orang hanya akan mendapatkan suara-berupa uang–yang lebih sedikit ketimbang mereka yang memuaskan orang lebih banyak. Dalam hal penciptaan uang, bintang film akan mengalahkan filsuf; pembuat Pinkapinka akan melampaui penghasilan komposer simfoni.

Penting disadari bahwa kesempatan berkompetisi demi “hadiah yang diberikan oleh masyarakat” merupakan sebuah institusi sosial. Dia tidak menghilangkan atau mengurangi ketidaksempurnaan yang melekat yang di dalamnya yang dilimpahkan alam kepada banyak orang. Dia tidak dapat mengubah kenyataan bahwa tidak sedikit orang memang terlahir sakit-sakitan atau menjadi cacat di kemudian hari. Peranti biologis manusia memberi batasan ketat terhadap lahan kehidupan di mana ia dapat berkecimpung. Kelas masyarakat yang memiliki kemampuan untuk berpikir mandiri dipisahkan oleh sebuah jurang dari kelas lain yang tidak dapat berpikir demikian.

4. Kekesalan Akibat Ambisi yang Gagal

Sekarang kita dapat mencoba memahami mengapa orang membenci kapitalisme.

Di masyarakat yang berbasis kasta dan status, setiap individu dapat menyalahkan nasib buruk yang mereka alami kepada kondisi-kondisi di luar kendalinya. Kalau ia menjadi budak, itu disebabkan oleh sebuah kekuatan non-manusiawi yang telah menakdirkan segalanya dan telah memberinya kelas demikian. Oleh karena status

Page 14: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

14

tersebut bukan akibat dari perbuatannya sendiri, tidak ada alasan baginya untuk merasa nista atas kepapaannya. Istrinya tidak bisa menyalahkan dirinya atas statusnya itu. Jika sang istri bertanya: “Mengapa Kang Mas bukan seorang bangsawan? Kan kalau Kang Mas bangsawan, aku jadi permaisurinya,” ia mungkin akan menanggapinya begini: “Seandainya aku terlahir sebagai pangeran, Dik, aku tidak bakal mengawini putri budak, melainkan Tuan Putri dari bangsawan lain; mengapa sampeyan ini bukan putri, itu jelas kesalahan adik semata, sebab adik tidak pintar dalam memilih orang tua!”

Di bawah kapitalisme, halnya berbeda sama sekali. Di sini nasib semua orang tergantung pada apa yang dilakukannya kepada dirinya sendiri. Setiap orang yang ambisinya tidak sepenuhnya tercapai mengetahui dengan baik bahwa ia telah kehilangan kesempatan dan dianggap gagal oleh sesamanya. Jika istrinya mengeluh kepadanya: “Mengapa Kang Mas hanya diupah delapan puluh kepeng per minggu? Kalau saja Kang Mas sepintar temanmu Mas Pailul yang mandor itu, hidupku tentu akan lebih baik,” ia menjadi sadar akan inferioritasnya dan merasa terhina.

Kerasnya kapitalisme sebagaimana sering dipergunjingkan terletak pada kenyataan bahwa sistem ini memang menangani setiap orang sesuai dengan kontribusinya kepada kesejahteraan sesamanya. Pengaruh dari prinsip dasarnya, yang mengatakan bahwa setiap orang mendapatkan sesuai pencapaiannya, bukanlah alasan bagi kekurangan-kekurangan yang bersifat personal.

Tiap orang merasakan bahwa orang lain, yang sesungguhnya tidak berbeda darinya, berhasil sementara ia sendiri gagal. Tiap orang mengetahui bahwa banyak pihak yang telah membangkitkan rasa irinya adalah orang-orang yang telah menempa dirinya sendiri dari posisi awal yang sama dengan posisinya. Dan, yang lebih buruk lagi, ia mengetahui pula bahwa orang lain juga mengetahui hal ini. Ia membaca di mata anak-anak dan istrinya semacam tuntutan yang tak terkatakan: “Bapak kok tidak lebih pintar dari orang lain?” Ia menyadari bagaimana masyarakat mengagumi orang yang lebih

Page 15: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

15

sukses dari dirinya dan bagaimana mereka memandang rendah atau iba akan kegagalannya.

Apa yang membuat banyak orang tidak bahagia dengan kapitalisme adalah fakta bahwa kapitalisme memberi semua orang kesempatan guna mencapai posisi yang paling diinginkan yang, tentu saja, hanya dapat dicapai oleh segelintir orang. Apapun yang telah diperoleh seseorang bagi dirinya, hal tersebut tidak lebih merupakan sebagian dari ambisinya akan kemenangan. Di matanya akan selalu ada orang yang lebih berhasil darinya; orang lain yang lebih hebat darinya, yang terhadapnya ia menumbuhkan, di alam bawah sadarnya, suatu kompleks inferioritas. Seperti itulah sikap tunawisma terhadap orang yang memiliki pekerjaan tetap, atau pekerja pabrik terhadap sang mandor, eksekutif terhadap wakil dirut, wakil dirut terhadap dirut, atau orang yang bergaji tiga ratus ribu dolar terhadap milyuner, dan seterusnya dan selanjutnya. Kemandirian dan ekuilibrium moral setiap orang selalu terusik oleh pemandangan mereka yang telah membuktikan bahwa kemampuan dan kecakapan mereka lebih hebat. Semua orang menyadari kekalahan dan kekurangan diri masing-masing.

Sederet panjang penulis Jerman yang secara radikal menolak gagasan “Barat” tentang Pencerahan dan filsafat sosial rasionalisme, utilitarianisme dan laissez faire serta kebijakan-kebijakan yang dikemukakan oleh aliran pemikiran ini diawali oleh Justus Möser.*) Salah satu prinsip baru yang membangkitkan amarah Möser adalah tuntutan bahwa promosi pejabat militer dan pegawai negeri harus berdasarkan pada kecakapan dan kemampuan personal dan bukan pada asal-usul keluarga dan garis bangsawannya, umurnya atau lamanya masa tugas. Hidup di masyarakat di mana kesuksesan tergantung secara ekslusif kepada kecakapan pribadi, menurut Möser, semata-mata tidak dapat diterima. Sebagaimana kodrat manusia, semua orang rentan untuk menilai dirinya lebih tinggi ketimbang nilai atau ganjaran yang sebenarnya. Jika tempat seseorang dalam hidup ini harus dikondisikan oleh faktor-faktor lain selain kecemerlangannya yang inheren, pihak lain yang berada di bawah anak tangga dapat

Page 16: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

16

menerima kenyataan ini dan, karena mengetahui nilainya sendiri, masih dapat menjaga martabat dan kehormatan dirinya. Tetapi halnya berbeda jika sistem merit saja yang dijadikan patokan. Dalam sistem demikian, mereka yang tidak sukses akan merasa tersinggung dan terhina. Kebencian dan rasa permusuhan terhadap mereka yang lebih hebat pasti akan muncul.[1]

Sistem harga dan pasar dari kapitalisme membentuk sebuah masyarakat di mana prestasi (merit) dan pencapaian menentukan keberhasilan atau kegagalan seseorang. Apapun yang mungkin dipikirkan orang terhadap bias Möser terhadap prinsip prestasi tersebut, harus diakui bahwa ia benar dalam menggambarkan salah satu konsekuensi psikologisnya. Möser memberi tilikan terhadap perasaan yang dialami mereka yang gagal.

Guna menenangkan diri dan untuk memperbaiki harkatnya dirinya, seseorang yang gagal memerlukan kambing hitam. Ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa kegagalannya bukanlah akibat kesalahannya. Ia setidaknya sama cemerlang, efisien dan rajinnya seperti mereka yang mengalahkannya. Sayangnya, tatanan sosial yang keji di masyarakat kita tidak menghadiahi orang-orang yang paling telah berjasa; tatanan sosial ini memberi mahkota raja kepada mereka yang culas, pembohong, penipu, ekspoitir, dan individualis kampungan. Sementara yang membuat dirinya gagal adalah kejujurannya. Ia terlalu baik untuk mencoba trik-trik rendahan yang membawa para pesaingnya ke puncak kesuksesan. Kondisi di bawah kapitalisme memaksa orang untuk memilih antara kebajikan dan kemiskinan di satu sisi, dan kejahatan dan kekayaan di sisi lain. Ia sendiri, puji Tuhan, telah memilih alternatif pertama dan menampik yang kedua.

Pencarian kambing hitam ini adalah sebuah sikap manusia di bawah tantanan sosial yang memperlakukan setiap manusia berdasarkan kontribusinya kepada kesejahteraan sesamanya dan di mana semua orang dengan demikian merupakan pembentuk nasibnya sendiri. Di dalam masyarakat yang seperti ini setiap anggota masyarakat yang ambisi-ambisinya tidak terpuaskan akan merasa kesal terhadap

Page 17: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

17

kekayaan mereka yang lebih berhasil darinya. Mereka yang tergolong bebal akan melampiaskan perasaan ini melalui hujatan dan celaan. Mereka yang lebih canggih tidak menceburkan diri dalam penghujatan personal yang demikian. Mereka menyublimasikan kebencian mereka ke dalam filsafat, yakni filsafat anti-kapitalisme, untuk membebaskan diri dari suara hati mereka yang tak terdengar, yang mengatakan bahwa sebenarnya kegagalan mereka sepenuhnya akibat kesalahan mereka sendiri. Fanatisme mereka dalam mempertahankan kritik mereka ini terhadap kapitalisme justru disebabkan oleh kenyataan bahwa mereka menolak kesadaran mereka sendiri bahwa pandangan mereka keliru.

Penderitaan akibat ambisi frustrasi ini terutama dialami oleh orang-orang yang hidup di masyarakat yang berpedoman pada kesetaraan di muka hukum. Ini tidak disebabkan oleh kesetaraan hukum itu sendiri, melainkan oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat di mana terdapat kesetaraan hukum, ketidaksamaan intelektual, tekad manusia berikut aplikasinya justru menjadi terlihat. Jurang yang memisahkan manusia sebagaimana adanya dan pencapaian sejatinya dari anggapan pribadi terhadap dirinya serta pencapaiannya sendiri justru akan terungkap tanpa ampun. Impian tentang dunia yang “adil” yang akan memperlakukan dirinya sesuai dengan “nilai sejatinya” adalah pelarian bagi orang-orang yang tidak memiliki pengetahuan tentang diri mereka sendiri.

5. Kekesalan Intelektual

Orang-biasa pada umumnya tidak memiliki kesempatan untuk bergaul dengan mereka yang telah mendulang kesuksesan melebihi dirinya. Ia bergerak dalam lingkaran sesama orang biasa. Ia tidak pernah bertemu dengan bosnya secara sosial. Ia tidak pernah belajar dari pengalaman pribadi tentang betapa berbedanya seorang pengusaha atau eksekutif dalam hal-hal menyangkut kecakapan dan kemampuan yang diperlukan agar berhasil melayani konsumen. Rasa iri dan kesal yang timbul kemudian ini tidak dapat dilampiaskan kepada orang lain yang sama-sama terdiri atas darah

Page 18: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

18

dan daging, kecuali pada pada abstraksi-abstraksi yang samar seperti “pengelola”, “modal”, dan “Wall Street.” Kebenciannya kepada bayangan samar tersebut tidak mungkin dapat dilampiaskan dengan kegetiran yang sama seperti yang mungkin dirasakannya terhadap sesamanya, yang ditemuinya sehari-hari.

Lain halnya dengan orang-orang yang oleh sebab kondisi-kondisi khusus dari pekerjaan atau afiliasi keluarga, memiliki kesempatan untuk berhubungan secara pribadi dengan para pemenang “tropi” kompetisi yang–dalam keyakinan mereka–sudah selayaknya mereka peroleh. Terhadap mereka, rasa frustrasi akibat ambisi yang gagal menjadi kian pahit sebab kebencian yang timbul adalah terhadap makhluk hidup yang konkret. Mereka membenci kapitalisme karena kapitalisme ternyata menyerahkan kedudukan yang mereka dambakan kepada para pemenang tersebut.

Begitulah yang terjadi dengan orang-orang yang umum disebut sebagai kaum intelektual. Mari telaah para dokter. Rutinitas dan pengalaman sehari-hari membuat setiap dokter menyadari kenyataan bahwa ada hirarki yang memeringkat para praktisi kesehatan berdasarkan prestasi dan tingkat pencapaian. Mereka yang lebih unggul daripada dirinya, yang metode dan inovasi mereka harus ia pelajari dan praktikkan agar ia tetap mutakhir, dulunya adalah teman-teman sekelas ketika di fakultas kedokteran. Dulu, mereka bekerja bersamanya sebagai internes; bersama-sama mengikuti pertemuan-pertemuan di berbagai asosiasi medis. Ia bertemu dengan mereka di ranjang pasien, juga di saat berlangsung kenduri sosial. Di antara mereka mungkin teman-teman pribadinya atau pernah terkait dengannya. Semuanya memperlakukannya dalam tingkat kesopanan tertinggi, bahkan menyebutnya sebagai kolega yang baik. Tetapi mereka menjulang jauh lebih tinggi melampauinya, dalam hal apresiasi masyarakat dan seringkali juga dalam hal penghasilan. Mereka telah mengalahkannya dan kini dapat digolongkan sudah berbeda “kelas”.

Bila ia membandingkan dirinya dengan mereka, ia akan dilanda rasa hina. Namun, ia harus senantiasa hati-hati dalam menekan

Page 19: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

19

kekesalan dan rasa irinya. Sedikit saja tanda tersebut terlihat, itu akan dianggap sebagai perilaku yang amat buruk dan derajatnya akan jatuh di mata semua orang. Ia harus menelan semua hal yang memalukan ini dan membelokkan kesumatnya kepada target pelampiasan. Semuanya ini pada akhirnya ia arahkan pada tata perekonomian masyarakat, yaitu sistem kapitalisme yang keji. Kalau bukan lantaran sistem yang tidak adil ini, ia pasti akan mendapatkan kekayaan yang setimpal dengan segala kemampuan, bakat, semangat dan pencapaiannya.

Hal serupa juga berlaku bagi pengacara, guru, pekerja seni, penulis, wartawan, arsitek, peneliti ilmiah, insinyur, ahli kimia, atau lainnya. Mereka rentan terhadap rasa frustrasi jika kolega-kolega mereka, yang dulunya merupakan para sahabat dan kroni saat di kampus dulu, mendapat promosi. Kekesalan ini bahkan tertoreh semakin dalam dengan adanya kode etis dan perilaku profesional yang memberi tabir kesetiakawanan dan kemitraan di atas realitas kompetisi.

Untuk dapat memahami kebencian seorang intelektual terhadap kapitalisme, orang harus menyadari bahwa di dalam dirinya sistem ini terinkarnasi dalam diri beberapa rekan sejawat yang telah berhasil, yang keberhasilannya membuat dirinya gusar dan yang ia anggap bertanggungjawab atas rasa frustrasi akibat ambisi yang jauh di luar jangkauannya. Ketidaksenangannya yang mendalam terhadap kapitalisme hanyalah tabir kebencian terhadap kesuksesan beberapa rekan sekerja.

6. Prasangka Anti-Kapitalistik Intelektuan Amerika

Timbulnya fenomena berupa prasangka anti-kapitalistik di kalangan intelektual tidak saja terbatas pada satu atau beberapa negara saja. Fenomena ini lebih umum dan lebih mengenaskan terjadi di Amerika Serikat ketimbang di negara-negara Eropa. Guna menjelaskan kenyataan yang agak mengejutkan ini kita perlu menelaah apa yang disebut sebagai “masyarakat”, atau yang dalam bahasa Prancisnya disebut ‘le monde.’

Page 20: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

20

Di Eropa, pengertian “masyarakat” mencakup semua tokoh ternama yang menonjol di setiap bidang kegiatan. Negarawan, pemimpin parlemen, kepala departemen di institusi pemerintahan, penerbit, penyunting koran atau majalah utama, penulis, ilmuwan, seniman, aktor, musisi, insinyur, pengacara serta dokter dan lainnya, bersama-sama dengan para pengusaha dan para keturunan aristokrat dan bangsawan, membentuk apa yang dianggap sebagai masyarakat yang baik. Mereka berhubungan dengan satu sama lain di pesta-pesta makan malam, jamuan teh, bazar amal, pasar raya, atau di hari-hari pembersihan (varnishing days*); mereka mengunjungi restoran, hotel dan tempat peristirahatan yang sama. Bila bertemu, mereka membicarakan hal-hal yang intelektual, sebuah modus interaksi sosial yang mulanya berkembang pada abad Pencerahan Italia dan disempurnakan di salon-salon Parisian dan kelak ditiru “masyarakat” di semua kota penting di Eropa Barat dan Tengah. Tanggapan terhadap gagasan dan ideologi baru terjadi lebih dulu di perhelatan-perhelatan sosial, sebelum pengaruhnya merembes ke lingkaran-lingkaran yang lebih luas. Orang tidak dapat berurusan dengan, misalnya, sejarah fine arts atau kesusastraan abad ke-19 tanpa menganalisis peran “masyarakat” tersebut dalam menyokong dan menolak protagonis mereka.

Akses ke masyarakat Eropa terbuka bagi siapa saja yang telah memiliki reputasi di bidang apa saja. Hal ini mungkin lebih mudah bagi mereka yang keturunan bangsawan dan keluarga kaya-raya ketimbang bagi rakyat jelata, yang berpenghasilan rendah. Namun, baik kekayaan maupun gelar para anggota dalam kelompok ini tidak memberi mereka ranking dan gengsi yang hanya diperuntukkan bagi pribadi-pribadi yang telah membuat perbedaan yang hebat. Para bintang di salon-salon Parisian bukanlah para milyuner, melainkan para anggota Académie Française. Kaum intelektual berjaya; yang lain hanya ikut-ikutan, setidaknya dalam hal minat terhadap hal-hal yang berbau intelektual.

Masyarakat dalam pengertian semacam ini asing bagi latar Amerika. Yang disebut “masyarakat” di Amerika Serikat hampir eksklusif terdiri atas keluarga-keluarga terkaya. Jarang terjadi

Page 21: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

21

interaksi sosial antara para pebisnis yang sukses dengan para tokoh kenamaan semacam penulis, seniman atau ilmuwan. Orang-orang yang terdaftar di Social Register*) tidak berhubungan sosial dengan para pembentuk opini publik atau mereka yang memperkenalkan gagasan-gagasan yang akan menentukan masa depan bangsa. Kebanyakan dari para “sosialita” tidak tertarik pada buku dan ide. Saat mereka bertemu dan sedang tidak bermain kartu, mereka lebih senang bergosip tentang orang lain atau lebih membicarakan soal olahraga ketimbang budaya. Bahkan mereka yang tidak sepenuhnya “anti” membaca, masih menganggap bahwa para penulis, ilmuwan dan seniman bukanlah orang-orang yang tepat untuk duduk semeja. Ada jurang yang nyaris tak terseberangi antara “masyarakat” dan para intelektual.

Munculnya situasi ini mungkin dapat dijelaskan secara historis. Namun, penjelasannya tetap tidak akan mengubah fakta. Rasa kesal kaum intelektual dan reaksi mereka akibat dipandang remeh oleh anggota “masyarakat” juga tidak akan lenyap atau berkurang dengannya. Penulis dan ilmuwan Amerika cenderung rentan menganggap pengusaha kaya sebagai barbar yang maunya hanya mendapatkan uang. Profesor memandang rendah kepada alumi yang lebih condong kepada tim sepakbola kampus ketimbang pencapaian akademis. Profesor ini mungkin akan merasa terhina jika mengetahui bahwa gaji seorang pelatih ternyata lebih besar daripada gaji seorang profesor-filsafat ternama. Peneliti yang melalui hasil penelitiannya berhasil menciptakan cara produksi baru akan membenci pebisnis yang cuma berminat pada nilai uang atas karyanya tersebut. Kiranya hal ini sangat signifikan sehingga sejumlah fisikawan peneliti Amerika bersimpati pada sosialisme atau komunisme. Oleh karena kurangnya pemahaman ekonomi mereka, sementara mereka menyadari bahwa para dosen ekonomi di universitas mereka toh juga menentang apa yang disebut-sebut sebagai sistem laba, maka tidak ada sikap lain yang bisa diharapkan dari mereka.

Seandainya ada sekelompok orang ingin memisahkan diri dari selebih penduduk bangsa ini, terutama dari para pemimpin

Page 22: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

22

intelektualnya, maka tanpa dapat dihindari, sebagaimana yang lumrah terjadi di “masyarakat” Amerika, kelompok tersebut akan menjadi sasaran kritik yang agak beraroma permusuhan dari mereka yang merasa dijauhkan. Eksklusivisme sebagaimana dipraktikkan oleh penduduk kaya Amerika telah membuat mereka, dalam pengertian tertentu, semacam orang buangan. Mereka mungkin merasa bangga bahwa mereka berbeda. Apa yang gagal mereka pahami adalah bahwa penarikan-diri yang mereka lakukan membuat mereka terisolasi sendiri dan menyulut permusuhan yang membuat para intelektual cenderung memilih kebijakan anti-kapitalistik.

7. Kegusaran Para Pekerja Kerah-Putih

Selain oleh rasa benci terhadap kapitalisme sebagaimana sering diidap oleh penduduk pada umumnya, pekerja kerah-putih bekerja keras di bawah dua jenis penderitaan lain, yang khas dialami oleh pekerja dalam kategori ini.

Ia, yang sehari-harinya berkutat di balik meja sambil menuliskan kata-kata dan angka-angka pada helaian kertas, rentan untuk cenderung membesar-besarkan nilai pekerjaannya. Serupa bosnya, ia juga menulis dan membaca di kertas tersebut, hal-hal yang dikatakan oleh orang-orang lain, dan berbicara secara langsung atau melalui telepon dengan orang-orang lain. Dengan angkuh ia membayangkan dirinya sendiri sebagai anggota elit pengelola perusahaan dan membandingkan tugasnya dengan tugas majikannya. Sebagai pekerja yang menggunakan “otak”, ia memandang rendah kepada pekerja fisik yang bertangan kasar lagi kotor. Jika upah pekerja kasar ini ternyata lebih tinggi dan jasanya lebih dihargai ketimbang upah dan jasanya sendiri, hal ini akan membuatnya murka. Betapa memalukannya, pikirnya: kapitalisme bukannya menghargai nilai sejati tugas “intelektual” malah lebih menghargai pekerjaan rendahan yang dilakukan kaum yang “tidak terdidik.”

Page 23: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

23

Dengan mempertahankan gagasan primordial (atavistik) semacam itu terhadap makna pekerjaan kantoran dan pekerjaan kasar, pekerja kerah-putih menutup mata sehingga tidak mampu mengevaluasi situasi yang sebenarnya. Ia tidak melihat bahwa tugas klerikal yang dilakukannya sebagai pekerjaan tugas rutin semata yang hanya membutuhkan pelatihan sederhana; sementara para pekerja “fisik” yang membangkitkan rasa irinya sebenarnya adalah pekerja mekanik atau teknisi tingkat tinggi yang memahami dengan baik cara menangani mesin dan peralatan yang serba canggih dalam industri modern. Miskonstruksi terhadap duduknya perkara semacam inilah yang persisnya menjelaskan bagaimana juru tulis kantoran tersebut kurang memiliki tilikan dan akal yang kuat.

Di sisi lain, pekerja klerikal, sebagaimana para profesional lain, dalam kesehariannya sering berhubungan mereka yang telah sukses melebihi dirinya. Ia mendapati bahwa beberapa karyawan yang dulunya setingkat dengannya kini telah meniti karir dalam jenjang hirarki kantor, sementara ia sendiri masih merangkak di bawah. Baru kemarin rasanya si Budi setingkat dengannya; sekarang ia sudah menempati posisi yang lebih penting dan dengan gaji yang lebih besar. Tentu saja, demikian ia simpulkan, keberhasilan si Budi ini berkat kecurangan dan tipu dayanya, yang dapat mendongkrak karir orang di bawah sistem kapitalisme yang tidak adil, yang di banyak buku dan koran telah dihujat oleh semua ilmuwan dan politisi sebagai akar dari aneka kebatilan dan kesengsaraan.

Ekspresi klasik dari kesombongan para pekerja klerikal dan keyakinan khas atas imajinasi mereka bahwa pekerjaan rendahan yang mereka lakukan adalah juga bagian dari kegiatan kewirausahaan yang karakteristiknya serupa sama dengan sifat pekerjaan yang dilakukan para bos mereka, dapat dijumpai pada penggambaran Lenin tentang “kontrol terhadap produksi dan distribusi” dalam sebuah eseinya yang paling populer. Lenin sendiri dan kebanyakan sejawat yang berkonspirasi dengannya tidak pernah mempelajari banyak tentang operasi perekonomian pasar dan tidak pernah tertarik untuk mendalaminya. Semua yang mereka

Page 24: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

24

ketahui tentang kapitalisme adalah bahwa Marx telah menggambarkannya sebagai kebatilan yang paling batil. Mereka sendiri adalah para revolusioner profesional. Sumber penghasilan mereka hanyalah dana partai yang ditarik dari kontribusi dan langganan secara suka rela dan lebih sering non-sukarela, serta dari “penarikan” paksa. Tetapi sebelum 1917, sebagai orang-orang buangan di Eropa Barat dan Tengah, beberapa dari komrad Lenin ini sering bekerja rutin sebagai pekerja sementara di firma-firma bisnis. Pengalaman merekalah-pengalaman para juru tulis yang bertugas mengisi formulir dan mengisi lembar isian, menulis surat, mencatat angka-angka ke dalam buku catatan dan mengarsip surat-surat, yang memberi Lenin semua informasi tentang aktivitas kewirausahaan.

Lenin dengan tepat menarik perbedaan antara pekerjaan seorang pengusaha di satu sisi dan pekerjaan seorang insinyur, agronomis atau staf yang terdidik secara ilmiah lainnya di sisi lain. Para pakar dan teknolog ini terutama adalah mereka yang menjalani perintah. Di bawah kapitalisme, mereka akan patuh kepada kapitalis; di bawah sosialisme, mereka akan mematuhi “pekerja yang dipersenjatai.” Fungsi kapitalis dan pengusaha, berbeda: yakni, menurut Lenin, “kontrol terhadap produksi dan distribusi, dan kontrol terhadap para pekerja dan produk mereka.” Sedangkan tugas-tugas pengusaha dan kapitalis pada kenyataannya adalah menentukan untuk tujuan apa faktor-faktor produksi dipekerjakan demi melayani sebaik mungkin keinginan konsumen, antara lain: menentukan apa yang harus diproduksi, dalam kuantitas dan kualitas apa.

Akan tetapi, ternyata bukan demikian makna yang diimbuhkan Lenin terhadap istilah “kontrol”. Sebagai seorang Marxis, ia tidak menyadari masalah-masalah yang harus diatasi dalam proses produksi di bawah sistem organisasi sosial apapun, yaitu: kelangkaan faktor-faktor produksi, ketidakpastian kondisi masa depan yang harus diantisipasi oleh produksi, dan keharusan untuk memetik dari begitu banyak dan begitu membingungkannya metode teknologi yang cocok bagi pencapaian tujuan yang telah dipilih,

Page 25: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

25

dan yang paling memberi hambatan terkecil bagi pencapaian tujuan-tujuan lain–misalnya yang menimbulkan ongkos produksi paling rendah. Acuan terhadap hal-hal ini tidak dapat dijumpai dalam tulisan-tulisan Marx dan Engels. Apa yang dipelajari oleh Lenin tentang bisnis dari cerita para komradnya yang sesekali duduk di firma bisnis perlu ditulis, dicatat dan disingkap maknanya. Jadi, ia menyatakan bahwa “akuntansi dan kendali” adalah yang paling utama dalam mengorganisir dan memfungsikan masyarakat secara tepat. Tetapi “akuntansi dan kontrol,” menurutnya kemudian, telah “dibuat menjadi paling sederhana oleh kapitalisme, hingga mereka menjadi operasi-operasi yang luar biasa sederhana yaitu pengawasan, pencatatan dan penerbitan tanda terima, yang dapat dikuasai oleh siapa saja yang dapat membaca dan menulis dan mengetahui empat aturan pertama aritmatika.”[1]

Di sini kita berjumpa dengan filsafat pegawai kantoran di puncak kejayaannya.

8. Kekesalan Para “Sepupu”

Di pasar yang tidak terkendala oleh interferensi kekuatan-kekuatan eksternal, proses yang cenderung menyerahkan kontrol terhadap faktor-faktor produksi ke tangan mereka yang paling efisien, tidak pernah berhenti. Begitu seseorang atau sebuah firma mulai mengendur dalam upayanya memenuhi, dalam cara sebaik mungkin, kebutuhan-konsumen yang paling mendesak namun belum terpenuhi sepenuhnya, maka hilangnya akumulasi kekayaan melalui keberhasilan terdahulu pun mulai memasuki latar. Seringkali tergerusnya peruntungan seorang pengusaha dimulai di jalur kehidupannya ketika segenap keceriaannya, energi serta kepandaiannya mulai mengendur dan memudar seiring dengan lanjutnya usia, datangnya penyakit, dan menurunnya kemampuannya dalam menyesuaikan jalannya roda usaha terhadap struktur pasar yang berubah tanpa henti. Hal ini lebih sering disebabkan oleh kelambanan di pihak para penerus, yang menyia-nyiakan peninggalannya. Jika anak cucu yang bebal dan pasif ini tidak mundur saja dari perusahaan dan bertahan sebagai orang

Page 26: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

26

gajian meski tidak melakukan apa-apa, mereka berutang kekayaan kepada institusi dan juga kepada tindakan politis yang didikte oleh kecenderungan mereka yang antikapitalistik. Mereka menarik diri dari pasar, institusi yang tidak mengenal cara lain untuk menjaga kekayaan selain dengan memerolehnya setiap hari melalui kompetisi yang ketat dengan semua orang, baik dengan firma lain yang telah berdiri maupun dengan pemain baru yang dengan modal minim. Mereka membeli obligasi pemerintah, dan dengan begitu bersembunyi di balik ketiak pemerintah yang berjanji akan melindungi mereka dari bahaya pasar di mana kekalahan adalah penalti bagi siapa saja yang tidak efisien.[2]

Namun demikian, ada pula beberapa keluarga yang berhasil menurunkan keterampilan atau kemampuan tinggi yang dibutuhkan bagi keberhasilan wirausaha mereka hingga beberapa generasi. Satu atau dua anak atau cucu atau bahkan cicit mereka memiliki kemampuan yang setara dengan, atau bahkan melampaui, kemampuan pendahulunya. Kekayaan yang diperoleh dari nenek moyang ini tidak berkurang, malah justru semakin bertambah.

Kasus-kasus seperti ini tentu jarang terjadi. Mereka menjadi menarik perhatian kita, tidak saja lantaran kelangkaannya, melainkan juga atas dasar kenyataan bahwa orang yang tahu bagaimana membesarkan bisnis hasil warisan akan menikmati prestis yang ganda: yaitu kehormatan yang ditunjukkan orang bagi orangtua mereka, dan yang ditujukan kepada mereka sendiri. Para “patricians” seperti itu, sebagaimana mereka sering disebut oleh orang-orang yang tidak mengenal perbedaan antara masyarakat status dan masyarakat kapitalistik, kebanyakan adalah orang-orang yang mengembangkan kehalusan cita rasa dan perilaku penuh budi pekerti, yang memiliki bekal keterampilan dan kerajinan sebagai pengusaha yang pekerja keras. Sebagian mereka menjadi pengusaha terkaya di negaranya, bahkan di dunia.

Kondisi-kondisi dari segelintir manusia terkaya yang disebut sebagai keluarga “patrician” inilah yang harus kita telaah secara

Page 27: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

27

mendalam untuk menjelaskan fenomena yang memainkan peran penting di dalam propaganda dan mesin antikapitalistik.

Bahkan di keluarga-keluarga yang beruntung ini, kualitas yang diperlukan agar dapat berhasil di bisnis tidak turun atau terwariskan kepada semua anak atau cucu. Umumnya, hanya satu, atau paling banyak dua anak saja dari setiap generasi yang diberkahi dengan kemampuan tersebut. Dengan demikian menjadi amat penting, demi keberlangsungan kekayaan keluarga, bahwa persoalan bisnis dipercayakan kepada satu atau dua orang tesebut, sementara para anggota lainnya hanya mendapat posisi yang memberi mereka hak atas sejumlah kuota hasil bisnis tersebut. Metode apa yang dipilih untuk mengatur hal tersebut, berbeda-beda dari satu ke lain negara, sesuai dengan perundangan khusus yang berlaku di tingkat nasional dan lokal. Namun demikian, efeknya selalu sama saja. Mereka membagi keluarga menjadi dua kategori, yaitu: pelaku bisnis dan non-pelaku bisnis.

Kategori kedua ini biasanya terdiri atas orang-orang terkait dekat dengan kategori pertama, yang di sini kita sebut saja sebagai kelompok para bos. Mereka [yang termasuk kategori kedua] adalah saudara kandung laki-laki, sepupu, keponakan bos, atau lebih sering lagi saudara perempuan kandung, adik ipar yang sudah menjanda, keponakan perempuan dan lain sebagainya.

Kita sebut saja para anggota kategori kedua ini sebagai kelompok para sepupu.

Para sepupu mendapat penghasilan dari firma. Tetapi mereka sendiri tidak mengetahui apa-apa tentang kehidupan bisnis dan berbagai masalah yang harus dihadapi pengusaha.

Mereka dididik di sekolah dan kampus mentereng, yang atmosfirnya penuh dengan cibiran angkuh terhadap semangat pencarian uang, yang dianggap rendah. Beberapa dari kelompok ini menghabiskan waktu di klab-klab malam dan tempat-tempat hiburan lainnya, sambil bertaruh dan berjudi, berpesta mabuk-

Page 28: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

28

mabukan, dan berfoya-foya dalam berbagai bentuk kecelaan yang mahal. Sementara, anggota lainnya menyibukkan diri secara amatiran di bidang seni lukis, tulis menulis atau seni lainnya. Dengan kata lain, kebanyakan mereka tidak melakukan apa-apa dan tergolong tidak berguna. Pengecualian tentu ada, dan juga bahwa pencapaian anggota kelompok sepupu yang termasuk dalam pengecualian ini jauh melampaui skandal yang ditimbulkan oleh perilaku provokatif anggota lainnya yang menjadi playboy atau pemboros. Banyak dari para pengarang, ilmuwan dan pejabat ternama dapat digolongkan sebagai “para gentlemen pengangguran” semacam itu. Terbebas dari keharusan mencari penghasilan melalui pekerjaan yang bermanfaat dan jarang dimintai bantuan oleh mereka yang menggandrungi fanatisme tertentu, mereka pun menjadi pionir gagasan baru. Sedangkan anggota lainnya, yang tidak memiliki inspirasi, menjadi para Maecena*) bagi para artis yang, tanpa dukungan keuangan dan tepuk tangan dari pengagum mereka, tidak berada dalam posisi untuk mencapai karya kreatif mereka. Peran dari manusia-manusia berduit di dalam evolusi intelektual dan politis di Inggris Raya telah sering ditekankan oleh banyak sejarawan. Latar inilah, di mana para pengarang dan artis di Prancis abad ke-19 hidup dan menerima sokongan, yang disebut sebagai le monde, “masyarakat”.

Namun demikian, kita di sini tidak sedang berurusan dengan dosa-dosa para para playboy ataupun kecemerlangan sekelompok orang kaya lainnya. Tema kita adalah peran yang dimainkan oleh sekelompok khusus para sepupu dalam melakukan diseminasi doktrin yang ditujukan pada pengrusakan perekonomian pasar. Banyak dari para sepupu ini merasa bahwa mereka telah diperlakukan secara salah dengan segala pengaturan perkara keuangan mereka dengan para bos dan perusahaan keluarga. Terlepas dari apakah pengaturan ini dibuat atas wasiat bapak atau kakek mereka, atau berdasarkan perjanjian yang mereka tandatangani sendiri, mereka merasa apa yang mereka terima terlalu sedikit sedangkan para bos menerima terlalu banyak.

Page 29: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

29

Oleh karena mereka tidak mengenal serba-serbi usaha dan pasar, mereka - bersama Marx - teryakinkan bahwa modal secara otomatis akan “membiakkan laba”. Mereka tidak melihat alasan apapun mengapa para anggota keluarga yang bertanggungjawab atas jalanannya usaha harus berpenghasilan lebih besar ketimbang mereka. Mereka terlalu bebal untuk dapat menilai sendiri dengan benar apa arti neraca keuangan atau akuntansi laba-rugi; mereka merasa curiga bahwa setiap tindakan yang dilakukan para bos adalah upaya menyurangi mereka dan melucuti apa yang menjadi hak mereka.

Mereka pun saling bertengkar satu sama lain.

Tidaklah mengherankan jika pada akhirnya para bos kehilangan kesabaran. Mereka bangga akan keberhasilan mereka dalam mengatasi berbagai hambatan yang datang dari pemerintah dan dari serikat pekerja terhadap bisnis besar mereka. Sepenuhnya mereka sadar akan fakta bahwa, jika tidak karena efisiensi dan kegigihan mereka, perusahaan yang mereka pimpin akan sudah akan runtuh berserakan, dan bisa jadi pula keluarga mereka akan harus menjual seluruh harta kekayaan yang ada. Mereka percaya bahwa para sepupu harus bertindak secara adil sesuai dengan kontribusi mereka. Bagi mereka, keluhan para sepupu ini tidak sopan dan memalukan.

Percekcokan keluarga antara para bos dan sepupu mereka adalah urusan keluarga mereka. Namun, masalah ini menjadi penting ketika para sepupu tersebut, dalam upaya membuat kesal para bos, bergabung dengan kamp antikapitalistik dan mendanai berbagai macam usaha yang “progresif”. Sebagian para sepupu ini sangat antusias dalam mendanai pemogokan, bahkan pemogokan di dalam kantor di mana penghasilan mereka berasal.[3] Adalah kenyataan yang terkenal bahwa kebanyakan majalah dan surat kabar “progresif” sepenuhnya tergantung pada subsidi yang sangat royal dari mereka. Para sepupu ini membiayai berbagai universitas, kampus dan institut yang progresif untuk berbagai kepentingan “riset sosial” dan menyeponsori berbagai kegiatan pesta komunis.

Page 30: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

30

Sebagai para “sosialis parlor” dan “Bolsheviks penthouse,”*) mereka memainkan peran penting sebagai “laskar proletar” yang memerangi “sistem kapitalisme yang kelam.”

9. Komunisme di Broadway dan Hollywood

Banyak dari mereka yang menikmati penghasilan dan kehidupan yang nyaman berkat kapitalisme mendambakan hiburan. Teater ramai dikunjungi orang. Uang bergelimang di dunia show business. Para aktor dan penulis lakon populer menikmati penghasilan enam-dijit mereka, dan tinggal di rumah-rumah bak istana, lengkap dengan pelayan berdasi dan kolam renangnya. Tentunya mereka bukan “tawanan rasa lapar.” Namun, Hollywood dan Broadway, pusat industri hiburan paling terkenal di dunia, adalah tempat kelahiran komunisme. Termasuk para pendukung Sovietisme yang paling fanatik adalah para penulis dan seniman.

Berbagai upaya telah digalang untuk menjelaskan fenomena ini. Dari semua interpretasi yang ada, hampir semuanya mengandungi butir kebenaran. Namun demikian, semua usaha tersebut gagal memperhitungkan motif utama yang telah mendorong para macan panggung dan bintang-layar menapaki tingkat yang revolusioner.

Di bawah kapitalisme, sukses material tergantung pada apresiasi di pihak konsumen yang berdaulat terhadap capaian seseorang. Dalam hal ini tidak ada bedanya layanan yang diberikan oleh seorang pengusaha dengan yang diberikan produser, aktor ataupun penulis lakon. Namun, kesadaran akan ketergantungan ini memberi pihak-pihak yang menggeluti show business ini lebih banyak kecemasan ketimbang mereka yang melayani konsumen melalui kenyamanan-kenyamanan yang berwujud. Para penghasil barang-barang fisik mengetahui ketika produk mereka dibeli untuk sifat-sifat fisik tertentu dari komoditas tersebut. Mereka dapat berharap secara wajar bahwa publik akan terus meminta komoditas tersebut sejauh tidak ada tawaran barang serupa yang lebih murah atau lebih baik kepada konsumen tersebut, sebab kebutuhan yang dipenuhi oleh barang-barang tersebut berpeluang kecil untuk berubah dalam

Page 31: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

31

jangka waktu singkat. Keadaan pasar bagi barang-baranga ini dapat, dalam tingkat tertentu, diantisipasi oleh setiap wirausahawan yang cerdas. Mereka dapat, dengan tingkat keyakinan tertentu, menatap ke masa depan.

Namun, halnya berbeda dengan dunia hiburan. Orang-orang menginginkan hiburan di saat mereka bosan. Bagi mereka, tidak ada yang lebih meletihkan daripada selain hiburan yang sudah mereka kenal. Esensi industri hiburan adalah variasi. Aplus dari para patron paling banyak diberikan bagi sesuatu yang baru dan, dengan demikian, tidak terduga dan mengejutkan. Mereka tidak terduga dan membingungkan. Mereka memandang rendah hari ini apa yang mereka senangi kemarin. Seorang maestro panggung atau layar lebar senantiasa takut pada kebinalan publik. Ia terbangun kaya dan tenar pada suatu pagi dan mungkin akan dilupakan orang esok hari. Ia mengetahui betul bahwa ia sepenuhnya bergantung kepada impuls dan imajinasi publik yang haus keriaan. Ia selalu diagitasi kecemasan. Seperti halnya master-builder dalam drama Ibsen*), ia takut kepada pendatang baru yang masih asing–para pemuda-pemudi enerjik yang siap menggasaknya demi disukai publik.

Jelas bahwa tidak ada hal yang membebaskan para insan panggung dari apa yang menimbulkan kecemasan mereka. Jadi, mereka berpegang pada akar jerami yang rapuh. Komunisme, menurut sebagian mereka, akan memberikan mereka wahyu. Bukankah sistem ini yang membuat semua orang bahagia? Bukankah orang-orang penting pernah bilang bahwa semua kebatilan manusia adalah akibat kapitalisme dan bahwa komunisme akan menghapus kebatilan itu? Bukankah mereka sendiri tergolong para pekerja keras, komrad sejati bagi kaum pekerja?

Cukup masuk akal untuk diasumsikan bahwa tidak seorang komunis pun di Hollywood dan Broadway yang pernah mempelajari karya-karya penulis sosialis manapun, apalagi analisis serius tentang perekonomian pasar. Namun justru fakta inilah, bagi para wanita, penari dan penyanyi, produser komedi, film dan lagu,

Page 32: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

32

yang memberi ilusi ganjil bahwa kesedihan khas mereka akan lenyap begitu para “juru sita” [ para kapitalis] tersebut justru disita. Sebagian orang, memang benar adanya, menyalahkan kapitalisme atas dasar kebodohan dan kenorakkan produk-produk yang dihasilkan oleh industri hiburan.

Tidak ada manfaatnya memperdebatkan hal ini. Namun, perlu diingat bahwa tidak ada latar lain di Amerika yang lebih antusias dalam menyodorkan komunisme ketimbang mereka yang berkolaborasi dalam memproduksi karya-karya drama dan film yang bodoh. Bila kelak sejarawan masa depan mencari fakta-fakta kecil yang penting dan akan sangat dihargai oleh Taine sebagai sumber materi*), maka ia tidak boleh lupa untuk menyebut peran yang dimainkan oleh para striptis ternama di dunia di dalam gerakan radikal Amerika.[4]

Page 33: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

33

BAB II. Filsafat Sosial Orang Biasa 1. KAPITALISME: MAKNA SEJATINYA VS. PANDANGAN MASYARAKAT

Munculnya ekonomi sebagai cabang baru ilmu pengetahuan merupakan satu peristiwa terpenting dalam sejarah kemanusiaan. Dengan membuka jalan bagi berdirinya pengusahaan kapitalistik oleh pihak swasta, ilmu ini dalam beberapa generasi [saja] berhasil mentransformasi semua urusan manusia dalam cara yang lebih radikal daripada yang pernah dialami selama sepuluh ribu tahun sebelumnya. Sejak lahir hingga mati, para penduduk negara yang kapitalistik telah diuntungkan dalam setiap menitnya oleh segala pencapaian luar biasa yang ditimbulkan cara-cara kapitalistik dalam berpikir dan bertindak.

Hal paling mengagumkan sehubungan dengan perubahan akibat kapitalisme yang belum pernah terjadi sebelumnya di muka bumi adalah kenyataan bahwa semua itu dicapai berkat segelintir penulis dan sejumlah kecil negarawan yang telah mengasimilasikan ajaran-ajaran para penulis tersebut. Massa, yang umumnya lamban, tidak mampu memahami fitur-fitur terpenting dari ajaran-ajaran tersebut. Demikian pula halnya dengan para pengusaha. Meskipun mereka, melalui perniagaan, telah mengefektifkan prinsip-prinsip laissez-faires, mereka gagal memahami bagaimana semua itu bekerja. Bahkan di puncak kejayaan liberalisme sekalipun, hanya segelintir orang saja memahami secara utuh bagaimana perekonomian pasar berfungsi. Peradaban Barat mengadopsi kapitalisme atas rekomendasi dari sejumlah kecil élite.

Pada dasawarsa pertama abad ke-19, banyak orang merasa asing akan persoalan-persoalan tersebut, dan keasingan ini dianggap sebagai satu kekurangan serius yang harus mereka atasi. Dalam periode selanjutnya, di tahun-tahun terjadinya peristiwa Waterloo dan Sebastopol*), tidak ada jenis buku lain yang lebih digemari di Inggris Raya selain risalah-risalah ilmu ekonomi. Namun,

Page 34: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

34

kecenderungan ini segera menyusut, sebab bidang kajian ekonomi ternyata sulit dicerna oleh publik pembaca.

Ekonomi di satu sisi memiliki begitu berbeda dari ilmu pengetahuan alam dan teknologi; juga berbeda, di sisi lain, dari sejarah ataupun yurisprudensi, bagi kebanyakan pemula, ilmu ini terkesan asing dan menyebalkan. Kajiannya yang heuristik dipandang dengan penuh kecurigaan oleh para peneliti yang berkutat di laboratorium, kantor arsip, ataupun perpustakaan. Singularitasnya yang epistemologis tampak tidak masuk akal bagi para penganut fanatik positivisme. Yang ingin dicari oleh kebanyakan orang di dalam buku teks ekonomi adalah pengetahuan yang pas dan cocok sempurna, sesuai dengan citra ilmu ekonomi dalam bayangan mereka, misalnya sebagai disiplin yang terstruktur sebagainmana struktur logis fisika atau biologi. [Karena ilmu ini berbeda dari bayangan mereka] Mereka menjadi bingung dan akhirnya berhenti menggumuli secara serius persoalan-persoalan yang analisisnya memerlukan usaha mental yang tidak biasa.

Sebagai akibat dari sikap tersebut, banyak orang menyamaratakan kemajuan dalam kondisi ekonomi dengan kemajuan yang dicapai dalam ilmu-ilmu pengetahuan sosial dan teknologi. Dalam pemahaman mereka, dalam jalannya sejarah kemanusiaan terdapat kecenderungan yang berlangsung secara mandiri ke arah kemajuan perkembangan ilmu-ilmu alam eksperimental dan aplikasi bagi terhadap solusi terhadap persoalan-persoalan teknologis. Kecenderungan ini tidak tertahankan; dia melekat pada takdir manusia, dan bekerjanya hal ini akan menimbulkan akibatnya, terlepas seperti apa organisasi politis atau ekonomis yang berlaku di dalam masyarakat. Dalam pemahaman mereka, kemajuan teknologis yang tidak pernah terjadi selama dua ratus tahun sebelumnya tersebut tidak disebabkan oleh atau dimungkinkan karena kebijakan ekonomi di jaman itu. [Menurut mereka] Capaian-capaian tersebut bukanlah hasil liberalisme klasik, perdagangan bebas, laissez faire dan kapitalisme. Semua ini dianggap akan terus berlangsung di bawah sistem organisasi ekonomi apapun di masyarakat.

Page 35: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

35

Doktrin-doktrin Marx menjadi diterima semata-mata karena ajaran-ajarannya mengadopsi interpretasi populer tentang bagaimana peristiwa-peristiwa tersebut dan membungkusnya dengan tabir filsafat-palsu yang membuatnya berterima dengan spiritualisme Hegelian ataupun materialisme rendahan. Dalam skema Marx, apa yang disebut sebagai “daya-daya produktif materiil” adalah entitas supermanusiawi yang terbebas dari kehendak dan tindakan manusia. Kekuatan-kekuatan ini mengikuti arahnya sendiri yang telah diresepkan oleh hukum-hukum yang lebih tinggi, yang mustahil diukur atau dihindari. Daya-daya tersebut lalu berubah secara misterius dan memaksa kemanusiaan untuk menyelaraskan organisasi sosialnya sesuai dengan perubahan-perubahan ini. Satu hal yang dijauhi oleh daya-daya produktif materiil ini adalah: keterpasungan akibat organisasi sosial manusia. Kandungan esensial sejarah adalah pergumulan daya-daya produktif materiil tersebut agar dibebaskan dari berbagai ikatan sosial yang membelenggu.

Syahdan pada suatu ketika, ajar Marx, kekuatan-kekuatan produktif materiil tersebut terwujud dalam bentuk mesin penggiling/gerinda manual, dan kemudian peranti ini menyusun urusan manusia sesuai dengan pola feodalisme. Ketika, kelak, hukum-hukum yang tak terselami yang menentukan evolusi kekuatan-kekuatan produktif materiil tersebut menggantikan perkakas manual tadi dengan penggiling berbahan bakar uap, maka feodalisme harus tersisih oleh kapitalisme. Sejak itu kekuatan-kekuatan produktif materiil kian berkembang, dan dalam bentuknya saat ini secara imperatif membutuhkan penggantian kapitalisme dengan sosialisme. Mereka yang mencoba menghalau laju revolusi para sosialis hanya berkutat pada tugas tanpa-harapan. Mustahil menahan laju gelombang kemajuan sejarah.

Gagasan-gagasan yang diyakini oleh mereka yang disebut partai-partai kiri ini dalam banyak hal berbeda antara satu sama lain. Namun, dalam satu hal mereka sepakat: semuanya sama-sama menganggap perkembangan peningkatan material sebagai proses yang berlangsung dengan sendirinya. Anggota serikat pekerja

Page 36: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

36

Amerika menerima begitu saja standar hidupnya. Nasib telah menentukan bahwa sudah seharusnya ia menikmati segala kenyamanan yang dulu pernah dilarang bahkan bagi mereka yang tergolong paling makmur pada generasi-generasi terdahulu, dan yang bahkan sekarang pun masih terlarang bagi banyak penduduk di negara-negara lain. Tidak pernah terlintas olehnya bahwa “individualisme yang keras” di balik bisnis-bisnis besar telah berperan dalam kemunculan apa yang disebut sebagai “gaya hidup Amerika.” Di matanya, “manajemen” mewakili klaim-klaim yang tidak adil dari para “eksploitir” yang bertujuan melucuti apa yang menjadi haknya.

Menurutnya, di sepanjang evolusi historis ada kecenderungan tak-tertahankan menuju peningkatan produktivitas usaha kerjanya secara terus-menerus. Buah dari perbaikan ini, sesuai haknya, sudah seharusnya menjadi milik eksklusif baginya. Hanya atas kontribusinyalah-di jaman kapitalisme ini-nilai produk yang dihasilkan industri berbanding jumlah tangan yang telah dipekerjakan, cenderung telah meningkat.

Pada kenyataannya, peningkatan produktivitas tenaga kerja disebabkan oleh penggunaan alat dan mesin yang lebih baik. Seratus orang pekerja di satu pabrik modern mampu memproduksi barang berkali-kali lipat per unit waktu, ketimbang hasil produksi seratus pekerja di masa prakapitalistik yang berproduksi di dalam workshop milik seorang pengrajin. Peningkatan ini tidak dikondisikan oleh keterampilan, keahlian atau aplikasi yang lebih tinggi di pihak individu pekerja. (Adalah fakta bahwa tingkat keahlian yang diperlukan oleh para artisan di abad pertengahan jauh melebihi tuntutan kepada pekerja di banyak jenis pabrik di jaman sekarang.) Peningkatan produksi adalah berkat penggunaan alat dan mesin yang lebih efisien, dan ini telah dimungkinkan oleh akumulasi dan investasi kapital yang lebih besar.

Istilah kapitalisme, kapital (modal) dan kapitalis dipakai oleh Marx dan sekarang oleh kebanyakan orang-termasuk juga oleh badan-badan propaganda pemerintah Amerika Serikat-dengan

Page 37: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

37

konotasi yang penuh cela. Namun, kata-kata ini secara tepat menunjuk kepada faktor utama yang pengoperasiannya telah menghasilkan segala pencapaian luar biasa yang telah terjadi selama dua ratus tahun terakhir: kemajuan yang tidak pernah terjadi dalam tingkat standar kehidupan rata-rata bagi populasi yang secara kontinyu terus bertambah. Apa yang membedakan kondisi-kondisi industrial modern di negara-negara kapitalistik dari kondisi-kondisi di masa pra-kapitalisme atau dibandingkan dengan mereka yang sekarang disebut sebagai negara-negara terbelakang adalah ketersediaan modal. Perbaikan teknologi tidak dapat dilakukan jika kapital yang dibutuhkan tidak terakumulasi terlebih dahulu melalui tabungan.

Tabungan-atau pengakumulasian modal-merupakan agency yang telah mentransformasi selangkah demi selangkah dari pencarian pangan oleh manusia purba penghuni gua hingga ke cara-cara modern melalui industri. Penentu ritme evolusi ini adalah gagasan yang menciptakan kerangka kelembagaan, yang di dalamnya keamanan akumulasi modal dijaga melalui prinsip kepemilikan alat-alat produksi. Setiap langkah maju menuju kemakmuran adalah efek dari tabungan. Penemuan teknologi yang paling cerdas sekalipun pada praktiknya akan sia-sia jika barang modal yang diperlukan untuk keperluan tersebut tidak terakumulasi sebelumnya lewat tabungan.

Para pengusaha dapat mempekerjakan barang-barang modal yang dihasilkan oleh para penabung demi pemuasan secara paling ekonomis terhadap keinginan-konsumen yang paling mendesak namun belum terpuaskan. Bersama dengan para teknolog, yang berfokus pada penyempurnaan metode-metode pemrosesan, mereka memainkan peran aktif selanjutnya, setelah didahului oleh para penabung, dalam keberlangsungan peristiwa yang disebut dengan kemajuan ekonomi. Khalayak manusia selebihnya hanya tinggal menangguk keuntungan dari aktivitas ketiga klas pionir tersebut. Namun, terlepas dari apapun yang dilakukan khalayak tersebut, mereka hanya menerima manfaat dari perubahan yang pemunculannya tidak berasal dari kontribusi mereka.

Page 38: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

38

Ciri khas dari perekonomian pasar adalah fakta bahwa dia mengalokasikan bagian yang lebih besar dari perbaikan-perbaikan yang timbul berkat upaya ketiga kelas progresif tersebut-yakni penabung, penanam modal, dan teknolog yang memperinci metode-metode baru untuk mempekerjakan barang-barang modal-kepada mayoritas orang yang non-progresif. Akumulasi kapital yang melampaui pertumbuhan populasi akan meningkatkan, di satu sisi, produktivitas marjinal tenaga kerja dan, di sisi lain, menurunkan harga produk. Proses pasar menyediakan orang-biasa kesempatan untuk menikmati buah pencapaian orang-orang lain. Dia memaksa ketiga kelas progresif tersebut untuk melayani mayoritas non-progresif dalam cara yang sebaik mungkin.

Semua orang bebas bergabung dalam jajaran ketiga kelas progresif dalam masyarakat kapitalis. Kelas-kelas ini bukanlah kasta tertutup. Keanggotaan bukanlah hak istimewa yang diberikan kepada invididu oleh sebuah otoritas yang lebih tinggi atau melalui warisan nenek moyang. Kelas-kelas tersebut bukan klab, dan mereka yang tergolong sebagai “orang dalam” tidak memiliki kekuatan apapun untuk mencegah kedatangan pendatang baru. Apa yang dibutuhkan untuk menjadi kapitalis, pengusaha, perancang metode teknologi adalah akal dan kekuatan kehendak. Penerima warisan dari seorang yang kaya dapat menikmati keuntungan tertentu, sebab ia dengan demikian dapat memulai dengan kondisi yang lebih menguntungkan ketimbang orang lain. Namun, tugasnya dalam persaingan pasar tidak menjadi lebih mudah, bahkan justru kadang-kadang lebih berat dan kurang remuneratif ketimbang tugas seorang pendatang baru. Ia harus mengatur-ulang harta warisannya sebelum dapat menyesuaikan dengan perubahan-perubahan kondisi pasar. Persoalan-persoalan yang harus dihadapi sebuah “emporium” perkeretaapian dalam beberapa dekade terakhir, misalnya, tentu lebih rumit ketimbang yang dihadapi oleh seorang pemula di bidang jasa transportasi truk atau udara.

Filsafat populer orang-biasa melencengkan pemahaman terhadap segala fakta di atas dalam cara yang patut disesalkan. Sebagaimana dalam pandangan si Badu, semua industri baru yang menyuplainya

Page 39: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

39

dengan berbagai kenyamanan yang di masa lalu tidak sempat dienyam oleh bapaknya, dianggap berasal dari institusi mitis bernama kemajuan. Akumulasi modal, kewirausahaan, dan kecerdasan di bidang teknologi tidak memberi kontribusi apapun bagi penciptaan kemakmuran, yang dianggapnya berlangsung spontan. Jika ada pihak yang berjasa telah peningkatan produktivitas tenaga kerja, maka orang tersebut menurut seorang Badu tidak lain adalah pekerja di jalur perakitan. Sayangnya, di dunia yang penuh dosa ini, manusia telah dieksploitasi oleh manusia lain. Bisnis cuma memeras yang terbaik, lalu menyisakan, sebagaimana ditunjukkan dalam Manifesto Komunis, bagi pencipta segala kebaikan–yaitu para pekerja manual, remah-remah yang tidak lebih dari yang “dibutuhkannya untuk mempertahankan diri dan mengembang-biakkan rasnya.” Maka, sebagai konsekuensinya, “pekerja modern, alih-alih bangkit dengan kemajuan industri, tenggelam semakin lama semakin dalam…. Ia akan menjadi miskin, dan kemiskinan akan berkembang lebih cepat ketimbang populasi dan kekayaan.” Para penulis yang melukiskan industri kapitalistik semacam ini dipuja-puji di seluruh universitas sebagai filsuf terbesar dan pecinta kemanusiaan terbesar; ajaran-ajaran mereka diterima dengan penuh kekaguman dan disakralkan oleh jutaan orang yang di rumah-rumah mereka kini dilengkapi dengan seperangkat radio, televisi dan berbagai peralatan.

Menurut para profesor, pemimpin ‘buruh’ serta politisi, eksploitasi yang paling buruk adalah yang disebabkan oleh bisnis-bisnis besar. Mereka gagal menyadari bahwa ciri khas bisnis besar adalah produksi massal untuk memenuhi kebutuhan yang massal. Di bawah kapitalisme, para karyawan itu sendiri, baik secara langsung maupun tidak langsung, adalah konsumen utama dari semua barang yang dihasilkan di pabrik-pabrik.

Di hari-hari awal kapitalisme, waktu-tunggu yang diperlukan dari kemunculan inovasi hingga hasilnya dapat diakses oleh massa, masih cukup panjang. Sekitar enam puluh tahun lalu Gabriel Tarde dengan tepat menunjukkan bahwa inovasi industri adalah hasil imajinasi segelintir minoritas saja, sebelum hasilnya menjadi

Page 40: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

40

kebutuhan bagi semua orang; apa yang awalnya dianggap sebagai ekstravaganza kelak bergeser menjadi kebutuhan normal bagi semua orang. Pernyataan ini masih berlaku dalam kaitannya dengan popularitas otomobil. Namun, produksi berskala besar oleh bisnis besar telah hampir berhasil meniadakan waktu-tunggu tersebut. Inovasi modern hanya dapat diproduksi dengan cara yang menguntungkan sesuai dengan metode produksi massal dan dengan demikian menjadi dapat diakses oleh banyak orang tepat di saat produk tersebut diluncurkan. Tidak pernah terjadi satupun periode, misalnya di Amerika Serikat, di mana penikmatan inovasi-inovasi semacam televisi, stocking nylon atau makanan kalengan bayi hanya diperuntukkan bagi minoritas yang kaya. Bisnis besar, pada kenyataannya, cenderung memungkinkan standarisasi cara-cara konsumsi dan kesenangan masyarakat.

Di perekonomian pasar tidak seorangpun menjadi miskin oleh karena kenyataan adanya sejumlah orang yang berhasil menjadi kaya. Kekayaan milik mereka yang kaya bukanlah sebab dari kemiskinan siapapun. Proses yang memperkaya orang, sebaliknya, adalah sinonim dari proses yang memperbaiki pemuasan keinginan banyak orang. Para pengusaha, kapitalis dan teknolog akan makmur sejauh mereka berhasil menyediakan pasokan barang kepada para konsumen dengan cara yang paling baik.

2. FRONT ANTI-KAPITALISME

Sejak semula, gerakan-gerakan sosialis dan berbagai usaha untuk membangkitkan kembali kebijakan-kebijakan intervensionis dari era di masa prakapitalistik, baik sosialisme maupun intervensionisme benar-benar telah terdiskreditkan di mata mereka yang memahami teori ekonomi. Namun, gagasan yang diyakini mayoritas mereka yang kurang berpengetahuan digerakkan oleh nafsu-nafsu manusiawi yang terkuat: rasa cemburu dan benci.

Filsafat sosial Pencerahan yang membuka jalan untuk merealisasikan program kebebasan-kebebasan ekonomi, yang menjadi disempurnakan dalam perekonomian pasar (kapitalisme),

Page 41: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

41

dan pemerintahan representatif (sebagai korolari konstitusionalnya)-tidak menyiratkan bahwa ketiga kekuasaan lama, yaitu: kerajaan, aristokrasi dan kaum gereja, perlu dilenyapkan. Para liberal Eropa bermaksud menggantikan hak-hak absolut dengan monarki parlementer, bukan mendirikan pemerintahan republikan.

Mereka bermaksud menghapuskan hak-hak kaum aristokrat, tetapi tidak ingin melucuti gelar, simbol kehormatan, dan harta para aristokrat. Mereka antusias memberi kebebasan suara hati kepada semua orang serta mengakhiri eksekusi kepada para pemberontak dan mereka yang menyimpang; namun, mereka tidak ingin memberikan kebebasan total kepada gereja dan denominasi-denominasinya untuk mengejar tujuan-tujuan spiritual mereka. Maka, kekuasaan besar ancien régime pun dipertahankan. Mungkin sebagian pihak mengharapkan agar para pangeran, aristokrat dan pendeta yang tidak letih-letihnya dalam mengimani konservatisme akan siap menentang serangan kaum sosialis terhadap esensi-esensi peradaban Barat. Lagi pula, para pengusung sosialisme tidak henti-hentinya berdakwah bahwa di bawah totalitarianisme sosialis tidak akan tersisa ruang untuk apa yang mereka sebut sisa-sisa tirani, hak istimewa, dan takhayul.

Akan tetapi, kekesalan dan rasa iri di pihak kelompok-kelompok istimewa tersebut ternyata lebih kuat daripada daya nalar dan kepala dingin. Mereka akhirnya berjabatan tangan dengan para sosialis, dan melupakan fakta bahwa sosialisme akan melucuti kepemilikan mereka dan bahwa kebebasan beragama tidak akan ada di bawah sistem yang totalitarian. The Hohenzollern di Jerman pun meresmikan sebuah kebijakan yang oleh pengamat Amerika disebut sebgai sosialisme monarkis.[1] Para otokrat Romanov di Rusia bermain-main dengan perserikatan buruh dan menjadikannya senjata untuk melawan usaha kaum “borjuis” untuk mendirikan pemerintahan yang representatif.[2] Di tiap negara di Eropa para aristokat pada akhrinya bekerjasama dengan seteru-seteru kapitalisme. Di mana-mana para teolog kenamaan berupaya untuk mendiskreditkan sistem kebebasan usaha yang, dengan demikian,

Page 42: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

42

implikasinya adalah memberi dukungan terhadap sosialisme atau intervensionisme radikal. Beberapa pemimpin terbesar Protestanisme dewasa ini-Barth dan Brunner di Swis, Niebuhr dan Tillich di Amerika Serikat, serta almarhum Archbishop Canterbury, William Temple-secara terbuka mengutuk kapitalisme; bahkan menuding kegagalan kapitalisme tidak bertanggungjawab atas ekses-ekses Bolshevisme Rusia.

Orang mungkin bertanya-tanya apakah Sir William Harcourt benar ketika, enam puluh tahun lebih yang silam, memproklamirkan pernyataan ini: Kita semua adalah para sosialis sekarang. Namun, saat ini pemerintahan, partai politik, guru, penulis, anti-theis militan dan juga teolog Kristen juga nyaris serempak menolak perekonomian pasar dan, sebaliknya, memuji manfaat kemahakuasaan negara. Generasi muda tumbuh dalam lingkungan yang terbenam dalam gagasan-gagasan sosialis.

Pengaruh ideologi yang pro-sosialis terlihat, nyaris tanpa pengecualian, dalam cara bagaimana opini publik menjelaskan alasan yang memengaruhi orang untuk bergabung dengan partai-partai sosialis atau komunis. Dalam berurusan dengan politik domestik, orang mengasumsikan bahwa “sudah sewajarnya dan semestinyalah” jika mereka yang tidak kaya akan mendukung program-program radikal-perencanaan, sosialisme, komunisme; hanya mereka yang kaya saja yang memiliki alasan untuk memilih mempertahankan perekonomian pasar. Asumsi ini menerima begitu saja gagasan fundamental sosialis bahwa kepentingan ekonomi massa telah dirugikan oleh beroperasinya kapitalisme yang bekerja demi kepentingan tunggal para “eksploitir” dan bahwa sosialisme akan memperbaiki standar hidup masyarakat biasa.

Namun demikian, rakyat meminta sosialisme bukan karena mereka tahu bahwa sosialisme akan memperbaiki kondisi merekal; dan mereka menolak kapitalisme bukan karena tahu bahwa dia adalah sistem yang bias bagi kepentingan mereka. Mereka menjadi sosialis karena merasa yakin sosialisme akan meningkatkan kondisi mereka, dan mereka membenci kapitalisme karena percaya

Page 43: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

43

kapitalisme akan merugikan. Mereka sosialis karena terbutakan oleh rasa iri dan ketidaktahuan. Mereka keukeuh menolak mempelajari ilmu ekonomi dan menolak mentah-mentah kritik hebat para ekonom terhadap rencana-rencana sosialis karena, di mata mereka, ilmu ekonomi sebagai teori abstrak adalah omong kosong belaka. Mereka berpretensi hanya mempercayai pengalaman. Namun, mereka tidak keras-kepalanya dalam menolak untuk mengakui fakta-fakta pengalaman yang tak terbantahkan mis., bahwa standar hidup di Amerika jauh lebih tinggi daripada di surga bangsa Soviet.

Dalam kaitannya dengan kondisi di negara-negara yang masih terbelakang secara ekonomi masyarakat memperlihatkan kekeliruan pikiran yang sama. Mereka menyangka penduduk di negara-negara ini pasti secara “alamiah” bersimpati dengan komunisme karena mereka terbelenggu kemiskinan. Bangsa-bangsa yang miskin ini jelas ingin terbebas dari nestapa. Namun, jika yang mereka tuju adalah perbaikan atas kondisi-kondisi yang tidak memuaskan, seharusnya mereka mengadopsi sistem organisasi ekonomi masyarakat yang paling dapat menjamin perolehan tujuan tersebut; mereka seharusnya memilih kapitalisme. Namun, akibat tersesatkan oleh gagasan-gagasan antikapitalistik yang keliru, mereka condong kepada komunisme. Jelas merupakan sebuah paradoks bahwa para pemimpin bangsa-bangsa timur ini, sementara mendambakan kemakmuran sebagaimana mereka saksikan pada bangsa-bangsa Barat, menolak metode yang telah memberikan Barat kemakmuran dan justru terpikat pada komunisme Rusia yang amat instrumental dalam memiskinkan Rusia serta negara-negara satelitnya. Lebih paradoksial lagi bagi penduduk Amerika, yang menikmati produk-produk yang diberikan bisnis besar yang kapitalistik, justru memuji sistem Soviet dan mengangapnya sebagai hal yang “alamiah” dan sudah seharusnya jika bangsa-bangsa Asia dan Afrika lebih menyukai komunisme ketimbang kapitalisme.

Orang boleh saja tidak sepakat terhadap pertanyaan apakah semua orang seharusnya mendalami ilmu ekonomi secara serius. Namun, satu hal yang pasti, orang yang menulis atau berbicara secara publik

Page 44: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

44

tentang oposisi antara kapitalisme dan sosialisme tanpa mengenai secara penuh apa yang dikatakan ilmu ekonomi tentang persoalan-persoalan ini adalah pembual yang tak bertanggungjawab.

3. CATATAN TENTANG ROMAN DETEKTIF

Abad ketika kekuatan gerakan anti-kapitalisme radikal seakan tak tertahankan telah menghasilkan sebuah genre kesusastraan baru, roman detektif. Generasi [Amerika] yang sejaman dengan generasi yang telah membawa Partai Buruh di Inggris ke kursi kekuasaan, mengalami ekstasi oleh karya-karya sejumlah pengarang seperti Edgar Wallace. Salah satu pengarang sosialis ternama di Inggris, G. D. H. Cole, juga tidak kalah terkenalnya sebagai penulis cerita-cerita detektif. Seorang Marxis yang konsisten akan menyebut romandetektif–mungkin juga film Hollywood, komik dan “seni” striptease–sebagai suprastruktur bagi era perserikatan buruh dan proses sosialisme.

Banyak sejarawan, sosiolog dan psikolog telah mencoba menjelaskan popularitas genre yang asing tersebut. Salah satu penyelidikan yang paling mendalam dilakukan oleh Profesor W. O. Aydelotte. Profesor Aydelotte dengan tepat menyatakan bahwa nilai historis cerita detektif terletak pada kemampuannya dalam menyajikan mimpi dan kemudian memberi penerangan kepada pembacanya. Ia juga dengan tepat menunjukkan bahwa setiap pembaca cerita detektif dapat menemukenali jati dirinya dalam figur sang detektif dan membuat tokoh tersebut secara umum sebagai perpanjangan egonya.[1]

Sementara itu, sebagian pembaca roman ini adalah orang yang merasa frustrasi; orang yang gagal mencapai posisi yang dituju oleh ambisinya. Sebagaimana telah dikatakan sebelumnya, ia siap memberi dirinya ketenangan dengan menyalahkan ketidakadilan sistem kapitalis. Ia telah gagal sebab ia jujur dan taat hukum. Para pesaingnya yang lebih beruntung, telah berhasil karena mereka bejat. Mereka tidak sungkan melakukan trik-trik tercela yang oleh orang semacam dirinya, yang saleh dan nir-noda, tidak akan

Page 45: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

45

terpikirkan. Kalau saja orang-orang tahu betapa kotornya mereka yang kaya mendadak serta angkuh tersebut! Sayangnya kejahatan-kejahatan mereka tetap tersembunyi dan mereka menikmati reputasi yang tidak layak mereka peroleh. Namun, hari perhitungan akan datang kelak. Ia sendirilah yang akan mencopot semua topeng dan menyingkapkan aib-aib mereka.

Jalan cerita roman detektif umumnya seperti ini: Seseorang yang oleh kebanyakan orang lain dianggap terhormat dan mustahil melakukan tindakan tercela apapun ternyata telah melakukan kejahatan yang mengerikan. Tidak ada orang yang mencurigainya. Namun, sang detektif yang cerdas, tidak bisa dibohongi. Ia mengetahui segala hal tentang si munafik yang berperilaku bak orang suci itu. Ia pun mengumpulkan segala bukti untuk membuktikan kejahatannya. Dan berkat jasa sang detektif, kebaikan pun akhirnya menang.

Henrik Ibsen

Topik seputar pencopotan kedok penjahat yang berperilaku layaknya warga terhormat, sekaligus juga kecenderungan anti-borjuisnya yang laten ini bahkan sering diangkat dalam aras (level) kesusastraan yang lebih tinggi, misalnya oleh [Hendrik] Ibsen dalam The Pillars of Society. Roman detektif menurunkan nilai alur cerita dan memperkenalkan ke dalamnya karakter murahan seorang detektif yang merasa dirinya lebih hebat ketimbang orang lain, yang mendapat kesenangan setiap kali ia berhasil mempermalukan seseorang yang oleh masyarakat dipandang sebagai warga tak bercela. Motif

Page 46: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

46

detektif adalah kebencian bawah-sadar terhadap para “borjuis” yang sukses. Mitra-mitra detektif adalah inspektur-inspektur kantor kepolisian pemerintah, yang dikesankan terlalu dungu atau terlalu baik untuk dapat menjawab jalinan teka-teki. Implikasinya, kadang, bahkan begitu gamblang: para inspektur tersebut tanpa disadari memiliki semacam bias tertentu sehingga cenderung membela si pesakitan, sebab posisi sosial warga tersebut sangat mempengaruhi mereka. Sementara itu, sang detektif harus mengatasi berbagai rintangan akibat kelambanan para opsir. Keberhasilannya dalam menunaikan tugas adalah kekalahan otoritas pemerintah borjuis yang telah memilih opsir-opsir semacam mereka. Itu sebabnya roman detektif populer bagi orang-orang yang gagal dalam mengejar ambisi mereka. (Tentu, ada pula pembaca yang memang menggemari genre ini.) Siang-malam mereka memikirkan cara untuk membalas kesumat mereka terhadap rival-rival yang sukses tersebut. Mereka mengimpikan datangnya suatu saat ketika mereka, para rival tersebut, ” berakhir dengan lengan terborgol dan diseret oleh polisi.” Kepuasan ini sepertinya dapat terpenuhi melalui klimaks cerita, di mana mereka mengidentifikasikan diri dengan sang detektif–dan rival-rival yang mengungguli mereka, sebagai sang pembunuh yang akhirnya berhasil diringkus.[2]

4. KEBEBASAN PERS

Kebebasan pers adalah salah satu ciri fundamental dari bangsa yang warga negaranya bebas. Dia termasuk salah satu hal esensial di dalam program lama liberalisme klasik. Tidak ada seorang pun berhasil mengajukan keberatannya secara masuk akal terhadap pemikiran di dalam dua buah buku klasik ini: Areopagitica karya John Milton, (1644) dan On Liberty, dari John Stuart Mills (1859. Percetakan tanpa-ijin adalah darah bagi kehidupan kesusastraan.

Pers yang bebas hanya dapat tumbuh di mana cara produksi berada dalam kendali swasta. Di persemakmuran sosialis, di mana semua fasilitas publikasi dan percetakan dimiliki dan dijalankan pemerintah, kebebasan pers tidak perlu dipertanyakan lagi. Pemerintah sendirilah yang menentukan siapa yang harus memiliki

Page 47: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

47

waktu dan berkesempatan untuk menulis; dan apa yang harus dicetak dan dipublikasikan. Dibandingkan dengan kondisi yang terjadi di Rusia di era Uni Soviet, bahkan Rusia di jaman Tsar secara retrospektif akan tampak seperti negara berpers bebas. Ketika para Nazi menggalakkan program book auto-da-fés mereka yang dikenal luas, mereka persis menjalankan apa yang pernah dirancang oleh salah seorang pengarang terbesar sosialis, yaitu Cabet.[3]

Ketika semua bangsa saat ini tengah berparade ke arah sosialisme, kebebasan para penulis sedikit demi sedikit terkikis. Dari hari ke hari orang semakin sulit menerbitkan buku atau artikel yang isinya tidak menyenangkan pemerintah atau kelompok-kelompok penekan yang kuat. Para pembangkang memang belum “terlikuidasi” sebagaimana di Rusia; buku-buku mereka juga belum dibakar atas perintah sang Inkuisisi.*) Badan sensor gaya-lama juga belum diberlakukan kembali. Orang-orang yang menyebut diri sebagai para progresif kini memiliki senjata efisien yang siap dikerahkan. Untuk melakukan opresi terhadap para penulis, editor, penerbit, penjual buku, pencetak, pengiklan, dan pembaca, alat utama mereka adalah boikot.

Semua orang bebas untuk abstain–untuk tidak membaca buku, majalah, atau koran apapun yang tidak disukainya; semua orang bebas merekomendasikan kepada orang lain agar menjauhi buku, majalah, dan koran tertentu. Namun, bila seseorang mengancam orang lain dengan niat serius untuk membalas dendam oleh sebab orang yang diancam tersebut tidak mau berhenti melanggani publikasi atau penerbit tertentu, ini adalah perkara lain. Di banyak negara, penerbit-penerbit koran dan majalah merasa ngeri akan kemungkinan terjadinya boikot oleh serikat-serikat pekerja. Mereka menghindari diskusi terbuka tentang isu ini dan lalu diam-diam menyerah kepada apa-apa yang didikte oleh bos-bos serikat pekerja.[4]

Para pemimpin “buruh” ini jauh lebih sensitif ketimbang raja-raja imperial di abad-abad lalu. Mereka tidak bisa menerima guyonan.

Page 48: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

48

Tabiat mereka yang sensitif telah mendegradasi kualitas pementasan pertunjukan satir, komedi dan komedi musikal di teater-teater yang sah; karakter mereka telah mengutuki film hingga ke titik steril.

Di jaman ancien régime semua teater bebas memproduksi segala bentuk caci-maki Beaumarchais terhadap aristokrasi dan opera abadi Mozart. Di bawah kekaisaran kedua di Prancis, Grandduchess of Gerolstein karya Offenbach dan Halévy dapat memparodikan absolutisme, militerisme, dan kehidupan istana. Napoleon III sendiri dan beberapa raja Eropa lainnya menikmati drama yang membuat mereka tampak konyol. Di jaman Viktoria, sensor terhadap teater di Inggris, Lord Chamberlain, tidak menghalangi pertunjukan komedi musikal Gilbert and Sullivan yang memperolok semua institusi terhormat dalam sistem pemerintahan Inggris. Tuan-tuan tanah bangsawan tetap memenuhi kotak-kotak tempat duduk mereka sementara di panggung Earl of Montararat menyanyikan: “The House of Peers made no pretence to intellectual eminence.”*)

Di jaman kita sekarang mustahil memparodikan penguasa di pentas pertunjukan. Refleksi yang tidak menghormati serikat buruh, koperasi, BUMN, defisit anggaran, dan fitur-fitur lain dari negara kesejahteraan, tidak bisa ditolerir. Bos-bos perserikatan dan para birokrat adalah “orang-orang suci”. Yang tersisa bagi komedi adalah topik-topik yang menjadikan pertunjukan operetta atau dagelan Hollywood tontonan yang memuakkan.

5. FANATISME KELOMPOK LITERATI

Pengamat yang berpikiran dangkal, dalam pengamatannya terhadap ideologi-ideologi dewasa ini, akan mudah luput dalam mengenali kefanatikan yang meruak di pihak para pencetak opini dan pembangun intrik politik yang siap membungkam siapa saja yang menyuarakan ketidaksetujuannya. Tampaknya ada ketidaksepahaman dalam memandang isu-isu mana yang dianggap penting. Komunis, sosialis dan intervensionis dan berbagai sekte

Page 49: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

49

serta aliran partai-partai ini saling bertikai sedemikian hebatnya sehingga pusat perhatian mereka semakin beralih menjauhi dogma-dogma fundamental yang mereka sepakati bersama. Di sisi lain, para pemikir, yang jumlahnya tidak banyak tetapi masih menyandang keberanian untuk mempertanyakan dogma-dogma tersebut, dapat dikatakan diperlakukan sebagai kriminal, sehingga gagasan-gagasan mereka tidak dapat menjangkau publik pembaca. Mesin hebat propaganda dan indoktrinasi “progresif” berhasil dengan baik menegakkan hal-hal yang tabu.

Ortodoksi yang intoleran dari aliran pemikiran yang menyebut diri sebagai “non-ortodoks” tersebut mendominasi latar. Dogmatisme yang konon “non-ortodoks” itu sendiri adalah campuran kontrakdiktif dan kacau dari berbagai doktrin yang tidak berkompatibel. Dia adalah eklektisisme dalam bentuk terburuknya, kumpulan berbagai kerancuan yang dipinjam dari aneka kekeliruan pikiran dan miskonsepsi yang sudah lama dipatahkan. Termasuk di sini adalah serpihan argumentasi dari banyak penulis sosialis, baik yang tergolong “utopian” maupun yang “ilmiah a la Marxis”, dari kelompok-kelompok Historisis Jerman, Fabian, Institusionalis Amerika, Sindikalis Prancis, hingga Teknokrat. Eklektisisme ini terus mengulangi kekeliruan-kekeliruan pandangan Godwin, Carlyle, Ruskin, Bismarck, Sorel, Veblen dan sejumlah penulis lain yang kurang dikenal.

Dogma fundamental kredo ini dengan lantang menyatakan bahwa kemiskinan adalah hasil dari institusi-institusi sosial yang bengis. Dosa asali penyebab terlemparnya kemanusiaan dari kehidupan yang penuh kenikmatan di Taman Firdaus adalah berkat ditegakkannya hak milik dan perusahaan swasta. Kapitalisme semata melayani kepentingan egois para pemeras yang ganas. Dia merundung nasib manusia-manusia yang luhur sehingga pemiskinan dan degradasi terus meningkat. Apa yang dibutuhkan untuk memakmurkan semua orang adalah menjinakkan para pemeras yang rakus tersebut melalui dewa hebat bernama Pemerintah. Motif “melayani” harus menggantikan motif “keuntungan”. Untunglah, kata mereka, tidak akan ada satu intrik

Page 50: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

50

atau kebrutalan apapun, di pihak para ekonom yang mengerikan sebagai “pendukung sang raja”, yang mampu merepresi gerakan reformasi. Kedatangan rejim pemerintahan sentral tidak dapat dicegah. Ketika saat tersebut tiba, akan terciptalah keberlimpahan dan kemakmuran bagi semua. Mereka yang bersemangat untuk mempercepat transformasi besar ini menyebut diri sebagai kaum “progresif”, atas pretensi mewujudkan apa yang menjadi hasrat bersama dan sejalan dengan evolusi hukum-hukum historis yang tidak bisa dihentikan. Dalam pandangan mereka, setiap upaya untuk mencegah terjadinya apa yang mereka sebut sebagai kemajuan adalah kesia-siaan. Orang-orang yang berkomitmen menghentikan “kemajuan” tersebut mereka juluki sebagai reaksionaris.

Dari sudut pandang dogma-dogma ini, para progresif mengadvokasikan sejumlah kebijakan yang, dalam pretensi mereka, dapat dengan seketika menghapuskan penderitaan massa. Mereka merekomendasikan, antara lain, agar ekspansi kredit serta peningkatan jumlah uang-beredar dan tingkat upah minimum dilegislasikan dan diberdayakan melalui pemerintah atau tekanan serikat pekerja; melalui jalan kekerasan, pengendalian harga sewa/barang, dan cara-cara intervensionis lainnya. Namun para ekonom telah menunjukkan bahwa “obat” semacam itu tidak akan membawa perekonomian kepada hasil-hasil sebagaimana yang dijanjikan oleh para pengusul kebijakan-kebijakan tersebut. Justru hasilnya, bahkan jika dilihat dari sudut pandang mereka yang merekomendasikan dan menggantungkan diri pada kebijakan-kebijakan tersebut, akan jauh lebih parah, jauh lebih tidak memuaskan ketimbang kondisi-kondisi awal sebelum kebijakan-kebijakan tersebut ditempuh. Ekspansi kredit akan menimbulkan sejumlah krisis ekonomi dan periode depresi yang berulang. Inflasi akan membuat semua harga barang dan jasa meningkat. Upaya untuk menaikkan tingkat upah di atas tingkat pasar bebas akan menimbulkan pengangguran massal yang berkepanjangan dari tahun ke tahun. Penetapan harga maksimum akan menghasilkan anjloknya suplai produksi dari setiap barang yang terkena kebijakan tersebut. Para ekonom telah membuktikan teorema-teorema

Page 51: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

51

tersebut dalam cara yang tidak terbantahkan. Tidak ada seorang ekonom gadungan pun, dari kalangan “progresif”, yang pernah mencoba membantah teorema-teorema tersebut.

Tuduhan esensial yang dilontarkan oleh para progresif kepada kapitalisme adalah bahwa keberulangan krisis, depresi dan penggangguran massal adalah ciri-ciri yang melekat dalam kapitalisme. Namun, demonstrasi yang memperlihatkan bahwa fenomena-fenomena ini, justru sebaliknya, merupakan akibat dari upaya-upaya intervensionis dalam meregulasi kapitalisme dan mencoba meningkatkan kondisi kemanusiaan pada umumnya, memberikan pukulan terakhir kepada ideologi progresif. Mengingat para progresif tidak berada dalam posisi untuk mengemukakan keberatan apapun yang berarti terhadap tilikan-tilikan para ekonom, mereka mencoba menyembunyikan semua ini dari khalayak, dan terutama dari intelektual dan mahasiswa. Menyebut-nyebut hal yang murtad ini dilarang keras. Para penulis yang mencoba menyampaikannya dicaci-maki, dan para siswa dinasehati untuk tidak membaca “hal-hal yang gila”.

Dalam pandangan para dogmatis progresif terhadap duduknya perkara, terdapat dua kelompok manusia yang baku-selisih tentang seberapa besar porsi masing-masing yang pantas mereka peroleh dari “pendapatan nasional”. Kelas pemilik properti, pengusaha dan kapitalis, yang sering mereka sebut sebagai “manajemen”, tidak bersedia menyisakan kepada para “buruh” (penerima upah dan karyawan) kecuali sedikit saja di atas kebutuhan dasar agar mereka dapat bertahan hidup. Para buruh, yang sebagaimana mudah dipahami menjadi kesal atas ketamakan manajemen, cenderung bersedia mendengarkan suara para radikal, yakni para komunis yang ingin sepenuhnya mengambil alih manajemen. Namun demikian, mayoritas kelas pekerja cukup moderat untuk tidak termakan oleh radikalisme yang eksesif. Mereka menolak komunisme dan bersedia menerima bagiannya kendati lebih sedikit daripada total “gaji buta” hasil sitaan. Mereka mengarah kepada solusi jalan-tengah, perencanaan, negara kesejahteraan, dan sosialisme. Dalam kontroversi ini para intelektual yang konon tidak

Page 52: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

52

tergolong ke dalam dua kamp yang berselisih tersebut diandalkan sebagai penengah. Mereka-para profesor, wakil dunia ilmu pengetahuan, wakil dunia kesusastraan, dan penulis-harus menjauhi semua ekstrimis di kedua lini tersebut, yaitu mereka yang merekomendasikan kapitalisme dan mereka yang mengadvokasikan komunisme. Para arbitrer ini harus berpihak kepada yang moderat. Mereka harus mendukung perencanaan, negara kesejahteraan, sosialisme, dan semua cara yang dirancang untuk memangkas ketamakan manajemen untuk mencegahnya agar tidak menyalahgunakan kekuatan ekonomi mereka.

Kita tidak perlu memasuki kembali analisis yang mendetil tentang semua kekeliruan dan kontradiksi yang terimplikasi di dalam cara berpikir demikian. Kita cukupkan saja dengan mencerna tiga kesalahan fundamental berikut ini.

Pertama: Konflik ideologis yang hebat di jaman kita bukanlah untuk memperjuangkan distribusi “pendapatan nasional”. Dia bukan pertikaian antara dua kelas yang saling bernafsu merenggut sebesar mungkin porsi masing-masing dari jumlah total yang tersedia untuk didistribusikan. Konfliknya adalah beryoa ketidaksepahaman mengenai pilihan sistem organisasi perekonomian masyarakat yang paling memadai. Pertanyaannya adalah, yang mana dari kedua sistem tersebut-kapitalisme atau sosialisme-yang lebih menjamin tingkat produktivitas yang lebih tinggi dari upaya manusia untuk meningkatkan standar kehidupan. Pertanyaannya, juga, adalah apakah sosialisme dapat dianggap sebagai pengganti kapitalisme; apakah setiap pelaksanaan kegiatan produksi secara rasional, mis. berdasarkan pada kalkulasi ekonomi, dapat dicapai di bawah kondisi-kondisi sosialis. Kefanatikan dan dogmatisme kaum sosialis mewujud dalam kenyataan bahwa mereka secara keras kepala menolak mengkaji persoalan-persoalan ini. Bagi mereka, harus disimpulkan bahwa kapitalisme adalah hal terburuk dari yang paling buruk dan sosialisme adalah inkarnasi dari segala sesuatu yang baik. Setiap upaya untuk menganalisis problem-problem ekonomi di negara persemakmuran yang sosialis dianggap sebagai kriminalitas tingkat lèse majesté.*) Sebagaimana

Page 53: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

53

kondisi-kondisi yang mengemuka di negara-negara Barat tidak mengijinkan pelikuidasian terhadap para pembangkang dalam cara yang berlaku di Rusia, mereka mencela dan memburuk-burukan kondisi-kondisi tersebut, melontarkan kecurigaan kepada motif-motif mereka serta memboikot mereka.[1]

Kedua: Tidak ada perbedaan ekonomi antara sosialisme dan komunisme. Kedua istilah ini, sosialisme dan komunisme, menunjuk kepada sistem yang sama bagi sistem pengorganisasian perekonomian masyarakat, mis. kontrol pemerintah terhadap cara-cara produksi sebagai yang berbeda dari pengendalian cara-cara produksi di tangan swasta, atau cara kapitalisme. Kedua istilah tersebut, sosialisme dan komunisme, bersinonim. Dokumen yang dianggap oleh para sosialis Marxis sebagai pondasi tak-tergoyahkan bagi kredo mereka disebut Manifesto Komunis. Di sisi lain, nama resmi bagi emporium komunis Rusia adalah Republik Sosialis Uni Soviet (Union of Soviet Socialist Republics atau U.S.S.R.).[2]

Antagonisme antara partai-partai komunis dan sosialis dewasa ini tidak berkenaan dengan tujuan akhir dari kebijakan-kebijakan mereka. Antagonisme ini terutama mengacu kepada sikap para diktator Rusia dalam menaklukkan sebanyak mungkin negara-negara lain, terutama Amerika Serikat. Lebih jauh, dia mengacu pada pertanyaan apakah realisasi kontrol pemerintah terhadap cara-cara produksi harus dicapai melalui metode-metode konstitusional atau melalui pengambilalihan secara paksa dari tangan pemerintah yang berkuasa.

Istilah-istilah “perencanaan” dan “negara kesejahteraan” sebagaimana mereka dipergunakan dalam bahasa ekonom, negarawan, politisi dan orang lain juga tidak menunjuk kepada sesuatuyang ebrbeda dari tujuan final sosialisme dan komunisme. Perencanaan berarti bahwa rencana pemerintah harus menggantikan rencana-rencana setiap penduduk. Dia berarti bahwa keleluasaan dalam mengerahkan modal oleh para entrepreneur dan kapitalis sesuai dengan rancanan mereka sendiri dilucuti dan merek diharuskan untuk mematuhi tanpa syarat segala perintah yang

Page 54: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

54

dikeluarkan oleh badan atau kantor perencanaan sentral. Ini sama saja dengan mentransfer kendali dari para enterpreneur dan kapitalis kepada pemerintah.

Oleh karena itu, adalah kesalahan besar jika sosialisme, perencanaan, atau negara kesejahteraraan dianggap sebagai solusi-solusi bagi persoalan pengorganisasian perekonomian masyarakat yang akan berbeda dari cara komunis dan yang harus diperkirakan sebagai “tidak terlalu absolut” atau “tidak terlalu radikal.” Sosialisme dan perencanaan bukanlah antidot bagi komunisme sebagaimana diyakini oleh banyak orang. Seorang sosialis lebih moderat daripada seorang komunis sejauh ia tidak menyerahkan dokumen-dokumen rahasia negaranya kepada agen-agen Rusia dan tidak membuat plot untuk membubuh borjuis anti-komunis. Ini, tentu, perbedaan yang sangat penting. Namun, hal ini tersebut tidak memiliki referensi apapun kepada tujuan ultimat tindakan politis.

Ketiga: Kapitalisme dan sosialisme adalah dua pola berbeda dari pengorganisasian sosial. Kontrol swasta terhadap cara-cara produksi dan kontrol pemerintah terhadapnya adalah dua gagasan yang kontradiktif dan tidak semata berkontas. Perekonomian campuran itu semata tidak ada, sistem yang terletak di tengah-tengah antara kapitalisme dan sosialisme. Mereka yang mengadvokasikan apa yang secara salah diyakini sebagai solusi jalan tengah tidak merekomendasikan kompromi antara kapitalisme dan sosialisme, melainkan pola ketiga yang memiliki ciri-ciri tersendiri dan harus dinilai sesuai dengan nilai keunggulan masing-masing. Sistem ketiga ini yang para ekonom sebut sebagai intervensionisme tidak menggabungkan, sebagaimana yang diklaim oleh para champions-nya, beberapa fitur dari kapitalisme dengan dengan beberapa fitur sosialisme. Hal ini amat berbeda dari masing-masing dari mereka [isme-isme tersebut]. Para ekonom yang mendeklarasikan bahwa intervensionisme tidak akan mencapai tujuan-tujuan yang menurut para pendukungnya akan dicapai melainkan justru memperburuk keadaan-bukan dari sudut pandang para ekonom itu sendiri, melainkan dari sudut pandang mereka yang mengadovokasikan intervensionisme-bukanlah orang

Page 55: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

55

yang tidak kenal kompromi dan ekstrimis. Mereka semata menggambarkan konsekuensi-konsekuensi yang tak terhindarkan dari intervensionisme.

Ketika Marx dan Engels di dalam Manisfesto Komunis mengadvokasikan tindakan-tindakan intervensionis tertentu, mereka tidak bermaksud merekomendasikan sebuah kompromi antara sosialisme dan kapitalisme. Mereka menganggap tindakan-tindakan tersebut-secara insidentil, tindakan-tindakan yang sama yang dewasa ini merupakan esensi dari kebijakan-kebijakan New Deal dan Fair Deal policies-sebagai langkah-langkah pertama menuju pendirian komunisme sepenuhnya. Mereka sendiri mendeskripsikan tindakan-tindakan ini sebagai tindakan-tindakan yang “secara ekonomi tidak memadai dan tidak bisa dipertahankan,” dan meminta mereka hanya karena mereka ” di dalam perjalanan pergerakan akan mengelupas dengan sendirinya, yang mengharuskan terpatrinya jalan-jalan di atas tatanan sosial lama, dan unavoidable sebagai cara yang merevolusi modus produksi.”

Dengan demikian filsafat sosial dan ekonomi kelompok progresif adalah permohonan terhadap sosialisme dan komunisme.

6. NOVEL DAN DRAMA “SOSIAL”

Publik, dengan komitmen mereka terhadap gagasan-gagasan sosialis, menginginkan novel-novel dan drama-drama yang bersifat sosialis (”sosial”). Para penulis, yang juga terilhami gagasan-gagasan sosialis, siap menyajikan apa yang dibutuhkan. Mereka menggambarkan kondisi-kondisi yang tidak memuaskan, lalu mereka selundupkan sebagai konsekuensi-kapitalisme yang tak terhindarkan. Mereka menggambarkan kemiskinan, kepapaan, kebodohan, kekotoran serta aneka penyakit yang dialami oleh kelas-kelas yang tertindas di dalam masyarakat, sambil mencerca kemewahan, kebodohan dan korupsi moral dari kelas-kelas penindas. Di mata mereka, segala yang buruk dan konyol adalah borjuis; segala yang baik dan sublim, itu proletarian.

Page 56: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

56

Pengarang-pengarang yang menyoroti kehidupan orang-orang yang didera kemiskinan terbagi atas dua kelas. Pertama adalah kelas pengarang yang tidak pernah miskin, sebab dilahirkan dan dibesarkan di dalam lingkungan “borjuis” atau di dalam keluarga penerima upah atau petani yang cukup makmur, sehingga bagi mereka lingkungan di mana mereka menempatkan tokoh-tokoh novel dan drama mereka, merupakan lingkungan yang asing. Para penulis ini, sebelum memulai menulis, harus terlebih dulu mengumpulkan informasi tentang kelas-bawah yang ingin mereka lukiskan. Mereka memulai riset. Namun, tentu saja, mereka tidak mendekati subyek kajian mereka dengan benak yang terbebas dari bias. Mereka telah mengetahui sebelumnya apa yang bakal mereka temukan. Mereka merasa yakin bahwa kondisi-kondisi yang dihadapi oleh para penerima upah itu amat rendah dan mengerikan secara tak terbayangkan. Mereka menutup mata bagi hal-hal lain yang tidak ingin mereka lihat; mereka mencari apa yang akan mengonfirmasikan opini-opini mereka yang telah terbentuk sebelumnya. Mereka telah mengenyam ajaran para sosialis bahwa kapitalisme adalah sistem yang memberi penderitaan yang luar biasa kepada masyarakat, dan bahwa semakin lama kapitalisme berlangsung dan mendekati kematangannya, semakin dahsyat pula jumlah mayoritas yang akan dimiskinkan. Novel-novel dan drama-drama mereka dirancang sebagai studi kasus untuk mendemonstrasikan dogma Marxis ini.

Apa yang salah dengan para pengarang ini bukanlah terletak pada kenyataan bahwa mereka telah memilih untuk memotret kenestapaan dan kemiskinan. Seorang seniman akan dapat memperlihatkan kehebatannya dalam menangani subyek apapun. Kesalahan besar mereka terletak pada misrepresentasi dan misinterpretasi mereka yang tendensius terhadap kondisi-kondisi sosial. Mereka gagal menyadari bahwa lingkungan yang mengejutkan yang mereka lukiskan adalah justru hasil dari absennya kapitalisme, sisa-sisa masa lampau pra-kapitalistik atau efek dari berbagai kebijakan yang menyabotase berlangsungnya kapitalisme. Mereka tidak memahami bahwa kapitalisme, yang memungkinkan produksi berskala besar untuk konsumsi

Page 57: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

57

masyarakat, pada esensinya adalah sistem yang justru dapat menghapuskan sebanyak mungkin kemiskinan. Para penulis tersebut menggambarkan penerima upah hanya dalam kapasitasnya sebagai pekerja pabrik saja, dan tidak pernah mengerahkan pikiran mereka kepada kenyataan, bahwa pekerja tersebut adalah juga konsumen utama dari barang-barang yang dibuatnya sendiri atau dari bahan makanan dan bahan-bahan mentah yang dipertukarkan dengan mereka.

Kegemaran penulis-penulis tersebut dalam menggeluti kenestapaan dan penderitaan lalu berubah menjadi skandal penyimpangan kebenaran saat mereka mengimplikasikan bahwa apa yang mereka laporkan adalah duduknya perkara yang khas akibat, dan representatif dari, kapitalisme. Padahal, data statistik yang menginformasikan produksi dan penjualan dari berbagai komoditas yang diproduksi dalam skala besar dengan jelas memperlihatkan bahwa umumnya para penerima upah tidaklah hidup dalam jurang penderitaan.

Figur ternama dalam aliran kesusastraan “sosial” adalah Émile Zola. Ia menetapkan pola yang kemudian diadopsi oleh sejumlah besar penulis lain yang bertalenta rendah dan menirukannya. Dalam pandangan Zola, seni terkait erat dengan sains. Seni harus didasari pada riset dan harus mengilustrasikan -temuan ilmu pengetahuan. Dan hasil utama ilmu pengetahuan sosial, sebagaimana dilihatnya, adalah dogma bahwa kapitalisme adalah kejahatan terburuk dan bahwa kedatangan sosialisme itu tidak terhindarkan dan justru sangat didambakan. Novel-novelnya “pada efeknya adalah kotbah panjang sosialis.”[1] Akan tetapi Zola, dalam hal prasangka dan semangat pro-sosialisnya, tidak lama kemudian dilampaui oleh kesusastraan “proletar” dengan keahlian serupa.

Dalam pretensi para kritikus sastra yang “proletarian”, apa yang digeluti oleh pengarang-pengarang proletar adalah fakta-fakta murni pengalaman proletar semata.[2] Padahal, mereka tidak semata-mata melaporkan fakta-fakta. Mereka menginterpretasikan fakta-fakta tersebut dari sudut pandang ajaran-ajaran Marx, Veblen

Page 58: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

58

dan kelompok Webbs. Penafsiran ini adalah inti dari tulisan-tulisan mereka dan merupakan hal yang paling mengkarakterisasikan mereka sebagai propaganda pro-sosialis. Dalam anggapan para penulis ini, berbagai peristiwa yang didasari pada dogma-dogma tersebut sudah terjelaskan dengan sendirinya dan tak terbantahkan lagi; mereka juga meyakini sepenuhnya bahwa para pembaca juga merasakan keyakinan yang sama. Jadi, para penulis ini tampaknya seringkali merasa tidak perlu lagi mengeksplisitkan doktrin-doktrin tersebut. Mereka kadang hanya mengacu kepada doktrin-doktrin tersebut melalui implikasi. Namun, hal ini tidak mengubah fakta bahwa segala sesuatu yang mereka sampaikan di dalam buku-buku mereka tergantung pada validitas ajaran sosialis dan konstruksi-konstruksi pseudo-ekonomisnya. Fiksi mereka adalah ilustrasi ajaran-ajaran yang disampaikan oleh para fanatik anti-kapitalis dan turut runtuh bersama mereka.

Kelas kedua dari penulis-penulis fiksi proletar adalah mereka yang lahir di lingkungan proletar yang banyak dilukiskan di buku-buku mereka. Orang-orang ini telah melepaskan diri dari lingkungan para pekerja manual dan bergabung dengan manusia-manusia profesional. Mereka tidak seperti para penulis proletar yang berlatarbelakang “borjuis”, yang harus melakukan penelitian khusus untuk mempelajari sesuatu tentang kehidupan para penerima upah. Mereka dapat melukiskannya berdasarkan pengalaman mereka sendiri.

Pengalaman pribadi engajarkan mereka hal-hal yang secara gamblang mengontradiksikan dogma-dogma dalam kredo kaum sosialis. Putra-putri berbakat dan pekerja keras dari orang-orangtua yang hidup dalam kondisi sederhana tidak terhalang akses pada posisi-posisi yang lebih memuaskan. Para pengarang berlatarbelakang “proletar” berdiri sendiri sebagai saksi mata atas kenyataan ini. Mereka memahami mengapa mereka sendiri berhasil sementara kebanyakan saudara dan sahabat mereka gagal. Dalam perjalanan meningkatkan kualitas hidup mereka memiliki cukup banyak peluang untuk bertemu dengan pemuda-pemudi lainnya yang, sebagaimana mereka sendiri, bersemangat untuk belajar dan

Page 59: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

59

maju. Mereka mengetahui mengapa beberapa dari mereka berhasil menemukan jalan, sementara lainnya tidak. Dengan menjalani hidup bersama para “borjuis” mereka menemukan bahwa apa yang membedakan orang-orang yang berhasil memeroleh uang banyak ketimbang sebagian lain yang berpenghasilan lebih rendah, bukanlah karena yang pertama disebut tadi itu cecunguk. Orang-orang tersebut tidak akan berhasil masuk ke aras kehidupan yang lebih tinggi ketimbang ketika mereka dilahirkan seandainya mereka sebegitu bodohnya sehingga tidak mampu melihat bahwa banyak pebisnis dan profesional yang telah membentuk diri mereka sendiri, sebagaimana halnya diri mereka, ternyata berawal sebagai orang-orang miskin. Mereka berhasil menyadari bahwa perbedaan dalam penghasilan disebabkan karena faktor-faktor yang lain, yang berbeda dari dugaan yang timbul akibat kekesalan kaum sosialis.

Jika para pengarang tersebut tetap menuliskan apa yang sebenarnya merupakan kotbah pro-sosialis, itu berarti mereka tidak tulus. Novel-novel dan drama-drama mereka tidak jujur dan dengan demikian tidak lain merupakan karya picisan. Karya-karya tersebut jauh di bawah standar buku-buku karangan kolega mereka yang berasal dari kalangan “borjuis”, yang setidaknya meyakini apa yang mereka tuliskan.

Para pengarang sosialis tidak cukup puas hanya dengan menggambarkan kondisi yang dialami para korban kapitalisme. Mereka juga menyoroti kehidupan dan sepak terjang pihak penerima keuntungan darinya, yaitu para pebisnis. Para penulis ini amat gigih dalam menyajikan kepada sidang pembaca bagaimana keuntungan berasal. Oleh karena mereka sendiri sebenarnya-puji Tuhan-tidak mengenal dengan baik perkara yang kotor tersebut, mula-mula mereka mencari informasi melalui buku-buku tulisan para sejarawan yang kompeten. Seperti inilah yang dikatakan kepada mereka oleh para pakar tersebut tentang para “gangster keuangan” atau “bangsawan perampok” serta cara-cara mereka mengumpulkan kekayaan: “Ia memulai karirnya sebagai penjual sapi, yang berarti ia telah membeli dagangannya dari peternak sapi dan membawanya ke pasar untuk ia jual. Ternak tersebut ia jual

Page 60: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

60

kepada tukang jagal secara kiloan. Sebelum ia pergi ke pasar, penjual ternak tersebut memberi sapi-sapinya garam dan sejumlah besar air minum. Segalon air beratnya sekitar empat kilogram. Jadi, masukan saja tiga atau empat galon air ke perut sang sapi, dan Anda akan mendapatkan hasil ekstra begitu menjualnya.”[3] Dalam cara serupa ini berlusin-lusin novel dan drama melaporkan transaksi busuk yang dilakukan tokoh jahat dalam cerita mereka, yaitu pebisnis. Para tikun digambarkan menjadi kaya dengan menjual baja yang rapuh, makanan yang busuk, atau sepatu yang bersol kardus, atau sutra yang terbuat dari katun. Mereka menyuap para senator dan gubernur, hakim dan polisi. Mereka menyurangi para pelanggan dan pekerja mereka. Ceritanya, sungguh sangat sederhana.

Tidak pernah terpikir oleh para pengarang tersebut bahwa narasi mereka secara implisit menggambarkan bahwa selebihnya masyarakat Amerika sebagai orang-orang idiot yang gampang dikelabui. Trik yang disinggung di atas tentang sapi-sapi ternak yang dikembungi adalah metode tipuan tertua yang paling primitif. Hampir tidak bisa dipercaya sama sekali bahwa di belahan dunia ini ternyata masih ada pembeli yang cukup dungu untuk termakan olehnya. Mengasumsikan bahwa di Amerika Serikat masih terdapat tukang jagal seperti itu adalah mengharapkan terlalu banyak dari keluguan pembaca. Demikian pula halnya dengan semua fabel yang serupa itu.

Dalam hal kehidupan pribadi pebisnis, sebagaimana dilukiskan oleh para penulis “progresif”, ia adalah seorang barbar, penjudi dan pemabuk. Di siang hari ia menghabiskan waktu di trek balap atau pacuan; di senja harinya ia bersenang-senang di klub malam, dan di malam hari, dengan gundiknya. Sebagaimana Marx dan Engels tunjukkan dalam Manifesto Komunis, para “borjuis ini”, yang tidak puas dengan hanya mengawini istri-istri dan memiliki anak-anak proletar dengan sekehendak hati mereka, belum lagi kalau melibatkan para pelacur biasa, mendapat kesenangan terbesarnya dengan saling menggoda istri-istri sejawat mereka.” Seperti inilah

Page 61: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

61

cerminan bisnis Amerika di banyak bagian kesusastraan Amerika.[4]

Page 62: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

62

BAB IV

Keberatan-Keberatan Non-Ekonomis terhadap Kapitalisme

1. ARGUMEN TENTANG KEBAHAGIAAN

Para kritikus kelas-dua melontarkan tuduhan-tuduhan mereka terhadap kapitalisme: Pertama, kata mereka, kepemilikan kendaraan bermotor, perangkat televisi, dan lemari es tidak membuat orang menjadi bahagia. Kedua, tambah mereka, masih banyak orang yang tidak memiliki satupun peranti tersebut. Kedua proposisi tersebut memang benar adanya; namun, kesalahannya tidak dapat dilimpahkan kepada sistem kerjasama sosial yang kapitalistik.

Manusia tidak bekerja atau bersusah payah untuk mencapai kebahagiaan sempurna, melainkan untuk menghilangkan sebesar mungkin ketidaknyamanan yang dirasakannya ia menjadi lebih bahagia daripada sebelumnya. Seseorang pembeli televisi pada efeknya memberi bukti bahwa kepemilikan alat tersebut akan meningkatkan kesejahteraannya dan membuatnya lebih puas ketimbang tanpa alat tersebut. Jika tidak demikian halnya, ia tidak akan membeli. Tugas dokter bukanlah membuat pasiennya bahagia, melainkan menghilangkan penyakitnya dan membuat kondisinya lebih baik untuk mengejar apa yang menjadi kepedulian setiap makhluk yang hidup, bertarung melawan semua faktor yang merugikan dan mengganggu hidupnya.

Mungkin benar bahwa sebagian dari kaum pengemis Budha, yang hidup dari sedekah dalam debu dan nestapa, benar-benar merasakan kebahagiaan dan tidak merasa iri kepada orang kaya dan terpandang manapun. Namun demikian, adalah kenyataan bahwa bagi kebanyakan orang kehidupan yang demikian tampak tidak

Page 63: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

63

dapat dijalankan. Bagi mereka dorongan menuju perbaikan-perbaikan tiada henti terhadap kondisi-kondisi eksternal adalah hal yang sudah mendarah-daging. Siapa sudi mengambil pengemis Asia sebagai model bagi penduduk Amerika? Salah satu pencapaian kapitalisme yang paling mengagumkan adalah berhasil diturunkannya angka kematian anak. Siapa yang masih membantah bahwa fenomena ini setidaknya telah menghilangkan salah satu penyebab ketidakbahagiaan banyak orang?

Tuduhan kedua yang dilontarkan kepada kapitalisme, tak kalah musykilnya-yakni bahwa berbagai inovasi yang terjadi di bidang teknologi dan terapi tidak memberi keuntungan kepada semua orang. Berbagai perubahan kondisi kemanusiaan adalah berkat rintisan manusia-manusia yang paling pintar dan enerjik. Mereka memegang kendali dan setindak demi setindak selebihnya umat manusia ikut di belakang. Inovasi mulanya adalah kemewahan bagi segelintir manusia saja, sebelum akhirnya sedikit demi sedikit hal tersebut terjangkau oleh banyak orang. Bukanlah keberatan yang masuk akal terhadap penggunaan sepatu atau sendok-garpu–yang tidak langsung menjadi populer-jika pertimbangannya adalah bahwa di jaman sekarang terdapat jutaan orang masih belum mengenal peralatan tersebut. Para wanita dan pria terhormat yang mengawali penggunaan sabun adalah mereka yang mendukung ide agar sabun diproduksi dalam skala besar bagi masyarakat biasa. Jika mereka yang saat ini mampu membeli TV namun bersikap abstain karena masih banyak orang belum mampu membelinya, maka mereka bukanlah memajukan, melainkan memundurkan, popularisasi alat tersebut.[1]

2. MATERIALISME

Ada pula para penggerutu yang menyalahkan kapitalisme atas apa yang mereka sebut sebagai materialisme murahan. Mereka memang tidak langsung menolak kenyataan bahwa kapitalisme cenderung mampu meningkatkan kondisi-kondisi material kemanusiaan. Namun, lanjut mereka, kapitalisme telah semakin menjauhkan orang dari pengejaran akan hal-hal yang lebih luhung dan agung.

Page 64: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

64

Dia memang memberi makan tubuh, tetapi membiarkan jiwa dan pikiran menderita kelaparan. Dia memang penyebab terjadinya kebusukan seni. Lenyap sudah hari-hari di mana terdapat para penyair kondang serta para pelukis, pematung dan arsitek besar. Jaman kita hanya memproduksi sampah.

Penilaian terhadap nilai karya seni adalah perkara yang sepenuhnya subyektif. Ada kalanya sebagian orang memuji apa yang oleh sebagian lain dianggap rendah. Tidak ada tolok ukur bagi nilai estetik secarik puisi atau sebuah bangunan. Mereka yang mengagumi katedral Chartres dan Meninas dari Velasquez mungkin berpandangan bahwa orang-orang yang masih gagal trenyuh oleh kedua hal-hal yang hebat tersebut adalah orang-orang kelas rendah. Banyak siswa merasa begitu bosan ketika dipaksa membaca Hamlet di sekolah. Hanya mereka yang diberkahi dengan secercah mentalitas artistik saja yang dapat mengapresiasi dan menikmati karya seorang seniman.

Di antara orang-orang yang konon dijuluki sebagai manusia-manusia terdidik terdapat banyak kemunafikan. Mereka menunjukkan diri sebagai penilai seni dan memiliki antusiasme palsu kepada seni masa lalu dan seniman yang telah lama mati. Simpati serupa tidak mereka perlihatkan kepada seniman-seniman kontemporer yang masih berjuang agar dikenal. Pemujaan diam-diam terhadap para Master Tua adalah jalan mereka untuk meremehkan dan memperolok seniman-seniman baru yang menyimpang dari baku tradisional atau mencoba mencipta standar mereka sendiri.

John Ruskin akan dikenang-bersama dengan Carlyle, keluarga Webbs, Bernard Shaw dan sejumlah tokoh lainnya-sebagai penggali kuburan bagi kebebasan, peradaban dan kemakmuran Inggris. Sebagai tokoh nista baik dalam kehidupan pribadinya maupun dalam kehidupan publiknya, ia mengagung-agungkan perang dan persimbahan darah dan dengan fanatik menghujati ajaran-ajaran ilmu ekonomi yang tidak ia mengerti. Ia adalah seorang detraktor fanatik terhadap perekonomian pasar; seorang

Page 65: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

65

eulogis romantik bagi kelompok buruh. Ia menjiarahi seni-seni yang berasal dari abad-abad terdahulu. Tetapi ketika berhadapan dengan karya seorang seniman besar yang hidup di jamannya, Whistler, ia mencacinya habis-habisan dengan bahasa yang begitu kasar sehingga ia dituntut atas perbuatan pencemaran nama baik dan dinyatakan bersalah oleh para hakim. Tulisan-tulisan Ruskin-lah yang telah memopulerkan prasangka bahwa kapitalisme, selain dikatatakannya sebagai sistem perekonomian yang buruk, yang telah menggantikan keindahan dengan keburukan, kebesaran dengan kekerdilan, dan seni dengan sampah.

Oleh karena orang dapat berbeda pendapat secara luas dalam apresiasi terhadap capaian artistik, maka tidaklah mungkin meruntuhkan argumentasi tentang inferioritas artistik di jaman kapitalisme dengan cara yang, dan tanpa keraguan sedikitpun, dipakai orang saat mematahkan argumentasi logis atau saat memastikan fakta berdasarkan pengalaman. Namun demikian, tidak satu pun manusia yang waras yang akan merendahkan atau mengecilkan capaian-capaian besar era kapitalisme.

Jenis seni yang mengemuka di jaman ketika “materialisme begitu rendah dan segala sesuatu selalu diukur dengan uang” adalah seni musik. Wagner dan Verdi, Berlioz dan Bizet, Brahms dan Bruckner, Hugo Wolf dan Mahler, Puccini dan Richard Strauss, adalah sebaris nama yang luar biasa! Tidakkah luar biasa hebat era di mana bahkan para maestro semacam Schumann dan Donizetti pun dibayangi oleh para jenius yang superior!

Lalu ada pula novel-novel hebat karya Balzac, Flaubert, Maupassant, Jens Jacobsen, Proust, serta syair-syair Victor Hugo, Walt Whitman, Rilke, Yeats. Betapa miskinnya hidup kita jika jika tidak dapat menikmati karya-karya para raksasa tersebut atau karya-karya besar seniman lain yang tidak kalah sublimnya. Kita juga tidak boleh melupakan para pelukis dan pemahat Prancis yang mengajarkan cara-cara baru dalam memandang dunia dan menikmati cahaya dan warna.

Page 66: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

66

Tidak seorangpun membantah bahwa semua cabang aktivitas ilmiah telah mengalami kemajuan pesat di jaman ini. Tetapi, bagi para penggerutu tadi, hal tersebut terutama hanyalah karya-karya para spesialis tanpa tawaran “sintesis” apa-apa. Dengan menyalahkonsepsikan ajaran-ajaran matematika, fisika dan biologi modern, mereka tidak bisa lebih absurd lagi. Dan bagaimana halnya dengan buku-buku karya filsuf semacam Croce, Bergson, Husserl dan Whitehead?

Setiap era memiliki karakternya masing-masing dalam hal eksploitasi artistiknya. Imitasi karya-karya para master masa lalu bukanlah seni; itu hanyalah rutinitas. Apa yang memberi nilai pada sebuah karya adalah ciri yang membedakan karya tersebut dari karya yang ada. Ini yang disebut sebagai gaya bagi sebuah kurun.

Dalam satu hal para eulogis masa lalu tampaknya memang terjustifikasi. Generasi-generasi terakhir memang tidak mewariskan monumen-monumen semacam piramida, kuil Yunani, katedral Gothic serta gereja Renaisans dan istana Barok. Dalam seratus tahun terakhir banyak gereja dan katedral telah didirikan; bahkan gedung-gedung megah pemerintah, sekolah dan perpustakaan, lebih banyak lagi dibangun. Namun, semua gedung tersebut memang tidak memperlihatkan konsepsi yang orisinil; mereka hanya mencerminkan gaya-gaya lama atau menghibridakan berbagai gaya tua.

Hanya pada berbagai apartemen, bangunan perkantoran, dan pemukiman pribadi saja kita dapat melihat perkembangan sesuatu yang mungkin memenuhi syarat untuk disebut sebagai gaya arsitektural a la jaman kita. Meski mungkin terlalu berlebihan jika kita tidak mengapresiasi kemegahan yang liyan dari pemandangan semacam gedung New York skyline, tetap saja dapat diakui bahwa arsitektur modern memang belum membuat perbedaan dari pencapaian abad-abad lalu.

Ada berbagai macam alasannya. Sejauh menyangkut bangunan keagamaan, aksentuasi konservatisme gereja memang menjauhkan

Page 67: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

67

segala inovasi. Dengan berlalunya era dinasti dan aristokrasi, hasrat untuk membangun istana-istana baru melenyap. Kekayaan para usahawan dan kapitalis, terlepas dari celoteh para demagog yang antikapitalistik, masih sangat inferior ketimbang kekayaan para raja dan pangeran, sehingga mereka tidak mampu berfoya-foya dalam aneka bentuk konstruksi mewah semacam mereka. Tidak seorangpun dewasa ini yang cukup kaya untuk merencanakan pembangunan istana-istana semacam Versailles atau Escorial. Instruksi-instruksi untuk mendirikan gedung pemerintahan saat ini tidak lagi berasal dari para despot yang dulu dapat bebas mengangkangi opini publik, yang dapat memilih dengan leluasa maestro mana saja yang mereka kagumi, untuk menyeponsori proyek mana yang akan menjadi skandal bagi mayoritas masyarakat yang manut saja. Komite dan dewan di jaman ini hampir dapat dipastikan tidak akan mengadopsi gagasan-gagasan pionir. Mereka cenderung akan menempatkan diri mereka di tempat yang aman saja.

Belum pernah terjadi era di mana masyarakat dapat menghargai seni kontemporer sebagaimana adanya. Penghormatan kepada para pengarang dan seniman besar selalu terbatas pada kelompok-kelompok kecil saja. Apa yang mencirikan kapitalisme bukanlah selera buruk kebanyakan orang, melainkan kenyataan bahwa kebanyakan orang tersebut, yang telah menjadi lebih makmur akibat kapitalisme, menjadi “para konsumen” karya kesusastraan-tentunya, sastra yang berbau sampah. Pasar buku dibanjiri oleh fiksi-fiksi picisan untuk mereka yang tergolong semi-barbar. Tapi hal tersebut tetap tidak mencegah para pengarang besar untuk menciptakan karya-karya mereka yang tak lekang.

Para kritikus meratapi seni industrial yang konon dikatakan telah mengalami kebusukan. Mereka mengontraskan barang-barang produksi; misalnya berbagai perabotan yang tersimpan di kastil-kastil keluarga aristokrat Eropa atau barang-barang koleksi museum, dengan barang-barang murahan hasil produksi berskala massal. Mereka gagal melihat bahwa collectors’ items tersebut memang dulunya diperuntukkan secara eksklusif kepada orang-

Page 68: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

68

orang kaya. Kotak-kotal ukiran serta meja-meja intarsia tidak dapat ditemukan di gubuk-gubuk masyarakat lapis bawah yang jelas lebih miskin. Mereka yang mengeluhkan furnitur murahan yang dimiliki rata-rata para warga penerima upah di Amerika perlu sekali-sekali mengunjungi Rio Grande del Norte, agar dapat memeriksa sendiri bagaimana kondisi tempat tinggal para peons Meksiko, yang sama sekali tidak memiliki perabotan satupun. Industri modern bermula dengan menyediakan kepada massa segala tetek-bengek keperluan demi kehidupan yang lebih baik; kepedulian utamanya adalah menghasilkan semurah mungkin, tanpa pertimbangan nilai estetis. Barulah kelak ketika kemajuan kapitalisme telah semakin meningkatkan standar kehidupan masyarakat, proses produksi selangkah demi selangkah mengarah kepada fabrikasi barang-barang yang tidak kurang indahnya, dan tidak kalah halus buatannya. Hanya prasangka romantik saja yang dapat memengaruhi seorang pengamat untuk mengabaikan kenyataan bahwa semakin banyak penduduk di negara-negara yang kapitalistik kini hidup di dalam lingkungan yang lebih dari sekadar “lumayan”.

Page 69: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

69

BAB III

KESUSASTRAAN DI BAWAH KAPITALISME

1. PASAR PRODUK KESUSASTRAAN

Kapitalisme memberi kepada banyak orang kesempatan untuk memperlihatkan inisiatif. Sementara kekakuan di dalam masyarakat status memaksa semua orang untuk berkinerja secara rutin tanpa perbedaan serta tidak mentolerir setiap penyimpangan dari pola perilaku tradisional, kapitalisme justru menganjurkan inovasi. Keuntungan adalah hadiah bagi penyimpangan yang berhasil dilakukan dari jenis-jenis prosedur yang sudah biasa; kerugian adalah hukuman bagi mereka yang terus bertahan menggunakan metode-metode usang. Individu bebas menunjukkan apa yang dapat dilakukannya secara lebih baik daripada orang lain.

Namun demikian, kebebasan individu ini terbatas. Dia merupakan hasil dari demokrasi pasar dan dengan begitu tergantung pada apresiasi terhadap pencapaian individual di pihak para konsumen yang berdaulat. Apa yang berhasil di pasar bukanlah semata kinerja yang baik, tetapi kinerja yang oleh sejumlah konsumen dalam jumlah yang cukup besar, dianggap baik. Jika publik pembeli tidak mampu menghargai nilai suatu produk, betapapun bagusnya produk tersebut, semua kesulitan dan pengeluaran yang telah dikeluarkan untuknya akan sia-sia.

Kapitalisme pada esensinya merupakan sistem produksi massal untuk memuaskan kebutuhan massa. Dia telah melimpahkan begitu banyak barang kepada manusia kebanyakan. Dia telah meningkatkan standar hidup rata-rata ke tingkat yang tidak pernah diimpikan di abad-abad sebelumnya. Dia telah memungkinkan akses ke berbagai hal yang dapat dinikmati bagi jutaan orang, yang beberapa generasi sebelumnya hanya dapat dicapai oleh sekelompok kecil elit saja.

Page 70: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

70

Contoh yang luar biasa diperlihatkan dalam evolusi yang semakin memperluas pasar bagi berbagai macam karya sastra. Kini kesusastraan-dalam pengertian terluas dari istilah tersebut-telah menjadi komoditas yang diinginkan oleh jutaan orang. Publik membaca suratkabar, majalah dan buku; mereka mendengarkan siaran dan menonton teater. Para penulis, produser dan aktor yang berhasil memuaskan keinginan mereka akan mendapatkan pemasukan yang besar. Di dalam kerangka pembagian kerja sosial sebuah sub-divisi baru pun tercipta, yaitu spesies para literati, semisal orang-orang yang hidup dari tulisan. Para penulis ini menjual jasa mereka atau produk hasil jerih mereka ke pasar sebagaimana para spesialis lain menjual layanan atau produk mereka. Dalam kapasitas sebagai penulis ini, mereka terintegrasi erat di dalam tubuh masyarakat pasar yang kooperatif.

Di masa prakapitalistik bidang tulis-menulis adalah seni yang tidak menjanjikan penghasilan besar. Para pandai besi atau pembuat sepatu dapat hidup layak, namun tidak demikian dengan para penulis. Menulis adalah seni liberal, semacam hobi belaka, dan bukan profesi. Dia adalah kegiatan ‘mulia’ bagi orang-orang kaya, para raja, baron dan negarawan, aristokrat dan bangsawan lainnya yang berpenghasilan mandiri. Menulis dilakukan di waktu luang oleh para pendeta, biarawan, dosen dan tentara. Orang-biasa yang tidak memiliki uang namun masih tergerak untuk menulis, harus mengamankan terlebih dahulu pemasukannya melalui sumber lain, bukan dari kepenulisannya. Spinoza bekerja sebagai pengasah lensa. Duo Bapak dan anak duo Mills, adalah pegawai kantor Perusahaan East India Company di London. Tetapi kebanyakan penulis miskin bertahan hidup atas kedermawanan para sahabat seni dan sains yang kaya. Para raja dan pangeran juga saling bersaing menjadi patron penyair dan penulis. Pengadilan menjadi asilum bagi kesusastraan.

Adalah fakta historis bahwa sistem patronase ini memberi para penulis kebebasan penuh dalam berekspresi. Para patron tidak berupaya memaksakan filsafat, standar cita rasa dan etika mereka kepada para protégés mereka. Mereka giat memberi perlindungan

Page 71: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

71

dari otoritas gerejani. Setidaknya, penulis yang oleh satu atau beberapa pengadilan telah dilarang mendapatkan suaka dari pengadilan lain, masih bisa diselamatkan.

Namun demikian, visi yang dimiliki filsuf, sejarawan dan penyair yang menggerakan sebagian asisten pengadilan kerajaan dan yang amat tergantung pada kebaikan despot, tidak begitu mencerahkan. Para liberal tua menyambut gembira evolusi pasar bagi produk-produk kesusastraan sebagai bagian esensial dari suatu proses yang dapat mengemansipasi individu sehingga mandiri dari perlindungan raja dan aristokrat. Oleh karena itu, dalam pandangan mereka, penilaian dari kelompok terdidik akan berperan amat penting. Betapa mengagumkannya prospek ini! Cahaya baru tampaknya mulai disadari.

2. SUKSES PASAR BUKU

Namun, gambaran semacam ini mengandung beberapa kesalahan.

Kesusastraan bukanlah sebuah konformisme, melainkan pembangkangan. Pengarang yang hanya mengulangi apa yang sudah disetujui semua orang dan menyajikan apa yang ingin mereka dengar bukanlah pengarang besar. Yang terpenting adalah sang inovator, pemberontak, pembawa suara tentang sesuatu yang belum pernah didengar, penolak standar tradisional yang bertujuan mengganti yang usang dengan nilai dan gagasan baru. Dengan demikian, pengaran besar sudah seharusnya anti-otoritarian dan antipemerintahan, berlawanan dari mayoritas besar sejawatnya, dan tidak bisa diakurkan. Tepatnya, ia penulis yang kebanyakan bukunya tidak dibeli oleh publik.

Apapun anggapan orang tentang Marx dan Nietzsche, tidak seorangpun menyangkal kesuksesan mereka yang luar biasa setelah mereka meninggal. Namun, keduanya mungkin akan sudah mati kelaparan jika tidak mendapatkan sumber-sumber lain di samping dari royalti buku mereka. Pembangkang dan pembaharu tidak dapat berharap banyak dari penjulan bukunya di pasar reguler.

Page 72: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

72

Para tycoon di pasar buku adalah pengarang fiksi untuk tujuan massal. Akan kelirulah jika kita asumsikan bahwa para pembeli ini selalu lebih menyukai buku yang buruk ketimbang yang bagus. Mereka tidak memiliki diskriminasi dan, oleh karena itu, siap menyerap apa saja, termasuk juga kadang-kadang buku-buku bagus. Memang benar, kebanyakan novel dan drama yang diterbitkan dewasa ini hanyalah sampah saja. Tidak banyak yang dapat diharapkan dari ribuan volume yang terus ditulis setiap tahun. Jaman kita masih bisa disebut sebagai abad perkembangan kesusastraan seandainya satu dari setiap seribu buku yang diterbitkan, terbukti setara dengan buku-buku hebat di masa lalu.

Banyak kritik gemar menyalahkan kapitalisme atas apa yang mereka sebut sebagai kebusukan sastra. Barangkali mereka harus lebih menyalahkan ketidakmampuan mereka sendiri dalam menyaring jerami dari gandum. Apakah minat mereka lebih tinggi ketimbang minat para pendahulu mereka sekitar seratus tahun yang silam? Sebagai contoh, dewasa ini semua kritikus memuji-muji Stendhal. Padahal ketika Stendhal meninggal dunia pada 1842, ia hanyalah seorang penulis yang tidak dikenal dan disalahpahami banyak orang.

Kapitalisme dapat memakmurkan massa sehingga mereka mampu membeli berbagai buku dan majalah. Tetapi dia tidak mampu memberi masyarakat kemampuan untuk mencerna seperti seorang Maecenas atau Can Grande della Scala. Kesalahannya bukan terletak pada kapitalisme jika masyarakat umum tidak dapat menghargai buku-buku yang tergolong tidak biasa.

3. KETIDAKADILAN

Para detraktor yang paling bersemangat dalam mengkritik kapitalisme adalah mereka yang menolaknya atas tuduhan ketidakadilan. Mengarang-ngarang hal-hal yang seharusnya terjadi dan mengontraskannya dengan apa yang tidak terjadi adalah kebiasaan yang menyenangkan oleh sebab hal tersebut bertentangan dengan hukum-hukum alam semesta yang riil dan memang tidak

Page 73: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

73

lentur. Sejauh sebatas impian, itu tentu boleh-boleh saja. Namun, ketika para pengarang tersebut mulai mengabaikan perbedaan antara fantasi dan realitas, mereka menjelma menjadi hambatan yang paling serius bagi upaya manusia untuk meningkatkan kondisi eksternal kehidupan dan kesejahteraannya.

Yang terburuk dari delusi ini adalah gagasan yang mengatakan bahwa “alam” memberkahi setiap manusia dengan hak-hak tertentu. Menurut doktrin ini alam menerima dengan tangan terbuka setiap anak yang dilahirkan di bumi. Segala sesuatu sudah tersedia secara berlimpah bagi semua orang. Sebagai konsekuensinya, setiap orang memiliki klaim yang tidak teralienasikan dari sejawat serta masyarakatnya sehingga ia harus mendapatkan seporsi penuh apa yang telah dialokasikan oleh alam kepadanya. Hukum-hukum kodrati yang alamiah dan keadilan ilahi mengharuskan bahwa tidak seorangpun harus mengapropriasi bagi dirinya sendiri apa yang seusai haknya merupakan milik orang-orang lain. Orang-orang miskin telah menjadi miskin oleh sebab manusia-manusia yang tidak adil teah melucuti mereka apa yang menjadi hak-hidup mereka. Adalah tugas gereja dan otoritas sekulerlah untuk mencegah terjadinya kecurangan semacam itu dan untuk membuat semua orang hidup makmur.

Setiap kata dalam doktrin ini, keliru. Alam tidak menyediakan segala sesuatu secara berkelimpahan, melainkan secara amat terbatas. Dia membatasi ketersediaan semua hal yang tidak terpisahkan bagi keberlangsungan kehidupan manusia. Alam mengisi dunia ini dengan hewan-hewan dan tumbuh-tumbuhan; bagi makhluk-makhluk hidup ini, dorongan untuk menghancurkan kehidupan dan kesejahteraan manusia adalah sesuatu yang sudah “terpatri“. Alam memperlihatkan segenap daya dan elemen yang operasinya siap menghancurkan kehidupan manusia dan setiap upaya manusia untuk mempertahankan kehidupannya. Keberlangsungan hidup dan kesejahteraan manusia adalah pencapaian keterampilan; dengan keterampilan ini manusia memanfaatkan instrumen utama yang diberikan alam kepadanya–yakni akal.

Page 74: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

74

Manusia, yang saling bekerjasama satu sama lain dalam sistem pembagian kerja (division of labor), telah menciptakan kekayaan yang oleh para pemimpi di atas dianggap sebagai pemberian alam secara cuma-cuma. Dalam hal “distribusi” kekayaan tersebut, adalah tidak masuk akal jika kita mengacu kepada prinsip keadilan yang konon dikatakan bersifat kodrati atau ilahiah. Yang menjadi masalah bukanlah alokasi porsi-porsi dari “dana” yang disediakan alam kepada manusia. Masalahnya adalah bagaimana meningkatkan institusi-institusi sosial tersebut, yang memungkinkan manusia untuk terus meningkatkan produksi segala hal yang dibutuhkannya.

Dewan Gereja Dunia, sebuah organisasi ekumene (universal) Gereja-Gereja Protestan, pada 1948 mendeklarasikan: “Keadilan menuntut agar penduduk Asia dan Afrika, misalnya, menerima manfaat dari produksi yang menggunakan lebih banyak mesin (the benefits of more machine production).”[1] Hal ini hanya masuk akal jika orang mengimplikasikan bahwa Tuhan memberikan kemanusiaan dengan sejumlah tertentu permesinan dan mengharapkan agar alat-alat ini didistribusikan secara adil kepada berbagai bangsa. Akan tetapi negara-negara kapitalis ternyata “durjana”; mereka menguasai pasokan benda tersebut secara jauh lebih banyak ketimbang yang telah dialokasikan oleh “keadilan”, dan dengan demikian telah menyurangi para penduduk Asia dan Afrika dari porsi-porsi yang adil. Betapa memalukannya!

Di sini kebenarannya adalah bahwa pengakumulasian modal dan investasi modal tersebut dalam bentuk mesin-mesin, sebagai sumber kemakmuran bangsa-bangsa Barat yang secara komparatif memang lebih besar, secara eksklusif disebabkan oleh kapitalisme laissez-faire yang dalam dokumen yang sama di atas telah dimisrepresentasikan dan ditolak oleh pihak geraja atas dasar pertimbangan moral. Bukanlah kesalahan para kapitalis jika bangsa-bangsa Asiatik atau Afrika tidak mengadopsi ideologi atau kebijakan yang memungkinkan terjadinya evolusi kapitalisme yang secara autochthonous [Red: tumbuh dari dalam diri mereka sendiri]. Bukan pula kesalahan para kapitalis jika kebijakan-

Page 75: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

75

kebijakan yang diambil oleh bangsa-bangsa tersebut mementahkan berbagai upaya investor asing untuk memberi mereka “the benefits of more machine production.” Tidak ada yang dapat membantah bahwa apa yang membuat ratusan juta manusia di Asia dan Afrika menjadi miskin adalah karena mereka tetap berpegang pada metode-metode produksi yang primitif dalam berproduksi dan gagal memeroleh manfaat yang sebenarnya dapat mereka nikmati dengan mengerahkan peranti yang lebih baik dan rancangan teknologis yang mutakhir. Hanya ada satu cara untuk mengatasi prahara mereka-yakni, pengadopsian secara penuh kapitalisme laissez-faire. Yang mereka butuhkan adalah wirausahawan swasta dan akumulasi-akumulasi modal, kapitalis dan wirausahawan baru. Tidaklah masuk akal menyalahkan kapitalisme dan bangsa-bangsa kapitalis Barat atas kesulitan yang diciptakan oleh bangsa-bangsa terbelakang tersebut kepada mereka sendiri. Resep obatnya mestinya bukan berupa “keadilan” melainkan penggantian kebijakan yang tidak tepat dengan yang tepat, misalnya laissez-faire.

Yang telah meningkatkan standar hidup orang-orang biasa di negara-negara kapitalistik sehingga mencapai ketinggiannya saat ini, bukanlah wacana yang congkak tentang konsep keadilan yang samar-samar, melainkan aktivitas-aktivitas sejumlah manusia yang dijuluki sebagai para “individualis yang kasar” dan “pelaku ekspolitasi.” Kemiskinan yang dialami bangsa-bangsa terbelakang adalah akibat fakta bahwa kebijakan-kebijakan ekspropriasi, perpajakan diskriminatif dan kontrol valas merekalah yang telah mencegah terjadinya investasi modal asing sementara kebijakan-kebijakan domestik mereka melibas pengakumulasian modal asli.

Semua yang menolak kapitalisme dengan dalih moral sebagai sistem yang tidak adil mengalami delusi akibat kegagalan mereka dalam memahami apa itu modal, bagaimana dia dapat terbentuk dan terjaga, dan apa saja manfaat-manfaat akibat pengerahannya dalam proses-proses produksi.

Page 76: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

76

Satu-satunya sumber pembentukan barang-modal baru adalah melalui tabungan. Jika semua barang hasil produksi dikonsumsi, modal baru tidak tercipta. Tetapi jika konsumsi berada di belakang produksi dan surplus barang yang baru dihasilkan terhadap barang yang terkonsumsi dimanfaatkan lebih lanjut dalam proses-proses produksi, maka proses-proses ini demikian akan berlanjut dengan bantuan tambahan barang-modal. Semua barang modal merupakan barang-antara, langkah-langkah yang perlu ditempuh di jalan yang, dimulai dari pengerahan awal faktor-faktor produksi asli (misalnya berupa sumber daya alam dan tenaga manusia), menuju penciptaan final barang yang siap untuk dikonsumsi. Semua barang ini dapat habis terpakai. Cepat atau lambat, mereka akan aus dalam proses produksi. Jika semua produk dikonsumsi tanpa adanya penggantian barang modal yang telah terpakai dalam proses produksi, maka modal itu sendiri akan dikonsumsi. Jika hal ini terjadi, produksi selanjutnya hanya dapat tertopang oleh barang modal yang jumlahnya sedikit dan dengan demikian akan menghasilkan output yang lebih kecil per unit sumber daya alam dan tenaga kerja yang dikerahkan. Untuk mencegah terjadinya dissaving dan divestasi semacam ini, orang harus mendedikasikan sebagian upaya produktifnya khusus untuk mempertahankan modal, yakni dengan cara mengganti barang modal yang terserap dalam proses produksi barang-barang yang dapat dipakai.

Modal bukanlah barang bebas yang datang dari Tuhan atau alam. Dia merupakan hasil pengekangan oleh manusia yang melihat jauh ke depan. Dia diciptakan dan ditingkatkan lewat tabungan dan dipertahankan dengan mencegah tabungan sehingga tidak tergerus oleh konsumsi.

Modal atau barang modal pun tidak memiliki di dalam dirinya kemampuan untuk meningkatkan produktivitas sumber daya alam dan sumber daya manusia. Hanya jika buah-buah dari tabungan dikerahkan atau diinvestasikan secara bijaksanalah mereka meningkatkan output per unit sumber-sumber daya tersebut. Jika tidak demikian, mereka akan menjadi kesia-siaan.

Page 77: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

77

Akumulasi modal baru, pengelolaan modal yang telah ada dan utilisasi modal untuk meningkatkan produktivitas upaya manusia merupakan hasil dari tindakan manusia yang bersengaja. Hal-hal tersebut adalah hasil dari perilaku orang-orang yang berhemat dan abstain dari tindakan-tindakan yang non-tabungan-dengan demikian, misalnya, para kapitalis memeroleh bunga; dan mereka yang berhasil memanfaatkannya untuk memuaskan kebutuhan konsuimen dengan cara terbaik-dengan demikian, para pengusaha mendapatkan keuntungan.

Baik kapital (atau barang modal), perilaku sang kapitalis maupun perilaku sang pengusaha sama-sama tidak dapat meningkatkan standar hidup orang lain jika mereka yang non-kapitalis dan non-pengusaha tidak bereaksi dalam cara tertentu. Jika para penerima upah bertindak dalam cara yang digambarkan oleh “hukum-besi upah” dan jika mereka memang benar-benar mengetahui bahwa upah mereka tidak akan bermanfaat lebih jauh selain untuk makan dan beranak pinak sana, maka hasil peningkatan modal yang terakumulasi hanya akan berlomba atau berkejaran dengan angka kenaikan populasi. Semua manfaat yang diturunkan dari akumulasi tambahan modal akan terserap oleh pertambahan jumlah manusia. Akan tetapi, cara manusia dalam merespon membaiknya kondisi eksternal kehidupannya berbeda dari respon yang dilakukan oleh kuman penyakit. Manusia mengenal bentuk-bentuk kepuasan lain selain dengan cara makan dan berkembang biak. Sebagai konsekuensinya, di negara-negara berperadaban kapitalistik, peningkatan modal yang terakumulasi terjadi lebih cepat ketimbang peningkatan jumlah penduduk. Sejauh hal ini terjadi, produktivitas-marjinal tenaga kerja akan meningkat terhadap produktivitas marjinal dari faktor-faktor material produksi. Kenaikan upah cenderung akan terjadi. Proporsi output total produksi yang bergerak ke arah para penerima upah semakin meningkat ketimbang proporsi bunga yang bakal diperoleh kapitalis dan proporsi nilai sewa bagi para pemilik lahan.[2]

Pembicaraan tentang produktivitas tenaga kerja hanya masuk akal jika orang mengacu kepada produktivitas marjinal dari tenaga kerja,

Page 78: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

78

a.l. terhadap pengurangan dalam output netto yang akan ditimbulkan oleh ketiadaan satu orang pekerja. Dengan demikian dia mengacu kepada suatu kuantitas ekonomis tertentu, yaitu kepada sejumlah determinat barang atau ekuivalennya dalam uang. Konsep produktivitas umum dari tenaga kerja sebagaimana diacu dalam diskusi popular yang berkisar tentang hak alamiah pekerja untuk mengklaim peningkatan produktivitas secara total adalah pembicaraan kosong dan tidak dapat didefinisikan. Dia berasal dari ilusi bahwa adalah memungkinkan menengtukan pangsa bagi masing-masing dari berbagai faktor komplementer produksi yang secara fisik berkontribusi dalam penghasilan produk. Jika seseorang memotong selembar kertas dengan gunting, tidaklah mungkin memastikan kuota yang pasti dari hasil yang diberikan gunting tersebut (atau masing-masing bilahnya) dan terhadap orang yang mengoperasikan gunting tersebut. Untuk membuat sebuah mobil, orang memerlukan berbagai mesin dan alat, berbagai bahan baku, tenaga kerja berbagai jenis pekerja manual dan, pertama-tama, rencana dari seorang perancang. Tetapi tidak seorangpun dapat memutuskan seberapa besar kuota dari mobil yang dihasilkan yang secara fisik disebabkan oleh berbagai faktor tersebut yang pengerahannya diperlukan dalam pemroduksian mobil..

Demi argumen semata, kita boleh mengesampingkan semua pertimbangan yang menunjukkan kekeliruan yang umum terjadi dalam menangani problem tersebut dan bertanya: Dari kedua faktor tersebut, tenaga kerja dan modal, yang manakah yang telah menyebabkan kenaikan produksi? Namun, jika kita menanyakannya persis dengan cara tersebut, jawabannya haruslah: modal. Apa yang menyebabkan output di AS dewasa ini (per kepala dari tenaga manusia yang dipekerjakan) lebih tinggi daripada di jaman-jaman lalu atau di Negara-negara yang perekonomiannya terbelakang-misalnya, Cina-adalah fakta bahwa pekerja kontemporer Amerka didukung oleh alat-alat yang lebih banyak dan lebih baik. Jika peralatan modal (per kepada setiap pekerja) tidak lebih melimpah ketimbang tiga ratus tahun lalu atau dewasa ini di Cina, maka output (per pekerja) tidak akan lebih tinggi. Apa yang dibutuhkan untuk meningkatkan, ketika jumlah pegawai tidak

Page 79: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

79

mengalami kenaikan, jumlah total output industrial Amerika adalah investasi modal tambahan yang hanya dapat terakumulasi melalui tabungan baru. Tabungan dan investasi itulah yang harus diberikan kredit bagi berkembangnya produktivitas total tenaga kerja.

Apa yang menaikkan upah dan mengalokasikan kepada penermima upah porsi yang selalu lebih besar daripada yang telah menjadi semakin meningkat oleh akumulasi modal tambahan adalah fakta bahwa tingkat akumulasi modal melampaui tingkat pertambahan populasi. Doktrin resmi menyadari fakta ini namun tidak mengatakan apa-apa, atau bahwan mencoba membantahnya secara keras. Namun, kebijakan-kebijakan serikat buruh dengan jelas menunjukkan bahwa para pemimpin mereka menyadari sepenuhnya kebenaran teori yang secara public mereka nodai sebagai teori bodoh pendukung borjuis. Mereka bersemangat untuk membatas jumlah pencarai kerja di seluruh negeri melalui UU anti-imigrasi dan di setiap segmen pasar tenaga kerja dengan mencegah influks pendatang baru.

Bahwa kenaikan tingkat upah tidak tergantung pada “produktivitas” pekerja secara individual, melainkan pada produktivitas tenaga kerja secara marjinal, jelas didemonstasikan oleh kenyataan bahwa tingkat upah juga akan bergerak ke atas bagi kinerja-kinerja di mana “produktivitas” individual tidak mengalami perubahan sama sekali. Ada banyak pekerjaan yang seperti itu. Seorang pencukur rambut memotong rambut kliennya hari ini dengan cara yang sama persis dengan yang telah dilakukan pencukur-pencukur pendahulunya dua ratus tahun yang lalu. Seorang pelayan melayani meja PM Inggris dengan cara yang sama dengan car ayang dilakukan pelayan-pelayan sebelumnya yang dulu melayani Pitt dan Palmerston. Di bidang pertanian sejumlah pekerjaan tertentu masih dilakukan dengan alat-alat yang sama dengan yang dipergunakan berabad-abad lalu. Namun tingkat upah para pekerja tersebut dewasa ini lebih tinggi daripada di masa lalu. Mereka lebih tinggi karena upah mereka ditentukan oleh produktivitas marjinal tenaga kerja. Majikan dari sang pelayan mempertahankan orang tersebut agar tidak bekerja di pabrik dan dengan demikian harus

Page 80: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

80

membayarnya dengan nilai yang setara dengan kenaikan output yang dihasilkan oleh penugasan satu karyawan tambahan di parbrik. Bukan lantaran kontribusi sang pelayan yang menyebabkan kenaikan upahnya, melainkan fakta bahwa kenaikan modal yang ditanam melampaui kenaikan jumlah karyawan.

Semua doktrin pseudo-ekonomi yang mendepresiasikan peran tabungan dan pengakumulasian tabungan, musykil. Apa yang meningkatkan kemakmuran masyarakat kapitalistik dalam perbandingannya dengan masyarakat yang non-kapitalistik adalah fakta bahwa ketersediaan pasokan barang modal. Faktanya adalah bahwa ketersediaan barang modal di negara-negara kapitalistik lebih besar ketimbang di negara-negara non-kapitalistik. Apa yang meningkatkan standar hidup para penerima upah adalah fakta bahwa peralatan modal per kepala dari penduduk yang bersemangat bekerja dan menerima upah telah mengalami kenaikan. Konsekuensi dari fakta inilah bahwa prosi yang semakin meningkat dari total jumlah barang produksi yang dapat dipakai sampai ke pada para penerima upah tersebut. Kendati tidak tergolong ekonom utama penentang Marx, Keynes dan sejumlah penulis lain yang kurang terkenal, juga berhasil memperlihatkan titik lemah dalam pernyataan bahwa hanya terdapat satu cara untuk meningkatkan upah secara permanen demi kemaslahatan pekerja upahan-yakni, dengan mengakselerasikan peningkatan modal yang tersedia bagi populasi. Jika ini dikatakan “tidak adil”, maka kesalahannya terletak pada alam dan bukan pada manusia.

4. “PRASANGKA BORJUIS” TENTANG KEBEBASAN

Sejarah peradaban Barat adalah catatan perjuangan tanpa henti demi kebebasan.

Kerjasama sosial di bawah sistem pembagian kerja (division of labor) adalah satu-satunya sumber ultimat keberhasilan manusia dalam memperjuangkan keberlangsungkan hidup dan dalam upayanya meningkatkan setinggi-tingginya kondisi-kondisi material bagi kesejahteraannya. Namun, sebagaimana halnya

Page 81: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

81

dengan kodat manusia, masyarakat tidak dapat bertahan tanpa adanya aturan yang mencegah mereka yang liar dan serampangan sehingga mereka tidak menempuh tindakan-tindakan yang tidak kompatibel dengan kehidupan komunitas. Untuk mempertahankan kerjasama yang damai, orang harus siap menempuh cara supresi yang keras bagi siapa saja yang mengganggu perdamaian. Masyarakat tidak dapat berjalan tanpa adanya aparatus sosial atas dasar koersi dan kompulsi, misalnya tanpa negara dan pemerintahan. Persoalan selanjutnya kemudian muncul: bagaimana membatasi seseorang yang bertugas menjalankan fungsi pemerintahan supaya orang tersebut tidak menyalahgunakan kekuasaannya dan mengonversi semua orang lain menjadi semacam budaknya. Seluruh perjuangan kebebasan bertujuan agar para petugas bersenjata yang menjaga perdamaian, tetap terkendali: yaitu para gubernur serta petugas hukum mereka. Konsep kebebasan individual secara politis berarti kebebasan dari kesewenang-wenangan kekuatan kepolisian.

Gagasan kebebasan adalah sesuatu yang memang khas Barat. Apa yang memisahkan Timur dan Barat pertama-tama adalah kenyataan bahwa gagasan kebebasan tidak pernah terpikirkan oleh bangsa-bangsa Timur. Kejayaan hebat bangsa Yunani Kuno telah dimungkinkan sebab merekalah yang pertama kali menangkap makna dan arti penting institusi-insitusi penjamin kebebasan. Penelitian historis belum lama ini telah berhasil menapaktilasi awal dari sejumlah pencapaian ilmiah yang sebelumnya dikreditkan kepada bangsa Hellenes dari sumber-sumber ketimuran. Namun demikian, tidak seorangpun pernah menentang bahwa gagasan kebebasan berasal dari kota-kota di Yunani tua. Tulisan-tulisan filsuf dan sejarawan Yunani ditransmisikan kepada bangsa Romawi dan kemudian kepada bangsa Eropa modern dan Amerika modern. Kkebebasan menjadi perhatian utama semua bangsa barat dalam upayanya mendirikan masyarakat yang baik. Hal ini menghasilkan filsafat laissez-faire, yang kepadanya kemanusiaan telah berhutang bagi segala hal yang telah dicapai di abad kapitalisme.

Page 82: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

82

Tujuan seluruh kelembagaan politik dan yudisial modern adalah memastikan kebebasan individu dari segala bentuk pelanggaran di pihak pemerintah. Pemerintahan representatif dan aturan hukum, kemandirian pengadilan dan tribunal dari interferensi agen-agen administratif, habeas corpus, pemeriksaan yudisial dan tindakan pembelaan atau pemulihan nama baik (redress of act) dari administrasi, kebebasan berbicara dan kebebasan pers, pemisahan antara negara dan gereja, dan banyak lembaga lainnya ditujukan pada satu hal semata: untuk membatasi kekeluasaan para petinggi kantor dan membebaskan individu-individu dari kesewenang-wenangan mereka. Abad kapitalisme telah menghapuskan semua sisa perbudakan dan perhambaan. Dia telah mengakhiri pemberlakuan sistem hukuman yang kejam dan telah menekan hukuman kriminal ke titik minimum yang tidak dapat dihilangkan untuk mencegah para pelanggar hukum. Dia telah meniadakan sistem penyikasaan dan metode-metode lainnya yang menimbulkan keberatan banyak pihak dalam berurusan dengan para tertuduh dan pelanggar hukum. Abad kapitalisme telah menarik kembali semua hak istimewa dan menjalankan keadilan bagi semua orang di mata hukum. Dia telah mentransformasi para korban tirani menjadi warga negara yang bebas.

Perbaikan materi acapkali merupakan buah dari reformasi dan inovasi dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan. Tatkala semua hak istimewa lenyap dan semua orang diberi hak untuk menantang kepentingan-kepentingan terselubung di dalam diri semua orang lain, kebebasan diberikan kepada siapa saja yang cukup orisinil untuk mengembangkan semua industri baru yang kini membuat kondisi kehidupan materi banyak orang semakin memuaskan. Angka populasi bermultiplikasi akan tetapi populasi yang meningkat masih tetap dapat menikmati hidup yang lebih baik ketimbang para leluhur mereka.

Juga di negara-negara berperadaban Barat sejak dulu selalu terdapat pihak yang mengadvokasikan tirani-peraturan arbitrer otokrat atau aristokrat yang absolut di satu sisi, serta penundukkan orang-orang lain di sisi lain. Tetapi di abad Pencerahan suara-suara semacam ini

Page 83: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

83

semakin berkurang. Dorongan akan kebebasan menyemuka. Di bagian pertama abad 19, prinsip kebebasan tampaknya telah mengalami kemajuan yang sulit terbendung. Para filsuf dan sejarawan luhung merasa yakin bahwa evolusi historis ke arah terbentuknya institusi-insittusi penjamin kebebasan; dan bahwa tidak satupun intrik plot para pendukung penghambaan, yang bakal mampu menghentikan laju tren ke arah liberalisme.

Dalam berurusan dengan filsafat sosial liberal terdapat kecenderungan untuk mengabaikan kekuatan satu faktor penting yang berdaya-dukung besar terhadap gagasan kebebasan, yakni peran penting yang diberikan kepada kesusastraan kuno dalam pendidikan kaum elit. Memang di antara pengarang-pengarang Yunani tersebut ada pula yang menyuarakan omnipotensi pemerintahan, semacam Plato. Namun demikian, tenor esensial ideologi Yunani adalah pengejaran kebebasan. Dinilai berdasarkan standar lembaga-lembaga modern, kebanyakan kota-negara Yunani harus disebut sebagai oligarki. Kebebasan yang dielu-elukan oleh para negarawan, filsuf dan sejarawan Yunani sebagai barang yang paling berharga bagi manusia, tersimpan secara khusus bagi minoritas saja. Dengan menjauhkannya dari pada metics (kelas residen pendatang di Yunani Kuno) dan budak, mereka pada akhirnya mengadvokasikan aturan lalim berdasarkan kasta oligarki sesuai keturunan. Namun, adalah kesalahan besar untuk mencampakkan himne-himne mereka terhadap kebebasan sebagai kepalsuan. Mereka tidak kalah tulusnya di dalam puja-puji dan di dalam pencarian terhadap kebebasan ketimbang yang dilakukan, sekitar dua ribu tahun kemudian, oleh para pemilik budak yang turut menandatangani Deklarasi Kemerdakaan Amerika. Adalah kesusastraan politis dari Yunani Kunolah yang menghasilkan gagasan tentang Monarchomachs, filsafat kaum Whig, doktrin-doktrin Althusius, Grotius dan John Locke serta ideologi yang diusung oleh para bapak konstitusi modern dan bills of rights. Adalah kajian-kajian klasik, sebagai fitur esensial dari pendidikan liberal, yang membangunkan semangat kebebasan kelompok Stuart di Inggris, para Bourbon di Prancis, serta para korban kelaliman selaksa pangeran di Italia. Tidak kurang lagi adalah Bismarck, di

Page 84: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

84

antara negarawan abad-19 nomor dua setelah Metternich sebagai musuh terbesar kebebasan, yang menyaksikan fakta bahwa, bahkan di Prusia di bawah Frederick William III pun, the Gymnasium, pendidikan berdasarkan kesusastraan Yunani dan Romawi, merupakan basis kuat republikanisme.[1] Upaya-upaya penuh gairah untuk menghilangkan kajian klasik dari kurikulum pendidikan liberal dan dengan demikian sama saja menghancurkan karakternya, atau sebagai manifestasi utama dari kebangkitan ideologi penghambaan.

Adalah kenyataan bahwa seratus tahun lalu hanya segelintir orang saja yang mengantisipasi munculnya momentum yang sepertinya menakdirkan menguatkan gagasan anti-kebebasan dalam waktu yang amat singkat. [Padahal] ideal kebebasan tampak telah begitu kokoh mengakar sehingga semua orang beranggapan tidak mungkin akan ada gerakan reaksioner yang dapat menghapuskannya. Memang, sia-sialah menyerang kebebasan secara terbuka untuk mengadvokasikan secara tulus agar kita kembali kepada penghambaan dan keterikatan. namun, [gagasan] antiliberalisme menempati pikiran penduduk kebanyakan secara terselubung sebagai superliberalisme, atau sebagai pemenuhan gagasan kebebasan dan kemerdekaan itu sendiri. Dia hadir sebagai sosialisme, komunisme, perencanaan yang menyamar.

Mereka yang cerdas tidak akan gagal mengenai bahwa apa yang dituju kaum sosialis, komunis dan perencana adalah penghapusan secara paling radikal dari kebebasan individu dan penciptaan kemahakuasaan pemerintah. Akan tetapi, mayoritas intelektual sosialis merasa yakin bahwa dengan memperjuangkan sosialisme mereka tengah memperjuangkan kebebasan. Mereka menyebut diri sendir sebagai sayap-kiri dan democrat, dan sekarang bahkan mereka mengklaim epitet ini untuk mereka, “liberal.” Kita telah menyoroti faktor-faktor psikologis yang mengaburkan penilaian para intelektual ini serta massa yang mengikuti arahan mereka. Di dalam alam bawah sadar mereka sepenuhnya menyadari bahwa kegagalan mereka dalam mencapai tujuan jangka panjang yang digerakkan oleh ambisi mereka adalah akibat kegagalan di pihak

Page 85: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

85

diri mereka sendiri. Mereka tahun benar bahwa mereka tidak cukup bersinar atau rajin. Tetapi mereka getol untuk tidak mengakui inferioritas mereka atau sejawat mereka dan olehkarena itu mereka mencari kambing hitam. Mereka menenangkan diri sendiri dan mencoba meyakinkan yang lain bahwa penyebab kegagalan mereka bukanlah pada inferioritas mereka melainkan ketidakadilan organisasi perekonomian masyarakat. Di bawah kapitalisme, sesuai gembar-gembor mereka, realisasi-diri hanya mungkin bagi segelintir orang saja. “Kebebasan dalam masyarakat laissez-faire dapat dicapai hanya oleh mereka yang memiliki kekayaan atau kesempatan untuk membelinya.”[2] Dengan demikian, simpul mereka, negara perlu melakukan interferensi untuk merealisasikan “keadilan sosial”-apa yang mereka maksudkan sebenarnya adalah memberikan bagi yang berkualitas sedang dan frustrasi sesuai dengan “kebutuhan mereka.”

Sejauh persoalan-persoalan sosialisme tersebut hanya sebatas debat saja, orang yang tidak memahami atau kurang mampu menilai secara jernih dapat menjadi korban ilusi yang mengatakan bahwa kebebasan dapat dipertahankan di bawah rejim sosialis. Penipuan diri sendiri semacam itu tidak lagi dapat dipertahankan semenjak pengalaman Soviet menunjukkan kepada kita kondisi-kondisi di bahwa persemakmuran sosialis.

Dewasa ini, para pembela sosialisme terpaksa harus mendistorsi fakta-fakta dan melakukan misrepresentasi makna sejati kata-kata ketika mereka ingin membuat orang percaya kepada kompatibilitas sosialisme dan kebebasan.

Professor Laski almarhum - yang sepanjang hidupnya merupakan anggota ternama sekaligus ketua Partai Buruh Inggris, yang dianggap non-komunis atau bahkan anti-komunis (self-styled)-mengatakan kepada kita bahwa “tidak ada keraguan [bahwa] di Soviet Russia, seorang komunis memiliki sense yang penuh akan kebebasan; tidak ada keraguan bahwa ia juga memiliki rasa yang mendalam bahwa kebebasan tidak dapat ia dapati di Negara Italia yang Fasis.”[3] Kebenaran sesungguhnya adalah bahwa seorang

Page 86: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

86

Rusia bebas menurut semua perintah yang diinstruksikan oleh para superiornya. Sejauh ia menyimpang seperseratus inci saja dari cara berpikir yang oleh otoritas dianggap benar, maka ia tanpa ampun akan dilikuidasi. Semua politisi, pemimpin kantor, pengarang, musisi dan ilmuwan yang ikut “terpangkas”-tentu saja-bukan para anti-komunis. Mereka, justru sebaliknya, para komunis fanatik anggota-anggota partai dalam posisi tinggi, yang oleh otoritas petinggi berhakt loyalitas mereka terhadap kredo Soviet, telah dipromosikan ke posisi-posisi tinggi. Satu-satunya kesalahan yang lakukan adalah mereka tidak cukup cepat dalam menyesuaikan gagasan, kebijakan, buku atau komposisi mereka terhadap perubahan-perubahan terakhir dalam gagasan dan selera Stalin. Orang sulit percaya bahwa mereka dianggap memiliki “sense terhadap kebebasan secara penuh” jika orang itu tidak mengubah makna kebebasan sedemikian rupa sehingga berbeda dari pengertian yang selama ini telah diberikan orang terhadap kata tersebut.

Italia yang fasis tentunya adalah sebuah negara yang tidak mengenal kebebasan. Dia mengadopsi “prinsip partai tunggal” a la pola Soviet yang dikenal amat buruk dan dengan demikian merepresi semua pandangan yang tidak setuju dengannya. Akan masih terdapat perbedaan yang menyolok antara para Bolshevik dan aplikasi prinsip ini oleh kelompok Fasis. Sebagai contoh, di Italia yang fasis terdapat seorang mantan anggota kelompok deputi parlemen, yang tetap loyal hingga ajal kepada ajaran-ajaran komunis, yaitu Professor Antonio Graziadei. Ia menerima uang pension dari pemerintah yang menjadi haknya sebagai professor kehormatan, dan ia bebas menulis dan memublikasikan melalui penerbit ternama di Italia, buku-buku aliran Marxis ortodoks. Ketiadaan kebebasannya tentunya sedikit lebih lunak ketimbang para komunis Rusia, sebagaimana dikatakan Profesor Laski, yang “tanpa keraguan” sedikitpun memiliki “sense yang penuh tentang kebebasan.”

Profesor Laski gemar mengulang-ulang truisme yang menyatakan bahwa kebebasan dalam selalu berarti kebebasan di dalam hukum.

Page 87: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

87

Ia terus mengatakan bahwa hukum selelu mengarah kepada “konferensi security terdapa kehidupan yang dianggap memuaskan oleh mereka yang mendominasik permesinan negara/pemerintahan.”[4] Ini adalahj deskripsi yang tepat tentang hukum-hukum sebuah Negara yang bebas jika hal tersebut berarti bahwa hukum bertujuan melindungi masyarakat dari konspirasi yang ditujukan untuk memicu perang saudara dan menjatuhkan pemerintahan melalui jalan kekerasan. Tetapi merupakan sebuah ksesalahan pernyataan yang serius ketika Profesor Laski menambahkan bahwa di dalam masyarakat yang kapitalistis:upaya di pihak oran gmiskin untuk mengubah secara radikan hak kepemilikan orang-orang kaya sekaligus dan secara seketika langsung membalikkan sekma kebabasan ke dalam jurang bahaya.”[5]

Ambil misalnya kasus tokoh yang menjadi idola bagi Profesor Laski dan sejawatnya, Karl Marx. Ketika pada 1848 dan 1849 ia mengambil bagian aktif di dalam organisasi dan di peristiwa revolusi itu sendiri, pertama di Prussia; lalu juga di negara-negara bagian Jerman lainnya, ia-sebagai pendatang legal-diusir dan dipindahkan, bersama-sama dengan istri, anak-anak dan para pembantunya, ke Paris dan kemudian London.[6] Kelak, ketika kedamaian kembali dan para pelaku revolusi yang abortif tersebut mendapatkan amnesty, ia pun bebas kembali ke seluruh bagian Jerman dan seringkali memanfaatkan kesempatan tersebut. Ia tidak lagi berada dalam pengasingan, dan ia memilih untuk menjadikan London sebagai rumahnya.[7] Tak seorang pun mengganggunya ketika ia mendirikan, pada 1864, The International Working Men’s Association, sebuah badan yang dideklarasikan dengan tujuan tunggalnya menyiapkan revolusi besar dunia. Tokoh ini tidak dihentikan saat, atas nama asosiasi ini, ia melakukan tur-tur ke berbagai negara di benua tersebut.. Ia bebas menulis dan memublikasikan artikel-artikelnya yang, dalam kata-kata Profesor Laski, adalah upaya “untuk mengubah secara radikal hal-hak kepemilikan orang-orang kaya”. Dan ia wafat dengan tenang di rumahnya di London, 41 Maitland Park Road, pada tanggal 14 Maret, 1883.

Page 88: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

88

Simak juga misalnya kasus Partai Buruh Inggris. Upaya mereka “untuk mengubah secara radikal hak-hak milik orang-orang kaya” adalah, sebagaimana diketahui Professor Laski dengan baik, tidak mendapat halangan berupa tindakan apapun yang bertentangan dengan prinsip kebebasan.

Marx, sang pembelot, dapat hidup nyaman sambil menulis dan mengadvokasikan revolusi, di era Viktoria Inggris sebagaimana juga Partai Buruh dapat dengan nyaman terlibat dalam semua kegiatan politisnya, di era pasca-Viktoria Inggris. Di Rusia era Soviet, sedikitpun tanda-tanda oposisi tidak ditolerir. Ini perbedaan antara kebebasan dan perbudakan.

5. KEBEBASAN DAN PERADABAN BARAT

Para kritikus kebebasan sebagai konsep legal dan konstitusional dan institusi-institusi yang diciptakan untuk realisasi praktisnya benar dalam pernyataan mereka bahwa kebebasan dari tindakan arbitrer di pihak para pimpinan perkantoran dalam dirinya sendiri belum memadai untuk membuat seorang individu menjadi bebas. Tetapi dengan menekankan kebenaran yang tak terpungkiri ini mereka running against open doors. Tidak ada pendukung kebebasan yang pernah contended bahwa untuk menahan arbitrariness of officialdom adalah segalanya yang dibutuhkan untuk menjadikan masyarakat bebtas. Apa yang memberi para individu kebebasan yang kombatibel dengan kehidupan di dalam masyarkart adalah beroperasinya perekonomian pasar. Konstitusi dan bill or rights tidak menciptakan kebebasan. Mereka hanya memproteksi kebebasan sehingga yang berlaku bagi individu adalah sistem perekonomian yang kompetititf ketimbang penindasan yang dilakukan melalui kekuatan kepolisian.

Dalam perekonomian pasar orang berkesempatan untuk berjuang mencapai posisi yang ingin dicapainya di dalam struktur division of labor sosial. Mereka bebas memilih pekerjaan guna mewujudkan rencananya untuk mengabdi bagi sesamanya. Di dalam perekonomian yang terrencana, mereka tidak memiliki hal

Page 89: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

89

semacam ini. Di sini para penguasa menentukan setiap pekerjaan orang. Keputusan para superior dalam mempromosikan seseorang kepada jabatan yang lebih baik atau, sebaliknya, menghalangi promosi semacam itu. Individu tergantung semata-mata pada kemurahan hati sanga penguasa. Tetapi di bawah kapitalisme setiap orang bebas menandingi kepentingan terselubung setiap orang lain. Jika menurutnya ia memiliki kemampuan untuk memberikan kepada publicdengan cara lebih baik atau lebih murah, ia dipersilakan mendemonstrasikan efisiensinya. Kekurangan dana semata tidak akan membuat frustrasi proyek-proyeknya. Sebab kapitalis selalu mencari orang yang dapat memanfaatkan dana mereka dengan cara yang paling menguntungkan. Hasil dari kegiatan bisnis seseorang tergantung semata pada perilaku para konsumen yang membeli apa yang paling mereka sukai.

Demikian pula halnya para pekerja penerima upah; mereka tidak tergantung kepada artibtrariness sang majikan. Seorang pengusaha yang gagal menyewa pekerja yang paling cocok untuk pekerjaannya dan untuk membayarnya secara cukup memadai sehingga pekerja semacam itu tidak mencari kerja di tempat lain mendapatkan hukumannya berupa berkurangnya penghasilan nettonya. Majikan tidak membuat pekerjanya berhutang budi kepadanya. Ia menyewanya sebagai cara yang tak terpisahkan untuk keberhasilan usahanya dalam cara yang sama ia membeli bahan mentah dan perlatan pabrik. Sang karyawan bebas menari pekerjaan yang paling seusai dengannya.

Proses seleksi sosial yang menentukan posisi dan penghasilan setiap individu selalu berlangsung di dalam perekonomian pasar. Kekayaan yang luar biasa dapat berkurang dan bahkan akhirnya lenyap sepenuhnya sementara bagi orang lain, yang terlahir dalam kemiskinan, dapat meningkat ke posisi yang tinggi dan mendapatkan penghasilan yang besar. Di mana tidak ada hak istimewa dan di mana penmerintah tidak memberi proteksi kepada sekumpulan kepentingan sehingga efisiensi kelompok tersebut menjadi lebih superior ketimbang para pendatang baru, mereka yang telah mencapai kekayaan di masa lalu dipaksa untuk

Page 90: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

90

mendapatkannya lagi setiap hari dalam kompetisi dengan semua orang lain.

Di dalam kerangka kerjasama sosial di bawah pembagian kerja semua orang tergantung pada keterkenalan layanannya di pihak public pembeli yang mana ia sendiri pun merupakan anggotanya. Setiap orang dalam keputusan membeli atau abstain dari membeli adalah anggota dari pengadilan suprim yang memberi tugas kepada semua orang-dan dengan demikian termasuk dirinya sendiri-tempat tertentu di dalam masyarkat. Setiap orang adalah instrumental di dalam proses yang memberi sebagian orang posisi yang lebih tinggi dan sementara kepada yang lain, penghasilan yang lebih rendah. Setiap orang bebas membuat kontribusi yang siap untuk dihargai oleh sejawatnya melalui pengalokasian penghasilan yang lebih tinggi. Kebebasan di bawah kapitalisme berarti : tidak tergantung kepada keputusan orang lain ketimbang kepada dirinya sendiri. Tidak ada kebebasan lain yang dapat dibayangkan di mana produksi dilaksanakan di bawah pembagian kerja, dan tidak ada autarki perekonomian yang sempurna bagi semua orang.

Tidak perlu ditunjukkan bahwa argument esensial yang diutarakan untuk mendukung kapitalisme dan menentang sosialisme bukanlah fakta bahwa sosialisme pasti aakan menghapuskan puing-puing kebebasan dan mengubah semua manusia menjadi budak bagi mereka yang berkuasa. Sosialisme tidak dapat direalisasikan sebagai sistem perekonomian oleh karena masyarakart sosialis tidak akan memiliki peluang apapun untuk melakukan kalkulasi ekonomis. Inilah menagapa dia tidak dapat dianggap sebagai sebuah sistem oragansiasi perekonomian masyarakat. Dia adalah cara untuk menceraiberaikan kerjasama sosial dan menghasilkan kemiskinan serta kekacauan.

Dalam berurusan dengan isu kebebasan orang tidak mengacu kepada problem perekonomian yang esensial tentang antagonisme antara kapitalisme dan sosialisme. Alih-alih, orang menunjukkan bahwa penduduk Barat yang berbeda dari bangsa Asiatik telah sepenuhnya menyesuaikan diri dengan kehidupan dalam kebebasan

Page 91: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

91

dan terbentuk oleh kehidupan di alam kebebasan. Peradaban-peradaban Cina, Jepang, India dan Negara -negara Islam di Timur dekat sebagaimana telah berada sebelum bangsa-bangsa ini berkenalanan dengan cara-cara kehiupan Barat tentunya tidak dapat disebut sebagai barbarisme. Bangsa-bangsa ini, bebrapa ratus bahkan ribuan tahun lalu, telah mencapai kemacuan luar biasa di bidang seni industri, arsitektur, karya sastra dan fislafat serta di dalam pengembangan institusi-insituti pendidikan. Mereka membangun dan mengorganisir kperusahaan-perusahaan yang berdaya besar. Tetapi kemudian perkembangan mereka tertahan, kebudayaan mereka menjadi numb dan stagnan, dan mereka kehilangan kemampuan untuk mengatasi persoalan ekonomi dengan baik. Kejeniusan intelektual dan artistic mereka telah layu. Para artis dan pengarang mereka mencontoh bulat-bulat pola-pola tradisional mereka. Teologian, filsuf dan lawyer mereka berkecimpung di dalam penafsiran baku karya-karya tua. Monumen bangunan nenek moyang mereka runtuh. Kekaisaran mereka terdisintegrasi. Para penduduk kehilangan daya dan semangat mereka dan menjadi apatetis da;am menghadapai kebusukan dan kemiskinan yang meningkat.

Karya-karya tua filsafat dan syair-syair Oriental dapat dipandingkan karya-karya terbaik Barat. Tetapi selama beberapa abad Timur tidak lagi menghasilkan buku penting apapun. Sejarah intelektual dan sastra mereka di jaman modern hampir tidak mencatat satu nama pengarang Oriental. Timur tidak lagi berkontribusi apa-apa terhadap upaya intelektual kemanusiaan. Persoalan dan kontroversi yang mengagitasi Barat tetap tidak diketahui Timur. Di Eropa terjadi kekacauan; di Timur terjadi stagnasi, inersia dan kemasabodohan.

Alasannya jelas. Bangsa Timur tidak memiliki hal primordial, gagasan kebebasan dari negara. Timur tidak pernah mengangkat umbul-umbul kebebasan; dia tidak pernah menekankan hak individu terhadap kekuasaan penguasa. Dia tidak pernah mempertanyakan kemanasukaan para despot. Dan, sebagai konsekuensinya, dia tidak pernah membangun kerangka legal yang

Page 92: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

92

mampu memproteksi penduduk dari upaya perlucutan yang dilakukan para tiran. Sebaliknya, teriluisi oleh gagasan bahwa kekayaan orang kaya mereupakan penyebab kemiskinan si miskin, semua orang menyetujui praktik yang dilakukan para gubernur dalam menjarahi para pengusaha yang sukses. Dengan demikian, akumulasi modal dalam skala besar menjadi tercegah, dan banga-bangsa ini harus ketinggalan segala perbaikan yang membutuhkan investasi modal yang besar.

Tak satupun “borjuis” dapat berkembang, dan akibatnya tidak ada public yang akan menjadi patron mendukung para penulis, seniman, dan penemu. Kepada putra-putra manusia semua jalan menuju pribadi yang berbeda telah tetutup kecuali satu saja. Mereka dapat mencoba membuka jalan dengan melayani keinginan pengeran-pangeran. Masyarakat Barat dulunya adalah komunitas individu yang dapat bersaing untuk hadiah terbesar/tertinggi Masyarakat timur adalah aglomerasi hamba penduduk yang tergantung pada kebaikan pemilik kedaulatan. Pemuda Barat yang siaga memandang dunia sebagai lahan tindakan di mana ia dapat memenangkan ketenaran, kebersaran, penghargaan, kehjormatan, dan kekayaan; tidak ada yang terlalu sulit bagi ambisinya. Anak-cucu yang amat menurut kepada para orang tua Timur tidak mengenal cara lain kecuali mengikuti rutinitas lingkungan saja. Kemandirian yang agung manusia Barat menemukan ekspresi kejayaannya di dalam dithyramb (red: nyanyian pujian), semisal korus Antigone dalam lakon Sophocles, himne tentang manusia dan upayanya dan Simponi 9 Beethoven. Hal-hal semacam ini tidak pernah terdengar di Timur.

Mungkinkah bahwa para keturunan kulit putih pembangun peradaban manusia menolak kebebasan dan dengan sukarela menyerah kepada kedaulatan pemerintah yang maha kuasa? Bahwa mereka harus puas di dalam sistem di mana satu-staunya tugas adalah menjadi baut di dalam mesin yang dirancang dan dioperasikan oleh pihak perencana yang maha kuasa? Haruskan mentalitas tentang peradaban yang tertahan ini menyapu gagasan ideal yang kenaikannya telah mengorbankan ribuan nyawa?

Page 93: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

93

Ruere in servitium, mereka jatuh ke dalam perbudakan; demikian Tacitus dengan sedih mengatakan kesaksiannya tentang bangsa Romawi di jaman Tiberius.

Page 94: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

94

BAB V

“ANTIKOMUNISME” VS. KAPITALISME

Di manapun di alam semesta ini tidak ada stabilitas dan tidak pernah tercipta immobilitas. Perubahan dan transformasi adalah ciri-ciri esensial kehidupan. Setiap duduknya perkara adalah kefanaan. Setiap abad adalah masa transisi. Hidup manusia tidak pernah sepenuhnya tenang dan diam. Kehidupan adalah proses, bukan status quo yang bertahan. Namun, benak manusia selalu didera ilusi akan citra tentang keberadaan yang tidak bisa diubah. Hasrat yang diyakini semua gerakan utopia adalah mengakhiri sejarah dan membangun keadaan yang damai, final dan permanen.

Alasan-alasan psikologis bagi kecenderungan semacam ini, jelas. Setiap perubahan mengubah kondisi eksternal kehidupan dan kesejahteraan serta memaksa orang untuk menyesuaikan diri kembali dengan jalan mengubah lingkungannya. Hal tersebut mengganggu kepentingan-kepentingan tertentu dan mengancam cara-cara tradisional dalam berproduksi dan mengonsumsi. Hal tersebut cenderung menyebalkan bagi mereka yang secara intelektual malas, atau yang segan memperbaiki modus berpikirnya. Konservatisme itu bertentangan dengan sifat-sifat tindakan manusia. Namun, sebagai program, konservatisme selalu digandrungi banyak pihak, terutama oleh para pemalas yang dengan dungu memilih bertahan ketimbang berupaya meningkatkan kondisi mereka, sementara segelintir minoritas yang lebih waspada telah memulainya. Sambil mengenakan istilah reaksioner, kebanyakan orang mengacu hanya kepada kaum aristokrat dan pendeta yang menyebut partai mereka, partai konservatif. Akan tetapi, contoh-contoh dari semangat reaksioner ini justru diperlihatkan oleh kelompok-kelompok lain: seperti serikat pekerja seni yang menghalangi jalan masuk bagi pendatang baru; oleh para petani yang meminta perlindungan tarif, subsidi dan “harga paritas”; oleh para penerima upah yang memusuhi kemajuan teknologi dan menghendaki agar perusahaan mempekerjakan lebih

Page 95: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

95

banyak buruh daripada seharusnya, atau praktik-praktik semacam itu.

Arogansi menyebabkan kaum literati dan seniman Bohemian mencemooh aktivitas para pengusaha sebagai kegiatan yang non-intelek dan melulu soal uang. Namun, sesungguhnya para pengusaha dan para pendukung mereka justru memperlihatkan daya intelektual dan intuisi yang lebih besar ketimbang yang dimiliki kebanyakan penulis dan pelukis. Inferioritas sejumlah besar pihak yang mengaku diri sebagai intelektual terlihat dalam kenyataan bahwa mereka tidak menyadari kapasitas dan daya pikir seperti apa yang dibutuhkan untuk dapat mengoperasikan perusahaan bisnis dengan baik.

Munculnya begitu banyak kelas intelektual berpikiran dangkal semacam itu merupakan salah satu fenomena yang paling tidak dikehendaki di jaman kapitalisme modern. Mereka secara nyata melakukan agitasi agar menjauhkan orang-orang yang kritis. Mereka menjadi gangguan. Seandainya tindakan-tindakan tertentu ditempuh guna mengurangi agitasi mereka, atau bahkan lebih bagus lagi, untuk menghapuskan sepenuhnya klik-klik yang mereka lakukan dengan kalangan-sejawat mereka, maka tidak ada orang yang akan merasa dirugikan.

Namun, kebebasan tidak dapat dibelah-belah. Setiap upaya untuk membatasi kebebasan kaum literati yang mengganggu serta seniman-gadungan yang dekaden ini akan menyelundupkan kekuasaan otoritas untuk menentukan apa yang baik dan apa yang buruk. Hal itu akan menyosialisasikan upaya intelektual dan artistik. Dapat dipertanyakan apakah tindakan tersebut akan dapat menyisihkan orang-orang yang tak berguna dan yang mengganggu; namun, pastinya cara semacam itu akan menjadi menciptakan rintangan yang besar bagi para jenius yang kreatif. Para penguasa tidak menyukai gagasan baru, cara berpikir baru dan gaya seni baru. Mereka menentang segala macam inovasi. Supremasi mereka memunculkan penyeragaman yang ketat dan menghasilkan stagnasi serta kebusukan.

Page 96: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

96

Korupsi moral, imoralitas dan sterilitas intelektual sekelompok calon-calon pengarang dan seniman cabul adalah harga tebusan yang harus dibayarkan oleh kemanusiaan agar para pionir yang kreatif dapat menghasilkan karya-karya mereka. Kebebasan harus diberikan bagi semua, bahkan termasuk orang-orang yang rendah sekalipun, agar segelintir orang yang dapat memanfaatkannya demi kemaslahatan manusia, tidak terkendala. Lisensi yang dinikmati oleh para tokoh compang-camping dalam quartier Latin adalah kondisi yang memungkinkan munculnya sejumlah penulis, pelukis dan pematung yang besar. Hal pertama yang dibutuhkan seorang jenius adalah menghirup udara kebebasan.

Pada akhirnya, bukanlah urakan Bohemian yang menimbulkan malapetaka, melainkan kenyataan bahwa masyarakat memang siap menerima mereka dengan senang hati. Tanggapan terhadap filsafat gadungan di pihak juru-cetak opini masyarakat itulah–dan kelak di pihak rakyat yang tersesatkan–yang merupakan biang keburukannya. Masyarakat siap mendukung ajaran-ajaran yang dianggapnya modis agar mereka tidak tampak bodoh dan terbelakang.

Ideologi yang paling merusak dalam enam puluh tahun terakhir adalah sindikalisme Sorel dan antusiasmenya terhadap action directe. Dihasilkan oleh seorang intelektual Prancis yang frustrasi, ideologi ini langsung menawan hati kebanyakan literati di negara-negara Eropa. Ideologi ini merupakan faktor utama dalam radikalisasi semua gerakan subversif. Paham ini memengaruhi royalisme, militarisme dan anti-Semitisme Prancis. Dia memainkan peran yang penting dalam evolusi Bolshevisme Rusia, Fasisme Italia dan Jerman, serta gerakan pemuda-pemuda Jerman yang akhirnya membentuk Nazisme. Paham ini mentransformasikan partai-partai politik yang bernafsu meraih kemenangan melalui kampanye pemilu ke dalam fraksi-fraksi yang mengandalkan pengorganisasian kelompok-kelompok bersenjata. Ideologi ini mendiskreditkan pemerintahan representatif dan “kehidupan nyaman para borjuis”, melalui kotbah-kotbahnya tentang perang saudara maupun perang dengan negara-negara lain. Slogan

Page 97: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

97

utamanya adalah: kekerasan dan kekerasan. Kondisi Eropa saat ini dalam tingkat tertentu adalah akibat dari prevalensi ajaran-ajaran Sorel tersebut.

Dan intelektual-lah yang pertama menerima gagasan-gagasan Sorel dan membantu memopulerkannya. Akan tetapi tujuan Sorelisme jelas: antiintelektual. Ia menentang dilakukannya dialog dengan kepala dingin atau musyawarah yang waras. Yang penting bagi Sorel hanyalah adalah aksi, yaitu tindakan kekerasan demi kekerasan itu sendiri. Bertempur untuk mitos, terlepas apapun makna mitos tersebut, adalah nasehatnya. “Jika Anda menempatkan diri di arena mitos-mitos tersebut, maka Anda sendirilah adalah saksi bagi setiap upaya refutasi yang kritis.”[1] Filsafat ini sungguh bukan main. Ajarannya adalah menghancurkan demi kehancuran semata! Tak perlu bicara; tak perlu memakai akal; bunuh saja! Sorel menolak “upaya intelektual” bahkan terhadap para ahli sastra penyuara revolusi. Pada hakikatnya, mitos tersebut bertujuan “menyiapkan orang untuk berjuang untuk menghancurkan segala yang ada.”[2]

Namun, kesalahan atas merebaknya filsafat gadungan yang dianut kelompok destruksionis ini bukan terletak pada Sorel ataupun para pengikutnya, semacam Lenin, Mussolini dan Rosenberg; dan bukan pula terletak pada sejumlah kaum literati dan seniman yang tidak bertanggungjawab. Malapetaka ini muncul karena selama beberapa dekade nyaris tidak ada seorangpun yang pernah mencoba menelaah secara kritis untuk membeberkan pemicu kesadaran dari para bandit yang fanatik tersebut. Bahkan para pengarang yang memberi dukungan terbatas terhadap gagasan-gagasan kekerasan yang gegabah tersebut masih tetap bersemangat melakukan interpretasi simpatik terhadap ekses-ekses terburuk yang ditimbulkan para diktator. Keberatan awal yang malu-malu atau takut-takut hanya dapat diutarakan secara sangat terlambat, yakni ketika para intelektual selaku para cecunguk kebijakan-kebijakan tersebut mulai menyadari bahwa dukungan mereka yang antusias terhadap ideologi totalitarian ternyata tidak cukup menjamin

Page 98: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

98

perolehan mereka akan imunitas terhadap berbagai siksaan dan eksekusi.

Dewasa ini terdapat front antikomunis gadungan. Apa yang dituju oleh orang-orang yang menyebut diri sebagai “liberal antikomunis” ini–sementara orang-orang lain yang lebih waras menyebut mereka sebagai “anti -anti-komunis”–adalah komunisme tanpa ciri-ciri melekat dan penting yang masih dirasakan kurang sedap bagi penduduk Amerika. Mereka membuat perbedaan halus antara komunisme dan sosialisme; tetapi, dengan cukup paradoksial, mereka masih meminta dukungan agar rekomendasi mereka terhadap sosialisme non-komunis ini diterima, dari dokumen yang oleh para pengarangnya disebut The Communist Manifesto. Dengan menggunakan sebutan-sebutan lain bagi sosialisme sebagai “perencanaan” atau “negara kesejahteraan”, mereka ingin membuktikan bahwa mereka berbeda. Mereka berpura-pura menolak aspirasi revolusioner dan diktatorial kelompok “Merah” dan di saat yang sama memuji-muji (lewat buku-buku dan majalah-majalah, di sekolah-sekolah dan kampus-kampus) Karl Marx, tokoh revolusi komunis dan kediktatoran kaum proletar, sebagai seorang ekonom, filsuf dan sosiolog terbesar dan sebagai seorang pembela dan pembebas kemanusiaan kenamaan. Mereka menginginkan kita agar memercayai bahwa totalitarianisme yang non-totalitarian, yang sebenarnya ibarat bujur-sangkar bersegi tiga, adalah obat mujarab bagi segala penyakit. Sambil melemparkan keberatan-keberatan kecil mereka terhadap komunisme, mereka jauh lebih bersemangat dalam menghujat kapitalisme dengan istilah-istilah yang mereka ambil dari kosa kata penyerca dari Marx dan Lenin. Mereka menekankan kebencian mereka yang jauh lebih besar terhdap kapitalisme ketimbang komunisme dan menjustifikasikan tindakan-tindakan yang menjijikkan dengan mengacu kepada “horor-horor yang tak terperikan” yang diakibatkan oleh kapitalisme. Singkatnya: mereka pura-pura menentang komunisme dalam upaya mereka mengubah pandangan masyarakat agar menerima gagasan-gagasan dalam The Communist Manifesto.

Page 99: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

99

Apa yang diperjuangkan oleh mereka yang mengaku “liberal anti-komunis” ini bukanlah komunisme itu sendiri, melainkan sistem komunis di mana mereka sendiri tidak duduk di dalamnya sebagai tokoh-tokoh pengendali. Tujuan mereka adalah sistem sosialis atau komunis di mana mereka sendiri atau kerabat-kerabat terdekat mereka bercokol di pucuk-pucuk pemerintahan. Barangkali terlalu jauh untuk mengatakan bahwa mereka amat berhasrat untuk melikuidasi orang-orang lain. Mereka cuma tidak mau terlikuidasi. Di dalam persemakmuran sosialis, hanya otokrat tertinggi dan kaki tangannyalah yang mendapatkan kepastian semacam itu.

Gerakan “anti-sesuatu” menunjukkan suatu sikap negatif yang murni. Gerakan semacam itu sedikitpun berpeluang akan sukses, sebab setiap kecaman yang paling berapi-api sekalipun pada akhirnya tetap menjadi semacam iklan bagi program yang diserangnya. Masyarakat mesti berjuang demi sesuatu yang ingin diraih, bukan sekadar menampik sesuatu yang buruk saja, betapapun buruknya sesuatu tersebut. Untuk itu, masyarakat mesti menyokong program perekonomian pasar, tanpa syarat apapun.

Setelah berbagai kekecewaan yang pahit akibat tindak-tanduk Soviet serta semua kegagalan eksperimen sosialis, komunisme sebenarnya hanya akan berpeluang tipis saja di Barat seandainya tidak muncul gerakan antikomunisme yang palsu ini.

Satu-satunya cara yang dapat membebaskan bangsa-bangsa beradab di Eropa Barat, Amerika dan Australia dari perbudakan dan barbarisme Moskow, adalah mendukung kapitalisme laissez-faire secara penuh dan terbuka.

(Tamat)

Page 100: MENTALITAS ANTI KAPITALIS

100