Menjadi Perawat Yang CIH’HUY 2020 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2020 HP Ns. Roymond H Simamora. M.Kep
Menjadi Perawat Yang
CIH’HUY
2020
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020 HP
Ns. Roymond H Simamora. M.Kep
1
Kata Pengantar Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas penyelesaian penyusunan Buku Agen Perubahan
di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Tujuan dari penyusunan buku ini adalah
sebagai acuan bagi agen perubahan dalam mendukung pembangunan Zona Integritas menuju
Wilayah Bebas Korupsi (WBK) serta sebagai media sosialisasi dan diseminasi pengembangan
kompetensi diri dan inovasi serta profesionalisme sesuai dengan bidang pekerjaannya.
Buku ini berisi tentang inovasi yang telah dilakukan oleh penulis, serta rencana tindak agen
perubahan yang akan dilakukan selama periode lima tahun (2015-2020). Inovasi yang telah
dihasilkan berkaitan dengan kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu peningkatan prestasi
dalam bidang pendidikan, penelitian, pengabdian dan juga publikasi ilmiah. Berbagai kegiatan
telah dilakukan dengan melibatkan mahasiswa, dosen hingga eksternal stakeholder, dalam rangka
peningkatan citra institusi. Diharapkan adanya Buku Agen Perubahan ini dapat memotivasi dosen
di lingkungan Fakultas Keperawatan dalam mengembangkan kompetensi keahlian dalam
pencapaian kompetensi lulusan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan
buku ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis butuhkan sebagai input untuk
pengembangan pribadi dan profesionalisme yang lebih baik lagi. Penulis juga mendedikasikan
buku ini sebagai salah satu hasil inovasi sebagai agen perubahan di lingkungan Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Semoga buku ini memberikan manfaat bagi mahasiswa,
akademisi, dan masyarakat umum.
Medan, Juni 2020
Roymond H. Simamora
2
Daftar Isi
Kata Pengantar ................................................................................................................... 2
Daftar Isi .............................................................................................................................. 3
Ringkasan ........................................................................................................................... 4
Latar Belakang............................................................................................................................... 5
Inovasi Agen Perubahan .................................................................................................. 13
Rencana Tindak Kegiatan ................................................................................................ 18
Penutup ............................................................................................................................. 20
3
RINGKASAN
Adanya tuntutan masyarakat terhadap kualitas layanan keperawatan, serta era kesejagatan yang
memberi dampak ke seluruh aspek, tak terkecuali area layanan keperawatan, mengkondisikan
Ners sebagai kaum profesional keperawatan, harus memiliki konsep berpikir kritis dan
berubah: YOU BETTER THAN BEFORE, agar kehadiran Ners di tengah masyarakat dapat
dikenal, diterima, dan mampu memberikan inovasi baru dalam sistem layanan keperawatan,
guna pencapaian tujuan layanan asuhan kesehatan. Kemauan dan kemampuan Ners untuk lebih
baik dari perawat yang sebelumnya sangat diperlukan, untuk mempersiapkan Ners siap
menjawab tantangan yang sudah ada di depan mata. Perubahan utama yang harus dilakukan
adalah performa Ners dalam kesehariannya, menyesuaikan kepada tuntutan masyarakat kepada
para Ners. Beberapa penelitian dilakukan, untuk membuat sebuah pendekatan guna melihat
nilainilai yang menjadi tuntutan masyarakat terhadap keperawatan, hasil dari studi tersebut
disajikanlah dalam bentuk sebuah model, yang diberi nama Ners CIHHUY Models. Model ini
membahas tentang kemampuan yang harus dimiliki oleh Ners, yang didasarkan pada Ilmu,
Etika, Skill keperawatan, sesuai dengan ciri profesi keperawatan. Upaya untuk mengawal,
mengembangkan ketiga pilar keperawatan tersebut, Ners! Harus memiliki kemauan dan
kemampuan untuk dapat: mengembangkan kreativitas (Creativity), menambah Wawasan
(Insight), selalu rendah hati (Humble), bersikap sopan dan ramah-tamah (Hospitality),
menghindari gaya sok hebat sendiri, karena kita adalah tim, satu kesatuan dalam memberikan
asuhan ini, (Unity) dan yang terakhir kemauan untuk pengakuan rasa bangga dalam Profesi ini
(Yes, I’M a ners). Ners Indonesia harus senantiasa mawas diri, tidak dengan cepat terkagum-
kagum, apalagi sampai terheran-heran, dan yang paling penting jangan mentang-mentang.
Kemampuan Ners untuk menunjukkan seluruh kemampuannya ini secara totalitas, melayakkan
Ners CIH’HUY Model diperkenalkan. Ners itu CIH’HUY, dalam mengantarkan Layanan
Sistem Asuhan Keperawatan yang berkualitas tinggi, sehingga pantas untuk: di depan
diandalkan, di tengah penuh kehangatan, di belakang pastikan untuk dinantikan, melayakkan
Ners tampil ala bintang dalam keseharianya, dalam pencapaian tujuan layanan kesehatan yang
diberikannya. Model ini disampaikan dalam 6 bab, yang akan membahas kajian-kajian
keseharian yang dijalani oleh perawat. Harmonisasi pelaksanan Ners CIH’HUY model inilah
yang nantinya digunakan sebagai ciri gerak keseharian keperawatan, bukan hanya sekadar tau
dalam istilah belaka. Dengan kemauan menunjukkan kemampuan-kemampuan ini, Ners
mampu menempatkan dan memanfaatkan posisinya untuk dapat mendemonstrasikan sebagai:
role model, care giver, client advocate, counsellor, educator, collaborator, coordinator, change
agent, dan consultant, bagi pasien. Melayakkan Ners adalah pribadi yang CIH’HUY.
Pencapaian tujuan layanan kesehatan adalah prioritas utama, didukung dengan kepuasan
penerima layanan dan juga pemberi layanan. Apabila tujuan tersebut bisa tercapai, jelas sudah
apa yang dapat Ners Indonesia buktikan! Sebuah kesempurnaan layanan sistem asuhan
keperawatan berkualitas tinggi yang menjadikan perawat Indonesia di depan diandalkan, di
tengah penuh kehangatan, di belakang pastikan dinantikan! Layaklah perawat diperhitungkan,
menghadirkan bintang dalam layanan sistem asuhan keperawatan! Selain buku ini ditujukan
kepada mahasiswa Ners, praktisi Ners, juga dapat dipergunakan oleh pemerhati layanan asuhan
keperawatan. Penulis sangat berharap, buku ini dapat bermanfaat dan dimanfaatkan seluas-
luasnya. Tak ada kata yang lebih sempurna dari ucapan terima kasih, apabila para pembaca
dapat vii memberikan sumbang saran demi keutuhan dan perbaikan penyajian buku ini. Akhir
kata Penulis ingatkan: mengawal profesi ini, adalah sebuah keharusan, dan ternyata Ners itu...
CIH’HUY... Mari dibuktikan! Jika tak mau menjadi malu lagi, atau khawatir dengan kondisi
global yang terjadi! Kita lanjutkan usaha ini, di setiap laku, dalam layanan sistem asuhan
sepanjang hari, dan ingat, janganlah ini cepat berlalu, jika hanya begitu, apa guna, model ini
diberitau! Untuk itu mari memulainya dari sekarang.. Ayo!
4
Latar Belakang
Siapa yang tidak mengenal Perawat? Profesi yang identik dengan pakaian putih dengan kap di
kepalanya, biasanya di rumah sakit, tetapi di institusi layanan Kesehatan lainnya juga bisa kita
temui. “Suster”, panggilan akrab buat perawat perempuan, Mantri suntik buat perawat laki-laki
di pedesaan. Sebegitu terkenalnya profesi ini, sampai-sampai film nasional kita, pernah ikut
mempopulerkannya walau terasa kurang tepat memposisikan perannya. Dari jumlah tenaga
kesehatan yang ada, perawatlah yang paling banyak di dalamnya, menununjukkan betapa
dibutuhkannya profesi ini dalam sistem layanan kesehatan kita. Adanya kebutuhan sistem
layanan kesehatan terhadap perawat, memberikan peluang bagi mereka yang mampu
memanfatkannya, membawa era euforia pendirian institusi pendidikan keperawatan di mana-
mana. Hadirnya institusi pendidikan keperawatan sebagai pabrik penghasil perawat tentunya
akan menghasilkan kuantitas perawat, yang bila dihitung akan menunjukkan sebuah angka
yang fantastis, yang tidak sebanding dengan serapan lapangan kerja. Permasalahan ini, tidak
sekadar dalam kuantitasnya saja, akan tetapi kualitas keperawatan dipertanyakan, keperawatan
diperbincangkan. Jika melihat ke belakang, dulu keperawatan bersifat intuition technical
oriented oleh perawat lulusan SPK dan DIII Keperawatan, berubah menjadi pelayanan
keperawatan profesional oleh Ners sebagai first line profesionalism. Ners adalah buah dari
pendidikan keperawatan.
Produk ini dihasilkan pabrik penghasil perawat setelah melewati proses dari sebuah sistem.
Seperti halnya produk-produk lain, meski yang satu ini menyangkut masalah manusia,
sebenarnya melalui proses yang ‘sama’. Bagaimana kualitas hasil proses ini bergantung kepada
bahan mentah/dasar, model, dan mutu mesin-mesin pengelola bahan mentah tersebut,
keterampilan para teknisi perusahaan, sistem pengepakan barang berikut penyalurannya, serta
manajemen perusahaan. Mereka inilah kaum Perawat profesional!! Ironisnya, arti perubahan
yang diembankan kepada Ners itu belum juga dirasakan oleh masyarakat kita. Masyarakat
masih menganggap bahwa perawat itu sama saja, cerewet, cuek, jutek, lamban, dan anggapan
”Bukankah perawat itu hanya sebagai pendamping dokter saja?” Sebuah survey oleh Roymond
(2009), dilakukan untuk menggali pendapat masyarakat terhadap keperawatan saat ini, hasil
survey tersebut tersaji sebagai berikut: Pedagang (Laki-laki, 42 tahun): “Menurut saya, perawat
itu adalah pembantu dokter, yang membantu pengobatan buat pasien” Kuli bangunan (Laki-
laki, 53 tahun): “Perawat? Mereka yang bekerja di rumah sakit kan, pake baju putih, dengan
tudung di kepala! Iya kan?” Ibu rumah tangga (Perempuan, 34 tahun):
5
“Perawat, itu yang bekerja menjaga pasien, di rumah sakit, ada yang cerewet, ada juga yang
baik, tetapi lebih sering merek marah-marah sama keluarga dan juga pasien menyebalkan!” Ibu
rumah tangga, (Perempuan, 27 tahun); “Perawat itu, baik, eee! Walau terkadang kelihatannya
mereka sedikit cuek, mungkin karena kecapekan kali ya?” Ibu kost (Perempuan, 45 tahun):
“Setauku, perawat itu, baik, akan tetapi kok beda ya, dengan perawat sekarang, kok bisa-
bisanya berbuat seperti itu di rumah saya… ya? Terpaksa saya usir… Baru 2 minggu yang lalu
mas.” Ibu rumah tangga, (Perempuan, 33 tahun): “Di kampungku, dia dikenal dengan mantri
keliling, karena selalu datang ke rumahrumah, malah sering dipanggil, mantri suntik!” .
Mahasiswa PSIK salah satu PTN, (Perempuan,22 tahun): “Saya mau jadi perawat, karena tugas
perawat itu mulia, dia berikan waktunya merawat pasien, walau pekerjaannya luar biasa
banyak, yah mudah mudahan, saya bisa seperti mereka!” Mahasiswa Fakultas Kesehatan
Masyarakat (20 tahun): ”Keperawatan itu dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah
sakit negeri, kurang empati, judes, kurang senyum, dan tidak memberikan keterangan lengkap
terhadap tindakan yang dilakukan, jika ditanya selalu bilang nunggu dokter.....” Seorang Guru,
(laki-laki,45 tahun): ”Seorang perawat adalah seorang yang berbudi mulia nan luhur, tetapi
sekarang perawat itu sudah tercemar lewat perilaku perawat itu sendiri, misalnya perawat yang
mudah untuk disuap agar pasien tersebut mendapat pelayanan yang lebih baik dari pasien yang
lainnya.” Dokter (laki-laki, 55 tahun) direktur sebuah Rumah Sakit Negeri: ”Saya heran dengan
perawat sekarang ini, mentang-mentang sudah sarjana, kok sama pasien aja merasa risih!
Malah nuntut posisi, segala loh! Posisi apa yang mau diberi?
Apakah ini yang dididik di bangku kuliah? Kok berbeda dengan perawat yang dulu? Yang
paling membuat saya tidak habis pikir, di tempat saya bekerja banyak perawat yang ingin
kuliah, katanya mau Profesi,... Ya, untuk gelar Ners, apa iya kuliahnya hanya 3 hari seminggu,
itu pun satu tahun saja? Dokter sebuah RS Swasta (45 tahun): ”Menurut saya, apa pun gelar
yang dimilikinya, sekali perawat, yah tetap perawat! Yang menjadi beda, adalah bagaimana
sikap mereka dalam merawat!” Perawat salah satu rumah sakit Pemda (perempuan, 49 tahun):
”Sesungguhnya kinerja perawat di masa lalu kalau dinilai lebih baik dari perawat di masa
sekarang, karena dulunya mereka betul-betul semacam adanya panggilan profesi. Lebih
hormat, sopan, sekarang banyak adik-adik ini, mentang-mentang sarjana, untuk menyapa saja
jarang!” Perawat salah satu rumah sakit negeri (perempuan, 49 tahun):
”Dulu kita dididik di asrama, sehingga etika, sopan-santun di sanalah diajarkan. Apalagi, dulu
pendidikan kita itu, seminggu belajar, seminggu langsung praktik ke rumah sakit, ilmu yang
kita peroleh langsung bisa kita terapkan, beda dengan sekarang harus sarjana dulu, baru praktik,
6
itu pun hanya satu tahun, yah, kuranglah! Mahasiswa fakultas Teknik (laki-laki, 22 tahun):
“Perawat?? Melayani orang sakit, terus jeleknya jika perawat itu jutek, bikin orang sakit
tambah parah sakitnya.” Mahasiswa Fakultas FKIP (perempuan, 22 tahun) ”Perawat adalah
sosok yang harus sabar dan tekun menjalani profesinya, perawatlah yang lebih sering
berinteraksi dengan pasien daripada seorang dokter itu sendiri. Jika murid mempunyai keluarga
kedua yaitu guru dan sekolah maka mungkin perawatlah yang menjadi keluarga kedua di rumah
sakit saat kita dalam keadaan sakit di rumah sakit.” Mahasiswa Fakultas Hukum (perempuan,
23 tahun): ”Perawat itu terkadang nyebelin, terkadang juga ada yang menyenangkan, mereka
adalah orang-orang yang sebagian besar hidupnya dihabiskan hanya buat merawat dan
menyembuhkan pasien, meraka juga sebagai alat bantu dokter.
” Perawat salah satu RS BUMN (Perempuan, 30 Tahun) “Ya saya bangga jadi perawat, tapi
kenapa di Indonesia gaji perawat masih jauh dengan gaji dokter padahal anda tahu kerja
perawat amatlah berat baik secara fisik maupun secara tanggung jawab, terus terang saya
merasa iri dengan kejadian ini dokter yang hanya datang memeriksa (visite) mendapat jasa
yang besar sedangkan perawat yang shift mendapat jasa yang kecil perbandingan bisa 1:10,
memalukan!” Perawat salah satu rumah negeri (laki-laki, 28 tahun): “Akan slalu bangga
menjadi seorang perawat,tapi itu yang disayangkan, 5 mengapa masih terdapat jurang pemisah
yang sangat jauh antara perawat dan dokter yahh??” Perawat salah satu Puskesmas
(perempuan, 33 tahun): “Saya bangga! yah mau gimana Lagi... Harus belajar menerima takdir
Allah Swt.!” Mahasiswa Keperawatan sebuah PTN (22 tahun): “Ners adalah perawat
profesional, menggantikan perawat vokasional dan occupational yang dulu!” Survey di atas
memberikan gambaran bahwa, masyarakat menganggap bahwa apa pun latar belakang
pendidikannya perawat itu sama saja, pasien mengharapkan perawat memiliki pengetahuan
yang memadai tantang kondisi penyakitnya sehingga perawat mampu mengatasi setiap keluhan
yang dialami oleh pasien dan keluarganya. Perawat sebagai seseorang yang memiliki kualitas
diri, sikap, cara, dan kepribadian yang spesifik, serta selalu berada dengan pasien dan bersedia
setiap saat menolong pasien. Perawat yang melayaninya memiliki sikap baik, murah senyum,
sabar, mampu berbahasa yang mudah dipahami, serta berkeinginan menolong yang tulus dan
mampu menghargai pasien dan pendapatnya.
Berarti masyarakat menginginkan: perawat yang dapat memberikan perasaan nyaman,
melindungi setiap pasien yang sedang menjalani proses penyembuhan di mana sikap ini
merupakan kompensasi sebagai pemberi layanan dan diharapkan menimbulkan perasaan puas
pada diri pasien. Selain itu survey tersebut menunjukkan kehadiran perawat profesional belum
7
dirasakan oleh masyarakat kita, yang berarti bahwa kehadiran perawat belum mampu
menghadirkan sesuatu yang lebih, sesuatu yang berbeda dari layanan sebelumnya sebagai
penanda keprofesionalannya. Kondis ini juga ditambah semakin rumit, ketika beberapa
perawat yang belum terbiasa dengan sikap profesional itu sendiri, menjadikan keperawatan
terpajak tidak mampu 6 memperlihatkan wujud nyatanya, sebagai kaum professional dalam
memberi asuhan keperawatan yang sebenarnya. Jika hal ini tidak ditanggapi secara serius oleh
perawat, otomatis, paradigma lama akan tetap dan tak akan pernah berubah, yaitu sebagai
pendamping dokter dalam melengkapi asuhan kesehatan yang ada.
Perkembangan keperawatan bukan saja karena adanya peningkatan tingkat pendidikannya,
atau pergeseran masalah kesehatan di masyarakat, akan tetapi juga adanya tekanan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan serta perkembangan profesi
keperawatan dalam menghadapi era globalisasi. Lihat saja, mulai 1 Januari 2009, perawat luar
negeri bebas datang dan bekerja di Indonesia. Bisa dibayangkan alangkah ruginya perawat
Indonesia, bila ternyata, pasien lebih memilih dirawat oleh perawat luar, hanya karena mereka
lebih, kreatif, memiliki wawasan, rendah hati, ramah, sopan, peduli, terampil, dibandingkan
dengan perawat Indonesia.
Apakah hal ini yang memicu banyak pasien yang kabur, memilih dirawat di luar negeri??? Saat
ini, masyarakat semakin sadar akan hukum sehingga mendorong adanya tuntutan tersedianya
pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan dengan mutu yang dapat dinikmati
seluruh lapisan masyarakat. Sebenarnya keperawatan Indonesia sudah Tumbuh, akan tetapi
masih sulit untuk berkembang. nasib seperti bonsai masih terasa, menjadi kerdil atau
dikerdilkan. Hal ini mengakibatkan keperawatan Indonesian menghadapi berbagai gejolak
keterpurukan, mulai dari aspek pendidikan, ekonomi, hukum, sosial, dan politik. Pendidikan
Sejarah kerumahsakitan di Indonesia sudah setua penjajahan itu sendiri. Sejak VOC datang di
Indonesia pada abad 15, sejak saat itu pula sebenarnya dunia keperawatan Indonesia sudah
dimulai. Mustahil sebuah rumah sakit berdiri tanpa perawat. Ironisnya, perbaikan mutunya
baru dilirik sesudah 5 abad alias 500 tahun kemudian!
Pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak, dan berbudi mulia, sehat, berilmu, cakap, serta menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah
air (UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003, pasal 4 ayat 1). Selanjutnya, dalam undang-undang yang
sama pada Bab VI tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan pasal 15 berbunyi: Jenis
8
pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, keagamaan,
dan khusus Hal tersebut berati bahwa keperawatan sebagai bagian dari pendidikan profesi,
berilmu, berbudi mulia, berakhlak, bertanggung jawab, berketuhanan, sudah semestinya
mendapatkan perlakuan serupa dengan profesi-profesi lain dalam perolehan pendidikan ini.
Tapi kenyataannya tidak demikian di Indonesia. Fakultas Ilmu Keperawatan baru muncul pada
tahun 1985 di Universitas Indonesia. Ada banyak PSIK yang masih ‘ndompleng’ statusnya
pada fakultas lain. Keperawatan yang berada di barisan depan sektor kesehatan serta
menduduki populasi terbesar di dalamnya tidak mendapatkan perlakukan yang fair dalam
pengembangannya. Ekonomi Human Development Index (HDI) menyangkut aspek umur
harapan hidup, angka melek huruf, perolehan pendidikan serta pendapatan perkapita Kita yang
berada di urutan 107 itu bisa diartikan bahwa di sektor ekonomi kita masih jauh untuk
diklasifikasikan sebagai negara yang bahkan ‘sedang-sedang saja’ secara finansial. Gaji
perawat di Indonesia rendah. Itu semua orang tahu. Kita tidak perlu membandingkannya
dengan negara lain. Kecilnya penghasilan ini bukan hanya lantaran pendidikan mereka juga
masih rendah. Sama-sama lulusan se-level D3, gaji nurses berada jauh di bawah jebolan
politeknik lain. Apalagi perhotelan, perbankan, elektronik, komputer, listrik, pertanian,
kehutanan, fisika, dan kimia. Lulusan keperawatan, yang berurusan hanya dengan manusia,
dianggap terlalu mudah serta tidak memberikan sumbangan yang berarti terhadap pertumbuhan
dan perkembangan ekonomi yang nyata di negeri ini. Penelitian membuktikan bahwa besaran
penghasilan erat kaitannya dengan kepuasan kerja. Penghasilan yang sesuai akan berdampak
pula terhadap kualitas pekerjaan. Gaji yang memadai akan meningkatkan motivasi kerja.
Kondisi yang kontradiktif berdampak negatif pada banyak perawat di bumi pertiwi ini. Akibat
rendahnya penghasilan, di samping bekerja, tidak sedikit perawat yang melakukan ‘bisnis’
lainnya. Bagaimana perawat bisa survive di Jakarta jika lulusan S1 digaji Rp 600 ribu, jauh di
bawah UMR yang Rp 1.3 juta? Makanya, sambil bekerja, anggota profesi kita ini ada yang
mengkeditkan pakaian, barang-barang rumah tangga hingga elektronik. Membuka praktik
ilegal, negosiasi bisnis pribadi di tengah-tengah kerja hingga belanja ke pasar padahal jam
kerja, bukan barang langka lagi!
Kalau kemudian arus keperawatan kita ke luar negeri tidak bisa dibendung nantinya, inilah
salah satu faktor yang melatarbelakanginya. Dalam jangka panjang, fenomena ini bisa
berakibat brain drain (The migration of skilled workers out of a country). Negeri ini bakal
ditinggalkan oleh perawat yang berkualitas. Bukannya membangun negeri sendiri di sektor
kesehatan, tapi mereka ‘bangun’ negara lain. Di dalam negeri, perawat tidak memperoleh
9
penghasilan layak yang membuat mereka secara ekonomi pailit. Ditambah krisis pelonjakan
harga barang-barang, kenaikan harga minyak dan gas. Harga cabai saja, mahalnya bukan
kepalang. Sebuah kebijakan ekonomi yang perlu ditinjau ulang. Hukum Sejauh ini, meski usia
keperawatan di Indonesia setua umur rumah sakit yang berdiri pertama di negeri ini, secara
hukum, keperawatan belum mendapatkan perlindungan yang memadai. Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1992 Pasal 53 menyebutkan bahwa tenaga kesehatan berhak memperoleh
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. Dalam pasal yang
sama juga disebutkan bahwa tenaga kesehatan berkewajiban mematuhi standard profesi dan
menghormati hak pasien. Pasal-pasal tersebut masih diperkuat lagi dengan Keputusan Menkes
No.1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat. Namun apa jadinya?
Tanggal 12 Mei 2008 lalu, tepat bersamaan dengan World Nursing Day, sekitar 10.000 nurses
memadati halaman DPR. Mereka berdemo, menuntut direalisasikannya RUU Praktik
Keperawatan. Entah dalam bentuk apa lagi yang akan diperbuat keperawatan jika demo ke
DPR saja kurang ‘digubris’.
Pemerintah dan DPR mestinya tidak menutup mata terhadap kontribusi profesi keperawatan
dari sudut pandang hukum dalam membangun kesehatan penduduk negeri ini. Sudah waktunya
perawat diperlakukan secara adil sesuai dengan hak-hak profesinya sehingga mereka bisa
memberikan sumbangsihnya secara maksimal. Perawat membutuhkan status yang jelas di mata
hukum. Bukan hanya dihukum kalau salah saja. Hukum harus menunjukkan hitam di atas putih.
Perawat butuh kejelasan mana yang boleh 10 dilakukan dan mana yang tidak. Perawat
menghendaki legalisasi penjabaran tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan kode etik
keperawatan. Sosial Angkatan kerja yang menganggur di Indonesia saat ini melebihi standar
International Labour Organization (ILO). Menurut ILO, ratarata pengangguran untuk kawasan
Asia Tenggara pada tahun 2005 mencapai 6,1%. Sampai dengan bulan Agustus 2010, jumlah
penduduk yang menganggur di Indonesia mencapai 8.3 juta (BPS), ini berbahaya. Krisis
ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1998 masih terus berlanjut hingga detik ini.
Imbasnya meluas ke berbagai sektor, tidak terkecuali kesehatan. Akibatnya menimbulkan
multikrisis yang sangat sulit untuk ditanggulangi.
Tenaga kerja yang tidak tersalurkan meluas pada semua level pendidikan, termasuk di
dalamnya adalah pengangguran dari level pendidikan tinggi, misalnya DIII keperawatan juga
lulusan S1 Keperawatan. Saat ini rasio perbandingan jumlah perawat dan penduduk di
Indonesia adalah 1:44, sebuah angka yang rendah jika kita bandingkan dengan negara-negara
tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Filipina (Wati, 2007). Meski jumlah tersebut rendah,
10
namun sepertinya tidak memungkinkan lagi bagi healthcare provider untuk menerima
tambahan perawat baru karena besaran beban keuangan. Angka ini akan semakin merosot jika
peledakan jumlah penduduk tidak dibarengi jumlah perawat yang memperoleh pekerjaan.
Bertambahnya jumlah lulusan yang tidak diimbangi dengan kesempatan kerja yang tersedia
pula akan menimbulkan dampak sosial yang tidak ringan. Mulai dari perpindahan tenaga
profesional yang mestinya terhitung skilled ke non-skilled, hingga peningkatan jumlah
kriminalitas yang dikaitkan dengan pengangguran. Itu belum terhitung nanti imbas pasar
global, di mana perawat dari negaranegara lain akan memperoleh akses untuk datang dan
bekerja di Indonesia. Bukan tidak mungkin terjadi di era globalisasi ini, perusahaan-perusahaan
asing dan swasta yang berkelas internasional akan membawa perawat dari mancanegara,
bukannya memanfaatkan yang ada di Indonesia. Politik Keperawatan di Indonesia tidak
berlebihan jika diperlakukan seperti ‘tong kosong yang nyaring bunyinya’ dalam dunia politik.
Besarnya jumlah personel keperawatan di jajaran Departemen Kesehatan ternyata tidak
membuat mereka diperhitungkan.
Dalam Struktur Organisasi Kesehatan yang ada, dari Sekretaris Jenderal hingga Staf Ahli
Menteri Bidang Mediko Legal, tidak disebutkan sama sekali kata ‘ahli keperawatan’ di
dalamnya. Secara politis, keperawatan di negeri ini ‘ompong’, alias dianggap tidak berdaya.
Jangankan mengunyah, menggigit pun tidak! Sementara di dalamnya terdapat bidang farmasi,
kesehatan lingkungan, gizi, serta medis, Mengapa demikian? Perawat dianggap identik dengan
keterbelakangan. Kurang berpendidikan. Usianya masih terlalu muda dibandingkan dengan
kolega profesi kesehatan lainnya. Usia S1nya belum juga genap 25 tahun di negeri ini, sebuah
usia yang masih ‘hijau’. Makanya jangan heran jika berbagai predikat ketidaklayakan
diletakkan di pundak Ners. Itu ‘lumrah’ lantaran kita tidak memiliki tenaga ahli yang ‘layak’
jadi pemimpin di garis depan. Jumlah doktor dan profesor nursing di negeri kita bisa bisa
dihitung dengan jari, yang jabatannya merangkap ke sana-kemari. Kemiskinan akan jumlah
tenaga ahli keperawatan ini sebagai momok utama mengapa kita tidak ‘dipercaya’ untuk
memimpin sebuah divisi pun dalam jajaran Depkes. Sampai-sampai, ada rumah sakit, Kepala
Seksi Perawatan pun bukan dijabat oleh perawat! Aneh!
Minimnya jumlah pejabat eselon kita di tingkat atas pula yang mengakibatkan lemahnya ‘lobi’
kita ke pemerintah dalam ini DPR. Sehingga segala sesuatu yang terkait dengan keperawatan,
dianggap urgensinya kurang. Kalau sudah begini, bisa diramalkan, bahwa selagi kita tidak
meningkatkan kemampuan kita selevel dengan kolega kita dari profesi kesehatan lainnya, kita
belum dianggap ‘sejajar’ dengan mereka!
11
Inovasi Agen Perubahan
INILAH WAKTUNYA BERUBAH
Apa yang harus dilakukan oleh Ners? Ners harus mampu mendemonstrasikan performa Ners
Indonesia dalam pemberian layanan sistem asuhan keperawatan berkualitas sesuai dengan
kapasitas profesionalisme yang dimilikinya, dalam berbagai situasi dan kondisi, sehingga dapat
menjadi the right person with the right skill in the right job at the right place, dalam pencapaian
tujuan layanan asuhan kesehatan. Ners harus mampu menunjukkan Kompetensi-kompetensi
yang dimilikinya. Agar dapat memperoleh Ners, yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
kita, Menjadi tanggung jawab pendidikan keperawatan, untuk menciptakannya. Sebagai
pribadi yang terpilih, yang memiliki kompetensi, sewajarnya bagi kaum profesional. Ners
memang harus dipersiapkan secara dini, agar mampu menunjukkan performa maksimal dalam
mengawal layanan sistem asuhan keperawatan. Sebagai wujud eksistensi pengawalan ini,
sebuah model diperkenalkan yaitu: Ners CIH’HUY Model. Model ini didesain sebagai upaya
untuk menanamkan nilai bekal kepada calon Ners maupun Ners, berupa: kemauan untuk
pengembangan kemampuan berkreativitas (Creativity), usaha peningkatan wawasan (Insight),
sikap rendah hati (Humble), perilaku sopan dalam keramahan (Hospitality), kesehatian sebagai
kesatuan tim pemberi asuhan kesehatan (Unity), serta pengakuan rasa bangga sebagai perawat
Indonesia (Yes I’M a Ners)
1. Jadilah Ners yang Kreatif! Merupakan sebuah kenyataan bahwa upaya kreatif berkaitan
dengan antusiasme dan gairah dan dikenal sebagai faktor substantial pada tingkat puncak
kinerja. Upaya ini akan menunjukan bagaimana cara Ners meningkatkan kreativitas. Jangan
sampai hanya takjub dengan ide orang lain, kini saatnya keperawatan menghasilkan ide-ide
cemerlang. Bagaimana Ners untuk bisa berpikir kreatif? Kreativitas perawat ditentukan sejauh
mana perawat menginginkan hal-hal baru. Motivasi ini dilandasi sejauh mana Ners
menginginkan perbaikan dalam hidup Ners atau sejauh mana Ners sedang mengalami
kesulitan. Pertanyaan yang sangat penting ialah sejauh mana perawat menginginkan hal yang
baru? Takut terhadap risiko yang terdapat pada ide justru akan menghambat jalan keluar ide
keperawatan. Setiap gagasan atau solusi mungkin akan mengandung risiko, tetapi jika perawat
ingin kreatif keperawatan harus berani mengambil risikonya.
Jika perawat ingin kreatif fokuslah pada peluang. Ners akan lebih kreatif, jika perawat berani
keluar dari kebiasaan. Jangan terkungkung dengan apa yang ada saat ini, itu belum tentu hal
12
yang terbaik. Masih ada peluang untuk yang lebih baik. Percayalah, sebab jika tidak percaya,
ide-ide keperawatan akan tersumbat keluar. Jangan suka dengan status quo, cintailah
perubahan, namun perubahan menuju yang lebih baik. Berpikir! Semua bisa dilakukan.
2. Ners! Miliki dan Kembangkanlah Wawasanmu! (Insight) Memiliki wawasan berarti
kemauan untuk mau belajar dan mempelajari serta terus meningkatkan kualitas pengetahuan.
Salah satunya yaitu dengan melihat kondisi di sekitarnya. Hal ini dapat dilakukan dengan:
Mempelajari berbagai cabang ilmu pengetahuan untuk dipergunakan sesuai dengan kebutuhan
keperawatan setempat, dan mengembangkan berbagai kemungkinan berbagai kemampuan dan
keterampilan untuk bekerjasama guna mewujudkan tujuan layanan sistem asuhan keperawatan
yang berkualitas. Untuk dapat memiliki memiliki wawasan lebih, mulailah: a). Banyak
Membaca. Pada prinsipnya, mencari ide bukanlah mencari sesuatu yang berada di luar diri kita.
Mencari ide adalah mencari sesuatu yang sudah ada dalam pikiran kita. Dengan banyak
membaca, kita mengisi pikiran dengan bahanbahan berupa potongan-potongan informasi.
Bacaan tidak harus berupa buku, tetapi bisa majalah, koran, atau artikelartikel dan jurnal-jurnal
penelitian di internet, yang penting! Isinya bermutu dan sesuai dengan kebutuhan dan minat
kita. Semakin banyak informasi bermutu yang kita peroleh, berarti semakin banyak potongan
puzzle yang kita kumpulkan. Hal itu berarti peluang untuk mendapatkan wawasan semakin
besar. Selain itu juga sangat membantu upaya menghindari duplikasi (secara tidak sengaja) ide
dari orang lain yang sudah diwujudkan dan atau dipublikasikan lebih dahulu. b). Sering
Mengamati. Mengamati tidak sama dengan melihat. Mengamati adalah melihat dengan mata
dan otak. Kebanyakan orang, kalau melihat sesuatu benda atau kejadian yang menarik akan
berhenti pada melihat dan mengagumi saja. Seorang peneliti tidak hanya sampai di situ saja,
tetapi kemudian berpikir bagaimana bisa, mengapa demikian, dan seterusnya. Latihan
mengamati ini perlu dilakukan sebagai kebiasaan hidup dan bukan hanya dilakukan ketika
hendak meneliti saja. c). Sering Berdiskusi. Berdiskusi dengan orang lain yang mempunyai
minat, pengetahuan, dan skill pada bidang yang sama dengan kita sangat diperlukan untuk
memperdalam dan memperluas wawasan. Namun demikian, diperlukan juga diskusi dengan
orang dengan minat, pengetahuan dan skill pada bidang yang lain agar kita memiliki
pemahaman yang lebih komprehensif pada aspek-aspek yang melingkupi bidang yang kita
minati.
Manfaat serupa juga dapat diperoleh dengan mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam forum-
forum diskusi di internet. d). Mendengar Keluhan, Kritik, dan Saran. Kalau kita bisa
mendengar dan menyaring keluhan, kritik, dan saran dari orang lain, tidak jarang terdapat cikal
13
bakal ide cemerlang yang tanpa sengaja mereka sampaikan kepada kita. e). Mengagumi dan
Menikmati Alam. Sesekali menikmati keindahan alam seperti gunung, sungai, danau, hutan,
atau laut sering memberikan banyak inspirasi. f). Berpikir Tidak Mengikuti Mainstream. Perlu
belajar untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang berbeda dengan yang dipikirkan dan
dilakukan oleh kebanyakan orang. Namun tidak asal berbeda, tapi memiliki kelebihan
dibandingkan dengan cara biasa.
3. Ners! Memiliki Sikap Rendah Hati, itu penting! (Humble) Kerendahan hati merupakan
salah satu bahan (ingredients) yang paling penting dalam karakter seseorang Ners yang telah
menemukan jati dirinya, di samping integritas, pasrah, rela memaafkan, dan pengendalian diri.
Situasi yang penuh dinamika perubahan drastis dalam berbagai aspek keperawatan,
menyebabkan perawat cenderung sering alpa dengan hakikat maksud dan tujuan keperawatan
yang sesungguhnya. Arah tujuan seringkali melenceng lagi dan berubah arah lagi dari rencana
hakiki yang semestinya, harus tetap menghargai keberagaman dan kebersamaan. Sudah saatnya
perawat harus terus belajar membenahi sikap yang tengah lupa akan tujuan semula, dengan
menumbuhkan sikap rendah hati, agar dapat memiliki sikap rendah hati ini, perawat harus mau
belajar bersabar dan mampu berjiwa besar dalam setiap kesempatan yang tersisa.
4. Ners! Selalulah dalam sopan santun yang ramah! (Hospitality), Dalam keadaan apa pun,
bersikap ramah tetap diperlukan. Usahakan hal yang satu itu menjadi prioritas yang Ners
praktikkan setiap hari dalam layanan keperawatan. Karena sikap ramah adalah salah satu bahan
dasar untuk menumbuhkan perasaan hangat dalam layanan sistem asuhan keperawatan.
Menunjukan keramahan bukan berarti memaksakan untuk tersenyum pada saat perawat sedang
tidak ingin tersenyum, atau berpura-pura riang padahal suasana hati Ners sedang kalut. yang
dimaksud adalah memperlakukan pasien seperti perawat ingin diperlakukan oleh orang lain.
Ada wejangan: Dalam kehidupan ini, kita sebenarnya mengajari orang lain tentang bagaimana
dia seharusnya memperlakukan kita? Nah, cara yang paling manjur untuk membuat orang lain
baik terhadap kita adalah dengan terlebih dahulu memperlakukan mereka dengan ramah.
Cobalah mulai dengan halhal kecil, menjadi pendengar yang baik, bersikap ramah seperti
meminta izin bila mana perlu, dan meminta maaf bila Ners melakukan kesalahan. Bersikap
ramah berati bersikap sopan. Biasakan untuk selalu bertanya kepada diri sendiri, “Apa yang
bisa membuatnya bahagia hari ini? Adakah sesuatu yang bisa kulakukan?” Belajar bahwa
bersikap ramah saat segala sesuatunya beres itu tidak sulit. tetapi, akan lain ceritanya jika
keadaan sedang buruk dan tidak sesuai dengan harapan. Contoh pada saat pasien dan keluarga
14
terlalu banyak permintaan, dengan bengis, yang kadang menurut Ners tidak perlu, tetapi pasien
dan keluarga meminta tanpa henti, masih bisakah Ners bersikap ramah? Di saat-saat inilah Ners
semakin perlu bersikap ramah. Karena, saat-saat seperti itulah yang menentukan hubungan
Ners dengan pasien. Ners bisa membuat masalah itu hilang, atau bahkan memperburuknya,
tergantung perawat mampu untuk menempatkan posisi. Bila pasien sedang mengalami hari
yang buruk dan merasa tak ada yang berpihak kepadanya, cobalah cara lain yang sedikit
berbeda. Tataplah matanya sambil tersenyum, dan katakan, “Jangan sedih, masih ada aku yang
selalu menemanimu.” Dengan begitu, pasien pasti akan merasa mendapat dukungan dan
suasana hatinya akan membaik. Satu pelajaran yang perlu selalu kita ingat adalah “Manusia itu
seperti cermin bagi manusia yang lain.” Jadi jika perawat ingin mendapatkan perlakuan yang
ramah dari pasien dan keluarganya, dahuluilah bersikap ramah kepadanya.
5. Ners! Nilai kesatuan dan Kesatuan menjadi penting! (Unity) Layanan keperawatan
merupakan bagian integral dalam layanan kesehatan yang ada, yang senantiasa bekerja sama
dengan tim pemberi asuhan kesehatan lainnya. Posisi Ners yang berada 24jam/hari di sisi
pasien memberikan kesempatan kepada Ners 34 untuk memainkan peran dan juga
kewenangannya sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Tentunya untuk mencapai tujuan
layanan kesehatan, Ners dan keperawatan, harus membangun kerjasama di dalam tim. Jika tim
pemberi layanan kesehatan menempatkan layanan kualitas kepada pasien, tentunya akan
dilakukan secara bersama-sama, tanpa ada status siapa yang lebih tinggi dari siapa. Pemahaman
akan nilai kesatuan ini, meningkatkan rasa kecintaan Ners akan profesi dan juga tempat di
mana perawat memberikan asuhannya.
6. Ners, Katakanlah: “Yes I’M a Ners,” tanpa perlu Malu! Menjadi Ners adalah sebuah
kebanggan tersendiri: menjadi kebanggaan buat Ners secara Pribadi, bahkan orang tua, dan
juga keluarga. Ners bangga dengan aktivitas-aktivitasnya, ia bangga karena bisa memberikan
sebuah layanan, yang sangat mulia, berdasarkan pada ilmu, etika, dan skill keperawatan yang
dimilikinya.
Kebanggaan akan melayani dengan layanan sistem asuhan keperawatan bukan untuk
menanamkan fanatisme sempit, tetapi agar keperawatan mempunyai kepercayaan menjalankan
asuhannya, demi pengawalan kualitas dan nama baik profesi. Memiliki kebanggaan dan
pengakuan sebagai Ners memiliki nilai: a). Ners punya rasa memiliki pada keperawatan dan
menganggap keperawatan sebagai bagain hidupnya. b). Menumbuhkan rasa bangga itu perlu.
Kebanggaan sebagai Ners dapat menumbuhkan Percaya diri (self confident). c). Menumbuhkan
15
perasaan bangga menjadi Ners dapat diwujudkan dan mewujudkan tujuan layanan sistem
asuhan keperawatan yang berkualitas tinggi. Satu hal, keperawatan, jangan menjadi lupa diri,
akan perjuangan panjang yang dilaluinya, atau terhadap efek pengaruh global yang
dirasakannya. Menjadi bijak bagi Ners Indonesia untuk memahami sebuah petuah: di mana
bumi dipijak, di situ langit dijunjung, pesan khususnya adalah ingatlah akan kearifan lokal kita,
jadikan hal ini sebagai identitas, penciri keberadaan kita, juga dapat digunakan sebagai alat
kontrol mawas diri sepanjang masa.
Penulis mengutip satu kearifan lokal yang ada, yaitu petuah dari masyarakat Jawa, di mana
penulis bermukim untuk saat ini. Aja Gumunan, janganlah selalu terkagum-kagum dengan
hasil orang lain sedangkan Ners hanya sekadar menjadi penonton saja. Aja Kagetan, meminta
Ners untuk selalu mawas diri terhadap perubahan sekeliling dan lingkungan. Aja Kagetan juga
bermakna persiapan diri menghadapi perubahan sekeliling tanpa ikut berubah seperti
sekeliling, bukankah ada pesan, manis jangan langsung ditelan, pahit jangan langsung
dimuntahkan? Untuk itu, teliti, cermatilah. Aja Dumeh membawa pesan, Ners jangan sombong
dalam lingkungan sekitar, ingat tanpa mereka kita ini juga tidak akan bermakna. Fortier In re
Soaviter In Modo, Kokoh dalam prinsip, lembut dalam penyampaian, itu menjadi perlu.
Keseluruhan kemampuan inilah, yang terkandung dalam Ners CIH’HUY Model ini. Dengan
unjuk kapasitas profesionalisme inilah layanan sistem asuhan keperawatan berkualitas tinggi
dapat disampaikan. Ners CIH’HUY model menjadi ciri gerak keseharian keperawatan, bukan
hanya sekadar tahu dalam istilah belaka. Dengan kemauan menunjukkan kemampuan-
kemampuan ini, Ners mampu menempatkan dan memanfaatkan posisinya untuk dapat
mendemonstrasikan perannya sebagai: role model, care giver, client advocate, counsellor,
educator, collaborator, coordinator, change agent, dan consultant, bagi pasien, sehingga Ners
dapat menjadi the right person with the right skill in the right job at the right place. Layaklah
seorang Ners, di depan diandalkan, di tengah penuh kehangatan, di belakang pasti dinantikan,
untuk pencapaian tujuan bersama, yaitu pencapaian derajat kesehatan yang optimal untuk
semua.
16
Rencana Tindak Agen Perubahan Tahun 2020
Tabel 1. Rencana Tindak Agen Perubahan Tahun 2020 NO NILAI
ORGANISASI
PERUBAHAN YANG INGIN DICAPAI RENCANA TINDAK KETERANGAN
SASARAN INDIKATOR KINERJA TARGET KEGIATAN WAKTU
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Bintang
Talenta, dan
Caring
Terciptanya Lulusan
yang Memiliki
keunggulan yang
berbasis Bintang
Talenta dan caring
Terciptanya kampus
yang aman, nyaman,
dan sehat sebagai
rumah akademik
Seluruh Civitas
akademika di Fakultas
Keperawatan USU mampu
menunjukkan keunggulan
masing masing
Dalam unit kerjanya
Seluruh civitas
akaedemika Fakultas
Keperawatan USU
mengintegrasikan
Bintang Taelnta dan
Caring USU dalam
berkehidupan di Kampus
Internalisasi kegiatan PBM berbasis
Bintang Talenta USU dan Perilaku
caring
Melakukan sosialisasi dan evaluasi
secara sistematis dan berkelanjutan
Melakukan Kegiatan Family Day
dalam tingkat Universitas maupun
fakultasnasional/internasional.
Juni 2020 s.d
Desember
Juli 2020 s.d
Desember
Minggu ke II
setiap bulan
Seluruh civitas
akademika
melakukan Protokol
caring yang sudah
ada
Terciptanya kampus
yang harmonis,
ramah dengan
pelayanan yang
empati
Mentoring mahasiswa
dan/atau dosen dalam
publikasi hasil
kegiatan Tri Darma PT
Mahasiswa dan/atau dosen
terlibat dalam publikasi
hasil kegiatan Tri Darma
PT
Mahasiswa dan/atau dosen
terlibat dalam publikasi
hasil kegiatan Tri Darma
PT
Melibatkan mahasiswa dan/atau
dosen dalam kegiatan Tri Darma
PT
Mendampingi mahasiswa dan/atau
dosen dalam penulisan publikasi
hasil penelitian/pengabdian
Melakukan publikasi hasil
penelitian mahasiswa dan/atau
dosen (atas persetujuan bersama)
Melaporkan hasil monev kepada
Wakil Dekan
Juni – Desember
2020
Dokumen skripsi/
PBLK mahasiswa
Dokumen publikasi
17
2 Inovasi Membangun Ners
CIHHUY Model
Setiap Mahasiswa
Fakultas Keperawatan
mengintegrasikan Model
dalam Berkehidupan di
Kampus
Seluruh Mahasiswa di
Fakultas Keperawatan
Melakukan FGD dalam Mendalami
dan Pemahaman Model
Internalisasi Model dalam
pembelajaran dalam Mata Kuliah
Melaporkan hasil monev kepada
Wakil Dekan Dekan Bidang
akademik
Juni s.d
Desember 2020
Laporan Hasil
kegiatan Studi
Mahasiswa
Laporan hasil
monev
18
Penutup
Strategi penggunaan Ners CIH’HUY model ini memposisisikan Ners sebagai individu yang
unggul, dan terpilih dalam mengawal kualitas asuhan keperawatan. Sehingga kehadiran Ners
dalam layanan asuhan kesehatan dapat terbukti, membawa sebuah inovasi. Model ini menjadi
gerak keseharian keperawatan, bukan hanya sekadar tau dalam istilah belaka, akan tetapi
dengan kemauan menunjukkan kemampuan-kemampuan ini, Ners menempatkan dan
memanfaatkan posisinya untuk dapat mendemonstrasikan perannya sebagai: role Model, Care
Giver, Client Advocate, Counsellor, Educator, Collaborator, Coordinator, Change Agent, dan
Consultant, bagi pasien. Layaklah seorang Ners, di depan diandalkan, di tengah penuh
kehangatan, di belakang pasti dinantikan. Menjadi perlu untuk semua, sikap, pandangan dan
penerimaan terhadap keperawatan profesional perlu diluruskan. Kesempatan bagi keperawatan
profesional untuk berperan serta dalam membangun kesehatan masyarakat, bangsa harus
diberikan akses seluas-luasnya, diatur, dan memperoleh perlindungan hukum dalam aktivitas
layanan yang diberikannya. Berbagai peraturan perundang-undangan yang tidak atau kurang
mendukung keberadaan dan pengembangan profesi keperawatan harus disesuaikan. Dengan
demikian keperawatan profesional akan berkembang secara sehat di Indonesia. Pemahaman
model ini membawa Ners dalam Pencapaian kebutuhannya, yaitu: kebutuhan legality,
kebutuhan competency, kebutuhan safety, serta kebutuhan acuntability, sehingga Ners mampu
memberikan arti dalam posisinya pada layanan asuhan kesehatan yang ada. Pelaksanaan nilai-
nilai dalam model ini, akan membawa sebuah perubahan, terutama dalam pola berpikir. Jika
selama ini proses keperawatan dijadikan landasan asuhan, tentunya Ners harus mampu
membawa asuhan keperawatan tidak lagi sekadar berkutat di dalam proses belaka, akan tetapi
bergerak dalam sebuah sistem yang utuh, sehingga landasan itu tidak lagi dalam proses
keperawatan, akan tetapi menjadi sistem gerak keperawatan. Kebiasaan menggunakan
referensi produk keilmuan luar negeri dalam kepraktisan menyusun asuhan keperawatan, yang
bila kita lihat, ada banyak hal yang belum sesuai dengan iklim asuhan keperawatan di negara
kita, dan satu hal, penggunaannya juga belum memperoleh rekomendasi dari lembaga juga
organisasi resmi kita? Mulailah dengan melatih diri, agar ketergantungan kita terhadap produk
tersebut menjadi minimalis. Mengapa kita menjadi tidak percaya diri menggunakan hasil
pemikiran sendiri?
19
Agar dipertimbangkan dan selalu dikawal dengan analisa keilmuan, belum tentu referensi
tersebut dapat dipakai sesuai dengan respons dan kemampuan kita, untuk itu perlu dilakukan:
kaji, analisa, interpretasi, sintesa, baru tetapkan blue print asuhan, kemudian antarkanlah
asuhan tersebut. Penataan intervensi keperawatan, sangat penting diperhatikan, akan tetapi
menjadi lebih arif jika instruksi keperawatan yang senantiasa dikembangkan, menghindari
kesan arogansi berlebihan. Memang penting melakukan kolaborasi, akan tetapi lebih bijak jika
melakukan diskusi dilakukan sebagai jalan pengambil keputusan, agar terbina hubungan asertif
koperatif partisipatif (ACP relationship) guna perwujudan kemitraan yang diinginkan. “Ners
itu CIH’HUY.” Mari dibuktikan! Jika tak mau dianggap sebagai babu berkepanjangan, atau
menjadi tidak nyaman dengan segala komentar yang diberikan, atau khawatir dengan kondisi
global yang mengadang!. Lanjutkan usaha ini, gunakan Ners CIH’HUY Model dalam setiap
gerak kegiatan layanan asuhan yang kita berikan, dan ingat!! Jangan hanya berlalu begitu saja!
Jika hanya begitu saja: perawat bisa tinggal kenangan belaka! Untuk itu, lakukanlah, inilah
guna model ini diperkenalkan! Majulah Perawatku, Perawatku Majulah!”