1 MEKANISME PROBIOTIK DALAM MENCEGAH TERJADINYA ACNE Muliani Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Abstrak Acne vulgaris merupakan kelainan kulit umum yang sering dijumpai. Umumnya acne berhubungan dengan depresi, kecemasan dan kelainan psikologis lain. Tingkat gangguan kesehatan mental pada penderita acne lebih tinggi dibandingkan penyakit kronik lain, termasuk epilepsi dan diabetes. Berdasarkan hasil penelitian dari 13000 orang dewasa, menunjukkan bahwa penderita acne lebih sering terkena gangguan gastrointestinal, seperti konstipasi, halitosis dan gastric reflux. Bakteri patogen meningkatkan permiabilitas usus sehingga meningkatkan mediator inflamasi yang berperan dalam terjadinya acne. Pemberian Probiotik dapat menurunkan bakteri patogen, tanda-tanda inflamasi sitemik dan stress oksidatif sehingga dapat menurunkan terjadinya acne. PROBIOTIC MECHANISM TO PREVENT ACNE Muliani Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Abstrak Skin disease that usually occurred is acne vulgaris. Acne is usually linked with depression, anxiety and other psychological disorders. Mental disorders level in acne is higher than other chronic disease, including epilepsy and diabetes. Tingkat gangguan kesehatan mental pada penderita acne lebih tinggi dibandingkan penyakit kronik lain, termasuk epilepsi dan diabetes. According to a study that involving 13000 adult, showed that acne patient more often has gastrointestinal disorders, such as constipation, halitosis and gastric reflux. Pathogen bacteria can increase gut permeability therefore increase inflammatory mediator that cause acne. Probiotic given orraly can reduce pathogen bacteria, systemic inflammation and oxidative stress. This will reduce acne.
20
Embed
MEKANISME PROBIOTIK DALAM MENCEGAH TERJADINYA ACNE … · Kulit dapat dibagi menjadi 2 lapisan, yaitu: epidermis dan dermis. Lapisan subcutan terletak di bawah dermis. Terdapat pula
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
MEKANISME PROBIOTIK DALAM MENCEGAH TERJADINYA ACNE
Muliani
Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Abstrak
Acne vulgaris merupakan kelainan kulit umum yang sering dijumpai. Umumnya acne
berhubungan dengan depresi, kecemasan dan kelainan psikologis lain. Tingkat gangguan
kesehatan mental pada penderita acne lebih tinggi dibandingkan penyakit kronik lain,
termasuk epilepsi dan diabetes. Berdasarkan hasil penelitian dari 13000 orang dewasa,
menunjukkan bahwa penderita acne lebih sering terkena gangguan gastrointestinal, seperti
konstipasi, halitosis dan gastric reflux. Bakteri patogen meningkatkan permiabilitas usus
sehingga meningkatkan mediator inflamasi yang berperan dalam terjadinya acne. Pemberian
Probiotik dapat menurunkan bakteri patogen, tanda-tanda inflamasi sitemik dan stress
oksidatif sehingga dapat menurunkan terjadinya acne.
PROBIOTIC MECHANISM TO PREVENT ACNE
Muliani
Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Abstrak
Skin disease that usually occurred is acne vulgaris. Acne is usually linked with
depression, anxiety and other psychological disorders. Mental disorders level in acne is
higher than other chronic disease, including epilepsy and diabetes. Tingkat gangguan
kesehatan mental pada penderita acne lebih tinggi dibandingkan penyakit kronik lain,
termasuk epilepsi dan diabetes. According to a study that involving 13000 adult, showed that
acne patient more often has gastrointestinal disorders, such as constipation, halitosis and
gastric reflux. Pathogen bacteria can increase gut permeability therefore increase
inflammatory mediator that cause acne. Probiotic given orraly can reduce pathogen bacteria,
systemic inflammation and oxidative stress. This will reduce acne.
2
Pendahuluan
Penampilan diri sangat penting dalam kehidupan seseorang, terutama remaja.
Penampilan menyebabkan remaja mudah diterima dalam lingkungannya sehingga remaja
sangat memperhatikan penampilan, baik dalam hal rambut, wajah, pakaian maupun sepatu.
Terjadi perubahan hormon pada usia remaja sehingga mulai timbul jerawat (acne).
Acne merupakan penyakit kulit yang sering mengenai remaja. Sekitar 85% remaja
laki dan 80% remaja perempuan terkena acne (Gill et al., 2013). Keadaan ini dapat berlanjut
sampai usia dewasa muda . Acne merupakan suatu proses inflamasi yang terjadi pada
kelenjar pilosebaceous. Patogenesis acne ada bermacam-macam, antara lain: follicular
keratinization, peningkatan produksi sebum akibat hiperandrogenism, proliferasi
Propionibacterium acnes dan inflamasi. Acne pada remaja sering diakibatkan karena
perubahan hormon. Lesi pada acne dapat dibagi menjadi komedo tertutup, komedo terbuka,
inflammatory papul, pustules, nodules dan kista yang dapat menimbulkan bekas dan
perubahan pigmen (Kraft and Freiman, 2011).
Bekas jerawat dapat menetap selamanya dan mempengaruhi kualitas hidup penderita,
perasaan rendah diri dan masalah dalam perkembangan psikososial (Kraft and Freiman, 2011;
Gill et al., 2013), karena itu acne perlu diobati.
Acne tidak selalu mudah diobati karena beragamnya faktor penyebab acne (Gill et al.,
2013). Pengobatan acne, umumnya berdasarkan tingkat keparahan, faktor predisposisi dan
kontraindikasi terhadap obat-obatan tertentu (Yazdanyar, et al., 2013).
3
Anatomi Kulit
Sistem integument terdiri dari kulit, kuku dan kelenjar-kelenjar, seperti kelenjar
keringat, minyak dan mammae. Kulit dapat menunjukkan kesehatan tubuh secara menyeluruh
sehingga dapat digunakan untuk mengetahui beberapa masalah-masalah dalam tubuh
(Martini et al, 2005).
Sistem integument berfungsi dalam perlindungan tubuh, pengaturan suhu tubuh,
ekskresi, sekresi, nutrisi, sintesis, sensasi, dan mekanisme pertahanan tubuh (Kolarsick et al.,
2011).
Kulit dapat dibagi menjadi 2 lapisan, yaitu: epidermis dan dermis. Lapisan subcutan
terletak di bawah dermis. Terdapat pula struktur tambahan, antara lain rambut, kuku dan
kelenjar-kelenjar eksokrin. Epidermis tersusun dari epitel berlapis pipih sementara dermis
merupakan suatu jaringan ikat longgar (Kolarsick et al., 2011).
Sebagian besar tubuh ditutupi oleh kulit tipis. Umumnya tidak terdapat stratum
lusidum pada kulit tipis sementara kulit tebal memiliki seluruh stratum, termasuk stratum
lusidum. Kulit tebal umumnya 6 kali lebih tebal daripada kulit tipis (Kolarsick et al., 2011).
Perbandingan antara kulit tebal dengan kulit tipis dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Kulit Tebal dan Kulit Tipis (Martini et al., 2005)
4
Epidermis merupakan lapisan epitel berlapis pipih. Tebal lapisan ini berkisar antara
20-1400 µm, tergantung dari lokasi (Gunardi dan Saputra, 2012). Sel-sel yang terdapat dalam
epidermis antara lain: keratinosit, melanosit, sel-sel merkel dan sel Langerhans (Kolarsick et
al., 2011; Gunardi dan Saputra, 2012). Melanosit merupakan sel pigmen yang dapat
ditemukan di dalam epidermis. Sel Merkel merupakan sel-sel perasa. Sel Langerhans
merupakan makrofag yang terdapat dalam epidermis (Kolarsick et al., 2011). Epidermis
terutama terdiri dari sel-sel: keratinosit dan dendritik. Berdasarkan morfologi dan posisi
keratinosit, maka epidermis dapat dibagi menjadi 5 lapisan yang berbeda, yaitu stratum
germinativum, stratum spinosum, stratum lusidum, stratum granulosum dan stratum korneum
(Gunardi dan Saputra, 2012). Stratum germinativum berisi sel-sel basal, stratum spinosum
terdiri dari epitel selapis pipih, pada stratum granulosum terdapat sel-sel granular, stratum
corneum terdiri dari epitel berlapis pipih bertanduk (Kolarsick et al., 2011). Lapisan-lapisan
epidermis terlihat pada gambar 2 berikut:
Gambar 2. Lapisan-lapisan pada epidermis (Martini et al., 2005).
5
Berikut ini merupakan table ciri-ciri masing-masing stratum yang terdapat pada epidermis.
Tabel 1. Ciri-ciri masing-masing stratum yang terdapat pada epidermis (Martini et al.,
2005)
Epidermis akan terus menerus memperbaharui lapisannya dan membentuk struktur-
struktur tambahan, seperti pilosebaseus, kuku dan kelenjar keringat. Sel-sel basal epidermis
akan mengalami siklus proliferasi dan kelak menggantikan lapisan epidermis yang terluar.
Epidermis adalah jaringan yang dinamis, artinya sel-sel selalu berada dalam pergerakan yang
konstan, pergerakan ke permukaan kulit tidak hanya dilakukan oleh sel-sel epidermis itu
sendiri namun juga oleh sel-sel melanosit dan langerhans (Kolarsick et al., 2011).
Sel keratinosit mengisi 80% epidermis. Sel-sel tersebut secara embriologis berasal
dari ectoderm. Keratinisasi adalah suatu proses sel keratinosit melalui fase sintetik dan
degradasi. Pada fase sintetik, sel memberikan keratin pada cytoplasmic. Pada fase degradatif,
organel-organel sel menghilang kemudian isi sel dipadatkan ke dalam campuran filament
dengan membrane sel yang amorfi. Sel ini disebut horny cell or corneocyte. Proses maturasi
6
sel-sel ini menghasilkan kematian sel yang dikenal dengan nama diferensiasi terminal
(Kolarsick et al., 2011).
Dermis merupakan lapisan jaringan ikat fibrus yang longgar dan tersusun tidak
teratur. Tebalnya antara 400-2599 µm, tergantung lokasi. Struktur lain yang terdapat pada
dermis, antara lain: folikel rambut, kelenjar keringat, pembuluh darah, limfatik, dan saraf
(gunardi, S., Saputra, L. Integumen dan Glandula mama. In: quick review anatomi klinik jilid
satu, edisi kedua, Binarupa Aksara Publisher, 2012, p. 21-4). Dermis merupakan integrasi
dari sistem jaringan ikat fibrus, filamen dan amorphy. Ini mempermudah masuknya
rangsangan-rangsangan yang diinduksi oleh jaringan saraf dan pembuluh darah, fibroblast,
makrofag dan sel-sel mast. Limfosit, sel plasma dan leukosit memasuki epidermis sebagai
respons terhadap berbagai macam rangsangan (Kolarsick et al., 2011). Komponen-komponen
yang terdapat pada kulit dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 3. Komponen-komponen yang terdapat pada kulit (Martini et al., 2005)
7
Akhir bulan ke-5 dari perkembangan embrio, sel-sel lemak mulai berkembang dalam
jaringan subcutan. Lobulus-lobulus sel lemak atau liposit akan dipisahkan oleh septum fibrus
yang dibentuk oleh pembuluh-pembuluh darah dan kolagen. Sebagai organ endokrin, jaringan
subcutan berfungsi sebagai tempat cadangan energy. Konversi hormone androstenedione
menjadi estrone oleh enzim aromatase terjadi dalam panniculus. Liposit menghasilkan leptin,
yaitu suatu hormon yang mengatur berat badan (Kolarsick et al., 2011).
Ketiga lapisan kulit merupakan pertahanan kulit terhadap lingkungan luar, transmisi
informasi sensoris dan memiliki peranan dalam menjaga homeostasis. Epidermis secara
dinamis menghasilkan lapisan luar, yaitu Korneosit yang mengalami proses keratinisasi dan
differensiasi. Filamen kolagen dan elastic dari lapisan dermis menyatakan kekenyalan kulit.
Lapisan lemak subcutan merupakan tempat penyimpanan cadangan energi bagi tubuh. Rata-
rata proliferasi sel yang tinggi pada epidermis dan jaringan epitel secara umum serta adanya
fakta bahwa jaringan lebih mudah terpapar akibat kerusakan fisika dan kimia mengakibatkan
tingginya rata-rata kejadian kanker kulit dibandingkan kanker lain (Kolarsick et al., 2011).
Arah serabut kolagen pada dermis tidak beraturan namun arah-arah tersebut
menunjukkan perbedaan pada setiap daerah tubuh, yang disebut dengan garis Langer (gunardi,
S., Saputra, L. Integumen dan Glandula mama. In: quick review anatomi klinik jilid satu,
edisi kedua, Binarupa Aksara Publisher, 2012, p. 21-4).
Kulit memiliki pola saraf segmental. Hal ini karena tubuh merupakan perkembangan
dari satu seri 42-46 somit yang identik. Adanya perbedaan dalam pertumbuhan dan
perkembangan masing-masing bagian tubuh menyebabkan masing-masing segmen
kehilangan identitas, seperti pada bagian kepala atau perkembangan yang sangat cepat seperti
pada bagian servikal dan lumbosakral pada ekstremitas (Gunardi dan Saputra)
8
Patofisiologi Acne
Acne merupakan peradangan pada kulit yang kronis yang pada dasarnya melibatkan
kelenjar pilosebaseus. Berdasarkan tingkat keparahan acne, maka FDA mengklasifikasikan
acne menjadi 6 stadium secara berurutan. Stadium ini dimulai dari stadium 0 untuk kulit yang
normal dan diakhiri dengan stadium 5 untuk kulit yang memiliki lesi inflamatori yang banyak
dan disertai papul, pustule dan nodulokistik yang jumlahnya bervariasi. Sementara AAD
mengklasifikasikan acne menjadi 3 stadium, yaitu ringan, sedang dan berat. Tampak
beberapa papul dan pustule pada stadium ringan, sementara pada stadium sedang terdapat
lebih banyak papul, pustule dan beberapa nodul. Semua lesi tersebut didapatkan dalam
jumlah yang lebih banyak pada acne yang berat.
Proses terjadinya acne, diakibatkan adanya gangguan ekskresi sel keratinosit (Nguyen,
2013). Gangguan ini akan mengakibatkan penumpukan sel-sel keratinosit. Sel-sel tersebut
kemudian bercampur dengan monofilament dan tetesan lipid. Lipid, debris sel, sebum dan
pertumbuhan Propionibacterium acnes yang berlebihan akan menyumbat folikel.
Pertumbuhan bakteri berlebihan menstimulasi terjadinya inflamasi. Acne sering terdapat pada
wajah, leher, dada, lengan atas dan punggung karena memiliki banyak kelenjar sebaseus
(Nguyen, 2013)
Sekarang ini, telah diketahui adanya reseptor androgen pada sebum (nuclear
transcription factor Fox O1). Reseptor tersebut dimodulasi oleh insulinlike-growth factor 1
(IGF-1) dan insulin. Inflamasi yang terjadi di sekitar folikel dan diferensiasi folikular
merupakan pertumbuhan berlebihan bakteri. Pertumbuhan tersebut akan membentuk
biofilm.yang dapat menyumbat folikel sehingga memperburuk sumbatan dan inflamasi.
Inflamasi merupakan salah satu komplikasi acne yang dapat menimbulkan jaringan parut dan
hiperpigmentasi (Nguyen, 2013).
9
Faktor risiko terjadinya acne, antara lain: genetic (berhubungan dengan hormon
androgen), stress (emosional maupun fisik) dan kosmetik (Nguyen, 2013).
Faktor-faktor yang berperan dalam proses terjadinya acne, antara lain:
hiperkeratinisasi folikular, pertumbuhan bakteri yang berlebihan, produksi sebum dan
inflamasi. Acne pada wanita yang menetap sampai dewasa, umumnya diakibatkan karena
faktor hormonal dan disregulasi sistem imun.
Hormon yang berperan penting dalam terjadinya acne adalah hormon androgen.
Penelitian yang dilakukan pada wanita berusia antara 18-44 tahun, menunjukkan bahwa
wanita-wanita tersebut terlihat memiliki wajah kemerah-merahan menjelang menstruasi. Ini
umumnya terjadi karena peningkatan kadar androgen serum. Wanita-wanita dengan kadar
testosterone yang lebih tinggi, cenderung menderita acne ketika kadar estrogen rendah, yaitu
menjelang akhir siklus menstruasi.
Selain hormon, respon imun didapat yang hiperaktif juga berperanan dalam terjadinya
acne yang menetap dan resisten terhadap pengobatan. Disregulasi sistem imun berperanan
dalam terjadinya acne. Inflamasi yang terjadi tidak dipengaruhi oleh kolonisasi bakteri.
Beberapa faktor yang diduga terlibat dalam proses inflamasi ini adalah sitokin, peptidase dan
neuropeptida. Pembentukan sebum yang ridak normal juga berpengaruh terhadap terjadinya
acne yang menetap, produksi squalene peroxidation.
Faktor lain yang juga dapat memicu terjadinya acne adalah keadaan psikologis
penderita. Keadaan psikologis dapat mengubah mikroflora normal dalam usus, meningkatkan
permiabilitas usus dan mengakibatkan inflamasi sistemik. Mikrobiota usus dan probiotik oral
mempengaruhi inflamasi sistemik, stress oksidatif, kontrol glikemik, isi jaringan lemak dan
emosi. Keadaan ini mempengaruhi timbulnya acne.
Acne vulgaris merupakan kelainan kulit umum yang sering dijumpai. Umumnya acne
berhubungan dengan depresi, kecemasan dan kelainan psikologis lain. Tingkat gangguan
10
kesehatan mental pada penderita acne lebih tinggi dibandingkan penyakit kronik lain,
termasuk epilepsi dan diabetes. Berdasarkan hasil penelitian dari 13000 orang dewasa,
menunjukkan bahwa penderita acne lebih sering terkena gangguan gastrointestinal, seperti
konstipasi, halitosis dan gastric reflux. Sebanyak 37 % kembung dihubungkan dengan acne.
Hubungan Antara Otak, Saluran Cerna dan Kulit.
Stokes and Pillsbury mengatakan bahwa kulit dipengaruhi oleh keadaan emosi dan
saraf melalui mekanisme gastrointestinal. Terdapat hubungan antara keadaan emosi seperti
depresi, cemas dan takut dengan perubahan fungsi tractus gastrointestinal. Perubahan tersebut
mengakibatkan perubahan flora mikrobial normal sehingga memicu terjadinya reaksi
inflamasi baik lokal maupun sistemik. Kelainan kulit yang dapat terjadi, antara lain: acne,
erythema, urtikaria dan dermatitis. Sebanyak kurang lebih 40 % penderita acne, didapatkan
mengalami hypochlorhydria. Turunnya keasaman lambung memudahkan migrasi bakteri dari
kolon menuju bagian distal usus halus, seiring dengan pergantian mikroflora normal usus.
Migrasi ini menginduksi terjadinya stress dan peningkatan permiabilitas usus kemudian
inflamasi lokal maupun sistemik. Prinsip terapi adalah mengakhiri siklus yang dipicu oleh
stress dan memperkenalkan bakteri yang dikultur, yaitu Bacillus acidophilus'. Dilaporkan
rendahnya kadar L. acidophilus pada 53 feses penderita gangguan mental (Bowe dan Logan,
2011).
Hypochlorhydria merupakan salah satu faktor risiko berkembangnya bakteri usus
secara berlebihan. Gejala yang timbul seringkali ringan, seperti perut kembung, diare, nyeri
perut dan konstipasi. Terkadang dapat pula terjadi fibromyalgia, chronic fatigue syndrome
dan malabsorpsi protein, lemak, karbohidrat, vitamin B dan mikronutrien lain. Bakteri yang
berlebihan juga memerlukan nutrisi, memproduksi metabolit-metabolit yang toksik dan
menyebabkan cidera enterocytes pada usus halus serta meningkatkan permiabilitas usus.
11
Pengobatan yang diberikan akan mengembalikan pertahanan usus yang normal. Penelitian
yang lain menunjukkan bahwa stress secara psikologis akan mempersingkat waktu bakteri
normal berada di usus halus, memicu pertumbuhan berlebihan bakteri patogen dan mengubah
permiabilitas usus. Eradikasi bakteri pathogen akan mengurangi gejala-gejala emosi, seperti
depresi dan kecemasan. Penelitian baru-baru ini, melaporkan prevalensi bakteri patogen pada
penderita acne rosacea adalah 10 kali lebih besar dibandingkan kontrol. Pemberian probiotik
secara oral, telah terbukti menurunkan bakteri patogen. Berdasarkan penelitian terdahulu,
penderita acne cenderung memiliki peningkatan reaktivitas terhadap bakteri yang terdapat
dalam feses. Sekitar 66 % dari 57 penderita acne menunjukkan reaktivitas positif terhadap
bakteri coliforms dalam feses. Terdapat reaktivitas yang tinggi terhadap endotoksin
lipopolysaccharide dalam darah pada 40 penderita acne. Sebanyak 65 % penderita acne
diketahui memiliki reaksi positif terhadap endotoksin lipopolysaccharide yang berasal dari
bakteri E. coli (E. coli LPS). Ini berarti bahwa permiabilitas usus berperanan penting dalam
terjadinya acne. Konstipasi lebih sering terjadi pada penderita acne. Dilaporkan pula terjadi
hambatan dalam usus pada 47 % penderita acne bahkan 40 % penderita acne mengalami
konstipasi (Bowe dan Logan, 2011).
Penelitian eksperimental lain yang dilakukan pada manusia menunjukkan stress
psikologis dan fisiologis, suhu yang terlalu dingin atau panas, kerumunan, pendengaran dan
ujian apat mengganggu mikroflora normal usus. Bakteri yang penurunannya sangat terlihat,
adalah spesies Lactobacillus dan Bifidobacteria (Bowe dan Logan, 2011).
Perubahan mikroflora usus akibat stress pada penderita acne hanya diberi sedikit
perhatian. Penelitian pertama yang menentukan adanya hubungan antara perubahan bakteri
normal usus dengan terjadinya acne, dilakukan pada tahun 1995. Hasil penelitian yang
dilakukan pada 10 orang penderita acne tersebut tidak menunjukkan adanya perbedaan antara
penderita acne dengan kontrol. Ini dapat terjadi karena subjek penelitian hanya 10 orang.
12
Jenis bakteri spesies Bacteroides, umumnya ditemukan pada penderita acne. Bakteri ini juga
terdapat pada manusia yang mengalami stress psikologis. Rusia melaporkan bahwa 54 %
penderita acne mengalami perubahan mikroflora usus. Penelitian di Cina pada penderita
seborrheic dermatitis menemukan adanya gangguan mikroflora usus yang normal (Bowe dan
Logan, 2011).
Beberapa tahun terakhir, probiotik telah diketahui turut berperan dalam
mempertahankan kesehatan usus karena mengandung bakteri hidup. Probiotik oral maupun
topikal dapat digunakan pula untuk mencegah acne. Probiotik bekerja sebagai pelindung kulit,
memiliki sifat antimicrobial dan mencegah terjadinya reaksi inflamasi (Bowe dan Logan,
2011).
Pemberian Probiotik Oral
Sejak tahun 1930, dokter-dokter sudah merekomendasikan L. acidophilus untuk
mengobati acne namun hanya sedikit penelitian mengenai efikasinya. Dr. Silver, melakukan
penelitian pada 300 penderita acne pada tahun 1961. Penderita diberikan probiotik oral
selama 8 hari kemudian pembersihan selama 2 minggu dan pemberian probiotik kembali
selama 8 hari setelah pembersihan. Probiotik yang diberikan berisi campuran L. acidophilus
and L. bulgaricus. Didapatkan 80 % penderita menunjukan perbaikan. Diduga terdapat
hubungan antara acne vulgaris dengan proses metabolik pada traktus intestinal (Bowe dan
Logan, 2011).
Baru-baru ini, suatu penelitian di Italia, memberikan 250 mg L. acidophilus and B.
bifidum kering beku sebagai terapi tambahan pada 20 orang penderita acne. Terjadi perbaikan
acne, peningkatan toleransi dan tingkat kepatuhan terhadap antibiotik. Probiotik juga
mempersingkat waktu penyembuhan. Penelitian pada 56 penderita acne menunjukan bahwa
pemberian Lactobacillus (yang telah difermentasikan) selama lebih dari 12 minggu, dapat
13
mengurangi acne. Konsumsi minuman probiotik juga menurunkan jumlah acne. Ini
dihubungkan dengan penurunan produksi sebum. Pemberian lactoferrin pada minuman
probiotik lebih efektif dalam menurunkan jumlah lesi inflamasi namun probiotik sendiri
berperan penting dalam terapi acne. Probiotik juga dapat menurunkan tanda-tanda inflamasi
sitemik dan stress oksidatif. Tingginya kadar lipid peroksidatif pada acne sehingga keperluan
antioksidan dalam darah cukup besar. Peran probiotik yang penting untuk menangani
keadaan tersebut, adalah dengan membatasi stress oksidatif sistemik. Probiotik oral dapat
mengatur pelepasan sitokin-sitokin inflamasi dalam kulit dan menurunkan interleukin-1
alpha (IL-1-α). Pengaturan ini merupakan suatu hal yang menguntungkan dalam penanganan
acne (Bowe dan Logan, 2011).
Pemberian Probiotik Topikal
Bakteri Streptococcus thermophilus, merupakan bakteri yang banyak ditemukan di
yogurt, dapat meningkatkan produksi ceramide bila dioleskan pada kulit selama 7 hari. Salah
satu ceramide sphingolipids, yaitu phytosphingosine, memiliki aktivitas antiinflamasi dan
antimikroba melawan Propionibacterium acnes (P. acnes). Rendahnya kadar sphingolipids
pada penderita acne dan hilangnya ceramide saat musim dingin akan meningkatkan risiko
terjadinya acne. Pemberian phytosphingosine topical sebanyak 0.2% PS dapat mengurangi
papules dan pustules sebanyak 89% dalam 2 bulan penelitan. Probiotik dari bakteri
Bifidobacterium longum dan Lactobacillus paracasei dapat meredakan peradangan kulit yang
dimediasi oleh zat P. Zat P merupakan mediator utama stress yang diinduksi oleh amplifikasi
pada peradangan dan produksi sebum pada penderita acne. Probiotik dari bermacam-macam
bakteri lactic acid memiliki aktivitas anti mikroba terhadap P. acnes. Penelitian terbaru
melaporkan penggunaan lotion probiotik dari bakteri Enterococcus faecalis selama 8 minggu
dapat menurunkan lebih dari 50 % peradangan akibat acne dibandingkan plasebo. Beberapa
14
bakteri juga mensekresi peptide antimikroba. Peptida ini dapat menghambat pertumbuhan P.
acnes. Streptococcus salivarius, juga dapat menghambat P. acnes dengan mensekresikan
bacteriocin-like inhibitory substance (BLIS-like substance). Bakteri ini menghambat
beberapa jalur inflamasi dan mengaktifkan immune modulators sehingga melindungi kulit,
seperti barier. Mekanisme kerja bakteri ini adalah melalui kompetitif inhibitor terhadap
binding sites, mencegah kolonisasi bakteri jenis lain yang patogen (Bowe dan Logan, 2011).
Mekanisme Kerja Probiotik
Dilaporkan pula, bahwa ragi Saccharomyces cerevisiae dapat mengurangi acne
vulgaris dan konstipasi ketika ragi dikonsumsi. Konsumsi probiotik meningkatkan kadar
triptofan di perifer, pertukaran serotonin dan dopamine di cortex frontalis dan system limbik.
Probiotik oral akan meningkatkan ketahanan sel saraf dan menurunkan apoptosis ketika
terjadi stress fisiologis. Probiotik juga meningkatkan kadar asam lemak omega 3 dalam
jaringan, yang diperlukan dalam keadaan normal. Terjadi pula peningkatan kadar asam lemak
dalam plasma manusia, yang berfungsi sebagai anti inflamasi. Adanya bakteri non patogenik
pada traktus gastrointestinal akan mengurangi response stress dan mempertahankan kadar
neurotrophic factor (BDNF) pada otak, yaitu suatu neuropeptida yang rendah kadarnya pada
depresi. Inflamasi kronik yang ringan pada traktus gastrointestinal akan memicu cemas dan
menghilangkan produksi BDNF pada binatang. Akhir-akhir ini, dilaporkan bahwa pemberian
bakteri Bifidobacterium per oral akan menurunkan aktivitas monoamine oksidase sehingga
meningkatkan kadar neurotransmitter di antara sinaps-sinaps, sitokin sistemik dan
menormalkan kadar hormon-hormon stress pada otak. Probiotik juga menurunkan pelepasan
substansi P, baik pada tractus gastrointestinal maupun kulit. Penggantian microbiota normal
usus akan meningkatkan substasi P pada system saraf dan memicu cemas. Setiap peningkatan
pelepasan substansi P dapat menyebabkan cemas, depresi dan agresi. Pemberian obat-obat
15
anti depresi akan menurunkan pelepasan substansi P dan perbaikan mood. Substansi P dapat
meningkatkan produksi sebum (Bowe dan Logan, 2011).
Probiotik mempengaruhi mood dan acne melalui regulasi kontrol glicemik. Beberapa
tahun terakhir, dibuktikan bahwa terdapat hubungan antara diet tinggi karbohidrat dengan
peningkatan risiko terjadinya acne, resistensi insulin dan gejala-gejala depresi. Hal ini masuk
akal, karena microbiota usus ikut berperan terhadap toleransi glukosa dan pemberian
Bifidobacterium lactis per oral dapat meningkatkan kadar insulin puasa dan pertukaran
glukosa bahkan pada diet tinggi lemak. Bakteri ini juga mampu mencegah endotoksin
lipopolysaccharide (LPS) masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Secara spesifik, hilangnya
bakteri bifidobacteria akibat diet tinggi lemak dan karbohidrat akan meningkatkan
permiabilitas usus, dilepaskannya endotoksin LPS melalui barier usus yang kemudian
menyebabkan inflamasi ringan, stress oksidatif, resistensi insulin dan perilaku sakit.
Pemberian antibiotik pada manusia dapat menghilangkan akses sistemik endotoksin LPS
yang berasal dari usus dan menurunkan reaktivitas terhadap endotoksin (Bowe dan Logan,
2011).
Interaksi Antara Otak, Usus dan Kulit
Acne berhubungan dengan peningkatan konsumsi tinggi karbohidrat dengan densitas
nutrisi yang rendah dan terjadi resistensi insulin saat pubertas. Berikut ini merupakan gambar
jalur interaksi aksis antara otak, usus dan kulit dalam proses terjadinya acne (Bowe dan
Logan, 2011).
16
Gambar 4. Jalur Interaksi Antara Otak, Usus dan Kulit dalam Terjadinya Acne
Vulgaris: 1 stress psikologi atau kombinasi stress psikologi dengan 2 diet tinggi lemak,
makanan kaleng rendah serat 3 motilitas usus dan mikrobiota 4. Hilangnya biofilm
microbial yang normal (Bifidobacterium), menyebabkan permiabilitas usus meningkat
sehingga endotoksin dapat keluar ke sistemik. 5 Peningkatan inflamasi dan stress
oksidatif, substansi P, penurunan sensitivitas insulin akibat endotoksemia. 6. Bagi
orang yang secara genetic rentan terhadap acne, jalur ini cenderung meningkatkan
produksi sebum, eksaserbasi acne dan stress psikologi (Bowe and Logan, 2011).
Ditemukan pula hubungan antara konsumsi susu dengan acne namun tidak ditemukan
hubungan antara susu yang difermentasikan (yogurt) dengan acne. Susu dapat menyebabkan
terjadinya acne karena mengandung growth hormone. Insulin-like growth factor I (IGF-I)
dapat diabsorbsi melewati jaringan kolon dan menyebabkan acne. Bakteri probiotik
(Lactobacilli) mempergunakan IGF-I selama proses fermentasi ketika ditambahkan dalam
susu, sehingga kadar IGF-I menjadi 4 kali lipat lebih rendah pada susu fermentasi
dibandingkan susu skim (Bowe dan Logan, 2011).
Bila terdapat peningkatan permiabilitas usus pada penderita acne, maka absorpsi IGF-
I di usus akan meningkat secara umum dan secara spesifik ketika susu dikonsumsi per oral.
Peneliti harus mengadakan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mengapa pada susu yang