Top Banner
106

Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Mar 30, 2016

Download

Documents

PATTIRO

Modul Pelatihan Migas oleh Maryati Abdullah Ambarsari DC, PATTIRO 2010
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
Page 2: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas
Page 3: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Maryati AbdullahAmbarsari DC

Pusat Telaah dan Informasi Regional

Modul Pelatihan

Page 4: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

ii

Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi MigasModul Pelatihan ISBN : 978-979-18481-5-2

Penulis Maryati AbdullahAmbarsari DC

Desain Sampul & Tata LetakAgus Wiyono

All right reservedCetakan I, Desember 2010

Buku ini diterbitkan atas dukungan Revenue Watch Institut dan Local Government and Public Service Reform Initiative

Hak menerbitkan dilindungi oleh undang-undang. Pengutipan diperbolehkan dengan menyebutkan nama penulis dan sumbernya sesuai etika penulisan yang berlaku.

PATTIRO (Pusat Telaah dan Informasi Regional)Jl. Tebet Timur Dalam VIII No.39, Jakarta SelatanTelp/Fax : +62-21 8379 0541/+62-21 829 4691E-Mail : [email protected]; [email protected]

Page 5: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

iiiMemahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Pengantar RWI

Revenue Watch Institute (RWI) menyambut baik diterbitkannya buku Modul Pelatihan ‘Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas’ oleh PATTIRO sebagai upaya untuk mendorong terjadinya transparansi dan akuntabilitas di sektor estraktif Migas

di Indonesia. Hadirnya buku ini merupakan jawaban atas kebutuhan penting masyarakat untuk memahami aliran pendapatan dari sektor Migas.

Bagi sebagian besar negara kaya minyak, gas, dan mineral, pendapatan migas dan minerba acapkali tidak banyak menunjukkan manfaat; yang kaya semakin kaya, yang miskin bertambah miskin, ekonomi mandek, korupsi merajalela, dan konflik-konflik semakin mendalam. Industri-industri ekstraktif mendatangkan kekayaan yang luar biasa besar bagi lebih dari 50 negara di dunia, tetapi banyak di antara negara-negara tersebut yang tidak mampu mengubah uang yang demikian besar menjadi pertumbuhan yang berjangka panjang dan peningkatan kesejahteraan yang berkeadilan bagi warga negaranya.

Dalam dekade terakhir, sebuah gerakan internasional untuk melawan “kutukan sumber daya” ini mulai muncul. Warga negara dari negara-negara produsen dan konsumen bergabung bersama untuk menuntut tatakelola sumber daya alam ekstraktif yang lebih baik dan bertanggung jawab. Kini sektor industri ekstraktif yang secara tradisional selalu diselimuti kerahasiaan dan dikelola sebagai domain eksklusif elit politik dan perusahaan-perusahaan besar, mulai membuka pintunya lebih lebar bagi pengawasan publik. Kelompok kelompok masyarakat sipil mulai menemukan cara berkomunikasi dengan efektif. Suatu hal yang sangat penting bagi masa depan setiap negara kaya sumber daya.

Revenue Watch Institute melihat transparansi pendapatan yang dihasilkan sumber daya alam sebagai sebuah isu yang sangat penting bagi pembangunan baik di tingkat nasional maupun daerah. Program ini bertujuan mendukung upaya masyarakat sipil untuk menghasilkan dan mempublikasikan penelitian, informasi, dan advokasi di bidang extractive industry ‘governance’ demi mendorong transparansi dan akuntabilitas pemerintah dan perusahaan perusahaan ekstraktif industry. RWI juga membangun kemampuan kelompok lokal untuk memantau manajemen pemerintah akan pendapatan dari minyak dan memastikan bahwa pendapatan sumber daya alam yang ada sekarang dan masa mendatang akan diinvestasikan dan dibelanjakan untuk kesejahteraan rakyat.

Di Indonesia, RWI telah memberikan dukungan kepada beberapa organisasi masyarakat sipil dalam mendorong transparansi dan akuntabilitas pendapatan sebagai bagian dari perbaikan tata kelola ekstraktif secara menyeluruh. Termasuk dalam memperjuangkan

Page 6: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

iv

komitmen Indonesia untuk menjadi negara yang akan melaksanakan EITI (Extractive Industries Transparency Initiave) yang ditandai dengan lahirnya peraturan presiden tentang Transparansi Pendapatan Negara/Daerah yang diperoleh dari sektor ekstraktif Migas dan Minerba. Hingga saat ini Indonesia telah terdaftar sebagai negara kandidat (candidate country) yang akan melaksanakan EITI.

PATTIRO merupakan salah satu LSM yang selama kurang lebih tiga tahun terakhir bekerja atas dukungan RWI di dua kabupaten penghasil Migas, yakni Kabupaten Blora dan Kabupaten Bojonegoro. Bersama mitra kerjanya, Lembaga Penelitian dan Aplikasi Wacana (LPAW) dan Bojonegoro Institut (BI), PATTIRO membangun inisiatif multipihak untuk transparansi di tingkat lokal dan melakukan asistensi dalam pembuatan rencana pembangunan berkelanjutan bagi daerah penghasil Migas. Modul ini merupakan salah satu output dari karya PATTIRO di dalam program ini.

Akhir kata, kami berharap Modul Pelatihan ini akan bisa menjadi bahan acuan, baik bagi pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil, maupun masyarakat secara umum dalam memahami aliran pendapatan dari sektor ekstraktif Migas. Selamat, kami sampaikan kepada tim penulis dan kepada para pembaca yang nantinya juga diharapkan memberi masukan perbaikan yang diperlukan bagi penyempurnaan modul ini. Revenue Watch Institute juga mengucapkan terima kasih kepada LGI (Local Government dan Public Service Reform Initiative) yang telah memberikan dukungan bagi penerbitan buku ini.

Bogor, November 2010

Chandra KiranaKoordinator Asia Pasifik

Page 7: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

vMemahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Pengantar PATTIRO

Pendapatan negara dari sektor Energi dan Sumber Daya Mineral memberikan kontribusi yang signifikan bagi penerimaan negara. Tahun 2009 saja, sektor ini menyumbang 27 persen penerimaan negara, dimana 80 persennya merupakan penerimaan Minyak

dan Gas Bumi (Migas) di sektor Hulu. Selain oleh pemerintah pusat, penerimaan sektor Hulu Migas ini juga diterima oleh pemerintah daerah melalui skema Dana Bagi Hasil (DBH).

Pemerintah Daerah yang wilayahnya memiliki sumber daya alam berlimpah, dengan ketentuan desentraliasi fiskal yang ada, secara otomatis akan menerima pendapatan yang cukup signifikan dari skema DBH SDA yang dimilikinya. Dengan potensi pendapatannya, daerah-daerah yang kaya ekstraktif sejatinya harus memiliki perencanaan yang baik untuk mengelola pendapatan daerahnya bagi pembangunan secara berkelanjutan.

Selain karena sumber daya ekstraktif (terutama Migas, Minerba dan Panas Bumi) ini sifatnya terbatas dan tidak dapat diperbaharui, kegiatan sektor ini juga sangat dipengaruhi oleh pasar global yang sangat fluktuatif. Sehingga, pendapatan sektor ekstraktif Migas ini cenderung mengikuti kurva normal dari produksinya, dimana produksi akan terus naik menuju puncak, dan setelah mencapai titik klimaks kemudian akan turun menuju antiklimaks.

Pendapatan yang berlimpah dari sektor Migas, jika tidak diiringi oleh akuntabilitas yang memadai tentu akan menciptakan peluang kebocoran dan korupsi. Sehingga transparansi pendapatan di sektor ini penting untuk didorong sampai ke tingkat lokal. Di sisi lain, tanpa perencanaan yang baik, penerimaan Migas juga tidak akan mampu menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat sebagaimana yang dicita-citakan. Sehingga transparansi yang mendorong perencanaan pembangunan sangat dibutuhkan untuk memperkuat tata pemerintahan terutama di daerah kaya ekstraktif.

PATTIRO sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat yang selama ini concern pada tata kelola pemerintahan di tingkat lokal, dalam tiga tahun terakhir telah menginisiasi mekanisme transparansi bagi tata kelola Migas dan Pembuatan Perencanaan Pembangunan berkelanjutan di dua Kabupaten Penghasil Migas, yakni Kabupaten Blora, Jawa Tengah dan Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Inisiasi ini dilakukan sebagai upaya untuk memperbaiki tata kelola ekstraktif di tingkat lokal untuk pembangunan berkelanjutan.

Modul pelatihan ‘Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas’ ini diterbitkan oleh PATTIRO sebagai salah upaya untuk memberikan pemahaman tentang aliran pendapatan Migas kepada publik, terutama pemerintah daerah dan kalangan organisasi

Page 8: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

vi

masyarakat sipil yang akan melakukan advokasi bagi transparansi di sektor esktraktif Migas.

Atas tersusunnya modul pelatihan ini, saya selaku Direktur Eksekutif PATTIRO mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada tim penulis, reviewer dan pihak-pihak terkait yang telah membantu dalam proses penyelesaian modul ini. Tidak lupa juga kami sampaikan terima kasih kepada Revenue Watch Institute (RWI) dan Local Government and Public Service Reform Initiative (LGI) atas dukungan dan kerjasamanya dalam penerbitan modul ini. Akhir kata, semoga modul ini bermanfaat bagi reformasi tata kelola ekstraktif di Indonesia.

Jakarta, November 2010

Ilham Cendekia Srimarga

Direktur Eksekutif

Page 9: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

viiMemahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Pengantar Penulis

Salah satu tujuan penyelenggarakan kegiatan usaha Migas di Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001 adalah untuk ‘Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha ekplorasi dan

eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya saing tinggi dan berkelanjutan atas minyak dan gas bumi milik negara yang strategis dan tidak terbarukan melalui mekanisme yang terbuka dan transparan’.

Salah satu yang harus terbuka dan transparan dalam pelaksanaan kegiatan Hulu Migas adalah hal-hal yang terkait dengan penerimaan/pendapatan yang diperoleh dari sektor ini. Hal ini penting, mengingat sektor Migas dalam sepuluh tahun terakhir menyumbang penerimaan negara rata-rata hingga 30 persen dari penerimaan nasional. Selain itu, sektor Migas juga memegang peranan penting dalam multiplier e!ectnya bagi industri hilir, penyediaan energi, pertumbuhan ekonomi, dan jalannya program pembangunan di nasional maupun daerah.

Memahami aliran pendapatan Migas merupakan kemampuan yang fundamental bagi masyarakat secara umum, terutama bagi Pemerintah Daerah yang wilayahnya merupakan penghasil Migas, serta bagi kalangan Organisasi Masyarakat Sipil (Civil Society Organization/CSO) yang akan melakukan advokasi kebijakan di sektor ekstraktif ini. Bagi Pemerintah Daerah, pemahaman terhadap aliran pendapatan Migas sangat membantu dalam membuat perencanaan daerah, memudahkan daerah dalam melakukan proyeksi pendapatan yang akan diperoleh dari Dana Bagi Hasil (DBH) Migas, serta memudahkan pemerintah daerah untuk mengambil langkah-langkah antisipatif bagi program pembangunannya jika ternyata pendapatan dari Migas yang dimaksud tidak sesuai dengan harapan. Sedangkan bagi CSO, memahami aliran pendapatan Migas akan memudahkan dalam melakukan advokasi kebijakan dan pemantauan untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas di sektor ekstraktif Migas.

Untuk itu, modul ini kami susun sedemikian rupa guna memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan serta masyarakat umum yang berminat dengan isu ini dalam memahami aliran pendapatan/penerimaan sektor Migas. Dalam modul ini kami memberikan pengantar pelatihan yang penting untuk dicermati sebelum modul ini digunakan dalam pelatihan, juga petunjuk pelatihan dari setiap sesinya, disertai lembar kerja dan lembar latihan yang dibutuhkan. Dalam modul ini, kami juga memberikan bahan bacaan, yang tetap bisa dimanfaatkan sebagai bahan bacaan secara individual meskipun tanpa melalui forum pelatihan/training.

Page 10: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

viii

Pada kesempatan ini, izinkan kami untuk menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada segenap kawan-kawan PATTIRO, tim program Blok Cepu, kawan-kawan LPAW Blora, kawan-kawan Bojonegoro Institute, kawan-kawan PWYP-Indonesia, kawan-kawan Pattiro Institute, kawan-kawan EITI, Ibu Risyana dari Kementerian Keuangan yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mereview modul ini, Ibu Chandra Kirana dari Revenue Watch Institut, serta rekan-rekan dan segenap pihak-pihak terkait yang telah banyak memberikan dukungan dan membantu dalam proses penyelesaian modul ini.

Modul ini tentu masih jauh dari sempurna, kritik dan saran dari rekan-rekan dan masyarakat sekalian sangat kami harapkan untuk perbaikan kami di edisi revisi berikutnya. Akhir kata, semoga modul ini bermanfaat bagi perbaikan tata kelola ekstraktif di Indonesia. Amin.

Jakarta, November 2010

Maryati Abdullah, Ambarsari DC

Tim Penulis

Page 11: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

ixMemahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Pengantar Pelatihan

Secara umum, aliran dana di sektor hulu Migas mengikuti ketentuan hukum dan kebijakan yang berlaku dalam pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Migas. Secara garis besar, aliran pendapatan Hulu Migas ini dapat dilihat mulai dari tahap

penandatanganan kontrak, tahap eksplorasi dan eksploitasi, hingga pasca operasi pertambangan berlangsung. Penerimaan sektor Hulu Migas ini meliputi jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Penerimaan Pajak (PPh Migas), Pajak Daerah, bonus Tanda tangan, maupun penerimaan lain-lainnya.

Modul ‘Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas’ ini merupakan modul pelatihan yang ditujukan untuk memahami aliran pendapatan yang diperoleh dari sektor Hulu Migas. Sebagai bahan pelatihan, modul ini secara spesifik ditujukan terutama kepada Pemerintah Daerah dan Kalangan organisasi masyarakat sipil (CSO) yang akan melakukan advokasi di sektor Migas maupun masyarakat secara umum yang tertarik dengan isu ini.

Modul ini kami sajikan dalam rangkaian sesi-sesi pelatihan. Setiap sesi dari pelatihan ini menggunakan metode yang bervariasi, mulai dari metode ceramah, membaca bahan bacaan, diskusi kelompok, studi kasus, hingga menyelesaikan lembar kerja. Secara keseluruhan, bahan dalam Modul ini dapat dilatihkan secara optimal dalam 2 (dua) hari pelatihan efektif. Selain aspek pengetahuan (knowledge), modul ini juga berusaha membelajarkan aspek keterampilan (skill) bagi peserta dalam menghitung dan memperkirakan pendapatan Migas menggunakan operasi matematika sederhana.

Melalui bahan bacaan yang disajikan, modul ini juga dapat dimanfaatkan oleh pembaca dan masyarakat secara umum tanpa melalui sebuah training atau pelatihan. Bahan bacaan yang disajikan mengikuti sesi ini sengaja dihantarkan secara bertahap, mulai dari pemahaman kebijakan Migas secara umum sebagai pengantar, konsep-konsep penting dalam perhitungan, alur perhitungan, hingga format perhitungan sederhana yang mudah digunakan oleh pembaca secara individual.

Catatan  Bagi  Fasilitator

Fasilitator yang akan menggunakan modul ini untuk sebuah pelatihan diharapkan memiliki kriteria : mengakui dan menghormati hak asasi manusia; berpegang pada prinsip-prinsip keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan kesetaraan gender; tertarik dengan isu ekstraktif terutama Migas, memiliki perhatian khusus terhadap aspek penerimaan Migas, memiliki kemampuan dan pengalaman dalam memfasilitasi sebuah pelatihan.

Page 12: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

x

Sebelum memfasilitasi pelatihan, beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan oleh seorang fasilitator adalah :

Bacalah bahan pelatihan secara keseluruhan secara seksama1.

Perhatikan tujuan dan metode setiap sesi serta bahan bacaan dan lembar latihan yang 2. digunakan

Baca dan pahamilah bahan bacaan secara seksama3.

Persiapkan alat-alat dan bahan-bahan yang diperlukan pada setiap sesi4.

Perhatikan latar belakang dan komposisi peserta pelatihan5.

Sesuaikan metode pelatihan yang akan digunakan dengan kondisi peserta6.

Jangan lupa untuk mengevaluasi pelatihan pada periode tertentu sesuai kebutuhan 7. (per sesi atau perhari)

Fasilitator dimungkinkan untuk melakukan perubahan, penukaran sesi, maupun modifikasi metode pelatihan sesuai dengan kondisi peserta dan tujuan pelatihan.

CATATAN BAGI PESERTA

Peserta yang akan mengikuti pelatihan dengan menggunakan modul ini diharapkan memiliki kriteria : mengakui dan menghormati hak asasi manusia; berpegang pada prinsip-prinsip keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan kesetaraan gender; memiliki ketertarikan dengan isu ekstraktif terutama Migas.

Dalam mengikuti pelatihan, beberapa petunjuk teknis yang harus diperhatikan oleh peserta pelatihan ini adalah :

Ikutilah petunjuk yang diberikan oleh fasilitator pada setiap sesinya1.

Bacalah bahan bacaan sesuai dengan sesi yang diberikan oleh fasilitator2.

Ikutilah setiap studi kasus, diskusi kelompok dan pengerjaan lembar latihan secara 3. bersungguh-sungguh

Tanyakanlah hal-hal yang belum jelas terkait dengan materi, bahan bacaan, maupun 4. metode pelatihan yang dibawakan oleh fasilitator

Jangan lupa untuk memberikan masukan terhadap materi, bahan bacaan maupun 5. metode yang dibawakan pada setiap sesi untuk perbaikan ke depan.

Page 13: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

xiMemahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Daftar Singkatan

APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

BOPD : Barrel Oil Per Day

BPK : Badan Pemeriksa Keuangan

BPMIGAS : Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas

BUMD : Badan Usaha Milik Daerah

BUMN : Badan Usaha Milik Negara

CAPEX : Capital Expenditure

CR : Cost Recovery

CSO : Civil Society Organization

DBH : Dana Bagi Hasil

DMO : Domestic Market Obligation

DJA : Direktorat Jenderal Anggaran

DPK : Direktorat Perimbangan Keuangan

DPB : Direktorat Perbendaharaan

EITI : Extractive Industries Transparency Initiative

FTP : First Trance Petroleum

ICP : Indonesian Crude Price

JOB : Joint Operation Body

LGI : Local Government and Public Service Reform

MCL : Mobile Cepu Limited

MIGAS : Minyak dan Gas Bumi

OPEX : Operational Expenditure

PATTIRO : Pusat Telaah dan Informasi Regional

PDRD : Pajak Daerah Retribusi Daerah

Pemda : Pemerintah Daerah

Perpres : Peraturan Presiden

PI : Participating Interest

PP : Peraturan Pemerintah

RWI : Revenue Watch Institute

SDA : Sumber Daya Alam

TAC : Technical Assistant Contract

Page 14: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

xii

Daftar Isi

PENGANTAR RWI ............................................................................................................................... iii

PENGANTAR PATTIRO .................................................................................................................... v

PENGANTAR PENULIS ................................................................................................................... vii

PENGANTAR PELATIHAN ............................................................................................................. ix

DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................................................ xi

DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... xii

DAFTAR BAHAN BACAAN & LEMBAR KERJA ....................................................................... xiii

BAGIAN I : PENGANTAR, KEBIJAKAN ENERGI DAN MIGAS NASIONAL

Sesi 1 : Kebijakan Energi dan Migas Nasional ...................................................................... 2

Sesi 2 : Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Migas .................................................... 8

BAGIAN II : KONSEP ALIRAN DAN PERHITUNGAN PENDAPATAN MIGAS

Sesi 3 : Aliran Dana Migas, Dari Kontraktor ke Pemerintah hingga PemDa .............. 18

Sesi 4 : Konsep Lifting, FTP, Cost Recovery, DMO dan Pajak Migas ............................. 35

BAGIAN III : MENGHITUNG ALIRAN PENDAPATAN MIGAS

Sesi 5 : Menghitung Bagi Hasil Migas : Kontraktor - Pemerintah .................................. 54

Sesi 6 : Menghitung Bagi Hasil Migas : Pemerintah Pusat - Daerah ............................. 61

Sesi 7 : Bagi Hasil Migas dari Penyertaan Modal(Participating Interest) Daerah ..... 68

BAGIAN IV : INISIATIF TRANSPARANSI PENERIMAAN NEGARA DARI SEKTOR MIGAS DAN TAMBANG (EITI)

Sesi 8 : Memahami EITI ................................................................................................................ 74

Sesi 9 : Pelaksanaan EITI di Indonesia .................................................................................... 80

LAMPIRAN ........................................................................................................................................... 86

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ 88

PROFIL PENULIS ................................................................................................................................ 89

Page 15: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

xiiiMemahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Daftar Bahan Bacaan & Lembar Kerja

Bahan Bacaan 1.1 : Kebijakan Energi Nasional

Bahan Bacaan 1.2 : Kebijakan Nasional Sektor Migas

Bahan Bacaan 2.1 : Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Migas

Bahan Bacaan 2.2 : Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BP Migas)

Bahan Bacaan 3.1 : Aliran Dana dan Penerimaan dari Minyak dan Gas Bumi

Bahan Bacaan 3.2 : Dana Bagi Hasil Migas (DBH) SDA Migas

Bahan Bacaan 4.1 : Konsep Lifting, ICP, FTP, Cost Recovery, DMO dan Pajak Migas

Bahan Bacaan 5.1 : Menghitung Bagi Hasil Migas : Perusahaan - Pemerintah

Bahan Bacaan 6.1 : Menghitung Bagi Hasil Migas : Pemerintah - Pemerintah Daerah

Bahan Bacaan 7.1 : Bagi Hasil Migas dari Penyertaan Modal (participating Interest) Daerah

Bahan Bacaan 8.1 : Extractive Industries Transparency Initiative (EITI)

Bahan Bacaan 9.1 : Pelaksanaan EITI di Indonesia

Lembar Kerja 2.1 : Kebijakan Energi, Migas, dan Penyelenggaraan Kegiatan Hulu Migas

Lembar Kerja 3.1 : Aliran Dana dan Penerimaan Migas

Lembar Kerja 5.1 : Menghitung Bagi Hasil Migas : Kontraktor - Pemerintah

Lembar Kerja 6.1 : Menghitung Bagi Hasil Migas : Pemerintah - Pemerintah Daerah

Lembar Kerja 7.1 : Bagi Hasil Migas dari Penyertaan Modal (participating Interest) Daerah

Lembar Kerja 9.1 : EITI dan Pelaksanaannya di Indonesia

Lampiran-1 : Gambaran Jadwal Acara Pelatihan

Lampiran-2 : ICP Tahun 2010

Page 16: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

xiv

Page 17: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

BAGIAN I : PENGANTAR

Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional

Page 18: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

2

BAGIAN I : PENGANTAR

Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional

Pada bagian pertama ini, sebagai pengantar pelatihan, partisipan diajak untuk memahami kebijakan energi dan kebijakan di sektor Minyak Bumi dan Gas Bumi (Migas) yang berlaku di Indonesia. Bagian ini disajikan dalam dua sesi, yakni Sesi

(1) tentang Kebijakan Energi dan Migas Nasional dan Sesi (2) tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Migas.

Sesi 1 : Kebijakan Energi dan Migas Nasional

““ Kebijakan sektor Migas tidak terlepas dari kerangka Kebijakan Energi Nasional sebagai pedoman pengelolaan energi, untuk menjamin keamanan pasokan energi

dalam negeri dan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development)”

Tujuan Secara umum : Memahami kebijakan energi nasional 1. Secara khusus : Memahami kebijakan nasional di sektor Migas2.

Waktu 60 Menit

Metode Presentasi oleh narasumber1. Tanya jawab forum2. Membaca bahan bacaan3. Diskusi forum dan rekomendasi sesi4.

Bahan Bacaan 1.1. Kebijakan Energi Nasional1.2. Kebijakan Nasional Sektor Migas

Lembar Kerja ,-

Alat & Bahan Alat Tulis, Alat Tempel, Kertas Plano, Metaplan, LCD Proyektor, Laptop.

Page 19: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional

3Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

TAHAPAN FASILITASI :

1. Pengantar

Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini. Kemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan memberi masukan jika diperlukan. (waktu : 5 menit)

2. Presentasi Narasumber

Sesi diikuti dengan paparan narasumber tentang kebijakan energi nasional dan kebijakan di sektor Migas (jika tidak ada narasumber, langsung melangkah pada tahapan ke-4. (waktu : 15 menit)

3. Tanya Jawab Forum

Sesi dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi forum terkait dengan paparan yang disampaikan narasumber dan fasilitator mencatat pembahasan-pembahasan kunci forum pada kertas plano yang tersedia (waktu : 15 menit)

4. Membaca Bahan Bacaan

Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 1.1. (Kebijakan Energi Nasional) kepada seluruh peserta, kemudian bersama-sama membaca bahan bacaan. (waktu : 5 menit)

Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 1.2 (Kebijakan Nasional Sektor Migas) kepada seluruh peserta kemudian membaca bahan bacaan (waktu : 5 menit)

5. Diskusi Forum dan Rekomendasi Sesi

Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan isi Bahan Bacaan secara bersama-sama

Fasilitator memandu forum untuk menemukan persoalan-persoalan kunci dan membangun pemahaman bersama (forum) tentang kebijakan energi dan kebijakan Migas secara umum.

Fasilitator menuliskan Persoalan dan kata-kata kunci dari diskusi forum pada kertas plano yang tersedia (bisa berupa tulisan atau bagan sederhana untuk memudahkan ingatan peserta)

Jika dalam proses diskusi terdapat pertanyaan yang tidak dapat dijawab atau terdapat rekomendasi sesi, catat pada ‘lembar parking’, yakni kertas plano yang digunakan untuk mencatat hal-hal penting yang belum dapat dijawab di forum, untuk dibahas pada saat yang tepat. (waktu : 15 menit)

Page 20: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

4

BAHAN BACAAN 1.1

Kebijakan Energi Nasional

Kebijakan energi nasional secara umum bertujuan untuk mengarahkan upaya-upaya dalam mewujudkan keamanan pasokan energi nasional. Kebijakan energi dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006, di mana kebijakan ini memiliki sasaran fundamental untuk :

a. Tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 (satu) pada tahun 2025.

Artinya bahwa perbandingan antara tingkat pertumbuhan konsumsi energi dan tingkat pertumbuhan ekonomi tidak lebih dari 1 (satu). Dengan kata lain, tingkat pertumbuhan ekonomi lebih besar dari pada tingkat pertumbuhan konsumsi energi.

b. Terwujudnya energi (primer) mix yang optimal pada tahun 2025, dimana tingkat konsumsi masing-masing jenis energi terhadap konsumsi energi secara nasional mencapai :

Minyak bumi : menjadi < 20% 1. Gas bumi : menjadi > 30% 2. Batubara : menjadi > 33% 3. Bahan bakar nabati (4. biofuel) : menjadi > 5% Panas bumi : menjadi > 5% 5. Energi baru dan energi terbarukan lainnya : menjadi > 5% 6. Batubara yang dicairkan (7. liquefied coal) : menjadi > 2%

Sasaran kebijakan energi nasional :

Kebijakan Utama

Penyediaan energi: menjamin ketersediaan pasokan 1. energi dalam negeri; pengoptimalan produksi energi; dan pelaksanaan konservasi energi;

Pemanfaatan energi: efisiensi pemanfaatan energi dan 2. diversifikasi energi.

Penetapan kebijakan harga energi ke arah harga 3. keekonomian, dengan tetap mempertimbangkan kemampuan usaha kecil, dan bantuan bagi masyarakat tidak mampu dalam jangka waktu tertentu.

Pelestarian lingkungan dengan menerapkan prinsip 4. pembangunan berkelanjutan.

Page 21: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional

5Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Kebijakan Pendukung

Pengembangan infrastruktur energi termasuk 1. peningkatan akses konsumen terhadap energi;

kemitraan pemerintah dan dunia usaha;2.

Pemberdayaan masyarakat;3.

Pengembangan penelitian dan pengembangan serta 4. pendidikan dan pelatihan.

Menteri ESDM menetapkan cetak biru (blueprint) kebijakan pengelolaan energi nasional melalui pembahasan di Badan Koordinasi Energi Nasional. Blueprint ini sekurang-kurangnya memuat tentang jaminan keamanan pasokan energi dalam negeri, tentang kewajiban pelayanan publik (public service obligation) dan tentang pengelolaan sumber daya energi dan pemanfaatannya. Blueprint ini akan menjadi dasar bagi penyusunan pola pengembangan dan pemanfaatan masing-masing jenis energi.

Boks 1

Pengertian istilah dalam kebijakan Energi dan MiGas:

a. Energi adalah daya yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses kegiatan meliputi lisrik, mekanik dan panas.

b. Sumber energi adalah sebagian sumber daya alam antara lain berupa minyak dan gas bumi, batubara, air, panas bumi, gambut, biomassa dan sebagainya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat dimanfaatkan sebagai energi.

c. Sumber energi alternatif tertentu adalah jenis sumber tertentu pengganti Bahan Bakar Minyak.

d. Energi baru adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh teknologi baru baik yang berasal dari energi terbarukan maupun energi yang tak terbarukan, antara lain: hidrogen, coal bed methane, batubara yang dicairkan, (liquiefied coal), batubara yang digaskan (gasfied coal), dan nuklir.

e. Energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumberdaya energi secara alamiah tidak akan habis dan apat berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, bahan bakar nabati (biofuel), aliran sungai, panas surya, angin biomassa, biogas, ombak laut, dan suhu kedalaman laut.

f. Diversifikasi energi adalah penganekaragaman penyediaan dan pemanfaatan berbagai sumber energi dalam rangka optimalisasi penyediaan energi.

g. Konservasi energi adalah penggunaan energi secara efisien dan rasional tanpa mengurangi penggunaan energi yang memang benar-benar diperlukan.

h. Elastisitas energi adalah rasio atau pebandingan antara tingkat pertumbuhan konsumsi energi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi.

i. Harga keekonomian adalah biaya produksi per unit energi termasuk biaya lingkungan.

Page 22: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

6

BAHAN BACAAN 1.2

Kebijakan Nasional Sektor Migas

Minyak dan Gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan, yang dikuasai oleh negara serta merupakan komoditas penting yang menguasai hajat hidup orang banyak dan berperan penting dalam perekonomian nasional, sehingga pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Migas yang terkandung di wilayah hukum pertambangan indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara, diselenggarakan oleh pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan dengan membentuk Badan Pelaksana. Kuasa pertambangan adalah wewenang yang diberikan negara kepada pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi.

Berikut gambaran kebijakan Minyak dan Gas Bumi di Indonesia yang mengacu pada Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, pasal 2 dan 3 :

Azas Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Migas :

Ekonomi kerakyatan, keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataan, kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat banyak, keamanan, keselamatan, dan kepastian hukum serta berwawasan lingkungan.

Tujuan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Migas :

Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha ekplorasi 1. dan eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya saing tinggi dan berkelanjutan atas minyak dan gas bumi milik negara yang strategis dan tidak terbarukan melalui mekanisme yang terbuka dan transparan

Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian usaha pengolahan, pengangkutan, 2. penyimpanan, dan niaga secara akuntabel yang diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan.

Menjamin efisiensi dan efektivitas tersedianya minyak bumi dan gas bumi, baik sebagai 3. sumber energi maupun sebagai bahan baku, untuk kebutuhan dalam negeri

Mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu 4. bersaing di tingkat nasional, regional dan internasional

Meningkatkan pendapatan negara untuk memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya 5. bagi perekonomian nasional dan mengembangkan serta memperkuat posisi industri dan perdagangan Indonesia

Menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat 6. yang adil dan merata, serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup

Page 23: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional

7Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi terdiri atas :

Kegiatan Usaha Hulu, mencakup : eksplorasi dan eksploitasi1.

Kegiatan Usaha Hilir,mencakup : pengolahan,pengangkutan,penyimpanan, & niaga2.

Kegiatan Usaha Hulu dan Hilir dapat dilaksanakan oleh :

Badan Usaha Milik Negara (BUMN)1.

Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)2.

Koperasi, Usaha Kecil3.

Badan Usaha Swasta 4.

Bentuk Usaha Tetap (BUT) hanya dapat melaksanakan kegiatan Usaha Hulu. Badan Usaha (BU) atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang melakukan kegiatan Usaha Hulu dilarang melakukan kegiatan usaha hilir, begitupun sebaliknya. Jika Badan Usaha melakukan kegiatan Hulu dan Hilir secara bersamaan, maka harus membentuk badan hukum yang terpisah, antara lain secara holding company.

Pembedaan Kegiatan Usaha Hulu dan Usaha Hilir dapat dilihat pada :

a. Orientasi Kegiatan Usaha

kegiatan Usaha Hulu lebih berorientasi pada manfaat yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sedangkan kegiatan usaha hilir lebih bersifat usaha bisnis, di mana biaya produksi dan kerugian yang mungkin timbul tidak dapat dibebankan (dikonsolidasikan) pada biaya kegiatan Usaha Hulu. Hal ini agar pembagian penerimaan antara pemerintah dengan Pemda menjadi jelas.

b. Mekanisme Pelaksanaan dan Penyelenggaraan Usaha

Kegiatan Usaha Hulu dilaksanakan dan dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama (KKS), sedangkan kegiatan Usaha Hilir dilaksanakan dengan Izin Usaha dan diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan.

c. Badan Pelaksana

Kegiatan Usaha Hulu dilaksanakan oleh sebuah Badan Hukum Milik Negara yang bernama Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BPMIGAS) sedangkan Kegiatan Usaha Hilir dilaksanakan oleh Badan Pelaksana Kegiatan Hilir Migas (BPH Migas).

Page 24: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

8

Sesi 2 : Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Migas

““Penyelenggaraan Usaha Hulu Migas bertujuan untuk menjamin efektivitas

pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya saing tinggi dan berkelanjutan atas Minyak dan Gas Bumi milik negara yang strategis dan tidak terbarukan melalui

mekanisme yang terbuka dan transparan”

Tujuan Secara Umum : Memahami kebijakan penyelenggaraan usaha Hulu 1. MigasSecara Khusus : Memahami Tugas dan Kewenangan Badan Pelaksana 2. Kegiatan Usaha Hulu Migas

Waktu 90 Menit

Metode Presentasi oleh narasumber1. Tanya jawab forum2. Membaca bahan bacaan3. Menyelesaikan Lembar Kerja melalui diskusi kelompok4. Diskusi forum dan rekomendasi sesi5.

Bahan Bacaan 2.1. Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Migas2.2. Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BP Migas)

Lembar Kerja Lembar Kerja 2.1

Alat & Bahan Alat Tulis, Alat Tempel, Kertas Plano, Metaplan, LCD Proyektor, Laptop.

TAHAPAN FASILITASI :

1. Pengantar

Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini. Kemudian fasilitator mempersilakan partisipan untuk bertanya dan memberi masukan jika diperlukan (waktu : 5 menit)

2. Presentasi Narasumber

Sesi diikuti dengan paparan narasumber tentang kebijakan penyelenggaraan usaha hulu Migas dan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas/BP Migas. Jika tidak ada narasumber, langsung melangkah pada tahapan ke-4 (waktu : 15 menit)

3. Tanya Jawab Forum

Sesi dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi forum terkait dengan paparan yang disampaikan narasumber dan fasilitator mencatat pembahasan-pembahasan kunci forum pada kertas plano yang tersedia (waktu : 15 menit)

Page 25: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional

9Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

4. Membaca Bahan Bacaan

Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 2.1 (Penyelenggaraan Usaha Hulu Migas) kepada seluruh peserta, kemudian bersama-sama membaca bahan bacaan (waktu : 5 menit)

Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 2.2 (Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas) kepada seluruh peserta kemudian membaca bahan bacaan (waktu : 5 menit)

Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan Bahan Bacaan (waktu : 10 menit)

5. Menyelesaikan Lembar Kerja Secara Berkelompok

Fasilitator membagi peserta menjadi kelompok yang proporsional (satu kelompok terdiri atas 4 sampai 6 orang)

Fasilitator membagi lembar kerja kepada setiap kelompok, kemudian mempersilahkan tiap kelompok untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan petunjuk pada lembar kerja yang ada (waktu : 15 menit)

Lembar kerja berisi pertanyaan-pertanyaan terkait tema pembahasan di sesi 1 dan sesi 2

Fasilitator mengumpulkan hasil kerja dari masing-masing kelompok

6. Diskusi Forum dan Rekomendasi SesiFasilitator memandu forum untuk mendiskusikan jawaban dan hasil kerja tiap-tiap kelompok

Fasilitator memandu forum untuk merangkum dan menemukan hal-hal penting dan titik kunci dari tema pembahasan di sesi 1 dan sesi 2.

Fasilitator menuliskan Persoalan dan kata-kata kunci dari diskusi forum pada kertas plano yang tersedia (bisa berupa tulisan atau bagan sederhana untuk memudahkan ingatan peserta)

Jika dalam proses diskusi terdapat pertanyaan yang tidak dapat dijawab atau terdapat rekomendasi sesi, catat pada ‘lembar parking’ yang tertempel pada dinding, untuk dibahas pada saat yang tepat.

Alokasi waktu : 20 menit

Page 26: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

10

BAHAN BACAAN 2.1

Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Migas

Penyelenggaraan Kegiatan usaha Hulu Migas di Indonesia selain diatur dalam Undang-Undang Migas Nomor. 22 Tahun 2001, secara khusus juga diatur dalam Peraturan Pemerintah R.I No.35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas dan perubahannya dalam PP No.34 Tahun 2005.

Kegiatan Usaha Hulu Migas bertumpukan pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi di Wilayah Kerja yang telah ditentukan; sedangkan eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dalam Wilayah Kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan menyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Migas di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.

Wilayah Kerja (Blok) Migas

Wilayah Kerja (WK) adalah daerah tertentu di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi. Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia adalah wilayah daratan, perairan dan landasan kontinen Indonesia. Wilayah Kerja Migas direncanakan dan dipersiapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan memperhatikan pertimbangan dari BP Migas.

Penawaran WK dapat berupa penawaran melalui lelang atau penawaran langsung. Menteri menetapkan kebijakan penawaran wilayah kerja berdasarkan pertimbangan teknis, ekonomis, tingkat risiko, efisiensi, dan berasaskan keterbukaan, keadilan, akuntabilitas dan persaingan. Dalam menetapkan WK, Menteri berkonsultasi dengan gubernur yang wilayah administrasinya meliputi Wilayah Kerja yang akan ditawarkan. Konsultasi dimaksudkan untuk memberikan penjelasan dan memperoleh informasi mengenai rencana penawaran wilayah-wilayah tertentu yang dianggap potensial mengandung Sumber Daya Migas menjadi Wilayah Kerja. Setiap kontraktor hanya diberikan 1 (satu) bentuk wilayah kerja, misalnya MCL hanya diberi WK Blok Cepu. Dalam hal BU/BUT mengusahakan beberapa WK, harus dibentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap wilayah kerja (misalnya dengan holding company).

Kontrak Kerja Sama (KKS) Migas

Kegiatan usaha hulu migas dilaksanakan oleh Badan Usaha (BU) 1 atau Bentuk Usaha

1 Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus menerus dan didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 1 UU No. 22/2001)

Page 27: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional

11Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Tetap (BUT) 2 berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana (BPMIGAS). BU/BUT yang diberikan wewenang untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja di sebut Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

Kontrak Kerja Sama (KKS) adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih menguntungkan negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat3.

KKS paling sedikit memuat persyaratan :

Kepemilikan sumber daya Migas tetap di tangan pemerintah sampai titik penyerahan1.

Pengendalian manajemen atas operasi yang dilaksanakan oleh kontraktor berada pada 2. Badan Pelaksana

Modal dan risiko seluruhnya ditanggung oleh Kontraktor.3.

KKS wajib memuat paling sedikit ketentuan-ketentuan pokok :

Penerimaan negara;1.

Wilayah kerja dan pengembaliannya;2.

Kewajiban pengeluaran dana;3.

Perpindahan kepemilikan hasil produksi atas migas;4.

Jangka waktu dan kondisi perpanjangan kontrak;5.

Penyelesaian perselisihan;6.

Kewajiban pemasokan minyak bumi dan/atau gas bumi untuk kebutuhan dalam 7. negeri;

Berakhirnya kontrak;8.

Kewajiban pasca operasi pertambangan;9.

Keselamatan dan kesehatan kerja;10.

Pengelolaan lingkungan hidup;11.

Pengalihan hak dan kewajiban;12.

Pelaporan yang diperlukan;13.

Rencana pengembangan lapangan;14.

Pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri;15.

Pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat;16.

Pengutamaan penggunaan tenaga kerja indonesia.17.

2 Bentuk Usaha Tetap adalah Badan Usaha yang didirikan dan berbadan hukum di luar Wilayah NKRI yang melakukan kegiatan di wilayah NKRI dan wajib mematuhi peraturan perundang undangan yang berlaku di Republik Indonesia (Pasal 1 UU No.22/2001)

3 Pasal 1 UU No. 22/2001

Page 28: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

12

Jangka waktu KKS paling lama 30 tahun, yang terdiri atas jangka waktu eksplorasi dan eksploitasi. Jangka waktu eksplorasi adalah 6 tahun, dapat diperpanjang 1 kali maksimal 10 tahun atas permintaan kontraktor setelah kewajiban minimum KKS terpenuhi. Jika jangka waktu eksplorasi tidak terpenuhi, maka kontraktor wajib mengembalikan seluruh Wilayah Kerjanya.

KKS dapat diperpanjang maksimal 20 tahun untuk setiap kali perpanjangan, disampaikan oleh kontraktor kepada Menteri ESDM melalui BP Migas. Surat permohonan perpanjangan dapat disampaikan paling cepat 10 tahun dan paling lambat 2 (dua) tahun sebelum KKS berakhir. Kontraktor melalui BP Migas dapat mengusulkan kepada menteri perubahan (amandemen) ketentuan persyaratan KKS dan menteri dapat menyetujui atau menolaknya berdasarkan pertimbangan dari BPMIGAS dan manfaat yang optimal bagi negara.

Survei Umum dan Data Migas

Untuk menunjang penyiapan WK, menteri melakukan kegiatan Survei Umum yang dilakukan pada wilayah terbuka (wilayah yang belum ditetapkan sebagai WK) di dalam wilayah hukum pertambangan. Kegiatan survei umum meliputi survei geologi, survei geofisika, dan survei geokimia. Dalam pelaksanaan survei umum, menteri dapat memberikan ijin kepada Badan Usaha sebagai pelaksana atas biaya dan resiko sendiri. Sebelum melaksanakan survei umum, BU wajib menyampaikan terlebih dahulu kepada Menteri jadwal dan prosedur pelaksanaan Survei Umum.

Data yang diperoleh dari survei umum dan eksplorasi dan eksploitasi adalah milik negara yang dikuasai oleh pemerintah. Pengaturan pengelolaan (perolehan, pengadministrasian, pengolahan, penataan, penyimpanan, pemeliharaan, dan pemusnahan) dan pemanfaatan data tersebut ditetapkan oleh menteri.

Dalam hal kerahasiaannya, data diklasifikasikan sebagai berikut 4 :

Data Umum, merupakan data mengenai identifikasi dan letak geografis potensi, 1. cadangan dan sumur Migas serta produksi Migas

Data Dasar, merupakan deskripsi atau besaran dari hasil rekaman atau pencatatan dari 2. penyelidikan geologi, geofisika, geokimia, kegiatan pemboran dan produksi.

Data Olahan, merupakan data yang diperoleh dari hasil analisis dan evaluasi Data Dasar3.

Data Interpretasi, merupakan data yang diperoleh dari hasil interpretasi Data Dasar dan/4. atau Data Olahan.

Data yang bersifat rahasia untuk jangka waktu tertentu adalah : Data Dasar (4 tahun), Data Olahan (6 tahun), dan Data Interpretasi (8 tahun). Seluruh Data dari WK yang dikembalikan kepada pemerintah tidak lagi diklasifikasikan sebagai data yang bersifat rahasia.

4 Pasal 22, PP No. 35 Tahun 2005 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas

Page 29: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional

13Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Badan Usaha yang melakukan survei umum dapat menyimpan dan memanfaatkan data hasil survei sampai dengan berakhirnya izin survei dan wajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh kepada menteri setelah berakhirnya izin yang diberikan.

Kontraktor dapat mengelola data hasil kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di WK-nya, kecuali pemusnahan data. Jika kontraktor menunjuk pihak lain dalam pengelolaan data, pihak lain tersebut harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan wajib mendapat persetujuan menteri. Kontraktor wajib menyimpan data yang dipergunakan tersebut di wilayah hukum pertambangan Indonesia, jika di luar itu harus mendapat izin menteri.

Penerimaan Negara dari Sektor Hulu Migas 5

Kontraktor yang melaksanakan kegiatan usaha Hulu wajib membayar penerimaan negara yang berupa pajak dan penerimaan negara bukan pajak.

Penerimaan negara yang berupa pajak :

Pajak-pajak1.

Bea masuk dan pungutan lain atas impor dan cukai2.

Pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD)3.

Sebelum KKS ditandatangani, kontraktor dapat memilih ketentuan kewajiban membayar pajak sebagaimana berikut : (a) Mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku pada saat KKS ditandatangani; dan (b) Mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) :

Bagian negara (1. Government Take)

Pungutan negara yang berupa iuran tetap dan iuran eksplorasi dan eksploitasi2.

Bonus-bonus3.

PNBP merupakan penerimaan pemerintah dan pemerintah daerah, yang pembagiannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PNBP setelah dikurangi penerimaan pemerintah daerah merupakan PNBP sektor Migas yang dapat dimanfaatkan sebagian oleh Kementerian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penggunaan sebagian PNBP oleh Kementerian adalah dalam rangka menunjang kegiatan eksplorasi dan eksploitasi dan upaya untuk menarik investor dalam meningkatkan pencarian dan penemuan cadangan baru serta dalam rangka melakukan upaya yang menunjang kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang kondusif, pelaksanaan survei, promosi wilayah kerja, konsultasi dengan pemerintah daerah, dll.

5 Pasal 52 -- pasal 54 Bab VI, PP No.35 Tahun 2005 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas

Page 30: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

14

BAHAN BACAAN 2.2

Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BPMIGAS)

Pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan membentuk badan pelaksana untuk melakukan pengendalian kegiatan usaha hulu Migas. Pengawasan atas pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Migas berdasarkan KKS dilaksanakan oleh BPMIGAS6. Fungsi BP Migas adalah melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha hulu agar pengambilan sumber daya alam Migas milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Tugas BPMIGAS 7:

Memberikan pertimbangan kepada kepada menteri atas kebijaksanaannya dalam hal 1. penyiapan dan penawaran WK serta KKS

Melaksanakan penandatanganan KKS2.

Mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali 3. akan diproduksikan dalam suatu WK (Plan of Development/POD I) kepada menteri untuk mendapatkan persetujuan

Memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan selain POD I4.

Memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran5.

Melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada menteri mengenai pelaksanaan KKS6.

Menunjuk penjual Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi bagian negara yang dapat 7. memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara.

BPMIGAS merupakan Badan Hukum Milik Negara. BPMIGAS terdiri atas unsur pimpinan, tenaga ahli, tenaga teknis, dan tenaga administratif. Kepala BPMIGAS diangkat dan diberhentikan oleh presiden setelah berkonsultasi dengan DPR R.I dan dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada presiden. Dalam melaksanakan pengawasan internal, dibentuk Unit Pengawasan yang dipimpin oleh Kepala Unit Pengawasan yang bertanggung jawab kepada BPMIGAS.

6 Pasal 41 ayat (2) UU No. 22/2001 tentang Migas7 Pasal 44 ayat (3) UU No. 22/2001 ttg Migas; Pasal 11 PP No. 42/2002

Page 31: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian I : Pengantar: Memahami Kebijakan Energi dan Migas Nasional

15Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Dalam menjalankan tugasnya, BPMIGAS memiliki wewenang 8 :

Membina kerja sama dalam rangka terwujudnya integrasi dan sinkronisasi kegiatan 1. operasional KKKS

Merumuskan kebijakan atas anggaran dan program kerja KKKS (2. Work Program & Budget/WP&B)

Mengawasi kegiatan utama operasional KKKS3.

Membina seluruh aset KKKS yang menjadi milik negara4.

Melakukan koordinasi dengan pihak dan/atau instansi terkait yang diperlukan dalam 5. pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu

Tugas dan wewenang Kepala BPMIGAS adalah :

Memimpin dan mengelola BPMIGAS sesuai dengan fungsi dan tugasnya1.

Menandatangani KKS2.

Menyiapkan rencana kerja, dan anggaran pendapatan dan belanja tahunan BP Migas3.

Melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang Kegiatan Usaha Hulu4.

Membuat laporan pelaksanaan tugas dan laporan keuangan BP Migas secara berkala 5. kepada presiden

Mewakili BPMIGAS di dalam dan di luar pengadilan6.

Mengangkat dan memberhentikan personalia BP Migas7.

8 Pasal 12 PP No. 42/2002 ttg BPMIGAS

Page 32: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

16

LEMBAR KERJA 2.1

Kebijakan Energi, Migas, dan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Migas

Jawablah pertanyaan di bawah ini dalam diskusi kelompok :

Bagaimana kedudukan sektor Migas dalam kebijakan energi nasional?1.

Apa perbedaan antara hulu Migas dan hilir Migas? badan apa yang membidangi masing-2. masing sektor hulu dan hilir Migas?

Apakah yang dimaksud dengan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi?3.

Apakah kepanjangan dari : WK, KKS, BP Migas, BPH, dan POD?4.

Sebutkan jenis informasi sesuai dengan tingkat kerahasiaannya?5.

Mengatur tentang apakah produk hukum berikut ini : UU Nomor 22 Tahun 2001, PP No. 6. 35 Tahun 2004, dan PP No. 5 Tahun 2006?

Penerimaan negara dari sektor hulu Migas terdiri dari apa saja?7.

Page 33: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

BAGIAN II

Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

Page 34: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

18

BAGIAN II

Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

Pada bagian ini, partisipan diajak untuk memahami konsep aliran dan perhitungan penerimaan Migas, mulai dari kontraktor, pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Bagian ini disajikan dalam dua sesi yakni, Sesi 3 Aliran Dana Migas dari

Kontraktor ke Pemerintah Pusat hingga Daerah dan Sesi 4 Konsep Lifting, FTP, Cost Recovery, DMO dan Pajak Migas

Sesi 3 : Aliran Dana Migas : dari Kontraktor ke Pemerintah Pusat hingga Daerah Tujuan Secara Umum : Memahami aliran dana Migas, mulai dari kontraktor 1.

ke pemerintah pusat hingga ke pemerintah daerah Secara Khusus : Memahami dasar hukum, kebijakan dan ketentuan-2. ketentuan yang berlaku dari aliran pendapatan Migas

Waktu 105 Menit Metode Presentasi oleh narasumber1.

Tanya jawab forum2. Membaca bahan bacaan3. Menyelesaikan Lembar Kerja melalui kerja kelompok4. Diskusi forum dan rekomendasi sesi5.

Bahan Bacaan 3.1. Aliran Dana dan Pendapatan dari Minyak dan Gas Bumi 3.2. Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Migas

Lembar Kerja Lembar Kerja 3.1

Alat & Bahan Alat Tulis, Alat Tempel, Kertas Plano, Metaplan, LCD Proyektor, Laptop.

TAHAPAN FASILITASI :

1. Pengantar

Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini. Kemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan memberi masukan jika diperlukan. (waktu : 5 menit)

Page 35: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

19Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

2. Presentasi Narasumber

Sesi diikuti dengan paparan narasumber tentang Aliran Dana dan Penerimaan dari Minyak dan Gas Bumi dan tentang Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Migas. Jika tidak ada narasumber, langsung melangkah pada tahapan ke-4 (waktu : 15 menit)

3. Tanya Jawab Forum

Sesi dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi forum terkait dengan paparan yang disampaikan narasumber dan fasilitator mencatat pembahasan-pembahasan kunci forum pada kertas plano yang tersedia (waktu : 15 menit)

4. Membaca Bahan Bacaan

Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 3.1. (Aliran Dana dan Penerimaan dari Minyak dan Gas Bumi) kepada seluruh peserta, kemudian bersama-sama membaca bahan bacaan (waktu : 5 menit)

Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 3.2 (Dana Bagi Hasil/DBH SDA Migas) kepada seluruh peserta kemudian fasilitator mengajak partisipan untuk membaca bahan bacaan (waktu : 5 menit)

Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan Bahan Bacaan (waktu : 20 menit)

5. Menyelesaikan Lembar Kerja Secara Berkelompok

Fasilitator membagi peserta menjadi kelompok yang proporsional (satu kelompok terdiri atas 4 sampai 6 orang)

Fasilitator membagi lembar kerja kepada setiap kelompok, kemudian mempersilahkan tiap kelompok untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan petunjuk pada lembar kerja yang ada (waktu : 20 menit)

Fasilitator mengumpulkan hasil kerja dari masing-masing kelompok

6. Diskusi Forum dan Rekomendasi SesiFasilitator memandu forum untuk mendiskusikan jawaban dan hasil kerja tiap-tiap kelompok

Fasilitator memandu forum untuk merangkum dan menemukan hal-hal penting dan titik kunci dari tema pembahasan di sesi 1 dan sesi 2.

Fasilitator menuliskan Persoalan dan kata-kata kunci dari diskusi forum pada kertas plano yang tersedia (bisa berupa tulisan atau bagan sederhana untuk memudahkan ingatan peserta)

Jika dalam proses diskusi terdapat pertanyaan yang tidak dapat dijawab atau terdapat rekomendasi sesi, catat pada ‘lembar parking’ yang tertempel pada dinding, untuk dibahas pada saat yang tepat.

Alokasi waktu : 20 menit

Page 36: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

20

BAHAN BACAAN 3.1

Aliran Dana dan Penerimaan dari Minyak dan Gas Bumi

Aliran Dana dan Penerimaan di Sektor Hulu Migas mengikuti alur proses kegiatan Usaha Hulu Migas, dimulai dari proses penandatanganan kontrak hingga perhitungan bagi hasil antara Pemerintah dengan Kontraktor, sampai dengan proses perhitungan dan transfer Dana Bagi Hasil (DBH) Migas Kepada pemerintah daerah, di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Secara umum, Aliran Dana Migas mengikuti aturan yang berlaku di Indonesia baik berupa Undang-Undang Migas, Undang-Undang Sistem Keuangan Negara, Undang-Undang Perpajakan dan Undang-Undang terkait dengan Otonomi Daerah. Secara spesifik, perhitungan aliran dana Migas mengikuti model Kontrak Kerja Sama (KKS) (misal : Kontrak Bagi Hasil/PSC), data produksi yang terjual (lifting) dan ketentuan-ketentuan khusus dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian ESDM dan BPMIGAS.

Aliran Dana Migas

Secara keseluruhan, aliran dana yang terjadi dalam kegiatan usaha hulu Migas terdiri atas:

a. Saat Penandatangan Kontrak Kerja Sama

Yakni berupa Bonus Tanda Tangan (signature bonus) yang diterima oleh pemerintah dari pihak kontraktor setelah penandatanganan KKS ; bonus tandatangan ini diterima oleh Kementerian ESDM dan langsung masuk ke rekening bendahara negara di kementerian keuangan.

b. Saat Proses Eksplorasi Berlangsung

Dana kredit investasi (investment credit) yang diberikan pemerintah kepada kontraktor untuk mendorong investasi di sektor hulu MigasDana penyertaan modal (Participating interest/PI) yang disetorkan oleh pemerintah daerah melalui BUMD kepada kontraktor KKSDana tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) yang dikeluarkan oleh kontraktor KKSDana cadangan khusus pasca kegiatan usaha hulu yang disetorkan oleh kontraktor KKS kepada BPMIGAS untuk pemulihan lingkungan (abandonment and site restoration/ASR) melalui rekening bersama antara BPMIGAS dengan kontraktor

c. Saat Proses Ekspoitasi (telah menghasilkan Produksi Komersial)

Dana Pemulihan (Cost Recovery) yang dibayarkan pemerintah kepada Kontraktor KKS

Page 37: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

21Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Dana hasil penjualan minyak yang diperoleh melalui skema FTP oleh pemerintah Dana bagi hasil untuk pemerintah dan kontraktor KKS atas penjualan hasil produksi Migas secara komersial (Lifting) DMO Fee (Fee atas Domestic Market Obligation) yang dibayarkan pemerintah kepada kontraktor atas pemenuhan kewajiban pemasokan Kebutuhan pasar dalam negeriPajak-pajak di sektor Migas (PPN, PDRD, Pph Migas, dll) yang wajib dibayar oleh kontraktor KKS kepada pemerintahDana bagi hasil Migas dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota

Secara sederhana, aliran dana Migas dapat digambarkan dalam chart berikut :

Sumber : Ambarsari DC, 2009; dengan penambahan

Page 38: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

22

Pengertian istilah yang digunakan pada bagan Aliran Dana Migas, antara lain :

Bonus Tanda Tangan (Signature Bonus)

Signature bonus adalah bonus tandatangan yang diberikan kontraktor kepada pemerintah atas penandatanganan Kontrak Kerja Sama Migas. Besarnya berdasarkan penawaran kontraktor dan atas kesepakatan kedua belah pihak. bonus tandatangan ini diterima oleh Kementerian ESDM dan langsung masuk ke rekening bendahara negara di Kementerian Keuangan.

Penyertaan Modal (Participating Interest/PI)

Participating Interest adalah bagian penyertaan modal yang ditawarkan kontraktor kepada perusahaan milik pemerintah sebagai investasi dalam kegiatan ekplorasi dan eksploitasi. Misalnya pada Blok Cepu, interest yang ditawarkan adalah sebesar 10% berasal dari 5% kontribusi dari PT Pertamina EP Cepu dan 5% berasal dari MCL dan Ampolex.

First Trance Petroleum (FTP)

Yaitu, minyak yang disisihkan di awal sebelum dikurangi kredit investasi (investment credit) dan biaya produksi (cost recovery). Besarnya FTP sesuai dengan perjanjian dalam KKS. FTP dibagi menjadi bagian pemerintah dan bagian kontraktor sesuai dengan pembagian Bagi Hasil yang tercantum dalam KKS. Misal, FTP Blok Cepu adalah sebesar 20% dari gross Revenue (R).

Cost Recovery (CR)

Jumlah biaya operasional yang akan diganti oleh Pemerintah Pusat. Cost Recovery terdiri dari biaya operasi tahun sekarang, biaya operasi tahun sebelumnya yang belum tergantikan, dan depresiasi terhadap modal kapital tahun sebelumnya dan tahun berjalan. Pengembalian biaya ini diatur dalam pasal 56 PP nomor 34 tahun 20059.

Investment Credit (IC)

Sejenis insentif dari pemerintah untuk mendorong investor menanamkan modalnya di sektor hulu Migas. Misalnya, investment credit dalam PSC Blok Cepu, diberikan kepada kontraktor sebesar 15,78% dari investasi kapital. Investment credit merupakan obyek pajak.

Gross Revenue (R) – Pendapatan Kotor

Gross Revenue (R) adalah produksi minyak terjual dikalikan dengan harga. Harga minyak ditentukan oleh pemerintah dengan pedoman ICP (Indonesian Crude Price). Produksi yang dimaksud adalah minyak yang telah diproduksi dan telah dijual secara komersial.

Dalam perhitungan : R = produksi terjual x ICP

9 Pasal 56 ayat 2 disebutkan bahwa Kontraktor mendapatkan kembali biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk melakukan Eksplorasi dan Eksploitasi sesuai dengan rencana kerja dan anggaran serta otorasiasi pembelanjan finansial yang telah disetujui oleh Badan Pelaksana setelah menghasilkan produksi komersial.

Page 39: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

23Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Profit Oil (equity to be split/ETBS)

Yaitu perolehan revenue setelah dikurangi FTP dan Cost Recovery. Dalam Perhitungan : Equity = R – FTP – IC - CR . Profit Oil dibagi menjadi Bagian Pemerintah dan Bagian Kontraktor sesuai dg pembagian bagi hasil yang tercantum dalam KKS.

Bagian Pemerintah dan Bagian Kontraktor (Government Take-Contractor Take)

Pembagian keuntungan minyak antara pemerintah dan kontraktor ditetapkan sesuai dengan KKS yang ditandatangani kedua belah pihak. Misalnya, pada Blok Cepu, berlaku ketentuan : Jika harga berada di atas 45 USD/barel, maka bagian pemerintah adalah sebesar 73,214% dan Kontraktor sebesar 26,786%. Untuk harga di bawah 45 USD/barel pembagiannya mengikuti ketentuan lain (bagian pemerintah lebih sedikit) sesuai dengan KKS. Bagian keuntungan ini adalah pendapatan sebelum pajak.

Domestic Market Obligation (DMO)

Yaitu kewajiban kontraktor kepada pemerintah untuk menyerahkan 25% dari bagiannya untuk kebutuhan minyak dalam negeri. Dalam UU 22/2001, kewajiban ini diatur dalam pasal 2210. DMO akan dikenakan apabila Profit Oil (Equity to be split) lebih besar dari FTP. Dalam Perhitungan : DMO = 25% x (Bagian Kontraktor) x R

DMO Fee

Yaitu imbalan yang diberikan pemerintah atas penyerahan DMO. Misalnya, pada Blok Cepu berlaku ketentuan selama 60 bulan (5 tahun) sejak produksi harganya adalah 100 % dari ICP, setelah itu harganya adalah 10% lebih rendah dari ICP.

Pajak Pemerintah (Government tax)

Pajak yang dibayarkan kontraktor kepada pemerintah yang terkait langsung dengan pendapatan pengusahaan migas. Tarif pajak diatur dalam UU No 17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan. Berdasarkan UU tersebut, ditentukan bahwa tarif PPh yang diberlakukan adalah sebesar 44%. Hal ini mengingat bahwa kontraktor (migas) adalah merupakan suatu ”bentuk usaha tetap” (BUT)11, sehingga pajak penghasilan yang harus dibayar adalah 30% x penghasilan bersih12 + 20% x (70% dari penghasilan bersih)13.

Cadangan Dana Pasca Operasi (Dana Pasca Tambang)

Dana yang dipersiapkan sebagai dana cadangan khusus untuk proses penutupan dan pemulihan pasca operasi kegiatan usaha hulu di Wilayah Kerja yang bersangkutan. Dana cadangan ini termasuk dalam biaya operasi yang akan dicover oleh pemerintah. Tata cara penggunaan dana cadangan khusus tersebut ditetapkan dalam KKS dan peraturan teknis BPMIGAS.

10 Ayat (1) menyebutkan bahwa Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib menyerahkan paling banyak 25% bagiannya dari hasil produksi Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

11 UU No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, Pasal 2 ayat (5) huruf g.12 Ibid, Pasal 17 ayat (1) huruf b menyebutkan Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak badan atau bentuk usaha

tetap diatas Rp100.000.000,00 sebesar 30%.13 Ibid, Pasal 26 ayat (4) Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indo-

nesia dikenakan pajak sebesar 20% (dua puluh persen).

Page 40: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

24

Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Minyak dan Gas Bumi

Adalah Dana Bagi Hasil yang berasal dari penerimaan negara SDA pertambangan Minyak dan Gas Bumi dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya, dengan proporsi pembagian tertentu.

Aliran Penerimaan dan Pendapatan Minyak dan Gas Bumi

Menurut Undang-Undang Nomor. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 1, definisi penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara (ayat 9), sedangkan penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah (ayat 11). Pendapatan negara didefinisikan sebagai hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih (ayat 13), sedangkan pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih (ayat 15).

Dengan demikian, maka penerimaan Migas adalah uang yang masuk ke kas negara/daerah yang berasal dari kegiatan usaha hulu Migas, sedangkan pendapatan Migas adalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Penerimaan Migas kita, terutama dari kontraktor ke pemerintah, didasarkan pada ketentuan Kontrak Kerja Sama (KKS) dengan pola Kontrak Production Sharing (KPS).

Bagan penerimaan Migas dengan Pola Kontrak Production Sharing dapat dilihat pada bagan-bagan berikut :

Sumber: presentasi Menteri Keuangan pada Seminar Migas ICW, Maret 2010

28,8462%

Tax 48%

13,8462%

15%

GrossRevenue

Net Operating Income(Gross Revenue-Cost)

Bag Pemerintah

Faktor Pengurang:PBB, PPN, PDRD, Fee

keg. hulu migas

SDA Minyak Bumi

PNBP Lainnya

PPh Migas

Bagan Penerimaan Minyak Bumi dengan Pola Kontrak Production Sharing (KPS)

Penerimaan Minyak Bumi

(-)

(-)(-)

(-)

KPS

Cost Recovery

Bag Kontraktor (Gross)

DMO Minyak Bumi (Nett)

Pajak

Bag Kontraktor

100%

85%

Page 41: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

25Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Sumber: presentasi Menteri Keuangan pada Seminar Migas ICW, Maret 2010

Sumber: presentasi Menteri Keuangan pada Seminar Migas ICW, Maret 2010

Bagan Penerimaan Minyak Bumi dengan Pola Kontrak Production Sharing (KPS)

Kontraktor Pemerintah Pos dalam APBN APBD

Lifting X ICP X Kurs

Cost Recovery(diterima KPS)

Net Operating Income

Bagian KPS (Gross)28,8462%

Bagian KPS (netto)15%

Bagian KPS !nal

BagianPemerintah71,1538%

(termasuk PBB, PPN, PDRD)

PPh Migas(misal: 48%)

DMO

Pajak Non Migas-PBB-PPN

PNBP SDA Migas71,1538%

PPh Migas13,8462%

PNPB Lainnya

Total bagianPemerintah

PDRD

CatatanDMO = Volume = 25% dari bagian kontraktor Fee (Harga beli Pemerintah) = Sesuai kontrak (10%, 15%, atau 25% dari ICP) Harga Jual Oleh Pemerintah = ICP

Government Share

Komponen Pengurang

SDA Gas Alam

Tax(Branch Pro!t)

Plant Cost

KPS

Cost Recovery

Contractor Share (Gross)

Pajak

Contractor Share (Nett)

57,6923%

Tax 48%

27,69%

30%

Bagan Penerimaan Gas Alam dengan Pola Kontrak Production Sharing (KPS)

Penerimaan Gas Alam

(-)

70%

GrossRevenue(Lifting x Gas Price)

Net Back

Net Operating Income(Gross Revenue-Cost)

(-)

(-)

(-)

100%

27,6923%

42,3077%

Plant Cost adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengubah (mengkompres) gas menjadi liquid

Misal:Tax Rate:

48%

Page 42: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

26

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Migas dalam RAPBN

Asumsi makro berupa;Lifting nasional (dlm. ribu barel per hari)Harga minyak mentah Indonesia “ICP” (dalam US$/barel) Nilai tukar Rupaih terhadap Dollar Amerika

Unsur-unsur pengurang bagian pemerintah al:PBB MigasReimbursement PPNPDRDFee kegiatan usaha hulu Migas

Berdasarkan data-data tersebut, disusun perkiraan (rencana) perhitungan penerimaan Migas, yang terdiri dari:

Penerimaan PPh MigasPenerimaan PNBP SDA MigasPenerimaan lainnya dari Migas (Pendapatan Minyak Mentah DMO)

Sumber: Presentasi Menteri Keuangan pada Seminar Migas ICW, Maret 2010

Page 43: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

27Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

BAHAN BACAAN 3.2

Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Migas

Di Indonesia, sistem DBH Migas dikenal sejak era otonomi daerah sebagai bentuk desentraliasi fiskal melalui skema dana perimbangan. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan mendefinisikan Dana Perimbangan sebagai dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dilokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi 14. Dalam peraturan yang sama, DBH Sumber Daya Alam Migas didefinisikan sebagai bagian daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam pertambangan minyak dan gas bumi.

DBH SDA Migas berasal dari penerimaan negara SDA pertambangan minyak dan gas bumi dari wilayah kabupaten/kota maupun wilayah provinsi yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya. DBH SDA Migas berasal dari wilayah kabupaten/kota apabila sumur penghasil Migas tersebut terletak di wilayah daratan atau wilayah o!-shore 0 – 4 mil laut di kabupaten/kota yang bersangkutan. Sedangkan wilayah o!-shore 4 - 12 mil laut merupakan wilayah provinsi.

Regulasi yang mengatur persoalan DBH Migas antara lain :

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan 1. Daerah,

Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, 2.

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang perkiraan DBH Migas (setiap tahun),3.

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang realisasi DBH Migas (setiap tahun)4.

Keputusan-Keputusan Menteri Terkait (Kementrian ESDM, Kementerian Keuangan, 5. Kementerian Dalam Negeri),

Peraturan Teknis pada Kementerian, BPMIGAS dan Departemen Teknis lainnya6.

14 PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, Pasal 1 ayat (8)

Prinsip DBH SDA

Prinsip DBH SDA

By Origin

Realisasi

Daerah penghasil mendapat porsi yang lebih besar dari daerah lain yang

berada dalam provinsi tersebut (pemerataan)

Penyaluran DBH berdasarkan realisasi

penerimaan negara secara triwulanan

Page 44: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

28

Proporsi DBH Minyak Bumi

Dalam UU No. 33 Tahun 2004 pasal 14(e), dan PP No. 55 tahun 2005 pasal 21 dijelaskan bahwa DBH pertambangan minyak bumi sebesar 15,5% adalah berasal dari penerimaan negara SDA pertambangan Minyak Bumi dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya, dengan proporsi pembagian sebagai berikut :

Sumber: Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan

Sumber: Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan

Porsi Pembagian DBH SDA Minyak Bumi

Daerah Penghasil: Provinsi

Provinsi Penghasil

Seluruh Kab/Kotadalam prov ybs

5%

10%

Provinsi Penghasil

Seluruh Kab/Kotadalam prov ybs

0,17%

0,33%

15%

0,5%

+

Provinsi ybs3%Kab/Kota penghasil6%Kab/Kota lainnyadalam provinsi ybs6%

Provinsi ybs0,1%Kab/Kota penghasil0,2%Kab/Kota lainnyadalam provinsi ybs0,2%

Daerah Penghasil: Kab/Kota

untuk pendidikan dasar

Porsi Pembagian DBH SDA Minyak Bumiuntuk NAD dan Papua Barat

DALAM RANGKA OTSUS

70%15%

55%

3% Provinsi

6% Kab/Kota Penghasil

6% Kab/Kota lain dalam Provinsi ybs

55% ProvinsiUU 21/2001UU 35/2008

UU 33/2004UU 55/2005

Page 45: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

29Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Proporsi DBH Gas Bumi

Dalam UU No. 33 tahun 2004 pasal 14(f ), dan PP No. 55 tahun 2005, pasal 23 dijelaskan bahwa DBH pertambangan Gas Bumi sebesar 30,5% adalah berasal dari penerimaan negara SDA pertambangan Gas Bumi dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya, dengan proporsi pembagian sebagai berikut :

Sumber: Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan

Sumber: Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan

Porsi Pembagian DBH SDA Gas Bumi

Daerah Penghasil: Provinsi

Provinsi Penghasil

Seluruh Kab/Kotadalam prov ybs

10%

20%

Provinsi Penghasil

Seluruh Kab/Kotadalam prov ybs

0,17%

0,33%

30%

0,5%

+

Provinsi ybs6%Kab/Kota penghasil12%Kab/Kota lainnyadalam provinsi ybs12%

Provinsi ybs0,1%Kab/Kota penghasil0,2%Kab/Kota lainnyadalam provinsi ybs0,2%

Daerah Penghasil: Kab/Kota

untuk pendidikan dasar

Porsi Pembagian DBH SDA Gas Bumiuntuk NAD dan Papua Barat

DALAM RANGKA OTSUS

70%30%

40%

6% Provinsi

12% Kab/Kota Penghasil

12% Kab/Kota lain dalam Provinsi ybs

40% ProvinsiUU 21/2001UU 35/2008

UU 33/2004UU 55/2005

Page 46: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

30

Penetapan Alokasi DBH Migas

Mekanisme Penentuan dan Perhitungan DBH SDA sebagaimana diatur dalam PP Nomor. 55 Tahun 2005, pasal 27 adalah sebagai berikut :

Menteri Teknis (Kementerian ESDM & BPMIGAS) menetapkan daerah penghasil dan dasar 1. perhitungan DBH SDA paling lambat 60 hari sebelum tahun anggaran bersangkutan dilaksanakan setelah berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri. Ketetapan menteri teknis tersebut disampaikan kepada menteri Keuangan.

Dalam hal SDA berada pada wilayah yang berbatasan atau berada pada lebih dari satu 2. daerah, Mendagri menetapkan daerah penghasil SDA berdasarkan pertimbangan menteri teknis terkait paling lambat 60 hari setelah diterimanya usulan pertimbangan dari menteri teknis. Ketetapan Mendagri menjadi dasar perhitungan DBH SDA oleh menteri teknis.

Penetapan alokasi DBH SDA Migas untuk masing-masing daerah ditetapkan paling lambat 3. 30 hari setelah menerima ketetapan dari menteri teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perkiraan bagian pemerintah, dan perkiraan unsur-unsur pengurang lainnya.

Secara sederhana, mekanisme penetapan alokasi DBH Migas digambarkan dalam bagan berikut :

Sumber : Maryati Abdullah, 2010

Penyaluran DBH SDA Migas

Penyaluran DBH SDA Migas sebagaimana diatur dalam PP Nomor 55 Tahun 2005 pasal 29 adalah sebagai berikut :

Penyaluran DBH Migas dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan SDA Migas tahun 1. anggaran berjalan, secara triwulan, dengan cara melakukan pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah.

Penyaluran DBH SDA Migas ke daerah dilakukan dengan menggunakan asumsi dasar 2. harga minyak bumi tidak melebihi 130% (seratus tiga pulug persen) dari penetapan dalam APBN tahun berjalan. Dalam hal asumsi dasar minyak bumi yang ditetapkan dalam APBN Perubahan melebihi 130%, selisih penerimaan negara dari Migas sebagai dampak dari kelebihan dimaksud dialokasikan dengan menggunakan formula DAU.

Menteri Dalam Negeri

Departemen Teknis(ESDM-BP Migas)

Kepmendagri: Daerah Penghasil

SDA Migas

Kepmen ESDM: Dasar Perhitungan

DBH SDA Migas

Menteri Keuangan

Permenkeu/PMK:Perkiraan Alokasi

DBH Migas60 hari

60 hari

60 hari<TA

Page 47: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

31Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Waktu dan besarnya penyaluran DBH SDA Migas sebagaimana diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan adalah :

Periode Transfer DBH Migas ke Daerah

Periode Waktu Besaran Nilai (Rp)

Triwulan I (Desember -- Februari) 20% dari Perkiraan DBH

Triwulan II (Maret -- Mei) 20% dari Perkiraan DBH *

Triwulan III (Juni -- Agustus) Realisasi & Rekonsiliasi DBH

Triwulan IV (September -- November) Realisasi & Rekonsiliasi DBH

Mulai tahun 2011, 20% diubah menjadi 15% dari Perkiraan DBH** DBH Ditransfer langsung ke Rekening Kas Daerah*** Setiap tiga bulan sekali, terdapat forum rekonsiliasi, baik rekonsiliasi lifting maupun rekonsiliasi DBH yang

dihadiri oleh Kementerian ESDM, BPMIGAS, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah (Dinas Pengelolaan Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah, serta Dinas Pertambangan Energi)

Pemantauan dan Evaluasi DBH SDA Migas

Sesuai dengan PP No. 55 Tahun 2005, pasal 32 dan 34 terkait pemantauan dan pengawasan adalah :

Menteri Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi atas penggunaan anggaran 1. pendidikan dasar yang berasal dari DBH Migas.

Apabila hasil pemantauan dan evaluasi mengindikasikan adanya penyimpangan 2. penggunaan anggaran untuk alokasi pendidikan dasar, menteri Keuangan meminta aparat pengawasan fungsional untuk melakukan pemeriksaan.

Hasil pemeriksaan tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam 3. pengalokasian DBH untuk tahun anggaran berikutnya.

Permasalahan Terkait DBH Migas

Secara umum titik kritis permasalahan DBH terdiri atas :

Minimnya akses publik terhadap informasi-informasi dasar terkait dengan pendapatan, 1. seperti : angka produksi, besarnya investment credit, cost recovery, DMO, dan Pajak Migas, serta Dokumen KKS/PSC.

Lemahnya kapasitas pemerintah daerah dalam memahami mekanisme perhitungan 2. alur pendapatan dan bagi hasil Migas. Hal ini berakibat pada rendahnya kesadaran dan keinginan pemerintah daerah untuk membuat prediksi DBH Migas untuk daerahnya masing-masing.

Lemahnya kapasitas dan posisi tawar pemerintah daerah dalam forum-forum rekonsiliasi 3. lifting dan DBH yang diselenggarakan oleh Kementerian ESDM-BPMIGAS maupun oleh Kementerian Keuangan.

Page 48: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

32

Persoalan keterlambatan bayar/transfer DBH dari pusat ke daerah. Hal ini menyebabkan 4. tertundanya beberapa program-program pembangunan di tingkat daerah, yang bisa berakibat pada buruknya pelayanan publik dasar masyarakat di daerah.

Karakter industri ekstraktif Migas yang 5. volatil, sangat fluktuatif dan tergantung dengan harga pasar merupakan tantangan bagi pemerintah daerah untuk mampu membuat perencanaan pembangunan dalam mengelola pendapatan DBH Migas untuk kebutuhan masa mendatang dan berkelanjutan.

Page 49: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

33Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

LEMBAR KERJA 3.1

Aliran Dana dan Penerimaan Migas

Jawablah pertanyaan di bawah ini dalam diskusi kelompok :

Berdasarkan pada ketentuan, apakah pembagian hasil antara kontraktor dengan 1. pemerintah?

Apakah yang dimaksud dengan FTP, 2. Cost Recovery, DMO dan DBH Migas?

Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi penerimaan Migas dalam RAPBN?3.

Isilah titik-titik pada bagan aliran Dana Migas berikut ini :4.

(-)

(+)

Bagian Kontraktor

Bagian Pemerintah

Pajak-Pajak

Total Pendapatan Kontraktor (….%)

Total Pendapatan Pemerintah

(…..%)

Investment Credit (IC)

Cost Recovery

Bagian Pemerintah

……………………………..

DMO Fee

Bagian Kontraktor

Page 50: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

34

Isilah titik-titik pada tabel skema DBH SDA Migas di bawah ini :

Proporsi DBH Minyak Bumi

Daerah Daerah (%)

NAD & Papua (%)

Provinsi Penghasil Minyak Bumi ... ...

Kabupaten Penghasil Minyak Bumi ... ...

kabupaten Lain dalam satu Provinsi Penghasil Minyak Bumi *

... ...

Alokasi Untuk Pendidikan Dasar * *

Provinsi Penghasil Minyak Bumi ... ...

Kabupaten Penghasil Minyak Bumi ... ...

kabupaten Lain dalam satu Provinsi Penghasil Minyak Bumi

... ...

* Dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan** Mulai diberlakukan sejak Anggaran Tahun 2009, disalurkan melalui departemen teknis, dan dilakukan peman-

tauan & Evaluasi oleh Kementrian Keuangan.

Proporsi DBH Gas Bumi

Daerah Daerah (%)

NAD & Papua (%)

Provinsi Penghasil Minyak Bumi ... ...

Kabupaten Penghasil Minyak Bumi ... ...

kabupaten Lain dalam satu Provinsi Penghasil Minyak Bumi *

... ...

Alokasi Untuk Pendidikan Dasar * *

Provinsi Penghasil Minyak Bumi ... ...

Kabupaten Penghasil Minyak Bumi ... ...

kabupaten Lain dalam satu Provinsi Penghasil Minyak Bumi

... ...

* Dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan** Mulai diberlakukan sejak Anggaran Tahun 2009, disalurkan melalui departemen teknis, dan dilakukan peman-

tauan & Evaluasi oleh Kementrian Keuangan.

Page 51: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

35Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Sesi 4 : Konsep Lifting, ICP, FTP, Cost Recovery, DMO dan Pajak Migas

““Dalam menelusuri penerimaan Migas, terdapat konsep dan kebijakan tertentu sebagai dasar dalam melakukan perhitungan penerimaan/pendapatan Migas“

Tujuan Memahami konsep dan ketentuan tentang lifting, ICP, FTP, Cost Recovery,

DMo dan Pajak Migas sebagai dasar dalam melakukan perhitungan penerimaan Migas

Waktu 60 Menit

Metode Presentasi oleh narasumber1. Tanya jawab forum2. Membaca bahan bacaan3. Menyelesaikan Lembar Kerja melalui kerja kelompok4. Diskusi forum dan rekomendasi sesi5.

Bahan Bacaan 4.1. Konsep Lifting, ICP, FTP, Cost Recovery, DMo dan Pajak Migas

Lembar Kerja Lembar Kerja 4.1

Alat & Bahan Alat Tulis, Alat Tempel, Kertas Plano, Metaplan, LCD Proyektor, Laptop.

TAHAPAN FASILITASI :

1. Pengantar

Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini. Kemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan memberi masukan jika diperlukan. (waktu : 5 menit)

2. Presentasi Narasumber

Sesi diikuti dengan paparan narasumber tentang Aliran Dana dan Penerimaan dari Minyak dan Gas Bumi dan tentang Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Migas. Jika tidak ada narasumber, langsung melangkah pada tahapan ke-4. (waktu : 10 menit)

3. Tanya Jawab Forum

Sesi dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi forum terkait dengan paparan yang disampaikan narasumber dan fasilitator mencatat pembahasan-pembahasan kunci forum pada kertas plano yang tersedia (waktu : 15 menit)

4. Membaca Bahan Bacaan

Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 4.1. (Konsep Lifting, ICP, FTP, Cost Recovery, DMO, dan Pajak Migas) kepada seluruh peserta, kemudian bersama-sama membaca bahan bacaan (waktu : 5 menit)

Page 52: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

36

5. Menyelesaikan Lembar Kerja Secara Berkelompok

Fasilitator membagi peserta menjadi kelompok yang proporsional (satu kelompok terdiri atas 4 sampai 6 orang)

Fasilitator membagi lembar kerja kepada setiap kelompok, kemudian mempersilahkan tiap kelompok untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan petunjuk pada lembar kerja yang ada (waktu : 10 menit)

Fasilitator mengumpulkan hasil kerja dari masing-masing kelompok

6. Diskusi Forum dan Rekomendasi Sesi

Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan jawaban dan hasil kerja tiap-tiap kelompok

Fasilitator memandu forum untuk merangkum dan menemukan hal-hal penting dan titik kunci dari tema pembahasan di sesi 1 dan sesi 2.

Fasilitator menuliskan persoalan dan kata-kata kunci dari diskusi forum pada kertas plano yang tersedia (bisa berupa tulisan atau bagan sederhana untuk memudahkan ingatan peserta)

Jika dalam proses diskusi terdapat pertanyaan yang tidak dapat dijawab atau terdapat rekomendasi sesi, catat pada ‘lembar parking’ yang tertempel pada dinding, untuk dibahas pada saat yang tepat.

Alokasi waktu : 15 menit

Page 53: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

37Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

BAHAN BACAAN 4.1

Konsep Lifting, ICP, FTP, Cost Recovery, DMO dan Pajak Migas

Beberapa konsep dan ketentuan yang berlaku dalam penerimaan Migas antara lain :

Lifting

Lifting adalah hasil produksi minyak yang telah dijual atau dengan kata lain produksi minyak yang telah memiliki nilai komersial. Nilai lifting dari minyak dihitung dari titik penyerahan/penjualan minyak. Nilai lifting untuk minyak disajikan dalam satuan barel (bbl), sedangkan untuk gas dalam satuan mmcf (million cubic feet). Selain dalam satuan tersebut, anggaran lifting juga dicantumkan dalam harga dollar, yang merupakan hasil perkalian antara volume lifting migas dengan harga minyak sesuai ICP (Indonesian Crude Price), atau harga gas sesuai Perjanjian Penjualan Gas (PPG)/Gas Sales Agreement (GSA).

Hasil lifting ini disebut juga sebagai penghasilan kotor (gross revenue) karena belum dipotong biaya. Sebagaimana menghitung keuntungan, faktor biaya juga harus diperhitungkan sebagai pengurang lifting dalam menghitung pembagian produksi. Jika lifting melebihi biaya, maka selisihnya merupakan porsi keuntungan produksi migas yang dapat dibagikan kepada negara dan KPS. Sebaliknya, jika lifting lebih kecil daripada biaya, maka tidak ada porsi produksi migas yang dapat dibagikan. Dengan kata lain, prioritas penggunaan lifting digunakan terlebih dahulu untuk menutupi seluruh biaya. Baru setelah itu, kelebihannya dapat dibagikan sebagai keuntungan.

Sesuai dengan ketentuan dalam PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (pasal 28), dasar perhitungan realiasi DBH SDA Migas didasarkan atas realiasi lifting Minyak Bumi dan atau Gas Bumi dari Departemen Teknis (BPMIGAS, ESDM).

Faktor-faktor yang mempengaruhi Lifting 15 :

Tingkat keberhasilan pengeboran sumur pada tahap eksplorasi hingga menghasilkan 1. Minyak (tahap produksi)

Fasilitas teknis, teknologi, serta sarana dan prasarana yang dimiliki untuk melakukan 2. kegiatan eksplorasi dan eksploitasi

Jumlah dan kualitas SDM yang digunakan dalam proses eskplorasi dan eksploitasi3.

Penurunan produksi secara alamiah pada lapangan produksi tua (4. natural decline rate 8% - 12%)

Lapangan baru belum tentu seketika dapat menaikkan produksi5.

15 Bahan presentasi Menteri Keuangan pada Seminar Migas ICW, Maret 2010

Page 54: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

38

Faktor naik turunnya harga minyak dunia yang berpengaruh pada ICP6.

Data terkait lifting minyak berada pada departemen teknis terkait, yakni BPMIGAS dan Ditjen Migas-Kementerian ESDM. Saat ini Ditjen Migas mengembangkan situs online untuk memantau perkembangan lifting, yakni : http://lifting.migas.esdm.go.id/. Dilihat dari tingkat kerahasiaan data, lifting termasuk data umum yang tidak dirahasiakan 16.

Lifting merupakan salah satu informasi penting yang seharusnya dapat diakses oleh publik setiap waktu. Informasi lifting merupakan informasi penting terutama bagi masyarakat dan pemerintah daerah yang wilayahnya merupakan daerah penghasil Migas. Selain untuk memantau tingkat produksi Migas di wilayahnya, informasi lifting juga dapat dijadikan pegangan oleh Pemda ketika melakukan rekonsiliasi dengan pemerintah pusat. Selain itu, informasi lifting juga bermanfaat bagi Pemda dalam membuat prediksi penerimaan daerah yang akan memudahkan dalam proses perencanaan daerah.

Kinerja Lifting

Salah satu kinerja lifting Migas kita dapat dilihat pada tabel di bawah ini 17 :

Sumber : Laporan BP Migas, 2009.

16 Pasal 22, PP No.35 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Migas17 sumber : Laporan Tahunan BP Migas, 2009

Lifting Minyak dan Kondensat

400.0000

300.0000

200.0000

100.0000

02004 2005 2006 2007 2008

342.7600

188.4600154.3000

330.1600

192.5200

137.6400

344.9500

217.5000

127.4500

328.0900

192.1800

132.9100

338.8300

215.1900

123.6400

Juta

Bar

el/T

ahun

Ekspor Domestik Total

Lifting Gas Bumi3000.0000

2250.0000

1500.0000

750.0000

02004 2005 2006 2007 2008

2141.9800

536.1600

1605.8199

2079.3701

551.7400

1527.6300

2314.3000

853.5900

1460.7100

2313.8401

921.5200

1392.3199

2439.0901

1061.72001377.3700

MM

BTU

Equi

vale

nt/T

ahun

Ekspor Domestik Total

Page 55: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

39Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

ICP (Indonesian Crude Price)

Kata lain dari ICP adalah harga minyak mentah Indonesia. ICP merupakan harga rata-rata minyak mentah Indonesia di pasar internasional yang dipakai sebagai indikator perhitungan bagi hasil minyak. ICP merupakan basis harga minyak mentah yang digunakan dalam APBN. ICP ditetapkan setiap bulan dan dievaluasi setiap semester.

Sesuai dengan karakteristik dan kualitasnya, sampai dengan saat ini terdapat 50 jenis minyak mentah Indonesia yang masing-masing mempunyai harga yang berbeda. 50 jenis ICP tersebut pada dasarnya terbagi dalam 3 kelompok, yaitu :

8 jenis minyak mentah (SLC, Cinta, Widuri, Duri, Attake, Belida, Arjuna, dan Senipah 1. Condensate), dimana harganya berdasarkan formula ICP yang mengacu pada publikasi APPI, RIM dan PLATT’S;

1 jenis minyak mentah (2. Bontang Return Condensate/BRC) harganya dihitung berdasarkan publikasi MOPS Naphta;

41 jenis minyak mentah lainnya harganya dihitung berdasarkan formula yang mengacu 3. pada 8 jenis ICP tersebut di atas (point 1)

Faktor-faktor yang mempengaruhi ICP 18 :

ICP sangat dipengaruhi oleh kondisi pasar minyak internasional.1.

Kondisi pasar minyak internasional yang mempengaruhi ICP yaitu :2.

Faktor fundamental

Faktor yang dipengaruhi mekanisme penawaran (produksi, stok, kondisi kilang, fasilitas pipa dan kebijakan produksi) dan permintaan (tingkat pertumbuhan ekonomi, kebutuhan, musim, dan ketersediaan teknologi sumber tenaga alternatif )

Faktor non-fundamental

Faktor lain di luar mekanisme penawaran dan permintaan, seperti : kekhawatiran pasar akibat gangguan politik, keamanan, dan aksi spekulasi di pasar minyak.

Mekanisme Penetapan ICP 19 :

Sejak periode 1968 s.d. 1989, harga resmi minyak mentah Indonesia (ICP) ditetapkan dengan mengacu Patokan Minyak mentah OPEC dan Penerapan TRP (Tax Reference Price) untuk perhitungan pajak KPS, dan ASP (Agreed Selling Price) - untuk harga ekspor. Sejak April 1989 diberlakukan Formula ICP. ICP ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini oleh menteri yang membawahi bidang perminyakan.

1. Prosedur Penetapan Formula ICP

Formula ICP diterapkan atau digunakan untuk menghitung delapan jenis minyak mentah/ kondensat utama Indonesia. Sedangkan untuk jenis minyak mentah Indonesia

18 Bahan Presentasi di situs Direktorat PNBP, DitJen Anggaran, Kementerian Keuangan19 idem

Page 56: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

40

lainnya, penetapan ICP-nya dikaitkan dengan delapan jenis minyak mentah tersebut berdasarkan persamaan spesifikasi/kualitas dan berdasarkan pendekatan relative value.

Sumber: Dir. PNBP, Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan, April 2009

2. Prosedur Penetapan Provisional ICP (ICP sementara)

Untuk minyak mentah atau kondensat produksi baru, sebelum ditetapkan o"cial ICP oleh Pemerintah (Kementerian ESDM), terlebih dahulu ditetapan provisional ICP. Dasar penetapan provisional ICP adalah mengingat tingkat produksi dan kualitasnya belum stabil (tahap produksi awal). Setelah tingkat produksi dan kualitasnya stabil, akan ditetap o"cial ICP oleh Pemerintah (Kementerian ESDM).

Sumber: Dir. PNBP, Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan, April 2009

Prosedur Penetapan Formula ICP

Dinas Pengembangan Pasar Migas Divis Pemasaran-BP Migas-

Tim Teknis Tim Harga

Pembeli Minyak Mentah dan LNG Buyers Forum

Manager Level Meeting

TIM HARGA

Surat UsulanTembusan: Menteri Keuangan

& Kepala BP Migas

Surat PenetapanTembusan:

- Menteri Keuangan- Kepala BP Migas

- PT. Pertamina (Persero)

Menteri ESDM

Rencana Perubahan/Penyesuaian Formula ICP

Tanggapan/Masukan

IPA (Indonesian Petroleum Association)

Prosedur Penetapan Provisional ICP (ICP Sementara)

Deputi Finek dan Pemasaran BP Migas

Surat Permintaan/Usulan KKKS Divisi Pemasaran-BP Migas(Dinas Pengembangan Pasar Migas)

Usulan

Page 57: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

41Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

3. Prosedur Penetapan O!cial ICP

Berikut prosedur penetapan harga o"cial ICP yang ditetapkan oleh Pemerintah, o"cial ICP tersebut adalah untuk suatu jenis minyak mentah atau kondensat baru yang selama ini telah diberlakukan provisional ICP.

Sumber: Dir. PNBP, Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan, April 2009

4. Proses Usulan Penetapan ICP Baru dan Penyesuaian Existing ICP (individual)

Sumber: Dir. PNBP, Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan, April 2009

Prosedur Penetapan Official ICPSekretaris I & II Tim Harga

KKKS mengirimkan Surat Permintaan/Usulan Penetapan O"cial ICP kepada Ketua Tim Harga

KETUA TIM

Tembusan

Tanggapan

Tanggapan

usulan

TIM

Menteri ESDM

- Rencana Pemasaran- Respon Pasar

Pengolahan

KKK

Pemasaran LNG

Proses Usulan Penetapan Harga Minyak Mentah (ICP) Baru dan Penyesuaian Existing ICP

Tanggapan

KKKS mengirimkan Surat Permintaan Penetapan Harga ICP kepada Ketua Tim Harga

KETUA TIM HARGA

Sekretaris I & II

Tim Harga

Tim Teknis

Meneri ESDM

- Rencana Pemasaran- Respon Pasar

PengolahanPertamina

KPS

Pemasaran LNG

Pertamina

Page 58: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

42

Formulasi ICP 20 :

1. Formulasi ICP harus memenuhi empat prinsip utama :1. fairness & transparency (jelas, objektif, dan transparan);International competitiveness (dapat bersaing dengan harga minyak mentah dari kawasan atau negara lain);Stability (formula relatif stabil dan ICP yang dihasilkan dari formula tidak fluktuatif);Continuity (diberlakukan dalam periode yang cukup panjang)

Untuk memenuhi 4 prinsip dimaksud, formula ICP mengacu pada publikasi yang 2. diterbitkan oleh lembaga independen internasional (APPI, RIM dan PLATT’S)

Metode 3. assesment harga minyak mentah Indonesia :

APPI RIM & PLATT’S

InputPanelis (producers, traders & refiners)

Rapporteur (laporan)

Publikasi 2 x dalam seminggu Harian

Fokus indikasi harga Pasar Asia PasifikRIM: Pasar Jepang dan (Asia Pasifik) PLATT’S: pasar internasional

Formula ICP diberlakukan sejak april 1989, yang dalam perkembangannya terus 4. dievaluasi untuk dilakukan penyesuaian

Sampai dengan saat ini telah dilakukan delapan kali penyesuaian5.

Penyesuaian formula harga dilakukan untuk :6. merefleksikan perkembangan pasarmengoptimalkan penerimaan negarakelancaran operasional

Penyesuaian existing ICP minyak mentah/kondensat, dapat dilakukan jika terjadi :perubahan spesifikasiAdanya pencampuran dengan minyak mentah/kondensat lainnya, yang mengakibatkan perubahan spesifikasiPerubahan nilai serap pasar (premium/discount)

Untuk menjaga akurasi dari ICP agar dapat mencerminkan harga sebenarnya, setiap enam 7. bulan tim harga melakukan evaluasi kinerja dari hasil publikasi-publikasi yang dijadikan acuan pada formulasi ICP dengan publikasi-publikasi lainnya serta membandingkan dengan perbandingan harga minyak tertentu dari beberapa publikasi yang ada.

Formula ICP yang berlaku saat ini :8. Periode Juli 2007 -- Juni 2009 (24 bulan)ICP = 50% RIM + 50% PLATT’SKeterangan :RIM : Badan Independen berpusat di Tokyo dan Singapore yang menyediakan data harga minyak untuk pasar Asia Pasifik dan Timur TengahPLATT’S : Penyedia jasa informasi energi yang berpusat di Singapura

20 ibid

Page 59: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

43Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Perkembangan Harga Minyak Mentah Indonesia 21 :

Kinerja Formula ICP 22 :

Sumber: Dir. PNBP, Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan

Sumber: Dir. PNBP, Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan

21 ibid22 ibid

Perkembangan Harga Minyak Mentah Indonesia dan Internasional Tahun 2003-2009

120

100

80

60

40

20

02003 2004 2005 2006 2007 2008 2009*

Basket OPECRata2 ICPBrent (IPE)WTI (NYMEX)ICP Sumatera Light Crude (SLC)

Keterangan:1. Spesi!kasi/kualitas minyak mentah Brent dan WTI lebih baik dari rata-rata minyak Indonesia sehingga harganya lebih

baik dari harga minyak mentah Indonesia2. SLC adalah benchmark (patokan utama) minyak mentah Indonesia (produksi terbesar)3. (*) Status s.d bulan Februari 2009

US$/brl

Perkembangan Rata-rata ICP terhadap Harga Minyak WTI & Brent Periode Juli 2007- Februari 2009 (20 bulan)

140.00

113.75

87.50

61.25

35.00Jul 07 Aug Sep Okt Nov Des Jan 08 Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Jan 09 Feb

US$/brl

WTI/NYMEXBrent (IPE)Rata-rata ICP

Page 60: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

44

First Trance Petroleum (FTP)

Terdapat kebutuhan negara untuk segera mendapatkan bagian produksi Migas tanpa harus menunggu sampai KPS untung. Padahal, KPS membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk mencapai keuntungan. Hal tersebut dikarenakan biaya yang harus ditutup oleh pendapatan dari lifting meliputi biaya yang terjadi pada tahun berjalan maupun tahun-tahun sebelumnya yang merupakan sunk cost (biaya yang sudah terjadi sebagai konsekuensi dari kegiatan usaha).

Untuk mengatasi hal ini, negara memasukkan unsur First Trance Petroleum (FTP) kedalam PSC. FTP merupakan jaminan bagi negara (dan KPS) untuk segera memperoleh bagi hasil produksi migas, sebagai keuntungan yang diterima dimuka, meskipun dalam kenyataannya KPS belum mampu meraih keuntungan. FTP dinyatakan dalam prosentase tertentu dari nilai lifting. Sebagai contoh, FTP 20% berarti sejumlah 20% dari nilai lifting dalam suatu periode dapat langsung dibagikan kepada negara (dan KPS) sebagai keuntungan dimuka, tanpa mempertimbangkan apakah KPS telah meraih tingkat keuntungan. Jadi, meskipun angka lifting lebih rendah daripada biaya yang harus dibebankan dalam suatu periode, negara dan KPS tetap mendapatkan porsi bagian produksi terlebih dahulu 23.

Pembagian produksi Migas diantara pemerintah dan kontraktor mengikuti porsi yang telah disepakati dalam Production Sharing Contract (PSC), misalnya 85% : 15% untuk minyak dan 60% : 40% untuk gas, bersih setelah pajak (net after tax). Arti dari pembagian porsi diatas adalah: 85% hasil produksi minyak dan atau 60% produksi gas adalah untuk negara. Sisanya, yakni: 15% hasil produksi minyak dan atau 40% hasil produksi gas adalah untuk KPS.

Cost Recovery

Biaya operasi yang timbul dalam pelaksanaan kontrak PSC diganti atau ditanggung oleh pemerintah. Kontraktor membayar terlebih dahulu (menalangi) nilai pengeluaran untuk biaya operasi. Selain menyediakan dana, kontraktor wajib menyediakan teknologi, peralatan dan keahlian yang diperlukan untuk eksplorasi dan eksploitasi migas dan menanggung semua risiko yang timbul. Penggantian biaya operasi oleh pemerintah dalam perhitungan bagi hasil disebut sebagai Cost Recovery.

Pendapatan yang diperhitungkan dalam perhitungan bagi hasil adalah nilai pendapatan yang merupakan nilai produksi atau lifting yang biasanya merupakan nilai pengiriman/penyerahan untuk ekspor maupun domestik dari minyak dan gas bumi. Sementara itu, jumlah biaya yang merupakan cost recoverable selama tahun tertentu terdiri dari :

Investment Credit Insentive1. . Investment Credit adalah insentif yang diberikan oleh pemerintah kepada kontraktor untuk merangsang kontraktor menambah investasinya. Insentif diberikan berupa pengembalian (recovery) sejumlah nilai tertentu (biasanya sebesar persentase tertentu yang ditetapkan dalam kontrak) dari investasi yang langsung berhubungan dengan pembangunan fasilitas produksi

23 Sumber : dikutip dari tulisan Viet Rochman Mudiarto, www.akuntansi-psc.blogspot.com

Page 61: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

45Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

migas (direct production oil/ gas facilities).

Cost Recovery2. (CR) yang merupakan biaya operasi yang dimintakan penggantiannya yang terdiri atas biaya eksplorasi, biaya produksi (termasuk penyusutan), dan biaya administrasi (termasuk interest recovery).

Tabel di bawah ini menggambarkan nilai cost recovery dalam realisasi perhitungan bagi hasil operasi minyak bumi selama periode 2001-2005.

Tabel Perhitungan Bagi Hasil Dari Operasi Minyak Bumi (Oil Operation)

Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005Lifting Ribu Barrels (MMBL)

436.402 407.136 367.835 337.070 364.375

Revenue (USD 000) 10.305.587 10.009.023 10.557.198 12.354.540 19.203.739

Cost Recovery (USD 000) 2.729.609 3.055.054 3.177.983 3.181.713 4.358.532

ETBS (USD 000) 7.575.978 6.953.969 7.379.215 9.172.827 14.845.207

Government Share (USD 000)

6.599.327 6.288.679 6.691.213 8.267.043 13.015.574

Contractor Share (USD 000)

976.651 665.290 688.002 905.784 1.829.633

Sumber : Diolah dari Laporan BP MIGAS

Tabel di atas menggambarkan adanya kenaikan nilai pendapatan negara dari penambangan minyak dan gas bumi selama periode 2001-2005. Sumber utama dari kenaikan penerimaan itu adalah akibat dari kenaikan harga kedua komoditi itu di pasar dunia. Kedua tabel itu menggambarkan bahwa kenaikan volume lifting minyak dan gas bumi tidak begitu besar. Lambatnya kenaikan produksi migas itu, antara lain adalah karena lambatnya kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas karena adanya gangguan pada stabilitas nasional sejak terjadinya krisis perekonomian tahun 1997-1998.

Berbagai Masalah dalam Penerapan Konsep Cost Recovery

Permasalahan yang mungkin timbul dari penerapan konsep cost recovery antara lain :

Adanya upaya untuk menghindari pembayaran pajak (1. tax avoidance), menggelapkan pajak (tax evasion), maupun ketidakpatuhan terhadap aturan pajak (noncompliant).

Laporan atas pendapatan yang terlalu rendah (2. missreporting)

Perhitungan biaya yang terlalu tinggi (3. mark up)

Praktek 4. transfer pricing (penjualan minyak dengan harga lebih rendah kepada anak perusahaan atau perusahaan yang terafiliasi kepada perusahaan tersebut)

Perbedaan penafsiran terhadap hal-hal yang tidak diperhitungkan atau dikecualikan 5.

Page 62: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

46

(exemption) dalam perhitungan besarnya beban pajak ataupun komponen yang dapat dikurangkan (deduction) dari perhitungan beban tersebut.

Dengan demikian, untuk permsalahan-permasalahan yang dapat merugikan penerimaan negara tersebut, perlu memperhatikan hal-hal berikut ketika mendesain maupun mengontrol pelaksanaan cost recovery :

Bagaimana laporan tentang produksi (1. lifting) migasnya?

Bagaimana pemasaran produk tersebut, dilihat dari volume, harga yang berlaku, serta 2. kemungkinan terjadinya transfer pricing?

Komponen-komponen apa saja yang masuk dalam perhitungan biaya yang dapat 3. dicover (recoverable cost)?

Dalam pengadaan barang dan jasa perlu juga dicek apakah ada kemungkinan terjadinya 4. over pricing dari supplier milik sendiri?

Komponen apa saja yang dapat dikecualikan (5. exemption) dalam menghitung biaya-biaya yang akan dicover?

Komponen apa saja yang dapat dikeluarkan (6. deductables) dari perhitungan biaya ?

Jika perhitungan cost recovery tidak cermat dan definisinya tidak tegas, akan dapat merugikan pemerintah atau perusahaan Migas. Di satu pihak, biaya yang dapat dibayar kembali (recoverable cost) itu seyogyanya dapat memberikan insentif bagi perusahaan Migas dalam melakukan kegiatan usahanya yang berisiko tinggi tersebut. Di pihak lain, biaya produksi yang tidak rasional akan mengurangi equity to be split (ETBS) sehingga mengurangi resiko porsi yang akan dibagi oleh pemerintah dengan perusahaan Migas. Dalam biaya produksi yang terlalu tinggi itu, perusahaan bisa saja telah mengambil keuntungan terlebih dahulu yang disembunyikan dalam bentuk biaya. Praktik seperti ini akan merugikan pemerintah.

Temuan BPK-RI selama periode 2004-2005

Hasil pemeriksanaan BPK-RI atas cost recovery beberapa KKKS untuk tahun buku 2004 dan

2005 mencerminkan masih perlunya peningkatan kontrol BPMIGAS dan Kementerian ESDM pada

implementasi cost recovery. Hasil pemeriksaan itu sudah disampaikan ke DPR-RI per 8 Agustus 2006.

Nilai seluruh Temuan Pemeriksaan BPK itu lebih dari Rp 14,20 Triliun. Jumlah ini merupakan nilai

koreksi pengurangan cost recovery yang direkomendasikan BPK-RI untuk perhitungan bagi hasil sesuai

kontrak PSC pada lima KKKS tersebut di atas. Cost recoverable yang terlalu tinggi itu telah mengurangi

porsi pemerintah atas penambangan minyak dan gas bumi.

Domestic Market Obligation (DMO)

Domestic Market Obligation diatur dalam peraturan pemerintah No 35 tahun 2004, Bab V Pasal 46, yaitu kontraktor ikut bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan minyak bumi untuk keperluan dalam negeri, di mana besaran kewajiban kontraktor adalah paling banyak 25 % dari bagiannya. Besaran tetap dari persentase DMO ini ditetapkan oleh Menteri. Besarnya DMO ini adalah hasil penjumlahan contractor share dengan FTP

Page 63: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

47Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

ke kontraktor dikalikan dengan persen kewajiban kontraktor. Hasil perkalian ini kemudian dikalikan dengan (1-0.1) atau 0.9 , dimana 0.9 adalah faktor pengali bahwa sebesar 10% dari kewajiban kontraktor dibayar pemerintah berdasarkan harga pasar internasional atau hanya 90% saja yang diserahkan ke Indonesia. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: DMO = 0.25*(CS)*0.9

DMO dalam sejarah PSC di Indonesia seperti berikut :

Pada PSC generasi I (1965-1978) : DMO tanpa grace period1.

Pada PSC generasi II (1978-1988) : DMO dengan harga pasar untuk 5 tahun2.

Pada PSC generasi III (1988 - sekarang) : DMO bervariasi antara harga ekspor. 3.

Berkenaan dengan putusan Mahkamah Konstitusi mengenai DMO terhadap UU No. 22/2001. Di mana pasal 22 butir (1) yang berbunyi “Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib menyerahkan paling banyak 25% (dua puluh lima persen) bagiannya dari hasil produksi minyak bumi dan/atau gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri”. Setelah dilakukan uji materiil terhadap UU migas tersebut, dalam amar putusannya MK menyatakan bahwa ketentuan pasal 22 ayat (1) UU Migas sepanjang mengenai kata-kata ‘paling banyak’ bertentangan dengan UUD 1945. Dengan demikian pasal 22 ayat (1) tersebut seharusnya berbunyi : “Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib menyerahkan paling banyak 25% (dua puluh lima persen) bagiannya dari hasil produksi Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. (Putusan MK No.002/PUU-I/2003 tentang Uji Materiil UU Migas/Berita Negara RI No. 01/2005)

Implikasi dari putusan tadi adalah pemerintah harus mengubah UU Migas dengan mewajibkan Badan Usaha maupun Bentuk Usaha Tetap menyerahkan 25% dari total produksinya kepada pemenuhan kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO). Karena UU Migas belum diubah hingga saat ini, Menteri ESDM kemudian mengeluarkan peraturan teknis untuk mengatur persoalan DMO tersebut, antara lain dapat dilihat pada PERMEN ESDM No. 02/2008 pada 5 Februari 2008 yang berbunyi : Pasal 1 : Kontraktor berkewajiban menyerahkan 25% (dua puluh lima persen) bagiannya dari hasil produksi minyak dan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri; Pasal 2 : Kewajiban penyerahan oleh Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilaksanakan setelah dimulainya produksi komersial. Pasal 3 : Kewajiban penyerahan 25 % (dua puluh lima persen) bagian Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ditetapkan sebagai berikut : (a) untuk minyak bumi diberikan Domestic Market Obligation fee (DMO fee) sesuai dengan Kontrak Kerja Sama; (b) untuk gas bumi diberlakukan harga sesuai kontrak penjualan gas bumi pada Wilayah Kerjanya; Pasal 4 : Terhadap kewajiban penyerahan 25% (dua puluh lima persen) bagian kontraktor sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 huruf a diberikan insentif DMO fee sesuai harga pasar dalam jangka waktu untuk 60 (enam puluh) bulan berturut-turut sejak dimulainya masa produksi komersial.; Pasal 5 : Dengan pertimbangan teknis dan ekonomis, kontraktor melalui Badan Pelaksana dapat mengusulkan kepada Menteri mengenai perubahan saat dimulainya pemberlakuan insentif DMO fee sesuai harga pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

Page 64: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

48

Pajak Migas

Badan Usaha atau Badan Usaha Tetap (kontraktor) yang melaksanakan kegiatan usaha hulu berupa ekplorasi dan eksploitasi wajib membayar sejumlah Penerimaan Negara Berupa Pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Pembayaran pajak tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku pada saat kontrak kerja sama ditandatangani atau ketentuan perpajakan yang berlaku 24.

Ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 28 Tahun 2007 25, menyebutkan: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”

Kewajiban kontraktor migas untuk membayar pajak juga diatur dalam PP No. 35 Tahun 1994 tentang Syarat-Syarat dan Pedoman Kerjasama Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi, Pasal 17: (1) Kontraktor wajib menyerahkan dari bagiannya secara prorata untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak dan atau gas dalam negeri sesuai kebijaksanaan yang ditetapkan Menteri; (2) Kontraktor wajib membayar pajak-pajak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku atas perolehan bagiannya.

Pajak Pengusahaan Migas di Indonesia

Sampai saat ini, pajak yang dikenakan pada pengusahaan migas di Indonesia hanya berupa Pajak Penghasilan (PPh). Pengenaan pajak penghasilan kontraktor ini terkait erat dengan besarnya bagian kontraktor dari pembagian hasil produksi minyak dan gas bumi antara Negara dengan kontraktor 26. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan UU No. 17 Tahun 2000, yang menyebutkan bahwa Pajak Penghasilan dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak.

Besarnya pajak penghasilan pada awalnya sebesar 56%, namun pada tahun 1984, Indonesia mengeluarkan peraturan pajak baru yang menetapkan pajak penghasilan dalam kontrak bagi hasil adalah sebesar 48% dan diberlakukan untuk kontrak bagi hasil yang ditandatangani pada Tahun 1988 27. Sementara itu, untuk kontrak bagi hasil yang ditandatangani setelah tahun 2000, sesuai dengan UU Pajak Penghasilan Nomor 17 Tahun 2000, ditentukan bahwa tarif PPh yang diberlakukan adalah sebesar 44%. Hal ini dengan pertimbangan bahwa kontraktor (Migas) adalah merupakan suatu “bentuk usaha tetap”

24 pasal 31 ayat (1), (2), (3) dan (4), UU No.22 Tahun 2001 tentang Migas, LN No.66 Tahun 200125 Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan, LN No. 85 Tahun 2007, TLN No.474026 Rudi M Simamora, Hukum Minyak dan Gas Bumi, Djambatan 2000, hal 63 dalam artikel Pajak Migas_BPK.27 Mumun Muhajir, Analisis Atas Ketentuan PSC, diakses dari http://kataloghukum.blogspot.com tanggal 11 juni

2008, dalam artikel Pajak Migas, BPK.

Page 65: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

49Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

(BUT) 28, sehingga pajak penghasilan yang harus dibayar adalah 30% x penghasilan bersih29 + 20% x (70% dari penghasilan bersih)30 , sehingga beban pajaknya adalah 44% dari penghasilan bersih. PPh dibayarkan langsung oleh kontraktor kepada pemerintah 31.

Prinsip Perhitungan dan Pemungutan Pajak Migas

Terdapat beberapa prinsip terkait pajak yang diterapkan dalam kontrak bagi hasil, yaitu antara lain:

“Prosentase pembagian adalah angka akhir setelah dipotong pajak dan 1. perhitungan cost recovery”. Hasil produksi setelah dikurangi biaya operasi dibagi antara Negara dan kontraktor dengan pembagian umumnya 85% untuk Negara dan 15% untuk kontraktor pada hasil produksi minyak dan 65% untuk Negara dan 35% untuk kontraktor pada hasil produksi gas.32

”2. Kontraktor wajib membayar pajak penghasilan secara langsung kepada pemerintah Indonesia”, sebelumnya pajak penghasilan dibayarkan oleh Pertamina atas nama kontraktor kepada Pemerintah.

Dalam kontrak bagi hasil yang lama, bagi hasil yang diterapkan adalah 85%:15% dengan 3. tarif pajak yang berlaku pada umumnya adalah 48%. Dengan demikian pembagian pendapatan antara Negara dan kontraktor adalah 71,15% dan 28,85% sehingga setelah dikurangi pembayaran kewajiban pajak dan pengembalian biaya operasi pembagian tetap menjadi 85% & 15%.

Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut:

(a) Hasil produksi minyak = 1000(b) Cost recovery = 350(c) Equity to be split (ETBS) = 650 (1000 – 350)(d) Bagian Negara sebelum pajak = 71.15% x 650 = 462,50

28 UU No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, Pasal 2 ayat (5) huruf g menyatakan bahwa bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan

29 Ibid, Pasal 17 ayat (1) huruf b menyebutkan Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak badan atau bentuk usaha tetap diatas Rp100.000.000,00 sebesar 30%

30 Ibid, Pasal 26 ayat (4) Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenakan pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan

31 Pada awalnya pajak penghasilan dibayarkan oleh Pertamina atas nama kontraktor kepada Pemerintah. Namun pada Tahun 1976, Pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan IRS (Internal Revenue Service) baru yang membuat perusahaan minyak Amerika tidak masuk dalam daftar perusahaan yang mendapatkan tax credit (istilahnya foreign tax credit). Hal ini disebabkan karena pembayaran pajak penghasilan yang dilakukan oleh kontraktor (tapi dilakukan oleh Pertamina) tidak bisa diperhitungkan sebagai tax credit. Untuk membantu perusahaan Amerika tersebut, maka pemerintah Indonesia berbaik hati melakukan perubahan pada isi kontrak kerja sama bagi hasil (sehingga disebut kontrak bagi hasil generasi kedua) dengan mewajibkan pada kontraktor untuk membayar pajak penghasilannya langsung kepada pemerintah.

32 Rudi M Simamora, Op.Cit, hal 96

Page 66: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

50

(e) Bagian Kontraktor sebelum pajak = 28.85% x 650 = 187,50(f ) Pajak = 90 (48% x 187,50)(g) Bagian kontraktor setelah pajak = 187,50 – 90 = 97,50 (15% x ETBS)(h) Bagian Negara setelah pajak = 462,50 + 90 = 552,50 (85% x ETBS)

Atas dasar ketentuan UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah dirubah dengan UU No.17 Tahun 2000, dimana tarif pajak penghasilan untuk kontraktor sebagai bentuk usaha tetap adalah sebesar 44%, maka pembagian pendapatan antara Negara dan kontraktor adalah sekitar 73,15% dan 26,85% sehingga setelah dikurangi pembayaran kewajiban pajak dan pengembalian biaya operasi pembagian tetap menjadi 85% dan 15%.

Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut:

(a) Hasil produksi minyak = 1000 barel(b) Cost recovery = 350 barel(c) Equity to be split (ETBS) = 650 barel (1000 – 350)(d) Bagian Negara sebelum pajak = 73,15% x 650 = 475,47 barel(e) Bagian Kontraktor sebelum pajak = 26,85% x 650 = 174,52 barel(f ) Pajak = 76,78 (44% x 174,52)(g) Bagian kontraktor setelah pajak = 174,52–76,78 = 97,74 (15% x ETBS)(h) Bagian Negara setelah pajak = 475,47 + 76,78 = 552,25 (85% x ETBS)(contoh perhitungan untuk atas pengusahaan minyak)

Perhitungan sederhana di atas menunjukkan besaran pajak yang dikenakan sangat mempengaruhi bagian Pemerintah dan bagian kontraktor. Pada contoh perhitungan pertama di mana bagi hasil 85:15 dengan tarif pajak 48% maka bagian Negara sebenarnya 71,15% : 28,85%, sedangkan pada contoh perhitungan kedua di mana bagi hasil 85:15 dengan pajak 44% maka yang dibagi sebenarnya adalah 73,15% : 26,85%. Hal ini menunjukkan dengan menggunakan prinsip bagi hasil yang sama, penurunan tarif pajak justru akan meningkatkan bagian Pemerintah dan mengurangi bagian kontraktor.33

Perhitungan-perhitungan tersebut memiliki konsekuensi menurunnya tingkat investasi sektor migas karena penurunan pajak justru berakibat pada menurunnya bagian kontraktor. Pada praktiknya, kontraktor akan membayar pajak tersebut setelah menjual terlebih dahulu bagiannya.

4) Pasal 6 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2000 mengatur bahwa pajak-pajak selain pajak penghasilan boleh dikurangkan sebagai biaya. Dalam kontrak kerja sama diatur beberapa kewajiban yang harus dipenuhi kontraktor, antara lain bonus yang wajib dibayar kepada pemerintah, yang berupa:

a) Signature bonus, yaitu kompensasi yang harus dibayar kepada pemerintah RI saat KKS telah disetujui;

33 Chandar Budi, Memahami Pajak Migas, diakses dari http://www.sinarharapan.co.id tanggal 15 Juli 2008

Page 67: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian II : Konsep Aliran dan Perhitungan Penerimaan Migas

51Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

b) Production bonus, pembayaran oleh kontraktor apabila secara akumulatif produksi telah mencapai tingkat tertentu, dan;

c) Pembayaran lain, kewajiban kontraktor untuk menyediakan peralatan atas jasa yang diperlukan oleh pemerintah RI dalam tahun pertama kontrak.

Berpedoman pada Pasal 6 ayat (1) UU No.17 Tahun 2000, meskipun pengeluaran kena pajak kontrak kerja sama sebagaimana disebutkan di atas tidak boleh dimasukkan dalam operating cost, untuk penghitungan PPh, pajak atas pengeluaran-pengeluaran tersebut dapat dibebankan sebagai biaya 34.

34 klikPAJAK, Menyimak Kebijakan PPh Dalam UU Migas, diakses tanggal 4 Juli 2008

Page 68: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

52

Page 69: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

BAGIAN III

Menghitung Aliran Pendapatan Migas

Page 70: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

54

BAGIAN III

Menghitung Aliran Pendapatan Migas

Pada bagian ketiga ini, partisipan diajak untuk menghitung pendapatan Minyak dan Gas Bumi, baik pendapatan negara, pendapatan daerah maupun pendapatan yang diperoleh dari penyertaan modal. Bagian ini disajikan dalam 3 sesi, yakni : sesi (5) :

Menghitung Bagi Hasil Migas : Kontraktor - Pemerintah; Sesi (6) Menghitung Bagi Hasil Migas : Pemerintah Pusat - Daerah; dan Sesi (7) Menghitung Bagi Hasil Investasi dan Penyertaan Modal (Participating Interest)

Sesi 5 : Menghitung Bagi Hasil Migas: Kontraktor-Pemerintah

Tujuan Memahami dan mempunyai keterampilan dalam menghitung bagi hasil antara pemerintah dengan kontraktor Migas

Waktu 90 Menit

Metode Membaca bahan bacaan1. Menyelesaikan Lembar Kerja melalui kerja kelompok2. Diskusi forum dan rekomendasi sesi3.

Bahan Bacaan 5.1. Menghitung Bagi Hasil Migas : Kontraktor -- Pemerintah

Lembar Kerja Lembar Kerja 5.1

Alat & Bahan Alat Tulis, Alat Tempel, Kertas Plano, Metaplan, LCD Proyektor, Laptop, kalkulator

Page 71: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian III : Menghitung Aliran Penerimaan Migas

55Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

TAHAPAN FASILITASI :

1. Pengantar

Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini. Kemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan memberi masukan jika diperlukan. (waktu : 5 menit)

2. Membaca Bahan Bacaan

Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 5.1. (Menghitung Bagi Hasil Migas : Kontraktor -- Pemerintah) kepada seluruh peserta, kemudian bersama-sama membaca bahan bacaan (waktu : 5 menit)

Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan Bahan Bacaan (waktu : 20 menit)

3. Menyelesaikan Lembar Kerja Secara Berkelompok

Fasilitator membagi peserta menjadi kelompok yang proporsional (satu kelompok terdiri atas 4 sampai 6 orang)

Fasilitator membagi lembar kerja kepada setiap kelompok, kemudian mempersilakan tiap kelompok untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan petunjuk pada lembar kerja yang ada (waktu : 30 menit)

Fasilitator meminta perwakilan tiap kelompok untuk menuliskan hasil perhitungan pada kertas plano yang tersedia.

4. Diskusi Forum dan Rekomendasi Sesi

Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan jawaban dan hasil kerja tiap-tiap kelompok, fasilitator meminta perwakilan tiap kelompok untuk mempresentasikan dan menjelaskan hasil perhitungannya

Fasilitator memandu forum untuk merangkum dan menemukan hal-hal penting dan titik -titik kunci dari perhitungan bagi hasil Migas antara pemerintah dengan kontraktor

Fasilitator menuliskan persoalan dan kata-kata kunci dari diskusi forum pada kertas plano yang tersedia (bisa berupa tulisan atau bagan sederhana untuk memudahkan ingatan peserta)

Alokasi waktu : 30 menit

Page 72: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

56

BAHAN BACAAN 5.1

Menghitung Bagi Hasil Migas : Kontraktor -- Pemerintah

Penghitungan dan Pencatatan Bagi Hasil Migas antara Pemerintah dengan Kontraktor dilakukan oleh Direktorat PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan. Perhitungan Bagi Hasil antara pemerintah dengan kontraktor dilakukan atas dasar ketentuan yang berlaku dalam kontrak (KKS/PSC) dari masing-masing Wilayah Kerja (Blok) Migas.

Hal-hal mendasar yang perlu diperhatikan sebelum melakukan perhitungan adalah :

Pahami variabel-variabel dalam perhitungan serta satuannya, misal :1. cost recovery menggunakan satuan USD bukan barel.

Pahami pengertian atau definisi dari setiap variabel perhitungan2.

Pahami Kementerian (Departemen) yang terlibat serta kewenangannya terhadap data-3. data yang dibutuhkan dalam perhitungan. Misal : data lifting tidak dapat diperoleh di Kementerian Keuangan melainkan di Kementerian ESDM

Perhatikan alur perhitungannya, rumusnya, serta variabel-variabel yang menjadi 4. pengurang, penambah maupun pembagi dari perhitungan tersebut.

Mekanisme Perhitungan bagi hasil serta Kementerian yang terlibat di dalam mekanisme perhitungan tersebut dapat dilihat pada bagan berikut :

Sumber: Dir. PNBP, Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan

Mekanisme Perhitungan Bagi Hasil Migas

Perhitungan PNBP per KKS yang terdiri dari:

Contractor Settlement

PNBP per KKS

PNBP per daerah

Bag Pusat85%

Bag Daerah15%

6% penghasil, 6% kabupaten kota

lain, 3% propinsiDJPK-Depkeu

Lifting

Gross Revenue

Equity to be split

ESDM

Cost Recovery

SK Daerah Penghasil SDA Migas

Entitlement Pemerintah

Corporate Tax 35%

Branch Pro!t Tax20%18,75%

Net Contractor Share15%

30-35% Penerimaan APBN

DJA-Depkeu

Page 73: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian III : Menghitung Aliran Penerimaan Migas

57Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Kementerian yang terkait dan alur perhitungan Bagi Hasil Migas dapat dijelaskan sebagai berikut :

Kementerian ESDM mendapat data-data teknis dari BPMIGAS berupa : Jumlah 1. Lifting, Cost Recovery, Investment Credit, serta Equity To Be Split/ETBS.

Kementerian ESDM kemudian melakukan pembagian antara kontraktor dengan 2. pemerintah sesuai dengan kesepakatan bagi hasil yang terdapat dalam Kontrak Kerja Sama (PSC), sehingga diperoleh Entitlement Pemerintah (Government Entitlement)

Direktorat PNBP, Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan kemudian melakukan 3. perhitungan PNBP Per KKS, dengan rumus : Entitlement Pemerintah dikurangi dengan DMO, Fee Usaha Hulu Migas, Pajak2 (PPN, PBB), Bea Masuk, PDRD, dan (+/-) Over atau Under Lifting.

Akhirnya diperoleh bagian bersih pemerintah dari tiap Wilayah Kerja/Blok yang disebut 4. PNBP Per KKKS.

Langkah-Langkah Perhitungan :

A. Menghitung Bagian Pemerintah dan Kontraktor

Carilah data-data awal sebagai data yang diketahui, yakni : 1.

Variabel Data Satuan Sumber

Lifting Barel Oil BP Migas/ESDM

ICP USD /Barel BP Migas/ESDM

Investment Credit USD BP Migas

Cost Recovery USD BP Migas

Bagi Hasil (Pemerintah-Kontraktor)

USD BP Migas/ESDM (Dokumen Kontrak/PSC)

Nilai Kurs USD, Rp Bank Indonesia

Hitunglah FTP (2. First Trance Petroleum)

FTP = 20% (Lifting) FTP Pemerintah = % bagi hasil pemerintah x FTP FTP Kontraktor = % bagi hasil kontraktor x FTP Satuan FTP bisa berupa Barel Oil (jika belum dijual) atau USD (jika telah dijual)

Hitunglah Pendapatan Kotor (3. Gross Revenue)

Rumus : GR = Lifting x ICP Satuannya : Barel Oil x USD/Barel Oil = USD

Hitunglah 4. Equity to Be Split

Rumus : ETBS = GR - FTP - Investment Credit - Cost Recovery Satuannya : USD-USD-USD-USD = USD

Page 74: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

58

Hitunglah Entitlement Pemerintah 5.

Entitlement Pemerintah = % bagi hasil pemerintah x ETBS satuannya : % x USD = USD

Hitunglah Contractor Entitlement 6.

Entitlement Kontraktor = % bagi hasil kontraktor x ETBS satuannya : % x USD = USD

B. Menghitung Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Carilah data-data awal sebagai data yang diketahui, yakni : 1.

Variabel Data Satuan Sumber

DMO Fee Rp PNBP, Kemenkeu

Fee Usaha Hulu Migas Rp BP Migas, ESDM, Kemenkeu

Pajak-Pajak (PPN, PBB) Rp BP Migas, Ditjen Pajak-Kemenkeu

Bea Masuk Rp Ditjen Bea Cukai-Kemenkeu

PDRD Rp Pemda

Over/Under Lifting Rp BP Migas, ESDM

Hitunglah PNBP Migas2.

Rumus : PNBP = Entitlement Pemerintah - DMO Fee - Fee Hulu Migas - Pajak - Bea masuk - PDRD (+/-) Over/Under liftingSatuannya : Rp

Template Perhitungan

Untuk memudahkan dalam melakukan perhitungan, dapat dikembangkan template perhitungan berupa tabel yang telah diberi rumus sesuai dengan PSC dari masing-masing Blok. Berikut contoh tabel perhitungan yang dibuat oleh Subdit. DBH SDA, Direktorat Dana Perimbangan, DPKD, Kementerian Keuangan :

Page 75: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian III : Menghitung Aliran Penerimaan Migas

59Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

NoWILAYAH KERJA (BLOK)

JENIS MINYAK MENTAH

WAP (USD/Barrels

TOTAL PENGIRIMAN BAGIAN KONTRAKTOR BAGIAN PEMERINTAH INDONESIA

(1) = ((3)/(2)

LIFTING (BARRELS)(1)

NILAI (USD)(2)

LIFTING (BARRELS)(3)

NILAI (USD)(4)

BARRELS(5)

USD (6)

RP (7)

DMO OVER/(UNDER) LIFTING

FEE KEGIATAN USAHA HULU

MIGAS

PENERIMAAN SDA MINYAK BUMI SEBELUM

PPN, PBB DAN PDRD

PPN PBB PDRD PENERIMAAN SDA MINYAK BUMI

RP (8)

RP (9)

RP (10)

RP (11) = (7)+(8)+(9)+(10)

RP (12)

RP(13)

RP(14)

RP(15) = (11)+(12)+(13)+(14)

Page 76: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

60

LEMBAR KERJA 5.1

Menghitung Bagi Hasil Migas : Pemerintah - Kontraktor

Selesaikan soal perhitungan di bawah ini :

Blok Rokan yang dikelola oleh Chevron Pacific Indonesia di kepulauan Riau memproduksi 1. minyak sebesar 46.825.000 barrel setahun, dengan harga minyak jenis 60 USD/barel (jenis minyak Duri), dengan asumsi cost recovery yang dibayarkan di tahun tersebut sebesar 40% dari nilai lifting, investment credit 0, (nilai tukar, 1 USD = Rp.9.000) maka hitunglah :

a. Bagian Pemerintah Indonesia b. Bagian Kontraktorc. Jika terjadi over lifting sebesar Rp. 284.671.000.000, dengan fee hulu migas sebesar

Rp. 105.517.299.000, PPN : Rp. 250.095.721.000, PBB : Rp. 354.245.587.000, dan PDRD : Rp. 15.693.903.000, berapakah penerimaan bukan pajak (PNBP) SDA Minyak bumi kita?

Page 77: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian III : Menghitung Aliran Penerimaan Migas

61Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Sesi 6 : Menghitung Bagi Hasil Migas: Pemerintah - PemDa

Tujuan Memahami dan mempunyai keterampilan dalam menghitung bagi hasil Migas antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah

Waktu 75 Menit

Metode Membaca bahan bacaan1. Menyelesaikan Lembar Kerja melalui kerja kelompok2. Diskusi forum dan rekomendasi sesi3.

Bahan Bacaan 6.1. Menghitung Bagi Hasil Migas : Pemerintah Pusat - Pemerintah Daerah

Lembar Kerja Lembar Kerja 6.1

Alat & Bahan Alat Tulis, Alat Tempel, Kertas Plano, Metaplan, LCD Proyektor, Laptop, kalkulator

TAHAPAN FASILITASI :

1. Pengantar

Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini. Kemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan memberi masukan jika diperlukan. (waktu : 5 menit)

2. Membaca Bahan Bacaan

Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 6.1. (Menghitung Bagi Hasil Migas : Pemerintah Pusat - Pemerintah Daerah) kepada seluruh peserta, kemudian bersama-sama membaca bahan bacaan. (waktu : 5 menit)

Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan Bahan Bacaan (waktu : 20 menit)

3. Menyelesaikan Lembar Kerja Secara Berkelompok

Fasilitator membagi peserta menjadi kelompok yang proporsional (satu kelompok terdiri atas 4 sampai 6 orang)

Fasilitator membagi lembar kerja kepada setiap kelompok, kemudian mempersilakan tiap kelompok untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan petunjuk pada lembar kerja yang ada (waktu : 20 menit)

Fasilitator meminta perwakilan tiap kelompok untuk menuliskan hasil perhitungan pada kertas plano yang tersedia.

4. Diskusi Forum dan Rekomendasi Sesi

Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan jawaban dan hasil kerja tiap-tiap kelompok, fasilitator meminta perwakilan tiap kelompok untuk mempresentasikan dan menjelaskan hasil perhitungannya

Page 78: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

62

Fasilitator memandu forum untuk merangkum dan menemukan hal-hal penting dan titik -titik kunci dari perhitungan bagi hasil Migas antara pemerintah dengan kontraktor

Fasilitator menuliskan Persoalan dan kata-kata kunci dari diskusi forum pada kertas plano yang tersedia (bisa berupa tulisan atau bagan sederhana untuk memudahkan ingatan peserta)

Alokasi waktu : 25 menit

Page 79: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian III : Menghitung Aliran Penerimaan Migas

63Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

BAHAN BACAAN 6.1

Menghitung Dana Bagi Hasil Migas : Pemerintah Pusat - Pemerintah Daerah

Perhitungan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Minyak bumi dan gas bumi (DBH SDA Migas) antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dilakukan oleh Subdirektorat DBH SDA, Direktorat Dana Perimbangan, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Daerah, Kementerian Keuangan. Perhitungan DBH SDA Migas antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah didasarkan atas ketentuan perundangan yang berlaku, antara lain :

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah1.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara 2. Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan 3.

PMK 21/PMK.07/2009 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer 4. ke Daerah sebagaimana diubah dengan PMK No. 126/PMK.07/2010

Mekanisme Penetapan Perkiraan Alokasi DBH SDA Migas

Setiap tahun, Ditjen PK membuat perkiraan alokasi DBH Migas per daerah berdasarkan perkiraan lifting per KKKS yang dibuat oleh kementerian teknis, yakni Kementerian ESDM (bersama BPMIGAS). Mekanisme penetapan perkiraan alokasi DBH SDA Migas dapat dilihat pada bagan berikut :

Sumber : Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan

Mekanisme penetapan perkiraan alokasi DBH SDA Migas

Menteri ESDMMenteri

Dalam Negeri

Menteri Keuangan

DJPK

konsultasi

perhitungan

Dalam hal SDA berada pada wilayah

perbatasan

PNBP per KKKS

DJA

RPMK

PMK

Ketetapan Daerah

Penghasil

<= 60 hrsetelah diterima usulan

Ketetapan Daerah Penghasil & Dasar

Perhitungan

<= 60 hr kerjasebelum TA bersangkutan

Page 80: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

64

Alur Perhitungan dan Penyaluran DBH SDA Migas

Alur perhitungan dan penyaluran DBH Migas secara umum dapat dilihat dari bagan berikut :

Sumber : Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan

Kementerian yang terkait dalam alur perhitungan dan penyaluran DBH SDA Migas secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut :

Ditjen Perimbangan Keuangan (Subdit DBH SDA Migas, Direktorat Dana Perimbangan) 1. menerima data berupa PNBP Per KKS dari Ditjen Anggaran-Kementerian keuangan dan data berupa Lifting per KKKS dari Ditjen Migas-Kementerian ESDM.

Kemudian Ditjen PK melakukan proses perhitungan, yakni melakukan perhitungan 2. dengan rasio lifting, menentukan PNBP per daerah, kemudian menentukan DBH Migas per daerah

Hasil perhitungan Ditjen PK Perimbangan Keuangan tersebut kemudian diteruskan ke 3. Ditjen Perbendaharaan Negara dengan menerbitkan SPM (Surat Perintah Membayar) untuk mentransfer ke rekening kas daerah (Pemda) melalui Bank Indonesia.

Proses Perhitungan DBH SDA Migas

Perhitungan DBH SDA Migas dilakukan oleh Subdit DBH SDA, Direktorat Perimbangan Keuangan, Ditjen Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan. Proses perhitungan DBH ini meliputi :

Melakukan1. grouping data KKKS dan Daerah Penghasil

Menghitung rasio dan porsi peneriman SDA Migas per Daerah Penghasil2.

Menghitung DBH berdasarkan persentase sesuai dengan UU dan PP3.

Menghitung penyaluran DBH ke Daerah4.

Mekanisme penetapan perkiraan alokasi DBH SDA Migas

Ditjen Pajak

PBB

BP Migas

Lifting, Gross Revenue, Cost Recovery, FTP,

Lifting Bgn.

KKKS

DJA

PNBP Per KKKS

Ditjen Migas

Lifting

DJPK

Perhitungan dengan ratio

PNBP netto per daerah

DBH Migas per daerah

PEMDA

DJPB

DIPASP2D

BI

SPM

Page 81: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian III : Menghitung Aliran Penerimaan Migas

65Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Proses perhitungannya secara umum dapat dilihat pada bagan berikut :

Sumber : Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan

1. Grouping data KKKS dan Daerah penghasil :

Sumber : Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan

2. Menghitung rasio dan proporsi penerimaan SDA Migas per Daerah Penghasil

Data yang diterima dari Direktorat PNBP-DJA adalah data PNBP per KKKS1.

Data tadi dikonversi menjadi angka PNBP Per daerah menggunakan pola sebaran yang 2. bisa mendekati pembagian PNBP per KKKS ke masing-masing daerah penghasil

Untuk perhitungan perkiraan alokasi digunakan 3. Rasio Lifting. Sedangkan untuk

Proses Perhitungan DBH SDA Migas

Contoh Grouping

Rasio Lifting /Gross Revenue per KKKS per

Daerah Penghasil

Grouping per KKKS per Daerah

Penghasil

Melakukan Grouping Data

Data per Daerah :1. Lifting

2. Gross Revenue

Ditjen Migas - DESDM

Data per KKKS :1. Penerimaan SDA

Migas2. Faktor-faktor

Pengurang Penerimaan SDA Migas

Dit. PNBP -DJA -Depkeu

Daerah Penghasil KKKS Jenis Minyak

Ditjen Migas-DEP-ESDM

KKKS Jenis Minyak

Dit. PNBP-DJA Depkeu

KKKS Jenis Minyak

Daerah Penghasil

Dit. Daper-DJPK Depkeu

Page 82: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

66

perhitungan realisasi, karena realisasi PNBP per KKKS dalam bentuk satuan mata uang, maka digunakan pendekatan Rasio Gross Revenue

Sumber : Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan

3. Menghitung DBH SDA Migas berdasarkan persentase sesuai UU dan PP

contoh :

Daerah Penghasil

Penerimaan SDA Minyak Bumi (PNPB

per Daerah)

Sumber

Provinsi (5%) Kab/Kota Pemerataan (10%)

Provinsi Kaltim 3.648.083.419,38 182.404.190.820,97 364.808.381.641,94

Sumber : Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan

4. Menghitung penyaluran ke kas daerah

Contoh :

Daerah Penghasil

Realisasi Semester I

Yang Sudah Disalurkan

(TWI s.d. II)

Lebih Salur Tahun

Sebelumnya

Salur TW III Lebih Salur s.d TW IV

(Realisasi-yang Sudah Disalurkan-Lebi Salur Tahun

Sebelumnya)

Provinsi Kaltim

352.135.783.547,75 221.958.689.600 - 130.177.093.948 -

Sumber : Subdit DBH SDA, Dir. Dana Perimbangan, DJPK, Kementerian Keuangan

Contoh Perhitungan Rasio & Proporsi PNBP per Daerah

KKKS Jenis Minyak

Daerah Penghasil Gross Revenue Rasio

1. Perhitungan Rasio

Daerah Penghasil KKKS Jenis Minyak

PNBP per KKKS Rasio Proporsi PNBP per Daerah

2. Perhitungan PNBP per Daerah

PNBP per KKKS

PNBP per DaerahRasio

Page 83: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian III : Menghitung Aliran Penerimaan Migas

67Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

LEMBAR KERJA 6.1

Menghitung Bagi Hasil Migas : Pemerintah - Pemerintah Daerah

Selesaikan soal perhitungan di bawah ini :

Berapakah komposisi Dana Bagi Hasil yang diperoleh oleh Kabupaten Penghasil, Provinsi 1. penghasil, dan kabupaten lain dalam provinsi yang sama?

PBNP KKKS X di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau pada tahun 2009 tercatat sebesar Rp. 2. 19.909.503.597.937,00, berapakah bagi Hasi yang diperoleh :

a. Kabupaten Bengkalis selama setahun?

b. Provinsi Riau selama setahun?

c. Kabupaten Rokan Hilir di Provinsi Riau?

Page 84: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

68

Sesi 7 : Bagi Hasil Migas dari Penyertaan Modal (Participating Interest) Daerah

Tujuan Memahami ketentuan penyertaan modal/participating interest 1. daerah dalam pelaksanaan usaha hulu MigasMempunyai keterampilan untuk memperkirakan bagi hasil dari skema 2. penyertaan modal/participating interest

Waktu 75 Menit

Metode Membaca bahan bacaan1. Menyelesaikan Lembar Kerja melalui kerja kelompok2. Diskusi forum dan rekomendasi sesi3.

Bahan Bacaan 7.1. Menghitung Bagi Hasil Migas dari penyertaan modal/participating interest

Lembar Kerja Lembar Kerja 7.1

Alat & Bahan Alat Tulis, Alat Tempel, Kertas Plano, Metaplan, LCD Proyektor, Laptop, kalkulator

TAHAPAN FASILITASI :

1. Pengantar

Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini. Kemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan memberi masukan jika diperlukan. (waktu : 5 menit)

2. Membaca Bahan Bacaan

Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 7.1 (Bagi Hasil Migas dari penyertaam modal/participating interest Daerah) kepada seluruh peserta, kemudian bersama-sama membaca bahan bacaan (waktu : 5 menit)

Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan Bahan Bacaan selama 20 menit

3. Menyelesaikan Lembar Kerja Secara Berkelompok

Fasilitator membagi peserta menjadi kelompok yang proporsional (satu kelompok terdiri atas 4 sampai 6 orang)

Fasilitator membagi lembar kerja kepada setiap kelompok, kemudian mempersilakan tiap kelompok untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan petunjuk pada lembar kerja yang ada (waktu : 20 menit)

Fasilitator meminta perwakilan tiap kelompok untuk menuliskan hasil perhitungan pada kertas plano yang tersedia.

4. Diskusi Forum dan Rekomendasi SesiFasilitator memandu forum untuk mendiskusikan jawaban dan hasil kerja tiap-tiap kelompok, fasilitator meminta perwakilan tiap kelompok untuk mempresentasikan dan menjelaskan hasil perhitungannya

Page 85: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian III : Menghitung Aliran Penerimaan Migas

69Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Fasilitator memandu forum untuk merangkum dan menemukan hal-hal penting dan titik -titik kunci dari perhitungan bagi hasil Migas antara pemerintah dengan kontraktor

Fasilitator menuliskan Persoalan dan kata-kata kunci dari diskusi forum pada kertas plano yang tersedia (bisa berupa tulisan atau bagan sederhana untuk memudahkan ingatan peserta)

Alokasi waktu : 25 menit

Page 86: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

70

BAHAN BACAAN 7.1

Bagi Hasil Migas dari Penyertaan Modal (participating interest) Daerah

Bagi Hasil Migas dari penyertaan modal (participating interest/PI) Daerah dalam kegiatan usaha hulu Migas berdasarkan pada persentasi penyertaan modal yang dimiliki oleh daerah. Ketentuan participating interest daerah ini berlaku sejak tahun 2001, yang diatur dalam UU Migas Nomor 22 Tahun 2001. Lebih lanjut, ketentuan PI ini diatur dalam PP Nomor 35 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Migas, khususnya pasal 34 : “Sejak disetujuinya rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksi dari suatu Wilayah Kerja, kontraktor wajib menawarkan participating interest 10% (sepuluh persen) kepada Badan Usaha Milik Daerah”; pasal 35 : (1) Pernyataan minat dan kesanggupan untuk mengambil participating interest sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 disampaikan oleh Badan Usaha Milik Daerah dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penawaran dari Kontraktor. (2) Dalam hal Badan Usaha Milik Daerah tidak memberikan pernyataan kesanggupan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Kontraktor wajib menawarkan kepada perusahaan Nasional. (3) Dalam hal perusahaan nasional tidak memberikan pernyataan minat dan kesanggupan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penawaran dari Kontraktor kepada perusahaan nasional, maka penawaran dinyatakan tertutup.

Yang dimaksud Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam ketentuan ini adalah BUMD yang didirikan oleh Pemerintah Daerah yang daerah administrasinya meliputi lapangan yang bersangkutan. BUMD tersebut haruslah memiliki kemampuan finansial yang cukup untuk berpartisipsi. Participating Interest dilakukan antara Kontraktor dengan BUMD secara kelaziman bisnis. Apabila dalam wilayah tersebut terdapat lebih dari 1 (satu) BUMD, maka pengaturan pembagian Participating Interest diserahkan kepada kebijakan Gubernur. Dalam hal BUMD tidak memberikan pernyataan kesanggupan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka kontraktor wajib menawarkan kepada perusahaan nasional, yakni BUMN, koperasi, usaha kecil dan perusahaan swasta nasional yang keseluruhan sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia.

Sebagai contoh, di Blok Cepu, yang Wilayah Kerjanya meliputi Kabupaten Blora dan Kabupaten Bojonegoro, dan berada di dua provinsi yakni Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan kandungan Migasnya, sebaran pseudo reserve dari masing-masing kabupaten adalah : Kabupaten Blora sebesar 32,73028094% dan Kabupaten Bojonegoro sebesar 67,26971906%. Dengan sebaran tersebut, dari masing-masing wilayah dianalogikan ke dalam Perhitungan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, yakni :

Page 87: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian III : Menghitung Aliran Penerimaan Migas

71Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Kabupaten Bojonegoro : 0,67 x 67,27% = 44,846%

Provinsi Jawa Timur : 0,33 x 67,27% = 22,423%

Kabupaten Blora : 0,67 x 32,73% = 21,82%

Provinsi Jawa Tengah : 0,33 x 32,73% = 10,91%

Sehingga komposisi penyertaan moal setiap daerah dari 10% PI yang ditawarkan adalah:

Kabupaten Bojonegoro : 44,846 x 10% = 4,4846%

Provinsi Jawa Timur : 22,423 x 10% = 2,2423%

Kabupaten Blora : 21,82 x 10% = 2,1820%

Provinsi Jawa Tengah : 10,91 x 10% = 1,0910%

Akan tetapi, untuk Participating Interest (PI), Bojonegoro berada dalam posisi yang dirugikan, karena ditengarai adanya praktik yang tertutup dalam proses penunjukkan mitra pengelola PI Bojonegoro, yakni PT. Surya Energi Raya (SER). Pembagian keuntungannyapun dinilai kurang menguntungkan, yaitu 25 % untuk Pemkab Bojonegoro (yang diwakili oleh BUMD PT. Asri Darma Sejahtera) dan 75 % untuk PT. SER. Tentu saja, pembagian persentase keuntungan tersebut sangat merugikan masyarakat Bojonegoro. Pembagian keuntungan ini diusulkan oleh beberapa pihak untuk dinegosiasi ulang agar porsi Pemda Bojonegoro dalam pendapatan PI lebih besar, yang akan sangat bermanfaat bagi pembangunan masyarakat Bojonegoro.

Perhitungan bagi hasil dari participating interest dilakukan setiap tahun berdasarkan keuntungan (dividen) yang diperoleh perusahaan. Jumlah pembagian keuntungan dari masing-masing kabupaten didasarkan pada besarnya persentase penyertaan modal masing-masing daerah.

Page 88: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

72

LEMBAR KERJA 7.1

Bagi Hasil Migas dari Penyertaan Modal (Participating Interest) Daerah

Kewajiban menawarkan 1. Participating Interest sebesar 10% kepada pemerintah daerah diatur dalam ketentuan perundangan yang mana?

MCL sebagai operator Blok Cepu di tahun 2009 membagi keuntungan dari 2. Participating Interest kepada Pemda Provinsi Jawa Tengah sebesar 1,1 Miliar rupiah, berapakah bagi hasil dari PI yang akan diperoleh oleh Pemda Blora dan Pemda Bojonegoro?

Page 89: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

BAGIAN IV

Inisiatif Transparansi Penerimaan Negara dari Sektor Migas dan

Tambang (EITI)

Page 90: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

74

BAGIAN IV

Inisiatif Transparansi Penerimaan Negara dari Sektor Migas dan

Tambang (EITI)

Pada bagian ini partisipan akan diajak untuk memahami inisiatif transparansi penerimaan negara dari sektor ekstraktif Migas dan Minerba. Inisiatif ini terangkum dalam bentuk EITI, Inisiatif transparansi penerimaan dari sektor ekstraktif industry,

yang terdiri dari beberapa fase yang bertujuan memberdayakan masyarakat sipil dan menjaga agar pemerintahan senantiasa bertanggung jawab atas pengelolaan sumberdaya ekstraktif tersebut. Bagian ini terdiri atas dua sesi, yakni : sesi 8 : Memahami EITI, dan sesi 9 : EITI di Indonesia

Sesi 8 : Memahami EITI

Tujuan Memahami konsep EITI dan prinsip-prinsipnya1. Memahami langkah-langkah dalam penerapan EITI2.

Waktu 75 Menit

Metode Presentasi Narasumber1. Membaca bahan bacaan2. Diskusi forum dan rekomendasi sesi3.

Bahan Bacaan 8.1. Extractive Industri Transparency Initiative (EITI)

Lembar Kerja Lembar Kerja 7.1

Alat & Bahan Alat Tulis, Alat Tempel, Kertas Plano, Metaplan, LCD Proyektor, Laptop,

Page 91: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian IV : Inisiatif Transparansi Penerimaan Negara dari Sektor Migas dan Tambang (EITI)

75Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

TAHAPAN FASILITASI :

1. Pengantar

Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini. Kemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan memberi masukan jika diperlukan. (waktu : 5 menit)

2. Presentasi Narasumber

Sesi diikuti dengan paparan narasumber tetang standar global EITI (jika tidak ada narasumber, langsung melangkah pada tahapan ke-4 (waktu : 15 menit)

3. Tanya Jawab Forum

Sesi dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi forum terkait dengan paparan yang disampaikan narasumber dan fasilitator mencatat pembahasan-pembahasan kunci forum pada kertas plano yang tersedia (waktu : 15 menit)

4. Membaca Bahan Bacaan

Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 8.1 (EITI) kepada seluruh peserta, kemudian bersama-sama membaca bahan bacaan (waktu : 10 menit)

Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan Bahan Bacaan (waktu : 20 menit)

Page 92: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

76

BAHAN BACAAN 8.1

Inisiatif Transparansi Industri Ekstraktif (Extractive Industries Transparency Initiative/EITI) 35

Apa yang dimaksud dengan EITI?

The Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) merupakan standar sukarela yang independen, disepakati secara internasional, untuk menciptakan transparansi dalam industri ekstraktif. Pada intinya, EITI menuntut adanya transparansi dalam pembayaran yang dilakukan oleh perusahaan dan pendapatan yang diterima oleh pemerintah terkait dengan eksploitasi sumberdaya ekstraktif sebuah negara. Transparansi akan memberdayakan masyarakat sipil untuk menjaga pemerintahan senantiasa bertanggung jawab atas pengelolaan sumberdaya tersebut.

Sejak EITI diluncurkan tahun 2002, masyarakat sipil, pemerintah, perusahaan, dan para investor telah memainkan peran aktif dalam menyusun standar ini. Lebih dari 40 negara telah berjanji untuk melaksanakan EITI. Pada bulan Oktober 2006, Konferensi EITI membentuk dewan multi-stakeholder internasional untuk mengawasi tatakelola EITI, dan mendirikan sebuah sekretariat. Konferensi EITI tersebut juga menuntut agar negara-negara dan perusahaan-perusahaan yang memiliki komitmen untuk berpartisipasi dalam EITI harus memvalidasi kemajuan mereka secara periodik dalam memenuhi standar internasional dengan mengirimkan kinerja mereka untuk ditinjau oleh pihak ke tiga. Tujuan validasi ini adalah untuk memastikan bahwa negara dan perusahaan-perusahan telah melaksanakan apa yang mereka janjikan, dan bahwa program-program yang mereka jalankan bersesuaian secara penuh dengan kriteria dan prinsip-prinsip EITI.

Kriteria EITI

Publikasi yang teratur semua pembayaran besar (1. material) pada pemerintah (“pembayaran”) dan semua pendapatan besar (material) yang diterima oleh pemerintah (“pendapatan”) dari minyak, gas, dan pertambangan pada masyarakat luas melalui cara-cara yang dapat diakses, komprehensif, dan dapat dipahami oleh publik.

Apabila audit seperti itu tidak tersedia, maka pembayaran dan pendapatan merupakan 2. subyek dari audit independen dan kredibel, yang menerapkan standar pengauditan internasional.

Pembayaran-pembayaran dan pendapatan-pendapatan tersebut direkonsiliasi 3. (reconcile) oleh sebuah administrator yang kredibel dan independen yang menerapkan standar pengauditan internasional. Dan jika administrator menemukan perbedaan-

35 Sumber : Drilling Down, disunting oleh David L Goldwyn. Revenue Watch Insititute, 2007.

Page 93: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian IV : Inisiatif Transparansi Penerimaan Negara dari Sektor Migas dan Tambang (EITI)

77Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

perbedaan (discrepancies) dalam proses rekonsiliasi tersebut, maka opini administrator harus dipublikasikan.

Pendekatan ini diperluas dan berlaku bagi semua perusahaan termasuk perusahaan-4. perusahaan milik negara.

Masyarakat sipil secara aktif terlibat dalam desain, pemantauan, dan evaluasi proses ini 5. sebagai peserta dan memberi sumbangan pada debat publik.

Sebuah rencana kerja publik yang secara finansial6. sustainable untuk semua hal di atas akan dikembangkan oleh pemerintah tuan rumah (host government) dengan bantuan lembaga-lembaga keuangan internasional jika diperlukan, termasuk sasaran-sasaran yang dapat diukur, jadwal pelaksanaan, dan asesment atau penilaian atas kendala-kendala kapasitas potensial.

Prinsip-prinsip EITI

Kami percaya bahwa pemanfaatan kekayaan sumber daya alam yang berhati-hati 1. (prudent) harus menjadi mesin penting pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, yang dapat memberi sumbangan pada pembangunan berkelanjutan dan penurunan kemiskinan, tetapi apabila tidak dikelola dengan baik, ia dapat mendatangkan dampak ekonomi dan sosial yang negatif.

Kami memahami bahwa pengelolaan kekayaan sumber daya alam bagi keuntungan 2. warga negara merupakan domain negara berdaulat yang harus dijalankan demi kepentingan pembangunan nasional mereka.

Kami mengakui bahwa keuntungan ekstraksi sumber daya tercipta jika pendapatan 3. mengalir dalam jangka waktu bertahun-tahun dan mungkin akan sangat bergantung pada harga.

Kami mengakui bahwa pemahaman publik atas pembayaran dan penerimaan 4. pemerintah dari waktu ke waktu dapat membantu debat publik dan menawarkan opsi-opsi pembangunan berkelanjutan yang tepat dan realistis.

Kami menggaris bawahi pentingnya transparansi pemerintah dan perusahaan dalam 5. industri ekstraktif dan perlunya meningkatkan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan publik.

Kami mengakui bahwa capaian transparansi yang lebih besar harus dibangun dalam 6. konteks penghormatan atas kontrak dan hukum.

Kami mengakui adanya peningkatan lingkungan investasi dalam negeri dan asing yang 7. mungkin dibawa oleh transparansi keuangan.

Kami percaya pada prinsip dan praktik akuntabilitas pemerintah pada semua warga 8. negara untuk pengelolaan aliran pendapatan dan belanja publik.

Kami memiliki kesungguhan untuk mendorong diterapkannya standar tinggi 9. transparansi dan akuntabilitas dalam kehidupan publik, kegiatan pemerintah, dan dalam dunia usaha.

Page 94: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

78

Kami percaya bahwa sebuah pendekatan yang konsisten dan bisa dijalankan secara 10. luas pada keterbukaan pembayaran dan pendapatan memang diperlukan, yakni yang mudah ditangani dan dimanfaatkan.

Kami percaya bahwa keterbukaan pembayaran dalam sebuah negara harus mencakup 11. semua perusahaan yang beroperasi di sana.

Dalam upaya mencari solusi, kami percaya bahwa semua stakeholder memiliki kontribusi 12. penting dan relevan untuk dijalankan—termasuk pemerintah dan instansi-instansinya, perusahaan-perusahaan industri ekstraktif, perusahaan-perusahaan jasa, organisasi multilateral, organisasi keuangan, investor, dan organisasi non-pemerintah (NGO).

Langkah-langkah yang Dibutuhkan untuk Melaksanakan EITI

Proses EITI memiliki empat fase: Pendaftaran (Sign up), Persiapan (Preparation), Keterbukaan (Disclosure), dan Penyebaran (Dissemination). Langkah-langkah yang harus diikuti negara negara pada tiap-tiap fase diperinci dalam Grid Validasi seperti gambar di bawah.

Ada 18 langkah yang harus dilengkapi negara-negara agar dapat divalidasi sebagai negara yang patuh terhadap EITI.

Pendaftaran (Langkah 1–4):

Pemerintah harus mengeluarkan sebuah pernyataan yang sangat jelas yang mendukung pelaksanaan EITI; berkomitmen untuk bekerja dengan kalangan masyarakat sipil dan perusahaan; menunjuk individu untuk memimpin upaya itu; dan mempublikasikan rencana kerja yang mendapatkan sokongan dana secara penuh, dengan sasaran yang bisa diukur, jadwal pelaksanaan, dan penilaian kendala menyangkut para stakeholder untuk berpartisipasi.

Persiapan (Langkah 5–13):

Fase ini mencakup pembentukan kelompok multi-stakeholder (multi-stakeholder working group/MSG); pelibatan perusahaan dan kalangan masyarakat sipil; penyingkiran penghalang partisipasi masyarakat sipil; persetujuan atas template bagi perusahaan dan pemerintah untuk melaporkan pembayaran dan pendapatan mereka; persetujuan MSG atas organisasi yang akan merekonsiliasi berbagai pembayaran perusahaan dan pendapatan pemerintah; penerapan ukuran-ukuran untuk memastikan bahwa semua perusahaan akan melaporkan pembayarannya; dan jaminan pemerintah bahwa laporan-laporan perusahaan dan pemerintah didasarkan pada rekening-rekening teraudit yang memenuhi standar internasional.

Keterbukaan (Langkah 14–17):

Semua pembayaran besar (material) yang dilakukan oleh perusahaan pada pemerintah, dan semua pendapatan pemerintah dari perusahaan-perusahaan, harus dibuka bagi organisasi yang dikontrak untuk merekonsiliasi angka-angka dan membuat laporan EITI. MSG harus puas jika organisasi yang dikontrak tersebut merekonsiliasi angka-angka

Page 95: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian IV : Inisiatif Transparansi Penerimaan Negara dari Sektor Migas dan Tambang (EITI)

79Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

dengan sempurna, dan apabila pada laporan tersebut ditemukan adanya perbedaan-perbedaan, dan jika organisasi tersebut membuat sejumlah rekomendasi tindakan.

Penyebaran (Langkah 18):

Laporan EITI harus tersedia bagi masyarakat umum melalui cara-cara yang dapat diakses, komperehensif, dan dapat dipahami.

Gambar Grid EITI 36 :

Validasi EITI Panduan Validasi

Kewajiban-kewajiban Negara Indikator-indikator Grid

Pendaftaran EITI

1. Mengeluarkan pernyataan komitmen publik yang jelas

Memiliki komitmen bekekerja dengan kalangan masyarakat sipil dan perusahaan

3. Menunjuk individu senior untuk memimpin EITI

Mempublikasikan rencana kerja yang mendapatkan sokongan dana secara penuh

Persiapan EITI

5. Membentuk Kelompok Multi-stakeholder

6. Melibatkan masyarakat sipil

7. Melibatkan perusahaan-perusahaan

8. Menyingkirkan penghalang pelaksanaan

9. Memberikan persetujuan pada template pelaporan

10. Menunjuk organisasi untuk merekonsiliasi angka-angka

11. Memastikan semua laporan perusahaan

Laporan-laporan perusahaan memenuhi standar akuntansi internasionalLaporan-laporan pemerintah memenuhi standar akuntansi internasional

Keterbukaan Audit EITI

Apakah semua pembayaran material perusahaan akan dibuka ke publik?Apakah semua pendapatan material pemerintah akan dibuka ke publik?

16. MSG puas dengan rekonsiliasi

17. Laporan EITI menemukan adanya perbedaan-perbedaan

Penyebaran Hasil-hasil EITI 18: Apakah laporan EITI tersedia secara publik?

36 Ibid

Page 96: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

80

Sesi 9 : EITI di Indonesia

Tujuan Mengetahui Perjalanan EITI di Indonesia 1. Memami Perpres Nomor 26 Tahun 2010 tentang EITI di Indonesia2.

Waktu 60 MenitMetode Membaca bahan bacaan1.

Menyelesaikan Lembar Kerja2. Diskusi Kelompok 3. Diskusi forum dan rekomendasi sesi4.

Bahan Bacaan 9.1 EITI di Indonesia

Lembar Kerja Lembar Kerja 9.1Alat & Bahan Alat Tulis, Alat Tempel, Kertas Plano, Metaplan, LCD Proyektor, Laptop,

TAHAPAN FASILITASI :

1. Pengantar

Fasilitator menjelaskan secara umum tujuan, alur dan alokasi waktu pada sesi ini. Kemudian fasilitator mempersilahkan partisipan untuk bertanya dan memberi masukan jika diperlukan. (waktu : 5 menit)

2. Membaca Bahan Bacaan

Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 9.1. (EITI di Indonesia) kepada seluruh peserta, kemudian bersama-sama membaca bahan bacaan (waktu : 5 menit)

3. Menyelesaikan Lembar Kerja secara Berkelompok

Fasilitator membagi peserta menjadi kelompok yang proporsional (satu kelompok terdiri atas 4 sampai 6 orang)

Fasilitator membagi lembar kerja kepada setiap kelompok, kemudian mempersilakan tiap kelompok untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan petunjuk pada lembar kerja yang ada (waktu : 10 menit)

Fasilitator mempersilakan perwakilan tiap kelompok untuk membacakan hasil kerja kelompoknya. (waktu : 15 menit)

4. Diskusi Forum dan Rekomendasi Sesi

Fasilitator memandu forum untuk mendiskusikan hasil-hasil dari kerja kelompok

Fasilitator memandu forum untuk merangkum dan menemukan hal-hal penting dan titik -titik kunci dari tema pembahasan

Alokasi waktu : 25 menit

Page 97: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian IV : Inisiatif Transparansi Penerimaan Negara dari Sektor Migas dan Tambang (EITI)

81Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

BAHAN BACAAN 9.1

Pelaksanaan EITI di Indonesia

Setelah melalui proses perumusan dan pembahasan selama kurang lebih tiga tahun, perjuangan untuk mendorong EITI di Indonesia akhirnya menemukan titik terang dengan ditandatanganinya Perpres Nomor 26 Tahun 2010 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Perpres ini mengatur mekanisme transparansi aliran pendapatan (revenue flow) yang diperoleh pemerintah dari perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan Migas, Mineral dan Batubara. Perpres yang ditandatangani tanggal 23 April 2010 ini mewajibkan perusahaan-perusahaan pertambangan Migas, Mineral dan Batubara yang beroperasi di Indonesia dan pemerintah baik pusat maupun daerah untuk melaporkan semua pembayaran-pembayaran dan penerimaan/pendapatan yang diperoleh dari sektor pertambangan Migas, Mineral dan Batubara.

Perpres 26/2010 ini mengatur tentang keberadaan Tim Transparansi sebagai pelaksana dari EITI yang terdiri atas Tim Pengarah dan Tim Pelaksana yang bersifat multipihak, yakni dari unsur pemerintah, perusahaan maupun masyarakat sipil. Tim Pelaksana ini biasa dikenal dengan sebutan Multistakeholder Working Group (MSG). Dalam pelaksanaannya, Tim Pelaksana yang bersifat multipihak ini akan merumuskan format laporan (template of report) yang harus diisi dan dilaporkan oleh perusahaan maupun pemerintah daerah kepada Tim Pelaksana untuk direkonsiliasi oleh rekonsiliator independen. Setelah laporan dari kedua pihak (perusahaan-pemerintah) diterima, laporan tersebut kemudian direkonsilasi oleh rekonsiliator independen, dan hasilnya kemudian wajib dipublikasikan dan disosialisasikan kepada publik.

Tugas dan Kewenangan Tim Transparansi 37 :

Melaksanakan transparansi pendapatan negara dan pendapatan daerah yang 1. diperoleh dari industri ekstraktif.

Dalam melaksnakan tugasnya, Tim Transparansi berwenang berwenang untuk 2. meminta informasi, data tambahan, masukan dan/atau mengadakan konsultasi dengan instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan Industri Ekstraktif, dan pihak lain yang dipandang perlu.

Tugas dan Kewenangan Tim Pengarah 38 :

menyusun kebijakan umum transparansi pendapatan negara dan pendapatan 1. daerah yang diperoleh dari Industri Ekstraktif;

memberikan arahan kepada Tim Pelaksana dalam pelaksanaan transparansi 2. pendapatan negara dan pendapatan daerah yang diperoleh dari Industri Ekstraktif;

37 Sumber : Perpres No 26 tahun 201038 Ibid

Page 98: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

82

menetapkan Rencana Kerja Tim Transparansi;3.

melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan transparansi pendapatan negara dan 4. pendapatan daerah yang diperoleh dari Industri Ekstraktif;

Tim Pengarah melaksanakan rapat sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam satu 5. tahun.

Ketua Tim Pengarah menyampaikan laporan kepada Presiden secara berkala 1 (satu) 6. kali dalam satu tahun dan sewaktu-waktu diperlukan.

Susunan keanggotaan Tim Pengarah 39 :

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (koordinator)1.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral;2.

Menteri Keuangan; 3.

Menteri Dalam Negeri;4.

Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;5.

Prof. Dr. Emil Salim.6.

Tugas dan Kewenangan Tim Pelaksana 40 :

menyusun Rencana Kerja Tim Transparansi untuk periode 3 (tiga) tahun;1.

menyusun format laporan;2.

menetapkan rekonsiliator;3.

menyebarluaskan hasil rekonsiliasi laporan;4.

menyusun laporan Tim Pengarah kepada Presiden; dan5.

melakukan hal-hal lain yang ditugaskan oleh Tim Pengarah.6.

Tim Pelaksana bertanggung jawab kepada Tim Pengarah.7.

Ketua Tim Pelaksana melaporkan pelaksanaan tugas Tim Pelaksana secara berkala 8. atau sewaktu-waktu kepada Ketua Tim Pengarah.

Susunan keanggotaan Tim Pelaksana 41 :

Ketua merangkap anggota :

Deputi Bidang Koordinasi Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kehutanan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Ketua I merangkap anggota :

Direktur Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan;

Ketua II merangkap anggota :

Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;

39 ibid40 ibid41 ibid

Page 99: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Bagian IV : Inisiatif Transparansi Penerimaan Negara dari Sektor Migas dan Tambang (EITI)

83Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Anggota :

Deputi Bidang Koordinasi Kerja sama Ekonomi dan Pembiayaan Internasional, 1. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian;Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator 2. Bidang Perekonomian;Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan;3. Direktur Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan;4. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan;5. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian Energi dan Sumber Daya 6. MineralDirektur Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi, Kementerian Energi dan 7. Sumber Daya Mineral;Direktur Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah, Kementerian Dalam Negeri;8. Deputi Akuntan Negara, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;9. Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi;10. Direktur Utama PT. Pertamina (Persero);11. Tiga orang perwakilan dari pemerintahan daerah penghasil mineral, batubara, 12. minyak bumi dan gas bumi;Tiga orang perwakilan dari asosiasi perusahaan yang bergerak di bidang 13. pertambangan mineral, batubara, serta minyak dan gas bumi;Tiga orang perwakilan lembaga swadaya masyarakat yang menaruh perhatian 14. terhadap transparansi pendapatan negara dan pendapatan daerah yang diperoleh dari Industri Ekstraktif.

Sebagai tindak lanjut dari perpres tersebut, pada tanggal 19 Oktober 2010, Dewan EITI menyetujui aplikasi Indonesia sebagai negara kandidat (candidate country), Konsekuensinya, Tim MSG harus segera menjalankan agenda kerja yang telah disepakati, melaksanakan EITI sebagaimana yang telah diatur dalam Perpres kemudian mempublikasikannya kepada publik.

Tahapan pelaksanaan EITI di Indonesia yang menjadi titik kritis untuk terus mendapatkan pengawalan publik antara lain : (1)Tahap Prapelaporan meliputi: penetapan cakupan informasi/data dalam format laporan perusahaan/pemerintah, akses sumber informasi/data, pihak-pihak perusahaan dan pemerintah yang wajib melaporkan, sosialisasi format laporan, dan penetapan mekanisme dan jadwal pelaporan, serta penetapan rekonsiliator; (2)Tahap Pelaporan meliputi: pelaksanaan jadwal dan mekanisme pelaporan, pihak-pihak perusahaan dan pemerintah yang melaporkan; (3)Tahap Rekonsiliasi Laporan meliputi : proses pelaksanaan jadwal rekonsiliasi, pelaksanaan mekanisme rekonsiliasi, serta perkembangan hasil rekonsiliasi; (4)Tahap Pascarekonsiliasi meliputi : publikasi & sosialisasi hasil rekonsiliasi, akses publik atas hasil rekonsiliasi, serta rekomendasi dan tindak lanjut atas hasil rekonsiliasi.

Page 100: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

84

LEMBAR KERJA 9.1

EITI dan Pelaksanaannya di Indonesia

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini melalui kerjasama kelompok :

Apa pengertian, kriteria dan prinsip-prinsip EITI?1.

Langkah-langkah apa yang harus dilakukan oleh sebuah negara untuk menjadi negara 2. yang patuh terhadap EITI?

Di Indonesia, EITI diatur dalam peraturan perundangan apa?3.

Tim Transparansi yang akan melaksanakan EITI di Indonesia terdiri atas badan apa saja 4. dan siapa saja anggotanya?

Page 101: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

LAMPIRAN

Page 102: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

86

LAMPIRAN!1

Gambaran Jadwal Acara Pelatihan

Acara Waktu Durasi Hari Pertama

Pembukaan 09.00 -- 09.45 45 menit

Sesi-1 09.45 -- 10.45 60 menit

Break 10.45 -- 11.00 15 menit

Sesi-2 11.00 -- 12.30 90 menit

Makan Siang 12.30 -- 13.30 60 menit

Sesi-3 13.30 -- 15.15 105 menit

break 15.15 -- 15.30 15 menit

Sesi-4 15.30 -- 16.30 60 menit

Evaluasi Hari Pertama 16.30 -- 17.00 30 menit

Hari Kedua

Sesi-5 09.00 -- 10.15 75 menit

Break 10.15-- 10.30 15 menit

Sesi-6 10.30 -- 11.45 75 menit

Makan Siang 11.45 -- 12.45 60 menit

Sesi-7 12.45 -- 14.00 75 menit

Sesi-8 14.00 -- 15.15 75 menit

Break 15.15 -- 15.30 15 menit

Sesi-9 15.30 -- 16.30 60 menit

Evaluasi dan Penutupan 16.30 -- 17.15 45 menit

Page 103: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Lampiran

87Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

LAMPIRAN!2

Perkembangan Harga Minyak Mentah Indonesia(Indonesian Crude Price/ ICP) (US$/Bbl)

Tahun 2010

No. Minyak Mentah

Tahun Rata-rata2009 2010 Jan’10

s.d Des’10

Des’09 s.d

Nov’10Jan-Des

Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

1

3

7

1011

13

17

3031

33

37

- - - - - - - - - - - -

Page 104: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

88

Daftar Pustaka

Departemen Keuangan R.I, Pelengkap Buku Pegangan 2008 : Penyelenggaraan Pemerintah dan Pembangunan Daerah, Depkeu, 2008

Edisi Lengkap UU No 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi dan Peraturan Menteri ESDM Tahun 2008, Bandung : Citra Umbara, 2008

Goldwyn, David L, Menggali Lebih Dalam (Drilling Down), Revenue Watch Institute, New York, 2008

Humphreys, Macartan, dkk, Berkelit dari Kutukan Sumberdaya Alam (Escaping The Resource Curse), Jakarta : Samdhana Institute & RWI, 2007

Jaya, Makky S, Beberapa Pokok Pikiran Pengelolaan Blok Cepu, 22 Februari 2006.

Khoirunnurrofik, Perhitungan Bagi Hasil Sumber Daya Alam, Center for Institutional Reform and the Informal Sector (IRIS), University of Maryland, 2002.

Mudiarto, Viet Rochman, www.akuntansi-psc.blogspot.com diunduh tanggal 09 November 2010

Partowidagdo, Widjajono, Migas dan Energi di Indonesia, Permasalahan dan Analisis Kebijakan, Bandung : Bandung Development Studies Foundation, 2009

PATTIRO, Aliran dan Perhitungan DBH Minyak Blok Cepu, Laporan Penelitian, 2009.

Salinan Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor.002/PUU-I/2003

Salinan Production Sharing Contract Block Cepu, 2006.

Shults, Jim, Mengikuti Alur Perjalanan Uang (Follow The Money), Open Society Institute, New York, 2006

Wiyono, Teguh, Tinjauan Ekonomi Keikutsertaan BUMD Blora Dalam Program Participating Interest (PI) Blok Cepu, Tesis Program Studi Teknik Perminyakan, ITB, 2008.

www.bpk.go.id, Pajak Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi di Indonesia, diunduh pada tanggal 2 Januari 2010.

www. bpk.go.id, Cost Recovery dalam Kontrak Production Sharing Minyak dan Gas Bumi di Indonesia, diunduh pada tanggal 10 November 2010.

www.depkeu.go.id, Formula ICP, diunduh pada bulan Februari 2010

Page 105: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Lampiran

89Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas

Profil Penulis

Maryati Abdullah, bekerja di Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) sebagai peneliti untuk

isu-isu ekstraktif, transparansi dan pembangunan. Perempuan kelahiran 1979 ini adalah mantan

ketua Senat Mahasiswa Universitas Gadjah Mada. Pernah menulis beberapa buku bersama penulis

lainnya, di antaranya : Masa Depan Yogyakarta dalam Bingkai Keistimewaan (2002), Advokasi Anggaran

untuk Komunitas (2006), Modul Pelatihan Anggaran Berbasis Kinerja Responsif Gender (Edisi Revisi 2008),

Panduan Masyarakat Memperoleh Informasi Publik (2010). Lulusan Kimia UGM ini pernah menjadi

program manager untuk program kebebasan informasi publik di beberapa daerah, peneliti utama

untuk keterbukaan Informasi Migas Blok Cepu, project manager untuk program transparansi Migas,

serta aktif di berbagai forum pelatihan dan konferensi internasional untuk isu-isu ekstraktif Migas

dan Minerba. Sebelum di PATTIRO, Maryati aktif di Parliament Watch (PARWI) sebagai Ketua Divisi

Penelitian dan Pengembangan. Ibu yang memiliki dua anak ini aktif di Koalisi Nasional Publish Watch

You Pay (PWYP) sebagai Badan Pengarah, hingga saat ini terpilih sebagai perwakilan CSO dalam Tim

Pelaksana EITI Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Ambarsari Dwi Cahyani, bekerja di Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) sebagai peneliti

isu transparansi dan pembangunan, serta isu sosial dan pembangunan ekonomi lokal. Lulusan teknik

industri ITB tahun 1999 telah meraih Magister Manajemen di bidang manajemen keuangan di Prasetya

Mulya Business School, Jakarta pada 2006. Pernah menjadi program manajer untuk Program Gender

Budget tahun 2002 di PATTIRO dan pernah bekerja di sektor swasta menjadi manajer keuangan dan

general manajer di salah satu perusahaan swasta di Jakarta hingga tahun 2006. Perempuan kelahiran

1976 ini pada tahun 2008 mendapat kesempatan mengikuti training dan konferensi Internasional

yang diselenggarakan oleh Revenue Watch Insititute di New York. Ibu yang memiliki tiga anak ini di

tahun yang sama juga menjadi peserta study excursion ke Jerman dan Budapest, kerja sama InWent

dan LGI.

Page 106: Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas