Top Banner
Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 43 Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29:4-7 Zinzendorf Dachi Sekolah Tinggi Teologi Baptis Medan [email protected] Abstract Peace (shalom) must be endeavored by everyone. Shalom not only deals with one's relation with God, with one another, and peace with oneself, but also with the whole universe on the earth. The effort to present shalom, is the responsibility of every person in his neighborhood. Through qualitative descriptive research, with the analysis of the text of Jeremiah 29: 4-7 found important points about the meaning of shalom. Qualitative research is used to explain the facts or circumstances and views about the meaning of shalom found in Jeremiah 29: 4-7, through theological analysis and literature discussion. The results of this study explain that believers must be the first in an effort to bring peace with nature that is to preserve nature and its environment, because the mandate of conservation is given by God to man. By planting and cultivating nature wisely, human beings are seeking real shalom. Abstrak Damai sejahtera (shalom) haruslah diusahakan oleh setiap orang. Shalom bukan saja berhubungan dengan relasi seseorang dengan Allah, dengan sesama, dan damai dengan diri sendiri, melainkan juga dengan seluruh alam semesta, yakni bumi. Usaha menghadirkan shalom, merupakan tanggung jawab setiap orang di lingkungannya. Melalui penelitian deskriptif kualitatif, dengan analisa terhadap teks Yeremia 29:4-7 ditemukan pokok-pokok penting tentang makna shalom. Penelitian kualitatif digunakan untuk menjelaskan fakta- fakta atau keadaan serta pandangan mengenai makna shalom yang ditemukan dalam Yeremia 29:4-7, melalui analisa teologis dan pembahasan literatur. Hasil kajian ini menjelaskan bahwa orang percaya haruslah menjadi yang pertama dalam upaya menghadirkan damai dengan alam yakni melestarikan alam dan lingkungannya, oleh karena mandat terhadap pelestarian itu diberikan Allah kepada manusia. Dengan menanam dan mengolah alam dengan bijak, manusia sedang mengupayakan shalom yang sesungguhnya. Keywords: Believer; environment; peace; preserving; responsible Kata Kunci: damai sejantera; lingkungan; pelestarian; orang percaya; tanggung jawab Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 1, No 1, Juni 2018 (43-58) ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) http://www.sttbaptis-medan.ac.id/e-journal/index.php/illuminate
16

Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29:4-7

Oct 16, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29:4-7

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 43

Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29:4-7

Zinzendorf Dachi Sekolah Tinggi Teologi Baptis Medan

[email protected]

Abstract

Peace (shalom) must be endeavored by everyone. Shalom not only

deals with one's relation with God, with one another, and peace with

oneself, but also with the whole universe on the earth. The effort to

present shalom, is the responsibility of every person in his

neighborhood. Through qualitative descriptive research, with the

analysis of the text of Jeremiah 29: 4-7 found important points about

the meaning of shalom. Qualitative research is used to explain the

facts or circumstances and views about the meaning of shalom found

in Jeremiah 29: 4-7, through theological analysis and literature

discussion. The results of this study explain that believers must be

the first in an effort to bring peace with nature that is to preserve

nature and its environment, because the mandate of conservation is

given by God to man. By planting and cultivating nature wisely,

human beings are seeking real shalom.

Abstrak

Damai sejahtera (shalom) haruslah diusahakan oleh setiap orang.

Shalom bukan saja berhubungan dengan relasi seseorang dengan

Allah, dengan sesama, dan damai dengan diri sendiri, melainkan juga

dengan seluruh alam semesta, yakni bumi. Usaha menghadirkan

shalom, merupakan tanggung jawab setiap orang di lingkungannya.

Melalui penelitian deskriptif kualitatif, dengan analisa terhadap teks

Yeremia 29:4-7 ditemukan pokok-pokok penting tentang makna

shalom. Penelitian kualitatif digunakan untuk menjelaskan fakta-

fakta atau keadaan serta pandangan mengenai makna shalom yang

ditemukan dalam Yeremia 29:4-7, melalui analisa teologis dan

pembahasan literatur. Hasil kajian ini menjelaskan bahwa orang

percaya haruslah menjadi yang pertama dalam upaya menghadirkan

damai dengan alam yakni melestarikan alam dan lingkungannya,

oleh karena mandat terhadap pelestarian itu diberikan Allah kepada

manusia. Dengan menanam dan mengolah alam dengan bijak,

manusia sedang mengupayakan shalom yang sesungguhnya.

Keywords:

Believer; environment;

peace; preserving;

responsible

Kata Kunci:

damai sejantera;

lingkungan; pelestarian;

orang percaya; tanggung

jawab

Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 1, No 1, Juni 2018 (43-58)

ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) http://www.sttbaptis-medan.ac.id/e-journal/index.php/illuminate

Page 2: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29:4-7

Zinzendorf Dachi: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29: 4-7

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 44

PENDAHULUAN

Pemakaian kata shalom (~Al)v')1,

dewasa ini terkesan rancu dan sering

disalahmengerti oleh sebagian orang

percaya. Penggunaan kata ini sebagai

sebuah salam di antara orang Kristen,

membuat pemahaman tentang artinya

menjadi dipersempit.2 Kata shalom (~Al)v')

dalam tradisi Ibrani kuno mengandung

ungkapan, “Kiranya Yahweh, Allahku

mendengar seruan perdamaian.”3 Damai

1Kata shalom (~Al)v' ), -bukan syalom-

dalam perbendaharaan kata Yahudi dipakai sebagai

salam di antara orang Yahudi dengan maksud

mengharapkan suasana damai dari Yahweh turun

keatas seseorang atau sekelompok orang. Kata ini

juga memiliki makna, tidak ada perang, keutuhan

dan harmoni. Secara implisit dalam shalom

terkandung makna hubungan yang tak terhalang

dengan orang lain dan kepuasan dalam usaha

seseorang. Dalam hubungan dengan Allah, Israel

umat-Nya menikmati perdamaian yang bersumber

dari Allah. G. Lloyd Carr, “~Alïov',” dalam

Theological Wordbook of The Old Testament, Jilid

2. ed. R. Laird Harris, Gleason L. Archer, dan

Bruce K. Waltke (Chicago: Moody Press, 1990),

931. 2Salam yang diucapkan di antara orang

Kristen saat ini dengan menyebutkan “shalom”,

menjadi sempit artinya oleh karena salam ini hanya

dimengerti sebagai sebuah harapan atau

permohonan agar seseorang mengalami keadaan

damai dan sejahtera. Hal ini terlihat dari respon

orang yang menerima salam dengan kembali

menyebutkan “shalom” sebagai balasannya.

Bahkan kerap muncul sebagai sapaan pembuka

dalam berkomunikasi yang konotasinya sama

dengan “hello” pada waktu seseorang bertelefon. 3Dennis Pardee, “An Overview of Ancient

Hebrew Epistolography” in Journal Biblical of

Literature, 97 (1978): 321-346.

yang dimaksud adalah keadaan tenang,

tiada musuh atau gangguan.

Meskipun dalam kitab-kitab

Pentatukh ungkapan ~k,øl' ~Al’v' (šālồm

lākem – “sejahteralah bagimu,” Kej. 43:23;

mencakup hal keagamaan dan sakral, akan

tetapi ungkapan ini juga ditemukan dalam

konteks sekuler yang menekankan kepada

“keadaan baik,” “tidak kurang sesuatu

apapun,” “sehat walafiat,” atau “aman dan

sentosa.”4 Konsep shalom akhirnya

berkembang dan diterima mencakup

keutuhan hubungan dalam hidup sehari-

hari, baik hubungan terhadap sesama

maupun dengan alam semesta.

Pada masa monarkhi, bangsa Israel

mengharapkan shalom dalam konteks

sebuah kerajaan yang damai dan sejahtera

tanpa perang. Perkembangan konsep ini

sampai kepada pemahaman shalom secara

eskatologis, dimana Israel mengharapkan

suatu kerajaan damai seutuhnya yang akan

terwujud suatu waktu kelak. Apakah

perkembangan konsep shalom ini hanya

4J. Vaitch menjelaskan bahwa

kata shalom diucapkan

pada waktu bertemu atau berpisah dengan

seseorang. Shalom digunakan sebagai perkataan

sehari-hari yang pengertiannya sama dengan

ungkapan dalam bahasa Inggris “Godbye.”

Ungkapan ini adalah singkatan dari “God-be-with-

you,” yang berarti bahwa pada mulanya ungkapan

sekuler ini adalah suatu ungkapan selamat agamani.

J. Vaitch, The reizh of Shalom.

Page 3: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29:4-7

ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol 1, No 1, Juni 2018

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 45

berhubungan dengan terciptanya situasi

damai tanpa perang? Apakah hanya

kondisi sejahtera antara Israel sebagai

umat dengan Allahnya yang disebut

sebagai shalom?

Konsep Shalom dalam Yeremia 29:4-7

Konsep shalom (~Al)v') dalam

Yeremia 29 merupakan bagian penting

dalam kehidupan Israel sebagai suatu

bangsa. Dalam suratnya kepada orang-

orang yang ada di pembuangan, Yeremia

menekankan bahwa damai sejahtera atau

kesejahteraan dapat mereka alami atau

nikmati meskipun mereka tidak tinggal di

tanah perjanjian. Kata shalom yang biasa

mereka ucapkan sebelumnya di antara

mereka yang berarti mengharapkan damai

sejahtera Yahweh hanya bagi orang

sebangsanya, sepertinya sudah tidak

relevan lagi. Dan bagi nabi Yeremia justru

kesejahteraan bangsa Babel, kelak akan

menjadi kesejahteraan bagi Israel sebagai

umat Allah.5

Latar Belakang Yeremia 29

W.S. LaSor mengatakan bahwa

Yeremia 29:1-32, yang berisi nasihat

5William L. Holladay, A Commentary on

the Book of the Prophet Jeremiah Chapter 26 – 52

(Minneapolis: Fortress Press, 1989), 138.

kepada para buangan di Babel, dikirim ke

Babel pada masa pemerintahan Raja

Zedekia (597 – 587 SM).6 Zedekia sebagai

seorang raja, beritikad baik, tetapi lemah

dan tidak tegas.7 Tahun-tahun

pemerintahan Raja Zedekia lebih banyak

ditandai dengan kelemahan dari pada

kekejaman. Ia dikuasai oleh para penasihat

rohani dan politiknya yang tidak

mempunyai keahlian maupun kualitas

moral. Mereka mendorong Zedekia untuk

bersitegang dengan Yeremia, walaupun

secara umum Zedekia menghormati nabi

Yeremia.8

Nabi-nabi yang menganggap

dirinya nasionalis muncul untuk

menyampaikan firman Tuhan yang hanya

mengenakkan umat. Mereka terus-menerus

mendorong masyarakat untuk melanjutkan

pemberontakan melawan Babel. Tetapi

Yeremia menentang mereka (Yer. 27:14-

6W.S. LaSor, D.A. Hubbard, dan F.W.

Bush, Pengantar Perjanjian Lama, jilid 2, terj.

Lisda Tirtapraja dan Lily W. Tjiputra (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, cet. ke-4, 2000), 323; Tahun

pemerintahan Raja Zedekia adalah 597 – 587 SM.

Robert M. Paterson, Tafsiran Alkitab: Kitab

Yeremia Fasal 1 – 24 (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

1983), 17. 7C. Hassell Bullock, Kitab Nabi-nabi

Perjanjian Lama, terj. Suhadi Yeremia (Malang:

Gandum Mas, 2002), 266. 8LaSor, Pengantar Perjanjian Lama, jilid 2,

323.

Page 4: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29:4-7

Zinzendorf Dachi: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29: 4-7

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 46

15).9 Pada tahun 594, utusan dari Edom,

Moab, Amon, Tirus dan Sidon bertemu di

Yerusalem untuk membahas prospek

pemberontakan melawan Babel (Yer.

27:3).10

Yeremia menggunakan

kesempatan ini untuk menyampaikan

amanat kepada raja-raja penyokong,

dengan memberi nasihat agar mereka

tunduk kepada Nebukadnezar. Yeremia

menekankan pentingnya mereka

mendengarkan apa yang Tuhan katakan.

Di Babel, nabi-nabi palsu seperti

Ahab bin Kolaya dan Zedekia bin Maaseya

meyakinkan orang-orang buangan bahwa

masa pembuangan akan segera berakhir

dan mereka akan segera kembali ke

Yerusalem. Di samping itu, kerusuhan

yang terjadi di Babel tahun 594 SM,11

tidak hanya mendorong bangsa-bangsa

jajahan Babel, termasuk Yehuda, untuk

merencanakan pemberontakan, tetapi

memberikan kesempatan kepada nabi-nabi

palsu untuk menghasut orang buangan di

9S. Wismoady Wahono, Di sini Kutemukan

(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 175. 10

Raja Zedekia, putra Yosia dan paman

dari Yoyakim, adalah boneka Nebukadnezar.

LaSor, dkk., 322. 11

Kerusuhan dimaksud adalah usaha

pemberontakan kesatuan militer bangsa Babel

melawan Nebukadnezar. William L. Holladay,

Jeremiah: A Fresh Reading (New York: The

Pilgrim Press, 1990), 107.

Babel memberontak. Seperti nabi-nabi

palsu di Yehuda, nabi-nabi palsu di Babel

pun mendorong orang buangan untuk

memberontak dan meramalkan hasil yang

baik.

Sesudah pemberontakan yang dihasut

itulah Yeremia menyurati para buangan, dan

menekankan bahwa mereka harus

mempersiapkan diri untuk tinggal lebih lama

lagi di Babel. Mereka harus bertempat

tinggal dan hidup di Babel seperti di negeri

mereka sendiri. Status mereka pun bukan

diperhamba atau diperbudak, melainkan

sebagai rakyat jajahan dan bebas untuk

dalam melakukan segala kebiasaan umum,

misalnya dalam hal agama dan

perdagangan.12

Jika mereka tidak

meninggalkan Babel atau menimbulkan ke-

rusuhan, tentulah para penguasa Babel akan

membiarkan mereka itu hidup sentosa.13

12

Di kemudian hari, banyak di antara para

buangan menjadi kaya dan memperoleh kedudukan

tinggi di istana, seperti Daniel, Mordekhai dan

Nehemia. Burroughs, 65; Hinson juga mengatakan

bahwa orang-orang Yehuda diperbolehkan untuk

meneruskan kebiasaan hidup masyarakatnya dan

membangun rumah-rumah untuk ditempati. Mereka

ikut dalam kehidupan perniagaan, dan banyak di

antara mereka yang berhasil dan makmur. Hinson,

194. 13

Paterson, Tafsiran Alkitab: Kitab

Yeremia Fasal 25 – 52, 44.

Page 5: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29:4-7

ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol 1, No 1, Juni 2018

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 47

Nasihat nabi Yeremia tentang

mengusahakan damai sejahtera (ay. 7)

juga dilatarbelakangi oleh nubuat yang

keliru dari nabi-nabi palsu pada

umumnya, baik di Yehuda maupun di

Babel. Dengan menggunakan nama

TUHAN, nabi-nabi palsu menubuatkan

kelepasan, damai dan kemakmuran (Yer.

14:11-16; 23:9-40; 28:1-17). Tetapi

jawaban Tuhan melalui nabi Yeremia

sangat bertolak belakang dengan nubuat

para nabi palsu saat itu.

METODE

Genre Yeremia 29 adalah suatu

bentuk prosa panjang yang berisi surat

Nabi kepada para buangan di Babel. Pasal

ini juga tidak diragukan berisi narasi

historis.14

Penggunaan kata ganti orang

ketiga dalam ayat 1 merupakan indikator

adanya sentuhan editor atau narator dalam

pasal ini.15

Menurut Holladay, Yeremia

29:1-23 mempunyai bentuk sastra salam

(ay. 1-4, 7). Pada periode pembuangan dan

sesudah pembuangan, sebuah surat diawali

14

J.A. Thompson, The Book of Jeremiah:

The New International Commentary on the Old

Testament (NICOT) (Grand Rapids: Wm. B.

Eerdmans Publishing Company, 1980), 545. 15

Raymond E. Brown (ed.), The Jerome

Bible Commentary (JBC) (Bangalone: Theological

Publications in India St. Peter's Semi, 1969), 324.

dengan alamat tujuan dan diikuti dengan

salam (bnd. Ezr. 4:17; 5:7). Alamat surat

Yeremia nampak pada bagian akhir ayat 4.

Meskipun kata “salam” tidak nampak

dalam ayat 4 dan 5, namun kata tersebut

muncul dalam ayat 7 (~Al)v' - šālồm). Ini

menunjukkan bahwa salam dalam sebuah

surat pada periode pembuangan dan

sesudah pembuangan adalah sama dengan

shalom (salam sejahtera, bnd. Ezr. 4:17;

5:7).16

Yeremia 29 memiliki genre

berbentuk perintah (ay. 5-6). Perintah ini

merupakan pengembangan perintah dari

16Selengkapnya Holladay mengatakan:

Letters of the period begin with an address

followed by a greeting. The address is typically "To

X": compare Lachish Letter 2, "To my lord Yaosh,"

and Aramaic letters are comparable (Ezr. 4:17; 5:7).

The address is evidently found in the last part of v 4

(so the punctuation here, and so NEB), though the

fact that the letter is at the same time a prophetic

oracle means that the messenger formula of v 4a

can carry v 4b along with it (so the punctuation of

most translations). That the epistolary convention

of an address is to be found here is substantiated to

some degree by two data: (1) the occurrences of

shalom in v 7 (there "welfare") seems to be a

deferred greeting substitute, and (2) v 23b may be

interpreted as a signature (or counter-signature).

The greeting in letters of the period normally make

use of (the Hebrew) shalom or shelam; Lachish

Letter 2, cited above, continues, "May Yahweh

cause my lord to hear tidings of peace," and again

Aramaic letters are comparable (once again Ezr.

4:17; 5:7). As already indicated, the greeting is

missing in vv 4 and 5 and a greeting substitute

appears in v 7.

Holladay, A Commentary on the Book of the

Prophet Jeremiah Chapter 26 – 52, 138.

Page 6: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29:4-7

Zinzendorf Dachi: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29: 4-7

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 48

tradisi penciptaan agar umat Israel di

pembuangan bertambah banyak (Kej. 1:22,

28; 9:1, 7), dengan demikian mereka telah

memenuhi janji Allah.17

Disamping bentuk

perintah, pasal ini juga berbentuk larangan

(ay. 8-9) untuk tidak mempercayai nubuat

nabi-nabi palsu di Babel (bnd. Yer. 23:16;

27:9-10, 16).18

Bentuk sastra nubuat keselamatan

(ay. 10-14) juga tergambar di pasal ini.

Nubuat keselamatan di sini, merupakan

jaminan tentang jawaban janji Allah (bnd.

Yes. 30:19; 58:9; 65:24). 19

Selain nubuat

keselamatan, juga nubuat penghakiman

(ay. 16-19, 20, 15, 21-23). Ayat 19

memberikan alasan penghakiman tersebut,

yakni ketidaktaatan terhadap firman Allah

(bnd. 2 Raj. 22:17). Nubuat keselamatan

dan penghakiman di sini didukung oleh

formula nubuat yang menghubungkan

berita keselamatan dan berita

penghakiman, yaitu: “Beginilah firman

TUHAN” (hw"ëhy> rm:åa' ‘hko - kōh ‟amar

‟ādōnāy) (ay. 10, 16, 21).20

17

K. Owen White, The Book of Jeremiah

(Grand Rapids: Baker Book House, 1961), 60-61. 18

Holladay, A Commentary on the Book of

the Prophet Jeremiah Chapter 26 – 52, 138. 19

John F. Walvoord, Pedoman Lengkap

Nubuat Alkitab, terj. Soemitro Onggosandjojo

(Bandung: Kalam Hidup, 2003), 176-177. 20

Menurut Claus Westermann, formula

pemberitaan nabi-nabi dimulai dan diakhiri dengan:

Yeremia 29 juga berbentuk

pengajaran (ay. 20).21

Hans W. Wolff

mengistilahkan dengan “panggilan untuk

mengajar”22

dan juga disebut “panggilan

untuk memperhatikan.”23

Genre bagian ini

juga berbentuk kesaksian (ay. 23b).

Meskipun surat yang dikirim kepada para

buangan berasal dari Yeremia (ay. 1),

namun isinya adalah pesan Allah (ay. 4),

dan Allah sendiri adalah saksi atas

perjanjian dan sumpah umat Allah (Kej.

31:50; 1 Sam. 12:5; Yer. 42:5). Di sini

Allah sendiri yang menegaskan bahwa

“Beginilah firman TUHAN” (hw"ëhy> rm:åa' ‘hko -

kōh ‟amar ‟ādōnāy). Claus Westermann, Basic

Forms of Prophetic Speech (Philadelphia:

Westminster, 1967), 98-128; Nubuat keselamatan

mengumumkan sebuah era baru bagi berkat-berkat

dan pengampunan ilahi, yang melibatkan

pembaruan relasi Allah dengan ciptaan dan

dengan umat tebusan. Pengumuman era baru itu

adalah berita yang menjanjikan keterlibatan yang

bebas dari Sang Penebus-Pencipta. Bdg. Thomas

M. Raitt, A Theology of Exile:

Judgment/Deliverance in Jeremiah and Ezekiel

(Philadelphia: Fortress, 1977), 145-146, 215-217;

Sedangkan nubuat penghakiman profetis

berbicara tentang ditutupnya rahmat, anugerah,

pengampunan, dan kesabaran-Nya, VanGemeren,

72, 73. 21

Holladay, A Commentary on the Book of

the Prophet Jeremiah Chapter 26 – 52, 139. 22

Hans Walter Wolff, A Commentary on

the Book of the Prophet Hosea (Hermeneia: A

Critical and Historical Commentary on the Bible)

(Michigan: Fortress Press, 1974), 96. 23

Hans Walter Wolff and Waldemar

Janzen, A Commentary on the Books of the

Prophets Joel and Amos (Hermeneia: A Critical

and Historical Commentary on the Bible)

(Michigan: Augsburg Fortress Publishers, 1977),

231.

Page 7: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29:4-7

ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol 1, No 1, Juni 2018

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 49

firman-Nya kepada para buangan di Babel

melalui nabi-Nya adalah asli.24

Kata W[åj.nIw> (wenit„û) di ayat 5

adalah kata kerja qal imperatif maskulin

jamak dengan kata penghubung ( w - וְ e).

Kata W[åj.nIw> (wenit„û) dari kata [j;n" (nāta„)

yang berarti “tanam” dan “tancap.”

Terjemahan lain menerjemahkan dengan

“buatlah” (ITB), “bukalah” (BIS), “plant”

(RSV) dan “and plant” (NIV dan KJV).

Kata ini diterjemahkan dengan “juga

tanamilah”25

(“and plant”) seperti NIV

dan KJV.

Kata Wlßk.aiw> (we‟iklû) adalah kata

kerja qal imperatif maskulin jamak dengan

kata penghubung ( ְו - we). Kata Wlßk.aiw>

(we‟iklû) dan kata lk;a' (‟ākal), yang bisa

berarti “makan” dan “telan.”26

Terjemahan

lain menerjemahkannya dengan “untuk

kamu nikmati” (ITB), “dan nikmatilah”

(BIS) dan “and eat” (RSV, NIV dan

KJV). Kata ini diterjemahkan dengan “dan

nikmatilah” seperti yang tampak pada BIS

24

Holladay, A Commentary on the Book of

the Prophet Jeremiah Chapter 26 – 52, 139. 25

Holladay, A Concise Hebrew and

Aramaic Lexicon of the Old Testament, 236;

Brown, Driver and Briggs (BDB), 642. 26

Brown, Driver and Briggs (BDB), 37;

Holladay, A Concise Hebrew and Aramaic Lexicon

of the Old Testament, 15.

(“nikmatilah”), NIV, KJV dan RSV (“and

eat”). Kata Wvúr>dIw> (wediršû) di ayat 7,

adalah kata kerja qal imperatif maskulin

jamak, dengan kata penghubung (w> - we).

27

Kata Wvúr>dIw> (wediršû) berasal dari kata vr;D'

(dāraš) dan bisa berarti “peduli,”

“mencari” dan “mengusahakan.”28

Terjemahan lain menerjemahkannya

dengan “Usahakanlah” (ITB),

“Bekerjalah” (BIS). Kata ini diterjemahkan

dengan “Bahkan usahakanlah.”29

Kata

kerja imperatif dalam ayat ini merupakan

lanjutan dari kata kerja imperatif dalam

ayat 6.

Kata ~Alåv.-ta, (‟et-š

elồm) adalah

kata benda maskulin tunggal konstruk dan

kata penunjuk penderita ta, (‟et).30

TB, BIS

27

Bible Works, version 7. LLC, 2006;

Davidson, The Analytical Hebrew and Chaldee

Lexicon, 155; Awalan penghubung (w> - we) dapat

berarti bermacam-macam menurut konteksnya,

yaitu “dan,” “jadi,” “karena itu,” “juga,”

“kemudian,” “lalu,” “tetapi,” “maka,” dan

“bahkan.” Santoso, 36; Holladay, A Concise

Hebrew and Aramaic Lexicon of the Old

Testament, 85. 28

Holladay, A Concise Hebrew and

Aramaic Lexicon of the Old Testament, 75. 29

Holladay mengatakan bahwa awalan

penghubung (w> - we) dapat berarti “juga” atau

“bahkan” jika mengintensifkan kata atau ungkapan.

Ibid.,85. 30

Bible Works, version 7. LLC, 2006;

Davidson, The Analytical Hebrew and Chaldee

Lexicon, 721; Menurut Baker dkk., kata penunjuk

penderita ta, (‟et) tidak perlu diterjemahkan ke

dalam bahasa Indonesia karena fungsinya hanya

Page 8: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29:4-7

Zinzendorf Dachi: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29: 4-7

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 50

dan RSV menerjemahkan dengan

“kesejahteraan.” Hanya NIV dan KJV

yang menerjemahkan dengan “peace.”

Kata ini diterjemahkan dengan “damai

sejahtera.” Terjemahan yang sama juga

berlaku bagi Hm'êAlv.bi (bišlồmāh, ay. 7) dan

~Al)v' (šālồm) pada ayat 11.31

Kata hM'v'ê (šāmmāh) adalah kata

keterangan yang menunjukkan arah.32

Pada

umumnya terjemahan lain tidak

menerjemahkan kata ini. Sebaiknya kata

ini tetap diterjemahkan dengan “di sana”.

Sedangkan kata Hd"Þ[]b; (ba„adāh) adalah

kata depan ditambah akhiran orang ketiga

tunggal feminin.33

TB menerjemahkan

“untuk kota itu.” KJV, NIV

menerjemahkan dengan “for it.” Kata ini

diterjemahkan “dalam namanya”34

seperti

yang tampak pada RSV (“on its behalf”).

menunjuk penderita dari suatu kata kerja. Baker

dkk., Pengantar Bahasa Ibrani, 61. 31

Gerhard Von Rad mengatakan bahwa

kata dalam Perjanjian Lama terlalu sempit jikalau

diterjemahkan dengan “damai” saja, oleh karena

arti dasar kata itu mencakup senang, tidak susah,

merasa gembira, tidak bersungut-sungut,

berbahagia, sehat dan yang mencakup seluruh

kepribadian seseorang, jasmani dan rohani. Rad,

“Shalom in the Old Testament,” 207. 32

Bible Works, version 7. LLC, 2006;

Davidson, The Analytical Hebrew and Chaldee

Lexicon, 723. 33

Davidson, The Analytical Hebrew and

Chaldee Lexicon, 723. 34

Brown, Driver and Briggs (BDB), 126.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Menghadirkan Shalom

Perintah untuk menghadirkan

shalom seperti yang tergambar dalam frasa

~k,t.a, ytiyleÛg>hi rv,’a] ry[iªh' ~Alåv.-ta, Wvúr>dIw>

(ay. 7), merupakan suatu keharusan bagi

bangsa Israel di pembuangan. Upaya

menghadirkan shalom di Babel, tidak lepas

dari sikap serta bagaimana cara mereka

hidup. Mereka harus tinggal dengan

mendirikan rumah untuk mereka diami dan

membuat kebun untuk mereka tanami

sehingga menghasilkan sesuatu untuk

dimakan. Dengan mengolah alam dan

memelihara lingkungan dimana mereka

berdiam, mereka dapat menikmati damai

sejahtera sekalipun di tempat

penghukuman.

Mengolah Alam dengan Bijak

Manusia sejak awal diberikan

mandat untuk mengelola dan menguasai

alam ciptaan Tuhan. Mandat untuk

menguasai alam dalam Kejadian 1:28,

bukanlah hanya perintah dalam arti

memiliki tanah untuk didiami sebagai

milik pribadi. Israel sendiri menerima

tanah sebagai milik pusaka yakni tanah

perjanjian, bukan karena kekuasaan dan

kekuatan tangan mereka tetapi Allah yang

Page 9: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29:4-7

ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol 1, No 1, Juni 2018

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 51

memberikan tanah itu dengan maksud

meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-

Nya (Ul. 8:17-18).35

Bagi Israel, pemberian tanah adalah

deklarasi bahwa Israel sama sekali

bergantung kepada Allah.36

Oleh

karenanya mandat mengolah tanah yang

datang dari Allah, haruslah dimengerti

sebagai mandat yang berlaku dimanapun

mereka menetap. Sejauh berkembangnya

pemahaman ini, Israel sebagai suatu

bangsa juga harus menyadari bahwa Allah

memberi mereka kemampuan bertanggung

jawab untuk mengolah alam yakni

lingkungan dimana mereka tinggal di

Babel.

Perintah untuk membangun rumah

dan mendirikan tempat untuk didiami

merupakan bagian dari mandat itu. Untuk

melaksanakan perintah di ayat 5, orang

Israel harus bijak menggunakan dan

35

Sesungguhnya bagi Israel, konsep

mengolah tanah tertuju hanya kepada konteks tanah

perjanjian semata. Mandat untuk mengolah tanah

yang dimaksud dalam Kejadian 1:28, bukanlah

hanya di tanah perjanjian. Setelah Israel menetap di

tanah perjanjian, mereka mengolah dan

bertanggung jawab menjalankan mandat Ilahi.

Akan tetapi, mandat itu sudah ada jauh sebelum

Israel menetap di tanah perjanjian. Ini berarti,

mandat mengolah tanah dan bertanggung jawab

atas alam, berlaku dimanapun mereka menetap. 36

Christopher Wright, Hidup Sebagai

Umat Allah, terj. Liem Sien Kie. (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2010), 51.

mengolah apa yang alam sediakan.

Lingkungan dimana mereka tinggal

menyediakan material yang dapat dipakai

untuk kesejahteraan mereka. Menurut

Ronald Caste bahwa alam tidak hanya

menyediakan makanan untuk dinikmati

akan tetapi bahan baku atau materi yang

siap diolah. Tumbuhan tertentu

menyediakan batang untuk diolah menjadi

papan, dan lainnya menyediakan getahnya

sebagai campuran membuat cairan pelapis

kayu.37

Kesiapan manusia untuk mengolah

alam dengan bijak sangatlah dibutuhkan.

Dengan mengolah apa yang terdapat di

alam, manusia mulai mengeksplorasi bumi

atau alam dimana mereka menetap.

Manusia dalam mengolah alam seharusnya

memberi perhatian kepada upaya

mempertahankan kemampuan bumi untuk

mendukung keperluan atau kebutuhan

manusia dan makhluk hidup lainnya. Celia

Deane mengutarakan bahwa bumi

memiliki kapasitas kemampuan yang

terbatas dalam mendukung keseimbangan

ekosistem suatu tempat.38

Oleh karenanya,

37

Ronald Castle, The Living World

(Grandrapids, Baker, 2001), 77. 38

Dalam ekologi, yang dimaksud dengan

daya dukung bumi adalah jumlah maksimum

tanaman dan hewan yang dapat didukung oleh

Page 10: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29:4-7

Zinzendorf Dachi: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29: 4-7

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 52

manusia harus siap untuk menata kembali

apa yang telah dieksplorasi.

Alam sebagai bagian dari ciptaan

Allah, telah menyediakan apa yang

diperlukan manusia untuk hidupnya.

Perintah untuk mengolah tanah dimana

mereka tinggal merupakan isyarat agar

bangsa Israel memperhatikan dan mengelola

tanah dan alam dengan baik, bukan hanya di

tanah perjanjian dari mana mereka berasal.

Seluruh alam semesta termasuk negeri Babel

di mana mereka tinggal saat pembuangan

adalah ciptaan Allah.

Mengolah alam haruslah disertai

keyakinan bahwa Allah yang

menyediakannya, maka Dia juga yang akan

memberkatinya. Di tanah perjanjian secara

teologis Israel sering tidak menyadari

bahwa Allah berkuasa dalam pengolahan

tanah, memberikan hujan, dan kesuburan.

Mereka cenderung menganggap Baal lebih

mampu menjamin hasil-hasil pertanian.39

Inilah yang menyebabkan mereka akhirnya

sebuah wilayah lingkungan tertentu. Tanaman atau

hewan itu bisa berbentuk satu spesies atau seluruh

komunitas. Ketika daya dukung lingkungan

terlampaui, sumber-sumber yang ada tidak cukup

untuk memenuhi keberlanjutan populasi yang

mungkin menjadi berkurang dengan jalan

berpindah, gagal berkembang biak atau mati yang

disebabkan kelaparan atau penyakit. Celia Deane,

Drummond., Teologi dan Ekologi, terj. Robert P.

Borrong (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 2. 39

Wright, Hidup Sebagai Umat Allah, 60.

ada di pembuangan. Melalui Yeremia,

Allah menghendaki Israel umat-Nya

menyadari bahwa bentuk keyakinan akan

Allah yang menyediakan alam terlihat dari

tanggung jawab mereka dalam mengolah

alam ciptaan Allah.

Tanggung jawab dalam mengelola

alam yakni dengan hidup dalam relasi

dengan alam berarti menerima alam

sebagai karunia Allah dan mengelolanya

sehingga terwujud kesejahteraan jasmani

dan rohani. Oleh karenanya, orang pecaya

tidak boleh hidup dalam ketakutan dengan

alam. Bagi orang percaya, tidak ada

sesuatu yang keramat atau yang ilahi selain

Allah. Dia menciptakan segala sesuatu

baik adanya (Kej. 1:16), dan manusia

dipanggil untuk menikmati semua materi

sebagai karunia Allah. Dengan mengolah

alam, manusia bukan saja menjadi

pelaksana mandat ilahi akan tetapi turut

berupaya menciptakan keseimbangan

ekosistem.

Melestarikan Lingkungan Hidup

Alam sebagai tempat dimana

manusia tinggal, ditumbuhi oleh tanaman

dan tumbuhan serta berbagai macam

hewan dan burung-burung yang dapat

digunakan demi kelangsungan hidup.

Page 11: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29:4-7

ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol 1, No 1, Juni 2018

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 53

Allah telah menata alam sedemikian

sehingga, tumbuh-tumbuhan dan ternak

dapat diolah dan dinikmati.40

Perintah

W[åj.nIw> (wenit„û) di ayat 5 mengisyaratkan

bahwa untuk dapat menikmati hasil dari

tanah di Babel, bangsa Israel harus

menanam sesuatu. Dari sini jelas

tergambar bahwa Allah menghendaki agar

para buangan tidak hanya menikmati hasil

alam, tetapi juga bertanggung jawab dalam

melestarikan alam yakni dengan

menanam.41

Manusia tidak hanya diciptakan

dari debu tanah (Kej. 2:7), tetapi juga

harus mengelola tanah dan hasilnya untuk

dimakan (Kej. 3:19). Dengan menanam,

manusia turut mengupayakan kestabilan

tekstur dan zat tanah. Tanpa disadari,

memberikan pupuk alami pada tanaman

untuk memperoleh hasil yang maksimal,

tercipta kesehatan dan keberlangsungan

daya hasil tanah.42

Tanpa tanah dan segala

40

Bandingkan dengan J. L. Ch. Abineno,

Manusia dan Sesamanya di dalam Dunia. 41

White, The Book of Jeremiah, 61. 42

Pupuk kimia yang dewasa ini banyak

digunakan di daerah-daerah pertanian dapat

menambah jumlah hasil tanaman. Akan tetapi disisi

lain pemberian pupuk kimia seperti Z, N, PK akan

merusak tanah oleh karena zat-zat kimia tersebut

akan membuat tanah kehilangan kestabilan zat yang

terkandung di dalamnya. Kesuburan tanah juga

dapat rusak apabila manusia menggunakan

yang dihasilkannya, manusia tidak dapat

hidup baik secara materil maupun secara

psikis dan sosial.43

Pernyataan Yeremia di ayat 5

menunjukkan bahwa bangsa Israel selama

tinggal di pembuangan Babel, tidak boleh

hidup hanya berdiam diri dan menikmati

hasil alam Babel tanpa mengelolanya. Kata

W[åj.nIw> (wenit„û) adalah kata kerja qal

imperatif maskulin jamak dengan kata

penghubung ( w - וְ e). Kata W[åj.nIw> (w

enit„û)

dari kata [j;n" (nāta„) yang berarti “tanam”

dan “tancap.” Perintah untuk menanam

merupakan perintah untuk mengelola tanah

yakni untuk menjadikannya kebun.

Membuat kebun untuk dapat

dinikmati hasilnya merupakan suatu usaha

dalam mengelola alam. Mengelola alam

dengan menciptakan kebun-kebun yang

menghasilkan, terkadang menjadikan

manusia melupakan bahwa tugas atau

perintah lain yang terkandung di dalamnya

yakni agar senantiasa tercipta kelestarian

alam. Karel mengatakan bahwa apabila

kelestarian alam tercipta, maka manusia

dapat mengelola tanah dan tanah dalam hal

pestisida untuk memproteksi tanaman dari hama

dan penyakit. 43

J. L. Ch. Abineno, Manusia dan

Sesamanya di dalam Dunia (Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 1993), 43.

Page 12: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29:4-7

Zinzendorf Dachi: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29: 4-7

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 54

ini kebun akan terus menerus dapat

menghasilkan sesuatu untuk dimakan atau

dinikmati.44

Hal lain yang sering terlupakan

manusia dalam menanam dan membuat

kebun atau lahan pertanian adalah bahwa

tanah yang subur atau humus

membutuhkan waktu antara 200 tahun

hingga 120.000 tahun untuk berkembang,

tetapi humus itu dapat hilang dalam

beberapa bulan saja.45

Hilangnya humus

disebabkan oleh erosi tanah dimana

struktur kadar air dalam tanah berkurang

dan menjadi kering. Oleh karena itu

manusia seharusnya tidak menggunakan

lahan untuk hunian secara berlebihan.

Manusia mengolah lahan secukupnya

sehingga ada keseimbangan antara tempat

hunian dan lahan pertanian.

Makna dari fungsional manusia

sebagai ciptaan yang berkuasa adalah

44

Karel Socipater, Etika Taman Eden

(Jakarta: Suara Harapan Bangsa, 2002), 58. 45

Celia Deane menjelaskan bahwa

kesehatan atau kesuburan suatu lahan atau tanah

tergantung dari humus yang terdapat pada lapisan

tanah. Humus ini tercipta antara 200-120.000 tahun.

Meskipun bertujuan untuk lahan pertanian, bila

manusia tidak tepat dalam mengolah tanah seperti

irigasi yang kurang baik, lahan menjadi tandus dan

gundul, hal ini dapat menyebabkan erosi tanah

dimana humus menjadi debu dan diterbangkan

angin. Setiap tahunnya ada 75 milyar ton humus

hilang di seluruh dunia. Drummond., Teologi dan

Ekologi, 7.

mengusahakan tanah (Kej. 2:15). Kata

mengusahakan (db;a| - abad) bisa berarti

“mengerjakan, melayani, menggali,

mengelola, menanami.46

Menurut Hutler

sebagaimana dikutip oleh Karel, fungsi ini

menyatakan bahwa manusia dapat

menguasai dan menaklukkan tanah dan

alam semesta.47

Allah mengambil dan

menempatkan manusia bukan hanya untuk

mengusahakan tanah itu, tetapi juga untuk

memeliharanya.

Usaha untuk menanam tanaman

yang mampu menjawab kebutuhan pangan

tentulah disertai upaya meningkatkan hasil

yang berlipat. Sejak munculnya usaha

memberikan pupuk kimia dan pestisida48

yang berfungsi mencegah serangga

pengganggu tanaman, telah

melipatgandakan hasil pertanian yang pada

umumnya terdiri dari padi, jagung, kacang

tanah, ubi kayu dan ubi jalar. Tanpa

46

Holladay, A Concise Hebrew and

Aramaic Lexicon of the Old Testament, 61. 47

Socipater, Etika Taman Eden, 54. 48

Pestisida adalah semua jenis bahan kimia

yang digunakan untuk membunuh organisme yang

menjadi musuh tanaman. Pestisida dapat dibedakan

menurut komposisi bahan kimiawinya, menurut

jenis organisme yang dimusnahkan misal:

insektisida, herbisida dan fungisida. Zat racun ini

menyebabkan kontaminasi terhadap lingkungan dan

berpengaruh terhadap kesehatan manusia karena

dapat menyebabkan kanker. Robert P. Borrong,

Etika Bumi Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

1999), 113, 119.

Page 13: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29:4-7

ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol 1, No 1, Juni 2018

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 55

disadari, peningkatan hasil pertanian justru

berdampak negatif terhadap ekosistem

lingkungan oleh karena pupuk dan

pestisida adalah zat kimia yang berbahaya.

Kelestarian alam akan tercipta

apabila manusia memperhatikan beberapa

hal yang menyebabkan perubahan

ekosistem dalam suatu lingkungan. J.

Milburn Thompson menjelaskan bahwa

bumi yang didiami manusia saat ini sedang

mengalami krisis dengan menipisnya ozon,

terjadinya pencemaran air, erosi tanah,

pemanasan global dan persoalan limbah

berbahaya.49

Apabila manusia

mengharapkan terciptanya kelestarian

alam, maka sudah sepatutnya tiap-tiap

individu memperhatikan hal-hal yang

berhubungan dengan penyebab krisis ini.

Thompson menjelaskan bahwa

penipisan ozon dapat diperkecil apabila

manusia berhenti atau mengurangi

pemakaian chlorofluorocarbons (CFCs),50

49

J. Milburn Thompson, Keadilan dan

Perdamaian, terj. Jamilin Sirait dkk (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2009), 133-139. 50

Chlorofluorocarbons merupakan sintesa

kimia yang tidak beracun, lembam, murah dan

sederhana pembuatannya yang bermanfaat sebagai

bahan pendingin, bahan gas untuk obat semprot dan

untuk memproduksi bahan-bahan plastik foam

seperti stryrofoam. Thompson, Keadilan dan

Perdamaian, 141-143.

sedangkan erosi tanah51

dapat dibendung

dengan menghentikan penebangan hutan.

Disisi lain bahwa pemanasan global52

yang

timbul akibat jumlah karbondioksida yang

tinggi, dapat dihindari apabila kegiatan

pembakaran kayu dihentikan. Begitu juga

rusaknya lingkungan akibat limbah53

dapat

diperkecil dengan dihentikannya

pembuangan sampah plastik dan zat kimia

ke aliran sungai.

Akar dari krisis alam dan

lingkungan hidup terletak pada kekeliruan

perspektif manusia terhadap alam. Alam

hanya dianggap sebagai objek yang dapat

memberi keuntungan ekonomis bagi

manusia. Untuk mendapatkan keuntungan

dari alam, segala bentuk eksploitasi alam

51

Erosi tanah pada umumnya disebabkan

oleh pembukaan lahan-lahan untuk pemukiman

dengan menebang pohon-pohon yang

mengakibatkan penggundulan tanah. Drummond.,

Teologi dan Ekologi, 7. 52

Pemanasan global yang menjadi topik

perbincangan di dunia saat ini terjadi akibat

kerusakan lapisan ozon stratosfer memungkinkan

masuknya sinar ultraviolet yang berbahaya; gas-gas

khusus yang telah terbentuk dalam atmosfer telah

menahan panas sehingga tidak keluar dan atmosfer

kemudian menjadi semacam rumah kaca yang

membuat tempratur bumi semakin panas.

Thompson, Keadilan dan Perdamaian, 135. 53

Limbah hasil olahan pabrik yang

menggunakan zat kimia yang tidak diolah terlebih

dahulu, apabila dibuang langsung ke sungai akan

mematikan plankton-plankton yang menjadi

makanan bagi ikan-ikan. Bila kadar racun limbah

tinggi, juga mengakibatkan kematian manusia dan

hewan lain yang mengkonsumsi air sungai.

Borrong, Etika Bumi Baru, 127.

Page 14: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29:4-7

Zinzendorf Dachi: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29: 4-7

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 56

dan tindakan tidak beretika terhadap alam

dapat dihalalkan. Borrong mengatakan

bahwa perilaku manusia terhadap alamnya

berubah ketika manusia memandang alam

dengan sikap “economic wants” dan

bukan dengan sikap “economic needs.”

Manusia telah mengubah sikapnya

terhadap alam dari sikap “butuh” menjadi

sikap “serakah.”54

Orang percaya harus menunjukkan

tabiat55

sebagai orang yang mampu dan

bertanggung jawab dalam semua aspek.

Dibutuhkan keberanian untuk bertindak

benar termasuk dalam hal tanggung jawab

terhadap lingkungan. Pengetahuan tentang

hal-hal yang berdampak buruk dalam

mengolah tanah dan upaya pelestarian

lingkungan tidak ada artinya apabila orang

tidak melakukannya. Orang percaya yang

54

Borrong, Etika Bumi Baru, 43. 55

Brownlee menjelaskan bahwa tabiat

merupakan susunan batin seseorang yang memberi

arah dan ketertiban kepada keinginan, kesukaan dan

perbuatan seseorang. Susunan itu dibentuk oleh

interaksi antara diri orang tersebut dengan

lingkungan sosialnya dan Allah. Perbuatan-

perbuatan yang sesuai dengan tabiat kita lebih

mudah dilakukan dan tidak menyebabkan konflik

batin. Perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai

dengan tabiat kita akan lebih sukar dilakukan dan

biasanya menyebabkan konflik batin. Tabiat

mengandung suara hati yaitu pengetahuan tentang

apa yang baik dan apa yang buruk. Malcolm

Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan

Faktor-faktor di Dalamnya, (Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2011), 113.

memiliki iman yang baru (2 Kor 5:17),

tabiatnya turut diperbaharui. Karena tabiat

diperbaharui, maka perbuatan-

perbuatanpun menjadi lebih baik.

Melestarikan lingkungan hidup

membutuhkan komitmen dan tindakan

nyata. Peristiwa bencana alam seperti

banjir bandang, dan tanah longsor adalah

akibat dari penebangan pohon-pohon untuk

pemukiman dan lahan industri serta

pertokoan. Pohon-pohon hijau yang

berfungsi sebagai penyanggah kestabilan

sudah beralih fungsi menjadi material

pendukung bangunan dan bahan baku

industri. Seharusnya, “menanam”

merupakan tindakan yang tepat untuk

menciptakan kestabilan ekosistem dan

tatanan lingkungan yang sehat dan aman.

Perintah untuk menjaga kelestarian

alam tidak hanya ditujukan kepada bangsa

Israel dalam pembuangan. Orang percaya

juga harus tetap melibatkan diri dalam

menjaga dan memelihara kelestarian

lingkungan hidup melalui langkah-langkah

praktis, seperti menahan diri dari kegiatan

pengrusakan hutan melainkan ikut dalam

upaya penghijauan lahan dan menciptakan

lingkungan yang bersih, sehat dan asri.

Keterlibatan orang percaya dalam upaya

untuk menjaga kelestarian lingkungan

Page 15: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29:4-7

ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol 1, No 1, Juni 2018

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 57

merupakan salah satu makna dalam

menghadirkan shalom atau damai sejahtera

di bumi tempat manusia tinggal.

PENUTUP

Menghadirkan Shalom merupakan

tanggung jawab orang Israel di

pembuangan. Nabi Yeremia menegaskan

bahwa meskipun mereka ada di Babel,

tidak menjadi halangan bagi mereka untuk

membangun relasi dengan Allah, dengan

sesama, dengan diri sendiri dan dengan

alam. Melalui kerja keras mereka dalam

mengelola tanah, mereka dapat menikmati

hasil dari tanah yang mereka olah.

Tanggung jawab mengelola tanah dengan

berkebun dan menggunakan hasil alam

untuk membangun tempat tinggal,

merupakan sikap yang harus mereka

tunjukkan sebagai umat Allah di tengah-

tengah bangsa lain.

Orang percaya masa kini bercermin

dari perintah yang ditujukan kepada

bangsa Israel di pembuangan. Sikap untuk

bertanggung jawab terhadap lingkungan

yang ditunjukkan dengan cara mengolah

hasil tanah dengan bijak, bukanlah perintah

baru. Sejak Adam dan Hawa di Taman

Eden, Allah telah memberi perintah kepada

manusia untuk lingkungan alam disekitar

mereka. Dengan menanam, akan

menjadikan lingkungan lebih asri dan hijau

dan terhindar dari bahaya bencana alam

yang timbul akibat penggundulan lahan.

Orang percaya yang mengolah

tanah dengan bijaksana dan tidak

mengolah tanah untuk mengurasnya akan

memperhatikan hal-hal yang merusak

tatanan kelestarian suatu lingkungan.

Dengan tidak menggunakan pestisida dan

zat kimia lainnya serta memperhatikan

keseimbangan pemakaian lahan dengan

tumbuhan hijau alami disekelilingnya,

akan tercipta suatu lingkungan yang asri

dimana manusia dapat menikmati

kesejahteraan dari hasil alam yang terus

menerus. Manusia yang menginginkan

damai sejahtera dapat menikmatinya

melalui alam dan lingkungan.

REFERENSI

Abineno, J. L. Ch., Manusia dan

Sesamanya di dalam Dunia,

Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993.

Borrong, Robert P., Etika Bumi Baru,

Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999.

Brownlee, Malcolm., Pengambilan

Keputusan Etis dan Faktor-faktor

di Dalamnya, Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2011.

Bullock, C. Hassell., Kitab Nabi-nabi

Perjanjian Lama, terj. Suhadi

Yeremia, Malang: Gandum Mas,

2002.

Page 16: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29:4-7

Zinzendorf Dachi: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29: 4-7

Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 58

Castle, Ronald., The Living World,

Grandrapids, Baker Book House,

2001.

Drummond, Celia Deane., Teologi dan

Ekologi, terj. Robert P. Borrong,

Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.

Holladay, William L. A Commentary on

the Book of the Prophet Jeremiah

Chapter 26 – 52, Minneapolis:

Fortress Press, 1989.

_______, Jeremiah: A Fresh Reading,

New York: The Pilgrim Press,

1990.

LaSor, W.S., D.A. Hubbard, dan F.W.

Bush, Pengantar Perjanjian Lama,

jilid 2, terj. Lisda Tirtapraja dan

Lily W. Tjiputra, Jakarta: BPK

Gunung Mulia, cet. ke-4, 2000.

Paterson, Robert M., Tafsiran Alkitab:

Kitab Yeremia Fasal 1 – 24,

Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983.

Socipater, Karel., Etika Taman Eden,

Jakarta: Suara Harapan Bangsa,

2002.

Thompson, J.A., The Book of Jeremiah:

The New International

Commentary on the Old Testament

(NICOT), Grand Rapids: Wm. B.

Eerdmans Publishing Company,

1980.

Thompson, J. Milburn., Keadilan dan

Perdamaian, terj. Jamilin Sirait

dkk, Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2009.

Wahono, S. Wismoady. Di sini

Kutemukan, Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2001.

Walvoord, John F., Pedoman Lengkap

Nubuat Alkitab, terj. Soemitro

Onggosandjojo Bandung: Kalam

Hidup, 2003.

Westermann, Claus. Basic Forms of

Prophetic Speech, Philadelphia:

Westminster, 1967.

White, K. Owen. The Book of Jeremiah,

Grand Rapids: Baker Book House,

1961.

Wolff, Hans Walter., A Commentary on

the Book of the Prophet Hosea

(Hermeneia: A Critical and

Historical Commentary on the

Bible), Michigan: Fortress Press,

1974.

Wolff, Hans Walter and Waldemar Janzen,

A Commentary on the Books of the

Prophets Joel and Amos

(Hermeneia: A Critical and

Historical Commentary on the

Bible), Michigan: Augsburg

Fortress Publishers, 1977.

Wright, Christopher, Hidup Sebagai Umat

Allah, terj. Liem Sien Kie. Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2010.