Top Banner
153 K A N D A I Volume 10 No. 2, November 2014 Halaman 153-164 PENGUNGKAPAN BUDAYA SUKU ANAK DALAM MELALUI KOSAKATA BAHASA KUBU (The Expression of Anak Dalam Tribe’s Culture Through Vocabulary of Kubu Language) Ermitati Kantor Bahasa Provinsi Jambi Jalan Arif Rahman Hakim 101, Telanaipura, Jambi Pos-el: [email protected] (Diterima 5 April 2014; Revisi 15 Oktober 2014; Disetujui 22 Oktober 2014) Abstract Language and culture are the two aspects of human life that can not be separated because the language is a means to express the culture of a nation. That led to the vocabulary of a language encode various speakers activities, among others, social activities, arts, and cultures. This paper answers the questions: (a) How is cultural reality of Anak Dalam tribe encoded in the linguistic data of Kubu language? (b) What vocabularies of Kubu language that can encode Anak Dalam tribe’s culture, with living in Bukit Dua Belas, the province of Jambi? The data of this paper were collected through interviews using techniques of recording, baiting, and noting. The data were analyzed with the Kramsch theory (2000), which states that the language expresses cultural realities of speakers of a language. The article finds that three classifications of vocabularies Kubu language encode Anak Dalam Tribe’s culture, namely: (a) traditional vocabularies (b ) making food vocabularies, (c) amulet vocabularies, and (d) local wisdom. Besides, Anak Dalam Tribe’s culture encoded the vocabularies of Kubu langguage, namely, basale, melangun, manumbai, meremu, betilik, beburu, and objects worn as amulets. Keywords: culture, Anak Dalam Tribe, encode, vocabulary, Kubu language Abstrak Bahasa dan budaya merupakan dua aspek kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan karena bahasa merupakan sarana untuk mengekspresikan budaya suatu bangsa. Hal itu menyebabkan kosakata suatu bahasa menyandikan berbagai kegiatan penuturnya, antara lain, kegiatan sosial, seni, dan budaya. Tulisan ini menjawab pertanyaan: (a) Bagaimana realitas budaya Suku Anak Dalam yang tersandi dalam data linguistik bahasa Kubu? (b) Kosakata apa saja yang dapat menyandikan budaya Suku Anak Dalam yang tinggal di Bukit Dua Belas, pedalaman Provinsi Jambi? Data tulisan ini dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan teknik perekaman, pemancingan, dan pencatatan. Data dianalisis dengan teori Kramsch (2000), yang menyatakan bahwa bahasa mengungkapkan realitas budaya penutur suatu bahasa. Tulisan ini menemukan tiga klasifikasi kosakata yang menyandikan budaya Suku Anak Dalam, yakni (a) kosakata tradisi (b) kosakata pengambilan makanan, (c) kosakata azimat, dan (d) kearifan lokal. Di samping itu, budaya
12

MELALUI KOSAKATA BAHASA KUBU - Jurnal-el Badan Bahasa

Nov 02, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: MELALUI KOSAKATA BAHASA KUBU - Jurnal-el Badan Bahasa

153

K A N D A I

Volume 10 No. 2, November 2014 Halaman 153-164

PENGUNGKAPAN BUDAYA SUKU ANAK DALAMMELALUI KOSAKATA BAHASA KUBU

(The Expression of Anak Dalam Tribe’s CultureThrough Vocabulary of Kubu Language)

ErmitatiKantor Bahasa Provinsi Jambi

Jalan Arif Rahman Hakim 101, Telanaipura, JambiPos-el: [email protected]

(Diterima 5 April 2014; Revisi 15 Oktober 2014; Disetujui 22 Oktober 2014)

AbstractLanguage and culture are the two aspects of human life that can not be

separated because the language is a means to express the culture of a nation.That led to the vocabulary of a language encode various speakers activities,among others, social activities, arts, and cultures. This paper answers thequestions: (a) How is cultural reality of Anak Dalam tribe encoded in thelinguistic data of Kubu language? (b) What vocabularies of Kubu language thatcan encode Anak Dalam tribe’s culture, with living in Bukit Dua Belas, theprovince of Jambi? The data of this paper were collected through interviewsusing techniques of recording, baiting, and noting. The data were analyzed withthe Kramsch theory (2000), which states that the language expresses culturalrealities of speakers of a language. The article finds that three classifications ofvocabularies Kubu language encode Anak Dalam Tribe’s culture, namely: (a)traditional vocabularies (b ) making food vocabularies, (c) amulet vocabularies,and (d) local wisdom. Besides, Anak Dalam Tribe’s culture encoded thevocabularies of Kubu langguage, namely, basale, melangun, manumbai,meremu, betilik, beburu, and objects worn as amulets.Keywords: culture, Anak Dalam Tribe, encode, vocabulary, Kubu language

AbstrakBahasa dan budaya merupakan dua aspek kehidupan manusia yang tidak

dapat dipisahkan karena bahasa merupakan sarana untuk mengekspresikanbudaya suatu bangsa. Hal itu menyebabkan kosakata suatu bahasamenyandikan berbagai kegiatan penuturnya, antara lain, kegiatan sosial, seni,dan budaya. Tulisan ini menjawab pertanyaan: (a) Bagaimana realitas budayaSuku Anak Dalam yang tersandi dalam data linguistik bahasa Kubu? (b)Kosakata apa saja yang dapat menyandikan budaya Suku Anak Dalam yangtinggal di Bukit Dua Belas, pedalaman Provinsi Jambi? Data tulisan inidikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan teknik perekaman,pemancingan, dan pencatatan. Data dianalisis dengan teori Kramsch (2000),yang menyatakan bahwa bahasa mengungkapkan realitas budaya penutur suatubahasa. Tulisan ini menemukan tiga klasifikasi kosakata yang menyandikanbudaya Suku Anak Dalam, yakni (a) kosakata tradisi (b) kosakata pengambilanmakanan, (c) kosakata azimat, dan (d) kearifan lokal. Di samping itu, budaya

Page 2: MELALUI KOSAKATA BAHASA KUBU - Jurnal-el Badan Bahasa

Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 153-164

154

Suku Anak Dalam yang tersandi dalam kosakata bahasa Kubu, antara lain,basale, melangun, menumbai, meremu, betilik, berburu, dan penggunaan benda-benda yang berkaitan dengan azimat.Kata-katakunci: budaya, Suku Anak Dalam, tersandi, kosakata, bahasa Kubu

PENDAHULUAN

Bahasa dan budaya merupakandua aspek kehidupan manusia yangtidak dapat dipisahkan karena bahasamerupakan sarana untukmengekspresikan budaya suatu bangsa.Hal itu menyebabkan setiap unsurbahasa mengandung muatan budayapenuturnya, termasuk budaya yangberkaitan dengan sifat, perilaku, nilaimoral, dan etika. Sumarsono danPartana (2002:20) menyebutkanbahwa bahasa sering dianggap sebagaiproduk sosial atau produk budaya,yang mewadahi aspirasi sosial,kegiatan, perilaku masyarakat, danpenyingkapan budaya dan teknologiyang diciptakan oleh masyarakatpemakai suatu bahasa. Bahasa bisadianggap sebagai “cerminzamannya”.Artinya, bahasa di dalamsuatu masa tertentu mewadahi apayang terjadi dalam masyarakat.

Kosakata dan ungkapan suatubahasa menyandikan budayapenuturnya. Hal itu terjadi karenakosakata suatu bahasa menyandikanpengetahuan dunia yang dimiliki olehpenuturnya. Pengetahuan dunia yangdimiliki oleh penutur suatu bahasadapat berupa aktivitas sosial danaktivitas budaya yang dilakukan olehmasyarakat dalam kegiatan sehari-hari.Aktivitas sosial dan aktivitas budayasuatu masyarakat itu ditentukan olehkepecayaan dan lingkungan tempattinggal yang mereka miliki. Misalnya,masyarakat yang memilikikepercayaan animisme, yakni‘kepercayaan kepada roh yangmendiami semua benda (pohon batu,gunung, dll.)’, akan melakukan

akivitas sosial dan aktivitas budayayang sesuai dengan kepercayaananimisme yang mereka miliki.Sementara itu, masyarakat yangmemiliki keyakinan terhadap suatuagama, misalnya, agama Islam,Kristen, Protesten, Buddha, Hindu,dll., juga akan melakukan aktivitassosial dan aktivitas budaya yang sesuaidengan agama yang mereka yakini.Selain itu, aktivitas sosial dan aktivitasbudaya yang dihasilkan oleh suatumasyarakat juga berkaitan dengankeadaan tempat tinggal mereka. Halitu dapat kita lihat bahwa masyarakatyang hidup dan tinggal di dekatpantai, tentu sebagian besar berprofesisebagai nelayan. Sebaliknya,masyarakat yang hidup dan tinggal didaerah pergunungan, tentu saja,sebagian besar akan berprofesi sebagaipetani. Hal itu menyebabkan kosakatayang terdapat dalam suatu bahasamenggambarkan aktivitas sosial danaktivitas budaya yang dilakukan olehpenutur suatu bahasa dalam kehidupansehari-hari.

Suku Anak Dalam merupakansalah satu suku terasing yang ada dinusantara. Mereka tinggal di dalamhutan, di pedalaman ProvinsiJambi.Suku Anak Dalam hidup sangatsederhana dan sangat bergantung padaalam.Mereka belum memakai pakaianseperti yang dipakai oleh masyarakatmodern. Kaum laki-laki Suku AnakDalam memakai kancut, yaknikainpanjang yang lilitandari pinggang keselangkangan untuk menutupikemaluan laki-laki. Sementara itu,kaum perempuan Suku Anak Dalamyang belum menikah menggunakankain sarung yang dililitkan pada

Page 3: MELALUI KOSAKATA BAHASA KUBU - Jurnal-el Badan Bahasa

Ermitati: Pengungkapan Budaya Suku Anak Dalam…

155

tubuh sebatas dada dan kaumperempuan Suku Anak Dalam yangsudah menikah menggunakan kainsarung yang dililitkan pada tubuhsebatas pinggul.

SukuAnak Dalam memilikikepercayaan dinamisme dan animisme.Kepercayaan dinamisme adalahkeyakinan bahwa segala sesuatumempunyai tenaga atau kekuatan yangdapat mempengaruhi keberhasilan ataukegagalan manusia dalammempertahankanhidup,sedangkankepercayaananimisme adalah kepercayaan kepadaroh yang mendiami semua benda(pohon batu, gunung, dsb.). Suku AnakDalam memuja roh nenek moyang danmemiliki banyak dewa yang merekaanggap Tuhan. Mereka termasukmasyarakat yang masih primitifdanmemahami hutan sebagai tempatyang cocok dengan cara hidup mereka.Suku Anak Dalam, yang memilikikeparcayaan dinamisme dan animisme,bertindak dan berperilaku dalamkehidupan mereka sehari-hari, struktursosial, hukum adat, dan mitos yangmereka miliki, sesuai dengankeyakinan mereka. Hal itumenyebabkan budaya Suku AnakDalam berbeda dari budayamasyarakat Jambi pada umumnya. Halinilah yang membuat penulis tertarikuntuk mengungkap budaya Suku AnakDalam yang tersandi dalam kosakatabahasa Kubu.Masalah yang akandiungkap dalam tulisan ini ada dua,yakni (a) bagaimana realitas budayaSuku Anak Dalam yang tersandidalam data linguistik bahasa Kubu?(b) Kosakata apa saja yangmenyandikan budaya Suku AnakDalam tersebut? Sehubungan denganmasalah tersebut, tulisan ini bertujuanuntuk membuat deskripsi tentangrealitas budaya Suku Anak Dalamyang tersandi dalam data linguistik

bahasa Kubu. Selain itu, tulisan inijuga membuat deskripsi tentangkosakata bahasa Kubu yangmenyandikan budaya Suku AnakDalam.

LANDASAN TEORI

Beeman (2012:531)menyebutkan bahwa antropolinguistikmemandang bahasa melalui budayadan melalui perilaku masyarakat,yakni bagaimana bahasa digunakandalam kegiatan sosial dan kegiatanbudaya tertentu. Definisiantropolinguistik tersebut mengacupada hubungan antara bahasa danbudaya. Sementara itu, Sapir-Worf(dalam Beeman, 2012:533)menyatakanbahwa hubungan antara bahasa danbudaya merupakan hubungankoordinatif. Pernyataan tersebutdikenal sebagai relativitas bahasa, yangterkenal dengan sebutanhipotesisSapir-Worf (Sapir-WorfHypothesis). Sementara itu, Storey(2003) menyebutkan bahwa bahasamerupakanalat dan media untukmemunculkan arti atau makna(meaning). Dalam pandangan mereka,melakukan penelitian budaya berartimengeksplorasi bagaimana maknadiproduksi secara simbolik di dalambahasa sebagai sebuah sistem tanda(signifying system). Kajianantropolinguistik juga dipahamisebagai pengkajian bahasa untukmelihat hubungan antara bahasa danbudaya. Wawasan tentang hubunganantara bahasa dan budayadikemukakan oleh Kramsch (2000:3)seperti berikut ini:

(a) Bahasa mengungkapkanrealitas budaya.Berarti,kosakata yang dituturkan olehseorang pembicaraberhubungan denganpengalaman seseorang tentang

Page 4: MELALUI KOSAKATA BAHASA KUBU - Jurnal-el Badan Bahasa

Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 153-164

156

dunia. Kosakata tersebutmengungkapkan fakta, ide, danperistiwa yang berhubungandengan pengetahuan duniayang dimiliki oleh penutursuatu bahasa. Selain itu,kosakata suatu bahasa jugamerefleksikan sikap dankepercayaan penuturnya.

(b) Bahasa menambah realitasbudaya.Berarti, anggotamasyarakat atau kelompoksosial tidak hanyamengekspresikan pengalamanmereka dengan bahasa, tetapimereka juga menciptakanpengalaman melalui bahasa.Mereka memaknai media yangdigunakan untukberkomunikasi dengan yanglain, misalnya telepon, e-mail,grafik, dan bagan.

(c) Bahasa menyandikan realitasbudaya.Berarti, bahasamerupakan sistem tandayang mempunyai nilaibudaya. Penutur suatu bahasamengidentifikasikan dirimereka sendiri dan oranglain melalui penggunaanbahasa.

Teori Kramsch (2000:3) tersebutsemakin mengukuhkan peran bahasadalam mengungkapkan budaya penutursuatu bahasa. Setiap bahasamenyandikan kenyataan budayapenutur suatu bahasa dalam bentukleksikal. Dengan kata lain, setiapbudaya menentukan kategorisasikenyataan. Fakta linguistik suatubahasa dapat dijadikan alat untukmenentukan budaya suatu etnis. Untukmenganalisis data linguistik yangmengungkapan hubungan antarabahasa dan budaya, tulisan inimenggunakan pendekatan antropologi-linguistik yang didasarkan pada data

bahasa Kubu. Analisis data tulisan inimenggunakan teori Kramsch, yangmenyatakan bahwa bahasamengungkapkan, menggambarkan, danmenyandikan realitas budayapenuturnya. Teori Kramsch tersebutakan dikaitkan dengan hipotesis Sapir-Worf yang menyatakan bahwa bahasamemengaruhi cara pandang manusiaterhadap dunia.

Sementara itu, Kecskes(2008:388) menyebutkan bahwaperilaku dinamis cara berbicaramanusia mengimplikasikan prosestimbal balik antara bahasa (pesan) dankonteks situasional aktual. Pesan, yangtersandi dalam konteks masa lalu,dapatdigunakan untuk menciptakan maknadalam konteks masa kini. Oleh sebabitu, pesan tidak pernah bebas konteks.Kosakata atau butir leksikalmerupakan tempat penyimpanankonteks masa lalu sehingga tak adamakna yang bebas konteks. Hal itumerupakan keteraturan yang selaluberulangpada acuan konteks masa lalu.

Teori model makna dinamistersebut memadukan pendekatankontekstual eksternal dan pendekatankontekstual internal pada konteks danmempertimbangkan proses komunikasisebagai proses yang terstruktur.Pendekatan inidapat kita hubungkandengan pemahaman Sciabarra(2002:381) tentang dialektika konteks.Menurut Sciabarra, dialektikamerupakan seni menjaga kontekskarena kita harus memahami kontekssetiap objek melalui teknik abstraksidan integrasi. Dengan memahamiobjek dari sudut pandang yangberbeda, seseorang memilikipemahaman yang lebih komprehensifterhadap suatu objek.

Teori model makna dinamismemfokuskan pembahasan kaidahkontekstual dalam konstruksi makna.Kecskes (2008:390) menyatakan

Page 5: MELALUI KOSAKATA BAHASA KUBU - Jurnal-el Badan Bahasa

Ermitati: Pengungkapan Budaya Suku Anak Dalam…

157

bahwa bahasa itu bermakna, dan kitaperlu membedakan antara nilai maknaunit leksikal dan makna situasional.Proses tafsiran makna situasionalmeliputi proses membongkar kontekspribadi, yang diungkapkan dalam nilaimakna unit leksikal, prosesmembangun konteks pribadi dankonteks situasional aktual peserta tuturyang saling memengaruhi. Nilai maknakata menyandikan kontekspengalaman masa lalu,yang berperansebagai kaidah dalam kontekssituasional dalam kaidah konstruksimakna. Pengetahuan dunia yangdimiliki oleh penutur suatu bahasatersandi dan termutakhirkan secaradialektikal dan relasional dalamkosakata suatubahasa.Kontekssituasionalaktual yang melatari sebuahkatadilihat melalui konteks masa lalu.Menurut pendekatan ini, budayamasyarakat yang alami merupakanhasil penggabungan pengalaman masalalu dan pengalaman masa kini.Pengalaman masa lalu terungkapdalam nilai makna kosakata atau butirleksikal yang menyebabkanpenggunaan tuturan oleh peserta tuturdan pengalaman saat ini tergambardalam konteks situasi aktual dalamkomunikasi percakapan. Makna secaraformal terungkap dalam konteksinteraksional linguistikyang terciptasecara spontan dan merupakan hasildari pengaruh interaksi timbal balikantara penggambaran konteks pribadidalam bahasa peserta tutur danpenginterpretasian konteks situasi saatini oleh peserta tutur.

Teori model makna dinamis yangdikemukakan oleh Kecskes tersebutdidukung pula oleh Clark (2009).Clark menyebutkan bahwa antarapembicara dan kawan bicara memilikikesamaan informasi tentangpengetahuan dunia dan nilai-nilaibersama tentang keyakinan konteks

situasional. Pengalaman masa laluyang mereka miliki bersamamelengkapi konteks situsionalsebenarnya. Sementara itu,Gurtavenco (2014: 139) menyebutkanbahwa teori model makna dinamisyang diusulkan oleh Kecskes (2008)ditandai oleh tingginya relevansi dankegunaan teori tersebut dalamkomunikasi antarbudaya. Kecskesmerumuskan bahwa makna adalahhasil dari interaksi antara kontekspribadi pembicarayang tersandi dalamsatuan leksikal, kemudian digabungkanpengetahuan spesifik individu yangdirumuskan dalam ucapan-ucapan dandisesuaikan dengan konteks pribadikawan bicara dalam kontekssituasional yang sebenarnyasebagaimana yang dipahami olehkawan bicara.

Selanjutnya, Kecskes (2013:205)menyebutkan bahwa konteksmerepresentasikan dua sisipengetahuan, yakni konteks masa laludan konteks situasional aktual, yangtidak dapat dipisahkan. Kontekssituasional aktual dilihat melaluikonteks masa lalu dan kombinasi inimenimbulkan tempat ketiga. Menurutpandangan ini, makna adalah hasil darihubungan timbal balik pengalamanmasa lalu dan pengalaman masa kini.Dengan demikian, ciri utama darialiran dinamis ini bentuk yangmemperlihatkan hubungan timbal balikyang muncul antara kontruksi daninteraksi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakanmetode penelitian kualitatif, yangbertujuan untuk menentukan kaidah-kaidah yang mengatur tentangklasifikasi kosakata bahasa Kubu yangmenyandikan budaya Suku AnakDalam. Klasifikasi kosakata bahasa

Page 6: MELALUI KOSAKATA BAHASA KUBU - Jurnal-el Badan Bahasa

Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 153-164

158

Kubu tersebut didasarkan pada unsurkonseptual spesifik kebudayaan yangtersandi dalam kosakata bahasa Kubu.Selain itu, kosakata bahasa Kubu jugamengungkapkan realitas budaya SukuAnak Dalam, berarti kosakata bahasaKubu yang dituturkan oleh Suku AnakDalam berhubungan denganpengatahuan dunia yang merekamiliki.Jadi, kosakata bahasa Kubutersebut mengungkapkan fakta danperistiwa yang berhubungan denganpengetahuan dunia yang dimiliki olehSuku Anak Dalam. Selain itu, kosakatabahasa Kubu juga merefleksikan sikapdan kepercayaan Suku AnakDalam.Untuk mencapai tujuan itu,penelitian ini dilakukan dalam tigatahap, yakni (a) tahap pengumpulandata, (b) tahap penganalisisan data, dan(c) tahap penyajian hasil analisis.

Pada tahap pengumpulan data,digunakan metode observasi denganteknik wawancara, perekaman, danteknik pencatatan. Teknik wawancarayang digunakan dalam penelitian iniadalah wawancara terstruktur. Teknikwawancara terstruktur itu digunakanagar peneliti dapat menjaring datasesuai dengan data yang dibutuhkan,yakni data berupa kosakata bahasaKubudan budaya Suku Anak Dalam.Dengan menggunakan wawancaraterstruktur tersebut, penelitimenggiring informan untukmenyebutkan kosakata yangmenyandikan budaya Suku AnakDalam sesuai dengan data yangdibutuhkan oleh peneliti.

Teknik perekaman digunakanuntuk merekam data berupawawancara yang dilakukan olehpeneliti dan informan ketikamelakukan penjaringan data.Kemudian, hasil rekaman ituditranskripsi secara ortografis sesuaidengan sasaran penelitian, yaknikosakata bahasa Kubu yang

menyandikan budaya Suku AnakDalam.

Teknik pencatatan digunakanoleh peneliti untuk mencatat data yangdiperoleh dari informan. Di sampingitu, teknik pencatatan juga digunakanuntuk keperluan pengecekan kesahihandata yang diperoleh dan mencatatinformasi tambahan yang dibutuhkanoleh peneliti.

Dalam pemilahan data penelitian,peneliti menggunakan teknik iden-tifikasi. Dengan teknik identifikasi,data berupa kosakata budaya bahasaKubu diklasifikasi berdasarkankosakata yang menyandikan budayaSuku Anak Dalam yang betaliandengan tradisi, pemenuhan kebutuhanpangan, benda-benda yang digunakansebagai azimat, dan kosakata budayayang berkaitan dengan kearifan lokal.Selanjutnya, data penelitian inidianalisis menggunakan teori Kramsch(2000), yang menyatakan bahwabahasa mengungkapkan danmenyandikan realitas budaya penutursuatu bahasa dan Teori Model MaknaDinamis Kecskes (2008), yangmenyatakan bahwa budaya alamimasyarakat merupakan hasilpenggabungan pengalaman masa laludan pengalaman saat ini. Pengalamanmasa lalu terungkap dalam nilai maknakosakata atau butir leksikal suatubahasa.

PEMBAHASAN

Kosakata budaya merupakansalah satu kategorisasi leksikal, yangdigunakan oleh penutur suatubahasauntuk mengungkapkan berbagaikegiatan yang mereka lakukan dalamkehidupan sehari-hari. Hal ituberkaitan dengan kegiatan yangberhubungan dengan tradisi, seni,pemenuhan kebutuhan pangan, dansebagainya. Suku Anak Dalam,

Page 7: MELALUI KOSAKATA BAHASA KUBU - Jurnal-el Badan Bahasa

Ermitati: Pengungkapan Budaya Suku Anak Dalam…

159

sebagai salah satu suku terasing dinusantara, hidup secara nomaden atauhidup berpindah.Suku Anak Dalammemiliki sistem kepercayaanpoliteisme, mereka mempercayaibanyak dewa. Ada dewa yang baikadapula dewa yang jahat. Selainkepercayaan terhadap dewa, merekajuga percaya adanya roh nenekmoyang yang selalu ada disekitarmereka. Mereka percaya bahwa alamsemesta menyimpan banyak roh yangmelindungi manusia. Jika inginselamat, manusia harus menghormatiroh dan tidak merusak alam, sepertihutan, sungai, dan bumi. Kekayaanalam bisa dijadikan sumber matapencarian untuk memenuhi kebutuhanhidup. Hingga saat ini, Suku AnakDalam masih mempertahankanbeberapa etika khusus. Oleh sebab itu,budaya Suku Anak Dalam sangatberbeda dari budaya masyarakat Jambipada umumnya.

Dalam artikel ini, kosakata yangmenyandikan budaya Suku AnakDalam akan diklasifikasai menjadi 4bagian, yakni (a) kosata tradisi (b)pemenuhan kebutuhan pangan, (c)benda-benda azimat, dan (d) kosakatayang bertalian dengan kearifan lokal .Keempat klasifikasi kosakata budayatersebut akan dipaparkan pada subseksiberikut.

Kosakata Tradisi

Suku Anak Dalam memilikitradisi yang sangat unik karena tradisitersebut dilakukan sesuai dengankeyakinan yang mereka miliki, yaknikepercayaan animisme. Tradisi yangada dalam budaya Suku Anak Dalam,antara lain basale, manumbai,danmelangun. Suku Anak Dalammemiliki kepercayaan animisme danmemuja roh nenek moyang.Kepercayaan Suku Anak Dalam

tersebut terwujud dalam kehidupanmereka sehari-hari. Suku Anak Dalampercaya bahwa jika ada anggotakeluarga mereka menderita suatupenyakit, mereka percaya bahwa paradewa, roh, serta mahluk haluslah yangmengganggu manusia. Oleh sebab itu,untuk mengobati orang sakit merekaakan melakukan tradisi pengobatan.Tradisi pengobatan Suku AnakDalam bertujuan untuk membersihkanatau mengusir roh jahat yangbersemayam dalam tubuh orang sakit.Dalam bahasa Kubu, tradisipengobatan itu disebut basale.Basaledilakukan dengan caramembaringkan orang yang sakit padasebuah balai, yang mereka sebutangkat semang. Suku Anak Dalampercaya bahwa roh nenek moyangmereka bersemayam di balai angkatsemang. Dalam melakukan tradisibasale, dukun basale (malim) harusmemakai pakaian serba putih.Selanjutnya, dukun basalemenyanyikan mantra yang diiringibunyi redab. Redab merupakan alatmusik pukul, yang dimainkan dengancara ditabuh. Redab ditabuh olehMalim Pembantu yang berjumlahganjil. Redab terbuat dari bahan kulitkambing. Alat ini digunakan untukmengiringi tarian dan mantra dukunsale. Suara redab diyakini oleh SukuAnak Dalam akan memanggil roh-rohleluhur.

Suku Anak Dalam percayabahwa alat musikredab bukan sekadaralat musik, tetapi digunakan jugasebagai alat komunikasi antara dukunsale dan para dewa. Penabuhan redabdilakukan agar para dewa menerimadoa yang dibacakan oleh malim. Halitu dapat membantu penyembuhanorang yang sakit. Sambil menyanyikanmantra dan menari, dukun basalemengelilingi orang sakit tersebut danmeneteskan air jampi-jampi ke mata

Page 8: MELALUI KOSAKATA BAHASA KUBU - Jurnal-el Badan Bahasa

Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 153-164

160

orang sakit. Air jampi-jampi diteteskanke mata orang sakit dengan caramencelupkan ujung kain putih, yangdisebutpera, ke dalam mangkuk yangberisi air jampi-jampi. Biasanya, dalamproses pengobatan, malim akanmengalami kerasukan roh nenekmoyang.

Di samping itu, dalam bahasaKubu juga terdapat kata yangmenyandikan tradisi Suku AnakDalam, yakni melangun.Melangunmerupakan tradisiSuku Anak Dalamyang berkaitan dengan tradisi menjauhitempat tinggal semula untukmenghilangkan rasa sedih akibatditinggal mati oleh sanak saudaramereka. Tradisi melangun diawalidengan meratap dan menghempaskanbadan ke tanah selama sepekan. Hal itudilakukan karena Suku Anak Dalamberharap nyawa yang telah hilang akankembali ke tubuh jenazah. Sebelummelakukan melangun, jenazah ditutupdengan kain dan di baringkan dipasoron. Pasoron adalah pondokberukuran 2x2 yang beratap daundandigunakan untuk membaringkan orangyang sudah meninggal. Suku AnakDalam tidak mau mengubur jenazahkarena mereka percaya bahwa orangyang telah meninggal bisa hidupkembali. Tradisi melangun inilah yangmenyebabkan Suku Anak Dalam tidakbisa hidup menetap pada suatu tempat.Mereka melakukan melangun selamabeberapa tahun. Setelah rasa sedihhilang, mereka kembali ke tempatsemula.

Di samping itu, Suku AnakDalam juga memiliki tradisi yangberkaitan dengan pengambilan madu.Tradisi pengambilan madu itu merekasebut dengan manumbai. Tradisimanumbai adalah tradisi pengambilanmadu, dengan cara juagan—orangyang memanjat pohon sialang untukmengambil madu—membacakan

mantra untuk melakukan puji-pujianterhadap lebah. Sambil membakarkemenyan, juagan mengasapi lebahdengan membakar tunon—kulit kayudan sabut yang dibentuk memanjang—agarlebah pindah ke pohon lain. Hal itudilakukan agar juagan tidak disengatoleh lebah. Kemudian, madu yangberhasil diambil oleh juagan akanditurunkan dengan menggunakansangkorot, yakni tali terbuat dari rotanyang digunakan oleh suku anak dalamuntuk menurunkan madu dari pohonsialang.

Tradisi pengambilan madu, yangdisebut manumbai olehSuku AnakDalam, menyandikan budaya SukuAnak Dalam, yang bertalian dengankeyakinan mereka terhadap dewa atauroh nenek moyang. Hal itu terungkapdalam proses pengambilan madu,yakni adanya pembacaan mantra danpembakaran kemenyan dalam prosespengambilan madu. Pembacaan mantramerupakan budaya puji-pujianterhadap dewa dan pembakarankemenyan merupakan budaya yangberkaitan dengan pemanggilan rohnenek moyang melalui asapkemenyan.

Jadi, kata basale, melangun,dan manumbai merupakan kosakatabahasa Kubu yang menyandikanbudaya Suku Anak Dalam, yangberkaitan dengan tradisi. Ketiga tradisiSuku Anak Dalam itu menggambarkanbudaya Suku Anak Dalam yang masihprimitif. Keprimitifan Suku AnakDalam juga tercermin padakepercayaan yang mereka anut, yaknikepercayaan animisme. Hal itumenyebabkan tradisi yang dimilikioleh Suku Anak Dalam selaluberkaitan dengan pemujaan terhadapdewa dengan cara pembacaan mantradan pembakaran kemenyan.

Page 9: MELALUI KOSAKATA BAHASA KUBU - Jurnal-el Badan Bahasa

Ermitati: Pengungkapan Budaya Suku Anak Dalam…

161

Kosakata Pengambilan Makanan

Manurung (2007) menyebutkanbahwa Suku Anak Dalammenganggap hutan adalah tempathidup dan rumah mereka sejak dulu.Itulah sebabnya, mereka tidak maumenetap dan mencari nafkah di luarhutan karena tidak sesuai dengan carahidup mereka. Suku Anak Dalammendapat warisan dari leluhur merekaberupa pengetahuan tentangpengelolaan hutan yang sesuai denganpandangan mereka. Dalam pandanganmereka, dunia adalah arena kehidupanyang harus dijaga keberadaannyakarena sudah dititahkan oleh dewa.

Budaya Suku Anak Dalam yangberkaitan dengan cara merekamemenuhi kebutuhan hidup sehari-haritersandi dalam kosakata bahasa Kubu.Kosakata yang berkaitan hal tersebut,antara lain, meremu, betilik, danbeburu. Meremuadalah mengambilbuah-buahan, daun-daunan, atau umbi-umbian yang terdapat di hutan, untukdijadikan bahan makanan oleh SukuAnak Dalam. Pada kata meremutersandi budaya Suku Anak Dalamtentang cara mereka memenuhikebutuhan hidup. Pada katameremutersebut terungkap bahwaSuku Anak Dalam tidak menanambibit buah-buahan, umbi-umbian, atausayur-sayuran yang mereka butuhkansebagai bahan makanan, tetapi merekahanya mencari bahan makanan yangtumbuh di hutan. Oleh sebab itu, dalambahasa Kubu tidak ditemukan kosakatayang mengandung konsep panen ataumemanen karena Suku Anak Dalamtidak menanam bahan makanan yangmereka butuhkan.

Kata betilik merupakan salahsatu kosakata bahasa Kubu yangmenyandikan budaya Suku AnakDalam. Kata betilik mengambarkancara Suku Anak Dalam memenuhi

kebutuhan pangan berupa protein.Betilik adalah menangkap ikan disungai dengan cara memilih danmembidik ikan secara diam-diam,kemudian menangkap ikan yangdibutuhkan dengan menggunakantombak. Hal itu dilakukan oleh SukuAnak Dalam agar ikan yang didapatsesuai dengan kebutuhan. Suku AnakDalam tidak mau menggunakan jalauntuk menangkap ikan karena jalaakan membawa semua ikan yangterjaring, termasuk ikan yang kecil-kecil. Hal itu akan merusak ekosistem.Menurut filosofi hidup Suku AnakDalam, mereka hanya bolehmenangkap hewan (ikan, babi, rusa,atau labi-labi) sesuai dengankebutuhan. Mereka tidak akanmelakukan penangkapan hewan secaraberlebihan untuk ’investasi’ bahanmakanan.

Selain menggunakan tombak,Suku Anak Dalam juga menangkapikan dengan menggunakan tuba yangberasal dari getah kulit pohon berisil.Suku Anak Dalam menangkap ikanketika musim kemarau denganmenggunakan tuba getah berisil. Kulitpohon berisildiikat dan dipukul-pukulkan ke air sungai agar getahnyakeluar. Ikan yang sudah kena tuba akankeluar kepermukaan karena getahpohon berisil menyababkan mata ikanmenjadi rabun. Kemudian, merekamemilih ikan yang mereka butuhkan.Ikan yang kena tuba getah berisil tidakakan mati.

Di samping itu, dalam bahasaKubu juga terdapat kata beburu, yangmenyandikan budaya Suku AnakDalam tentang pemenuhan kebutuhanpangan. Beburu adalah menangkaphewan di hutan (babi, rusa, biawak,dll.) dengan menggunakan tombak.Sebagaimana telah dijelaskansebelumnya, Suku Anak Dalammenangkap binatang yang ada di

Page 10: MELALUI KOSAKATA BAHASA KUBU - Jurnal-el Badan Bahasa

Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 153-164

162

hutan sesuai dengan kebutuhanmereka.

Kosakata Penangkal Bala

Kosakata bahasa Kubu jugamenyandikan budaya Suku AnakDalam, yang berkaitan dengankeyakinan mereka terhadap kekuatansuatu benda untuk menangkal bala.Kosakata penangkal bala atau azimattersebut adalah amal. bebesel, taruhnikmat, dan giginyaru. Keempat kataitu berkaitan dengan benda yang dapatdigunakan oleh Suku Anak Dalamsebagai azimat, yakni ‘benda yangdianggap memiliki kesaktian dan dapatmelindungi pemiliknya, digunakansebagai penangkal penyakit dansebagainya’. Amal adalah bendaterbuat dari kain yang digunakan untukmembungkus tujuh batang rokok, tujuhbuah pinang, tujuh lembar daun sirih,dan sebuah bunga puar. Amaldigunakan oleh seorang dukun untukmenakut-nakuti roh jahat. Sementaraitu, bebesel merupakan azimat terbuatdari sepotong ranting kayu ataubenda-benda lain yang mengandungunsur logam dan batu, yang digunakanoleh Suku Anak Dalam untukmelindungi diri, mengobati diri, danmenolak bala dari berbagai macampenyakit. Bebesel diyakini oleh SukuAnak Dalam memiliki kekuatantertentu. Selanjutnya, taruh nikmatadalah minyak pelet yang digunakanoleh Suku Anak Dalam, terbuat darisperma gajah dicampur denganminyak kelapa hijau, kemenyanputih, dan getah gaharu. Ramuan itudimasak di tengah jalan setapakyang bersimpang tiga. Kemudian,ramuan itu dijampi-jampi oleh seorangdukun atau malim. Giginyarumerupakan azimat berbentuk batucincin yang berwarna kecoklatan atautali pusat bayi yang telah dikeringkan

dan dibungkus dengan kulit kayu ataukain putih. Azimat tersebut dijadikankalung. Azimat tersebut digunakanoleh Suku Anak Dalam untukmenangkal marabahaya dan menolakroh-roh jahat yang bersemayam didalam jantung manusia.

Kosakata bahasa Kubu yangberkaitan dengan penangkal bala,seperti amal. bebesel, taruh nikmat,dan giginyaru menyandikan budayaSuku Anak Dalam yang menganutkepercayaan animisme, yaknikepercayaan terhadap roh yangmendiami semua benda (pohon, batu,gunung, sungai, dan sebagainya). Halitu tampak jelas dalam aktivitaskebudayaan Suku Anak Dalam. Halitu tercermin dalam kehidupan SukuAnak Dalam sehari-hari. Budaya SukuAnak Dalam merupakan budaya yangsangat primitif sehingga budaya SukuAnak Dalam tersebut menjadi unikkarena jauh berbeda dari budayamasyarakat Jambi pada umumnya.

Budaya Kearifan Lokal

Suku Anak Dalam memilikifilosofi hidup beratap cikai,berdinding benir, bertikar gambut,berayam kuo, berkambing kijang,berkerbau tuno. Filosofi hidup SukuAnak Dalam itu dapat diterjemahkanke dalam bahasa Indonesia menjadiberatap daun, berdinding pepohonan,berlantai tanah, berayam kuau(burung hutan), berkambing kijang,dan berkerbau rusa. Filosofi hidupSuku Anak Dalam itu dapat diartikanbahwa Suku Anak Dalam membangunrumah beratap daun dan berdindingpepohonan. Mereka tidak bolehberternak karena mereka telahmemiliki burung kuau sebagaipengganti ayam, kijang sebagaipengganti kambing, dan rusa sebagaipengganti kerbau. Di samping itu,

Page 11: MELALUI KOSAKATA BAHASA KUBU - Jurnal-el Badan Bahasa

Ermitati: Pengungkapan Budaya Suku Anak Dalam…

163

Suku Anak Dalam juga memilikikeyakinan bahwa membunuh ataumemotong hewan peliharaan ituharam. Mereka berpandangan bahwaperbuatan beternak hewan dankemudian memotong hewan peliharaanyang sudah gemuk merupakanperbuatan yang sangat kejam.

Suku Anak Dalam memenuhikebutuhan pangan dengan carameremu, beburu, dan betilik. Di dalamcara hidup ini terkandung kearifanlokal bahwa dalam beburu, meremu,dan betilik mereka akan mengambilbahan makanan dan membunuh hewansesuai dengan yang dibutuhkan. Hal inimenunjukkan bahwa perilaku SukuAnak Dalam memiliki nilai kearifan,yakni manusia tidak boleh rakus danharus menjaga ekosistem agar tidakmerusak lingkungan. Sebagaimanadapat kita lihat, saat ini kerakusanmanusia, misalnya penebangan hutanuntuk perkebunan sawit dan tanamanindustri lainnya, telah menyebabkanrusaknya ekosistem dan lingkungan.

Di samping itu, Suku AnakDalam juga memiliki budaya yangmengandung nilai kearifan lokal, yaknibudaya Suku Anak Dalam yangberkaitan dengan pohon setubung danpohon tenggeris. Suku Anak Dalammemiliki hukum adat dan kepercayaanyang melarang menebang jenis pohontertentu, yakni pohon kempas atautenggeris (Coompassia excelsa) danpohon setubung. Kulit pohon tenggerisdigunakan oleh Suku Anak Dalamuntuk mengolesi ubun-ubun dan talipusat bayi yang baru lahir agar ubun-ubun bayi cepat keras dan tali pusatbayi cepat kering dan tanggal.Sementara itu, tali pusat dan ari-ari(plasenta) bayi dikubur bersamadengan bibit pahon setubung karenaSuku Anak Dalam meyakini jiwa anakmereka hidup dalam pohon setubung.Lokasi tempat mengubur ari-ari dan

bibit setubung tidak boleh dilalui olehSuku Anak Dalam karena lokasi itudikeramatkan layaknya pekuburan.Lokasi yang ditumbuhi pohonsetubung dan pohon tenggeris, bahkanpohon-pohon lain yang ada dilokasi itupun tidak boleh ditebang. Jika ditinjaudari segi pelestarian alam, hal inisangat baik. Setiap kelahiran bayiberarti ada satu pohon yang turuttumbuh. Budaya Suku Anak Dalamtersebut merupakan bagian darikearifan lokal mereka dalam usahamenjaga hutan agar tidak rusak.

Selain itu, Suku Anak Dalamjuga memiliki budaya yang bernilaikearifan lokal, yang berkaitan dengankesehatan, yakni cemenggo danbesesandingon. Cemenggo danbesesandingon adalah budaya SukuAnak Dalam yang berkaitan denganlarangan seseorang yang sedang sakitmendekati orang lain agar penyakityang dia derita tidak menular kepadaorang tersebut.

PENUTUP

Berdasarkan analisis yang telahdilakukan pada bagian pembahasan,penulis menyimpulkan bahwa budayaSuku Anak Dalam tersandi dalamkosakata bahasa Kubu, antara lain,budaya yang berkaitan dengan tradisi,pengambilan makanan, penangkal bala,dan kearifan lokal. Budaya Suku AnakDalam yang berkaitan dengan tradisitersandi dalam kata basale, melangun,dan manumbai. Sementara itu, budayayang bertalian dengan caramemperolah makanan tersandi dalamkata meramu, betilik, dan berburu.Selanjutnya, budaya Suku Anak Dalamyang berhubungan dengan penangkalbala adalah kata amal, bebesel, dangiginyaru. Budaya Suku Anak Dalamyang berkaitan dengan kearifan lokaltersandi dalam kata tenggeris,

Page 12: MELALUI KOSAKATA BAHASA KUBU - Jurnal-el Badan Bahasa

Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 153-164

164

setubung, cemenggo, danbesesandingon.

Budaya Suku Anak Dalam yangtersandi dalam kosakata bahasa Kubutersebut menggambarkan kehidupanSuku Anak Dalam yang masih prmitif.Keprimitifan Suku Anak Dalamtercermin pada kepercayaan yangmereka anut, yakni kepercayaananimisme. Hal itu menyebabkanhampir semua aktivitas budaya SukuAnak Dalam menggunakanpembacaan mantera dan pembakarankemenyan karena mereka melakukanpemujaan terhadap dewa-dewa.

DAFTAR PUSTAKA

Beeman, William O. 2012. Philosophyof Linguistics.Amsterdam: Elsevier B.V.

Clark, Lynn. 2009.Variation, Change,and The Usage-basedApproach. Scotland:University ofEdinburgh.

Gurtavenco, Simona. 2014. Philologyand Cultural Studies.Bulletin of TheTransilvania Series IV7(1): 137-142. Brasov:Transilvania UniversityPress.

Kecskes, Istvan. 2008. DuelingContext: A DynamicModel of Meaning.Journal of Pragmatics

40(3): 385-406.www.elsevier.com.Diakses 21 Maret 2013.

Kecskes, Istvan. 2013. InterculturalPragmatics. New York:Oxford UniversityPress.

Kramsch, Claire. 2000. SocialDiscursiveConstructions of Self inL2 Learning.Dalam J.Lantolf (Ed.).Sociocultural Theoryand Second LanguageLearning:133-154. NewYork: OxfordUniversityPress.

Manurung, Butet. 2013. SokolaRimba.Yogyakarta:Insist Press.

Sciabarra, Chris Matthew. 2002.Reply to RoderickLong: DialecticalLibertarianism: AllBenefits, NoHazards.The Journal ofAyn Rand Studies3(2):381-399. Pennsylvania:Pennsylvania StateUniversity Press

Storey, John. 2003. Inventing PopularCulture. Oxford:Blackwell.

Sumarsono dan Paina Partana. 2002.Sosiolinguistk.Yogyakarta:Sabda danPustaka Pelajar.