TUGAS AKHIR MENGIDENTIFIKASI TINGKAT KERUSAKAN JALAN DENGAN METODE BINA MARGA (Studi Kasus Project Package JNB 1 Construction of Road Kabupaten Aceh Barat) Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Yang Diperlukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S-1) Disusun Oleh : YANDI SAHPUTRA Nim : 06C10203057 Bidang : Transportasi Jurusan : Teknik Sipil FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR ALUE PEUNYARENG – MEULABOH 2015
25
Embed
MENGIDENTIFIKASI TINGKAT KERUSAKAN JALAN DENGAN …repository.utu.ac.id/162/1/I-V.pdf · 2017. 9. 13. · - Kadar aspal dalam campuran terlalu banyak, atau terurainya lapis aus oleh
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TUGAS AKHIR
MENGIDENTIFIKASI TINGKAT KERUSAKAN JALAN
DENGAN METODE BINA MARGA (Studi Kasus Project Package JNB 1 Construction of Road
Kabupaten Aceh Barat)
Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat
Yang Diperlukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S-1)
Disusun Oleh :
YANDI SAHPUTRA
Nim : 06C10203057
Bidang : Transportasi
Jurusan : Teknik Sipil
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR
ALUE PEUNYARENG – MEULABOH
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap pergerakan, baik pergerakan manusia maupun pergerakan barang
khususnya untuk pergerakan didarat, selalu menggunakan sistem jaringan
transportasi yang ada, sehingga peranan jalan menjadi sangat penting dalam
memfasilitasi besar kebutuhan pergerakan yang terjadi. Agar jalan dapat tetap
mengakomodasi kebutuhan pergerakan dengan tingkat layanan tertentu maka
perlu dilakukan suatu usaha untuk menjaga kualitas layanan jalan, dimana salah
satu usaha tersebut adalah evaluasi kondisi permukaan jalan.
Salah satu tahapan dalam mengevaluasi kondisi permukaan jalan adalah
dengan melakukan penilaian terhadap kondisi eksisting jalan. Nilai kondisi jalan
ini nantinya dijadikan acuan untuk menentukan jenis program evaluasi yang harus
dilakukan, apakah itu program peningkatan; pemeliharaan berkala; atau
pemeliharaan rutin. Pemilihan bentuk pemeliharaan jalan yang tepat dilakukan
dengan melakukan penilaian terhadap kondisi permukaan jalan didasarkan pada
jenis kerusakan yang ditetapkan secara visual.
Jalan Aceh Barat yang terletak di jalan lintas Barat – Sumatera pasca
gempa dan tsunami tahun 2004 silam sempat rusak berat dan tidak bisa di lewati
sehingga menghambat kelancaran arus lalu lintas ke daerah disekitarnya. Pada
tahun 2011-2012 pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum, mulai
membangun jalan nasional baru di kawasan pantai Aceh Barat sepanjang 50 km
dengan terbagi dari 3 paket JNB yang dibiayai oleh Multi Donor Fund (MDF).
Proyek ini untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dan mempermudah
lintasan arus lalu lintas. Dari ketiga paket JNB tersebut paket JNB1 yang terletak
pada jalan Lueng Gayo – Arongan Lambalek dengan Sta 198 – Sta 216 kabupaten
Aceh Barat Provinsi Aceh sepanjang 18 km adalah yang paling banyak
mengalami kerusakan ditahun pertama dengan lebar jalan 9 meter. Salah satu
faktor untuk meningkatkan kemajuan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh
2
tersedianya sarana dan prasarana transportasi yang baik. Transportasi merupakan
salah satu persoalan yang paling penting, karena transportasi adalah alat
penunjang terlaksananya kegiatan masyarakat sehari-hari.
Dengan adanya prasarana Jalan Aceh Barat ini hubungan antara suatu
daerah dengan daerah lain akan terjalin dengan baik. Salah satu jaringan
transportasi yang paling mendasar adalah jaringan transportasi darat yang dalam
hal ini adalah prasarana jalan. Pada paket JNB1 saat ini tidak dapat ditempuh
dengan waktu normal, banyaknya kerusakan yang terjadi pada ruas jalan tersebut
mengakibatkan terjadinya penambahan waktu tempuh perjalanan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas yang telah diuraikan, maka perumusan
masalahnya adalah:
1. Bagaimana mengetahui tingkat kerusakan pada ruas jalan Lueng Gayo –
Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat.?
2. Bagaimana menentukan penanganan jalan berdasarkan kerusakan yang
terjadi.?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengidentifikasi jenis kerusakan yang terjadi pada permukaan
perkerasan ruas jalan Lueng Gayo – Arongan Lambalek Kabupaten Aceh
Barat.
2. Untuk menentukan penanganan jalan berdasarkan tingkat kerusakan yang
terjadi.
1.4 Metodelogi dan Ruang Lingkup Penelitian
Untuk menghindari penelitian terlalu luas dan terbatas nya waktu, maka
ruang lingkup dalam penelitian akan menitik berat kan pada beberapa hal yaitu:
3
1. Daerah penelitian dilakukan pada ruas jalan Paket JNB1 STA 198 – STA
216 Kabupaten Aceh Barat.
2. Studi pengamatan yang akan dilakukan yaitu Identifikasi Tingkat
Kerusakan Perkerasan Jalan pada Paket JNB1.
3. Metode analisa yang digunakan yaitu metode Bina Marga.
1.5 Hasil Penelitian dan Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini akan memberikan informasi tentang evaluasi
perkerasan jalan yang berpotensi untuk pekerjaan pemeliharaan jalan berdasarkan
Standard Bina Marga. Alternatif usulan yang dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi tingkat kerusakan jalan dengan metode Bina Marga, agar dapat
memberikan adanya penarikan kesimpulan dan rekomendasi terhadap evaluasi
kerusakan perkerasan jalan. Mengingat penelitian ini hanya untuk mengetahui
jenis-jenis kerusakan perkerasan dan faktor penyebab penambahan waktu tempuh
perjalanan serta mengetahui bagian segmen jalan yang perlu mendapat prioritas
penanganan berdasarkan metode yang dinyatakan dalam Indeks Kondisi
Perkerasan, maka manfaat yang dapat diberikan adalah dalam bentuk masukan
untuk proyek-proyek sejenis dalam penanganan kerusakan dan pemeliharaan
jalan, sehingga dapat menambah wawasan serta bahan pelajaran bagi penulis.
4
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Umum
Sulaksono (2001), mengatakan bahwa pada dasarnya setiap struktur
perkerasan jalan akan mengalami proses pengrusakan secara progresif sejak jalan
pertama kali dibuka untuk lalu lintas. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan
suatu metode untuk menentukan kondisi jalan agar dapat disusun program
pemeliharaan jalan yang akan dilakukan.
Secara garis besar kerusakan jalan dapat dibedakan menjadi dua bagian,
yaitu kerusakan struktural, mencakup kegagalan perkerasan atau kerusakan dari
satu atau lebih komponen perkerasan yang mengakibatkan perkerasan tidak dapat
lagi menanggung beban lalu-lintas; dan kerusakan fungsional yang
mengakibatkan keamanan dan kenyamanan pengguna jalan menjadi terganggu
sehingga biaya operasi kendaraan (BOK) semakin meningkat.
Jenis-jenis kerusakan struktural terdiri atas retak, perubahan bentuk, cacat
permukaan, pengausan, kegemukan, dan penurunan pada bekas penanaman
utilitas. Sedang kan jenis kerusakan fungsional sendiri biasanya meliputi
ketidakrataan permukaan (roughness) dan lendutan. Evaluasi kerusakan
perkerasan jalan adalah kegiatan yang difokuskan untuk mendapatkan sumber
informasi dalam menangani kondisi perkerasan jalan untuk dapat dilakukan
pemulihan kembali dalam pemeliharaan jalan, serta mengetahui faktor-faktor
kerusakan yang terjadi pada perkerasan jalan tersebut.Tingkat kerusakan
perkerasan jalan pada ruas Jalan Aceh Barat, dapat di atasi jika kondisi perkerasan
di ketahui pada tahun-tahun sebelumnya. Untuk memprediksi kondisi perkerasan
dengan baik, maka dibutuhkan suatu sistem penilaian kondisi jalan serta evaluasi
secara periodik sehingga berguna untuk persiapan analisis struktural secara detail
dan untuk rehabilitasi di masa yang akan datang.
5
2.2 Konstruksi Jalan
Dalam konteks sistem transportasi, jalan adalah prasarana alternatif yang
digunakan oleh masyarakat sebagai sarana pergerakan lalu lintas untuk melakukan
aktivitas atau perpindahan dari suatu daerah ke daerah lain. Menurut fungsinya,
sesuai Undang-undang jalan no.13 Tahun 1980 dan dengan peraturan pemerintah
no.26 Tahun 1985, sistem jaringan jalan di Indonesia dapat dibedakan atas sistem
jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder (Sukirman 1999).
Perkerasan lentur adalah struktur yang terdiri dari beberapa lapisan dengan
kekerasan dan daya dukung yang berlainan, perkerasan lentur menggunakan
bahan pengikat aspal di bagian surface. Adapun susunan untuk jenis perkerasan
lentur adalah sebagai berikut:
a. Lapisan Permukaan (surface course) berfungsi agar kendaraan yang berada di
atas permukaan mampu menahan beban serta membagi beban tersebut kepada
lapisan-lapisan di bawahnya.
b. Lapisan Pondasi Bawah (sub base course) lapisan ini fungsinya sama dengan
lapisan pondasi atas, tetapi tidak selalu perkerasan lentur memerlukan sub
base course.
c. Lapisan Pondasi Atas (base course) lapisan ini harus mampu menahan beban
serta pengaruh-pengaruhnya dan membagi atau meneruskan beban kepada
lapisan di bawahnya.
d. Tanah Dasar (subgrade) lapisan ini terletak di atas tanah timbunan atau tanah
galian yang sebelumnya diadakan perbaikan tanahnya sesuai dengan syarat
yang telah ditentukan.
2.3 Survey Kondisi
Survey kondisi adalah survey untuk mengetahui bagaimana kondisi
permukaan jalan yang mengalami kerusakan dan menentukan kondisi perkerasan
pada waktu tertentu, sehingga dapat diketahui apakah pemeliharan jalan yang
6
berfungsi secara baik atau tidak dalam menentukan bagian segmen jalan yang
perlu mendapat penanganan prioritas berdasarkan Metode Bina Marga.
Penelitian awal terhadap kondisi permukaan jalan tersebut yaitu dengan
melakukan survey secara visual yang berarti dengan cara melihat dan
menganalisis kerusakan tersebut berdasarkan jenis dan tingkat kerusakannya
untuk digunakan sebagai dasar dalam melakukan kegiatan pemeliharaan dan
perbaikan.
2.4 Kegagalan Struktural dan Fungsional
Kegagalan struktur ditandai dengan terurainya satu atau lebih komponen
perkerasan, sedangkan kegagalan fungsional ditandai dengan tidak berfungsinya
perkerasan dengan baik, sehingga kenyamanan dan keselamatan pengendara
menjadi terganggu. Jenis-jenis kerusakan struktural terdiri atas retak, perubahan
bentuk, cacat permukaan, pengausan, kegemukan, dan penurunan pada bekas
penanaman utilitas. Sedangkan jenis kerusakan fungsional sendiri biasanya
meliputi ketidakrataan permukaan (Roughness) dan lendutan. Perkerasan lentur
hanya mengalami deformasi permanen yang kecil sekitar 20-30 mm sesudah
berumur 20 tahun. Pengalaman menunjukan bahwa sekali terjadi deformasi
permanen atau kegagalan kerusakan, deformasi maksimum sekitar 14-20 mm
dipertimbangkan sebagai kondisi optimum untuk segera dilakukan perbaikan yang
lebih dari 15 mm, maka kemungkinan terjadinya retakan akan tinggi (Croney &
C, 1998).
2.4.1 Sebab-sebab kerusakan jalan
Mulyono, A.T (2011), mengemukakan bahwa ada beberapa faktor – faktor
penyebab kerusakan pada perkerasan jalan di antaranya meliputi sebagai berikut:
- Beban lalu lintas yang berlebihan, kondisi tanah dasar yang tidak stabil,
sebagai akibat dari sistem pelaksanaan yang kurang baik.
- Kondisi tanah pondasi yang kurang baik, lunak atau mudah mampat, bila
jalan terletak pada timbunan.
7
- Material dari struktur perkerasan dan pengolahan yang kurang baik.
- Penurunan akibat pembangunan utilitas dibawah lapisan perkerasan
- Drainase yang buruk, sehingga berakibat naiknya air ke lapisan akibat
isapan atau kapilaritas.
- Kadar aspal dalam campuran terlalu banyak, atau terurainya lapis aus oleh
akibat pembekuan.
- Kelelahan dari perkerasan, pemadatan atau geseran pada semua lapis
pondasi.
2.4.2 Tipe-tipe kerusakan perkerasan lentur
Tipe-tipe perkerasan lentur berdasarkan Bina Marga (1995), yaitu:
- Deformasi adalah perubahan permukaan jalan dari profil aslinya sesudah
pembangunan, terdiri dari: bergelombang, alur, ambles, sungkur,
mengembang, benjol dan turun.
- Retak terjadi akibat regangan tarik pada permukaan aspal melebihi dari
regangan tarik maksimum, terdiri dari: memanjang, melintang, diagonal,
reflektif, blok, kulit buaya dan bentuk bulan sabit.
- Kerusakan tekstur permukaan, terdiri dari: butiran lepas, kegemukan,
agregat licin, terkelupas dan stripping.
- Kerusakan lubang, tambalan dan persilangan jalan
- Kerusakan di pinggir perkerasan: pinggir retak / pecah dan bahu turun.
2.4.3 Tingkat kerusakan, identifikasi dan pemilihan perbaikan perkerasan
(Shahin, 1994) Tingkat parahnya kerusakan harus dikaitkan dengan
kebutuhan perbaikan kerusakan jalan. Tingkat keparahan kerusakan “rendah”
(Low,L) menunjukan bahwa perkerasan mengalami sedikit kerusakan, tapi
membutuhkan perbaikan kecil, atau mungkin tidak perlu diperbaiki. Tingkat
keparahan kerusakan “sedang” (Medium,M) atau “tinggi” (high,H) mencerminkan
perbedaan besarnya pekerjaan perbaikan. Identifikasi kerusakan dari besarnya
tingkat kerusakan membutuhkan pengamatan detail oleh personil pengamat yang
berjalan kaki. Dengan cara ini kerusakan dapat diukur dari sudut, tinggi dan jarak-
8
jaraknya. Banyak informasi terabaikan jika pengamatan dilakukan dengan
berkendaraan. Hasil survey kerusakan yang mencakup banyak hal tersebut,
diharapkan dapat berguna untuk memperkirakan biaya proyek perbaikan
perkerasan dengan baik.
2.5 Metode Bina Marga
Metode Bina Marga Kondisi Perkerasan yang dikembangkan oleh U.S
Army Corpof Engineer adalah sistem penilaian kondisi perkerasan jalan
berdasarkan jenis, tingkat dan luas kerusakan yang terjadi, dan dapat digunakan
sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan perkerasan.
Dalam metode Bina Marga, fungsi dari 3 faktor utama yaitu tipe kerusakan,
tingkat keparahan kerusakan, dan jumlah atau kerapatan kerusakan.
Tabel 2.1 Kelas Lalu Lintas untuk Pekerjaan Pemeliharaan
Kelas
Lalu-Lintas LHR
0 ˂ 20
1 20-50
2 50-200
3 200-500
4 500-2.000
5 2.000-5.000
6 5.000-20.000
7 20.000-50.000
8 ˃ 50.000 Sumber:. Permen PU NO. 018/T/ BNKT/ 1997
Tabel 2.2 Ekivalen Mobil Penumpang (EMP)
NO Jenis Kendaraan EMP
1 Sepeda 0,5
2 Mobil penumpang/ sepeda motor 1
3 Truk ringan (berat kotor < 5ton) 2
4 Truk sedang (berat kotor > 5ton) 2,5
5 Bus 3
6 Truk besar (berat kotor > 10ton) 3
7 Kendaraan tak bermotor 7 Sumber: Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya No.13/1997
9
2.6 Penilaian Kondisi Perkerasan Jalan
.Menurut Dektorat Jendral Bina Marga Tahun 1990 penilaian kondisi
perkerasan dengan melakukan survai dilakukan dengan berjalan kaki sepanjang
jalan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan survai adalah sebagai
berikut:
- Kekasaran Permukaan (Surface Texture)
- Lubang-lubang (Pot Holes)
- Tambalan (Patching)
- Retak-retak (Cracking)
- Alur (Ruting)
- Amblas (Depression)
Tabel 2.3 Nilai Kondisi Jalan
Penilaian Kondisi
Angka Nilai
26-29 9
22-25 8
19-21 7
16-18 6
13-15 5
10‐12 4
7‐9 3
4‐6 2
0-3 1
Retak
Tipe Angka
E. Buaya 5
D. Acak 4
C. Diagonal 3
B. Memanjang 1
A. Tidak Ada 0
Lebar
D. > 2 mm 3
C. 1-2 mm 2
B. < 1 mm 1
A. Tidak Ada 0
10
Jumlah Kerusakan
Luas Angka
D. > 30% 3
C.10-30% 2
B. < 10% 1
A. 0 0
Alur
Kedalaman Angka
E. > 20 mm 7
D. 11-20 mm 5
C. 6-10 mm 3
B. 0-5 mm 1
A. Tidak Ada 0
Tambalan dan Lubang
Luas Angka
D. > 30 % 3
C. 20-30 % 2
B. 10-20 % 1
A. <10 % 0
Kekasaran Permukaan
Luas Angka
E. Desintegration 4
D. Pelepasan Butir 3
C. Rough (Hungry) 2
B. Fatty 1
A. Close Texture 0
Amblas Angka
D. > 5 mm/100 m 4
C. 2-5 mm/100 m 3
B. 0-2 mm/100 m 1
A. Tidak Ada 0
Sumber: Permen PU NO. 018/T/ BNKT/ 1997
11
Urutan Prioritas dihitung dengan memakai rumus sebagai berikut:
Urutan Prioritas = 17- (Kelas LHR + Nilai – Kondisi Jalan . . . . . . . (2.1)
Kelas LHR = Kelas lalu-lintas untuk pekerjaan Pemeliharaan
Nilai Kondisi Jalan = Nilai yang diberikan terhadap kondisi jalan
- Urutan Prioritas 0-3
Ja lan- jalan yang t erlet ak pada urutan pr ioritas ini dimasukkan
kedalam program peningkatan.
- Urutan Prioritas 4-6
Jalan-jalan yang berada pada urutan prioritas ini dimasukkan kedalam
program Pemeliharaan Berkala.
- Urutan Prioritas 7
Jalan-jalan yang berada pada urutan prioritas ini dimasukkan kedalam
program Pemeliharaan Rutin.
2.6.1 Kerusakan Perkerasan
Tipe dan tingkat dari masing-masing kerusakan permukaan jalan diamati
secara visual dari kendaraan tanpa berhenti, ditambah dengan survey berjalan
kaki. Dalam bentuk matematis pada ruas Jalan Aceh Barat paket JNB1 Sta 199 +
500 – Sta 208 +150, yang mengalami kerusakan sepanjang 8,650 Km yang
menjadi objek studi kasus pada penelitian ini, terdiri dari 10 segmen, sepanjang
865 m persegmen. Kerusakan permukaan dikelompokan, diamati, diberi kode dan
dinilai. Kerusakan permukaan diklasifikasikan pada Tabel. 2 sebagai berikut:
Tabel 2.4 Kode Nilai Kerusakan Permukaan Jalan
Kode Jalan Beraspal
A Lubang–lubang
B Amblas
C Retak-retak
D Alur
E Pinggir Turun
F Jalur/bahu turun
G Kegemukan Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum.
12
Suatu sistem penilaian yang terdiri dari 4 angka/tingkatan digunakan untuk
menggambarkan tingkat kerusakan sebagai berikut: 1 = Baik; 2 = Sedang; 3 =
Rusak, dan; 4 = Rusak Berat. Untuk kerusakan permuka B-J, tingkat kerusakan
ditentukan berdasarkan pada persentase luas kerusakan yang terjadi terhadap luas
seluruh perkerasakan persatuan jarak (misalnya per 100 m), seperti pada Tabel. 3
berikut:
Tabel 2.5 Persentase Tingkat Kerusakan Jalan
JalanBeraspal
(Luas)
Baik Sedang Rusak RusakBerat
A. Lubang- lubang 0-1 1-5 5-15 >15
B. Amblas 0-5 5-10 10-50 >50
C. Retak- retak 0-3 3-12 3-12 >25
D. Alur 0-3 3-5 3-5 >25
E. Pinggir Turun 0-3 3-10 3-10 >25
F. Jalur/bahu turun 0-3 3-10 3-10 >25
G. Kegemukan 0-3 3-10 3-10 >25
Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum.
Besarnya nilai persentase kerusakan diperoleh dari persentase luas
permukaan jalan yang rusak terhadap luas keseluruhan bagian jalan yang ditinjau.
Np = (Jumlah Ruas Kerusakan Jalan/Jumlah Ruas Jalan) x 100%
Np = Nilai Persentase Kerusakan Jalan
2.7 Klasifikasi Status Pemeliharaan Jalan
Pengelompokkan jalan dimaksud untuk mewujudkan kepastian hukum
penyelenggaraan jalan sesuai dengan kewenangan Pemerintah daerah. Jalan
umum menurut statusnya dikelompokkan kedalam jalan nasional, jalan propinsi,
jalan kabupaten dan jalan desa.
Klafikasi program pemeliharaan yang di pakai dalam sistem manajemen
pemeliharaan jalan adalah sebagai berikut:
a. Pemeliharaan Rutin
13
Merupakan pekerjaan yang skalanya cukup kecil dan dikerjakan tersebar
diseluruh jaringan jalan secara rutin
b. Pemeliharaan periodik
Pemeliharaan periodik dilakukan dalam selang waktu beberapa tahun dan
diadakan menyeluruh untuk satu atau beberapa seksi jalan dan sifatnya
hanya fungsional dan tidak meningkatkan nilai struktural perkerasan.
Pemeliharaan periodik dimaksud untuk mempertahankan kondisi jalan
sesuai dengan yang direncanakan selama masa layanannya.
c. Rehabilitasi atau peningkatan
Rehabilitasi jalan secara umum diperlukan untuk memperbaiki integritas
struktural perkerasan, yaitu meningkatkan nilai strukturalnya dengan
pemberian lapis tambahan struktural.
d. Rekontruksi
Dalam hal perkerasan lama, sudah dalam kondisi yang sangat jelek maka
lapisan tambahan tidak akan efektif dan kegiatan rekontruksi biasanya
diperlukan. Kegiatan rekontruksi ini juga dimaksud untuk penanganan
jalan yang berakibat meningkatkan kelasnya.
Menurut SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990 (modul 1. Gambaran
umum, halaman 8), jaringan jalan dibagi dalam 2 (dua) bagian yaitu:
1. Jalan dengan kondisi yang mantap (stabil) adalah jalan yang selalu dapat
diandalkan untuk dilalui kendaraan roda 4 sepanjang tahun, terutama yang
kondisinya sudah baik/sedang yang hanya memerlukan pemeliharaan.
2. Jalan dengan kondisi tidak mantap adalah jalan yang tidak dapat
diandalkan untuk dilalui kendaraan roda 4 sepanjang tahun, terutama
kondisinya rusak/rusak berat yang memerlukan pekerjaan berat
(rehabilitasi, perbaikan, konstruksi) termasuk jalan tanah yang saat ini
tidak dapat dilewati kendaraan roda 4. Jadi apabila kondisi jalan dalam
kondisi tidak mantap, sesuai dengan prosentase batasan kerusakan, maka
jalan tersebut membutuhkan penanganan.
14
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini dengan
mengumpulkan bahan-bahan referensi yang berhubungan dengan tugas akhir ini,
kemudian menganalisa, membandingkan, mengumpulkan data dan menuliskan
kembali ke dalam bentuk yang relevan dan terperinci dengan cara mencari nilai
Bina Marga, untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi perkerasan lentur di
beberapa ruas jalan Lueng gayo-Arongan lambalek sehingga dapat diketahui
apakah pemeliharaan berfungsi secara baik atau tidak, serta dapat diketahui faktor
penyebab kerusakan perkerasan dan dapat ditentukan bagian segmen jalan mana
yang perlu mendapatkan penanganan prioritas berdasarkan nilai Bina Marga,
sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan perkerasan
pada Jalan Aceh Barat yang akan datang.
3.1 Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian pertama dilakukan dengan pengenalan daerah studi,
tinjauan pustaka, identifikasi data dan perangkat lunak yang digunakan.
Dilanjutkan identifikasi masalah sehingga dapat disusun latar belakang masalah
dan rumusan masalah serta penetapan tujuan penelitian ini. Selanjutnya
pengumpulkan data baik diperoleh dari data primer maupun data sekunder. Data
primer dalam penelitian ini diperoleh melalui survey lapangan. Sedangkan data
sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait yang dapat memberikan bantuan
informasi yang berkaitan dengan permasalahan evaluasi kerusakan perkerasan
jalan pada jalan Lueng gayo – Arongan lambalek Kabupaten Aceh Barat.
Adapun lokasi penelitian yaitu pada ruas jalan paket JNB1, Kabupaten
Aceh Barat Provinsi Aceh, dapat dilihat pada Peta Jaringan Jalan Provinsi Aceh
Lampiran A Gambar A.3.1 (Peta Provinsi Aceh) Halaman 25, Lampiran A
Gambar A.3.2. (Peta Lokasi Proyek JNB 1) Halaman 26, Langkah-langkah
penelitian ini, diperlihatkan pada Diagram Alir Penelitian Lampiran A. Gambar
15
A.3.3 Halaman 27, dan Lampiran B Formulir Survey Kondis Lapangan Halaman
46.
3.1.1 Sumber data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Sistematika pengambilan data dimulai dari pengumpulan data dengan
melakukan survei ke lokasi,pengambilan dokumentasi serta pengukuran elevasi
dan titik kerusakan pada jalan serta mengumpulkan sebagian data-data yang
diperoleh dari instansi terkait. kemudian mengolah data dengan mengitung nilai
kondisi perkerasan jalan dengan menggunakan metode Bina Marga, sehingga
diketahui jenis dan tipe-tipe kerusakan serta nilai kondisi kerusakan pada ruas
Jalan Aceh Barat paket JNB1 tersebut.
3.1.2 Pengumpulan data
Pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi:
1. Data Primer adalah data yang diperoleh hasil penelitian di lapangan. Pada
penulisan tugas akhir ini yang merupakan data primer yaitu data yang
diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan. Pengumpulan data
primer dilakukan dengan cara survey Lalu lintas dan pengamatan langsung
di lapangan. Menentukan jenis dan tingkat kerusakan pada permukaan jalan
serta kondisi lingkungan.
2. Data Sekunder adalah data yang di peroleh dari instansi-instansi terkait
yang dapat memberikan bantuan-bantuan informasi yang berkaitan dengan
pokok permasalahan penulisan tugas akhir ini. Data sekunder berupa
dokumen data teknis dan kondisi kerusakan perkerasan jalan dan gambar
atau peta lokasi yang akan dilakukan penelitian pada ruas Jalan Aceh Barat
Provinsi Aceh.
3.1.3 Teknik Pengolahan Data
Dalam melakukan penulisan penelitian ini, penulis mengumpulkan data
16
dengan cara :
1. Metode Pengambilan Data Primer
Melakukan survey langsung, mendokumentas kondisi jalan existing dan
melakuka observasi lalu-lintas 3x24 jam untuk menentukan jumlah
maksimun volume lalu-lintas dan jenis – jenis kendaraan yang melewati
jalan tersebut.
2. Metode Pengambilan Data Sekunder
Mendapatkan data dengan cara mengumpulkan, mengidentifikasi,
mengolah data tertulis dan metode kerja yang digunakan.
3.1.4 Proses pengolahan data
Dengan menggunakan Metode Bina Marga data yang didapat dari
pengamatan dilapangan digunakan sebagai acuan dalam mengevaluasi kerusakan
perkerasan jalan pada ruas jalan Aceh Barat. Pengolahan data dilakukan secara
manual berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan dengan menggunakan
metode perhitungan sistem penilaian pada perkerasan jalan. Selanjutnya hasil dari
perhitungan beserta data-data lain tersebut yang akan disajikan dalam sekumpulan
informasi struktur yang dapat memberikan adanya penarikan kesimpulan dan
rekomendasi terhadap evaluasi kerusakan perkerasan jalan.
3.2 Metode Analisis Hasil
Setelah berbagai rangkaian pengolahan data telah dilakukan, kemudian
dilanjutkan analisis hasil. Hasil disini berupa jumlah unit sampel dari perhitungan
penilaian tingkat kondisi kerusakan jalan, pembahasan hasil disajikan dengan
metode Bina Marga.Dari hasil analisis kondisi jalan tersebut diperoleh suatu nilai
Bina Marga unit yang selanjutnya digunakan untuk melakukan urutan prioritas
perbaikan kerusakan perkerasan jalan yang terjadi.
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengolahan data disajikan berdasarkan teori dan metode yang telah
dikemukakan pada bab-bab sebelumnya.Hasil dan pembahasan pengolahan data
meliputi perhitungan penilaian tingkat kerusakan jalan, tipe-tipe kerusakan, serta
penjelasan mengenai tekni mengidentifikasi tingkat kerusakan jalan dengan
metode Bina Marga, dalam bentuk matematis pada ruas Jalan Aceh Barat paket
JNB1 Sta 199 + 500 – Sta 208 +150 sepanjang 8,650 Km yang menjadi objek
studi kasus pada penelitian ini.
4.1 Hasil Pengolahan Data Dengan Metode Bina Marga
Hasil dan pembahasan pengolahan data meliputi volume lalu-lintas,
tingkat kerusakan jalan, penanganan jalan dengan metode Bina Marga pada ruas
jalan Leung Gayo – Arongan Lambalek Sta 199 + 500 – Sta 208 + 150 yang
menjadi objek studi kasus pada penelitian ini.
4.1.1 Volume Lalu Lintas
Pada penilaian kondisi jalan ini data LHR diperoleh langsung dari
pengamatan di lapangan. Jumlah keseluruhan volume inilah yang akan digunakan
dalam skala prioritas untuk mengetahui nilai kondisi jalan. Untuk lebih jelasnya
LHR yang diperoleh dari pengamatan di lapangan dapat dilihat pada Tabel 4.1:
Tabel 4.1 Jumlah LHR kenderaan keseluruhan di jalan Lheung – Gayo Arongan
Lambelek.
Jenis kendaraan Jumlah Satuan
Mobil pribadi/penumpang 258 Kend/hari/2 arah
Truk 135 Kend/hari/2 arah
Mobil pick up 86 Kend/hari/2 arah
Sepeda motor 884 Kend/hari/2 arah
Jumlah total 1363 Kend/hari/2 arah
18
Tabel 4.2 Konversi dari kendaraan/jam/hari/2 arah ke SMP/jam/hari/2 arah
Jenis kendaraan Jumlah Satuan
Mobil pribadi/penumpang 258 Smp/jam/hari/2 arah
Truk 337,5 Smp/jam/hari/2 arah
Mobil pick up 172 Smp/jam/hari/2 arah
Sepeda motor 884 Smp/jam/hari/2 arah
Jumlah total 1651,5 Smp/jam/hari/2 arah
Dari Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 dapat kita simpulkan nilai LHR pada ruas
jalan Lheung – Gayo Arongan Lambalek sebesar 1651,5 smp/hari, sehingga kelas
lalu lintas untuk pemeliharaannya pada tabel 2.1 adalah 4.
4.1.2 Penilaian kondisi jalan
Perhitungan angka kerusakan untuk kerusakan kelompok kekasaran
permukaan lubang dan tambalan, serta deformasi plastis didasarkan pada jenis
kekasaran saja. Sedangkan untuk jenis kerusakan retak angka kerusakan di
pertimbangkan dari jenis retak, lebar retak, dan luas kerusakannya, dimana untuk
nilai komponen retak digunakan angka terbesar dari ketiga komponen kelompok
diatas. Untuk alur angka kerusakan didasarkan pada besar kedalaman alur yang
terjadi, sedangkan untuk amblas angka kerusakan didasarkan pada panjang amblas
per 100 meter.
Total Perhitungan Kerusakan Jalan
Jumlah total keseluruhan jalan pada ruas jalan Leung Gayo – Arongan
Lambalek (8,650 KM) adalah:
Np = (Jumlah Ruas Kerusakan Jalan/Jumlah Ruas Jalan) x 100%
= 3 % + 3 % + 4 % + 4 % + 4 % + 2 % + 1 %
= 21 %
= 21 x 100
7
= 30 %
Jadi, kerusakan jalan pada ruas jalan Leung Gayo – Arongan Lambalek
adalah 30 % (rusak berat).
19
Tabel 4.3 Persentase Tingkat Kerusakan Jalan Pada Ruas Jalan Leung Gayo
Arongan Lambalek.
Kode Sta.
205+555 Sta.
204+690 Sta.
203+825 Sta.
202+960 Sta.
202+095 Sta.
200+365 Sta.
199+500
Total
% % % % % % % %
A - - - 2 4 1 - 7
B 1 - 4 - - 1 - 6
C 1 - - - - - - 1
D - 2 - - - - - 2
E 1 - - - - - - 1
F - 1 - - - - 1 2
G - - - 2 - - - 2
3 3 4 4 4 2 1 21
Total Perhitungan Penilaian Kondisi Jalan
Berdasarkan pada bab II untuk perhitungan menentukan penilaian kondisi
jalan adalah sebagai berikut : Jumlah total keseluruhan nilai kondisi jalan pada
ruas jalan Lueng Gayo – Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat :
Nk = (Jumlah Ruas Kerusakan Jalan/Jumlah Ruas Jalan)
= 15 + 22 + 13 + 22 + 13 + 22 + 22
= 129
7
= 18,4
Jadi, angka keseluruhan nilai kondisi jalan pada ruas jalan Lueng Gayo –
Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat adalah 18,4. Penilaian kondisi jalan
18,4 adalah 7 (Lihat pada Tabel 2.3)
Perhitungan Urutan Prioritas
Berdasarkan pada bab II. Untuk penanganan urutan prioritas adalah
sebagai berikut: Urutan Prioritas = 17 - ( Kelas LHR + Nilai Kondisi Jalan )
Urutan prioritas = 17 – (4 +7)
= 17 – 11
= 6
Jadi, urutan prioritas 6 adalah jalan yang berada urutan prioritas ini
dimasukan ke dalam program Pemeliharaan Periodik / Berkala.
Berdasarkan standar Bina Marga untuk menentukan penilaian kondisi