Kertas Posisi Koalisi Anti Mafia Tambang mengapresiasi inisiatif yang dikembangkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pengawasan dan pencegahan korupsi di sektor Minerba melalui skema kegiatan Koordinasi dan Supervisi (Korsup) di bidang Mineral dan Batubara (Minerba). Koalisi Anti Mafia Tambang merasa penting untuk berpartisipasi dalam implementasi korsup Minerba ini melalui kegiatan pengawasan dan pengumpulan data-data di lapangan untuk disampaikan kepada KPK. Dukungan masyarakat sipil ini bertujuan untuk memperkuat kerja pengawasan dan penegakan hukum yang masih lemah di internal pemerintah daerah dan pusat. Korsup KPK Tahap-1 di 12 provinsi telah dimulai sejak awal tahun 2014, sedangkan Korsup KPK Tahap-2 untuk 19 Provinsi telah dimulai sejak Desember 2014 termasuk melalui koordinasi dan pemantauan bersama kepala- kepala daerah di 4 (empat) provinsi yakni provinsi Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah (Jateng), Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Timur (Jatim). Kertas posisi ini disusun sebagai hasil pengawasan koalisi masyarakat sipil di 4 (empat) provinsi, terutama yang menyangkut aspek ketaatan ijin, penerimaan negara, serta aspek sosial dan lingkungan. “Puluhan ribu hektar kawasan hutan lindung dan konservasi di 4 Provinsi (Jabar, Jateng, DIY dan Jabar) telah terbebani izin pertambangan” Data Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan (2014) menyebutkan terdapat 33.645,66 Hektar wilayah pertambangan yang masuk di kawasan hutan lindung di 4 provinsi (Jabar, Jateng, DIY dan Jatim) dengan total unit izin usaha sebanyak 58 Izin Usaha Pertambangan (IUP)). Sementara itu, di keempat provinsi itu terdapat 3.275,81 hektar wilayah pertambangan yang masuk hutan konservasi yang terdiri atas 15 IUP. Hutan lindung dan konservasi di provinsi Jawa Barat Barat merupakan kawasan terbesar yang telah dibebani izin pertambangan diantara 4 provinsi (Jabar, Jateng, DIY dan Jatim) yakni seluas 17.711,78 Ha di wilayah hutan lindung dan 3.215,69 Ha di wilayah hutan konservasi. Tabel 1. Jumlah Luasan Izin Pertambangan yang diindikasikan berada pada Hutan Konservasi dan Lindung Penggunaan kawasan hutan konservasi untuk kegiatan non kehutanan jelas melanggar aturan UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati. Sementara kegiatan penggunaan kawasan hutan di kawasan lindung hanya diperbolehkan dalam bentuk pertambangan bawah tanah (underground mining) yang faktanya sampai saat ini tidak ada satupun pemegang izin yang sanggup melaksanakan praktek ini. Oleh karenanya, pemberian izin di kawasan hutan lindung dan konservasi jelas melanggar aturan yang ada dan memerlukan penegakan hukum terhadap pemegang izin usaha di kawasan tersebut. Sumber: Dirjen Planologi, 2014 Peta RTRW Jember Potensi Tambang Dan Wilayah Bencana Pemerintah pusat mengeluarkan Keppress No. 41 tahun 2004 yang memberi pengecualian bagi 13 pemegang izin tambang untuk melakukan penambangan secara terbuka di kawasan lindung. JAWA BARAT SERIKAT PETANI PASUNDAN: AGUSTIANA (085351994033) WALHI JABAR: SAWUNG (08156104606) JAWA TENGAH KPA: LUKITO (085600053215) LPPSLH: BARID HARDIYANTO (085293195531) AGRA CABANG WONOSOBO: DAMARA GUPTA SETAM CABANG CILACAP, MAGELANG: SUGENG (082135935101) LPAW BLORA: SOLIKIN (081228128818) LBH SEMARANG: ZAENAL (085727149369) YOGYAKARTA WALHI JOGJA: HALIK SANDERA (085228380002) ARUPA: SITTA YUSTI AZIZAH (081215533751) IDEA: YOGA PUTRA (081326848893) FRONT NAHDLIYIN UNTUK KEDAULATAN SUMBERDAYA ALAM: HENDRA TRY (08562873745) LBH JOGJA: HAMZAL WAHYUDI (082138908882) JAWA TIMUR SD INPERS JEMBER: BAYU DEDI LUKITO (082336622977) PPLH MANGKUBUMI TULUNGAGUNG: ICHWAN (081335174892) FITRA JATIM: MIFTAH (082331529852) PUSAKA SIDOARDJO: FAIZUN (081330631901) NASIONAL PWYP INDONESIA,WALHI,AURIGA, YLBHI, KPA, KPH JAWA KERTAS POSISI Kertas posisi ini disusun oleh Koalisi Anti Mafia Tambang, dipersiapkan dalam Rapat Koordinasi dan Supervisi KPK sektor Minerba untuk wilayah Jabar, Jateng, DIY dan Jawa Timur, 20 Mei 2015 MENGERUK BUMI MEMANEN IRONI Koalisi Anti-Mafia Tambang Pengawasan Masyarakat Sipil atas Korsup KPK Sektor Mineral dan Batubara di 4 Provinsi: Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Timur CONTACT PERSON https://creatizz.wordpress.com No Daerah Hutan Konservasi (Ha) Total 1 Jawa Barat 3.215.69 17.711,78 20.927,47 2 4 Jawa Tengah Jawa Timur 0,14 31,09 3.033,24 20.000,64 0,14 12.931,73 3 DIY 28,09 - 28,89 Fungsi Kawasan Hutan Hutan Lindung (Ha) Total 3.275,81 33.645,66 33.888,23 LEGENDA : Perkantoran Kantor Bupati Kantor Kecamatan Batas Administrasi Batas Kabupaten Batas Kecamatan Perairan : Garis Pantai Anak Sungai Sungai Danau/ Situ Kedalaman Laut Garis Pantai Anak Sungai Danau/ Situ Kawasan Rawan Bencana Banjir Gempa Bumi Gunung Merapi Longsor Tsunami Jaringan Perhubungan Jaringan Eksisting Jalan Kolektor Primer Jalan Lokal Rel Kereka Api Jaringan Rencana Rencana Jalan Kolektor Primer Rencana Jalan Lintas Selatan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Kertas Posisi
Koalisi Anti Mafia Tambang mengapresiasi inisiatif yang dikembangkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pengawasan dan pencegahan korupsi di sektor Minerba melalui skema kegiatan Koordinasi dan Supervisi (Korsup) di bidang Mineral dan Batubara (Minerba). Koalisi Anti Mafia Tambang merasa penting untuk berpartisipasi dalam implementasi korsup Minerba ini melalui kegiatan pengawasan dan pengumpulan data-data di lapangan untuk disampaikan kepada KPK. Dukungan masyarakat sipil ini bertujuan untuk memperkuat kerja pengawasan dan penegakan hukum yang masih lemah di internal pemerintah daerah dan pusat. Korsup KPK Tahap-1 di 12 provinsi telah dimulai sejak awal tahun 2014, sedangkan Korsup KPK Tahap-2 untuk 19 Provinsi telah dimulai sejak Desember 2014 termasuk melalui koordinasi dan pemantauan bersama kepala-kepala daerah di 4 (empat) provinsi yakni provinsi Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah (Jateng), Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Timur (Jatim). Kertas posisi ini disusun sebagai hasil pengawasan koalisi masyarakat sipil di 4 (empat) provinsi, terutama yang menyangkut aspek ketaatan ijin, penerimaan negara, serta aspek sosial dan lingkungan.
“Puluhan ribu hektar kawasan hutan lindung dan konservasi di 4 Provinsi (Jabar, Jateng, DIY dan Jabar) telah terbebani
izin pertambangan”
Data Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan (2014) menyebutkan terdapat 33.645,66 Hektar wilayah pertambangan yang masuk di kawasan hutan lindung di 4 provinsi (Jabar, Jateng, DIY dan Jatim) dengan total unit izin usaha sebanyak 58 Izin Usaha Pertambangan (IUP)). Sementara itu, di keempat provinsi itu terdapat 3.275,81 hektar wilayah pertambangan yang masuk hutan konservasi yang terdiri atas 15 IUP. Hutan lindung dan konservasi di provinsi Jawa Barat Barat merupakan kawasan terbesar yang telah dibebani izin pertambangan diantara 4 provinsi (Jabar, Jateng, DIY dan Jatim) yakni seluas 17.711,78 Ha di wilayah hutan lindung dan 3.215,69 Ha di wilayah hutan konservasi.
Tabel 1. Jumlah Luasan Izin Pertambangan yang diindikasikan berada pada Hutan Konservasi dan Lindung
Penggunaan kawasan hutan konservasi untuk kegiatan non kehutanan jelas melanggar aturan UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati. Sementara kegiatan penggunaan kawasan hutan di kawasan lindung hanya diperbolehkan dalam bentuk pertambangan bawah tanah (underground mining) yang faktanya sampai saat ini tidak ada satupun pemegang izin yang sanggup melaksanakan praktek ini. Oleh karenanya, pemberian izin di kawasan hutan lindung dan konservasi jelas melanggar aturan yang ada dan memerlukan penegakan hukum terhadap pemegang izin usaha di kawasan tersebut.
Sumber: Dirjen Planologi, 2014
Peta RTRW Jember Potensi Tambang Dan Wilayah Bencana
Pemerintah pusat mengeluarkan Keppress No. 41 tahun 2004 yang memberi pengecualian bagi 13 pemegang izin tambang untuk melakukan penambangan secara terbuka di kawasan lindung.
JAWA BARATSERIKAT PETANI PASUNDAN: AGUSTIANA (085351994033)
WALHI JABAR: SAWUNG (08156104606)
JAWA TENGAHKPA: LUKITO (085600053215)
LPPSLH: BARID HARDIYANTO (085293195531)
AGRA CABANG WONOSOBO: DAMARA GUPTA
SETAM CABANG CILACAP, MAGELANG: SUGENG (082135935101)
Kertas posisi ini disusun oleh Koalisi Anti Mafia Tambang, dipersiapkan dalam Rapat Koordinasi dan Supervisi KPK sektor Minerba untuk wilayah Jabar,
Jateng, DIY dan Jawa Timur, 20 Mei 2015
MENGERUK BUMI MEMANEN IRONIKoalisi Anti-Mafia Tambang
Pengawasan Masyarakat Sipil atas Korsup KPK Sektor Mineral dan Batubara di 4 Provinsi: Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Timur
CONTACT PERSON
https://creatizz.wordpress.com
No DaerahHutan Konservasi (Ha)
Total
1 Jawa Barat 3.215.69 17.711,78 20.927,47
2
4
Jawa Tengah
Jawa Timur
0,14
31,09
3.033,24
20.000,64
0,14
12.931,73
3 DIY 28,09 - 28,89
Fungsi Kawasan Hutan
Hutan Lindung (Ha)
Total 3.275,81 33.645,66 33.888,23
LEGENDA :Perkantoran
Kantor Bupati
Kantor Kecamatan
Batas Administrasi
Batas Kabupaten
Batas Kecamatan
Perairan :
Garis Pantai
Anak SungaiSungai
Danau/ Situ
Kedalaman Laut
Garis Pantai
Anak Sungai
Danau/ Situ
Kawasan Rawan Bencana
Banjir
Gempa Bumi
Gunung Merapi
Longsor
Tsunami
Jaringan Perhubungan
Jaringan EksistingJalan Kolektor Primer
Jalan Lokal
Rel Kereka Api
Jaringan Rencana
Rencana Jalan Kolektor Primer
Rencana Jalan Lintas Selatan
Raperda (Rancangan Peraturan Daerah) RTRW Jember 2011-2031-yang saat ini
sudah ditetapkan menjadi Perda RTRW Jember 2015-2035-masih belum ada
perubahan secara mendasar terkait dengan penguatan potensi pertanian,
peternakan dan pariwisata. Bahkan keinginan untuk menjadi kawasan
pertambangan terbuka menguat. Hal tersebut dapat dilihat dengan dimasukkanya
potensi tambang Jember menjadi terbuka kemungkinan untuk dieksploitasi
meskipun keinginan ini dibungkus dalam kalimat “kegiatan pertambangan hanya
sebatas untuk ilmu pengetahuan”. Selain bungkus kalimat tersebut, keinginan
untuk menambang potensi tambang ini juga ditambahi dengan kalimat “akan
menerapkan teknologi pertambangan yang ramah lingkungan (green
technology)”.
Padahal dari beberapa contoh peta spasial yang ditayangkan di atas, terlihat
tumpang tindih penggunaan kawasan terutama kawasan hutan dan kawasan
potensi bencana alam. Kekhawatiran terbesar adalah dari peta kawasan bencana
alam. Wilayah pesisir Jember merupakan bagian Samudera Hindia dan juga
bagian lempeng Australia. Dimana kawasan ini merupakan daerah potensi gempa
dengan 3 – 4 dalam skala MMI atau 5,8 - 6,0 dalam skala Richter. Hal ini terbukti
pada 1994, kawasan pesisir Selatan Jember pada 1994 pernah terkena tsunami.
Selanjutnya, peta kawasan pertambangan juga akan mencaplok kawasan
konservasi dan cagar alam yaitu Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) dan kawasan
Cagar Alam (CA) Pulau Nusa Barong.
“63% IUP yang non CnC di 4 Provinsi (Jabar, Jateng, DIY dan Jatim) bermasalah secara administratif “
Boks 1. RTRW Jember Tidak Memperhatikan Kawasan Hutan Lindung, Taman
Nasional Dan Wilayah Bencana
Hampir 50% IUP di 4 Provinsi (Jabar, Jateng, DIY dan Jatim) Masih Berstatus non-CnC
Berdasarkan data yang dikeluarkan Dirjen Minerba, Kementerian ESDM pada
Desember 2014, menunjukkan bahwa 47% dari total IUP di 4 provinsi (Jabar,
Jateng, DIY dan Jatim) masih berstatus non-Clean and Clear (CnC). Provinsi Jawa
Tengah merupakan wilayah yang memiliki IUP non CNC dengan prosentase 48% IUP
yang non CnC. Sementara itu, provinsi Jawa Barat 47% yang non CnC dan provinsi
Jawa Timur terdapat 45% yang masih non CnC. Sedangkan dari 16 IUP di Provinsi
DIY, hanya 1 IUP yang dinyatakan CnC sebagaimana tergambar dalam tabel berikut:
Tabel 2. Jumlah IUP yang CnC dan non-CnC di 4 Provinsi
Data di atas menunjukkan masih maraknya pelanggaran yang dilakukan oleh
pemegang IUP dalam menjalankan usaha pertambangannya. Sementara,
pemerintah daerah dan pusat selaku pemberi izin masih lemah dalam memberikan
sanksi atau tindakan hukum kepada pemegang IUP yang non CnC.
Data Dirjen Minerba kementerian ESDM tahun 2014 mengemukakan bahwa sekitar
372 pemegang izin di 4 Provinsi (Jabar, Jateng, DIY dan Jatim) belum menyelesaikan
administrasi sebagai persyaratan untuk memperoleh IUP antara lain kepemilikan
NPWP dan kelengkapan dokumen perusahaan. Provinsi Jawa Timur terdapat sekitar
71% IUP yang bermasalah secara administratif disusul provinsi Jawa Tengah
sebesar 69% dan di Provinsi Jawa Barat sebesar 57%. Sedangkan di Provinsi DIY dari
15 IUP terdapat 10 IUP bermasalah secara wilayah administratif dan 5 IUP
bermasalah secara wilayah sebagaimana tampak dalam tabel berikut:
Tabel 3. Daftar Permasalahan IUP di 4 Provinsi (Jabar, Jateng, DIY dan Jatim)
Sumber : Dirjen Minerba, Kementerian ESDM, 2014
Boks 2. Pabrik Semen yang Merusak
Kronologis:
Setelah mendapat penolakan di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, sekitar tiga tahun lalu, PT. Semen Gresik (Persero) Tbk -sejak 20 Desember 2012 menjadi PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk - berencana melakukan penambangannya di Kawasan Gunung Watuputih Kabupaten Rembang dengan nilai proyek Rp 3,7 Triliun.Pada tanggal 14 Oktober 2010 PT. Semen Gresik (Persero) Tbk -sejak 20 Desember 2012 menjadi PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk- telah mendapatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dengan diterbitkannya Keputusan Bupati Rembang No. 545/68/2010 Tentang Pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Eksplorasi Tras Kepada PT. Semen Gresik (Persero) Tbk -sejak 20 Desember 2012 menjadi PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk.Pada tanggal 18 Januari 2011 Bupati Rembang menerbitkan Keputusan No. 545/4/2011 Tentang Izin Usaha Penambangan (IUP) Eksplorasi Atas Nama PT. Semen Gresik (Persero) Tbk -sejak 20 Desember 2012 menjadi PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk.Pada tanggal 18 November 2011 Bupati Rembang menerbitkan Keputusan No. 591/040/Tahun 2011 Tentang Pemberian Izin Lokasi Kepada PT. Semen Gresik (Persero) Tbk -sejak 20 Desember 2012 menjadi PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk untuk Pembangunan Pabrik Semen, Lahan Tambang Bahan Baku dan Sarana Pendukung Lainnya.PT. Semen Gresik (Persero) Tbk -sejak 20 Desember 2012 menjadi PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk - telah melakukan penyusunan Amdal dan dinyatakan layak pada tanggal 30 April 2012 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 660.1/10 Tahun 2012 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen oleh PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah.Setelah adanya Keputusan dari Gubernur Jawa Tengah mengenai Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen PT. Semen Gresik (Persero) Tbk, pada tanggal 7 Juni 2012 Gubernur Jawa Tengah kembali mengeluarkan Keputusan No. 660.1/17 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen Oleh PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah.Pada tanggal 15 Februari 2013 PT. Semen Gresik (Persero) Tbk -sejak 20 Desember 2012 menjadi PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk - telah memegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi dengan dikeluarkannya Keputusan Bupati Rembang No. 545/0230/2013 Tentang Pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Batuan Tanah Liat Kepada PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Bahwa dalam rencana pembangunannya, masyarakat merasa pihak PT. Semen Gresik (Persero) Tbk -sejak 20 Desember 2012 menjadi PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk- tidak pernah melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang akan terkena dampak.
Bahwa izin usaha pertambangan yang dikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten
Rembang merekomendasikan kepada PT. Semen Gresik (Persero) Tbk untuk
melakukan penambangan di area yang masuk ke dalam kawasan CAT Watuputih
seluas 131,55 hektare (1.315.500 m2). Jika kawasan tersebut ditambang, terdapat
risiko hilangnya air yang dapat dihitung berdasarkan hubungan curah hujan rata-
rata di wilayah Kecamatan Gunem dan Sale, yaitu 1500 mm/tahun (1,5 m) dengan
asumsi jika 50% menjadi aliran permukaan dan 50% menjadi air tanah (0,75 m), jika
Pembangunan pabrik semen di Rembang juga berpotensi menghilangkan potensi
Air Bawah Tanah di Gunung Watuputih. Berdasarkan pengamatan lapangan, zona
jenuh air berada di sekitar Sumber Semen dan Mata air Brubulan berada pada
ketinggian 150 mdpl, sedangkan zona peralihan berada pada ketinggian lebih kurang
190 mdpl. Sebaran mata air berada pada zona ketinggian 100 – 350 mdpl, yang
tersebar di area CAT Watuputih dan di wilayah yang berada di sebelah barat daya,
utara dan selatan Pegunungan Watuputih. Data inilah yang menguatkan bahwa
fungsi Pegunungan Watuputih adalah sebagai kawasan karst, dimana akuifer air
masih berjalan dengan sangat baik.
Luas batu gamping Formasi Paciran yang membentuk Gunung Watuputih lebih
kurang 3020 ha. Kawasan CAT Watuputih yang merupakan area imbuhan air
memiliki luas 2555, 09681 ha (hasil perhitungan melalui Sistem Informasi Geografis).
Kawasan CAT Watuputih menjadi kawasan resapan air terbesar penyuplai sumber
mata air yang ada di sekitar kawasan Pegunungan Watuputih. Dari pengukuran
lapangan berdasarkan data AMDAL PT. Semen Gresik (Persero) Tbk -sejak 20
Desember 2012 menjadi PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk- (2012), mata air yang
terbesar adalah Sumber Semen yang memiliki debit 600 lt/detik, terletak di Desa
Tahunan di bagian timur wilayah CAT Watuputih, dan mata air yang terkecil adalah
Mata air Belik Watu memiliki debit 0,02 liter/detik, terletak di Desa Timbrangan di
bagian barat area CAT Watuputih.
Berdasarkan jumlah debit yang terukur di lapangan, dari 109 mata air yang ada di
kawasan pegunungan karst Watuputih dapat dihitung estimasi volume air yang
dihasilkan oleh mata air dalam satu hari. Bila disimulasikan, mata air yang terkecil
0,02 liter/detik dalam 1 hari/24 jam/3600 menit/86400 detik akan menghasilkan air
1728 liter dalam satu hari. Mata air dengan debit terbesar 600 liter/detik dalam 1 hari
akan menghasilkan 51.840.000 liter air dimana kurang dari 10% dimanfaatkan
langsung untuk kebutuhan masyarakat dan sisanya terdistribusi ke lahan pertanian
.Berdasarkan teori epikarst, penambangan bukit gamping akan mengurangi jumlah
simpanan air diffuse, dan sebaliknya akan meningkatkan aliran conduit saat hujan.
Dampak yang sangat tidak diharapkan adalah bertambahnya persentese aliran
conduit saat musim hujan yang dapat mengakibatkan banjir dan berkurangnya
persentase aliran diffuse saat musim kemarau sehingga mata air akan menjadi
kering.
Potensi Kerusakan
2
No ProvinsiEksplorasi
Total IUP
Non CnC
1 Jawa Barat 15 314 290
2 Jawa Tengah 13 130 132
3 DIY 0 1 15
Total 31 629 587
CnC
Operasi
Total
IUP CnC
329
143
1
660
Eksplorasi
13 277
12 120
9 6
50 537
Non CnC
Operasi
Jumlah IUP
619
275
16
1247
4 Jawa Timur 3 184 150187 16 134 337
Sumber : Dirjen Minerba, kementerian ESDM, 2014
No Provinsi
Mineral
IUP Non CnC
1 Jawa Barat 289 1
2
2
Jawa Tengah
Jawa Timur
132
150
0
0
3 DIY 15 0
IUP Non CnC
Batubara
Permasalahan Administrasi
Mineral
163 1
91
107
0
0
10 0
Batubara Mineral
126 0
41
43
0
0
5 0
Batubara
Permasalahan Wilayah
(Peta Sebarang Gua dan Mata Air di Kawasan CAT Watuputih)
Bagian selatan Pulau jawa membentang dari Pacitan (Jawa Timur), Wonogiri (Jawa
Tengah) hingga Gunung Kidul (DI Yogyakarta) terpapar sebuah kawasan
pegunungan dikenal masyarakat sebagai Pegunungan Sewu. Pegunungan Sewu
memiliki suatu fenomena alam yang unik yang dikenal dengan Bentang Alam Karst.
Namun beberapa waktu terakhir di dalam kawasan Pegunungan Sewu ini, tepatnya
Wilayah Kecamatan Giriwoyo Kabupaten Wonogiri yang akan dibangun pabrik semen
dan eksploitasi tambang batu gamping yang akan mengancam kelestarian kawasan
karst ini. Dari aspek kajian dan temuan lapangan dijumpai fakta-fakta:
Hampir 95% Pemegang IUP di 3 Provinsi (Jabar, Jateng, DIY dan Jatim) Belum
Memenuhi Kewajiban Jaminan Reklamasi dan Pasca-Tambang
Kementerian ESDM tahun 2014 mencatat bahwa dari 1247 IUP yang berada di 4 Provinsi
(Jabar, Jateng, DIY dan Jatim), hanya 57 IUP yang telah memenuhi kewajiban atas jaminan
reklamasi dan 15 IUP memiliki dokumen paska tambang. Provinsi Jawa Timur terdapat
sekitar 98% IUP tidak memenuhi kewajiban atas jaminan reklamasi dan seluruhnya tidak
memiliki dokumen pasca tambang. Sedangkan 97% IUP di Jawa Barat tidak memenuhi
kewajiban atas jaminan reklamasi dan seluruhnya tidak memiliki dokumen pasca
tambang. Sementara itu tidak ada satu pun IUP di Provinsi DIY yang memenuhi jaminan
reklamasi dan memiliki dokumen pasca tambang.
Tidak adanya data yang dimiliki provinsi dan minimnya IUP yang memenuhi kewajiban
jaminan reklamasi dan paska tambang, menunjukkan bahwa komitmen dan pengawasan
pemerintah daerah dan pusat dalam pemulihan lingkungan pertambangan sangat
rendah. Kerugian negara yang ditimbulkan atas ketiadaan data dan rendahnya
pemenuhan kewajiban akan semakin meningkat mengingat dampak ekologis atas
absennya kewajiban IUP tersebut bisa menyebabkan banjir dan dampak sosial ekonomi
lainnya bagi masyarakat.
Estimasi curah hujan yang masuk ke air tanah x luas area pertambangan x kedalaman zona epikarst yang hilang x porsentase zona epikarst: 0,75 m x 1.315.500 m2 x 20 m x 20% = 4.054.500 m3
Potensi Kehilangan Air
Hilangnya fungsi epikarst akan mengakibatkan hilangnya fungsi resapan air pada
kawasan CAT Watuputih, dimana mata air yang ada di sekitar kawasan karst CAT
Watuputih mampu memenuhi kebutuhan 607.198 jiwa di 14 kecamatan, Kabupaten
Rembang. Dari hasil perhitungan, potensi hilangnya cadangan air yang ada di CAT
Watuputih akibat dari rencana aktivitas penambangan adalah 4 juta meter kubik air.
Kawasan Karst Pegunungan Sewu Harus Dilindungi dan Terlarang untuk Ditambang
Tabel 4. Ketersediaan Jaminan Reklamasi dan Paska Tambang di 4 Provinsi (Jabar, Jateng, DIY dan Jatim)
Sumber : Dirjen Minerba, Kementerian ESDM, 2014
Boks 3. Ringannya Vonis Perusak Alam
Pengadilan Negeri Tasikmalaya, Jawa Barat, pada awal Oktober 2014, telah memvonis
pemilik PT ASAM, Martin Frederick untuk kasus penambangan pasir ilegal dengan
vonis ringan yaitu delapan bulan penjara dengan masa percobaaan dan denda Rp 10
juta subsider dua bulan kurungan. Martin didakwa melanggar pasal 158 Undang-
undang No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Banyak pihak
menilai vonis tersebut sangat ringan dan tidak membuat efek jera bagi banyak pelaku
penambangan ilegal pasir di kawasan Jawa Barat bagian selatan.
Seharusnya, kata Dadan, hakim mempertimbangkan tidak hanya menggunakan UU
No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, tetapi juga UU No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No.26/2007
tentang Penataan Ruang. Ringannya vonis tersebut membuktikan bahwa Pengadilan
Negeri Tasikmalaya menjadi bagian dari masalah upaya penegakan hukum
lingkungan. Dadan mengatakan ada dugaan yang sangat kuat terjadi kongkalikong
antara pengusaha dengan pemda setempat terkait pertambangan pasir besi. “Meski
kita belum dapat bukti, tapi kita lihat ada praktek kongkalikong yang luar biasa, dimana
mafia izin pertambangan sangat berkuasa, yang melibatkan unsur masyarakat,
pengusaha dan pemda,” katanya.
Oleh karena itu, Walhi Jabar mendukung rencana Pemerintah Provinsi Jabar untuk
mengevaluasi pertambangan pasir dan meminta bantuan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) untuk melakukan investigasi terhadap kasus tersebut karena ada unsur
kerugian negara yang cukup besar, sekitar Rp 8,3 triliun. “Kita mendukung apa yang
dilakukan Pemprov. Kita sepakat dengan Wagub Jabar, untuk meminta dan mendesak
KPK turun ke lapangan melakukan investigasi indikasi gratifikasi suap pada proses
perizinan di Jabar selatan, yang mengakibatkan uang tidak masuk ke kas Pemda, tapi
masuk ke oknum,” lanjut Dadan. Walhi Jabar sudah lama mengawasi kasus
penambangan pasir yang marak di enam kabupaten, yaitu Sukabumi, Cianjur, Garut,
Tasikmalaya, Ciamis dan Pengandaran. Pertambangan pasir ini, selain merugikan
keuangan negara, juga mengakibatkan konflik sosial, kerugian ekonomi dan
kerusakan lingkungan yang parah.
Walhi Jabar juga menolak SK Menteri ESDM No. 1204/K/30/MEM/2014 tentang
Penetapan Wilayah Pertambangan Pulau Jawa dan Bali, yang mencakup potensi usaha
pertambangan pasir di Jabar bagian selatan. Dadan melihat SK Menteri ESDM ini akan
menimbulkan kerusakan ekologis dan konflik sosial yang luar biasa, selain alih fungsi
lahan, hutan dan pertanian menjadi areal pertambangan.