Bagaimana Bisa Menata Kembali Jakarta yang Amburadul? 15 September 2016 13:10:15 : Potret sampah yang memenuhi Kali Besar pada Januari 2013 dan kondisi Kali besar awal September 2016. (KOMPAS/Wawan H Prabowo) Harian Kompas, Minggu, 11 September 2016 memuat foto-foto beberapa sungai dan waduk di Jakarta di masa lalu dibandingkan dengan di masa kini. Yang dimaksud dengan “di masa lalu” adalah foto-foto itu di masa tahun 2012-2013: di masa itu lautan sampah yang menutupi permukaan sungai, endapan lumpur yang membuat sungai jauh lebih dangkal daripada seharusnya, demikian juga lebar sungai yang menyempit sampai lebih dari separohnya karena diokupasi, pemukiman kumuh dan ilegal yang memenuhi bantaran sungai-sungai dan waduk-waduk, sudah sejak lama merupakan pemandangan lumrah. Padahal semua itu sangat jelas selain melanggar hukum, juga membuat Jakarta tampak sangat kotor, kumuh dan tidak manusiawi (manusia hidup di rumah-rumah yang tak lebih baik dari kandang hewan), tata kota yang ambur-adul, merusak estetika kota, dan menjadi salah satu penyebab utama banjir dan kemacetan.
16
Embed
Menata Kembali Jakarta yang Amburadul? - gelora45.comgelora45.com/news/JakartaYangAmburadulJadiRapih.pdf · petugas Unit Pelaksana Kebersihan (UPK) Badan Air Dinas Kebersihan DKI
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Bagaimana Bisa
Menata Kembali Jakarta yang Amburadul?
15 September 2016 13:10:15 :
Potret sampah yang memenuhi Kali Besar pada Januari 2013 dan kondisi Kali besar awal September
2016. (KOMPAS/Wawan H Prabowo)
Harian Kompas, Minggu, 11 September 2016 memuat foto-foto beberapa sungai dan
waduk di Jakarta di masa lalu dibandingkan dengan di masa kini.
Yang dimaksud dengan “di masa lalu” adalah foto-foto itu di masa tahun 2012-2013:
di masa itu lautan sampah yang menutupi permukaan sungai, endapan lumpur yang
membuat sungai jauh lebih dangkal daripada seharusnya, demikian juga lebar sungai
yang menyempit sampai lebih dari separohnya karena diokupasi, pemukiman kumuh
dan ilegal yang memenuhi bantaran sungai-sungai dan waduk-waduk, sudah sejak
lama merupakan pemandangan lumrah.
Padahal semua itu sangat jelas selain melanggar hukum, juga membuat Jakarta
tampak sangat kotor, kumuh dan tidak manusiawi (manusia hidup di rumah-rumah
yang tak lebih baik dari kandang hewan), tata kota yang ambur-adul, merusak
estetika kota, dan menjadi salah satu penyebab utama banjir dan kemacetan.
Sedangkan yang dimaksud dengan “di masa kini” adalah di awal bulan September
2016 ini ketika dari sudut pandangan yang sama potret beberapa sungai dan waduk
itu diabadikan kembali.
Kondisi beberapa sungai dan waduk yang penuh dengan sampah di masa itu sempat
diabadikan oleh beberapa fotografer harian Kompas. Mereka di antaranya Agus
Susanto (Kali Besar), Iwan Setiyawan (Pintu Air Manggarai), Lasti Kurnia (Kanal
Barat dan Kali Sunter), serta Wisnu Widiantoro (Waduk Pluit). Ketika foto-foto itu
dihadirkan kembali dalam satu bingkai bersanding dengan kondisinya saat ini,
terlihat betapa kelamnya nasib sungai-sungai dan waduk di Jakarta periode silam.
Wawan H Prabowo menulis narasi untuk foto-foto tersebut sebagai berikut:
Kali Sunter yang dulu terlihat kumuh dan penuh sampah kini berubah lebih bersih.
Sampah di Kali Besar yang mengganggu pemandangan di depan Menara Syahbandar
saat ini telah pudar. Pintu Air Manggarai yang dulunya kerap berlimpah sampah
sekarang tampak rapi. Pendangkalan Waduk Pluit akibat timbunan sampahdan penuh
eceng gondok berubah menjadi ruang terbuka hijau nan asri.
Rupa sungai Jakarta yang hingga kini masih lekat dengan kiriman sampah ditemui di
Kanal Barat, tepat berada di bawah jembatan Jalan Prof Dr Latumenten, Jelambar,
Jakarta Barat. Kerja keras petugas kebersihan dan pengerahan alat berat belum
mampu membendung sampah yang tak kunjung sudah mengalir ke Kanal Barat.
Meskipun begitu, kondisi itu jauh lebih baik jika dibandingkan dengan di era lalu di
mana Kanal Barat dijadikan masyarakat sebagai tempat membuang dan membakar
sampah.
Sejak digulirkannya proyek normalisasi oleh pemerintah, sampah yang membanjiri
sungai dan waduk di Jakarta mulai surut. Dalam keseharian, kerja keras para
petugas Unit Pelaksana Kebersihan (UPK) Badan Air Dinas Kebersihan DKI Jakarta
yang tanpa kenal lelah meraup sampah telah mengubah sungai dan waduk Jakarta
menjadi lebih tertata.
Berikut adalah foto-foto di harin Kompas yang dimaksud:
Tumpukan sampah yang terbakar di Kanal Barat pada Desember 2013 dan aktivitas
pembersihan sampah oleh petugas di awal September 2016. (KOMPAS/Wawan H
Prabowo)
Kondisi Pintu Air Manggarai yang tersumbat sampah pada Juli 2013 dan situasi Pintu
Air Manggarai awal September 2016. (KOMPAS/Wawan H Prabowo)
Tumpukan sampah di tepi Waduk Pluit pada November 2012 dan wajah Waduk Pluit
di awal September 2016. (KOMPAS/Wawan H Prabowo)
Kali Sunter yang penuh sampah di bulan November 2012 dan Kali Sunter pada awal
September 2016 (KOMPAS/Wawan H Prabowo)
Selain foto-foto di harian Kompas itu, di internet pun kita bisa dengan mudah
mendapatkan foto-foto perbandingan kondisi beberapa sungai/waduk yang
dahulunya begitu penuh dengan lautan sampah (sampai-sampai sungainya tidak
kelihatan lagi), dan di bantaran sungai/waduk yang ditutupi pemukiman ilegal dan
kumuh (penghuninya juga sebagai “penyumbang” terbesar sampah-sampah itu),
sehingga banyak kawasan di Jakarta yang nota bene adalah sebuah megapolitan dan
Ibu Kota Negara, menjadi kawasan yang sangat kotor, tidak sedap dipandang mata,
merusak estetika dan tata desain kota, menjadikan lingkungan kota yang semrawut
dengan berbagai persoalan sosial, ekonomi dan keamanan lingkungan.
Perbandingan Kalijodo sebelum dan sesudah ditertibkan (detik.com, 6 Mei 2016)