1 MENDORONG DAYA SAING INDUSTRI MELALUI R&D: KAJIAN KOMPARATIF DUKUNGAN FISKAL DAN INSENTIF ENHANCING INDUSTRY COMPETITIVENESS THROUGH R&D: COMPARATIVE STUDY ON FISCAL SUPPORT AND INCENTIVES Eddy Mayor Putra Sitepu Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Ged. R.M. Notohamiprodjo Lt. 6, Jl. Dr. Wahidin No. 1, Jakarta 10710 Abstract Human resources and technology are the greatest capital of a nation at this time. Innovation and technology as a driving force of growth requires investment in enormous amount. Studies show that tax incentives and fiscal support contribute significantly to the level of investment in research and development. The varying forms of tax incentives and fiscal support results in different impact on the development of technology and innovation. This study aims to conduct a comparative study of the various forms of tax incentives and fiscal support for research and development as well as provide recommendations on the suitable form of tax incentives and fiscal support to be implemented in Indonesia. Methodology used in this research is literature study by using descriptive analysis. There are broadly three forms of tax incentives and fiscal support given in various countries, namely: (i) super deduction; (ii) tax credit; and (iii) direct subsidy. The results of this study indicate that Indonesia needs to take aggressive measures in encouraging innovation and technology to improve global competitiveness. To support these measures, an aggressive tax incentives formulation is also required in the midst of the competition and to keep pace with other countries in the region. Tax incentives given need to be focused on the areas where Indonesia has comparative advantage. Keywords: Tax incentive; Fiscal support; Research and development; Global competitiveness; Comparative advantage Abstrak Sumber daya manusia dan teknologi merupakan modal terbesar suatu bangsa pada saat ini. Inovasi dan teknologi sebagai motor penggerak pertumbuhan membutuhkan investasi dalam jumlah besar. Hasil penelitian membuktikan bahwa insentif pajak dan dukungan fiskal berperan signifikan terhadap tingkat investasi di sektor R&D. Bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal yang berbeda-beda memberikan dampak yang berbeda pula terhadap perkembangan teknologi dan inovasi. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian komparatif terhadap berbagai bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal terhadap kegiatan R&D serta memberikan rekomendasi mengenai bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal yang tepat untuk diimplementasikan di Indonesia. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur dengan menggunakan analisis deskriptif. Secara garis besar terdapat 3 bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal yang lazim diberikan di berbagai negara, yaitu: (i) super deduction; (ii) tax credit; dan (iii) direct subsidy. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia perlu melakukan langkah agresif dalam mendorong inovasi dan teknologi untuk meningkatkan daya saing global. Untuk mendukung langkah tersebut, diperlukan formulasi insentif pajak yang agresif pula di tengah-tengah persaingan dan untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain di kawasan. Pemberian insentif pajak perlu dititikberatkan pada bidang-bidang yang merupakan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh Indonesia. Kata Kunci: Insentif pajak; Dukungan fiskal; R&D; Daya saing global; Keunggulan komparatif
21
Embed
MENDORONG DAYA SAING INDUSTRI MELALUI R&D: KAJIAN ...iseisby.or.id/attachments/article/179/Paper Eddy Sitepu.pdf · MENDORONG DAYA SAING INDUSTRI MELALUI R&D: KAJIAN KOMPARATIF DUKUNGAN
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
MENDORONG DAYA SAING INDUSTRI MELALUI R&D: KAJIAN KOMPARATIF
DUKUNGAN FISKAL DAN INSENTIF
ENHANCING INDUSTRY COMPETITIVENESS THROUGH R&D: COMPARATIVE
STUDY ON FISCAL SUPPORT AND INCENTIVES
Eddy Mayor Putra Sitepu
Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Ged. R.M. Notohamiprodjo Lt. 6, Jl. Dr.
Wahidin No. 1, Jakarta 10710
Abstract
Human resources and technology are the greatest capital of a nation at this time. Innovation and
technology as a driving force of growth requires investment in enormous amount. Studies show that tax
incentives and fiscal support contribute significantly to the level of investment in research and
development. The varying forms of tax incentives and fiscal support results in different impact on the
development of technology and innovation. This study aims to conduct a comparative study of the
various forms of tax incentives and fiscal support for research and development as well as provide
recommendations on the suitable form of tax incentives and fiscal support to be implemented in
Indonesia. Methodology used in this research is literature study by using descriptive analysis. There are
broadly three forms of tax incentives and fiscal support given in various countries, namely: (i) super
deduction; (ii) tax credit; and (iii) direct subsidy. The results of this study indicate that Indonesia needs
to take aggressive measures in encouraging innovation and technology to improve global
competitiveness. To support these measures, an aggressive tax incentives formulation is also required in
the midst of the competition and to keep pace with other countries in the region. Tax incentives given
need to be focused on the areas where Indonesia has comparative advantage.
Keywords: Tax incentive; Fiscal support; Research and development; Global competitiveness;
Comparative advantage
Abstrak
Sumber daya manusia dan teknologi merupakan modal terbesar suatu bangsa pada saat ini. Inovasi dan
teknologi sebagai motor penggerak pertumbuhan membutuhkan investasi dalam jumlah besar. Hasil
penelitian membuktikan bahwa insentif pajak dan dukungan fiskal berperan signifikan terhadap tingkat
investasi di sektor R&D. Bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal yang berbeda-beda memberikan
dampak yang berbeda pula terhadap perkembangan teknologi dan inovasi. Penelitian ini bertujuan untuk
melakukan kajian komparatif terhadap berbagai bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal terhadap
kegiatan R&D serta memberikan rekomendasi mengenai bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal yang
tepat untuk diimplementasikan di Indonesia. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
studi literatur dengan menggunakan analisis deskriptif. Secara garis besar terdapat 3 bentuk insentif
pajak dan dukungan fiskal yang lazim diberikan di berbagai negara, yaitu: (i) super deduction; (ii) tax
credit; dan (iii) direct subsidy. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia perlu melakukan
langkah agresif dalam mendorong inovasi dan teknologi untuk meningkatkan daya saing global. Untuk
mendukung langkah tersebut, diperlukan formulasi insentif pajak yang agresif pula di tengah-tengah
persaingan dan untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain di kawasan. Pemberian insentif
pajak perlu dititikberatkan pada bidang-bidang yang merupakan keunggulan komparatif yang dimiliki
oleh Indonesia.
Kata Kunci: Insentif pajak; Dukungan fiskal; R&D; Daya saing global; Keunggulan komparatif
2
PENDAHULUAN
Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat dalam satu dasawarsa terakhir. Hal ini dapat
terlihat antara lain dari produk domestik bruto (PDB) per kapitaperiode 2004-2014yang
meningkat sebesar 52,73 %dari Rp. 7.561.379,61menjadi Rp. 11.134.017,58(berdasarkan harga
konstan tahun 2000). Tingkat pertumbuhan PDB pada periode yang sama mencapai 5,76 %,
lebih tinggi dari Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Bahkan setelah terjadinya krisis keuangan
global, perekonomian Indonesia masih tumbuh sebesar 4,63 % pada tahun pada tahun 2009.
Terlepas dari fakta di atas, perekonomian Indonesia digambarkan tengah menghadapi ancaman
jebakan negara pendapatan menengah (middle income trap) (Tho 2013),yaitu situasi di mana
pertumbuhan suatu negara melambat setelah mencapai tingkat pendapatan menengah sehingga
transisi ke tingkat pendapatan tinggimenjadi tak terjangkau(Global Economic Symposium
2014). Studi empiris menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan PDB per kapita biasanya
melambat secara substansial pada tingkat pendapatan antara US $ 10.000 dan US $ 15.000.
Berdasarkan pengalaman negara-negara maju yang telah mengalami industrialisasi sejak 250
tahun yang lalu, inovasi teknologi telah terbukti menjadi pendorong pembangunan ekonomi
(Janeway 2013). Pertumbuhan yang berkelanjutan menuju tingkat pendapatan tinggi harus
semakin ditandai dengan kelimpahan relatif modal sumber daya manusia dan ketersediaan
sumber daya teknologi dan manajerial. Negara berpenghasilan menengah terjepit di antara
negara miskin dengan upah rendah yang menguasai industri yang sudah matang/dewasa dan
negara-negara kaya yang menjadi inovator yang mendominasi industri perubahan teknologi
yang cepat.
Dukungan pemerintah untuk mendorong investasi swasta di bidang R&D antara lain dalam
bentuk pemberian insentif fiskal yang memberikan kemudahan serta keringanan pajak. Selain
itu, dukungan juga dapat diberikan dalam bentuk bantuan langsung (hibah) bagi lembaga yang
3
melaksanakan R&D dengan menjalin kemitraan dengan pihak swasta. Keterlibatan dan peran
aktif pemerintah tersebut diharapkan dapat menjadi katalisator dalam menggerakkan
pertumbuhan inovasi dan memajukan teknologi untuk mendorong daya saing industri.
Hakim dalam Kompas (2014a) berpendapat bahwa ada tiga kendala dalam mengembangkan
riset, yaitu masalah kelembagaan, terbatasnya peneliti, dan kebijakan moneter serta fiskal yang
belum berpihak kepada riset. Kendala yang terakhir meliputi juga masih rendahnya insentif
pajak dan dukungan fiskal terhadap kegiatan di bidang R&D. Mengingat peran penting
dukungan insentif pajak, pemerintah perlu merancang skema insentif pajak dan dukungan fiskal
yang agresif pula.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian komparatif terhadap berbagai bentuk insentif
pajak dan dukungan fiskal terhadap kegiatan R&D serta memberikan rekomendasi mengenai
bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal yang tepat untuk diimplementasikan di Indonesia.
METODE PENELITIAN
Metodologi yang digunakan adalah studi literatur dengan menggunakan analisis deskriptif
dengan melakukan eksplorasi terhadap penerapan kebijakan insentif pajak dan dukungan fiskal
untuk kegiatan R&D di negara yang menjadi referensi. Secara garis besar terdapat 3 bentuk
insentif pajak dan dukungan fiskal yang lazim diberikan, yaitu: (i) super deduction; (ii) tax
credit; dan (iii) direct subsidy. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap bentuk insentif yang
berbeda-beda tersebut dan terhadap kondisi sektor R&D di Indonesia serta potensi yang
dimiliki. Dari hasil analisis tersebut, dapat disusun rekomendasi kebijakan insentif pajak dan
dukungan fiskal untuk kegiatan R&D di Indonesia.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4
Penelitian ini hendak meninjau beberapa negara untuk dijadikan referensi dalam merumuskan
kebijakan terkait dukungan fiskal yang diberikan oleh pemerintah terhadap sektor R&D.
Terdapat 4 negara yang dipilih yang kesemuanya merupakan negara-negara yang unggul dalam
hal kemajuan teknologi dan inovasi. Beberapa indikator yang digunakan dalam pemilihan
negara acuan adalah: (i) besarnya anggaran yang dikeluarkan untuk belanja di sektor R&D
(Amerika Serikat); (ii) luasnya cakupan insentif yang diberikan (India & Jerman); serta (iii)
keberpihakan terhadap pengembangan R&D di sektor atau golongan usaha tertentu (Inggris).
Masing-masing insentif pajak dan dukungan fiskal di keempat negara tersebut akan diuraikan
berikut ini.
India
Pemerintah India menawarkan insentif meliputi super deduction untuk biaya-biaya R&D oleh
perusahaan manufaktur, kontribusi yang diberikan kepada lembaga penelitian, pembebasan bea
masuk untuk impor barang modal tertentu, dan lain-lain (Deloitte 2011).
Insentif pajak langsung
Insentif pajak langsung dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Insentif untuk biayakegiatan R&D berkaitan dengan usaha berupa super deduction sebesar
100 % atas biaya perolehan pendapatan dan biaya modal (kecuali biaya akuisisi tanah).
b. Insentif untuk perusahaan manufaktur yang melaksanakan kegiatan R&D berupa
pengurangan tertimbang (weighted deduction) sebesar 200 % untuk in-houseR&D,
termasuk biaya modal (kecuali tanah dan bangunan). Pemanfaatan insentif tersebut tidak
lagi dibatasi hanya untuk perusahaan manufaktur saja, namun tersedia untuk semua industri.
5
c. Kontribusi bagi kegiatan R&D berupa pengurangan sebesar 125–175 % atas kontribusi
yang diberikan kepada asosiasi penelitian ilmiah, universitas, sekolah tinggi, atau institusi
lainnya yang digunakan untuk penelitian ilmiah.
d. Penyusutan dipercepat sebesar 40 % diperbolehkan atas pabrik dan mesin yang digunakan
dalam manufaktur selain yang dikecualikan dengan menggunakan teknologi asli India. Tarif
depresiasi yang normal adalah 15 %.
Insentif pajak tidak langsung
Insentif pajak tidak langsung dikelompokkan ke dalam tiga bagian:
Bagian I: Insentif untuk R&D yang dibangun di dalam perusahaan (in-house)
1. Export Promotion Capital Goods (EPCG) Scheme. Pengadaan barang modal untuk kegiatan
pra-produksi, produksi dan pasca-produksi dapat diberikan tarif bea masuk yang lebih
rendah dengan komitmen ekspor produk yang dihasilkan.
2. Pembebasan bea masuk untuk impor barang tertentu untuk R&D di bidang farmasi dan
bioteknologi dengan tarif bea masuk 0% atau dengan tarif yang direndahkan yaitu 5 %
tergantung sifat barang yang diimpor.
3. Pembebasan bea masuk atas impor barang tertentu untuk perusahaan manufaktur di bidang
agro kimiayang mengekspor minimal 200 juta rupee dalam tahun sebelumnya dan memiliki
unit R&D yang terdaftar, dapat diberikan insentif pembebasan bea masuk untuk tujuan
R&D.
Bagian II: Insentif untuk melakukan kegiatan R&D sebagai pekerjaan kolaboratif
Pembebasan atas bea masuk umum dan tambahan dapat diberikan untuk impor peralatan,
instrumen, bahan mentah, komponen, mesin pra-cetak, dan perangkat lunak komputer yang
diimpor untuk proyek R&D.
Bagian III: Insentif untuk kegiatan R&D yang dilakukan untuk pihak lain
6
1. Served From India Scheme (SFIS). Perusahaan India yang menjadi penyedia jasa yang
memperoleh pendapatan dalam valuta asing paling sedikit 1 juta rupee pada tahun
sebelumnya berhak mendapatkan kupon kredit bea masuksetara dengan 10 % atas valuta
asing yang diperoleh selama tahun berjalan.
2. Export Promotion Capital Goods (EPCG) Scheme, juga diberikan untuk pekerjaan kegiatan
penelitian pengembangan bagi pihak lain.
3. Pembebasan bea masuk atas bea masuk tambahan dan pengurangan menjadi 5 % diberikan
terhadap instrumen ilmiah dan teknik, bahan-bahan, peralatan, suku cadang, binatang hidup
(untuk tujuan eksperimental), perangkat lunak komputer, dan prototipe. Insentif ini berlaku
untuk kegiatan R&D yang dikerjakan untuk pihak lainatau untuk kegiatan R&D yang
dikerjakan secara kolaboratif.
4. Pembebasan cukaiatas semua barang kena cukai yang diproduksi di lembaga teknik,
pendidikan dan penelitian dalam rangka pelaksanaan eksprerimen atau penelitian.
Inisiatif pemerintah daerah
Pemerintah daerah juga mengambil peran dengan membuat inisiatif pemberian insentif untuk
mendorong pengembangan bidang R&D berdasarkan keunggulan masing-masing daerah dan
disusun dalam bentuk paket kebijakan.
Amerika Serikat
Insentif perpajakan yang diberikan oleh pemerintah Amerika Serikat adalah dalam bentuk kredit
pajak (tax credit)yang disediakan untuk biaya-biaya penelitian yang memenuhi syarat (Deloitte
2013). Pemerintah Amerika Serikat menawarkan kredit pajak untuk meng-offset kewajiban
pajak federal dan negara bagian pada periode saat ini, sebelumnya, maupun yang akan datang.
Kredit pajak yang tidak terpakai dapat dibawa ke belakang (carried back) untuk periode 1 tahun
7
dan dibawa ke depan (carried forward) untuk periode 20 tahun. Bagi perusahaan kecil dengan
pendapatan kotor kurang dari 50 juta dollar AS diberikan kelonggaran dengan 5 tahun carry
back dan 20 tahun carry forward.
Semua industri yang mengadakan penelitian memenuhi syarat untuk mendapatkan kredit pajak
atas kegiatan penelitian. Biaya-biaya yang dapat dimasukkan dalam rangka mendapatkan kredit
pajak antara lain: gaji untuk tenaga kerja internal perusahaan, 65 % dari tenaga kerja kontrak,
dan perlengkapan yang digunakan dalam proses penelitian,kecuali biaya overhead dan biaya
modal.Tidak ada batasan wilayah dimana kekayaan intelektual berlokasi,asalkan aktivitas
dilakukan di wilayah Amerika Serikat dan biaya-biaya terkait dikeluarkan oleh wajib pajak
Amerika Serikat.
Inggris
Inggris menawarkan dua insentif berbasis volume: yang pertama adalah insentif yang disediakan
untuk perusahaan yang memenuhi definisi usaha kecil dan menengah (UKM), dan yang kedua
adalah insentif bagi perusahaan yang tidak memenuhi definisi tersebut (perusahaan besar)
(Deloitte 2013). Fasilitas perpajakan yang diberikan:
- Untuk perusahaan besar: super deduction 130 %;
- Untuk UKM: super deduction 225 %; dan
- Kredit tunai: tersedia untuk UKM dalam posisi rugi, mencapai 24,75 % dari pengeluaran
yang memenuhi syarat.
Insentif pajak yang tidak dimanfaatkan dapat di-carry forward untuk jangka waktu yang tidak
terbatas untuk diselisihkan dengan laba di masa depan yang berasal dari perdagangan yang sama
asalkan tidak ada perubahan kepemilikan dan perubahan sifat perdagangan dalam waktu tiga
tahun. Saat ini tidak ada pembatasan maksimal besarnya biaya R&D yang dapat dikurangkan
8
untuk perusahaan besar. Namun demikian, untuk UKM ada pembatasan maksimal insentif pajak
yang dapat diberikan, yaitu 7,5 juta euro untuk setiap proyek R&D. Belanja modal dikecualikan
dari super deduction, tapi pengurangan penuh untuk barang modal yang digunakan dalam
kegiatan R&D dapat diklaim pada tahun terjadinya biaya tersebut; bukan diamortisasi untuk
penghitungan pajak sesuai dengan ketentuan yang umum.
Rezim Patent Box memperbolehkan perusahaan untuk mengajukan tarif pajak penghasilan
badan yang lebih rendah untuk laba yang dihasilkan setelah 1 April 2013 yang diperoleh dari
penemuan yang dipatenkan dan inovasi tertentu lainnya. Tarif yang diterapkan adalah 10 %,
lebih rendah dari tarif umum yang berkisar antara 20-24 %. Pemberian insentif tidak melihat
jenis industri,namun semata-mata didasarkan pada sifat aktivitas yang dilakukan.
Jerman
Insentif yang diberikan oleh pemerintah Jerman untuk kegiatan R&Dberdasarkan proyek, yang
sering kali bersifat kolaboratif,terutama dalam bentuk hibah tunai (Deloitte 2013). Persentase
pendanaan hibah dapat mencapai 50 % dari biaya proyek yang disetujui. Pelaku UKM dapat
memperoleh persentase pendanaan yang lebih tinggi. Kriteria pemilihan proyek yang layak
mendapatkan insentif hibah tunai tersebut antara lain: (i) tingkat inovasi; (ii) tingkat risiko
teknis; dan (iii) tingkat risiko ekonomi.
Perusahaan-perusahaan dalam industri berikut biasanya mengajukan permintaan untuk
mendapatkan hibah: (i) bioteknologi dan ilmu hayat; (ii) teknologi informasi dan komunikasi;
(iii) manufaktur; dan (iv) energi dan utilitas. Namun demikian, beberapa industri biasanya
dikecualikan untuk mendapatkan dukungan pembiayaan: (i) bank dan perusahaan jasa
keuangan; dan (ii) perusahaan asuransi.
9
Biaya-biaya yang dapat dibiayai dari hibah atau pinjaman antara lain: upah tenaga kerja, bahan
baku, biaya overhead, biaya subkontrak, amortisasi, dan biaya perjalanan. Hibah tunai secara
umum diberikan untuk mengganti biaya-biaya yang sudah dikeluarkan. Kegiatan yang
memenuhi syarat untuk mendapatkan pendanaan antara lain:
- Penelitian dasar (fundamental research) – pekerjaan eksperimental atau teoretikal yang
bertujuan untuk memperoleh pengetahuan baru;
- Penelitian industri (industrial research) – penelitian dengan tujuan praktis yang spesifik
yang dimaksudkan untuk mengembangkan produk baru, proses baru, atau pelayanan baru
atau untuk memperbaiki yang sudah ada; dan
- Penelitian eksperimental (experimental research) – penelitian yang ditujukan untuk
menghasilkan draft, rencana, dan prototipe.
Kegiatan R&D dan biaya yang timbul harus terjadi di wilayah Jerman. Eksploitasi terhadap
hasil proyek tersebut, termasuk hak kekayaan intelektual, harus tetap berlangsung di Jerman.
Indonesia
Insentif yang Sudah Ada Saat Ini
Bercermin pada pengalaman negara-negara lain, Indonesia masih jauh tertinggal dalam
memberikan insentif pajak dan dukungan fiskal bagi kegiatan R&D. Ketentuan terkait insentif
pajak tersebut terserak di berbagai tingkatan perundang-undangan baik Peraturan Pemerintah
maupun Peraturan Menteri Keuangan. Hal ini menyulitkan bagi para pelaku R&D untuk
mendapatkan informasi yang lengkap. Akibat dari informasi yang tidak diperoleh secara utuh,
berbagai insentif pajak yang sudah tersedia tersebut menjadi kurang menarik karena manfaat
yang bisa diperoleh dianggap tidak signifikan. Pada kenyataannya, fasilitas insentif pajak
10
tersebut memang hingga saat ini belum banyak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang
menyelenggarakan kegiatan R&D.
Apabila ditelaah lebih jauh, insentif pajak yang diberikan masih sangat terbatas bahkan dapat
dikatakan pemerintah masih pelit dalam memberikan fasilitas. Terkait dengan fasilitas pajak
penghasilan, insentif yang diberikan adalah dalam bentuk tambahan waktu 1 tahun untuk
kompensasi kerugian apabila mengeluarkan biaya R&D di dalam negeri dalam rangka
pengembangan produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5 % dari investasi dalam jangka
waktu 5 tahun. Fasilitas pajak penghasilan tersebut merupakan bagian dari insentif untuk wajib
pajak badan dalam negeri yang melakukan penanaman modal pada bidang usaha tertentu atau
daerah-daerah tertentu. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut juga diatur bahwa fasilitas Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dapat dimanfaatkan setelah Wajib Pajak merealisasikan
rencana penanaman modal paling sedikit 80 %.
Di samping itu, pemerintah juga memberikan insentif berupa pengurangan yang diperbolehkan
sampai jumlah tertentu dari penghasilan bruto dalam rangka penghitungan penghasilan kena
pajak. Insentif pengurangan sampai jumlah tertentu tersebut diperbolehkan atas sumbangan
dalam rangka R&D, yang merupakan sumbangan untuk R&D yang dilakukan di wilayah
Republik Indonesia yang disampaikan melalui lembaga R&D.
Bentuk insentif pajak lainnya yang sudah ada untuk kegiatan R&D adalah dalam bentuk
pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan R&D. Barang impor yang
dapat diberikan fasilitas tersebut adalah barang untuk keperluan R&D ilmu pengetahuan adalah
barang yang benar-benar digunakan untuk memajukan ilmu pengetahuan, termasuk untuk
penyelenggaraan penelitian dengan tujuan untuk mempertinggi tingkat ilmu pengetahuan yang
ada. Terkait dengan barang yang berasal dari impor, selain fasilitas pembebasan bea masuk dan
cukai, pemerintah juga memberikan insentif tidak dipungut pajak penghasilan pasal 22 atas
barang untuk keperluan R&D ilmu pengetahuan.
11
Secara spesifik pembebasan cukai juga dapat diberikan atas etil alkohol dengan kadar paling
rendah 85 % yang digunakan untuk keperluan R&D ilmu pengetahuan. Untuk memperoleh
pembebasan cukai dimaksud, pengusaha atau importir mengajukan permohonan kepada Menteri
Keuangan c.q. Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan
Cukai.
Terakhir, untuk lembaga milik pemerintah yang bergerak di bidang R&D dapat memanfaatkan
insentif pembebasan bea masuk. Insentif ini berlaku untuk barang untuk kepentingan umum
yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. Untuk mendapatkan pembebasan
bea masuk atas barang impor tersebut, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah atau pihak ketiga
sebagaimana dimaksud mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur
Jenderal Bea dan Cukai.
Apabila berbagai bentuk insentif pajak dibandingkan satu dengan yang lain, maka dapat
diketahui potensi dampak pemberian insentif tersebut bagi kemajuan teknologi dan inovasi.
Sebagai contoh adalah pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan
R&D. Insentif ini diterapkan untuk memberi kemudahan bagi lembaga-lembaga R&D untuk
mengimpor barang yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatannya. Dengan demikian,
kemungkinan dampaknya adalah semakin meningkatnya impor barang dari luar ke dalam
wilayah Indonesia. Selain itu, kegiatan R&D di Indonesia akan tergantung pada pasokan barang
dari luar negeri, baik itu dalam bentuk bahan, peralatan, suku cadang, maupun purwarupa atau
desain. Hal ini bila berlangsung terus menerus dalam jangka waktu yang lama akan kontra
produktif terhadap usaha untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas R&D yang asli Indonesia.
Rekomendasi Kebijakan
Dengan merujuk pada data World Development Indicators sebagaimana telah diuraikan
sebelumnya, Indonesia harus mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain, salah satunya
dengan kebijakan pemberian insentif dan dukungan fiskal yang agresif. Dalam kaitan tersebut,
12
berikut ini adalah beberapa rekomendasi terkait rancangan kebijakan insentif pajak dan
dukungan fiskal untuk mendorong inovasi dan kemajuan teknologi.
1. Insentif diprioritaskan untuk sektor agroindustri yang menjadi keunggulan komparatif
Indonesia
Warisan ekonomi berbasis sumber daya alam yang bertumpu pada labor intensive perlu
ditingkatkan secara bertahap menuju skilled labor intensive dan kemudian menjadi human
capital intensive. Peningkatan kemampuan modal manusia yang menguasai teknologi dan
inovasi sangat diperlukan ketika Indonesia memasuki tahap innovation-driven economies.
Dalam kaitan tersebut, sektor pertanian yang menyerap sekitar 46 % dari total angkatan kerja
mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan produktivitas.
Lebih jauh, peningkatan dari factor driven economy menjadi innovation-driven economy perlu
diaplikasikan di sektor pertanian sebagai agroindustri.
Agroindustri mempunyai peran penting karena 2 alasan, yaitu: 1) Agroindustri mampu
mentransformasikan keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing (kompetitif), yang
pada akhirnya akan memperkuat daya saing produk agribisnis Indonesia. Jika hanya
mengandalkan komoditas primer, Indonesia akan senantiasa berada pada posisi penerima harga
(price taker) dalam pasar internasional; 2) Agroindustri mampu menciptakan dan menahan nilai
tambah sebesar mungkin di dalam negeri, serta mendiversifikasi produk dengan mengakomodir
preferensi konsumen baik yang berkembang di dalam negeri maupun di pasar internasional
(Himpro Agri Unpad 2014). Karena itu, pengembangan agribisnis perlu diarahkan pada
pendalaman struktur agroindustri yang lebih ke hilir yang mengolah hasil pertanian menjadi
produk olahan, baik berupa produk antara (intermediate product), produk semi-akhir (semi-
finished product), maupun produk akhir (final product).
Untuk pengembangan agroindustri yang berkelanjutan, perlu didukung dengan aktivitas R&D
yang masif sehingga produk yang dihasilkan mampu bersaing bahkan dapat menguasai pangsa
13
pasar internasional. Dengan R&D yang intensif, maka akan dihasilkan pengembangan produk,
proses, serta jasa yang unggul dengan efisiensi yang tinggi. Investasi yang substantif dalam
kegiatan R&D di sektor ini juga diperlukan. Karena itu, perlu dirancang kebijakan insentif pajak
untuk mendorong peningkatan investasi tersebut.
Insentif pajak penghasilan diperlukan untuk merangsang agar investor bergairah untuk
menanamkan modalnya dalam R&D agroindustri. Insentif pajak penghasilan dimaksud dapat
diberikan dalam bentuk penyusutan yang dipercepat untuk pabrik dan mesin-mesin yang
digunakan. Dengan penyusutan yang dipercepat, maka akan berdampak pada bergesernya biaya
penyusutan di tahun-tahun awal investasi sehingga laba perusahaan menjadi kecil dan sebagai
konsekuensinya pajak yang terutang pun menjadi rendah. Dalam beberapa tahun kemudian,
ketika usaha sudah berjalan dengan baik dan menghasilkan laba yang tinggi, maka pajak yang
terutang juga semakin tinggi seiring dengan semakin kecilnya beban penyusutan.
Selain itu, insentif pajak pertambahan nilai (PPN) juga perlu diberikan mengingat produk olahan
hasil pertanian sudah dikenakan PPN berdasarkan Undang-Undang. Fasilitas bebas PPN penting
untuk diberikan bagi produk hasil agroindustri yang dipasarkan di dalam negeri sehingga
harganya menjadi lebih kompetitif dibandingkan dengan produk sejenis dari luar negeri. Untuk
tujuan pasar internasional, produk ekspor sudah dibebaskan PPN sebagaimana juga diterapkan
oleh negara-negara lain. Penguasaan pangsa pasar domestik Indonesia sangat penting dan
strategis mengingat saat ini pasar dalam negeri Indonesia dengan jumlah konsumen yang terus
meningkat menjadi incaran produk-produk dari negara lain.
2. Insentif dalam bentuk super deduction didesain untuk mendukung peran UMKM di bidang
teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan tulang punggung perekonomian yang
berasaskan kerakyatan. Terbukti bahwa UMKM dapat bertahan dalam terpaan krisis,bahkan
dalam periode 2006-2010 jumlah UMKM di Indonesia terus tumbuh mencapai 9,8 %dan
14
pertumbuhan kapitalisasi mencapai 23,85 %. Kontribusi terhadap total ekspor non-migas
sebesar rata-rata 17,03 % per tahun. Porsi ini masih tergolong kecil mengingat UMKM
menguasai lebih dari 99 % dari total unit usaha di Indonesia. Ke depan kontribusi UMKM
terhadap ekspor diharapkan akan meningkat melalui peningkatan kapasitas dan daya saing
barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor UMKM (Sitepu 2013a).
Sektor teknologi informasi merupakan salah satu keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh
Indonesia. Berdasarkan data industri mikro kecil periode 2010-2013 (BPS 2014), subsektor
yang terkait dengan bidang TIK yaitu subsektor industri komputer, barang elektronika dan optik
serta subsektor industri mesin dan perlengkapan yang tidak termasuk lainnya. Dari data tersebut
diketahui bahwa industri mikro di kedua subsektor tersebut mengalami kecenderungan
penurunan dalam hal jumlah perusahaan, nilai output, serta nilai tambah berdasarkan harga
pasar. Di pihak lain, industri kecil justru menunjukkan peningkatan dalam ketiga indikator
tersebut dalam periode yang sama. Fakta ini menarik untuk dicermati. Peningkatan pada industri
kecil patut diapresiasi, karena salah satu faktor pendorong peningkatan tersebut adalah industri
mikro yang naik kelas menjadi industri kecil. Namun, mengingat sebagian besar pelaku usaha di
bidang TIK adalah industri mikro yang berawal dari kreativitas satu atau sekelompok kecil
orang, penurunan yang terjadi di kelompok industri mikro perlu mendapat perhatian serius.
Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah menurunnya minat pelaku usaha industri mikro
untuk terjun ke industri di bidang TIK. Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah iklim
usaha yang tidak mendukung.
Salah satu bentuk dukungan kelembagaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah mengembangkan dan
meningkatkan fungsi inkubator,yaitu lembaga yang menyediakan layanan penumbuhan
wirausaha baru dan perkuatan akses sumber daya kemajuan usaha kepada UMKM sebagai mitra
usahanyasesuai dengan potensi dan sumber daya ekonomi lokal. Berdasarkan data dari
15
Masyarakat Industri Kreatif Teknologi Informasi (MIKTI), pada tahun 2014, bekerja sama
dengan PT Telkom,MIKTI membangun 20 pusat inkubator di Jakarta, Bandung, Yogyakarta,
dan Denpasar (Kompas 2014b). Selanjutnya akan dibangun juga di Palembang, Pekanbaru,
Medan, Balikpapan dan Makassar. Yang sudah berjalan saat ini di Bandung dan Yogyakarta
Digital Valley. Dalam pusat inkubator, para pemula di bidang kreatif digital dapat
merealisasikan idenya melalui sejumlah bantuan teknis. Hingga saat ini karya lokal belum
mampu menggeser minat konsumen pada produk-produk berbasis digital impor. Sekitar 80 %
minat konsumen masih pada produk impor, khususnya animasi, gim online, dan perangkat lunak
bisnis.
Permasalahan yang dihadapi oleh pelaku usaha industri TIK antara lain adalah lemahnya
permodalan dan pemasaran. Insentif pajak yang diberikan dapat berupa super deduction atas
biaya R&D untuk kategori usaha mikro dan kecil sebagaimana diterapkan oleh Inggris.
Pemberian insentif tersebut akan mendorong pelaku usaha di bidang TIK untuk
mengembangkan inovasi mengingat perubahan yang sangat cepat di bidang industri ini. Karena
bentuk insentif berupa super deduction belum diterapkan di Indonesia, maka perlu diterbitkan
landasan hukum untuk implementasi kebijakan tersebut. Dasar hukum dimaksud berupa
Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Keuangan sebagai ketentuan pelaksanaan dari
Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan.
3. Insentif berupa hibah (cash grant) untuk mendukung penelitian dasar dan pengembangan
eksperimental
Dukungan berbentuk hibah ini sudah dijalankan melalui sebuah lembaga yang bernaung di
bawah Kementerian Keuangan yaitu Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dengan
mengelola dana abadi (endowment fund) yang berasal dari alokasi dana pendidikan. Dalam
rangka mendorong riset strategis dan/atau inovatif yang implementatif dan menciptakan nilai
tambah melalui pendanaan riset, LPDP mengelola pendanaan dalam bentuk Bantuan Dana Riset
16
Inovatif Produktif (RISPRO) yang dibagi ke dalam 2 kategori berdasarkan bidang yang menjadi
fokus R&D-nya.
Dukungan dana riset melalui LPDP diberikan untuk kegiatan penelitian industrial (industrial
research) atau penelitian terapan (applied research), yaitu penelitian atau investigasi kritis yang
terencana yang ditujukan pada pengembangan produk baru, proses atau jasa atau untuk
membawa perbaikan yang signifikan dalam produk, proses atau layanan yang sudah ada
(InnoviSCOP 2014). Memang dukungan terhadap penelitian terapan akan menghasilkan imbal
balik yang dapat langsung dirasakan dan dapat dikomersialkan dalam waktu singkat. Namun
demikian, penelitian terapan sifatnya hanya sementara dan merupakan proses hilir dalam suatu
alur R&D. Nilai tambah yang dihasilkan sebenarnya tidak besar karena hanya berupa
pengembangan dari produk, proses atau jasa yang sudah ada.
Untuk dapat menghasilkan nilai tambah yang tinggi, pengembangan proses, produk atau jasa
harus diawali dengan tahapan yang lebih mendasar, yaitu penelitian dasar (fundamental
research), yaitu karya eksperimental atau teoritis yang dilakukan terutama untuk memperoleh
pengetahuan baru tentang dasar-dasar yang melandasi fenomena dan fakta yang dapat diamati,
tanpa adanya aplikasi praktis atau penggunaannya (InnoviSCOP 2014b). Penguasaan terhadap
penelitian dasar menjadi modal yang kuat bagi negara-negara yang maju untuk menjadi
pemimpin dalam bidang teknologi dan inovasi, sedangkan negara-negara lain yang tidak
menguasai penelitian dasar hanya akan menjadi pengikut dan peniru.
Tahapan selanjutnya dari penelitian dasar adalah pengembangan eksperimental, yaitu kegiatan
memperoleh, menggabungkan, membentuk, dan menggunakan pengetahuan di bidang ilmiah,
teknologi, dan bisnis serta ilmu pengetahuan dan keahlian lainnya untuk memproduksi rencana
atau pengaturan atau desain untuk produk, proses atau jasa yang baru, telah diubah atau
diperbaiki (InnoviSCOP 2014c).
17
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, pemberian dukungan fiskal dalam bentuk hibah
tunai sebaiknya lebih diutamakan kepada penelitian dasar dan pengembangan eksperimental.
Hal ini diperlukan agar pihak-pihak yang bergerak dalam kegiatan R&D lebih terpacu untuk
melakukan penelitian dasar dan pengembangan eksperimental daripada penelitian terapan.
Memang hasil dari penelitian tersebut tidak akan dapat dirasakan dalam waktu yang singkat,
namun dalam jangka panjang, penelitian dasar dan pengembangan eksperimental akan
menghasilkan produk inovasi dan teknologi yang menjadikan Indonesia sebagai pemimpin di
bidang tersebut.
4. Insentif diintegrasikan dengan konsep pengembangan kawasan
Berkaca pada pengalaman India pada bagian sebelumnya, penentuan fokus pengembangan
industri berdasarkan wilayah perlu ditunjang dengan pemberian insentif pajak dan dukungan
fiskal. Daerah-daerah yang mempunyai keunggulan di sektor tertentu dikembangkan menjadi
kawasan industri yang terintegrasi. Di Indonesia, konsep pengembangan kawasan tersebut telah
disusun dalam bentuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), yaitu kawasan dengan batas tertentu
yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas
tertentu.
Pengembangan KEK dimaksudkan untuk meningkatkan penanaman modal melalui penyiapan
kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategis. Kawasan tersebut
dipersiapkan untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain
yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Konsep yang diusung dalam pengembangan KEK
merupakan model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain
industri, pariwisata, dan perdagangan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan (Sitepu
2013b).
Fasilitas yang diberikan pada KEK ditujukan untuk meningkatkan daya saing agar lebih
diminati oleh penanam modal. Fasilitas tersebut terdiri atas fasilitas fiskal, yang berupa
18
perpajakan, kepabeanan dan cukai, pajak daerah dan retribusi daerah, dan fasilitas nonfiskal,
yang berupa fasilitas pertanahan, perizinan, keimigrasian, investasi, dan ketenagakerjaan, serta
fasilitas dan kemudahan lain yang dapat diberikan pada Zona di dalam KEK, yang akan diatur
oleh instansi berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain KEK, kebijakan pengembangan kawasan lainnya yang telah diimplementasikan adalah:
(i) Kawasan Berikat; (ii) Kawasan Industri; (iii) Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu;
dan (iv) Free Trade Zone atau Kawasan Perdagangan Bebas Pulau Batam, Bintan, dan Karimun
(Kementerian Keuangan 2013). Kecuali untuk kawasan perdagangan bebas dan kawasan
berikat, fasilitas perpajakan belum dimanfaatkan dengan baik. Hal ini terjadi karena beberapa
faktor mendasar yang belum tersedia seperti infrastruktur dan konektivitas yang belum baik
dengan pusat-pusat pertumbuhan yang sudah ada. Pemerintah perlu mempertimbangkan untuk
menerapkan kebijakan insentif pajak dan dukungan fiskal dengan desain khusus bagi kegiatan
R&D yang terintegrasi dengan konsep pengembangan kawasan.
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kunci keberhasilan Indonesia agar
terhindar dari middle-income trap adalah sumber daya manusia dan teknologi. Untuk
mendorong inovasi dan kemajuan teknologi, diperlukan peran serta berbagai pihak termasuk
pemerintah dan swasta. Pemerintah berperan tidak hanya dalam menciptakan iklim investasi
yang mendukung, namun lebih jauh perlu memberikan insentif pajak dan dukungan fiskal yang
dapat menggerakkan kegiatan R&D.
Hasil eksplorasi terhadap pengalaman beberapa negara yang dijadikan acuan memperlihatkan
bahwa negara-negara yang maju dalam bidang R&D menerapkan kebijakan insentif pajak dan
dukungan fiskal yang masif dan berdampak besar. Berbagai bentuk insentif dijalankan selaras
19
dengan kebijakan pengembangan industri. Indonesia yang jauh tertinggal dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi perlu membuat formulasi insentif pajak dan dukungan fiskal yang
agresif agar dapat memenangkan persaingan.
Beberapa rekomendasi yang diberikan yaitu: (i) insentif diprioritaskan untuk sektor agroindustri
yang menjadi keunggulan komparatif Indonesia; (ii) insentif dalam bentuk super deduction
didesain untuk mendukung peran UMKM di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK);
(iii) insentif berupa hibah (cash grant) untuk mendukung penelitian dasar dan pengembangan
eksperimental; dan (iv) insentif diintegrasikan dengan konsep pengembangan kawasan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. (2014). Data industri mikro kecil periode 2010-2013.
Deloitte. (2013). 2013 Global Survey of R&D Tax Incentives. UK: Deloitte Global Services
Limited.
Deloitte. (2011). Research & Development expenditure: A concept paper. New Delhi: Deloitte
Touche Tohmatsu India Private Limited.
Global Economic Symposium. (2014). Escaping the middle income trap.Diakses 27 Agustus
2014, dari http://www.global-economic-symposium.org/knowledgebase/escaping-the-
middle-income-trap
Himpro Agri Unpad. (2014). Perkembangan Agroindustri Indonesia oleh ICT Club. Diakses 3
September 2014, dari http://himproagriunpad.blogspot.com/2013/06/perkembangan-
agroindustri-indonesia.html
Indopuro. (2014). Peranan Agroindustri Dalam Perekonomian Indonesia, Masa Lalu, Sekarang