xxxii MEMODIFIKASI EKSPLORASI DAN MEMELIHARA BUDAYA LOKAL SERTA KARAKTER BANGSA DALAM REVOLUSI 4.0 MELALUI PEMBELAJARAN ETNOMATEMATIKA Supriadi Doktor Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan Indonesia, Kampus Serang supr iadi .upi serang@upi . edu Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika di UGJ, Cirebon, Hari Minggu, tanggal 3 Februari 2019 Abstrak. Keutuhan Budaya lokal dan karakter bangsa dalam revolusi industri 4.0 akan terganggu jika kita tidak cepat melakukan perubahan dalam pendidikan. Pembelajaran etnomatematika merupakan salahsatu inovasi dalam memelihara keutuhan budaya dan karakter bangsa. Revolusi Industri 4.0 menuntut kita untuk memiliki kemampuan literasi data untuk memahami dan memperluas wawasan mengenai nilai positif budaya yang dapat kita hubungkan dengan konsep matematika. Penyampaian dan publikasi nilai budaya dapat menggunakan teknologi dan informasi yang kekinian sehingga matematika dan budaya dapat meningkatkan literasi manusia yang bersifat humanis dalam menjaga identitas bangsa. Kata kunci: Budaya Lokal, karakter Bangsa, Revolusi Industri 4.0, Pembelajaran Etnomatematika 1. Pendahuluan Indonesia saat ini telah memasuki era Revolusi Industri 4.0, sehingga berdampak pada berbagai aspek-aspek kehidupan. Salah satunya budaya lokal dan karakter bangsa yang akan diuji keberadaannya dalam pemahaman dan pengetahuan masyarakatnya. Sebuah cara agar budaya kita tetap terpelihara adalah melalui inovasi di bidang pendidikan. Pendidikan matematika dapat dihubungkan dengan budaya melalui konsep etnomatematika yang pertama kali digagas oleh D’Ambrosio pada tahun 1985 dan Nunes pada tahun 1992 (Supriadi, 2014). Menurut
15
Embed
MEMODIFIKASI EKSPLORASI DAN MEMELIHARA BUDAYA LOKAL …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
xxxii
MEMODIFIKASI EKSPLORASI DAN
MEMELIHARA BUDAYA LOKAL SERTA
KARAKTER BANGSA DALAM REVOLUSI 4.0
MELALUI PEMBELAJARAN ETNOMATEMATIKA
Supriadi
Doktor Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan Indonesia, Kampus
Sclechtendahl,dkk (2015), Revolusi Industri 4.0 merupakan sebuah
lingkungan industri yang seluruhnya terhubung untuk saling berbagi
informasi dengan menitik beratkan pada unsur kecepatan transmisi data.
Diperkuat lagi oleh Kagermaan,dkk (2013) pada era ini dikembangkan dua
sistem yang saling mempengaruhi dan menjadi satu kesatuan yaitu CPS
(Cyber Physical System) dan IoT & IoS (Internet of think & Internet of Service).
CPS mampu menghubungkan dunia nyata dan dunia maya dalam wujud
teknologi embedded computer secara close loop (Lee,2008). Dengan demikian
terciptalah sebuah kemudahan dalam segala bidang kehidupan,
salahsatunya adalah kemudahan kita dalam mengeksplorasi budaya
kita dalam sebuah pembelajaran matematika.
Saat Revolusi Industri 4.0 berlangsung, pendidikan matematika
masih memiliki pekerjaan rumah yang belum selesai yaitu prestasi
matematika di dunia internasional yang masih rendah. Hal ini ditunjukkan
hasil studi PISA (Program for International Student Assesment) pada tahun
2015 Indonesia menduduki urutan ke 69 dari 79 negara. Dan hasil studi
TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) Indonesia
berada pada peringkat ke 36 dari 49 negara (Supriadi, 2017a). Penyebab
dari rendahnya prestasi kita karena kurikulum matematika kita masih
banyak menggunakan pemahaman eurosentris. Bangsa-bangsa seperti
Jepang, Korea, Cina dan bangsa-bangsa Tiongkok lainnya telah lama
menggunakan budaya mereka dalam pembelajaran matematika. Sehingga
mereka dapat maju pesat dalam segala bidang. Keberhasilan negara
Jepang dan Tionghoa dalam pembelajaran matematika karena mereka
menggunakan Etnomatematika dalam pembelajaran matematikanya
(Kurumeh, 2004).
Selain permasalahan pembelajaran matematika yang masih
rendah, pelestarian akan budaya lokal dan karakter bangsa pun sama,
salahsatunya budaya Sunda, dalam sebuah penelitian (Muhsin dkk,2011)
disampaikan bahwa 20% penduduk Jawa Barat masih bisa memahami
bahasa Sunda, sisanya sudah kesulitan dalam berbahasa Sunda dalam
kehidupan sehari-hari. Supriadi (2018), budaya sunda saat ini semakin
melemah dan akan hilang. Pendidikan, kebudayaan dan karakter bangsa
merupakan sebuah paket yan tidak bisa dipisahkan, pendapat ini sejalan
dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara, mengatakan bahwa “kebudayaan
xxxiv
tidak dapat dipisahkan dari pendidikan, bahkan kebudayaan merupakan
alas atau dasar pendidikan.
Proses pendidikan sebagai media mewariskan nilai-nilai luhur
bangsa yang memiliki arah untuk melahirkan generasi yang unggul di era
Revolusi 4.0 secara intelektual dengan tetap memelihara kepribadian dan
identitasnya sebagai bangsa. Pendidikan memiliki dua misi utama yaitu
“transfer of values” dan juga “transfer of knowledge”. Pendidikan di Indonesia
saat ini dihadapkan pada situasi dimana proses pendidikan sebagai upaya
pewarisan nilai-nilai budaya di satu sisi menghadapi dampak globalisasi
dari revolusi industri 4.0. Kondisi saat ini menurut penulis tidak adanya
tempat bagi budaya dalam pendidikan, ini dapat dilihat dari fenomena-
fenomena sebagai berikut, yaitu : (1) Pembatasan arti kebudayaan
pada hal-hal yang berhubungan dengan kesenian, kepurbakalaan, makam-
makam dan sastra tradisional, (2) nilai- nilai kebudayaan dalam
pendidikan telah dibatasi pada nilai-nilai intelektual , (3) nilai-nilai
agama bukanlah urusan pendidikan tetapi lebih terfokus pada urusan
lembaga-lembaga agama, (4) masyarakat beranggapan kolot atau primitif
akan budaya lokal (5) generasi muda lebih banyak memahami dan
mengenal budaya luar dibandingkan budaya lokal.
Pendidikan matematika melalui pembelajaran etnomatematika,
dapat menjadi salah satu solusi dalam mempertahankan identitas budaya
dan karakter bangsa guna menghadapi tantangan revolusi industri 4.0.
2. Pembelajaran Etnomatematika
Ethnomathematics pertama kali digagas oleh D’Ambrosio pada tahun
1985 dan Nunes pada tahun 1992 (Supriadi, 2017b). Definisi
ethnomathematics berasal dari kata ethno yang mengacu pada sosial konteks
budaya yang terdiri dari bahasa, jargon, kode perilaku, mitos dan simbol.
Mathema berarti menjelaskan, mengetahui, memahami kegiatan seperti
penyandian, mengukur, mengelompokkan, menyimpulkan dan
pemodelan. Tics berarti teknik, dengan kata lain etno mengacu pada
anggota kelompok di dalam lingkungan budaya diidentifikasi oleh tradisi
budaya mereka, kode simbol, mitos dan cara khusus yang digunakan untuk
berpikir dan untuk menyimpulkan (Rosa dan Orey, 2007).
xxxv
Penelitian mengenai pembelajaran etnomatematika yang telah
dilakukan antara lain: Effect of ethnomathematics teaching approach on senior
secondary students achievement and retention in locus (Emmanuel E. Achor1,
Benjamin I. Imoko1 and Emmanuel S. Uloko, 2009) yang memberikan
informasi penting bahwa keberhasilan negara Jepang dan Tionghoa dalam
pembelajaran matematika karena mereka menggunakan Etnomatematika
dalam pembelajaran matematikanya. Salah satu inovasi pembelajaran
etnomatematika yang peneliti kembangkan adalah pembelajaran
etnomatematika Sunda. Konsep etnomatematika Sunda menurut Supriadi
(2017) adalah semua kegiatan ide seseorang dengan didasari oleh
pandangan budaya Sunda (nilai-nilai budaya Sunda) yang dikembangkan
melalui proses berpikir matematika, dengan memandang bahwa
matematika adalah produk budaya. Berikut road map pembelajaran
etnomatematika sunda yang peneliti lakukan:
Tabel 1. Roadmap penelitian etnomatematika Sunda yang sudah
dilakukan peneliti dan mitra:
No Tahun Judul
1 2013 Pengembangan Bahan Ajar melalui Pembelajaran Kontekstual Berbasis Etnomatematika Budaya Sunda untuk Meningkatkan Kemampuan Pemodelan Matematik dan Kecerdasan Kreatif Mahasiswa PGSD (Penelitian Hibah Doktor) 2 2014 Mengembangkan Kemampuan dan Disposisi Pemodelan serta Berpikir Kreatif
Matematik Mahasiswa PGSD melalui Pembelajaran
Konstekstual Berbasis
Etnomatematika (Disertasi)
3 2017 Pengembangan Bahan Ajar melalui Pembelajaran Etnomatematika Sunda untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik, Berpikir Geometri dan Aljabar Siswa SD (Penelitian Pembinaan dan Afirmasi Riset Dosen)
3 2016 Pengaruh Pembelajaran Etnomatematika Sunda Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa Sekolah Dasar
4 2016 Pengaruh Pembelajaran Etnomatematika Sunda Terhadap Kemampuan Berpikir
Reflektif Dan Disposisi Matematis Siswa Sekolah Dasar 5 2016 Pengaruh Pembelajaran Etnomatematika Sunda Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sekolah Dasar
6 2016 Pengaruh Pembelajaran Etnomatematika Sunda Terhadap Kemampuan
Penalaran Matematis Siswa Sekolah Dasar 7 2016 Pengaruh Pembelajaran Etnomatematika Sunda Terhadap Kemampuan Literasi
Matematis Siswa Sekolah Dasar
xxxvi
8 2017 Pengaruh Pembelajaran Etnomatematika Sunda terhadap Kemampuan
Kompetensi Strategis Matematis Siswa Sekolah Dasar, 9 2017 Pembelajaran Etnomatematika Sunda pada Konsep Bangun Datar dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Geometri Matematis Siswa Kelas 3 SD 10 2017 Penerapan Penggunaan Media Pembelajaran Software Geogebra Flash Berbasis
Etnomatematika Sunda pada Materi Segitiga terhadap Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis Siswa Sekolah Dasar
11 2017 Pengaruh Media Lidimatika dalam Pembelajaran Etnomatematika Sunda untuk Mengembangkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis pada Operasi Perkalian Siswa Sekolah Dasar,
12 2017 Desain Didaktis Pembelajaran Etnomatematika Sunda pada Konsep Simetri Putar Bangun Datar Belah Ketupat terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa Sekolah Dasar
13 2017 Pengaruh Pembelajaran Etnomatematika Sunda
terhadap Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa
Sekolah Dasar 14 2017 Pengaruh Pembelajaran Etnomatematika Sunda terhadap
Kemampuan Berpikir
Aljabar Matematik Siswa Sekolah Dasar 15 2017 Desain Didaktik Pembelajaran Etnomatematika Sunda
terhadap Kemampuan
Abstraksi Matematis pada Materi Persegi Panjang untuk
Siswa kelas III di
Sekolah Dasar
16 2017 Pengaruh Pembelajaran Etnomatematika Sunda
terhadap Kemampuan
Repressentasi Matematis Siswa Sekolah Dasar 17 2017 Pengembangan Bahan Ajar melalui Pembelajaran
Etnomatematika Sunda untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik,
Berpikir Geometri dan
Aljabar Siswa SD
3. Pendidikan Matematika di revolusi industri 1.0-4.0
Revolusi Industri terdiri dari dua kata revolusi mengandung
makna perubahan yang sangat cepat, sedangkan industri adalah usaha
pelaksanaan proses produksi. Jika kita gabung maka revolusi industri
merupakan suatu perubahan dalam proses produksi yang berlangsung
cepat. Perubahan cepat dimaknai memperbanyak barang/benda yang
diproduksi dan mutu hasil produksi. Berikut penulis jabarkan terlebih
ciri-ciri perkembangan pendidikan matematika disesuaikan dengan
perkembangan revolusi industri 1.0 sampai 4.0
Tabel 2. Perkembangan Revolusi industri dan Pendidikan
Matematika
xxxvii
No Revolusi
industri
Pendidikan matematika di
dunia
Pendidikan
matematika
Di indonesia 1.0 Diawali dengan
Kemunculan
mesin uap
pada akhir
abad ke-18
yang
mendorong
mekanisasi
dalam proses
industri.
Revolusi ini
Dicatat oleh
sejarah berhasil
Menaikkan
perekono
mian
Secara
signifikan di
mana selama
Dua abad
setelah
revolusi
industri
Terjadi
kenaikan
rata-rata
Pendapatan
Diilhami oleh
lambaran
Matematika mesir,
membahas tentang teori
phytagoras, hampiran
, pengkuadratan lingkaran,
soal cerita matematika,
aljabar, geometri euklides,
irisan kerucut, trigonometri,
angka nol, subject
centered curricula. 1800 st.
Louis school
pengelompokkan aljabar,
aritmetika. Terkenal
dengan zaman renaissance
dan aufklarung, budaya
mencatat dengan “buku
harian”, bangsa eropa
menggangap memiliki
budaya yang lebih
tinggi, ekpolarasi budaya
“akademik”
Pendidikan
dilaksanakan
Oleh voc benar-
benar sangat sedikit
sekali. Sampai tahun
1779 jumlah
murid pada sekolah
voc adalah sbb:
batavia 639 orang,
pantai utara jawa
327 orang,
makasar 50 orang,
timor, 593 orang,
sumatera barat
37 orang, cirebon
6
Orang, banten
5 orang, maluku
1057 orang, dan
ambon 3966 orang
(i. Djumhur dan h.
Danasuparta, 1976).
Sd:sekolah
bumiputera,de
eerste
xxxii
perkapita negara-negara di
dunia menjadi enam kali
lipat.
School, De Tweede
Klasse School, ELS
(Eorope Lagere
School), HIS
(Hollanddsch
Inlandsche School),
Sekolah raja, MOSVIA
(SMTA), Sekolah
pertukangan dan
SPG (Kweeksschool).
Pendidikan
matematika fokus
pada berhitung,
Kurikulum
Matematika
tersinspirasi
oleh pencerahan
“Aufklarung” .
Budaya yang
berkembang “budaya
indis.”
2.0 Terjadi di awal
abad ke-19. diterapkannya
konsep produksi massal
melalui produksi
interchangeable parts,
penggunaan mesin
bertenaga listrik dan
ditemukannya konsep
standarisasi
industri. Penemuan ini
mendorong kemunculan
pesawat telepon, mobil,
pesawat terbang, dll yang
mengubah wajah dunia
secara signifikan
Berkembangnya
teori bilangan
sehingga
menghasilkan
hukum timbal balik
kuadrat, teorema
bilangan prima,
Pembuktian teorema
terakhir Fermat,
Statistik,Aljabar
Linear, Ruang
Vektor. Aplikasi
yang berkembang
Matlab (1970), Maple
(1980), Cabri (1985),
Berkembangnya
Google (1998).
Muncul genersi Baby
Boomers (1964-1965),
Generasi X (1965-
1980), Generasi Y
atau Millennials
(1981-1995), Generasi
Z atau I Gen (1995-
2012)
Muncul Kurikulum
1968, Kurikulum 1975,
Kurikulum 1984,
Kurikulum 1994, dan
kurikulum 1999.
Hafalan, Matematika
Modern, Komputer
mulai digunakan
(1984). Psikologi
perkembangan mulai
berdampingan dengan
pembelajaran
matematika
xxxiii
3.0 Terjadi di awal abad ke-20.
Dimulai dengan
penggunaan elektronik dan
teknologi informasi untuk
mendorong level baru
otomatisasi produksi.Awal
revolusi industri generasi
ketiga ditandai dengan
kemunculan teknologi
digital dan internet.Sistem
otomatisasi berbasis
komputer ini membuat
mesin industri tidak lagi
dikendalikan manusia.
Akibatnya biaya produksi
menjadi lebih murah
kendaraan tanpa
pengemudi, editing genetik
dan perkembangan
neuroteknologi yang
memungkinkan manusia
untuk lebih
mengoptimalkan fungsi
otak
Teorema
ketidaklengkapan
godel: koherensi
dalam matematika,
Konjektur Taniyama-
Shimura: Teorema
modularitas,
Sempurna teorema
Fermat,Konjektur
Weil, komputer ini
membuat mesin
industri tidak lagi
dikendalikan
manusia. Akibatnya
biaya produksi
menjadi lebih murah
Pembelajaran
matematika
didominasi alat peraga.
Dikenal kurikulum
KBK, Kurikulum 13.
Studi Etnomatematika
mulai diteliti
4. Modifikasi Penyajian Budaya lokal melalui pembelajaran matematika
Berdasarkan tabel 2, karakteristik pendidikan matematika saat revolusi
industry 4.0 ini mengutamakan media berbasis perangkat lunak.
Pendidikan telah dipertegas diharuskan mengutamakan budaya sebagai
konteks yang akan dikembangkan dalam area pembelajaran. Sehingga
budaya lokal yang masih dianggap oleh sebagian masyarakat seperti kembali
kepada zaman primitif, harus berani tampil berbeda dan kekinian
sehingga siswa kita mampu mencintai budaya sendiri dengan benar.
xxxiv
Modifikasi 1:
Produk budaya permainan anak-anak Sunda : Permainan endog-endog
dan Engklek
Literasi: yang dikembangkan literasi manusia
Kemampuan Matematik: High Order mental skill, Kemampuan
Berpikir Kritis Matematik
Karakter Bangsa yang akan muncul: Cinta Budaya Bangsa,
Kreatif,
Bersahabat/Komunikatif
a. Permainan endog-endogan merupakan permainan dengan lagu dan
tangan sebagai media prakteknya dengan cara memainkan tangan
ditumpuk mengepal menyerupai telur, kemudian pemain yang
minimal berjumlah 2 orang bernyanyi bersama-sama.
Endog–endogan peupeus hiji prek. Endog–endogan peupeus hiji
prek. Endog–endogan peupeus hiji prek. Endog–endogan peupeus hiji
prek.
Ketika sampai di syair “prek” tangan yang tadinya dikepal di bukakan
dari yang paling bawah, setelah semua tangan tidak ada yang mengepal,
kemudian anak-anak melanjutkan nyanyian lagi dengan syair; “Goleang-
goleang mata sapi Bolotot. “Biasanya anak-anak menanyikan lirik
terakhir sambil memegang dan membelalakan matanya.
Berdasarkan pengamatan Supriadi (2018), pada 246 anak SD pada
umumnya belum mengenal permainan endog-endogan dapat
dihubungkan dalam pembelajaran matematika dan setelah diberikan
perlakuan hampir seluruhnya 98% merasakan senang,gembira dalam
belajar matematika. Penyajian Budaya kita akan lebih menarik, jika kita
modifikasi cara penyajiannya tanpa merubah bentuk asli dari produk
budayanya.
Contoh modifikasi yang dihubungkan dalam pembelajaran matematika
Lagu Endog-endogan dalam operasi hitung pengurangan 4-1=…
Endog-endogan endog Opat peupeus hiji prek.
xxxv
(Siswa berpikir menghitung sisanya)
Endog-endogan nu teu peupeus aya tilu.
Goleang-goleang mata sapi bolotot
Gambar 1. Permainan Endog-endogan
b. Permainan Engklek
Gambar 2: Permainan Engklek
Permainan ini pasti sudah melekat di image anak-anak sebagai
aktivitas berjalan dan melompat, agar penyajiannya lebih menarik maka
dimodifikasi dengan cara dihubungkan dengan konsep pengukuran
panjang dalam matematika. Hasil penelitian Supriadi (2017) dengan
menggunakan sampel berjumlah 75 orang siswa sekolah dasar,
menunjukkan bahwa prestasi matematika siswa yang belajar dengan
engklekmatika lebih tinggi dibandingkan pembelajaran ekspositori.
xxxvi
Modifikasi 2:
Produk budaya makanan khas Jawa Barat/Cirebon
dan tokoh “Cepot” : Literasi yang dikembangkan
Literasi Teknologi
Kemampuan Matematik: High Order Mental Skill danBerpikir Kritis
Matematik
Karakter Bangsa yang akan muncul: Cinta Budaya Bangsa, Kreatif, dan rasa
ingin tahu.
a. Poduk budaya yang akan dikenalkan adalah makanan khas Jawa
Barat yaitu kue Cucur dan tokoh pewayangan terkenal yaitu
Cepot. Disajikan dalam bentuk permainan berbasis digital,
sehingga siswa akan banyak menggunakan komputer untuk
melaksanakan pembelajaran. Silahkan bermain!
Gambar 2. Game Cepot dan Kue Cucur
b. Selain permainan di atas, berikut bentuk permainan sederhana
dengan menggunakan powerpoint yang menyajikan makanan khas
Jawa Barat
Aturan Permainan
1. Makanan khas Sunda
berdasarkan urutan kesukaan.
berikut nomor makanan khas
Sunda yang disukai
xxxvii
2. Keranjang makanan khas Sunda mana yang Anda pilih?
Coba tunjuk!
3. Saya tahu keranjang yang Anda tunjuk.
4. Coba angka banyak makanan khas Sunda dikeranjang tersebut
kalikan 5
5. Hasilnya tambahkan 3
6. Kalikan hasil ( langkah 5) dengan 2
7. Tambahkan angka yang merupakan nomor makanan ke hasil 6
8. Hasil pada langkah 7) sebutkan! Kuncinya bagi guru kurangi 6
Manfaat pembelajaran matematika dengan menghubungkan aspek
budaya lokal dalam pendidikan di kita adalah: meningkatkan prestasi
siswa dalam belajar matematika (Supriadi, 2017, 2018a), menumbuhkan
cinta pada budaya bangsanya (Supriadi, 2013), Supriyanti, S., Mastur, Z.,
& Sugiman, S. (2015), menghasilan temuan yang sama yaitu
xxxviii
pembelajaran menggunakan berbasis etnomatematika lebih baik dari rata-
rata kemampuan pemecahan masalah pada pembelajaran menggunakan
model ekspositori, keterampilan proses siswa dan sikap cinta budaya lokal
siswa secara bersama berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan
masalah siswa.
Tumbuhnya rasa percaya diri dalam diri siswa (Supriadi, 2014 dan
Martyanti, A. (2017). Siswa menjadi senang dan gembira dalam belajar
matematika, interaksi siswa dengan siswa di kelas sangat kondusif,
(Supriadi, 2018b dan Karinawati, A., & Supriadi, A. A. (2016),
Pembelajaran matematika dapat menjadi media siswa dan guru untuk
memelihara budaya local dari kepunahan sekaligus karakter cinta tanah
air meningkat (Supriadi, 2016; Supriadi, S, Arisetyawan, A dan Tiurlina,
T. , 2016 dan Indriaini. P, 2018) sehingga peran matematika saat ini tidak
berfokus pada kegiatan berhitung saja, ini sejalan dengan pendapat
Hartoyo, A. (2015) bahwa, matematika bukan sekedar kegiatan hitung
menghitung, tetapi banyak yang berkaitan dengan pemberdayaan berbagai
kekayaan yang tersedia di sekitar kehidupan peserta didik.
5. Penutup
Revolusi industri 4.0 tidak bisa ditolak atau dicegah, namun harus dihadapi
melalui pendidikan matematika yang beririsan dengan aspek budaya lokal,.
Pendidikan akan berhasil jika aspek budaya melekat didalamnya, sehingga
karakter bangsa dapat utuh terjaga. Kemampuan literasi data
mengharuskan kita memahami dan memperluas wawasan kita mengenai
nilai positif dari sebuah budaya yang dapat kita eksplore dengan
menggunakan teknologi yang mendukung sehingga matematika dan
budaya dapat meningkatkan literasi manusia yang bersifat humanis.
Daftar Pustaka
Achor, E. E., Imoko, B., & Uloko, E. (2009). Effect Of Ethnomathematics
Teaching Approach On Senior Secondary Students’ Achievement
And Retention In Locus.
Hartoyo, A. (2015). Pembinaan karakter dalam pembelajaran matematika.
Math Didactic: Jurnal Pendidikan Matematika, 1(1), 8-22.
xxxix
Indriaini, P. (2018). Implementasi Etnomatematika Berbasis Budaya Lokal dalam
Pembelajaran Matematika pada Jenjang Sekolah Dasar (Doctoral
Dissertation, UIN Raden Intan Lampung).
Kagermann, H., dkk. (2013). Final Report: Recommendations for
Implementing the Strategic Initiative Industrie 4.0. Industrie 4.0
Working Group.
Karinawati, A., & Supriadi, A. A. (2016). Pengaruh Pembelajaran
Etnomatematika Sunda Terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis Siswa Sekolah Dasar. Kalimaya Jurnal, 4(2).
Kurumeh, M. S. C. (2004). Effect of Ethno-mathematics Teaching Approach
on Students Achievement and Interest in Geometry and Mensuration.
Unpublished Ph. D Thesis. University of Nigeria, Nsukka.
Lee, C. (2010). Learning’New’Text-making practices online: From
instant messaging to Facebooking. International Journal of Learning,
16(12).
Martyanti, A. (2017). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis pada
Pembelajaran Geometri Berbasis Etnomatematika. Jurnal Gantang,
2(2), 105-111.
Muhsin dkk (2011). Kajian Identifikasi Permasalahan Kebudayaan Sunda,
Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa Yang Akan Datang. Laporan
Penelitian UNPAD
Orey, D., & Rosa, M. (2007). Cultural Assertions And Challenges Towards
Pedagogical Action Of An Ethnomathematics Program. For the
Learning of Mathematics, 27(1), 10-16.
Schlechtendahl, J.,dkk. (2015). Making Existing Production Systems
Industry 4.0-Ready. Production Engineering, Vol. 9, Issue.1, pp.143-
148.
Supriadi. (2014).Mengembangkan Kemampuan dan Disposisi Pemodelan serta
Berpikir Kreatif Matematik Mahasiswa PGSD melalui Pembelajaran
Kontekstual Berbasis Etnomatematika.Disertasi SPs UPI.Bandung:
Tidak diterbitkan.
xl
Supriadi, S., Arisetyawan, A., & Tiurlina, T. (2016). Mengintegrasikan
Pembelajaran Matematika Berbasis Budaya Banten Pada