Top Banner
LAMPUNG Meracik Jamkesta di Tanah Kopi WHA ke-65 Hasilkan 21 Resolusi dan 3 Keputusan MEDIA KOM Kementerian Kesehatan RI Info Sehat untuk Semua ISSN 1978-3523 EDISI 36 I JUNI I 2012 “BOK dan Banjar nganak” di Lombok Tengah
72

Mediakom36

Jun 25, 2015

Download

Documents

ppidkemenkes
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Mediakom36

LAMPUNGMeracik Jamkesta

di Tanah Kopi

WHA ke-65 Hasilkan 21 Resolusi

dan 3 Keputusan

MEDIAKOMKementerian Kesehatan RI Info Sehat untuk Semua

ISS

N 1

978-

3523

ED

ISI 3

6 I

JU

NI

I 20

12

“BOK dan Banjar nganak”di Lombok Tengah

Page 2: Mediakom36

www.sehatnegeriku.com

Page 3: Mediakom36

ETALASE

SUSUNAN REDAKSI PENANGGUNG JAWAB: drg. Murti Utami, MPH, I REDAKTUR: Dra. Hikmandari A, M.Ed, Dyah Yuniar Setiawati, SKM, MPS I EDITOR/PENYUNTING Mulyadi, SKM, M.Kes, Busroni S.IP, Prawito, SKM, MM, M.Rijadi, SKM, MSc.PH, Mety Setyowati, SKM, Aji Muhawarman, ST, Resti Kiantini, SKM, M.Kes I DESAIN GRAFIS dan FOTOGRAFER: Drg. Anitasari S.M, Dewi Indah Sari, SE, MM, Giri Inayah, S.Sos, Sumardiono, SE, Sri Wahyuni, S.Sos, MM, Wayang Mas Jendra, S.Sn, Lu’ay, S.Sos, Dodi Sukmana, S.I.Kom I SEKRETARIAT: Waspodo Purwanto, Endang Retnowaty, drg. Ria Purwanti, M.Kes, Dwi Handriyani, S.Sos, Dessyana Fa’as, SE, Sekar Indrawati, S.Sos, Awallokita Mayangsari, SKM, Delta Fitriana, SE, Iriyadi, Zahrudin. I ALAMAT REDAKSI: Pusat Komunikasi Publik, Gedung Kementerian Kesehatan RI Blok A, Ruang 109, JL. HR. Rasuna Said Blok X5 Kav. 4-9 Jakarta 12950 I TELEPON: 021-5201590; 021-52907416-9 I FAKS: 021-5223002; 021-52960661 I EMAIL: [email protected], [email protected] I CALL CENTER: 021-500567

REDAKSI MENERIMA NASKAH DARI PEMBACA, DAPAT DIKIRIM KE ALAMAT EMAIL [email protected]

Kejar TargetMDG’s 2015

drg. Murti Utami, MPH

Pelayanan kesehatan di tingkat lapangan, ternyata masih banyak kendala, seperti ketersediaan fasilitas, SDM dan anggaran. Sementera daerah mempunyai APBD yang berbeda-beda dan terbatas pula. Tidak sedikit

yang hanya cukup untuk membiayai operasional pegawai. Padahal, pelayanan kesehatan, khususnya puskesmas, sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan, yang menjadi fokus pemerintah daerah, teruma dukungan dana, masih terabaikan.

Guna mendukung puskesmas memiliki kinerja yang bagus, untuk mencapai target MDG’s 2015, maka harus ada upaya ekstra, khususnya dalam penyediaan biaya yang mendukung operasional puskesmas. Upaya ekstra tersebut, tahun 2012 pemerintah (Kemenkes) telah mengalokasikan dana bantuan operasional kesehatan ( BOK) masing-masing puskesmas sebesar Rp 75 juta untuk wilayah Sumatera, Jawa dan Bali. Sementara, wilayah Kalimantan dan Sulawesi Rp 100 juta. Maluku

Rp 200 juta, NTT dan Papua Rp 250 juta. BOK, diharapkan mampu mendorong revitalisasi kinerja puskesmas secara optimal.

Bagaimanakah implementasi BOK dan manfaat yang dirasakan masyarakat, kami ketengahkan di rubrik media utama.Selain itu, redaksi juga mengetengahkan sebagian kesan-kesan Bu Endang Rahayu Sedyaningsih selama mengabdi dua setengah tahun menjadi Menkes dan selamat datang Bu Nafsiah Mbo’i sebagai Menkes baru dalam rubrik Stoppres. Tak ketinggalan kami suguhkan pula rubrik ragam, untuk rakyat dan rubrik lainnya yang mengangkat tema menarik untuk pembaca.Pada kesempatan ini, mewakili seluruh awak redaksi, yang banyak salah dan khilaf, dibulan yang Fitri ini, kami mengucapkan mohon maaf lahir dan batin, Selamat Hari Raya Idul Fitri 1433 H. Redaksi.

LAMPUNGMeracik Jamkesta

di Tanah Kopi

WHA ke-65 Hasilkan 21 Resolusi

dan 3 Keputusan

MEDIAKOMKementerian Kesehatan RI Info Sehat untuk Semua

ISS

N 1

978-

3523

ED

ISI 3

6 I

JU

NI

I 20

12

“BOK dan Banjar nganak”di Lombok Tengah

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 3

Page 4: Mediakom36

18

67SIapa DiaArtika Sari DeviHypnosis Buah Hati

Ragam

WHA ke-65

34

6-8

6-17

18-31

PERTANYAAN:Saya dokter PTT di pedalaman di sebuah provinsi di Indonesia bagian Timur. Saya ingin komplain mengenai gaji kami yang selalu terlambat. Gaji bulan April 2012 sampai hari ini akhir Mei 2012 belum diterima. Kami para dokter PTT dituntut bekerja profesional di daerah namun minim fasilitas. Hak kami kadang diabaikan. Mohon penjelasan.

Dokter PTT di Pedalam, Indonesia bagin Timur

JAWAB:Pembayaran gaji dokter PTT berdasarkan surat pengusulan pembayaran gaji dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Pengusulan pembayaran dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk 3 bulan mendatang, paling lambat diusulkan pada tanggal 2 awal bulan untuk 3 bulan mendatang. Misalkan untuk gaji bulan Juli, Agustus dan September 2012 harus sudah diusulkan oleh Dinas Kesehatan setempat ke Kementerian Kesehatan paling lambat tanggal 2 Juli 2012.

Sehubungan dengan keterlambatan usulan pembayaran gaji dari Dinas Kesehatan yang diterima di Kementerian Kesehatan pada bulan Juni ini, maka pembayaran gaji bulan Juni 2012 yang akan dibayarkan terlebih dahulu. Kemudian gaji bulan April 2012 dan Mei 2012 akan dirapelkan.

Agar pembayaran gaji dapat tepat waktu, Anda dapat menghubungi dan meminta informasi ke Dinas Kesehatan setempat sehingga pengusulan pembayaran mengikuti mekanisme seperti di atas. Apabila membutuhkan informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi Pusat Tanggap dan Respon Cepat (PTRC) Kementerian Kesehatan pada nomor: (kode lokal) 500567.

PERTANYAAN:Kami bidan PTT di sebuah Kabupaten di Jawa Timur. Kami mau menanyakan kenapa pada tahun 2011 klaim jampersal hanya cair Rp 142.000/pasien di Kabupaten kami. Sementara yang kami ketahui dari Kementerian Kesehatan sebesar Rp 350.000,-. Mohon penjelasan.

Bidan PTT, di sebuah Kabupaten Jawa Timur

JAWAB:Kementerian Kesehatan telah mengirimkan biaya Jampersal tahun 2011 kepada Dinas Kesehatan setempat sesuai aturan yang ada. Tarif Jampersal ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Namun dana Jampersal yang diterima di Dinas Kesehatan akan mengikuti mekanisme keuangan daerah di Pemerintah Daerah setempat sebagai Pendapatan Daerah (APBD). Sehingga pembagian atau pencairan dana Jampersal mengikuti mekanisme anggaran di Pemerintah Kabupaten setempat. Untuk informasi lebih lanjut dapat ditanyakan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

SURATPEMBACA

Nusa Tenggara Barat“Teras Belakang”

Indonesia

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM4

Page 5: Mediakom36

INFO SEHATManfaat Puasa

untuk Kesehatan Tubuh

Dengan Tertawa Kita Lebih Sehat

Kebiasaan SehatAgar Tak Diserang Migrain

Kurangi Berat Badan Dengan Ngemil Kismis

STOP PRESSKemenkes Hadiri Peringatan

Hari Lupus Sedunia Tahun 2012

Dr.Nafsiah Mboi , Sp.A.MPH Menkes 2012-2014

Why me?

Budaya Caring Perawat Indonesia

Kemenkes Bersama Tim Gabungan

Siapkan Evakuasi Korban Sukhoi Superjet-100

SinkronisasiPembangunan Kesehatan

Provinsi SumBar 2012

Stop Bab SembaranganKota Sawahlunto

Peran Aktif dan Semangat Kemitraan Semua Pihak adalah

Kunci Menuju Indonesia Bebas TB

MEDIA UTAMA“BOK dan Banjar nganak”

di Lombok Tengah

Dr.dr. Slamet Riyadi Yuwono, DTM&H, MARS: Kebijakan Biaya

Operasional Kesehatan

dr. Moch. Ismail: BOK harus“ Ekstra hati-hati”

Kisah Kader Posyandu: Hj. MarlinaTanpa Taburia, Anak mogok makan

Terima Kasih BOK

Kemenkes siap turunkanAKI dan AKB di NTB

Sinergikan Pembangunan Kesehatan di NTB

6-8

6-17

18-31

32-43

44-45

46-49

50-63

64-66

68-6970-71

RAGAMCatatan Perjalanan Seorang Peneliti Kesehatan

JAMU: Sukma Indonesia, bukan sekedar herbal

Thalassaemia: Tidak Bisa Sembuh, Tapi Bisa Dicegah

KOLOMSehat Tanggung Jawab Individu

UNTUK RAKYATBPJS Kesehatan

Bravo PP Asi Eksklusif

DAERAHLAMPUNG: Meracik Jamkesta di Tanah KopI.

Lampung dalam Angka

Menebar Harum Aroma Jamkesta

Melengkapi Wajah Malaria Di Sumatra

Menanti Kelahiran bersama Dukun dan Bidan

POTRETBPJS Kesehatan

Wamenkes: Orang miskin sakit, dilarang bayar

RESENSI

LENTERAMengeluhlah, Lalu Bangkitlah...

Antara Bu Endang dan Sukhoi

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 5

Page 6: Mediakom36

INFO SEHAT

Manfaat-Manfaat

PUASA Untuk Kesehatan Tubuh

Puasa yang kita kenal adalah puasa pada bulan Ramadhan. Di luar itu, sebenarnya banyak jenis puasa lain, seperti puasa senin-kamis, puasa nabi daud, dan lainnya. Bahkan, agama lain juga memiliki kegiatan seputar puasa. Ternyata, jika melihat dari sisi sains,

puasa memiliki banyak manfaat untuk kesehatan tubuh kita. Berikut beberapa manfaat puasa bagi tubuh kita saat berpuasa.

1. Menurunkan berat badan. Anda bisa menurunkan berat badan dengan diet. Namun, lebih

baik lakukan dengan puasa. Sebab, dengan berpuasa jadwal makan dan minum, akan teratur dengan baik. Puasa juga mampu membuat kita makan dengan berlebihan, dan tidak juga menyiksa tubuh anda. Tetapi Anda juga harus berhati-hati, proses menurunkan berat badan saat berpuasa sulit terjadi jika saat berbuka Anda lebih banyak mengonsumsi makanan tinggi gula dan kalori dibandingkan sayuran dan buah.

2. Menghilangkan racun dalam tubuh. Kondisi lambung kosong saat anda Berpuasa, membantu

detoksifi kasi (pembuangan racun di dalam tubuh). Dan kemudian proses detoksifi kasi menjadi optimal pada saat seseorang berbuka puasa pada sore hari. Berpuasa juga membantu tubuh menyerap nutrisi di dalam tubuh jadi lebih efektif. Nutrisi di dalam makanan terserap sempurna sehingga meminimalisasi penumpukan makanan yang membusuk di tubuh.

3. Menghilangkan/meredakan nyeri pada persendian. Siapa sangka, puasa juga bisa menjadi obat untuk meredakan

penyakit yang satu ini. Bagi orang yang menderita arthritis atau radang sendi. Sebuah penelitian menunjukkan adanya hubungan antara membaiknya radang sendi dan peningkatan kemampuan sel netrofi l dalam membasmi bakteri. Netrofi l, atau sel penetral merupakan unsur yang mampu menetralkan racun maupun bakteri penyebab radang sendi.

4. Mengurangi konsumsi cairan yang berlebihan Mengurangi konsumsi air selama puasa, bisa membantu

mengatasi akumulasi cairan yang berlebihan pada tubuh. Proses ‘pengeringan’ ini akan mengatasi pembengkakan pada perut, kaki dan lutut yang sering dialami saat seseorang mengalami menstruasi.

5. Mengatasi tekanan darah tinggi Tak perlu berobat secara medis untuk mengatasi tekanan

darah tinggi. Saat berpuasa, otomatis kita akan lebih sedikit mengonsumsi makanan terutama yang mengandung lemak, gula, dan kolesterol tinggi. Hal ini yang kemudian berdampak pada penurunan kolesterol dan gula darah. Jika disertai dengan diet makanan sehat saat sahur dan buka puasa, manfaatnya akan didapatkan dengan lebih optimal.

6. Puasa sebagai waktu istirahat Dengan berpuasa maka Anda secara tidak langsung telah

memberikan waktu bagi tubuh dan sistem pencernaan untuk beristirahat. Dengan begitu beberapa organ pencernaan dalam tubuh seperti kerongkongan, usus, lambung bisa bekerja lebih baik saat Anda mulai mengkonsumsi makanan lagi ketika bebuka puasa. n

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM6

Page 7: Mediakom36

Dengan TertawaKita Lebih Sehat

Meskipun sederhana, tertawa menjadi hal yang mulai banyak dilupakan manusia, terutama ketika semakin dewasa. Tuntutan sekolah, ujian, bekerja, target, dan stres di jalan membuat manusia dewasa semakin sedikit tertawa. Padahal, tawa tidak hanya membuat hati senang, tetapi juga bisa membuat kita lebih sehat. Di balik tertawa yang sederhana,

tersimpan banyak sekali rahasia yang bermanfaat di dalamnya.

Berbagai manfaat tertawa, dikutip dari DrStanley.com, antara lain:- Anak-anak tertawa jauh lebih banyak daripada orang dewasa. Waktu masih kecil, kita

bisa tertawa 400 kali dalam sehari. Tapi, sejak masuk dunia sekolah, kemudian bekerja, dan melakukan hal-hal ‘dewasa’ lainnya, kita hanya tertawa paling banyak 15 kali sehari.

- Perempuan bisa tertawa 126 persen lebih banyak daripada laki-laki.- Sama seperti penyakit atau kantuk, dalam dunia tertawa juga dikenal istilah contagious

laughter atau tawa yang bisa menular. Kalau kita sedang menonton acara komedi, kita bisa ikutan tertawa ketika mendengar penonton di televisi tertawa. Hal ini disebabkan tawa adalah suatu bahasa yang universal, ekspresi emosi yang sulit untuk dipalsukan atau ditutup-tutupi.

- Tertawa sekitar 100 kali memiliki manfaat yang sama dengan 15 menit dengan bersepeda. Tertawa dengan kuat bisa meningkatkan denyut jantung, memperdalam tingkat pernapasan, dan mengencangkan otot-otot diperut, wajah, dan diafragma.

- Selain bisa membuat suasana hati menjadi lebih bahagia, tertawa bisa mengurangi stres, membantu melawan infeksi, dan mengurangi rasa sakit.

- Dua hormon penyebab stres, kortisol dan epinefrin yang menekan sistem kekebalan tubuh, benar-benar akan turun setelah kita meluangkan waktu untuk tertawa selama beberapa waktu.

- Tertawa menyebabkan perubahan positif dalam kimia otak dengan melepaskan endorfi n,

dan membawa lebih banyak oksigen ke dalam tubuh dengan penarikan yang lebih dalam.- Para peneliti menemukan setelah menonton video komedi slapstick selama satu jam, “sel pembunuh alami” yang bertugas mencari dan menghancurkan sel-sel ganas, seperti sel tumor lebih aktif menyerang dalam tabung uji. Efek satu jam tertawa dapat membuat sel penghancur ini bekerja selama 12 jam.

- Tahun 1998, fi lm “Patch Adams” menceritakan kisah nyata kehidupan dokter

yang melakukan eksperimen bermain dan mengundang badut, ternyata penting dalam meningkatkan kualitas hidup pasien untuk suasana rumah sakit yang suram.- Tingginya tingkat antibodi

(immunoglobulin A saliva) yang melawan infeksi organisme memasuki saluran pernapasan, ternyata ditemukan di air

liur orang yang menonton video lucu atau dalam suasana hati yang menyenangkan. n

Migrain adalah penyakit umum bagi banyak orang. Migrain adalah masalah kesehatan umum yang dihadapi oleh banyak orang kita. Agar tak diserang migrain, ada beberapa kebiasaan sehat yang harus dilakukan. Berikut beberapa kebiasaan hidup sehat yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulkan serangan migrain :

1. Makan tepat waktuMelewatkan jadwal makan karena alasan apapun dapat mempengaruhi kesehatan dalam banyak cara. Jika menderita migrain dan diet pada saat yang sama, jangan melakukan kesalahan dengan melewatkan jadwal makan. Jika telat makan, lemak tubuh yang ekstra akan hilang.

Hal ini akan berakhir dengan peningkatkan kadar gula darah dan pada akhirnya dapat menyebabkan migrain. Selain itu, keasaman lambung mempengaruhi otak dan menyebabkan sakit kepala. Untuk menghindarinya, makanlah tepat waktu dan teratur. Jangan melewatkan jadwal makan atau makan terlalu sedikit.

2. OlahragaTubuh yang sehat menghasilkan pikiran yang sehat. Untuk tetap fi t dan aktif, harus berolahraga secara teratur. Hal ini juga membantu menghindari serangan migrain.

3. Tidur yang cukupTerlalu banyak tidur atau kurang tidur dapat mempengaruhi tubuh Anda. Tidurlah yang cukup untuk menghindari sakit kepala migrain. Idealnya, orang dewasa sebaiknya tidur selama 6-7 jam dan tidak lebih dari 9 jam sehari. Pertahankan jadwal tidur untuk hasil yang lebih baik.

4. Berhenti merokokMerokok dapat meningkatkan serangan migrain. Nikotin tidak hanya menyebabkan radang di tenggorokan dan paru-paru, tetapi juga membuat kecanduan. n

Kebiasaan SehatAgar Tak Diserang Migrain

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 7

Page 8: Mediakom36

INFO SEHAT

Kismis diperkenalkan di Eropa oleh bangsa Mediterania pada abad ke-11 sebelum masehi. Kismis adalah buah anggur yang dikeringkan. Bisa dimakan langsung atau dicampurkan dalam kue dan masakan. Buah yang sering dipakai adalah anggur segar yang hijau atau yang merah. Rasanya manis karena mengandung gula cukup tinggi. Jika disimpan dalam waktu lama, gula dalam kismis akan membentuk kristal. Proses ini

yang menyebabkan tekstur kismis menjadi kasar dan agak kenyal.

Sebuah studi yang dilakukan oleh California Raisin Marketing Board, menghubungkan antara berat badan dengan makan kismis. Ada 26 responden laki-laki dan perempuan yang berat badannya normal. Rata-rata mereka berusia 8-11 tahun.

Penelitian dilakukan selama tiga bulan. Secara acak beberapa anak ditugaskan untuk makan kismis dan sebagian anak diminta untuk makan camilan lainnya, seperti keripik kentang, kue cokelat dan buah. Setiap anak juga diberikan menu sarapan yang sama. Nafsu makan responden diukur secara subjektif, 15 menit sebelum dan setelah menikmati camilan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, asupan makanan setelah konsumsi kismis lebih rendah. Mereka juga merasa jenuh saat disuruh makan. Dibandingakan dengan responden yang makan camilan selain kismis justru nafsu makannya lebih besar. Kismis memberikan jumlah kalori lebih sedikit dibandingkan makanan lainnya. Selain itu kismis juga memberikan rasa kenyang lebih lama, sehingga responden yang diberi camilan kismis masih merasa kenyang saat menikmati menu makannya.

Keripik kentang dan kue cokelat, mengandung kalori sebesar 70-108 persen lebih tinggi dibandingkan dengan kismis. Jika kismis dijadikan camilan, setiap harinya jumlah kalori dalam tubuh bisa terpotong sekitar 10-19 persen. Cukup mengemil kismis, berat badan bisa turun cepat. Tidak perlu lagi lakukan diet ketat karena cara alami ini bisa membentuk tubuh ideal yang diinginkan. n (Ditulis dari berbagai sumber)

Kurangi Berat badan dengan ngemil Kismis

Buah kering yang satu ini sangat menyehatkan.

Rasanya manis, renyah dan

bertekstur agak kenyal. Makanan

ini berasal dari buah anggur segar yang di keringkan dan bisa dimakan langsung. Makan

kismis ternyata bisa bikin perut cepat

kenyang.

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM8

Page 9: Mediakom36

STOP PRESS

Bandung, 5 Mei 2012

Lebih dari 5 juta orang di seluruh dunia telah terdiagnosis penyakit Lupus. Sebagian besar penderitanya ialah perempuan di usia produktif yang ditemukan lebih dari seratus ribu setiap tahunnya. Di Indonesia jumlah penderita penyakit Lupus secara tepat belum diketahui

tetapi diperkirakan mencapai jumlah 1,5 juta orang.

Demikian sambutan Menkes RI yang diwakili oleh Kepala Badan Litbang Kesehatan Kemenkes RI, dr. Dr. Trihono, Msc. pada peringatan hari Lupus Sedunia yang diselenggarakan oleh Syamsi Dhuha Foundation di Aula Kampus Timur ITB, Bandung. Hadir pada Acara tersebut, Pengurus Syamsi Dhuha Foundation, Perwakilan Dekan ITB, Skretaris Ditjen Binfar & Alkes, Direktur Penyakit Tidak Menular dan Kepala Pusat Promosi Kesehatan, Pengurus Syamsi Dhuha Foundation, Para Pemerhati Lupus, dokter dan tenaga medis lainnya.

“Lupus merupakan penyakit autoimun kronis yang dapat menyerang hampir seluruh organ atau sistem tubuh dan dapat mengancam jiwa. Diagnosis penyakit ini sering terlambat diketahui karena gejala yang timbul menyerupai berbagai gejala penyakit sehingga dijuluki penyakit yang mempunyai seribu wajah,” terang Ka. Badan Litbangkes.

Lebih lanjut Kepala Badan Litbangkes menyatakan, penting bagi para tenaga dokter untuk dapat melakukan pelatihan untuk dapat mendiagnosis penyakit Lupus karena menampakan gejala yang berbeda - beda sehingga tidak mudah didiagnosa oleh para doker. Sementara bagi masyarakat perlu upaya peningkatan untuk menumbuhkan kesadaran dan pencegahan agar dapat mengenal lebih dini gejala penyakit lupus sehingga dapat memperoleh pengobatan yang tepat.

Kegiatan “Care for Lupus Syamsi Dhuha Foundation Awards” sangat relevan dengan tema peringatan Hari Lupus Sedunia tahun ini yaitu ’Never Give Up”, karena upaya yang dilakukan oleh para penerima penghargaan bertujuan untuk meningkatkan kualitas

Kemenkes Hadiri PeringatanHari Lupus Sedunia Tahun 2012

hidup Orang Hidup Dengan Lupus (Odapus). Care for Lupus Syamsi Dhuha foundation awards 2012 terdiri dari tiga kategori yaitu: Research Sponsorship, Writing Competetition, dan Lifetime Achievement

Pada kesempatan tersebut, Kepala Badan Litbangkes mendapat kehormatan untuk menyerahkan penghargaan kepada pemenang Lomba Research Sponsorship di Bindang Obat atau suplemen yang terkait dengan pemakaian bahan alam yang tersedia di Indonesia sebagai terapi suplemen dalam pengobatan dan atau pengendalian penyakit lupus.

Pemenang pertama ialah Niken Indriyanti dari Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman, Kaltim dengan judul penelitian: Pengaruh cocor bebek terhadap konsentrasi plasma metilprednisolon dan pengembangan formulanya untuk terapi penanganan Lupus; pemenang kedua ialah Wigit Kristianto dari Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, Surabaya dengan judul penelitian uji efektifitas Jakalin biji nangka dalam mengurangi jumlah limfosi B dan Gambaran Glomerunefritis ginjal pada mencit BALB/ c dengan Lupus Like Syndrome yang diinduksi pada pristan; sementara pemenang ketiga ialah Muhammad Afifudin dari Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, dengan judul penelitian potensi ketela rambat ssebagai terap I nutrisi bagi pasien Lupus Eritematosisi Sistemik dengan menignkatkan Foxp3 Sn menginhibisi IL-23R.

Berbagai penelitian terkait tanaman obat Indonesia yang berpotensi sebagai suplemen terapi Lupus yang aman dan efektif, harus terus dilakukan. Hal ini penting mengingat penderita Lupus harus berobat seumur hidup, setidaknya upaya ini dapat membantu mengendalikan penyakit Lupus, tegas dr. Trihono.

Pemberian penghargaan ini selain merupakan suatu terobosan positif, juga diharapkan untuk mendorong berbagai pihak untuk mengambil bagian dalam meningkatkan kualitas hidup para Odapus serta meningkatkan kesadaran, kepedulian masyarakat terhadap Lupus,” jelas Ka. Badan Litbangkes. n

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 9

Page 10: Mediakom36

STOP PRESS

dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH adalah dokter spesialis anak yang juga ahli Kesehatan Masyarakat yang telah mengenyam pendidikan di Indonesia, Eropa dan Amerika. Beliau memiliki pengalaman karir panjang sebagai Pegawai Negeri di Departemen Kesehatan

(1964-1998), sebagai anggota DPR (1992-1997), dan Pegawai Perserikatan Bangsa-Bangsa (1999-2002) tepatnya sewaktu menjabat sebagai Direktur Department of Gender and Women’s

Dr.Nafsiah Mboi , Sp.A.MPH

Menkes 2012-2014

Health pada World Health Organization (WHO) Pusat di Geneva, Swiss. dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH lahir di Sengkang, Sulawesi Selatan, 14 Juli 1940 adalah lulusan Spesialisasi Dokter Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, tahun 1971. Gelar Master of Public Health diperoleh di Prince Leopold Institute of Tropical Medicine, Antwerp, Belgium, tahun 1990. Beberapa penghargaan yang pernah diperolehnya diantaranya Ramon Magsaysay

13 Juni 2012 pukul 11.15 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH sebagai Menteri Kesehatan 2012-2014 menggantikan Almarhumah dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH.

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM10

Page 11: Mediakom36

Foundation Award for Government Service dari Ramon Magsaysay Foundation, Manila, Philippines (1986), Satya Lencana Bhakti Sosial dari Presiden Republik Indonesia (1989), Fellow of the Australia-Indonesia Institute (1993), Penghargaan dari Asia HRD Congress (2008) dan Penghargaan Soetomo Tjokronegoro yang diberikan oleh PB-IDI (2009). dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH menikah dengan Brigjen purn Dr. Ben Mboi MPH, mantan Gubernur NTT dan dikaruniai 3 orang putra-putri dan 5 orang cucu. Dr. Nafsiah memulai karirnya di Departemen Kesehatan sejak tahun 1964. Beberapa jabatan yang pernah diembannya selama menjadi karyawan Departemen Kesehatan adalah sebagai Kepala Rumah Sakit Umum, Ende, Flores (1964–1968), Kepala Seksi Perijinan pada Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Prop. NTT, Kupang (1979–1980), Kepala Bidang Bimbingan dan Pengendalian Pelayanan Kesehatan Masyarakat (BPPKM) pada Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Prop. NTT, Kupang (1980–1985). Selain jabatan karir, Dr. Nafsiah pernah menjadi Anggota DPR/ MPR RI (1992–1997), Ketua Komite PBB untuk Hak-hak Anak (1997–1999), Direktur Department of Gender and Women’s Health, WHO, Geneva Switzerland (1999-2002) dan Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (2006–sekarang). Lebih dari 70 karya dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris telah dipublikasikan, 20 diantaranya adalah makalah dan artikel. dr. Nafsiah dikenal sebagai sukarelawan dan pekerja masyarakat sejak masih berstatus sebagai pelajar. Selain itu, beliau juga dikenal sebagai aktivis bidang keluarga berencana dan selanjutnya mendedikasikan diri untuk upaya penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia. Komitmennya untuk anti diskriminasi dan kesetaraan dalam masyarakat mengarahkan dr. Nafsiah menjadi aktivis untuk hak-hak azasi manusia, dan menjadi salah satu pendiri Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia, anggota Komnas HAM, dan Wakil Ketua Komnas Perempuan. Beliau telah terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang menitik beratkan pada pemberdayaan perempuan, kesetaraan gender, dan hak-hak anak, semua area tersebut dimulai saat memimpin PKK, BK3S, dan organisasi lain, selama 10 tahun bekerja di Nusa Tenggara Timur (1978-1988) saat suaminya menjabat sebagai Gubernur.

Menkes baru silaturahmi dengan karyawan KemenkesMenteri Kesehatan RI, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, datang ke kantor Kementerian Kesehatan RI  setelah dilantik Presiden RI, DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono di Istana (14/6). Menkes yang didampingi Wakil Menkes Prof. Ali Ghufron Mukti, MSc, PhD, tiba di ruang J.Leimena pukul 14.28 WIB, dan disambut staf dan jajaran Pejabat Eselon I dan II Kementerian Kesehatan yang telah menunggu kehadirannya.

Pertemuan dimulai pukul 14.45 WIB. Acara dibuka Wakil Menkes RI, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, disertai ucapan selamat datang.

Pada kesempatan ini, para Pejabat yang hadir satu per satu memperkenalkan diri dan menjelaskan secara singkat mengenai tugas pokok dan fungsi dari unit yang dipimpinnya. Selain itu disebutkan, beberapa program prioritas Kemenkes RI dan beberapa “pekerjaan rumah” yang harus segera diselesaikan.

Mengawali sesi perkenalannya, Menkes mengajak para hadirin untuk berdiri guna berdoa bersama bagi Almarhumah Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih yang saat ini sudah berada di pangkuan-Nya, serta mohon untuk kelancaran pelaksanaan tugas-tugas ke depan.

“Kita berdoa untuk Ibu Endang yang kita cintai, sekaligus kita berdoa semoga kita yang melanjutkan karya dan ide-ide beliau dapat diberi kelancaran, sehingga dengan tim yang kuat seperti sekarang, kita bisa langsung hit the road, running”, kata Menkes.

Pada pertemuan tersebut, Menkes memutarkan slideshow perkenalan. Dijelaskan makna empat lilin yang merupakan empat tahap penting dalam hidupnya. Lilin pertama, adalah saat beliau menyelesaikan pendidikan di bidang kedokteran; lilin kedua merupakan saat dimana beliau menikah dan memiliki berkeluarga; lilin ketiga adalah pengalaman berharga menjadi international civil servant; dan lilin keempat adalah saat dimana ditugaskan kembali di kesehatan masyarakat.

“Saya tidak menganggap bahwa saya pensiun dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), saya hanya mendapat tugas yang lebih besar”, ujar Menkes.

Sebelum dilantik, Menkes Nafsiah menandatangani kontrak kerja dihadapan Presiden RI, DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden, Boediono. Kontrak kerja tersebut merupakan kontrak kerja yang sama dengan yang ditandatangani Almarhumah Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih. Karena itu, Menkes meminta kesediaan masing-masing para Pejabat Eselon I Pimpinan Unit Utama Kemenkes untuk secepatnya memberikan paparan singkat tentang capaian program prioritas yang pernah digariskan Ibu Endang, tantangan-tantangan, dan strategi apa yang akan dilakukan.

“Dua tahun itu waktu yang sangat singkat. Mengambil alih pimpinan bagai seorang kapten kapal yang sedang berlayar di lautan itu tidak mudah. Dengan waktu yang terbatas, kita tetap harus mencapai tujuan. Bila kurang saling mengenal, tidak kompak dan salah pengertian, kapal bisa karam”, ujar Menkes. Pada kesempatan tersebut, Menkes berterima kasih atas kesempatan dan kepercayaan yang diberikan dan meminta jajarannya agar senantiasa kompak dalam menjalankan tugas.

Pada kesempatan tersebut, Menkes berharap, selain untuk menyelesaikan tugas-tugas yang belum diselesaikan, dirinya juga ingin menyiapkan agar Menteri Kesehatan untuk generasi mendatang merupakan orang yang mengerti situasi kesehatan masyarakat Indonesia, lebih spesifik memahami atmosfer institusi Kementerian Kesehatan. n ( Yuni)

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 11

Page 12: Mediakom36

STOP PRESS

Why me ? Mengapa saya. Sebuah pertanyaan besar yang ditanyakan kepada diri sendiri. Pertanyaan ini biasanya dilakukan seseorang kepada diri sendiri ketika tidak

beruntung. Misalnya: sakit parah, kecelakaan, musibah besar yang menyebabkan kehilangan harta dan anggota keluarga. Mereka tidak siap dan tidak rela mendapatkan pertistiwa kesulitan hidup itu. Ia meratap-ratap, mengapa harus dirinya yang menerima kesulitan itu. Mengapa tidak orang lain saja. Ia protes berat. Protes kepada keadaan atau kepada pemberi kesulitan.

Berbeda dengan Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih, “Saya sendiri belum bisa disebut sebagai survivor kanker. Diagnose kanker paru stadium 4 baru ditegakkan 5 bulan yang lalu. Dan sampai kata sambutan ini saya tulis, saya masih berjuang untuk mengatasinya. Tetapis saya tidak bertanya “Why me ?”.

Seperti disampaikan dalam sambutannya tertanggal 13 April 2011, yang ditulisnya sendiri untuk menyambut penerbitan buku “Berdamai dengan Kanker “ di Jakarta. Satu bulan sebelum Endang R Sedyaningsih berpulang kerahmatullah, 2 Mei 2012 pkl 11.41 di RSCM Jakarta, karena menderita kanker paru.

“Saya menganggap menderita kanker adalah salah satu anugerah dari Allah SWT. Sudah banyak anugerah yang saya terima dalam hidup ini : hidup di negara yang indah, tidak dalam peperangan, diberi keluarga besar yang pandai-pandai, dengan sosial ekonomi lumayan, dianugerahi suami yang sangat sabar dan baik hati, dengan 2 putera dan 1 puteri yang alhamdulillah sehat, cerdas dan berbakti kepada orang tua. Hidup saya penuh dengan kebahagiaan. “ So .... Why not ? “ Mengapa tidak, Tuhan telah menganugerahi saya kanker paru ?.

“Tuhan pasti mempunyai rencanaNya, yang saya belum ketahui, tapi saya merasa SIAP menjalankannya. Insya Allah. Setidaknya saya menjalani sendiri, penderitaan yang dialami pasien kanker, sehingga dapat memperjuangkan program pengendalian kanker dengan lebih baik lagi”, katat Endang dalam sambutan itu.

Endang juga mengajak para penderita kanker untuk berbaik sangka kepada Allah. “Bagi rekan-rekanku sesame penderita kanker dan para survivor, mari kita berbaik sangka kepada Allah. Kita terima semua anugerahNya dengan bersyukur. Sungguh, lamanya hidup tidak sepenting kualitas hidup itu sendiri. Mari kita lakukan sebaik-baiknya, apa yang bisa kita lakukan hari ini dengan sepenuh hati.

Sebaliknya, bila keberuntungan datang kepada orang lain. Ia akan mengatakan“ mengapa bukan saya” yang mendapatkannya. Mereka berburuk sangka kepada Allah. Dia merasa lebih pantas untuk mendapatkannya, baik berupa jabatan, kekayaan dan popularitas. Ia tidak rela keberuntungan itu jatuh pada orang lain. Sehingga dengan segala cara berusaha untuk merebutnya. Walau itu bertentangan dengan nilai-nilai moral dan etika.

Begitulah tabiat manusia yang cenderung mengikuti selera hawa nafsu, bila tidak dikendalikan nilai etika, moral dan agama. Merekapun tidak pernah merasa puas, apalagi bersyukur atas nikmat yang telah diterimanya. Ia merasa terus kekurangan, walau harta sudah melimpah dan kekuasaan masih dalam genggamannya. Sebab, mata hati telah tertutup, akal sehat telah dikangkangi hawa napsu. Bila sudah begini, ia tidak akan sanggup mengatakan “why me ?, kemudian bertobat, kecuali mendapat hidayah. Wallahu’alam. n

Why me? Oleh: Prawito

Budaya CaringPerawat IndonesiaPemerintah Indonesia

menandatangani Mutual Recognition Arrangement (MRA) on Nursing

Services di Busan, Philipina pada tahun 2006. Hal ini mengindikasikan adanya tuntutan kesejajaran mutu pelayanan keperawatan di Indonesia dengan negara-negara ASEAN lainnya. Tuntutan untuk meningkatkan pelayanan keperawatan yang berkualitas merupakan suatu hal yang tidak bisa ditawar lagi.

Demikian disampaikan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS saat membuka acara Silaturahmi Akbar Perawat Indonesia di Lapangan IKADA, Jakarta (13/5/12). Mengawali kegiatan ini, Direktur Bina Keperawatan dan Keteknisian Medik, Suhartati, S.Kp, M.Kes menyampaikan laporan kegiatan kegiatan. Menurut dr. Supriyatoro, acara Silaturahmi Akbar Perawat Indonesia bisa dijadikan sebagai

momen bagi para Perawat Indonesia untuk sharing pengalaman dan menyatukan potensi dalam rangka melakukan pengembangan dan peningkatan kualitas di bidang pelayanan keperawatan. Pertemuan ini juga dapat memupuk rasa kolegialitas sesama perawat sehingga kerjasama meningkatkan perkembangan dunia keperawatan termasuk mewujudkan pelayanan keperawatan yang prima dapat terwujud. ”Pelayanan keperawatan prima harus diwujudkan untuk mendukung tersedianya pelayanan kesehatan yang berkualitas”, ujar dr. Supriyantoro.

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM12

Page 13: Mediakom36

Proses evakuasi korban jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet-100 yang hilang di area Gunung Salak, Kab. Bogor Prov. Jawa Barat akan dilakukan dalam 2 rencana, yaitu pertama lewat udara ke Bandar Udara Halim Perdanakusuma langsung ke Rumah

Sakit (RS) Bhayangkara; kedua melalui jalan darat menuju RS terdekat atau RS lain tergantung hasil triage. Demikian disampaikan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kemenkes RI, dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS usai rapat koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dilakukan di Kantor Dinkes Kab. Bogor (10/4/12). Dirjen BUK juga mengecek persiapan Posko Kesehatan Gabungan yang ada di Bandar Udara Halim Perdanakusuma Jakarta dan berkoordinasi dengan Kepala Dinkes Provinsi DKI Jakarta untuk kesiapan evakuasi korban. Berdasarkan informasi dari Dinkes Kab. Bogor, Dinkes Kota Bogor, Dinkes Kab. Sukabumi, Dinkes Prov. DKI Jakarta, PPK Regional DKI Jakarta serta petugas PPKK di lokasi sampai pukul 12.30 WIB dilaporkan pada tanggal 9 Mei 2012 sejak pukul 14.33 Pesawat Sukhoi Superjet-100 hilang kontak. Setelah dilakukan pencarian, pada tanggal 10 Mei 2012 pukul 09.15 pesawat ditemukan terjatuh di Gunung Salak Kab. Bogor Provinsi Jawa Barat. Jumlah penumpang pesawat diperkirakan sebanyak 45 orang.  Upaya yang telah dilakukan adalah pencarian korban oleh Tim SAR dan kesiapsiagaan di lokasi sekitar Dinkes Kab. Sukabumi dan Dinkes Kota Bogor menyiagakan RS rujukan yaitu RS Sekarwangi Cibadak Kab. Sukabumi dan RS PMI Kota Bogor. Selain itu Dinkes Kab. Sukabumi dan Dinkes Kab.

Bogor menyiagakan sejumlah Puskesmas dan ambulans untuk menerima korban. Nama Puskesmasnya antara lain Puskesmas Tamansari, Tenjolaya, Pamijahan dan Ciampea di Kab. Bogor serta Puskesmas Cijeruk, Cigombang, Ciburayut dan Caringin di Kab. Sukabumi. Dinkes Kota Bogor dan PMI Kota Bogor menyiagakan masing-masing 2 ambulans di RS PMI Kota Bogor. PMI menyiapkan 25 ambulans di sekitar lokasi kejadian dan PPKK Kemenkes mengirimkan Tim ke lokasi kejadian.  Sementara itu, kesiapsiagaan di Bandara Halim Perdana Kusuma berupa kesiapan petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Halim Perdana Kusuma untuk memberikan pelayanan kesehatan. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (PPKK) Kemenkes juga memberikan bantuan 50 kantong jenazah serta mengirimkan tim ke Bandara Halim Perdanakusuma. Selain itu menyiagakan 19 ambulans, 16 mobil jenazah dan 2 Pusling. Polri telah mendirikan Posko DVI dan antemortem di Bandara Halim Perdana Kusuma,  Hingga saat ini proses pencarian korban masih terus dilakukan, sedang diupayakan tambahan 10 mobil jenazah untuk mengevakuasi korban ke Rumah Sakit.   Direncanakan seluruh korban akan dievakuasi melalui udara menuju Bandara Udara Halim Perdana Kusuma, untuk selanjutnya dapat dievakuasi ke RS Dr. Sukanto Jakarta. Pemantauan terus dilakukan oleh Dinkes Kab.Bogor, Dinkes Kota Bogor, Dinkes Kab. Sukabumi, Dinkes Prov. DKI Jakarta, PPK Regional DKI Jakarta dan PPKK Kemenkes. n

Dalam sambutannya, dr. Supriyantoro menyebutkan, Deklarasi Perawat Indonesia pada Jumat (11/5/12) lalu menyatakan bahwa perilaku caring sebagai kunci dalam meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan keperawatan yang prima.

“Keberhasilan suatu upaya dan program pelayanan keperawatan sangat tergantung dari motivasi, komitmen dan potensi seluruh warga perawat Indonesia. Jangan lupa mereevaluasi apakah yang telah kita lakukan sesuai dengan apa yang kita impikan, dan ditindaklanjuti agar lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. ”,

tandas dr. Supriyantoro. Silaturahmi Akbar diawali upacara pembukaan silaturahmi akbar, dilanjutkan dengan senam bersama dan hiburan, serta pelayanan keperawatan di pos keperawatan. Sekitar 2796 orang hadir dalam kegiatan ini. Para peserta merupakan para Pejabat struktural beserta staf di lingkungan Kemenkes; perwakilan perawat di institusi pendidikan, Rumah Sakit, Puskesmas, Dinas Kesehatan, dan Badan Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) di wilayah provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Turut hadir dalam acara ini, Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Dewi

Irawaty, MA, PhD; para pimpinan RS; dan perwakilan organisasi masyarakat yang berhubungan dengan bidang keperawatan. Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian Peringatan Hari Perawat Sedunia (HPS)dengan tema “Closing the Gap: From Evidence to Nursing Action to Achieve Quality of Nursing Service” yang jatuh pada 12 Mei 2012. Rangkaian peringatan HPS telah didahului dengan workshop keperawatan yang dilaksanakan Jumat lalu, tanggal 11 Mei 2012 di Kantor Kementerian Kesehatan. n (Pra)

Kemenkes Bersama Tim GabunganSiapkan Evakuasi Korban Sukhoi Superjet-100

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 13

Page 14: Mediakom36

STOP PRESS

Kebijakan makro Pemerintah saat ini adalah mengamankan pelaksanaan APBN melalui peningkatan kualitas. Kemenkes harus melakukan pemotongan anggaran tahun 2012 dengan memperhatikan prioritas kegiatan. Menyikapi hal tersebut, penting

untuk melihat kembali kegiatan yang memiliki daya ungkit terhadap peningkatan status kesehatan masyarakat termasuk meningkatkan pembiayaan bidang kesehatan melalui anggaran daerah. Demikian disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Kemenkes RI, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama  SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE pada pembukaan Pertemuan Akselerasi dan Sinkronisasi Pembangunan Kesehatan Provinsi Sumatera Barat di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, 10 Mei 2012.

Kegiatan yang diselaraskan dengan kegiatan Pembinaan Terpadu Program Prioritas Kementerian Kesehatan di Provinsi Sumatera Barat ini diawali dengan pembacaan laporan kegiatan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, dr. Rosnini Safitri, M.Kes, dilanjutkan dengan sambutan Walikota Bukittingi, Ismet Amziz, SH.

Turut hadir dalam kegiatan tersebut, para pejabat Kementerian Kesehatan dari setiap unit terkait; Perwakilan DPRD Provinsi Sumbar; Ketua BAPPEDA Provinsi Sumbar; Para Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Dirut RS di wilayah provinsi Sumbar; Kepala UPT dan UPTD; Tim Pokja MDG’s Sumatera Barat; dan perwakilan institusi lintas sektor. “Supervisi Pusat ke Daerah tidak hanya terbatas pada pelaksanaan program prioritas Kemenkes di Daerah, namun juga memperhatikan kebutuhan dan permasalahan spesifik pada suatu daerah”, ujar Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama. Menurut Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, rapat koordinasi dan teknis bidang kesehatan ini emilliki nilai strategis disamping fungsi koordinasi, juga mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang terbatas, termasuk perencanaan penganggaran dari semua sumber pembiayaan (APBD Provinsi, APBD Kab/Kota, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), termasuk Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN). Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama menyatakan, Provinsi Sumatera Barat merupakan contoh yang baik dimana perhatian daerah dalam pelaksanaan program kesehatan selalu terdepan, termasuk upaya percepatan pencapaian MDG’s.

SinkronisasiPembangunan Kesehatan Provinsi SumBar 2012

“Baru-baru ini, provinsi menyelenggarakan pekan MDG’s, selain itu prestasi beberapa Kab/Kota sehat di Provinsi Sumatera Barat menandakan peran aktif dan komitmen para pemangku kepentingan bidang kesehatan”, jelas Prof. Tjandra Yoga Aditama.

Pada kesempatan tersebut, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama bersama Tim Supervisi terpadu Kemenkes Ri, melakukan diskusi dengan para peserta dan membahas  berbagai permasalahan yang dikemukakan oleh para peserta yang merupakan perwakilan dari instansi kesehatan di Provinsi Sumatera Barat.

Kegiatan terbagi menjadi dua panel utama. Pada panel pertama, Prof. Tjandra Yoga  melakukan presentasi bersama dengan Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Barat dan Walikota BukitTinggi membahas kebijakan nasional kesehatan. Pada panel kedua, dilakukan pembahan lebih mengarah kepada anggaran pembiayaan kesehatan.

Lebih lanjut Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama menyatakan, sebagian besar masalah dapat dijelaskan, namun sebagian lainnya menjadi masukan dan rencana tindak lanjut, antara lain Permasalahan Politeknik Kesehatan; Aspek Pelayanan Kesehatan (obat generic, tarif Askes, kebutuhan tempat tidur menjelang BPJS); Permohonan bantuan anggarn untuk kegiatan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan di Kabupaten; Pentingnya pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia; penanggulangan masalah kesehatan (Angka Kematian Ibu/Bayi, Penanggulangan HIV/AIDS, dan lain-lain); Peran Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) dan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dalam kegiatan pelayanan kesehatan oleh para bidan; kejelasan penempatan dokter di wilayah yang bermasalah kesehatan; serta penyediaan Puskesmas perkotaan dengan pelayanan persiapan jamaah haji. n (Pra)

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM14

Page 15: Mediakom36

Dalam rangka Pembinaan Terpadu Program Prioritas Kementerian Kesehatan di Provinsi Sumatera Barat, Sekretaris Direktorat Jenderal

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) dr. Yusharmen D.Comm.H., M.Sc bersama rombongan Supervisi Terpadu Kementerian Kesehatan RI melakukan kunjungan lapangan ke Kota Sawah Lunto pada 11 Mei 2012. Kegiatan dipusatkan di dua Desa yaitu Tlago Gunung dan Lumindai.

Sesdirjen PP dan PL, dr. Yusharmen, D.Comm.H, M.Sc, bersama tim Supervisi Terpadu Kemenkes RI menyaksikan secara langsung Deklarasi SBS Jorong Desa Talago Gunung Kecamatan Barangin, Kota Sawahlunto. Sebelumnya, Sesdirjen PP dan PL meresmikan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) Gantiang Juo dan menyaksikan pembuatan septic-tank yang terbuat dari ban bekas. Hadir dalam kegiatan tersebut, Kepala Dinas Provinsi Sumatera Barat, Walikota Sawahlunto, Ir. H. Amran Nur; Kepala Dinas Kesehatan Kota Sawahlunto, dr. Ambun; Kepala Nagari Tlago Gunung, Alizar Dt. Malin Pangulu; dan para tokoh masyarakat setempat.

dr. Yusharmen mengatakan, Program Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) bertujuan untuk meningkatkan jumlah penduduk perdesaan dan pinggiran kota (peri urban) yang mendapat akses terhadap layanan air minum dan sanitasi yang sehat dan praktik perilaku hidup bersih dan sehat.

Kegiatan deklarasi melalui program PAMSIMAS merupakan momentum penting dalam menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang dimulai dari diri sendiri, keluarga, dan komunitas, sehingga terbentuk

Stop BAB SembaranganKota Sawahlunto

masyarakat Indonesia yang mandiri untuk hidup sehat.Saat ini, program PAMSIMAS di Propinsi Sumatera Barat sudah mencakup 15 Kabupaten/Kota dari 19 Kabupaten/Kota yang ada di wilayah kerja Provinsi Sumatera Barat selama tahun pelaksanaan 2008-2012.

Pada kesempatan tersebut, Sesdirjen PP dan PL menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada masyarakat karena terkait dengan masalah mendasar di bidang kesehatan yang merupakan wujud nyata dari upaya promotif dan preventif yang menjadi prioritas Pemerintah.

Kemudian, Sesdirjen PP dan PL bersama tim Supervisi Terpadu Kementerian Kesehatan melanjutkan perjalanan menuju Desa Lumindai yang letaknya jauh di atas bukit. Berdasarkan keterangan Kepala Dinas Kesehatan Sawahlunto, dr. Ambun mengatakan di desa tersebut hanya terdapat satu orang bidan untuk 9 dusun.Pada kesempatan tersebut, Sesditjen PP dan PL beserta tim Supervisi terpadu Kemenkes berkesempatan untuk meninjau secara langsung kondisi sanitasi dasar di salah satu rumah masyarakat. Sesditjen PP

dan PL sempat melakukan penempelan sticker di salah satu rumah penduduk yang telah memiliki Pos Pembinaan Terpadu Desa Lumindai yang memiliki fasilitas cukup lengkap, walaupun masih menggunakan genset untuk mengoperasikan peralatan tersebut.

Selain kunjungan lapangan dilakukan pula pencanangan gerakan 1.000 jamban yang ditandai dengan penyerahan jamban; penyerahan kelambu malaria pada ibu hamil dan daerah endemis; penyerahan bantuan miskoskop; serta penempelan striker rumah stop BABS; pemberian pengetahuan komprehensif mengenai HIV/AIDS; serta menjadi narasumber pada Dialog Khusus mengenai Kemitraan Bidan-Dukun dalam lingkup Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

“Perayaan deklarasi SBS merupakan media yang sangat efektif untuk mensosialisasikan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) kepada masyarakat. Ajaklah Saudara, masyarakat maupun tetangga desa di sekitar kita untuk ikut menjadikan dan membiasakan diri ber-PHBS dalam kehidupan sehari-hari”, ujar dr. Yusharmen. n

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 15

Page 16: Mediakom36

STOP PRESS

Demikian arahan Wakil Menteri Kesehatan RI yang dibacakan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), Dr. dr. Trihono, MSc., pada Kongres ke-IX Perhimpunan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) yang

bertema “Meningkatkan Peran PPTI dengan Cara Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial”. Acara ini oleh dibuka oleh Deputi III Bidang Kesehatan, Kependudukan dan Keluarga Berencana (KB) Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, dr. Emil Agustiono, M.Kes.. Hadir dalam acara tersebut, Istri Gubernur Provinsi Bali, Ibu Ayu Pastika; Sekretaris Daerah Provinsi

Bali, I Made Djendra; dan Ketua Umum Pengurus Pusat PPTI, Ny. Ratih Siswono Yudo Husodo,SH.

Wamenkes menyatakan, TB merupakan salah satu indikator keberhasilan MDGs yang harus dicapai oleh Indonesia, yaitu menurunnya angka kesakitan dan kematian menjadi setengahnya di tahun 2015. Di dalam perkembangan dan pelaksanaan program pengendalian TB, Indonesia telah berhasil menurunkan insidens, prevalens, dan angka kematian.  “Berdasarkan pada angka pencapaian di tahun 2010 dibandingkan

Peran Aktif dan Semangat Kemitraan Semua Pihak adalah Kunci Menuju Indonesia Bebas TBTuberkulosis (TB) adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia. Indonesia tercatat sebagai penyumbang kasus terbesar nomor empat di dunia setelah India, China, dan Afrika Selatan. TB juga menjadi penyebab kematian tertinggi kedua di Indonesia setelah stroke. Diperkirakan ada 430 ribu kasus TB baru, dan 169 orang diantaranya meninggal setiap harinya. Kondisi ini sangat kritis bila tidak ditangani dengan strategi yang tepat.

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM16

Page 17: Mediakom36

dengan baseline data tahun 1990, target MDGs yang ditetapkan hampir semuanya dapat dicapai”, ujar Wamenkes.   Dikatakan, angka Insidens TB adalah 189/100.000 penduduk (2010), menurun  45% dari 343/100.000 penduduk (1990). Angka prevalensi TB adalah 289/100.000 penduduk (2010) turun sebesar 35% dari 443/100.000 penduduk (1990). Sementara angka mortalitas TB adalah 27/100.000 penduduk (2010) atau turun sebesar 71% dari 92/100.000 (1990).   Pada kesempatan tersebut, Wamenkes menyatakan masih banyak tantangan dalam penanggulangan TB saat ini, antara lain meningkatnya koinfeksi TB HIV; kasus TB Multi Drug Resistance (MDR); dan belum optimalnya manajemen dan kesinambungan pembiayaan program pengendalian TB.  “Kondisi tersebut diperparah dengan meningkatnya jumlah penderita penyakit-penyakit degeneratif seperti gangguan imunitas, masalah diabetes, meningkatnya angka perokok serta tingkat  kemiskinan yang masih tinggi di Indonesia. Itu semua sangat berpengaruh terhadap peningkatan angka kesakitan akibat TB di Indonesia”, tambah Wamenkes. Ditambahkan, penelitian yang dilakukan Badan Litbangkes pada serial Riskesnas baik 2007 maupun 2010, diperoleh beberapa fakta tentang TB, diantaranya TB masih merupakan penyebab utama kematian terutama diwilayah timur Indonesia. Kedua, pengetahuan dan pemahaman tentang TB dan penularannyamasih rendah. Ketiga, banyak penderita TB yang tidak tuntas dalam pengobatan. Selain itu, diperlukan terobosan baru guna menurunkan prevalensi TB.  Pada akhirnya, keterbatasan sumber daya yang dimiliki sektor pemerintah dan besarnya tantangan yang ditimbulkan akibat penyakit TB, menjadikan pengendalian TB belum dapat berjalan optimal. Demi keberlanjutan program, maka dibutuhkan kemitraan antara berbagai sektor dengan NTP (National Tuberkulosis Program). Kemitraan yang tentunya harus berdasarkan visi untuk mewujudkan Indonesia Bebas TB pada tahun 2050. “Kunci keberhasilan menuju Indonesia bebas TB adalah peran aktif dan semangat kemitraan dari semua pihak yang terkait melalui gerakan terpadu dan sinergis yang bersifat nasional”, tandasnya. Sekilas menilik sejarah, program Pengendalian TB di Indonesia dimulai sebelum kemerdekaan RI. Pada saat itu program TB masih dilakukan oleh pihak swasta dan ditujukan hanya bagi kelompok masyarakat tertentu, sehingga terwujud pencanangan program pengendalian TB secara nasional pada tahun 1969 yang ditegaskan kembali tahun 1992 di mana Indonesia melakukan ujicoba strategi Directly Observed Treatment, Short-course (DOTS) untuk pertama kalinya. Setelah dilakukan uji coba, pada tahun 1995 strategi DOTS resmi menjadi strategi penanggulangan TB di Indonesia, sebagaimana  direkomendasikan WHO. Sejak saat itu

program penanggulangan TB DOTS diekspansi dan diakselerasi pada seluruh unit pelayanan kesehatan dan berbagai institusi terkait. Tahun 2010, dalam rangka mendukung strategi nasional program pengendalian TB, maka program diarahkan kepada universal access untuk cakupan dan kualitas pelayanan DOTS yang lebih luas.

Kongres IX PPTI diikuti 151 peserta terdiri dari dari 27 peserta dari PPTI Pusat, 16 PPTI wilayah, 66 peseta dari PPTI Cabang, 6 peninjau dari PPTI Wilayah dan 35 pendengar dari PPTI pusat, wilayah dan cabang.

Tujuan Kongres IX PPTI, selain untuk memilih Ketua umum PPTI masa bakti 2012-2017 dan menilai laporan pertanggungjawaban Ketua Umum sebelumnya, juga mengkaji anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART), rencana strategi dan program PPTI mendatang. Selain itu, dalam Konres ini juga akan dipilih Ketua Badan Pengawas Perkumpulan.

Pada kesempatan tersebut juga diserahkan 333 tanda penghargaan dan tanda jasa bagi institusi maupun perorangan yang telah membantu pengembangan PPTI baik di tingkat Pusat, Wilayah, dan Cabang. Secara rinci, penghargaan tersebut terdiri dari 106 lencana Satya Bakti Utama, 81 Lencana Satya Bakti, 141 piagam dan 5 buah plakat. Secara simbolis, lencana Satya Bakti Utama diberikan kepada Ketua Kehormatan Pengurus PPTI Wilayah Bali, Ny. Ayu Pastika; Bupati Bantul Provinsi DI Yogyakarta, Hj. Sri Surya Widati; Bupati Bulungan, Provinsi Kalimantan Timur, Drs. H. Budiman Arifin; Ketua Pengurus PPTI Wilayah Jambi, H. Hasan Kasim, SH; Ketua Kehormatan Pengurus PPTI Cabang Kota Cimahi, Hj. Atty Suharti Tochija; Pengurus PPTI Cabang Kabupaten Kutai timur Provinsi Kalimantan Timur, Hj. Nor Baiti Isran; dan Bapak Arifin Panigoro, sebagai donatur PPTI. n(Pra)

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 17

Page 18: Mediakom36

MEDIA UTAMA

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM18

Page 19: Mediakom36

Nusa Tenggara Barat“Teras Belakang”

IndonesiaProvinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), sebagai bagian dari ‘teras belakang’ Indonesia, diakui masih banyak indikator masih ‘terbelakang’. Peringkat Indek Pembangunan Manusia provinsi NTB dalam 6 tahun terakhir masih berada di posisi 32 dari 33 provinsi yang ada, dengan skor 65,2, sedikit lebih baik dari provinsi Papua dengan nilai 64,94 (BPS, 2010). Rendahnya IPM ini salah satu disebabkan oleh masih rendahnya derajat kesehatan masyarakat di daerah ini.

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 19

Page 20: Mediakom36

MEDIA UTAMA

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM20

Page 21: Mediakom36

Usia harapan hidup di NTB tahun 2010 tercatat 62,11 tahun, dibandingkan angka nasional 69,43 tahun (BPS, 2010). Rendahnya UHH ini direfleksikan oleh masih tingginya kematian bayi dan kematian ibu. Angka Kematian Bayi di NTB terakhir (SDKI 2007)

tercatat 72 per 1000 kelahiran hidup (angka nasional 34), angka kematian ibu sebesar 320/100.000 kelahiran hidup (angka nasional 228).

Hal ini disampaikan Asisten III Provinsi NTB, Drs.H.Lalu Wildan pada pertemuan koordinasi percepatan pencapaian MDG’s provinsi NTB, 8 Mei 2012 di Lombok.

Menurut Lalu, jika memperhatikan angka-angka yang ada, khususnya dari BPS, nampaknya program kesehatan di NTB belum bergerak sebagaimana mestinya. Namun jika kita merujuk pada data sektoral yang ada di Dinas Kesehatan, sebenarnya ada perbaikan yang signifikan. Beberapa indikator akses menunjukkan peningkatan yang signifikan.

Beberapa contoh antara lain, cakupan K1 tahun 2011 sebesar 99,27 %, K4 sebesar 94,07 %, persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 87,81 %, cakupan kunjungan bayi sebesar 100 %, Cakupan kunjungan posyandu 70,73 %. Hal ini mengindikasikan bahwa hampir seluruh sasaran program telah tersentuh program pelayanan kesehatan.

Namun demikian, kami menyadari adanya tantangan di aspek kualitas pelayanan. Soal ketenagaan, 90% dari seluruh desa yang ada (1031 desa/kelurahan) telah ada bidan desanya, namun baru 53,8% yang pernah mengikuti pelatihan teknis. Keberadaan Tim PONED di 49 puskesmas juga masih diwarnai mutasi petugas yang terlalu sering, sehingga puskesmas PONED belum bisa berfungsi secara optimal.

Provinsi NTB, yang biasa dikenal sebagai ‘Bumi Gora’ atau Bumi Gogo Rancah. Daerah ini pernah sangat terkenal dengan keberhasilan pola tanam padi system gogo rancah. Sampai saat ini masih menjadi salah satu provinsi yang swasembada pangan. Provinsi NTB terdiri dari 2 pulau besar, yaitu pulau Lombok dan pulau Sumbawa, dengan variasi demografi serta topografi yang bertolak belakang.

“Pulau Lombok dengan luas 1/3 dari NTB berpenduduk 2/3 dari

total penduduk NTB yang berjumlah 4,5 juta orang. Sebaliknya, Pulau Sumbawa dengan luas 2/3 berpenduduk hanya 1/3 dari total penduduk NTB. Perbedaan ini berimplikasi pada pola pengelolaan program kesehatan, besar alokasi sumber daya serta tantangan program, cenderung fokus di pulau Lombok,” ujar Lulu.

Menurut Lalu, upaya untuk memperbaiki IPM, derajat kesehatan masyarakat secara umum telah menjadi prioritas utama pemerintah provinsi NTB. Di antaranya, melalui program unggulan Gerakan AKINO (Angka kematian ibu nol) telah diupayakan percepatan dalam berbagai aspek program. Seperti pemerataan tenaga kesehatan yang berkualitas, khususnya di desa. Optimalisasi sarana prasarana kesehatan seperti; alat kesehatan, obat, dan logistik lainnya. Perbaikan system pelayanan, khususnya system rujukan. Pembiayaan kesehatan serta upaya pemberdayaan masyarakat melalui program yang terintegrasi dengan penanggulangan kemiskinan.

Menyadari, percepatan pencapaian pembangunan millennium di NTB terkait koordinasi program yang kuat antara provinsi dan kabupaten/kota, maka rumusan kongkrit koordinasi itu dilakukan. “Di tempat ini pula, 9 Mei 2012 telah ditandatangani MOU antara Pemerintah Kabupaten/Kota dengan pemerintah Provinsi tentang koordinasi dalam peningkatan dan perlindungan kesehatan ibu, bayi dan anak balita. MOU tersebut sebagai tindak lanjut dari adanya Perda Nomor 7 tahun 2011 tentang peningkatan dan perlindungan kesehatan ibu, bayi dan anak balita,” ujar Asisten III.

Menurut Lalu, dalam MOU dan perjanjian kerjasama itu selanjutnya diatur peran masing-masing pihak dalam percepatan peningkatan kesehatan ibu, bayi, dan anak balita. Di antaranya penuntasan (total coverage) distribusi tenaga bidan di desa, pelatihan teknis, pelibatan pemerintah desa dalam vital statistic kelahiran dan kematian di tingkat desa, dan sharing peningkatan sarana prasarana penunjang.

Asisten Administrasi Umum dan Kesejahteraan Rakyat NTB ini berharap, semua pihak menyamakan persepsi dan langkah nyata dalam memandang persoalan kesehatan di NTB. Mencari solusi yang cerdas sehingga provinsi NTB tidak lagi menjadi ‘headline’ di pentas nasional sebagai provinsi yang terbelakang di bidang kesehatan. n ( Pra)

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 21

Page 22: Mediakom36

“BOK dan Banjar nganak”

di Lombok Tengah

Hal ini disampaikan Abdullah, selaku Lurah Kelebuh saat menerima kunjungan kerja rombongan Kemenkes di Desa Kelebuh, Kecamatan Praya Tengah, Kabupaten Lombong Tengah, Nusa Tenggara Barat, 8 Mei 2012 yang lalu. Menurut Abdullah, kegiatan

banjar nganak ini diselenggarakan kelompok masyarakat desa. Mereka yang melahirkan di sarana kesehatan akan mendapat uang arisan sebesar Rp 350.000. “Dengan adanya banjar nganak, ibu hamil di desa Kelebuh 90% melahirkan di sarana kesehatan, khusus di Pos Kesehatan Desa Kelebuh,” ujar Abdullah.

Banjar nganak, mempunyai kegiatan menghimpun, menerima dana dari masyarakat dan pemerintah, kemudian menyalurkan kepada masyarakat, khususnya ibu yang melahirkan di pelayanan kesehatan, seperti puskemas atau pos kesehatan desa.

Menurut Abdullah, Kepala Desa Kelebuh, untuk mendorong masyarakat, khususnya para ibu hamil bersedia melaksanakan persalinan di pelayanan kesehatan, perlu mendapat insentif. Nah untuk memperoleh sejumlah dana tersebut, maka dibentuklah Banjar Nganak yang dikelola oleh masyarakat, dari masyarakat dan untuk masyarakat.

Untuk mendorong masyarakat bersalin di sarana kesehatan, tidak cukup dengan hanya member insentif, tapi juga perlu motivasi dari tenaga kesehatan di Puskemas, seperti bidan dan perawat. “Para tenaga bidan dan perawat ini harus turun menyapa masyarakat di posnyandu-posyandu yang menjadi binaannya, melakukan promosi kesehatan, menjelaskan persalinan yang sehat,” ujar Abdullah.

“Hanya saja, jumlah tenaga kesehatan belum mencukupi untuk melayani masyarakat di posnyandu dan sarana kesehatan seperti puskemas dan poskesdes saat bersamaan. Sehingga, bila sedang

melakukan penyuluhan di posnyandu, maka terjadi kekosongan pelayanan di puskesmas pembantu atau poskesdes, begitu juga sebaliknya,” kata Kepala Desa Kelebuh.

Ketika berdialog dengan peserta pembina kesehatan terpadu dari pusat, kepala desa, lebih memilih petugas kesehatan mengutamakan preventif dan promotif di posnyandu dari pada melaksanakan kuratif di puskesmas. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, kemudian disepakati agar setiap bidan dan tenaga kesehatan menempel jadwal kegiatan penyuluhan disertai Nomor Hp di Puskesmas. Sehingga, ketika ada masyarakat yang ingin mendapat pelayanan petugas kesehatan dapat menghubungi atau mendatangi ke tempat penyuluhan.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Kesehatan Lombok Tengah, dr. Eka Dewi, M.Kes menjelaskan masyarakat Lombok Tengah yang memperoleh jaminan kesehatan (jamkesmas) sebanyak 52 %, sedang sisanya menggunakan jaminan kesehatan daerah ( jamkesda), surat keterangan tidak mampu (SKTM) dan kearifan lokal seperti “banjar nganak”. Untuk meminimalisir terjadinya peningkatan besaran dana untuk melayani pengobatan, maka pihaknya lebih mengutamakan program promotif dan preventif,” ujar dr. Eka.

Menurut Kadinkes, dengan adanya dana BOK, sangat membantu kegiatan operasional puskesmas dan kegiatan kesehatan masyarakat, seperti bulan gizi dan transportasi petugas untuk kunjungan penyuluhan masyarakat. “Program yang dibiayai BOK terlebih dahulu diputuskan dalam lokakarya puskesmas. Walau demikian, puskesmas juga melakukan program nasional maupun lokal kabupaten,” jelas dr. Eka.

Besaran dana transportasi petugas, biasanya menggunakan harga perhitungan kabupaten (HPS). Kisaranya antara Rp 20.000-Rp

Setiap ibu hamil mengikuti arisan. Kemudian uang arisan tersebut diterima saat melahirkan. Kegiatan arisan ibu hamil di Posnyandu dikenal dengan “banjar nganak” atau arisan ibu hamil ala Lombok Tengah. Ibu hamil yang mengikuti arisan ini dipastikan melahirkan di sarana kesehatan. Mengapa ? Saat berkumpul arisan itulah petugas kesehatan memberikan penyuluhan, pentingnya melahirkan di sarana kesehatan dan dilakukan petugas kesehatan. Sebab, dengan kedua hal tersebut, akan menghadirkan persalinan “ ibu sehat dan bayi selamat”.

MEDIA UTAMA

Abdulah

dr. Eka Dewi, M.Kes

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM22

Page 23: Mediakom36

25.000,-. Tergantung jarak yang ditempuh. Apabila lebih terpencil akan ditambah lagi besarannya. “Semakin jauh jarak, semakin besar. Saat ini terdapat 19 desa terpencil,” ujar dr. Eka.

“Untuk pemakaian dana, memang banyak komponen. Penggunaanya bergantung situasi. Untuk gizi buruk, sepakat menggunakan dana APBD, tapi gizi kurang menggunakan dana BOK. Bila ada dana PNPM, maka dana BOK tidak digunakan. Ada kesepakatan mana yang didanai BOK, APBD Kabupaten dan PNPM ataupun yang lainnya,” tambah Kadinkes.

Menurut dr. Eka, terkait optimalisasi dana BOK, pengalaman tahun lalu, berbeda dengan tahun 2012. Tahun lalu, dana BOK turunnya terlambat, kemudian masih banyak sekali hal yang simpag siur. Tahun ini, lebih efektif dan efesien pemakaiannya, sebab dana turun awal januari tahun 2012 dan aturan lebih fleksibel. walau kalau dihitung tingkat kabupaten, bulan mei ini penyerapannya baru 24 %. Untuk tingkat puskesmas variatif, penyerapan antara 20-26 %.“Agar programnya lancar, harus mendisiplinkan penyerahan uang dan penyerahan laporan. Uang berikutnya dicairkan, setelah laporan kegiatan sebelumnya diserahkan. Karena alur ini tidak berlangsung lancar, akhirnya hanya memberi uang muka, kemudian sisanya diberikan setelah memasukan laporannya. Hal ini dilakukan untuk menghindari dana sudah keluar, tapi laporan tidak segera masuk”, ujar dokter yang pernah menjadi Direktur RSUD Lombok Tengah ini.

Menurut Kadinkes, selain mendisiplinkan laporan yang harus masuk setiap tanggal 10 bulan berjalan, juga harus membagi habis tugas. Sebab, ada petugas puskesmas, satu orang memegang sekian banyak program. Merangkap-rangkap, sehingga sangat sibuk. Akibatnya, kegiatan tidak selesai seperti rencana.

Ketika ditanya indikator output tentang BOK, Ia belum bisa bicara banyak karena memang tahun lalu, saat BOK diluncurkan situasinya tidak ideal. Mungkin, baru bisa bicara pada tahun 2013 setelah melihat perjalanannya.

Tapi paling tidak, para pelaksana, saat ini dapat mengerjakan dengan “tenang”, karena tersedia sumber pendanaannya. Sebab, tidak semua program dapat terpenuhi menggunakan dana APBD. Maklum, Lombok Tengah, APBDnya 60% untuk belanja pegawai. “ Di sini masalahnya,” ujarnya heran.

Menurut Kadinkes, agar terjadi percepatan, harus menguatkan monitoring, evaluasi dan bimbingan teknis. Sebab, tanpa ini, percepatan tak akan terjadi. Untuk mengejar percepatan, “Kami membagi kabupaten menjadi empat wilayah binaan. Setiap Kepala Bidang, punya wilayah binaan. Setiap pembina bertanggung jawab terhadap wilayah binaan dalam bidang apapun, termasuk BOK,”ujar dr. Eka menjelaskan.

“Misal, ada bidang yang bertanggung jawab 6 puskesmas. Maka, mulai kegiatan mini lokakarya puskesmas, Dia wajib hadir, karena dia yang punya binaan. Mereka harus mengawal rencana kerja yang sudah disusun. Bila puskesmas ada keraguan, pembina harus membantu menyelesaikannya”, kata dr.Eka.

Secara umum, penyerapan dana BOK, 50 % untuk transport petugas puskesmas baik ke posyandu atau tugas pokok puskesmas lainnya. Sedangkan 10% untuk pemeliharaan. “Ketika program sudah mulai jalan, jangan ganti kebijakan lagi. Boleh berubah, kalau sudah jelas evaluasinya. Terutama kebijakan penggantinya lebih mudah dan berkesinambungan dengan program sebelumnya. Juga harus selaras dengan kearifan lokal, seperti banjar nganak” ujar dr. Eka memberi saran. n ( Pra)

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 23

Page 24: Mediakom36

Apa yang melatarbelakangi munculnya program BOK ? Latar belakang munculnya BOK ini karena ada masalah pelayanan kesehatan di tingkat lapangan, selain fasilitas, SDM, ternyata juga ada masalah dengan anggaran. Sementera daerah mempunyai APBD yang berbeda-beda, padahal kita menginginkan puskesmas sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan dapat tampil secara bagus dalam mencapai target MDG’s. Kalau tidak ada upaya yang ekstra, khawatir target MDG’s tidak tercapai, khususnya dalam penyediaan biaya.

Untuk itu dikeluarkan kebijakan penambahan biaya yang langsung dapat digunakan oleh puskemas, dengan nama tugas perbantuan (TP) dengan peraturan Menteri Keuangan. Tugas perbantuan ini sangat spesifik, hanya digunakan untuk pembangunan nonfisik. Besarannya berdasarkan klasifikasi karena faktor geografis dan lain sebagainya.

Ada empat regional besaran anggaran BOK yakni; pulau Sumatera, Jawa-Bali mendapat Rp 75 juta/puskesmas/tahun, Kalimantan, Sulawesi Rp 100 juta/puskesmas/tahun, Maluku Rp 200 juta/puskemas/tahun dan Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Papua Rp 250 ribu/puskesmas/pertahun.

Mengapa penyerapan BOK masih rendah? Untuk pelaksanaan BOK, telah dikeluarkan petunjuk teknis BOK. Tahun 2010, dalam petunjuk teknis tersebut dijelaskan 5% dari anggaran dapat digunakan untuk pembelian barang yang ringan-ringan seperti membeli ember, perbaikan puskesmas yang ringan-ringan. Hanya saja, pada saat itu tingkat penyerapannya rendah, sekitar 60%. Kemudian dilakukan evaluasi, mengapa penyerapan rendah ? Setelah terjun ke 21 provinsi, tenyata ada masalah teknis seperti pemahaman lokakarya mini di puskesmas belum pas. Mereka kurang memahami mekanisme pengajuan anggaran. Berikutnya terkait dengan penggunaan anggaran. Mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Ternyata, peraturan tahun 2010 terlalu rijit dan kaku, sehingga menyulitkan pelaksana di tingkat puskesmas.

Setelah mendapat masukan dari berbagai pihak, termasuk dari daerah, kemudian disepakati 10% dari anggaran dapat digunakan untuk perbaikan puskesmas, tetapi nilainya kurang dari Rp 300 ribu, agar tidak menjadi aset negara. Hal ini dilakukan untuk menghindari keharusan menghibahkan barang yang sudah dibeli. Sebab kalau harus menghibahkan akan menjadi kesulitan tersendiri di kemudian hari.

Kebijakan bantuan operasional kesehatan (BOK), menjadi harapan besar guna mencapai target MDG’s 2015. Mekanisme penyaluran BOK dengan tugas perbautuan khusus, menungkinkan puskesmas mengguanakan tanpa hambatan. Buku petunjuk teknis telah dibuat dan didistribusikan sebelum tahun berjalan. Harapanya, penyerapan menjadi lebih baik dan akuntabel, juga dapat mendongkrak capaian penurunan angka gizi buruk, angka kematian bayi dan ibu. Lalu bagaimanakah kebijakan yang diambil Kementerian kesehatan untuk mewujudkan harapan itu ? Berikut penjelasan Dirjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes, Dr.dr. Slamet Riyadi Yuwono, DTM&H, MARS.

Dr.dr. Slamet Riyadi Yuwono, DTM&H, MARS:

Kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan

MEDIA UTAMA

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM24

Page 25: Mediakom36

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 25

Page 26: Mediakom36

MEDIA UTAMA

Saat ini, antara biaya manajemen provinsi, kabupaten/kota mendapat dana sendiri, sedangkan dana kegiatan BOK tersendiri untuk puskesmas. Kegunaan dana BOK dapat digunakan untuk gizi, kesehatan ibu/anak, penyakit menular, kesehatan haji, termasuk untuk tranportasi kader.

Seberapa besar daya ungkit BOK mencapai target MDG’s ? Dalam pelakasanaan BOK, dari proses diharapkan tingkat penyerapan lebih tinggi dan dari segi dampak dapat menurunkan angka gizi buruk, angka kematian ibu, angka kematian bayi. Walau, penurunan itu, tidak semata-mata karena BOK, paling tidak ada andil dalam penurunan tersebut.

Yang jelas evaluasi awal tahun 2012, serapannya lebih baik dibanding tahun 2010. Hal yang membedakan, tahun 2011 juknis baru keluar pada Maret 2011 dan tahun 2012, juknis sudah keluar Desember 2011. Sehingga per Januari 2012 juknis dan keuangannya sudah jelas semua. Dengan demikian, diharapkan 2012 cakupan penyerapannya akan lebih baik.

Terkait dengan implementasi juknis, keberhasilan BOK bergantung pada terlaksananya lokakarya mini ditingkat puskesmas. Apabila lokakarya mini berjalan dengan baik, kemudian tersusun perencanaan yang baik, maka tidak akan ada kebingunan dikemudian hari dalam implementasinya.

Program yang diusulkan hendaknya yang dapat langsung menyentuh kesehatan masyarakat terkait dengan penurunan gizi buruk, angka kematian bayi dan ibu. Bila tidak cermat, dana ini akan digunakan untuk membangun puskesmas yang tidak ada dampak langsung kepada masyarakat.

Sampai kapan program BOK ? Program BOK akan tetap diperjuangkan, paling tidak sampai tahun 2016 untuk mencapai target MDG’s tahun 2015. Setelah itu, pasti akan ada perubahan setrategi lain, apalagi dengan adanya Badang Pengelolaan Jaminan Sosial (BPJS).

Pada tahun 2013, kemungkinan besaran dana BOK akan bertambah besar, khususnya Maluku, akan sama dengan provinsi NTT karena kesamaan geografisnya. Juga tergantung kemampuan anggarannya.

Dengan adanya BPJS, pasti akan ada perubahan. Perubahan itu, prinsipnya harus lebih baik. Sistem baru harus dapat mengkaver sistem lama yang sudah berjalan. Sebab orang sakit tidak dapat tertunda pelayanannya, walau hanya sedetik. Jadi harus dipastikan sistem yang baru dapat berjalan, sebelum membubarkan sistem yang lama. Ibaratnya; membuat jembatan baru, maka jembatan lama jangan dirobohkan, sebelum jembatan baru, benar-benar berfungsi secara baik.

Bagaimana pengaturan dana BOK di era otonomi daerah? Di era otonomi ini, pusat tidak membuat juknis yang kaku, tapi masih memberi ruang kepada daerah untuk menentukan besaran sesuai kebutuhan. Misal, ada daerah yang rata-rata puskesmasnya mendapat Rp 250 ribu/puskesmas. Mereka dapat mengatur khusus puskesmas yang dekat, transportasi mudah medapat Rp 200 ribu, sedangkan puskesmas dengan daerah yang sulit dijangkau mendapat dana yang lebih besar.

Hanya saja, dengan adanya dana BOK yang berasal dari APBN, kemudian daerah mengurangi dana kesehatan yang berasal dari APBD. Misal, pemerintah daerah mengetahui bahwa puskesmas mendapat anggaran APBN, kemudian daerah mengalihkan anggaran APBD untuk kegiatan yang lain. Padahal BOK itu hanya sekedar suplemen saja.

Memang untuk beberapa daerah yang rendah dana APBDnya, mereka menggunakan APBN tidak sesuai dengan peruntukan. Untuk itulah, perlu turun ke daerah-daerah melakukan advokasi, agar pemerintah daerah menggunakan anggaran tepat sasaran dan langsung menyasar pada masyarakat. Secara berjenjang advokasi ini sudah dilaksanakan, diawali dengan sosialisasi tingkat nasional untuk peserta provinsi dan sosialisasi tingkat provinsi untuk peserta kabupaten / kota.

Saat ini, NTB banyak mendapat bantuan, seperti dari Nice, PNPM dan berbagai bantuan lain dengan sasaran yang sama. Untuk itu, harus ada pemetaan yang akurat terhadap sasaran, sehingga bantuan tersebut menjadi lebih bermanfaat bagi peningkatan kesehatan masyarakat.

Bagaimana kebijakan BOK dibuat ? Manajemen modern seperti sekarang ini, harus mampu dan mau tangannya kotor dan berlumpur. Harus mau terjun ke bawah, mengetahui apa sih yang terjadi. Dari dari situlah masukan dari bawah untuk membuat kebijakan. Tidak bisa kebijakan dibuat hanya dengan meneropong dari ke jauhan.

Padahal, di NTB ada daerah yang harus ditempuh melalui udara dan ditempuh dengan kapal berjam-jam. Bagaimana kalau melakukan rujukan. Model alat transportasi, kondisi masyarakat miskin, tidak punya kartu, tidak punya jaminan. Mereka dapat berobat tapi harus ada surat yang ditanda-tangani kepala dinas kabupaten/kota yang jauh jarak tempuhnya.

Jadi, ini contoh membuat kebijakaan, harus aplikatif, sesuai dengan masalah di daerah. Saya harus mendengarkan masalah mereka dalam pertemuan seperti ini (pembinaan terpadu di NTB), walau sampai malam. Artinya, dia harus menyampaikan apapun tentang masalah yang dihadapi dan cara menyelesaikannya. Dengan demikian kebijakan akan membantu dalam pelaksanaan dilapangannya. n (Pra)

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM26

Page 27: Mediakom36

Mengapa ada BOK? Jika ditarik ke belakang, subtansinya karena ada masalah kesehatan, terutama ketidakberdayaan anggaran. Sehingga program yang bagus tidak dapat mengagkat derajat kesehatan masyarakat. Gagasan awal BOK, pernah dibahas di NTB bersama Dr. Triono Sundoro. Jadi NTB ini punya catatan sejarah untuk melahirkan BOK, ujar Kadinkes Provinsi NTB, dr. Moch. Ismail, 8 Mei 2012 di Mataram, NTB.

Munculnya gagasan bantuan langsung ke puskesmas, akan menjawab hambatan operasional pelayanan kesehatan di Puskesmas. “Setelah ada BOK, harus menjadi pendorong kepala kesehatan kabupaten/kota sebagai kepala manajemen operasional. Juga mendorong kepala Puskesmas sebagai manajer operasional tingkat desa atau lapangan. Mereka harus maksimal memanfatakan kemampuan dan biaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,” ujar dr. Ismail.

Menurut dr. Ismail, setelah ada BOK, tidak ada alasan kesulitan anggaran. Walau terkadang secara teknis pelaksanaan, masih ada yang harus dipertegas boleh atau tidak. “Nah, di sinilah tantanganya bagi teman teman sebagai manager lapangan,” tegas Ismail.

Bicara tingkat taktik strategi, memang sudah diatur dalam pedoman. Benar, dalam pelaksanaan ada beberapa hal yang

dr. Moch. Ismail:

BOK harus “ Ekstra hati-hati”

kadang-kadang dalam bahasa hukum “multi tafsir”. Sehingga beberapa orang masih tarik ulur. Mau dikerjakan atau tidak. Tapi, ada potensi untuk melaksanakan. Sebab, bila tidak dikerjakan menyebabkan banyak masalah lagi. “Di sini Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan untuk meng-ajust oke, kegiatan dapat dilaksanakan, tapi harus ekstra hati hati,” kata Ismail.

Sejak awal, tujuan utama BOK untuk peningkatan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Sebetulnya, di NTB sudah menunjukkan trent positif. Tapi, bila membicarakan signifikannya atau akselerinya, belum cukup signifikan. Memang masih penuh perjuangan. Mengapa? Perlu dipahami awal kegiatan dengan harus ekstra hati hati. “Alhamdulilah, dilihat dari angka angka yang ada sudah tampak, teman-teman dari lapangan mengatakan ‘suatu anugerah’ dengan adanya BOK. Petugas kesehatan menjadi lebih sering berinteraksi dengan masyarakat,” imbuh Ismail.

Kadinkes berharap, pertama; jajaran provinsi, kabupaten/kota dan puskesmas menjalankan fungsi seperti yang sudah diatur dalam pedoman, dengan menjalankan secara optimal. Kedua, bila menemukan hambatan atau katakanlah kendala, kerjakan sesuai jalur yang sudah ditetapkan. Ketiga, bertanggung jawab secara akuntabiltas n ( Pra)

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 27

Page 28: Mediakom36

MEDIA UTAMA

Suatu hari, saya bertugas mendata keluarga sejahtera. Waktu itu, kebetulan menjumpai keluarga polisi. Saya berulang kali memberi salam, ada empat

kali, tapi tak mendapat balasan, padahal terdengar suara sendok dan piring berbunyi, seperti sedang makan. Saat lain waktu, keluarga tersebut saya datangi lagi menyampaikan vitamin A untuk balitanya, tapi mereka menolak dengan berkata, “Aku tak perlu vitamin A itu, sudah diperiksa sama dokter,” katanya. Saya diacuhkan, tak dianggap. Akhirnya, saya tinggalkan rumah itu. Saat lain lagi, saya titip pesan sama cucunya, agar nenek bersedia mendatangi pos bindu, tapi tak datang juga. Entah mengapa?

Wanita asal Mataram ini, tetap bekerja dengan ikhlas. Ia mendapat dukungan suami tercinta yang selalu memberikan semangat untuk melakukan kebaikan, sebagai kader kesehatan. “Sekarang ini, saya sedang melakukan sosialisasi dan pembagian TABURIA ke masyarakat. Karena terbatasnya sosialisasi yang dilakukan, masyarakat tidak mengetahui aturan pemberian TABURIA ke anak. Seharusnya 1 bungkus untuk 2 hari, dihabiskan dalam satu hari saja. “Sewaktu taburia habis, pernah anak mogok tidak mau makan, kalau tidak pakai taburia,” Cerita Hj. Marlina.

Itulah salah satu kisah kegiatan Hajah Marlina, begitu panggilan akrabnya. Sudah 25 tahun mengabdi menjadi kader kesehatan di Provinsi NTB. Banyak pengalaman dan pelajaran yang ia dapatkan. Suka dan duka tentu telah dirasakan. Pekerjaan dijalani dengan rasa syukur. Terima saja pemberian dari yang Mahas Kuasa. “Yang terpenting niatnya ikhlas mudah-mudahan Allah membalasnya” ujar Hj. Marlina .

Menurut Hj. Marlina, para kader yang bertugas tidak mengharapkan penghargaan dari pemerintah atau dari siapap un. Seiring dengan perjalanan waktu, penghargaan masyaraka mulai mengalir. “Mereka sudah baik dengan kader, terbuka menerima program pos

Kisah Kader Posyandu: Hj. Marlina

Tanpa Taburia,Anak mogok makannyandu, menurut kami itu sudah cukup”, ujar Hj. Marlina.

Terkadang kader-kader kesehatan mendapatkan hal yang tidak menyenangkan dalam menjalani tugasnya. Namun kader menanggapi dengan senyuman dan tidak membalas dengan perlakuan yang tidak menyenangkan. Mereka berlaku seperti itu karena tidak paham. “Jadi, itu hal yang wajar. Maka, jika kami bertemu dengan mereka, tetap akan memberi pengarahan dan penjelasan tentang kesehatan,” ujarnya dengan penuh kelembutan.

Akhirnya, usaha para kader-kader ini membuahkan hasil. Masyarakat yang tadinya tidak menghargai keberadaan

dan usaha-usaha yang dilakukan kader kesehatan, kini mulai mendatangi kegiatan posyandu dan posyandu lansia,” ujarnya riang.

Hj. Marlina yang bersuamikan guru SD dan pengurus masjid ini, tetap menyambangi masyarakat mengajak ke Posyandu. “Biasanya orang-orang elit yang tidak mau ke posyandu. Alasannya, mereka hanya mau mendatangi dokter. “

Para kader-kader ini tidak menerima honor. Secara insidentil, mereka hanya menerima uang transport untuk pembagian TABURIA sebanyak Rp 50.000,-. Itupun harus dibagi 5 orang. Jadi setiap orang mendapatkan Rp 10.000,- n(Pra)

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM28

Page 29: Mediakom36

Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) menjadi salah satu bantuan pemerintah untuk operasional pelayanan kesehatan di puskesmas. Dana

tersebut digunakan untuk promosi kesehatan, survey PHBS rumah tangga, pembinaan desa siaga, desa siaga aktif dan transport penyuluhan ke sekolah-sekolah. Seluruh kegiatan tersebut diambil dari anggaran BOK, termasuk digunakan untuk transport kader kesehatan dan menunjang kegiatan kesehatan lainnya.

Menurut petugas puskesmas Bayan KLU, Lombok Utara, Indra Marsinta, SKM, pembinaan desa siaga dilakukan 2 kali dalam setahun. Jadi setiap enam bulan melakukan sosialisasi di tingkat kecamatan. Dalam Sosialisasi tersebut, Kecamatan mengundang petugas yang ada pada 9 desa. Dana BOK dipergunakan untuk tranportasi para undangan sosialisasi dari desa ke kecamatan.

Selain itu, dana BOK digunakan sebagai penunjang sosialisasi Desa Siaga Aktif seperti membuat tanda Desa Siaga aktif dll. Contohnya di Desa Karang Bajo yang dijadikan desa percontohan di kecamatan bayan sebagai Desa Siaga Aktif. Untuk kegiatan PHBS, survey kesehatan memerlukan biaya penggandaan kuesioner yang biayanya juga diambil dari dana BOK. Sedangkan dalam kegiatan penyuluhan, dana BOK digunakan sebagai dana transportasi petugas puskesmas yang memberikan penyuluhan di sekolah-sekolah.

Setiap puskesmas diberikan jatah masing-masing sesuai dengan luas wilayah dan banyaknya populasi di daerahnya. “Kebetulan puskesmas Bayan yang paling banyak, karena wilayahnya yang paling besar,” ujar Indra Marista.

Keterlambatan cairnya dana BOK, tidak menyurutkan semangat petugas puskesmas ini bekerja. Biasanya pada awal-awal tahun pasti telat. Untuk menutup biaya kegiatan puskesmas, mereka menggunakan dana puskesmas yang masih ada. “Sambil menunggu dana BOK turun kami tetap menjalankan

Terima Kasih BOKprogram-program kerja puskesmas dengan menggunakan dana sisa puskesmas,” ujarnya.

Menurut Indra, angka kematian di NTB yang masih tinggi membuat puskesmas di NTB ini harus memiliki program kerja yang jitu untuk mengurangi angka kematian tersebut. “Untuk kesehatan Ibu dan anak, kami lebih mempromosikan kesehatan untuk ibu-ibu hamil. Dengan memberikan penyuluhan dari hamil sampai proses melahirkan. Mulai dari mengingatkan pola makanannya sampai melakukan proses melahirkan di sarana kesehatan dan ditolong oleh petugas kesehatan,” ujar Marsita.

“Terus terang, saya kurang mengerti presentasi ibu yang melahirkan di Sarana Kesehatan, sebab masih ada ibu yang melahirkan di dukun. Tapi, terjadi perubahan besar dirasakan ketika Gubernur NTB mencanangkan kebijakan penurunan angka kematian ibu dan anak. “Dulu masih banyak yang melahirkan di dukun,” ujarnya miris.

Kerjasama telah dilakukan antara bidan dan petugas kesehatan lainnya, dengan bina wilayah untuk terus mensosialisasikan agar melahirkan di sarana kesehatan. Untuk mendukung program tersebut, telah diberikan ambulance dusun.

Sebelum ada ambulance dusun biasanya menggunakan ojek. Biaya naik ojeknya akan dibayar oleh puskesmas dengan menggunakan dana dari JAMKESMAS. Bantuan ojek diberikan berdasarkan jarak tempuh dari rumah pasien ke puskesmas. “Kalau dari rumah ke POLINDES itu Rp 15 ribu rupiah. Bila dari rumah ke Puskesmas itu Rp 25 ribu,” ujar Marsinta.

Menurut Indra, perbedaan tarif ojek ini dikarenakan setiap desa atau dusun memiliki polindes masing-masing dengan jaraknya lebih dekat. Sedangkan puskesmas hanya ada di kecamatan, jadi jaraknya lebih jauh. “Sampai sebegitunya kita, Pak,” ujarnya penuh haru. Bahkan bidan pun terkadang mengeluarkan biaya untuk diberikan ke ibu yang hamil agar mau bersalin di sarana kesehatan. Tidak dipungkiri memang masih ada yang melahirkan di dukun, namun sudah berkurang.

Dengan adanya jaminan persalinan (JAMPERSAL ) jelas membuat masyarakat senang karena tidak mengeluarkan biaya untuk proses kehamilan. Biasanya kendala biaya yang membuat masyarakat melakukan proses kehamilan dan melahirkan di rumah dan dibantu oleh dukun. “Dengan adanya JAMPERSAL masyarakat sudah tidak memikirkan biaya persalinan,” ujar Marsinta. n (Pra).

Indra Marista, Skm

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 29

Page 30: Mediakom36

MEDIA UTAMA

Tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) di NTB, masih menyisakan pertanyaan dan harus diselesaikan. Terus terang, data yang dikeluarkan BPS dan data dari kabupaten/kota, berdasarkan angkanya jauh sekali berbeda. Pernah, suatu hari kami

terpaksa mengkonfrontir tentang tingginya angka kematian bayi dan ibu. Ternyata BPS, tidak menghitung di lapangan. Mereka menggunakan asumsi-asumsi. Di antara asumsinya: NTB angka pernikahan dininya sangat tinggi, asumsinya pasti bayi banyak mati. Walau belum tentu mati. Tapi, mereka begitu menghitungnya.

Demikian disampaikan Gubernur NTB, Tuan Guru Haji Zainul Majdi, MA saat menyambut kehadiran Dirjen Gizi dan KIA Kemenkes, dr. Slamet Riyadi Yuwono dan rombongan, 8 Mei 2012 di Kantor Gubernur NTB.

Menurut Tuan Guru, begitu pernikahan dini tinggi, maka keluar skors sekian. Bila tenaga kesehatan korelasinya kurang, keluar skors sekian, walaupun data riel yang dikumpulan dari seluruh kabupaten/kota berdasarkan data kematian bayi yang riel jauh rendah dibanding data BPS. “Bukan hendak mendebat, tapi itu mungkin metode baku internasional. Tapi, pertanyaannya mana sih data yang benar? Yang benar-benar meninggal atau yang diasumsikan meninggal? Menurut saya, tentu yang benar benar meninggal. Bukan bermaksud membela diri lho,” ujar Zainul.

Gubernur mengakui, merasa terganggu, NTB berstatus daerah angka kematian bayi dan kematian ibunya. “Apa benar rata-rata

Kemenkes siap turunkanAKI dan AKB di NTB

kematiannya lebih tinggi dari Papua, Maluku utara, atau beberapa daerah yang banyak masalah kesehatan,” tanya Gubernur.

Menurut Zaenul, tingkat pendapatan NTB tinggi, urutan ketujuh secara nasional. Bagaimana mengkorelasikan antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat ekonomi yang terus membaik, tapi tingkat kesehatannya terus menurun? “Setahu saya, justru korelasinya sangat positif, jika ekonomi naik biasanya tingkat kesehatan juga naik. Nah, bagaimana menjelaskan ekonominya makin bagus tapi angka angka statistik kesehatannya terus menurun?” tanya gubernur lagi. Untuk itu, Zaenul berharap, semoga Kementerian Kesehatan mampu memberi pendekatan program yang lebih tepat memotret kesehatan NTB. “Barangkali harus berpikir, biarlah BPS berbicara begitu, yang penting di lapangan secara de facto data berbeda dan lebih baik berdasarkan sweaping door to door, karena kita terus bekerja menurunkan AKI dan AKB di NTB,“ ujar gubernur.

Untuk menyikapi masalah tersebut, dr. Slamet Riyadi Yuwono, mengatakan Kemenkes siap terjun ke lapangan bersama bupati/walikota untuk turunkan AKI dan AKB NTB. Hanya saja, era otonomi, kadang ada hambatan warna kulit, parpol dan sebagainya. Tapi, kami mencoba untuk netral. “Kami minta diberikan jalan oleh pak gubernur untuk masuk menjalankan dengan sebaik baiknya. Kemudian, profesi kesehatan secara berkala membedah masalah kesehatan kabupaten dan kota. Tim kesehatan secara berkala dan non formal tetap kontak dengan Jakarta untuk menurunkan AKI dan AKB di NTB ,” ujar dr. Slamet. n ( Pra)

Gubernur NTB, Haji Zainul Majdi, MA

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM30

Page 31: Mediakom36

Untuk mensinergikan pembangunan kesehatan di NTB, memerlukan keseriusan membedah masalah yang mendera masing-masing daerah. Pemerintah pusat juga harus menangkap semua problem daerah. Setiap masalah harus terhubung dengan unit pemerintah pusat yang bertanggung jawab terhadap penyelesaiannya. Untuk itulah memerlukan pembinaan terpadu yang melibatkan seluruh unit utama terkait Kemenkes.

Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, DR.dr.Slamet Riyadi Yuwono, DTM&H, MARS, saat pertemuan pembinaan terpadu, 7-9 Mei, di Nusa Tenggara Barat.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat, dr. Moch Ismail, mengatakan pembinaan terpadu ini, disertai kunjungan lapangan ke 3 Kabupaten/Kota yaitu Lombok Barat, Lombok Tengah dan Kota Mataram. Kemudian, dilanjutkan dengan pertemuan di UPTT Dinas Kesehatan Lombok Tengah, RSUD Lombok Tengah, Balai Gizi kesehatan di Desa Pruyu Lombok tengah, Puskesmas Tugo Lombok Tengah dan POLTEKES Mataram.

Untuk menguatkan dukungan pembangunan kesehatan, telah dilakukan penandatanganan MOU antara Gubernur NTB dan walikota se NTB. MOU tersebut merupakan kesepakatan implementasi peraturan daerah tentang peningkatan kesehatan ibu, bayi, dan anak balita. Pertemuan dihadiri 183 orang dengan rincian 35-40 orang daerah dan 53 orang provinsi, terdiri dari gabungan organisasi profesi, lintas sektor,dan lintas program. n(Pra)

Sinergikan Pembangunan Kesehatan di NTB

Dr. Slamet Riyadi Yuwono (tengah) bersama kader teladan NTB.

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 31

Page 32: Mediakom36

RAGAM

Quote seorang saudara tua, Ernawati, saat berkomentar tentang Kepulauan Aru,“Keberagaman milik Indonesia tercinta ini harus disyukuri, kecuali keberagaman akses untuk memperoleh pelayanan kesehatan...”  Oksibil, Pegunungan Bintang - Papua, 12 Mei 2012Pagi yang tergesa dan kami yang masih malas beranjak, setelah menempuh perjalanan 11 jam dari Surabaya sehari sebelumnya. Pagi itu gerimis, sekitar jam 05.30 WIT, kami berangkat dari Jayapura menuju bandara Sentani. Menurut petugas Trigana Air Services kami sudah harus melapor di bandara setidaknya jam 06.00 WIT. Trigana Air Services, maskapai dengan jadwal penerbangan paling tentatif sedunia! Apa pasal? Kami sudah berdiri

Catatan Perjalanan Seorang Peneliti Kesehatan di Negeri Atas Awan Pegunungan Bintang, Papua

di counter check in maskapai tersebut jam 06.15 WIT dan ternyata belum buka, dan bahkan baru dibuka pukul 09.00 WIT, dan bahkan berangkat baru jam 11.00 WIT dari jam 07.00 yang direncanakan semula, tanpa pemberitahuan apapun. Tak berlebihan rasanya bila saya menyebutnya sebagai ‘maskapai dengan jadwal penerbangan paling tentatif sedunia!’. Saya tidak punya pilihan maskapai lain untuk menuju Kabupaten Pegunungan Bintang, meski dua bulan sebelumnya masih ada satu lagi operator penerbangan reguler yang beroperasi, Pelita Air. Tapi kondisi saat ini yang tersisa hanya Trigana Air Service, sisanya adalah pesawat-pesawat kecil, Cesna, yang dioperasikan secara full flight, atau lebih gampangnya disebut carter, dengan biaya 24-32 juta one way, sekali berangkat, ‘murah’ sekali

bagi ukuran saya yang PNS. Hahaha... Pesawat akhirnya berangkat dengan membawa 32 penumpang dari 50 seat yang tersedia dari pesawat jenis ATR ini, sisanya... kami harus berbagi seat dengan tumpukan beras berkarung-karung dan kebutuhan sembako lainnya. Sungguh perjalanan yang menyenangkan.Tidak ada jalur alternatif transport lain menuju Oksibil dari daerah lainnya, semua kebutuhan di kabupaten tersebut dikirim melalui jalur penerbangan. Penerbangan menuju Oksibil, ibu kota Kabupaten Pegunungan Bintang, hanya ditempuh dalam waktu 52 menit. Waktu tempuh yang sangat singkat dibanding penantian panjang yang hampir 5 jam. Kedatangan saya di wilayah paling Timur Republik ini (berbatasan langsung dengan

Berikut pengalaman muhibah di negeri atas awan Pegunungan Bintang, Papua. Banyak kesan mendalam yang ditinggalkan, semoga juga meninggalkan kesan yang mendalam bagi pembacanya.

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM32

Page 33: Mediakom36

Papua Nuginie), dalam penugasan terkait riset etnografi untuk kesehatan ibu dan anak.

Dalam kunjungan lapangan kali ini, saya harus ‘menjenguk’ adik peneliti saya, Mas Aan Kurniawan, seorang anthropolog, yang sudah ‘ditanam’ di Pegunungan Bintang sepuluh hari sebelumnya, dan dia masih harus membaur di masyarakat setempat setidaknya sampai dengan dua bulan ke depan. Dalam tim yang ‘ditanam’, ada 4 orang anggota tim, dua dari Universitas Cendrawasih, anthropolog yang juga putra daerah, ditambah satu orang rekan peneliti perempuan asli Serui dari Balai Biomedis di Jayapura. Kami menginap di mess pastoran Gereja Katolik Paroki Roh Kudus. Sebenarnya ada penginapan di Kota Oksibil, Penginapan Gloria, satu-satunya penginapan yang ada di kota ini, tetapi untuk penelitian etnografi kali ini wajib bagi kami untuk berbaur dengan masyarakat setempat. Rencananya 3-4 hari ke depan tim akan bergeser untuk mukim di rumah penduduk di salah satu distrik.  Oksibil, ibukota Kabupaten Pegunungan Bintang, yang bahkan tak lebih luas dari Kecamatan Jambangan, sebuah kecamatan di Kota Surabaya tempat saya tinggal. Di kota kecil inilah semua kendali pemerintahan di Kabupaten Pegunungan Bintang dikendalikan. Kabupaten berpenduduk 100.686 jiwa ini terdiri atas 34 Distrik atau setara kecamatan, dan 257 kampung atau setara desa. Jangan dibayangkan seperti kecamatan di wilayah lain di Republik ini. Distrik yang bisa dicapai dengan jalur darat, dengan mobil double gardan tentu saja! Hanya mencapai 4 distrik, yaitu distrik Okaom, Bulankop, Serambakon dan Kalomdol. Sisanya 30 distrik hanya bisa dicapai dengan pesawat kecil jenis Cesna. Sebenarnya jalur darat tetap bisa saja ditempuh, dengan keluar masuk hutan, naik gunung, turun jurang, dengan waktu tempuh yang... entahlah... Di wilayah yang berada di ketinggian 2.000-3.000 meter di atas permukaan laut ini, jalur komunikasi fix (telkom) tentu saja tidak tersedia, meski operator seluler Telkomsel hadir dengan sinyal cukup kuat,

setidaknya di Oksibil. Sedang operator seluler lainnya tidak punya cukup nyali untuk bermain di wilayah berat ini. Sekali lagi kondisi ini hanya berlaku di Oksibil saja! Untuk distrik lain bisa dibilang hampir tidak ada satupun alat komunikasi yang bisa dipakai. Hanya ada radio komunikasi SSB untuk setidaknya konfirmasi cuaca untuk penerbangan yang melalui wilayah distrik-distrik tersebut. Listrik sudah bisa nyala setiap hari. Dengan menggunakan tenaga diesel, tenaga listrik mulai dialirkan pada jam 5 sore sampai dengan jam 12 malam. Betul-betul hanya difungsikan sebagai tenaga penerangan pada malam hari saja. PENCAPAIAN IPKMKabupaten Pegunungan Bintang adalah penghuni paling dasar dari Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM), atau ranking 440 dari 440 kabupaten/kota. Sebuah pencapaian mengenaskan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Jayawijaya sembilan tahun lalu. Dengan ranking IPKM yang demikian, sudah tentu kabupaten ini termasuk Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK), sekaligus juga DTPK (Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan). Dalam bedah data IPKM, pencapaian cakupan ‘sanitasi’ dan ‘akses terhadap air bersih’ kabupaten ini ‘0%’. Artinya sama sekali tidak ada air bersih dan sanitasinya sangat buruk sekali. Nyatanya kondisi di lapangan memang demikian, masyarakat untuk seluruh kegiatan yang berkaitan dengan air hanya mengandalkan air tadah hujan. Jadi keberadaan air bersih sangat minim sekali. Bagaimana tidak? Air mineral dalam botol 1,5 liter di Oksibil dibanderol seharga Rp. 45.000,-, jauh lebih mahal dari harga bensin premium seliter yang mencapai Rp. 35.000,-. Dengan minimnya keberadaan air bersih, sudah tentu sanitasipun menjadi sangat minimal. Menurut beberapa rekan peneliti, sebetulnya sudah mulai ada PDAM yang khusus beroperasi di Oksibil, tapi pelayanannya masih di sekitar perumahan pejabat daerah saja. Alhamdulillah... akhirnya saya pun jadi punya alasan untuk tidak mandi, meski tidak tahu berapa hari tahan untuk tidak

buang air besar. Imunisasi lengkap balita di seluruh wilayah Kabupaten ini hanya mencapai 1,67%, dan persalinan di tenaga kesehatan pun hanya mencapai 10%. Meski demikian balita kurus hanya sedikit di kabupaten ini, hanya sebesar 8,77%, meski juga yang stunting atau pendek keberadaannya sangat banyak, sebesar 55,17%. Tidak! Tidak perlu mengurut dada untuk pencapaian ini! Yang dibutuhkan hanya aksi... Seluruh data di atas didapatkan dari hasil survey Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan pada tahun 2007, meski juga pada saat ini, lima tahun kemudian, kondisinya tetap saja sama. Kita akan lihat lagi pada tahun 2013 nanti, pada saat Riskesdas kembali dilakukan, apakah telah ada perubahan atau tidak pada status kesehatan di masyarakat. SUMBER DAYA KESEHATANKedatangan kami disambut ramah oleh Kadinkes Kabupaten Pegunungan Bintang.“Kita bersaudara..., semua petugas kesehatan bersaudara, ” katanya.Ngobrol santai dengan Kadinkes ini berlangsung sore hari di rumah pribadinya yang sederhana. Tak ada lagi kantor Dinas Kesehatan baginya, setidaknya untuk saat ini. Kantornya telah lebur dihancurkan massa beberapa waktu lewat. Apa sebab? Entahlah... saya sedang tak ingin ikut berpolemik saat ini. Menurut pengakuan Kepala Dinas Kesehatan, Darius Salamuk, SIP., dari 34 distrik (setara kecamatan) di kabupaten ini, hanya 29 Puskesmas yang tersedia. Keberadaan tenaga dokter umum hanya

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 33

Page 34: Mediakom36

RAGAM

ada 10, dan pada bulan April 2012 kemarin sempat ada tambahan dokter PTT yang dibiayai pusat sebanyak 6 orang. Dari keseluruhan tenaga dokter, hanya 6 orang dengan status PNS. Dari 29 Puskesmas yang ada, secara keseluruhan dikepalai oleh perawat lulusan SPK.Di wilayah kabupaten ini secara keseluruhan ada 35 tenaga bidan, yang setengahnya (18 bidan) terdistribusi di 29 puskesmas, dan sisanya ada di rumah sakit. Dengan uraian kekuatan tenaga kesehaan yang tersedia tersebut, tentu saja banyak puskesmas yang tidak tersedia tenaga dokter, dan bahkan meski juga hanya untuk sekedar tenaga bidan. Menurut Kadinkes ada beberapa puskesmas yang hanya ada kepala puskesmasnya saja, itupun hanya mantri lulusan SPK.

Ada satu Rumah Sakit di kabupaten ini, yang baru beralih fungsi dari ‘Puskesmas Perawatan Plus Oksibil’ sekitar bulan Maret 2011. Rumah Sakit type apa? Belum! Rumah sakit ini sama sekali belum pernah dan belum layak dilakukan akreditasi. Masih diperlukan perbaikan di sana-sini untuk menjadikannya layak untuk sekedar dilakukan akreditasi. Palang Merah Indonesia dan atau sekedar bank darah pun juga tidak tersedia di kabupaten ini. INOVASI KEBIJAKAN LOKALDengan keseluruhan yang serba minimal, bukan berarti pemerintah setempat diam saja. Dalam catatan ada beberapa upaya kreatif untuk memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan.

Tak kurang Bidan Christina Kasipmabin, Kepala Seksi Kesehatan Ibu dan Anak, menyebutkan pernah ada upaya pendirian rumah singgah di Kota Oksibil. Bidan lulusan P2B ini (lulusan SPK plus pendidikan bidan 1 tahun) menyebutkan bahwa pada tahun 2008-2009 sempat didirikan rumah singgah dalam bentuk honai (rumah khas adat tanah Papua) untuk menampung ibu hamil dari luar Oksibil yang diwilayahnya tidak tersedia tenaga kesehatan. Tapi sayangnya saat ini ibu hamil menjadi tidak tertarik memanfaatkan fasilitas ini. Pada tahun yang sama, sekitar tahun 2008-2010, bidan berputra dua ini menyebutkan, bahwa dalam rangka Gerakan Sayang Ibu (GSI) pernah dilakukan upaya sweeping ibu hami resiko tinggi di seluruh wilayah kabupaten untuk dirujuk ke rumah sakit di Jayapura. Tetapi, sejak tahun 2010 upaya ini tidak lagi dibiayai oleh pemerintah kabupaten, karena mahalnya biaya rujukan yang menggunakan transportasi udara karena tidak tersedianya alternatif jalur transport lainnya. Menurut Kadinkes, sejak tahun 2009, pemerintah setempat mengajukan ke Kementerian Kesehatan untuk pendirian kelas khusus Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) dan Sekolah Kebidanan yang akan bekerja sama dengan Biak. Kenapa mengajukan hanya SPK yang setara SLTA? Bukannya minimal harus setara D3? Pilihan ini bukannya tanpa alasan. Minimnya sumberdaya dengan pendidikan yang

memadai membuat pilihan ini yang jauh lebih masuk akal. Akhirnya pada tahun ini, 2012, ijin didapatkan dari Kementerian Kesehatan (PPSDM). Maka dimulailah proses rekrutmen dan seleksi dari putra daerah setempat. Dengan mengambil 2 sampai 3 orang lulusan terbaik SLTP di setiap distrik. Kesemuanya akan dibiayai dari APBD setempat. Nantinya mereka akan disekolahkan dan diasramakan di Kota Biak. Selain itu pemerintah kabupaten juga akan membiayai penuh siapa saja putra daerah yang mampu menembus Fakultas Kedokteran Universitas Cendrawasih (FK Uncen), termasuk menyekolahkan spesialis bagi tenaga dokter umum yang mau ditempatkan di Kabupaten Pegunungan Bintang. Pada saat ini ada 12 mahasiswa FK Uncen yang dibiayai, dan hanya dua yang baru mencapai sarjana kedokteran (dokter muda). Inovasi lain yang cukup ‘gila’ dilakukan Dokter Bob. Menurut pengakuan dokter asal Batak yang sekaligus Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan ini sempat membuat pelatihan dukun bayi untuk Asuhan Persalinan Normal (APN), yang tentu saja tidak mempergunakan dana dari pemerintah. Alasannya sederhana saja, “Saya belum pernah mendengar lonceng Gereja berbunyi yang memberitahukan ada kasus kematian bayi saat persalinan....” Dengan persalinan ke tenaga kesehatan yang hanya 10%, siapa lagi yang berperan selain dukun??? Kebanyakan kematian bayi di Kabupaten ini dalam kisaran waktu dua minggu sampai satu bulan, bukan pada saat persalinan. Mungkin disinilah peran tenaga kesehatan lebih diperlukan. Inovasi lain juga sempat datang dari akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) yang akan menggandeng funding dari luar untuk outsourcing tenaga kesehatan dari luar Kabupaten Pegunungan Bintang untuk ditempatkan di wilayah ini selama satu tahun. Meski kabar ini terdengar segar, tapi menurut Dokter Bob belum jelas kapan akan ada realisasinya. JAMKESMAS, JAMPERSAL, BOK & JAMKESPA

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM34

Page 35: Mediakom36

Beberapa permasalahan pembiayaan kesehatan yang bersumber dari pusat (Jamkesmas, Jampersal, BOK), yang menimpa kabupaten di posisi paling timur Republik ini, hampir sama dengan daerah lain di Indonesia, terutama wilayah kepulauan, yang letak kantor KPPN-nya berada jauh dari wilayah kabupaten setempat. Kendala yang sering terdengar adalah biaya ‘perjalanan’ pengurusannya yang tidak tersedia. Permasalahan lain terkait Jamkesmas dan Jampersal menurut Kadinkes adalah keharusannya memiliki rekening di Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk proses transfer dananya. Bukan masalah besar seharusnya, bila ‘ada’ keberadaan bank plat merah tersebut di kabupaten yang seluruh wilayahnya gunung ini. Sekali lagi diperlukan biaya ekstra untuk keseluruhan biaya ‘administrasi’nya di Jayapura. Klaim Jampersal di daerah ini tidak melulu dilakukan oleh Bidan. Oleh sebab minimnya tenaga bidan, maka tenaga kesehatan lain, kebanyakan lulusan SPK, ikut melakukan pertolongan persalinan. Hal ini telah menjadi kebijakan khusus di daerah ini terkait Jampersal. Menurut Bidan Christina Kasipmabin beberapa waktu lalu sempat diselenggarakan sosialisasi terkait BOK, Jamkesmas, dan Jampersal. Sasaran sosialisasi adalah seluruh bidan dan kepala puskesmas di wilayah tersebut. Acara diselenggarakan di Oksibil dengan biaya perjalanan yang tidak ditanggung oleh Dinas Kesehatan. Jadi biaya dari distrik ke Oksibil dibiayai masing-masing petugas. Entah bagaimana mereka mengupayakan biaya perjalanan untuk pembelian tiket pesawat tersebut? Saat ini juga berlaku Jamkespa (Jaminan Kesehatan Papua), pembiayaan kesehatan yang juga berlaku di seluruh wilayah Papua yang diolah melalui dana otonomi khusus (otsus Papua). Jaminan pembiayaan kesehatan dasar sampai dengan paripurna ini hanya dikhususkan bagi rakyat Papua asli, tak peduli miskin atau kaya. Meski sempat juga terpikir, meski semuanya gratis, untuk apa bila pelayanannya tidak tersedia?

 LOKAL WISDOMKabupaten Pegunungan Bintang memang terlihat terisolasi dari dunia luar, untuk itu dibutuhkan banyak kemauan dan kemampuan yang ditumbuhkan dari dalam, dari masyarakat Pegunungan Bintang sendiri. Dalam banyak hal dukun masih sangat berperanan di kehidupan masyarakat. Dukun, mau tidak mau harus dilibatkan dalam pembangunan kesehatan. Satu langkah strategis telah diambil, merekrut tenaga dukun sebagai kader kesehatan, dengan penghargaan yang luar biasa dibanding kabupaten lain. Mereka diberi insentif Rp. 300.000,- per bulan yang diambilkan dari anggaran APBD. Di beberapa kampung dan bahkan distrik, yang tenaga kesehatan tidak tersedia, maka dukun di’ikhlas’kan menjadi penolong persalinan. Di beberapa tempat pelayanan kesehatan, penulis banyak menjumpai sepinya kunjungan. Dalam beberapa hal tentang sakit dan kesakitan, self efficacy dengan memanfaatkan tanaman obat yang didapatkan dari alam maupun obat bebas pabrikan menjadi pilihan utama masyarakat. ‘Daun Gatal’ misalnya, dipergunakan masyarakat seperti ‘koyo’ yang ditempelkan pada bagian tubuh yang dirasakan capek. Efek yang ditimbulkan adalah gatal-gatal yang pada

akhirnya berujung pada hilangnya semua rasa lelah. Rasa-rasanya teman peneliti di Tawangmangu perlu juga mengkoleksi tanaman ajib ini. Kearifan lokal lain dipelopori oleh ibu bupati selaku Ketua Penggerak PKK Kabupaten yang memutuskan ‘Daun Yamen’ sebagai salah satu suplemen wajib yang diberikan pada ibu hamil dan anak-anak sebagai bahan PMT (pemberian makanan tambahan) di Posyandu. Sayuran asli Pegunungan Bintang ini terbukti banyak mengandung kalsium. Setidaknya hal ini telah diteliti oleh pihak Universitas Cendrawasih. Terbersit rasa bangga saat menjelajah sudut-sudut Pegunungan Bintang sampai ke pelosok, tak satupun dari mereka yang ditemui tak bisa berbahasa Indonesia, meski yang tampak dari luar adalah kaki telanjang dengan pakaian yang lusuh menggendong potongan besar kayu dan tas noken yang menggantung di kepala. Rasanya sudah terlalu banyak yang diceriterakan, meski terlalu banyak juga yang belum diceriterakan. Semoga bisa menambah rasa kecintaan pada Republik ini. n

Agung Dwi LaksonoPenulis merupakan peneliti dari Badan Litbangkes (Pusat-4 di Surabaya)

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 35

Page 36: Mediakom36

RAGAM

JAMU berasal dari kata jampi (doa-mantra) dan usodo (sehat), secara sederhana, dapat diartikan sebagai “ramuan dengan ucapan untuk mendapatkan kesembuhan, yang dimohonkan kepada Sang Maha Penyembuh”. Dalam perkembangan, bahan JAMU diambil dari tumbuhan Indonesia antara lain akar, getah, daun, biji, bunga, buah, kulit kayu, batang.1

Sudah diketahui, banyak warisan leluhur Indonesia yang mempunyai nilai positif dan tambah untuk kesejahteraan manusia. Warisan ini perlu dan layak dilindungi, yang pada masa sekarang merupakan perlindungan kekayaan intelektual dan keanekaragaman. Perlindungan tersebut memerlukan pembuktian fisik, kimia, biologi dan sosioantropologi. Bukti-bukti sosioantropologi - di candi, manuskrip (serat), literatur, cerita tutur - mengenai batik, keris maupun JAMU, menunjukkan ketiga warisan budaya tersebut adalah asli milik khasanah budaya Indonesia2.

Keberterimaan JAMUPada tanggal 27 Mei 2008, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan JAMU Brand Indonesia dalam Gelar Kebangkitan JAMU Indonesia, di Istana Negara Jakarta. Pencanangan ini menyadarkan semua pihak untuk mengembangkan industri dan usaha JAMU, sehingga tahun 2008 dikenal menjadi Tahun Kebangkitan JAMU Indonesia.

Pencanangan ini menuai keberterimaan di bidang kesehatan. Melalui proses dialog dan diskusi yang khas Indonesia, muncul pemahaman bersama bahwa: 1) JAMU Brand Indonesia perlu jaminan keamanan, mutu dan khasiat dari segi ilmiah dan etik, 2) dinamika global dan iptek untuk JAMU memerlukan pembuktian ilmiah dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan,

1 Balai Besar Litbang Tanaman Obat & Obat Tradisional Tawangmangu. Kerangka Acuan Dialog Nasional “Peningkatan Pemanfaatan Bahan Baku Obat dalam rangka Kemandirian Obat”. 8-10 Desember 2011

2 Menristek, 29 Juli 2008 dalam kunjungan kerja Riset Unggulan Strategis Nasional di Pusat Studi Regional Penelitian Biologi Tropis (SEAMEO BITROP), Bogor

JAMU:Sukma Indonesia,bukan sekedar herbal

dan 3) jaminan keamanan, mutu dan khasiat dari JAMU yang telah terbukti secara ilmiah dan etik dapat digunakan dalam pelayanan kesehatan dan upaya kesejahteraan masyarakat.

Pemahaman bersama ini menjadi dasar penerbitan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 003/Menkes/

Per/I/2010 tentang Saintifikasi JAMU dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan. Permenkes ini menjadi payung Program Saintifikasi JAMU di klinik-klinik di seluruh Indonesia. Klinik Saintifikasi JAMU Hortus Medicus Tawangmangu sebagai klinik level A, Klinik SJ di RS PMI Sragen, Klinik SJ di Kab. Kendal, merupakan klinik SJ level B.

Jampi dan Usodo

JAMU, kata yang pendek dan unik, mengandung makna luhur sebagai upaya manusia Indonesia untuk mengobati, memelihara dan meningkatkan kesehatan, sejak jaman nenek moyang bangsa Indonesia.

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM36

Page 37: Mediakom36

Program SJ juga meliputi kegiatan wisata-wisata iptek/ilmiah/kesehatan/JAMU di berbagai institusi, antara lain Wisat Ilmiah Tanaman Obat dan Obat Tradisional Tawangmangu, Wisata Kesehatan JAMU di Kab. Tegal, dan rencana beberapa wisata di istana-istana milik negara, misal Bogor dan Jogjakarta.

Satu upaya yang mampu meningkatkan keberterimaan JAMU dalam kehidupan sehari-hari adalah budaya konsumsi JAMU dalam setiap agenda di kementerian/lembaga negara/organisasi, misalnya acara ramah-tamah menyambut tamu institusi, acara internal institusi, dll.

Berpengharapan dalam JAMUPemahaman bersama (share meaning) yang dimiliki memberikan landasan dalam memelihara dan meningkatkan keseriusan, komitmen dan konsentrasi dalam membudayakan JAMU. Pemahaman sudah memunculkan aplikasi kebutuhan bersama, melalui aktivitas hulu, aktivitas litbang, aktivitas hilir, dan pengembangan aset manusia SJ.

Aktivitas hulu meliputi budidaya, mulai dari eksplorasi, identifikasi, standarisasi, penanaman, pemeliharaan, dan panen tanaman obat; standarisasi simplisia; logistik. Aktivitas litbang mulai dari riset etnobotani, etnomedisin dan etnofarmakologi, sampai dengan penelitian berbasis pelayanan kesehatan di klinik-klinik SJ untuk membuktikan keamanan, mutu dan khasiat JAMU. Aktivitas hilir mulai dari proses paskapanen, teknologi formulasi JAMU, dan teknologi sediaan JAMU.

Dokter, apoteker, dan perawat merupakan aset manusia SJ yang utama. Dokter diberi pelatihan dan magang mengenai metode ilmiah, etik, dan diagnosis, pelayanan JAMU. Apoteker diberi pelatihan dan magang untuk menentukan ramuan JAMU yang tepat berdasarkan hasil diagnosis dokter. Perawat diberi pelatihan dan magang untuk merawat pasien dan subyek di Program SJ. Dalam waktu dekat, Klinik SJ Hortus Medicus Tawangmangu akan ditingkatkan menjadi Rumah Riset JAMU, yang melayani rawat jalan, rawat inap dan konsultasi dalam Program SJ.

Kontemplasi JAMU adalah Sukma IndonesiaDi lingkungan hulu, JAMU masih menghadapi tantangan ketersediaan lahan untuk budidaya. Selain itu, juga belum tingginya minat tanam petani di samping motivasi yang tinggi untuk tanaman pangan yang sedang menjadi prioritas nasional.

Di lingkungan litbang, JAMU tetap diupayakan untuk terbukti aman, bermutu dan berkhasiat melalui Program SJ. Keberadaan obat tradisional dan pengobatan tradisional selain JAMU yang

melalui SJ, seyogyanya turut mendukung pelestarian dan pengembangan budaya JAMU yang aman, bermutu dan berkhasiat.

Di lingkungan hilir, sudah teridentifikasi tantangan besar menyangkut logistik dan distribusi bahan baku JAMU. Mengambil contoh BULOG, diperlukan sistem Bulog JAMU di samping pengembangan sentra-sentra SJ di seluruh wilayah Indonesia, yang diharapkan bisa berperan dan berbagi tanggung jawab dalam SJ, seperti yang sudah dirintis dan dikembangkan di Klinik SJ Hortus Medicus Tawangmangu.

Dalam pengembangan aset manusia, tantangan terbesar adalah meningkatkan mutu dan jumlah pelatihan, pelatih, lulusan, modul SJ sebagai salah satu upaya mengintegrasikan JAMU dalam sistem kesehatan, untuk mendukung pencapaian status kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Tantangan umum adalah kerjasama internal dan antar dalam pemerintah, akademisi, dan swasta. Semua kerjasama ini perlu dibungkus dengan kesadaran bahwa kita bukan bekerja untuk rakyat, namun kita bekerja bersama rakyat.

Adalah suatu keniscayaan, budaya positif suatu bangsa yang dipelihara dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan anak bangsa, dengan partisipasi anak negeri, memberikan nilai baik dan lebih bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

JAMU sudah memberikan informasi empiris, turun temurun akan khasiat dan nilai yang dikandung, membuktikan manfaat dari tumbuhan/tanaman obat Indonesia. Sepantasnyalah, anak negeri Indonesia mengelola dengan segenap kebudayaan, iptek, akal budi, daya manusia yang dimiliki, sehingga JAMU meresapi, berkecamuk dalam sanubari, dan menjadi SUKMA Indonesia. n

Penulis: Nagiot Cansalony TambunanKabid Program, Kerjasama dan Informasi, Balai Besar Litbang Tanaman Obat & Obat Tradisional Tawangmangu, Badan Litbangkes, Kemenkes

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 37

Page 38: Mediakom36

RAGAM

Mungkin tidak banyak masyarakat yang mengetahui bahwa tanggal 8 Mei lalu diperingati sebagai Hari

Thalassaemia Sedunia. Bahkan mungkin tidak banyak masyarakat yang mengenal thalassaemia, dan tidak menyadari bahwa diri dan keluarganya mengidap thalassaemia karena gejalanya hampir sama dengan gejala kekurangan darah atau Anemia  yakni lemah letih dan lesu. Padahal dampak yang ditimbulkan penyakit ini sangat serius. Jika tidak tertangani dengan baik, ajal pun tiba lebih cepat.

Thalassaemia merupakan kelainan genetik

Thalassaemia berkembang menjadi masalah kesehatan serius di Indonesia. Penderitanya harus rutin melakukan transfusi darah untuk menyambung hidupnya. Meski belum ada obatnya, penyakit ini bisa dicegah penyebarannya.

yang menyebabkan terganggunya produksi haemoglobin, sebuah protein yang ada di dalam sel darah merah. Penderita Thalassaemia memiliki sel darah merah yang mudah rusak atau umurnya lebih pendek (23 hari) ketimbang sel darah normal (120 hari), sehingga penderitanya akan mengalami anaemia.

Sebuah molekul haemoglobin terbentuk dari rantai-rantai protein yang dikenal sebagai globin alpha dan globin beta. Keduanya dibutuhkan untuk mengikat oksigen dari paru-paru dengan baik dan mengangkutnya ke jaringan-jaringan tubuh yang membutuhkan. Akibat kelainan genetik, salah satu dari rantai protein ini bisa hilang. Hilangnya salah

satu rantai protein ini menentukan jenis thalassaemia-nya. Misalnya ketika molekul haemoglobin tidak memiliki globin alpha, maka thalassaemianya termasuk jenis alpha-thalassaemia.

Menurut data WHO tahun 1994, jumlah carrier atau orang yang mempunyai gen pembawa thalassaemia di seluruh dunia sekitar 250 juta orang, dimana 300 ribu anak yang menderita thalassaemia dilahirkan setiap tahun. Dari jumlah itu, sekitar 60-70 ribu diantaranya merupakan penderita jenis thalassaemia terparah, beta-thalassaemia mayor. Penderitanya memerlukan transfusi darah sepanjang hidupnya. Sementara itu, kecenderungan kasus thalassaemia pun terus meningkat.

Thalassaemia: Tidak Bisa Sembuh,Tapi Bisa Dicegah

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM38

Page 39: Mediakom36

Menurut WHO, jumlah carrier pada tahun 2001 mencapai 7 % dari jumlah penduduk dunia.

Bagaimana dengan Indonesia? Ternyata Indonesia termasuk dalam kelompok yang berisiko tinggi Thalassaemia. Delapan provinsi di Indonesia memiliki jumlah penderita atau prevalensi Thalasemia yang cukup tinggi dibandingkan daerah lainnya. Propinsi tersebut diantaranya yaitu Aceh,  DKI Jakarta, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kepulauan Riau dan Gorontalo. Prevalensi thalassaemia bawaan (carrier) di Indonesia sekitar 3-8%. Jika prosentase thalassaemia 5% saja, dengan angka kelahiran 23 per 1.000 dari populasi 240 juta maka

diperkirakan terdapat 3.000 bayi penderita thalassaemia lahir setiap tahunnya.

PENYAKIT BAWAANThalassaemia bukanlah penyakit menular, tapi dapat diturunkan. Berdasarkan cara penurunannya (hereditas), thalassaemia dibedakan menjadi tiga jenis. Pertama adalah thalassaemia trait, atau sering disebut pula thalassaemia minor. Keadaan ini terjadi pada seseorang yang sehat, namun ia dapat menurunkan gen thalassaemia pada anak-anaknya. Thalassaemia trait sudah ada sejak lahir, dan tetap ada sepanjang hidup penderita. Meski kadang-kadang ada gejala anaemia, penderitanya bisa hidup sehat dan tidak memerlukan transfusi darah sepanjang hidupnya.

Jenis kedua adalah thalassaemia mayor. Ini terjadi bila kedua orangtua mempunyai pembawa sifat thalassaemia. Penderitanya memerlukan transfusi darah secara berkala seumur hidupnya. Apabila penderita thalassaemia mayor tidak dirawat, maka hidup mereka biasanya hanya bertahan antara 1-8 tahun.

Ketiga adalah thalassaemia intermedia merupakan kondisi antara thalassaemia mayor dan minor. Penderita thalassaemia intermedia mungkin memerlukan transfusi darah secara berkala. Penderita dapat bertahan hidup sampai dewasa.

Hingga saat ini belum ada obat yang bisa menyembuhkan penyakit thalassaemia secara total. Hal yang bisa dilakukan penderita thalassaemia, khususnya thalassaemia mayor, adalah dengan melakukan transfusi darah secara teratur sepanjang hidupnya untuk menjaga stamina dan kesehatannya. Biasanya transfusi ini dilakukan sekali dalam empat minggu.

BISA DICEGAHBeban yang harus ditanggung oleh penderita thalassaemia mayor memang sangat berat. Seumur hidup ia harus

menjalani transfusi darah dan pengobatan. Rata-rata penderita thalassaemia menghabiskan dana sekitar 7-10 juta per bulan hanya untuk pengobatan. Jumlah tanggungan sebesar itu tentu sangat berat, terutama bagi keluarga tidak mampu.

Untuk menjamin biaya pengobatan pasien thalassaemia, pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1109/Menkes/Per/VI/ 2011, menjamin pasien thalassaemia memperoleh jaminan pelayanan kesehatan thalassaemia, atau Jampelthas.

“Dengan adanya jaminan ini, masyarakat tidak perlu khawatir jika memiliki penyakit thalassemia”, kata Direktur Pengendalian Penyakit TIdak Menular, Ekowati Rahajeng. Mekanisme jaminan ini serupa dengan Jamkesmas, namun lebih sederhana sebab pasien hanya perlu memberikan surat keterangan rekomendasi dari dokter dan akan diberikan kartu jaminan oleh Yayasan Thalassaemia Indonesia (YTI). Pasien pemegang kartu Jampelthas boleh mendapat transfusi darah gratis setiap bulan dan mendapat pengobatan thalassemia.

Namun demikian, upaya penanganan thalassaemia sejatinya tidak boleh berhenti pada upaya-upaya kuratif dan pembiayaan saja. Langkah-langkah pencegahan dan pengendalian risiko thalassaemia yang lebih sistematis juga perlu lebih diupayakan. Pengendalian faktor risiko dapat di mulai dari seseorang yang memiliki thalassaemia trait. Untuk mencegah terjadinya keturunan yang menderita thalassaemia, hindarilah perkawinan sesama pembawa sifat thalassaemia.

Tindakan preventif dan pengendalian penyakit tersebut harus segera disosialisasikan kepada masyarakat, tentunya dengan tetap berpatokan pada nilai-nilai etika, moral dan budaya bangsa.(rief/gi) n

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 39

Page 40: Mediakom36

RAGAM

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM40

Page 41: Mediakom36

WHA ke-65Hasilkan 21 Resolusi dan 3 Keputusan

Palais de Nations, Gedung PBB di Jenewa baru saja menyelesaikan rapat besar. Menteri kesehatan beserta delegasi dari 194 negara anggota WHO usai sudah mengikuti sidang World Health Assembly (WHA) ke-65 dengan membawa pulang 21 Resolusi dan 3

Keputusan.

United Nations Office at Geneva (UNOG) adalah yang terbesar kedua setelah Kantor Pusat PBB di New York. UNOG ini berada di Palais des Nations, sebuah kesaksian yang luar biasa untuk arsitektur abad kedua puluh, terletak di sebuah taman indah di Jenewa yang menghadap Danau Jenewa, dengan pemandangan indah pegunungan Alpen dan, pada hari yang cerah, Mont Blanc.

Selain kota pariwisata, Jenewa adalah kota politik internasional. Turis dapat menikmati bagian demi bagian di gedung PBB ini, tentu dengan bantuan pemandu. Bila tak ada akses khusus, tak akan bisa masuk. Bahkan bila sedang beruntung, bisa masuk sampai ke Assembly Hall, ruang sidang utama bila diselenggarakan Sidang Umum PBB di sini.

Pada sidang WHA ke-65, Delegasi Republik Indonesia (Delri) berhasil memperjuangkan sejumlah kepentingan Indonesia dan negara berkembang lainnya di bidang kesehatan. Sidang yang melibatkan delegasi dari 194 negara anggota World Health Organization (WHO) ini berhasil mengesahkan 21 Resolusi dan 3 Keputusan sebagai hasil pembahasan sidang Komite A dan B.

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 41

Page 42: Mediakom36

RAGAM

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM42

Page 43: Mediakom36

Sidang plennary WHA ke-65 bertema Universal Health Coverage. Pada kesempatan tersebut, Delegasi RI yang dipimpin Wakil Menkes RI selaku Plt. Menteri Kesehatan RI, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, MSc., PhD, menyampaikan pernyataan, sikap dan posisi Indonesia dalam kesehatan global.“Beberapa capaian terpenting partisipasi Delri antara lain dengan disahkannya sejumlah resolusi yang sesuai dengan kepentingan nasional”, ujar Prof. dr. Ali Ghufron Mukti pada temu media sekembali ke Tanah Air.

Salah satu yang disepakati,adalah resolusi Poliomyelitis: Intensification of the Global Eradication Initiative. Delegasi RI menegaskan, vaksin polio dengan cara oral hingga saat ini merupakan pilihan yang paling affordable bagi seluruh negara berkembang dan telah terbukti efektifitasnya. Sidang mengadopsi resolusi ini dan memasukkan usulan Delri untuk menghapus rujukan Inactivated Poliovirus Vaccines (IPV).

“Inisiatif penggunaan IPV dikhawatirkan mempersulit upaya global untuk mengeradikasi penyakit polio. Untuk keperluan domestik, Pemerintah harus mengalokasikan anggaran 50 kali lipat dibandingkan anggaran untuk vaksin polio yang kita lakukan saat ini”, jelas Prof. dr. Ali Ghufron Mukti.

Kemudian, Resolusi Global Burden of Mental Disorder untuk pengembangan kebijakan dan strategi promosi kesehatan jiwa berbasis pelayanan kesehatan dasar.

Resolusi lainnya adalah mengenai Nutrition: Comprehensive Implementation Plan (CIP) on Maternal, infant and Young Child Nutrition mendorong negara-negara anggota untuk melaksanakan penguatan kapasitas tenaga kesehtaan dalam penanganan kekurangan atau kelebihan gizi pada kelompok rentan; menyusun mekanisme untuk meningkatkan kontrol terhadap pemasaran pengganti Air Susu Ibu (ASI); serta menjamin tidak terjadi konflik kepentingan.

Sementara itu, pada Resolusi Monitoring the Health Related MDG’s, Delri menyampaikan pernyataan atas nama South East Asia Region (SEAR) menekankan laporan kemajuan atas upaya negara anggota dalam pencapaian indikator MDG’s yang dinilai masih lambat.

“Ini penting mengingat masing-masing negara memiliki kapasitas dan kendala yang berbeda sehingga diperlukan dukungan terus-menerus bahkan sampai fase setelah tahun 2015 (post MDG’s)”, tambah Prof. dr. Ali Ghufron Mukti.

Selain itu, sejumlah resolusi lainnya juga berhasil diperjuangkan oleh Indonesia, diantaranya Penguatan komitmen terhadap International Helath Regulations (IHR); Tindak lanjut Pandemic Influenza Preparedness (PIP) Framework yang menekankan pentingnya peran advisory group, financial dan resources dalam implementasinya; Consultative Expert Working Group on Research and Development (CEWG-RD) yang memandatkan negara-negara untuk melakukan konsultansi guna mengkaji laporan; Pembentukan mekanisme

negara anggota untuk membahas isu-isu Substandard/Spurious/Falsely-Labeled/ Falsified/Counterfeit medical products dalam rangka memperkuat badan regulasi produk obat-obatan di negara anggota.

Prof. dr. Ali Ghufron Mukti juga menyatakan, pada kesempatan tersebut juga disepakati beberapa resolusi terkait isu administratif dan keuangan, seperti laporan keuangan WHO periode Januari 2010-Desember 2011; status kontribusi negara anggota; pengaturan khusus pelunasan kontribusi; pemilihan Dirjen WHO; serta resolusi mengenai laporan audit eksternal WHO.

Sementara itu, Kepala Pusat Kerjasama Luar Negeri Dra. Ninik Kun Naryatie menyatakan bahwa peran Indonesia di forum kesehatan global ini sangat diakui dan dinantikan oleh seluruh dunia. Indonesia bisa memberikan masukan yang mengabaikan titipan-titipan. Sehingga bila ada resolusi yang kira-kira akan memberatkan negara berkembang, kita bisa mengidentifikasi. Karena itu kita mendapat apresiasi dari negara berkembang lainnya. n(gi)

Wamenkes Prof. dr. Ali Ghufron Mukti , Msc, PhD(tengah) dan Tim Indonesia

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 43

Page 44: Mediakom36

KOLOM

Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih dalam suatu kesempatan ditanya wartawan, “Apa yang Ibu harapkan kepada masyarakat tentang kesehatan?” Menkes menjawab: masyarakat harus bertanggung jawab atas kesehatannya sendiri.

Sebab, kesehatan tak dapat didelegasikan, dilimpahkan, atau diwakilkan. Demikian pula dengan sakit. Semua ditanggung atau dirasakan sendiri. “Apakah seseorang mau sehat atau sakit, silakan. Itu pilihan,” ungkapnya.

Orang lain, institusi pelayanan kesehatan, pemerintah, profesi kesehatan dan pihak lain terkait, tidak serta merta menjadi penyebab sakit atau sehatnya seseorang. Tapi hanya sebagai faktor penunjang untuk mewujudkan hidup sehat. Sedang faktor utama menuju hidup sehat ada pada kemauan dan upaya dari individu itu sendiri.

Mari kita lihat apa yang terjadi pada masyarakat. Bagaimana sikap mereka terhadap sakit dan sehat. Setidaknya itu terlihat dari angka penyebab kesakitan dan kematian. Angka ini menunjukkan terjadi peningkatan jumlah penderita penyakit tidak menular; sekalipun penyakit menular juga masih belum hilang dari tengah masyarakat. Tapi, jumlah penderita penyakit tidak menular sudah mengungguli jumlah penderita penyakit menular.

Sekedar mengingatkan, jenis penyakit tidak menular itu antara lain: jantung, darah tinggi, kanker, diabet dan lainnya. Penyebab penyakit ini umumnya karena pola hidup yang tidak sehat. Mulai dari pola makan, pola kerja, pola istirahat, dan pola keseimbangan hidup.

Terkait dengan berbagai pola hidup di atas, keberhasilan seseorang mengendalikan pola makan, semua bergantung pada individu. Pola makan yang dipilihnya, akan memberikan hasil: apakah seseorang termasuk berhasil atau tidak dalam menjalani hidup sehat.

Ada sebagian orang berhasil menjalani hidup sehat dengan memenuhi seluruh persyaratan yang dibutuhkan untuk hidup sehat. Tapi ada juga yang gagal menjalani hidup sehat, karena tidak sanggup memenuhi persyaratan untuk menjalani hidup sehat. Misal: tidak ketat dalam menjaga pola makan. Ia menyantap makanan yang tidak sehat atau sembarangan. Tetap memilih makanan yang menyebabkan sakit, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Apalagi, makanan itu nikmat, sebagai makanan kesukaan, dan gratis pula.

Menteri Kesehatan berharap, setiap individu berupaya menjaga kesehatan agar tetap sehat. Dengan cara menjaga kesehatannya tetap sehat, akan berdampak positif terhadap diri, keluarga, orang lain, pelayanan kesehatan maupun pemerintah. Individu yang

bersangkutan akan produktif, keluarga senang dan tak terbebani, orang lain tidak direpotkan, pelayanan kesehatan tidak penuh dan pemerintah dapat menghemat dana jaminan kesehatan. Baik itu jamkesmas (jaminan kesehatan masyarakat), jamkesda (jaminan kesehatan daerah) maupun jampersal (jaminan persalinan).

Nah, bagaimana membangun kesadaran untuk bertanggung jawab atas kesehatan dirinya? Pertama; sadari dampak buruk sakit. Bagi orang yang punya uang berlebih, mungkin tidak bermasalah dengan biaya pengobatan, tapi tetap bermasalah, bila berakhir dengan kesembuhan tidak normal atau cacat. Bayangkan kalau sembuhnya cacat, apakah siap hidup dengan predikat cacat? Seperti buta, padahal sebelumnya, sehat, bugar

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM44

Page 45: Mediakom36

dan jelita. Tak semua orang siap. Kecuali terpaksa, karena sudah menjadi takdir.

Bayangkan, kalau yang menderita sakit itu orang du’afa. Untuk makan sehari-hari saja susah. Kerja sehari untuk sehari. Setelah sakit, siapa yang harus mencari nafkah? Lebih repot lagi. Repotnya luar-dalam, yakni biaya pengobatan dan kebutuhan harian keluarga. Menyadari akan hal ini, betapa penting dan berharga kesehatan itu.

Kedua; sadari dampak positif sehat. Sehat itu segalanya. Artinya orang yang sehat dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Kalau toh harus membutuhkan bantuan, hanya yang terkait dengan

faktor pendukung, bukan pada hal-hal yang pokok dan utama. Bila manusia sudah sehat, belajar juga lebih mudah, mencari nafkah lebih bersemangat dan mampu menjalankan seluruh aktifitas dengan baik. Semua itu terjadi karena yang bersangkutan sehat.

Jadi, untuk menjadi sehat, memang harus menjadi kemauan individu. Bila mau sehat, seseorang pasti akan menemukan cara. Ia juga tak akan bergantung pada orang lain, untuk menjadi sehat. Karena mereka sadar betul, bahwa sehat menjadi kebutuhan individu. Sehingga tak begitu perlu, apakah orang lain mendukung atau tidak. Untuk itu, bila ingin sehat harus memulai dari apa yang dapat dikerjakan secara individu, karena sesungguhnya, sehat itu menjadi tanggung jawab individu. n

SehatTanggung Jawab IndividuOleh: Prawito

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 45

Page 46: Mediakom36

UNTUK RAKYAT

Seminar National Input for Achieving Universal Health Coverage in Indonesia di Yogyakarta di buka oleh Wakil Kesehatan Prof Ali Ghufron Mukti (28/5/12) pertemuan ini membahas tentang kesiapan pemerintah dalam implementasi universal health coverage di Indonesia.

Kesehatan adalah hak asasi sekaligus investasi, dimana semua warga negara berhak atas pelayanan kesehatan. Untuk itu diperlukan penyelenggaran sistem yang mengatur pembiayaan dan pelayanan kesehatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan yang layak. Sistem yang dimaksud adalah sistem Jaminan Kesehatan. Jaminan kesehatan merupakan salah satu program yang wajib dilaksanakan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). SJSN merupakan tatacara penyelenggaraan program jaminan sosial berbasis asuransi oleh beberapa badan penyelenggara berdasarkan prinsip: kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial digunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta. Sebagai salah satu amanat dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) telah disahkan pada tanggal 28 Oktober 2011 melalui sidang paripurna DPR RI. Dalam UU tersebut ditetapkan 2 (dua) BPJS yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Dengan demikian hanya ada institusi yang akan menyelenggarakan Jaminan Kesehatan di Indonesia yaitu BPJS Kesehatan yang berstatuskan badan hukum publik.

BPJS Kesehatan Dengan berlandaskan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), maka makin memantapkan arah ke depan bahwa pembiayaan kesehatan personal bagi masyarakat Indonesia akan diselenggarakan dalam mekanisme jaminan Kesehatan. Implementasi kedua Undang-Undang tersebut akan segera dilakukan dengan menunggu penyelesaian peraturan perundangan seperti Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden. Mulai 1 Januari 2014, pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional siap untuk diimplementasikan dan diselenggarakan melalui BPJS. Dalam menyongsong penyelenggaraan jaminan kesehatan oleh BPJS, saat ini sedang dilakukan persiapan implementasinya meliputi pembentukan Tim Lintas Kementerian dan Kelembagaan dan Kelompok Kerja di dalam lingkungan internal Kementerian Kesehatan, penyusunan rencana kegiatan dan koordinasi untuk memperlancar proses peralihan (transformasi) jaminan kesehatan, dari sisi program maupun kelembagaan. Selain persiapan tranformasi kelembagaan dan program, juga dipersiapkan pemenuhan kebutuhan dari sisi demand dan sisi supply. Untuk sisi demand, dipersiapkan antara lain, besaran iuran dan penyediaan dana tersebut baik dari pemerintah untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) maupun kontribusi dari pekerja dan pemberi kerja pada peserta non PBI, informasi yang lengkap dan tepat. Dari sisi supply, dipersiapkan perhitungan kebutuhan dan pemenuhannya untuk: fasilitas kesehatan dan infrastruktur, obat dan alat kesehatan, dan SDM Kesehan.

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM46

Page 47: Mediakom36

Pelaksanaan jaminan kesehatan haruslah mengacu kepada kendali mutu dan kendali biaya dengan menerapkan prinsip ‘managed care’, agar terjadi pembiayaan yang efisien dengan mutu yang tetap terjamin sesuai indikasi medis. Dan salah satu kontrol pembiayaaan yang efektif efisien adalah dengan menggunakan pola pembayaran prospektif yaitu kapitasi dan INA-CBG’s. Untuk menata pelayanan kesehatan yang diberikan dalam sistem jaminan kesehatan perlu diberlakukan pelayanan terstruktur dan berjenjang melalui mekanisme rujukan dengan tujuan yang sama yaitu untuk pengendalian biaya dan keteraturan pelayanan kesehatan.

Yang paling penting dari segalanya adalah penyusunan regulasi atas penyelenggaraan jaminan kesehatan sehingga memberikan kejelasan kepada semua pihak yang terkait dalam menjalankan perannya masing-masing dalam implementasi Jaminan Kesehatan. Upaya terakhir yang harus dilakukan adalah bagaimana menjamin penduduk yang saat ini belum memiliki jaminan kesehatan diperkirakan sekitar 89 juta jiwa atau 37% dari total penduduk. Kelompok masyarakat yang belum memiliki jaminan kesehatan meliputi sebagian pekerja formal dan sebagian besar pekerja informal.

Jamkesmas korban benccana merapi di perpanjang Selain Seminar Nasional juga dilakukan penyerahan SK Menkes RI tentang Perpanjangan Pelayanan Jaminan Kesehatan Masyarakat Bagi korban Merapi di Kabupaten Magelang, Klaten, Sleman dan Kulon Progo. Sebagaimana diketahui, diluar dari sasaran kuota yang menerima kartu pada tahun 2012 berjumlah 76,4 juta jiwa, masih ada lagi sasaran Jamkesmas non kartu yang berhak memperoleh layanan program Jamkesmas, seperti masyarakat miskin penghuni lapas rutan, penghuni panti panti sosial dan masyarkat korban bencana, gelandangan pengemis, anak terlantar, bayi baru lahir dari pasangan keluarga Jamkesmas, penderita thalasemia mayor dan peserta keluarga harapan (PKH). Mereka tersebut berhak memanfaatkan pelayanan program Jamkesmas cukup dengan menggunakan surat rekomendasi dari instansi terkait atau dengan surat keputusan Menteri Kesehatan yang didasarkan atas usulan Pemda setempat khusus untuk korban bencana paska tanggap darurat.

Dengan adanya Surat Keputusan perpanjangan pelayanan kesehatan melalui program Jamkesmas pada masyarakat korban bencana Merapi, maka masyarakat di 4 kabupaten tersebut memiliki kepastian atas haknya untuk memperoleh pelayanan kesehatan dalam program Jamkesmas. Disamping hak yang diperoleh dalam program jamkesmas, mereka juga harus memahami kewajibanya untuk mengikuti prosedur sebagaimana yang tertuang dalam pedoman pelaksanaan (manlak), petunjuk

teknis dan ketentuan lainnya. Dengan demikian diharapkan pemanfaatan program Jamkesmas bagi seluruh masyarakat korban bencana merapi dapat berjalan dengan optimal, transparan, akuntabel, effisien dan effektif.Dalam upaya melakukan perbaikan data kepesertaan Jamkesmas, maka pada tahun 2012, data sasaran akan mengacu pada data base terpadu dari Tim Nasional Program Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang didasarkan pada hasil survei PPLS 2011. Data tersebut sudah by name dan by address jadi pemerintah daerah tidak perlu lagi menetapkan kembali melalui SK Bupati/Walikota. Hasil pendataan yang dilakukan sudah melalui suatu proses survei yang lebih baik dan diharapkan dapat meminimalisir kesalahan dan ketidaktepatan sasaran yang terjadi dilapangan. Namun begitu penetapan sasaran baru untuk program Jamkesmas 2012 baru akan diberlakukan melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan pada saat kartu peserta Jamkesmas tersebut didistribusikan kepada peserta masing-masing. Dengan adanya data tersebut diharapkan tidak ada lagi permasalahan menyangkut kepesertaan Jamkesmas yang dianggap sudah kadaluarsa (out of date). Wakil Menteri Kesehatan, Prof. Ali Ghufron Mukti, saat menyerahkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI tentang perpanjangan pelayanan kesehatan masyarakat korban bencana Merapi pada ke empat kabupaten, yaitu Magelang, Klaten, Kulonprogo dan Sleman di Yogyakarta, pada hari Senin 28 Mei 2012. Seperti diketahui banyak permasalahan ketidaktepatan data sasaran Jamkesmas di daerah-daerah pada tahun-tahun sebelumnya, hal ini dikarenakan karena data sasaran Jamkesmas masih mengacu pada hasil survei tahun 2005 dan 2008. Disamping itu bahwa pemerintah pusat hanya menetapkan kuotanya saja sedangkan daerah yang menetapkan orang-orangnya yang didasarkan kriteria daerah masing-masing. Hal inilah yang menyebabkan ketidaktepatan sasaran seperti data sasaran yang sudah tidak sesuai lagi, peserta yang sudah meninggal dunia, penduduk baru akibat kelahiran, perubahan tingkat sosial ekonomi dan lain-lain. Hal lain yang menjadi permasalah pendataan sasaran adalah bahwa tidak adanya keseragaman kriteria miskin antar daerah sehingga masing-masing daerah membuat kriteria yang berbeda walaupun kuotanya ditetapkan oleh pusat yang menyebabkan terjadi inklusion error dan ekslusion error sebagaimana yang sering dikeluhkan selama ini. Permasalahan tersebut menyebabkan data sasaran Jamkesmas sudah dianggap tidak valid lagi dan segera harus dilakukan pemutakhiran. Oleh sebab itu, maka data base terpadu yang disusun oleh TNP2K berdasarkan hasil survei BPS melalui PPLS 2011 menjadi sangat penting untuk kepesertaan program Jamkesmas tahun 2012 dan tahun selanjutnya. Di harapkan dengan adanya data base terpadu yang menjadi acuan semua program perlindungan sosial ini, maka sasaran

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 47

Page 48: Mediakom36

UNTUK RAKYAT

kepesertaan Jamkesmas menjadi lebih akurat, tepat dan lebih valid karena melalui proses survei dengan metode yang lebih baik yang meminimalisir inklusion dan ekslusion error. Dengan demikian kekurangtepatan sasaran dapat dikurangi secara signifikan. Namun begitu basis data terpadu ini belum sempurna dan masih ada kekurangan dan kelemahannya, oleh karena itu diharapkan kerjasama yang baik antara TNP2K dan Kementerian Kesehatan terutama dalam pelaksanaan Program Jamkesmas dapat terus dilanjutkan dan perlu lebih ditingkatkan lagi, melalui kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan secara terpadu sehingga permasalahan di lapangan yang menyangkut pendataan sasaran dapat dideteksi sedini mungkin untuk kemudian dicarikan solusi pemecahannya, kata Prof. Ghufron. Cakupan kepesertaan jaminan kesehatan pada tahun 2011 adalah 63,12% dari seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 237,6 juta jiwa, sisanya, hampir setengah dari penduduk Indonesia sebesar 36,88% belum terlindungi oleh jaminan kesehatan. Kondisi ini dapat berdampak kurang baik bagi pengendalian biaya kesehatan, sebab biaya kesehatan cenderung terus meningkat. Masih banyaknya masyarakat yang tidak terlindungi dalam sistem jaminan kesehatan akan mendorong pembayaran langsung atau direct payment masyarakat kepada pemberi layanan kesehatan. Di satu sisi akan berakibat masyarakat akan mudah jatuh miskin akibat harus membiayai pengobatannya. Di sisi lain, tanpa adanya sistem pengendalian biaya maka fasilitas pemberi layanan kesehatan dapat cenderung melakukan moral hazard dengan memberikan pelayanan yang tidak rasional untuk mendapatkan keuntungan besar. Oleh karena itu, Kemenkes sejak tahun 2008 sudah menyusun roadmap untuk pengembangkan cakupan kepesertaan jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk. Dengan kepesertaan semesta bagi seluruh penduduk maka kita berharap

permasalahan kepesertaan yang selama ini muncul tidak akan terjadi, karena semua penduduk sudah terlindungi dalam sistem jaminan kesehatan. Sebagaimana diketahui, di luar dari sasaran kuota yang menerima kartu tahun 2012 yang berjumlah 76,4 juta jiwa, masih ada lagi sasaran Jamkesmas non kartu yang berhak memperoleh layanan program Jamkesmas, seperti masyarakat miskin penghuni lapas rutan, penghuni panti panti sosial dan masyarkat korban bencana, gelandangan pengemis, anak terlantar, bayi baru lahir dari pasangan keluarga Jamkesmas, penderita thalasemia mayor dan peserta keluarga harapan (PKH). Mereka tersebut berhak memanfaatkan pelayanan program Jamkesmas cukup dengan menggunakan surat rekomendasi dari instansi terkait atau dengan surat keputusan Menteri Kesehatan yang didasarkan atas usulan Pemda setempat khusus untuk korban bencana paska tanggap darurat. Di harapkan dengan adanya surat keputusan Menteri Kesehatan ini, maka akan meringankan beban kehidupan masyarakat korban bencana merapi pada saat mereka sakit, serta meningkatkan akses pelayanan kesehatan yang seluas luasnya kepada masyarakat terutama saat mereka membutuhkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang telah tersedia. Pada saatnya nanti sesuai UU SJSN dan UU BPJS, seluruh penduduk akan terlindungi dalam sistim jaminan kesehatan dengan demikian akses pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau kepada seluruh masyarakat akan meningkat, pada akhirnya tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia akan tercapai. Kementerian Kesehatan melalui Wamen Prof. Ghufron mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada jajaran pemerintah daerah propinsi DIY Jogjakarta dan pemerintah Kabupaten Magelang, Klaten, Kulonprogo dan Sleman yang selama ini telah memfasilitasi dan memberi dukungan atas pelaksanaan program Jamkesmas bagi masyarakat korban bencana Merapi. Khususnya dalam penyediaan data kepesertaan serta membantu memfasilitasi masyarakat korban bencana di empat wilayah tersebut dalam memanfaatkan program Jamkesmas pada saat mereka membutuhkan. Diharapkan dengan adanya Surat Keputusan perpanjangan pelayanan kesehatan melalui program Jamkesmas pada masyarakat korban bencana Merapi, maka masyarakat di 4 kabupaten tersebut memiliki kepastian atas haknya untuk memperoleh pelayanan kesehatan dalam program Jamkesmas. Tentu saja disamping hak yang diperoleh dalam program Jamkesmas ini, mereka juga harus memahami kewajibanya untuk mengikuti prosedur sebagaimana yang tertuang dalam pedoman pelaksanaan (manlak), petunjuk teknis dan ketentuan lainnya. Dengan demikian diharapkan pemanfaatan program Jamkesmas bagi seluruh masyarakat korban bencana merapi dapat berjalan dengan optimal, transparan, akuntabel, efisien dan efektif. n (Yuni)

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM48

Page 49: Mediakom36

Praktek menyusui secara eksklusif di negara berkembang telah berhasil menyelamatkan sekitar 1,5 juta bayi per tahun. Atas dasar tersebut, WHO

merekomendasikan untuk hanya memberi ASI eksklusif sampai bayi berusia 4 – 6 bulan (Depkes, 2002). Namun, pada 2001 melalui konsultasi pakar dan telaah penelitian yang sistematik, WHO merekomendasi pemberian ASI eksklusif sebagai standar emas makanan bayi dari 4 – 6 bulan menjadi 6 bulan tanpa tambahan apa pun, dilanjutkan dengan penambahan makanan pendamping ASI sampai bayi berusia 2 tahun atau lebih.

Sejumlah penelitian telah membuktikan manfaat ASI. Di dalam ASI tersedia semua nutrisi yang dibutuhkan oleh kebanyakan bayi hingga berusia enam bulan. ASI lebih mudah dicerna. Di dalam ASI tersedia zat antibakteri dan antivirus yang melindungi bayi dari penyakit serta membantu pengembangan sistem kekebalan tubuh.

ASI eksklusif terbukti dapat meningkatkan perlindungan terhadap infeksi juga beberapa tahun setelah penghentian menyusui. ASI membuat anak lebih pandai, tidak tergantung pada latar belakang ekonomi. Studi kohort selama 14 tahun menunjukkan semakin lama bayi menyusui, semakin kurang gangguan mental pada anak dan remaja.

Bayi yang kurang disusui dan digantikan dengan susu formula kerap mengalami sembelit atau diare, rentan terhadap penyakit anak termasuk diabetes anak-anak, alergi, asma, eksim, gangguan pencernaan, gangguan kandung kemih

dan infeksi saluran pernapasan. Mereka cenderung menjadi gemuk dan memiliki tekanan darah tinggi di kemudian hari. Risiko tidak memberikan ASI juga dapat menurunkan kecerdasan kognitif.

Bukan saja untuk bayi, memberikan ASI juga bermanfaat bagi ibu. Dengan menyusui akan membantu mendapatkan kembali bentuk tubuhnya dan jangka panjang mengurangi risiko terkena kanker ovarium, kanker payudara, kanker endometrial, stress dan kegelisahan, serta berbagai penyakit lainnya.

Hasil studi kohort selama 15 tahun di Australia yang dipublikasi Strathearn dan kawan-kawan tahun 2009 menunjukkan tindakan kekerasan ibu pada anaknya termasuk menelantarkan, kekerasan fisik, dan kekerasan emosional berkurang sesuai dengan meningkatnya lama menyusui. Selain itu, menyusui juga mengurangi 4,8 kali tindak kekerasan ibu terhadap anaknya terutama tindakan menelantarkan anak.

Pemberian ASI juga terbukti dapat menghemat pengeluaran rumah tangga dan negara. Pakar ASI Dr Utami menghitung bila ibu-ibu di Indonesia mau memberikan ASI eksklusif, maka setiap tahunnya bisa menghemat Rp 18 triliun lebih. Ini bisa dihitung bila harga 1 kaleng susu formula adalah Rp 65.000 dan bayi yang lahir di Indonesia 5 juta per tahun, maka biaya 6 bulan susu formula untuk bayi-bayi tersebut adalah Rp 18,012 triliun.

Bayangkan Indonesia akan menyumbangkan Rp 18 triliun per tahun kalau saja ibu-ibu mau memberikan ASI

eksklusif selama 6 bulan.

Di dunia capaian ASI eksklusif sangat bervariasi dan tidak berbanding lurus dengan kemajuan suatu negara. Jepang adalah contoh negara maju dengan angka ASI eksklusif yang rendah. Angka menyusui di Jepang sangat rendah dibanding negara maju lainnya yaitu hanya 44,8% pada kelompok bayi berumur 1- 2 bulan, jauh di bawah Swedia yaitu 80,2% pada bayi berumur 2 bulan (Helda, 2009)

Kementerian Kesehatan menargetkan cakupan ASI eksklusif 0 – 6 bulan pada tahun 2014 sebesar 80%. Namun SDKI 2007 mencatat bayi yang diberi ASI eksklusif baru mencapai 32,8%, lebih rendah dibanding tahun 2002 – 2003 yaitu 39,5%. Padahal 95% ibu di Indonesia pernah menyusui bayinya. Adapun penyebabnya amat beragam, seperti karena ibu atau bayi yang sakit, ibu bekerja, ASI sedikit, dan lainnya.

Alhamdulillah Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif telah disahkan pada Maret 2012. Disini diatur poin-poin seperti tanggung jawab pemerintah tingkat Pusat dan Daerah dalam pemberian ASI eksklusif, penggunaan susu formula bayi dan produk bayi, serta pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja dan di sarana-sarana umum.

Kita berharap, dengan keluarnya, pemberian ASI ini dapat meningkat. Dengan demikian hak bayi dan ibunya lebih terjamin. Bravo PP ASI Eksklusif. n(Giri)

Bravo PPASI EksklusifOleh: Giri Inayah

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 49

Page 50: Mediakom36

UNTUK RAKYATDAERAH

Meracik Jamkesta di Tanah KopiLAMPUNGOleh: Hikmandari dan Udiani; Fotografer: Anitasari

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM50

Page 51: Mediakom36

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 51

Page 52: Mediakom36

Provinsi Lampung ditetapkan sebagai provinsi mandiri pada 18 Maret 1964 dari semula Keresidenan Lampung. Pada 2011 Lampung mengelola anggaran (APBD) sebesar 2,49 triliun untuk kemajuan wilayahnya. Berbatasan dengan Selat Sunda dan Laut Jawa serta berada pada jalur bukit barisan, provinsi di selatan Sumatra ini kaya akan sumber daya alam dan pemandangan laut yang indah. Lada hanyalah satu di antara komoditi yang pernah menjadi andalan provinsi ini, di samping kopi, kelapa sawit, coklat, nanas, dan ketela. Seluruh sektor pertanian menyumbang sekitar 35% pendapatan daerah, sumbangan terbesar di atas sektor industri pengolahan di peringkat kedua, dan sektor perdagangan, hotel dan pariwisata di peringkat ketiga. n

Lampung dalam Angka

Perkampungan nelayan di pinggiran kota Bandar Lampung.

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM52

Page 53: Mediakom36

JUMLAH PENDUDUK (2011): 7, 691 juta jiwaLUAS WILAYAH: 35,288.35 Km2 , terbagi menjadi 12 kabupaten dan 2 kotaAPBD (2011) 2, 49 triliun

SARANA DAN PRASARANA KESEHATANPuskesmas: 269 unitRS Umum Pemerintah : 13 unitRS Jiwa : 1 unit

RS Swasta : 25 unitDokter : 962 orangDokter spesialis : 269 orangDokter gigi : 277 orangBidan : 3.663 orangPerawat: 4.798 orang

Dalam sejarahnya Provinsi Lampung dikenal penghasil utama lada hitam. Sedemikian penting komoditas ini hingga menjadi salah satu komponen dalam lambang Provinsi Lampung.

Aneka panganan khas lampung dengan bahan utama hasil laut yang

dipadankan dengan buah, seperti seruit durian dan mangga ini.

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 53

Page 54: Mediakom36

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM54

Page 55: Mediakom36

roma kopi luwak Lampung memang menguar hingga mancanegara.

Oprah Winfrey tak ketinggalan mengangkat si bulat hitam ini dalam acaranya. Di provinsi

Lampung, luas perkebunan kopi mencapai 160.000 hektar dengan produksi biji kopi per

tahun sekitar 130.000 ton. Sebanyak 230.000 lebih

kepala keluarga terlibat dalam budidaya kopi. Tidak mengherankan, kopi robusta yang menopang sekitar 85 persen ekspor kopi Indonesia sebagian besar berasal dari provinsi di ujung selatan Sumatra ini. Lampung, termasuk Lampung Barat (Lambar), telah dikenal sebagai salah satu pemasok kopi dunia.

Buat Hipni, hal ini tentu memberikan masa depan cerah. Apa lagi fakta bahwa harga kopi di tingkat petani pada 2012 ini membaik, Rp16.500-Rp17.000 per kilogram kering petani, lebih tinggi daripada harga tahun lalu, Rp 12.000. Makin gembira hatinya karena kopi yang dihasilkan bukan sembarang kopi. Hipni menjual kopi luwak bubuknya kepada eksportir seharga 600-700 ribu per kilogram. Meski masih jauh lebih rendah daripada secangkir kopi luwak seduh di Starbuck di New York, angka tersebut cukup membuat Hipni tersenyum puas.

Namun, kisah Hipni baru sepenggal cerita. Penggalan-penggalan kisah lain tidak

Raut muka dan gerak tubuhnya memperlihatkan rasa optimistis. Nasib baik dirasakannya akan segera tiba melawat. Dan, itu lumrah, beralasan. Hipni baru saja tiba kembali di rumahnya di Liwa, Lampung Barat, setelah berpameran di Malaysia selama seminggu. Sebelumnya, ia membuka stan pamer di Dubai. Semuanya dengan bendera Kopi Luwak Rama, Lampung Barat, miliknya.

Menebar HarumAroma Jamkesta

dr Reihana M. Kes.

seindah itu. Rendahnya produktivitas, naik turun harga, biaya pemeliharaan yang makin tinggi membuat sebagian petani kopi masih berkutat dengan nasibnya. Belum lagi urusan pengijon dan tengkulak. Imron, seorang petani di Lampung Barat, dengan 3 hektar lahan, merasa bersyukur anak sulungnya bisa bersekolah hingga SMA. Tapi, itu pun sudah ngos-ngosan. Tak mampu lagi dia mengantar putrinya ke jenjang lebih tinggi.

Tingginya kesenjangan kesejahteraan di Lampung diakui oleh peneliti Bank Indonesia perwakilan Lampung, Nunu Hendrawanto. Itu sebabnya, meski sebagian warga menikmati tingkat kesejahteraan tinggi, sekitar 16 persen lebih atau sekitar 1, 3 juta penduduk masih berada di bawah garis kemiskinan. Lampung menempati peringkat ketiga se-Sumatra untuk tingkat kemiskinannya di bawah Aceh dan Bengkulu.

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 55

Page 56: Mediakom36

Gambaran ini tentu berimbas pada kondisi kesehatan warga. Angka kemiskinan dan tingginya pekerja sektor informal membuat jaminan kesehatan dirasa sangat perlu. Saat ini sekitar 41 persen penduduk sudah tercakup dalam Jamkesmas, dan 8 persen lainnya terlindungi dengan asuransi lain.

Namun demikian, pemerintah setempat dan dinas kesehatan agaknya menganggap hal itu belum cukup. Pada Februari 2012 lalu, Provinsi Lampung yang menggandeng PT Askes (Persero) meluncurkan program Jamkesta yang memberi jaminan kesehatan untuk sekitar 51 persen penduduk yang belum tercakup dalam asuransi kesehatan apapun. Dengan demikian Lampung menjadi daerah kelima yang memulai program Jamkesta setelah Sumatra Selatan, Aceh, Bali, dan Sulawesi Selatan.

Jamkesta merupakan implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional yang telah diatur dalam UU No. 40/2004. Dalam UU tersebut, diatur lima program jaminan sosial.

Kesehatan adalah satu di antaranya (lihat bagan “Sistem Jaminan Sosial Nasional”).

Di Provinsi Lampung, jaminan kesehatan ini hanya berlaku untuk perawatan kelas III dan berfungsi secara bertahap, yakni hasil rujukan dari puskesmas ke rumah sakit kabupaten, dan dari situ ke RSUD Abdul Moeloek jika memang dibutuhkan. Menurut dr. Reihana, M.Kes., Kadinkes Prov. Lampung, caranya pun mudah, “Kalau mau berobat jalan, pasien cukup membawa KTP. Untuk rawat inap, pasien harus membawa kartu keluarga, surat rujukan dari puskesmas, dan surat pernyataan tidak memiliki asuransi kesehatan apa pun.”

Kebijakan ini tentu patut diapresiasi, terutama bila melihat beberapa pekerjaan rumah Dinkes Prov Lampung yang masih tertinggal. Di bidang pemberantasan malaria, misalnya. Meski program eliminasi telah berlangsung dan memberikan hasil menggembirakan, empat kabupaten termasuk Lampung Barat masih perlu mendapat perhatian. Apalagi nanti pada

2013, dana Global Fund yang selama ini menjadi tulang punggung, tak lagi mengucur (baca: “Melengkapi Wajah Malaria di Sumatra”).

Demikian juga dengan masalah kesehatan ibu dan anak. Saat ini Lampung tercatat sebagai satu di antara 20 daerah yang bermasalah dalam hal kesehatan ibu dan anak. AKI provinsi Lampung sejak 2009 terus meningkat dari 122 kasus pada 2009, 144 kasus pada 2010, dan 132 kasus sampai November 2011. Kendati gambaran suram ini, upaya-upaya kecil namun nyata sesungguhnya bisa kita jumpai di wilayah ini. Kemitraan antara dukun dan bidan desa di Buay Nyerupa, Lampung Barat, misalnya bisa menjadi contoh (baca: “Bersama Menanti Kelahiran”).

Menurut IPKM 2007, Lampung menempati urutan ke-12. Tapi kesehatan tidak berhenti pada angka. Keberadaan Jamkesta jelas diperlukan, dan upaya berbagai pihak patut terus diperbaiki agar peringkat tetap bertahan atau bahkan membaik. n

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM56

Page 57: Mediakom36

UU 24/2011 TENTANG BPJS(BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL)

I. JUMLAH DAN RUANG LINGKUPMembentuk 2 BPJS: • BPJS Kesehatan: Program Jaminan Kesehatan;• BPJS Ketenagakerjaan: Program Jaminan Pensiun,

Jaminan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja, dan Jaminan Kematian

II. BENTUK DAN KEUDUDKAN• BPJS merupakan Badan Hukum Publik• BPJS bertanggungjawab langsung kepada Presiden

III. FUNGSI DAN TUGASBPJS berfungsi menyelenggarakan program jaminan sosial.

Tugas BPJS :• Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan

pemberi kerja;• Menerima bantuan iuran dari pemerintah;• Mengelola dana jaminan sosial yang berasal dari iuran

untuk kepentingan peserta; • Mengumpulkan dan mengelola data peserta program

jaminan sosial;• Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan

kesehatan;• Memberikan laporan mengenai penyelenggaraan

program Jaminan Sosial kepada Presiden; dan• Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan

program Jaminan Sosial.

IV. DEWAN PENGAWAS DAN DIREKSI• Dewan Pengawas dan Direksi berasal dari unsur

profesional• Dewan Pengawas adalah organ BPJS yang bertugas

melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengurusan BPJS oleh Direksi dan memberikan nasihat kepada Direksi dalam penyelenggaraan Program Jaminan Sosial.

• Direksi adalah organ BPJS yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan BPJS untuk kepentingan BPJS, sesuai dengan asas, tujuan, dan prinsip BPJS serta mewakili BPJS, baik di dalam maupun di luar pengadilan.

V. TRANSFORMASI• Tidak boleh ada Pemutusan Hubungan Kerja dan tidak

boleh ada penghilangan hak-hak normatif dari karyawan. • Tidak boleh merugikan peserta lama yang mengikuti

program jaminan sosial. • Tidak boleh ada program terhadap peserta lama yang

stagnan atau terhenti. Pelayanan terhadap peserta lama tidak boleh terhenti.

• Satu peserta hanya membayar satu kali untuk setiap program.

• Pemerintah diamanatkan untuk menyelesaikan seluruh peraturan pelaksanaan yang diperlukan terkait persiapan pendirian dan operasional BPJS Kes dan BPJS Ketenagakerjaan

• Ada kepastian dalam investasi yang saat ini sedang berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

• Proses pengalihan aset kepada aset BPJS dan aset dana jaminan sosial dilakukan dengan prinsip kehati-hatian.

BPJS oleh Direksi dan memberikan nasihat kepada Direksi dalam penyelenggaraan Program Jaminan Sosial. Direksi adalah organ BPJS yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan BPJS untuk kepentingan BPJS, sesuai dengan asas, tujuan, dan prinsip BPJS serta mewakili BPJS, baik di dalam maupun di luar

Tidak boleh ada Pemutusan Hubungan Kerja dan tidak boleh ada penghilangan hak-hak normatif dari karyawan. Tidak boleh merugikan peserta lama yang mengikuti

Tidak boleh ada program terhadap peserta lama yang stagnan atau terhenti. Pelayanan terhadap peserta lama

Satu peserta hanya membayar satu kali untuk setiap

Pemerintah diamanatkan untuk menyelesaikan seluruh peraturan pelaksanaan yang diperlukan terkait persiapan pendirian dan operasional BPJS Kes dan

Ada kepastian dalam investasi yang saat ini sedang berjalan sesuai dengan peraturan

Proses pengalihan aset kepada aset BPJS dan aset dana jaminan sosial dilakukan dengan prinsip kehati-hatian.

JUNI 2012> Perpres Jamkes> PP PBI (Penerima Bantuan Iuran)

2013> Seleksi Pimp BPJS

(Dewas, Direksi)> Regulasi pemberian

modal awal> Penyesuaian regulasi

terkait jamkes

2013> Semua pengelola

Jamkes menyiapkan penyerahan peserta, aset, SDM

>Penetapan RT penerima bantuan iuran

1 JANUARI 2014> BPJS

penyelenggara program jaminan kesehatan mulai beroperasi

> BPJS dapat menerima peserta baru dari masyarakat yang belum mempunyai jaminan

I. AZAS, TUJUAN, PRINSIP SJSN > Azas : kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial.> Tujuan : memberi jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak.> Prinsip : Gotong-royong, Nirlaba, Keterbukaan, Kehati-hatian, Akuntabilitas,

Portabilitas, Kepesertaan bersifat wajib. Dana Amanat, Hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial sepenuhnya untuk pengembangan program.

UU 40/2004 TENTANG SJSN(SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL)

II. BPJS> Pembentukan BPJS

dengan Undang-Undang

III. DJSN> Pembentukan DJSN;> Fungsi, Tugas, Wewenang DJSN;> Keanggotaan DJSN dan Sekretariat DJSN.

V. PROGRAM JIMANAN SOSIIAL> Jenis program jaminan sosial meliputi:

> Jaminan Kesehatan;> Jaminan Kecelakaan Kerja;> Jaminan Kematian;> Jaminan Pensiun; dan> Jaminan Hari Tua

VI. PENGELOLAAN DANA JAMINAN SOSIAL> Dana Jaminan Sosial dikelola dan dikembangkan oleh BPJS;> Subsidi silang antar dana jaminan tidak diperbolehkan;> Cadangan teknis wajib dibentuk oleh BPJS;> Pengawasan terhadap pengelolaan keuangan BPJS

dilakukan oleh instansi berwenang.

IV. KEPERSERTAAN DAN IURAN> Dana Jaminan Sosial dikelola dan dikembangkan oleh BPJS;> Subsidi silang antar dana jaminan tidak diperbolehkan;> Cadangan teknis wajib dibentuk oleh BPJS;> Pengawasan terhadap pengelolaan keuangan BPJS

dilakukan oleh instansi berwenang

Tahapan Pelaksanaan BPJS Kesehatan

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 57

Page 58: Mediakom36

Sementara geliat perlawanan di Sumatra bagian tengah masih terengah, Lampung nampaknya hendak membentengi dari ujung selatan.

Melengkapi wajah malaria di Sumatera dengan optimisme.

MELENGKAPI WAJAH MALARIA

DI SUMATRA

TREN DANA APBD DAN BANTUAN GLOBAL FUNDProvinsi Lampung, 2008 - 2012

Endah Setyaningrum, dosen Biologi di Universitas Lampung, antusias sekali mengisahkan berbagai penelitian malaria yang dilakukannya di bagian selatan Lampung. Ia hafal jenis-jenis Anopheles yang terdapat di sana. Risiko terkena malaria berikut perjalanan bolak-balik berjam-jam dengan perahu yang mengangkut penduduk dari satu titik ke titik lain tak membuatnya risau. Bersama mahasiswa dan koleganya ia rajin melancong ke kawasan tambak terlantar, salah satu

habitat nyamuk biang malaria.

Penelitian di Kabupaten Pesawaran, misalnya, menangkap lima jenis Anopheles. Salah satu jenisnya, yaitu An. nigerimus, mempunyai nilai MHD (man hour density) tertinggi yaitu 1,5. Artinya, kemungkinan manusia digigit nigerimus adalah 1,5 kali dalam satu jam. Penelitian yang lain menunjukkan bahwa kepadatan larva tertinggi ada di tambak yang paling minim memiliki hewan akuatik dan predator. Faktor fi sik dan kimia seperti suhu air, oksigen terlarut dan kedalaman air juga berkorelasi erat

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM58

Page 59: Mediakom36

dengan kepadatan larva Anopheles. Perilaku menggigit para punggawa Anopheles tak lepas dari pengamatan para peneliti nyamuk dari dalam dan luar Lampung. Di dalam atau di luar rumah, jam berapa mereka paling aktif menggigit, terekam dengan baik. Nyamuk dan malaria telah menjadi obyek yang tak habis digandrungi para ilmuwan. Dan kemeriahan itu salah satunya digerakkan oleh gaung program nasional “Gebrak Malaria”. Dari ujung ke ujung, Sumatera menawarkan eksotisme kisah memberantas malaria. Ada yang terengah, tapi ada juga yang telah bisa sedikit bernafas lega.

Tambang timah rakyat di Bangka Belitung tak hanya melahirkan keindahan kisah Laskar Pelangi, namun juga belenggu panas mengigil di kalangan masyarakat. Hamparan hutan dan perkebunan menyimpan harta tambahan perindukan nyamuk. Keindahan pesisir yang kebanyakan masih perawan di banyak tempat kemolekannya menyimpan mantra malaria.

Sabang yang terpisah di ujung utara, justru sebaliknya. Negeri di ujung utara Nusantara ini telah bebas malaria. Provinsi Aceh secara wilayah juga telah maju di depan, dengan bertekad meredam hegemoni malaria lebih cepat dari target pusat. Syarat-syarat terwujudnya predikat Eliminasi terus diperjuangkan, termasuk telah lolosnya Qanun Aceh nomor 4 tahun 2010 tentang Eliminasi Malaria.

Lampung nampaknya juga hendak membentengi dari ujung selatan. Melengkapi wajah malaria di Sumatera dengan optimisme.

Sejak program malaria lebih intensif digelar dengan dukungan Pusat dan kucuran dana Global Fund di 2008, perbaikan situasi malaria di Lampung terlihat cukup mencolok. Kemeriahan “Gebrak Malaria” berhasil menggebrak berbagai kalangan. Tak kurang Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, Tjandra Yoga, mengulas hal ini dalam konferensi pers menyambut kunjungan duta malaria dunia, Princess Astrid dari Belgia, April lalu. Menurutnya, salah satu keberhasilan Lampung adalah

“sudah terbentuk semacam forum lintas sektor dan lintas program untuk bersama-sama menanggulangi malaria.”

Data Annual Malaria Incidence (AMI) menunjukkan penurunan dari 6,4 per mil (2008) menjadi 4.8 per mil pada 2011, sedangkan angka Annual Parasite Incidence (API) turun dari 1 per mil menjadi 0,62 per mil pada tahun yang sama.

Laporan Dinas Kesehatan Provinsi Lampung mengklaim dukungan pemerintah daerah yang meningkat dari tahun ke tahun, dalam bentuk komitmen anggaran. Alokasi APBD untuk pemberantasan malaria sebesar Rp. 525.186.900 pada 2008, meningkat tajam dengan gelontoran sebesar Rp.1.840.926.000 pada 2011. Tren ini memenuhi harapan Global Fund yang mengasumsikan saat bantuan hibah berakhir, program malaria sudah dapat berjalan dengan dana APBD.

Namun betulkah demikian? Waktu akan membuktikan. Waktu yang tak lama lagi, karena hanya satu tahun lagi GF akan menyapih balitanya memerangi malaria sendiri. Jangan sampai kerelaan merogoh kocek sendiri hanya momen terkesima membalas ‘gula-gula’ yang dibawa tamu yang baik hati. Nor Ayu, Kasi Pengendalian Penyakit Dinkesprov Lampung yang sehari-hari bergumul dengan malaria, memikirkan kelangsungan program ini pasca GF. “APBD tetap mendukung, tapi arahnya lebih banyak ke logistik. Untuk support program (pelatihan petugas, surveilans, insentif, pengembangan program, dsb) masih memerlukan perhatian pusat maupun internasional.”

Tak seperti Aceh, Lampung hingga saat ini belum meloloskan Perda Eliminasi Malaria, yang seharusnya akan dapat memberi dukungan lebih pada kelanjutan program. Informasi dari Pusat, exit strategy telah disusun oleh tim Kementerian Kesehatan bersama Global Fund. Namun jujur saja, keyakinan realisasinya di lapangan tak sebesar pemikiran dan kesepakatan. Harus ada upaya lebih keras dari sekedar business as usual. Jika tidak, program ini bisa terjebak pada gaya hit and run banyak proyek sebelumnya. Pengalaman dan kearifan lokal adalah guru pendiam yang harus didengarkan. n

“sudah terbentuk semacam forum lintas sektor dan lintas program untuk bersama-sama menanggulangi malaria.”

Data Annual Malaria Incidence (AMI) menunjukkan penurunan dari 6,4 per mil (2008) menjadi 4.8 per mil pada 2011, sedangkan angka Annual Parasite Incidence (API) turun dari 1 per mil menjadi 0,62 per mil pada tahun yang sama.

Laporan Dinas Kesehatan Provinsi Endah Setyaningrum

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 59

Page 60: Mediakom36

“Bidan ini yang membantu kelahiran semua anak saya, tiga-tiganya. Sejak Bidan masih gadis. Anak saya nomor dua lahir barengan dengan anak pertama Bidan,” Zakaria (38) bersemangat bercerita. Semua nampak sehat dan ceria. Zakaria sang kepala keluarga, Hidayati (36) sang isteri, anak pertama (10) dan anak kedua (6), hari itu nampak santai saja berkumpul menunggu kelahiran buah hati yang ketiga.

Menanti Kelahiran bersama Dukun dan Bidan

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM60

Page 61: Mediakom36

Periksa Jelang Persalinan

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 61

Page 62: Mediakom36

Di ruang tamu rumah panggung berlantai kayu coklat tua yang bersih dan lapang telah hadir sang bidan, Leni Meilinda. Selain itu, seorang perempuan setengah baya berkain sederhana hadir cukup menonjol. Dialah Nenek Azmiati (64), dukun bayi yang sangat dikenal penduduk. Akrab, bersahaja dan memancarkan kekuatan jiwa. Dialah partner kerja yang handal dari para bidan di wilayah itu.

Nek Azmiati telah menjadi dukun bayi lebih dari tiga puluh tahun. “Wilayah kerja”nya melewati batas Puskesmas. “Ke mana-mana saya ini. Kemarin sore di Tapaksiring. Saya dipanggil jam sembilan. Jam tiga sore bayinya lahir. Bidan di sana namanya Dita. Begitu saya sampai, panggillah Dita, kata saya.”

Keceriaan, kecekatan dan kesederhanaannya sungguh menyentuh. Siapapun akan merasa aman dan nyaman di dekatnya. Perasaan seperti itu tak akan mudah digantikan dengan fasilitas atau sistem yang lebih modern. Kekuatan jiwanya sepertinya sudah gifted, selain ditempa pengalaman panjang tentunya.

Nenek Azmi seperti jembatan emas antara era lama dan era baru persalinan. Jembatan yang datang justru dari era lama. Menakar nilai baik tentu tak dapat dilakukan dengan dikotomi ‘lama’ dan ‘baru’ begitu saja. Meskipun slogan besarnya adalah ‘persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan’, namun di lapangan prosesnya tak boleh abai budaya dan kondisi setempat. Pada setiap

Puskesmas Buay Nyerupa

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM62

Page 63: Mediakom36

implementasi, tak ada cara yang one fits all. Apalagi di negeri yang begitu beragam adat istiadatnya. Keinginan untuk me-’revolusi ‘ praktek persalinan, seperti terjadi di beberapa tempat, bisa menimbulkan konflik dan bom waktu. Padahal persalinan adalah sakral. Tentunya pemahaman dan kearifan lokal lah yang harus dimanfaatkan. Di banyak tempat dukun bayi tak punya lagi generasi penerus. Nenek Azmi tak pernah tahu ada dukun bayi setelah generasinya. “Tak tahulah, tinggal saya. Kebanyakan sudah tua, sudah meninggal,” ujarnya.

Tenang PikiranHubungan yang lebih memudahkan satu sama lain membuat kolaborasi Leni dan Nenek Azmi menyenangkan. “Ringan perasaan. Gak panik lagi. Kalau sendiri, panik tuh. Saya ini

kalau mau ada ibu melahirkan, bersama bidan, tenang pikiran. Ibaratnya beban, sudah ringan,” meluncur saja cerita Azmiati.

Bidan Leni menimpali, “Dia tuh nggak pernah nolak kalau dipanggil. Tengah malam juga berangkat dia.“ Dukun Azmi menambahkan, “Bagaimanapun juga saya berangkat. Hujan deras juga, pasti berangkat saya.”

Azmiati lebih jauh menjelaskan bahwa dia selalu melakukan pemeriksaan sejak awal kehamilan bersama dengan bidan. Kalau ada keluhan, panggil bidan. Begitupun pada waktu menjelang persalinan. Biasanya penduduk akan memanggil Azmiati terlebih dulu. “Sebelum saya periksa, harus panggil bidan dulu. Berapa lamanya, tensi darahnya, dsb. Kalau belum waktunya melahirkan, bidan pulang, saya yang nunggu.”

JampersalWaktu ditanya apakah tahu Jampersal, dia menjawab “Tahu. Persalinan Gratis.” Biar pasiennya tidak sungkan-sungkan memanggil bidan, hal itu yang pertama dia kasih tau. “Soalnya banyak pasien yang takut-takut kalau mau panggil bidan, takut biayanya, takut bayar.” “Itu kan gratis. Sekarang kan semua gratis. Pakai KTP, KK, ke Posyandu. Saya juga ngasih tahu.”

Bidan Leni serius mengikuti cerita Nenek Azmi yang seperti mewakili perannya. Sekali-sekali dia mengangguk-angguk. Hidayati, sang ibu hamil, yang ternyata masih harus menunggu beberapa jam lagi untuk melahirkan ikut bergabung. Jampersal menampakkan wajahnya yang ramah di ruangan itu. Sungguh membuat perbedaan. Tak apa ada kendala sedikit-sedikit, seperti terbersit dalam kalimat Bidan Leni, “Ya, jumlah biayanya naik, sejak Januari. Tapi klaimnya baru dibayar akhir Maret.” n

Bidan Leni dan Dukun Asmiati

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 63

Page 64: Mediakom36

POTRET

Wamenkes:

Orang miskin sakit, dilarang bayar

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM64

Page 65: Mediakom36

Apa yang menjadi prioritas Kementerian Kesehatan saat ini ?Kemenkes mempunyai 8 program prioritas. Tapi dari prioritas itu ada yang lebih prioritas lagi, yakni terkait dengan tantangan untuk mencapai target MDG’s. Diantara prioritas diantaranya, penyakit menular, penyakit tidak menular. Dari yang diprioritas, bagaimana menurunkan angka kematian ibu ? Itu tidak mudah dan perlu waktu. Sebab itu, perlu terobosan-terobosan mencapai prioritas itu.

Apa contoh terobosan itu ? Sebagai contoh, kerjasama dengan Telkom. Ibu hamil sebagai pengguna program jampersal, dapat berkonsultasi lewat sms atau telpon. Contohnya saja telpon ke 119, kemudian Telkom menghubungkan dengan rumah sakit. Bila dalam keadaan emergensi, ambulans sudah siap, langsung datang ke alamat rumah penelpon atau sms tadi.Tapi, tidak hanya untuk ibu yang akan melakukan persalinan, juga untuk keadaan lain seperti stroke dan kecelakaan. Hanya, utamanya untuk Ibu hamil. Tentu tidak cukup disitu. Bagaimana memilih program untuk zero persalinan di rumah. Mengapa di Indonesia tantangan terbesar itu adalah angka kematian ibu ? Karena 40% ibu hamil melakukan persalinan di rumah. Meskipun, 80-90% persalinan dilakukan tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan. Tapi waktu bersalin yang keadaannya bermasalah malah di rumah. Maka, wacanaya bagaimana program zero persalinan di rumah.

Bisa dijelaskan mengapa masyarakat cenderung bersalin di rumah?Salah satunya, di rumah itu murah, ayem, tentram, karena dekat keluarga. Paradigma ini harus diubah. Singapura, melarang bersalin di rumah, di klinik saja tidak boleh, tapi harus di rumah sakit. Hanya saja, Singapura kecil, jadi lebih mudah. Di Malaysia juga melarang bersalin di rumah. Indonesia juga mengarahkan ibu hamil bersalin harus di fasilitas pelayanan kesehatan.Berhubung wilayah Indonesia berpulau-pulau, semacam telemedicine ini penting. Untuk mempermudah mobiltas dari pulau ke pulau. Hanya saja, justru angka kematian ibu itu terjadi bukan di pulau-pulau, tapi di pulau Jawa, bukan di Papua. Paling banyak di Jawa Barat.

Kalau dirunut, kira-kira apa penyebabnya ? Biasanya kematian ibu karena faktor 3 T ( 3 keterlambatan ). Terlambat dalam mengambil keputusan. Untuk memutuskan melahirkan dimana ? keluarga baru itu susah, banyak pertimbangan. Ada yang bermasalah dengan uangnya. Ada yang harus bertanya ke mertua, apalagi hidup di mertua. Hal ini sering terjadi di pedesaan.

Setelah diputuskan, ternyata ke dukun, kemudian ada komplikasi dan terlambat merujuk. Setelah terlambat tidak ada transportasi, akhirnya terlambat lagi ke RS. Setelah sampai di RS, ternyata dokter spesialisnya tidak ada. Kalaupun dokternya ada, sudah terlambat, meninggal. Persediaan darah tidak ada. Sebetulnya tidak terlalu sulit, yang sulit itu untuk membuat keputusannya. Membuat keputusan itu perlu memberdayakan orang dan keuarga untuk berani dan tahu kira-kira persalinannya atau kehamilannya ini berbahaya atau tidak. Sehingga mereka dengan cepat mengambil keputusan. Kalau ada ciri-ciri kehamilannya berbahaya, mereka bersalin tidak ke dukun dan di rumah. Ke bidan saja tidak boleh harus ke Rumah Sakit.

Menghadapi 3 T tadi, apa solusi yang ditawarkan program ?Memberdayakan Ibu dengan berbagai macam caranya mulai dari every mother every child, itu harus diperhitungkan. Ada gerakan sayang ibu, Bapak harus sayang ibu, keluarga harus memerhatikan ibu. Ini kan terbalik, ibu disuruh macam-macam.

Nah ini kan susah, bagaimana merubahnya ?Ya susah, jadi harus informal, dan harus ada edukasi bagaimana ciri-ciri orang yang bersalin yang memiliki risiko. Contohnya kalau kakinya bengkak, pendarahan, pucat, dia harus tahu. Ini 3 tanda bahaya kehamilan, dan harus ambil keputusan cepat. Kalau tahu seperti ini harus ke rumah sakit.Bagaimana melatih kecepatan mengambil keputusan ?Perlu edukasi masyarakat, pemberdayaan yang luar biasa

Untuk spesifik Jawa Barat, ada pengalaman bagaimana memberdayakan ?Jadi memberdayakan masyarakat melalui berbagai macam gerakan persalinan. Iklan TV harus mendidik, mereka harus tahu

Jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin telah menginspirasi pemerintah daerah mengeluarkan jaminan kesehatan daerah dengan berbagai nama dan pruduk. Hanya saja, masih ada masyarakat miskin yang belum terkaver jaminan kesehatan. Nah bagaimana solusi dan program prioritas yang menjadi unggulan Kementrian? Berikut wawancara dengan Wamenkes. Prof.dr. Ali Ghufron Mukti, Msc, Ph.D

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 65

Page 66: Mediakom36

prosedurnya dan memanfaatkannya. Tidak boleh orang bersalin itu bayar.

Selain menurunkan angka kematian ibu, apalagi yang menjadi program unggulan ?Meningkatkan akses pelayanan kesehatan, jadi akses pelayanan itu sangat penting. Membangun infrastruktur yang memiliki kebijakan yang memihak pada orang tidak mampu. Sebetulnya, orang-orang mampu, umumnya sudah memikirkan bagaimana menjaga kesehatan dan kemana berobat. Maka, perhatian kepada masyarakat yang tidak mampu. Jadi kalau dulu ada orang yang mengolok-olok, ada buku “orang miskin dilarang sakit”, sekarang program dibalik “Orang miskin kalau sakit, dilarang bayar”.

Artinya, sehat atau sakit orang miskin dilarang bayar ?. Oh jangan, usahakan tidak sakit. Jika, terpaksa sakit, orang miskin dilarang bayar. Ini untuk merubah mind set bahwa orang miskin dilarang sakit. Kalau bisa orang miskin, bukan orang miskin saja, orang kaya juga jangan jatuh sakit. Tapi kalau terpaksa jatuh sakit, orang miskin dilarang bayar. Mohon ma’af yang biasanya sakit umumnya orang tidak mampu. Kalau orang mampu sakitnya beda, bukan angka kematian ibu. Meski ada juga, namun proporsinya kecil. Kematian anak umumnya pada kelompok ekonomi yang kurang dan pendidikan yang rendah.

Kemudian terkait dengan BPJS, apakah medukung pencapaian MDGs ?Jelas, intinya BPJS itu hanya Badannya. Intinya bagaimana badan ini, yang sekarang ada dua, BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Mereka melaksanakan tugas bagaimana mengumpulkan dana, mengembangkan, mengelola, administrasi dan membagikan kartu yang lebih efisien. Lebih penting lagi, masyarakat mempunyai akses pelayanan kesehatan. Sebab, kalau masyarakat dijamin tapi tidak bisa akses, tak bisa datang dan tidak memanfaatkan, menjadi tidak bermakna jaminan itu. Sebab, bagi orang miskin, waktu itu sangat berharga, apalagi yang betul-betul miskin, karena tiap hari taruhannya makan atau tidak makan. Jadi kalau hanya sakit pusing-pusing, dia tetap kerja. Artinya meski dijamin, dia tidak menggunakannya.

Sebab, orang miskin membuang satu hari, tidak makan ?.Betul, basic need itu sangat mempengaruhi. Mereka pasti menghitung. Kalau aksesnya panjang, aksesnya jauh, dia harus berjalan puluhan kilo, naik angkot, harus bayar, dan disana diobati dan obatnya bayar lagi. Belum transportnya yang lebih besar di daerah-daerah tertentu. Maka, mereka memilih tidak memakai walaupun dijamin. Jadi istilahnya program BPJS itu harus betul-betul harus bisa meningkatkan akses dan menghilangkan financial barier. Tentu dalam BPJS ini nanti, bukan hanya mengumpulkan uang, tapi juga sebagai awal dari reformasi sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Baik dari sisi mutu dan

pengawasannya. Sehingga aksesnya bisa meningkat, efisien dan efektif. Tapi yang lebih penting lagi sebetulnya, sistem jaminan ini sekali lagi lalu sebagai sebuah reformasi sistem jaminan kesehatan, kemudian berdampak pada peningkatan derajat kesehatan. Derajat kesehatan masyarakatnya meningkat, umurnya lebih panjang tidak, angka kematian, kesakitan dan angka kematian ibu turun. Jadi, BPJS sebuah alat untuk pengembangan sistem menuju masyarakat sehat. Oleh karenanya jangan salah pengertian, nanti ada BPJS berarti kalau sakit dijamin. Kalau begitu sakit saja nanti masuk RS dan sembuh. Itu salah besar. Itu yang dikhawatirkan. Sebab, banyak pemerintah daerah mengira alokasi dana untuk alokasi jaminan saja. Sehingga orang menjadi careless tidak seksama menjaga kesehatannya. Padahal “menjaga orang sehat tetap sehat”, lebih penting.

Karena masyarakat mendapat jaminna kesehatan, maka banyak yang berbondong-bondong ke Rumah Sakit, sementara kapasitasnya terbatas. Apakah infrastrukturnya sudah siap ?Iya, makanya dipersiapkan infrastruktur. Kemenkes menyiapkan fasilitas pelayanan kesehatan dan infrastruktur, termasuk sistem informasinya, semua harus dipersiapkan. Sudah memetakan, paling tidak harus mepunyai 237 ribu tempat tidur secara nasional. Sekarang, sudah mempunyai lebih dari 200 ribu tempat tidur. Jadi kurang sekitar 37 ribu. Tapi di Jawa Barat kekuranganya paling banyak, karena penduduknya paling besar.

Kalau fokus di Jawa Barat, kemudian ada perubahan yang signifikan sebenarnya sudah banyak mendongkrak perubahan ? Iya tapi nanti sistemnya bagaimana ?. Memang tidak mudah karena orang sering menyebut daerah bermasalah kesehatanseperti Papua, NTT. Tapi real number jumlah orang mati, Ibu mati, anak mati, itu di Jawa. Karena itu, menngitungnya proporsi. Contoh di NTB itu kurang lebih sekitar 300-400 kematian ibu per 1000. setiap 100.000 itu ada sekian, tetapi yang faktanya masih banyak di Jawa.

Dari seluruh program, ada preventif, kuratif, rehabilitatif, nah semua itu harus dalam suatu rangkaian. Kalau kemudian diprioritaskan sekarang ini dengan budget yang ada, mana yang lebih diutamakan?Menuju kepada suatu target yang fokus dan jelas; pertama pengurangan angka kematian ibu dan anak, gizi kurang. Kedua; peningkatan akses, pembangunan infrastruktur, membangun puskesmas. Ketiga, memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat. Seperti PHBS, agar masyarakat mandiri berperilaku hidup sehat. Contohnya untuk bisa sehat harus istirahat yang cukup, olah raga teratur,makan pada waktunya tidak berlebih dan tidak kurang. n ( Pra, Desy)

POTRET

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM66

Page 67: Mediakom36

SIAPA DIA

Selama ini masyarakat mengenal sosok, Soraya Haque (47), sebagai mantan peragawati, model dan aktris sinetron. Namun, hanya sedikit yang mengetahui jika Soraya juga terlibat aktif dalam berbagai kegiatan sosial, terutama yang berhubungan dengan kesehatan, pendidikan dan anak-anak.

“Dalam hidup ini saya telah melalui beberapa fase, yah sebagai model, presenter, penulis, ibu rumah tangga, pemain sinetron, dan banyak lainnya. Kini, saya ingin mengabdikan diri bagi masyarakat. Saya ingin mentransfer pengetahuan yang saya punya, agar setidaknya masyarakat bisa menjadi lebih baik,” kata Soraya. Minimnya kesadaran masyarakat mengenai kesehatan dan pendidikan, membuat ibu dari tiga orang anak ini merasa prihatin. Namun, ia bersyukur anak-anak dan keluarganya berada dalam kehidupan sejahtera.

“Jika saya terjun langsung ke lapangan, semua atribut sebagai seorang artis saya lepas. Saya hanya ingin menerjemahkan bahasa kesehatan dengan cara mudah, misalnya jaga kesehatan dengan cuci tangan. Itu kan hal mudah, tapi tetap saja sulit untuk dilakukan,” kata Aya yang berharap aksinya ini bisa memberikan dampak baik bagi kehidupan bangsa. n

Soraya Haquepeduli Kesehatan

Artika Sari Devi Hypnosis Buah HatiArtika Sari Devi punya cara tersendiri mendidik anak. Artika melakukan hypnosis untuk buah hatinya, Sarah Ebiela Ibrahim. Hypnosis merupakan ilmu yang diterapkan untuk memberikan pengaruh yang baik untuk anak dengan cara memberi sugesti positif pada anak. “Saya belajar hypnosis ini dari buku. Ternyata setelah saya baca, saya dan mungkin semua orang tua dimana saja mereka sudah melakukan hypnosis pada anaknya. Ada saat-saatnya kapan anak mendapat pengaruh-pengaruh yang positif dari orang tuanya dan bagaimana cara kita memberikan hypnosis ini ke anak,” terang Artika di sela peluncuran buku Hypnoparenting, di Jakarta . Artika menuturkan melalui metode hypnosis tersebut merasa banyak hal positif yang ditemukan pada sang anak yang kini berusia 2 tahun. Ia dan anaknya jadi terbiasa berkomunikasi. “Apabila dia protes atau ada penolakan dari dia aku ajak bicara, ngobrol dan ternyata itu lebih efektif daripada kita menyudahi dengan sudahlah mengalah,” imbuhnya. Penerapan hypnosis terhadap anak tersebut rupanya mendapat dukungan penuh dari sang suami, Baim. “Kami sangat setuju karena ilmu ini lebih memberikan contoh. Dengan Bahasa yang universal, adalah bahasa kasih sayang. Jadi di sini mengajarkan bagaimana komunikasi dengan kasih sayang. n

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 67

Page 68: Mediakom36

RESENSI

Dalam buku Petunjuk Pelaksanaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Program Bina Gizi dan KIA dijelaskan 2 (dua) alokasi dana bantuan yaitu: 1) Dana Dekonsentrasi, yang digunakan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan di bidang kesehatan dengan prioritas Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak; dan 2) Dana Tugas Pembantuan, untuk mendukung

sarana dan prasarana kesehatan dan pelaksanaan kegiatan Bantuan Operasional Kegiaan (BOK) di Kabupaten/Kota. Program Bina Gizi dan KIA ini merupakan kelanjutan dari program upaya kesehatan masyarakat dan program perbaikan gizi masyarakat, yang setiap tahun dialokasikan melalui APBN dalam bentuk dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Dana tersebut sebagai salah satu sumber pelaksanaan program di daerah disamping dana APBD, dana perimbangan dan sumber lainnya, sehingga diharapkan akan memacu pencapaian program sesuai dengan kewenangan setiap jenjang.

Pemerintah Pusat dalam upaya tersebut tidak sebatas menyediakan dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan bagi pelaksanaan program di daerah tetapi masih banyak dukungan pendanaan lain seperti APBN, Jamkesmas, Jampersal, dan lainnya.

Diharapkan dengan diterbitkannya Buku Petunjuk Pelaksanaan ini dapat memberikan acuan bagi pelaksanaan kegiatan Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak yang bersumber dari dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan tahun anggaran 2012 di dalam mendukung pencapaian sasaran pembangunan. n

Kesiapan industri kosmetika di Indonesia patut didukung dan didorong untuk menjawab tantangan perubahan ini. Keseluruhan kesiapan ini, tentunya harus didukung dengan kesiapan sIstem, perangkat regulasi dan pedoman pelaksanaannya.

Pedoman ini merupakan salah satu upaya merespon adanya perubahan dalam Izin Produksi Kosmetik, yaitu dengan adanya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indoesia Nomor: 1175/Menkes/Per/VII/2010 tentang Izin Produksi Kosmetika.

Penyusunan buku ini dimaksudkan sebagai petunjuk pelaksana izin produksi kosmetik bagi pelaku usaha, dan juga merupakan upaya untuk menjamin pelaksanaan pelayanan prima kepada masyarakat sebagai wujud dari penerapan prinsip-prinsip clean and government good governance secara universal.

Semoga pedoman ini dapat digunakan sebagai acuan bagi petugas kesehatan pusat dan daerah, pelaku usaha yang melaksanakan Pelayanan Perizinzn Industri Farmasi. n

Judul : Petunjuk pelaksanaan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan program bina gizi dan KIAImpresum : Jakarta; Kementerian Kesehatan RI; Ditjen Bina Gizi dan KIA,- 2012Kolasi : xxix, 217 hlm. ; 12 x 16 cm.Subyek : 1. HEALTH POLICY 2. HEALTH PLANNING 3. BUDGETS

Judul : Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Pelayanan Izin Produksi KosmetikaImpresum : Jakarta; Kementerian Kesehatan RI; Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,2011Kolasi : xii, 45 hal; 21 x 16 cmSubyek : 1. COSMETICS 2. QUALITY CONTROL 3. HEALTH MANPOWER

Pedoman pelaksanaan pelayanan izin produksi kosmetika

Petunjuk pelaksanaan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan program bina gizi dan KIA

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM68

Page 69: Mediakom36

1. Apa yang dimaksud dengan BOK (Bantuan Operasional Kesehatan)?

2. Apa yang dimaksud dengan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)?

3. Apa yang dimaksud dengan upaya promotif dan preventif ? jelaskan perbedaannya ?

Jawaban diterima Redaksi paling lambat minggu keempat bulan Agustus 2012. Nama pemenang akan diumumkan di Mediakom edisi XXXVII Sept 2012. 10 Pemenang MediaKuis masing-masing akan mendapat hadiah dari Mediakom. Hadiah pemenang akan dikirim melalui pos.

Redaksi Mediakom mengucapkan permohonan maaf, dikarenakan ada kendala teknis, maka PEMENANG Media Kuis Edisi XXXV April 2012 akan di umumkan pada edisi XXXVII Sept 2012.

Jawaban dapat dikirim melalui:Email : [email protected] : 021 - 52907421Pos : Pusat Komunikasi Publik, Gedung Kemenkes Jl. HR. Rasuna Said Blok X5, Kav. 4-9, Jakarta Selatan

Kuis ini tidak berlaku bagi Keluarga Besar Pusat Komunikasi Publik Kemenkes RI.

Kirimkan jawaban kuis dengan mencantumkan biodata lengkap (nama, alamat, kota/kabupaten, provinsi, kode pos dan nomor telepon yang mudah dihubungi).

PEMENANG MEDIA KUISEDISI XXXV April 2012

MEDIA KUIS

Kendaraan khusus Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PPTM) mulai dirancang dan dikirim ke beberapa Provinsi sejak Tahun 2007, satu tahun setelah dibentuknya Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Direktorat Jenderal Pengendalian Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,

Departemen Kesehatan.

Kendaraan khusus PPTM dapat digunakan untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dalam mendapatkan edukasi, deteksi dini PTM dan evakuasi medik. Untuk itu dibuatlah prosedur tetap sebagai acuan yang dapat digunakan menjadi petunjuk teknis dalam menggunakan kendaraan khusus PPTM dengan fungsi edukasi, deteksi dini faktor risiko dan evakuasi medik.

Petunjuk teknis ini dapat digunakan sebagai acuan dan bisa dikembangkan baik peralatan maupun teknik operasionalnya sesuai dengan kondisi lokal masing-masing daerah. n

Judul : Petunjuk Teknis Penggunaan Kendaraan Khusus Pengendalian Penyakit Tidak MenularImpresum : Jakarta; Kementerian Kesehatan RI; Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011Kolasi : iv, 79 hal; 23 x 15 cmISBN : 978-602-8937-62-7Subyek : 1. TRANSPORTATION OF PATIENCE

Petunjuk teknis penggunaan kendaraan khusus pengendalian penyakit tidak menular

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 69

Page 70: Mediakom36

LENTERA

Ada seorang teman yang selalu mengeluh. Ada saja yang dikeluhkan: atasan yang tidak menghargai hasil pekerjaannya, atasan yang tidak pernah cukup memberi arahan, yang lebih menyukai rekan kerja lain dibanding dirinya, yang terlalu sibuk untuk

memahami segala hal yang terjadi di lingkungannya, sering menginstruksikan hal-hal yang tidak masuk akal. Bla, bla, bla... dan seribu keluhan lainnya. Seorang teman lain selalu mengeluhkan kehidupan pribadinya. Kekasihnya yang kerap tidak mengerti dirinya, kurang memberi perhatian, tidak menunjukkan perasaan cinta, selalu berbohong, pelit, tidak mau bersikap manis saat sedang hang out bersama teman-teman lain, belum mau melamar, tidak setia. Bla, bla, bla… dan seribu keluhan lain. Sahabat saya selalu dipusingkan dengan pekerjaannya yang dianggap terlalu menyita waktu, suaminya yang dianggap tak cukup baik memahaminya, anak-anaknya yang sulit diatur, staf dan rekan kerja yang tidak bisa memenuhi harapannya, lingkungan kerja yang tidak menyenangkan, gaji yang tidak memadai. Bla, bla, bla... dan seribu keluhan lain. Saya selalu senang mendengarkan permasalahan yang diceritakan orang lain. Selain mengasah empati, menambah pengetahuan, juga bisa membantu yang bersangkutan mengurangi beban pikirannya, walaupun sedikit. Menurut saya semua permasalahan itu mencerminkan beberapa aspek di diri saya juga. Terkadang saya tersenyum dan bergumam, “Eh, masalah kita kok sama ,ya,” atau, “Ealaaahh, gw jugaaaa!!” Atau, “Yang bener, loh, nyindir gue yaaa?” Gitu deh.. Selama ini beberapa teman dengan setia mencurahkan segala permasalahan hidupnya kepada saya. Dan, sebaliknya, saya juga curhat habis-habisan pada mereka. Pada dasarnya, saya memegang teguh azas sharing di dalam kehidupan ini. Saya berpendapat, sebuah masalah yang di-share dengan orang yang tepat, akan sangat meringankan beban berat di kepala, minimal setengahnya... Walaupun, terus terang saja, tidak semua ada solusinya.

Kalimat yang paling sering saya sampaikan ke para sahabat adalah:1. Segala hal yang terjadi padamu adalah kehendak zat Maha

Tinggi, dan sudah merupakan rencana terindah yang diberikanNya padamu.

2. Jika kamu membuka lebar hatimu, membiarkan jiwamu bebas, maka kau akan menemukan banyak hal yang dapat dipelajari dari semua masalah yang menimpamu.

3. Tak ada satu pun hal yang terjadi secara kebetulan. Segalanya pasti ada tujuannya, hanya diri kita terkadang terlalu “sempit” dalam memandang sesuatu.

4. Jika tiba-tiba masalah datang beruntun dan tak terkendali, maka pilahlah! Segala yang tak bisa kau intervensi, maka itu bukan masalahmu Lepaskanlah, dan biarkan pemilik masalah sesungguhnya yang menyelesaikannya.

5. Waktu adalah musuhmu. Segala yang kau harapkan, akan terjadi pada saat yang tepat, hanya waktu yang bisa membuatnya nyata.

6. Seribu kegagalan merupakan seribu cara yang salah dalam mengupayakan sesuatu. Tapi jangan khawatir, semua kegagalan itu akan membawamu ke berjuta kesuksesan, asal kau mau belajar dari kesalahanmu.

7. (Nomor berapa sekarang?) O, ya... Nomor 7: jangan menyalahkan orang lain untuk segala kegagalanmu. Itu berarti kau bukan orang yang bisa menerima kenyataan.

8. Mengenai rejeki (terkait pekerjaan, uang, jodoh, anak, posisi, kekuasaan, dll), percayalah... Jika itu bukan milikmu, maka walaupun kau mengerahkan seluruh hidupmu, dan seluruh makhluk di alam semesta ini untuk mendapatkannya, tidak akan kau dapatkan yang kau inginkan. Sebaliknya jika itu memang milikmu, segalanya akan berada di genggamanmu, walaupun seluruh dunia menentangnya. ‘Khusus yang ini, saya ngutip pak uztad..hehehe’

Saya selalu mengingat 8 hal itu di saat kesialan menimpa... Dan 8 hal itu juga yang selalu menjadi kalimat ajaib yang saya share ke para sahabat yang sedang dirundung masalah. Bagi sebagian orang, itu hal klise yang hanya jadi ucapan penenang dan tak mudah dilaksanakan. It’s easy to say, they said... Yes, indeed... Buat saya, segala solusi, awalnya merupakan kata-kata bijak yang terangkai, bisa hasil mengutip, bisa hasil pemikiran sendiri, atau nasehat dari orang sok tahu seperti saya. But still, it help... For me at least.... Jangan sampai terjebak menjadi manusia tertutup, belajarlah menjadi buku terbuka yang dapat dibaca oleh orang lain, dan kemudian menjadi pelajaran berharga untuk dipikirkan atau diterapkan. Semua ucapan kita belum tentu dianggap benar dan baik bagi orang lain, tapi jika niat kita tulus, maka segala yang terbaik akan muncul dan memberi manfaat bagi sebagian orang. Bagi saya, suatu masalah adalah bahan baku utama dalam proses pendewasaan diri dan pada saatnya nanti akan saya bagikan pada orang lain dan generasi penerus saya.

Jadi, selamat menemukan masalah dalam hidupmu dan belajarlah memecahkannya! n(DIS)

Mengeluhlah, Lalu Bangkitlah...Oleh : Dewi Indah sari

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM70

Page 71: Mediakom36

Dua pekan awal Mei 2012, media terharu biru dengan berita wafatnya Menkes dr. Endang R Sedyaningsih. Tepatnya, Rabu, 2 Mei pukul 11.40 di RSCM, Jakarta. Sepekan berikutnya, masyarakat heboh dengan berita jatuhnya pesawat Sukhoi 100 superjet di Gunung

Salak Bogor, Rabu 9 Mei 2012. Sama-sama hari Rabu.

Menjelang Bu Endang meninggal, orang dapat memprediksi, walau tidak pasti, karena selama dua pekan telah dikabarkan bahwa Menkes sedang dirawat di RSCM, dan kondisi kesehatannya tidak stabil. Sehingga, menjelang hari-hari terakhir pada pekan kedua itu, kondisi Bu endang semakin lemah. Saudara, teman sejawat dan banyak pihak mengirim doa, agar bu Endang diberikan yang terbaik. Sehingga, ketika diumumkan Menkes meninggal orang-orang terdekat dan lainya segera mengikhlaskannya.

Berbeda dengan wafatnya penumpang Sukhoi. Mereka mendapat undangan khusus untuk menikmati penerbangan spesial, sebagai ajang promosi. Tentu, tak semua orang berkesempatan. Di samping terbatas tempat duduknya, juga harus ada korelasi khusus dengan penjualan pesawat tersebut di kemudian hari. Maka, terpilihlah orang-orang tertentu yang berkesempatan pertama pada penerbangan promosi tersebut.

Ada beberapa cerita menarik menjelang penerbangan tersebut. Diberitakan, ada penumpang, sebelum terbang melaksanakan shalat dzuhur terlebih dahulu. Ada pula penumpang naik pesawat hanya berfoto, karena fi rasat tertentu, kemudian turun kembali tidak ikut dalam penerbangan tersebut. Kisah terakhir ini adalah kisa Manoarfa, mantan Menteri Perumahan Rakyat RI.

Alhasil, mereka yang turun dan sedang shalat dzuhur tak ikut serta dalam penerbangan. Beberapa jam berikutnya, dikabarkan pesawat tak terlacak dari bandara Halim Perdana Kusuma. Ia dikabarkan hilang. Kemudian diketahui jatuh di lereng gunung salak yang berkemiringan 85 derajat. Semua penumpangnya meninggal. Innalillahi wainnailaihi rojiun. Orang dekat dan saudaranya kaget, “Secapat itukah? Hampir-hampir tak percaya,” kata Manoarfa.

Kedua contoh di atas, sama meninggalnya, hanya berbeda caranya. Insya Allah semua meninggal dalam kebaikan. Mereka akan dibalas dengan amal perbuatan masing-masing. Sementara yang masih hidup, hanya menunggu waktu antrian. Karena semua yang hidup, sedang menunggu waktu datangnya kematian. Hanya saja tidak tahu. Kapan? Tak ada yang mampu menjawabnya.

Antara Bu Endang

dan SukhoiOleh : Prawito

Karena tak ada yang mampu menjawab kapan, dimana dan dengan cara apa kematian itu tiba, maka kematian bersifat misteri. Wallahu’alam, hanya Tuhan yang tahu, tapi kematian itu pasti. Seperti banyak orang mengatakan, dunia ini penuh ketidakpastian kecuali dua perkara: yakni perubahan dan kematian.

Meninggal, selain pasti, juga dekat. Mengapa dekat? Setidaknya ada dua alasan. Pertama; manusia hanya tahu waktu hidup yang sudah dijalani dan tidak tahu berapa sisa umurnya. Manusia hanya menjalani, kemudian tiba-tiba meninggal, tanpa ada pemberitahuan. Sekalipun, jalan meninggalnya berbeda-beda.

Selama menjalani hidup, kita merasakan sangat sebentar. Coba renungkan! Masa kecil, remaja, kini sudah dewasa, tua dan beranak cucu. Masa lalu masih sangat terekam baik dalam ingatan, sepertinya baru beberapa saat saja. Tapi, ketika secara sadar dihitung, ternyata sudah belasan, puluhan dan bahkan telah ratusan tahun berlalu. Sekali lagi, semua berlalu begitu cepat, sehingga hidup terasa singkat.

Kedua: hidup selalu berputar, melingkar, dan bertukar. Pertukaran dan perputaran membuat hidup terasa singkat dan cepat. Perputaran dari kaya menjadi miskin atau sebaliknya. Berpindah dari suasana sedih menjadi gembira atau sebaliknya. Setelah menangis lalu tertawa, kemudian menangis lagi dan tertawa lagi. Begitulah seterusnya.

Karena begitu cepat perputaran hidup, terkadang tak terasa adanya perubahan, pertukaran dan pergantian. Seperti melihat roda kendaraan yang berputar dengan kecepatan tinggi, nyaris tak kelihatan putarannya. Tapi yang pasti, kendaraan akan begerak dan berpindah menuju tujuan akhir. Bila tak mengetahui jarak dan waktu tempuh sampai tujuan akhir, maka kita akan tetap bergerak seperti biasa cepat atau lambat. Hanya saja, tiba-tiba kendaraan harus berhenti, karena ternyata sudah sampai pada tujuan akhir. Pengendara akan mengatakan, “Cepat sekali, saya pikir masih jauh.” Pertanyaanya, apa yang harus dipersiapkan bila batas akhir perjalan hidup itu dekat dan tak diketahui ?

Bila menyadari batas akhir hidup itu dekat dan tak diketahui, pasti akan mempersiapkan secara baik perbekalan yang dibutuhkan setelah mati, di saat masih hidup. Seberapa lengkap perbekalan yang disiapkan bergantung seberapa sadar akan hal ini. Bukti-bukti ilmiah telah memberi informasi secara gamblang, bahwa kematian itu pasti dan sangat dekat. Masihkah belum segara menyiapkan bekal hidup setelah mati dan tetap mengatakan nanti..... ? n

EDISI 36 I JUNI I 2012 MEDIAKOM 71

Page 72: Mediakom36

Menteri Kesehatan beserta Jajaran Kementerian Kesehatan mengucapkan

Selamat Idul Fitri1 4 3 3 H