Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012 Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012 Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur Edisi Workshop Laporan ini dicetak menggunakan kertas daur ulang Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized
179
Embed
Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Konsistensi Proses dan Tahapan Penyusunan Dokumen Perencanaan RPJMD dan Renstra
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012
Analisis K
euangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012 M
eningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan K
Laporan ini disusun atas kerja sama antara Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kebijakan dan Manajemen (P3KM) Universitas Hasanuddin, CIDA, AUSAid, dan Bank
Dunia. Terima kasih kepada tim peneliti yang dikepalai oleh A. Madjid Sallatu, beranggotakan Agussalim,
Darmawan Salman, St. Bulkis Oesman, Budimawan, Rahim Darma, Nursini, Sultan Suhab, A. Tawakkal,
Muhammad Yunus, dan Djunaidi M. Dachlan. Terima kasih pula kepada tim data P3KM yang
beranggotakan Sanusi Fattah, A. Amrullah, Abdullah Sanusi, A.Nixia Tenriawaru, dan A. Abdul Azis
Ishak. Pengelolaan penelitian oleh P3KM dikoordinasi oleh Djunaidi M. Dahlan, dibantu oleh Agussalim
sebagai sekretaris, dan Nursini yang membantu untuk administrasi. Tim Bank Dunia dipimpin oleh
Guntur Sutiyono dan Bastian Zaini, dibantu oleh Erryl Davy, Ihsan Haerudin, Indira Maulani Hapsari,
Chandra Sugarda, Andhika Maulana, dan A. M. Rezky Mulyadi. Terima kasih kepada Luna Vidya yang
telah mengkoordinasikan kegiatan komunikasi PEACH di Sulawesi Selatan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada anggota Project Management Committe (PMC) yang telah
aktif berpartisipasi memberi masukan selama proses pembuatan laporan, dinas-dinas dan pemerintah
kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan yang berkontribusi dalam pengumpulan data. Tim
menyampaikan terima kasih atas dukungan yang diberikan oleh Kepala BAPPEDA Provinsi Sulawesi
Selatan, Bapak Tan Malaka Guntur sebagai Ketua PMC. Terima kasih dan apresiasi kami berikan kepada
Kepala Biro Ekonomi Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Bapak Muhammad Firda sebagai
Sekretaris PMC, dan Bapak.
Arahan pembuatan laporan ini diberikan oleh Gregorius D.V. Pattinasarany dan Amin Subekti. Terima
kasih kepada Cut Dian Rahmi Agustina, Ahmad Zaki Fahmi, serta rekan-rekan dari World Bank dan CIDA
atas saran dan masukannya. Terima kasih juga kami berikan kepada Sarah Sagitta Harmoun atas
dukungan logistiknya. Tak lupa apresiasi kami sampaikan untuk Caroline Tupamahu dan Yayasan BaKTI
yang memfasilitasi PEACH di Sulawesi Selatan.
iii
KATA PENGANTARKATA PENGANTARKATA PENGANTARKATA PENGANTAR
Sulawesi Selatan merupakan provinsi yang memegang peranan penting di kawasan timur Indonesia. Ibu
Kotanya, Makassar sudah menjadi jantung perdagangan dan distribusi di kawasan ini secara turun
temurun. Sulawesi Selatan selama ini berperan sebagai salah satu lumbung pangan nasional dengan
produk utama seperti beras, jagung, dan kakao. Kini Provinsi Sulawesi Selatan bergerak maju dengan
produksi ternak sapi dan rumput lautnya. Dalam lima tahun terakhir, Sulawesi Selatan menikmati
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan nasional, yang didorong oleh
pertumbuhan pada sektor konstruksi, Jasa keuangan, dan Pengangkutan.
Walaupun memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kapasitas fiskal yang semakin besar, Provinsi
Sulawesi Selatan masih menghadapi berbagai tantangan pembangunan, salah satunya adalah tantangan
kemiskinan. Selain itu, pendidikan dan kesehatan juga merupakan tantangan dalam upaya
meningkatkan angka Indeks Pembangunan Manusianya. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah di Sulawesi
Selatan perlu berupaya keras dalam mengoptimalkan potensinya tersebut. Pertumbuhan ekonomi akan
mendorong arus perpindahan sehingga investasi di sektor infrastruktur dan penyediaan layanan dasar
akan menjadi sangat penting.
Laporan ini merupakan sebuah upaya untuk membantu Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi Selatan
dalam meningkatkan kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah, meningkatkan kualitas perencanaan dan
penganggaran, dan berkontribusi dalam kinerja pembangunannya. Laporan ini merupakan hasil
kerjasama yang erat antara Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi Selatan, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kebijakan dan Manajemen (P3KM) Universitas Hasanuddin, serta dukungan dari CIDA,
AusAID, dan Bank Dunia. BAPPEDA Provinsi Sulawesi Selatan berperan penting dalam memfasilitasi
seluruh proses pembuatan laporan ini.
Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi
Selatan. Kami juga berharap laporan ini dapat menjadi sumbangsih pengetahuan bgi pemerintah daerah
di provinsi lain, para pemangku kepentingan di pusat dan daerah, serta pemerhati keuangan dan
pembangunan daerah. Di masa yang akan datang, peran Provinsi Sulawesi Selatan akan menjadi
semakin penting, dan kami berharap laporan ini dapat berkontribusi kepada pengelolaan keuangan
daerah dan tata kelola pemerintahan yang lebih baik.
DR. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, MSi, MH Stefan G. Koeberle
Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan Kepala Perwakilan Bank Dunia Indonesia
iv
DAFTAR ISIDAFTAR ISIDAFTAR ISIDAFTAR ISI
Ucapan Terima Kasih ..................................................................................................................................................... ii
Kata Pengantar ............................................................................................................................................................. iii
Daftar Isi ....................................................................................................................................................................... iv
Daftar Gambar .............................................................................................................................................................. vi
Daftar Tabel .................................................................................................................................................................. ix
Daftar Kotak ................................................................................................................................................................... x
Daftar Istilah ................................................................................................................................................................. xi
1. Perkembangan Umum dan Arah Perencanaan .................................................................................................... 2
2. Pendapatan dan Belanja Daerah ...................................................................................................................... 2
4. Gender dan Isu Strategis Lainnya ..................................................................................................................... 5
5. Rekomendasi Pembangunan ............................................................................................................................ 5
Bab 1 Pendahuluan ................................................................................................................................................ 9
1.1 Perkembangan Daerah ............................................................................................................................... 10
1.2 Kondisi Perekonomian Daerah ................................................................................................................... 11
1.3 Kondisi Demografi dan Ketenagakerjaan ................................................................................................... 16
1.4 Kondisi Pembangunan Manusia ................................................................................................................. 20
1.5 Arah Pembangunan Jangka Panjang dan Jangka Menengah ..................................................................... 21
Bab 2 Perencanaan Pembangunan dan Pengelolaan Keuangan Daerah ............................................................... 23
2.1 Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah ........................................................................................... 24
2.2 Perencanaan Pembangunan Daerah dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ........................................... 27
2.3 Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) ................................................................................ 31
2.4 Perencanaan Pembangunan dan Penyusunan Anggaran Daerah ..................................................................... 33
2.5 Pengukuran Kinerja dan Pengelolaan Keuangan Daerah .................................................................................. 35
2.6 Hasil Analisa Pengelolaan Keuangan Daerah .................................................................................................... 39
2.7 Kesimpulan dan Rekomendasi .......................................................................................................................... 41
Bab 3 Pendapatan Daerah ................................................................................................................................... 43
3.1. Gambaran Umum Pendapatan Daerah Sulawesi Selatan ................................................................................ 44
3.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ......................................................................................................................... 47
3.3. Dana Perimbangan ........................................................................................................................................... 49
3.4. Bagian Lain-lain Pendapatan yang Sah ............................................................................................................. 52
3.5. Pembiayaan Daerah ......................................................................................................................................... 52
3.6. Kesimpulan dan Rekomendasi ......................................................................................................................... 54
Bab 4 Belanja Daerah ........................................................................................................................................... 55
4.1. Gambaran Umum Belanja Daerah ................................................................................................................... 56
4.2. Belanja Menurut Klasifikasi Ekonomi ............................................................................................................... 58
4.3. Belanja Menurut Sektor ................................................................................................................................... 61
4.4. Hubungan Belanja dengan Gender .................................................................................................................. 64
4.5. Kesimpulan dan Rekomendasi ......................................................................................................................... 67
Bab 5 Analisis Sektor Strategis ............................................................................................................................. 69
Kinerja Keluaran dan Hasil Sektor Pertanian ......................................................................................................... 114
Bab 7 Analisis Isu Daerah ................................................................................................................................... 129
7.2. Analisis Lingkungan Hidup .............................................................................................................................. 138
Lampiran C : Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi ............................................................................................ 152
Lampiran D. Master Table ..................................................................................................................................... 160
vi
DAFTAR DAFTAR DAFTAR DAFTAR GAMBARGAMBARGAMBARGAMBAR
Gambar 1.1. Posisi Makassar Berada di Tengah-Tengah Indonesia (center point of Indonesia) ................................. 10
Gambar 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Cenderung Meningkat dan Lebih Tinggi
dari Pertumbuhan Ekonomi Nasional ...................................................................................................... 11
Gambar 1.3.PDRB per Kapita Sulawesi Selatan Masih Berada di Bawah Angka Nasional ........................................... 15
Gambar 1.4. Perkembangan Inflasi di Sulawesi Selatan dan Nasional, 2005-2010 ..................................................... 15
Gambar 1.5. Pertumbuhan Penduduk Sulawesi Selatan Rata-Rata 1,3 Persen ........................................................... 16
Gambar 1.6. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Sulawesi Selatan, 2005-2010 ........................................... 17
Gambar 1.7. Tenaga Kerja Perempuan Menurut Lapangan Usaha di Sulawesi Selatan, 2009 .................................... 19
Gambar 1.8. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulawesi Selatan dan Nasional, 2005-2010 ............................ 19
Gambar 1.9. IPM Sulawesi Selatan Cenderung Meningkat Tetapi Masih Dibawah Rata-Rata Nasional dan
Masih Senjang Dengan Target RPJMD ..................................................................................................... 20
Gambar 1.10. Posisi IPM Sulawesi Selatan Menempati Posisi Relatif Rendah Dibanding IPM Provinsi Lain di
Indonesia Tahun 2009 .............................................................................................................................. 21
Gambar 2.1. Konsistensi Proses dan Tahapan Penyusunan Dokumen Perencanaan RPJMD dan Renstra
SKPD di Sulawesi Selatan ......................................................................................................................... 28
Gambar 2.2. Alur pelaksanaan Musrenbang antar Tingkatan Pemerintahan Daerah ................................................. 31
Gambar 2.3. Proses dan Tahapan Penyusunan RAPBD (Perspektif Permendagri 59/2007,
dari RKPD Menuju RAPBD) ....................................................................................................................... 33
Gambar 2.4. Anggaran Berbasis Kinerja Dalam Kerangka Konsistensi Perencanaan Penganggaran .......................... 36
Gambar 2.5. Kerangka Capaian Kinerja Pemerintah Daerah ....................................................................................... 37
Gambar 2.6. Skor PKD Pemerintah Daerah yang Disampel di Sulawesi Selatan ......................................................... 40
Gambar 3.1. Perkembangan Pendapatan Daerah Riil Sulawesi Selatan, 2005-2011 .................................................. 44
Gambar 3.2. Komposisi Pendapatan Daerah Riil Sulawesi Selatan, 2005-2011 .......................................................... 45
Gambar 3.3. Komposisi Pendapatan per Kapita Daerah Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2010 ......... 46
Gambar 3.4. Komposisi Pendapatan Asli Daerah Sulawesi Selatan, 2005-2011 ......................................................... 47
Gambar 3.5. Perbandingan Komposisi PAD per Kapita Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2010 .......................... 48
Gambar 3.6. Komposisi Dana Perimbangan Sulawesi Selatan, 2005-2011 ................................................................. 49
Gambar 3.7. Perbandingan DAU di Sulawesi Selatan Berdasarkan Tingkat Pemerintahan ........................................ 50
Gambar 3.8. Perbandingan Komposisi Dana Perimbangan per Kapita Menurut Kabupaten/Kota di
Sulawesi Selatan, 2010............................................................................................................................. 51
Gambar 3.9. Perkembangan Bagian Lain-lain Pendapatan yang Sah provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi
Selatan, 2005-2010 .................................................................................................................................. 52
Gambar 3.10. Perkembangan Surplus/Defisit APBD Sulawesi Selatan, 2005-2011 .................................................... 53
Gambar 4.1. Perkembangan Belanja Pemerintah Daerah di Sulawesi Selatan, 2005-2011 ........................................ 56
Gambar 4.2. Perkembangan Dana APBN/PHLN yang Dikelola Oleh Instansi Vertikal di Sulawesi Selatan,
Gambar 4.7. Belanja Transfer Mendominasi Belanja Provinsi dan Cenderung Naik, Sementara di Kabupaten
Proporsi Belanja Pendidikan Telah Melewati Belanja Pemerintahan. ..................................................... 63
Gambar 4.10. Perkembangan Anggaran Responsif Gender Badan Pemberdayaan Perempuan Provinsi dan
Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2007-2011 .................................................................................... 65
Gambar 4.11. Belanja klasifikasi ekonomi badan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di Sulawesi
Selatan, 2010-2011 .................................................................................................................................. 66
vii
Gambar 4.12. Besaran Alokasi Belanja pada Program-Program yang Terkait Dengan PUG Ditingkat Provinsi
Gambar 5.5. Komparasi Angka Partisipasi Sekolah (APS) di Sulawesi Selatan dan Nasional, 2010*) ......................... 73
Gambar 5.6. Komparasi Angka Rata-Rata Lama Sekolah di Sulawesi Selatan dan Nasional, 2006-2010 .................... 74
Gambar 5.7. Komparasi Angka Melek Huruf di Sulawesi Selatan dan Nasional, 2005-2010 ....................................... 75
Gambar 5.8. Posisi Angka Melek Huruf Sulawesi Selatan Secara Nasional, 2010*) .................................................... 75
Gambar 5.9. Angka Melek Huruf Laki-Laki Lebih Tinggi Dibandingkan Perempuan, 2005-2010................................. 76
Gambar 5.10. Belanja Pendidikan Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2010 ........................................... 77
Gambar 5.11. Belanja Pendidikan Menurut Klasifikasi Ekonomi Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2010 ............ 77
Gambar 5.12. Rata-rata Lama Sekolah Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2009 .................................... 79
Gambar 5.13. Angka melek huruf menurut kabupaten/kota di Sulawesi Selatan, 2009 ............................................ 79
Gambar 5.14. Skema Alur Kebijakan Pendidikan Gratis di Sulawesi Selatan .............................................................. 82
Gambar 5.15. Total Belanja Kesehatan dan Total Belanja Daerah Sulawesi Selatan, 2005-2011 ............................... 88
Gambar 5.16. Perbandingan Komposisi Belanja Kesehatan Menurut Jenis Belanja Antara Provinsi dan
Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2010 ............................................................................................. 89
Gambar 5.17. Jumlah Fasilitas Kesehatan dan Rasio Tenaga Kesehatan per 10.000 Penduduk
di Sulawesi Selatan, 2005-2009 ............................................................................................................... 89
Gambar 5.18. Komparasi Angka Harapan Hidup di Sulawesi Selatan dan Nasional, 2007-2010 ................................ 90
Gambar 5.19. Angka Kematian Bayi di Sulawesi Selatan, 2005-2009.......................................................................... 90
Gambar 5.20. Angka Kematian Ibu di Sulawesi Selatan, Tahun 2005-2009 per 100.000 Penduduk ........................... 91
Gambar 5.21. Belanja kesehatan riil per kapita menurut kabupaten/kota di Sulawesi Selatan, 2011. ...................... 92
Gambar 5.22. Belanja Kesehatan Menurut Klasifikasi Ekonomi di Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2010 ......... 93
Gambar 5.23. Total Belanja Sektor Infrastruktur dan Total Belanja Daerah di Sulawesi Selatan, 2005-2011 .......... 100
Gambar 5.24. Belanja Sektor Infrastruktur Menurut Klasifikasi Ekonomi di Sulawesi Selatan, 2005-2011 .............. 101
Gambar 5.25. Belanja Infrastruktur di Sulawesi Selatan Tahun 2010 Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi ................... 101
Gambar 5.26. Jumlah Penumpang dan barang yang Melalui Pelabuhan Laut Soekarno-Hatta Makassar ................ 103
Gambar 5.27. Perbandingan Ketersediaan Prasarana Jalan di Sulawesi Selatan, 2007 dan 2010 ............................ 103
Gambar 5.28. Proporsi panjang dan kondisi jaringan jalan di Sulawesi Selatan, 2005-2010 .................................... 104
Gambar 5.29. Capaian Indikator Infrastruktur Dasar di Pulau Sulawesi, 2009 ......................................................... 105
Gambar 5.30. Akses Perempuan Terhadap Air Bersih, Sanitasi dan Listrik di Sulawesi Selatan ............................... 105
Gambar 5.31. Sawah Irigasi di Sulawesi Selatan, 2006-2010 .................................................................................... 107
Gambar 5.32. Luas Lahan Sawah Berdasarkan Jenis Irigasi di Sulawesi Selatan, 2007-2011 .................................... 107
Gambar 5.33. Belanja Infrastruktur per Kapita Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan Tahun 2010 ........................... 108
Gambar 5.34. Kabupaten Pemekaran Luwu Utara dan Luwu Timur Memiliki Kualitas Jalan yang Lebih Baik .......... 109
Gambar 5.35. Daerah Perkotaan Memiliki Cakupan Infrastruktur Dasar yang Lebih Baik ........................................ 109
Gambar 6.1. Belanja Pertanian Provinsi Sulawesi Selatan ........................................................................................ 112
Gambar 6.2. Belanja Sektor Pertanian Menurut Klasifikasi Ekonomi (Provinsi dan Kabupaten/Kota) di Sulawesi
Selatan, 2005-2011 ................................................................................................................................ 113
Gambar 6.3. Alokasi belanja sektor pertanian provinsi dan kabupaten/kota berdasarkan klasifikasi ekonomi di
Sulawesi Selatan, 2010........................................................................................................................... 113
Gambar 6.4. Belanja pertanian riil kabupaten/kota di Sulawesi Selatan .................................................................. 114
Gambar 6.5. Perkembangan Produksi Jagung Pada Sentra Produksi di Sulawesi Selatan, 2005-2010 ..................... 116
Gambar 6.6. Luas Areal Pertanaman Jagung Pada Sentra Produksi di Sulawesi Selatan, 2005-2010 ....................... 116
Gambar 6.7. Lahan, produksi, dan Produktivitas Kakao Sulawesi Selatan 2010. ...................................................... 119
Gambar 6.8. Perkembangan Populasi Sapi Potong/ Perah di Sulawesi Selatan, 2005-2009. .................................... 122
Gambar 6.9. Produksi Rumput Laut Jenis G. verrucosa dan E. cottoni, 2006-2010 ................................................... 123
viii
Gambar 6.10. Produksi Rumput Laut di Lima Kabupaten Tahun 2010. ..................................................................... 124
Gambar 6.11. Kontribusi 5 Kabupaten Penghasil Utama Cenderung Menurun Hingga 2009, Tetapi Meningkat Pesat
di Tahun 2010. ....................................................................................................................................... 124
Gambar 6.12. Produksi Udang Menurut Kategori Jenis, 2006-2010 ......................................................................... 126
Gambar 7.1. Komparasi Persentase Penduduk Miskin Sulawesi Selatan dan Indonesia, 2006-2010 ....................... 130
Gambar 7.2. Komparasi Persentase Penduduk Miskin Antar Provinsi di Indonesia, 2010 ........................................ 131
Gambar 7.3. Komparasi Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Antar Provinsi di Pulau Sulawesi, 2010 ............ 131
Gambar 7.4. Penyebaran Penduduk Miskin Menurut Wilayah di Sulawesi Selatan, 2010 ........................................ 132
Gambar 7.5. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Sulawesi Selatan, 2006-
Gambar 7.6. Angka Koefisien Gini di Sulawesi Selatan dan Nasional, 2007-2010 ..................................................... 133
Gambar 7.7. Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2010 .................................. 134
Gambar 7.8. Persentase Kepala Rumah Tangga Perempuan Berdasarkan Kelompok Pendapatan
di Sulawesi Selatan ................................................................................................................................. 136
Gambar 7.9. Belanja Urusan Lingkungan Hidup di Sulawesi Selatan, 2007-2009 ..................................................... 139
Gambar 7.10. Terumbu karang di Sulawesi Selatan dan Indonesia Sebagian Besar Dalam Kondisi Rusak. .............. 140
Gambar 7.11. Perkembangan IPM dan IPG Sulawesi Selatan, 2005-2010 ................................................................ 142
Gambar 7.12. Perkembangan IDG Sulawesi Selatan dan Nasional, 2005 – 2009 ...................................................... 143
Gambar 7.13 Indeks Pembangunan Gender Pada 23 Kabupaten/Kota diProvinsi Sulawesi Selatan ........................ 143
Gambar 7.14 Indeks Pemberdayaan Gender Pada 23 Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan ...................... 144
Gambar 7.15. Tingkat Serapan Angkatan Kerja Perempuan di Sulawesi Selatan 2005 - 2009 .................................. 145
ix
DAFTAR TABELDAFTAR TABELDAFTAR TABELDAFTAR TABEL
Tabel 1.1. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha di Sulawesi Selatan Terus Meningkat
Nilainya Tetapi Transformasi Strukturalnya Lambat (Miliar Rp) ................................................................ 12
Tabel 1.2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Penggunaan di Sulawesi Selatan 2005-2010 Didominasi
oleh Konsumsi Rumah Tangga Dimana Konsumsi Swasta Masih Rendah (Miliar Rp) ............................... 13
Tabel 1.3. PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan Berdasarkan Harga Konstan (Juta Rp) .................. 14
Tabel 1.4. Perkembangan Nilai Realisasi Investasi PMDN dan PMA Sulawesi Selatan 2005-2010 ............................. 16
Tabel 1.5. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Sulawesi Selatan, 2009 ................................... 17
Tabel 1.6. Banyaknya Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Berdasarkan Bidang Usaha di Sulawesi
Selatan, 2005-2009 .................................................................................................................................... 18
Tabel 1.7. Misi dan Kebijakan Umum Pembangunan Jangka Panjang Dikerangkakan Untuk Mewujudkan
Sulawesi Selatan Sebagai Daerah Terkemuka Dengan Pendekatan Kemandirian Lokal dan Bernafaskan
Tabel 1.8. Misi dan Kebijakan Umum Pembangunan Jangka Menengah Sulawesi Selatan Dikerangkakan Untuk
Mewujudkan Kinerja Pemenuhan Hak Dasar Masyarakat yang Terkemuka di Indonesia......................... 22
Tabel 2.1. Penjabaran Agenda Pembangunan RPJMN Dalam RPJMD Sulawesi Selatan ............................................. 24
Tabel 2.2. Penjabaran Prioritas Pembangunan Dalam RPJMN kepada RPJMD Sulawesi Selatan ............................... 25
Tabel 2.3. Prioritas Pembangunan Dalam RPJMN yang Masih Kurang Tegas Dijabarkan Kedalam RPJMD Sulawesi
Selatan Serta Prioritas Pembangunan Dalam RPJMD Sulawesi Selatan yang Bukan Merupakan
Penjabaran dari RPJMN ............................................................................................................................. 26
Tabel 2.4. Katerkaitan agenda pembangunan dalam RPJMN dan RPJMD provinsi/kabupaten/kota di Sulawesi
Selatan ....................................................................................................................................................... 27
Tabel 2.5. Keterkaitan Prioritas Pembangunan Dalam RPJMD Sulawesi Selatan 2008-2013 dan
Renstra SKPD Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan 2008-2013 .................................................................... 29
Tabel 2.6. Keterkaitan Prioritas Pembangunan Daerah Bercirikan Perdesaan Dalam RPJMD Luwu Utara
2005-2010 dan Renstra SKPD Dinas Pertanian Luwu Utara 2005-2010 .................................................... 29
Tabel 2.7. Keterkaitan Prioritas Pembangunan Daerah Perkotaan Dalam RPJMD Makassar 2009-2014
dan Renstra SKPD Dinas Kesehatan Makassar 2009-2014 ........................................................................ 30
Tabel 2.8. Program prioritas dalam Renja Dinas Kesehatan 2010 dan APBD Sulawesi Selatan 2010 ......................... 34
Tabel 2.9. Opini BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Sulawesi Selatan, 2005-2010 ................... 38
Tabel 2.7. Capaian Skor PKD Daerah yang Disampel Dalam 9 Bidang yang Dianalisa ................................................. 41
Tabel 3.1. Komposisi Dana Perimbangan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan,
Tabel 5.1. APS Menurut Jenis Kelamin di Sulawesi Selatan, 2006-2009...................................................................... 74
Tabel 5.2. Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga untuk Pendidikan Menurut Kelompok Pendapatan di Sulawesi
Selatan, 2005-2009 .................................................................................................................................... 76
Tabel 5.3. Rasio Murid-Sekolah dan Rasio Murid-Guru Menurut Jenjang Pendidikan Berdasarkan Kabupaten/Kota di
Sulawesi Selatan, 2010 .............................................................................................................................. 78
Tabel 5.4. Angka Melek Huruf Menurut Kelompok Umur di Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2009 .................. 80
Tabel 5.5. Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga untuk Pendidikan Menurut Kelompok Pendapatan di
Kabupaten/Kota Sulawesi Selatan, 2009 ................................................................................................... 81
Tabel 5.6. Capaian Indikator Dasar Kesehatan di Sulawesi Tahun 2009 ..................................................................... 91
Tabel 5.7. Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga Untuk Kesehatan Menurut Kelompok Pendapatan di Sulawesi
Selatan, 2005-2009 .................................................................................................................................... 92
Tabel 5.8. Fasilitas Kesehatan per 10.000 Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2005-2009 ..... 94
Tabel 5.9. Rata-rata pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan menurut kelompok pendapatan di
kabupaten/kota Sulawesi Selatan, 2009 .................................................................................................... 95
x
Tabel 5.10. Alokasi Anggaran Bantuan Pelayanan Kesehatan Gratis untuk Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan,
dengan TPAK laki-laki. TPAK perempuan di Sulawesi Selatan pada tahun 2009 hanya 45 persen
sementara TPAK laki-laki sebesar 82 persen. Kondisi ini sudah mengalami perbaikan dibanding tahun
2000 di mana TPAK perempuan hanya sebesar 28 persen sedang laki-laki 70 persen. Ini menunjukkan
bahwa meskipun telah terjadi perbaikan tetapi kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam akses
lapangan kerja masih jauh dari tipe ideal.
Gambar 1.6. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) di Sulawesi Selatan, 2005-2010
Sumber: Data BPS.
54.20
57.17
61.0762.02 62.48
64.14
48
50
52
54
56
58
60
62
64
66
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Per
sen
18
18 Bab 1 Pendahuluan
Mayoritas angkatan kerja terserap di sektor pertanian masih meskipun persentasenya cenderung
menurun. Pada tahun 2009, angkatan kerja yang bekerja pada bidang usaha pertanian, kehutanan,
perburuan dan perikanan mencapai 49 persen turun dari 55 persen pada tahun 2005. Porsi ini sangat
besar dibanding serapan tenaga kerja bidang usaha lain, terutama industri pengolahan yang hanya 7
persen pada tahun 2009 dan hanya sedikit meningkat dari 6 persen pada tahun 2005. Bertahannya
tenaga kerja pada sektor pertanian terutama dikontribusi oleh berkembangnya aktivitas budidaya
rumput laut, revitalisasi kakao yang, serta agribisnis jagung yang menyerap tenaga kerja perdesaan atau
pesisir, selain yang secara tradisional telah diserap oleh kegiatan padi sawah.
Dari total tenaga kerja perempuan di Sulawesi Selatan, hampir setengahnya bekerja di sektor
pertanian. Pada tahun 2009, jumlah tenaga kerja perempuan di Sulawesi Selatan mencapai 1,1 juta
orang atau 88 persen dari total angkatan kerja perempuan. Proporsi ini sudah jauh lebih besar
dibandingkan dengan tahun 2005 yang baru mencapai 71 persen. Peningkatan ini menunjukkan semakin
besarnya keterlibatan perempuan dalam berbagai jenis pekerjaan. Jika diamati berdasarkan jenis
pekerjaan yang digeluti wanita, tampak bahwa sektor pertanian masih sangat dominan (48 persen),
disusul sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi (30 persen), dan sektor jasa
kemasyarakatan, sosial dan perseorangan (12 persen). Di Sulawesi Selatan, hampir tidak ditemukan
perempuan yang bekerja di sektor listrik, gas, dan air minum.
Tabel 1.6. Banyaknya Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Berdasarkan Bidang Usaha
di Sulawesi Selatan, 2005-2009
No Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009
1. Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan
1.678.884 (54,70%)
1.469.418 (55,76%)
1.580.962 (53,78%)
1.613.949 (51,46%)
1.588.626 (49,30%)
2. Industri Pengolahan 197.729 (6,44%)
128.966 (4,89%)
147.391 (5,01%)
183.430 (5,85%)
214.668 (6,66%)
3. Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan dan Hotel
457.530 (14,91%)
439.047 (16,66%)
566.397 (19,27%)
578.961 (18,46%)
636.714 (19,76%)
4. Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan
361.471 (11,78%)
302.040 (11,46%)
170.135 (5,79%)
352.573 (11,24%)
362.460 (11,25%)
5. Lainnya* 373.607
(12,17%) 295.943
(11,23%) 374.578
(12,74%) 407.198
(12,98%) 419.788
(13,03%)
Jumlah 3.069.221 (100,00%)
2.635.414 (100,00%)
2.939.463 (100,00%)
3.136.111 (100,00%)
3.222.256 (100,00%)
Sumber: Data BPS.
Lainnya*: Pertambangan dan Penggalian, Listrik, Gas dan Air, Bangunan, Angkutan, Pergudangan dan
Komunikasi, Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah dan Jasa Perusahaan.
19
19 Bab 1 Pendahuluan
Gambar 1.7. Tenaga Kerja Perempuan Menurut Lapangan Usaha di Sulawesi Selatan, 2009
Sumber:Data BPS.
Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) di Sulawesi Selatan
cenderung terus menurun.
Meskipun TPT di Sulawesi
Selatan masih lebih tinggi
dibandingkan dengan angka
Nasional, namun penurunannya
berlangsung lebih cepat
dibandingkan dengan Nasional.
Penurunan TPT ini menunjukkan
adanya perbaikan pada
penyerapan tenaga kerja. Angka
pengangguran ini terutama diisi
oleh penganggur terbuka usia
15-24 tahun, yakni sekitar 20
persen. Meskipun terjadi
penurunan, hal ini harus menjadi
perhatian karena pengangguran
usia muda berarti bahwa banyak
penduduk usia sekolah yang yang terpaksa masuk dunia kerja.
47.96%
0.39%
5.56%0.00%
0.45%
29.91%
2.44%
0.96% 12.32%
Pertanian, Perkebunan, Kehutanan,
Perburuan, dan PerikananPertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air Minum
Konstruksi
Perdagangan, Rumah Makan, dan Jasa
AkomodasiAngkutan, Pergudangan, dan Komunikasi
Lembaga Keuangan, Real Estat, Usaha
Persewaan, dan Jasa PerusahaanJasa Kemasyarakatan, Sosial, dan Perorangan
Gambar 1.8. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulawesi
Selatan dan Nasional, 2005-2010
Sumber: Badan Pusat Statistik.
10.30 10.409.75
8.39 7.877.14
18.64
12.76
11.25
9.04 8.74 8.37
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Per
sen
Indonesia
Sulsel
20
20 Bab 1 Pendahuluan
1.4 Kondisi Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sulawesi Selatan telah mengalami peningkatan, dan telah
mencapai kategori nilai IPM “menengah atas”. Peningkatan IPM adalah visi utama RPJMD Sulawesi
Selatan 2008-2013. Pada tahun 2008 angka IPM Sulawesi Selatan telah memasuki kategori “menengah
atas” (di atas nilai 70), dan dalam perkembangannya selama 2006-2010 angka tersebut telah meningkat
sebesar 3,44 point, yang merupakan peningkatan tertinggi ketiga secara nasional, sesudah Lampung dan
Papua Barat. Bahkan pada tahun 2008-2009 peningkatan IPM Sulawesi Selatan paling tinggi di
Indonesia. Meningkatnya nilai IPM Sulawesi Selatan selama periode 2006-2010 disebabkan oleh
beberapa faktor. Pertama, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan yang meningkat secara signifikan
serta inflasi yang relatif terkendali telah mendorong peningkatan daya beli masyarakat. Kedua,
perbaikan pada bidang pendidikan, yakni angka melek huruf penduduk yang meningkat dari 85,7 persen
pada 2006 menjadi 87,75 persen pada tahun 2010; begitu pula angka rata-rata lama sekolah yang
meningkat dari 7 tahun pada tahun 2006 menjadi 7,8 tahun pada tahun 2010. Ketiga, perbaikan pada
bidang kesehatan, dimana angka harapan hidup naik dari 69,2 tahun pada tahun 2006 menjadi 70,8
tahun pada tahun 2010.
IPM Sulawesi Selatan juga menunjukkan perbaikan posisi secara nasional, namun masih angkanya jauh
dari target RPJMD. Pada tahun 2006 Sulawesi Selatan berada pada posisi 23 dari 33 provinsi di
Indonesia, kemudian naik ke peringkat 19 pada tahun 2010. Apabila diasumsikan IPM meningkat dengan
tren yang sama, maka pada akhir periode RPJMD (tahun 2013) peringkat paling tinggi yang bisa dicapai
oleh Sulawesi Selatan adalah posisi 17 dari 33 provinsi di Indonesia. Posisi ini masih relatif jauh dari
target RPJMD, yaitu masuk dalam kelompok 10 besar provinsi dalam hal pemenuhan hak dasar
masyarakat yang salah satu indikatornya adalah IPM.
Gambar 1.9. IPM Sulawesi Selatan Cenderung Meningkat Tetapi Masih Dibawah Rata-Rata Nasional
dan Masih Senjang Dengan Target RPJMD
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Menkokesra, UNDP.
70.1070.59
71.1771.76
73.40
68.81
69.6270.22
70.94
72.25
66
67
68
69
70
71
72
73
74
2006 2007 2008 2009 2010
Indonesia
Sulsel
21
21 Bab 1 Pendahuluan
Tidak signifikannya peningkatan peringkat IPM Sulawesi Selatan secara nasional disebabkan oleh
akselerasi nilai IPM yang tidak cukup cepat. Bahkan beberapa komponen pembentuk IPM menunjukkan
nilai yang lebih rendah serta peningkatan yang relatif lebih lambat dibandingkan dengan capaian
Nasional. Misalnya, angka melek huruf secara nasional pada tahun 2009 sudah mencapai 92,6 persen,
sedangkan Sulawesi Selatan baru mencapai 87 persen. Rata-rata lama sekolah secara nasional sudah
mencapai 7,7 tahun, sedangkan Sulawesi Selatan baru mencapai 7,4 tahun. Kedua indikator tersebut
juga mengalami pergerakan yang relatif lambat dibandingkan dengan nasional. Akibatnya, peran dan
kontribusinya terhadap peningkatan IPM Sulawesi Selatan relatif kecil.
Gambar 1.10. Posisi IPM Sulawesi Selatan Menempati Posisi Relatif Rendah Dibanding IPM Provinsi
Lain di Indonesia Tahun 2009
Sumber: Badan Pusat Statistik.
1.5 Arah Pembangunan Jangka Panjang dan Jangka Menengah
Pembangunan jangka panjang (2005-2025) Sulawesi Selatan diarahkan pada pencapaian posisi sebagai
wilayah terkemuka di Indonesia dengan mengandalkan kemandirian lokal dan bernafas keagamaan. Visi
ini selain menunjukkan kondisi yang dituju yakni terkemuka dalam berbagai indikator pembangunan,
juga menunjukkan cara mencapainya yakni mengandalkan potensi lokal, serta menunjukkan landasan
nilai atas hubungan antara tujuan yang mau dicapai dan cara mencapainya yakni bernafas
keagamaan.Arah umum pembangunan jangka panjang ini, selain berkontribusi terhadap arah umum
jangka panjang pembangunan nasional, juga menjadi payung bagi arah umum jangka penjang
pembangunan kabuten/kota di Sulawesi Selatan, dalam suatu konsistensi misi dan kebijakan umum
untuk mengoperasionalkannya.
70.94 71.76
55
60
65
70
75
80
Pap
ua
NT
B
NT
T
Pap
ua …
Mal
ut
Kal
bar
Sul
bar
Kal
sel
Sul
tra
Gor
onta
lo
Ban
ten
Sul
teng
Sul
sel
Mal
uku
Jatim
NA
D
Bal
i
Jaba
r
Indo
nesi
a
Jate
ng
Jam
bi
Ben
gkul
u
Bab
el
Sum
sel
Lam
pung
Sum
bar
Sum
ut
Kal
teng
Kep
. Ria
u
Kal
tim DIY
…
Ria
u
Sul
ut
DK
I …
22
22 Bab 1 Pendahuluan
Pembangunan jangka menengah Sulawesi Selatan diarahkan pada pencapaian posisi Sulawesi Selatan
sebagai 10 besar di Indonesia dalam pemenuhan hak dasar. Itu berarti bahwa pada periode 2008-2013,
visi terkemuka secara jangka panjang diterjemahkan pada fokus untuk terkemuka dalam hal pemenuhan
hak dasar masyarakat secara jangka menengah. Visi ini difokuskan indikatornya pada akselerasi proses
pencapaian Indeks Pembangunan Manusia Sulawesi Selatan. Misi dan kebijakan umum pembangunan
jangka menengah Sulawesi diarahkan bagi perwujudan visi tersebut.
Tabel 1.7. Misi dan Kebijakan Umum Pembangunan Jangka Panjang Dikerangkakan Untuk
Mewujudkan Sulawesi Selatan Sebagai Daerah Terkemuka Dengan Pendekatan Kemandirian Lokal
dan Bernafaskan Keagaman
Visi 2005-2025: Sulawesi Selatan menjadi Provinsi Terkemuka di Indonesia dengan pendekatan
kemandirian lokal yang bernafaskan keagamaan
Misi Kebijakan Umum
1. Mewujudkan peningkatan kualitas manusia Sulawesi Selatan. 1. Mengupayakan peningkatan kualitas manusia Sulawesi Selatan.
2. Mewujudkan Sulawesi Selatan sebagai entitas pembelajar. 2. Menjadikan masyarakat Sulawesi Selatan sebagai komunitas pembelajar.
3. Mewujudkan Sulawesi Selatan sebagai wilayah yang kondusif. 3. Mengupayakan Sulawesi Selatan sebagai wilayah yang kondusif.
4. Mewujudkan Sulawesi Selatan satu kesatuan sosial ekonomi yang berkeadilan.
4. Menjadikan wilayah Sulawesi Selatan sebagai satu kesatuan sosial-ekonomi yang berkeadilan.
5. Meningkatkan peran Sulawesi Selatan sebagai wilayah kepulauan yang mandiri, maju dalam memperkuat ketahanan nasional.
5. Meningkatkan peran Sulawesi Selatan sebagai wilayah kepulauan yang mandiri, maju dalam memperkuat ketahanan nasional
Sumber: RPJPD Sulawesi Selatan 2005-2025.
Tabel 1.8. Misi dan Kebijakan Umum Pembangunan Jangka Menengah Sulawesi Selatan Dikerangkakan
Untuk Mewujudkan Kinerja Pemenuhan Hak Dasar Masyarakat yang Terkemuka di Indonesia
Visi 2008-2013: Sulawesi Selatan Sebagai Provinsi Sepuluh Terbaik
dalam Pemenuhan Hak Dasar
Misi Kebijakan Umum
1. Meningkatkan kualitas pelayanan untuk pemenuhan hak dasar masyarakat.
1. Peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat.
2. Mengakselerasi laju peningkatan dan pemerataan kesejahteraan melalui penguatan ekonomi berbasis masyarakat.
2. Peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat.
3. Mewujudkan keunggulan lokal untuk memicu laju pertumbuhan ekonomi wilayah
3. Perwujudan keunggulan lokal untuk memicu laju pertumbuhan perekonomian.
4. Menciptakan iklim kondusif bagi ke-hidupan yang inovatif.
4. Mewujudkan Sulawesi Selatan sebagai entitas sosial ekonomi yang berkeadilan.
5. Penciptaan lingkungan kondusif bagi kehidupan inovatif.
5. Menguatkan kelembagaan dalam perwujudan tatakelola yang baik.
6. Penguatan kelembagaan masyarakat.
7. Penguatan kelembagaan pemerintah.
Sumber: RPJMD Sulawesi Selatan 2008-2013.
23
BAB 2 PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
24
24 Bab 2 Perencanaan Pembangunan dan Pengelolaan Keuangan Daerah
Keterkaitan dan konsistensi perencanaan pembangunan daerah dan penganggaran (APBD) berpedoman
pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
(SPPN) dan Peraturan Pemerintah Nomor 08 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Selain melakukan analisis isi
(content analysis) pada sejumlah dokumen perencanaan pembangunan, juga dilakukan analisis pada
proses dan mekanisme penyusunan dan implementasi dokumen perencanaan dan penganggaran
pembangunan daerah pada setiap tingkatan pemerintahan. Analisis isi, proses dan mekanisme tersebut
dicermati mulai dari perencanaan pembangunan jangka menengah tingkat nasional, provinsi serta
kabupaten/kota, hingga pada perencanaan dan penganggaran tahunan tingkat provinsi serta
kabupaten/kota di Sulawesi Selatan. Selain itu, disajikan gambaran umum pengelolaan keuangan
daerah.
2.1 Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah
Periode waktu yang berbeda menjadi salah satu kendala mensinkronisasikan perencanaan
pembangunan nasional dan daerah. Hal ini terlihat pada periode RPJMN 2004-2009 yang memiliki
intercept waktu yang singkat dengan RPJMD Sulawesi Selatan 2008-2013. Artinya, awal periode RPJMD
2008-2013 berada pada akhir periode RPJMN 2004-2009. Periode waktu yang lama justru nampak pada
RPJMN periode 2010-2014, tetapi tidak dapat dikatakan RPJMD memperhatikan RPJMN tersebut karena
RPJMD terbit lebih awal daripada RPJMN 2010-2014. Pemerintah Provinsi perlu untuk lebih ketat lagi
mengevaluasi RPJMD Kab/Kota sebelum disahkan agar secara substansi telah merujuk kepada RPJMD
Provinsi. Demikian pula dengan Depdagri dan Bappenas dalam konteks mengevaluasi keterkaitan atara
RPJMD Provinsi dengan RPJMN.
Tabel 2.1. Penjabaran Agenda Pembangunan RPJMN Dalam RPJMD Sulawesi Selatan
Agenda Pembangunan pada
RPJMN 2004-2009
Agenda Pembangunan pada
RPJMD Sulawesi Selatan 2008-2013
� Mewujudkan Indonesia yang aman dan damai � Menciptakan lingkungan kondusif bagi kehidupan
inovatif
� Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis � Penguatan kelembagaan masyarakat;
� Penguatan kelembagaan pemerintahan.
� Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat � Peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan
masyarakat;
� Peningkatan dan pemerataan kesejahteraan
masyarakat;
� Perwujudan keunggulan lokal untuk memicu laju
pertumbuhan ekonomi;
� Mewujudkan Sulsel sebagai entitas sosial ekonomi
yang berkeadilan
Sumber: RPJMN 2004-2009 dan RPJMD Sulawesi Selatan 2008-2013 (diolah).
25
25 Bab 2 Perencanaan Pembangunan dan Pengelolaan Keuangan Daerah
RPJMD Sulawesi Selatan 2008-20013 sudah menjabarkan agenda pembangunan nasional dalam
RPJMN 2004-2009. Tabel 2.1 menunjukkan penjabaran dari Agenda Pembangunan pada RPJMN kepada
Agenda Pembangunan pada RPJMD Sulawesi Selatan. Dilihat dari prioritas pembangunan, mayoritas
prioritas pembangunan nasional telah sinkron dengan prioritas pembangunan Sulawesi Selatan seperti
yang terlihat pada Tabel 2.2. Prioritas pembangunan daerah yang dianggap paling popular bersinergi
dengan prioritas pembangunan nasional terutama pada bidang kesehatan dan bidang pendidikan,
melalui program pembangunan kesehatan gratis dan pendidikan gratis.
Tabel 2.2. Penjabaran Prioritas Pembangunan Dalam RPJMN kepada RPJMD Sulawesi Selatan
Prioritas Pembangunan pada
RPJMN 2004-2009
Prioritas Pembangunan pada
RPJMD Sulawesi Selatan 2008-2013
� Peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan serta kesejahteraan dan perlindungan anak
� Pemberdayaan perempuan
� Penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa � Peningkatan kinerja SKPD; � Peningkatan kualitas profesionalisme aparatur pemerintah; � Kepenataan kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintah.
� Perwujudan lembaga demokrasi yang makin kokoh � Pembinaan kehidupan sosial politik; � Pembinaan kesatuan bangsa; � Peningkatan keamanan dan ketertiban masyarakat; � Peningkatan kualitas informasi dan komunikasi
� Penanggulangan kemiskinan � Peningkatan pelayanan kepada penduduk miskin
� Revitalisasi pertanian � Peningkatan produksi pertanian dan pengembangan agribisnis perdesaan;
� Peningkatan akses masyarakat kepada asset produktif dan kegiatan produksi.
� Pemberdayaan koperasi dan UMKM � Revitalisasi lembaga ekonomi masyarakat kecil
� Perbaikan iklim ketenagakerjaan � Penciptaan lapangan kerja dan usaha; � Penempatan dan perluasan kesempatan kerja; � Pembinaan dan pengawasan tenaga kerja
� Pemantapan stabilitas ekonomi makro; � Peningkatan daya saing industri manufaktur
� Pengembangan industri strategis; � Pengembangan kerjasama regional dan promosi
perdagangan; � Mewujudkan Sulawesi Selatan sebagai destinasi pariwisata
terkemuka di Indonesia
� Pembangunan perdesaan � Pembangunan sarana dan prasarana perdesaan; � Pemberdayaan komunitas desa
� Pengurangan ketimpangan pembangunan wilayah � Perencanaan dan pengendalian penataan ruang; � Peningkatan kualitas sarana dan prasarana wilayah
� Peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas
� Pendidikan gratis; � Peningkatan kualitas layanan pendidikan; � Pemberantasan buta aksara
� Peningkatan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang lebih berkualitas
� Kesehatan gratis; � Peningkatan kualtas pelayanan kesehatan; � Peningkatan gizi masyarakat; � Pencegahan dan pemberantasan penyakit; � Promosi kesehatan; � Peningkatan layanan perumahan, lingkungan
pemukiman, sanitasi dan air bersih.
Sumber: RPJMD Sulawesi Selatan 2008-2013 dan Renstra-SKPD Kesehatan 2008-2013.
Prioritas pembangunan daerah Sulawesi Selatan untuk bidang kesehatan secara keseluruhan
dijabarkan oleh Dinas Kesehatan dalam Renstranya dalam periode yang sama. Empat prioritas
pembangunan bidang kesehatan semuanya dijabarkan dengan substansi dan kalimat yang sama dalam
Renstra Dinas Kesehatan. Selain itu, terdapat dua prioritas dalam Renstra yang tidak diderivasikan dari
RPJMD. Kedua prioritas pembangunan SKPD tersebut adalah pencegahan dan pemberantasan penyakit,
serta promosi kesehatan. Hal ini masih dapat ditoleransi dalam perencanaan, mengingat SKPD
menjabarkan lebih luas dari apa yang telah direncanakan pada tingkat daerah. Yang tidak dapat
ditoleransi adalah jika terjadi sebaliknya, adanya prioritas pembangunan daerah yang tidak terjabarkan
ke dalam prioritas SKPD sehingga prioritas pembangunan daerah tersebut tidak dapat
diimplementasikan karena tidak terdapat dalam skema prioritas masing-masing SKPD sebagai pelaksana
teknis program/kegiatan pembangunan daerah.
Tabel 2.6. Keterkaitan Prioritas Pembangunan Daerah Bercirikan Perdesaan Dalam RPJMD Luwu
Utara 2005-2010 dan Renstra SKPD Dinas Pertanian Luwu Utara 2005-2010
Prioritas RPJMD Luwu Utara Bidang Pertanian Prioritas Renstra SKPD Pertanian
� Program pembangunan yang dapat mendorong tumbuhnya kegiatan sektor-sektor usaha yang ada di perdesaan.
� Pembangunan dan peningkatan sarana dan prasarana jalan desa penghasil produk pertanian menuju kota-kota kecamatan dan sentra-sentra pasar.
� Percepatan upaya untuk memperlancar pergerakan arus barang hasil-hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan menuju pusat-pusat perekonomian wilayah.
� Peningkatan ketahanan pangan; � Pengembangan agribisnis; � Peningkatan SDM Aparat dan Petani-Nelayan; � Peningkatan sarana dan prasarana pertanian dan
kelautan; � Kewaspadaan rawan pangan.
Sumber: RPJMD Luwu Utara 2005-2010 dan Renstra-SKPD Pertanian 2005-2010.
Di tingkat kabupaten/kota kesesuaian Prioritas RPJMD dan Prioritas Renstra SKPD beragam. Rumusan
program prioritas pembangunan daerah bidang pertanian nampak berbeda dengan rumusan program
prioritas pembangunan SKPD Pertanian di Kabupaten Luwu Utara. Terutama karena rumusan
pembangunan daerah lebih bersifat umum dan lintas sektoral, bukan hanya oleh SKPD pertanian tetapi
30
30 Bab 2 Perencanaan Pembangunan dan Pengelolaan Keuangan Daerah
juga harus mampu dijabarkan oleh sektor-sektor terkait lainnya. Prioritas pembangunan daerah ini juga
dijabarkan oleh bidang perindustrian untuk pengembangan industri rumah tangga di perdesaan. Begitu
juga untuk prioritas pembangunan daerah peningkatan sarana dan prasarana jalan desa untuk
memperlancar arus barang produk-produk pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan, juga
merupakan bagian utama dari tanggung jawab bidang ke-PU-an serta sarana dan prasarana wilayah.
Sementara untuk sektor tertentu, penjabarannya lebih spesifik. Dinas Kesehatan Kota Makassar lebih
detail dan cermat menderivasi satu prioritas pembangunan daerah bidang kesehatan menjadi enam
belas program pokok SKPD Kesehatan. masyarakat Kota Makassar melalui akumulasi pencapaian
enambelas program pokok pembangunan kesehatan dalam lima tahun implementasi pembangunan
daerah.
Tabel 2.7. Keterkaitan Prioritas Pembangunan Daerah Perkotaan Dalam RPJMD Makassar 2009-2014
dan Renstra SKPD Dinas Kesehatan Makassar 2009-2014
Program Prioritas RPJMD Makassar Bidang Kesehatan Program Prioritas Renstra SKPD Dinas Kesehatan
� Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat. � Obat dan perbekalan kesehatan; � Upaya kesehatan masyarakat; � Pengawasan obat dan makanan; � Pengembangan obat asli Indonesia; � Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat; � Perbaikan gizi masyarakat; � Pengembangan lingkungan sehat; � Pencengahan dan penanggulangan penyakit; � Standarisasi pelayanan kesehatan; � Pelayanan kesehatan penduduk miskin; � Pengadaan, peningkatan dan perbaikan sarana dan
prasarana Puskesmas/Pustu dan jaringannya; � Kemitraan pelayanan kesehatan; � Peningkatan pelayanan kesehatan anak balita; � Peningkatan pelayanan kesehatan Lansia; � Pengawasan dan pengendalian kesehatan makanan; � Peningkatan keselamatan ibu melahirkan dan anak.
Sumber: RPJMD Makassar 2009-2014 dan Renstra-SKPD Kesehatan 2009-2014.
Ketidakmampuan mengintegrasikan program prioritas antar SKPD menjadi kendala utama dalam
penjabaran prioritas pembangunan daerah menjadi prioritas pembangunan masing-masing SKPD.
Masing-masing SKPD cenderung parsial dengan menonjolkan ego-sektoral dalam penjabaran prioritas
program pembangunan daerah, terutama jika telah bersentuhan dengan penganggaran. Pada sejumlah
daerah, saling mengklaim tanggungjawab terhadap implementasi program pembangunan lebih
menonjol dibandingkan upaya-upaya nyata untuk mengintegrasikan dan mensinergikan setiap SKPD
untuk pencapain hasil yang lebih optimal dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini
nampak pada kecenderungan setiap SKPD untuk menjadikan program-programnya sebagai prioritas
pembangunan daerah, dan mengabaikan upaya untuk menciptakan sinergi, keterkaitan dan saling
mendukung antar program SKPD dalam kerangka pencapaian visi-misi, kebijakan dan program
pembangunan daerah. Lemahnya kemampuan dalam mengakumulasikan rumusan perencanaan
pembangunan daerah secara simultan dari setiap SKPD menyebabkan terdikotominya substansi peran
dari setiap SKPD terhadap pencapaian pembangunan daerah secara komp
2.3 Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)
Perencanaan dan penganggaran secara partisipatif masih terbatas didefinisikan dari proses Musrenbang
desa/kelurahan hingga menghasilkan RKPD pada Musrenbang provinsi/kabupaten/kota. Sejatinya,
rangkaian pelaksanaan Musrenbang tersebut hanya menggambarkan proses perencanaan
belum mampu menyentuh esensi utama dari perencanaan partisipatif. Perencanaan partisipatif
sejatinya dari dan oleh masyarakat dengan didukung oleh segenap sumberday
lingkungan komunitasnya sendiri maupun dari luar komunitas masyarakat bersangkutan. Masyarakat
yang merencanakan, masyarakat yang melaksanakan hingga mengevaluasi implementasinya dengan
didukung oleh segenap sumberdaya yang tersedia p
internal maupun secara eksternal. Secara internal, sumberdaya yang dimiliki dan diperoleh dari
rumahtangga dan kelompok masyarakat bersangkutan, dan secara eksternal dukungan sumberdaya
diperoleh dari pemerintah lokal dan pelaku usaha lokal.
Gambar 2.2. Alur pelaksanaan Musrenbang antar Tingkatan Pemerintahan Daerah
Sumber: Diolah dari SEB Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Bappenas tentang Petunjuk Teknis Penyele
Kualitas penyusunan perencanaan partisipatif masih tergolong rendah.
keterbatasan sumberdaya manusia dalam merumuskan dan mengkoordinasikan hasil perencanaan
pembangunan pada semua tingkatan, juga karena
pelaksanaan Musrenbang yang sangat terbatas, sehingga tidak mampu menghasilkan rumusan dan
Bab 2 Perencanaan Pembangunan dan Pengelolaan Keuangan Daerah
pembangunan daerah secara simultan dari setiap SKPD menyebabkan terdikotominya substansi peran
dari setiap SKPD terhadap pencapaian pembangunan daerah secara komprehensif.
2.3 Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)
Perencanaan dan penganggaran secara partisipatif masih terbatas didefinisikan dari proses Musrenbang
desa/kelurahan hingga menghasilkan RKPD pada Musrenbang provinsi/kabupaten/kota. Sejatinya,
rangkaian pelaksanaan Musrenbang tersebut hanya menggambarkan proses perencanaan
belum mampu menyentuh esensi utama dari perencanaan partisipatif. Perencanaan partisipatif
sejatinya dari dan oleh masyarakat dengan didukung oleh segenap sumberdaya yang ada, baik dari
lingkungan komunitasnya sendiri maupun dari luar komunitas masyarakat bersangkutan. Masyarakat
yang merencanakan, masyarakat yang melaksanakan hingga mengevaluasi implementasinya dengan
didukung oleh segenap sumberdaya yang tersedia pada komunitasnya, baik yang diperoleh secara
internal maupun secara eksternal. Secara internal, sumberdaya yang dimiliki dan diperoleh dari
rumahtangga dan kelompok masyarakat bersangkutan, dan secara eksternal dukungan sumberdaya
lokal dan pelaku usaha lokal.
Gambar 2.2. Alur pelaksanaan Musrenbang antar Tingkatan Pemerintahan Daerah
Diolah dari SEB Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Bappenas tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Musrenbang, Tahun 2005.
Kualitas penyusunan perencanaan partisipatif masih tergolong rendah. Bukan hanya karena
keterbatasan sumberdaya manusia dalam merumuskan dan mengkoordinasikan hasil perencanaan
pembangunan pada semua tingkatan, juga karena keterbatasan waktu (seringkali hanya satu hari) untuk
pelaksanaan Musrenbang yang sangat terbatas, sehingga tidak mampu menghasilkan rumusan dan
31
31 engelolaan Keuangan Daerah
pembangunan daerah secara simultan dari setiap SKPD menyebabkan terdikotominya substansi peran
Perencanaan dan penganggaran secara partisipatif masih terbatas didefinisikan dari proses Musrenbang
desa/kelurahan hingga menghasilkan RKPD pada Musrenbang provinsi/kabupaten/kota. Sejatinya,
rangkaian pelaksanaan Musrenbang tersebut hanya menggambarkan proses perencanaan bottom-up,
belum mampu menyentuh esensi utama dari perencanaan partisipatif. Perencanaan partisipatif
a yang ada, baik dari
lingkungan komunitasnya sendiri maupun dari luar komunitas masyarakat bersangkutan. Masyarakat
yang merencanakan, masyarakat yang melaksanakan hingga mengevaluasi implementasinya dengan
ada komunitasnya, baik yang diperoleh secara
internal maupun secara eksternal. Secara internal, sumberdaya yang dimiliki dan diperoleh dari
rumahtangga dan kelompok masyarakat bersangkutan, dan secara eksternal dukungan sumberdaya
Diolah dari SEB Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Bukan hanya karena
keterbatasan sumberdaya manusia dalam merumuskan dan mengkoordinasikan hasil perencanaan
keterbatasan waktu (seringkali hanya satu hari) untuk
pelaksanaan Musrenbang yang sangat terbatas, sehingga tidak mampu menghasilkan rumusan dan
32
32 Bab 2 Perencanaan Pembangunan dan Pengelolaan Keuangan Daerah
koordinasi hasil perencanaan yang berkualitas dan menyentuh kebutuhan secara langsung. Ditambah
juga dengan arahan SKPD pada Musrenbang tingkat kecamatan/kelurahan/desa yang tidak tersosialisasi
dan tidak dipahami secara baik oleh panitia dan peserta Musrenbang, salah satunya karena ketidak-
lengkapan dokumen perencanaan yang menjadi arahan para perencana. Misalnya, tidak semua daerah
yang SKPD-nya memiliki Renja, atau belum banyak desa/kelurahan yang memiliki dokumen perencanaan
jangka menengah. Akibatnya, pelaksanaan Musrenbang pada semua tingkatan cenderung menjadi
sebuah rutinitas dan sekedar untuk menjalankan perintah peraturan-perundangan semata.
Usulan masyarakat melalui Musrenbang masih kurang diakomodasi dalam RAPBD. Hal ini terutama
karena pelaksanaan Musrenbang lebih fokus pada aspek teknisnya dibandingkan substansi Musrebang
itu sendiri. Keadaan ini semakin diperparah dengan tidak-adanya mekanisme umpan-balik pasca-
Musrenbang untuk menyampaikan kepada masyarakat yang mengusulkan program/kegiatan, tetapi
‘ditolak’ pada pelaksanaan Musrenbang tingkatan selanjutnya. Akibatnya, masyarakat pengusul tidak
mengetahui apakah usulan program/kegiatannya dianggarkan dalam RAPBD atau tidak, masyarakat
menunggu. Hal ini menyebabkan semakin lemahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
pelaksanaan Musrenbang, terutama pada tingkat kecamatan/kelurahan/desa, sehingga minat
masyarakat untuk mengikuti Musrenbang semakin menurun. Apalagi Musrenbang dilaksanakan setiap
tahun dan jika tanpa dibarengi dengan implementasi kegiatan yang diusulkan oleh masyarakat, maka
masyarakat akan semakin apriori terhadap pelaksanaan Musrenbang tersebut, khususnya pada
tingkatan pemerintahan kecamatan/kelurahan/desa.
Secara umum nampak kualitas dokumen perencanaan pembangunan daerah kabupaten/kota, masih
rendah. Hal ini nampak pada kelengkapan dan kualitas dokumen perencanaan di tingkat
kabupaten/kota yang masih terbatas, bukan hanya pada rendahnya penjabaran substansi setiap
dokumen secara konsisten, tetapi juga pada ketidaktersediaan dokumen-dokumen perencanaan
pembangunan secara permanen, khususnya pada tingkat SKPD. Hal ini dapat dilihat antara lain pada
sejumlah daerah tidak terdapat Renstra dan Renja SKPD, ataupun terdapat Renstra SKPD tetapi tidak
mempedomani RPJMD dan belum semua Renja SKPD mempedomani Renstra SKPD. Demikian halnya
dengan KUA/PPAS belum semua mempedomani RKPD, dan RKA SKPD belum secara konsisten
mempedomani Renja SKPD. Akibatnya, terdapat sejumlah program/kegiatan yang dianggarkan dalam
RAPBD/APBD yang tidak pernah ada pada dokumen-dokumen perencanaan daerah sebelumnya. Hal ini
terutama disebabkan oleh adanya intervensi terhadap perencanaan pembangunan, baik secara
eksternal maupun secara internal, sehingga dibutuhkan solusi permanen untuk itu, salah satunya
perlunya diterbitkan Perda tentang sistem perencanaan pembangunan daerah pada setiap
kabupaten/kota sebagaimana Perda tentang SPPD yang diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan, tentunya yang tidak bertentangan dengan perundangan-undangan yang ada (UU No. 25/2004;
PP No. 08/2008 serta Permendagri No. 54/2010).
2.4 Perencanaan Pembangunan dan Penyusunan
Masih terdapat ketidaksesuaian antara prioritas pembangunan daerah dalam RKPD dengan anggaran
pada APBD. Hal ini terutama terjadi pada sejumlah daerah kabupaten yang tidak konsisten dan tidak
disiplin menjalankan perencanaan pembangunan da
perundangan yang berlaku. Kebutuhan yang sangat mendasar adalah pemahaman yang sama pada
setiap stakeholder pembangunan daerah dalam proses menerjemahkan perencanaan program ke dalam
penyusunan penganggaran pembangunan
kepentingan individu, kelompok, sektor dan bahkan wilayah di atas kepentingan daerah akan selalu
menjadi hambatan dalam menciptakan konsistensi perencanaan dan penganggaran pembangunan
daerah.
Gambar 2.3. Proses dan Tahapan Penyusunan RAPBD (Perspektif Permendagri 59/2007, dari RKPD
Menuju RAPBD)
Sumber: Diolah dari Permendagri No. 59/2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Belum semua daerah provinsi/kabupaten/kota konsisten dan disiplin mengikuti jadwal yang
ditetapkan dalam proses penyusunan dan penetapan perencanaan dan penganggarannya sesuai
dengan perundangan. Proses dan tahapan penetapan RKPD pada akhir Mei belum sepen
setelah melalui proses Musrenbang Desa/Kelurahan hingga Musrenbang Kabupaten/Kota mulai dari
akhir Februari hingga awal Mei setiap tahunnya. Mekanisme RKPD menuju pembahasan RAPBD di DPRD
juga masih sering terlambat karena pembahasan di DPR
Ini penetapan Perda APBD untuk tahun berikutnya melampaui batas waktu paling lambat tanggal 31
Desember tahun sebelumnya. Keterlambatan tersebut terjadi pada berbagai tingkatan, mulai dari
Bab 2 Perencanaan Pembangunan dan Pengelolaan Keuangan Daerah
2.4 Perencanaan Pembangunan dan Penyusunan Anggaran Daerah
Masih terdapat ketidaksesuaian antara prioritas pembangunan daerah dalam RKPD dengan anggaran
Hal ini terutama terjadi pada sejumlah daerah kabupaten yang tidak konsisten dan tidak
disiplin menjalankan perencanaan pembangunan dan penganggaran sebagaimana peraturan
perundangan yang berlaku. Kebutuhan yang sangat mendasar adalah pemahaman yang sama pada
pembangunan daerah dalam proses menerjemahkan perencanaan program ke dalam
penyusunan penganggaran pembangunan daerah. Tanpa perspektif yang sama, menempatkan
kepentingan individu, kelompok, sektor dan bahkan wilayah di atas kepentingan daerah akan selalu
menjadi hambatan dalam menciptakan konsistensi perencanaan dan penganggaran pembangunan
ses dan Tahapan Penyusunan RAPBD (Perspektif Permendagri 59/2007, dari RKPD
Diolah dari Permendagri No. 59/2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Belum semua daerah provinsi/kabupaten/kota konsisten dan disiplin mengikuti jadwal yang
ditetapkan dalam proses penyusunan dan penetapan perencanaan dan penganggarannya sesuai
Proses dan tahapan penetapan RKPD pada akhir Mei belum sepen
setelah melalui proses Musrenbang Desa/Kelurahan hingga Musrenbang Kabupaten/Kota mulai dari
akhir Februari hingga awal Mei setiap tahunnya. Mekanisme RKPD menuju pembahasan RAPBD di DPRD
juga masih sering terlambat karena pembahasan di DPRD rata-rata membutuhkan waktu yang panjang.
Ini penetapan Perda APBD untuk tahun berikutnya melampaui batas waktu paling lambat tanggal 31
Desember tahun sebelumnya. Keterlambatan tersebut terjadi pada berbagai tingkatan, mulai dari
33
33 engelolaan Keuangan Daerah
Masih terdapat ketidaksesuaian antara prioritas pembangunan daerah dalam RKPD dengan anggaran
Hal ini terutama terjadi pada sejumlah daerah kabupaten yang tidak konsisten dan tidak
n penganggaran sebagaimana peraturan-
perundangan yang berlaku. Kebutuhan yang sangat mendasar adalah pemahaman yang sama pada
pembangunan daerah dalam proses menerjemahkan perencanaan program ke dalam
daerah. Tanpa perspektif yang sama, menempatkan
kepentingan individu, kelompok, sektor dan bahkan wilayah di atas kepentingan daerah akan selalu
menjadi hambatan dalam menciptakan konsistensi perencanaan dan penganggaran pembangunan
ses dan Tahapan Penyusunan RAPBD (Perspektif Permendagri 59/2007, dari RKPD
Diolah dari Permendagri No. 59/2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13
Belum semua daerah provinsi/kabupaten/kota konsisten dan disiplin mengikuti jadwal yang
ditetapkan dalam proses penyusunan dan penetapan perencanaan dan penganggarannya sesuai
Proses dan tahapan penetapan RKPD pada akhir Mei belum sepenuhnya dipatuhi,
setelah melalui proses Musrenbang Desa/Kelurahan hingga Musrenbang Kabupaten/Kota mulai dari
akhir Februari hingga awal Mei setiap tahunnya. Mekanisme RKPD menuju pembahasan RAPBD di DPRD
rata membutuhkan waktu yang panjang.
Ini penetapan Perda APBD untuk tahun berikutnya melampaui batas waktu paling lambat tanggal 31
Desember tahun sebelumnya. Keterlambatan tersebut terjadi pada berbagai tingkatan, mulai dari
34
34 Bab 2 Perencanaan Pembangunan dan Pengelolaan Keuangan Daerah
keterlambatan pelaksanaan Musrenbang, keterlambatan perumusan dan sinkronisasi perencanaan
SKPD, keterlambatan penyusunan RKPD yang berakibat pada keterlambatan penyusunan KUA oleh
TAPD, keterlambatan kesepakatan KUA-PPA oleh TAPD-PAL hingga pada alotnya pembahasan di DPRD.
Secara keseluruhan hal tersebut bukan hanya disebabkan oleh keterbatasan SDM untuk menjalankan
mekanisme dalam rangkaian panjang perencanaan-penganggaran pembangunan daerah, juga antara
lain disebabkan oleh banyaknya intervensi kepentingan dari berbagai stakeholder pembangunan daerah.
Tabel 2.8. Program prioritas dalam Renja Dinas Kesehatan 2010 dan APBD Sulawesi Selatan 2010
Renja-SKPD Kesehatan Program Bidang Kesehatan dalam APBD Sulawesi
Selatan
� Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat � Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat
� Peningkatan keselamatan ibu melahirkan dan anak � Peningkatan kesehatan ibu melahirkan dan anak
� Peningkatan kesehatan bayi dan anak balita � Peningkatan kesehatan bayi dan anak balita
Sumber: Dinas Tanaman Pangan Provinsi Sulawesi Selatan.
118
118 Bab 6 Analisis Komoditas Unggulan
6.2. Komoditas Kakao
Sulawesi Selatan merupakan daerah pengahasil kakao di Indonesia yang tersebar di seluruh
Kabupaten/Kota. Sentra pengembangan komoditas kakao di Sulawesi Selatan terdapat di delapan
kabupaten/kota yaitu Kabupaten Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, Pinrang, Bone, Soppeng, Wajo, dan
Kota Palopo. Pada sentra produksi tersebut, ada tujuh kabupaten yang mempunyai potensi lahan
tanaman kakao yang sangat luas untuk dikembangkan yaitu Kabupaten Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur,
Bone, Soppeng, Wajo, dan Pinrang. Pada Tahun 2010, Kabupaten penghasil kakao yang paling besar
kontribusinya (41 persen) terhadap produksi total Provinsi Sulawesi Selatan adalah Luwu Raya (Luwu,
Luwu Utara dan Luwu Timur), sedangkan produksi dari Bone, Wajo, dan Pinrang memberi kontribusi
sebesar 29 persen.
Pengembangan produksi komoditi kakao di Sulawesi Selatan belum optimal bila dilihat dari luas areal
pertanaman dan produktivitasnya. Total luas areal tanaman kakao di Sulawesi Selatan pada tahun 2010
seluas 266 ribu hektar. Dari luas areal tersebut masih terdapat 21 ribu hektar tanaman yang rusak atau
tanaman yang sudah tua. Areal perkebunan yang belum menghasilkan produksi juga masih cukup luas
yaitu hamper seluas 30 ribu hektar. Produktifitas lahan kakao saat ini rata-rata sebanyak 800 kilogram
per hektar.
Kakao merupakan komoditas andalan perkebunan Sulawesi Selatan dan berperan penting bagi
perekonomian daerah. Komoditas kakao di Sulawesi Selatan berperan dalam penyediaan lapangan
kerja, sumber pendapatan petani, sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan sumber Devisa Negara.
Pengembangan komoditas kakao sangat didukung oleh sumberdaya alam yang sesuai dengan kondisi
tanah dan iklim, sehingga meningkatkan minat masyarakat dan investor untuk mengembangkan
komoditas ini. Dari sekian banyak komoditi perkebunan yang di ekspor, komoditi kakao yang
memberikan kontribusi terbesar yaitu volume ekspor sebesar 204 ribu ton dengan nilai ekspor
sebesar USD 262 Juta, dengan negara tujuan antara lain Amerika Serikat, Belanda, Belgia, Polandia,
Inggris, Brazil, China, Jepang, Jerman, Malaysia, Singapura, Spanyol, Thailand, Kanada, Australia,
Perancis, Afrika, Mesir, Meksiko, Rusia, Bulgaria, Spanyol, dan Turki.
Sampai sekarang, minat para petani mengembangkan komoditas kakao di Sulawesi Selatan masih
tetap besar. Data menunjukkan adanya peningkatan areal pertanaman kakao Tahun 2006 sudah
mencapai lebih dari 222 ribu hektar dan meningkat menjadi lebih dari 265 ribu pada tahun 2010.
Jumlah keluarga petani yang terlibat dalam pertanaman kakao pada tahun 2006 tercatat lebih 255 ribu
keluarga dan pada tahun 2010 meningkat menjadi sekitar 294 ribu keluarga. Kakao sebagai usaha
perkebunan rakyat, dengan ciri berskala kecil, umumnya masih di kelola secara tradisional dan sebagian
masih merupakan tanaman sampingan sehingga masih menghadapi tantangan untuk
pengembangannya.
119
119 Bab 6 Analisis Komoditas Unggulan
Gambar 6.7. Lahan, produksi, dan Produktivitas Kakao Sulawesi Selatan 2010.
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan.
Produksi dan produktivitas komoditas kakao di Sulawesi Selatan masih fluktuatif. Total produksi biji
kakao yang dicapai pada Tahun 2006 adalah sebesar 157 ribu ton, dan meningkat menjadi lebih dari 172
ribu ton ada tahun 2010. Hanya saja tingkat produksi yang dicapai selama kurun waktu Tahun 2006 –
2010 masih berfluktuasi. Disamping itu tingkat produktivitas rata-rata setiap hektar di Sulawesi Selatan
juga masih fluktuatif sepanjang kurun waktu tersebut. Hal ini disebabkan karena program rehabilitasi
tanaman kakao yang rusak atau tua tidak berkesinambungan, sehingga pada tahun tertentu area yang perlu direhabilitasi bertambah.
Tabel 6.3. Produksi Kakao Sulawesi Selatan Tahun 2006 Hingga 2010 Berfluktuasi
Tahun Luas Area (ha) Produksi (ton) Produktivitas (kg/ha) Jumlah Petani
(KK)
2006 222.859,82 157.933,92 963,76 255.190
2007 250.854,64 117.118,52 677,44 272.304
2008 257.313,20 110.009,45 626,22 279.239
2009 263.153,05 163.001,47 784,22 288.405
2010 265.985,00 172.083,00 798,57 294.620
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan.
Dalam upaya pengembangan kakao di Sulawesi Selatan, pemerintah pusat, pemerintah daerah telah
merencanakan dan melaksanakan berbagai jenis program. Jumlah program pengembangan komoditas
kakao di Sulawesi Selatan pada tahun 2006 dan 2008 lebih banyak dibanding dengan tahun 2007, 2009
dan 2010. Meskipun demikian sejak tahun 2009, telah dilaksanakan program Gernas (Gerakan Nasional)
kakao. Program ini cakupannya cukup luas karena meliputi intensifikasi kakao, rehabilitasi kakao, dan
peremajaan kakao untuk meningkatkan produktifitas tanaman. Pada tahun 2009 program Gernas kakao
48
2930
13 11 16
38
0
10
20
30
40
50
60
Rib
u H
ekta
r
Luas Lahan Kakao
Belum menghasilkan Menghasilkan Rusak/tua
34
2024
129
14
30
708 692
803
974
791 866
667
-
200
400
600
800
1,000
1,200
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Rib
u T
on
Produksi dan Poduktivitas Kakao
Produksi (ton) Produktivitas (kg/ha)
120
120 Bab 6 Analisis Komoditas Unggulan
dilaksanakan pada 11 kabupaten dan pada tahun 2010 dan 2011 diperluas menjadi 12 kabupaten.
Sebelum dilaksanakannya Gernas kakao, program pengembangan pemerintah cenderung tidak
konsisten antar tahun. Sehingga menyulitkan proses pemantauan (monitoring) dan evaluasi.
Tabel 6.4. Program Pengembangan Kakao di Sulawesi Selatan, 2006 – 2010
Tahun Program
2006
a. Perlindungan tanaman; b. Peningkatan mutu dan pemasaran hasil perkebunan; c. Pengembangan dan pembinaan usaha perkebunan; dan d. Pengembangan agribisnis.
2007 a. Perlindungan Tanaman; dan b. Program Pengembangan Agribisnis.
2008
a. Peningkatan kesejahteraan petani; b. Peningkatan penerapan teknologi perkebunan; c. Pengembangan agribisnis, dan d. Peningkatan ketahanan pangan.
2009 a. Pemulihan produksi dan kualitas kakao; b. Gernas kakao (intensifikasi kakao, rehabilitasi kakao, peremajaan kakao di 11 kabupaten).
2010 a. Pemulihan produksi dan kualitas kakao; b. Gernas kakao (intensifikasi kakao, rehabilitasi kakao, peremajaan kakao di 12 kabupaten).
2011 a. Pemulihan produksi dan kualitas kakao; b. Gernas kakao (intensifikasi kakao, rehabilitasi kakao, peremajaan kakao di 12 kabupaten).
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan.
Sebagian besar anggaran pengembangan komoditas kakao di Sulawesi Selatan bersumber dari APBN.
Jumlah realisasi anggaran pengembangan kakao tertinggi pada tahun 2009 yaitu sebanyak Rp. 119
milyar di mana hanya 3 persen yang bersumber dari APBD. Dalam 5 tahun pelaksanaan pengembangan
kakao, baik sebelum maupun setelah program Gernas, mayoritas anggaran bersumber dari APBN. Hal ini
menunjukkan dukungan pemerintah pusat terhadap komoditas kakao di Sulawesi Selatan. Pada APBN
2009-2011, sudah ada alokasi anggaran khusus membiayai “Gernas Kakao”.Pengalokasian anggaran
pengembangan kakao baik yang bersumber dari APBD maupun dari APBN disesuaikan potensi (luas
lahan), permasalahan dan kebutuhan daerah tersebut.
Tabel 6.5. Belanja Anggaran Pengembangan Kakao di Sulawesi Selatan Mayoritas Berasal dari APBN
Tahun Realisasi Anggaran (Rp) Luas area program Gernas Kakao (hektar)
APBD APBN Peremajaan Rehabilitasi Intensifikasi Total
Serapan tenaga kerja perempuan di provinsi Sulawesi Selatan dalam kurun waktu 2005 – 2009 besar
dan terus mengalami peningkatan, dari 71 persen di tahun 2005 menjadi 88 persen di tahun 2009. Bila
diamati lebih dalam, total angkatan kerja di tahun 2005 mencapai 1,2 juta hanya terserap sebesar 873
ribu atau 71 persen-nya. Angka ini terus meningkat di tahun 2006 dan 2007 menjadi 78 persen dan 82
persen, sementara untuk tahun 2008 dan 2009, tingkat serapannya mencapai 88 persen. Meski tingkat
serapan tenaga kerja perempuan cukup besar, namun kebanyakan dari mereka mendapat upah lebih
rendah dari tenaga kerja laki-laki dengan beban kerja yang sama. Hal ini terlihat pada capaian IPG
dimana sumbangan pendapatan perempuan hanya berkisar 29.84 persen, dibandingkan dengan laki-laki
yang sebesar 70.16 persen.
Gambar 7.14 Indeks Pemberdayaan Gender Pada 23 Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi
Selatan
Sumber: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2010.
0
10
20
30
40
50
60
70
2008
2009
145
145 Bab 7 Analisis Isu Daerah
Gambar 7.15. Tingkat Serapan Angkatan Kerja Perempuan di Sulawesi Selatan 2005 - 2009
Sumber: Data Olahan staf Bank Dunia dari Susenas.
Namun sebuah anomali terjadi pada kontribusi perempuan dalam pendapatan ekonomi rumah tangga
pesisir (khususnya di bidang perikanan laut), dimana kontribusi pendapatan istri lebih besar dari
suami. Keterlibatan perempuan dalam pencaharian nafkah di bidang perikanan meliputi seluruh
rangkaian kegiatan, yaitu produksi, pengolahan dan pemasaran. Sekitar 70 persen perempuan terlibat
dalam lebih dari satu kegiatan, misalnya pengolahan dan pemasaran. Berdasarkan data 2011, kontribusi
pendapatan istri dari kegiatan produksi, pengolahan dan pemasaran lebih besar 1.3 persen dari
suaminya. Sementara itu, kontribusi pendapatan istri dari kegiatan produksi dan pengolahan lebih besar
8,83 persen dari suaminya. Perbedaan paling besar terlihat pada kegiatan pengolahan dan pemasaran,
yaitu sebesar 18,53 persen. Namun pada kegiatan tunggal, yaitu pemasaran, kontribusi pendapatan istri
lebih rendah 11 persen dari suaminya.
Tabel 7.3. Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga dan Persentase Kontribusi Perempuan Dalam
Pendapatan Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Kegiatan
No. Jenis Kegiatan Pendapatan Rumah
tangga
Persentase Kontribusi
Suami Istri Anggota RT Lainnya
1. Produksi,Pengolahan dan
Pemasaran
2.757.150,- 43,00
44,30 6,25 6,45
2. Produksi dan Pengolahan 2,428,600,- 35,58 44,41 12.22 7.79
3. Pengolahan dan
Pemasaran
2.314.300,- 34,87 53,40 4.85 6,88
4. Pemasaran 2.752.777,- 52,06 41,06 3,18 3,70
Sumber: Data Primer PSKMP UNHAS, 2011.
Meski kontribusi pendapatan istri di sebagian besar kegiatan ekonomi rumah tangga pesisir lebih
besar dari suaminya, namun hal ini tidak selalu berbanding lurus dengan curahan tenaga yang
diberikan untuk mengurus kegiatan yang sama. Dengan pembagian kerja yang relatif jelas antara suami
dan istri pada ekonomi rumah tangga, terlihat curahan tenaga istri untuk kegiatan pengolahan dan
pemasaran memiliki selisih tertinggi sebanyak 153,56 jam per bulan dari curahan tenaga suami. Hal ini
874
1,074 1,229 1,220
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
2005 2006 2007 2008 2009
Rib
u
Total Tenaga Kerja Wanita Total Angkatan Kerja Wanita
146
146 Bab 7 Analisis Isu Daerah
berbanding lurus dengan kontribusi pendapatannya. Kondisi yang sama terlihat pada kegiatan produksi,
pengolahan dan pemasaran, dengan selisih 38,81 jam per bulan.
Namun bila melihat kegiatan produksi dan pengolahan serta kegiatan pemasaran, terdapat
ketidakwajaran curahan tenaga dengan kontribusi pendapatan. Pada kegiatan produksi dan
pengolahan, curahan tenaga istri lebih kecil dibanding suami dengan selisih sebesar 151,7 jam per bulan,
sementara pendapatan istri lebih besar. Ketidakwajaran yang sama terjadi pada kegiatan pemasaran,
dimana curahan tenaga istri lebih besar 47,78 jam per bulan dibanding dengan suaminya, tetapi
pendapatannya lebih rendah. Pada kegiatan pemasaran, kondisi curahan tenaga istri yang lebih besar
dari perolehan pendapatan, sesuai dengan kondisi keseluruhan yang tercatat dalam indikator IPG.
Namun ketidakwajaran kegiatan produksi dan pengolahan perlu dianalisa lebih jauh untuk mengetahui
apa yang terjadi dibaliknya.
7.3.3 Kesimpulan dan Rekomendasi
� Indeks Pembangunan Gender dan Indeks Pemberdayaan Gender di Sulawesi Selatan menunjukkan
perbaikan setiap tahun, namun masih dibawah IPM Sulawesi Selatan dan rata-rata Nasional. Hal
ini mengindikasikan bahwa masih terdapat kesenjangan gender di Sulawesi Selatan. Ada beberapa
rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan IPG dan IDG Sulawesi Selatan: (i) Upaya perwujudan
kesetaraan dan keadilan gender melalui implementasi PUG masih perlu ditingkatkan, (ii) Perlu
pengembangan program dan kegiatan responsif gender untuk hidup sehat, (iii) Perlu pengembangan
program dan kegiatan pendidikan informal yang responsif gender untuk meningkatkan persentase
melek huruf, (iv) Perlu peningkatan sosialisai dan penyadaran kepada masyarakat tentang Program
Pendidikan wajib belajar 9 tahun dan 12 tahun yang responsif gender. (v) Perlu pengembangan
program dan kegiatan pendidikan politik terutama perempuan.
Tabel 7.4. Rata-rata Alokasi Tenaga Kerja Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Kegiatan Nafkah Rumah
Tangga Dalam Sehari, 2011
No. Jenis Kegiatan Nafkah
Rumahtangga
Alokasi Tenaga (Jam/Hari)
Suami Istri Anggota Rumahtangga
Laki-laki Perempuan
1. Produksi, Pengolahan dan
Pemasaran
12,27
(368,33)
13,56
(407,14)
10,33
(310)
10,66
(320)
2. Produksi dan Pengolahan 14,8
(444,5)
9,75
(292,8)
12,08
(362,5)
7,7
(231,66)
3. Pengolahan dan Pemasaran 6,2
(187,14)
11,35
(340,7)
4,88
(146,6)
10.66
(206,66)
4. Pemasaran 8,9
(267,77)
10,51
(315,55)
8,55
(256,66)
9,10
(297,5)
Sumber: Data Primer PSKMP UNHAS, 2011.
Catatan: Angka dalam kurung adalah rata-rata alokasi tenaga kerja dalam satu bulan (jam/bulan).
147
147 Bab 7 Analisis Isu Daerah
� Persentase kepala rumah tangga perempuan di Sulawesi Selatan berdasarkan golongan
pendapatan relatif merata, tetapi rumah tangga miskin yang dikepalai perempuan (kuintil 1)
cenderung meningkat (sub-bab 7.1). Hal ini terlihat dari persentase rumah tangga yang dikepalai
perempuan dalam kelompok pendapatan terendah, cenderung meningkat dalam kurun 2005 hingga
2009. Dalam kaitan itu, direkomendasikan perlunya pengembangan program dan kegiatan yang
dapat mendukung peningkatan pendapatan kepala rumah tangga perempuan miskin, misalnya
dalam bentuk pelatihan dan pembinaan, pemberian bantuan modal, peningkatan akses pemasaran
produk yang dihasilkan.
� Berbeda dengan kondisi umum, dimana pendapatan perempuan lebih rendah daripada laki-laki,
perempuan pesisir di Sulawesi Selatan justru memiliki kontribusi yang lebih besar untuk ekonomi
rumah tangga. Hanya saja kegiatan yang mereka lakukan hanya terbatas pada kegiatan informal
produksi, pengolahan dan pemasaran ikan. Untuk meningkatkan ketrampilan dan pendapatan
perempuan, berikut beberapa rekomendasi kebijakan bagi pemerintah daerah setempat: (i) perlu
pengembangan program dan kegiatan untuk meningkatkan kapasitas perempuan dalam hal teknis
dan manajemen usaha, (ii) perlu pengembangan teknologi khususnya teknologi pengolahan yang
efektif dan efisien, (iii) perlu peningkatan kerjasama pemerintah, swasta dan masyarakat dalam
pengembangan industri perikanan, terutama dalam diversifikasi usaha industri perikanan.
149
LAMPIRAN
150
150 Lampiran
Lampiran A. Apakah yang dimaksud dengan Analisis Belanja Pemerintah Sulawesi Selatan?
Melihat pengalaman dari pelaksanaan Analisis Belanja Pemerintah dan Penyelarasan Kapasitas
(PEACH) di berbagai daerah di kawasan timur Indonesia Pemerintah Sulawesi Selatan berinisiatif untuk
melakukan program serupa.
Pengalaman PEACH di provinsi lain menunjukkan bahwa analisis partisipatif atas belanja pemerintah
merupakan titik awal yang baik untuk memperbaiki kualitas pengelolaan belanja pemerintah untuk
melaksanakan fungsi dan tanggung jawab yang baru diperoleh pemerintah daerah di indonesia yang
mulai terdesentralisasi.
Sebagai tanggapan, Bank Dunia bekerja sama dengan tim peneliti yang diorganisasi Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kebijakan dan Manajemen (P3KM) Universitas Hasanuddin melakukan analisis
menyeluruh atas pengelolaan belanja pemerintah, yang dihubungkan dengan suatu program kegiatan
untuk memperkuat kapasitas pemerintah-pemerintah daerah. Tujuan yang diharapkan dari PEACH
Sulawesi Selatan adalah perbaikan alokasi sumber daya anggaran yang mengarah pada penyediaan
layanan publik yang lebih baik di tingkat daerah yang disesuaikan dengan preferensi dan pertimbangan
di tingkat daerah. Hal tersebut dapat dicapai dengan keterlibatan para pengambil keputusan di tingkat
daerah serta para pemangku kepentingan lainnya dalam pengidentifkasian prioritas belanja pemerintah
dan pengelolaan keuangan. Tujuan utama dari komponen PEA adalah:
(i) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang pengelolaan belanja pemerintah di suatu provinsi
khususnya sehubungan dengan proses perencanaan dan penganggaran parsitipatif dan pemberian
layanan dasar.
(ii) mengembangkan strategi-strategi untuk memperbaiki pengelolaan keuangan Sulawesi Selatan untuk
mencapai layanan umum dan penanaman modal umum yang lebih baik untuk merangsang
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
(iii) membentuk sistem yang lebih baik untuk menganalisis dan mengawasi anggaran daerah.
• membentuk jaringan rekan imbangan dari universitas-universitas lokal di Sulawesi Selatan dan
instansi pemerintah daerah yang akan memimpin pelaksanaan PEACH Sulawesi Selatan dan dengan
demikian akan membangun kapasitas untuk dapat melaksanakan analisis belanja pemerintah secara
mandiri di masa mendatang;
• memberikan bantuan teknis/peningkatan kapasitas pada jaringan ini untuk melakukan analisis
serupa di masa mendatang.
151
151 Lampiran
Lampiran B: Catatan Metodologi
Seluruh data Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) yang digunakan dalam laporan ini
diperoleh dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Sulawesi Selatan dalam bentuk Peraturan
Daerah. Data tahun 2005-2009 menggunakan APBD Realisasi, untuk tahun 2010 menggunakan APBD
Perubahan, dan untuk tahun 2011 menggunakan APBD Rencana/Pokok. Data APBD telah disesuaikan
menggunakan inflasi dengan tahun dasar 2010.
Pengkategorian belanja sektor adalah sebagai berikut: (1) data belanja sektor infrastruktur merupakan
penggabungan belanja urusan pekerjaan umum, urusan permukiman, dan urusan perhubungan; (2) data
belanja sektor pendidikan merupakan penjumlahan belanja urusan pendidikan, urusan kebudayaan, dan
urusan perpustakaan; (3) data belanja sektor kesehatan adalah belanja urusan kesehatan; dan (4) data
belanja sektor pertanian merupakan penjumlahan dari belanja urusan pertanian dan urusan ketahanan
pangan.
Data makro mengenai perkembangan pembangunan daerah Sulawesi Selatan, data kinerja keluaran dan
kinerja hasil sektor strategis, data komoditas unggulan, dan data terkait dengan isu-isu strategis,
sebagian besar bersumber dari data publikasi BPS, antara lain Perkembangan Beberapa Indikator Utama
Sosial Ekonomi Indonesia, Data Strategis BPS, Sulawesi Selatan Dalam Angka, Indikator Kesejahteraan
Sosial, Hasil Sensus Penduduk 2010.
Sebagian data sosial ekonomi lainnya diperoleh dari Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) hasil
olahan Bank Dunia, UNDP, Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, dan pemerintah
provinsi dan kabupaten kota di Sulawesi Selatan.
152
Lampiran C : Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi
Tabel C.1. Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Bab Perencanaan dan Pengelolaan Keuangan Daerah
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN
Kesimpulan Rekomendasi
Agenda Pembangunan kabupaten/kota telah mampu menyesuaikan dengan
Agenda Provinsi seperti tertuang dalam RPJMD, tetapi belum dapat
menyesuaikan dengan Agenda Pembangunan Nasional dalam RPJMN.
� Pemerintah daerah perlu secara serius mempersiapkan seluruh dokumen perencanaan
penganggaran baik pada level daerah maupun dan khususnya level SKPD.
� Sebaiknya lebih fokus pada mempersiapkan kelengkapan dokumen perencanaan tahunan,
yakni RKPD dan Renja-SKPD karena keduanya lebih banyak diabaikan.
� Pemerintah daerah melalui Bappeda, sebaiknya menyelenggarakan forum untuk
menciptakan kesepahaman tentang pentingnya setiap dokumen perencanaan tersedia
bagi setiap SKPD.
Baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, Renstra dan Renja SKPD
belum semua secara konsisten menjabarkan program prioritas dari RPJMD
dan RKPD. Bahkan terdapat sejumlah daerah yang tidak memiliki dokumen
perencanaan tahunan.
� Pemerintah daerah harus menerapkan mekanisme reward dan punishment bagi SKPD yang
berhasil atau lalai dalam menyelesaikan RKPD dan Renja-nya.
Masih banyak daerah yang terlambat jadwal dalam proses perencanaan dan
penganggarannya. Terdapat sejumlah program yang tercantum dalam Renja-
SKPD yang tidak dianggarkan dalam APBD.
� Hal ini tidak hanya dipengaruhi proses dalam lembaga eksekutif semata, tetapi juga
disebabkan proses dalam lembaga legislatif. Direkomendasikan agar penguatan
kelembagaan dan sumber daya manusia mulai mengikutsertakan lembaga legislatif.
Kualitas pelaksanaan dan hasil dokumentasi Musrenbang masih tergolong
rendah, ditunjukkan dengan masih kurangnya usulan masyarakat melalui
Musrenbang yang diakomodasi.
� Pelaksanaan Musrenbang harus konsisten dan disiplin sesuai kalender perencanaan pada
setiap tingkatan pemerintahan.
� Pendampingan dan fasilitasi pelaksanaan Musrenbang, khususnya pada tingkat kecamatan
dan desa/kelurahan yang merekam proses dan hasil usulan, dan mengkerucutkan
rekomendasi.
� Audit hasil Musrenbang untuk melihat sejauh mana hasil akhir Musrenbang
mengakomodasi usulan-usulan awal.
Pada sejumlah daerah kabupaten/kota, keterkaitan RKPD dan RAPBD/APBD
masih tergolong rendah, ditunjukkan dengan terdapatnya sejumlah program
prioritas dalam RKPD dan Renja SKPD yang tidak dianggarkan dalam
RAPBD/APBD, demikian juga sebaliknya.
� Rekomendasinya adalah TAPD dan PAL menjadikan RKPD dan Renja SKPD sebagai rujukan
utama dalam penyusunan DPA dan RAPBD/APBD.
Kapasitas kelembagaan dan kompetensi SDM aparat perencana dan pengelola
keuangan daerah belum memadai dalam penerapan anggaran berbasis
kinerja, baik pada tingkat daerah maupun pada tingkat SKPD.
� Penempatan SDM aparat perencana pembangunan yang memiliki latar belakang
keilmuan perencanaan pembangunan atau pernah mengikuti diklat fungsional
perencanaan pembangunan.
� Penempatan SDM aparat pengelolaan keuangan daerah yang memiliki latar belakang
keilmuan ekonomi atau spesifik akuntansi keuangan publik dan atau minimal pernah
mengikuti diklat pengelolaan keuangan daerah.
Pengawasan (audit) internal dan eksternal masih lebih banyak memberikan
perhatian pada dokumen anggaran dibandingkan dokumen perencanaan.
� Terkait dengan hal tersebut yang perlu dilakukan adalah pelaksanaan audit eksternal dan
internal terhadap dokumen perencanaan dan penganggaran daerah, serta keterkaitan di
153
153 Lampiran
antara keduanya.
Pemerintah Provinsi Sulawesi, Kabupaten Luwu Timur dan Kota Pare-pare
memiliki nilai yang baik dalam analisa PKD
� Ketiga pemerintahan tersebut bisa dijadikan acuan atau pembelajaran bersama bagi
kabupaten/kota lainnya paling tidak dari sisi ketersediaan dokumennya.
Tabel C.2. Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Bab Pendapatan dan Belanja Daerah
PENDAPATAN
Kesimpulan Rekomendasi
Pendapatan Daerah riil di Sulawesi Selatan meningkat dan sebagian besar
dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota, namun penyumbang terbesar
terhadap Pendapatan Daerah adalah Dana Perimbangan
• Mengkaji dan memperluas potensi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah meskipun nilainya
kecil dengan tetap memperhatikan UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terbaru,
• Memperbaiki sistem administrasi pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah untuk
menekan kebocoran,
• Melatih aparat pemerintah daerah di bidang perpajakan terutama terkait dengan
penetapan target yang berbasis pada potensi,
• Memberikan insentif kepada pemungut Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara
proporsional,
• Mengkaji faktor-faktor penyebab rendah dan tidak stabilnya PAD yang bersumber dari
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah,
• Mengevaluasi efektifitas peraturan daerah (perda) yang terkait dengan upaya
peningkatan PAD,
• Mengevaluasi kesesuaian antara layanan yang diberikan kepada masyarakat dengan tarif
retribusi yang ditetapkan
Dana bagi hasil pajak yang diterima pemerintah provinsi meningkat, tetapi
untuk kabupaten/kota jumlahnya tidak signifikan.
� Kajian tentang potensi sumber-sumber Lain-Lain Pendapatan Daerah yang sah di tingkat
kabupaten/kota
� Evaluasi proporsi transfer DBH pajak kepada pemerintah kabupaten/kota.
Ketimpangan pendapatan per kapita antar kabupaten/kota di Sulawesi
Selatan bervariasi dan cukup tinggi yang dipengaruhi oleh PAD dan Dana
Perimbangan.
� daerah tidak bisa mengandalkan transfer dari pusat terus menerus dan harus
meningkatkan sumber PAD-nya antara lain yang memiliki PAD per kapita rendah seperti
Jeneponto, Gowa, dan Bone. Atau yang Dana Perimbangannya besar dan PAD-nya kecil
seperti Barru dan Bantaeng. Pemerintah di Sulawesi Selatan mengalami defisit hampir setiap tahun. • Mencari sumber-sumber pinjaman dan obligasi yang berkategori lunak,
• Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam mengelola utang sehingga tidak
membuat daerah terjebak dalam utang.
BELANJA
Kesimpulan Rekomendasi
Belanja riil pemerintah daerah di Sulawesi Selatan meningkat selama periode
2005-2010, akan tetapi proporsi belanja pegawai terhadap total belanja
daerah pemerintah lebih dominan daripada proporsi belanja modal
• Perlu pengelolaan belanja daerah pada aspek perencanaan, pelaksanaan dan monitoring
dan evaluasi
• Pemerintah daerah dapat melakukan moratorium (tidak melakukan penambahan pegawai
baru) 2-3 tahun kedepan
• Melakukan penambahan tenaga yang teknis yang masih terbatas seperti tenaga akuntan,
154
154 Lampiran
tenaga kesehatan dan insinyur dengan jumlah yang lebih kecil dari pegawai yang
pensiun.
Porsi belanja pegawai terbesar dikontribusi oleh sektor pendidikan dan
memperlihatkan kecenderungan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun
• Tidak Perlu ada penambahan jumlah guru dalam beberapa tahun ke depan, cukup dengan
melakukan redistribusi tenaga guru yang ada saat ini dari perkotaan yang relatif cukup
banyak ke daerah pedesaan yang relatif masih kekurangan atau dari daerah kab/kota yang
rasio guru murid lebih baik ke daerah kab/kota yang kurang baik.
• Kebijakan pemberian sertifikasi guru perlu lebih selektif agar beban anggaran bisa
dikurangi dan harus diikuti dengan pemantauan dan pemberian sanksi terhadap guru yang
telah menerima tetapi belum menunjukkan peningkatan kinerja (kualitas pelayanan
pendidikan) ke tingkat yang lebih baik.
Alokasi belanja per sektor cukup bervariasi dan cukup timpang, dimana sektor
pendidikan, infrastruktur dan pemerintahan umum masih menyerap alokasi
belanja paling besar sementara sektor kesehatan dan pertanian memperoleh
alokasi yang relatif lebih kecil
• Proporsi pengalokasian anggaran untuk sektor-sektor strategis seperti kesehatan dan
pertanian perlu ditingkatkan ke jumlah yang lebih signifikan.
• Selain sektor kesehatan dan pertanian, sektor-sektor yang terkait dengan fungsi ekonomi
(pengembangan usaha kecil dan menengah dan pemberdayaan masyarakat desa, tenaga
kerja, kelautan dan perikanan dan perdagangan) perlu ditingkatkan alokasi anggarannya
dengan jumlah yang signifikan sebagai upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Alokasi belanja yang terkait upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan
gender masih kecil
• Perlu peningkatan komitmen penentu kebijakan pada masing-masing SKPD terkait
dengan implementasi strategi Pengarusutamaan Gender (PUG).
• Para perencana anggaran pada satuan kerja perangkat daerah (SKPD) perlu mendapat
sosialisasi dan pelatihan terkait PUG agar anggaran yang disusun responsif gender.
• Perlu kajian/penelitian tentang besaran anggaran yang responsif gender untuk seluruh
SKPD terkait.
Tabel C 3. Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Bab Sektoral
PENDIDIKAN
Kesimpulan Rekomendasi
Proporsi belanja pegawai terhadap total belanja sektor pendidikan relatif
sangat besar, tetapi proporsi belanja modal relatif kecil.
� Proporsi belanja pegawai di sektor pendidikan perlu ditekan ke level yang lebih rendah,
agar proporsi belanja modal dapat diangkat ke tingkat yang lebih signifikan.
� Untuk menekan proporsi belanja pegawai, perlu kebijakan moratorium penerimaan
pegawai untuk beberapa tahun ke depan atau setidaknya menempuh kebijakan zero
growth jumlah pegawai.
� Belanja pegawai pada pos belanja langsung harus lebih diefisienkan.
Peningkatan belanja pendidikan di Sulawesi Selatan telah berhasil mendorong
kinerja keluaran terutama rasio guru-murid, tetapi belum berhasil mendorong
kinerja hasil. Terutama rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf pada
tingkat setara dengan target RPJMD dan angka nasional.
� Belanja pendidikan perlu semakin ditajamkan arah penggunaannya untuk mendorong
kabupaten/kota dengan kinerja rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf di
kabupaten yang rendah angkanya.
� Perlu rekruitmen guru di tingkat SMA, tetapi tidak perlu di tingkat SD dan SMP.
� Menjangkau dan mamasukkan ke bangku sekolah seluruh anak usia wajib belajar.
� Upaya pemberantasan buta huruf perlu difokuskan pada perempuan dengan wilayah
bagian selatan Sulawesi Selatan, yaitu Kabupaten Jeneponto, Bantaeng, Takalar dan Gowa.
155
155 Lampiran
� Perlu kebijakan realokasi guru dari kabupaten/kota dengan rasio guru-murid rendah ke
kabupaten/kota dengan rasio guru-murid tinggi.
Porsi anggaran untuk kebijakan pendidikan gratis relatif cukup besar dan
menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.
� Mengingat kebijakan ini sudah diimplementasikan sejak tahun 2008, maka perlu dilakukan
evaluasi menyeluruh mengenai efektifitas kebijakan pendidikan gratis.
� Kebijakan pendidikan gratis perlu dikorelasikan dengan target kinerja keluaran dan kinerja
hasil yang ingin dicapai atau dikoreksi.
Terdapat ketidaksetaraan gender dalam kinerja hasil pembangunan
pendidikan di Sulawesi terutama pada kelompok usia di atas 29 tahun.
� Pemerintah memberlakukan Kejar Paket A pada kelompok umur di atas 29 tahun. � Kelompok perempuan yang buta huruf ini juga diberi keahlian lain sebagai bagian dari
pemberdayaan.
Kebijakan pendidikan gratis telah berhasil meringankan beban pada anak usia
sekolah yang telah mengakses pendidikan tetapi belum efektif mendorong
anak usia sekolah yang belum terjangkau pendidikan untuk masuk ke bangku
sekolah
� Kebijakan pendidikan gratis perlu diikuti dengan bentuk intervensi lain yang bisa memaksa
anak usia sekolah untuk masuk ke bangku sekolah, khususnya pada anak yang terhambat
secara geografis (berlokasi di pegunungan serta pesisir, dan kepulauan) dan secara
ekonomi-budaya (yang putus sekolah karena mencari nafkah).
� Harus ada payung hukum untuk kerjasama pemerintah provinsi dan kabupaten dalam
merealisasikan hal ini.
Rata-rata pengeluaran rumahtangga untuk pendidikan antar kelompok
pendapatan menunjukkan kesenjangan yang cukup timpang. Kelompok
pendapatan termiskin di Kabupaten Selayar, Bone, Sidrap dan Luwu
mengeluarkan anggaran untuk pendidikan yang relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok pendapatan yang sama di kabupaten lain.
� Mengurangi beban pengeluaran untuk pendidikan bagi kelompok pendapatan termiskin
misalnya lewat subsidi pendidikan keluarga, diprioritaskan di Kabupaten Selayar, Bone,
Sidrap, dan Luwu..
� Kebijakan pendidikan gratis harus memastikan keberpihakannya pada kelompok
pendapatan termiskin. Hal ini bisa terlihat
KESEHATAN
Kesimpulan Rekomendasi
Angka Harapan Hidup Sulawesi Selatan masih lebih rendah dari nasional dan
Angka Kematian Ibu dan Bayi masih lebih tinggi.
� Sosialisasi secara intensif kepada rumah tangga miskin tentang pentingnya perbaikan gizi
pada balita (termasuk jenis makanan yang mengandung gizi yang tinggi dan bagus untuk
dikonsumsi anak-anak).
� Penanganan secara khusus pada daerah daerah rawan gizi buruk dan daerah-daerah yang
terbanyak jumlah balita yang menderita gizi buruk.
� Pemerataan cakupan pemeriksaan kehamilan dan perawatan pasca melahirkan antara di
perdesaan dan kepada kelompok profesi sebagai petani, nelayan, dan buruh.
� Sosialisasi gender secara intensif bagi masyarakat khususnya ibu hamil (istri) dan suami.
Proporsi belanja kesehatan terhadap belanja daerah hanya berkisar 8 sampai
10 persen per tahun.
� Mengupayakan proporsi yang lebih seimbang antara belanja pegawai dengan belanja
modal dan belanja barang dan jasa.
� Belanja kesehatan juga diharapkan untuk program yang tidak hanya bersifat pengobatan,
tetapi juga program yang bersifat pencegahan.
Masih ditemukan adanya kendala pembiayaan dalam program Kesehatan
Gratis.
� Perlu diciptakan suatu model pembiayaan lintas batas baik antar provinsi maupun antar
kabupaten/kota.
� Selain itu perlu dilakukan penyeragaman terhadap biaya jasa layanan kesehatan gratis
yang berlaku untuk seluruh kabupaten/kota
Fasilitas kesehatan di Sulawesi Selatan tersebar merata di kabupaten,
sementara tenaga kesehatan justru terkonsentrasi di perkotaan.
� Mendistribusi ulang tenaga kesehatan dari daerah perkotaan.
� Memberikan insentif tambahan bagi tenaga kesehatan yang bekerja di pelosok.
156
156 Lampiran
INFRASTRUKTUR
Kesimpulan Rekomendasi
Arus penumpang dan barang di pelabuhan udara meningkat sementara di
pelabuhan laut cenderung menurun.
• Pemerintah Sulawesi Selatan konsisten membenahi infrastruktur pendukung bandar
udara seperti terminal penumpang, loket kendaraan, lapangan parkir, dan kenyamanan
dalam bandar udara, untuk mengantisipasi pertumbuhan.
Cakupan infrastruktur dasar di Sulawesi Selatan lebih baik dari mayoritas
provinsi di Sulawesi, beberapa kabupaten masih memiliki tantangan.
• Kabupaten Selayar, daerah Luwu Raya, perlu secara konsisten mengalokasikan belanja
infrastruktur yang signifikan disebabkan sebaran penduduk dan kondisi geografinya.
Akses rumah tangga yang dikepalai perempuan terhadap air bersih cenderung
memburuk.
• Meningkatkan penyadartahuan kepala rumah tangga terhadap sanitasi dan air bersih
• Menghilangkan diskriminasi pelayanan terhadap rumah tangga yang dikepalai perempuan
Peningkatan belanja infrastruktur di Sulawesi Selatan berdampak pada
bertumbuhnya panjang jalan di kabupaten/kota.
• Pemerintah daerah harus memperhatikan pemeliharaan kualitas jalan selain dari total
ruas panjang jalan karena kualitas jalan di Sulawesi Selatan memburuk.
Terjadi peningkatan kualitas irigasi di lahan yang telah dialiri. � Karena ada hubungan positif antara cakupan irigasi dengan produktifitas lahan, maka
direkomendasikan agar pemerintah fokus pada peningkatan rasio jaringan irigasi dan
kualitasnya daripada mendorong ekstensifikasi lahan
PERTANIAN
Kesimpulan Rekomendasi
Program unggulan di bidang pertanian mendapat dukungan dari
kabupaten/kota di Sulawesi Selatan, terlihat dari besarnya belanja pertanian
di kabupaten sentra produk unggulan. Tetapi mayoritas masih untuk belanja
pegawai.
� Belanja pertanian lebih diarahkan juga kepada pembangunan infrastruktur pengolahan
atau produksi (belanja modal) selain belanja yang lebih konvensional seperti penyuluhan
Secara umum, kinerja pencapaian produksi pertanian pada setiap subsektor
menunjukkan kinerja yang baik dan sejalan dengan target pencapaian yang
ditetapkan dalam RPJMD, terutama pada komoditas-komoditas yang menjadi
andalan Sulawesi Selatan.
� Mengimplementasikan secara konsisten program-program pokok yang telah ditetapkan
dalam RPJMD
� Mengembangkan tiga komoditas prioritas utama yakni beras, jagung dan ternak kearah
peningkatan value added.
� Memperbaiki kualitas pengembangan komoditas beras dan jagung dalam bentuk
pengembangan produk organik. Produk organik dapat meningkatkan pendapatan petani
melalui penurunan biaya produksi dan peningkatan harga produk.
� Mengembangkan produk pertanian organic melalui integrasi dengan pengembangan
ternak.
� Mengintegrasikan padi dan jagung dengan ternak sapi untuk menghasilkan pupuk
organik, pakan ternak dari sisa tanaman, dan sumber energi (biogas) sehingga biaya
produksi ketiga komoditas tersebut lebih rendah dan kualitas dan harga produk lebih
tinggi.
� Mengembangkan udang organik untuk memenuhi persyaratan permintaan internasional
dan sekaligus memulihkan atau memperbaiki ekosistem pertambakan, sebaiknya
dikembangkan agar kegiatan budidaya daya udang dapat bangkit kembali, lestari dan
berkelanjutan.
� Mengolah komoditas kakao dan rumput laut untuk menghasilkan produk yang siap
dikonsumsi.
� Mengembangkan pengolahan bahan baku menjadi produk yang siap dikonsumsi agar
tercipta nilai tambah atau pendapatan masyarakat dan kesempatan kerja.
157
157 Lampiran
Perkembangan kontribusi sektor pertanian cenderung menurun dengan
tingkat pertumbuhan relatif kecil dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya
di Sulawesi Selatan. Selain itu, ketergantungan tenaga kerja sektor pertanian
cukup tinggi.
� Melakukan pemetaan komoditas unggulan melalui sinergitas stakeholder pembangunan
bidang pertanian.
� Melakukan diversifikasi produksi pasca panen untuk meningkatkan nilai tambah (value
added) sektor pertanian.
� Meningkatkan investasi sektor publik pada sektor pertanian yang memiliki akselerasi dan
daya dorong tinggi.
Tabel C.4. Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Bab Komoditas Unggulan
BELANJA PERTANIAN
Kesimpulan Rekomendasi
Program unggulan di bidang pertanian mendapat dukungan dari
kabupaten/kota di Sulawesi Selatan, terlihat dari besarnya belanja pertanian
di kabupaten sentra produk unggulan. Tetapi mayoritas masih untuk belanja
pegawai.
• Belanja pertanian lebih diarahkan juga kepada pembangunan infrastruktur pengolahan
atau produksi (belanja modal) selain belanja yang lebih konvensional seperti penyuluhan
KOMODITAS JAGUNG
Kesimpulan Rekomendasi
Produksi jagung yang dicapai pada tahun 2010 sebesar 1,4 juta ton atau 93,3
pesen dari target produksi minimal 1,5 juta pada tahun 2013.
• Pengembangan komoditas dapat diarahkan pada produksi jagung organik untuk
peningkatan kualitas dan penurunan biaya produksi dalam rangka meningkatkan
pendapatan petani
KOMODITAS KAKAO
Kesimpulan Rekomendasi
Dengan kebijakan dan berbagai program kakao telah memperlihatkan
kecenderungan peningkatan produksi dan produktivitas (tahun 2009 dan
2010), walaupun belum menyamai produksi dan produktivitas tahun 2006.
• Masih perlu upaya rehabilitasi, peremajaan dan intensifikasi melalui perbaikan bibit,
pemeliharaan dan penanganan pasca panen tanaman kakao yang belum tersentuh
GERNAS.
• Penguatan kelembagaan petani sangat dibutuhkan sebagai satu upaya menuju
“kemandirian’’ petani kakao.
• Merintis industri perkakaoan karena Sulawesi Selatan memiliki keunggulan mutlak
dibanding daerah lain.
Anggaran program pengembangan kakao mayoritas bersumber dari pusat. • Pemerintah Sulawesi Selatan harus lebih berkomitmen mengalokasikan dana untuk
program ini mengingat Sulawesi Selatan saat ini memiliki keunggulan mutlak dan sedikit
kompetitor pada produk kakao.
KOMODITAS SAPI
Kesimpulan Rekomendasi
Pencapaian target populasi sejuta ekor sapi diperkirakan dapat dicapai pada
tahun 2013
• Intervensi yang bisa dilakukan pada subsektor peternakan hendaknya diprioritaskan untuk
memacu kegiatan inseminasi buatan, perbaikan kawin alami, penanganan gangguan
reproduksi dan kesehatan ternak sapi, penyelamatan betina produktif, peningkatan dan
pengembangan pakan sapi, peningkatan kualitas SDM dan kelembagaan, penyediaan induk
atau bibit sapi serta pengendalian lalu lintas ternak
158
158 Lampiran
KOMODITAS RUMPUT LAUT
Kesimpulan Rekomendasi
Peningkatan produksi rumput laut di setiap kabupaten masih berfluktuasi.
Potensi peningkatan produksi rumput laut jenis G. verrucosa ini masih cukup
besar. Lahan tambak belum dimanfaatkan seluruhnya secara optimal.
• Intervensi dan dukungan Pemerintah dapat dilakukan melalui pengelolaan balai benih
untuk memproduksi bibit unggul yang menjadi kendala utama petani rumput laut.
• Selain itu, Pemerintah dapat memperbaiki kelembagaan petani (produsen) dan pedagang
rumput laut untuk menjamin stabilitas harga yang wajar.
KOMODITAS UDANG
Kesimpulan Rekomendasi
Trauma terhadap mewabahnya penyakit pada Udang Windu mengakibatkan
petani cederung tidak membudidayakan Udang Windu. Hal ini menyebabkan
target pertumbuhan produksi tidak tercapai
• Pemerintah perlu merevisi targetnya, karena dengan praktek intensif (penyebaran 30 ekor
per meter persegi) resiko penyakit makin tinggi.
• Alternatif lain adalah pemerintah harus dapat mencarikan solusi mengurangi resiko
praktek tambak intensif
Produksi benur masih di bawah kebutuhan. • Produksi benur di pembenihan harus dimaksimalkan, saat ini produksinya baru separuh
kapasitas maksimum.
• Produksi benur maksimum juga masih di bawah kebutuhan, pemerintah perlu membangun
pusat pembenihan baru.
Mayoritas lahan tambak di Sulawesi Selatan justru belum dimanfaatkan. • Untuk meningkatkan produksi, sebaiknya pemerintah Sulawesi Selatan mengoptimalkan
lahan yang telah ada tanpa membuka lahan baru sehingga menjaga kualitas lingkungan
Tabel C.5. Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Bab Isu-Isu Strategis
KEMISKINAN
Kesimpulan Rekomendasi
Jumlah dan persentase penduduk miskin di Sulawesi Selatan menunjukkan
penurunan secara konsisten selama periode 2006-2010.
• Pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) diharapkan dapat secara intensif
mengimplementasikan berbagai program dan mengalokasikan anggaran yang lebih
signifikan bagi upaya pengentasan kemiskinan di Sulawesi Selatan.
• Pemerintah daerah perlu menyusun road-map penanggulangan kemiskinan daerah, baik
untuk jangka pendek, menengah, maupun panjang.
Penurunan jumlah persentase penduduk miskin berlangsung seiring dengan
meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi dan menurunnya tingkat
pengangguran terbuka.
• Pembangunan ekonomi inklusif, pengembangan sektor hulu, sistem penganggaran yang
lebih berpihak kepada kaum miskin, pemenuhan hak-hak dasar masyarakat, perlu terus
didorong ke arah yang lebih signifikan
Kabupaten Pangkep, Jeneponto, dan Toraja Utara merupakan daerah dengan
persentase penduduk miskin tertinggi di Sulawesi Selatan.
• Kebijakan dan program pengentasan kemiskinan perlu lebih diintensifkan di ketiga
kabupaten tersebut, dengan mendorong keterlibatan berbagai mitra pembangunan,
seperti perusahaan swasta, BUMN, LSM, lembaga donor, dsb.
Seperti halnya jumlah dan persentase penduduk miskin, Indeks Kedalaman
Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Sulawesi Selatan
juga menunjukkan penurunan.
• Pemerintah Sulawesi Selatan perlu mendesain program pembangunan daerah yang
memberi ruang bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin, untuk memperoleh
pekerjaan dan mendapatkan pendapatan secara berkesinambungan.
LINGKUNGAN HIDUP
Kesimpulan Rekomendasi
159
159 Lampiran
Kerusakan lingkungan hidup umumnya disebabkan oleh kesalahan manusia
dalam memanfaatkan sumberdaya alam.
� Pemerintah daerah memberlakukan sistem pemberian insentif bagi mereka yang berhasil
menerapkan green activity tidak hanya dalam bentuk penghargaan tetapi juga dalam
bentuk materi, seperti pengurangan pajak.
� Program-program penanggulangan kerusakan lingkungan sebaiknya mempertimbangkan
aspek sosial-budaya.
� Pemerintah seharusnya menerapkan biaya beban lingkungan atau pajak lingkungan bagi
perusahaan.
Bencana alam yang umumnya diakibatkan bukan oleh kesalahan manusia
harus dapat diminimalkan dampaknya melalui beberapa langkah mitigasi.
� Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) seharusnya menyusun
dan mengimplementasikan Rencana Mitigasi Bencana berdasarkan potensi bencana
masing-masing.
� Perancanaan penganggaran kebencanaan seharusnya dilakukan secara terkoordinasi
antara Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
GENDER
Kesimpulan Rekomendasi
Indeks Pembangunan Gender dan Indeks Pemberdayaan Gender di Sulawesi
Selatan menunjukkan perbaikan setiap tahun, namun masih dibawah IPM
Sulawesi Selatan dan rata-rata Nasional.
� Upaya perwujudan kesetaraan dan keadilan gender melalui implementasi PUG masih
perlu ditingkatkan.
� Perlu pengembangan program dan kegiatan responsif gender untuk hidup sehat.
� Perlu pengembangan program dan kegiatan pendidikan informal yang responsif gender
untuk meningkatkan persentase melek huruf.
� Perlu peningkatan sosialisai dan penyadaran kepada masyarakat tentang Program
Pendidikan wajib belajar 9 tahun dan 12 tahun yang responsif gender.
� Perlu pengembangan program dan kegiatan pendidikan politik terutama perempuan .
Persentase kepala rumah tangga perempuan di Sulawesi Selatan berdasarkan
golongan pendapatan relatif merata, tetapi rumah tangga miskin yang
dikepalai perempuan (kuintil 1) cenderung meningkat.
� Perlunya pengembangan program dan kegiatan yang dapat mendukung peningkatan
pendapatan kepala rumah tangga perempuan miskin, misalnya dalam bentuk pelatihan
dan pembinaan, pemberian bantuan modal, peningkatan akses pemasaran produk yang
dihasilkan
Berbeda dengan kondisi umum, dimana pendapatan perempuan lebih rendah
daripada laki-laki, perempuan pesisir di Sulawesi Selatan justru memiliki
kontribusi yang lebih besar untuk ekonomi rumah tangga.
� Perlu pengembangan program dan kegiatan untuk meningkatkan kapasitas perempuan
dalam hal teknis dan manajemen usaha.
� Perlu pengembangan teknologi khususnya teknologi pengolahan yang efektif dan efisien.
� perlu peningkatan kerjasama pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pengembangan
industri perikanan, terutama dalam diversifikasi usaha industri perikanan.
160
160 Lampiran
Lampiran D. Master Table
Penerimaan (dalam Juta Rupiah)
Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
PAD 942,001.34 1,008,203.93 1,220,302.07 1,362,714.82 1,324,291.63 1,421,948.68 1,678,104.86
Pajak Daerah 788,082.73 858,238.32 1,045,960.00 1,175,115.54 1,113,479.35 1,249,259.11 1,458,737.07
Retribusi Daerah 67,862.44 72,125.64 69,473.10 80,279.44 107,203.72 116,787.85 104,677.65
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 56,965.96 48,333.58 56,871.14 60,321.99 63,180.00 51,668.70 59,865.60
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah 29,090.21 29,506.39 47,997.83 46,997.85 40,428.55 4,233.03 54,824.55
Dana Perimbangan 664,380.44 881,261.70 996,194.59 984,540.08 974,494.22 974,603.24 1,026,668.93
Dana Bagi Hasil Pajak 178,449.70 218,835.02 208,126.72 194,906.57 210,088.04 239,088.44 218,090.33
Bagi Hasil Bukan Pajak 22,182.83 - 50,774.81 28,513.99 9,672.18 - -
Dana Alokasi Umum 463,747.91 662,426.68 737,293.06 722,464.41 706,942.90 706,276.40 769,075.30
Dana Alokasi Khusus - - - 38,655.11 47,791.09 29,238.40 39,503.30
BAGIAN LAIN-LAIN PENERIMAAN YANG SAH 17,996.58 34,763.18 8,879.77 4,400.50 19,693.50 58,966.73 -
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012. Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur merupakan kerjasama tim peneliti Universitas Hasanuddin, Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan, dan staf Bank Dunia. Temuan, interpretasi, dan kesimpulan dalam laporan ini tidak mencerminkan pendapat Dewan Eksekutif Bank Dunia, maupun pemerintah yang mereka wakili.
Bank Dunia tidak menjamin keakuratan data yang terdapat dalam laporan ini. Batasan, warna, angka, dan informasi lain yang tercantum pada tiap peta dalam laporan ini tidak mencerminkan penilaian Bank Dunia tentang status hukum suatu wilayah atau merupakan bentuk pengakuan dan penerimaan atas batasan tersebut.
Untuk keterangan lebih lanjut mengenai laporan ini, silahkan hubungi Bastian Zaini ([email protected]).