Top Banner
SOSIO-RELIGIA, Vol. 10, No.2, Mei 2012 Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif di Indonesia Melalui Demokrasi Deliberatif Habermas Oleh: Ulya Abstract In a simple term, it can be said that the discussion of politics is the discussion about the legitimacy of power. Politics is a conception which contains provisions about who is the source of state authority, who is the executive power, what is the basis and how to determine to whom the authority to exercise the powers is given, to whom the executive authority will be responsible and what the form of its responsibility. In this political context, Habermas states that politics is a situation where people work together. While democracy is a concept of political thought since it also strives for how people can work together. Habermas's concept of democracy is known as deliberative democracy. This concept has become a trend nowadays and seems a new term. However, if we follow him later, the real concept of deliberative democracy indirectly has fused with the traditions of our ancestors, Indonesia, although this local tradition has continued to fade recently. One of the integration of deliberative democracy concept with the Indonesian local tradition indicators is a discussion culture to reach a consensus in Indonesian society. This paper is important because it discusses a conversation or what sort of communication required by the perfectionist in deliberative democracy. Key word: habermas, deliberative democracy, communicative social order, indonesian Abstrak Secara sederhana dapat dikatakan bahwa perbincangan tentang politik adalah perbincangan tentang legitimasi kekuasaan. Detailnya bahwa politik adalah suatu konsepsi yang berisikan antara lain ketentuan-ketentuan tentang siapa sumber kekuasaan negara, siapa pelaksana kekuasaan tersebut, apa dasar dan bagaimana cara untuk menentukan kepada siapa kewenangan melaksanakan kekuasaan itu diberikan, kepada siapa pelaksana kekuasaan itu bertanggung jawab dan bagaimana bentuk tanggung jawab itu. Dalam konteks politik ini Habermas menyatakan bahwa politik adalah sebuah situasi yang mana orang-orang bekerja secara bersama-sama. Sedangkan demokrasi adalah sebuah konsep pemikiran politik karena di dalamnya juga mengupayakan bagaimana orang bisa bekerja secara bersama-sama. Konsep demokrasi yang ditawarkan Habermas dikenal dengan nama demokrasi deliberatif. Konsep ini sekarang menjadi mode dan istilah ini tampak kelihatan baru, tetapi jika kita mengikuti penjelasannya nanti, sesungguhnya konsep demokrasi deliberatif ini Dosen Jurusan Ushuluddin STAIN Kudus. E-mail: [email protected]
22

Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif di Indonesia Melalui ... · demokrasinya, membahas tentang demokrasi deliberatif, Ruang publik sebgai wahana berdemokrasi deliberatif, dan demokrasi

Mar 13, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif di Indonesia Melalui ... · demokrasinya, membahas tentang demokrasi deliberatif, Ruang publik sebgai wahana berdemokrasi deliberatif, dan demokrasi

SOSIO-RELIGIA, Vol. 10, No.2, Mei 2012

Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif di Indonesia

Melalui Demokrasi Deliberatif Habermas

Oleh: Ulya

Abstract

In a simple term, it can be said that the discussion of politics is the discussion about the legitimacy of power. Politics is a conception which contains provisions about who is the source of state authority, who is the executive power, what is the basis and how to determine to whom the authority to exercise the powers is given, to whom the executive authority will be responsible and what the form of its responsibility. In this political context, Habermas states that politics is a situation where people work together. While democracy is a concept of political thought since it also strives for how people can work together. Habermas's concept of democracy is known as deliberative democracy. This concept has become a trend nowadays and seems a new term. However, if we follow him later, the real concept of deliberative democracy indirectly has fused with the traditions of our ancestors, Indonesia, although this local tradition has continued to fade recently. One of the integration of deliberative democracy concept with the Indonesian local tradition indicators is a discussion culture to reach a consensus in Indonesian society. This paper is important because it discusses a conversation or what sort of communication required by the perfectionist in deliberative democracy.

Key word: habermas, deliberative democracy, communicative social order, indonesian

Abstrak

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa perbincangan tentang politik adalah perbincangan tentang legitimasi kekuasaan. Detailnya bahwa politik adalah suatu konsepsi yang berisikan antara lain ketentuan-ketentuan tentang siapa sumber kekuasaan negara, siapa pelaksana kekuasaan tersebut, apa dasar dan bagaimana cara untuk menentukan kepada siapa kewenangan melaksanakan kekuasaan itu diberikan, kepada siapa pelaksana kekuasaan itu bertanggung jawab dan bagaimana bentuk tanggung jawab itu. Dalam konteks politik ini Habermas menyatakan bahwa politik adalah sebuah situasi yang mana orang-orang bekerja secara bersama-sama. Sedangkan demokrasi adalah sebuah konsep pemikiran politik karena di dalamnya juga mengupayakan bagaimana orang bisa bekerja secara bersama-sama. Konsep demokrasi yang ditawarkan Habermas dikenal dengan nama demokrasi deliberatif. Konsep ini sekarang menjadi mode dan istilah ini tampak kelihatan baru, tetapi jika kita mengikuti penjelasannya nanti, sesungguhnya konsep demokrasi deliberatif ini

Dosen Jurusan Ushuluddin STAIN Kudus. E-mail: [email protected]

Page 2: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif di Indonesia Melalui ... · demokrasinya, membahas tentang demokrasi deliberatif, Ruang publik sebgai wahana berdemokrasi deliberatif, dan demokrasi

Ulya: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif...

SOSIO-RELIGIA, Vol. 10, No.2, Mei 2012

146

secara tidak langsung telah menyatu dengan warisan tradisi nenek moyang kita, Indonesia, meski akhir-akhir ini tradisi lokal ini dalam praktiknya terus memudar. Salah satu indikator kemenyatuan konsep demokrasi deliberatif dengan warisan tradisi nenek moyang Indonesia adalah melekatnya tradisi perbincangan dalam rangka bermusyawarah untuk mencapai mufakat. Bahasan ini menjadi penting untuk didiskusikan karena memuat persoalan, utamanya, adaah perbincangan atau komunikasi macam apa yang dituntut secara perfeksionis oleh demokrasi deliberatif.

Kata kunci: habermas, demokrasi deliberatif, tatanan sosial komunikatif , indonesia

A.Pendahuluan

Demokrasi adalah sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh masyarakat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.1 Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran politik di Yunani Kuno dan selanjutnya dipraktikkan dalam hidup berbangsa dan bernegara antara abad ke-4 SM sampai abad 6 M. Setelah abad ini demokrasi boleh dikatakan lenyap dari bumi ketika bangsa Romawi dikalahkan oleh suku bangsa Eropa Barat dan benua Eropa memasuki abad pertengahan (6-14M).

Pada masa ini kehidupan sosial dan spiritualnya dikuasai oleh gereja, yakni Paus dan pejabat-pejabat agama, sedangkan kehidupan politiknya dikuasai oleh para bangsawan. Munculnya kembali demokrasi sangat didorong oleh motif perubahan sosial kultural yang berintikan pada pendekatan pemerdekaan akal dari kelangan agama dan gereja.2 Pemikiran tentang demokrasi ini muncul dan dalam perkembngannya mengambil format dalam konsep live, liberty, property-nya John Locke (1632-1704), Trias politika-nya Montesquieu (1689-1955), konsep sosial contract dan volonte generale-nya Rousseau (1712-1778), sampai demokrasi deliberatif-nya Habermas (1929).

Yang terakhir inilah dalam tulisan ini penulis akan mencoba memaparkan. Pembahasan secara berturut-turut akan diawali dengan melihat potret hidup Habermas, teori komunikasi sebagai pendahulu ide demokrasinya, membahas tentang demokrasi deliberatif, Ruang publik sebgai wahana berdemokrasi deliberatif, dan demokrasi deliberatif menciptakan tatanan sosial komunikatif di Indonesia, keudian diakhiri dengan kesimpulan sebagai penutup.

1Henry B. Mayo, An Introduction to Democratic Theory, (New York : Oxford

UNIversity Press, 1960), p.70 2Moh. Mahfud, Demokrasi dan Konstitusi Di Indonesia, (Yogyakarta : Liberty, 1993),

p. 20, 21.

Page 3: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif di Indonesia Melalui ... · demokrasinya, membahas tentang demokrasi deliberatif, Ruang publik sebgai wahana berdemokrasi deliberatif, dan demokrasi

Ulya: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif...

SOSIO-RELIGIA, Vol. 10, No.2, Mei 2012

147

B. Potret Hidup Habermas

Jurgen Habermas dilahirkan di Dusseldorf, Jerman, pada tahun 1929 dan dibesarkan di Gummersbach.3 Dia anak dari seorang ayah yang menjabat sebagai Ketua Kamar Dagang Propinsi Rheinland Estfalen di Jerman Barat dan cucu seorang pendeta Protestan, sehingga Habermas di masa kecilnya hidup di tengah-tengah iklim Borjuis-Protestan. Lingkungan masyarakat Habermas sendiri sebenarnya kental dengan suasana Katolik, yang peka dan kritis terhadap persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat. Lagi pula secara kebetulan bahwa di sebelah rumah Habermas terdapat toko buku Marxis, yang membuat Habermas mempunyai banyak kesempatan untuk melalap buku-buku untuk mempertajam kepekaan dan kekritisannya.4 Dua buku filsafat berkualitas saat itu yang dengan segera habis dibacanya saat dia masih belia adalah History and Class Conciousness karya George Lukacs dan Dialektik der Aufklarung karya Max Horkheimer dan Adorno.5 Habermas di masa mudanya belajar kesusasteraan Jerman, sejarah, dan filsafat, psikologi, ekonomi di Universitas Gottingen. Kemudian dia melanjutkan ke Universitas Bonn untuk mengkonsentrasikan dirinya pada bidang kajian filsafat sampai dia mendapat gelar doktor bidang filsafat melalui disertasi yang dipertahankannya adalah Das Absolute und die Geschichte (Yang Absolut dan Sejarah) pada tahun 1954. Habermas memulai karir akademiknya pada tahun 1956. Di tahun ini dia bergabung dengan Lembaga Riset di Frankfurt yang diketuai oleh Adorno, tokoh yang menjadi idolanya sejak dia belia dan telah banyak mempengaruhi pemikirannya. Cerminan dari dukungannya terhadap Adorno ini di antaranya terlihat pada tahun 1961 tatkala dilaksanakan seminar di Universitas Tubingen yang memperhadapkan antara Adorno dan Karl Popper. Saat itu Karl Popper menolak gagasan bahwa sejarah mempunyai hukum perkembangan dan tujuan obyektif. Popper menuduh yang seperti ini adalah ideologis karena cenderung mengorbankan manusia nyata demi tujuan obyektif sejarah. Baginya sejarah adalah bersifat faktual semata-mata. Hal yang demikian dikaunter oleh Adorno dengan menyatakan bahwa dengan pendekatan yang bebas nilai itulah yang justru ideologis karena telah menutup kepentingan-kepentingan terselubung di bawah payung yang dinamakan obyektivitas.6

3K. Bertens, Filsafat Barat Kontemporer : Inggris-Jerman, (Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama, 1990), p. 236 4E. Sumaryono, Hermeneutik : Sebuah Metode Filsafat, (Yogyakarta : Kanisius, 1999),

p.87 5Frans Magnis Suseno, “75 Tahun Jurgen Habermas”, dalam Basis, No.11-12,

Tahun ke-53, November-Desember 2004, p. 5 6Ibid., p. 6.

Page 4: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif di Indonesia Melalui ... · demokrasinya, membahas tentang demokrasi deliberatif, Ruang publik sebgai wahana berdemokrasi deliberatif, dan demokrasi

Ulya: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif...

SOSIO-RELIGIA, Vol. 10, No.2, Mei 2012

148

Dalam konteks ini Habermas jelas-jelas memihak Adorno. Bentuk aktualisasi dukungannya ini nantinya terangkum dalam buku karyanya yang berjudul Erkenntnis und Interesse (Pengetahuan atau Pengenalan dan Kepentingan Manusiawi). Tahun 1970, Habermas meninggalkan Frankfurt dan pindah ke Stanberg untuk menerima tawaran menjadi Direktur pada Max Planck Institute, sebuah lembaga yang mempelajari kondisi-kondisi kehidupan dalam dunia ilmiah – teknis.7 Dari Max Planck Institute, dia kembali ke Universitas Frankfurt untuk mengabdi di sana sampai memasuki masa pensiunnya di tahun 1994.8

Sampai saat ini Habermas dikenal sebagai filosof kontemporer yang tidak hanya terkenal di Jerman tetapi di seluruh dunia. Yang khas dari Habermas ini adalah semangatnya yang tak pernah pupus untuk mengembangkan pemikiran-pemikirannya dalam diskursus yang terus-menerus dengan pemikir-pemikir lain, mulai dari Karl Marx, Max Weber, Emile Durkheim, Herbert Mead, George Lukacs, Max Horkheimer, dan Adorno, yang sangat menentukan langkah perkembangan pemikirannya, juga termasuk pemikir yang menjadi lawan intelektualnya, seperti : Karl Popper, Sigmund Freud, Gadamer, Lawrence Kohlberg, Jean Piaget, Talcott Parson, Hannah Arendt, dan lain-lain.9 Gajah mati meninggalkan gading, Harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama. Nama Habermas selalu dikenang para peminat kajian filsafat melalui tulisan-tulisannya yang monumental, seperti : 1. Legitimations probleme im Spatkapitalismus (Masalah Legitimasi dalam

Kapitalisme di Kemudian Hari), 2. Kultur und Kritik (Kebudayaan dan Kritik), 3. Zur Rekonstrukion des Historischen Materislismus (Demi Rekonstruksi

Materialisme Historis), 4. Theorie des Kommunikativen Handelns (Teori tentang Praksis Komunikasi), 5. Moralbewusstsein und Kommunikatives Handeln (Kesadaran Moral dan

Praksis Komunikasi), 6. Der Philosophische Diskurs der Moderne (Diskursus Filosofis Tentang

Orang Modern), 7. Nachmetaphisisches Denken, Philosophische Aufsatze (Pemikiran Pasca

Metafisis , Esai-esai Filosofis), 8. Erlauterungen zur Diskursethik (Penjelasan tentang Etika Diskursus),

Faktizitat und Geltung (Fakta dan Norma),

7E. Sumaryono, Hermeneutik, p. 88 8K. Bertens, Filsafat Barat., p. 241 9Frans Magnis Suseno, “75 Tahun Jurgen Habermas”, dalam Basis, p. 4

Page 5: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif di Indonesia Melalui ... · demokrasinya, membahas tentang demokrasi deliberatif, Ruang publik sebgai wahana berdemokrasi deliberatif, dan demokrasi

Ulya: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif...

SOSIO-RELIGIA, Vol. 10, No.2, Mei 2012

149

9. Die Einbeziehung des Anderen, Studien zur Politischen Theorie (Keterlibatan Orang Lain, Studi Tentang Teori Politik), dan lain-lain.10

10. Jurgen Habermas, The Structural Transformation of the Publik Sphere: An Inquiry into a Category of Bourgeois Society, Cambridge: MIT Press, 1989.

11. Jurgen Habermas, Theorie des Kommunikativen Handelns (Band 2), Zur Kritik der funktionalistischen Vernunft, Frankfurt am Main: Suhrkamp Verlag, 1988.

C. Teori Komunikasi Sebagai Pendahulu Ide Demokrasinya

Di antara peninggalan pemikiran Habermas yang sampai saat ini familiar dan populer karena diingat banyak orang adalah perjuangannya yang tak kenal lelah dalam menggali potensi komunikasi manusia. Bagi Habermas komunikasi adalah harta karun yang tak pernah habis digali sehingga darinya memunculkan karya tulisnya yang berjudul Theorie des Kommunikativen Handelns (Teori tentang Praksis Komunikasi). Pemikiran Habermas tentang komunikasi ini menjadi dasar pemikirannya secara keseluruhan, termasuk pemikiran politiknya yaitu demokrasi deliberatif. Baginya komunikasi merupakan sesuatu yang khas dan dasariah melekat pada masyarakat sehingga tanpanya masyarakat tidak akan ada, meminjam bahasa Heidegger barangkali boleh disebut bahwa komunikasi adalah sebagai fenomenologi dassein, karakter khas yang dimiliki oleh manusia. Dalam karya tulis di atas, Habermas membagi tindakan menjadi 4 (empat), yaitu : tindakan teleologis, tindakan normatif, tindakan dramaturgik, dan tindakan komunikatif. 11 Adapun penjelasan masing-masing sebagai berikut :

1. Tindakan Teleologis

Tindakan teleologis adalah sebuah tindakan yang mana pelaku melakukan hal tertentu untuk mencapai dan atau mempertahankan tujuan yang khusus. Untuk mencapainya dibutuhkan sarana yang tepat dan sesuai, yaitu keputusan. Untuk membina tindakan ini diperlukan model dan strategi dengan maksud untuk keberhasilan tindakan pelaku, juga antisipasi dari keputusan yang menjadi bagian yang ditambahkan pada tujuan yang hendak dicapai. Jadi konsep pokok tindakan ini adalah keputusan. Contoh : Seorang mahasiswa menyatakan bahwa untuk mendapatkan nilai baik dalam ujian maka harus giat belajar.

2. Tindakan Normatif

Tindakan normatif adalah tindakan yang tidak diarahkan dan tidak ditujukan untuk kepentingan sendiri. Pelaku melakukan perbuatan ini

10K. Bertens, Filsafat Barat, p. 240-241. 11 E. Sumaryono, Hermeneutik, p. 94-95.

Page 6: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif di Indonesia Melalui ... · demokrasinya, membahas tentang demokrasi deliberatif, Ruang publik sebgai wahana berdemokrasi deliberatif, dan demokrasi

Ulya: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif...

SOSIO-RELIGIA, Vol. 10, No.2, Mei 2012

150

justru diarahkan dan ditujukan untuk memenuhi kepentingan anggota-anggota kelompok masyarakat.

Manusia adalah zoon politicon, maka dia tak pernah bisa hidup tanpa manusia yang lain. Karena itulah maka manusia mempunyai kecenderungan menyesuaikan diri dengan nilai-nilai yang berlaku umum di masyarakat, upaya mengukur sebuah tindakan itu atas dasar kesesuaian dengan norma masyarakat atau tidak. Jadi, konsep utama tindakan ini adalah pemenuhan terhadap norma. Contoh: tindakan pengendara kendaraan di jalan raya tatkala menghadapi traffic light. Jika lampu merah yang menyala maka pengendara tersebut menghentikan laju kendaraannya.

3. Tindakan Dramaturgik

Tindakan dramaturgik adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang bukan karena untuk kepentingan dirinya atau memenuhi norma sosial masyarakat, melainkan ditujukan untuk masyarakat umum. Pelaku mencoba menampilkan diri dalam image atau gambaran penampilan dirinya itu. Konsep utama tindakan ini adalah penampilan diri di depan umum. Contoh : Tindakan penyiar televisi di depan kamera, tindakan dosen yang mengajar di depan mahasiswanya, dan lain-lain.

4. Tindakan Komunikatif

Tindakan komunikatif adalah tindakan yang menunjuk kepada interaksi, sekurang-kurangnya dua orang yang mempunyai kemampuan berbicara dan bertindak, serta dapat membentuk hubungan antar pribadi, baik secara verbal maupun non-verbal. Di sini pelaku mencapai pemahaman terhadap situasi tindakan serta rencana tindakan-tindakannya, juga tindakan terbaik atas dasar persetujuan. Konsep pokok tindakan ini adalah interpretasi atau penafsiran. Contoh: Tindakan mahasiswa-mahasiswa yang kuliah bersama pada waktu dan kelas yang sama, terjadinya momentum jual-beli antara penjual dan pembeli di pasar, dan lain-lain.

Berlangsungnya tindakan komunikatif ini bercirikan adanya universalitas, artinya semua orang harus memiliki persepsi yang sama atas sesuatu. Sebagai contoh semua orang sepakat kalau mencuri adalah moralitas tak terpuji. Universalitas inilah yang diuji melalui praksis komunikasi12 ; kemudian komunikasi harus berlangsung secara terbuka,

12 Praksis komunikasi tidak sama praksis instrumental dan praktis strategis. Yang

pertama adalah keseluruhan perbuatan manusia yang bertujuan mencapai persetujuan dengan manusia lain dalam konteks kemasyarakatan, yang kedua adalah terikat dengan hukum-hukum teknis dan instrumen-instrumen kerja, contohnya menciptakan hubungan palng cepat dan paling ekonomis antara dua kota, yang ketiga adalah perbuatan manusia yang juga berkaitan dengan manusia yang lain tetapi demi terlaksananya suatu tujuan

Page 7: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif di Indonesia Melalui ... · demokrasinya, membahas tentang demokrasi deliberatif, Ruang publik sebgai wahana berdemokrasi deliberatif, dan demokrasi

Ulya: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif...

SOSIO-RELIGIA, Vol. 10, No.2, Mei 2012

151

jujur, dan bebas. Tidak karena dipaksa, dimanipulasi ataupun dikondisikan sebelumnya. Sebagai contoh dalam pemilihan kepala desa, seorang memilih karena telah diberi uang. Ini bukan tindakan komunikasi. Kemudian adalah bahwa ending dari tindakan komunikasi ini adalah untuk mendatangkan persetujuan atas dasar alasan yang baik (good reasons). Dalam hal ini maka persetujuan untuk melakukan kejahatan bukanlah tindakan komunikasi.

Di dalam proses pemahaman ini melibatkan dan ada interaksi antara linguistik atau bahasa, tindakan, dan pengalaman.13 Tentang linguistik, Habermas menyatakan bahwa komunikasi tanpa bahasa adalah tak mungkin. Dia telah merancang beberapa kategori tentang ekspresi bahasa sebagai bahan pengelompokan dalam dialog, yaitu : kata ganti perorangan dan kata jadiannya yang membentuk sistem referensi antara para pelaku komnikasi yang pada akhirnya menyadari peran saya dan kamu. Kemudian ekspresi tentang ruang dan waktu serta kata sandang dan kata tunjuk yang menghubungkan wilayah saya dan kamu saat mengadakan interaksi berkaitan dengan obyek yang dibicarakan. Lalu tanya jawab sebagai aktivitas perbincangan.14

Ekspresi linguistik atau bahasa ini muncul dalam bentuknya yang absolut yaitu yang menggambarkan hasil pemahaman monologis. Inilah yang seringkali akan menimbulkan jurang pemisah antara apa yang diucapkan dengan apa yang dimaksudkan. Tentang tindakan dilakukan melalui komunikasi (communicative action). Situasi komunikasi yang ideal sebagaimana dijelaskan di atas ditandai dengan tidak adanya hambatan apapun atau teknan-tekanan yang datang selama proses komunikasi. Habermas sebagaimana dikutip oleh Thompson menyatakan bahwa: “Proses komunikasi itu sendiri tidak akan melahirkan tekanan-tekana jika dan hanya jika – bagi semua partisipan-di sana ada distribusi kesempatan yang seimbang dalam memilih dan memberi kesempatan peserta yang berpartisipasi sdalam aktivitas perbincangan.” 15

Tentang pengalaman bahwa pemahaman memang melibatkan sesuatu yang mendahuluinya, suatu konsensus atau tradisi. Penafsir atau pembaca juga harus memperhitungkan hal ini dalam aktivitas pemahaman, termasuk yang diekspresikan dalam bentuk reaksi tubuh yang berupa kecenderungan yang tidak dicetuskan atau sebagai ungkapan non-verbal.

pribadi, misalnya persaingan dalam bisnis, mendapatkan keuntungan dengan cara menipu, dan lain-lain. Lihat dalam K. Bertens, Filsafat Barat, p. 245.

13 E. Sumaryono, Hermeneutik, p. 91. 14 John B. Thompson, Filsafat Bahasa dan Hermeneutik, (terj. A. Khozin Afandi),

(Surabaya : Visi Humanika, 2005), p.179-180 15 Ibid., p.180-181.

Page 8: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif di Indonesia Melalui ... · demokrasinya, membahas tentang demokrasi deliberatif, Ruang publik sebgai wahana berdemokrasi deliberatif, dan demokrasi

Ulya: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif...

SOSIO-RELIGIA, Vol. 10, No.2, Mei 2012

152

Selanjutnya secara detail, penjelasan dan perbandingan antara 4 (empat) macam tindakan tersebut di atas adalah sebagai berikut:

a. Dilihat dari hubungan pelaku dengan dunianya

Macam tindakan Hubungan pelaku dengan dunia

Teleologis Hubungan obyektif (di luar saya adalah obyek)

Normatif Hubungan sosial dan obyek (orang lain diperhatikan sekaligus obyek)

Dramaturgik Hubungan subyektif dan obyektif (tindakan atas pertimbangan diri dan orang lain)

Komunikatif Obyek-subyek-sosial

b. Dilihat dari hubungan pelaku dengan orang lain

Macam tindakan Hubungan pelaku dengan orang lain

Teleologis Orang lain sebagai sarana

Normatif Tunduk pada konformitas atau kesesuaian norma bersama. Yang utama adalah keabadian norma-norma bersama

Dramaturgik Untuk bisa saling menyenangkan antara aktor dan orang lain supaya diri sendiri puas

Komunikatif Orang lain sebagai mitra untuk mencari saling pengakuan, maka orang lain sebagai pembicara, tujuan pembicaraan, dan saksi pembicaraan

c. Dilihat dari tujuannya

Macam tindakan Tujuan

Teleologis Untuk mencapai sukses pribadi

Normatif Transmisi atau peyampaian nilai

Dramaturgik Estetis dan stylistis

Komunikatif Kesepahaman tentang situasi tindakan bersama

d. Dilihat dari konsep sentralnya

Macam tindakan Konsep sentral

Teleologis Keputusan

Normatif Ketaatan pada norma

Dramaturgik Penampilan

Komunikatif Penafsiran dan pemahaman, tidak pada apa yang dikatakan

Page 9: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif di Indonesia Melalui ... · demokrasinya, membahas tentang demokrasi deliberatif, Ruang publik sebgai wahana berdemokrasi deliberatif, dan demokrasi

Ulya: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif...

SOSIO-RELIGIA, Vol. 10, No.2, Mei 2012

153

e. Dilihat dari peran bahasanya

Macam tindakan Peran bahasa

Teleologis Medium dari yang lain Sarana untuk membentuk opini-opiniuntuk mengungkapkan maksud, tujuan, dan meraih sukses

Normatif Medium penyampaian nilai-nilai budaya

Dramaturgik Sarana penampilan

Komunikatif Sebagai mekanisme koordinasi tindakan

f. Dilihat dari tipe komunikasinya

Macam tindakan Tipe komunikasi

Teleologis Saling memahamai secara tak langsung dan untuk mencapai tujuan

Normatif Aktivitas/konsensus yang diaktualisasikan untuk kelangsungan nilai-nilai

Dramaturgik Diarahkan untuk penonton

Komunikatif Digunakan untuk medium saling pengertian tanpa manipulasi, tanpa kondisioning, sifatnya dialogal

g. Dilihat dari mekanisme koordinasinya

Macam tindakan Mekanisme koordinasi

Teleologis Tindakan diatur oleh perhitungan egosentris dari kegunaan dan dikoordinasi oleh konstelasi kepentingan

Normatif Tindakan menyesuaikan pada nilai bersama

Dramaturgik Dari diri dan apa yang diharapkan oleh publik

Komunikatif Saling pengertian agar saling mengakui atau menerima isi proposisi

h. Dilihat dari maksim atau aturannya

Macam tindakan Maksim atau aturan

Teleologis Aturan ini sudah masuk dalam kerangka fix dan diterima (ada kriterianya)

Normatif Maksimnya ditentukan oleh nilai-nilai bersama yang sudah ada sebelumnya

Dramaturgik Maksim ditentukan lebih dulu tetapi pelaku boleh berimprovisasi

Komunikatif Maksim menjadi sasaran perdebatan terbuka (kesepakatan)

Page 10: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif di Indonesia Melalui ... · demokrasinya, membahas tentang demokrasi deliberatif, Ruang publik sebgai wahana berdemokrasi deliberatif, dan demokrasi

Ulya: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif...

SOSIO-RELIGIA, Vol. 10, No.2, Mei 2012

154

i. Dilihat dari keprihatinan utamanya

Macam tindakan Keprihatinan utama

Teleologis Mencapai tujuan dan memperhitungkan konsekuensi – konsekuensi tindakannya

Normatif Penerimaan nilai-nilai yang disampaikan

Dramaturgik Penampilan atau performance

Komunikatif Menunda dalam mengejar tujuan masing-masing agar tercapai tujuan bersama tapi tanpa ancaman, kondisioning, dan manipulasi

j. Dilihat dari lingkupnya

Macam tindakan Lingkup

Teleologis Punya dua lingkup (privat dan publik)

Normatif Publik

Dramaturgik Publik dan panggung

Komunikatif Publik, privat, dan dunia yang dihayati

k. Dilihat dari kriteria ungkapannya

Macam tindakan Kriteria ungkapan yang dapat dipahami

Teleologis Dapat dipahami dan meyakinkan

Normatif Ketepatan normatif, rasional-tidak

Dramaturgik Ketulusan penafsiran atau maksudnya

Komunikatif Kebenaran dalam pernyataan, tepat dalam bahasanya, ketulusan dalam maksudnya

D. Tentang Demokrasi Deliberatif

Pemikiran Habermas tentang demokrasi deliberatif ini sesungguhnya merupakan penerjemahan dari tindakan komunikatif dalam institusi politik. Istilah demokrasi deliberatif berasal dari 2 (dua) kata, yaitu demokrasi dan deliberatif. Demokrasi secara umum adalah pemerintahan oleh yang diperintah (regierung der regierten). Adapun secara definitif sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya yakni sebuah sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.16

16 Jurgen Habermas, The Structural Transformation of the Publik Sphere: An Inquiry into

a Category of Bourgeois Society, (Cambridge: MIT Press, 1989), p. 34.

Page 11: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif di Indonesia Melalui ... · demokrasinya, membahas tentang demokrasi deliberatif, Ruang publik sebgai wahana berdemokrasi deliberatif, dan demokrasi

Ulya: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif...

SOSIO-RELIGIA, Vol. 10, No.2, Mei 2012

155

Sedangkan kata deliberasi berasal dari bahasa Inggris, deliberation, yang artinya careful consideration and discussion,17 artinya diskusi dan pertimbangan yang hati-hati, tetapi kemudian seringkali diterjemahkan menjadi konsultasi, menimbang-nimbang, atau dalam istilah politik adalah musyawarah. Deliberation dalam bahasa Inggris sebagaimana di atas berasal dari akar kata, deliberatio, dari bahasa latinnya.18 Selanjutnya pemakaian istilah demokrasi yang dilekatkan pada kata deliberasi memberikan makna tersendiri bagi konsep demokrasi. Istilah demokrasi deliberatif ini memiliki makna yang tersirat yaitu diskursus praktis, formasi opini, dan aspirasi politik, serta kedaulatan rakyat sebagai prosedur.19

Demokrasi deliberatif tidak memfokuskan pandangannya dengan aturan-aturan tertentu yang mengatur masyarakat, tetapi justru perhatian diarahkan pada sebuah prosedur yang menghasilkan aturan-aturan, undang-undang, atau kebijakan publik lainnya. Aktivitas ini membantu untuk bagaimana keputusan-keputusan politis diambil dan dalam kondisi bagaimanakah aturan-aturan tersebut dihasilkan sedemikian rupa sehingga masyarakat mematuhi peraturan-peraturan tersebut. Dengan kata lain, demokrasi deliberatif meminati kesahihan keputusan-keputusan kolektif itu atas dasar klaim bahwa keputusan-keputusan dibuat sendiri oleh masyarakat maka masyarakat hendaknya mematuhinya. 20

Demokrasi deliberatif akan terjadi jika prosedur yang menghasilkan aturan atau kandidat undang-undang atau kebijakan publik lainnya melibatkan proses pemberian alasan yang diuji terlebih dahulu lewat diskursus publik atau rational discussion.21 Disebut rasional jika semua orang yang berada dalam suatu perbincangan dapat mengemukakan semua argumentasi-argumentasi yang masuk akal, yang relevan pada saat itu sehingga pengandaian-pengandaian yang berperanan dalam diskusi tersebut dapat dikritik, juga kalau perlu diubah atau bahkan diganti dengan alternatif lain jika para peserta menginginkannya.22

Dalam diskursus publik inilah mayarakat yang terlibat bisa memberikan argumentasinya secara rasional untuk meyetujui atau menolak jalan keluar atas persoalan- persoalan yang dibahas. Jadi dalam demokrasi deliberatif bahwa nantinya produk jalan keluar dari persoalan-persolan yang dibahas ditentukan dalam proses pembentukan keputusan yang

17AS. Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, (Oxford :

Oxford University Press, 1987), p.228 18F. Budi Hardiman, “Demokrasi Deliberatif : Model Untuk Indonesia Pasca-

Soeharto ?”, dalam Basis ,p.18. 19Http//id.wikipedia.org/wiki/jurgen_habermas 20Ibid. 21F. Budi Hardiman, “Demokrasi Deliberatif : Model Untuk Indonesia Pasca-

Soeharto ? “, dalam Basis, p. 18 22K. Bertens, Filsafat Barat, p. 247

Page 12: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif di Indonesia Melalui ... · demokrasinya, membahas tentang demokrasi deliberatif, Ruang publik sebgai wahana berdemokrasi deliberatif, dan demokrasi

Ulya: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif...

SOSIO-RELIGIA, Vol. 10, No.2, Mei 2012

156

melibatkan komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam perbincangan dimaksud. Komunikasi yang diciptakan adalah bukan komunikasi yang dominatif , tetapi komuniksi yang sejajar.

Sebagai contoh ketika Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus hendak mengundangkan wilayah bebas becak, maka sebelum Undang-Undang itu diputuskan terdapat prinsip yang tak bisa ditolak dalam demokrasi deliberatif, yaitu mengikutsertakan pihak-pihak yang akan terkena peraturan perundang-undangan itu. Dengan demikian pemerintah harus meminta pendapat si tukang becak, si pemilik becak, si pengguna becak, si pengguna jalan raya, masyarakat peduli becak, dalam sebuah diskursus publik yang diselenggarakan.

Ini berarti bahwa demokrasi deliberatif merupakan suatu proseduralisme dalam politik dan hukum. Legitimitas tidak terletak pada fakta bahwa mayoritas telah diraih, melainkan pada fakta bahwa cara-cara meraihnya melibatkan proses komunikatif, rasional, fair, adil, tanpa paksaan, tanpa ancaman, tidak dengan bujukan atau rayuan, sehingga akhirnya sebuah jalan keluar, produk hukum, undang-undang atau kebijakan publik lain yang diraih dengan cara-cara tersebutlah yang mempunyai alasan kuat untuk ditaati masyarakat.

Demokrasi deliberatif ini bertujuan untuk meningkatkan intensitas partisipasi masyarakat dalam proses penyaluran dan pembentukan aspirasi agar undang-undang atau kebijakan publik lain yang dihasilkan oleh pihak yang memerintah semakin mendekati harapan semua pihak. Hal ini karena tujuan dari konsep demokrasi deliberatif Habermas adalah untuk mencapai sebuah hubungan yang damai meskipun dalam masyarakat yang beranekaragam, baik agama, suku, bangsa, bahasa, dan lain-lain.

Sesungguhnya pemikiran yang disampaikan oleh Habermas tentang demokrasi deliberatif ini terbilang unik dan berbeda dengan pemikiran para pendahulunya, seperti : Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704), ataupun Jean Jacques Rousseau (1712-1778). Jika Hobbes menyatakan bahwa negara didirikan untuk melindungi hak-hak individu yang bersepakat untuk mendirikan suatu lembaga dengan wewenang mutlak yang menata mereka melalui undang-undang. Mereka menyerahkan semua hak mereka tanpa kemungkinan bagi mereka untuk mempersoalkannya.23 Kemudian berangkat dari asumsi yang sama dengan Hobbes, John locke menyatakan negara didirikan untuk melindungi hak milik pribadi. Bukan untuk menciptakan kesamaan atau untuk mengontrol pertumbuhan milik pribadi yang tak seimbang, melainkan justru untuk menjamin keutuhan milik pribadi yang semakin berbeda-beda besarnya.

23Franz Magnis Suseno, Etika Politik: Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern,

(Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1994), p. 207 dan 212

Page 13: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif di Indonesia Melalui ... · demokrasinya, membahas tentang demokrasi deliberatif, Ruang publik sebgai wahana berdemokrasi deliberatif, dan demokrasi

Ulya: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif...

SOSIO-RELIGIA, Vol. 10, No.2, Mei 2012

157

Oleh karena itu undang-undang negara tidak boleh mengurangi hak pribadi masyarakat. Oleh karena itu kekuasaan membuat undang-undang negara tidak bisa diserahkan pada pihak lain, misalnya kepada raja.24 Sedangkan Rousseau menekankan pada social contract dan volonte generale (kehendak umum). Kehendak umum adalah kehendak bersama semua individu yan mengarah pada kepentingan bersama. Kepentingan bersama ini dapat disaring dari kehendak semua melalui pemungutan suara. Dalam pemungutan suara, kepentingan-kepentingan khusus - yang bertentangan satu ama lain-saling meniadakan sehingga akhirnya tinggal kepentingan umum yang dikehendaki oleh semua.25

Dalam konteks ini maka sebagai contoh bahwa produk undang-undang atau kebijakan publik lain lebih penting daripada proses legislasinya. Sebagai contoh bahwa jika DPR menghasilkan undang-undang maka yang penting undang-undang tersebut harus disepakati oleh bersama atau oleh mayoritas dengan tanpa mempedulikan lewat cara apa. Jika undang-undang sudah dihasilkan dengan cara demikian maka undang-undang dianggap sudah mempunyai legitimasi.

Dengan demikian maka secara khusus, sesungguhnya demokrasi deliberatif Habermas ini adalah bentuk respons atas pemikiran-pemikiran sebelumnya, merupakan produk gagasan dalam rangka menanggapi adanya ketegangan kreatif (creative tention) yang panjang dalam sejarah pemikiran tentang hukum, negara, dan demokrasi. Paling tidak ada 2 (dua) tradisi kenegaraan modern yang menjadi representasi dari creative tention ini yaitu tradisi yang bermuara pada pemikiran John Locke yang menekankan pada indivudu dan tradisi yang meneruskan paham kenegaraan Rousseau yang lebih mengakomodir kelompok.26

Tradisi Locke memandang hukum dan negara secara utilitaristik sebagai lembaga-lembaga yang perlu untuk menjamin kebebasan-kebebasan individu dalam masyarakat. Negara bukan tujuan pada dirinya sendiri, melainkan lembaga yang menciptakan kondisi keamanan yang diperlukan agar warga masyarakat dapat hidup dan berusaha dengan bebas.27 Sebaliknya Rousseau memandang hukum sebagai ekspresi kehendak umum, kehendak suci rakyat. Mengabdikan diri pada negara adalah tugas suci. Negara tidak dapat berdiri secara mantap kalau hanya

24Ibid., p. 221 dan 224 25Ibid., p. 240 26 Jurgen Habermas, Theorie des Kommunikativen Handelns (Band 2), Zur Kritik der

funktionalistischen Vernunft, (Frankfurt am Main: Suhrkamp Verlag, 1988), p. 23. 27Leo Strauss dan Joseph Cropsey, History of Political Philosophy, (Chicago and

London: The University of Chicago Press, 1987), p. 476-485

Page 14: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif di Indonesia Melalui ... · demokrasinya, membahas tentang demokrasi deliberatif, Ruang publik sebgai wahana berdemokrasi deliberatif, dan demokrasi

Ulya: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif...

SOSIO-RELIGIA, Vol. 10, No.2, Mei 2012

158

dianggap sebagai sarana pelayanan kebebasan individual. Negara berhak menuntut komitmen dan pengorbanan dari warga negara.28

Dalam mengatasi 2 (dua) ketegangan kreatif tersebut tampknya Habermas dengan deliberatifnya berupaya secara langsung memperbaiki konsep Rousseau bahwa dalam upaya memproduksi hukum, yang terpenting bukan jumlah kehendak individu/perseorangan, kesahihan hukum bukan bersumber pada kehendak umum. Bagi Habermas, yang terutama, adalah bahwa pemecahan masalah dalam bidang apapun, dalam pembentukan undang-undang atau kebijakan publik lainnya harus diciptakan melaui tindakan komunikasi, selalu terbuka terhadap revisi, yang tentunya mengandalkan argumen-argumen rasional.

E. Ruang Publik Sebagai Wahana Berdemokrasi Deliberatif

Bagi Habermas, ruang publik (public sphere) memiliki peran yang cukup berarti dalam proses berdemokrasi deiberatif.29 Ruang publik merupakan ruang demokratis atau tempat atau wadah berwacana bagi publik, yang mana publik dapat menyatakan pendapatnya, opini-opininya, kepentingan-kepentingannya secara terbuka, rasional, dan diskursif – argumentatif. Adapun yang dinamakan publik adalah masyarakat yang memiliki keberanian untuk mengekspresikan dirinya dengan mengemukakan pendapatnya, menegaskan eksistensi dirinya dengan memperjuangkan pemenuhan hak-haknya, dan mendesak agar kepentingan-kepentingannya terakomodasi.30 Jadi publik bukanlah masyarakat yang diam dan pasif melainkan masyarakat yang bersuara dan aktif.

Ruang publik tidaklah sesuatu yang bersifat fisik dan hanya berkaitan dengan lembaga atau institusi-institusi yang formal dan bersifat legal, melainkan menunjuk pada adanya komunikasi masyarakat itu sendiri. Ruang publik harus bersifat bebas, terbuka, transparan, dan tidak ada intervensi dari otoritas. Ruang publik itu harus mudah diakses semua orang. Dari ruang publik ini nantinya dapat terhimpun kekuatan solidaritas masyarakat berhadapan dengan yang memiliki otoritas.31 Ruang publik dimaksud bisa berwujud kebebasan pers, bebebasan berpartai, kebebasan berakal sehat, kebebasan berkeyakinan, kebebasan berunjuk rasa,

28Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran

Negara, Masyarakat dan Kekuasaan., (Jakarta : Gramedia, 2001), p. 245-253 29 Http//id.wikipedia.org/wiki/juergen_habermas 30Eep Saefulloh Fatah, Zaman Kesempatan: Agenda-Agenda Besar Demokratisasi Pasca

Orde Baru, (Bandung : Mizan, 2000), p. 269-270 31 Http//id.wikipedia.org/wiki/juergen_habermas

Page 15: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif di Indonesia Melalui ... · demokrasinya, membahas tentang demokrasi deliberatif, Ruang publik sebgai wahana berdemokrasi deliberatif, dan demokrasi

Ulya: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif...

SOSIO-RELIGIA, Vol. 10, No.2, Mei 2012

159

kebebasan membela diri, kebebasan membela komunitas, otonomi daerah, independensi, dan keadilan sistem hukum.32

Habermas membagi-bagi ruang publik, tempat para aktor-aktor masyarakat warga membangun ruang publik, sebagai pluralitas (keluarga, kelompok-kelompok informal, organisasi-organisasi sukarela, dan seterusnya.), publisitas (media massa, institusi-institusi kultural,dan lain-lain), keprivatan (wilayah perkembangan individu dan moral), dan legalitas (struktur-struktur hukum umum dan hak-hak dasar). Dengan demikian, maka ruang publik begitu banyak terdapat di tengah-tengah masyarakat. Ruang publik tidak dapat dibatasi lingkup dan wilayahnya secara fisikal. Dimana ada masyarakat yang berkomunikasi, berdiskusi tentang tema-tema yang relevan, maka disitulah akan hadir ruang publik. Ruang publik bersifat bebas dan tidak terbatas.

F.Demokrasi Deliberatif Menciptakan Tatanan Sosial Komunikatif di Indonesia

Sepanjang masa kemerdekaannya, bangsa Indonesia telah mencoba menerapkan bermacam-macam demokrasi. Hingga tahun 1959, dijalankan suatu praktik demokrasi yang cenderung pada sistem demokrasi liberal sebagaimana berlaku di negara-negara Barat yang bersifat individualistik. Pada tahun 1959-1966 diterapkan demokrasi terpimpin, yang dalam praktiknya justru kekuasaan hanya berada di satu tangan sehingga cenderung otoriter. Mulai tahun 1966 hingga berakhirnya masa Orde Baru pada tahun 1998 diterapkan demokrasi pancasila yang praktiknya belum bisa dikatakan sebagai demokrasi karena kepentingan-kepentingan rakyat seringkali tidak terakomodasi sedangkan suara-suara masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasinya dibatasi, kalau tidak dibungkam sama sekali.

Dengan berakhirnya rezim Orde Baru maka masyarakat membuka pintu memasuki orde Reformasi. Orde Reformasi mewariskan banyak permasalahan yang harus dituntaskan. Tentunya masih lekat dalam ingatan bahwa dengan runtuhnya Orde Baru sampai sekarang ini telah mengantarkan Indonesia menghadapi berbagai ujian berat di berbagai bidang akibat iklim perpolitikan yang kurang sehat selama masa itu. Kondisi tersebut berbias sangat luas yang sangat mengancam terhadap keutuhan negara dan bangsa Indonesia. Persoalan-persoalan baru bermunculan, di antaranya : persoalan disintegrasi bangsa dengan pisahnya Timor Timur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, meruncingnya persoalan Aceh, Papua, Maluku dengan tuntutan yang kurang lebih sama ; kekerasan antar warga dengan semakin maraknya tawuran antar daerah sampai tawuran di kalangan mahasiswa dan siswa, belum lagi ketegangan

32 Eep Saefulloh Fatah, Zaman, p. 277.

Page 16: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif di Indonesia Melalui ... · demokrasinya, membahas tentang demokrasi deliberatif, Ruang publik sebgai wahana berdemokrasi deliberatif, dan demokrasi

Ulya: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif...

SOSIO-RELIGIA, Vol. 10, No.2, Mei 2012

160

yang tak pernah henti-hentinya di antara elite pejabat di lingkungan legislatif maupun eksekutif. Wajah tatanan sosial masyarakat Indonesia yang dahulu terkenal ramah dan santun, berubah menjadi beringas dan tak kenal kata maaf.

Insiden-insiden tersebut perlu mendapatkan perhatian untuk dicarikan solusinya, yakni solusi tindakan yang idealnya berakar pada telaah intelektual yang mendalam dan refleksif untuk memenuhi sebuah ekspektasi kemampuan mewadahi kehidupan multikultur sebagai salah satu karakter khas masyarakat Indonesia.

Salah satu solusi yang perlu dipertimbangkan adalah diberlakukannya tradisi yang berbasis pada demokrasi deliberatif di setiap langkah yang melibatkan pemecahan berbagai masalah, pembentukan undang-undang, atau pembangunan kebijakan publik lainnya. Pemecahan berbagai masalah, pembentukan undang-undang, dan kebijakan publik lainnya hendaknya dikonstruksi dengan mengikutsertakan partisipasi dari semua pihak untuk melakukan diskusi rasional (rational discussion). Diskusi rasional akan berjalan dengan baik dan menghasilkan jika situasi tidak terdistorsi sedikitpun. Maksudnya : 1. Semua peserta diskusi mempunyai peluang yang sama untuk memulai

suatu diskusi dan dalam diskusi itu mempunyai peluang yang sama untuk mengemukakan argumen-argumen dan mengkritik argumen-argumen peserta lain.

2. Di antara peserta tidak ada perbedaan kekuasaan yang dapat menghindari bahwa argumen-argumen yang mungkin relevan sungguh-sungguh diajukan juga, dan akhirnya

3. Semua peserta mengungkapkan pemikirannya dengan ikhlas sehingga tidak mungkin terjadi yang satu memanipulasi yang lain tanpa disadarinya.33

Selanjutnya bahwa dalam prakteknya, demokrasi deliberatif juga ditandai dengan pembuatan keputusan yang dilakukan melalui partisipasi semua pihak secara langsung, bukan melalui voting atau perwakilan tetapi melalui dialog, musyawarah dan mufakat. Implikasi konkret dalam realitasnya adalah: 1. Partisipasi luas untuk menghindari terjadinya oligarki elit dalam

pengambilan keputusan. 2. Menghindari kompetisi individual dalam memperebutkan posisi

pimpinan dalam proses pemilihan langsung. 3. Mengurangi praktik-praktik intimidasi, kekerasan, politik uang, KKN,

dan lain-lain. Diterapkannya demokrasi deliberatif dalam kehidupan multikultur

akan dapat mengatasi 2 (dua) kecenderungan tradisi di masyarakat yang

33 K. Bertens, Filsafat Barat, p. 247-248

Page 17: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif di Indonesia Melalui ... · demokrasinya, membahas tentang demokrasi deliberatif, Ruang publik sebgai wahana berdemokrasi deliberatif, dan demokrasi

Ulya: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif...

SOSIO-RELIGIA, Vol. 10, No.2, Mei 2012

161

seringkali berbias konflik berbasis egoisme individual maupun fanatisme kelompok, yaitu kecenderungan individualistik-liberalistik dan kecenderungan kolektivistik-komunitarian. Praksis deliberatif mendorong orang-orang yang terlibat dalam diskursus publik untuk mengatasi perspektif individualistik mereka dan mengambil peran sebagai warga negara yang berorientasi keseluruhan. 34

Implikasinya, individu dalam deliberasi akan meraih identitasnya tidak dari dirinya sendiri sebagaimana individu liberal, tidak juga dari komunitasnya sebagaimana individu komunitarian, melainkan dari suatu proses pembentukan identitas baru yang dirancang bersama secara diskursif . Sebagai contoh seorang yang beragama Islam dengan seorang Katholik, atau seorang dari Jawa dan seorang dari Batak, atau seorang dari partai A dan seorang dari partai B yang berkomunikasi untuk mencapai saling pemahaman akan mengatasi perspektif individualistik mereka dengan mengambil alih perspektif partner dialognya. Dengan cara ini, identitas kultural mereka akan dilampaui dan terbentuk identitas baru yang lahir dari saling pemahaman di antara keduanya. Istilah lain adalah masyarakat yang bersifat beyond subjectivity.

Masyarakat dengan identitas baru yang bersifat beyond subjectivity ini akan terwujud karena masyarakat menerapkan tradisi demokrasi deliberatif. Demokrasi deliberatif berlandaskan pada tindakan komunikatif maka jika tradisi demokrasi deliberatif ini diaplikasikan, khususnya di Indonesia, maka akan mewujudkan tatanan sosial yang komunikatif. Tentunya komunikatif di sini tidak sekedar komunikasi yang dipahami dalam pengertian sempit sebagai praktik interaksi dan saling berwicara, namun harus dimaknai komunikasi dalam arti luas yakni sebagai cara berada manusia. Tanpa komunikasi tatanan sosial akan berantakan. Harapan tercipta tatanan sosial yang lebih baik jika masyarakat semakin menggali dan mengembangkan kompetensi berkomunikasi yang dimilikinya. Kompetensi komunikasi yang dimaksud adalah sanggup mengemukakan kebenaran, sanggup mengupayakan keadilan satu sama lain, sanggup menjalin relasi yang tulus satu sama lain.35

Demokrasi yang deliberatif diperlukan untuk menyatukan multi-kepentingan yang muncul dalam masyarakat Indonesia yang heterogen. Jadi setiap kebijakan publik hendaknya lahir dari musyawarah bukan dipaksakan oleh sekelompok elit saja. Demokrasi deliberatif mengutamakan penggunaan tata cara pengambilan keputusan yang menekankan musyawarah dan penggalian masalah melalui dialog dan tukar pengalaman di antara para pihak dan masyarakat, jadi

34 F. Budi Hardiman, Basis, p. 21 35 Saptono, “Menimbang Pendidikan Komunikatif”, dalam Basis, Nomor 07-08,

Tahun ke-57, Juli-Agustus 2008, p. 54

Page 18: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif di Indonesia Melalui ... · demokrasinya, membahas tentang demokrasi deliberatif, Ruang publik sebgai wahana berdemokrasi deliberatif, dan demokrasi

Ulya: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif...

SOSIO-RELIGIA, Vol. 10, No.2, Mei 2012

162

bukan atas dasar hegemoni elit pemegang otoritas. Demokrasi deliberatif berbeda dengan demokrasi perwakilan, yang hari ini berlaku di Indonesia yang malah menjadi demokrasi prosedural semata. Mengaku mewakili dan memperjuangkan kesejahtera masyarakat tetapi justru membohongi rakyat dan melakukan korupsi, mengaku melaksanakan musyawarah mufakat tetapi justru asyik nonton video porno, dan seterusnya.

Dengan dilaksanakan demokrasi deliberatif ini tidak saja menciptakan demokrasi yang baik, dimana keterlibatan rakyat tidak hanya sekedar prosedural seperti yang dijelaskan di atas tetapi juga bagaimana masyarakat keterlibatannya mampu mengkonsultasikan permasalahan-permasalahan bersama yang akan meciptakan kesepahaman bersama. Agar demokrasi deliberatif terwujud di Indonesia maka ruang publik harus diwujudkan seluas-luasnya. Satu sisi harus ada political will dari pemerintah untuk segera membuka ruang publik yang bersifat akomodatif dan responsif terhadap kepentingan masyarakat, di sisi lain masyarakatpun harus terus memperjuangkan terjadinya ruang publik itu, kalau perlu dengan merebutnya. Implementasi ruang-ruang publik ini adalah salah satu agenda demokratisasi di Indonesia yang terus harus diperjuangkan pasca runtuhnya rezim Orde Baru.

G. Kesimpulan

Berangkat dari pembahasan di atas maka secara ringkas dipahami bahwa benar jika banyak yang menyebutkan bahwa Habermas, seorang filosof Jerman saat ini, adalah masterpiece-nya komunikasi. Dengan teori tindakan komunikasinya. Seluruh pemikirannya, baik tentang etika/moral, agama, politik, termasuk tentang bahasan tentang demokrasi deliberatif ini merupakan penerjemahan dari teori tindakan komunikatifnya.Demokrasi deliberatif dalam pandangan Habermas adalah cara mengatur sebuah masyarakat yang didasarkan undang-undang atau kebijakan publik lainnya, yang terbentuk melalui diskursus publik atau rational discussion, tidak melalui pemaksaan kehendak, penggiringan opini, maupun voting atau suara terbanyak. Dengan cara ini diharapkan undang-undang atau kebijakan publik lain yang dihasilkan oleh pihak yang memerintah semakin mendekati harapan semua pihak yang diperintah, dan akhirnya produk keputusan, undang-undang, atau kebijakan publik lain yang diraih dengan cara-cara tersebutlah yang mempunyai alasan kuat untuk ditaati oleh semua anggota masyarakat.

Konsep Habermas ini memediasi, khususnya, antara pemikiran John Locke dengan individualismenya yang eksesif dalam konsep liberalismenya dengan pemikiran Rousseau yang bertendensi kolektivisme dalam konsep komunitarianismenya. Dalam konteks keindonesiaan, tampaknya sudah mendesak untuk diterapkannya demokrasi yang berbasis

Page 19: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif di Indonesia Melalui ... · demokrasinya, membahas tentang demokrasi deliberatif, Ruang publik sebgai wahana berdemokrasi deliberatif, dan demokrasi

Ulya: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif...

SOSIO-RELIGIA, Vol. 10, No.2, Mei 2012

163

deliberatif dalam rangka mewujudkan suatu sistem politik dan pemerintahan yang sehat, memberi ruang bebas kepada masyarakat untuk beraspirasi melalui organ-organ publik di ruang publik. Ruang publik yang bersifat bebas, terbuka, mudah diakses oleh semua orang, transparan dan otonom. Tak ada pihak lain yang mengintervensi ruang ini. Diskusi-diskusi publik harus segera mendapat tempat dalam kehidupan bermasyarakat. Segala aturan, kandidat undang-undang, kebijakan publik harus dikonsultasikan, dimusyawarahkan dengan masyarakat sehingga tatkala aturan diterapkan tidak terjadi pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan aturan tersebut. Di sinilah maka ketegangan bahkan konflik akan segera teratasi.

Page 20: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif di Indonesia Melalui ... · demokrasinya, membahas tentang demokrasi deliberatif, Ruang publik sebgai wahana berdemokrasi deliberatif, dan demokrasi

Ulya: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif...

SOSIO-RELIGIA, Vol. 10, No.2, Mei 2012

164

Daftar Pustaka

B. Mayo, Henry. An Introduction to Democratic Theory, New York : Oxford University Press, 1960.

Bertens, K. Filsafat Barat Kontemporer : Inggris-Jerman, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1990.

Fatah, Eep Saifullah. Zaman Kesempatan : Agenda-Agenda Besar Demokratisasi Pasca Orde Baru, Bandung : Mizan, 2000.

Hardiman, F. Budi. “Demokrasi Deliberatif : Model Untuk Indonesia Pasca-Soeharto ?”, dalam Basis No.11-12, Tahun ke-53, November-Desember 2004

Hornby, AS. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, Oxford: Oxford University Press, 1987.

Http//id.wikipedia.org/wiki/jurgen_habermas

Jurgen Habermas, The Structural Transformation of the Publik Sphere: An Inquiry into a Category of Bourgeois Society, Cambridge: MIT Press, 1989.

Jurgen Habermas, Theorie des Kommunikativen Handelns (Band 2), Zur Kritik der funktionalistischen Vernunft, Frankfurt am Main: Suhrkamp Verlag, 1988.

Mahfud, Moh., Demokrasi dan Konstitusi Di Indonesia, Yogyakarta : Liberty, 1993.

Saptono, “Menimbang Pendidikan Komunikatif”, dalam Basis, Nomor 07-08, Tahun ke-57, Juli-Agustus 2, 2008

Strauss, Leo dan Joseph Cropsey. History of Political Philosophy, Chicago and London : The University of Chicago Press, 1987.

Suhelmi, Ahmad. Pemikiran Politik Barat : Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara, Masyarakat dan Kekuasaan., Jakarta : Gramedia, 2001.

Sumaryono, E. Hermeneutik : Sebuah Metode Filsafat, Yogyakarta : Kanisius, 1999.

Page 21: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif di Indonesia Melalui ... · demokrasinya, membahas tentang demokrasi deliberatif, Ruang publik sebgai wahana berdemokrasi deliberatif, dan demokrasi

Ulya: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif...

SOSIO-RELIGIA, Vol. 10, No.2, Mei 2012

165

Suseno, Franz Magnis “75 Tahun Jurgen Habermas”, dalam Basis, No.11-12, Tahun ke-53, November-Desember 2004

------- . Etika Politik : Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1994.

Page 22: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif di Indonesia Melalui ... · demokrasinya, membahas tentang demokrasi deliberatif, Ruang publik sebgai wahana berdemokrasi deliberatif, dan demokrasi

Ulya: Membentuk Tatanan Sosial Komunikatif...

SOSIO-RELIGIA, Vol. 10, No.2, Mei 2012

166