9 786024 653453
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
Dr. Ir. Hj. R. Sabrina, M.Si. Prof. Dr. Ir. Bilter A. Sirait, M.S.
Agnes Imelda Manurung, STP, M.Si.
Untuk Mewujudkan Masyarakat yang Sehat, Aktif, Produktif, dan Berkesinambungan
“Let my food be my medicine and my medicine from my food”
2021
USU Press
Art Design, Publishing & Printing Universitas Sumatera Utara, Jl. Pancasila, Padang Bulan,
Kec. Medan Baru, Kota Medan, Sumatera Utara 20155
Telp. 0811-6263-737
usupress.usu.ac.id
© USU Press 2021
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang; dilarang memperbanyak
menyalin, merekam sebagian atau seluruh bagian buku ini dalam bahasa
atau bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.
ISBN 978-602-465-345-3
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Sabrina, R.
Membangun Ketahanan Pangan Indonesia dari Sumatera Utara/R.
Sabrina; Bilter A. Sirait; Agnes Imelda Manurung -- Medan: USU
Press 2021.
vi, 126 p.; ilus.: 25 cm
Bibliografi
ISBN: 978-602-465-345-3
Dicetak di Medan
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA i
KATA PENGANTAR
Pembangunan ketahanan pangan sesuai amanah UU No. 18
tahun 2012 bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang sehat,
aktif, produktif, serta berkelanjutan. Hal ini tentunya adalah
tanggung jawab pemerintah, masyarakat, dan stakeholders lainnya
sekaligus dalam rangka pencapaian tujuan SDGs, khususnya
terkait tujuan 2, yaitu menghilangkan kelaparan, mencapai
ketahanan pangan dan gizi yang baik, serta meningkatkan
pertanian berkelanjutan. Saat ini Sumatera Utara sudah
menunjukkan kemampuan untuk menghadapi beberapa problem
dalam ketahanan pangan dan gizi, diantaranya problem SDA dan
kerentanan, problem kualitas dan keamanan pangan, problem
daya beli atau akses pangan, problem ketersediaan pangan,
menurunkan angka kemiskinan dan kelaparan dan eksplorasi
sumber pangan. Terlihat dari dokumen RPJMD bahwa
pembangunan ketahanan pangan juga mulai diarahkan kepada
implementasi teknologi sehingga diharapkan kaum milenial tertarik
untuk ikut serta dalam rangka pembangunan ketahanan pangan
khususnya di Sumatera Utara.
Buku Membangun Ketahanan Pangan Indonesia dari
Sumatera Utara, menonjolkan kekhasan Provinsi Sumatera Utara
baik dari sumber pangan lokal yang tersedia, kultur, khususnya
manggadong dan turunannya yang telah diwarisi orang Batak
sangat lama dan berlaku hingga sekarang, success story, serta
komitmen Sumatera Utara yang taat azas dalam kerangka
pembangunan ketahanan pangan Indonesia. Buku ini juga memuat
pengalaman empirik kami selama bergabung dalam Dewan
Ketahanan Pangan hingga tahun 2020 agar terdokumentasi
dengan baik, dan buku ini merupakan Edisi I.
Akhirnya kami mengharapkan saran dan kritik konstruktif dari
para pembaca, dan kami mengucapkan terima kasih kepada
seluruh pihak yang telah membantu mulai dari persiapan hingga
buku ini dicetak.
Medan, Mei 2021
Penulis
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ......................................................................... i
Kata Sambutan Gubernur Sumatera Utara .................................. ii
Daftar Isi ................................................................................ iii
Daftar Tabel............................................................................ iv
Daftar Gambar ........................................................................ vi
Bab I Pendahuluan ................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................ 1
1.2. Landasan Hukum ......................................................... 6
1.3. Pengertian .................................................................. 7
Bab II Revitalisasi Semangat Agropolitan dan Agromarinpolitan
perlu untuk Mewujudkan Masyarakat yang Sehat, Aktif
dan Produktif ................................................................. 9
Bab III Keunikan Kondisi Sumatera Utara untuk Mendukung
Pembangunan Ketahanan Pangan ................................. 42
3.1. Kondisi Demografi ..................................................... 44
3.2. Persentase Penduduk Miskin....................................... 47
3.3. Aspek Ketahanan Pangan ........................................... 48
Bab IV Pembangunan Ketahanan Pangan di Sumatera Utara
Taat Azas .................................................................... 85
Bab V Manggadong sebagai Kearifan Lokal Sumatera Utara ..... 109
Bab VI Antisipasi Futuristik Ketahanan Pangan Sumatera Utara 115
Penutup............................................................................... 124
Daftar Pustaka ..................................................................... 126
iv MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penilaian Untuk Menentukan Komoditas
Unggulan di on farm .............................................. 14
Tabel 2. Jenis dan Penyebaran Beberapa Komoditas
Agribisnis Pangan yang Merupakan Unggulan di
Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan
Sumatera Utara ....................................................... 16
Tabel 3. Kawasan Sentra Produksi Agribisnis Sayuran .............. 17
Tabel 4. Kawasan Sentra Produksi Agribisnis Buah ................... 18
Tabel 5. Kawasan Sentra Produksi Ternak dan Ikan
Unggulan ................................................................ 19
Tabel 6. Kekuatan, Kelemahan, Ancaman, dan Peluang
Agribisnis Berbasis Tanaman Pangan dan
Hortikultura ............................................................. 20
Tabel 7. Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman
Tanaman Perkebunan sebagai Sumber Pangan ........... 22
Tabel 8. Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman
Agribisnis Pangan dari Peternakan ............................. 24
Tabel 9. Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman
Agribisnis Pangan Asal Perikanan ............................... 26
Tabel 10. Potensi Sumber Daya Pesisir, Lautan, dan Pulau-
Pulau Kecil di Sumatera Utara ................................... 27
Tabel 11. Matriks Kendala dan Upaya Yang Dibutuhkan
Dalam Memperkuat Program Pengembangan
Agribisnis Pangan di Kawasan Agropolitan dan
Agromarinpolitan ..................................................... 31
Tabel 12. Perimbangan Produksi Pangan Pokok dengan
Index Kebutuhan di Sumatera Utara .......................... 41
Tabel 13. Luas Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera
Utara ...................................................................... 43
Tabel 14. Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga Dan
Rata-Rata Jumlah Anggota Rumah Tangga menurut
Kabupaten/Kota ....................................................... 46
Tabel 15. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase
Penduduk Miskin Provinsi Sumatera Utara ................... 48
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA v
Tabel 16. Perkembangan luas panen, produktivitas dan
produksi padi, palawija Tahun 2011 sd 2019 di
PSU ........................................................................ 49
Tabel 17. Perkembangan produksi pangan pokok di
Sumatera Utara Tahun 2011 – 2019 .......................... 50
Tabel 18. Indikator Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi ......... 51
Tabel 19. Sinergitas OPD untuk Memberhasilkan Rumah
Pangan Lestari (RPL) dan Dukungan yang
Diperlukan .............................................................. 75
Tabel 20. Kawasan Peruntukan Pertanian lahan basah,
Potensial sawah dan Lahankering di setiap
Kab/Kota Provinsi Sumatera Utara ............................ 77
Tabel 21. Kawasan Peruntukan Perkebunan di Kab/Kota
Provinsi Sumatera Utara ........................................... 79
Tabel 22. Komposisi Kimia Kentang Tiap 100 gram ................. 110
Tabel 23. Susunan Pola Pangan Harapan Nasional .................. 114
Tabel 24. Perbandingan Produksi dan Kebutuhan Pangan
Strategis di Wilayah Sumatera Tahun 2020 .............. 119
Tabel 25. Perbandingan Produksi dan Kebutuhan Pangan
Strategis di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera
Utara .................................................................... 120
Tabel 26. Perbandingan Perkiraan Produksi Dan Kebutuhan
Komoditi Strategis Tahun 2020 Provinsi Sumatera
Utara .................................................................... 121
vi MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Penentuan Komoditas Unggulan ............................ 12
Gambar 2. Penentuan Lokasi dan Sentra Produksi
Komoditas Unggulan ............................................ 13
Gambar 3. Tahapan Pengembangan Kawasan Agropolitan
dan Agromarinpolitan dalam Mentransformasi
Keunggulan Komparatif menjadi Keunggulan
Kompetitif ........................................................... 33
Gambar 4. Proses Terjadinya Kerawanan Pangan dari Hulu
sampai ke Hilir ..................................................... 54
Gambar 5. Sistem Monitoring Ketahanan Pangan mulai dari
FSVA hingga Rumah Tangga Rawan Pangan .......... 57
Gambar 6. Pola Pikir Pengembangan Lembaga Usaha
Pangan Masyarakat yang telah Berubah
menjadi Toko Tani Indonesia ................................ 61
Gambar 7. Penggunaan Cassava, Sweet Sorghum, dan
Corn untuk Bahan Baku Bioetanol ......................... 62
Gambar 8. Berbagai Kebijakan untuk Meningkatkan
Keuntungan yang Lebih Tinggi bagi Petani
Jagung di Sumatera Utara .................................... 63
Gambar 9. Lima (5) Fungsi Pekarangan yang dapat
Meningkatkan PPH, Mengurangi Biaya Rumah
Tangga, serta Menjamin Kesehatan Keluarga di
Era Pandemi Covid 19 .......................................... 76
Gambar 10. Beberapa Syarat untuk Memperoleh Prima 3,
Prima 2, Prima 1 .................................................. 93
Gambar 11. Landasan Filosofis, Output, Outcome serta
Impak Pembangunan Ketahanan Pangan ............. 103
Gambar 12. Mekanisme pengawasan Pangan ......................... 104
Gambar 13. Penanganan dan Pengawasan Keamanan
Pangan Segar From Farm to Table ...................... 107
Gambar 14. Tumpeng Gizi Seimbang ..................................... 109
Gambar 15. Perkembangan Harga Rata-Rata Cabe Merah
Tahun 2020 ....................................................... 122
Gambar 16. Perkembangan Harga Rata-Rata Bawang Merah
Tahun 2020 ....................................................... 123
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Secara umum, pada masa pandemi Covid 19 telah
menimbulkan dampak multi dimensi bagi kehidupan masyarakat
global dan secara bertahap telah diwujudkan new normal,
akibatnya telah menggeser Piramida dari puncak yaitu aktualisasi
diri dan esteem oleh Abraham Maslow ke dasar piramida yaitu
makan, kesehatan dan keamanan jiwa raga (has shifted the
pyramid from the top namely self-actualization and esteem by
Abraham Maslow to the bottom of the pyramid namely food,
health and safety of the body and spirit. Covid19 telah
mempengaruhi secara signifikan aspek kesehatan, ekonomi, social
masyarakat hingga ke seluruh aspek kehidupan manusia.
Kontraksi pertumbuhan ekonomi nasional sudah terjadi sehingga
secara langsung mempengaruhi pembangunan ketahanan pangan
serta seluruh aspek yang mempengaruhinya. Masing-masing
negara di dunia mengutamakan ketahanan pangannya, dengan
kata lain ekspor dan impor pangan menjadi sulit saat ini.
Pangan bermakna luas, memiliki multi fungsi yaitu fungsi
pasokan gizi, fungsi energi, fungsi kesehatan (obat) dan lanjut
usia, fungsi sosial, fungsi ekonomi, fungsi budaya dan fungsi
ibadah. Hal ini merupakan semangat bagi semua stakeholders
dalam rangka pembangunan ketahanan pangan untuk masa yang
akan datang.
Dalam UU no. 18 Tahun 2012 ada istilah kedaulatan
pangan merupakan suatu hak negara dan bangsa agar mempunyai
integritas dalam rangka membuat kebijakan pangan untuk
menjamin hak atas pangan bagi seluruh rakyat Indonesia serta
menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber
daya lokal di setiap wilayah NKRI.
Kemandirian Pangan merupakan abilitas NKRI dan bangsa
Indonesia dalam menghasilkan pangan yang bervariasi dalam
2 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
rangka menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang memadai
hingga tingkat individu dengan memanfaatkan potensi SDA, SDM,
sosek, dan kearifan lokal secara bermartabat.
Performansi negara atas dasar skor ketahanan pangan
untuk 113 negara pada tahun 2020 adalah bahwa Indonesia
menempati urutan ke-65 dengan skor keterjangkauan 73,5, skor
ketersediaan 64,7, skor mutu dan keamanan pangan 49,6, skor
ketahanan sumber daya alam 34,1, dan skor keseluruhan 59,5. Hal
ini masih menjadi suatu tugas besar bagi bangsa ini untuk
mendongkrak global food security index (GFSI) Indonesia untuk
masa yang akan datang. Kalau dibandingkan dengan Finlandia
yang menduduki peringkat 1 memiliki skor keterjangkauan 90,6,
skor ketersediaan 80,0, skor mutu dan keamanan pangan 93,8,
dan skor ketahanan sumber daya alam 73,2, serta skor
keseluruhan 85,3, maka Sumatera Utara harus berbenah diri untuk
meningkatkan kontribusi yang lebih signifikan yang pada gilirannya
GFSI Indonesia mengalami eskalasi.
Sebagai salah satu negara terbesar di dunia dengan
populasi penduduk dan biodiversitas yang tinggi, memiliki SDA dan
sumber Pangan yang sangat bervariasi di dunia apalagi terletak di
daerah khatulistiwa sehingga Indonesia merupakan negara yang
sangat potensial untuk memasok kebutuhan pangan dunia dengan
kata lain Indonesia sejatinya mampu memenuhi sebagian besar
kebutuhan Pangannya berbasiskan kedaulatan dan kemandirian
pangan. Sumatera Utara sangat mengetahui kewajiban sehingga
selama ini Sumatera Utara taat azas untuk mewujudkan
ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi Pangan
yang cukup, B2SA (beragam, bergizi, seimbang, dan aman) hingga
ke tingkat individu.
Selanjutnya, spirit Pasal 5 UU No 18 tahun 2012
mengamanatkan bahwa lingkup pengaturan penyelenggaraan
pangan meliputi: planning, food availability, affordability,
pemanfaatan pangan dan gizi, mutu dan secure pangan, label dan
iklan pangan, monev, sistem informasi pangan, litbang pangan,
kelembagaan pangan, partisipasi aktif masyarakat, dan penyidikan.
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 3
Presiden Soekarno pada tahun 1952 saat acara peletakan
batu pertama pembangunan gedung FP UI di Bogor menyatakan
bahwa, “ ……. oleh karena itu, soal yang hendak saya bicarakan itu
mengenai soal penyediaan makan rakyat “ (KUKP 2010-2014 DKP).
Hal yang serupa juga disampaikan oleh Presiden Soeharto, 21
tahun kemudian pada saat kunjungannya ke Yogyakarta, Presiden
waktu itu mengemukakan: “……….. kalau kita simpulkan
keseluruhannya jelas, harga beras yang tidak bisa dikendalikan
berarti stabilitas nasional akan terganggu…………” (KUKP 2010-
2014 DKP). Presiden Soeharto maupun Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono juga memiliki pemikiran bagus tentang pangan,
keduanya berusaha menggenjot produksi pangan di dalam NKRI
bahkan Indonesia sempat berhasil mewujudkan swasembada
beras yang diakui oleh FAO serta menjadi teladan bagi negara lain
untuk membebaskan diri dari jebakan krisis pangan.
Fungsi pertama food security/ketahanan pangan adalah
memiliki ketersediaan pangan yang berasal dari produksi, stok
akhir, cadangan pangan, pasokan dari luar atau impor lalu adanya
jaminan akses pangan bagi semua penduduk. Akses terhadap
pangan dalam jumlah yang memadai merupakan salah satu pilar
hak azasi manusia yang harus selalu dijamin oleh negara bersama
masyarakat, hal ini dipahami sebagai “merah putih dari Sabang
sampai Merauke”. Selanjutnya konsumsi, mutu, dan keamanan
pangan harus terjamin artinya tidak ada satu jenis komoditi yang
menyediakan gizi yang lengkap, maka konsumsi harus B2SA yakni
bersumber dari keragaman pangan, bergizi, seimbang, dan aman
dikonsumsi. Fungsi kedua, merupakan syarat keharusan dalam
pembangunan SDM yang kreatif dan sebagai determinan penting
dalam mendukung perekonomian yang stabil dan kondusif bagi
pembangunan nasional.
Sesuai dengan spirit UU no. 18 tahun 2012 tentang pangan
ketahanan pangan harus diwujudkan dari waktu ke waktu sebagai
prasyarat bagi keberlanjutan eksistensi masyarakat Sumatera
Utara dan seluruh rakyat Indonesia, artinya harus dikondisikan
terpenuhi Pangan mulai dari negara sampai ke level individu, yang
4 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
tercermin dari ketersediaan Pangan yang cukup, baik kuantitas
maupun kualitas, B2SA, merata, dan terjangkau serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan kultur masyarakat,
untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Ketersediaan pangan sangat terkait dengan produksi.
Pemerintah bertanggung jawab menjamin ketersediaan pangan
karena pangan merupakan hak azasi manusia. Pemerintah Daerah
bertanggung jawab mengembangkan produksi pangan lokal.
Produksi pangan lokal dilakukan dengan tujuan untuk menambah
alternatif pangan pokok yang dapat mengimbangi pertumbuhan
penduduk sehingga kedaulatan pangan dan kemandirian pangan
dapat tercapai. Selain itu berkembangnya pangan pokok lokal akan
memudahkan daerah untuk tetap bertahan jika suatu saat terjadi
kekurangan beras di daerah tersebut.
Cadangan Pangan merupakan jumlah pangan yang harus
tersedia setiap saat, dan dapat segera dikonsumsi dengan harga
yang wajar dan terjangkau oleh masyarakat. Biasanya cadangan
pangan untuk negara tertentu seharusnya memiliki iron stock,
artinya tersedia cadangan pangan 3 bulan ke depan. Cadangan
Pangan merupakan salah satu cara untuk mewujudkan sistem
ketahanan pangan, hal ini juga merupakan salah satu instrumen
pemerintah untuk meredam gejolak harga pangan apabila telah
menyentuh kenaikan harga 20-25%. Cadangan pangan merupakan
salah satu komponen ketersediaan pangan dalam rangka antisipasi
futuristik kekurangan ataupun kelebihan pangan, gejolak harga,
bantuan pangan dalam keadaan rawan pangan transien ataupun
kronis.
Penganekaragaman pangan dilakukan dengan menetapkan
penganekaragaman pangan, optimalisasi pangan lokal,
meningkatkan keanekaragaman pangan pokok, mengembangkan
pengindustrian berbasis pangan lokal, mendorong diversifikasi
pangan, dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
mengkonsumsi aneka ragam pangan pokok dengan prinsip gizi
seimbang. Hal ini sudah dikenal masyarakat Sumatera Utara
khususnya dari etnis Batak ratusan tahun yang lewat. Masyarakat
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 5
Sumatera Utara juga menjadikan penganekaragaman pangan
masuk di dalam acara adat atau kultur yang selama ini sangat
kondusif pelaksanaannya.
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintah yang baik
(good governance) salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah
meningkatkan pelayanan publik yang berkaitan dengan
kepentingan masyarakat. Negara atau penyelenggara negara
memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan kepada
warganya, sementara itu warga negara atau masyarakat memiliki
hak untuk memperoleh pelayanan memadai.
Plato, seorang ahli filsafat menyebutkan bahwa “the most
important part of the work is in the beginning”. Dalam hal ini
Sumatera Utara harus merencanakan ketahanan pangan dengan
baik, terorganisir, terintegrasi dan sinergis, serta monitoring
evaluasi dan budgeting yang memadai.
Pembangunan Provinsi Sumut pada intinya adalah
membangun SDM yang handal, unggul dan memiliki integritas
dalam berbangsa dan bernegara, religus dan berkompetensi tinggi
dengan melibatkan kerjasama seluruh stakeholder baik antar
regional, nasional maupun internasional. Urgensinya adalah agar
kualitas hidup masyarakat Sumatera Utara berada pada tingkat
layak dan adil dan tidak mengalami ketimpangan antar kabupaten.
Membangun dan mengembangkan ekonomi daerah melalui
pengelolaan sumber daya alam lestari berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan tidak saja memerlukan Reformasi birokrasi
berkelanjutan dan dilakukan secara terus menerus guna
mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik dan bersih (good
governance dan clean governance), tetapi birokrasi juga
memerlukan sumberdaya manusia yang dapat mengemban tugas
pokok dan fungsi (tupoksi) secara benar dan profesional sesuai
dengan keahliannya, artinya, pengembangan sektor ekonomi
daerah memerlukan penanganan yang serius yang dilakukan oleh
sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi yang cukup di
bidangnya dan mampu membangun daerah secara holistik.
6 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
Dalam perspektif pembangunan ketahanan pangan di
Sumatera Utara, pembangunan ketahanan pangan akan mengacu
pada RPJP, RPJM, kesepakatan negara-negara di dunia seperti FAO
dan kesepakatan KTT pangan.
Peran koordinasi dan peran teknis lembaga yang
menangani ketahanan pangan seperti Bappeda Sumatera Utara,
Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumatera Utara
adalah untuk mewujudkan sistim ketahanan pangan daerah yang
mandiri dan berdaulat dalam jangka panjang. Konsekuensi
logisnya adalah, dalam implementasi kebijakan-kebijakannya
memerlukan dukungan kebijakan melalui dukungan penelitian
dan pengembangan pangan, peningkatan kerjasama termasuk
kerjasama nasional dan internasional yang adil dan kompetitif,
peningkatan pemberdayaan dan peran serta masyarakat,
penguatan kelembagaan dan koordinasi ketahanan pangan, serta
dorongan terciptanya kebijakan makro ekonomi dan perdagangan
yang kondusif.
Namun demikian rumusan strategi kebijakan pangan
Sumatera Utara haruslah didasarkan pada identifikasi dan
inventarisasi internal organisasi kondisi Sumatera Utara, serta
pemahaman yang mendasar tentang faktor eksternal, sehingga
strategi kebijakan di bidang pangan baik dalam jangka pendek,
menengah dan panjang akan didasarkan pada kajian ilmiah yang
sistimatis, analitis, komprehensif dan dapat diterapkan sesuai visi
dan misi pembangunan di Sumatera Utara yang memiliki kekhasan
sekaligus menjadi faktor pembeda di rangka pembangunan
ketahanan pangan Indonesia dan sifatnya tetap “merah-putih”.
1.2. Landasan Hukum
• Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan
• Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk
Halal
• Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 7
• Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan
Pangan dan Gizi
• Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan
• Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007 tentang Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah,
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah
kepada DPRD, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat
• Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah.
• Peraturan Presiden RI No. 22/2009 tentang Kebijakan P2KP
Berbasis Sumber Daya Lokal
• Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 48 Tahun 2016 tentang Penugasan Kepada
Perusahaan Umum (Perum) Bulog dalam Rangka Ketahanan
Pangan Nasional.
• Perpres RI Nomor 20 Tahun 2017 tentang Perubahan atas
Perpres Nomor 48/2016 tentang Penugasan kepada Perum
Bulog dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional
• RPJMD Provinsi Sumatera Utara periode 2018-2023
• Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
(pencanangan oleh Presiden tanggal 11 Juni 2005)
• Permendagri No 57/2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan
Organisasi Perangkat Daerah.
1.3. Pengertian
� Sumut adalah Sumatera Utara
� Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) adalah
penyusunan peta daerah rawan pangan dengan menggunakan
beberapa dimensi dan indikator untuk mengetahui suatu
daerah kategori rawan pangan.
� Program Aksi Gerakan Mandiri Pangan adalah upaya terpadu
dari pemerintah bersama masyarakat yang berbasis di
pedesaan/kelurahan melalui gerakan masyarakat untuk
8 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
memenuhi kebutuhan pangan dengan memanfaatkan potensi
sumber daya setempat dalam rangka mewujudkan rakyat
tidak lapar.
� Pemantauan adalah penilaian yang sistematis dan terus
menerus terhadap perkembangan suatu pekerjaan dalam
suatu jangka waktu.
� Monitoring adalah suatu proses yang terus menerus untuk
mengumpulkan, menyimpan, menganalisa dan menggunakan
informasi sebagai bahan pengendalian kegiatan.
� Pengendalian adalah kegiatan peninjauan pelaksanaan
kegiatan ke lapangan secara terkoordinasi.
� Pelaporan adalah kegiatan penyampaian informasi tentang
hasil monitoring dan evaluasi dari pelaksana kegiatan di
tingkat bawah kepada tingkat pengambil kebijakan.
� Mutu Pangan merupakan value dengan determinasi kriteria
keamanan dan konten Gizi Pangan.
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 9
BAB II
REVITALISASI SEMANGAT AGROPOLITAN
DAN AGROMARINPOLITAN PERLU UNTUK
MEWUJUDKAN MASYARAKAT YANG SEHAT,
AKTIF DAN PRODUKTIF
Akhir-akhir ini Pemerintah Pusat intens mengembangkan
food estate di Indonesia salah satunya di Sumatera Utara. Semua
pihak tentunya harus mendukung sebab tujuannya sangat jelas
untuk mewujudkan masyarakat sejahtera baik produsen maupun
konsumen. Tetapi alangkah baiknya kalau spirit/semangat program
agropolitan dan agromarinpolitan yang belakangan tidak lagi
menjadi Program Unggulan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
menyatu dengan program food estate dalam rangka peningkatan
indeks ketahanan pangan Indonesia, indeks pembangunan
manusia, indeks daya saing bangsa, indeks inovasi, dan indeks
kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Seperti diketahui kawasan
lumbung pangan Kab. Humbahas berbasis tanaman hortikultura
yaitu bawang merah, kentang, dan bawang putih. Menurut
informasi 215 ha dengan APBN dan 785 ha yang dikelola swasta
diharapkan dari target semula sudah selesai pada tahun 2020 serta
menjadi model percontohan untuk provinsi lain di Indonesia
dengan demikian kekurangan untuk proses olah lahan/budidaya
hingga pasca panen menjadi pelajaran bagi daerah lainnya.
Dicanangkan bahwa 61.042 ha pada 4 kabupaten yaitu Humbahas,
Pakpak Bharat, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Utara akan dikelola
menjadi food estate. Dari jumlah tersebut akan dijadikan 1.150 ha
menjadi kebun raya dan taman sains herbal 500 ha. Luasan food
estates, Humbahas menyediakan lahan 23.000 ha, Pakpak Bharat
8.329 ha, Tapanuli Tengah 12.655 ha, dan Tapanuli Utara sebesar
1.150 ha. Sumatera Utara mengikuti jejak Kalimantan Tengah.
Semangat program pembangunan agropolitan dan
agromarinpolitan mengisi program food estate sebenarnya tidak
sulit sebab keduanya komplementer. Sejak dicanangkan oleh
10 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
Presiden RI, nilai dari program agropolitan dan agromarinpolitan
terbukti:
� Bukan persekongkolan asal-asalan antara negara dan
investor di kawasan dataran tinggi agropolitan bukit barisan
dan kawasan agromarinpolitan, tetapi merupakan
resultante dari berbagai multi disiplin ilmu yang sangat
mendalam yang diterima oleh semua pihak sebab
melibatkan semua pihak untuk mewujudkan kesejahteraan
bersama.
� Bukan deforestasi sehingga tetap mempertahankan
keragaman hayati khususnya tanaman langka seperti
andaliman, antarasa, mobe dan lain sebagainya.
� Tetap menjaga nilai budaya masyarakat setempat sebab
membudidayakan tanaman-tanaman lokal sesuai amanah
UU no. 18 tahun 2012.
� Melestarikan bentang alam baik sisi sosial, ekologi, dan
ekonomi masyarakat setempat, dalam artian dapat
memenuhi untuk Prima satu dari hasil penilaian good
agriculture practices.
Dari Master Plan pengembangan kawasan Agropolitan
Dataran Tinggi Bukit Barisan Sumatera Utara tahun 2005
disebutkan bahwa beberapa persyaratan menjadi komoditas
unggulan antara lain komoditas yang dihasilkan pada suatu daerah
tidak memerlukan kegiatan proses produksi dari institusi yang
sudah mapan seperti perkebunan besar (Swasta, BUMN).
Alasannya adalah perusahaan agribisnis yang bersangkutan dapat
mengembangkan dirinya sendiri sehingga tidak perlu dipromosikan
pemerintah dalam pembangunannya. Komoditas unggulan harus
melibatkan masyarakat banyak dan dikembangkan secara intensif,
tidak tergantung input impor, sebaliknya teknologi (on dan off
farm) yang tersedia, memiliki derivasi yang banyak dan memiliki
jaringan pasar yang tangguh, selain komoditas unggulan pada
tingkat kabupaten, maka terdapat pula komoditas unggulan pada
tingkat kecamatan, serta tanaman padi tidak dikategorikan sebagai
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 11
unggulan karena merupakan tanaman strategis. Buktinya HPP
ditentukan oleh pemerintah pusat (Master Plan KADTBB, 2005).
Dari dokumen masterplan kawasan agropolitan dataran
tinggi bukit barisan juga diperoleh bahwa penentuan komoditas
unggulan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti diterakan pada
Gambar 1 dan Gambar 2. Dalam hal ini komoditas unggulan
ditentukan oleh LQ (location quotient) serta analisis prioritas. Dari
lokasi terpilih misalnya untuk komoditas pangan dan hortikultura
dilakukan analisis prioritas yaitu penentuan parameter sesuai
dengan yang diinginkan lalu penyusunan matrik serta pembobotan
yang pada akhirnya didapat lokasi unggulan.
12
M
EM
BAN
GU
N K
ETAH
AN
AN
PAN
GAN
IN
DO
NESIA D
ARI S
UM
ATERA U
TARA
Gam
bar
1. Penentu
an K
om
oditas
Unggula
n
An
alisi
s
LQ=
Ko
mo
dit
as
terp
ilih
An
alisi
s P
rio
rita
s 1
. P
en
en
tua
n b
erb
ag
ai
va
ria
be
l 2
. P
en
yu
sun
an
Ma
trik
3.
Pe
mb
ob
ota
n
4.
Sk
ala
Pe
nila
ian
5.
Sk
ori
ng
6.
Pe
ne
ntu
an
ra
ng
kin
g
Ko
mo
dit
as
un
gg
ula
n
Ko
mo
dit
as
1.T
an
. P
an
ga
n
2.H
ort
iku
ltu
ra
3.p
erk
eb
un
an
4.P
ete
rna
ka
n
5.P
eri
ka
na
n
MEM
BAN
GU
N K
ETAH
AN
AN
PAN
GAN
IN
DO
NESIA D
ARI S
UM
ATERA U
TARA
13
Gam
bar
2. Penentu
an L
okasi
dan S
entr
a P
roduksi
Kom
oditas
Unggula
n
Kom
oditas
1. Tan.P
angan
2. H
ort
ikultura
Tri
-bu
n
Lokasi
Terp
ilih
Analis
is P
riorita
s 1
. Penetu
an b
erb
agai
para
mete
r 2
. Penyusu
nan M
atr
ik
3. Pem
bobota
n
4.
Ska
laP
en
ila
ian
5.
Sco
rin
g
6.
Pe
ne
tua
n r
an
gkin
g
Lokasi
Unggula
n
14
M
EM
BAN
GU
N K
ETAH
AN
AN
PAN
GAN
IN
DO
NESIA D
ARI S
UM
ATERA U
TARA
Untu
k penila
ian penentu
an kom
oditas
unggula
n,
ada bebera
pa variabel
yang perlu dip
erh
atikan,
untu
k
lebih
lengkapnya d
itera
kan p
ada T
abel 1.
Tabel 1. Penilaia
n U
ntu
k M
enentu
kan K
om
oditas
Unggula
n d
i on f
arm
No
Variabel
Jenis
Kom
oditas
Tanam
an
Pangan
Sayura
n
Buah
Buahan
Tanam
an
Perk
ebunan
Pete
rnakan
A
B
C
D
E
F
G
1
Luas
Are
al
X
X
X
X
-
2
Pro
duksi
X
X
X
X
-
3
Pro
duktivitas
X
X
X
X
-
4
Kete
rsedia
an B
ibit/b
enih
X
X
X
X
-
5
Kete
rlib
ata
n M
asy
ara
kat
(PRA)
X
X
X
X
-
6
Pem
asa
ran
X
X
X
X
-
7
Kese
suaia
n d
an k
em
am
puan lahan
X
X
X
X
-
8
Nila
i Ekonom
is
X
X
X
X
-
9
Fakto
r Resi
ko
X
X
X
X
-
10
Penghasi
l D
evis
a
X
X
X
X
-
11
Derivat
Pro
duk
X
X
X
X
-
12
Kete
rgantu
ngan I
mpor
X
X
X
X
N
ilai Tota
l Bobot
Skoring K
om
oditas
1
Jum
lah P
opula
si U
nit T
ern
ak
- -
- -
X
2
Kem
udahan D
ala
m M
em
asa
rkan T
ern
ak
- -
- -
X
3
Sum
ber
Pendapata
n
- -
- -
X
MEM
BAN
GU
N K
ETAH
AN
AN
PAN
GAN
IN
DO
NESIA D
ARI S
UM
ATERA U
TARA
15
No
Variabel
Jenis
Kom
oditas
Tanam
an
Pangan
Sayura
n
Buah
Buahan
Tanam
an
Perk
ebunan
Pete
rnakan
4
Kete
rsedia
an P
akan
- -
- -
X
5
Kete
rsedia
an B
ibit
- -
- -
X
6
Kem
udahan D
ala
m B
udid
aya
- -
- -
X
7
Kem
udahan D
ala
m B
udaya/S
osi
al
- -
- -
X
8
Nila
i Tota
l Bobot
- -
- -
∑ X
9
Skoring K
om
oditas
- -
- -
Khusu
s untu
k Kaw
asa
n Agro
polit
an D
ata
ran Tin
ggi
Bukit Barisa
n Sum
ate
ra U
tara
te
lah dila
kukan pengkajian
sehin
gga d
ipero
lehla
h c
onto
h j
enis
kom
oditas
unggula
n u
ntu
k t
uju
an p
angan d
i m
asi
ng-m
asi
ng k
abupate
n s
epert
i
dip
erlih
atk
an p
ada T
abel 2.
16
M
EM
BAN
GU
N K
ETAH
AN
AN
PAN
GAN
IN
DO
NESIA D
ARI S
UM
ATERA U
TARA
Tabel
2.
Jenis
dan Penyebara
n Bebera
pa Kom
oditas
Agribis
nis
Pangan yang M
eru
pakan U
nggula
n di
Kaw
asa
n
Agro
polit
an D
ata
ran T
inggi Bukit B
arisa
n S
um
ate
ra U
tara
Kelo
mpok
Kom
oditas
Kabupate
n
Karo
D
airi
Sim
alu
ngun
Toba S
am
osi
r Tapanuli
Uta
ra
Pakpak
Bhara
t H
um
bang
Hasu
nduta
n
Sam
osi
r
1. Agribis
nis
Tanam
an P
angan
Jagung
Kubis
Jagung
Ubi Kayu
Jagung
Jagung
Ubi Kayu
Ubi Ja
lar
Jagung
Ubi Ja
lar
Jagung
Jagung
Ubi Kayu
pm
2.
Agribis
nis
Perk
ebunan
Saw
it
Kopi
Kem
iri
Kopi
Kem
iri
Saw
it
Saw
it
Jahe
Kopi
Kopi
Kulit
M
anis
Kopi
Kopi
Kela
pa
Kem
iri
3.
Agribis
nis
H
ort
ikultura
Buah
Jeru
k
Pis
ang
Mark
isa
Durian
Pis
ang
Jeru
k
Nenas
Nenas
Pis
ang
Saw
o
Durian
Jeru
k
Mangga
Durian
Pm
Je
ruk
Nenas
pm
pm
4.
Agribis
nis
Sayura
n
Kenta
ng
Kol
Wort
el
Tom
at
Kubis
Cabe
Kenta
ng
Kenta
ng
Baw
ang
Tom
at
Baw
ang
Ketim
un
Kaca
ng
Kubis
Saw
i
Cabe
Baw
ang
Cabe
Kenta
ng
Kubis
Kenta
ng
Cabe
Wort
el
pm
5.
Agribis
nis
Pete
rnakan
Sapi Poto
ng
Ayam
Bura
s Kerb
au
Kerb
au
Ayam
Bura
s It
ik
Ayam
Bura
s
Kerb
au
Dom
ba
Kam
bin
g
Ayam
Itik
Sapi
Ayam
Itik
Kerb
au
Ayam
Itik
Kerb
au
Ayam
Itik
Kerb
au
Ayam
Itik
Kerb
au
Sapi
6. Agribis
nis
Perikanan
Perikanan a
ir
taw
ar
Perikanan a
ir
taw
ar
Perikanan a
ir
taw
ar
Perikanan a
ir
taw
ar
Perikanan a
ir
taw
a
Perikanan a
ir
taw
ar
Perikanan a
ir
taw
ar
Perikanan a
ir
taw
ar
MEM
BAN
GU
N K
ETAH
AN
AN
PAN
GAN
IN
DO
NESIA D
ARI S
UM
ATERA U
TARA
17
Untu
k c
onto
h a
gribis
nis
sayur
dan b
uah,
bebera
pa lokasi
yang c
oco
k u
ntu
k p
engem
bangannya s
epert
i diu
rai pada
Tabel
3 d
an T
abel 4.
Sela
nju
tnya p
erc
onto
han k
aw
asa
n s
entr
a p
roduksi
tern
ak d
an ikan u
nggula
n d
iperj
ela
s pada
Tabel 5.
Tabel 3. Kaw
asa
n S
entr
a P
roduksi
Agribis
nis
Sayura
n
Jenis
Kom
oditi
Kabupate
n (
Keca
mata
n)
Karo
D
airi
Sim
alu
ngun
Toba S
am
osi
r Tapanuli
Uta
ra
Hum
bang
Hasu
nduta
n
Sam
osi
r
1.K
enta
ng
Mere
k T
igapanah
Sim
pang E
mpat
Parb
ulu
an
Sum
bul
Sili
makuta
Purb
a
pm
M
uara
Lin
tong N
ihuta
H
arian
2.C
abe
Tig
apanah
Sim
pang E
mpat
Kabanja
he
Sum
bul
Sid
ikala
ng
Parb
ulu
an
Sili
makuta
Purb
a
Dolo
k S
ilau
Balig
e P
ors
ea
Lum
ban J
ulu
Laguboti
Parm
onangan
Taru
tung P
ahae
Jae M
uara
Onan G
anja
ng
Pm
3.K
ubis
Sim
pang E
mpat
Parb
ulu
an
Sid
ikala
ng
Sum
bul
Sili
makuta
Purb
a
Laguboti
Pors
ea B
alig
e
Sib
oro
ng-b
oro
ng L
into
ng N
ihuta
Dolo
k
Sanggul Pollu
ng
Pm
4.B
aw
ang M
era
h
Payung
Sum
bul
Sid
am
anik
Sili
makuta
Balig
e
Muara
Bakkara
O
nan R
unggu
Harian
5.T
om
at
Tig
apanah
Sim
pang E
mpat
Baru
sjahe
Mere
k
Sum
bul
Sid
ikala
ng
Sili
makuta
Purb
a L
aguboti B
alig
e S
iboro
ng-b
oro
ng
Dolo
k S
anggul
Lin
tong N
ihuta
Harian
6.W
ort
el
Sum
bul
Parb
ulu
an
Sid
ikala
ng
Sili
makuta
Purb
a L
aguboti B
alig
e
Pm
D
olo
k S
anggul
Lin
tong N
ihuta
Pollu
ng
Pm
18
M
EM
BAN
GU
N K
ETAH
AN
AN
PAN
GAN
IN
DO
NESIA D
ARI S
UM
ATERA U
TARA
Tabel 4. Kaw
asa
n S
entr
a P
roduksi
Agribis
nis
Buah
Jenis
Kom
oditi
Kabupate
n (
Keca
mata
n)
Karo
D
airi
Sim
alu
ngun
Toba S
am
osi
r Tapanuli
Uta
ra
1.M
ark
isa
Baru
sjahe,
Tig
apanah,
Kabanja
he B
era
stagi
Parb
ulu
an, Sum
bul
Pm
pm
Pm
2.A
lpukat
Payung K
uta
bulu
h
Munth
e
pm
Pm
pm
Pm
3.D
urian
Laubale
ng M
ard
indin
g T
igalin
gga T
anah P
inem
Tanah J
aw
a H
uta
bayu R
aja
pm
Pahae J
ae
Pahae J
ulu
4.N
enas
Pm
pm
D
olo
k S
ilau S
ilim
akuta
Purb
a
Pors
ea, Lum
ban J
ulu
, Laguboti, Balig
e
Sib
oro
ng-b
oro
ng
5.P
isang
Pm
pm
Raya S
ianta
r
Sila
u K
ahean
pm
Pm
6.M
angga
Pm
pm
Sid
am
anik
Dolo
k P
ard
am
ean
Lum
ban J
ulu
Balig
e
Muara
7.J
eru
k
Tig
apanah B
aru
sjahe
Kabanja
he
Bera
stagi
Sid
ikala
ng P
arb
ulu
an
Raya
Dolo
k P
ard
am
ean
pm
Taru
tung S
iboro
ng-
boro
ng
MEM
BAN
GU
N K
ETAH
AN
AN
PAN
GAN
IN
DO
NESIA D
ARI S
UM
ATERA U
TARA
19
Tabel 5. Kaw
asa
n S
entr
a P
roduksi
Tern
ak d
an I
kan U
nggula
n
Je
nis
Tern
ak
Kabupate
n (
Keca
mata
n)
Karo
D
airi
Sim
alu
ngun
Toba
Sam
osi
r Tapanuli
Uta
ra
Pakpak
Bhara
t H
um
bang
Hasu
nduta
n
Sam
osi
r
1. Kerb
au/S
api
Tig
apanah
Payung
Sid
ikala
ng
Tanah P
inem
Raya
Jorlang H
ata
ran
Lum
ban
Julu
Sib
oro
ng-
boro
ng
Kera
jaan
Lin
tong N
ihuta
Panguru
ran
Sim
p. Em
pat
Munth
e S
um
bul Tig
alin
gga
Bosa
r M
alig
as
Tanah J
aw
a
Pors
ea
Taru
tung
Muara
Pollu
ng
Onan G
anja
ng Palip
i H
arian
Laubale
ng J
uhar
Parlili
tan
Mard
indin
g
2.
Ayam
Bura
s M
unth
e K
abanja
he
Sum
bul Sid
ikala
ng
Huta
bayu R
aja
Tanah J
aw
a
Sili
makuta
Habin
sara
n
Laguboti
Sib
oro
ng-
boro
ng
Parm
onangan
pm
pm
pm
Tig
abin
anga J
uhar
Tig
abin
anga S
ilim
a
Pungga
Raya P
anei
Purb
a
Pors
ea
Pahae J
ulu
3.
Itik
M
ard
indin
g
Sid
ikala
ng
Huta
bayu R
aja
Lum
ban
Julu
Sib
oro
ng-
boro
ng
Sala
k
Lin
tong N
ihuta
Panguru
ran
Laubale
ng
Kabanja
he
Sili
ma P
ungga
Sie
mpat
Nem
pu
P. Bandar
Panei
Laguboti
Muara
Taru
tung
O
nan G
anja
ng
Palip
i Sim
anin
do
Kuta
bulu
h
Tig
abin
anga
Sia
nta
r Tapia
n
Dolo
k
Sip
oholo
n
Payung
4. Kam
bin
g/
Dom
ba
Laubale
ng M
unth
e
Kuta
bulu
h P
ayung
Baru
sjahe S
imp.
Em
pat
Juhar
Sili
maPungga
Tanah P
inem
Tig
alin
gga
Dolo
k P
ard
am
ean
Dolo
k S
ilau
Sili
makuta
Habin
sara
n
Muara
Sib
oro
ng-
boro
ng
Sala
k
Kera
jaan Pakkat
Palip
i H
arian
Panguru
ran
Sim
anin
do
5. I
kan M
as
dan
Nila
M
unth
e M
ere
k
Sum
bul Sid
ikala
ng
Pegagan H
ilir
P.B
andar
Tanah
Jaw
a
Huta
bayu R
aja
G
unung M
ale
la
Gunung M
alig
as
Lum
ban
Julu
Pors
ea
Laguboti
Balig
e
Sip
oholo
n
Pahae J
ulu
M
uara
pm
D
olo
k S
anggul
Pakkat
Sim
anin
do
20
M
EM
BAN
GU
N K
ETAH
AN
AN
PAN
GAN
IN
DO
NESIA D
ARI S
UM
ATERA U
TARA
Kekuata
n, kele
mahan, anca
man, dan p
elu
ang a
gribis
nis
berb
asi
s ta
nam
an p
angan d
an h
ort
ikultura
perk
ebunan
dis
ajikan p
ada T
abel 6 d
an T
abel 7.
Tabel 6. Kekuata
n, Kele
mahan, Anca
man, dan P
elu
ang A
gribis
nis
Berb
asi
s Tanam
an P
angan d
an H
ort
ikultura
I N
T
E
R
N
A
L
EK
S T
ER
NA
L
KE
KU
AT
AN
• Sudah t
erb
entu
k K
aw
asa
n A
gro
polit
an d
an
Agro
marinpolit
an
• Kete
rsedia
an lahan y
ang c
ukup
• Kese
suaia
n lahan &
agro
klim
at
yang
mendukung
• Kedekata
n d
engan p
asa
r eksp
or
• SD
M p
eta
ni yang c
ukup b
aik
• Ters
edia
nya lem
baga r
iset
• Pera
naktif
saw
ast
a d
an p
em
erinta
h d
ala
m
pendanaan
• Pengala
man p
eta
ni yang c
ukup b
aik
• Sudah t
erb
entu
k b
andara
inte
rnasi
onal
Sila
ngit
KE
LE
MA
HA
N
• M
utu
pro
duksi
rendah d
an b
era
gam
• Sis
tem
usa
ha t
ani pero
rangan
• Kete
rsedia
an b
ibit b
erm
utu
rendah
• Sera
ngan h
am
a p
enyakit t
inggi
• Pola
tanam
tid
ak t
era
tur
• Kontinuitas
pro
duksi
tid
ak t
erj
am
in
• In
dust
ri p
rose
sing t
erb
ata
s
• H
asi
l pro
duk p
ert
ania
n h
am
pir s
am
a d
i tiap
kabupate
n
• M
asi
h t
erf
okusn
ya k
egia
tan a
gribis
nis
pada
usa
ha b
udid
aya (
on-f
arm
)
• Posi
si t
aw
ar
tanam
an p
angan d
an
hort
ikultura
tid
ak s
eim
bang
• In
frast
ruktu
r dan s
ara
na p
ert
ania
n m
asi
h
terb
ata
s
PE
LU
AN
G
• Pasa
r bebas
• D
iberlakukannya o
tonom
i daera
h
• Perm
inta
an
pasa
r dala
m
&
luar
• Pengem
bangan k
om
oditas
tanam
an p
angan
dan
hort
ikultura
yang
berp
roduktivitas
tinggi, berm
utu
baik
dan se
suai
kein
gin
an
pasa
r.
• Perb
aik
an
pola
ta
nam
dan
penanganan
budid
aya
dan
pasc
a
panen
baik
untu
k
penin
gkata
n
mutu
hasi
l dan
div
ers
ifik
asi
pro
duk
mela
lui
pro
cess
ing
sehin
gga
dapat
MEM
BAN
GU
N K
ETAH
AN
AN
PAN
GAN
IN
DO
NESIA D
ARI S
UM
ATERA U
TARA
21
negeri
menin
gkata
kan
pro
duk
pangan d
an h
ort
ikultura
• Tuju
an p
asa
r banyak
diterim
a p
asa
r.
• M
enum
buhkem
bangkan
dunia
usa
ha
khusu
snya
di
hulu
dan
di
hili
r agribis
nis
tanam
an p
angan d
an h
ort
ikultura
sert
a
mem
perk
uat
kele
mbagaan
AN
CA
MA
N
• Kom
petisi
&
egois
me dari m
asi
ng-
masi
ng k
abupate
n
• M
em
asu
ki
era
glo
balis
asi
m
aka
mutu
dan
daya
sain
g
pro
duk
sem
akin
menin
gkat
• Kesa
maan
pro
duk
tanam
an
pangandan
hort
ikultura
dengan
Pro
vin
si y
ang b
erd
ekata
n
• M
asi
h
tim
pangnya
pere
konom
ian
kota
dan d
esa
• D
ala
m h
al
pengem
bangan A
gribis
nis
tanam
an
pangan dan hort
ikultura
yang efisi
en se
cara
bers
am
a d
ala
m k
aw
asa
n y
ang b
erd
aya s
ain
g
sert
a b
erk
era
kyata
n
• M
ensi
nerg
ikan pro
gra
m Pengem
bangan usa
ha
dan s
yst
em
agribis
nis
dala
m k
aw
asa
n
• Koord
inasi
dan m
ansi
nerg
ikan p
rogra
m
• M
enekan k
ese
nja
ngan a
nta
ra k
ota
dan d
esa
mela
lui
penin
gkata
n
pro
duktivitas,
kualit
as
dan k
ontinuitas
hasi
l.
• M
enci
pta
kan ik
lim dan pera
ngkat
pera
tura
n
yang
bis
a
mengundang
invest
asi
usa
ha
agribis
nis
tanam
an p
angan d
an h
ort
ikultura
sert
a m
elin
dungi usa
ha y
ang s
udah a
da.
Analis
is S
WO
T t
anam
an p
erk
ebunan s
ebagai su
mber
pangan d
isajikan p
ada T
abel 7 b
erikut
ini:
22
M
EM
BAN
GU
N K
ETAH
AN
AN
PAN
GAN
IN
DO
NESIA D
ARI S
UM
ATERA U
TARA
Tabel 7. Kekuata
n, Kele
mahan, Pelu
ang, dan A
nca
man T
anam
an P
erk
ebunan s
ebagai Sum
ber
Pangan
I N
T
E
R
N
A
L
EK
ST
ER
NA
L
KE
KU
AT
AN
• Sudah t
erb
entu
k K
aw
asa
n A
gro
polit
an d
an
Agro
marinpolit
an
• U
mum
nya t
anam
an p
erk
ebunan p
enghasi
l
devis
a n
egara
• Are
al pote
nsi
al untu
k p
erk
ebunan m
asi
h luas
• Kondis
i agro
klim
at
mendukung u
ntu
k
budid
aya p
erk
ebunan
• Leta
k g
eogra
fis
yang s
trate
gis
• Kera
gaan jenis
tanam
an y
ang t
ela
h
dib
udid
ayakan
• Ters
edia
nya t
eknolo
gi
KE
LE
MA
HA
N
• Sara
na
pem
bia
yaan
untu
k
budid
aya
perk
ebunan b
elu
m o
ptim
al
• Sara
na
dan
infr
ast
ruktu
r
perk
ebunan b
elu
m o
ptim
al
• Ju
mla
h
dan
kualit
as
SD
M
perk
ebunan m
asi
h p
erlu d
itin
gkatk
an
• Sis
tem
m
anaje
men
mem
iliki
daya
sain
g
rendah
• Pro
mosi
pro
duk b
elu
m o
ptim
al
PE
LU
AN
G
• D
iberlakukannya o
tonom
i daera
h
• Pote
nsi
pasa
r pro
duk perk
ebunan
(regio
nal dan e
ksp
or)
masi
h t
inggi
• H
ilirisa
si
pro
duk
perk
ebunan
menin
gkatk
an
kese
jahte
raan
dan
daya s
ain
g s
em
ua p
ihak
• Pengem
bangan
dan
pew
ilayahan
kom
oditas
perk
ebunan
yang
sesu
ai
kondis
i agro
klim
at
berp
ote
nsi
menin
gkat
seca
ra s
ignifik
an u
ntu
k
dip
asa
rkan a
nta
r pula
u d
an e
ksp
or
•
Pengem
bangan
berb
agai
usa
ha
tanam
an
perk
ebunan u
ntu
k t
uju
an p
angan k
husu
snya
di
hili
r m
aupun
jasa
pendukung,
dengan
manaje
men
yang
baik
dan
penin
gkata
n
mutu
SD
M
mela
lui
kem
itra
an
dengan
pengusa
ha
perk
ebunan
yang
sudah
ada
berp
ote
nsi
menin
gkat
seca
ra e
ksp
onensi
al
AN
CA
MA
N
• Ada
kom
petisi
dan
egois
me
dari
• D
ala
m h
al
pengem
bangan s
iste
m p
engola
han
• Koord
inasi
dan
sinerg
itas
pro
gra
m
yang
MEM
BAN
GU
N K
ETAH
AN
AN
PAN
GAN
IN
DO
NESIA D
ARI S
UM
ATERA U
TARA
23
masi
ng-m
asi
ng k
abupate
n
• Pasa
r bebas
yang m
enuntu
t m
utu
inte
rnasi
onal
• M
asi
h
tinggin
ya
sara
na
dan
pra
sara
na yang diim
por
sehin
gga
mengura
ngi kese
jahte
raan p
eta
ni
• Raw
annya
daera
h-d
aera
h
perb
ata
san d
ala
m b
erb
agai hal
pangan
asa
l ta
nam
an
perk
ebunan
yang
berd
aya
sain
g
dan
berk
era
kyata
n,
berk
ela
nju
tan
dan
terd
ese
ntr
alis
asi
untu
k
mem
enuhi kebutu
han lokal dan g
lobal
masi
h lem
ah a
nta
r kabupate
n/k
ota
• Pro
mosi
in
vest
asi
perk
ebunan
sert
a
pera
tura
n yang kondusi
f dirasa
kan in
vest
or
masi
h lem
ah
Analis
is S
WO
T a
gribis
nis
pangan d
ari p
ete
rnakan u
ntu
k p
ete
rnakan d
isajikan p
ada T
abel 8.
24
M
EM
BAN
GU
N K
ETAH
AN
AN
PAN
GAN
IN
DO
NESIA D
ARI S
UM
ATERA U
TARA
Tabel 8. Kekuata
n, Kele
mahan, Pelu
ang, dan A
nca
man A
gribis
nis
Pangan d
ari P
ete
rnakan
I N
T
E
R
N
A
L
E
KS
TE
RN
AL
KE
KU
AT
AN
• Budaya
mem
elih
ara
te
rnak
meru
pakan
suatu
budaya d
imasy
ara
kat.
• Are
al
pengem
bangan dan penggem
bala
an
tern
ak t
ers
edia
luas.
• Sudah m
ula
i m
era
ta perk
em
bangan usa
ha
pete
rnakan d
i tiap k
abupate
n/k
ota
• H
am
pir
di
tiap
kabupate
n/k
ota
su
dah
ada
pasa
r untu
k
penyem
belih
an
tern
ak
sesu
ai
dengan a
tura
n y
ang b
erlaku
KE
LE
MA
HA
N
• H
arg
a
pakan
teru
s m
enin
gkat
sehin
gga
pro
duktivitas
usa
ha t
ern
ak r
endah
• Teknolo
gi
usa
ha
tern
ak
untu
k
skala
besa
r
masi
h t
erb
ata
s
• Lem
baga
pem
bia
yaan
usa
ha
tern
ak
sulit
dip
ero
leh
• Kualit
as
SD
M pete
rnakan belu
m m
em
enuhi
standar
• Sara
na
dan
infr
ast
ruktu
r pete
rnakan
juga
belu
m m
em
enuhi st
andar
untu
k m
utu
hasi
l
• Bib
it u
nggul su
lit d
icari
PE
LU
AN
G
• Perm
inta
an
berb
agai
negara
di
dunia
m
em
butu
hkan
pro
duk pete
rnakan yang se
makin
tinggi
• Ters
edia
nya
limbah
perk
ebunan,
hort
ikultura
, dan
tanam
an pangan yang berp
ote
nsi
untu
k c
am
pura
n p
akan t
ern
ak
• Terc
ukupin
ya
tenaga
kerj
a
untu
k
bete
rnak
• Pengem
bangan kegia
tan pete
rnakan untu
k
skala
luas
berp
ote
nsi
dip
erd
agangkan s
eca
ra
glo
bal
• Pengem
bangan u
saha a
gribis
nis
pangan a
sal
pete
rnakan
akib
at
infr
ast
ruktu
r m
enja
di
lem
ah
MEM
BAN
GU
N K
ETAH
AN
AN
PAN
GAN
IN
DO
NESIA D
ARI S
UM
ATERA U
TARA
25
AN
CA
MA
N
• M
inim
nya
info
rmasi
untu
k
koord
inasi
dan
sinerg
itas
anta
r
kabupate
n/k
ota
• G
lobalis
asi
ekonom
i dunia
yang
menuntu
t st
andar
mutu
inte
rnasi
onal
• Penyebara
n p
enyakit t
ern
ak y
ang
sulit
dia
tasi
• Im
port
bahan b
aku u
ntu
k u
saha
pete
rnakan y
ang m
asi
h t
inggi
• Pencu
rian t
ern
ak y
ang s
ulit
dia
tasi
• D
ala
m hal
pengem
bangan si
stem
agribis
nis
pangan
yang
mem
beri
nila
i ta
mbah
sert
a
div
ers
ifik
asi
pro
duk
pete
rnakan
untu
k
konsu
msi
pangan
• Koord
inasi
dan s
inerg
itas
pro
gra
m y
ang m
asi
h
lem
ah a
nta
r kabupate
n/k
ota
• Pro
mosi
in
vest
asi
untu
k
usa
ha
pete
rnakan
sert
a
pera
tura
n
yang
kondusi
f dirasa
kan
invest
or
masi
h lem
ah
Adapun a
nalis
is S
WO
T a
gribis
nis
pangan a
sal perikanan d
isajikan p
ada T
abel 9.
26
M
EM
BAN
GU
N K
ETAH
AN
AN
PAN
GAN
IN
DO
NESIA D
ARI S
UM
ATERA U
TARA
Tabel 9. Kekuata
n, Kele
mahan, Pelu
ang, dan A
nca
man A
gribis
nis
Pangan A
sal Perikanan
I N
T
E
R
N
A
L
E
KS
TE
R N
A L
KE
KU
AT
AN
• Pote
nsi
su
mber
daya
ala
m
untu
k
usa
ha
perikanan (p
era
iran um
um
, ra
wa,
sungai,
danau, dan laut)
tin
ggi
• U
saha
perikanan
sudah
dia
rahkan
untu
k
skala
besa
r
• Pela
ku
agribis
nis
pangan
asa
l perikanan
sudah m
ula
i berk
em
bang
KE
LE
MA
HA
N
•
SD
M
perikanan
masi
h
rendah
sehin
gga
pro
duktivitas
dan m
utu
masi
h r
endah
• Akse
sibili
tas
terh
adap p
erm
odala
n s
ulit
• In
frast
ruktu
r perikanan b
elu
m m
em
adai
• Teknolo
gi
untu
k
pangan
asa
l perikanan
belu
m m
encu
kupi
• D
ivers
ifik
asi
pangan
asa
l perikanan
masi
h
rendah
PE
LU
AN
G
• Pote
nsi
pasa
r pangan
asa
l
perikanan h
am
pir d
i se
tiap n
egara
di dunia
• Kein
gin
an
invest
or
untu
k
menghasi
lkan
pangan
dari
ikan
cukup t
inggi
• Pengem
bangan u
saha p
angan a
sal ik
an d
ari
kola
m,
danau,
sungai,
dan
laut
trennya
menin
gkat
• Pengem
bangan
bib
it,
pakan,
perm
odala
n,
infr
ast
ruktu
r,
teknolo
gi,
mutu
pro
duk,
mutu
SD
M d
an m
utu
div
ers
ifik
asi
pangan a
sal
ikan
belu
m m
em
adai
AN
CA
MA
N
• Kom
petisi
dan
egois
me
dari
masi
ng-m
asi
ng k
abupate
n
• Kom
petisi
pasa
r pro
duk perikanan
dan
pere
buta
n
invest
asi
m
akin
keta
t
• D
ala
m h
al m
enin
gkatk
an d
aya t
arik invest
asi
perikanan
mela
lui
kem
udahan-k
em
udahan
pera
tura
n d
an k
enyam
anan b
eru
saha
• Koord
inasi
dan s
inerg
itas
pro
gra
m y
ang m
asi
h
lem
ah a
nta
r kabupate
n/k
ota
• Pro
mosi
in
vest
asi
untu
k
usa
ha
pete
rnakan
sert
a
pera
tura
n
yang
kondusi
f dirasa
kan
invest
or
masi
h lem
ah
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 27
Agromarinpolitan merupakan suatu program manajemen
wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil Sumatera Utara dan
menitikberatkan pada peningkatan sarana prasarana dalam
pengelolaan perikanan tangkap maupun budidaya serta seluruh
kegiatan bernilai tambah. Berbagai aspek yang harus diperhatikan
dalam rangka pembangunan Agromarinpolitan adalah aspek
ekologi, ekonomi, hukum dan kelembagaan, sosial budaya.
Dalam perkembangan lebih lanjut, berdasar karakteristik
wilayah terdapat 2 kawasan Agromarinpolitan yaitu Kawasan A
yang merupakan kawasan agromarinpolitan yang berorientasi pada
wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan terluar serta kawasan B yang
berorientasi pada wilayah dataran rendah.
Potensi sumber daya pesisir, lautan, dan pulau-pulau kecil
di Sumatera Utara diterakan pada Tabel 10 (Biagrotek-Vol.3 No.2
Juli 2011-Agromarinpolitan)
Tabel 10. Potensi Sumber Daya Pesisir, Lautan, dan Pulau-Pulau
Kecil di Sumatera Utara
No. Uraian Keterangan
1. Luas laut 110.000 km2 (60,5%) dari total luas wilayah Sumatera Utara
2. Total panjang garis pantai 1.300 km
3. Panjang garis pantai timur 545 km
4. Panjang garis pantai barat 375 km
5. Panjang garis pantai P. Nias 380 km
6. Jumlah pulau 419 buah dengan P. Simuk pulau terluar di Pantai Barat dan P. Berhala sebagai pulau
terluar di Pantai Timur
7. Total luas hutan mangrove
(tidak termasuk P. Nias)
63.467,4 Ha
8. Total sumber daya ikan laut 1.352.990 ton per tahun, P. Timur 276.030 ton/tahun, P. Barat 1.076.960 ton/tahun
9. Jenis ikan unggulan P.Timur: kakap, kerapu, teri, kembung, tenggiri, pari, cakalang
P. Barat: kakap, kerapu, teri, kembung, tenggiri, tuna, tongkol
10. Budidaya Perikanan
Tambak
71.500 ha
28 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
Memperkuat Kembali Semangat Program Pengembangan
Agropolitan dan Agromarinpolitan
Walau nama program Agropolitan dan Agromarinpolitan
saat ini tidak lazim lagi digunakan, mungkin sudah beralih dengan
nama lain, akan tetapi semangat Agropolitan dan Agromarinpolitan
sangat perlu dilestarikan yang pernah menjadi unggulan Sumatera
Utara, karena sasarannya holistik, mendorong kegiatan mulai dari
hulu hingga hilir dengan prinsip KISS (koordinasi, Integrasi,
Sinergis, dan Sinkron/tidak ada tumpang tindih) termasuk antar
kab/kota, kab/kota dengan provinsi dan pusat. Hal ini menjadi
salah satu faktor pembeda Sumatera Utara terus yang selalu
mengamplifikasi sesuatu hal yang bernilai lestari.
Kegiatan usahatani di kawasan agropolitan dan
agromarinpolitan berdekatan dengan kawasan Danau Toba dengan
tagline: wisata superprioritas, kawasan strategis nasional, global
geopark biodiversity, culture diversity, sejatinya sangat vital dipacu
percepatan program pengembangannya sebagai upaya untuk
meningkatkan produksi pangan, distribusi dan pemasaran pangan
melalui pengembangan sistem agribisnis pangan. Upaya yang
perlu dilakukan sebagai berikut:
1. Memperkuat Proses Perencanaan Produksi Pangan.
Upaya ini menyangkut rencana yang terkoordinasi dalam
pengembangan agribisnis pangan di setiap kabupaten/kota.
Aspek perencanaan tersebut adalah melaksanakan good
agricultural practices dan standart operational procedures
yang meliputi kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku
dan kegiatan lain yang harus direncanakan adalah
pengaturan pola tanam dan tertib tanam, penyaluran
sarana produksi, penyiapan skim kredit, target produktivitas
dan produksi, penyuluhan supervisi monitoring dan
evaluasi. Kesemuanya mengacu pada program
pembangunan kab/kota dan Provinsi Sumatera Utara.
Target produksi yang aman dikonsumsi, bermutu, serta
berwawasan lingkungan yang berkesinambungan harus
dipersiapkan dan tetap mempertimbangkan kebutuhan
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 29
pasar domestik dan ekspor serta kontinuitas produk harus
menjadi perhatian utama sehingga mempunyai daya saing
di pasar internasional, untuk itu penggunaan teknologi
terpilih perlu diterapkan yang secara ekonomi
menguntungkan, secara teknis dapat dilaksanakan dan
secara sosial dapat diterima masyarakat.
2. Memberdayakan Kelembagaan Tani seperti Kelompok Tani
(Poktan) dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan).
Kelompok-kelompok tani yang sudah dibentuk perlu
diberdayakan menjadi kelompok usaha agribisnis pangan
seperti kehadiran toko tani Indonesia. Dalam hal ini petani
sekaligus sebagai pengusaha sehingga mereka memiliki
nilai tambah dari usahanya yang pada gilirannya
menimbulkan kesejahteraan baik bagi produsen maupun
konsumen. Pendekatan Participatory Rural Appraisal (PRA)
harus dikembangkan sebagai alat dalam pelaksanaan
program penyuluhan dimana dengan pendekatan tersebut
diharapkan dapat meningkatkan kebersamaan anggota
dalam melaksanakan usaha tani dengan dasar perencanaan
yang disusun secara bersama. Kelembagaan tani berupa
kelompok tani dan asosiasi serta bentuk lain perlu dibangun
koordinasi kerjasama yang saling menguntungkan.
3. Mengembangkan Pola Kemitraan dengan Pendekatan
Agribisnis Pangan yang Saling Membutuhkan dan
Menguntungkan.
Pendekatan agribisnis pangan harus didorong dan
ditanamkan pengertiannya kepada kelompok tani dan
gabungan kelompok tani bahwa betapa pentingnya
peranan kelompok dalam proses agribisnis pangan di hulu
maupun di hilir. Contoh konkrit adalah pengembangan
industri pangan lokal, dalam hal ini produk primer dari
kelompok tani atau gabungan kelompok tani diolah untuk
meningkatkan nilai tambah lalu hasilnya diserap oleh off
taker untuk dijual ke masyarakat luas. Hubungan antara
kelompok tani hingga ke off taker sangat kuat sehingga
30 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
pihak ketiga yang mencoba intervensi dengan sendirinya
tidak akan terjadi sebab telah ada kesepakatan sebelumnya
yang dimediasi oleh pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Pola-pola kemitraan lainnya dapat dilakukan antara
kelompok tani dengan koperasi, kelompok tani atau
gabungan kelompok tani dengan para pengusaha, eksportir
maupun pabrikan, berdasarkan pendekatan agribisnis
pangan yang saling membutuhkan dan menguntungkan.
4. Memperkuat dan Meningkatkan Kelembagaan Bisnis dari
Bahan Baku hingga Pangan Siap Dikonsumsi.
Koperasi harus mampu mengintegrasikan semua subsistem
agribisnis pangan mulai dari hulu sampai hilir karena
dimasa mendatang koperasi berperan penting dalam
memperkuat perekonomian rakyat dan diharapkan menjadi
acuan dalam membentuk koperasi pangan dalam rangka
meningkatkan nilai tambah. Untuk itu di daerah produksi di
setiap kabupaten/kota yang berada di wilayah kawasan
agropolitan dan agromarinpolitan yang belum mempunyai
koperasi pangan, dapat memulai dengan membentuk
kelompok usaha-tani sebagai awal dari kegiatan hingga
kelompok penyedia pangan sesuai dengan kekhasan dari
masing-masing kabupaten/kota dengan harapan dapat
terbangun menjadi BUMD Pangan di Provinsi Sumatera
Utara.
5. Membentuk Lembaga Bersama seperti BUMD Pangan.
Lembaga BUMD Pangan yang dikelola bersama oleh
kabupaten/kota yang ada di dalam kawasan agropolitan
dan agromarinpolitan perlu dibentuk. Lembaga yang
dibentuk ini dapat menjaga stabilitas produksi,
meningkatkan kesejahteraan petani dan konsumen,
memotong rantai pasok, meningkatkan mutu produk,
meningkatkan pengetahuan bagi petani dan konsumen
serta adanya jaminan harga dan jaminan kualitas produk
pangan yang dapat diekspor ke mancanegara.
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 31
Dengan memanfaatkan agroklimat dan sumberdaya alam
yang memadai serta letak wilayah yang sudah dekat karena era
digitalisasi dengan pasar luar negeri, peluang untuk meningkatkan
ekspor dapat dicapai. Dengan meningkatnya ekspor tersebut
diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di
kawasan agropolitan dan agromarinpolitan. Berbagai kendala
utama dan upaya untuk mengatasinya dalam rangka
pengembangan agribisnis pangan di kawasan agropolitan dan
agromarinpolitan diterakan pada Tabel 11.
Tabel 11. Matriks Kendala dan Upaya Yang Dibutuhkan Dalam
Memperkuat Program Pengembangan Agribisnis Pangan
di Kawasan Agropolitan dan Agromarinpolitan
Sub-System Kendala Utama Upaya
I. Sarana
Produksi
1. Terbatasnya benih dan bibit
unggul
Peningkatan program
perbanyakan Benih dan bibit
2. Harga benih import mahal Pengembangan industri benih
II. Produksi 1. Terbatasnya kemampuan
kelompok tani 2. Usaha tani dengan
pendekatan produksi 3. Produksi dan harga
berfluktuasi tajam
Memperkuat kelompok tani
a. Usaha tani dengan orientasi pasar
b. Pengembangan komoditas unggulan
c. Penguatan daya saing agribisnis pangan di
Kawasan Agropolitan dan Agromarinpolitan
4. Posisi tawar petani rendah
5. Kurang perhatian terhadap usaha tani konservatif atau
prima 1
Memperkuat institusi petani
lewat berbagai program Pengembangan usaha tani
ramah lingkungan dengan memedomani good agricultural
practices
III. Distribusi Pemasaran
1. Kurang lancarnya tata niaga pemasaran
2. Terbatasnya segmen pasar dan target Pasar
3. Tingginya kehilangan hasil selama pengangkutan
Penguatan tata niaga pasar yang efisien
a. Promosi b. Pemasaran produk yang
berdaya saing serta pengembangan off taker
Pengembangan standardisasi pengepakan
IV. Prosesing Hasil
Terbatasnya usaha prosesing hasil
Mendorong dan merangsang usaha prosesing hasil
V. Jasa
Pendukung
1.Terbatasnya modal petani Meningkatkan skim permodalan
dan memudahkan persyaratan
32 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
Sub-System Kendala Utama Upaya
pinjaman 2. Terbatasnya fasilitas
prasarana, gudang,
bongkar muat
Peningkatan fasilitas
3. Biaya pemasaran tinggi dan
sering ada pungutan liar
Kebijakan yang menciptakan
iklim yang kondusif dalam agribisnis pertanian
Hasil analisis yang pernah dilakukan berdasarkan jenis komoditas
dalam rangka keberhasilan agribisnis pangan berbasiskan
komoditas unggulan mencakup beberapa parameter tertentu yaitu:
A. TANAMAN
• Luas areal
• Produksi
• Produktivitas
• Ketersediaan bibit
• Keterlibatan masyarakat
• Pemasaran
• Kesesuaian lahan
• Nilai ekonomis
• Faktor resiko
• Penghasil devisa
• Derivat produk
• Ketergantungan impor
B. Ternak
• Jumlah populasi unit ternak
• Kemudahan dalam memasarkan ternak
• Sumber pendapatan
• Ketersediaan pakan
• Kemudahan dalam budidaya
• Kemudahan dalam budaya/sosial
Sistem agribisnis pangan mencakup:
1. Sub sistem usaha tani yang fokus kepada produksi sesuai
dengan kaidah good agricultural practices meliputi tanaman
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 33
pangan, hortikultura, peternakan, perikanan, perkebunan
dan kehutanan.
Sub sistem agribisnis pangan di hilir (down-stream
food agribusiness) yakni industri pengolahan hasil
tanaman pangan, hasil hortikultura, hasil
perkebunan, hasil peternakan, hasil perikanan dan
hasil hutan
2. Sub sistem penyedia jasa agribisnis pangan (service for
food agribusiness) seperti perkereditan, infrastruktur,
pendidikan dan pelatihan SDM, penelitian dan teknologi,
asuransi, transportasi, kebijakan dan peraturan daerah.
Pelajaran penting dari Tahapan Pengembangan Kawasan
Agropolitan dan Agromarinpolitan yang pernah
Dilaksanakan (Recalling)
Kawasan agropolitan dan agromarinpolitan pengembangannya
secara bertahap dengan tahapan (stages of development) yang
secara ringkas pada Gambar 3.
Gambar 3. Tahapan Pengembangan Kawasan Agropolitan dan
Agromarinpolitan dalam Mentransformasi Keunggulan
Komparatif menjadi Keunggulan Kompetitif
Sumber: Masterplan KADTBB, 2005
34 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
Secara umum, pengembangan produk yang dihasilkan dari
kawasan agropolitan dan agromarinpolitan dengan brand
tersertifikasi didasarkan pada permintaan pasar selera konsumen
(market oriented) baik di pasar lokal, regional, nasional maupun
internasional (target pasar ekspor). Artinya atribut produk yang
dituntut oleh konsumen (pada berbagai target pasar) dijadikan
cetak biru (blue print) dalam merencanakan/menentukan produk
yang akan dihasilkan dari kawasan agropolitan dan
agromarinpolitan.
Kemampuan merespons permintaan pasar dari kawasan
agropolitan dan agromarinpolitan harus ditingkatkan secara
bertahap (capacity building). Tahapan pengembangan kemampuan
kawasan agropolitan dan agromarinpolitan dalam merespons
permintaan pasar kedepan dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut: Tahap pertama yaitu merespons permintaan pasar baik
domestik maupun mancanegara dengan kekuatan kelimpahan
sumber daya alam dan sumber daya manusia (SDM) yang belum
terampil (natural resource and unskilled human resource-based)
atau disingkat dengan tahapan factor-driven. Secara umum,
kawasan agropolitan dan agromarinpolitan masih ada pada tahap
factor-driven yang antara lain dicirikan oleh kekuatan/sumber
peningkatan produksi masih didominasi oleh peningkatan luas
areal. Agribisnis pada tahap factor-driven ini tidak dapat
dipertahankan terlalu lama karena selain sangat dipengaruhi oleh
iklim, produktivitas rendah, nilai tambah rendah juga terbatas
dalam memenuhi selera konsumen. Oleh sebab itu kawasan
agropolitan dan agromarinpolitan harus dikembangkan lebih lanjut
agar memiliki kemampuan yang makin meningkat.
Tahap kedua yaitu merespons permintaan pasar dengan
kekuatan penggunaan barang-barang modal dan SDM makin
terampil (capital and semi-skill human resource-based) atau
disingkat capital-driven. Pada tahap ini antara lain dicirikan oleh
sumber peningkatan produksi sudah bergeser dari perluasan areal
ke produktivitas dan nilai tambah (pengolahan) sehingga lebih
menyejahterakan semua pihak. Peningkatan nilai tambah yang
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 35
paling besar akan bersumber dari industri pengolahan hasil
pertanian (agribisnis hilir) dan kemampuan memenuhi selera
konsumen makin meningkat akibat berkembangnya industri
pengolahan ini. Dalam hal ini mutu dan keamanan pangan sudah
lebih terjamin.
Tahap ketiga yakni merespon pasar dengan menggunakan
kekuatan ilmu pengetahuan teknologi dan SDM terampil
(knowledge and skill human resource-based) atau disingkat
innovation-driven, pengembangan kawasan agropolitan dan
agromarinpolitan lebih lanjut ke depan adalah pada tahap ini. Pada
tahap ini sumber/kekuatan untuk meningkatkan produksi,
produktivitas dan nilai tambah adalah dari inovasi. Proses
transformasi atau peningkatan kemampuan kawasan agropolitan
dan agromarinpolitan dari factor-driven ke capital-driven dan
kemudian kepada innovation-driven tersebut adalah upaya
pembangunan untuk mendayagunakan keunggulan komparatif
yang dimiliki kawasan agropolitan dan agromarinpolitan menjadi
keunggulan kompetitif. Dengan proses transformasi tersebut
pendapatan masyarakat (pelaku agribisnis pangan) juga akan
mengalami peningkatan. Sertifikasi prima 1 dipastikan akan banyak
pada berbagai komoditas. Contoh uraian di atas adalah biji kopi –
bubuk – sajian minum kopi di warung – packing minuman kopi di
gelas dengan brand Starbucks Coffee (harga murah – harga
mahal).
Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan dan
Agromarinpolitan (Recalling – Anti Lupa)
Tahapan pengembangan kawasan agropolitan dan
agromarinpolitan yang dikemukakan diatas, diimplementasikan
dengan strategi pengembangan kawasan agropolitan dan
agromarinpolitan sebagai berikut:
� Pengembangan Organisasi Ruang Kawasan Agropolitan dan
Agromarinpolitan
� Pengembangan Jaringan Jalan dan Trasportasi,
� Pengembangan Jaringan Listrik
36 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
� Pengembangan Jaringan Telepon
� Pengembangan Jaringan Pengairan (Irigasi)
� Pengembangan Teknologi Agribisnis
� Pengembangan Penyuluhan dan SDM Agribisnis
� Pengembangan Usaha dan Jaringan Pembibitan
� Pengembangan Industri Jaringan Agrokimia
� Pengembangan Industri Alat dan Mesin Pertanian
� Pengembangan Industri Hilir (Pengolahan) Pangan yang
Berasal dari Tanaman Pangan, Tanaman Hortikultura,
Tanaman Perkebunan, Perikanan, dan Kehutanan
� Pengembangan Jaringan Pasar dan Promosi
� Pengembangan Kelembagaan dan Organisasi Petani
� Pengembangan Jaringan Kerjasama Pengusaha Agribisnis
Pangan
� Pengembangan Jaringan Kerjasama Antar Daerah
Pengelola Kawasan Agropolitan dan Agromarinpolitan
� Pengembangan Lembaga Pembiayaan Agribisnis Pangan
� Pengembangan Usaha Tani berbagai Komoditi sebagai
Sumber Pangan
Sumatera Utara sebelum SDGs vigorously echoed (gencar
digaungkan) sudah memiliki visi rakyat tidak lapar, rakyat tidak
miskin, rakyat tidak bodoh, rakyat bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan rakyat memiliki masa depan. Hal inilah juga yang
membuktikan keunikan Sumatera Utara yang cara pandangnya
jauh ke depan. Sumatera Utara menjawab masalah yang akan
datang dengan mencicil saat ini (North Sumatra answer the
Upcoming Problem with begin current in installments now).
Tujuan pembangunan berkelanjutan pertama bertujuan
untuk mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk di manapun.
Beberapa target, antara lain, untuk memberantas kemiskinan
ekstrem bagi semua orang di manapun berada, mengurangi
setidaknya setengah jumlah pria, wanita dan anak-anak dari
segala usia yang hidup dalam kemiskinan, dan menerapkan sistem
dan tindakan perlindungan sosial yang sesuai untuk masing-
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 37
masing negara mencakup substansial dari kaum miskin dan rentan.
Dengan semangat revitalisasi program Agropolitan dan
Agromarinpolitan yang berbaur dengan program pembangunan
lainnya pasti dapat mewujudkan target SDGs.
Adapun target untuk menghapus kemiskinan dimanapun dan
dalam semua bentuk adalah sebagai berikut:
- Menghapus kemiskinan ekstrim sesuai kemampuan
pemerintah.
- Mengurangi setidaknya 50% dari jumlah penduduk miskin
dari segala usia berdasarkan kriteria pemerintah.
- Mengimplementasikan sistem dan ukuran perlindungan
sosial yang tepat bagi semua level masyarakat.
- Memastikan semua penduduk mendapat hak setara
mengakses sumber ekonomi, kepemilikan dan akses
sumber daya.
- Membangun yang dibutuhkan oleh masyarakat miskin dan
kelompok rentan menghadapi perubahan iklim, krisis
lingkungan, ekonomi, sosial, dan bencana.
- Memastikan mobilisasi sumber daya yang signifikan dari
berbagai sumber sekaligus untuk mengimplementasikan
program dan kebijakan yang dapat mengakhiri kemiskinan
dalam semua dimensinya.
- Menciptakan kerangka kerja kebijakan pada level nasional,
regional dan internasional untuk mempercepat investasi
dalam aksi-aksi pengentasan kemiskinan.
Dalam setiap perencanan pembangunan pada setiap sektor
termasuk Ketahanan Pangan di Provinsi Sumatera Utara, haruslah
mempunyai target kinerja dan indikator keberhasilan program
prioritas yang sesuai dengan prinsip kinerja yang terdiri dari input,
output, outcome dan impact. Input dimaksudkan adalah segala
masukan berbentuk program/kegiatan dari seluruh stakeholder
yang terlibat langsung ataupun tidak langsung dalam proses
mewujudkan kedaulatan pangan di Sumatera Utara. Output
dimaksudkan merupakan hasil kinerja dari proses masukan yang
38 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
memproduksi hasil baik fisik maupun administratif dari input.
Outcome dimaksudkan merupakan hasil akhir yang biasa disebut
manfaat yang dapat dirasakan dari output. Impact dimaksudkan
merupakan efek/pengaruh yang dirasakan akibat outcome, impact
ini dapat dilihat dari berbagai segi kehidupan masyarakat dalam
jangka panjang.
Dengan adanya pasokan pangan yang beragam, bergizi dan
seimbang yang dikonsumsi masyarakat atau PPH ketersediaan,
maka masyarakat/penduduk dapat sehat dan produktif, yang
berakibat penduduk mempunyai produktivitas tinggi. Dengan
produktivitas yang tinggi mengakibatkan pendapatan
masyarakat/penduduk tinggi sehingga mengurangi penduduk
miskin, ini adalah impact dari adanya ketahanan pangan yang
mantap dan berkedaulatan pangan.
Dalam Hal Ketahanan Pangan dan Kedaulatan Pangan
berbeda dengan swasembada pangan, dimana swasembada
pangan tujuannya/sasarannya adalah komoditi sedangkan sasaran
ketahanan dan kedaulatan pangan adalah manusia. Dengan
demikian target produksi sangat penting atau swasembada pangan
khususnya untuk 11 jenis pangan.
Dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan di Sumatera
Utara pada dasarnya bagaimana mencapai pangan yang beragam,
bergizi dan seimbang dan aman dikonsumsi masyarakat Sumatera
Utara, yang tujuan akhirnya agar masyarakat sehat, aktif dan
produktif. Untuk itu dibuat indikator keberhasilan (outcome/hasil
akhir) sebagai berikut :
1. Konsumsi Energi Mencapai 2.150 Kkal/Kapita/Hari dan
Ketersediaan Energi Mencapai 2.400 Kkal/Kapita/Hari.
Konsumsi energi ini sangat diperlukan dalam
kegiatan/aktifitas sehari hari bagi manusia yang sehat supaya
produktif. Konsumsi energi tercapai kalau ada ketersediannya
maka ditargetkan terdapat ketersediaan energi sebesar 2.400
kkal/kapita /hari. Guna mencapai indikator ini maka diperlukan
produksi pangan yang cukup baik jumlah dan mutunya serta
merata dan terjangkau.
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 39
2. Konsumsi Protein Mencapai 57 g/Kapita/Hari dan
Ketersediaan Protein Mencapai 63 g/Kapita/Hari.
Protein merupakan gizi untuk pembentukan otot/organ-
organ tubuh lainnya serta untuk kecerdasan dengan tubuh yang
kekar dan cerdas dapat mendorong peningkatan produktivitas
penduduk/masyarakat.
3. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Menuju Ideal dan
Skor PPH Ketersediaan 98,3 (tidak mungkin semua
jenis pangan dapat dihasilkan di Sumatera Utara).
Pola Pangan Harapan sangat menentukan adanya pangan
yang beragam, bergizi dan seimbang antara karbohidrat, protein,
mineral, dan vitamin. Kalau hanya berdasarkan target
asupan/konsumsi energi dapat saja diperoleh dari mengonsumi
satu jenis komoditi saja. Maka perlu diatur atau dibimbing dengan
skor Pola Pangan Harapan, dimana energi diperoleh dari berbagai
jenis komoditi.
4. Prevalensi Anemia pada Ibu Hamil semakin kecil.
Ibu hamil merupakan awal kehidupan bagi seorang anak yang
dilahirkan, maka ibu hamil yang sehat sangat diperlukan guna
dapat melahirkan anak yang sehat jasmani dan rohani. Seorang
ibu harus mempunyai gizi dan darah yang cukup guna bisa
menunjang kegiatannya khususnya dalam memberi darah dan gizi
pada bayi yang dikandungnya.
5. Persentase Bayi dengan Berat Badan Rendah (BBLR)
Semakin Kecil.
Ibu yang sehat dan produktif dapat melahirkan anak yang sehat
dan cerdas. Salah satu indikator anak yang dilahirkan sehat adalah
berat bayi saat dilahirkan. Untuk itu diharapkan setiap anak yang
dilahirkan mempunyai berat badan yang ideal agar anak dimaksud
berkembang selanjutnya.
6. Persentase Bayi Dengan Usia Kurang Dari 6 Bulan yang
Mendapatkan Asi Eksklusif Semakin Ideal.
Setelah anak lahir maka asupan gizinya harus sesuai standar
kesehatan, dimana secara alami atau anugrah dari Tuhan Yang
Maha Kuasa sudah memberi asupan bagi bayi melalui ibunya yang
40 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
sehat yakni air susu ibu. Oleh sebab itu sesuai anjuran dokter gizi
bahwa bagi balita, air susu ibu merupakan sumber makanan yang
lengkap bagi perkembangan anak yang disebut dengan ASI
eksklusif, yang diberikan oleh ibunya melalui ASI minimal 6 bulan
setelah anak dilahirkan, dengan demikian anak diharapkan sehat
jasmani dan rohaninya.
7. Prevalensi Kekurangan Gizi (Underweight) Pada Anak
Balita Semakin Kecil.
Anak balita yang bergizi cukup sesuai standart kesehatan akan
memberikan hasil positif bagi perkembangan jasmani dan rohani
anak untuk masa mendatang. Umur balita antara 0–5 tahun
sangat menentukan masa depan anak khususnya untuk sehat dan
produktif.
8. Prevalensi Kurus (Wasting) Pada Anak Balita Semakin
Kecil
Kurus ada hubungannya dengan berat badan anak balita, yang
biasanya adanya anak balita kurus pada umumnya disebabkan
asupan makanan yang kurang bergizi dan tidak beragam, bergizi
dan seimbang. Untuk itu diharapkan seluruh anak umur 0-5 tahun
atau balita tidak ada yang kurus maupun tidak ada yang obesitas
sehingga mendorong perkembangan anak yang sehat dan
produktif.
9. Prevalensi Pendek dan Sangat Pendek (Stunting) Pada
Anak Baduta (Bayi Dibawah Dua Tahun) Diharapkan
Tidak Ada
Fisik anak pada umur 0–2 tahun khususnya tentang tinggi
badan anak baduta sangat menentukan perkembangan fisik tinggi
badannya pada masa yang datang. Anak yang pendek dan sangat
pendek pada umur baduta berpotensi disebabkan pola makan dan
pola asuh anak yang bersangkutan dan juga berpengaruh bagi
kesehatan dan produktivitas anak pada masa remaja dan dewasa.
10. Prevalensi Berat Badan Lebih dan Obesitas Pada
Penduduk Usia > 18 Tahun Semakin Kecil
Anak balita sampai umur 18 tahun rentan terhadap berat
berlebih dan obesitas karena pola makan yang salah serta gizi
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 41
berlebih, yang menyebabkan anak kelebihan berat badan yang
menyebabkan berkurangnya kecerdasan dan gerakan yang
lamban. Menurut pakar kesehatan kondisi fisik yang terlalu gemuk
tidak baik untuk kesehatan dan produktivitas, untuk itu perlu
diperhatikan dengan mengadakan program dan kegiatan yang
mengurangi keadaan tersebut.
Hingga tahun 2025, untuk komoditas gula masih di bawah
angka satu, hal ini mengandung makna bahwa Sumatera Utara
masih memerlukan pasokan dari provinsi lain atau impor.
Perimbangan produksi pangan pokok dengan indeks kebutuhan
dengan mempertimbangkan jumlah penduduk dan dapat dicapai
tahun 2025 diterakan pada Tabel 12.
Tabel 12. Perimbangan Produksi Pangan Pokok dengan Index
Kebutuhan di Sumatera Utara
No Jenis Pangan Pokok Prediksi-Tahun
2025
1 Beras dengan rendemen dari GKP=62.74 % 1.70
2 Jagung 2.40
3 Kedelai 3.27
4 Gula 0.66
5 Minyak Goreng (rendemen dari CPO 65 %) 2.44
6 Tepung Terigu ua
7 Bawang Merah 1.22
8 Cabai 4.87
9 Daging Sapi 4.54
10 Daging Ayam 1.14
11 Telur Ayam 1.22
Keterangan: ua = unavailable
42 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
BAB III
KEUNIKAN KONDISI SUMATERA UTARA
UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN
KETAHANAN PANGAN
Karakteristik Lokasi dan Wilayah:
Luas wilayah Provinsi Sumatera Utara adalah 71.680,68 km2
(Tabel 13) dengan luas wilayah kab/kota terluas adalah Kabupaten
Padang Lawas Utara diikuti dengan Kabupaten Padang Lawas dan
Kabupaten Labuhanbatu Utara yang masing-masing memiliki
desa/kelurahan 388, 304, dan 90 desa/kelurahan. Adapun luas
wilayah kab/kota terkecil adalah kota Sibolga, diikuti oleh kota
Tebing Tinggi, dan kota Tanjung Balai masing-masing 10,77 km2,
38,44 km2, dan 61,52 km2. Dapat disimpulkan bahwa sumber
produksi pangan sangat tinggi sehingga apabila Indonesia
kekurangan pangan masih memungkinkan untuk usaha tani dalam
rangka pasokan berbagai pangan yang berasal dari tanaman
pangan, hortikultura, tanaman perkebunan, serta pangan hewani.
Hal ini merupakan faktor pembeda bagi Sumatera Utara.
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 43
Tabel 13. Luas Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
No. Kabupaten/Kota Ibukota Banyaknya Luas Wilayah (km²) Kecamatan Desa/Kel
1 Kab.Nias Gunung Sitoli 10 170 980,32
2 Kab.Nias Selatan Teluk Dalam 35 355 1.625,91
3 Kab.Nias Barat Lahomi 8 105 544,09
4 Kab.Nias Utara Lotu 11 113 1.501,63
5 Kab.Mandailing Natal Panyabungan 23 407 6.620,70
6 Kab.Tapanuli Selatan Sipirok 14 248 4.352,86
7 Kab.Tapanuli Tengah Pandan 20 215 2.158,00
8 Kab.Tapanuli Utara Tarutung 15 252 3.764,65
9 Kab.Toba Samosir Balige 16 244 2.352,35
10 Kab.Labuhan Batu Rantau Prapat 9 98 2.561,38
11 Kab.Asahan Kisaran 25 204 3.675,79
12 Kab.Simalungun Pamatang Raya 31 413 4.368,60
13 Kab.Dairi Sidikalang 15 169 1.927,80
14 Kab. Karo Kabanjahe 17 259 2.127.00
15 Kab.Deli Serdang Lubuk Pakam 22 394 2.486,14
16 Kab.Langkat Stabat 23 277 6.263,29
17 Kab.Humbang
Hasundutan
Dolok Sanggul 10 154 2.297,20
18 Kab.Pakpak Bharat Salak 8 52 1.218,30
19 Kab.Samosir Pangururan 9 134 2.433,50
20 Kab.Serdang Bedagai Sei Rampah 17 243 1.913,33
21 Kab.BatuBara Lima puluh 7 151 904,96
22 Kab.Padang Lawas
Utara
Gunung Tua 9 388 3.918,05
23 Kab.Padang Lawas Sibuhuan 9 304 3.892,74
24 Kab.Labuhan Batu
Utara
Aek Kanopan 8 90 3.545,80
25 Kab.Labuhan Batu
Selatan
Kota Pinang 5 54 3.116,00
26 Kota Sibolga Sibolga 4 17 10,77
27 Kota Tanjung Balai Tanjung Balai 6 31 61,52
28 Kota Pematang Siantar Pematang Siantar 8 53 79,97
29 Kota Tebing Tinggi Tebing Tinggi 5 35 38,44
30 Kota Medan Medan 21 151 265,10
31 Kota Binjai Binjai 5 37 90,24
44 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
No. Kabupaten/Kota Ibukota Banyaknya Luas Wilayah
(km²) Kecamatan Desa/Kel
32 Kota Padang
Sidimpuan
Padang
sidimpuan
6 79 114,65
33 Kota Gunung Sitoli Gunung Sitoli 6 101 469,36
Provinsi Sumatera
Utara
Medan 440 6.008 71.680,68
Sumber: Sumatera Utara dalam Angka 2020
3.1. Kondisi Demografi
Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara tahun 2019
mencapai 14.562.549 jiwa,sebanyak 3.399.821 Rumah Tangga.
Adapun jumlah penduduk tertinggi pada tahun 2019 adalah di kota
Medan, Deli Serdang, serta Langkat masing-masing dengan jumlah
penduduk 2.279.894 jiwa, 2.195.709 jiwa, dan 1.041.775 jiwa
(Tabel 14), sedang jumlah penduduk paling sedikit adalah di
Kabupaten Pakpak Bharat sebesar 48.935 jiwa diikuti oleh
Kabupaten Nias Barat 82.154 jiwa dan Kota Sibolga 87.626 jiwa
(Tabel 14). Produksi tidak sama di semua kabupaten/kota sehingga
distribusi pangan haruslah terjamin dari sentra produksi ke sentra
konsumen. Rata-rata jumlah anggota keluarga di Provinsi Sumatera
Utara adalah 4,28 jiwa. Hal ini menuntut bahwa harus ada
kebijakan khusus dalam rangka pemenuhan pangan untuk keluarga
hingga kebutuhan individu. Selain itu, cadangan panganpun pada
tingkat keluarga harus memadai yang apabila dihitung secara
umum maka cadangan beras di Provinsi Sumatera Utara yang ideal
adalah 14.562.549 x 300 g x 31 x 3 bulan yaitu sebesar 406.295,12
ton. Selanjutnya Provinsi Sumatera Utara harus menyediakan beras
yang ideal untuk 1 tahun: 14.562.549x 300 g x 365 hari
=1.594.599,16 ton. Agar menjadi ketersediaan beras terjamin
maka harus ditambahkan konsumsi per tahun ditambah cadangan
pangan 3 bulan ke depan (disebut iron stock) = 1.594.599,16 ton +
406.295,12 ton = 2.000.894,28 ton. Selanjutnya stok awal pada 1
Januari 2019 di Provinsi Sumatera Utara sebesar 791.519 ton maka
ketersediaan riil sebesar 2.000.894,28 ton + 791.519 ton =
2.792.413,28 ton. Apabila perhitungan KSA benar yaitu produksi
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 45
setara beras hanya 1.186.349 ton maka Provinsi Sumatera Utara
haruslah menerima pasokan dari luar Provinsi Sumatera Utara
sebesar 814.545,28 ton yang berarti setiap bulan mencapai 67,88
ton. Hal inilah yang harus diperhatikan oleh semua pihak, dengan
kata lain harus duduk bersama antara BPS, Dinas Tanaman Pangan
dan Hortikultura, serta Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan
Provinsi Sumatera Utara yang dapat difasilitasi oleh Tim Teknis
Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara, untuk mencari solusi
komprehensif berbasiskan kesepakatan bersama dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, untuk segera dibahas
Kementan RI dengan BPS Pusat. Yang pasti, harga beras di
Sumatera Utara relatif stabil dan tidak ada kerusuhan sosial untuk
memperebutkan beras. Kalau begitu, mungkinkah Sumatera Utara
defisit beras? Tidak mungkin, karena selain luas lahan yang more
than enough, masyarakat Sumatera Utara dikenal memiliki budaya
kerjasama yang kuat/gotong royong, kerja keras dan kerja cerdas
serta kerja berkesinambungan. Jumlah penduduk, jumlah rumah
tangga dan rata-rata jumlah anggota rumah tangga menurut
kabupaten/kota diterangkan pada Tabel 14.
46 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
Tabel 14. Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga Dan Rata-Rata
Jumlah Anggota Rumah Tangga menurut
Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota Jumlah
Penduduk
Jumlah RT Rata-rata ju
mlah anggota
Keluarga
01 Nias 143.319 27.685 5,03
02 Mandailing Natal 447.287 104.582 4,27
03 Tapanuli Selatan 281.931 65.302 4,32
04 Tapanuli Tengah 376.667 80.806 4,66
05. Tapanuli Utara 301.789 69.657 4,33
06 Toba Samosir 183.712 44.883 4,08
07 Labuhan Batu 494.178 111.301 4,44
08 Asahan 729.795 170.281 4,28
09 Simalungun 867.922 221.234 3,92
10 Dairi 284.304 67.903 4,18
11 Karo 415.878 111.643 3,71
12 Deli Serdang 2.195.709 513.413 4,27
13 Langkat 1.041.775 255.705 4,07
14 Nias Selatan 319.902 66.823 4,80
15 Humbang Hasundutan 190.186 43.035 4,41
16 Pakpak Bharat 48.935 10.995 4,48
17 Samosir 126.188 30.331 4,15
18. Serdang Bedagai 616.396 150.110 4,10
19. Batubara 416.493 95.398 4,36
20 Padang Lawas Utara 272.713 63.405 4,30
21 Padang Lawas 281.239 64.843 4,33
22 Labuhan Batu Selatan 338.982 80.141 4,22
23 Labuhan Batu Utara 363.816 84.181 4,32
24 Nias Utara 137.967 28.352 4,87
25 Nias Barat 82.154 17.108 5,08
26 Sibolga 87.626 18.803 4,66
27 Tanjung Balai 175.223 37.464 4,68
28 Pematang Siantar 255.317 59.692 4,28
29 Tebing Tinggi 164.402 39.291 4,18
30 Medan 2.279.894 523.098 4,36
31 Binjai 276.597 63.479 4,35
32 Padang Sidempuan 221.827 49.685 4,46
33 Gunung Sitoli 142.426 29.192 4,89
Sumatera Utara 14.562.549 3.399.821 4,28
Sumber: Sumatera Dalam Angka (SUDA) 2020
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 47
3.2. Persentase Penduduk Miskin
Mengenai garis kemiskinan persentase penduduk miskin dan
jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara berfluktuasi dari
tahun 2010-2019. Garis kemiskinan tertinggi baik di kota maupun di
desa dijumpai pada tahun 2019 masing-masing 506.538 jiwa dan
470.545 jiwa. Hal ini diduga disebabkan oleh pandemi Covid-19
dimana pemerintah pusat menganjurkan agar tetap mengikuti
protokol kesehatan dengan menggunakan alat pelindung diri seperti
masker, tidak berkerumun, dan bekerja dari rumah. Kebijakan awal
memang diikuti oleh seluruh masyarakat karena ada bantuan sosial
dari Pemerintah, tetapi pada gilirannya kebijakan dimaksud tidak
dapat berlangsung lama akibat terjadinya kontraksi ekonomi di NKRI
sehingga muncullah kebijakan baru bekerja dengan prinsip new
normal. Sebaliknya persentase penduduk miskin tahun 2019
menurun menjadi 8,30% yang sebelumnya pada tahun 2018
sebesar 10,51% di perkotaan, sedangkan di desa pada tahun 2018
sebesar 11,06% dan pada tahun 2019 turun menjadi 8,39%. Hal ini
belum sepenuhnya dapat dimengerti. Untuk jumlah penduduk
miskin juga menurun dari 727,76 ribu jiwa pada tahun 2018 turun
menjadi 665,46 ribu jiwa pada tahun 2019 di perkotaan sedangkan
di desa turun dari 780,38 ribu jiwa pada tahun 2018 turun menjadi
595,04 ribu jiwa pada tahun 2019. Untuk lebih lengkapnya dapat
dilihat dan diikuti Tabel 15.
48 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
Tabel 15. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk
Miskin Provinsi Sumatera Utara
TAHUN
Garis Kemiskinan
(Rupiah/kapita/bln)
Persentase Penduduk
Miskin
Jumlah Penduduk Miskin
(ribu)
Kota Desa Kota Desa K+D Kota Desa K+D
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
2010 247.547 201.810 11,34 11,29 11,31 689,0 801,9 1.490,9
2011 271.713 222.226 10,10 11,53 10,83 658,9 777,5 1.436,4
2012 295.080 249.165 10,28 10,53 10,41 680,0 720,4 1.400,4
2013 307.352 263.061 9,98 10,13 10,06 665,4 697,0 1.363,4
2014 330.663 NA 9,81 9,89 9,85 667,47 693,13 1.360,6
2015 379.898 352.637 10,51 11,06 10,79 727,76 780,38 1.508,14
2016 413.835 388.707 9,69 10,86 10,27 690,34 762,21 1.452,55
2017 438.894 407.157 8,96 9,62 9,28 663,27 663,30 1.326,57
2018 379.898 352.637 10,51 11,06 10,79 727,76 780,38 1.508,14
2019 506.538 470.545 8,39 8,93 8,63 665,46 595,04 1.260,50
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, Tahun 2020
Keterangan: NA=Not Available (Data tidak tersedia)
3.3 Aspek Ketahanan Pangan
Ketersediaan Pangan
Perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi
tanaman padi, jagung, kedelai mulai tahun 2011-2019 juga
mengalami fluktuasi. Hal ini diterakan pada Tabel 16. Walaupun
data tiga tahun terakhir berbeda antara Kementerian Pertanian RI
dengan BPS maka data yang disajikan pada Tabel 17 tetap layak
untuk dibahas.
Luas panen tertinggi untuk tanaman padi dijumpai pada
tahun 2018 sebesar 1.125.495,6 Ha sedang produktivitas padi
tertinggi dijumpai pada tahun 2017 sebesar 61,90 Kw/Ha.
Demikian juga produksi tertinggi padi di Sumatera Utara sebesar
5.465.218,45 ton pada tahun 2018. Selanjutnya untuk jagung luas
panen tertinggi dijumpai pada tahun 2019 seluas 319.507 Ha, akan
tetapi produktivitas dan produksi tertinggi adalah pada tahun 2017
masing-masing sebesar 61,90 Kw/Ha dan 1.741.257,4 ton.
Kemudian untuk tanaman kedelai luas panen yang lebih tinggi
justru dijumpai pada tahun 2011 yaitu 11.413 Ha, adapun
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 49
produktivitas kedelai yang lebih tinggi pada tahun 2019 sebesar
17,30 Kw/Ha dan produksi tertinggi tetap pada tahun 2011
sebesar 11.425 ton.
Tabel 16. Perkembangan luas panen, produktivitas dan produksi
padi, palawija Tahun 2011 sd 2019 di PSU
No. Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1. Padi
-Luas panen (Ha)
-Produktivitas
(Kw/Ha)
-Produksi (Ton)
757.547
47,62
3.607.404
765.099
48,56
3.715.513
742.968
50,17
3.727.249
717.318
50,62
3.631.039
781.769
51,74
4.044.829
2. Jagung
-Luas panen (Ha)
-Produktivitas
(Kw/Ha)
-Produksi (Ton)
255.291
50,71
1.294.645
243.098
55,41
1.347.121
211.750
55,87
1.182.928
200.603
1.159.796
243.772
62,33
1.519.407
3. Kedelai
-Luas panen (Ha)
-Produktivitas
(Kw/Ha)
-Produksi (Ton)
11.413
10,01
11.425
5.475
9,90
5.419
3.126
10,33
3.229
5.024
11,36
5.705
5.303
12,35
6.549
Sumber: Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumatera Utara
(2021) dan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera
Utara (2021)
Lanjutan tahun No. Uraian 2016 2017 2018 2019
1. Padi
Luas panen (Ha)
Produktivitas
(Kw/Ha)
Produksi (Ton)
885.575,9
61,63
4.609.790,9
988.068
61,90
5.136.184,6
1.125.495,6
57,83
5.465.218,45
717.318
61,36
4.693.562,8
2. Jagung
Luas panen (Ha)
Produktivitas
(Kw/Ha)
Produksi (Ton)
252.729,2
61,63
1.557.462,8
281.311,4
61,90
1.741.257,4
295.849,50
57,83
1.710.784,96
319.507
61,36
1.960.424
3. Kedelai
Luas panen (Ha)
Produktivitas
(Kw/Ha)
Produksi (Ton)
3.955,3
12,80
5.062,0
6.004,8
12,95
7.777,7
5.849,90
7,02
8.152,97
5.563
17,30
9.626,7
Sumber: Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumatera Utara
(2021) dan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera
Utara (2021)
50 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
Perkembangan produksi pangan pokok di Provinsi Sumatera
Utara tahun 2011-2019 sangat dinamis, dari 9 komoditas pangan
seperti diterakan pada Tabel 17, kedelai kelihatannya harus
didatangkan dari daerah lain sedang untuk pangan pokok lainnya
Provinsi Sumatera Utara sudah swasembada.
Tabel 17. Perkembangan produksi pangan pokok di Sumatera
Utara Tahun 2011 – 2019
N0. Komoditas Produksi (Ton)
2011 2012 2013 2014 2015
1. Padi 3.607.432 3.715.084 3.727.682 3.631.039 4.026.449
2. Jagung 1.294.645 1.347.124 1.182.928 1.159.795 1.519.408
3. Kedelai 11.426 5.401 3.228 5.705 6.549
4. Kacang
Tanah
11.093 12.073 11.352 9.777 8.517
Ubi Kayu 1.091.710 1.171.521 1.518.222 1.383.346 1.616.955
Ubi Jalar 191.104 186.585 116.670 146.622 122.363
7. Daging Sapi 18.299,58 24.548,62 18.345,97 22.656,30 23.407,97
8. Daging
Ayam buras
13.430,39 14.314,08 18.435,18 16.647,62 16.904,88
9. Telur 104.939,44 131.261,83 164.981,97 155.744,08 161.681,54
Lanjutan tahun N0. Komoditas Produksi (Ton)
2016 2017 2018 2019
1. Padi 4.609.790,9 5.136.184,6 5.465.218,45 4.693.562,8
2. Jagung 1.557.462,8 1.741.257,4 1.710.784,96 1.960.424
3. Kedelai 5.062,0 7.777,7 18.152,97 9.626,7
4. Kacang
Tanah
4.091,4 3.469,0 3.379,0 3.837,0
5. Ubi Kayu 34.852,3 28.948,0 22.945,4 31.514,0
6. Ubi Jalar 6.378,6 5.884,2 4.969,5 5.511,0
7. Daging Sapi
(ton)
25.571,07 26.297,65 15.240,3 15.723,6
8. Daging
Ayam (ton)
71.781,05 76.732,35 91.499,42 91.842,8
9. Telur (kg) 166.366.100 169.758,08 260.992.009
259.481.475
Sumber: BPS Sumatera Utara 2012-2020 (data diolah)
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 51
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) Sumatera Utara juga mengenal dan intens melaksanakan
SKPG. Konsep ini digunakan secara luas di berbagai wilayah di dunia. Di tiap Negara SKPG dikenal sebagai Early Warning System (EWS).
Sesuai UU Nomor 18/2012 tentang Pangan pasal 114 ayat 1 dan 2 (d) dan PP Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi pasal 75 ayat 1 dan 2 (d) mengamanatkan bahwa:
� ayat 1: Pemerintah dan Pemda berkewajiban membangun, menyusun, dan mengembangkan Sistem Informasi Pangan dan Gizi (SIPG) yang terintegrasi
� ayat 2 (d) : SIPG dapat digunakan untuk pengembangan sistem peringatan dini terhadap masalah Pangan dan kerawanan Pangan dan Gizi
Adapun indikator SKPG diterakan pada Tabel 18.
Tabel 18. Indikator Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
Aspek Indikator SKPG
A. Food Availability 1. luas tanam komoditas pangan bulan berjalan 2. luas tanam komoditas pangan bulan berjalan 5
tahun terakhir 3. luas puso komoditas pangan bulan berjalan
4. luas puso komoditas pangan bulan berjalan 5 tahun terakhir
B. Food Access 1. Harga beras untuk seluruh wilayah kab./kota
2. Harga beras, jagung, dan ubi kayu; 3. Harga beras, ubi jalar, dan ubi kayu.
C. Food Utilization 1. Angka Balita Ditimbang terkoreksi (D’) 2. Angka Balita Naik Berat Badan (N)
3. Balita yang tidak naik berat badannya dalam 2 kali penimbangan berturut-turut (2T)
4. Angka Balita Dengan Berat Badan Dibawah Garis Merah (BGM)
D. Supporting Data 1. Data kejadian bencana alam (banjir, tanah
longsor, gempa bumi dan lain lain) 2. Data curah hujan
3. Kasus gizi buruk yang ditemukan 4. Perubahan pola konsumsi pangan,
5. Data sebaran Organisme Pengganggu
Tumbuhan 6. Cadangan pangan
Sumber: Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Badan Ketahanan Pangan 2019-Bahan e learning Bidang Kerawanan Pangan
52 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
Untuk wilayah perkotaan/non produksi yang juga dapat disebut sentra konsumsi dilakukan sebagai berikut:
Analisis SKPG
a) Analisis Availabilitas Pangan
No. Analisis Persentase
(r) (%) Bobot
1
% ase luas tanam bulan berjalan dibandingkan dengan
rata-rata luas tanam bulan
bersangkutan 5 tahun terakhir
r ≥ 5 1 = Secure/Aman
-5 ≤ r < 5 2 = Alert/Waspada
r < -5 3 = Vulnerable/Rentan
2
% ase luas puso bulan berjalan dibandingkan dengan rata-rata
luas puso bulan bersangkutan 5 tahun terakhir
r < -5 1 = Secure
5 ≤ r < -5 2 = Alert
r > 5 3 = Vulnerable
1. Urban is an area that has a non-agricultural main activity, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi (Undang-Undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang).
2. Berdasarkan hasil kajian WFP pada tahun 2015; for areas that have non
agricultural main activities, harga pangan pokok (beras) merupakan indikator yang kuat untuk memprediksi kemungkinan terjadinya kerawanan pangan.
� Sehingga untuk analisis SKPG wilayah perkotaan/non pertanian hanya menggunakan aspek akses pangan dan pemanfaatan pangan.
� Namun apabila diketahui rasio ketersedian pangan/Food Consumptoin-Availability Ratio (IAV) kota lebih dari 1, artinya kota tersebut surplus
kebutuhan pangan pokok, maka menggunakan indikator sebagaimana pemilihan indikator di wilayah kabupaten lainnya.
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 53
Komposit Ketersediaan Pangan
% ase rata-rata luas tanam bulan berjalan dibandingkan dengan rata-rata luas tanam
bulanan 5 tahun
% ase rataan luas puso bulan
berjalan dibandingkan dengan rata-rata luas puso bulanan 5
tahun
Bobot 1 2 3
1 2 3 4
2 3 4 5
3 4 5 6
Ket:
Total bobot 2 = warna hijau (secure)
Total bobot 3 – 4 = warna kuning (alert)
Total bobot 5 – 6 = warna merah (vulnerable)
b) Analisis Keterjangkauan Pangan Bulanan
No Analisis % ase (r) (%) Bobot
1 % ase rataan harga bulan
berjalan komoditas beras dibandingkan dengan rata-rata
harga 3 bulan terakhir
r < 5 1 = Secure
5 ≤ r ≤ 10 2 = Alert
r > 10 3 = Vulnerable
2 % ase rataan harga bulan
berjalan komoditas jagung
dibandingkan dengan rata-rata harga 3 bulan terakhir
r < 5 1 = Secure
5 ≤ r ≤ 15 2 = Alert
> 15 3 = Vulnerable
3 % ase rataan harga bulan berjalan komoditas ubi kayu
dibandingkan dengan rata-rata harga 3 bulan terakhir
r < 5 1 = Secure
5 ≤ r ≤ 15 2 = Alert
> 15 3 = Vulnerable
4 % ase rataan harga bulan berjalan komoditas ubi jalar
dibandingkan dengan rata-rata harga 3 bulan terakhir
r < 5 1 = Secure
5 ≤ r ≤ 15 2 = Alert
> 15 3 = Vulnerable
c) Analisis Pemanfaatan Pangan Bulanan
No Analisis % ase
(r)(%) Bobot
1
% ase Balita yang naik BB (N) dibandingkan Jumlah Balita Ditimbang
terkoreksi (D’)
r > 90 1 = Secure
80 ≤ r ≤ 90 2 = Alert
< 80 3 = Vulnerable
2
% ase Balita yang BGM dibandingkan
Jumlah Balita ditimbang terkoreksi (D’)
r < 5 1 = Secure
5 ≤ r ≤ 10 2 = Alert
> 10 3 = Vulnerable
3 % ase balita yang tidak naik berat badannya dalam 2 kali penimbangan
berturut-turut (2T) dibandingkan Jumlah Balita ditimbang terkoreksi (D’)
r < 10 1 = Secure
10 ≤ r ≤ 20 2 = Alert
> 20 3 = Vulnerable
54 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
Komposit Pemanfaatan Pangan
Hasil analisis ke 1danke 2
Hasil
analisis ke 3
Bobot 2 3 4 5 6
1 3 4 5 6 7
2 4 5 6 7 8
3 5 6 7 8 9 Keterangan:
Total bobot 3 – 4 = warna hijau (secure)
Total bobot 5 – 6 dan tidak ada bobot 3 pada BGM/D’ dan 2T/D’= warna kuning (alert)
Total bobot 5– 9 dan ada bobot 3 pada BGM/D’ dan 2T/D’= warna merah (vulnerable)
Sumber: Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Badan Ketahanan Pangan 2019-Bahan
e learning Bidang Kerawanan Pangan
Untuk penanganan rawan pangan Sumatera Utara juga
tetap berpedoman pada FSVA (tahunan), SKPG (bulanan), gerakan
masyarakat mandiri pangan untuk mempercepat penanganan gizi
buruk dan gizi kurang, desa mandiri pangan, data rawan pangan
transien, dan data rawan pangan kronis. Kegagalan produksi dapat
menjadi pemicu awal rawan pangan hingga kurang gizi. Terjadinya
rawan pangan diperjelas pada Gambar 4.
Kegagalan
produksi
Daya beli
menurun
Pendapatan
menurun
KURANG
GIZI
PREVENTIFKURATIF
SANGAT
DINI
CUKUP
DINIKurang
DiniKetersediaan
Pangan RT
berkurang
Krisis, Sosial,
Ekonomi,
Politik
Ketersediaan
pangan di masy.
kurang
Asupan Zat
Gizi
kurang
Penyakit
Infeksi
1
2
4
3
5
6
7
8
PROSES TERJADINYA KERAWANAN PANGAN DAN GIZI
Gambar 4. Proses Terjadinya Kerawanan Pangan dari Hulu sampai
ke Hilir
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 55
Melakukan Penanggulangan kerawanan pangan sangat diperlukan
gerakan bersama di mulai dengan:
� Penyusunan petunjuk pelaksanaan penanggulangan
kerawanan pangan diikuti;
� Sosialisasi petunjuk pelaksanaan penanggulangan
kerawanan pangan lalu;
� Melakukan intervensi melalui bantuan sosial pada daerah
rawan pangan hasil investigasi Tim SKPG dan rawan
pangan akibat bencana, selanjutnya;
� Penyediaan stok pangan melalui pengembangan lumbung
pangan pemerintah Provinsi Sumatera Utara, lalu
� Menggerakkan pemberdayaan masyarakat rawan pangan,
melalui program desa mandiri pangan, gerakan masyarakat
mandiri pangan dan dipadukan dengan program lainnya di
tingkat kabupaten/kota.
Penanggulangan rawan pangan adalah melakukan investigasi dan
intervensi rawan pangan kronis dan transien.
� Investigasi
� Berdasarkan pemetaan situasi pangan dan gizi yang
dilakukan oleh Tim SKPG.
� Tim Investigasi harus segera turun ke lapangan paling
lambat 1 minggu setelah suatu daerah diketahui mengalami
kerawanan pangan kronis.
� Hasil investigasi digunakan oleh Tim Investigasi untuk
menyusun rekomendasi.
� Hasil rekomendasi yang disampaikan mencakup jenis
intervensi yang tepat, lokasi dan masyarakat sasaran,
jangka waktu pelaksanaan intervensi dan lain-lain sesuai
dengan kepentingan.
� Intervensi
� Kepala Daerah memerintahkan Pokja Pangan dan Gizi
untuk mengkoordinasikan pelaksanaan intervensi.
56 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
� Intervensi yang dilakukan mencakup tanggap darurat
apabila diperlukan, intervensi jangka menengah serta
intervensi jangka panjang.
� Jenis intervensi yang tepat, jangka waktu intervensi,
besaran dana yang diperlukan dan lain-lain dapat diketahui
berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh Tim
Investigasi.
� Intervensi dilakukan dengan menggunakan sumber-sumber
dana baik berasal dari APBN, APBD, masyarakat maupun
bantuan internasional.
Penanggulangan Rawan Pangan Transien
Investigasi
� Membentuk Tim Investigasi.
� Tim Investigasi melaksanakan tugasnya dan melaporkan
hasilnya kepada Kepala Daerah maksimal 3 hari setelah
dibentuk.
� Hasil investigasi meliputi rekomendasi adanya rawan
pangan transien yang disebabkan oleh bencana, wilayah
yang mengalami rawan pangan, masyarakat sasaran, jenis
intervensi yang diberikan, jangka waktu dan pelaksana
intervensi.
� Setelah menerima rekomendasi dari Tim Investigasi, Kepala
Daerah memerintahkan Pokja Pangan dan Gizi untuk
melakukan intervensi.
� Tim Investigasi dapat berkoordinasi dengan
Satlak/Satkorlak setempat.
Intervensi
Intervensi dilakukan dengan memberikan bantuan tanggap
darurat, sesuai kebutuhan setempat dari hasil investigasi dan
bantuan jangka pendek serta jangka panjang.
Sistem monitoring ketahanan pangan untuk mengetahui rumah
tangga rawan pangan di Sumatera Utara (Dokumen Dewan
Ketahanan Pangan-BKP, 2018) ditampilkan pada Gambar 5.
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 57
Gambar 5. Sistem Monitoring Ketahanan Pangan mulai dari FSVA
hingga Rumah Tangga Rawan Pangan
Pengambilan data untuk FSVA dapat 2-3 tahun sehingga
sifat indikatornya lebih statis, sedang SKPG dilakukan secara
periodik yaitu bulanan dan tahunan dan sifatnya terus menerus
sehingga sifat indikatornya lebih dinamis. Dalam hal ini, baik FSVA
maupun SKPG informasi mengenai situasi ketahanan pangan
berada pada tingkat wilayah, lalu diteruskan untuk mengetahui
pada rumah tangga rawan pangan untuk tujuan intervensi.
Berikut contoh pengalaman Sumatera Utara untuk
menanggulangi rawan pangan yang diakibatkan oleh erupsi
Gunung Sinabung sebab mereka berada dalam kawasan rawan
bencana, berdasarkan hasil Investigasi Kerawanan Pangan melalui
EFSA di Kab. Karo-Sumatera Utara:
- Untuk melayani para pengungsi harus ada kerjasama masyarakat
dengan Kepala Desa, camat, Pemerintah Kab.Karo hingga
SKPG WILAYAH YANG RENTAN
TERHADAP KERAWANAN PANGAN
INVESTIGASI MASYARAKAT
RUMAH TANGGA RAWAN
PANGAN
FSVA
INTERVENSI
58 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
Pemerintah Provinsi dan Pusat, antara lain dalam hal perbaikan
sarana infrastuktur/investasi. Dalam hal ini, secara khusus
instansi yang menangani ketahanan pangan mempunyai tugas
mulia dalam hal ketersediaan pangan, kemandirian pangan
sampai ke tingkat penyediaan konsumsi pangan. Lebih detail,
sangat diperlukan berbagai program untuk mengatasi persoalan
masyarakat, sebagai berikut:
- Program Jangka Pendek
� Bantuan pangan B2SA selama di pengungsian berupa
beras dan non beras, dan dihitung total biaya yang
dibutuhkan setiap tahun
� Untuk Kebutuhan beras dapat dipenuhi dari cadangan
beras pemerintah tingkat kabupaten sebesar 100 ton dan
kekurangannya dipenuhi dari cadangan beras pemerintah
tingkat Provinsi dan Pusat.
� Kebutuhan non beras dapat dipenuhi dari dana
Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP) tingkat
kabupaten, propinsi, pusat serta sumber dana lainnya
� Pemberian beasiswa pendidikan serta biaya kesehatan
- Program Jangka Menengah dan Panjang
� Fasilitasi usaha tani yang produktif dalam waktu yang
singkat (misalnya: budidaya sayuran, ternak ayam
potong, perikanan)
� Penyediaan sarana dan prasarana penyediaan air bersih
� Perlu dibangun tempat pemukiman yang aman dari erupsi
Gunung Sinabung
Program Jangka Pendek hingga Jangka Panjang seperti yang
dikemukakan di atas adalah berdasarkan temuan di lapangan
dengan memperhatikan beberapa variabel berikut:
� Jenis Sumber Air Minum – Sebelum dan Setelah Erupsi
� Lama waktu yang dibutuhkan ke dan dari sumber air
minum
� Sumber bahan bakar
� Sumber Penghasilan utama
� Sumber untuk memperoleh bahan pangan
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 59
� Persentase pengeluaran untuk pangan
� Produksi serealia dan umbi-umbian
� Kepemilikan ternak
� Persentase ternak yang hilang/mati
� Apakah pernah menjual salah satu/beberapa aset setelah
bencana untuk memenuhi kebutuhan pangan/modal
usaha
� Kebiasaan makan sebelum dan setelah bencana – balita,
ibu-ibu, dewasa lainnya
� Kesulitan lain yang dihadapi:
o Kerja lembur untuk menambah penghasilan.
o Anggota keluarga mencari pekerjaan lain atau
pekerjaan tambahan.
o Membeli makanan yang kurang disukai dan lebih
murah
o Berhutang, atau mengandalkan bantuan teman atau
keluarga
o Mengurangi jajan
o Menggadaikan barang pribadi.
o Membeli makanan dengan cara kredit atau
berhutang.
o Mengurangi porsi makan/3x1 hari.
o Membatasi konsumsi makanan orang dewasa dan
mengutamakan makanan bagi anak-anak.
o Mengurangi frekwensi makan dalam sehari.
o Menjual barang-barang yang ada di rumah (radio,
perabot, kulkas, TV, karpet dll.
o Menjual asset produktif (mesin/peralatan pertanian,
mesin jahit, sepeda motor, tanah).
o Menjual hewan ternak lebih banyak dari biasanya.
Ketahanan pangan yang merupakan urusan wajib non pelayanan
dasar, tentunya harus ditampung dalam pembiayaan sesuai
amanah UU No 18/2012. Prinsip Kebutuhan Biaya Diuraikan
sebagai berikut (recalling SPM Ketahanan Pangan):
60 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
(a) Pembiayaan mengikuti kegiatan: setiap jenis pelayanan
terdapat indikator kinerja utama; setiap indikator kinerja
utama ditetapkan langkah kegiatan; setiap langkah
kegiatan ditetapkan variabel kegiatan; setiap variabel
ditetapkan komponen yang mempengaruhi pembiayaan;
antar komponen disusun dalam formula dan dikalikan unit
cost untuk setiap variabel kegiatan.
(b) Tidak menghitung biaya investasi besar, hanya menghitung
investasi sarana dan prasarana yang melekat langsung
dengan keterlaksanaan
(c) Tidak menghitung kebutuhan belanja tidak langsung atau
belanja ex-rutin.
(d) Tidak menghitung kebutuhan belanja pangan suatu
provinsi dan kabupaten/kota secara total, hanya
menghitung kebutuhan biaya untuk menerapkan dan
mencapai indikator kinerja utama yang ditetapkan.
(e) Tidak menghitung kebutuhan belanja pangan per OPD
ketahanan pangan.
a. Kebutuhan biaya adalah hasil hitung dari kebutuhan
provinsi dan kabupaten/ kota, bukan kebutuhan
masing-masing OPD Ketahanan Pangan.
b. Kebutuhan belanja masing-masing OPD Ketahanan
Pangan tergantung seberapa besar/banyak SKPD
tersebut melaksanakan langkah–langkah kegiatan
penerapan dan pencapaian indikator kinerja utama dan
seberapa besar volume masing-masing komponen
kegiatan.
Beberapa hal yang mempengaruhi kebutuhan biaya antara
lain: jumlah sasaran, besar kecilnya gap (semakin besar delta
semakin besar biaya yang dibutuhkan), ketersediaan sarana-
prasarana, geografis (semakin jauh suatu daerah semakin besar
biaya dibutuhkan), kegiatan optional dan unit cost. Selanjutnya
variabel ketahanan pangan yang harus terus diikuti
perkembangannya antara lain: ketersediaan energi dan protein per
kapita, penguatan cadangan pangan, ketersediaan informasi
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 61
pasokan, harga dan akses pangan di daerah, stabilitas harga dan
pasokan pangan, skor pola pangan harapan (PPH), pengawasan
dan pembinaan keamanan pangan serta penanganan daerah
rawan pangan.
Distribusi dan cadangan pangan. Sumatera Utara selama ini
tetap komit untuk melakukan:
• Pembentukan cadangan pangan pokok pemerintah daerah
(provinsi, kabupaten/kota, desa) dan cadangan pangan
masyarakat hingga ke tingkat kecamatan-desa;
• Pembentukan dan pengembangan Lembaga Distribusi
Pangan Masyarakat di daerah sentra produksi (Gambar 6)
yang saat ini dikenal dengan toko tani Indonesia (TTI);
• Stabilitas pasokan dan harga pangan pokok sepanjang
tahun dan pangan strategis pada periode tertentu
khususnya menjelang hari besar keagamaan nasional
(HBKN) dimana indeks konsumsi biasanya meningkat walau
pasokan selalu memadai;
• Pemantauan harga pangan pada hari besar dan hari
keagamaan.
Input
SDM DanaSaranadanPrasarana
Kemandirian
Pemberdayaan
Tahap
Penumbuhan
TahapPengembangan
Tahap
Kemandirian
TAHAPAN KEGIATAN
• Seleksi kab, lokasi dan kelp. Sasaran.
• Sosialisasi Kegaiatan• Penetapan Kelp.
Sasaran• Penyusunan RUK• Penyaluran dana
Bansos• Pemanfatan dana
Bansos• Monitoring
• Penguatan Kelembagaan
• Penguatan cad. Pangan
• Pelatihan manajemen kelompok
• Pendampingan
• Pemantapan kelembagan
• Pemantapa cad. Pangan• Pelatihan dalam rangka
menunjang keberlanjutan
• Pendampingan
Benefit
Terbangunnya pengelola-an kelembagaan lumbung pangan masya-rakat yang efisien
Impact
Tercukupi nya kebutuhan pangan masya-rakat sepanjang waktu
Output
� Tersalurkannya dana untuk pembangunan fisik lumbung dan pengadaan cadangan pangan
� Terlaksana-kannya fasilitasi penguatan kemampu-an dalam mengelola lumbung
Outcomes
�Tersedianyadanberkembangnyacadanganpanganmilikkelompoksecaraberkelanjutan
�Meningkatnyakemampuankelompokdalammengelolalumbungpangan
KERANGKA PIKIR
5/10/2021 17
Gambar 6. Pola Pikir Pengembangan Lembaga Usaha Pangan
Masyarakat yang telah Berubah menjadi Toko Tani
Indonesia
62 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
Salah satu dari direktif Presiden untuk pembangunan
ketahanan pangan nasional (pada Konferensi Dewan Ketahanan
Pangan tahun 2010) adalah bahwa sistem cadangan dan distribusi
pangan, stok dan cadangan pangan nasional maupun daerah harus
cukup, memadai dan terkelola dengan baik. Karena produksi
beberapa komoditas beberapa tahun terakhir ini peruntukannya
bukan hanya untuk pangan, pakan, industri, akan tetapi sudah
merambah ke bahan baku bioetanol sehingga harga beberapa
komoditas tersebut rentan mengalami fluktuasi harga, seperti
Gambar 7 berikut:
Gambar 7. Penggunaan Cassava, Sweet Sorghum, dan Corn untuk
Bahan Baku Bioetanol
Sumatera Utara juga telah berhasil memetakan biaya usaha
tani (relatif) jagung di beberapa sentra produksi sebagai berikut:
biaya rata-rata untuk bibit/benih sebesar 1,90% dari biaya total,
biaya pupuk 7,26%, biaya pestisida 1,67%, biaya tenaga kerja
30,14%, lahan 34,10%, alat/sarana usaha 6,11%, jasa 14,34%,
dan biaya lainnya 4,49%.
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 63
Selanjutnya sebelum masa Covid 19 Sumatera Utara telah
berhasil memotivasi gabungan kelompok tani menjadi pengusaha
yang dikenal dengan toko tani Indonesia daerah Sumatera Utara.
Hal ini merupakan salah satu kiat untuk memberi keuntungan yang
lebih tinggi kepada mereka yang telah mencurahkan waktunya
lebih banyak. Sebagai ilustrasi dapat dilihat Gambar 8.
Logika Volume Pengelolaan Barang dan Margin Keuntungan
PETANI(PROVITAS 5
Ton/Ha/MT)
PEDAGANG
PENGUMPUL
(Ratusan
Ton/Musim)....I
PEMIPILAN
(Ratusan
Ton/Musim)...II
DISTRIBUTOR...III
(Ratusan Ribu Ton/Musim)
PENGECER
(Ratusan
Ton/Musim)
MARGIN SEMAKIN
RENDAH (ABSOLUT
DAN RELATIF)
VOLUME KEPEMILIKAN
JAGUNG MENINGKAT
�HRD
�LUEP
�ADDED VALUE
�SUBSIDI
�TAX HOLIDAY
�LUMBUNG/TUNDA
JUAL
�LANTAI
JEMUR/MESIN
PEMIPIL JAGUNG
INDUSTRI
PAKAN...IV
PLDPM
GAPOKTAN
5/10/2021 14
Gambar 8. Berbagai Kebijakan untuk Meningkatkan Keuntungan
yang Lebih Tinggi bagi Petani Jagung di Sumatera
Utara
Produksi gabah (gabah kering panen, gabah kering giling)
pada saat panen raya di daerah sentra produksi selalu melimpah,
sedangkan permintaan gabah/beras bulanan relatif stabil kecuali
menjelang atau selama Hari Besar Keagamaan Nasional. Ditilik dari
hukum ekonomi, jika penawaran suatu komoditas meningkat
sedang konsumsi relatif stabil yang berarti ada surplus maka harga
akan menurun. Di lain pihak, pada musim paceklik, khususnya di
daerah sentra produksi seringkali stok yang tersedia untuk digiling
Kebijakan Sumut
64 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
tidak mencukupi kebutuhan, sekuensinya terjadi peningkatan
harga, bahkan daya aksesibilitas petani menurun tajam. Jeritan
petani pada kondisi tersebut sering ramai dibahas di media massa
dan media elektonik dan hal ini juga didengar oleh Pemerintah,
sebagai respon pemerintah daerah, maka pada tahun 2003
dikembangkan suatu kegiatan di on farm berupa pengembangan
Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-
LUEP) bagi Gapoktan sebagai wujud akhir fusi beberapa poktan di
daerah sentra produksi. Dalam hal ini, pemerintah memberikan
dana talangan tanpa bunga kepada DPM LUEP yang langsung
dikelola oleh Gapoktan untuk membeli gabah secara langsung dari
petani produsen, terutama pada saat panen raya dengan harga
HPP-sesuai harga pembelian pemerintah. DPM-LUEP juga bergerak
dibidang pengolahan, pemasaran/perdagangan gabah/beras. Jadi,
sebagai unit usaha Gapoktan memanfaatkan dana penguatan
modal dukungan pemerintah untuk membeli gabah/beras petani
yang berada di daerah sentra produksi dengan mengikuti beberapa
aturan yakni pembelian haruslah tepat harga, tepat jumlah, tepat
pengembalian, serta tepat pengembangan Gapoktan. Aturan lain
adalah harus ada agunan dari pengusaha LUEP ke pemerintah
sebesar 125%-150% dari pinjaman yang diperoleh, biasanya
agunan dimaksud ditentukan oleh bank pemerintah yang ditunjuk.
Umumnya, berdasarkan kajian sebelumnya program aksi DPM-
LUEP bermanfaat bagi petani produsen karena ada jaminan
pemasaran dan harga gabah kering panen (GKP), gabah kering
giling (GKG)/beras, pembayaran tunai. Ternyata harga GKP/GKG
ataupun beras lebih tinggi di daerah DPM LUEP dibandingkan
dengan harga GKP, GKG/beras hinterland/non DPM LUEP
khususnya saat panen raya. Di lain pihak, modal usaha DPM LUEP
meningkat tanpa membayar bunga ke pemerintah, volume
pembelian GKP/GKG ataupun beras bertambah, dan dari hasil
pengecekan pembukuan ternyata ada peningkatan laba usaha.
Selanjutnya, manfaat lain bagi DPM LUEP adalah terjaminnya
pasokan GKP/GKG dari seluruh anggota khususnya untuk diolah
dan diperdagangkan, jual beli gabah/beras antar kabupaten
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 65
meningkat, serta DPM LUEP sudah dapat melakukan kerja sama
dengan perbankan untuk mengakses modal komersial. Jelas, tata
niaga GKP/GKG atau beras lebih efisien, karena mata rantai
pemasaran menjadi lebih pendek, sehingga walau musim paceklik
atau panen raya, harga beras menjadi lebih stabil, semakin
berkembang aktivitas petani karena adanya peningkatan
pendapatan petani dan DPM LUEP. Hal ini kita sebut dengan win-
win collaboration. Tidak lama kemudian, muncul beberapa masalah
baru antara lain: Gapoktan sulit memberikan agunan, dan taksiran
agunan pun tidak sesuai dengan aturan dasar, sesama anggota
dan atau pengurus Gapoktan saling tidak percaya/berkelahi ujung-
ujungnya masalah mereka harus berhadapan dengan aparatur
hukum. Apabila hal ini tidak segera diatasi artinya ada kevacuman,
maka pendapatan usaha petani di daerah sentra pastilah anjlok,
rumah tangga petani miskin bertambah, rawan pangan juga akan
meningkat, hal ini pada gilirannya akan mengganggu upaya
pembangunan ketahanan pangan di daerah sentra produksi.
Muncul upaya agar nilai positif dari DPM LUEP tetap dipertahankan
tetapi dieliminir masalah yang ada. Sebagai penyelamat,
didesignlah suatu lembaga ekonomi petani yang mampu berperan
sebagai pembeli GKP/GKG pada tingkat HPP lalu lembaga tersebut
mengelola gabah menjadi beras dan memasarkannya pada saat
harga cukup tinggi sehingga lembaga memperoleh profit optimal.
Salah satu syarat lembaga harus punya lahan untuk pembangunan
lumbung sebagai tempat cadangan pangan. Artinya, lembaga
harus mampu menyalurkan beras bagi anggota khususnya pada
musim paceklik dengan membuat AD/ART yang sebelumnya harus
disepakati dimana lembaga akan menerima pengembalian
pinjaman dari anggota ditambah dengan jasa pinjaman saat panen
tiba. Adapun nama lembaga yang diluncurkan adalah Penguatan
Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (PLDPM) yang tetap
berbasiskan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Gapoktan
dimaksud bukan lah jadi-jadian tetapi sudah berkiprah dan
berkinerja baik, artinya punya sarana dan prasarana serta eksis di
wilayah kerjanya dan anggota dapat bekerja satu sama lain.
66 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
Menurut BKP- Kementerian Pertanian RI, tujuan dari penyaluran
dana Bansos pada kegiatan Penguatan-LDPM adalah memperkuat
modal usaha Gapoktan dan unit-unit usaha yang dikelolanya
(distribusi/pemasaran dan cadangan pangan), sehingga dapat
mengembangkan sarana penyimpanan, melakukan pembelian hasil
produksi anggotanya, dan tersedia cadangan pangan disaat
menghadapi musim paceklik serta tercapai stabilisasi harga pangan
di tingkat petani saat panen raya. Selanjutnya, PLDPM harus
mengembangkan usaha ekonomi di wilayahnya dengan melakukan
musyawarah rencana kegiatan bersama anggota kelompoknya
serta melakukan pembelian-penyimpanan-pengolahan- pemasaran
sesuai rencana dan kebutuhan anggota serta kebutuhan pasar,
mempunyai nilai tambah bagi unit usaha Gapoktan, lalu dapat
memperluas jejaring kerja sama pemasaran yang saling
menguntungkan dengan mitra usaha di dalam maupun di luar
wilayahnya. Sebenarnya, pemerintah tidak gegabah, ada tiga fase
PLDPM sebagai kontrol indikator keberhasilan yakni fase
penumbuhan, pengembangan dan fase kemandirian. Singkat
cerita, rupanya setelah PLDPM dikelola beberapa tahun muncul
berbagai masalah walaupun ada yang menghasilkan success story.
Beberapa hasil kajian penyebab masalah PLDPM antara lain:
Pencatatan tidak tertib-tanpa ada notulensi rapat, Gapotan tidak
solid karena ketua sering kali menampilkan one man show,
pemanfaatan dana bansos tidak sesuai dengan rencana usaha
Gapoktan, intuisi bisnis rendah/mindlessness logic, administrasi
amburadul, laporan juga tidak tertib, pendamping hanya pintar
mengambil honor tanpa ada usaha keras, serta
pertanggungjawaban keuangan Gapoktan sangat lemah. Pada hal,
PLDPM tidak membutuhkan agunan. Lalu, apa upaya lagi untuk
menyelamatkan Petani dan kelompoknya di daerah sentra
produksi? Penguatan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) yang
bekerjasama dengan Toko Tani Indonesia (TTI) yaitu lanjutan
LUEP dan atau PLDPM walaupun tidak selalu berkaitan langsung
satu sama lain, dan telah diujicobakan mulai tahun 2016. Ada
kekaguman/tribute tentang program dimaksud karena Gapoktan
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 67
dilatih untuk mendekatkan diri ke konsumen akhir, apalagi
konsumsi dan harga beras di Indonesia tergolong tinggi dibanding
dengan negara lain kecuali Korea Selatan dan Jepang. Hal ini akan
berbahaya bila tidak segera diatasi khususnya bagi yang padat
penduduknya yang nota bene banyak masyarakatnya rawan
pangan. Tiap Gapoktan mendapat bantuan Rp 200 juta dari
Kementan RI-BKP yang digunakan untuk pengelolaan, transportasi,
packaging gabah/beras dan lain-lain. Dengan demikian, wajar bila
Gapoktan tetap menjual GKG dengan rendemen tertentu-beras ke
TTI sesuai perjanjian meski ada selisih harga dari Gapoktan ke TTI
dengan harga di pasar, sebab Gapoktan sudah terlebih dahulu
mendapat suntikan bantuan. Bagi Gapoktan yang telah mapan
tidak ada masalah. Program ini sangat sinkron dengan amanah UU
Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan
Petani. Juga disampaikan bahwa yang mau dituju PUPM-TTI
adalah agar terjaganya harga di tingkat produsen artinya petani
tidak rugi, memperpendek rantai pemasokan ke konsumen akhir,
profit marjin yang adil, middleman tidak seperti lintah darat yang
kerja hanya beberapa hari pada hal untungnya melimpah, ada
stabilisasi harga, serta merubah struktur pasar. Dalam hal ini
Pemerintah-BKP tetap mendukung petani khususnya di daerah
sentra produksi. Hal ini beralasan karena Bulog tidaklah mampu
mengerjakan point di atas hingga ke sentra produksi-on farm,
sedangkan melaksanakan OP pun Bulog sudah sering absen tepat
waktu, belum lagi penyaluran raskin yang di beberapa tempat
banyak masalah. Artinya, program PUPM-TTI tidaklah melanggar
Perpres No 48/2016 tentang penugasan kepada PERUM Bulog
dalam rangka ketahanan pangan Nasional. Memang, program
PUPM-TTI belumlah solusi/instrumen satu-satunya untuk
mengatasi masalah petani dan masyarakat rawan pangan di
Kab/Kota yang padat penduduknya hingga skala nasional, tetapi
hal ini merupakan suatu pola menjamin harga di daerah sentra
produksi dan membantu masyarakat rawan pangan di daerah
dimana TTI berada. Pola seperti ini perlu diamplifikasi. Gapoktan
yang bekerjasama dengan TTI, di awal pembentukannya sudah
68 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
sesuai peraturan. Tugas semua pihak adalah agar aktifitas
Gapoktan dan TTI terlaksana dengan nyata, mereka taat azas,
mematuhi apa yg telah mereka tuliskan dan menuliskan apa yang
akan dilaksanakan, artinya pemerintah harus terus melakukan
pembinaan agar kedua belah pihak tetap bekerja keras, bekerja
sama, bekerja cerdas, modern dan berkesinambungan.
Success story yang lain didapati pada Gapoktan Oriza di
Langkat dengan bantuan modal dari pemerintah selama 1 siklus
telah berhasil meraup keuntungan, untuk distribusi pangan
sebesar Rp. 145.532.565,- dan cadangan pangan Rp. 33.936.400,-
.
Menurut Permenkes No. 75 tahun 2013 bahwa rata-rata
kecukupan energi dan protein bagi penduduk Indonesia masing-
masing sebesar 2150 Kkal dan 57 g perorang perhari pada tingkat
konsumsi. Konsumsi pangan (kg/kap/tahun) pada tahun 2019 di
Sumatera Utara, untuk golongan padi-padian: beras sebesar
100,2, jagung 0,5, dan terigu 14,9. Untuk golongan umbi-umbian:
singkong 6,9, ubi jalar 1,4, kentang 5,6, sagu 0,1, dan umbi
lainnya 0,5. Untuk pangan hewani (kg/kap/tahun): daging
ruminansia 3,6, daging unggas 6,8, telur 7,8, susu 2,3, dan ikan
29,1. Untuk konsumsi kelompok bahan pangan buah/biji
berminyak, konsumsi (kg/kap/tahun) di Sumatera Utara: kelapa
3,2, kemiri 0,2, sedang kelompok bahan pangan kacang-kacangan,
konsumsi di Sumatera Utara: kedelai 4,8, kacang tanah 0,3,
kacang hijau 0,4, dan kacang lainnya 0,1. Provinsi Sumatera Utara
mengkonsumsi gula (kg/kap/tahun): untuk gula pasir 8,9, gula
merah 0,4, selanjutnya dari kelompok bahan pangan sayuran dan
buah, Sumatera Utara mengkonsumsinya 51,8 kg/kap/tahun
sedang buah 35,3 kg/kap/tahun, lain-lain sebesar 23,2
kg/kap/tahun dan bumbu-bumbuan 3,1 kg/kap/tahun pada tahun
2019. Selanjutnya untuk konsumsi energi (Kkal/kap/hari) Sumatera
Utara mengkonsumsi dari golongan padi-padian 1291, umbi-
umbian 39, pangan hewani 256, minyak dan lemak 270, buah/biji
berminyak 61, kacang-kacangan 37, gula 94, sayuran dan buah
102, dan lain-lain 40. Selanjutnya untuk konsumsi protein (g
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 69
protein/kap/hari), masyarakat Sumatera Utara mengkonsumsi
protein dari golongan padi-padian 29,3, dari umbi-umbian 0,5,
pangan hewani 24,4, minyak dan lemak 0 (nol), buah/biji
berminyak 0,6, kacang-kacangan 3,6, sayuran dan buah 3,9, dan
lain-lain 1,3 g protein/kap/hari. Bila dibandingkan dengan Nasional,
maka Sumatera Utara termasuk baik, artinya konsumsi kalorinya
sudah diatas rata-rata nasional. Jika dibandingkan konsumsi kalori
dengan ketersediaan energi penduduk terdapat surplus, hal ini
menunjukkan bahwa terdapat stock kecukupan pangan untuk
memenuhi kebutuhan pangan penduduk Sumatera Utara.
Berbagai upaya penanganan masalah gizi di Sumatera Utara
antara lain:
- Pemberian makanan tambahan balita gizi kurang.
- Pusat pemulihan gizi di puskesmas.
- Pemberian tablet tambah darah untuk remaja putri dan ibu
hamil.
- Pemberian vitamin A pada bayi, balita dan ibu nifas.
- Pemantauan pertumbuhan balita.
- Pemantauan ASI eksklusif.
- Pemberian makanan tambahan untuk balita gizi buruk.
- Pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil KEK.
- Melakukan survelans gizi
- Melakukan pendataan Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga (PISPK).
Selanjutnya sasaran dan pembinaan dan pengembangan unit
kantin sekolah meliputi:
- Sasaran primer: peserta didik
- Sasaran sekunder: guru, pamong belajar, tutor orang tua,
pengelola pendidikan dan pengelola kesehatan serta Upaya
Kesehatan Sekolah di setiap jenjang
- Sasaran tertier: Lembaga pendidikan mulai dari TK pra
sekolah sampai SLTA, termasuk satuan pendidikan luar
sekolah dan perguruan agama serta pondok pesantren
70 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
beserta lingkungannya. Sarana dan prasarana pendidikan
kesehatan dan pelayanan kesehatan. Lingkungan, yang
meliputi: lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat
sekitar sekolah
Jaminan mutu pangan (dokumen Dewan Ketahanan Pangan-Dinas
Kesehatan) telah dilakukan beberapa kegiatan penting
diantaranya:
I. Sarana produksi makanan minuman olahan dan pangan siap
saji memiliki:
• SPPIRT (Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah
Tangga)
• Surat Keterangan Laik Sehat
• Hasil pemeriksaan laboratorium
II. Kantin sekolah/lingkungan sekolah memiliki:
• Surat Keterangan Laik Sehat Untuk Kantin Sekolah
• Pemeriksaan sampel makanan minuman jajanan anak
sekolah
• Program Upaya Kesehatan Sekolah (UKS)
Jenis sarana seperti PIRT, katering, restoran/rumah makan,
depot air, tempat-tempat umum, membutuhkan parameter
kesehatan seperti surat keterangan laik sehat dan hasil
pemeriksaan laboratorium.
Sesuai dengan Perpres 22 tahun 2009, mengamanatkan
bahwa kegiatan promosi pengembangan pangan lokal melalui
program diversifikasi pangan non beras pangan bertujuan untuk
memberikan informasi dalam mengetahui percepatan
penganekaragaman konsumsi pangan dan memasyarakatkan
tentang pentingnya mengkonsumsi pangan yang beragam, bergizi,
seimbang dan aman, serta pentingnya menurunkan konsumsi
beras. Pelaksanaan kegiatan antara lain: (a) melalui mass media
dan elektronik serta media sosial, (b) promosi melalui media cetak
seperti leaflet, booklet, poster, (c) promosi media luar ruang
seperti baliho dan (d) pameran.
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 71
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
pelaksanaan pengembangan usaha pengolahan program pangan
non beras berbasis tepung-tepungan adalah : (i) jenis alat
penepungan; (ii) ketersediaan bahan baku; (iii) pemahaman
anggota kelompok; (iv) pengadaan alat; (v) dana kegiatan; (vi)
pengetahuan kelompok tentang teknologi pangan; dan (vii)
pengetahuan penyuluh pendamping tentang teknologi pangan.
Kegiatan pengembangan program usaha pengolahan pangan lokal
berbasis tepung-tepungan belum optimal karena tidak adanya
spesifikasi alat penepungan untuk menunjang ketersediaan bahan
baku tepung-tepungan non beras dan non terigu.
Strategi pengembangan program pangan non beras
khususnya program P2KP untuk menunjang ketahanan pangan di
Sumatera Utara dilakukan dengan cara: a) kegiatan pemberdayaan
kelompok wanita dengan meningkatkan partisipasi anggota untuk
memanfaatkan pekarangan dengan usaha tani terpadu untuk
menghasilkan bahan pangan yang mengandung karbohidrat non
beras, protein, vitamin dan mineral; b) memanfaatkan penyuluh
pendamping secara optimal untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemanfaatan lahan pekarangan guna memenuhi kebutuhan
pangan B2SA bagi keluarga anggota kelompok; c) memperbaiki
distribusi dana untuk meningkatkan pemahaman dan partisipasi
kelompok terhadap pangan B2SA dengan memanfaatkan biaya
kegiatan yang tersedia secara optimal; d) meningkatkan kinerja
organisasi dan tata kerja untuk memperbaiki proses pembentukan
kelompok; dan e) meningkatkan kualitas sosialisasi program untuk
memenuhi kebutuhan gizi keluarga dan pemahaman serta
partisipasi kelompok terhadap pangan B2SA.
Konsumsi pangan masyarakat di Sumatera Utara masih
didominasi dari kelompok pangan padi-padian terutama beras,
sehingga program pengembangan pangan lokal harus ditingkatkan
agar konsumsi terhadap kelompok pangan ini dapat diturunkan
mendekati tingkat konsumsi yang ditargetkan FAO. Beberapa
alasan rasional pentingnya penurunan konsumsi beras adalah
bahwa ketergantungan terhadap satu makanan pokok pastilah
72 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
akan berdampak pada ketahanan pangan nasional, juga telah
berkurang lahan pertanian yang cocok untuk padi, terjadinya
pemanasan global yang mengakibatkan terjadinya gagal panen di
beberapa negara penghasil beras.
Hasil studi banding ke Jawa Tengah dan Jawa Timur
menunjukkan bahwa beras analog yang terbuat dari jagung, rasa
dan bentuknya mirip dengan nasi pada umumnya. Dengan
mengkonsumsi nasi berlebihan tidak akan baik karena dapat
menyebabkan diabetes.
Berbagai kegiatan prioritas dapat dilakukan, misalnya road
show Diversifikasi Pangan, dan festival pangan berbahan baku Non
Beras, dan Non Terigu. Kegiatan ini harus memiliki brand,
contohnya memiliki jargon “Ayo makan beras analog di Sumatera
Utara. Hal ini akan berhasil apabila ada kerjasama seluruh
stakeholder di bidang pangan.
Para kaum profesional penggerak motor industri kuliner
diharapkan akan mendukung kebijakan pemerintah untuk
meningkatkan pola konsumsi yang akan mensejahterakan rakyat
dan pariwisata di bidang diversifikasi pangan non beras. Apalagi
bila pola konsumsi dan selera masyarakat sudah berubah dari
beras dan terigu pastilah meningkatkan kesejahteraan masyarakat
produsen. Hal inilah yang perlu diperagakan misalnya dalam
peringatan HPS, masyarakat melakukan cooking demo membuat
beragam menu dari bahan baku non beras dan non terigu. Menu
yang ditampilkan bisa saja Sup Jagung, Salad, Nangka Muda,
Smoke Beef, Bola-Bola Kentang (rasa coklat dan keju), Lapis
Kentang, kue non beras dan non terigu seperti Brownis, Kue
Kering, Cake Tape, Bolu Kukus dari Tepung Mocaf dan juga
Tepung Ganyong. Sinergitas kerja sama antara stakeholders
kuliner di tiap Kab/Kota di Sumatera Utara akan sekaligus dalam
mendukung program promosi pariwisata manggadong atau
diversifikasi pangan non beras. Diharapkan melalui diversifikasi
pangan non beras, asupan protein, karbohidrat, vitamin akan tetap
berimbang. Selama ini, pola makan beras terlalu banyak lebih dari
300 g sehari, makanan berlemak, dan kurang sayur juga buah
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 73
yang menurut FA0 harusnya minimal kira-kira 250 g sehari.
Kenyataan lain, walau asupan beras sekarag sudah turun namun
ironisnya gantinya ke bahan baku impor terigu seperti mie dan
roti. Harapannya dapat beralih ke umbi-umbian dengan kebutuhan
150 g sehari, sedangkan saat ini hanya mengkonsumsi kurang dari
50 g sehari. Padahal perlu diketahui bahwa umbi-umbian memiliki
lebih banyak kandungan seratnya. Buah sukun pun dapat diolah
sebagai makanan utama, yang memiliki serat, sehingga
masyarakat harus banyak berkreasi dalam mencoba hidangan
dengan gizi yang berimbang bagi keluarga.
Walau saat ini harga beras analog dalam hitungan
ekonominya masih lebih tinggi dan belum bisa bersaing dengan
beras, misalnya harga beras analog berkisar Rp 25.000 per
kilogram, sementara beras harganya masih sekitar Rp 12.000,
apabila ada industri besar yang mulai memproduksi, ada up scaling
dan terintegrasi dalam menggarap beras analog, maka hitungan
ekonominya akan bersaing dengan beras. Potensi ini harus digali
sehingga konsumsi beras berkurang dan bahan pangan lain
meningkat. Gerakan diversifikasi pangan non beras haruslah
dioptimalkan. Beberapa program aksi percepatan diversifikasi
pangan non beras yang masih perlu dilakukan di Sumatera Utara
antara lain:
1. Kampanye program pemerintah untuk konsumsi produk
pangan local Sumatera Utara secara sistematis dan kontinyu
(Market driven):
� Upaya khusus peningkatan diversifikasi pangan lokal untuk
tiap kab/kota se Sumatera Utara termasuk manggadong.
� Program untuk warung/restoran/hotel/lounge/pesawat/bis
yang menyajikan menu lokal dengan tetap mengacu value
chain dan value added dengan Brand Sumatera Utara
Manggadong
� Program “Diversification goes to school-campus”
(Warung/kantin sekolah/kampus)
74 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
� Pesta rakyat/event seperti Festival Danau Toba untuk
mendorong masyarakat dan pemimpin mencintai pangan
lokal.
� Kampanye melalui media massa, media sosial dan media
elektronik
2. Meningkatkan keragaman komoditi pangan yang sesuai
dengan potensi Sumatera Utara dengan mengacu pada
GAP dan SOP
3. Mendorong dan memberikan insentif bagi pengusaha untuk
masuk dan mengembangakan produk pangan lokal
4. Mengganti Program Raskin dan Bantuan Pangan
Pemerintah berbasis produk pangan non beras dan pangan
lokal B2SA
5. Bekerjasama dengan stakeholders untuk program
diversifikasi non beras khas Sumatera Utara lewat CSR.
Dalam hal ini, program aksi pangan program pangan lokal berbasis
tepung-tepungan dapat ditempuh melalui dukungan:
� Jenis alat penepungan
� Ketersediaan bahan baku
� Pemahaman anggota kelompok
� Pengadaan alat
� Dana kegiatan
� Pengetahuan kelompok tentang teknologi pangan
� Pengetahuan penyuluh pendamping tentang teknologi
pangan
Jenis alat untuk pembuatan tepung harus benar-benar
optimal, agar anggota kelompok yang mengusahakannya
termotivasi untuk mengembangkan usaha ini sebagai bahan baku
pengolahan pangan lokal dan non terigu. Keberhasilan
pengembangan usaha ini juga dipengaruhi oleh tersedianya dana,
kegiatan yang cukup, adanya pengetahuan tentang teknologi
pengolahan tepung dan program pangan local pada anggota
kelompok maupun penyuluh pendamping. Pengadaan alat dan
ketersediaan bahan baku akan mempengaruhi keberhasilan
pelaksanaan kegiatan ini. Proses internalisasi penganekaragaman
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 75
konsumsi pangan dilakukan melalui 2 (dua) cara yaitu: (i)
advokasi, kampanye, promosi dan sosialisasi tentang konsumsi
pangan B2SA kepada aparat pada berbagai tingkatan dan
masyarakat; (ii) pendidikan konsumsi pangan B2SA melalui jalur
pendidikan formal dan non formal/penyuluhan.
Untuk membumikan Perpres No. 22 tahun 2009 tersebut di
Sumatera Utara maka salah satu kegiatan penting adalah
penerapan Rumah Pangan Lestari (RPL). RPL mengajak berbagai
pihak untuk berkolaborasi. Pada tataran pemerintah Provinsi
Sumatera Utara hal tersebut sudah berlangsung dengan baik
namun demikian harus terus ditingkatkan termasuk mutu
kolaborasi. Sinergitas OPD dalam rangka kegiatan RPL untuk
keberhasilan program RPL diuraikan pada Tabel 19.
Tabel 19. Sinergitas OPD untuk Memberhasilkan Rumah Pangan
Lestari (RPL) dan Dukungan yang Diperlukan.
No. OPD Dukungan
1 Dinas Ketahanan
Pangan dan
Peternakan Prov SU
Promosi di media massa, cetak & media
elektronik
Pengembangan pangan lokal skala industri
untuk mendukung RPL, pengolahan pangan,
tepungisasi, menghubungkan dengan
kelompok hinterland
Pemberian pendampingan dan pelatihan untuk
pendamping dan ketua kelompok
Pengembangan budidaya unggas dan ternak
kecil di pekarangan
2 BPTP Transfer Teknologi pemanfaatan pekarangan,
benih/bibit unggul varietas tanaman yang
sesuai dengan spesifik wilayah dan Integrasi
dengan model kawasan RPL
3 Dinas Perindustrian
dan Perdagangan
Prov SU
Pengembangan sarana industri pengolahan
pangan lokal
4
Dinas Tanaman
Pangan dan
Hortikultura Prov SU
Peningkatan produksi aneka umbi sebagai
pangan pilihan sumber karbohidrat selain
beras.
Bimbingan penyemaian benih, pengembangan
ketersediaan produksi sayur dan buah.
5 Dinas Perkebunan
Prov SU
Pengembangan produksi pangan lokal
76 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
Gambar 9 (sumber: dokumen DKP-BPTP), menjelaskan
bahwa ada 5 fungsi pekarangan yaitu lumbung hidup, warung
hidup, apotek hidup, bank hidup, dan estetika. Hal seperti ini
sangat urgen diteruskan karena terbukti dapat meningkatkan pola
pangan harapan, mengurangi biaya rumah tangga, dan lebih
terjamin kesehatan tiap rumah tangga khususnya di era pandemi
Covid 19.
Gambar 9. Lima Fungsi Pekarangan yang dapat Meningkatkan
PPH, Mengurangi Biaya Rumah Tangga, serta
Menjamin Kesehatan Keluarga di Era Pandemi Covid 19
Dari studi banding BPTP (2012) ke desa Kayen Kecamatan
Pacitan Jawa Timur, dampak RPL telah meningkatkan PPH dari
73,5 menjadi 87,5 atau 14 poin, bahan pangan lebih berkualitas,
terjadi penurunan belanja pangan rumah tangga sebesar Rp.
300.000,-/bulan.
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 77
Potensi, Permasalahan, dan Tantangan. Sumatera Utara
memiliki:
Hutan Produksi Terbatas (HPT) : 851.155,07 Ha
Hutan Produksi Tetap (HP) : 963.861,12 Ha
Hutan produksi Konversi (HPK) : 47.251,24 Ha
Total Kawasan Budidaya : 1.835.267,43 Ha
Total Kawasan Hutan : 3.679.338,48 Ha
Kawasan peruntukan pertanian lahan basah, potensial
sawah dan lahan kering di setiap kab/kota Provinsi Sumatera Utara
diterakan pada Tabel 20. Dari Tabel 20 diperoleh bahwa pertanian
lahan basah di Sumatera Utara seluas 326.219,425 Ha dengan
rincian tertinggi di Kabupaten Deli Serdang seluas 37.217,006 Ha
diikuti di Kabupaten Mandailing Natal seluas 26.462,627 Ha,
kabupaten Serdang Bedagai seluas 25.633,999 Ha, serta kabupaten
Langkat seluas 23.017,168 Ha. Selanjutnya untuk pertanian lahan
kering, Sumatera Utara memiliki seluas 968.114,008 Ha dengan
pertanian lahan kering yang lebih luas dijumpai pada kabupaten
Mandailing Natal seluas 89.511,428 Ha diikuti kabupaten Karo
seluas 69.789,698 Ha, dan kabupaten Padang Lawas seluas
66.989,457 Ha. Sumatera Utara juga memiliki potensial sawah
seluas 74.324,423 Ha. Kondisi eksisting sangat perlu validasi untuk
mutu perencanaan pada masa mendatang.
Tabel 20. Kawasan Peruntukan Pertanian lahan basah, Potensial
sawah dan Lahankering di setiap Kab/Kota Provinsi
Sumatera Utara
No. Kab/Kota Luas (Ha) Total Luasan (Ha) Pertanian
Lahan Basah Pertanian
Lahan Kering Potensial Sawah
1 Nias 11.164,183 28.350,940 - 39.515,124
2 Mandailing Natal
26.462,627 89.511,428 11.304,426 127.278,48
3 Tapanuli Selatan
12.489,261 54.834,980 - 67.324,242
4 Tapanuli
Tengah
11.675,871 31.763,989 6.803,757 50.243,618
5 Tapanuli Utara 16.265,946 64.116,947 - 80.382,893
6 Toba Samosir 17.228,000 23.771,720 603,193 41,602,914
78 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
No. Kab/Kota Luas (Ha) Total Luasan (Ha) Pertanian
Lahan Basah
Pertanian
Lahan Kering
Potensial
Sawah
7 Labuhan batu 14.710,528 25.006,946 - 39.717,474
8 Asahan 6.060,926 16.936,806 - 22.997,732
9 Simalungun 1.276,736 67.298,438 12.296,046 80.871,222
10 Dairi 8.716,481 50.881,326 1.742,330 61.340,138
11 Karo 8.094,153 69.789,698 - 77.883,852
12 Deli Serdang 37.217,006 43.859,405 17.016,210 98.092,623
13 Langkat 23.017,168 33.921,289 7.660,562 64.599,019
14 Nias Selatan 5.817,468 30.588,244 - 36.405,712
15 Humbang Hasundutan
14.268,994 57.922,295 456,022 72,647,311
16 Pakpak Bharat 837,009 13.128,479 - 13.965,480
17 Samosir 4.008,169 20.864,903 4.718,282 29.591,355
18 Serdang
Bedagai
25.633,999 6.878,310 964,014 33.476,324
19 Batubara 17.135,042 14.741,524 - 31.876,566
20 Padang Lawas Utara
8.776,530 21.399,753 - 30.176,284
21 Padang lawas 12.057,981 66.989,457 0,391 79.074,830
22 Labuhan batu Selatan
5.579,686 18.013,993 - 23.593,680
23 Labuhan batu Utara
10.110,562 7.638,998 3.236,989 20.986,550
24 Nias Utara 9.671,651 54.096,122 2.992,183 66.759,957
25 Nias Barat 3.120,863 22.702,476 106,601 25.929,942
26 Sibolga 0,114 373,883 - 373,998
27 Tanjung Balai - 1.407,779 - 1.407,779
28 Pematang Siantar
1.945,000 730,000 - 2.675,000
29 Tebing Tinggi 42,053 745,400 - 787,453
30 Medan 3.057,527 3.567,557 1.683,776 8.308,861
31 Binjai 2,796,490 1.561,547 2.593,914 6.951,952
32 Padang Sidempuan
5.394,288 6.792,219 - 12.186,507
33 Gunung Sitoli 1.587,106 17,927,142 145,721 19.659,969
Sumatera Utara
326.219,425 968.114,008 74.324,423 1.368.657,857
Sumber: Ranperda RTRW Provinsi Sumatera Utara 2010 – 2030
(Hasil analisis Data penggunaan lahan BPN Sumatera Utara 2009; Hasil analisa
data irigasi Sumatera Utara 2009)
Kawasan peruntukan perkebunan di kab/kota Provinsi
Sumatera Utara ditampilkan pada Tabel 21 memperlihatkan bahwa
luas perkebunan (Ha) tertinggi dijumpai pada Kabupaten Asahan,
seluas 219.833,003 Ha diikuti oleh kabupaten Langkat seluas
214.942,425 Ha, dan kabupaten Simalungun seluas 212.772,246
Ha.
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 79
Tabel 21. Kawasan Peruntukan Perkebunan di Kab/Kota Provinsi
Sumatera Utara
No. Kab/Kota Luas Perkebunan (Ha)
1 Nias -
2 Mandailing Natal 93.244,722
3 Tapanuli Selatan 6.725,873
4 Tapanuli Tengah 63.724,507
5 Tapanuli Utara 9.211,200
6 Toba Samosir -
7 Labuhan batu 117.431,810
8 Asahan 219.833,003
9 Simalungun 212.772,246
10 Dairi 599,318
11 Karo 7.334,895
12 Deli Serdang 48.666,025
13 Langkat 214.942,425
14 Nias Selatan -
15 Humbang Hasundutan 59,114
16 Pakpak Bharat 18,918
17 Samosir -
18 Serdang Bedagai 116.284,316
19 Batubara 36.699,697
20 Padang Lawas Utara 83.652,791
21 Padang lawas 18.270.148
22 Labuhan batu Selatan 84.508,137
23 Labuhan batu Utara 160.631,182
24 Nias Utara -
25 Nias Barat -
26 Sibolga -
27 Tanjung Balai 4.206,759
28 Pematang Siantar 7.994,296
29 Tebing Tinggi 2.672,378
30 Medan -
31 Binjai 846,002
32 Padang Sidempuan -
33 Gunung Sitoli -
Sumatera Utara 1.591.694,948
Sumber: Ranperda RTRW Provinsi Sumatera Utara 2010 – 2030
(Data Dinas Perkebunan Provsu 2011; Hasil analisis Data penggunaan lahan BPN
Sumatera Utara 2009;Hasil analisa data irigasi Sumatera Utara 2009)
80 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
Permasalahan
Dinamika ekonomi pangan global
Menurut catatan PBB, pada saat ini tidak kurang dari 5 juta
jiwa lahir ke dunia setiap 10 hari, dan diperkirakan jumlah
penghuni bumi mencapai 9,2 milyar jiwa pada tahun 2050. Dari
segi kebutuhan pangan diperkirakan besar kebutuhan pangan
untuk menyediakan bahan pangan tidak saja jumlah yang
mencukupi, tetapi juga harus memenuhi standar dan kualitas
nutrisi. Untuk itu, produksi sumber-sumber pangan pertanian
harus meningkat sebesar 70 persen agar dapat memenuhi
kebutuhan.
Dampak dari perubahan atau anomali iklim dapat juga
menambah besarnya kesulitan dan risiko bagi pembangunan
ketahanan pangan secara berkelanjutan. Krisis pangan global yang
melanda dunia saat ini memang belum memberikan imbas yang
relatif besar terhadap Indonesia umumnya atau Sumatera Utara
khususnya hal ini disebabkan iklim di Indonesia masih mendukung
produksi pangan sehingga masih dapat memenuhi kebutuhan
domestik. Namun demikian, untuk 10 tahun kedepan kemandirian
pangan mendukung terwujudnya kedaulatan pangan di Indonesia
akan menghadapi tantangan yang cukup serius, antara lain
availabilitas pangan, pangan insikuritas, aksessibilitas, stok
pangan, diversifikasi konsumsi pangan, food intoksisitas, masalah
institusi ketahanan pangan, maupun perencanaan,
pengorganisasian, eksekusi, monitoring dan pengawasan.
Perubahan Iklim Global, Anomali Iklim
Dampak dari pemanasan global (Global warning) akan
mempengaruhi pola respirasi, evaporasi, water run-off,
kelembaban tanah dan variasi iklim yang sangat fluktuatif secara
keseluruhan mengancam produksi pangan.
Persentase Balita Gizi Buruk
Status gizi balita merupakan prasyarat dasar untuk
meningkatkan daya saing bangsa karena status gizi anak akan
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 81
mempengaruhi tingkat kesehatan fisik dan kecerdasan anak yang
akhirnya akan mempengaruhi tingkat produktivitas secara
ekonomis.
Menurut penelitian WHO anak yang memiliki status gizi
kurang atau buruk mempunyai resiko kehilangan IQ sebesar 10-15
poin.
Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan
Kemiskinan, Akses Pangan dan Perubahan Gaya Hidup
Laju pertumbuhan penduduk yang cepat dan terus
meningkat, namun tidak diikuti oleh meningkatnya kualitas
sumberdaya manusia merupakan tantangan yang harus dihadapi
dan diantisipasi. Dengan laju pertumbuhan penduduk yang masih
tinggi maka dapat menjadi ancaman yang besar dalam upaya
penyediaan pangan. Hal ini karena dengan semakin bertambahnya
jumlah penduduk maka permintaan pangan akan semakin
meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, daya beli
masyarakat dan perubahan selera. Dinamika dari sisi permintaan
ini menyebabkan kebutuhan pangan meningkat dalam jumlah,
mutu dan keragaman jenis dan keamanannya.
Selain dihadapkan pada tantangan penyediaan pangan
yang terus meningkat disisi lain dihadapkan pada masalah
penanganan kemiskinan. Menurut data BPS dari total jumlah
penduduk miskin terdapat sekitar 68 persen berada di pedesaan
yang menggantungkan nasibnya pada sektor pertanian, sedangkan
sisanya di perkotaan, maka hal ini berarti bahwa permasalahan
kemiskinan sangat terkait dengan sektor pertanian. Sektor
pertanian merupakan sektor yang sangat strategis untuk dijadikan
sebagai instrumen dalam pengentasan kemiskinan.
Pengentasan kemiskinan merupakan masalah pembangunan
yang sangat kompleks dan mempunyai dimensi tantangan lokal,
nasional maupun global, maka dalam pengembangan sektor
pertanian/ ketahanan pangan akan menjadi suatu tantangan yang
cukup besar untuk dapat memberikan kontribusi dalam penurunan
jumlah penduduk miskin.
82 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
Dalam mengembangkan produksi bahan pangan dan
mengembangkan diversifikasi pangan harus mengacu pada
sumberdaya lokal dan budaya lokal yang ada, serta pola makan
yang dianut oleh masyarakat.
Selain itu terjadi perubahan dalam psikologis seseorang
dalam bentuk ingin mencoba makanan lain yang lebih mempunyai
unsur ”kegengsian”yang merupakan salah satu cara untuk
perubahan gaya hidup yang lebih mapan dan moderen, sehingga
muncul istilah perubahan gaya hidup (lifestyle) akan mengubah
gaya makan (eat style). Perubahan gaya hidup dan gaya makan
akan merupakan tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan
teknologi pangan, industri pangan olahan berbasis pada bahan
pangan lokal dan budaya lokal. Semua pihak harus
mengedepankan bahwa kenyang tidak harus makan nasi akan
tetapi banyak sumber karbohidrat pengganti nasi di Sumatera
Utara, hal semacam ini sangat dibutuhkan sosialiasi dengan
menggunakan berbagai macam cara yaitu baik melalui media
massa/elektronik, seminar, pameran, jargon-jargon, ataupun
event-event lain di masyarakat untuk dapat merubah pola pangan,
dengan demikian bentuk dan jenis pangan olahan yang berbasis
bahan pangan lokal bisa terus dikembangkan sesuai selera
(preferensi) dan budaya masyarakat.
Tantangan
A. Kelembagaan Pangan
1. Jaringan kerjasama dengan instansi terkait, lintas sector
pusat dan daerah.
Seiring dengan adanya kelembagaan tersebut otonomi
daerah memberikan kewenangan penuh kepada daerah
untuk secara lebih spesifik serta fleksibel melaksanakan
kebijakan ketahanan pangan di daerahnya. Untuk itu
jaringan pendukung ketahanan pangan dan institusi
ketahanan pangan di daerah, perlu lebih ditingkatkan
kemampuannya untuk memantapkan program ketahanan
pangan daerah.
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 83
2. Kerjasama dengan swasta dan masyarakat
Meningkatnya pendidikan dan pengetahuan masyarakat
telah mendorong tingkat kesadaran masyarakat terhadap
keamanan mutu halal dan gizi pangan serta tumbuhnya
kesadaran masyarakat untuk meningkatkan ketahanan
pangan di tingkat rumah tangga. Dukungan informasi yang
proaktif, akan mendorong peningkatan kerjasama yang
efektif antar pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam
upaya pemantapan ketahanan pangan.
Pemerintah perlu memberdayakan berbagai pranata sosial
yang berhubungan dengan ketahanan pangan sebagai
pengganti Dewan Ketahanan Pangan yang telah dibubarkan
pemerintah pada Desember 2020 sekaligus berperan dalam
hal: (a) peningkatan koordinasi dalam perumusan kebijakan
produksi, ketersediaan dan penanganan kerawanan
pangan, (b) penyempurnaan sistem pemantauan produksi
pangan dan ketersediaan pangan untuk mengantisipasi
rawan pangan, (c) mengembangkan program kemandirian
pangan pada desa rawan pangan serta (d) pengembangan
cadangan pangan pemerintah dan masyarakat.
B. Distribusi Pangan
Mengingat fungsi distribusi pangan dilaksanakan oleh
pelaku distribusi dalam melakukan perdagangan dan jasa
pemasaran, maka peran pemerintah adalah memberikan fasilitasi
dalam kebijakan yang mendukung ketersediaan sarana/prasarana
distribusi yang mudah dan murah, serta pengaturan pola produksi
di masing-masing daerah, sehingga proses kelancaran distribusi
pangan dari produsen ke pasar dan konsumen terselenggara
secara teratur, adil dan bertanggung jawab.
Peran pemerintah menyempurnakan sistem standarisasi
dan mutu komoditas pangan, serta melaksanakan perangkat
kebijakan yang mampu memberikan insentif dan lingkungan yang
kondusif bagi pelaku pasar dapat meningkatkan potensi dan
peluang pengembangan usaha distribusi pangan yang dapat
84 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
menjamin stabilitas pasokan pangan di seluruh wilayah dari waktu
ke waktu. Pemantapan distribusi pangan harus diikuti oleh (a)
peningkatan koordinasi dan perumusan kebijakan distribusi
pangan, (b) penyempurnaan program dan kegiatan dalam
pengembangan sistem distribusi pangan melalui peningkatan
pemantauan dan analisis harga pangan serta (c) pengembangan
kelembagaan distribusi pangan masyarakat serta peningkatan
akses pangan.
Demikian juga untuk konsumsi, mutu, dan keamanan
pangan harus terus ditingkatkan agar Sumatera Utara sejahtera
dan memiliki daya saing produk yang tinggi.
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 85
BAB IV
PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN
DI SUMATERA UTARA TAAT AZAS
Strategi dan arah kebijakan pembangunan ketahanan
pangan di Sumatera Utara tetap sinkron dan bersinergi secara
nasional maupun global. Oleh karena itu, pemerintah Sumatera
Utara harus hadir untuk melindungi masyarakat serta memberi
rasa aman, meningkatkan agroindustri dan ketahanan pangan,
kemandirian pangan serta kedaulatan pangan. Sumatera Utara
membangun ketahanan pangan juga dalam kerangka terwujudnya
pilar universal SDS’s dan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Sebelum membahas Strategi dan Arah Kebijakan Daerah
Pembangunan Ketahanan Pangan untuk mewujudkan kedaulatan
Pangan di Sumatera Utara, dirasa perlu mengemukakan analisis
SWOT pembangunan ketahanan pangan di Sumatera Utara
sebagai berikut:
Untuk mendapat strategi kebijakan pangan di Sumatera
Utara dilakukan dengan memperhatikan faktor internal yang
meliputi, kekuatan dan kelemahan pembangunan pangan Propinsi
Sumatera Utara dan faktor eksternal yang meliputi peluang dan
ancaman yang bersumber dari luar Sumatera Utara baik yang
berasal dari stakeholder pemerintah maupun swasta.
Faktor Internal
Kekuatan. Secara umum, internal instansi yang
menangani pangan di Propinsi Sumatera, memiliki kekuatan-
kekuatan sebagai berikut:
� Memiliki struktur lembaga yang mampu mendukung
tercapainya ketahanan pangan dan mewujudkan
kedaulatan pangan di Sumatera Utara
� Memiliki anggaran yang besumber APBN dan APBD yang
cukup dalam rangka menjalankan rencana kerja tahunan
maupun rencana strategis dalam lima tahunan
86 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
� Memiliki SDM yang berkualitas sesuai dengan bidang dan
kompetensinya
� Terdapatnya lembaga cadangan pangan pemerintah, dan
stakeholders yang berfungsi untuk antisipasi jika terjadi
gejolak pangan dan atau paceklik, baik dari sisi stabilitas
harga maupun oleh karena bencana
� Potensi lahan untuk pangan yang masih tersebar di
kabupaten/kota dapat dioptimalkan dalam rangka
ketersediaan pangan yang cukup bagi masyarakat
� Informasi pasar pangan yang dapat diakses masyarakat
sebagai media untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan
pangan di Sumatera Utara
� Respon masyarakat terhadap diversifikasi pangan cukup
tinggi
� Adanya OKKPD yang menangani mutu dan keamanan
pangan segar serta sejenisnya di perikanan dan
peternakan.
Kelemahan. Secara umum, internal instansi yang
menangani Pangan dalam menjalankan sistim ketahanan pangan
di Sumatera Utara, masih memiliki beberapa kelemahan
diantaranya:
� Produk pangan segar didominasi oleh 86ystem86y
kecil/rumah tangga
� Kualitas SDM belum memadai secara signifikan
� Kelembagaan koordinasi belum terpadu
� Penguasaan Iptek yang masih lemah
� Keterbatasan dan sumber dana
� Ketersediaan 9 jenis pangan rumah tangga belum merata
di seluruh kab/kota hal ini disebabkan karena beberapa
komoditi pangan mengalami penurunan produksi dan tidak
semua kab/kota sentra produksi.
� Tingginya alih fungsi lahan pertanian pangan dikarenakan
belum dijalankan Perda tentang lahan pertanian pangan
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 87
berkelanjutan serta adanya zonasi lahan pangan belum
sepenuhnya ditaati oleh semua pihak.
� Penyediaan dan penyaluran saprodi belum sepenuhnya
sesuai baik dari segi, jenis, tempat, mutu, harga maupun
sasaran karena sistim pengawasan belum dilakukan secara
terkoordinir
� Harga pangan yang belum stabil, khususnya pada musim
paceklik dan panen raya serta hari besar keagamaan
� Daya beli masyarakat khususnya terhadap pangan tertentu
masih rendah
� Kurangnya sarana dan prasarana distribusi pangan seperti
jalan, pelabuhan, TPI, cold storage, pasar, angkutan darat
dan laut khususnya di daerah terpencil
� Daya saing produk pangan masih rendah, khususnya untuk
pasar ekspor
� Impor pangan khususnya kedelai, daging, susu, dan
gandum yang cukup tinggi
� PPH masih di bawah PPH ideal
� Tingkat konsumsi pangan masih didominasi beras
� Kurangnya fasilitas pemerintah daerah dalam mendukung
pengembangan pangan lokal terutama kemitraan dengan
stakeholder
� Belum tersedianyan sarana dan prasarana laboratorium
yang cukup memadai untuk OKKPD atau sejenisnya untuk
sub sektor perikanan dan atau peternakan
Faktor Ekstenal
Peluang. Berbagai peluang yang dimiliki instansi/lembaga
yang menangani ketahanan pangan di Sumatera Utara adalah
sebagai berikut:
� Masih luasnya lahan untuk menghasilkan pangan serta
integrasi yang dapat dimanfaatkan untuk penyediaan
pangan
� Liberalisasi perdagangan Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) yang membuka ruang untuk meningkatkan
88 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
kesejahteraan petani/peternak/pembudidaya ikan/nelayan
melalui perdagangan
� Potensi pengembangan produk olahan 88yste terbuka luas
� Tersedianya teknologi dalam meningkatkan produksi
pangan
� Pemerintah Daerah memiliki potensi kemampuan dalam
mengembangkan sarana dan prasarana distribusi pangan
� Adanya industry swasta atau pengusaha pangan lokal
� Adanya mitra kerja perguruan tinggi, litbang, PKK, dan
penyuluh LSM
� Meningkatknya kesadaran masyarakat dalam diversifikasi
konsumsi pangan
� Adanya payung hukum di bidang pangan baik dalam
bentuk UU maupun Peraturan Pemerintah dan Peraturan
Daerah serta edaran lainnya
Ancaman. Berbagai ancaman yang dihadapi masyarakat
Sumatera Utara adalah sebagai berikut:
� Persaingan internasional yang semakin ketat
� Pengetatan Peraturan dan kesepakatan internasional
(WTO/TBT, SPS, dll)
� Iklim mulai ke arah tidak menentu serta cenderung bersifat
ekstrim sehingga kalender tanam mulai kurang efektif
Strategi dan Arah Kebijakan Daerah Pembangunan
Ketahanan Pangan Menuju Kedaulatan Pangan di
Sumatera Utara
Strategi memuat rumusan tindak yang lebih taktis dan
pragmatis dalam menerjemahkan sasaran dalam RPJM Daerah
Sumatera Utara, sementara arah kebijakan memuat panduan
tindak yang lebih konkret yang pada akhirnya menjadi dasar
penyusunan program dan kegiatan. Arah kebijakan juga bersifat
pentahapan, yaitu tahapan pembangunan setiap tahun dalam
periode RPJM Daerah Sumatera Utara. Dalam menjabarkan visi
dan misi, dirumuskan sejumlah strategi utama yang mendasari
masing-masing strategi dan arah kebijakan pembangunan.
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 89
Berbagai Strategi dan Kebijakan Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara yang telah dilakukan antara lain: tersedianya
keanekaragaman produk pangan olahan dan Peningkatan
kemampuan produksi bahan pangan hewani melalui optimalisasi
pemanfaatan sumber daya yang ada dengan melaksanakan 4
(empat) usaha pokok yaitu: intensifikasi, ekstensifikasi,
diversifikasi dan rehabilitasi dengan dukungan sepenuhnya dari
perbankan sehingga ketersediaan bahan pangan dapat terpenuhi.
Strategi dan kebijakan Sumatera Utara selama ini
khususnya untuk meningkatkan ketersediaan pangan
sebagai berikut:
1. Mendorong peningkatan produktivitas melalui inovasi teknologi
baru, dilakukan pengwilayahan sesuai kondisi daerah, tingkat
penerapan teknologi, serta kesiapan sarana prasarana
pendukung. Untuk daerah–daerah yang tingkat produktivitasnya
masih rendah didorong untuk mempercepat terjadinya
peningkatan produktivitas melalui penerapan teknologi spesifik
lokasi ataupun integrasi terpadu ternak dengan tanaman
pangan disertai dengan pengembangan rekayasa sosial dan
rekayasa ekonomi sudah ada, kabupaten di Sumatera Utara
yang telah menerapkannya adalah di kabupaten Serdang
Bedagai.
2. Cadangan pangan. Perlu lebih ditingkatkan cadangan pangan
(dapat juga berasal dari pekarangan, lahan desa, lahan tidur,
tanaman bawah tegakan perkebunan), kelembagaan lumbung
pangan masyarakat dan lembaga cadangan pangan komunitas
lainnya.
3. Pengembangan ekonomi kerakyatan berbasis lingkungan
strategi pengembangan ekonomi kerakyatan dilakukan melalui:
kebijakan pengembangan ekonomi pertanian rakyat;
peningkatan promosi sector – sektor pangan dan olahannya
sebagai unggulan setiap kabupaten/kota; pengembangan RPL
dan tepungisasi. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya
dan potensi daerah melalui perencanaan pembangunan yang
90 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
terdiri atas peningkatan kapasitas perencanaan pembangunan
pangan, pemyempurnaan dan pengembangan data dan statistik
pangan berbasis teknologi informasi dan peningkatan kerjasama
perencanaan pembangunan pangan antar daerah.
4. Meningkatkan akses petani terhadap sumberdaya, modal
teknologi dan pasar. Upaya – upaya untuk peningkatan akses
petani terhadap air juga terus dilakukan, bukan hanya dari
aspek kontinuitas dan ketetapan waktu sesuai kebutuhan
tanaman. Persaingan penggunaan air (irigasi) dengan sektor
lain seperti perumahan dan industry diatur dan diawasi secara
ketat agar pasokan bagi usaha tani tidak selalu kalah. Modal
juga merupakan kendala yang serius dalam ketersediaan dan
distribusi sumber tanaman pangan dan hortikultura. Oleh
karena itu untuk meningkatkan akses petani terhadap sumber
permodalan dilakukan berbagai dukungan seperti kredit
perbankan, modal venture, dan kemitraan dengan swasta.
Modal usaha yang telah disediakan pemerintah melalui dana
bergulir perlu terus ditingkatkan pengembangannya termasuk
sejenis PLDPM, perluasan LUEP, PMUK sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Peningkatan aksesibilitas petani terhadap
teknologi terus ditingkatkan melalui percontohan, pelatihan,
magang, penyuluhan, gelar teknologi dan penyebaran informasi
teknologi, baik dari lembaga penelitian pemerintah, swasta
maupun teknologi yang dihasilkan petani sendiri. Peningkatan
akses petani terhadap pasar antara lain:
- Rantai pasok, jejaring logistik
- Penyediaan informasi pasar
- Informasi harga
- Perbaikan sistem tata niaga
- Penumbuhan pusat – pusat promosi
- Fasilitasi penyediaan terminal/sub terminal agribisnis
- Penumbuhan koperasi
- Kemitraan dengan swasta
- Penguatan kelembagaan pemasaran
- Sistem resi Pergudangan dan cadangan pangan
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 91
5. Mendorong sinergis subsistem agribisnis pangan. Keberhasilan
pengembangan sistem dan usaha agribisnis tanaman pangan
khususnya umbi-umbian dan hortikultura-sayur dan buah
sangat tergantung pada keterpaduan secara utuh antar
subsistem (sarana prasarana, on farm, pengolahan dan
pemasaran hasil, serta penunjang). Integrasi Antara subsistem
agribisnis pangan tersebut terus didorong dengan
memperhatikan aspek pembiayaan.
6. Mendorong diversifikasi produksi dalam rangka mengantisipasi
keragaman permintaan pasar untuk keberhasilan konsumsi
pangan beragam, bergizi dan berimbang, dilakukan upaya
diversifikasi produksi tanaman pangan sesuai keunggulan
komparatif wilayah berbasiskan budaya lokal dan keamanan
pangan melalui pelaksanaan GAP (Good Agricultural Practices)
dan SOP (Standart Operating Procedure). Upaya ini selain
berdampak terhadap peluang pemanfaatan keragaman potensi
ekologi, juga memperluas kesempatan untuk menumbuhkan
dan mengembangkan usaha agribisnis.
7. Mendorong partisipasi aktif seluruh stakeholder dalam hal
penetapan perumusan kebijakan secara bersama-sama dengan
pemerintah pusat yakni norma, standard dan prosedur sangat
diperlukan. Oleh karena itu pembangunan ketahanan pangan di
Sumatera Utara dirancang untuk lebih berkembangnya inisiatif
masyarakat dan seluruh stakeholder, pemerintah kab/kota juga
perlu lebih didorong kapasitas dan potensinya untuk
membangun ketahanan pangan di daerahnya.
8. Pemberdayaan petani dan masyarakat prioritas pembangunan
diarahkan pada pemberdayaan petani dan masyarakat sehingga
mereka mampu mengelola dan mengembangkan usahataninya
secara mandiri dan berkelanjutan. Untuk itu diperlukan upaya –
upaya peningkatan kapasitas SDM dan kelembagaan melalui
pendidikan/pelatihan, penguatan sarana kerja, dan
pemanfaatan pola dan manajemen pembangunan ketahanan
pangan.
92 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
Strategi dan Kebijakan dalam Sub Sistem Distribusi dan
Akses Pangan
Untuk Distribusi dan akses pangan di Sumatera Utara, strategi dan
kebijakan yang telah dilaksanakan adalah melalui:
- Peningkatan efisiensi dan efektivitas pengangkutan berbagai
bahan pangan melalui regulasi yang mendukung distribusi
pangan, agribisnis pangan, sarana dan prasarana, serta
distribusi pangan antar daerah walau hingga saat ini masih
sulit ditelusuri.
- Sistem informasi pasar dan lembaga pemasaran daerah.
- Pemberdayaan masyarakat dan OPD di lingkungan Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara untuk meredusir tingginya fluktuasi
harga antar waktu maupun antar kab/kota se Sumatera Utara.
Penjaminan Stabilitas Harga Pangan di Sumatera Utara (padi,
jagung, kedelai-on going) terus dilakukan karena: masa panen
yang tidak merata sepanjang bulan, sehingga harga terjangkau
pada masa panen dan pada waktu paceklik; harga pangan dunia
semakin tidak menentu dan Indonesa sangat rentan terhadap
pengaruh pasar dunia. Disamping itu dengan adanya stabilitas
harga pangan akan menguatkan posisi tawar petani dan menjamin
akses pangan masyarakat.
Strategi dan Kebijakan dalam Sub Sistem Konsumsi, Mutu
dan Keamanan Pangan
Berbagai strategi dan kebijakan Pemerintah Provinsi Sumatera
Utara dalam hal konsumsi, mutu dan keamanan pangan 92ystem
lain:
- Penurunan konsumsi beras sebagai bahan pangan pokok
masyarakat sebesar 1,5 persen per tahun melalui diversifikasi
konsumsi dan program aksi “manggadong.”
- Diversifikasi konsumsi pangan dengan B2SA (beragam, bergizi,
seimbang, dan aman dikonsumsi) baik dari tanaman pangan,
tanaman hortikultura, tanaman perkebunan, pangan dari
kehutanan, serta pangan hewani (peternakan dan perikanan).
Selain itu, mutu dan gizi pangan tetap menjadi perhatian utama.
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 93
- Peningkatan bahan pangan lokal yang hanya bisa tumbuh dan
berkembang di tempat tertentu walau sudah menjadi tanaman
langka seperti (bahasa batak) andaliman, antarasa, mobe, dan
lain-lain.
- Peningkatan pembinaan keamanan, mutu dan gizi pangan, mulai
dari Prima 3, Prima 2 dan Prima 1. Persyaratan untuk
mendapatkan sertifikasi seperti pada Gambar 10.
Gambar 10. Beberapa Syarat untuk Memperoleh Prima 3, Prima 2,
Prima 1.
Dalam upaya memperoleh peringkat sertifikasi pangan ada
titik kendali yang merupakan komponen wajib, sangat dianjurkan,
dan dianjurkan yang harus dipenuhi yaitu (Dewan Ketahanan
Pangan Provinsi Sumatera Utara):
Lahan. Harus sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Konservasi Lahan. Harus disesuaikan dengan peraturan
yang berlaku termasuk memperhatikan klasifikasi
kesesuaian dan kemampuan lahan.
94 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
� Pupuk. Harus memenuhi regulasi khususnya dari
Kementerian Pertanian RI.
� Penyimpanan. Tidak boleh muncul kontaminasi silang serta
harus memenuhi kaidah peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
� Pestisida. Harus memenuhi regulasi khususnya dari
Kementerian Pertanian RI.
� Pengairan. Hal ini yang menjadi salah satu faktor pembatas
saat ini di Sumatera Utara khususnya dalam rangka
peningkatan mutu sayuran dan buah, dalam hal ini harus
memenuhi regulasi khususnya dari Kementerian Pertanian
RI.
� Panen dan pasca panen. Harus memenuhi regulasi
khususnya dari Kementerian Pertanian RI, BPOM, dan
Kementerian Kesehatan RI.
Adapun program dan sub program hingga ke hilir di
instansi yang menangani mutu dan keamanan pangan segar untuk
mencapai sertifikasi Prima 3, Prima 2, dan Prima 1 yang harus
bekerja sama dengan instansi yang menangani ketahanan pangan
sebagai berikut:
Program dan Sub Program:
- Diversifikasi dan ketahanan pangan masyarakat
- Peningkatan produksi tanaman pangan dan hortikultura;
perkebunan; kehutanan; peternakan; dan perikanan
- Pengembangan agribisnis pangan;
- Pengembangan teknologi pertanian;
- Peningkatan kesejahteraan petani;
- Advokasi stakeholders dan peningkatan ilmu pengetahuan
dan teknologi;
- Perbaikan gizi masyarakat
� Persentase ibu hamil KEK dan anemia mendapatkan
PMT;
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 95
� Persentase anak 0-11 bulan yang mendapatkan
imunisasi dasar lengkap
- Perlindungan konsumen dan pengamanan perdagangan
- Pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif
Koperasi Usaha Kecil Menengah
Selanjutnya program aksi/kegiatan dari berbagai OPD untuk
mewujudkan masyarakat sehat, aktif dan produktif diperjelas
sebagai berikut:
� Pengembangan ketersediaan pangan pokok sebagai
sumber karbohidrat, lemak, dan protein
� Pengembangan lumbung pangan sebagai cadangan pangan
masyarakat
� Pengadaan dan penyaluran beras cadangan pangan
pemerintah (ton).
� Pembinaan dan pemberdayaan Poktan (Kelompok Tani)
dan Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani).
� Stabilisasi Harga Bahan Pangan Jagung melalui
Pengembangan Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP)
atau sejenisnya.
� Pendampingan penguatan Lembaga Distribusi Pangan
Masyarakat P – LDPM (Unit), Toko Tani Indonesia (TTI)
atau sejenisnya.
� Penguatan Usaha Kelompok dalam rangka peningkatan
akses pangan.
� Diversifikasi usaha dalam meningkatkan akses pangan
masyarakat.
� Pengembangan makanan tradisional/pangan 95yste
kab/kota di Provinsi Sumatera Utara.
� Pengembangan dan promosi percepatan
penganekaragaman konsumsi pangan.
� Pengembangan pangan lokal berbasis sumber daya lokal.
� Perberdayaan kelompok wanita melalui pengembangan
kawasan rumah pangan lestari (KRPL).
96 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
� Pendampingan industry pengolahan pangan lokal dan
tepung-tepungan pada kelompok home industry dan
kelompok wanita seperti mocav (modified cassava).
� Pengawasan peredaran mutu buah dan sayuran segar serta
uji lab residu pestisida.
� Sertifikasi buah dan sayuran segar di sentra produksi buah
dan sayuran di Sumatera Utara (kelompok tani).
� Pengawasan dan pemantapan kelembagaan otoritas
kompetensi keamanan pangan daerah (OKKPD) (Kab/Kota),
ke depan perlu diputuskan apakah sudah saatnya dibentuk
di seluruh kab/kota di Sumatera Utara.
� Pemberdayaan masyarakat miskin, rentan pangan.
� Pemberdayaan daerah rawan pangan transien dan kronis.
� Pembinaandan penanggulangan gizi buruk di daerah rawan
pangan.
� Pengawasan penanganan mutu dan keamanan perusahaan
industri rumah tangga (PIRT) bidang pangan (kab/kota).
� Meningkatkan produksi benih/bibit unggul (kelas benih
sumber) dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan,
kemandirian pangan, dan kedaulatan pangan di Sumatera
Utara.
� Penguatan pendampingan petani untuk adopsi teknologi
dan mitigasi terhadap dampak anomali iklim serta
pengembangan teknologi untuk menarik minat kaum
milenial seperti penggunaan drone pesawat untuk
memonitor pemupukan.
� Pelaksanaan gerakan hemat air dan pemanenan air setiap
ada hujan dengan membangun embung, sumur resapan
dan channel reservoir untuk menjamin keberlangsungan
produksi pangan pokok.
� Penumbuhan pabrik pakan mini dan pupuk organik di
sentra produksi.
� Mengendalikan pasokan melalui kebijakan pengawasan
dalam implementasi
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 97
� Rehabilitasi dan pengembangan prasarana dan sarana
terminal agribisnis dan tempat pelelangan ikan (TPI)
penangkapan ikan, termasuk mengefektifkan fungsi
prasarana tersebut menjadi tempat pemasaran hasil laut
dan ikan.
� Penguatan cadangan pangan pemerintah daerah; dengan
tujuan untuk mencegah kerawanan pangan sekaligus
menjaga stabilitas harga.
� Pengembangan dan pengelolaan cadangan pangan di
tingkat masyarakat (lumbung Pangan).
� Identifikasi dini dan pemantauan berkala terhadap gejala
defisit dan surplus pangan serta penguatan sistem isyarat
dini kerawanan pangan dan gizi.
� Penyelenggaraan kegiatan kesehatan remaja oleh
Puskesmas Peningkatan pemberian tablet tambah darah
(TTD) bagi remaja putri; Peningkatan pelayanan bagi ibu
hamil tentang antenatal, kelas hamil dan penyediaan TTD.
� Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk
perkebunan
� Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk
peternakan
� Penyediaan dan pengembangan prasarana dan sarana
pertanian
� Pengembangan usaha pangan masyarakat untuk
meningkatkan akses dan stabilisasi harga dan pasokan
pangan; pengembangan usaha produktif untuk
meningkatkan pendapatan dan akses pangan masyarakat
� Peningkatan efektivitas Sistem Kewaspadaan Pangan dan
Gizi (SKPG)
� Pengembangan cadangan pangan masyarakat;
Peningkatan akses masyarakat terhadap hasil perikanan
� Perbaikan sistem logistik dan kelancaran distribusi pangan;
stabilisasi pasokan dan harga pangan
� Penetapan kebijakan harga pangan pokok dan penting yang
wajar dan berimbang bagi produsen dan konsumen;
98 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
distribusi pangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah;
pengelolaan cadangan pangan pemerintah; Partisipasi
dalam stabilisasi harga pangan di tingkat produsen dan
konsumen
� Kerjasama di bidang akses pangan dan gizi;
� Kerjasama di bidang penanganan kerawanan pangan
� Kerjasama regional di bidang cadangan pangan darurat;
� Percepatan penganekaragaman konsumsi pangan (P2KP);
� Optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan sebagai
sumber pangan keluarga;
� Gerakan peningkatan konsumsi sayur dan buah nusantara
� Pembinaan dan pengawasan keamanan pangan segar-
OKKP(D);
� Pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil – Kurang
Energi Kronis (KEK);
� Peningkatan inisiasi menyusui dini (IMD);
� Peningkatan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan;
� Pemberian makanan tambahan bagi balita kurus;
pemberian imunisasi dasar lengkap bagi anak usia 0-11
bulan;
� Promosi dan kampanye tentang periode 1000 hari pertama
kehidupan (1000 HPK);
� Pelatihan tenaga kesehatan dan kader posyandu tentang
1000 HPK;
� Intervensi spesifik dan enabling factor.
Khusus untuk peningkatan produksi, produktivitas dan
mutu produk tanaman pangan serta teknologi pertanian dan
hortikultura, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi
Sumatera Utara menyusun berbagai kegiatan pelaksanaan sesuai
dengan ketersediaan anggaran antara lain (Grand Design
Pembangunan ketahanan pangan Sumatera Utara 2015-2025),
sehingga tidak ada lagi alasan untuk tidak swasembada pangan
pokok di Sumatera Utara sekaligus untuk menjamin ketersediaan
pangan:
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 99
- Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-
PTT) padi.
- Pengembangan GP-PTT kedelai.
- Peningkatan kapasitas dan kemampuan petugas pemandu
dan petani GP-PTT padi.
- Peningkatan kapasitas dan kemampuan petugas pemandu
dan petani GP-PTT jagung.
- Fasilitasi pengembangan dan peningkatan padi.
- Fasilitasi pengembangan dan peningkatan produksi jagung.
- Pertemuan pengembangan GP-PTT kedelai.
- Peningkatan swasembada beras melalui teknologi tertentu.
- Fasilitasi pengembangan PTT ubi jalar.
- Pemberdayaan penangkar benih tanaman pangan.
- Pembinaan penangkar benih tanaman pangan.
- Fasilitasi benih kepada penangkar benih tanaman pangan.
- Perbanyakan dan pengembangan benih padi sawah di UPT.
Balai Benih Induk.
- Perbanyakan benih jagung di UPT. Balai Benih Induk.
- Peningkatan brigade proteksi tanaman (BPT).
- Peningkatan sarana pengendalian dan pengawasan pupuk
dan pestisida.
- Pembinaan sertifikasi tanaman padi, palawija dan tanaman
lainnya.
- Inventarisasi penyebaran varietas tanaman pangan.
- Pemurnian varietas tanaman pangan.
- Pengadaan benih cadangan benih daerah.
- Gerakan pengendalian OPT tanaman pangan/spot stop
pengendalian OPT tanaman pertanian.
- Sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT)
tanaman pertanian.
- Pengujian analisa mutu benih tanaman.
- Gerakan penerapan jajar tanam legowo.
- Gerakan pengembangan jagung hibrida.
- Fasilitasi pengembangan kawasan buah.
100 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
- Pengembangan kawasan bawang merah dengan penerapan
GAP/SOP.
- Pengembangan kawasan tanaman cabe merah dengan
penerapan GAP/SOP.
- Rehabilitasi tanaman sayuran pasca bencana Gunung
Sinabung.
- Fasilitasi benih/bibit komoditi hortikultura di Provinsi
Sumatera Utara.
- Pengembangan tanaman buah di pekarangan.
- Fasilitasi benih/bibit tanaman sayuran.
- Fasilitasi benih kepada petani guna mendukung
peningkatan produksi hortikultura.
- Aplikasi teknologi drift irigasi pada tanaman hortikultura.
- Penerapan teknologi brongsong untuk tanaman pisang
barangan.
- Pengembangan (Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit
Barisan melalui pengembangan penangkar benih kentang).
- Rehabilitasi pasca erupsi sinabung melalui penyaluran benih
bibit hortikultura
- Perbanyakan bibit jeruk di UPT yang telah ditetapkan.
- Perbanyakan planlet kentang G0 sistem aeroponik.
- Perbanyakan planlet kentang G0-G3.
- Pengembangan dan perbanyakan benih/ bibit hortikultura
di UPT. Benih Induk.
- Pemurnian varietas tanaman hortikultura.
- Analisa uji mutu benih tanaman hortikultura.
- Sekolah lapang penerapan GAP/SOP sayuran.
- Perbanyakan benih bawang merah di UPT Benih Induk,
serta untuk memasok bibit ke food estate (kalau
diperlukan).
- Perbanyakan benih wortel di UPT Benih Induk.
- Perbanyakan benih ercis.
- Pembangunan rumah kemas komoditi hortikultura (bawang
merah dan cabe merah).
- Pengembangan kawasan buah jeruk.
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 101
- Pengembangan kawasan buah mangga.
- Pengembangan kawasan buah manggis.
- Pengembangan kawasan buah nenas.
- Penumbuhkembangkan penangkar bawang merah di
Provinsi Sumatera Utara.
- Pengembangan rumah kompos dan bantuan peralatan.
- Pengadaan power thresher.
- Pengadaan corn sheller.
- Pengadaan RMU.
- Fasilitasi sarana prasarana pasca panen buah.
- Mengikuti pameran dalam negeri.
- Pendampingan pengembangan usaha agribisnis perdesaan
(PUAP).
- Fasilitasi penumbuhan kemitraan.
- Penerapan sistem jaminan mutu hasil pertanian.
- Pengembangan unit usaha pengolahan hasil pertanian.
- Fasilitasi pengembangan pengolahan buah.
- Pengadaan alat mesin sarana pasca panen.
- Pembinaan dan sertifikasi pangan organik.
- Pengawalan jaminan mutu hasil pertanian.
- Pengembangan sarana dan kelembagaan pemasaran hasil
pertanian.
- Pengembangan grading & packing house.
- Packing hasil olahan.
- Pengadaan alat pengolahan pengeringan cabe.
- Pembinaan dan dukungan STA.
- Penata pelayanan dan kelembagaan agribisnis.
- Implementasi SNI dan produk pertanian.
- Pembinaan dan evaluasi pelaksanaan asuransi usaha tani
padi (AUTP) di Sumatera Utara.
- Penguatan kemitraan hortikultura.
- Pembinaan pemanfaatan sumber pembiayaan agribisnis
non bank.
- Mengikuti pameran luar negeri.
- Pelatihan teknis agribisnis padi bagi petugas pertanian.
102 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
- Pelatihan teknis agribisnis jagung bagi petugas pertanian.
- Pelatihan teknis agribisnis kedele bagi petugas pertanian di
kabupaten/kota.
- Pelatihan teknis agribisnis padi bagi petani/pengurus
poktan di kabupaten/kota.
- Pelatihan teknis agribisnis jagung bagi petani/pengurus
poktan di kabupaten/kota.
- Pelatihan teknis agribisnis kedele bagi petani/pengurus
poktan di kabupaten/kota.
- Pelatihan sertifikasi benih bagi pengawas benih tanaman
(PBT) di Provinsi Sumatera Utara.
- Pelatihan pengendalian hama dan penyakit tanaman
pangan bagi petani/pengurus poktan di kabupaten/kota.
- Pelatihan pengolahan hasil pertanian bagi wanita tani di
kabupaten/kota
- Pengembangan desa mitra.
- Pelatihan teknis agribisnis bawang merah bagi
petani/pengurus poktan di kabupaten/kota.
Sistem Keamanan Pangan Segar
Sesuai dengan UU No. 18 tahun 2012 tentang Pangan,
bahwa pangan bisa saja diolah ataupun tidak diolah yang berasal
dari tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman perkebunan,
kehutanan, peternakan dan perikanan termasuk air, dimana
peruntukannya adalah sebagai makanan atau minuman bagi
manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan,
atau dan bahan lainnya yang dipergunakan untuk proses
penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau
minuman. Selanjutnya pangan segar berarti belum mengalami
pengolahan sehingga dapat saja dikonsumsi secara langsung tetapi
bisa menjadi bahan baku pengolahan pangan. Keamanan pangan
merupakan suatu kondisi dengan berbagai upaya yang diperlukan
untuk menghindari pangan dari cemaran biologis, kimia, dan
benda lain. Hal ini diperlukan untuk meniadakan gangguan,
kerugian, serta bahaya kesehatan manusia. Mutu pangan lebih
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 103
berorienstasi kepada kriteria keamanan pangan serta kandungan
gizinya dan standar perdagangan. Produk yang dihasilkan atau
dijual benar-benar aman dan tidak mengandung residu yang
melebihi ambang batas yang diizinkan. Keamanan pangan adalah
satu “non-negotiable issue” dan kritikal karena menyangkut hak
asasi manusia yang paling dasar.
Landasan Filosofis, Output, Outcome serta Impak
Pembangunan Ketahanan Pangan ditampilkan pada Gambar 11,
sedang Mekanisme pengawasan Pangan dapat dilihat pada
Gambar 12 (Dokumen Dewan Ketahanan Pangan).
Gambar 11. Landasan Filosofis, Output, Outcome serta Impak
Pembangunan Ketahanan Pangan
104 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
Gambar 12. Mekanisme pengawasan Pangan
Beberapa sasaran pengawasan antara lain:
• Pasar tradisional
• Pasar semimodern
• Pasar retil modern
• Pedagang antara.
Memilih Metoda dan Teknik Pengawasan
Pangan segar asal tumbuhan harus diidentifikasi dengan
beberapa metoda dan teknik pengawasan. Beberapa metoda dan
teknik pengawasan yang dapat digunakan antara lain:
� Observasi/pengamatan kegiatan
� Observasi/pengamatan dokumentasi yang dimiliki oleh
sasaran pengawasan.
� Wawancara dengan para pedagang pangan segar asal
tumbuhan.
� Pengambilan contoh pangan segar asal tumbuhan
� Pengujian contoh pangan segar asal tumbuhan terhadap
parameter keamanan pangan segar yang dicurigai.
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 105
� Berdasarkan objek pengawasan, pengawas dapat memilih
satu atau lebih metoda dan teknis pengawasan yang telah
disebutkan di atas.
Arah Kebijakan: Mengembangkan sistem penanganan keamanan
pangan segar, diarahkan pada pembinaan budidaya pangan segar
serta pemantauan hasil deteksi, pengawasan segar di daerah
sentra produksi pangan, pelaksanaan sertifikasi buah dan sayur
dan perbaikan pengelolaan produksi.
Bentuk Pengawasan
• Sifat Pengawasan:
– Audit
– Inspeksi (termasuk sidak)
– Monitoring dan surveilans
– Pengambilan sampel dan analisis lab
• Object Pengawasan:
– Pengawasan pada proses produksi (audit/inspeksi
proses)
– Pengawasan pada produk
• Tempat pengawasan:
– Tingkat petani/produsen
– Rumah kemasan dan pengolah
– Pasar tradisional dan modern
• Timing Pengawasan:
– Pre-market evaluation
– Post-market evaluation
• Periode Pengawasan:
– Periodik /berkala
– Insidentil (sidak, berdasar insiden)
• Kerahasiaan Pengawasan
– Announced (dengan pemberitahuan)
– Unannounced (tanpa pemberitahuan)
106 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
Ruang Lingkup Pengawasan
� Pengawasan premarket dalam rangka registrasi dan atau
sertifikasi
� Pengawasan Proses Produksi dan Penanganan pangan
segar
- Proses produksi pangan segar
- Penanganan pasca panen dan distribusinya
- Cara penanganan/penjualan di tingkat pengecer
� Pengawasan dan monitoring residu kimia/pestisida dan
mutu mikrobiologis pada produk segar melalui
pengambilan sample dan pengujian produk baik di tingkat
produksi maupun di tingkat peredaran (domestik dan
impor)
� Pengawasan Jaminan mutu dan keamanan Produk Impor
melalui:
- Pemeriksaan Dokumen Importir untuk produk
berisiko
- Pemeriksaan dokumen dan sertifikat jaminan
keamanan pangan
- Pemeriksaan di laboratorium bila sertifikat diragukan
- Verifikasi implementasi sistem jaminan mutu dan
keamanan pangan di negara pengekspor
Pengawasan Pemenuhan Ketentuan Standar untuk
Komoditas yang telah menerapkan Standar Tertentu (INDO GAP,
ASEAN GAP, Global GAP, HACCP, Organik, Bebas Pestisida).
Penerapan GAP hingga GCP diperjelas pada Gambar 13.
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 107
Gambar 13. Penanganan dan Pengawasan Keamanan Pangan
Segar From Farm to Table
Penanganan Keamanan Pangan Olahan dan Siap Saji
Zat warna yang dilarang untuk ditambahkan sebagai bahan
tambahan (Penanganan Keamanan Pangan di Propinsi DI
Yogjakarta) antara lain:
Auramine Magenta
Alkanet Metanil yellow
Butter yellow Oil orange SS Ponceau 6R
Black 7984 Oil orange XO Rhodamin B
Burn umber Oil yellow AB Sudan I
Chrysoidine Oil yellow OB Scarlett GN
Chrysoine S Orange G Violet 6B
Citrus red Orange GGN Metanil Yellow
Chocolate brown Orange RN
Fast red Orchil and orcein
Guinea green Ponceau 3R
Indanthrene blue
Berbagai bahan tambahan lain yang dilarang:
� Kloramfenikol
� Minyak nabati yang dibrominasi
108 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
� Nitrofurazon
� Formalin
� Asam Borat dan senyawanya
� Asam Salisilat dan garamnya
� Dietilkarbonat
� Dulsin
� Kalium Klorat
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 109
BAB V
MANGGADONG SEBAGAI KEARIFAN LOKAL
SUMATERA UTARA
Untuk konsumsi gizi seimbang yang kontemporer
berbentuk tumpeng gizi diperjelas pada Gambar 14
Gambar 14. Tumpeng Gizi Seimbang
Dalam sejarah peradaban orang batak ratusan tahun yang
silam sudah mengenal istilah manggadong. Manggadong berasal
dari gadong yang berarti ubi, tetapi juga meliputi umbi-umbian.
Manggadong berarti menkonsumsi ubi atau umbi-umbian sebelum
makan nasi sehingga seperti itulah salah satu metode orang batak
untuk mengurangi konsumsi beras karena memang seseorang
yang telah dulu mengkonsumsi ubi/umbi-umbian tentunya usus
seseorang itu sudah diisi dengan ubi/umbi-umbian, logikanya
berkuranglah konsumsi nasi. Manggadong adalah menjadi tradisi
110 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
etnis Batak yang mengonsumsi gadong secara bersama-sama
dalam satu keluarga. Kalau dihubungkan dengan tumpeng gizi
seimbang seperti yang digambarkan di atas berarti orang batak
telah mengetahui bahwa sangat bermanfaat mengkonsumsi lebih
dari satu sumber karbohidrat ratusan tahun yang lalu, hal ini
menjadi alasan mengapa diangkat manggadong sebagai lokal
wisdom bagi masyarakat Sumatera Utara hingga memperoleh
MURI beberapa tahun yang lewat karena memang akan membuat
tubuh seseorang menjadi sehat karena indeks glikemik dari umbi-
umbian secara umum adalah rendah. Keuntungan lain adalah
bahwa manggadong akan menghemat konsumsi beras, dalam hal
ini Provinsi Sumatera Utara dalam memperkuat ketahanan pangan
adalah melalui manajemen produksi pengendalian alih fungsi lahan
serta mengurangi konsumsi beras. Meskipun harus diakui di
Provinsi Sumatera Utara masih memiliki pameo bahwa belum
makan kalau belum makan nasi tetapi Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara telah berhasil mengubah paradigma tersebut
menjadi “kenyang tidak selalu harus dari nasi”.
Dari sisi asupan kandungan gizi umbi-umbian cukup banyak
dan mampu mensubtitusi karbohidrat yang berasal dari nasi.
Komposisi gizi 100 g ubi kayu, ubi jalar, talas, dan kentang
diperjelas pada Tabel 22.
Tabel 22. Komposisi Kimia Kentang Tiap 100 gram
Komponen Ubi kayu
Ubi jalar Talas Kentang
Putih Ungu Kuning
Protein (g) 0,8 1,8 1,8 1,1 1,,9 2
Lemak (g) 0,3 0,7 0,7 0,4 0,2 0,1
Karbohidrat (g) 37,9 27,9 27,9 32,3 23,7 19,1
Kalsium (mg) 33,0 30 30 57 28,0 11
Fosfor (mg) 40 49 49 40 61,0 56
Serat (g) - 0,9 1,2 1,4 - 0,3
Zat besi (mg) 0,7 0,7 0,7 0,7 1,0 0,7
Beta Karotein - 31,20 174,20 900,0 - -
Vitamin A (mg) 60 62 4948 - -
Vitamin B1 (mg) 0,06 0,9 0,7 900 0,13 0,09
Vitamin B2 (mg) - - - - - 0,03
Vitamin C (mg) 30 22 22 0,04 4,0 16,0
Niasin (mg) - - 22 0,6 - 1,4
Energi (Kal) 157 123,0 123,0 136,0 98 83,0
Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI (1996)
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 111
Dari Tabel 22 diperoleh bahwa kandungan fosfor cukup
tinggi untuk ubi kayu, diikuti dengan karbohidrat dan kalsium serta
energi juga tinggi mencapai 157 kalori tiap 100 g ubi kayu. Untuk
ubi jalar putih dan juga ubi jalar ungu memiliki vitamin A cukup
tinggi artinya ini sekaligus untuk mengobati penyakit rabun.
Demikian juga fosfor dan beta karotein cukup tinggi pada ubi jalar
ungu dan ubi jalar kuning. Vitamin A pada ubi jalar kuning sangat
tinggi dibanding dengan ubi jalar lainnya. Untuk mineral fosfor
tinggi pada talas diikuti dengan kalsium dan pada kentang yang
lebih tinggi adalah mineral fosfor diikuti dengan vitamin C. Dari
penjelasan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa tidak ada gizi
lengkap yang dijumpai pada satu tanaman. Oleh karena itu, lokal
wisdom manggadong wajar telah memasuki kancah global
meskipun tampilannya harus dirakit agar lebih menarik serta harus
ada jaminan mutu dan keamanan pangannya apabila telah
dipasarkan pada tingkat global.
Beberapa program aksi lainnya dalam rangka percepatan
penganekaragaman konsumsi pangan non beras yang telah
dilakukan di Sumatera Utara antara lain kampanye program
Pemerintah dalam rangka konsumsi produk pangan lokal secara
sistematis dan kontinue (market driven) misalnya menyajikan
menu lokal di warung/restoran/hotel, diversifikasi masuk ke
sekolah-sekolah ataupun kampus untuk disajikan di warung/kantin,
pada event nasional/internasional seperti festival Danau Toba
untuk mendorong masyarakat dan pemimpin untuk mencintai
pangan lokal serta kampanye melalui media massa, media sosial,
serta media elektronik khususnya kab/kota se Sumatera Utara.
Program aksi berikutnya adalah menginventarisir keragaman
pangan lokal yang ada di Sumatera Utara dan tetap mengacu pada
GAP dan SOP, berikutnya adalah memberi insentif bagi setiap
pengusaha yang mengembangkan produk pangan lokal,
menggalang kerja sama dengan stakeholders dalam rangka
diversifikasi pangan non beras. Pada tahun 2014 dalam rangka
memperingati Hari Pangan Sedunia di tingkat Provinsi Sumatera
Utara, Gubernur Sumatera Utara telah mencanangkan one day no
112 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
rice, meskipun hanya sekali seminggu yaitu setiap hari Selasa
tetapi dampaknya telah dirasakan oleh semua pihak. Hal ini
sekaligus mendukung penurunan konsumsi beras 1,5% per tahun
sesuai dengan amanat Peraturan Presiden No 22 Tahun 2009.
Kalkulasi one day no rice yang telah menghemat beras di
Sumatera Utara adalah sebagai berikut: Provinsi Sumatera Utara
dengan asumsi jumlah penduduk tahun 2019 14.562.549 jiwa,
kalau dikalikan dengan 356 g konsumsi beras per hari berarti
konsumsi beras Sumatera Utara dalam satu hari adalah 5.184,27
ton. Dengan kata lain, hanya satu kali dalam satu minggu tidak
makan nasi berarti Sumatera Utara telah menghemat beras
sebesar 5.184,27 ton. Apabila secara rutin dalam satu tahun efektif
melaksanakan one day no rice maka dapat diasumsikan Sumatera
Utara akan memiliki cadangan pangan dari Program One Day No
Rice sebesar 5.184,27 ton x 52 minggu = 269.582,04 ton, ekivalen
dengan 436.722,91 ton GKG atau kira-kira setara dengan
515.333,03 ton GKP atau 105.170,01 Ha sawah.
Sebenarnya beras adalah pemicu potensi penyakit gula,
untuk itu Gerakan Satu Hari Tanpa Beras diharapkan mengurangi
kosumsi beras dan menjadi bagian upaya meningkatkan kesehatan
di Sumut.
Secara Nasional bahan pangan dikelompokkan sebagai berikut :
� Padi-padian : beras, jagung, sorghum dan terigu
� Umbi-umbian : ubi kayu, ubi jalar, kentang, talas dan
sagu.
� Pangan hewani : ikan, daging, susu dan telur.
� Minyak dan lemak : minyak kelapa, minyak sawit
� Buah/biji berminyak : kelapa daging
� Kacang-kacangan : kedelai, kacang tanah, kacang hijau
� Gula : gula pasir, gula merah.
� Sayur dan buah : semua jenis sayuran dan buah-
buahan yang biasa dikonsumsi.
� Lain-lain : teh, kopi, coklat, sirup, bumbu-
bumbuan, makanan
dan minuman jadi.
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 113
Sumatera Utara saat ini terus mendorong untuk
mengurangi konsumsi beras tetapi memenuhi sumber karbohidrat
dari umbi-umbian serta sumber karbohidrat lainnya. Belakangan ini
yang paling intens disosialisasikan adalah untuk meningkatkan
konsumsi sayur dan buah.
Beberapa makanan khas lain Sumatera Utara yang telah
mendunia kelezatannya di antaranya: Bika Ambon, Sambal Tuktuk,
Dali Ni Horbo, Ombus-ombus, Mie Gomak, Arsik, Anyang Pakis,
Sayur Gurih Tauco, Manuk Napinadar, Naniura, Lemang, Bihun
Bebek, Soto Udang, Kari, Kue Putu Bambu, Bubur Pedas,
Natinombur, Daun Singkong Tumbuk dan Lontong Medan serta
ikan baung.
Konsumsi beras di Indonesia masih di atas 100 kg per
kapita per tahun (Hermanto, 2008), idealnya 60 kg per kapita per
tahun (Jepang). Hal ini yang membuat PPH menjadi tidak ideal.
Kendala diversifikasi pangan yang masih harus segera
diatasi di Sumatera Utara antara lain: beras masih dijadikan
lambang kemakmuran; kebijakan diversifikasi pangan kurang
konsisten, dengan pemberian beras bagi orang miskin; kebijakan
konsumsi pangan tidak selalu sinkron dengan kebijakan produksi
pangan; pengembangan industry non beras dan non terigu masih
terbatas; promosi produk-produk non beras gencar; kerancuan
memaknai diversifikasi pangan serta pengetahuan dan kesadaran
akan diversifikasi pangan masih terbatas. Dalam hal ini, CSR perlu
ditingkatkan realisasinya agar sosialisasi dan pendampingan
semakin baik.
Susunan Pola Pangan Harapan Nasional dari aspek
konsumsi diperjelas pada Tabel 23.
114 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
Tabel 23. Susunan Pola Pangan Harapan Nasional
No Kelompok Pangan
Berat (g/kap/hr)
Energi (kkal/kap/hr)
% AKG Bobot
Skor PPH
1. Padi-padian 275.0 1000 50.0 0.5 25.0
2. Umbi-
umbian 100.0 120 6.0 0.5 2.5
3. Pangan hewani
150.0 240 12.0 2.0 24.0
4. Minyak dan lemak
20.0 200 10.0 0.5 5.0
5. Buah/biji
berminyak 10.0 60 3.0 0.5 1.0
6. Kacang-kacangan
35.0 100 5.0 2.0 10.0
7. Gula 30.0 100 5.0 0.5 2.5
8. Sayur dan
buah 250 120 6.0 5.0 30.0
9. Lain-lain - 60 3.0 0.0 0.0
Jumlah
2000 (2150) 100.0 100.0
Sekali lagi diversifikasi atau penganekaragaman pangan non beras
adalah
� upaya peningkatan konsumsi aneka ragam pangan non
beras dengan prinsip gizi seimbang
� gizi seimbang adalah: gizi mengandung cukup sumber
karbohidrat, protein, lemak dan mencukupi kebutuhan
kalori sesuai standar kebutuhan hidup sehat sebesar 2150
kkal/kap/hari.
Berbagai terobosan lainnya yang telah dikembangkan di
Sumatera Utara dalam rangka mengurangi konsumsi beras adalah
menumbuhkan industri makanan berbasis SDA lokal di luar beras,
seperti mengolah umbi-umbian menjadi tepung sebagai substitusi
beras dan terigu, memperbaiki konsumsi protein hewan, buah-
buahan dan sayuran.
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 115
BAB VI
ANTISIPASI FUTURISTIK
KETAHANAN PANGAN SUMATERA UTARA
Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak
seluruh rakyat untuk terus-menerus meningkatkan kemakmuran
dan kesejahteraan secara adil dan merata dalam segala aspek
kehidupan yang dilakukan secara terpadu, terarah, dan
berkelanjutan dalam rangka mewujudkan suatu masyarakat yang
adil dan makmur, baik material maupun spiritual berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Sekali lagi, pangan bermakna luas, dapat dipandang dari
fungsi pasokan gizi, fungsi sosial, fungsi adat, fungsi ekonomi dan
fungsi ibadah. Oleh karena itu, pangan merupakan kebutuhan
dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan
bagian dari hak asasi setiap rakyat Indonesia. Pangan harus
senantiasa tersedia secara cukup, aman, bermutu, bergizi, dan
beragam dengan harga yang terjangkau, serta tidak bertentangan
dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat. Untuk
mencapai semua itu, perlu diselenggarakan suatu sistem Pangan
yang memberikan pelindungan, baik bagi pihak yang memproduksi
maupun yang mengonsumsi pangan di Sumatera Utara. Dalam hal
ketersediaan, distribusi, konsumsi dan mutu pangan haruslah
selalu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penyelenggaraan Pangan di Sumatera Utara dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan
manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan dengan
berdasarkan pada Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan
Ketahanan Pangan.
Pembangunan ketahanan pangan yang juga merupakan
musyawarah besar oleh stakeholders se Sumatera Utara dengan
roh kemandirian pangan dan kedaulatan pangan akan terwujud
apabila dilaksanakan kegiatan prioritas yaitu: Pengembangan
116 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
ketersediaan pangan dan penanganan kerawanan pangan;
Pengembangan sistem distribusi, stabilitas harga pangan dan
aksesibilitas oleh masyarakat; Peningkatan mutu,
penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Peningkatan Keamanan
Pangan segar; sedangkan kegiatan pendukungnya adalah
Dukungan Manajemen dan Teknis lainnya termasuk Peningkatan
Kesejahteraan Petani.
Disadari bahwa untuk mencapai pembangunan ketahanan
pangan tidaklah mudah, namun dengan tekad dan kerjasama
lingkup Badan Ketahanan Pangan dari Pusat dan instansi yang
menangani pangan di Provinsi/Kab.Kota, serta koordinasi dengan
instansi terkait, akan dapat tercapai tujuan dan sasaran
pembangunan ketahanan pangan Provinsi Sumatera Utara.
Sumatera Utara pada masa yang akan datang ditargetkan
mempertahankan swasembada berkelanjutan untuk beberapa
komoditi walau pada tahun 2025 ada komoditi seperti gula yang
harus mendapat pasokan dari luar Sumatera Utara. Prediksi
tentang perimbangan produksi pangan pokok dengan indeks
kebutuhan di Sumatera Utara tahun 2025 sebagai berikut: Beras
dengan rendemen dari GKP sebesar 0.6274 memiliki skor 1,70,
artinya akan ada surplus beras sebesar 70 % dari produksi sendiri
setelah dikurangi kebutuhan yang dapat digunakan untuk
kebutuhan bibit, industri dan lain sebagainya. FAO (1999)
mengemukakan bahwa suatu Negara digolongkan swasembada
apabila 90 % dari kebutuhan nasionalnya diproduksi sendiri, dalam
hal ini, selama periode pemerintahan Presiden RI-Jokowi telah
berhasil swasembada berkelanjutan-beras; Untuk jagung,
Sumatera Utara pada tahun 2025 diprediksi memiliki skor 2,40;
Kedelai-3,27; Gula-0,66; Minyak goreng-2,44; Tepung Terigu
(ua); Bawang Merah-1,22; Cabai-4,87; Daging Sapi-4,54; Daging
Ayam-1,14; dan Telur Ayam-1,22.
Dilema Penentuan Ketersediaan Pangan
Tersedianya data pertanian tepat waktu dan akurat serta
proporsional pastilah dapat menghasilkan pembangunan pertanian
yang tepat sasaran, khusus tahun 2018 terjadi perbedaan
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 117
signifikan antara Badan Pusat Statistika (BPS) dengan OPD di
Sumatera Utara, artinya setelah BPS bekerja sama dengan Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang didukung oleh
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
(Kementerian ATR/BPN), Badan Informasi Geospasial (BIG), serta
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), dalam hal
penentuan luas baku lahan, puso dan luas panen padi, terjadilah
perbedaan angka-angka. BPS merubah metodologi perhitungan
luas panen lewat aplikasi objective measurement berbasis
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta citra satelit
resolusi tinggi (https://m.antaranews.com/berita/761581/bps-
sebut-ksa-metode-terbaik-penghitungan-data-produksi-padi).
Istilah yang sering disebut dengan metode Kerangka Sampel Area
(KSA) pada tahun 2019, luas panen Indonesia diprediksi hanya
10.68 juta Ha, menurun sebesar 700.05 ribu Ha (6.15 persen)
dibanding pada tahun 2018. Produksi padi pada tahun 2019 hanya
54.60 juta ton gabah kering giling atau setara dengan 31.31 juta
ton, artinya turun sebesar 2.63 juta ton (7.75 persen). Survey KSA
juga menampilkan luas fase vegetatif awal, vegetatif akhir,
generatif, luas puso, serta luas sawah dan ladang yang sedang
tidak ditanami.
FAO (Food Agricultural Organisation) dan USDA (United
State Department of Agriculture) dan Eurostat Uni Eropa menyebut
bahwa KSA bukanlah suatu pendekatan pemetaan tetapi hanyalah
pendekatan kaidah-kaidah statistika artinya statistik spasial.
KSA merupakan teknik pendekatan sampling dengan
menggunakan area lahan sebagai unit enumerasi, sistem
menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG), penginderaan
jarak jauh dengan teknologi informasi dan statistika. Dengan KSA
diharapkan mampu memasok data dan informasi yang akurat dan
tepat waktu khususnya untuk tujuan perencanaan. Dengan
menggunakan metode KSA, overestimasi produksi relatif tidak
mungkin lagi, kalau dulu memang sarat dengan overestimasi
sebab menggunakan pandangan mata/eye estimate. Selain itu
survey ubinan sering sarat dengan overestimasi sebab sampel
cukup banyak sehingga peluang perhitungan yang salah cukup
118 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
tinggi. Selama ini, Indeks Pertanaman (IP) menjadi bias, sebab
data luas panen dan estimasi produktivitas yang berlebih, maka IP
cenderung untuk ditingkatkan. Mungkin masih sering dalam
ingatan bahwa Pendekatan Industri Penggilingan Padi (PIPA),
produksi padi nasional tahun 2011-2012 hanya 32.87 juta ton
GKG. Output KSA mampu menghasilkan prediksi potensi luas
panen untuk tiga bulan berikutnya. Apabila hal tersebut benar
adanya, berarti ongkos kebijakan secara ekonomi maupun politik
tidak lagi terlalu mahal. Hal klasik memang secara kasat mata
kebijakan import beras kerap terjadi pada saat surplus produksi
beras nasional dilaporkan tinggi. Sebagai contoh, pada tahun
2018, dilaporkan surplus beras lebih 10 juta ton, tetapi pada saat
bersamaan terjadi realisasi import sekitar 2.25 juta ton.
Selama ini, pengumpulan data luas tanaman menggunakan
berbagai pendekatan konvensional yang merupakan subjective
measurement, seperti benih yang digunakan, air irigasi informasi
dari petani dan observasi dengan eye estimate. Umumnya
pengumpulan data luas per tanaman yang mencakup luas tanam,
luas standing crops, luas puso dan luas panen. Untuk Sumatera
Utara dilakukan oleh Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura dan
sejenisnya di kab/kota, lewat aktivitas Statistik Pertanian dibawah
koordinasi Kementan RI. Dalam hal koleksi data, petugas Dinas
Tanaman Pangan dan Hortikultura kab/kota yang disebut
koordinator cabang dinas (KCD) atau mantri tani melakukan
subjective measurement seperti berapa benih yang digunakan,
blok pengairan (sering untuk instrumen perhitungan IP), informasi
dari petani dan aparat desa, serta dengan pengamatan eye
estimate. Data luas panen yang dikumpulkan KCD disebut luas
panen kotor, disebut seperti itu karena masih mengikutkan bagian
lahan sawah yang tidak ditanami padi, misalnya pematang sawah
atau galengan.
Proses berikutnya, luas panen kotor dikoreksi dengan
konversi galengan untuk memperoleh luas panen bersih lalu dikali
dengan produktivitas, itulah disebut dengan angka produksi.
Produktivitas dikumpul melalui pengukuran objektif yaitu survey
ubinan (Crops Cutting Survey) yang berbasis rumah tangga.
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 119
Tanggung jawab BPS adalah dalam hal survey ubinan, organisasi
lapangan, serta pengolahan data. Pemilihan sampel survey ubinan
merupakan penarikan sampel acak bertahap dengan stratifikasi
(Multi Stages Stratified Random Sampling). Survey ubinan adalah
plot area padi/tanaman pangan lainnya siap panen oleh rumah
tangga, biasanya berukuran 2.5 x 2.5 meter yang dipilih secara
random. Untuk tanaman padi, sampel plot berukuran 6.25 m2
mewakili luas panen 140-150 ha. Kemudian dari plot terpilih,
berikutnya Koordinator Statistik Kecamatan (KSK) melakukan
pengukuran hasil panen dengan menggunakan alat ubinan, lalu
formulir kuisioner diisi, kemudian dikompilasi dan diolah BPS
kecamatan/kota melalui website pengolahan untuk memperoleh
estimasi rata-rata produktivitas pada level kab/kota untuk masa
empat bulan (Januari-April, Mei-Agustus, September-Desember).
Menurut instansi yang menangani ketahanan pangan di Sumatera
Utara perbandingan produksi dan kebutuhan pangan strategis di
Sumatera untuk tahun 2020 diperjelas pada Tabel 24. Dari Tabel
24 Sumatera Utara hanya defisit bawang merah sebesar 36%
sedang bawang putih hanya bisa tersedia dari produksi sendiri
4,58%. Gula pasir harus dipasok dari provinsi lain untuk memenuhi
kebutuhan.
Tabel 24. Perbandingan Produksi dan Kebutuhan Pangan Strategis
di Wilayah Sumatera Tahun 2020
Provinsi
Surplus/Defisit Komoditas Pangan Strategis
Beras Cabai
Merah
Cabai
Rawit
Bawang
Merah
Bawang
Putih
Daging
Ayam
Telur
Ayam
Gula
Pasir
Minyak
Goreng
Aceh
Sumatera
Utara
64,00% 36,00%
Sumatera
Barat
Riau
Kepulauan
Riau
Bengkulu
Jambi
Sum. Selatan
Bangka
Belitung
Lampung
120 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
Apabila di teropong perbandingan produksi dan kebutuhan
pangan strategis di Kab/kota Provinsi Sumatera Utara maka
sesungguhnya hanya Kab.Labuhanbatu, Kab. Asahan, serta Kab.
Labuhanbatu Selatan yang memerlukan pasokan dari kabupaten
lain di Sumatera Utara, artinya apabila perdagangan antar
kabupaten diatur sedemikian rupa Sumatera Utara masih surplus.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Perbandingan Produksi dan Kebutuhan Pangan Strategis
di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara
No Kabupaten/
Kota
Surplus/Defisit Komoditas Pangan Strategis
Beras Cabai Merah Cabai Rawit Bawang Merah Bawang Putih
1 Nias 12% 88% 13% 87% 100% 100%
2 Mandailing Natal 82% 22% 78% 7% 93%
3 Tapanuli Selatan 82% 18% 62% 38% 6% 94%
4 Tapanuli Tengah 21% 79% 32% 68% 100% 100%
5 Tapanuli Utara 24% 76% 9% 91%
6 Toba Samosir 42% 58% 99% 1% 1% 99%
7 Labuhan Batu 36% 64% 1% 99% 1% 99% 100% 100%
8 Asahan 66 % 34 % 24% 76% 53% 47% 1% 99% 100%
9 Simalungun 11% 89%
10 Dairi 14% 86%
11 Karo 24% 76%
12 Deli Serdang 86 % 14% 10% 90% 10% 90% 9% 91% 100%
13 Langkat 7% 93% 100% 2% 98%
14 Nias Selatan 1% 99% 1% 99% 100% 100%
15 Humbang
Hasundutan
16 Pakpak Bharat 26% 74% 85% 15% 100% 100%
17 Samosir 54% 46% 97% 3% 43% 57%
18 Serdang Bedagai 14% 86% 7% 93% 10% 90% 100%
19 Batu Bara 40% 60% 25% 75% 100%
20 Padang Lawas Utara 3% 97% 4% 95% 14% 86% 100%
21 Padang Lawas 21% 79% 45% 55% 100% 100%
22 Labuhan Batu
Selatan
4% 96% 12% 83% 25% 75% 100% 100%
23 Labuhan Batu Utara 2% 98% 7% 93% 100% 100%
24 Nias Utara 1% 99% 1% 999% 100% 100%
25 Nias Barat 97% 3 % 100% 100% 100% 100%
26 Sibolga 100 % 100 % 100 % 100% 100%
27 Tanjung Balai 2% 98 % 11% 89% 12% 88% 100% 100%
28 Pematang Siantar 30% 70% 100% 100 % 100% 100%
29 Tebing Tinggi 9% 91% 2% 98% 100 % 1% 95% 100%
30 Medan 2% 98 % 1% 99% 100 % 1% 97% 100%
31 Binjai 19% 81% 17% 83% 100 % 100% 100%
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 121
No Kabupaten/
Kota
Surplus/Defisit Komoditas Pangan Strategis
Beras Cabai Merah Cabai Rawit Bawang Merah Bawang Putih
32 Padangsidimpuan 66% 34% 45% 54% 32% 68% 100%
33 Gunungsitoli 75 % 25 % 3% 97% 7% 93% 100% 100%
Surplus (produksi > konsumsi)
Defisit (produksi < konsumsi) Keterangan
Beras Surplus sebanyak 521.501 Ton
Cabai Merah Surplus sebanyak 46.803 Ton
Cabai Rawit Surplus sebanyak 18.591 Ton
Bawang Merah Defisit sebanyak 16.115 Ton
Bawang Putih Defisit sebanyak 24.944 Ton
Jadi dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2020 Provinsi
Sumatera Utara surplus beras 911.779 ton, jagung surplus 147.309
ton, dan cabai merah surplus sebesar 69.785 ton. Sebaliknya
kedelai, bawang merah, dan bawang putih butuh pasokan dari luar
Provinsi Sumatera Utara masing-masing sebesar 171.179 ton,
16.440 ton, dan 27.873 ton. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
Tabel 26.
Tabel 26. Perbandingan Perkiraan Produksi Dan Kebutuhan
Komoditi Strategis Tahun 2020 Provinsi Sumatera Utara
No Komoditi Produksi
(Ton)
Kebutuhan (Ton) Surplus/
Defisit (Ton)
1
Beras
(setelah dikonversi
dari GKG)
2.772.357 1.860.578 911.779
2. Jagung 1.965.444 1.818.135 147.309
3. Kedelai 4.003 175.182 - 171.179
4. Cabai Merah 193.862 124.077 69.785
5. Bawang Merah 29.222 45.662 - 16.440
6. Bawang Putih 1.339 29.212 - 27.873
122 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
Mengenai perkembangan harga komoditas strategis yang
cukup fluktuatif yakni cabe merah diperlihatkan pada Gambar 15,
bawang merah pada Gambar 16.
Oleh karena itu, BPS dan Kementan serta instansi yang
dianggap perlu harus duduk bersama agar perbedaan penentuan
ketersediaan dapat menghasilkan satu data yang dapat diterima
semua pihak. Selain itu, Sumatera Utara harus terus menggali
pangan lokal ditiap desa/kelurahan untuk meningkatkan aspek
ketersediaan, dalam bingkai bermutu dan aman dikonsumsi.
Gambar 15. Perkembangan Harga Rata-Rata Cabe Merah Tahun
2020
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 123
Gambar 16. Perkembangan Harga Rata-Rata Bawang Merah
Tahun 2020
124 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
PENUTUP
Membangun ketahanan pangan Indonesia dari Sumatera Utara
memiliki makna yang sangat dalam dan alasan rasional karena
Sumatera Utara memiliki faktor pembeda termasuk geografis
Sumatera Utara serta dilihat dari beberapa sub sistem sebagai
berikut:
1. Aspek ketersediaan dan kerawanan pangan. Sumatera Utara
telah memiliki pengalaman bahwa manggadong dengan
derivatnya mampu mendongkrak cadangan pangan yang
merupakan bagian dari ketersediaan pangan. Kerawanan
pangan yang diakibatkan oleh erupsi Gunung Sinabung
meskipun itu tidak segera dijadikan menjadi bencana nasional,
Sumatera Utara mampu mengatasinya hingga program jangka
panjang. Jauh sebelum sustainable development goals
digelorakan sebagai follow up dari millenium development
goals, Sumatera Utara telah memiliki visi: rakyat tidak lapar,
rakyat tidak miskin, rakyat tidak bodoh, rakyat memiliki masa
depan, dan rakyat bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Salah satu senjata pamungkas yang dilaksanakan adalah
dengan program gerakan masyarakat mandiri pangan.
2. Tentang luas baku lahan padi di Sumatera Utara dan telah
menjadi polemik, tim teknis ketahanan pangan provinsi
Sumatera Utara dapat memediasi pertemuan antara BPS
dengan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura serta Dinas
Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumatera Utara.
Hal ini pernah terjadi sewaktu pembentukan kelembagaan
pangan, tim teknis Dewan Ketahanan Pangan pada bulan Mei
2013 telah menyampaikan surat resmi ke Bapak Presiden RI
yaitu hasil seminar nasional agar dibentuk Badan Otoritas
Pangan Nasional sebagaimana diharapkan oleh pasal 129 UU
No. 18/2012. Dalam hal ini Sumatera Utara selalu mencari
solusi alternatif bila ada kebuntuan.
3. Sumatera Utara memiliki success story di bidang distribusi dan
lumbung pangan. Bantuan dari program PLDPM mampu
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA 125
dilipatgandakan sehingga Gapoktan sejahtera yang pada
gilirannya harga pangan di Sumatera Utara relatif stabil.
Dalam hal ini Sumatera Utara menjadi miniatur pembangunan
ketahanan pangan nasional, dengan kata lain Sumatera Utara
merupakan wajah pembangunan ketahanan pangan
Indonesia. There is even a saying, “if you want to be the
Commander, you have to ever been served in North Sumatra”.
4. Secara nasional telah diakui bahwa Sumatera Utara lebih
intens untuk mewujudkan mutu dan keamanan pangan, kota
Medan memiliki laboratorium yang relatif sudah lengkap untuk
menguji cemaran kimia, cemaran biologi, dan cemaran fisik,
setiap harinya ada mobil laboratorium keliling untuk
menganalisis pangan di pasar tradisional serta pangan jajanan
anak sekolah khususnya beroperasi intens sebelum pandemi
Covid 19. Selain itu sudah mulai intens digitalisasi ketahanan
pangan di kota Medan utamanya harga pangan strategis dan
edukasi bagi masyarakat tentang Pola Pangan Harapan.
Demikian juga untuk pangan segar Sumatera Utara sudah
memiliki sertifikat Prima 1.
5. Perlu dibangun aplikasi online Ketahanan Pangan meliputi
ketersediaan dan cadangan pangan, distribusi, harga dan
aksesibilitas pangan serta konsumsi, mutu, dan keamanan
pangan antar kab/kota se Sumatera Utara.
126 MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN INDONESIA DARI SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
Dewan Ketahanan Pangan, 2016. Dokumen 2012-2016. Tidak
didokumentasi.
Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara, 2016. Draft II
Grand Design Ketahanan Pangan Tahun 2015 – 2025
Dalam Rangka Mewujudkan Kedaulatan Pangan di Provinsi
Sumatera Utara.
Direktoran Gizi Departemen Kesehatan RI. 1996. Daftar Komposisi
Bahan Makanan. Bhartara Karya Aksara. Jakarta
Global Food Security Index. 2021. Performance of countries based
on their 2020 food security score.
https://foodsecurityindex.eiu.com/index
Grand Design BKP SU. 2008-2013.
http://www.tanijogonegoro.com/2013/02/bahaya-pestisida-
bahaya-pestisida-bagi.html
ISO–9000, ISO–14000, Hazard Analysis and Critical Control Point
(HACCP), Good Manufacturing Practices (GMP), standar
komoditas pangan dari Codex Alimentarius Commision
(CAC), Total Quality Management (TQM).
http://ppvt.setjen.deptan.go.id/ppvtpp/files/61UU182012.pdf
http://mongabay.co.id/2021/01/19/menyoal-food-estate-di-
Sumatera-Utara/
https://www.google.com/search?q=arti+swasembada+beras&oq=
arti+swasembada&aqs=chrome.1.69i57j0l5j0i22i30l4.5985j
0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8
WTO, 1994. Uruguay Round Agreement - General Agreement on
Tariffs and Trade 1994.
http://www.wto.org/english/docs_e/legal_e/06-gatt_e.htm
Tim Teknis Kelompok Kerja Pengembangan Kawasan Agropolitan
Dataran Tinggi Bukit Barisan Sumatera Utara. 2005.
Laporan Akhir. Master Plan Pengembangan Kawasan
Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan Sumatera Utara.