MENGENAL LABORATORIUM DAKWAH FAKULTAS DAKWAH IKAHA TEBUIRENG JOMBANG (Konsep Dasar Tahun 1997) * Oleh: Sokhi Huda A. Sejarah Perkembangan LABDA (Laboratorium Dakwah) digagas tanggal 8 Mei 1996 yang dibuktikan dengan konsep dasarnya sebagai upaya pengembangan keilmuan dan keprofesian dakwah, oleh penyusun buku ini. Kemudian penggagas utama melibatkan dua mitra, yaitu Drs. M. Agussalim dan Drs. Agoes Moh. Moefad. Gagasan tersebut ditawarkan kepada Pimpinan/Dekan (Bapak Drs. Rusman Pausin). Kemudian beliau meresponnya dengan hangat dan mengajukan usulan pelembagaan LABDA ke tingkat institut. Sebagai respon balik terhadapnya, dikeluarkan Surat Keputusan Rektor No. KEP/IKAHA/A/0431/IX/1997, tertanggal 1 September 1997, yang padanya penggagas dipercaya sebagai kepala (dalam bahasa SK disebut koordinator) LABDA. Meskipun demikian, Pak Dekan masih berkeinginan untuk menggodog konsep LABDA dalam diskusi di tingkat dosen sekaligus sebagai langkah sosialisasi, yang kemudian terlaksana pada tanggal 20 Oktober 1997. Kritik peserta diskusi tertuju pada kurusnya dana yang dikonsepkan. Kemudian konsep dana digemukkan sebagai revisi sesuai masukan diskusan, dari Rp 59.999.500,- menjadi 150.040.000,-. Sekitar sebulan kemudian, dilakukan sosialisasi di tingkat mahasiswa. Konsep dasar LABDA dapat dikatakan benar-benar berangkat hanya dengan “bismillah”, karena kosongnya tangan penggagas dan kondisi objektif Fakultas Dakwah. Akan tetapi perjuangan untuk mewujudkan lembaganya terus melaju kencang dengan berbagai upaya yang cerdas. Konsentrasi berikutnya tertuju pada pemenuhan sarana dan prasarana. Untuk itu, diluncurkan momen ”Kemilau Jariyah Laboratorium Dakwah (KJLD)”, mulai 27 Oktober 1997. Sasarannya adalah (1) pimpinan, dosen dan karyawan di lingkungan IKAHA; (2) para wali mahasiswa dan alumni fakultas Dakwah IKAHA; (3) lembaga-lembaga dan tokoh-tokoh (LIPI, da’i, seniman, pengusaha, menteri, presiden, penerbit buku, dan sebagainya); sponsor; dan (4) pihak-pihak lain yang dianggap perlu. Ketika itu, ada sekitar 300 proposal yang disebarkan ke Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, NTT, NTB, Bali, Irian Jaya, dan Timor-Timur. Semua penjariyah direncanakan untuk direkam dalam “Agenda Emas”, karena sedemikian penting posisinya dalam pembidanan LABDA. Akan tetapi, karena setelah pengiriman itu ekonomi Indonesia tergoncang, maka dapat dimaklumi apabila hasilnya jauh dari harapan. Meskipun demikian, minimal ada satu hal yang penting dicatat, yaitu nuansa informasi yang ditawarkan dalam proposal tersebut. Ini merupakan sesuatu yang bermakna promotif (jangka sedang dan panjang) dan * Dari Buku Memori Peresmian LABDA Fakultas Dakwah IKAHA Tebuireng Jombang, pada Agustus 1999; materi gagasan dipresentasikan pada “Rapat Kerja Fiksasi Program Akademik Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah IKAHA Tahun Akademik 2003- 2004,” pada tanggal 16 Maret 2004.
14
Embed
MENGENAL LABORATORIUM DAKWAH FAKULTAS DAKWAH … · Konsep dasar LABDA dapat dikatakan benar-benar berangkat hanya dengan ... dan (8) Ilmu Aliran-Aliran Modern di Dunia Islam (AMDI).
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MENGENAL LABORATORIUM DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH IKAHA TEBUIRENG JOMBANG
(Konsep Dasar Tahun 1997)*
Oleh: Sokhi Huda
A. Sejarah Perkembangan
LABDA (Laboratorium Dakwah) digagas tanggal 8 Mei 1996 yang dibuktikan
dengan konsep dasarnya sebagai upaya pengembangan keilmuan dan keprofesian
dakwah, oleh penyusun buku ini. Kemudian penggagas utama melibatkan dua
mitra, yaitu Drs. M. Agussalim dan Drs. Agoes Moh. Moefad.
Gagasan tersebut ditawarkan kepada Pimpinan/Dekan (Bapak Drs. Rusman
Pausin). Kemudian beliau meresponnya dengan hangat dan mengajukan usulan
pelembagaan LABDA ke tingkat institut. Sebagai respon balik terhadapnya,
dikeluarkan Surat Keputusan Rektor No. KEP/IKAHA/A/0431/IX/1997, tertanggal
1 September 1997, yang padanya penggagas dipercaya sebagai kepala (dalam
bahasa SK disebut koordinator) LABDA.
Meskipun demikian, Pak Dekan masih berkeinginan untuk menggodog konsep
LABDA dalam diskusi di tingkat dosen sekaligus sebagai langkah sosialisasi, yang
kemudian terlaksana pada tanggal 20 Oktober 1997. Kritik peserta diskusi tertuju
pada kurusnya dana yang dikonsepkan. Kemudian konsep dana digemukkan sebagai
revisi sesuai masukan diskusan, dari Rp 59.999.500,- menjadi 150.040.000,-.
Sekitar sebulan kemudian, dilakukan sosialisasi di tingkat mahasiswa.
Konsep dasar LABDA dapat dikatakan benar-benar berangkat hanya dengan
“bismillah”, karena kosongnya tangan penggagas dan kondisi objektif Fakultas
Dakwah. Akan tetapi perjuangan untuk mewujudkan lembaganya terus melaju
kencang dengan berbagai upaya yang cerdas. Konsentrasi berikutnya tertuju pada
pemenuhan sarana dan prasarana. Untuk itu, diluncurkan momen ”Kemilau Jariyah
Laboratorium Dakwah (KJLD)”, mulai 27 Oktober 1997. Sasarannya adalah (1)
pimpinan, dosen dan karyawan di lingkungan IKAHA; (2) para wali mahasiswa
dan alumni fakultas Dakwah IKAHA; (3) lembaga-lembaga dan tokoh-tokoh (LIPI,
da’i, seniman, pengusaha, menteri, presiden, penerbit buku, dan sebagainya);
sponsor; dan (4) pihak-pihak lain yang dianggap perlu. Ketika itu, ada sekitar 300
proposal yang disebarkan ke Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, NTT, NTB,
Bali, Irian Jaya, dan Timor-Timur.
Semua penjariyah direncanakan untuk direkam dalam “Agenda Emas”, karena
sedemikian penting posisinya dalam pembidanan LABDA. Akan tetapi, karena
setelah pengiriman itu ekonomi Indonesia tergoncang, maka dapat dimaklumi
apabila hasilnya jauh dari harapan. Meskipun demikian, minimal ada satu hal yang
penting dicatat, yaitu nuansa informasi yang ditawarkan dalam proposal tersebut.
Ini merupakan sesuatu yang bermakna promotif (jangka sedang dan panjang) dan
* Dari Buku Memori Peresmian LABDA Fakultas Dakwah IKAHA Tebuireng Jombang, pada
Agustus 1999; materi gagasan dipresentasikan pada “Rapat Kerja Fiksasi Program Akademik
Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah IKAHA Tahun Akademik 2003-
2004,” pada tanggal 16 Maret 2004.
2
kredibel secara keilmuan maupun kelembagaan, apalagi datanya telah masuk ke
LIPI.
Dalam waktu yang bersamaan, secara struktural diperjuangkan tersedianya
ruang khusus LABDA. Sebagai hasilnya adalah diserahkannya kunci ruang oleh
pimpinan Institut —sebagai tanda pengesahan pemakaian— LABDA, di lantai II
ruang A2.8 (ujung Selatan-Barat), pada bulan Desember 1997. Pemberian ruang itu
benar-benar memompa semangat untuk melangkah lebih jauh. Dari hasil sedikit
demi sedikit jariyah yang masuk dan terutama subsidi dari Institut,
sarana/prasarana LABDA dipenuhi sebagaimana disajikan pada bagian berikutnya
dalam memori ini.
Berdasarkan gambaran di atas, selama 23 bulan (mulai September 1997 hingga
Juli 1999) energi terkuras untuk berjuang dalam penyebaran informasi dan
pemenuhan sarana/prasarana awal, dan selama itu pula LABDA secara formal
hanya mempunyai seorang tenaga, yaitu kepalanya —tanpa tangan dan kaki. Hal
tersebut juga menyebabkan kestatisan LABDA. Ini terbukti pada
ketidakterlaksanaan program eksperimen/konsolidasi awal ”praktik siar eLDeHA
FM” bagi para mahasiswa yang berminat.
Persiapan program praktik siar tersebut (pendaftaran calon penyiar, pembinaan
khusus, dan kualifikasi) dijadualkan selama bulan Maret dan April 1999, dan
pelaksanaan praktik siarnya pada bulan Mei dan Juni 1999. Akan tetapi itu tidak
terlaksana karena alasan teknis ketenagaan. Alasan ini juga berkenaan dengan
bidang-bidang lainnya, seperti tenaga tata usaha. Memang ada “dawuh” pimpinan
untuk memperbantukan seorang dari staf tata usaha Fakultas. Itupun tidak dapat
efektif, karena ada beberapa pekerjaan besar di samping pekerjaan rutin yang
menuntut kesungguhan penyelesaian.
Untuk efektifitas operasionalisasi, ada tiga hal utama yang direncanakan pasca
peresmian LABDA, yaitu: (1) tenaga tetap tata usaha dan operator praktikum, (2)
pelibatan tenaga edukatif mata kuliah praktikum mikro (retorika, dakwah dialogis,
protokoler, jurnalistik, grafika, dan siaran RTF) dan (3) penyediaan kesempatan
magang bagi para lulusan terbaru. Khusus magang, kesempatan dibatasi maksimal
satu semester. Pada tiap semesternya dibutuhkan dua alumni (pria dan wanita).
Tenaga pria dipetakan pada penguasaan operasi pelayanan praktikum, dan tenaga
wanita pada penguasaan sistem dan pelayanan administrasi LABDA.
B. Konsep Dasar
1. Latar Belakang (Dasar Pemikiran)
Dalam kancah akademik, Dakwah di Indonesia dilahirkan oleh Fakultas
Ishuluddin sebagai salah satu jurusannya, pada tahun 1970. Dua tahun kemudian
(1972) Dakwah eksis sebagai fakultas. Dengan ini kemandiriannya tertantang,
terutama secara filosofis maupun metodologis; yang keduanya merupakan syarat
mutlak dalam keilmuan.
Terdapat sejumlah karya keilmuan dakwah yang dipelajari dan dikaji lebih
jauh oleh para aktivis. Namun dalam perkembangannya, —diakui atau tidak—
karya-karya senada tidak cukup subur. Meskipun hal ini tetap dalam konteks
menjunjung tinggi nilai kontributif sejumlah karya yang telah hadir.
3
Dakwah pada dasarnya diharapkan tampil secara ”berani” sebagai profesionalitas.
Ini berarti, bahwa perangkat pengembangan keilmuan maupun pengayaan
praktik merupakan paduan serasi yang diperlukannya.
Dalam peta formal-keilmuan, melalui usul Bapak Prof. Dr. Harun Nasution,
Dakwah masuk dalam jajaran ilmu-ilmu keislaman yang diakui oleh LIPI (SK
LIPI tahun 1982). Peta ilmu-ilmu tersebut adalah: (1) Ilmu al-Qur’an, (2) Ilmu
Hadith, (3) Ilmu Pemikiran Islam (Kalam, Filsafat, Tasawuf), (4) Ilmu Hukum
dan Pranata Sosial Islam, (5) Ilmu Sejarah dan Peradaban Islam, (6) Ilmu
Pendidikan Islam, (7) Ilmu Dakwah Islam, dan (8) Ilmu Aliran-Aliran Modern di
Dunia Islam (AMDI). Ilmu AMDI dijadikannya sebagai argumentasi utama, agar
ilmu-ilmu keislaman diakui secara metodologis.
Kemudian dalam peta pembangunan di Indonesia, sebagaimana rumusan
Dewan Riset Nasional (DRN), Dakwah bergerak dalam program-program utama
sosial, falsafah dan perundang-undangan: (1) peningkatan kualitas sumber daya
manusia; (2) pengembangan dan pemanfaatan potensi sosial-budaya Indonesia;
(3) pengelolaan lingkungan hidup; (4) peningkatan kualitas data. (Imron Arifin,
1994: 114-115) Dakwah sebagai aktivitas berkepentingan terhadap program
nomor (1), (2) dan (3). Sedangkan LABDA berkompetensi terhadap program
nomor (1), (2) dan (4).
Sementara di Fakultas Dakwah IKAHA Tebuireng sendiri, bukan tidak
mungkin bahwa benih-benih kreatif maupun inovatif, ada, atau bahkan bernilai
fresh dalam panggung keilmuan. Akan tetapi sarana/prasarana atau sistem
kelembagaannya belum memberikan porsi yang mapan untuk itu. Di sisi lain
praktik-praktik dakwah oleh mahasiswa —dalam bentuk apapun dan di
manapun— tidak dapat dikontrol dan dievaluasi, dan karenanya hasil aktivitas-
aktivitas tersebut tidak dapat dikaji secara intensif maupun dikembangkan. Untuk
menjembatinya, kehadiran laboratorium dakwah tidak dapat disimplikasikan,
sebagai kebutuhan opsi dan alternatif bagi pemecahan masalah. Sebab
laboratorium inilah yang dapat dan diharapkan berfungsi:
1. Menginventarisasi karya-karya pikir dan hasil-hasil penelitian yang
mengarah dan bertujuan mengembangkan ilmu dakwah, sehingga dapat
dicandra maupun dikontrol secara empiris dan berkesinambungan dari
generasi tertentu ke generasi berikutnya. Mengembangkan skala potensi dan
kerangka metodologis dakwah dari derajat tertentu yang sudah ada ke derajat
yang lebih mapan demi kemandiriannya sebagai sains, secara lebih kokoh.
2. Menjadi miniatur dan ladang penelitian dan pengembangan (litbang)
dakwah, baik sebagai ilmu (murni dan terapan) maupun aktivitas, dalam
sistemasi tridharma perguruan tinggi.
3. Menjadi tumpuan bagi penggodogan profesionalitas dakwah, sesuai dengan
spesifikasi tertentu.
4. Keempat hal itu bersumber pada asumsi umum bahwa laboratorium
merupakan lembaga infrastruktur dalam pendidikan tinggi yang salah satu
darmanya adalah penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, untuk
menciptakan lulusan yang profesional di bidangnya.
4
2. Jati Diri LABDA
Laboratorium adalah tempat mengadakan percobaan (penyelidikan dan
sebagainya) segala sesuatu yang berhubungan dengan ilmu fisika, kimia dan
sebagainya (Poerwadarminta: 1976: 547). Ia merupakan tempat yang dilengkapi
dengan peralatan dan “reagen” untuk melakukan eksperimen keilmuan,
penyelidikan, pengujian ilmiah thread produk dan proses. Laboratorium terdapat
di sekolah dan universitas, lembaga riset pemerintah maupun swasta dan industri.
Berkat adanya laboratorium manusia menemukan berbagai hal baru dalam dunia
ilmu. Laboratorium juga merupakan tempat berlatih para ilmuwan muda.
Penemuan dari laboratorium, setelah lewat laboratorium pengembangan dan
proyek perintis akhirnya muncul di pasar sebagai benda-benda yang dapat dibeli
oleh masyarakat.” (Ensiklopedi Nasional Jilid 9, 1990: 265-266) Sedangkan
Laboratorium Dakwah merupakan suatu lembaga yang menyelenggarakan
berbagai kegiatan penopang bagi aktivitas dakwah (Mulkhan, 1996: 234-235).
Ada empat hal yang penting dicatat kaitannya dengan jati diri LABDA, yaitu
merupakan (1) tempat untuk mengadakan eksperimen untuk menghasilkan dan
mengembangkan teori-teori ilmu dakwah, (2) tempat penggodogan profesionalitas,
3) sebagai miniatur keilmuan dan kelembagaan, (4) sebagai pusat informasi dan
pelayanan umum strategi dan teknologi dakwah. Jati diri ini secara lebih dekat
dijelaskan pada sub-sub sajian berikut.
3. Fungsi-Fungsi
Berbagai fungsi yang menggambarkan bentuk-bentuk aktivitasnya adalah
sebagai:
a. Pusat informasi dan pemanfaatan dakwah (PIPD);
b. Pusat penelitian dakwah (PPD);
c. Pusat pengkajian masalah dakwah (PPMD);
d. Pusat pengembangan metodologi dan teknologi dakwah (PPMTD); dan
e. Pusat latihan subjek dakwah (PLSD).
4. Perlengkapan
Dalam rangka mengembangkan fungsi-fungsi tersebut, LABDA dilengkapi
dengan unit-unit kegiatan, antara lain sebagai berkut:
a. Unit Perpustakaan dan Penerbitan (UPUSBIT);
b. Unit Penelitian dan Pengembangan (ULITBANG);
c. Unit Pendidikan dan Latihan (UDIKLAT);
d. Unit Analisis, Komputasi dan Sistem Informasi (UAKSI);
e. Unit Operasi Audio-Visual (UAV) /Unit Teknologi Dakwah (UTD);
f. Unit Public Relations dan Human Relation (UPRHR);
g. Unit Kedanaan dan Pengembangan Sarana/Prasarana (UKPS); dan
f. Ketatausahaan.
5. Pelayanan Umum (Public Service)
Sebagai pusat informasi dakwah, LABDA menjalin hubungan dengan
lembaga-lembaga/pusat-pusat dakwah. Kerjasama dalam berbagai hal akan
memungkinkan LABDA menyerap informasi dan seterusnya menyebarkan
informasi dakwah kepada semua lembaga/pusat dakwah tersebut, maupun
kepada perorangan (da’i).
5
Unit pendidikan dan latihan merupakan salah satu aktivitas “public service”
guna menopang penyelenggaraan dakwah yang dikoordinasikan oleh lembaga-
lembaga/pusat-pusat dakwah. Bentuk-bentuk latihan meliputi antara lain:
a. Latihan Kader Dakwah (skala umum);
b. Latihan Retorika Dakwah;
c. Latihan Jurnalistik dan Grafika Dakwah;
d. Latihan Bimbingan dan Penyuluhan Islam;
e. Latihan Pelayanan dan Pengembangan Sosial (Peta/Geografi Dakwah)
f. Latihan Manajemen Dakwah;
g. Latihan Penelitian dan Perencanaan Dakwah;
h. Latihan Statistik Dakwah;
i. Latihan Analisis, Komputasi dan Sistem Informasi;
j. Latihan Pengelolaan Perpustakaan; dan
k. Latihan Pengoperasian Piranti Audio-Visual.
6. Penggodogan Profesionalitas
Pada substansi pokoknya, laboratorium dakwah menekankan pada
pengembangan masing-masing jurusannya sebagai profesi (keahlian). Mengenai
ini, dapat digambarkan demikian;
a. Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI):
Mahasiswa dididik menjadi ahli komunikasi dan penyiaran Islam dengan tiga
kemampuan (profesionalitas); komunikasi tabligh, dakwah dialogis,
jurnalistik, dan grafika.
b. Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI):
Mahasiswa dididik menjadi tenaga profesional dakwah Islam di bidang
bimbingan mental (terapi kejiwaan), pelayanan penyuluhan masyarakat dan
konsultasi keagamaan.
c. Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI):
Mahasiswa dididik menjadi ahli pengembangan masyarakat yang kemampuan
pokoknya adalah mengorganisasi dan sekaligus memberdayakan sumber daya
insan (SDI) untuk kepentingan pembangunan mental keagamaan dalam sistem
pembangunan masyarakat seutuhnya.
d. Jurusan Manajemen Dakwah (MD):
Mahasiswa dididik menjadi ahli manajemen dakwah yang berkemampuan
mengorganisasi potensi-potensi dakwah menjadi suatu keterpaduan sistematis
dan progresif. Sehingga, melalui ini, diharapkan dakwah memiliki kekuatan
strategis
Dalam kaitan laboratorium sebagai tempat mengadakan eksperimen, maka di
dalam laboratorium dakwah diintensifikasi pendalaman keahlian masing-masing,
sebagaimana pemaparan di atas, melalui percobaan-percobaan. Konsep ini
kemudian melahirkan operasionalisasi “micro practicings” untuk masing-masing
keahlian.
Dalam hubungannya dengan laboratorium dakwah sebagai lembaga yang
menyelenggarakan berbagai kegiatan penopang bagi aktivitas dakwah, maka di
dalamnya, selebih pendalaman masing-masing keahlian tersebut, juga dilakukan
studi yang berkenaan dengan empat dimensi dakwah (sebagai karakteristik
6
ajaran Islam, aktivitas, ilmu pengetahuan dan profesionalitas). Konsep ini
kemudian menjadikan laboratorium dakwah sebagai ‘miniatur keilmuan dan
kelembagaan’. Sebagai miniatur, dalam LABDA digelar ladang penelitian dan
pengembangan (litbang) dakwah; baik sebagai ilmu maupun aktivitas, dalam
sistemasi tridarma perguruan tinggi.
Khusus bagi jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam KPI), jenis dan
tahapan praktik disampaikan demikian.
a. Jenis Praktik Mikro:
1) Mikro Retorika (mayor, lainnya minor);
2) Mikro Dakwah Dialogis;
3) Mikro Protokoler/Persentasi;
4) Mikro Siar Dakwah eLDeHA FM (Siaran RTF); dan
5) Mikro Jurnalistik.
b. Tahapan Praktik Mikro:
1) Bekal teoritik (lewat perkuliahan),
2) Penyiapan materi praktik,
3) Kualifikasi pra-praktik, dan
4) Pelaksanaan praktik.
7. Manajemen
a. Ketenagaan
Tenaga-tenaga yang dibutuhkan mengacu pada operasionalisasi fungsi-
fungsi LABDA, yakni para ahli dalam bidang-bidang berikut:
1) perpustakaan dan penerbitan;
2) penelitian dan pengembangan ilmu;
3) pendidikan dan pelatihan;
4) analisis, komputasi dan sistem informasi;
5) audio-visual (teknologi dakwah);
6) public relations dan human relations; dan
7) penggalian dana dan pengembangan sarana/prasarana.
Ketujuh ahli-bidang tersebut didukung oleh sekretaris (selevel kepala tata
usaha) yang bertanggungjawab dalam pengadministrasian seluruh kegiatan.
Khusus dalam unit pendidikan dan pelatihan, dibutuhkan tenaga-tenaga
pelatih yang menjangkau komposisi sebagaimana penjelasan B.5. di atas.
b. Organisasi Kerja
1) Pembina : Rektor
Para Pakar Ilmu
2) Penanggungjawab : Dekan
3) Kepala :
4) Sekretaris :
5) Bendahara :
6) Kepala-Kepala Unit :
7) Tatausaha
7
c. Deskripsi Bidang Kerja
Deskripsi bidang kerja ini dimaksudkan sebagai jobs description yang
menjadi acuan sekaligus kontrol efiensi kerja, yang tentunya bersifat
fungsional antar bagian.
Secara praktis, deskripsi tersebut dapat dicandra lewat tabel pada
halaman berikut.
TABEL DESKRIPSI BIDANG KERJA LABORATORIUM DAKWAH
NO. BIDANG KERJA UNIT-UNIT SARANA/PRASARANA
KERJA 1 Unit Perpustakaan dan Penerbitan
1. Mengorganisasi dan Mengembangkan referensi
1. Kereferensian dan Kurikulum 2. Komputer Multimedia
2. Mengorganisasi dan menerbitkan hasil penelitian