Top Banner
1 MEDIAKEUANGAN Vol. IX | No. 78 / Februari 2014 VOLUME IX | NO. 78 / FEBRUARI 2014 ISSN 1907-6320
56

Media Keuangan Februari 2014

Apr 02, 2016

Download

Documents

Debrian Saragih

Transparansi Informasi Kebijakan Fiskal | Strategi Membiayai Belanja Negara
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Media Keuangan Februari 2014

1MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

MEDIA

pem- biayaan

KEUANGAN

pnbp

pajak

bea&

cukai

STRATEGI

MEMBIAYAI

BELANJANEGARA

KEUANGANVOLUME IX | NO. 78 / FEBRUARI 2014

ISSN 1907-6320

Page 2: Media Keuangan Februari 2014

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

2

Menteri Keuangan Chatib Basri meresmikan Gedung Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumatera Utara I di Medan pada Senin (10/2). Gedung tersebut akan digunakan untuk Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I dan 4 Kantor Pelayanan Pajak (KPP), yang terdiri dari KPP Madya Medan, KPP Pratama Medan Kota, KPP Pratama Medan Timur, dan KPP Pratama Medan Polonia.

Foto: Anas Nur HudaFotoAnas Nur Huda

Page 3: Media Keuangan Februari 2014

daftar isi

3MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

Menteri Keuangan Chatib Basri meresmikan Gedung Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumatera Utara I di Medan pada Senin (10/2). Gedung tersebut akan digunakan untuk Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I dan 4 Kantor Pelayanan Pajak (KPP), yang terdiri dari KPP Madya Medan, KPP Pratama Medan Kota, KPP Pratama Medan Timur, dan KPP Pratama Medan Polonia.

Foto: Anas Nur Huda

Dari Lapangan Banteng (5)

Eksposur (6-9)

Lintas Peristiwa (10-11)

Laporan Utama13 Berbagai Strategi Meraih Target Perpajakan16 Infografis18 Utang Membiayai Negara21 Pembenahan Tata Kelola PNBP Memperkuat

Penerimaan23 Tahun Politik Penuh Tantangan

Reportase25 Media Keuangan Raih Gold Winner InMA 201426 Waspada Downside Risk

Wawancara27 Setelah Sigit Kembali

Profil Kantor30 WBK dan WBBM dalam Genggaman

Profil32 Fiskal, Musik, dan Buku

Info Kebijakan 32 Membaiknya Ekonomi Global, Dorong Penguatan

Ekonomi Domestik

Infografis Dashboard APBN (39)

Kolom Ekonom40 Sektor Perikanan: PNBP Yang Terabaikan

Opini44 Pajak Finansial: Praktik di Beberapa Negara dan Potensi

Penerapan di Indonesia

Review46 Aturan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan

dan Perkotaan (PBB-P2) dan Penggalian Potensi Daerah

Inspirasi48 Upaya Bersama Mewujudkan Indonesia Bersih

Renungan50 Kebaikan Samar yang Malu-Malu

Resensi Buku (51)

Resensi Wisata52 Wae Rebo, Desa Sederhana Nan Mendunia

Celengan54 PNS Juga Harus Punya Perencanaan Keuangan

Bung Piskal (55)

Page 4: Media Keuangan Februari 2014

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

4 facebook.com/bppk.kemenkeu @BPPKkemenkeu@BPPKlive

Call Center Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

hallo BPPK

Jam layanan: setiap hari kerja08.00 s.d 16.00 wib

Page 5: Media Keuangan Februari 2014

Diterbitkan oleh: Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Pelindung: Menteri Keuangan Muhamad Chatib Basri. Ketua Pengarah: Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Kiagus Ahmad Badaruddin. Pemimpin Umum/Penanggung Jawab: Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Yudi Pramadi. Pemimpin Redaksi: Herry Siswanto. Redaktur Pelaksana: Yeti Wulandari. Dewan Redaksi: Supriyatno, Rizwan Pribhakti, Agung Ardhianto, Fery Gunawan. Redaktur Unit Eselon I: Arief Rahman Hakim (DJBC), Wawan Ismawandi (BPPK), Windraty Ariane Silagan (Ditjen PBN), Dendi Amrin (DJP), Sri Moedji Sampurnanto (DJA), Budi Prayitno (Itjen), Fachroedy Junianto (DJPK), Adya Asmara Muda (BKF), Syahruddin (DJPU), Dwinanto (DJKN). Redaktur Foto: Gathot Subroto, Muchamad Ardani, Harries Rinaldi, Fr. Edy Santoso, Langgeng Wahyu P, Kukuh Perdana, Faisal ismail, Dito Mahar Putro, Ronald G. Panggabean, Ganang Galih Gumilang, Muhammad Fath Kathin, Yusuf Anggara, Mujaini. Tim Redaksi: Rahmat Widiana, Hadi Siswanto, Titi Susanti, Budi Sulistyo, Alphiani N. Purbasari, Praptono Djunedi, Bagus Wijaya, Iin Kurniati, Dwinanda Ardhi, Arfindo Briyan Santoso, Farida Rosadi, Irma Kesuma Dewi, Amelia Safitri, Eva Lisbeth, Indri Maria, Danik Sulistyowati, C.S. Purwowidhu, M. Iqbal Pramadi, Rumanty Pardede, Syahrul Ramadhan, Hega Susilo, Qory Kharismawan, Cahya Setiawan, Aris Pramudhityo, Noor Afies Prasetyo, Wahyuddin, Shera Betania, Adhi Kurniawan, Pandu Putra Wiratama, Gondo Harto, Nyoman Andri Juniawan, Victorianus M. I. Bimo Adi. Desain Grafis dan Layout: Dewi Rusmayanti, Dianita Suliastuti, Wardah Adina. Alamat Redaksi: Gedung Djuanda 1 Lantai 12, Jl. Dr. Wahidin Raya No. 1, Jakarta Telp: (021) 3849605, 3449230 pst. 6328. E-mail: [email protected]. Redaksi menerima kontribusi tulisan dan artikel yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi. Bagi tulisan atau artikel yang dimuat akan mendapatkan imbalan sepantasnya.

Strategi Membiayai Belanja Negara

Dari Lapangan Banteng

@KemenkeuRI

Kementerian KeuanganRepublik Indonesia

www.kemenkeu.go.id

5MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

Dalam struktur APBN kita, kolom pendapatan dan belanja negara sama-sama penting sifatnya. Di tahun 2013, realisasi pendapatan negara mencapai 95,2 persen terhadap targetnya.

Pencapaian itu sedikit banyak akan berpengaruh terhadap proyeksi pencapaian target dalam tahun 2014. Di tahun politik ini, pendapatan negara ditargetkan mencapai Rp1667,1 triliun dengan pembiayaan Rp175,4 triliun. Pendapatan dan pembiayaan ini akan menjadi sumber untuk membiayai belanja negara, yang pada tahun 2014 jumlahnya meningkat 6,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Tentunya penting untuk bekerja keras memenuhi target pendapatan negara, utamanya yang bersumber dari penerimaan perpajakan. Maka, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah ujung tombak yang perlu mendapatkan dukungan penuh dari seluruh elemen masyarakat dalam menjalankan tugas mengumpulkan penerimaan ini. Tahun 2014, penerimaan dari pajak ditargetkan mencapai Rp1.110,2 triliun, sedangkan penerimaan dari sektor kepabeanan dan cukai sebesar Rp170,2 triliun. Ditambah dengan target Penerimaan Negara Bukan Pajak senilai Rp385,4 triliun, berbagai strategi untuk membiayai belanja negara menjadi prioritas pekerjaan yang mesti dijalankan dengan baik.

Tahun ini, belanja negara sebesar Rp1.842,5 triliun terdiri atas belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.249,9 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp592,6 triliun. Yang kita tidak boleh alpa, kerja keras dalam memenuhi target pendapatan negara nantinya harus diimbangi dengan implementasi belanja yang efektif dan efisien. Kita perlu satu irama bahwa belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah harus bisa terserap secara maksimal sehingga memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi.

Dari dapur redaksi, kami ingin berbagi kabar gembira. Majalah Media Keuangan berhasil meraih dua dari lima penghargaan Gold Winner

pada ajang Inhouse Magazine Awards (InMA) yang diselenggarakan oleh Serikat Perusahaan Pers (SPS) pada Sabtu (8/2) di Bengkulu. Penghargaan yang diterima oleh media kesayangan Anda ini merupakan peningkatan dari prestasi tahun sebelumnya. Pada tahun 2013, Media Keuangan Vol.VII/No.56/April 2012 meraih penghargaan Silver Winner. Sementara pada tahun ini, Media Keuangan Vol.VIII/No.67/Maret 2013 dan Media Keuangan Vol.VIII/No.73/September 2013 mendapatkan apresiasi Gold Winner. Peningkatan prestasi ini tentunya juga dipengaruhi oleh strategi perbaikan konten, desain, dan manajemen redaksi yang terus kami upayakan.

Anda dapat menyimak berita penghargaan yang diterima oleh Media Keuangan itu di rubrik Reportase. Sajian kami yang lain pada edisi ini adalah perbincangan dengan Direktur Penindakan dan Penyidikan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Muhammad Sigit di kolom Wawancara. Pada rubrik Profil Kantor, kami tampilkan berita tentang KPPBC Kediri. Jajaran pegawai kantor vertikal dengan segudang prestasi ini turut ambil bagian dalam membantu korban erupsi Gunung Kelud.

Kami juga hadir dengan profil Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF, Astera Prima Bhakti. Yang agak nyentrik, pejabat eselon II ini memiliki bakat dan kecintaan yang besar pada dunia musik. Rubrik Inspirasi kali ini akan mengangkat sinergi antarunit eselon I di lingkungan Kemenkeu yang membuahkan penghargaan Stand Terbaik Ke-1 pada ajang Pekan Anti Korupsi yang diselenggarakan oleh KPK pada bulan Desember lalu. Jangan lewatkan juga liputan tentang Desa Wae Rebo di Flores yang tersohor di dunia internasional pada rubrik Resensi Wisata.

Selamat membaca!

Page 6: Media Keuangan Februari 2014

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

6

Eksposur

SENDIRI

Seorang PNS Kementerian / Lembaga tampak khusyuk memperbaiki usulan anggaran pada saat penelaahan Rencana Kerja Anggaran Kementerian / Lembaga (RKA-KL) di Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan.

FOTOGRAFERWawan Setiadji, DJA

Page 7: Media Keuangan Februari 2014

7MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

Page 8: Media Keuangan Februari 2014

Hendrik, seorang bocah usia sekolah SMP yang sehari-hari bekerja membantu orang tuanya menjadi penyadap getah karet di sebuah perkebunan karet di Rumpin, sebuah desa di Kabupaten Bogor. Di usia yang seharusnya dia bisa bermain-main dengan teman-temannya, setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah di harus menderes getah karet dan membawanya ke pengepul/mandor guna membantu kehidupan keluarganya.

FOTOGRAFEREdy “Singomoto” Santoso, DJACanon DSLR 60D, lensa 70-200 F/2.8L

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

8

Bocah Karet

Page 9: Media Keuangan Februari 2014

9MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

Page 10: Media Keuangan Februari 2014

6 /2Kementerian Keuangan menggelar seminar nasional tentang middle income trap di gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta. Dalam acara tersebut, Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan ekonomi Indonesia harus tumbuh 7 persen agar bisa keluar dari negara berpendapatan menengah (Middle Income Trap) pada 2031 mendatang. Menurutnya, angka pertumbuhan itu berdasarkan pada simulasi pertumbuhan Produk Domestik Bruto per kapita.

Menghindari Risiko Middle Income Trap

Teks Arfindo Briyan

FotoAnas Nur Huda

7 /2Menteri Keuangan M Chatib Basri melakukan inspeksi ke Pelabuhan Tanjung Priok. Kunjungan dilakukan untuk mengecek secara langsung peran kementeriannya dalam kisruh beras medium Vietnam yang saat ini menjamur di pasar Indonesia. Dalam kesempatan tersebut, Chatib menegaskan bahwa kementeriannya tidak kecolongan terkait masalah impor beras ilegal. Bea Cukai telah bekerja sesuai dengan aturan yang berlaku.”Kalau disebut kecolongan itu tidak terjadi, karena 16 ribu ton itu bayar semua,” ungkapnya.

Inspeksi Beras ke Tanjung Priuk

Teks Arfindo Briyan

FotoAnas Nur Huda

Lintas Peristiwa

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

10

Page 11: Media Keuangan Februari 2014

5 /2Kegiatan Jaringan Ahli Ekonomi Daerah atau Regional Economist tahun 2014 yang diselenggarakan tanggal 4 s.d. 6 Februari 2014 di Jakarta. Sebagai pembuka, Kemenkeu menyelenggarakan Kick Off Meeting Jaringan Ahli Ekonomi Daerah (Regional Economist) Tahun 2014, bertempat di Aula Mezzanine, Kementerian Keuangan. Hadir membuka pertemuan ini adalah Menteri Keuangan, Chatib Basri. Chatib menyampaikan bahwa peningkatan jumlah Regional Economist dari tahun ke tahun sejalan dengan kebutuhan mengenai perlunya Regional Economist bagi Kemenkeu.

Kick Off Meeting Jaringan Ahli Ekonomi Daerah Tahun 2014

Teks BKF

Foto Anas Nur Huda

12 /2Mewakili Menteri Keuangan, Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menjadi pembicara dalam acara bertajuk The Art of Giving Fasilitasi Dunia Usaha untuk Seni Pertunjukan, di Jakarta. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengajak pelaku usaha memanfaatkan insentif fiskal untuk memajukan dunia seni dan budaya sebagai pilar ekonomi kreatif Indonesia. Menanggapi hal tersebut, Bambang mengajak berbagai pemangku kepentingan untuk memberikan usulan terkait pemangkasan alat-alat kesenian.

Insentif Fiskal untuk Kesenian

Teks Arfindo Briyan

FotoAnas Nur Huda

21 /1Direktorat Jenderal Perbendaharaan bekerjasama dengan Pemerintah Korea Selatan membahas hasil  penelitian yang dilakukan oleh Tim Knowledge Sharing Program, di Hotel Borobudur, Jakarta. Dalam kesempatan tersebut, tujuh professor dari Korea Selatan memaparkan fakta-fakta yang ditemukan, permasalahan dan rekomendasi atas permasalahan terkait tujuh area penelitian. Tujuh area tersebut di antaranya adalah reformasi birokrasi dan penyusunan peraturan tentang komisi pelayanan publik, Pembentukan Treasury Dealing Room.

Knowledge Sharing Program (KSP) Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Teks & FotoHumas DJKN

11MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

Page 12: Media Keuangan Februari 2014

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

Hari Pabean Nasional, awal maret di Kantor Pusat DJBC, Jakarta.

Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

Workshop Frontliner Indonesian Airport Customs Pusdiklat Bea dan Cukai, tanggal 24 s.d 28 Maret 2014 di Jakarta.

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara

DJKN goes to Campus, tanggal 20 Maret 2013 di Universitas Diponegoro.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang

Dirjen Pengelolaan Utang menghadiri acara Global Bond, tanggal 25 Februari s.d 8 Maret 2014 di Eropa;

Penandatanganan MoU Ceremony Loan Development Education Investment Seven University, tanggal 11 Maret 2014;

Kunjungan Delegasi G-20, tanggal 19 Maret 2014 ke Gedung DJPU.

Badan Kebijakan Fiskal

Kepala BKF menghadiri acara RE (Regional Economist), tanggal 5 Maret 2014 di Hotel Sultan, Jakarta;

Kepala BKF menghadiri Acara ISEI, tanggal 9 Maret 2014 di Ternate;

Kepala BKF menerima delegasi ADB terkait isu ADF dan OCR, tanggal 13 Maret 2014 di Gedung BKF, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pajak

SPT Tahunan Menteri Keuangan, tanggal 26 Februari 2014, di Gedung Dhanapala, Jakarta;

Galeri E-Filing, tanggal 6 Maret 2014 di Kantor Pusat DJP, Jakarta.

Inspektorat Jenderal

Seminar Integrity Investigation and Etical Leadership, di Gedung Djuanda, Jakarta.

Sekretariat Jenderal

Capacity Building CPNS, tanggal 8 Maret 2014 di Bogor;

Rapat Policy Advice Comitte dengan LPSE, tanggal 14 Maret 201 di Gedung Djuanda, Jakarta;

Pembukaan PEMNA Treasury Community of Practise (Launching Buku Cash Management Reform), tanggal 17 Maret 2014 di Gedung Djuanda, Jakarta;

Penutupan Acara PEMNA Treasury Community of Practise (Launching Buku Cash Management Reform), tanggal 29 Maret 2014 di Gedung Djuanda, Jakarta.

Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Public Expenditure Management Network in Asia (PEMNA) Meeting 2014, tanggal 19 s.d 20 Maret 2014 di Jakarta.

Rapat Pimpinan LKPP 2013, di Jakarta.

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

Rapat Kerja DJPK di Bandung.

Agenda Kementerian KeuanganMaret 2014

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

12

Page 13: Media Keuangan Februari 2014

Laporan Utama

Pada tahun lalu, realisasi pendapatan negara mencapai Rp1.429,5 triliun. Jumlah ini berarti sekitar 95,2 persen

dari rencana yang ditetapkan dalam APBNP 2013 sebesar Rp1.502,0 triliun. Dari jumlah realisasi pendapatan negara tersebut, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp1.072,1 triliun, lebih rendah Rp76,3 triliun dari target yang ditetapkan dalam APBNP 2013 sebesar Rp1.148,4 triliun (realisasi 93,4 persen).

Sumber pendapatan belanja negara yang lain, yaitu penerimaan negara bukan pajak

Berbagai StrategiMeraih Target PerpajakanAnggaran APBN 2014 yang telah disepakati pemerintah dan DPR mulai dilaksanakan. Target pendapatan dan belanja yang ditetapkan pada tahun ini salah satunya mengacu pada realisasi tahun 2013. Pada konferensi pers Perkembangan Ekonomi Makro dan Ralisasi APBNP 2013 yang digelar di Jakarta awal tahun lalu, Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan bahwa realisasi APBNP tahun 2013 dapat dipertahankan terjaga dalam tingkat yang aman, termasuk realisasi pendapatan dan belanja negara.

(PNBP), realisasinya melampaui target. Pada tahun 2013, PNBP yang berhasil dikumpulkan mencapai Rp352,9 triliun, lebih tinggi Rp3,7 triliun dari rencana yang ditetapkan dalam APBNP 2013 sebesar Rp349,2 triliun (realisasi 101,1 persen). Pencapaian tersebut terutama berasal dari realisasi penerimaan PNBP yang bersumber dari penerimaan sumber daya alam (SDA).

Sementara realisasi pembiayaan anggaran dalam tahun 2013 jumlahnya mencapai Rp230,1 triliun. Angka ini berarti Rp5,9 triliun

(102,6 persen) lebih tinggi dari sasaran yang direncanakan dalam APBNP 2013 sebesar Rp224,2 triliun. Realisasi pembiayaan anggaran tersebut berasal dari pembiayaan dalam negeri sebesar Rp243,4 triliun, dan pembiayaan luar negeri (neto) sebesar negatif Rp13,3 triliun.

Di sisi lain, realisasi belanja negara sepanjang tahun 2013 mencapai Rp1.639,0 triliun, atau sekitar 94,9 persen dari pagu belanja negara yang ditetapkan dalam APBNP 2013 sebesar Rp1.726,2 triliun. Realisasi belanja negara terdiri atas realisasi belanja pemerintah pusat

Teks Diwnanda Ardhi

Foto Anas Nur Huda, Langgeng Wahyu

13MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

Page 14: Media Keuangan Februari 2014

sebesar Rp1.125,7 triliun, atau sebesar 94,1 persen dari pagu belanja pemerintah pusat yang ditetapkan dalam APBNP 2013 sebesar Rp1.196,8 triliun. Penyerapan realisasi belanja pemerintah pusat terhadap pagu APBNP 2013 tersebut antara lain dipengaruhi oleh belanja Kementerian Negara/Lembaga (K/L) yang mencapai sekitar 90,1 persen dari pagu APBNP 2013. Sementara realisasi anggaran transfer daerah lebih rendah 3 persen dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBNP 2013, yaitu sebesar Rp513,3 triliun dari rencana sebesar Rp529,4 triliun.

Di tahun politik ini, pendapatan negara ditargetkan meningkat dengan total mencapai Rp1667,1 triliun. Sementara itu, target pembiayaan menurun menjadi Rp175,4 triliun. Pendapatan dan pembiayaan ini akan menjadi sumber untuk membiayai belanja negara, yang pada tahun 2014 jumlahnya meningkat 6,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Dari komposisi pendapatan negara, pada tahun 2014, penerimaan dari pajak ditargetkan mencapai Rp1.110,2 triliun, sedangkan penerimaan dari sektor kepabeanan dan cukai sebesar Rp170,2 triliun. Ditambah dengan target PNBP senilai Rp385,4 triliun, berbagai strategi untuk membiayai belanja negara menjadi prioritas pekerjaan yang mesti dijalankan dengan baik.

Sumber-sumber pendapatan negara akan digunakan untuk membiayai belanja negara sebesar Rp1.842,5 triliun. Angka itu terdiri atas belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.249,9 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp592,6 triliun.

Upaya mencapai target

Dalam jawaban wawancara tertulis dengan Media Keuangan beberapa waktu lalu, Wakil Menteri Keuangan I Anny Ratnawati mengungkapkan bahwa pemerintah telah menyiapkan berbagai strategi untuk memenuhi target pendapatan negara. Dalam bentuk kerangka kebijakan, upaya mencapai target penerimaan perpajakan antara lain dilakukan dengan penggalian berbasis sektor dengan fokus utama pada pertambangan, perkebunan, properti, dan perdagangan; penyempurnaan sistem administrasi perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (WP); dan penyempurnaan peraturan perpajakan untuk lebih memberi kepastian hukum serta perlakuan yang adil dan wajar.

Pemerintah juga bertekad untuk melakukan ekstensifikasi WP orang pribadi berpendapatan tinggi dan menengah; optimalisasi data hasil sensus pajak nasional; penguatan penegakan hukum bagi penggelap pajak (joint audit antara DJP dan DJBC serta instansi pemerintah terkait lainnya); dan ekstensifikasi barang kena cukai.

Selain menerapkan kebijakan yang bertujuan mengoptimalkan penerimaan negara, pemerintah juga berencana memberikan insentif perpajakan antara lain melalui evaluasi bidang usaha tertentu dan daerah tertentu yang menjadi prioritas pembangunan skala nasional yang mendapat fasilitas PPh dalam rangka penanaman modal berupa investment allowance; penyusunan kebijakan fiskal untuk mendukung pengembangan industri intermediate dalam rangka substitusi impor berupa pembebasan bea masuk untuk bahan baku dan tax allowance; dan insentif fiskal untuk penanaman modal bagi industri hilir pertambangan dan disinsentif fiskal bea keluar untuk ekspor konsentrat mineral untuk mendukung hilirisasi pertambangan.

Wamenkeu I mengungkapkan bahwa potensi perpajakan sebenarnya masih sangat besar terutama dari sektor-sektor unggulan seperti sektor pertambangan dan penggalian (migas), properti, industri pengolahan, dan sektor keuangan serta jasa perusahaan. Namun, implementasi kebijakan untuk mengubah potensi tersebut menjadi realisasi dipengaruhi oleh beberapa hal. ”Pertumbuhan ekonomi, harga komoditas, kepatuhan dalam membayar pajak, dan lain-lain, merupakan tantangan dalam optimalisasi penerimaan perpajakan,” kata Anny. Oleh karena itu, pemerintah berusaha untuk memperluas basis pajak dengan masuk ke sektor-sektor unggulan tersebut untuk lebih mengoptimalkan penerimaan pajak.

Melengkapi jawaban Wamenku I, Kepala Subdirektorat Penerimaan Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Erwin Situmorang mengungkapkan bahwa strategi pencapaian target penerimaan kepabeanan dan cukai sudah siap untuk dijalankan. Selama 5 tahun terakhir, lanjut Erwin, DJBC selalu dapat melampaui target penerimaan kepabeanan dan cukai yang dibebankan dalam APBNP. Realisasi tertinggi adalah sebesar 119 persen dari target yang dicapai pada tahun 2010.“Sampai dengan akhir tahun 2013, total penerimaan kepabeanan dan cukai yang dikumpulkan DJBC adalah Rp155,82 triliun dengan komposisi bea masuk sebesar Rp31,56 triliun, bea keluar sebesar Rp15,8 triliun, dan cukai sebesar Rp108,45 triliun,” ungkap Erwin.

Pada tahun 2014, target penerimaan DJBC yang terdiri atas Bea Masuk, Bea Keluar, dan Cukai dinaikkan dari Rp153,2 triliun (APBN-P 2013) menjadi Rp170,2 triliun (APBN 2014) atau naik sebesar 11,1 persen (Rp17 triliun). Erwin menjelaskan bahwa khusus untuk penerimaan cukai, target penerimaan cukai dinaikkan dari Rp104,7 triliun (APBN-P 2013) menjadi Rp116,2 triliun (APBN 2014) atau naik sebesar 11 persen (Rp11,6 triliun). “Kenaikan ini termasuk sangat tinggi dan akan menjadi tantangan yang sangat berat bagi DJBC,” kata Erwin.

Penyebabnya, sambung Erwin, dipicu oleh beberapa kondisi yang kurang mendukung dari aspek penerimaan negara, antara lain

Kenaikan ini termasuk sangat tinggi dan akan menjadi tantangan yang sangat berat bagi DJBC.”

Erwin Situmorang

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

14

Page 15: Media Keuangan Februari 2014

pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang memberlakukan Pajak Rokok sebesar 10 persen dari nilai Cukai. Undang-Undang ini berlaku mulai 1 Januari 2014.

Strategi pengawasan menjadi instrumen andalan dalam rangka mengamankan target penerimaan negara dari sektor kepabeanan dan cukai. Pada tahun ini, pengawasan dilakukan melalui peningkatan operasi pengawasan dan penindakan terhadap Hasil Tembakau (HT) ilegal dan pelanggaran hukum lainnya. “Penyisiran wilayah produksi, distribusi, dan pemasaran dengan penyisiran wilayah produksi akan lebih kami dalami. Monitoring pengusaha HT, peredaran HT dan harga transaksi pasar, serta intensifikasi pengawasan lapangan berbasis data profiling dan manajemen risiko juga kami lakukan,” kata Erwin. Yang juga tidak ketinggalan adalah evaluasi kebijakan pembebasan cukai untuk Barang Kena Cukai (BKC) di kawasan perdagangan bebas.

Terkait strategi pencapaian target bea masuk, Erwin mengungkapkan bahwa akurasi nilai pabean akan terus ditingkatkan bersamaan dengan klasifikasi barang, pemeriksaan fisik, konfirmasi Surat Keterangan Asal (SKA) dalam rangka Free Trade Agreement (FTA), dan joint audit dengan DJP. ”Di samping itu, kami berinisiatif untuk meluncurkan pilot kantor pelayanan modern 2.0 untuk mengurangi dwelling time,” ungkap Erwin.

Lebih jauh, Erwin menjelaskan bahwa peluncuran pilot kantor ini secara bersamaan dapat menjaga tingkat keamanan penerimaan negara, mengembangkan sebuah risk engine terpusat dan sistem layanan serta intervensi yang berjenjang dan terotomasi, mempercepat modernisasi layanan (misalnya penerapan sistem pembayaran dengan billing system) dan pengawasan bea dan cukai, serta memperbaiki layanan dan mengoptimasi pengawasan impor melalui kantor pos dan jasa titipan.

Berikutnya yang menyangkut strategi pencapaian target bea keluar, DJBC menargetkan pada tahun ini semua kantor pelayanan madya mempunyai instalasi

laboratorium mini dan alat pendeteksi kandungan barang curah. ”Sementara untuk kantor pratama, kami bertekad pada tahun 2014 semua kantor sudah mengoperasikan Sistem Komputer Pelayanan Ekspor Sentralisasi,” kata Erwin.

Di luar strategi untuk mencapai target penerimaan, DJBC memandang penting upaya meningkatkan sosialisasi, edukasi, dan penyuluhan kepada eksportir komoditi yag terkena Bea Keluar dan Asosiasi. Dalam rangka pengawasan, DJBC juga meningkatkan pengawasan intelijen di wilayah rawan, meningkatkan intensitas patroli laut, dan menambah sarana dan prasarana pengawasan.

Erwin mengakui bahwa tahun 2014 adalah tahun terberat bagi DJBC dari segi penerimaan.”Tetapi target sudah diputuskan, dan kami siap serta optimistis untuk mencapai target penerimaan kepabeanan dan cukai yang diamanatkan kepada DJBC,” tegas Erwin.

Pandangan pengamat

Upaya pemerintah untuk mencapai target penerimaan perpajakan mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan, termasuk pengamat ekonomi. Menurut Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gajah Mada, Toni Prasetiantono, pemerintah perlu memikirkan secara serius penambahan pegawai di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk lebih menggenjot penerimaan pajak. “Untuk menyelesaikan persoalan di bidang perpajakan, pemerintah mesti memulainya dengan menambah personel di Direktorat Jenderal Pajak,” kata Toni yang ditemui Media Keuangan beberapa waktu lalu di Jakarta.

Toni melihat masih banyaknya sektor dengan potensi pajak belum tergarap salah satunya disebabkan oleh jumlah pegawai yang tidak mencukupi. Begitu juga dengan persoalan tidak tercapainya target penerimaan pajak selama beberapa tahun terakhir. Persoalan penambahan jumlah pegawai DJP menjadi lebih penting lagi jika mempertimbangkan bahwa semakin besar penerimaan pajak, maka sumber pendapatan negara dari pembiayaan utang bisa dikurangi. Namun demikian, Toni menggarisbawahi bahwa penambahan jumlah pegawai di DJP harus disertai dengan seleksi integritas yang tinggi.

Di tempat terpisah, Memed Sueb, pengamat ekonomi dari Universitas Padjajaran, Bandung mendukung wacana pengenaan tarif pajak progresif yang sempat mengemuka. Memed melihat bahwa pengenaan tarif pajak progresif dapat lebih efektif dari upaya ekstensifikasi, terutama dilihat dari potensi penerimaan yang bisa masuk. “Ekstensifikasi saya setuju. Namun, jangan hanya menambah subyek pajak, obyek pajaknya juga harus ditingkatkan,” kata Memed. Dia melihat pengenaan tarif pajak progresif cocok diterapkan di Indonesia jika melihat ketimpangan sosial yang masih relatif cukup jauh.

Yang juga menjadi perhatian Memed adalah penentuan target penerimaan dari sektor perpajakan. Dalam membuat target, kata dia, seharusnya teori yang digunakan adalah manajemen partisipatif, yaitu bawahan di lapangan diberikan kesempatan untuk memberikan pendapat. “Jangan top down karena (pejabat) tidak tahu potensi di bawah. Bottom up juga tidak baik karena tidak memicu bawahan,” pungkas Memed.

Dalam membuat target (penerimaan perpajakan), seharusnya teori yang digunakan adalah manajemen partisipatif, yaitu bawahan di lapangan diberikan kesempatan untuk memberikan pendapat. Memed Sueb

15MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

Page 16: Media Keuangan Februari 2014

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

16

Page 17: Media Keuangan Februari 2014

17MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

Page 18: Media Keuangan Februari 2014

TeksIin Kurniati

Foto & GambarArfindo Briyan, Internet (diolah)

Laporan Utama

sepuluh tahun untuk terkumpul, apa yang mungkin dapat terjadi? Bisa jadi kita akan kehilangan satu dekade generasi. Akibatnya, tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa urung dapat tercapai. Imbasnya, masa depan negeri diambang kehancuran.

Lalu apa upaya pemerintah jika pendapatan negara tidak mencukupi membiayai pembangunan atau belanja negara? Salah satu instrumen pembiayaan yang dapat digunakan ialah utang. Ada kalanya pemerintah memilih kebijakan fiskal ekspansif dengan mendorong belanja melebihi kemampuan penerimaan yang diharapkan. Sebaliknya, ketika terjadi sinyal overheating,

Utang Membiayai NegaraUtang yang digunakan untuk membiayai kegiatan produktif seperti pembangunan infrastruktur dapat memberikan multiplier effect guna menggerakkan perekonomian nasional.

pemerintah dapat menggunakan kebijakan fiskal kontraktif sehingga keseimbangan anggaran serta konsekuensi pembiayaan tetap terjaga.

Perlukah kita berutang?

Scenaider Siahaan, Direktur Strategi dan Portofolio Utang, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang mengungkapkan bahwa utang bisa membantu mempercepat pelaksanaan program. “Ukurannya adalah utang untuk kegiatan produktif. Esensinya menghasilkan, bukan konsumtif, untuk dimakan, habis. (Ke depan) Tinggal membayar benefit-nya di kemudian hari, Jika pemerintah ingin membangun

sebuah sekolah, namun dana yang dibutuhkan memerlukan waktu hingga

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

18

Negara 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Indonesia 28.636 26.829 24.407 24.545 26.23* 26.774**Argentina 58.7 49.178 44.94 47.727 47.782 45.944

Brazil 66.821 64.981 64.651 68.019 68.287 68.978Germany 74.5 82.4 80.4 81.9 80.4 78.1

India 72.527 67.006 66.373 66.702 67.232 68.063Italy 116.42 119.288 120.801 126.978 132.266 133.124

Japan 210.247 215.952 230.311 238.025 243.544 242.348Turkey 46.073 42.335 39.144 36.184 36.033 34.869

United Kingdom 67.086 78.468 84.294 88.805 92.14 95.251United States 86.319 95.17 99.413 102.733 105.975 107.315

Singapore 101.49 99.327 105.175 110.996 107.761 106.173Malaysia 52.812 53.51 54.259 55.503 56.979 57.326

Philippines 44.343 43.462 42.026 41.918 41.241 38.961Thailand 45.217 42.644 42.072 45.44 47.092 48.28

Brunei Darussalam 1.23 1.233 2.362 2.36 2.401 2.308China 17.67 33.538 28.721 26.106 22.898 20.855

Myanmar 54.961 49.522 49.162 48.023 42.573 42.894Vietnam 46.898 51.684 47.869 51.301 50.415 50.476

Keterangan:Nominal dalam % terhadap PDBKhusus untuk Indonesia menggunakan data LKPP/Realisasi Sementara*) Proyeksi dengan menggunakan asumsi PDB dalam APBN-P 2013**) Proyeksi berdasarkan APBN 2014

Rasio utang terhadap PDB Indonesia dan berbagai Negara (miliar Rupiah)Sumber: IMF, World Economic Outlook Database, Oktober 2013 dan Kementerian Keuangan

Page 19: Media Keuangan Februari 2014

kuncinya di situ. Kalau utang digunakan untuk sektor produktif benar, dapat membantu pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat,” ungkap Scenaider.

Sejalan dengan Scnenaider, Sri Adiningsih, ekonom Universitas Gadjah Mada menekankan bahwa seandainya bisa, negara tidak perlu berutang. Namun demikian, lanjut Sri, bukan berarti utang itu dikatakan buruk. Menurut Sri, ada beberapa hal yang harus menjadi pertimbangan pemerintah ketika berutang.

Pertama, apa tujuan negara berutang, apakah untuk keperluan produktif atau justru kebutuhan konsumtif. “Kalau utang untuk kebutuhan konsumtif misalnya subsidi BBM, itu jelas tidak baik. Jika digunakan untuk membangun infrastruktur, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan kerja, dan meningkatkan kemampuan negara mendapatkan penerimaan hingga bisa membayar utang, tidak masalah,” tutur Sri.

Kedua, berapa banyak kita berutang, darimana sumber utang tersebut, berapa lama jangka waktunya, berapa besar bunganya, hingga bagaimana mekanisme pembayarannya. Ketiga, risiko yang mungkin dapat terjadi pasca pemerintah memutuskan

untuk berutang. Ketiga hal tersebut penting sekiranya utang melonjak terlalu tinggi di luar kemampuan untuk membayar maka yang terjadi akan membahayakan keuangan negara.

Utang Indonesia aman

Salah satu level yang dijadikan acuan bahwa besaran utang pemerintah yang dikatakan aman ialah covergence criteria sesuai standar Maastricht Treaty. Standar tersebut juga diadopsi dalam Undang-undang Keuangan Negara. Adapun indikator utang dikatakan aman yaitu rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tidak melampaui 60 persen dan defisit anggaran tidak lebih dari 3 persen.

Dalam siaran pers yang diterbitkan oleh Biro Komunikasi dan Layanan Informasi, Kamis (23/1) lalu, tercatat outstanding utang mengalami kenaikan. Meski pada akhir 2009, utang sebesar Rp1.590,66 triliun lalu meningkat menjadi Rp2.371,39 triliun (akhir 2013), level utang masih dalam batas terkendali.

Wakil Menteri Keuangan, Bambang P. S. Brodjonegoro seperti dikutip dalam website Kemenkeu menekankan bahwa masyarakat

tidak perlu resah terkait meningkatnya besaran utang. Hingga akhir tahun 2013, rasio utang terhadap PDB Indonesia berada di kisaran 26 persen dan defisit anggaran sementara masih dapat dijaga di level 2,24 persen.

Merujuk standar Maastricht Treaty, kata Bambang, angka tersebut dinilai masih termasuk kategori aman dan dapat dikelola dengan baik. “Tidak perlu khawatir berlebihan, tetap kita harus jaga utang kita. Cara menjaganya dengan mengelola anggaran dengan benar,” tegasnya.

Besaran rasio utang terhadap PDB ditentukan oleh outstanding dan nominal PDB. Dalam lima tahun terakhir, rasio utang terhadap PDB Indonesia menunjukkan penurunan, kecuali tahun 2013. Pada tahun tersebut, terjadi peningkatan akibat meningkatnya outstanding utang yang disebabkan pelemahan nilai tukar Rupiah.

Lana Sulistyaningsih, ekonom Universitas Indonesia berpandangan bila dibandingkan negara-negara emerging market, rasio utang terhadap PDB Indonesia memang paling rendah. “Dibandingkan negara yang dianggap rentan karena ada defisit current account, kinerja kita dari sisi GDP masih jauh lebih baik. Bahkan kalau dibandingkan (negara) ASEAN, kita lebih baik,” kata Lana.

Lana memandang pemerintah perlu memperhatikan sektor perbankan, serta hubungan perdagangan dengan negara lain. Contoh kasus di Irlandia, sebelum krisis rasio utangnya berada dibawah 20 persen. Ketika ada gejolak Eropa, tetap saja termasuk yang bangkrut karena utang. Hal ini mungkin terjadi akibat ketergantungan perdagangan impor yang sangat besar. Hal tersebut penting untuk menjadi perhatian pemerintah.

Efektivitas utang

Instrumen utang terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman. SBN sebagian besar sifatnya tunai dan tidak terkait langsung dengan kegiatan tertentu kecuali project based sukuk (SBSN PBS). Sementara pinjaman sebagian besar terkait dengan

19MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

Page 20: Media Keuangan Februari 2014

belanja tertentu (project loan), sisanya berupa pinjaman tunai (program loan).

Dari sisi pemanfaatan, pinjaman (project loan) relatif lebih mudah di-trace karena secara langsung digunakan untuk membiayai kegiatan tertentu misalnya pembangunan infrastruktur fisik. Pada gilirannya, pembangunan itu mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Disamping itu, penggunaan pinjaman juga berpotensi mendapatkan cost of borrowing yang lebih rendah, transfer teknologi dan expertise dari negara pemberi pinjaman serta governance proyek yang baik.

Dalam beberapa tahun terakhir, SBN menjadi sumber utama pembiayaan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ini terkait kebijakan negative net atas pinjaman luar negeri atau dengan kata lain penarikan pinjaman lebih kecil daripada pembayaran cicilan pokoknya.

Sebagai gambaran, dalam konteks outstanding utang, pada tahun 2004 SBN mencakup sekitar 51 persen dari total utang, sedangkan tahun 2013 telah mencakup sekitar 70% dari total utang. Guna meningkatkan kemampuan daya serap pasar dan mendukung efisiensi sumber pembiayaan, pemerintah kini tengah mengembangkan pasar SBN domestik. Tercatat, tahun 2008 total gross SBN domestik sebesar Rp86,93 triliun dan pada tahun 2013 meningkat menjadi Rp263,99 triliun.

Selain mata uang Rupiah, pemerintah juga menerbitkan SBN berbentuk valas. Tujuannya untuk menjamin pemenuhan pembiayaan APBN tanpa menimbulkan crowding out di pasar domestik dan menurunkan tingkat biaya portofolio utang dengan tingkat risiko yang terkendali. Selain itu, penerbitan tersebut juga bertujuan memberikan benchmark yield bagi sektor korporasi/swasta yang membutuhkan pendanaan berbentuk valas dan mendukung penerapan Asset Liability Management Negara.

Awal Januari lalu, pemerintah telah melakukan transaksi penjualan Surat Utang Negara (SUN) terbesar dalam valuta asing senilai US$4 miliar. Transaksi ini merupakan bagian dari program Global Medium Term Notes (GMTN) Republik Indonesia sebesar US$25 miliar.

Menurut Scenaider Siahaan, penerbitan SUN terbesar tersebut sama dengan Korea Selatan tahun 1998 silam. Scenaider menjelaskan bahwa strategi ini dinamakan front loading,

“artinya mengumpulkan dana 60 persen pada semester satu dan 40 persen semester dua. Alasannya karena ketidakpastian masih tinggi, adanya kebijakan tappering off Amerika dan China ekonominya sedang turun. Kita khawatir akan berdampak,” jelasnya.

Selaras dengan Scenaider, Lana Sulistyaningsih juga memaparkan bahwa penerbitan SBN berbentuk valas seharusnya fleksibel menyesuaikan kondisi makro dan kebutuhan. Jika kondisi ekonomi makro terjaga dan stabil, sebaiknya penerbitan SBN Rupiah lebih banyak, tetapi jika cadangan devisa tergerus, global bond yang seharusnya diperbanyak.

Dalam APBN 2014, pemerintah mengupayakan penurunan rasio utang terhadap PDB di akhir tahun 2014 menjadi sekitar 22-23 persen. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) mengupayakan pengaturan komposisi utang baru agar lebih optimal sehingga dapat meminimalisir dampak peningkatan outstanding utang akibat pelemahan Rupiah. Disamping itu, saat ini DJPU tengah mempersiapkan infrastruktur transaksi lindung nilai (hedging) yang bertujuan mengurangi risiko nilai tukar.

Disi lain, Sri Adiningsih menegaskan agar pemerintah tetap harus menjaga defisit APBN tidak membengkak. Salah satunya dengan menekan subsidi yang tidak tepat sasaran. Sri mengatakan bahwa pemerintah punya kesempatan untuk menaikkan BBM secara bertahap. “Kalau kenaikkannya Rp500 atau Rp750 setiap setengah tahun, kan mudah diterima. Memang harus naik pelan-pelan untuk menekan subsidi tapi yang penting harus dikembalikan ke masyarakat. (Misalnya) Dalam bentuk membangun jalan, jembatan dan energi terbarukan,” pungkasnya.

2008 2009 2010 2011 2012 2013Total Gross 126.249,1 144.557,7 161.903,3 204.518,9 268.547,8 322.725,8Domestik 86.932,4 97.755,7 136.861,9 174.121,4 212.891,6 263.993,1

Valas 39.316,8 46.802,0 25.041,4 30.397,5 55.656,2 58.732,7Porsi Valas 31,1% 32,4% 15,5% 14,9% 20,7% 18,2%

Ukurannya adalah utang untuk kegiatan produktif. Esensinya menghasilkan, bukan konsumtif, kuncinya di situ.”

Scenaider Siahaan

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

20

Penerbitan SBN 2008-2013 (miliar Rupiah)Sumber: Direktorat Strategi dan Portofolio Utang, DJPU, Kementerian Keuangan

Page 21: Media Keuangan Februari 2014

Laporan Utama

Teks Irma Kesuma Dewi

Foto Kukuh Perdana

Pembenahan Tata Kelola PNBP Memperkuat Penerimaan

Menurut Wakil Menteri Keuangan II, Anny Ratnawati, jika dibandingkan dengan

perpajakan, PNBP memang selalu lebih kecil. Namun sebenarnya kontribusi PNBP sangat signifikan. “Pemerintah  selalu berupaya mengoptimalkannya, baik yang berasal dari SDA, dividen BUMN, dan penyelenggaraan Pemerintahan yang dilakukan oleh K/L” , ujar Anny.

Plt Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak, Anandy Wati menyebutkan 10 tahun terakhir rata-rata kontribusi PNBP per tahun sekitar 29 persen dari total pendapat Negara. Dari tahun-ke tahun PNBP nasional menunjukkan tren peningkatan. “Bahkan bila dibandingkan dengan pendapatan dari Bea dan Cukai, PNBP masih lebih tinggi”, ungkapnya.

Senada dengan Anandy, Direktur Institute for Development of Economics and

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada dasarnya memiliki fungsi budgetary dan regulatory. Fungsi budgetary PNBP berkontribusi besar dalam menunjang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sementara fungsi regulatory PNBP berperan penting dalam mendukung pengendalian dan pengelolaan kekayaan Negara, termasuk pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA).

21MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

Page 22: Media Keuangan Februari 2014

Finance (Indef ) Ahmad Erany Yustika mengungkapkan, dibanding Malaysia dan Jepang yang PNBP-nya masing-masing hanya 19 persen dan 0,05 persen dari total pendapatan, maka porsi PNBP Indonesia tergolong lebih baik. Hal ini SDA Indonesia cukup banyak. Indonesia juga banyak memiliki Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menjadi sumber PNBP.

Target 2014

Dalam APBN 2014 kontribusi PNBP ditargetkan sebesar 23 persen atau Rp 385 Triliun dari total target pendapatan negara sebesar Rp1,667 Triliun. Sektor minyak dan gas (Migas) masih akan menjadi penyumbang terbesar Rp 196 Triliun. Sementara, sektor Non Migas ditargetkan sebesar Rp29 Triliun, bagian laba BUMN sebesar Rp 40 Triliun, Badan Layanan Umum (BLU) sebesar Rp25 Triliun, dan PNBP lainnya sebesar Rp 94 Triliun.

Dikatakan oleh Anny, belum optimalnya PNBP sektor Non Migas disebabkan oleh belum maksimalnya pengawasan dan pembinaan. Selain itu, terdapat beberapa hal lain diantaranya: i) Regulasi yang menghambat, karena terdapat

ketidaksinkronan substansi dengan peraturan perundangan lainnya; ii) ketatalaksanaan, seperti tarif PNBP yang sudah tidak sesuai dengan harga keekonomian, tidak akuratnya perhitungan volume dan kualitas mineral sebagai dasar perhitungan royalti; iii) Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM), dimana terdapat keterbatasan struktur serta tugas pokok dan fungsi organisasi; serta iv) Potensi hilangnya pendapatan Negara dari tidak dilaksanakannya wajib bayar PNBP.

Anandy mengamini bahwa penerimaan Migas masih menjadi kontributor PNBP terbesar meskipun kecenderungannya akan menurun sesuai cadangan Migas yang menurun alamiah (natural decline). Untuk mempertahankan potensi penerimaan Migas Pemerintah mengupayakan sejumlah langkah. Misalnya, pengembangan lapangan Migas baru dan mempercepat penyelesaian kontrak, optimasi lapangan produksi, upaya preventive/predictive maintenance guna mengurangi unplanned shut down, efisiensi operasi dan optimalisasi fasilitas produk, serta koordinasi regulasi, perizinan, dan tumpang tindih lahan.

Ditambahkan Anandy, saat ini Pemerintah tengah menggali potensi PNBP SDA Non Migas yang dianggap memiliki potensi besar seperti pertambangan panas bumi, mineral dan batu bara, kehutanan dan perikanan.

Tantangan

Diakui Anandy, banyak permasalahan yang perlu segera ditangani. Contohnya masih ada pungutan yang terlambat/tidak disetor ke Kas Negara serta penggunaan langsung dan pengelolaan PNBP di luar mekanisme APBN. Keberadaan Undang-undang sektoral tentang pengelolaan tarif dan penggunaan dana PNBP menjadi permasalahan tersendiri yang perlu disesuaikan dengan ketentuan peraturan-perundangan.

Dari aspek perhitungan, adanya perbedaan asumsi makro yang ditetapkan dalam APBN 2014 dengan kondisi saat ini seperti asumsi lifting minyak dan nilai tukar Rupiah menyebabkan penetapan target PNBP seringkali berubah. “Permasalahan umum

lain adalah belum tergalinya potensi PNBP akibat banyaknya potensi pungutan yang belum memiliki dasar hukum serta lambatnya penyesuaian tarif pungutan dengan tuntutan pelayanan”, terang Anandy.

Di sisi lain, Erani mengingatkan pengelolaan SDA yang tidak ramah lingkungan dan eksploitasi SDA ilegal akan berdampak pada penerimaan negara. Untuk PNBP yang berasal dari BUMN, perlu dicermati pula banyaknya privatisasi BUMN akan berdampak pada penurunan pendapatan dalam jangka panjang. “Selain itu, kinerja sebagian besar BUMN masih kalah bersaing dengan perusahaan swasta sehingga perlu perbaikan”, katanya.

Langkah Strategi

Anandy memaparkan, untuk memperkuat PNBP 2014 Direktorat Jenderal Anggaran secara bertahap membenahi tata kelola. Pertama, dengan transformasi kelembagaan agar postur pengelola PNBP lebih ideal dalam menghadapi dinamika sosial dan ekonomi di masa. Kedua, perbaikan sistem regulasi agar sesuai dengan dinamika kekinian. RUU Perubahan atas UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP saat ini siap untuk dibahas di tingkat parlemen. Ketiga, penerapan Sistem Informasi Sistem PNBP Online (Simponi) yang akan segara diluncurkan. Simponi merupakan sistem billing untuk membantu pengaturan dan pencatatan segala transaksi yang terjadi. Keempat, capacity building bagi SDM yang akan melakukan pembenahan-pembenahan tersebut.

Erani menambahkan, pembenahan PNBP harus dimulai dari tingkat daerah hingga pusat. Ia juga memandang koordinasi antar lembaga perlu ditingkatkan agar tidak lagi ada ada tumpang tindih pemungutan pada satu objek. Hal yang tak boleh dilupakan adalah penetapan target, evaluasi, dan monitoring realisasi penerimaan PNBP untuk menghindari moral hazard pada unit kerja Pemerintah. “Transparansi dan akuntabilitas dalam mengelola PNBP akan meningkatkan kepercayaan masyarakat sehingga berdampak pada kesadaran untuk membayar PNBP”, pungkas Erani.

Penerimaan Migas masih menjadi kontributor PNBP terbesar meskipun kecenderungannya akan menurun sesuai cadangan Migas yang menurun alamiah (natural decline).

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

22

Page 23: Media Keuangan Februari 2014

Laporan Utama

Tahun Politik Penuh Tantangan

Teks Arfindo Briyan

Foto Kukuh Perdana, Internet (diolah)

Target penerimaan negara sebesar Rp1.600 triliun telah ditetapkan dalam APBN Tahun Anggaran 2014. Tahun

sebelumnya, pemerintah tidak berhasil mencapai target yang ditetapkan. Realisasi pendapatan negara tahun lalu sebesar 95,2 persen dari targetnya. Untuk mencapai target yang telah ditetapkan tahun ini, pemerintah perlu menyusun strategi khusus. Beberapa waktu yang lalu, Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati memaparkan berbagai langkah strategis tersebut. Simak wawancaranya berikut ini.

Target pendapatan negara dalam APBN TA 2014 telah ditetapkan sebesar Rp1.600 triliun. Strategi apa yang akan dijalankan Kementerian Keuangan dalam upaya mencapai target yang telah ditentukan dalam APBN 2014?

Pemerintah akan menjalankan berbagai strategi kebijakan, baik di bidang perpajakan maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kebijakan penerimaan perpajakan di antaranya melalui penggalian berbasis sektor dengan fokus utama pada pertambangan, perkebunan property dan perdagangan. Pemerintah juga akan melakukan penyempurnaan sistem administrasi perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Selain itu, dilakukan pula penyempurnaan peraturan perpajakan untuk lebih memberi kepastian hukum serta perlakuan yang adil dan wajar. Kemudian ada

ekstensifikasi Wajib Pajak (WP) orang pribadi berpendapatan tinggi dan menengah, optimalisasi data hasil sensus pajak nasional, dan ekstensifikasi barang kena cukai. Pemerintah juga akan melakukan penguatan penegakan hukum bagi penggelap pajak dengan joint audit antara DJP dan DJBC serta instansi Pemerintah terkait lainnya.

Pemerintah juga berencana memberikan insentif perpajakan. Pertama, melalui evaluasi bidang usaha tertentu dan daerah tertentu yang menjadi prioritas pembangunan skala nasional yang mendapat fasilitas PPh dalam rangka penanaman modal berupa Investment Allowance. Kedua, dengan penyusunan kebijakan fiskal untuk mendukung pengembangan industri intermediate dalam rangka substitusi impor berupa pembebasan bea masuk untuk bahan baku dan tax allowance insentif fiskal untuk penanaman modal bagi industri hilir pertambangan dan disinsentif fiskal bea keluar untuk ekspor konsentrat mineral dalam mendukung hilirisasi pertambangan.

Bagaimana dengan kebijakan terkait PNBP?

Terkait PNBP, strategi yang akan dijalankan diantaranya optimalisasi produksi pada lapangan existing dan percepatan pengembangan lapangan baru, peningkatan lifting migas dan melakukan efisiensi cost recovery serta mengupayakan penurunan angka rasio cost recovery terhadap gross revenue dan penyusunan dasar hukum jenis dan tarif atas jenis PNBP sebagai dasar pemungut PNBP.

Selain itu, pemerintah juga akan mengoptimalkan pemungutan PNBP dengan meningkatkan peran serta pihak-pihak terkait seperti Dinas Provinsi, Kabupaten/Kota. Intensifikasi dan ekstensifikasi juga dilakukan dalam rangka peningkatan penerimaan negara melaui monitoring dan evaluasi

serta penyusunan dan penyempurnaan

ketentuan peraturan

perundang-

23MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

Page 24: Media Keuangan Februari 2014

undangan. Kemudian mengembangkan usaha perikanan tangkap terpadu melalui konsep Minapolitan, dan industrialisasi perikanan tangkap serta mengoptimalkan pay out ratio dividen BUMN dengan tetap mempertimbangkan kondisi keuangan masing-masing BUMN. Terakhir dengan meningkatkan mutu dan produktivitas pelayanan K/L melalui pengembangan jenis dan kualitas pelayanan penunjang.

Selama ini, perpajakan masih menjadi sektor andalan dalam penerimaan negara. Dalam lima tahun terakhir, kontribusinya meningkat dari 60 persen menjadi sekitar 70 persen dari total pendapatan negara. Bagaimana Ibu melihat potensi perpajakan di tahun 2014 ini?

Potensi perpajakan kita sebenarnya masih sangat besar terutama dari sektor-sektor unggulan seperti sektor pertambangan dan penggalian (migas), property, industri pengolahan, dan sektor keuangan serta jasa perusahaan. Namun, implementasi kebijakan untuk mengubah potensi tersebut menjadi realisasi dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertumbuhan ekonomi, harga komoditas, kepatuhan dalam membayar pajak, dan lain-lain, merupakan tantangan dalam optimalisasi penerimaan perpajakan. Oleh karena itu, Pemerintah berusaha untuk memperluas basis pajak dengan masuk ke sektor-sektor unggulan tersebut untuk lebih mengoptimalkan penerimaan pajaknya melalui kebijakan-kebijakan sebagaimana saya uraikan dalam statement saya sebelumnya.

Apa kendala terbesar dari Pemerintah dalam mencapai target penerimaan negara?

Kendala pencapaian penerimaan perpajakan dapat dikelompokkan menjadi kendala ekonomi dan non ekonomi. Dari sisi ekonomi, masih terdapat beberapa faktor penghambat pertumbuhan ekonomi ke tingkat lebih tinggi. Pertama, dampak tekanan tapering oleh the Fed (AS) memperlambat pemulihan global, tekanan arus likuiditas global yang akan berdampak pada kinerja sektor keuangan, dan suku bunga domestik. Kemudian, kinerja PDB migas yang diperkirakan masih lemah atau

terjadi pertumbuhan negatif, yang akan menghambat kinerja sektor pertambangan dan PDB secara keseluruhan.

Dari sisi non ekonomi atau struktural, Indonesia masih banyak menghadapi kendala dalam upaya meningkatkan penerimaan perpajakan. Kendala tersebut di antaranya adalah sempitnya basis pajak atau narrow tax base, rendahnya tingkat kepatuhan WP atau low tax compliance, dan terbatasnya kuantitas dan kualitas SDM petugas pajak. selain itu dua kendala lain adalah terbatasnya biaya pemungutan pajak atau cost tax collection yang berpengaruh terhadap terbatasnya kapasitas infrastruktur perkantoran dan IT dan terbatasnya pula data pendukung yang akan dipakai sebagai bahan pemeriksaan.

Di sisi lain, kendala untuk optimalisasi PNBP berkaitan dengan peningkatan pembinaan dan pengawasan PNBP Sumber Daya Alam nonmigas. Hal tersebut adalah bentuk upaya pemerintah untuk lebih mengoptimalkan pendapatan dari sektor tersebut. Sementara itu, upaya pencapaian target PNBP Sumber Daya Alam migas masih dihadapkan pada tantangan pencapaian target lifting migas dan perkembangan ICP yang terus berfluktuasi, seiring dengan perkembangan harga minyak internasional. Kendala selanjutnya adalah pencapaian target pendapatan bagian laba BUMN tanpa mengganggu kebutuhan belanja modal BUMN. Pemerintah juga masih dihadapkan pada belum optimalnya mekanisme

penagihan, penyetoran, dan pengelolaan PNBP Kementerian/Lembaga (K/L) dan pendapatan Badan Layanan Umum.

Dengan didukung langkah-langkah kebijakan di bidang perpajakan, target penerimaan perpajakan dapat diwujudkan apabila kendala-kendala yang ada dapat diminimalisir.

Bagaimana harapan Ibu bagi tercapainya target pendapatan negara di tahun 2014 ini?

Pada tahun 2013 kinerja penerimaan negara di bawah targetnya. Sementara itu, tahun 2014 merupakan tahun politik dan penuh tantangan. Bercermin dari kondisi yang terjadi di tahun 2013, maka kita harus lebih berhati-hati di tahun 2014 terutama mengenai stabilisasi ekonomi makro. Saya masih optimis bahwa pertumbuhan ekonomi di tahun 2014 akan lebih baik daripada di tahun 2013 mengingat kita memiliki event besar di 2014 yaitu pemilu, sehingga diharapkan konsumsi domestik kita akan meningkat yang dapat memicu pertumbuhan ekonomi kita. Selain itu, terpilihnya pemimpin baru di negeri ini diharapkan dapat menumbuhkan kepercayaan investor terutama investor asing sehingga dapat meningkatkan aliran modal asing ke dalam negeri. Faktor-faktor tersebut, merupakan faktor-faktor yang dapat berdampak positif terhadap indikator makro ekonomi kita dan selanjutnya diharapkan berdampak positif terhadap pendapatan negara di tahun 2014.

Saya masih optimis bahwa pertumbuhan ekonomi di tahun 2014 akan lebih baik daripada di tahun 2013 mengingat kita memiliki event besar di 2014 yaitu pemilu, sehingga diharapkan konsumsi domestik kita akan meningkat yang dapat memicu pertumbuhan ekonomi kita.”

Anny Ratnawati

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

24

Page 25: Media Keuangan Februari 2014

Reportase

Teks Dwinanda Ardhi

Foto Langgeng Wahyu

25MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

Media Keuangan Raih Gold Winner InMA 2014

Majalah Media Keuangan berhasil meraih dua dari lima penghargaan Gold Winner pada ajang Inhouse

Magazine Awards (InMA) yang diselenggarakan oleh Serikat Perusahaan Pers (SPS) pada Sabtu (8/2) di Bengkulu. Penghargaan diberikan langsung oleh Ketua Umum SPS yang juga Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan pada malam penghargaan yang dihadiri oleh ratusan peserta. Mereka berasal dari latar belakang institusi yang berbeda-beda, mulai dari perusahaan pers, perusahaan swasta nasional, perwakilan pemerintah pusat, pemerintah daerah, perguruan tinggi, hingga BUMN.

Pada tahun 2013, InMA diikuti oleh 162 entri dari 54 lembaga dan korporasi. Sementara pada tahun 2014, Media Keuangan bersaing dengan total 201 buah entri dari 55 lembaga dan korporasi untuk memperebutkan predikat majalah internal terbaik kategori pemerintah pusat dan daerah. Penghargaan yang diterima oleh Media Keuangan merupakan peningkatan dari prestasi tahun sebelumnya. Pada tahun 2013, Media Keuangan Vol.VII/No.56/April 2012 meraih penghargaan Silver Winner. Sementara pada tahun ini, Media Keuangan Vol.VIII/No.67/Maret 2013 dan Media Keuangan Vol.VIII/No.73/September 2013 mendapatkan apresiasi Gold Winner.

Pada tahun ini, dewan juri InMA terdiri atas 5 orang ahli di bidang media. Mereka adalah Daniel Surya (Presiden dan Chairman DM-Idholland), Iwan Kurniawan (Fotografer Profesional), Ndang Sutisna (Executive Director First Position), Gunawan Alif (Akademisi UI), dan SAM August Himmawan (Direktur PT Dasa Strategik Indonesia).

Dewan juri menilai sampul muka majalah internal yang dirancang secara cemerlang dan memiliki keunikan dalam menyajikan berita atau fitur, selaras dengan headline yang memikat, gaya desain kreatif, dan penggunaan foto yang baik. Faktor lainnya yang dinilai dalam penjurian adalah berita utama dan dampaknya bagi pembaca, penggunaan warna, nilai seni, penempatan dan kejelasan teks, tulisan, serta pemilihan huruf.

Pada kategori Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, penghargaan Gold Winner juga diperoleh Mediakom Kementerian Kesehatan dan Warta BPK yang diterbitkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Sementara Silver Winner diberikan kepada Media Industri dari Kementerian Perindustrian dan Majalah Komisi Yudisial. Penghargaan Bronze Winner diterima oleh Majalah Jurnal Keluarga yang diterbitkan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Majalah Parlementaria DPR.

Penghargaan InMA tahun ini diselenggarakan untuk ketiga kalinya. Selain InMA, SPS juga memberikan penghargaan Indonesia Print Media Awards (IPMA) yang sudah memasuki tahun kelima penyelenggaraan. Yang baru pada tahun ini, terdapat penghargaan Indonesia Young Readers Awards (IYRA).

Malam penghargaan bagi insan media ini dilaksanakan bersamaan dengan rangkaian acara peringatan Hari Pers Nasional (HPN) yang diperingati setiap tanggal 9 Februari. Sebelum acara puncak, SPS juga menggelar kegiatan CEO Media Conference dan Rapat Kerja Nasional pada Jumat (8/2). Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Negara Ani Yudhoyono secara khusus hadir dalam perayaan HPN di bumi raflesia tahun ini.

Page 26: Media Keuangan Februari 2014

Reportase

TeksIin Kurniati

Ekonomi global di tahun 2014 diprediksi akan berjalan membaik meski downside risk masih

membayangi. Membaiknya perekonomian global akan memberikan dampak positif bagi perekonomian domestik. Demikian disampaikan Mukhtar, Kepala Kanwil DJP Aceh saat membuka Seminar Perkembangan Ekonomi Fiskal Terkini di Aceh, Rabu (19/2).

Acara yang dimotori oleh Badan Kebijakan Fiskal dan Biro Komunikasi dan Layanan Informasi ini dihadiri tidak kurang dari 300 orang perwakilan dari Kemenkeu baik pusat dan daerah. Tak hanya itu, sejumlah kalangan dari pemerintah daerah hingga akademisi pun turut menghadiri acara yang bertujuan menjadi sarana pembelajaran dan sharing knowledge mengenai isu strategis. Seminar ini juga merupakan upaya pemerintah bertukar informasi guna menemukan pandangan objektif untuk meningkatkan kemajuan ekonomi nasional dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Seminar ini dibagi ke dalam tiga sesi dan Djoko Prihatno, Kepala Kanwil DJKN Aceh berperan sebagai moderator. Sesi pertama berisi pembahasan mengenai perkembangan perkonomian terkini dan prospek ekonomi 2014. Abdurohman,

Waspada Downside RiskKepala Bidang Analisis Fiskal, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, BKF yang mengisi sesi tersebut mengemukakan posisi perekonomian Indonesia.

Dalam pembahasannya, Abdurahman menjelaskan bahwa pertumbuhan Indonesia di antara negara anggota G20 dan emerging market merupakan tertinggi ketiga setelah Cina dan India. Ekonomi Indonesia dianggap paling stabil karena didukung oleh fundamental ekonomi nasional yang sehat. Semakin tingginya rasio jumlah penduduk usia produktif, meningkatnya penghasilan kelas menengah serta daya tarik investasi yang sangat baik, merupakan segelintir faktor yang mendukung kondisi tersebut.

Sesi kedua berisi pembahasan mengenai arah kebijakan transfer ke daerah yang disampaikan oleh Adijanto, Direktur Dana Perimbangan, DJPK. Dalam APBN 2014, dana transfer ke daerah sebesar Rp592,55 triliun. Dana tersebut terdiri dari dana perimbangan Rp487,9 triliun serta dana otsus dan penyesuaian Rp104,62 triliun.

Sesi ketiga pembahasan mengenai perkembangan perekonomian Aceh dan isu fiskal daerah (quality spanding). Pembahasan yang disampaikan oleh Raja Masbar, Dosen

Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala ini berisi mengenai kondisi ekonomi di bumi Serambi Mekah. Diantaranya mengenai laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto, perkembangan inflasi, pengangguran dan kemiskinan.

Menurut Raja, Pertumbuhan ekonomi Aceh tanpa migas pada triwulan keempat 2013 sebesar 1,84 persen quarter to quarter (qtq). Secara kumulatif, pertumbuhan tahunan Aceh mencapai 5,36 persen tanpa migas, atau melambat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 6,07 persen.

Akhirnya, lanjut Raja, dana yang berasal dari APBN dan APBD harus memiliki manfaat yang terukur dengan indikator kinerja yang standar. Bagi Raja, ada beberapa hal yang menjadi tujuan akhir ilmu ekonomi. Pertama, perencanaan berbasis bukti konkret (evidence based planning). Kedua, penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting). Ketiga, sistem dan format yang terintegrasi antara perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan serta pertanggung-jawaban. Terakhir, efisiensi dalam alokasi dana yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan berdampak kepada meningkatnya kesejahteraan masyarakat.

FotoGondo Harto

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

26

Page 27: Media Keuangan Februari 2014

Wawancara

Teks Dwinanda Ardhi

Foto Langgeng Wahyu

27MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

Setelah delapan tahun bekerja sambil “menimba ilmu” di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),

Muhammad Sigit kembali ke Kementerian Keuangan. Pada bulan Oktober 2012, Sigit—biasa dia disapa—dilantik sebagai Direktur Penindakan dan Penyidikan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Setahun lebih di bawah kepemimpinan Sigit, direktorat strategis di DJBC itu mencatatkan peningkatan kinerja yang signifikan. Namun, bukan berarti tak ada persoalan oknum nakal yang harus dihadapi. Sigit meyakini bahwa kasus penyalahgunaan wewenang oleh oknum di institusinya harus juga ditangkal dengan langkah dan kebijakan preventif yang dirumuskan serius. Di ruang kerjanya di kantor pusat DJBC Rawamangun, Selasa (18/2), Sigit menerima wawancara Media Keuangan. Berikut petikannya.

Bagaimana Anda melihat terungkapnya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh oknum di institusi DJBC belakangan ini?

Saya melihat hal ini sebagai bahan evaluasi pengendalian internal, terutama di Direktorat Penindakan dan Penyidikan (P2). Bicara pengendalian internal, bisa dimulai dari hal yang sangat mendasar, yaitu lingkungan pengendalian. Kira-kira dimana peran pimpinan dalam menciptakan iklim yang sehat, baik, dan akuntabel yang perlu

Setelah Sigit Kembaliditingkatkan. Kemudian proses rekruitmen, promosi, atau mutasi ke Direktorat P2 sejauh ini apakah sudah aman atau belum dari kemungkinan pegawai yang terlibat kasus. Katakanlah integritas pegawainya sudah memenuhi syarat atau belum.

Dari segi teknis, SOP dalam bekerja juga harus dibenahi lagi. Misalnya jangan ada pekerjaan yang dikerjakan satu orang dari awal sampai akhir untuk mencegah celah kolusi. Yang juga menarik ditelaah adalah kalau pun benar dugaan penyimpangan dilakukan oleh oknum, sebenarnya tujuannya apa? Semata-mata memperkaya diri sendiri, kelompok, atau ada tujuan lain? Misalnya ada tujuan lain untuk mengamankan institusi dari gangguan oknum-oknum yang lain lagi, maka yang harus dibangun adalah kepercayaan diri, institusi, dan pegawai, yaitu bahwa untuk mengamankan institusi tidak perlu berkawan dengan oknum. Kita harus menegakkan aturan yang ada.

Juga rasanya pemberian gaji, remunerasi, termasuk seragam perlu dipikirkan. Pola mutasi pegawai juga harus mengurangi kesempatan untuk tidak betah dan bahkan tidak bisa membiayai hidupnya dan keluarga. Itu harus dipikirkan.

Saya melihat latar belakang tersendiri mengapa “alumni” dan pegawai di Direktorat

P2 saat ini seolah dijadikan sasaran. Direktorat P2 boleh dikatakan mempunyai resiko kerja yang tinggi, paling tidak dilihat dari penghargaan yang diberikan terhadap grading-nya yang tinggi. Kami tidak boleh bersedih hati dan harus bangkit. Mudah-mudahan kalau apa yang dilakukan penyidik dan penegak hukum benar, maka yang akan tersisa di sini adalah orang-orang baik. Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa mereka yang sedang didalami kasusnya oleh kepolisian menjadi faktor negatif dari organisasi. Saya mengatakan bahwa orang yang tersisa adalah orang-orang baik yang akan memberikan peluang untuk DJBC berkinerja semakin baik.

Setelah setahun lebih memimpin Direktorat P2, apa tantangan utama yang Anda temukan?

Awalnya saya berpikir bahwa pengawasan itu sifatnya represif, artinya apakah akan menjatuhkan sanksi administasi atau pidana terhadap pelanggar. Setahun di sini, saya melihat bahwa pengawasan preventif, misalnya melalui penyempurnaan aturan-aturan itu sifatnya positif. Pengawasan jangan diartikan hanya di belakang saja, tetapi termasuk sejak tahap perencanaan hingga jadi peraturan dan bagaimana itu ditegakkan. Sampai saat ini risk management yang kita diskusikan dan kita dalami belum selesai dan memang tidak akan

MUHAMMAD SIGIT, Ak., M.B.ATEMPAT DAN TANGGAL LAHIR: Medan, 3 Agustus 1962 | PENDIDIKAN: Diploma III Spesialisasi Akuntansi Sekolah Tinggi

Akuntansi Negara (STAN) (1984); Diploma IV Spesialisasi Akuntansi STAN (1990); Master of Business Administration in International Business, University of Birmingham (1994) | KARIER: Direktur Penindakan dan Penyidikan DJBC (2012-sekarang);

Inspektur II Inspektorat Jenderal (2012); Kepala Bidang Penyelenggara Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pajak Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (2012); Direktur Gratifikasi KPK (2010-2011); Direktur LHKPN KPK (2005-2010); Direktur Pengawasan

Internal KPK (2004); Widyaiswara STAN (2000-2004)

Page 28: Media Keuangan Februari 2014

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

28

selesai atau berhenti karena sifatnya yang sangat dinamis dan terbuka dipengaruhi lingkungan.

Anda sudah menjabat sebagai Direktur P2 selama satu tahun 4 bulan. Bagaimana kinerja Direktorat P2 sepanjang tahun 2013?

Pertama, terkait penangkapan dan penegahan narkoba, pada tahun lalu ada tangkapan kasus sebanyak 205 di seluruh Indonesia. Bobotnya mencapai setengah ton lebih. Seandainya 1 gram bisa merusak 5 orang, maka pengaruh negatifnya bisa sampai kepada 2,7 juta orang lebih. Badan Narkotika Nasional (BNN) merilis bahwa pecandu narkoba di Indonesia mencapai 4-5 juta jiwa. Kita memberikan kontribusi besar dalam pemberantasan narkoba dan posisi DJBC sangat penting. Narkoba yang ditegah tadi produksinya di luar negeri dan masuk secara ilegal ke Indonesia. Institusi yang bisa mencegah barang-barang itu masuk secara undang-undang adalah DJBC.

Yang kedua adalah penindakan-penindakan lain yang dilakukan oleh Direktorat P2 dan unit P2 di kantor wilayah (kanwil), kantor pelayanan utama, dan kantor pelayanan. Penegakan hukum yang kami lakukan jumlahnya mencapai empat ribu lebih dimana sebagian telah ditingkatkan menjadi penyidikan dan sebagian lagi berupa denda administrasi yang dampaknya menghasilkan penerimaan negara.

Pada tahun 2012, penegakan sekitar 3 ribu saja, sekarang jadi 4 ribu. Itu luar biasa. Namun kan selalu saja ada perdebatan, apakah penegakan hukum yang banyak akan selalu bagus? Sebagian pihak menilai justru jika penegakan hukum sedikit jumlahnya maka hal itulah yang bagus. Ini masih menjadi perdebatan.

Kemudian, sebagaimana diketahui, salah satu fungsi DJBC adalah revenue collection. Pada fungsi ini, Direktoraat P2 dituntut membantu fungsi-fungsi pengumpul penerimaan seperti Kepabeanan, Cukai,dan

Fasilitas. Caranya adalah mengharmonikan prioritas-prioritas fungsi-fungsi yang dibantu tadi dengan rencana pengawasan yang akan dilakukan. Dengan cara seperti ini energi pengawasan akan termanfaatkan secara optimal. Kemudian, yang tidak kalah pentingnya adalah peran unit P2 adalah terkait fungsi community protection. Selain narkotika, banyak barang-barang yang tidak memenuhi syarat—paling tidak berdasarkan SNI (Standar Nasional Indonesia)—masuk ke Indonesia. Misalnya saja barang larangan dan barang yang masuknya memiliki kuota. Dalam tugas pencegahan barang-barang itu, peran unit P2 sangat menonjol.

Selanjutnya adalah fungsi ketiga dan keempat, yaitu trade facilitation dan industrial assistant. Contoh-contoh hasil kerja unit P2 yang terkait hal ini lebih kepada terbentuknya mesin ekonomi, misalnya melalui kebijakan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). Direktorat P2 sangat terlibat dalam penyempurnaan peraturan-peraturan ini.

Page 29: Media Keuangan Februari 2014

29MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

Direktorat P2 merupakan salah satu direktorat strategis di DJBC. Bagaimana bentuk godaan yang dialami oleh para pegawai dalam bekerja?

Natural saja, kompetisi, kemudian juga sifat-sifat orang yang cenderung menerobos aturan, termasuk mengajak pegawai kita untuk kolusi. Godaannya tinggi sekali. Di samping itu juga ketegasan dalam memilih kualifikasi pegawai, pengawasan terhadap mereka, dan penegakan SOP. Kita berupaya dengan kualitas dan pengawasan yang baik, dengan harmoni yang baik, godaan bisa ditangkal. Ke depan, kami berharap tidak ada lagi cerita tentang pegawai DJBC yang diperiksa penegak hukum lain.

Selama delapan tahun bekerja di KPK, apa saja pelajaran penting yang Anda peroleh dan bisa digunakan untuk pengembangan DJBC?

Di KPK, saya memulai karier sebagai Direktur Pengawasan Internal selama satu tahun sekaligus merangkap sebagai Direktur Pengaduan Masyarakat karena jabatan itu kosong. Setahun setelah bergabung, saya diangkat menjadi Direktur Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara. Lima tahun kemudian, saya dipercaya menjadi Direktur Gratifikasi sekaligus mempimpin Biro SDM selama satu setengah tahun. Tentu banyak hal yang saya pelajari. Tidak bisa dibandingkan begitu saja KPK dengan Kemenkeu atau DJBC.

Ada sebuah pelajaran menarik di KPK. Pada dasarnya dalam sebuah organisasi, persentase SDM yang bisa dikatakan buruk pasti tidak banyak, misalnya 4-5 persen saja. Namun, SDM yang buruk ini memang harus, dalam bahasa medis, diamputasi karena akan memengaruhi 95 persen yang lain. Begitu juga sebaliknya, dalam sebuah organisasi, biasanya ada 4-5 persen SDM yang menonjol dan menunjukkan kinerja sangat baik. Mereka ini adalah agent of change yang akan memperbaiki institusi dan memengaruhi 95 persen SDM yang lainnya.

Berikutnya, ada faktor remunerasi yang bagus di KPK. Institusi ini menerapkan single source salary. Sumber penghasilan pegawai hanya

satu dan dinyatakan tidak boleh memiliki penghasilan lain. Seluruh biaya yang timbul akibat perjalanan dinas juga dibayarkan at cost.

Di sana juga telah diterapkan merit system. Pada setiap akhir periode, kinerja pegawai diukur. Kinerja golongan A bisa mendapatkan tambahan penghasilan lebih besar dibandingkan dengan nilai kinerja B, C, D dan E. Jika nilai kerja berada pada golongan D dan E, maka pegawai tidak mendapatkan tambahan penghasilan. Jangan dilihat hal ini sederhana, penambahan penghasilan ini bisa berdampak sampai setahun ke depan.

Penghasilan di KPK secara rupiah lebih baik, tetapi di sana tidak mengenal fasilitas mobil atau rumah dinas. Keseluruhan penghasilan diterima dalam bentuk uang yang sebagiannya disisihkan untuk dana pensiun. Di KPK, dana pensiun tidak membebani APBN.

Bagaimana pelajaran yang didapatkan dari budaya kerja di sana?

Sepengetahuan saya, “alumni” KPK komitmennya masih tinggi dan mungkin “terjebak”, dalam arti kalau orang KPK berbuat hal-hal yang tidak dapat dibayangkan masyarakat, ‘Apa kata dunia?’. Jadi para alumni ini terjebak secara positif.

Pelajaran lain yang berharga adalah bagaimana kerja sama antarpegawai dengan latar belakang karier yang berbeda-beda. Banyak pegawai KPK yang berasal dari kepolisian, kejaksaan, PNS, dan swasta. Ragam kultur begitu bercampur. Kita dengar institusi A misalnya buruk. Namun, pegawai

institusi itu yang diperkerjakan di KPK bisa tetap bagus jalannya. Hal ini menarik sekali. Ini menandakan bahwa sebenarnya jika manusia diberikan sistem dan kesempatan berbuat baik, maka mereka akan cenderung berbuat baik pula. Sistem yang baik akan menciptakan hasil yang baik. Orang akan risih jika berbuat keburukan.

Kemungkinan untuk berbuat jahat atau menyimpang sangat besar. Namun, sistem dan kualitas orang yang baik membuat kemungkinan itu bisa dihindari. Sebagai institusi penegak hukum, jika ada pegawai KPK yang melanggar hukum, maka yang bersangkutan akan menerima hukuman sepertiga lebih berat dari orang awam.

Bagaimana harapan Anda terhadap kinerja Direktorat P2 di tahun 2014?

Saya percaya bahwa ruang untuk improvement masih banyak, terutama di area preventif. Selain itu, masih banyak PR (Pekerjaan Rumah) yang perlu dibangun di bidang intelejen, utamanya membangun sistem. Dalam bekerja, ibaratnya kita bukan seperti orang yang tinggal di pinggir pantai yang menjadi mahir berenang karena alam, tapi kita mahir karena membangun kompetensi.

Saya juga ingin membangun hubungan yang lebih harmonis antara bidang intelijen dan penindakan. Dalam rapat koordinasi dan pengawasan saya katakan bahwa mereka yang menjadi perancang adalah pegawai dari bidang penindakan. Sementara pegawai dari bagian intelijen mendukung dengan data, analisis informasi, dan lain-lain. Kemudian teman-teman di bagian sarana operasi berpikir jangka panjang, misalnya apa saja yang harus dibangun untuk melengkapi sarana operasi pengawasan. Sarana operasi bicara tentang kapal, alat deteksi, alat komunikasi, dan persenjataan yang mereka bisa rencanakan dan siapkan. Kebetulan dari tahun lalu, kami sedang membangun beberapa kapal patroli, bahkan ada yang panjangnya 60 meter, ini baru selesai tahun depan. Harus dikawal dan dijaga betul agar prosesnya bisa sampai di ujung dan selamat, artinya tidak ada yang cacat kualitas.

Saya juga ingin membangun hubungan yang lebih harmonis antara bidang intelijen dan penindakan.

Page 30: Media Keuangan Februari 2014

TeksAbdul Aziz

FotoDok. KPPBC Kediri

Profil Kantor

KPPBC Kediri

WBK dan WBBM dalam GenggamanWaktu menunjukkan sekitar pukul 22.50 WIB, penduduk Kota Kediri dikagetkan dengan suara gemuruh yang cukup keras. Hujan pada Kamis malam (13/2) itu ternyata tidak hanya mengirimkan air, tetapi juga disertai bongkahan kerikil dari Gunung Kelud yang meletus. Letusan yang tak berselang lama dengan kenaikan status waspada ke awas ini, cukup untuk meratakan jalanan Kota Kediri dengan abu vulkanik. Meski demikian, roda perekonomian masyarakat Kediri dan sekitarnya tak lekas surut. Beruntung pada hari selanjutnya tak ada letusan besar susulan.

kita bersama. Apalagi, gunung ini merupakan salah satu ikon wisata kebanggaan Kediri yang turut menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain obyek wisata, industri rokok merupakan komoditas paling besar dalam menopang perekonomian Kediri. Salah satunya adalah PT. Gudang Garam Tbk yang pada 2012 lalu, omzetnya sempat menembus angka 49 triliun rupiah. Dengan nilai obyek Barang Kena Cukai dan Kepabeanan yang besar KPPBC Kediri perlu bekerja ekstra keras, agar penerimaan negara dapat tercapai dengan baik.

Capaian 2013 dan target 2014

Pada tahun 2013, KPPBC Kediri berhasil merealisasikan total pendapatan sebesar 14,9 triliun rupiah. Dengan potensi penerimaan yang berasal 42 Perusahaan Hasil Tembakau, 3 Kawasan Berikat dan 1 Kantor Pos Lalu Bea, tahun 2014 KPPBC Kediri menargetkan kenaikan total penerimaan sebesar 4% atau naik menjadi 15,5 triliun rupiah. Dengan

KPPBC Kediri berkoordinasi dengan Kantor Wilayah DJBC Jatim II untuk penggalangan bantuan.”Mulai hari Senin (17/2), kami menyalurkan bantuan ke tempat-tempat yang membutuhkan dengan kerja sama BNPB Propinsi,” tambah Hannan.

Musibah meletusnya Gunung Kelud merupakan bencana yang mengusik empati

Sebagai salah satu kantor perwakilan Kementerian Keuangan di Kediri, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan

Cukai (KPPBC) Tipe Madya Cukai Kediri ikut berperan serta dalam membantu para korban erupsi Kelud. Pada malam kejadian dan hari pertama setelah kejadian, kepala kantor dan seluruh staf terus memantau perkembangan situasi. Pada  hari Jumat (14/2), jajaran

(atas) KPPBC Kediri bersama kanwil DJBC Jatim II dan BNBP setempat menyampaikan bantuan kepada warga korban meletusnya Gunung Kelud, Jumat (14/2) lalu.

(kiri) Gedung KPPBC Kediri

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

30

Page 31: Media Keuangan Februari 2014

jumlah dan komposisi pegawai sebanyak 69 pegawai, Hannan optimis mampu memenuhi target tersebut.

Untuk soal prestasi, lebih dari tujuh prestasi diraih oleh kantor yang mengawasi wilayah seluas 3.359 km2 ini. Beberapa prestasi tersebut antara lain sebagai pemenang pertama seleksi Kantor Pelayanan Percontohan Tingkat Departemen Keuangan tahun 2009, penerima Piala Citra Pelayanan Prima pada 2010 dengan hasil penilaian “Amat Baik Sekali”, dan lolos dalam audit perpanjangan ISO 9001-2008 yang dilakukan oleh Bureau Veritas Certification pada 2013. Sementara yang terkini, KPPBC Kediri memperoleh predikat Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, sesuai dengan Kemenpan RB Nomor B/3226/M.PAN-RB/10/2013.

Tentang WBK/ WBBM

Sebagai salah satu dari lima wakil Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang memperoleh predikat WBK/WBBM, KPPBC Kediri harus memenuhi sejumlah syarat dan indikator tertentu. Strategi yang dilakukan dalam menghadapi penilaian WBK/WBBM ini adalah dengan memaksimalkan potensi yang ada, khususnya dari sisi SDM maupun sumber daya lainnya.

“Pada dasarnya KPPBC Kediri sudah memiliki semua kriteria yang diperlukan dalam proses penilaian tersebut, mengingat sejak tahun 2008 kantor ini sudah ditetapkan sebagai Kantor Modern dan sudah beberapa kali menghadapi dan memenangkan lomba sejenis. Selain itu, KPPBC Kediri juga sudah beberapa kali mengalami proses audit, baik itu dari Badan Pemeriksa Keuangan, Inspektorat Jenderal, maupun lembaga independen terkait,” ungkap Hannan.

WBK/WBBM adalah predikat yang diberikan oleh Kemenpan RB kepada unit kerja yang telah memenuhi sejumlah syarat dan indikator yang ditetapkan. Ini berdasarkan pada Peraturan Menpan-RB Nomor 60 tahun 2012 yang terdiri dari indikator proses yang antara lain berupa penandatanganan Pakta Integritas dan penyerahan LHKPN oleh seluruh pegawai,

pemenuhan terhadap Akuntabilitas Kinerja, adanya whistle blower system, pengendalian gratifikasi, Kode Etik, sistem penanganan conflict of interest dan sebagainya.

Di samping itu, K/L atau unit kerja juga harus memenuhi indikator hasil yang meliputi Nilai Indeks Integritas diatas 7 untuk WBK dan 7,5 untuk WBBM, penilaian kinerja Unit Pelayanan Publik diatas 550 untuk WBK dan 750 untuk WBBM, jumlah maksimum temuan inefektif maksimal 3% untuk WBK dan 2% untuk WBBM, dan lain-lain.

Penilaian tersebut dilakukan oleh Tim Penilai Internal maupun eksternal. Tim penilai internal dari Inspektorat Jenderal dan Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan Sekretariat Jenderal. Sementara Tim Penilai Nasional terdiri dari Kemenpan RB, KPK, dan Ombusman RI. “Hal yang menarik dalam proses penilaian tersebut adalah ketika tim penilai masih menghendaki adanya hardcopy dari indikator yang dipersyaratkan, padahal semua proses tersebut sudah ada dalam sistem aplikasi pengawasan dan pelayanan Bea dan Cukai”, ujar Hannan.

Tantangan

Tantangan yang paling berat dalam proses meraih predikat WBK/WBBM adalah adanya mutasi pejabat yang dari awal mengikuti proses atau sedang menangani persiapan penilaian tersebut, mulai dari Kepala Kantor, Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan beberapa pelaksana. Hal ini berkaitan juga dengan tantangan berikutnya, yakni adanya beda standar antara tim penilai dengan sistem pelayanan yang ada di aplikasi komputer. Tantangan lainnya adalah terdapat beberapa kriteria yang sebenarnya bukan kewenangan KPPBC Kediri untuk mengadakannya, tetapi diminta ada oleh tim penilai, seperti disediakannya Tim Pemantau Independen dan data perekrutan pegawai secara transparan.

Namun, semua tantangan tersebut dapat diatasi dengan menerapkan kebersamaan di antara semua pegawai. Bila ada hal-hal yang masih kurang dan perlu segera diselesaikan, akan didiskusikan dan diselesaikan secara bersama-sama saat itu juga. Pegawai yang sudah berpengalaman memberi masukan kepada pimpinan atau rekan kerjanya. Di

samping itu, tantangan tersebut dapat diatasi dengan koordinasi dan bimbingan dari kantor pusat DJBC dan Sekretariat Jenderal Kemenkeu.

Dampak positif predikat WBK/WBBM

Dampak positif dari ditetapkan KPPBC Kediri sebagai kantor berpredikat WBK/WBBM adalah meningkatnya kepatuhan, baik oleh pegawai KPPBC Kediri sendiri maupun oleh pengguna jasa. Dengan adanya kriteria-kriteria yang jelas tentang pelaksanaan tugas dan sistem reward-punishment bagi yang patuh maupun yang melanggar, maka tidak ada lagi pegawai maupun pengusaha yang coba-coba mencari kelemahan aturan.

“Dalam jangka panjang kebiasaan yang awalnya dipaksakan itu akan mampu membentuk karakter, sehingga saat ini kepatuhan dan ketertiban itu sudah menjadi kebiasaan di KPPBC Kediri. Akibatnya bagi organisasi, suasana kerja menjadi nyaman, ada kepastian hukum dan produktivitas pegawai meningkat dan terukur” terang Hannan.

Harapan ke depan

Menurut Hannan, meski telah memperoleh berbagai penghargaan bergengsi tersebut, tak serta-merta selesai begitu saja. Setelah tercapainya predikat WBK/WBBM, KPPBC Kediri akan mempertahankan kondisi yang minimal sama dengan kondisi pada saat penilaian. Bahkan Hannan menambahkan, KPPBC akan terus meningkatkan prestasi sesuai dengan tantangan kebutuhan organisasi DJBC ke depan, memperbaiki hal–hal yang kurang sempurna sesuai masukan dari tim penilai maupun pihak lain, serta meningkatkan kualitas SDM melalui serangkaian pelatihan, seperti diklat kreativitas dan inovasi, diklat Service Level Agreement, program pembinaan dan keterampilan pegawai, serta pembinaan dan pengawasan oleh atasan langsung.

“Target di tahun 2014 adalah tetap mengupayakan tercapainya semua IKU dan target penerimaan yang dibebankan ke KPPBC Kediri, melaksanakan pengawasan yang profesional dan efektif, dan tetap menjadi role model bagi kantor-kantor yang lain,” pungkas Hannan.

31MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

Page 32: Media Keuangan Februari 2014

Profil

menengah atas di Jakarta. Setelah lulus dari SMA 54 Jakarta pada tahun 1986, Prima melanjutkan studi di Universitas Soedirman, Purwokerto. “Saya kuliah di desa,” katanya sambil tertawa kecil.

“Ilmu Manajemen itu menarik. Kita belajar bagaimana orang bisa mengikuti apa yang kita mau,” kata Prima. Oleh sebab itu, Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen menjadi pilihan Prima saat kuliah. Hingga pada tahun 1990, ia resmi menyandang gelar Sarjana Ekonomi.

Lulus kuliah, Prima memilih untuk bekerja di pemerintahan. Ia tercatat sebagai CPNS sejak bulan Januari 1992 di Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Beberapa tahun bekerja, ia sempat menjadi pemeriksa pajak setelah sebelumnya lulus dalam Diklat Perwira Pajak selama lebih dari satu tahun. Di tahun ketiga bekerja, tepatnya pada tahun 1996, Prima mendapatkan beasiswa untuk menempuh pendidikan S2 di University of Denver, Amerika Serikat. Gelar Master of Taxation ia dapatkan dari universitas tersebut satu tahun kemudian. “Saya banyak belajar mengenai perpajakan di negara lain, saat itu,” kisahnya.

Latar belakang pendidikan itu pula yang membuat Prima dipercaya untuk memimpin unit-unit yang berhubungan dengan perpajakan internasional. Pada 1998, ia dilantik menjadi Kepala Seksi Kerja Sama Perpajakan Bilateral, DJP. Kemudian masih di tahun yang sama, Prima dilantik kembali menjadi Kepala Seksi Perjanjian Perpajakan Eropa. Empat tahun berselang, ia dipercaya

untuk menjabat sebagai Kepala Seksi Pajak Penghasilan Badan di KPP Penanaman Modal Asing Satu.

Di tahun-tahun berikutnya, Prima semakin dipercaya untuk menduduki jabatan yang lebih menantang. Pada 2006, ia dilantik menjadi Kepala Subdirektorat Peraturan Pajak Penghasilan. Tahun berikutnya, ia dipercaya untuk menjabat Kepala Subdirektorat Peraturan PPh Badan. Belum genap tiga tahun, tepatnya pada bulan Agustus 2009, ia kembali dilantik menjadi Kepala Subdirektorat Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional. Hingga pada Januari 2012, ia dipercaya untuk menjabat sebagai Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, di Badan Kebijakan Fiskal.

Pusat Kebijakan Pendapatan Negara adalah salah satu unit di Kementerian Keuangan yang berurusan dengan penyusunan peraturan-peraturan yang terkait dengan perpajakan. Mulai dari PPh, PNBP, hingga bea masuk dan keluar. Urusan terkait insentif pajak dan tax treaty juga menjadi ranah dari unit ini. Tax treaty adalah perjanjian perpajakan antara dua negara yang dibuat dalam rangka meminimalkan pemungutan pajak berganda serta berbagai bentuk usaha menghindari pajak. 

Di jabatannya saat ini, Prima mengaku mendapat tantangan tersendiri, “Dulu di DJP, kita dituntut bagaimana caranya agar target penerimaan terpenuhi. Sekarang, selain memikirkan besaran target penerimaan negara, kita juga harus

Nama lengkapnya Astera Primanto Bhakti, akrab disapa Prima. Ayah dari dua anak ini menjabat Kepala

Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Badan Kebijakan Fiskal, sejak Januari 2012 lalu. Hingga masa kerja yang kini sudah lebih dari 22 tahun di Kementerian Keuangan, perjalanan kariernya terbilang tak mudah. Ada perjalanan panjang yang harus ia tapaki hingga kini dipercaya menjadi pejabat eselon II Kementerian Keuangan.

Dengan setelan batik lengan panjang, pagi itu tepat pukul 08.00, Prima menerima kunjungan Media Keuangan di ruang kerjanya. Lewat perbincangan selama kurang lebih satu jam, Prima bersedia meluangkan sedikit waktu berharganya untuk membagi banyak hal. Mulai dari hobinya membaca buku dan bermain musik, hingga perjalanan kariernya sebagai Kepala Pusat Kebijakan Penerimaan Negara.

Dari pemeriksa hingga perumus kebijakan

Prima lahir di Jakarta, 20 Januari 1968. Ia menghabiskan masa kecil hingga sekolah

TeksArfindo Briyan

FotoLanggeng Wahyu

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

32

Fiskal, Musik, dan BukuSetiap hari, ia berkutat dengan perumusan kebijakan fiskal yang cukup menguras otak. Musik dan buku jadi ‘pelariannya’ seusai kerja.

Astera Primanto Bhakti Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF

Page 33: Media Keuangan Februari 2014

TeksArfindo Briyan

FotoLanggeng Wahyu

33MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

33MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

“Anak saya suka Bruno Mars, jadi saya ikut

mendengarkan dan mainkan juga.”

Page 34: Media Keuangan Februari 2014

memikirkan bagaimana sektor riil terus berkembang dengan kebijakan-kebijakan terkait dengan penerimaan negara tersebut.” Ia melanjutkan, “Jadi, kedua faktor itu harus seimbang.”

Menurut Prima, fokus pemerintah tidak hanya menentukan besaran tarif pajak. Salah satu hal utama yang menjadi pertimbangan adalah dampak dari perubahan tarif tersebut. “Sebagai contoh, meningkatnya tarif PPN berpotensi meningkatkan inflasi sehingga justru akan memperlambat pertumbuhan ekonomi,” jelas Prima.

Hal seperti inilah yang menurut Prima sebagai tantangan. Ia harus merumuskan kebijakan penerimaan negara sekaligus menghitung efek yang akan ditimbulkan dari kebijakan tersebut.

Merumuskan musik dan mencerna buku

Satu set keyboard, gitar listrik, dan gitar akustik tersusun rapi di samping meja kerjanya. Bukan sekadar pajangan, alat-alat musik itu sering ia mainkan usai kegiatannya yang cukup padat. Malam hari, ketika semua pekerjaannya selesai, tak jarang Prima mengundang beberapa rekan kerja maupun stafnya untuk ikut bermain musik.

“Saya sengaja menyediakan beberapa alat musik di kantor,” ujar Prima sambil menunjuk deretan alat musiknya. Menurutnya, pekerjaannya yang menguras pikiran harus diimbangi dengan kegiatan yang bersifat refreshing agar kerja otak kanan dan kiri seimbang.

Musik memang salah satu hobi Prima. Tak hanya mendengarkan dan mendendangkan, ia pun piawai memainkan berbagai alat musik seperti piano dan gitar. Hampir setiap akhir pekan, ia bermain musik di

rumah bersama anaknya selama satu jam. Hal itu diakuinya sangat membantu untuk mengurangi kejenuhan kerja. “Refreshing, supaya tidak stres,” katanya.

Salah satu idolanya dalam bermusik adalah band legendaris asal Inggris, The Beatles. “Dari dulu saya suka mendengarkan lagu-lagu mereka,” akunya. Namun, lagu favorit Prima dari The Beatles justru bukan lagu yang lahir dari tangan John Lennon dan Paul McCartney yang notabene merupakan penulis sebagian besar lagu-lagu band tersebut. Lagu favoritnya adalah salah satu lagu ballad dengan lirik romantis berjudul Something.

Tak cukup hanya menikmati musisi jadul, Prima juga mengikuti perkembangan industri musik modern. “Anak saya suka Bruno Mars, jadi saya ikut mendengarkan dan mainkan juga,” katanya.

Selain bermusik, Prima juga hobi membaca sejak kecil. “Semua jenis buku saya baca, membaca akan menambah pengetahuan tentang banyak hal,” terangnya. Jenis buku yang paling ia gemari adalah biografi tokoh-tokoh penting. “Banyak yang bisa kita pelajari dari membaca biografi,” ujarnya.

Prima juga penggemar serial silat yang sudah ia baca sejak kecil. “Saya baca serial silat sejak kecil, sampai khatam,” kenang Prima seraya tersenyum. Salah satu penulis favoritnya adalah Kho Ping Hoo, pria peranakan Tionghoa yang lahir di Sragen, 17 Agustus 1926. Buku-buku yang pernah ditulis Kho Ping Hoo di antaranya serial Bu Kek Sian Su, Pedang Kayu Harum, Pendekar Sakti, Dewi Sungai Kuning, dan  Gelang Kemala.

Meski suka membaca, Prima mengaku tidak suka membaca novel. “Biasanya mudah

ditebak alurnya. Even itu The Da Vinci Code, alurnya pasti mudah ditebak,” kata Prima.

Penerimaan negara di tahun pemilu

Perbincangan pagi itu pun berlanjut kepada potensi penerimaan negara. Menurut Prima, potensi perpajakan di Indonesia masih bisa terus dikembangkan. Ekstensifikasi dan intensifikasi terus dilakukan oleh pemerintah guna memaksimalkan penerimaan negara. Intensifikasi bertujuan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak dari wajib pajak yang masih sering mangkir dari kewajiban membayar pajak. Sedangkan ekstensifikasi bertujuan untuk menambah jumlah wajib pajak. Salah satu program ekstensifikasi pajak yaitu dengan menyasar pelaku usaha kecil menengah (UKM).

Lalu, sebagaimana diketahui, tahun 2014 adalah tahun politik. Rakyat Indonesia akan ‘berpesta’ dengan menggelar pemilihan umum untuk memilih wakil-wakilnya di legislatif, mulai tingkat pusat hingga daerah. Selain itu, presiden baru juga akan dipilih dalam pemilu presiden.

Perhelatan pemilu yang terjadi lima tahunan itu, menurut Prima, menjadi tantangan tersendiri dalam manajemen penerimaan negara. Menurutnya, pemilu bisa berpotensi meningkatkan penerimaan negara. Dengan catatan, pengusaha kecil mau mencatat seluruh penerimaannya dengan benar. “Contoh kecilnya, pengusaha sablon kaos dan umbul-umbul. Pasti penerimaan mereka akan berlipat ganda pada tahun ini,” tuturnya.

Sayangnya, kesadaran itu belum jamak dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Hal tersebut yang menyebabkan pendapatan pajak, khususnya dari wajib pajak perorangan, masih belum maksimal. “Contoh

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

34

Drs. Astera Primanto Bhakti, M.Tax TEMPAT DAN TANGGAL LAHIR: Jakarta, 20 Januari 1968 | JABATAN: Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan

Negara | PENDIDIKAN: SD Putra I Jakarta (1980) | SMPN 14 Jakarta (1983) | SMAN 54 Jakarta (1986) | Fakultas Ekonomi Universitas Soedirman Purwokerto (1990) | Master of Taxation University of Denver (1997)

Page 35: Media Keuangan Februari 2014

sederhananya ibu-ibu rumah tangga. Mereka rajin mencatat pengeluaran, tapi kalau menerima uang dari suami tidak dicatat,” kata Prima.

Selanjutnya, menurut Prima, Indonesia belum memiliki sistem yang komprehensif untuk mendeteksi keuangan masyarakat. Dengan demikian, sistem self assessment perpajakan yang diterapkan di Indonesia dirasa belum maksimal. “Dengan kondisi seperti ini, butuh SDM (pegawai pajak) yang banyak untuk memeriksa seluruh catatan penghasilan masyarakat indonesia,” lanjut Prima. Akan tetapi, menambah pegawai pajak juga tidak mudah. Alternatif solusi yang dimungkinkan adalah dengan penyempurnaan kebijakan.

Menteri Keuangan Chatib Basri dalam beberapa kesempatan menyampaikan bahwa kita bisa mengambil solusi yang lebih pragmatis daripada menambah pegawai. Salah satunya, yaitu dengan penerapan tarif pajak final. “Ya, saya setuju dengan ide Menteri. Dengan tarif pajak final, kita bisa menarik pajak dengan minim petugas,” tutur Prima.

Selain pemilu, kerja sama perdagangan dan ekonomi dengan China dalam rangka China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA) juga akan berpengaruh dalam realisasi penerimaan negara, khususnya dalam hal kepabeanan. Namun, dewasa ini kebijakan ekspor diarahkan kepada hilirisasi untuk mendorong tumbuhnya industri dalam negeri yang mengolah barang-barang ekspor.

Dalam hal cukai, Prima menyampaikan bahwa pemerintah terus mengkaji barang-barang yang bisa dijadikan sasaran ekstensifikasi cukai. “Mungkin Anda pernah dengar bahwa minuman bersoda dan pulsa akan dikenakan tarif cukai. Nah, soal itu masih terus kita kaji,” katanya.

Prima melanjutkan, tercapai atau tidaknya penerimaan pajak dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternalnya adalah siklus APBN yang memiliki proses perumusan panjang. Biasanya, proses ini memakan waktu tiga hingga empat bulan sebelum tahun berjalan. “Kondisi ekonomi yang dijadikan asumsi atau indikator utama penentu anggaran dapat berubah sewaktu-waktu,”

katanya. Kesalahan targeting yang mungkin terjadi, bisa disebabkan oleh pergerakan ekonomi global yang dinamis.

Kemudian, faktor internal yang berpengaruh adalah koordinasi antara Badan Kebijakan Fiskal dengan DJP dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Seluruh kendala dan tantangan tersebut, menurut Prima, harus dapat dipetakan agar tercipta instrumen kebijakan yang harmonis. Koordinasi juga sangat penting, mengingat tercapainya target penerimaan negara tidak hanya tergantung pada kebijakan, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh implementasinya di lapangan.

Prima menutup wawancara pagi itu dengan menyampaikan harapannya terhadap PKPN yang dipimpinnya. Ia berharap semoga unit yang dipimpinnya itu ke depan bisa lebih berperan dalam membantu pimpinan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sustainable melalui kebijakan perpajakan yang efektif. Prima menolak menjawab saat ditanya mengenai harapannya terhadap Indonesia ke depan. “Kejauhan kalau Indonesia,” pungkasnya sambil tertawa.

35MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

“Dulu di DJP, kita dituntut bagaimana caranya agar target penerimaan terpenuhi.

Sekarang, selain memikirkan besaran target penerimaan negara, kita juga harus

memikirkan bagaimana sektor riil terus berkembang dengan kebijakan-kebijakan

terkait dengan penerimaan negara tersebut.”Astera Primanto Bhakti

Page 36: Media Keuangan Februari 2014

Teks Iin Kurniati

Infografis Wardah Adina

Gedung-gedung perkantoran di Jakarta.

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

36

Revisi asumsi pertumbuhan ekonomi dunia 2014 yang dirilis World Bank membawa angin segar bagi perkembangan ekonomi global, tak terkecuali perekonomian domestik. Terbukti, nilai tukar Rupiah dan IHSG menunjukkan kinerja yang positif di awal Februari lalu.

Info Kebijakan

Data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI) pada

Rabu (12/2), Rupiah berada pada level 12.115 per dolar AS. Dibandingkan perdagangan sehari sebelumnya, Rupiah menguat 59 poin yang berada di level 12.174 per dolar AS. Penguatan Rupiah ini merupakan yang tertinggi sejak 20 Januari 2014. Sementara, di pasar Non Delivered Forward bertenor satu bulan, Rupiah menguat 0,3 persen ke level 12.018 per dolar AS.

Tarkait IHSG, pada perdagangan Rabu (12/1), IHSG ditutup menguat 26,10 poin atau naik 0,58 persen dari perdagangan sebelumnya ke level 4.496,29. Terdapat 179 saham naik, 95 saham turun dan 91 saham diam tak bergerak. Tercatat sebanyak 4,90 miliar saham berpindah tangan dengan nilai Rp 5,54 triliun.

Terkait inflasi, pada Januari 2014 mengalami inflasi 1,07 persen month to month (mtm) atau 8,22 persen year on year (yoy). Besaran ini sedikit di atas realisasi pada periode yang

Membaiknya Ekonomi Global,Dorong Penguatan Ekonomi Domestik

sama di tahun 2013 sebesar 1,03 persen (mtm). Angka tersebut juga lebih tinggi dari rerata inflasi historis 5 tahun terakhir yang sebesar 0,69 persen (mtm).

Sepanjang tahun 2013, nilai defisit neraca perdagangan Indonesia mencapai US$4,06 miliar. Angka ini diperoleh dari ekspor yang mengalami kenaikan dengan mampu tumbuh positif sebesar 10,3 persen (yoy). Peningkatan ini didukung oleh naiknya ekspor non migas dan migas sebesar 9,3 persen (yoy) dan 14,8 persen (yoy). Sedangkan impor hanya mampu sebesar minus 0,8 persen (yoy). Sehingga, neraca Perdagangan Indonesia menunjukan nilai surplus pada bulan Desember 2013 sebesar US$1,525 miliar.

Berdasarkan hasil survey Global Consumer Confidence Index yang dilakukan Nielsen, Indonesia tetap menjadi pasar paling optimis di kuartal keempat 2013. Indonesia tercatat mempunyai indeks tertinggi sebesar 124 secara global atau naik 4 poin dari kuartal sebelumnya yang diikuti Filipina dan Thailand. Meningkatnya tingkat konsumen Indonesia disebabkan optimisme konsumen terhadap perekonomian tahun 2014 sebagai tahun pemilu di mana presiden baru akan terpilih. Pola optimisme konsumen di masa lalu pada saat menjelang pemilu kini terjadi kembali dengan meningkatnya kepercayaan diri sebanyak 4 poin dibandingkan kuartal sebelumnya.

Perkembangan ekonomi global

Perkembangan ekonomi global di awal tahun 2014 diperkirakan masih lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya meskipun

masih menghadapi downside risk. Bank Dunia di bulan Januari 2014 telah merevisi pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,0 persen (2013) menjadi 3,2 persen (2014). Namun demikian, potensi gejolak likuiditas global seperti kebijakan moneter longgar dan harga komoditas pasar global masih perlu diwaspadai.

Setidaknya terdapat tiga faktor yang melatarbelakangi kondisi tersebut. Pertama, terjadi akselerasi sektor riil Amerika Serikat yang mendorong PDB mampu tumbuh mendekati level 3 persen meskipun masih dibayangi risiko perbankan dan normalisasi kebijakan moneter. Kedua, faktor pemulihan krisis Eropa yang masih terkendala pembersihan neraca perbankan. Tercatat, industri Jerman dan relaksasi fiskal mampu mendorong PDB tumbuh di atas 1 persen. Ketiga, dikawasan Asia sendiri, China diperkirakan masih akan mengalami perlambatan, karena kebijakan ekonominya lebih fokus di sektor struktural.

Amerika Serikat

Pertumbuhan ekonomi Amerika pada kuartal keempat (Q4) 2013 sebesar 2,7 persen year on year (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibanding kuartal ketiga tahun 2013 sebesar 2,0 persen (yoy). Secara keseluruhan, sepanjang tahun 2013 ekonomi Amerika mampu tumbuh sebesar 1,9 persen (yoy).

Mulai Januari 2014 The Fed mengurangi program pembelian obligasi (QE3) menjadi USD75 miliar per bulan. Kemudian, berdasarkan hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada 27-28 Januari lalu, The Fed kembali akan mengurangi program

Page 37: Media Keuangan Februari 2014

37MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

Amerika Serikat

• Hasil rapat FOMC 27-28 Jan 2014: The Fed kembali mengurangi program QE3 menjadi sebesar US$65 miliar per bulan yang akan dimulai pada Februari 2014

• The Fed tetapkan suku bunga acuan dekati nol (0.25%) selama angka pengangguran di atas 6,5% dan outlook inflasi tidak lebih dari 2,5%

Cina

• Merelaksasi ‘One Child Policy”• Memberikan keleluasaan lebih

kepada sektor pertanian, khususnya mengenai kepemilikan lahan

• Mencabut ketentuan lending rates perbankan (interest rate liberalization)

• Data manufaktur China melemah

• Pertumbuhan Q4-2013 7,7% melemah dari 7,8% pada Q3-2013.

• Target pertumbuhan 2014 7,5%

Brazil

• Brazil mengurangi kebijakan “Capital Control” dan menaikkan policy rate 10,5%

Argentina

• Meningkatkan Govt. Spending dan Subsidi untuk meningkatkan konsumsi masyarakat dan melakukan devaluasi

Afrika Selatan

• Menetapkan kebijakan Employment Tax Incentive yang bertujuan untuk menekan angka pengangguran, saat ini mencapai 25%

• Menaikkan suku bunga 50 bps menjadi 5,5%

• Mempertahankan kebijakan flexible exchange rate

India

• RBI India menaikkan suku bunga menjadi 8%.

• Target fiscal deficit 3% pada 2016-2017, saat ini 4.9%

• Inflasi masih tinggi 11,47% pada Des 2013

• Kebijakan mengurangi import emas untuk menghindari tekanan CAD

Jepang

• Menargetkan inflasi 2% melalui pembelian Govt. Bond

• Meningkatkan pajak penjualan 8%

• Pemerintah Jepang mengucurkan paket stimulus senilai 18,6 triliun yen untuk meredam dampak kenaikan pajak pada April 2014

Indonesia

• Penyesuaian harga BBM bersubsidi untuk mengurangi beban subsidi

• Meluncurkan paket kebijakan (Agustus, Oktober dan Desember) untuk mengurangi tekanan pada transaksi berjalan dan memastikan stabilitas perekonomian.

• Meningkatkan Policy Rate menjadi 7,5%

Uni Eropa

• ECB tetap mempertahankan suku bunga acuannya sebesar 0,25%.

• The New LTRO dipertimbangkan diberlakukan kembali

• Austerity measures tetap dilakukan untuk mengurangi utang pemerintah

• Tekanan budget deficit >3% pada beberapa members, debt to GDP turun dari 93,4% ke 92,7%

• Tekanan pada aktvitas ekonomi dan tingginya pengangguran masih terjadi di Yunani, Italia, Portugal, Spanyol

• Turki menaikkan policy rate dari 4,5% menjadi 10%

Kebijakan Mendorong Stabilisasi Pertumbuhan Ekonomi Dunia

Page 38: Media Keuangan Februari 2014

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

38

pembelian obligasi QE3 menjadi US$65 miliar per bulan. The Fed akan menahan suku bunga acuan mendekati nol selama angka pengangguran melampaui level 6,5 persen dan outlook inflasi tidak lebih dari 2,5 persen. Dengan adanya partai demokrat dan republik mencapai kesepakatan untuk menghindari shutdown di Januari akan berdampak posirif bagi perekonomian Amerika adapun Inti dari kesepakatan tersebut adalah besaran anggaran belanja Pemerintah AS sebesar US$ 1,01 triliun pada 2014 dan 2015.

Zona Eropa

Secara rata-rata pertumbuhan ekonomi Eropa pada kuartal ketiga (Q3) 2013 hanya sebesar 0,1 persen quarter to quarter (qoq). Meskipun pertumbuhan ini lebih rendah dibanding kuartal kedua (Q2) 2013 yang mencapai 0,3 persen (qoq), namun diperkirakan pergerakan indikator ekonomi kawasan Eropa secara agregat akan membaik.

Tercatat pada Q3:2013, resesi di Spanyol mulai berakhir, sehingga perekonomian mampu tumbuh sebesar 0,1 persen (qoq). Pertumbuhan ini lebih tinggi dibanding Q2:2013 sebesar minus 0,1 persen (qoq). Sebaliknya, tingkat pengangguran Spanyol pada Q3:2013 mengalami penurunan hingga 26,0 persen. Sebelumnya pada Q2:2013 tingkat pengangguran Spanyol mencapai 26,3 persen.

Sejalan dengan perkembangan ekonomi Spanyol, perkembangan ekonomi di Inggris juga mengalami pengingkatan. Tercatat pertumbuhan ekonomi Inggris pada Q3:2013 sebesar 0,8 persen (qoq) atau lebih tinggi dari Q2:2013 sebesar 0,7 persen (qoq).

Sama halnya dengan Inggris, Indikator perekonomian Jerman kembali menunjukkan perkembangan positif. Indeks kepercayaan bisnis kerman yang dilansir indeks Ifo’s Institue Climate Business menunjukkan perningkatan menjadi 110,6 pada Januari 2014 dari 109,5 Desember 2013. Penguatan ini didorong perkembangan positif ekspor, konsumsi domestik dan investasi perusahaan.

Zona Asia

Pertumbuhan ekonomi China pada Q4:2013 sebesar 7,7 persen (yoy), mengalami penurunan dari Q3:2013 sebesar 7,8 persen (yoy). Atas dasar itulah, pemerintah Cina menurunkan estimasi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013 menjadi 7,6 persen (yoy) dari perkiraan sebelumnya sebesar 7,8 persen (yoy).

Setelah aksi jual besar-besaran saham perusahaan China yang diperdagangkan di bursa Shanghai, Hongkong dan New York, Bank Sentral China menyediakan dana tunai bagi perbankan. Untuk pertama kalinya, di awal tahun 2014 Bank Setral China menggelar operasi reverse repo selama tiga minggu demi meredam gejolak pasar. Disamping itu, pemerintah China juga telah mengasumsikan pertumbuhan ekonomi tahun 2014 sebesar 7,5 persen.

Sejalan dengan China, kondisi perekonomian di Jepang berada dibawah bayang-bayang tekanan fiskal. Pertumbuhan ekonomi di Jepang pada Q3:2013 hanya sebesar 1,9 persen quarter on quarter, seasonally adjusted annualized rate (qoq saar). Angka tersebut melambat dibandingkan Q2:2013 yang mampu tumbuh dikisaran 3,8 persen (qoq saar).

Pengumuman Perdana Menteri Jepang yang akan menaikkan pajak penjualan dari 5 persen menjadi 8 persen pada April 2014 mendatang tentu tak lepas dari akibat yang mungkin terjadi. Untuk mengimbangi dampak kenaikan pajak tersebut, pemerintah Jepang mengucurkan paket stimulus senilai ¥18,6 triliun.

Tahun 2014 ini, Jepang juga mencapai rekor anggaran sebesar ¥95,88 triliun atau US$921 miliar. Dalam anggaran tersebut, penerimaan negara dari pajak akan meningkat menjadi ¥50 triliun, lebih tinggi dibandingkan penerimaan pajak pada 2013 sebesar ¥43 triliun. Pemerintah Jepang berencana akan meningkatkan penerbitan obligasi baru senilai ¥41,25 triliun, atau lebih rendah dari penerbitan tahun lalu senilai ¥42,9 triliun. Sektor manufaktur jepang juga terus mengalami ekspansi yang tinggi.

Perkembangan Ekonomi DomestikNilai Tukar Rupiah (Februari 2014)Nilai tukar Rupiah pada 7 Februari berada pada Rp12.161/USD mengalami apresiasi 0,08% (ytd), Periode 2 Januari hingga 7 Februari 2014 Rupiah mengalami penguatan di level Rp12.050/USD dan melemah pada level Rp12.240/USD

Indeks Harga Saham Gabungan (Februari 2014)IHSG pada 7 Februari 2014 sebesar 4.466,67 menguat 4,50% (ytd). Periode 2 Januari hingga 7 Februari 2014 IHSG mencapai level tertinggi sebesar 4.496,04 dan level terendah sebesar 4.175,81.

Inflasi (Januari 2014)Inflasi per Januari 2014 mencapai 1,07%(mtm) atau 8,22% (yoy).

Harga Minyak Mentah Indonesia (Januari 2014)ICP per Januari 2014 mencapai US$105,8 per barel. Sementara per Desember 2013 ICP men-capai US$107,2 per barel. Rata-rata ICP tahun 2013 sebesar US$105,9 per barel.

Arus Modal Masuk (Februari 2014)Total capital inflow periode Januari hingga 27 Desember 2013 sebesar Rp37,3 triliun. Saham = net outflow Rp20,7 triliun; SUN net inflow Rp53,7 triliun; SBI (s.d Okt) = net inflow Rp5 triliun. Sepanjang tahun 2014 (s.d 7 Februari 2014) ter-jadi capital inflow sebesar Rp2,6 triliun. Semen-tara di pasar SUN, posisi kepemilikan asing per 5 Februari 2014 adalah sebesar Rp328,55 triliun.

Yield SUN (Januari 2014)Yield SUN periode 7 Februari 2014: Yield SUN 10Y sebesar 9,04%Yield SUN 5Y sebesar 8,08%

Pertumbuhan PDB (Q4:2013)Pada Q4-2013 PDB tumbuh sebesar 5,72% (yoy). Sepanjang 2013 : 5,78% (yoy). Sepanjang 2012 : 6,23% (yoy). PDB nonmigas 6,8%, PDB migas -3.3%

Investasi LangsungRealisasi investasi Triwulan IV 2013 sebesar Rp105,35 triliun atau naik 26,4% (yoy)PMA: Rp 71,2 triliun naik 25,4% (yoy)PMDN: Rp 34,1 triliun naik 28,7%(yoy) Realisasi investasi selama 2013 mencapai Rp398,6 triliun atau naik 27,3% (yoy)PMA: Rp 270,42 triliun naik 22,4% (yoy)PMDN: Rp 128,2 triliun naik 39,0%(yoy)

Perdagangan InternasionalDesember 2013:ekspor naik 10,3% (ytd) menjadi US$16,98 miliarimpor turun -0.8% (yoy) menjadi US$15,46 miliarSurplus perdagangan Desember sebesar US$1,52 miliar Januari –Desember 2013:Ekspor tumbuh -3.93% (yoy)Impor tumbuh -2,64% (yoy)Kumulatif defisit perdagangan hingga Nov 2013 US$4,06 miliar

Neraca PembayaranDefisit transaksi berjalan sedikit menurun dari US$9,95 miliar (-4,4% dari PDB) pada Q2-2013 menjadi US$8,45 miliar di Q3-2013 (-4,0% PDB). Transaksi modal dan finansial masih positif wa-lau menurun dari US$8,4 miliar di Q2’13 menjadi US$4,9 miliar.

Page 39: Media Keuangan Februari 2014

39MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

DASHBOARD

APBN

PAJAK 6,5%Rp1.280.389,0PENERIMAAN PERPAJAKAN

6,5%Rp1.226.474,2PAJAKDALAMNEGERI

Rp53.914,8PAJAKPERDAGANGANINTERNASIONAL

6,9%

2,0%

5,5%

Rp385.391,7PENERIMAAN BUKAN PAJAK

HIBAH

0,2%

7,8%Rp263.977,7BELANJA PEGAWAI

0,2%Rp201,886,0BELANJABARANG

0,1%Rp232.800,0BELANJA MODAL

10.8%Rp121.285,5PEMBAYARANKEWAJIBAN UTANG

0%Rp333.682,6SUBSIDI

0%Rp3.542,7BELANJAHIBAH

10,1%Rp55.864,5BANTUANSOSIAL

0%Rp36.904,0BELANJA LAINNYA

BELANJAPEMERINTAH PUSAT 3,2%

11,6%Rp487.931,0DANA PERIMBANGAN

0,0%Rp104.621,3DANA OTONOMIKHUSUS DAN PENYESUAIAN

TRANSFER DAERAH 9,6%

Rp

Rp

DASHBOARD APBN MENAMPILKAN INFORMASI SEPUTAR REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PADA APBN.

REALISASI 1 JAN S.D. 30 JAN 2014 (dalam miliar)

5,5%

PENDAPATAN & HIBAH BELANJA NEGARA

5,3%

Rp1.667.140,8 Rp1.842.495,3

1,4%Rp225.954,7PENERIMAANSUMBER DAYAALAM

Rp40.000,0BAGIANLABABUMN

0,0%

Rp94.087,6PNBPLAINNYA

4,9%

Rp25.349,4PENDAPATANBLU

0,0%

PENERIMAAN DALAM NEGERI

Rp1.665.780,7 Rp1.249.943

Rp592.552,3

Rp1.360,1

SUMBER: KEMENTERIAN KEUANGAN (DIOLAH)

Page 40: Media Keuangan Februari 2014

Sektor Perikanan:PNBP Yang TerabaikanSaat ini, pembangunan di sektor perikanan menjadi perhatian utama bagi Pemerintah. Perhatian tersebut diimplementasikan melalui dukungan kebijakan fiskal dan non fiskal yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, terutama nelayan. Selain itu, kebijakan Pemerintah juga diarahkan untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya. Harapan dari dampak kebijakan yang telah dilakukan adalah kontribusi sektor perikanan semakin meningkat antara lain: (i) penyediaan lapangan kerja, ekspor dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Teks Agunan Samosir*

Foto Dok. Kementerian Sosial

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

40

Kolom Ekonom

lambat hanya sekitar 3,2 persen. Produksi dari perikanan budidaya berbeda dengan perikanan tangkap, rata-rata kenaikan produksi perikanan budidaya 2006-2011 adalah 25,62 persen. Volume produksi perikanan budidaya tahun 2006 sebesar 2,68 juta ton, meningkat hampir 3 kali pada tahun 2011 yaitu 7,92 juta ton.

Seiring dengan meningkatnya volume produksi perikanan tahun 2006-2011, nilai produksi perikanan tangkap tahun 2006 adalah sebesar Rp48,43 triliun dan meningkat 1,5 kali pada tahun 2011 yaitu sebesar Rp70,03 triliun. Sedangkan nilai produksi perikanan budidaya sebesar Rp27,92 triliun pada tahun 2006 meningkat tajam pada tahun 2011 menjadi Rp66,54 triliun. Rata-rata kenaikan nilai produksi perikanan budidaya 2006-2011 sebesar 25,97 persen.

Namun, tingginya volume dan nilai produksi perikanan tangkap dan budidaya tidak dibarengi dengan nilai PNBP yang bersumber dari sumberdaya ikan dan non sumberdaya

Fakta menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara maritim dan kepulauan terbesar (17.504 pulau) di

dunia serta memiliki garis pantai sepanjang 104.000 km. Panjang garis pantai Indonesia terbesar kedua setelah Kanada. Berlimpahnya kekayaan laut yang terdapat di Indonesia diikuti dengan besarnya potensi sumberdaya dan jenis ikan seperti ikan pelagis besar dan kecil, ikan demersal, udang, lobster, cumi-cumi dan lainnya. Berdasarkan data Kementerian

Kelautan dan Perikanan 2011, potensi lestari sumberdaya ikan laut Indoneisa sebesar 6,52 juta ton.

Volume produksi perikanan Indonesia baik dari perikanan tangkap maupun perikanan budidaya terus meningkat setiap tahunnya. Produksi perikanan tangkap tahun 2006 sebesar 4,8 juta ton dan meningkat menjadi 5,7 juta ton pada tahun 2011. Rata-rata kenaikan produksi perikanan dirasakan cukup

Page 41: Media Keuangan Februari 2014

41MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

ikan (non SDA). Tabel 1 menunjukkan bahwa total target PNBP perikanan yang ditetapkan dalam APBN 2005-2012 tidak pernah melebihi Rp500 miliar. Target PNBP yang berasal dari perikanan tangkap cenderung tidak mengalami perubahan sejak tahun 2009 yaitu sebesar Rp150 miliar. Sedangkan realisasinya mengalami fluktuasi. Realisasi PNBP perikanan tangkap (sumber daya alam/SDA) tahun 2005-2010 tidak pernah melebihi target yang ditetapkan dalam APBN.

Realisasi PNBP perikanan tangkap tahun 2011 sebesar Rp183,80 miliar atau 122,53 persen dari target APBN dan realisasi tahun 2012 adalah Rp218,92 miliar atau 145,95 persen dari targetnya. Tingginya realisasi PNBP perikanan tangkap tahun 2011-2012 disebabkan terakumulasinya pembayaran tunggakan penerimaan pungutan pengusahaan perikanan (PPP) dan pungutan hasil perikanan (PHP) dari tahun 2009-2010.

Bila realisasi PNBP perikanan tangkap tahun 2011 sebesar Rp183,8 miliar dibandingkan dengan nilai produksinya sebesar Rp70,03 triliun menjadi ironis. Berarti hanya sebesar 0,26 persen yang masuk ke APBN. Padahal dari seluruh hasil PNBP tersebut akan dibagihasilkan atau dikembalikan ke masing-masing daerah secara merata.

Dalam perhitungan nilai produksi perikanan tangkap diperoleh dari seluruh pencatatan hasil tangkapan nelayan tanpa membedakan dari jenis kapal yang digunakan. Adapun jenis kapal yang dioperasikan untuk menangkap

ikan dibagi jadi 3 kelompok kewenangan yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 54 tahun 2002, yaitu: (i) kewenangan pusat, PNBP yang berasal dari PPP dan PHP untuk kapal lebih dari 30 gros ton (GT), (ii) kewenangan propinsi, merupakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari perijinan kapal lebih dari 10 GT sampai dengan 30 GT (> 10 GT – 30 GT), dan (iii) kewenangan kabupaten/kota, merupakan PAD dari perijinan kapal tidak bermotor/bermotor 5 – 10 GT.

Kapal dengan ukuran lebih dari 30 GT merupakan penyumbang terbesar terhadap volume dan nilai produksi perikanan tangkap di Indonesia. Hal ini disebabkan kemampuan kapal lebih dari 30 GT mampu beroperasi di luar 12 mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas ke arah perairan kepulauan. Kemampuan tangkap dari jenis kapal ini jauh lebih besar dibandingkan kapal yang perijinannya di propinsi dan kabupaten/kota. Selain itu, kapal lebih dari 30 GT mampu beroperasi lebih lama dan bahkan bisa berbulan-bulan dibandingkan kapal yang lebih kecil.

Rendahnya target dan realisasi PNBP perikanan tangkap diduga penetapan formula terutama PHP tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. PHP dikenakan pada saat perusahaan memperoleh atau memperpanjang surat ijin penangkapan ikan (SIPI). Adapun formula PHP yang dikenakan berdasarkan PP nomor 19 tahun 2006 adalah (i) skala kecil = 1% x produktivitas kapal x HPI,

dan (ii) skala besar = 2,5% x produktivitas kapal x HPI. HPI adalah harga patokan ikan yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan. HPI ditetapkan setiap tahun dengan mengikuti perkembangan harga penjualan ikan oleh nelayan ke pembeli di masing-masing daerah. Namun, HPI terakhir ditetapkan pada tahun 2011 melalui Peraturan Menteri Perdagangan nomor 13 tahun 2011 tentang penetapan harga patokan ikan untuk perhitungan pungutan hasil perikanan.

Produktivitas kapal penangkap ikan merupakan tingkat kemampuan memperoleh hasil tangkapan ikan yang ditetapkan dengan mempertimbangkan (a) ukuran tonase kapal, (b) jenis bahan, (c) kekuatan mesin kapal, (d) jenis alat penangkap ikan yang digunakan, (e) jumlah trip operasi penangkapan ikan per tahun, (f ) kemampuan tangkap rata-rata per trip dan (g) wilayah penangkapan ikan. Adapun metode perhitungan produktivitas kapal ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 60 tahun 2010.

Hal yang menarik dari formula perhitungan PHP adalah kemungkinan besar target yang ditetapkan dalam APBN akan terealisasi pada tahun tersebut. Nelayan atau pemilik kapal sebelum beroperasi untuk menangkap ikan sudah membayar dimuka PNBP (PHP). Dengan demikian, berapapun hasil tangkapan nelayan dalam satu tahun tetap dihitung berdasarakan skala kapal, produktivitas kapal dan HPI. Bila hasil tangkapan kurang dari kapasitas kapal, maka nelayan mengalami kerugian. Sebaliknya, hasil tangkapan

TahunSDA (Rp miliar) Non SDA (Rp miliar) Total (Rp miliar)

Target Realisasi % Target Realisasi % Target Realisasi %2005 400,00 272,22 68,06 12,89 16,71 129,64 412,89 288,93 69,982006 414,15 198,76 47,99 11,35 16,58 146,08 425,50 215,34 50,612007 200,00 114,84 57,42 12,94 16,79 152,94 212,94 134,63 63,222008 200,00 77,40 38,70 16,47 27,24 165,39 216,47 104,64 48,342009 150,00 92,03 61,35 20,09 33,45 166,50 170,09 125,48 73,772010 150,00 91,99 61,33 30,10 34,99 116,25 180,10 126,98 70,512011 150,00 183,80 122,53 30,00 39,91 133,03 180,00 223,71 124,282012 150,00 218,92 145,95 32,83 60,90 185,50 182,83 279,82 153,05

Tabel 1. Target dan Realisasi PNBP Perikanan 2005-2012Sumber: KKP, 2013

Page 42: Media Keuangan Februari 2014

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

42

melebihi kapasitas dan trip, PNBP yang diperoleh tidak mengalami perubahan.

Usulan untuk memperbaiki formula perhitungan PHP sudah bergulir sejak tahun 2012. Hasil studi yang dilakukan oleh BKF tahun 2013 menunjukkan bahwa seharusnya PNBP tahun 2014 sebesar Rp1,52 triliun. Formula baru yang ditawarkan menggunakan net profit margin nelayan dari usaha penangkapan ikan sebesar 20,42 persen. Besarnya PNBP yang berasal dari PHP optimis bisa diperoleh dengan memperbaiki (update) HPI setiap tahunnya sesuai harga pasar di masing-masing daerah pendaratan ikan.

Hal lain yang perlu dilakukan adalah meningkatkan monitoring dan pengawasan kapal penangkap ikan melalui pemberian kewenangan yang lebih besar bagi kantor Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) dan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) yang

berada di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Selain itu, penggunaan logbook (buku pencatatan hasil penangkapan ikan per trip) dapat dijadikan sebagai syarat utama bagi nelayan saat mendaratkan ikan di pelabuhan.

Fenomena yang menarik saat ini adalah jarang kapal penangkap ikan kembali ke pelabuhan bila sudah melakukan operasi sesuai dengan kapasitas ikan yang ditangkap dan ketersediaan bahan bakar minyak (BBM). Kapal tersebut hanya melakukan penangkapan sesuai dengan alat yang digunakan. Peran dari pendaratan ikan di pelabuhan digantikan oleh kapal pengangkut ikan (KPI) yang memiliki muatan yang besar sekitar 500 GT. Kapal mengangkut ikan sekali jalan membawa BBM untuk kebutuhan kapal ikan tangkap, persediaan makanan dan minuman berikut elpiji 12 kg bagi nakhoda dan anak buah kapal (ABK) serta ABK yang

sudah waktunya berganti (shifting). Secara berkala, kapal pengangkut ikan akan ke daerah tangkapan ikan. Hasil tangkapan ikan menjadi jauh lebih besar dibandingkan kapal ikan tangkap. Waktu yang dibutuhkan kapal ikan tangkap kembali ke pelabuhan sekitar 10 hari.

Kebijakan perikanan nasional yang menyeluruh, terpadu dan berorientasi untuk pelestarian mutlak dilakukan. Bila penangkapan ikan tidak dikelola dengan baik, maka wilayah pengelolaan perikanan (WPP) di Indonesia semakin terbatas. Saat ini saja beberapa WPP terindikasi wilayah tertutup untuk penangkapan ikan (overfishing). Pentingnya penataan dan pengelolaan terkendali di sektor perikanan harus dijadikan prioritas utama bagi pengambil kebijakan.

*) Penulis adalah peneliti Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI.

Gambar 1. Peta Wilayah Pengelolaan Perikanan IndonesiaSumber: KKP, 2013

WPP Selat MalakaPelagis BesarPelagis KecilDemersalUdang Penaeid

WPP Laut Cina SelatanPelagis BesarPelagis KecilDemersalUdang Penaeid

WPP Laut JawaPelagis BesarPelagis KecilDemersalUdang Penaeid

WPP Selat MakassarPelagis BesarPelagis KecilDemersalUdang Penaeid

WPP Laut MalukuPelagis BesarPelagis KecilDemersal

WPP Samudera PasifikPelagis BesarPelagis KecilDemersal

WPP Samudera Hindia (B)Pelagis BesarPelagis KecilDemersalUdang Penaeid

WPP Laut BandaPelagis BesarPelagis KecilDemersalUdang Penaeid

WPP Laut ArafuruPelagis BesarPelagis KecilDemersalUdang Penaeid

WPP Samudera Hindia (A)Pelagis BesarPelagis KecilDemersalUdang Penaeid

Uncertain Overfishing Fully exploited Moderate

Page 43: Media Keuangan Februari 2014

43MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

Page 44: Media Keuangan Februari 2014

Teks Budi Sulistyo*

Fotowww.mindset.co.za

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

44

Opini

Tidak dipungkiri lagi bahwa pajak memiliki peranan yang sangat penting untuk pembiayaan negara. Hampir

75% pengeluaran negara dibiayai oleh pajak. Seiring meningkatnya pembiayaan negara tiap tahun, Direktorat Jenderal Pajak pun dipatok untuk menaikkan target penerimaan negara dari sektor pajak. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak, target pajak meningkat hampir empat kali lipat dalam delapan tahun terakhir. Target pajak dalam APBNP 2005 ditetapkan sebesar Rp255 triliun, meningkat menjadi Rp921 triliun pada APBNP 2013. Meskipun sudah dipangkas dari target dalam APBN 2013 sebesar Rp971 triliun karena perlambatan ekonomi global, realisasi pajak 2013 masih lebih rendah dari target APBNP (terdapat shorfall pajak sebesar Rp65 triliun).

Dibanding negara tetangga, rasio penerimaan pajak (tax ratio) di Indonesia sebesar 11,77% dari produk domestik bruto (PDB) tergolong rendah. Berdasarkan data OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development)), tax ratio di Indonesia tertinggal dibanding negara tetangga di ASEAN, terutama Thailand dengan tax ratio di atas 15%. Bahkan, rata-rata negara OECD penerimaan pajaknya sebesar 33,8% dari PDB. Upaya-upaya yang telah dilakukan untuk menggenjot sektor pajak antara lain melalui program sunset policy, sensus pajak dan pajak UKM. Selain itu, dilakukan pula kajian untuk menggali sumber-sumber penerimaan dari sektor yang selama ini kurang dioptimalkan antara lain pajak properti, kenaikan tarif pajak untuk kalangan superkaya dan pajak sektor finansial.

Potensi dan Tujuan Pajak Finansial

Potensi pajak dari sektor finansial sangat besar, karena perkembangan profitabilitas perusahaan keuangan beberapa tahun

Pajak Finansial: Praktik di Beberapa Negara dan Potensi Penerapan di Indonesia

terakhir sangat besar. Berdasarkan rilis data OJK dalam statistik perbankan Indonesia, laba perbankan 2013 tembus Rp106 triliun, tumbuh 14,95 persen dibandingkan tahun 2012 dengan laba sebesar Rp92,83 triliun. Namun demikian, besaran dan perkembangan laba sektor finansial belum diimbangi dengan tren kenaikan penerimaan pajaknya. Meskipun saat ini Ditjen Pajak masih menghadapi permasalahan kurangnya SDM, potensi pajak dari sektor finansial perlu diidentifikasi dan dikaji.

Pajak finansial sendiri merupakan levy (retribusi/pungutan) yang dikenakan pada transaksi moneter tertentu. Transaksi yang bisa dikenakan pajak finansial antara lain terkait transaksi aset finansial seperti saham, obligasi maupun future. Intensifikasi pajak yang bergerak di sektor keuangan dapat diidentifikasi dari kegiatan usaha perbankan, lembaga keuangan dan sekuritas.

Penerapan pajak finansial memiliki beberapa tujuan. Selain target penerimaan negara, dikenakannya pajak atas transaksi finansial dapat ditujukan untuk mengurangi volatilitas pasar keuangan, mengenakan pajak yang lebih adil dan merata, dan mengurangi risiko penghindaran pajak.

Tujuan mengurangi volatilitas pasar keuangan dan stabilisasi perekonomian diterapkan terutama ketika negara dilanda krisis. Pada saat krisis ekonomi, Pemerintah dapat mengenakan pajak terhadap transaksi yang bersifat spekulatif. Pengenaan pajak ini pernah diterapkan di Indonesia, yaitu ketika Pemerintah menerapkan pajak untuk transaksi valuta asing pada saat krisis 1998 yang bertujuan untuk stabilisasi ekonomi dan meredap gejolah perekonomian akibat adanya spekulasi valuta asing. Untuk mengenakan pajak ini, diperlukan koordinasi

yang erat antara otoritas bank dan lembaga keuangan dengan otoritas fiskal. Dalam hal ini sudah ada forum koordinasi stabilitas sistem keuangan yang terdiri dari Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan.

Adapun tujuan bahwa pengenaan pajak finansial lebih adil dan merata didasari bahwa sektor keuangan menerima dana Pemerintah sangat besar pada saat krisis. Di eropa, sektor keuangan mendapatkan 4.6 euro dari negara-negara uni eropa ketika terjadi krisis.

Terkait tujuan pajak finansial untuk mengurangi penghindaran pajak, dengan basis data yang sudah baik dan setiap transaksi keuangan terdokumentasi secara elektronik, pengenaan pajak transaksi finansial dapat terdeteksi secara sistem sehingga mengurangi potensi penghindaran pajak.

Pajak Finansial di Beberapa Negara

Saat ini pengenaan pajak untuk sektor keuangan sudah diterapkan pada 40 negara. Ide pajak transaksi finansial sebenarnya sudah ada sejak 1936 ketika John Maynard Keynes mengusulkan adanya pajak transaksi sekuritas berdasarkan perdagangan ekuitas yang bertujuan untuk mengurangi spekulasi. Kemudian, pada 1972, James Tobin mengusulkan adanya pajak atas transaksi keuangan yang bertujuan untuk mengurangi volatilitas nilai tukar.

Di Uni Eropa, komisi eropa (European Commision) telah mengajukan proposal untuk pajak transaksi keuangan yang rencananya diterapkan sejak awal 2014. Namun, karena masih menimbulkan pro dan kontra, penerapan pajak ini ditangguhkan sampai paling cepat diterapkan pada awal 2015. Rencananya, pajak ini akan dikenakan pada

Page 45: Media Keuangan Februari 2014

45MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

transaksi finansial di lembaga keuangan dengan tarif 0,1% untuk setiap transaksi saham dan obligasi dan tarif sebesar 0,01% pada transaksi derivatif. Pajak finansial tidak dikenakan untuk aktivitas transaksi harian finansial kegiatan bisnis dan warga, aktivitas investasi bank dalam rangka penambahan modal, transaksi dalam rangka restrukturisasi kegiatan operasi, dan transaksi refinancing dengan bank sentral. Pengenaan pajak ini disetujui oleh 11 negara uni eropa dari 27 anggotanya. Pihak yang pro terhadap pengenaan pajak transaksi finansial (misal Perancis) berdalih bahwa pajak finansial dapat mengikis spekulasi dan memaksa sektor keuangan membayar dana talangan. Sementara penolak kebijakan pajak sektor finansial (Belanda) menganggap bahwa pajak ini akan berisiko bagi Belanda yang saat ini tengah berkonsentrasi tinggi dalam membenahi sektor perbankan dan lembaga keuangan

Pajak sektor finansial juga pernah diterapkan di Amerika Serikat pada tahun 1914 -1966, khususnya untuk transaksi saham. Pajak dikenakan sebesar 0,1 persen pada saat penerbitan saham dan 0,04 persen pada saat transfer kepemilikan. Saat ini setiap transaksi saham dikenakan pajak dengan persentase sangat kecil, yaitu 0,00034 persen dari transaksi. Untuk ke depannya, senat dan kongres juga sedang mengajukan pajak transaksi finansial dengan skema yang berbeda.

Adapun G20 pada tahun 2008 pernah mengusulkan adanya pajak finansial untuk menghimpun dana bagi negara miskin namun ditolak pada saat pertemuan G20 di Cannes pada 2011.

Kesimpulan

Sistem perpajakan di tiap negara bisa berbeda-beda dan tidak ada aturan khusus terkait bagaimana penerapan dan pemungutan pajak yang paling ideal. Tujuan utamanya adalah bagaimana negara bisa membuat desain perpajakan yang membuat masyarakat sejahtera dan mengurangi kesenjangan, sekaligus mengejar target pendapatan negara dan target sosial.

Demikian pula dengan pajak finansial. Penerapan di beberapa negara terdapat sisi pro dan kontra dalam pelaksanaannya. Di satu sisi, Pemerintah ingin menambah penerimaan pajak. di sisi lain, dimungkinkan adanya pihak yang resisten dengan pengenaan pajak tersebut.

Terkait wacana penerapannya di Indonesia, beberapa hal perlu menjadi perhatian bersama. Pertama, sebelum memasukkan elemen pajak dalam transaksi finansial, kiranya diperlukan terlebih kajian terkait dampak dan risiko suatu transaksi finansial terhadap perekonomian. Kajian difokuskan bagaimana dampak pengenaan pajak finansial terhadap pengembangan industri keuangan dan

efeknya terutama pada saat krisis keuangan. Kajian juga bisa dilakukan untuk mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat dan industri keuangan tentang pengenaan pajak ini. Terlebih, bank dan lembaga keuangan dalam waktu dekat akan dikenakan pungutan untuk otoritas jasa keuangan.

Kedua, diperlukan adanya koordinasi yang erat antara otoritas perbankan dan otoritas pajak. Adanya Memorandum of Understanding antara Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan pada pertengahan 2013 merupakan langkah awal untuk pertukaran data dan informasi antar otoritas. Selanjutnya, koordinasi yang intens dapat dimanfaatkan untuk membuka data dan informasi dalam mendorong penerimaan pajak. Hal ini sejalan dengan rekomendasi IMF dalam laporan “Revenue Mobilization in Developing Countries” bahwa peningkatan basis pajak dan kepatuhan pajak dapat meningkatkan potensi rasio pajak menjadi 21,5% dari PDB.

Ketiga, menjalankan tindak lanjut atas rekomendasi OECD yang meminta agar data perbankan dapat dibuka untuk kepentingan pajak. Dalam panduan resmi kerjasama pertukaran informasi antara otoritas perpajakan dan negara yang dirilis OECD, hal ini penting untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap Pemerintah dalam penanganan perhitungan pajak dan penghindaran pajak yang dimandatkan kepada pemimpin negara anggota G20. Terkait hal ini Kementerian Keuangan dan OJK telah melakukan koordinasi dengan OJK dan mendapatkan sinyal positif.

Keempat, meskipun pembukaan data perbankan belum dimungkinkan, wacana pembukaan rekening bank oleh otoritas pajak diharapkan terus diperjuangkan. Wacana pembukaan rekening bank bisa lebih memaksimalkan pemungutan pajak baik bagi wajib pajak perorangan maupun badan. Pemerintah diharapkan bisa meyakinkan wakil rakyat bahwa rencana pembukaan akses nasabah bank hanya bisa diakses dengan otoritas yang berlapis dan memastikan data tersebut tidak bocor ke masyarakat.

*) Penulis adalah pegawai Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.

Berdasarkan rilis data OJK dalam statistik perbankan Indonesia, laba perbankan 2013 tembus Rp106 triliun, tumbuh 14,95 persen dibandingkan tahun 2012. Namun besaran dan perkembangan laba sektor finansial belum diimbangi dengan tren kenaikan penerimaan pajak.

Page 46: Media Keuangan Februari 2014

Aturan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dan Penggalian Potensi Daerah

Review Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 15/PMK.07/2014 dan Nomor 10 Tahun 2014 tanggal 24 Januari 2014 dalam rangka Persiapan dan Pelaksanaan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebagai Pajak Daerah.

Teks Budi Sulistyo

FotoKukuh Perdana

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

46

Review

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menerbitkan

Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 15/PMK.07/2014 dan Nomor 10 Tahun 2014 tanggal 24 Januari 2014 dalam rangka persiapan dan pelaksanaan pengalihan pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan (PBB-P2) sebagai pajak daerah. Pengalihan PBB-P2 merupakan bentuk tindak lanjut kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD). Ketentuan tersebut mengalihkan kewenangan instansi pemungut PBB-P2 (kewenangan dalam kegiatan pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian, pemungutan atau penagihan dan pelayanan PBB-P2) dari Pemerintah cq. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kepada Pemerintah Daerah (Pemda).

Sebelum adanya PMK Nomor 15/PMK.07/2014, kabupaten/kota melakukan persiapan pengalihan PBB-P2 sebagai pajak daerah dengan berpedoman pada Undang-Undang PDRD, serta Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 213/PMK.07/2010 dan Nomor 58 Tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan PBB Perdesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah. Namun, peraturan bersama tersebut dinilai belum dapat menyelesaikan berbagai permasalahan pengalihan PBB-P2, sehingga pemerintah menerbitkan Peraturan Bersama

Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 15/PMK.07/2014 dan Nomor 10 Tahun 2014. Pada saat Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri ini mulai berlaku, Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 213/PMK.07/2010 dan Nomor 58 Tahun 2010 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Beberapa hal yang diatur dalam Peraturan bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 15/PMK.07/2014 dan Nomor 10 Tahun 2014 yaitu sebagai berikut ini.

Persiapan Pengalihan

Dengan adanya pengalihan kewenangan pemungutan PBB-P2, peran DJP mengalami perubahan, yaitu semula sebagai pemungut pajak, berubah menjadi pengompilasi peraturan pelaksanaan PBB-P2 yang digunakan sebagai acuan Pemda untuk merumuskan struktur organisasi dan tata kerja pemungutan PBB-P2. Dengan peran yang baru ini, DJP bertugas mengkompilasi SOP terkait dengan PBB-P2 sebagai bahan acuan Pemda dalam menyusun SOP serta berkewajiban mengkompilasi struktur, tugas, dan fungsi organisasi dalam pemungutan PBB-P2. Tugas lain yang dilakukan DJP yaitu melakukan kompilasi data piutang PBB-P2, surat Keputusan Menteri Keuangan mengenai NJOPTKP yang berlaku dalam kurun waktu 10 tahun sebelum tahun pengalihan, salinan peta desa/kelurahan dalam bentuk softcopy, penggandaan basis data PBB-P2 sebelum

tahun pengalihan, dan hasil sistem aplikasi terkait PBB-P2.

Hasil kompilasi tersebut selanjutnya disampaikan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan untuk disampaikan kepada Pemda. Berkaitan dengan hal ini, Kementerian Dalam Negeri berwenang menyiapkan pedoman struktur organisasi dan tata kerja Pemda, serta pedoman struktur organisasi dan tata kerja Pemda.

Pengalihan kewenangan pemungutan PBB-P2 dilakukan pada 1 Januari tahun pengalihan (paling lambat 2014). Batas waktu maksimal bagi Pemda untuk menyelesaikan pengalihan kewenangan pemungutan PBB-P2 yaitu pada tanggal 31 Desember sebelum tahun pengalihan.

Penyelesaian Permohonan Pelayanan PBB-P2

Lalu, bagaimana apabila ada permohonan pelayanan PBB-P2 yang belum sempat diselesaikan sampai tanggal 31 Desember sebelum tahun pengalihan? Apabila terdapat antara lain pendaftaran data baru, mutasi objek/subjek, pembetulan/pembatalan/pembuatan salinan/keberatan SPPT/SKP/STP, pengurangan besaran pajak terutang, dan denda administrasi, maka DJP akan menyerahkan berkas terkait permohonan pelayanan PBB-P2 tersebut kepada Pemda melalui Berita Acara Serah Terima. Setelah itu, Pemda melakukan tindak lanjut atas permohonan layanan-layanan dimaksud.

Page 47: Media Keuangan Februari 2014

47MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

Dalam hal ini, Kantor Wilayah DJP/KPP Pratama dapat melakukan pendampingan atau asistensi kepada Pemda apabila terdapat permasalahan yang perlu diselesaikan dan/atau informasi yang perlu disampaikan lebih lanjut.

Terkait nilai pembayaran atas tindak lanjut penyelesaian permohonan pelayanan PBB-P2, penerimaan PBB-P2 akan dimasukkan dalam kas Pemda apabila penyelesaian permohonan pelayanan PBB-P2 yang dilakukan oleh Pemda berdampak pada penerimaan PBB-P2. Apabila terdapat pengeluaran keuangan yang berkaitan dengan penyelesaian permohonan pelayanan PBB-P2 dan nilainya sampai dengan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), tindak lanjutnya akan diselesaikan oleh Pemda. Apabila nilai pengeluaran keuangannya lebih banyak dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), maka tindak lanjutnya diselesaikan oleh Kemenkeu. Namun demikian, bagi Pemda yang belum melaksanakan pemungutan PBB-P2, penyelesaian permohonan pelayanan PBB-P2 ditindaklanjuti oleh Kemenkeu.

Pembinaan dan Pemantauan

Meskipun daerah sudah diberi kewenangan dalam PBB-P2, Pemerintah Pusat (Kemenkeu dan Kemendagri) tetap melakukan pembinaan dan pemantauan, baik dalam tahap persiapan maupun pelaksanaan pemungutan PBB-P2. Kegiatan pembinaan dimaksud mencakup antara lain pemberian bimbingan, konsultasi, pendidikan, pelatihan teknis, serta pelaksanaan supervisi. Sedangkan kegiatan pemantauan terkait dengan monitoring dan evaluasi, serta pengumpulan data dan informasi penerimaan PBB-P2. Berkenaan dengan pembinaan dan pemantauan dimaksud, Pemda diwajibkan untuk menyampaikan target dan realisasi penerimaan PBB-P2 kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu dan Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kemedagri setiap tahun paling lambat bulan Maret tahun berikutnya.

Adanya kegiatan pembinaan dan pemantauan ini diharapkan dapat membantu tercapainya realisasi PBB-P2 sesuai dengan target untuk membiayai pengeluaran daerah. Untuk itu, diakomodirnya aturan terkait bimbingan, konsultasi, dan asistensi oleh Pemerintah

Pusat harus dimanfaatkan Pemda agar target penerimaan PBB-P2 dapat tergali secara optimal.

Pengalihan PBB-P2 dan Pengembangan Daerah

Adanya pengalihan kewenangan PBB-P2 tentu saja terdapat sisi positif dan negatifnya. Sisi negatifnya (dilihat dari sisi DJP), yaitu berkurangnya penerimaan pajak khususnya penerimaan PBB-P2 hingga Rp 8 triliun. Sedangkan sisi positifnya, yaitu terciptanya integrasi pajak daerah dalam rangka desentralisasi fiskal. Implikasi positif lainnya, Pemda bisa mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) karena Pemda memiliki kewenangan menentukan tarif PBB-P2 dan seluruh pendapatan pajaknya masuk ke kas daerah. Sebelumnya, yaitu pada saat dikelola Pemerintah Pusat, daerah hanya mendapatkan 64,8 persen dari jumlah penerimaan PBB di wilayahnya. Selain itu, tarifnya pun ditentukan efektif (tunggal) yaitu sebesar 0,1 – 0,2 persen. Dengan dialihkannya kewenangan ke daerah, Pemda bisa menentukan tarif hingga 0,3 persen.

Dengan penentuan tarif tersebut, Pemda dituntut lebih kreatif meningkatkan potensi PBB-P2 sesuai dengan kewenangan untuk melakukan penyesuaian nilai jual objek pajak (NJOP) sebagai basis perhitungan PBB. Namun demikian, dalam penentuan tarif dan penyesuaian NJOP, Pemda harus mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat di wilayah tersebut. Jangan sampai peraturan tarif justru menimbulkan dilema, yaitu aturan tarif PBB dan NJOP menjadi penyebab terganggunya iklim berinvestasi.

Untuk mendorong suksesnya pelimpahan kewenangan PBB-P2, Pemda perlu menyiapkan struktur organisasi, dukungan teknologi informasi, SDM yang handal, dan lain-lain. Tujuannya adalah agar dapat terjaga kesinambungan penerimaan daerah (fiscal sustainability) dan fungsi pembangunan daerah tersebut. Pemberdayaan SDM yang handal melalui kewenangan penuh daerah dalam penentuan tarif dan pengelolaan administrasi pemungutan dapat mewujudkan transparansi dan akuntabilitas daerah, serta tercapainya target penerimaan PBB-P2.

Direktorat Jenderal Pajak mengkompilasi:• peraturan pelaksanaan PBB-P2• SOP PBB-P2• Strutkur, tugas dan fungsi organisasi DJP

terkait pemungutan PBB-P2• data piutang PBB-P2• Kep Menteri Keuangan terkait NJOPTKP• salinan peta desa• basis data PBB-P2• sistem aplikasi PBB-P2

Pemerintah Daerah• pemeliharaan basis data PBB-P2• penyiapan Perda, SOP, struktur

organisasi dan tata kerja• penyiapan SDM, sarana dan

prasarana, • pembukaan rekening penampungan

PBB-P2

Kementerian Dalam Negeri• pedoman struktur organisasi dan tata

kerja Pemda• pedoman struktur organisasi dan tata

kerja Pemda

Ditjen Perimbangan Keuangan• menggandakan hasil kompilasi• menyerahkan hasil kompilasi• pemantauan • pembinaan pengalihan kewenangan

Tugas dan Tanggung Jawab Kemenkeu, Kemendagri dan Pemda

dalam Persiapan Pengalihan

Page 48: Media Keuangan Februari 2014

Inspirasi

Teks Farida Rosadi

FotoDok. BKF

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

48

Upaya Bersama Mewujudkan Indonesia BersihHari itu tanggal 11 Desember 2013, merupakan hari terakhir diselenggarakannya rangkaian kegiatan pameran di Istora Senayan, Jakarta. Tampak beberapa pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan sejumlah pegawai dari kementerian lembaga lain tengah merapikan sejumlah properti dan barang pameran yang sudah dipajang selama tiga hari terakhir. Tepat pada stan Kementerian Keuangan, wajah-wajah puas tercermin dari para penjaga stan yang merupakan pegawai Kemenkeu.

Tiga hari sudah menunggui stan pameran dari pagi hingga malam, melayani pengunjung yang datang,

hingga mengadakan berbagai acara menarik di booth rupanya terbayar sudah. Lewat air muka para pengunjung yang tampak puas saat mengunjungi stan pameran Kemenkeu, hingga puncaknya keberhasilan Kemenkeu meraih penghargaan dari penyelenggara acara. Stan Kemenkeu menjadi stan terbaik pada acara tersebut dengan jumlah pengunjung terbanyak.

Dua hari sebelumnya, pada 9 Desember 2013, adalah hari pertama acara dilangsungkan. Pagi-pagi sekali, Istora Senayan telah dipadati beragam stan pameran. Hilir mudik para penjaga stan mulai terlihat mempersiapkan pameran. Ini bukan pergelaran seni atau bazar. Stan pameran kali ini diisi oleh kementerian dan lembaga, BUMN, sektor swasta, lembaga pendidikan, hingga organisasi masyarakat. Meski diisi sejumlah instansi negara, pameran ini juga bukan disediakan bagi para pencari kerja. Semua stan punya satu tujuan dan semangat yang sama, sejalan dengan visi dari sang penyelenggara acara, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

KPK menggelar perhelatan akbar memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia. Mengusung tema “Mewujudkan Indonesia Bersih Transparan Tanpa Korupsi”, KPK

mengundang sejumlah kementerian lembaga juga instansi lain untuk turut serta bergabung meramaikan acara. Momentum ini pas sekali digunakan untuk mempertemukan masyarakat dengan sejumlah instansi dan penyelenggara negara yang hendak menyampaikan apa saja program nyata yang telah dan terus diupayakan untuk memberantas praktik korupsi.

Acara ini lebih tepat disebut sebagai kolaborasi bersama mengampanyekan gerakan anti korupsi di Indonesia. KPK mengemas rangkaian acara sedemikian rupa sehingga jauh dari membosankan. Mulai dari panggung musik anti-korupsi hingga pameran diselenggarakan. Kemenkeu tentu saja antusias mengambil kesempatan ini. Motivasinya pasti, sebagai bentuk pertanggungjawaban Kemenkeu kepada publik terkait langkah yang diambil selama ini guna mendukung gerakan anti korupsi.

Demi menyambut baik undangan dari KPK ini, persiapan demi persiapan dilakukan Kemenkeu sejak dua bulan sebelum acara dilangsungkan. Diketuai oleh Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan, Sekretariat Jenderal, sejumlah rapat digelar. Konsep stan, acara yang ditampilkan, sasaran dan tujuan yang ingin dicapai, hingga persiapan teknis yang lebih rinci dirumuskan. Persiapan tersebut, melibatkan seluruh unit Eselon I di lingkungan

Kemenkeu. Seirama dengan KPK, tema yang diangkat ialah “Transparansi dan Penegakan Hukum untuk Mewujudkan Indonesia Bersih”. Keikutsertaan Kemenkeu ini meliputi pengisian 3 titik pameran, talkshow, atraksi, hingga pelaksanaan lelang barang sebagai puncak acara di hari ketiga.

Untuk stan pameran, Kemenkeu menempati tiga area gratis yang disediakan KPK. Terdiri dari ruang pamer seluas 45 m2 yang terletak di indoor Istora dan dua area lain yang terletak di outdoor Istora, dengan luas masing-masing 9 m2. Ditjen Perbendaharaan Negara yang menempati area outdoor pertama, membawa mobil layanan KPPN untuk dipamerkan. Mobil tersebut diparkir tepat di sebelah mini office set KPPN yang sengaja dirancang untuk memperkenalkan konsep layanan DJPB secara riil kepada masyarakat. Pada area outdoor lain, Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menawarkan konsep mobile DJBC. Kedua area outdoor ini menyambut pengunjung tepat di depan pintu masuk Istora.

Masuk sedikit ke dalam Gedung Istora Senayan, Kemenkeu menempati empat kapling yang disediakan KPK. Empat kapling ini digabung menjadi satu stan besar dan diisi oleh gabungan seluruh unit Eselon I Kemenkeu. Berdasarkan data yang diperoleh dari Sekretariat Jenderal Kemenkeu, dalam tiga hari pelaksanaan acara, jumlah pengunjung yang hadir di stan Kemenkeu berjumlah kurang lebih 500 orang setiap harinya. Bahkan di sela-sela acara, Ketua KPK Abraham Samad bersama Ketua DPR Marzuki Alie dan Sekretaris Jenderal Kemenkeu, Kiagus Badarudin, turut berkenan mampir ke stan Kemenkeu.

Menanggapi besarnya jumlah pengunjung, Dwinanto, pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang ikut terlibat dalam acara ini, mengatakan bahwa stan Kemenkeu memiliki katalog yang khusus dibagikan

Page 49: Media Keuangan Februari 2014

49MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

kepada para pengunjung. Rancangan katalog memang sengaja dibuat semenarik mungkin. “Ini sebagai ikon dan banyak dicari oleh hampir semua pengujung pameran,” aku Dwi.

Dwi melanjutkan, salah satu yang juga menjadi daya tarik para pengunjung adalah pajangan aneka barang gratifikasi yang akan dilelang. “DJKN bahkan menyediakan layanan pendaftaran bagi para pengunjung yang berminat untuk ikut lelang,” kata Dwi. Dengan demikian, pengunjung dapat bertanya terkait prosedur mengikuti lelang yang diselenggarakan pada hari ketiga acara.

Berbicara tentang konsep acara, Eris Praghina, pegawai Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) Sekretariat Jenderal yang juga sebagai PIC Biro KLI stan pameran Kemenkeu mengungkapkan, salah satu cara menarik pengunjung adalah dengan memunculkan ide kreatif. Eris memberi contoh, kesalahan cetak dinding pada stan pemeran bukan tak mungkin disulap menjadi ‘acara booth dadakan’ yang menarik.

Menurut Eris, pada dinding stan pameran terdapat beberapa istilah ekonomi. Sayangnya, istilah tersebut di beberapa titik tampak terpotong, akibat proses cetaknya tidak tepat seukuran dinding yang digunakan. “Misalnya kata inflasi menjadi -flasi saja, atau kata kebijakan fiskal hanya tercetak -ijakan fis- saja,” cerita Eris. Menyadari hal itu, mucul ide untuk menyiasati kesalahan cetak tadi sebagai bahan kuis. “Jadi para pengunjung yang datang kami minta untuk mengelilingi dinding dan menemukan istilah yang kurang lengkap untuk diperbaiki,” jelas Eris sambil tertawa.

Bagi setiap pengunjung yang berhasil menjawab kuis yang digelar, Kemenkeu tak pelit memberi penghargaan. “Kami beri cinderamata,” kata Eris. Stan Kemenkeu sendiri sengaja mempersiapkan konsep acara di dalam booth agar para pengunjung tertarik. “Tiga hari pameran, selama tiga hari pula kami mengadakan acara menarik di dalam booth,” ungkap Eris yang juga menjadi MC pada stan Kemenkeu selama tiga hari berturut-turut.

Lain lagi yang dialami Gondo Harto, salah seorang penjaga stan Kemenkeu dari Badan Kebijakan Fiskal. Bagi Gondo, salah satu yang menjadi nilai tambah stan Kemenkeu ialah pelayanan dari para penjaga booth yang dengan senang hati melayani dan menjawab pertanyaan dari para pengunjung dengan latar belakang apapun.

Gondo pun menceritakan pengalaman menariknya. Saat itu, katanya, stan Kemenkeu didatangi rombongan anak sekolah dari tingkat TK dan Sekolah Dasar. Mereka, diakui Gondo, sangat antusias mengajukan banyak sekali pertanyaan. “Macam-macam pertanyaannya,” kata Gondo. “Mulai dari apa saja pekerjaan Kemenkeu, enak tidak menjadi Menteri Keuangan, hingga pertanyaan boleh tidak main ke kantor Kemenkeu saat kenaikan kelas nanti?” kenang Gondo sambil tersenyum. Bahkan, Gondo melanjutkan, ada juga yang bertanya terkait hadiah dan beasiswa khusus bagi anak yang naik kelas dengan nilai terbaik.

Selain pameran, kegiatan lelang di hari terakhir tak kalah seru. Kegiatan lelang dilaksanakan secara terbuka dan diikuti banyak peserta lelang yang saling perang menawarkan harga tertinggi. Hingga akhirnya sejumlah 74 barang gratifikasi yang dilelang KPK bersama DJKN berhasil menembus angka Rp72.280.000 dan masuk kas negara sebagai PNBP. Keberhasilan lelang di hari terakhir sebagai penutup rangkaian kegiatan Hari Anti Korupsi ini tak lepas dari kerja keras pegawai DJKN sebagai panitia acara lelang. Kemenkeu pun lagi-lagi menerima penghargaan sebagai Instansi Pelapor Gratifikasi Terbanyak Tahun 2013.

Keikutsertaan Kemenkeu dalam kegiatan Pekan Anti Korupsi 2013 yang diselenggarakan oleh KPK ini tak hanya sebagai salah satu sarana mengampanyekan nilai-nilai antikorupsi kepada masyarakat dan mensosialisasikan apa yang telah dilakukan oleh Kemenkeu dalam rangka mendukung Indonesia yang bebas korupsi. Tetapi juga ajang kita bersama untuk menegaskan tekad, bahwa kita, para punggawa keuangan, merupakan pegawai jujur, amanah dan tak akan menghinakan diri dengan tindak korupsi. Bersama, kita mewujudkan Indonesia Bersih Transparan, Tanpa Korupsi.

(atas) Ketua KPK Abraham Samad mengunjungi tempat pendaftaran pelelangan barang gratifikasi. DJKN Kemenkeu bekerjasama dengan KPK berhasil melelang 74 barang gratifikasi pada acara tersebut.

(kiri) Penjaga stan Kemenkeu - Eris, Gondho dan Shera

Page 50: Media Keuangan Februari 2014

TeksFarida Rosadi

Foto www.wikihow.com

Kisah ini dimulai dari keinsafan seorang pendosa. Sembilan puluh sembilan nyawa yang ia

renggut paksa, kini berbalik merenggut kenyamanan hidupnya. Hari itu, tubuhnya berguncang. Sadar akan salah yang tak termaafkan. Seperti memanggul beban sepenuh bumi, ia datang kepada seorang rahib, ahli ibadah. Penuh harap, mengaku, mengiba. Terampunikah dosanya yang besar mendera? Hingga sang rahib ternganga. Tak menyangka ada manusia pendosa macam dia. Terucap tegas lewat lisan sang rahib: Tak ada ampun bagi si pendosa, terlalu hina, terlalu durjana.

Duh, celaka. Harapan seluas samudera dihadapkan vonis tak dinyana. Kembali sang pendosa gelap mata. Hingga sang rahib menjadi penyempurna seratus nyawa. Genap sudah jumlah korban si pendosa. Demi melihat korban terakhirnya, sang pendosa kembali tergugu. Kali ini rasanya lebih menyakitkan. Hingga rasa sesak itu mengantarkannya pada seorang ‘alim berilmu.

Demi mendengar pengakuan si pendosa, sang ‘alim menangkap kebaikan yang samar. Kecil saja, tapi potensinya luar biasa. Hingga harapan itu menjadi jawaban nyata: Tuhan Maha Penerima Taubat. Alangkah bahagia hati si pendosa. Mematuhi seruan sang ‘alim, hendak meninggalkan negerinya tercinta. Mengganti setiap kejahatan dengan kebaikan-kebaikan.

Kisah ini ditutup dengan kematian si pendosa, mari menyebutnya si pentaubat. Saat perjalanan hijrahnya, malaikat rahmat dan malaikat adzab bersama-sama mengukur jarak jenazah si pentaubat. Dekat dengan negeri hijrahnya yang baru atau negeri tempatnya menghimpun dosa. Rupanya negeri hijrahnya lebih dekat dari jenazah si pentaubat. Keberkahan atasnya. Maka Tuhan pun memerintahkan malaikat rahmat membawa si pentaubat ke syurgaNya.

Interaksi antarmanusia tak jarang membuat cedera. Bukan cedera fisik, tapi cedera rasa. Interaksi menciptakan banyak sekali gesekan, yang apabila tak disikapi dengan baik, bisa menimbulkan rasa saling tak percaya, rasa buruk sangka, dan rasa-rasa lain yang sejenisnya.

Bekas luka yang tinggal karena gesekan tadi, bisa meninggalkan kesan buruk dan mendalam pada setiap insan. Mungkin banyak dari kita, mengenal orang-orang yang sikap buruknya jauh lebih banyak dari sikap baiknya, menurut kacamata kita. Hingga hati dan pikiran kita terburu-buru membenci. Benci terhadap apapun yang dia katakan. Benci terhadap seluruh pendapatnya. Benci atas setiap tingkah lakunya. Meski mungkin ada penyesalan disana, ada tekad memperbaiki diri.

Padahal jika bercermin pada kisah tadi, bukan tak mungkin sesungguhnya kitalah yang tak mampu melihat sisi baik seseorang. Kebaikan yang mungkin hanya samar, mengintip malu-malu. Sayangnya, kita terburu memutuskan untuk membenci lalu memvonis. Terlebih kepada mereka yang pernah berbenturan dengan kita. Atas segala dosanya terhadap kita, tak ada kata maaf.

Padahal dengan sikap yang demikian, mungkin kita tengah merenggut kesempatan seseorang untuk berbuat baik dan memiliki rasa layak untuk berbuat baik. Tak salah jika kita mengingat sebuah nasihat bijak yang cukup klise: Setiap orang pada dasarnya baik. Ya, mulai sekarang mungkin perlu bagi kita mencoba damai pada diri. Damai pada orang-orang di sekitar kita. Membukakan pintu maaf dan mulai percaya, bahwa ada kebaikan yang mengintip pada setiap insan.

“Mempercayai yang terbaik dalam diri seseorang, akan menarik keluar yang terbaik dari mereka. Berbagi senyum kecil dan pujian sederhana, mungkin saja mengalirkan ruh baru pada jiwa yang nyaris putus asa atau membuat sekeping hati kembali percaya bahwa dia berhak dan layak untuk berbuat baik.”

(Salim A. Fillah)

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

50

Renungan

Kebaikan Samar yang Malu-Malu

Page 51: Media Keuangan Februari 2014

Resensi Buku

TeksSyahrul Ramadhan

5 Peringkat TeratasBuku Non-Fiksi Terpopuler:Januari 2014

Advanced Grammer In Use Hewings Martin

Dasar-Dasar Kewirausahaan Hendro

212 Asal-Usul Djakarta Tempo Doeloe

Zaenuddin HM

Bung Karno - Penyambung Lidah Rakyat Indonesia

Cindy Adams

Era Baru Kebijakan Fiskal Anggito Abimanyu

5 Peringkat TeratasBuku Fiksi Terpopuler:Januari 2014

Harry Potter Series Box (Indonesia) 1-7

JK Rowling

Rantau 1 Muara Ahmad Fuadi

Arok Dedes Pramoedya Ananta Toer

Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara

Langit Kresna Hariadi

Moga Bunda Disayang Allah Tere Liye

situs web: www.perpustakaan.depkeu.go.id

di dasar sepit. Mei adalah wanita yang memesona Borno saat pertama kali bertemu di sepit yang ia naiki, lalu berpisah. Namun, amplop merah itu disimpan baik-baik oleh Borno sebagai kenang-kenangan pertemuannya dengan Mei. Bahkan, pernah amlop itu dipegang tangan teman Borno yang berlepotan saja tidak boleh. Setelah sejak lama ia tetap simpan, saat ia mengeluarkan isi amplop, semua kenangan berebut kembali di kepala Borno. Bagi Borno semuanya menjadi kembali menjalin seluruh kejadian dengan pemahaman yang baru. Kisah yang terjadi antara Borno, Mei, dan sepucuk angpau merah itu semoga menjadi

@kemenkeulibPerpustakaanKementerian Keuangan

Perpustakaan Kemenkeu

Judul: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah | Penulis: Tere Liye | Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama | Tebal: 512 halaman | ISBN: 978-979-22-7913-9

“Ada tujuh miliar penduduk bumi saat ini. Jika separuh saja dari mereka pernah jatuh cinta,

setidaknya akan ada satu miliar lebih cerita cinta. Apakah Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah ini sama spesialnya dengan miliaran cerita cinta lain? Sama istimewanya dengan kisah cinta kita?” Begitulah penggalan kalimat yang tertulis di back cover novel karya penulis berbakat tanah air, Darwis Tere Liye. Nah, edisi Februari ini redaksi akan mengulas cerita cinta spesial dari novel ini.

Setting cerita dalam novel ini sebagian besar mengambil lokasi di Pontianak, tepian sungai Kapuas. Ini adalah kisah Borno sebagai tokoh sentralnya yang digambarkan seorang bujang dengan hati paling lurus sepanjang tepian Kapuas. Saat Borno masih berusia dua belas tahun, ia kehilangan ayahnya karna terjatuh dari perahu saat melaut dan tersengat ubur-ubur hingga kehilangan nyawanya saat di rawat di ruang gawat darurat. Sebelum ayahnya meninggal, beliau mendonorkan jantungnya untuk seseorang yang menderita gagal jantung dan telah lama mencari donor jantung. Ayah Borno memang terkenal sebagai pribadi yang sangat baik di masa hidupnya.

Lalu beberapa tahun kemudian, saat bekerja Borno yang pengemudi sepit (sebutan masyarakat lokal untuk perahu kayu bermesin tempel, di adaptasi dari bahasa asing speed) menemukan angpau, amplop merah. Usut demi usut, angpau itu bukan angpau biasa yang terjatuh dari penumpang. Seorang gadis bernama Mei telah dengan sengaja meninggalkannya

cerita spesial bagi penggemar romance novel.

Penulis dengan nama pena Tere Liye adalah penulis yang menelurkan sastra best seller, beberapa diantaranya yang berjudul Hafalan Shalat Delisa, Moga Bunda Disayang Allah, Bidadari-Bidadari Surga. Itu adalah sederet karya Tere Liye yang terbilang bagus baget dan beberapa sudah diadaptasi ke layar lebar. Bagi pembaca novel Tere Liye, kita tunggu saja, apakah novel ini juga akan hadir di bioskop-bioskop Indonesia. Selamat membaca!

51MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

Page 52: Media Keuangan Februari 2014

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

52

Wae Rebo,Desa Sederhana Nan Mendunia

Resensi Wisata

Beberapa tahun belakangan Wae Rebo muncul sebagai destinasi budaya yang banyak dikunjungi. Desa ini menjadi begitu termasyur karena rumah adat Mbaru Niang yang sanggup

bertahan melawan waktu. Rumah kayu berbentuk kerucut ini memiliki arsitektur yang unik dan sarat filosofi. Banyak ahli dan peneliti yang sengaja tinggal berbulan-bulan di Wae Rebo demi menuntaskan rasa ingin tahunya.

Perjalanan menuju Wae Rebo kami mulai dari Desa Denge, desa terakhir yang bisa dicapai kendaraan bermotor. Sebelumnya kami berangkat dari kota Ruteng dengan menumpang mobil selama 4 jam. Pak Blasius menyambut kami di pondokannya dan memberikan penjelasan singkat mengenai rute yang harus kami lalui menuju Wae Rebo.

Suatu siang pada pertengahan Agustus 2008, serombongan arsitek dari Jakarta singgah ke sebuah penginapan kecil di pedalaman Flores. Blasisus Monta, sang pemilik penginapan, bingung. Tidak biasanya ada tamu domestik datang ke pondokan yang sekaligus menjadi pos registrasi untuk menuju desa adat Wae Rebo. Tamu-tamu yang berkunjung biasanya pelancong dari Jepang, Perancis, Belanda, Jerman, Ceko, atau Kanada. Rombongan arsitek itu menjadi tamu Indonesia pertama yang datang ke Wae Rebo.

Wae Rebo berada di ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Kami mendaki melintasi jalur sejauh 9 kilometer. Trek yang terjal dan tas ransel yang berat cukup membuat kami bermandi peluh. Setelah hampir 5 jam berjalan, kami sampai di punggungan bukit yang menghadap ke desa. Dari balik pepohonan tampak tujuh buah bangunan kerucut terletak bersebelahan dalam posisi melingkar. Wae Rebo tampak menawan di bawah sana.

Begitu memasuki wilayah desa, kami langsung menuju rumah kepala desa. Adat Wae Rebo mengharuskan setiap tamu yang datang harus menghadap sang kepala desa sebagai bentuk penghormatan dan mohon permisi. Ritual ini disebut waelu. Salah seorang tetua adat, Alexander Ngadus, menyambut kami. Pria berusia lanjut itu berucap bahwa setelah melalui ritual waelu kami sah menjadi bagian dari Wae Rebo dan dipersilahkan bermalam di salah satu rumah adat.

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

52Teks & FotoAdhi Kurniawan

Page 53: Media Keuangan Februari 2014

53MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

Saat ini Wae Rebo ditinggali oleh warga generasi ke delapan belas. Leluhur mereka adalah perantau dari ranah Minangkabau nan jauh di Sumatera dan akhirnya menetap di pedalaman Manggarai, Flores. Warga Wae Rebo masih mempertahankan bentuk asli rumah adat mereka. Rumah yang memiliki arsitektur unik ini disebut Mbaru Niang. “Mbaru” bermakna rumah, “niang” berarti tinggi dan bulat. Rumah ini berbentuk bulat yang mengerucut ke atas. Bentuk rumah ini melambangkan perlindungan dan persatuan antarwarga Wae Rebo. Dasar rumah yang melingkar merupakan simbol keharmonisan dan keadilan antar warga dan keluarga di dalam Mbaru Niang.

Setiap Mbaru Niang terdiri atas lima tingkat dengan fungsi masing-masing. Tingkat pertama disebut lutur. Lantai paling bawah ini digunakan sebagai tempat tinggal dan beraktivitas sehari-hari. Tingkat kedua adalah lobo yang berfungsi untuk menyimpan bahan makanan

dan perkakas rumah tangga. Lentar, yang berada di tingkat ketiga, dimanfaatkan untuk menyimpan benih-benih tanaman pangan seperti jagung, padi, dan kacang-kacangan. Sebagai antisipasi jika terjadi gagal panen atau musim kemarau berkepanjangan, warga menyimpan cadangan makanan di tingkat keempat yang disebut lempa rae. Tingkat tertinggi yang disebut hekang kode digunakan untuk menyimpan sesajian untuk leluhur.

Keberadaan Mbaru Niang sempat terancam. Dari tujuh bangunan rumah, hanya empat yang tersisa. Tiga bangunan roboh dimakan usia. Warga tidak sanggup merenovasi karena alasan biaya. Bahan untuk membangun ulang rumah susah diperoleh dan harganya pun tidak murah. Ijuk dan ilalang untuk membuat atap rumah harus didatangkan dari tempat lain. Kedatangan rombongan arsitek yang dipimpin Yori Antar pada Agustus 2008 rupanya menjadi berkah bagi Wae Rebo. Setelah kunjungan singkat itu, dibentuk tim yang berinisiatif mengumpulkan donasi dari berbagai pihak yang memiliki kepedulian pada kelestarian arsitektur nusantara. Donasi yang berhasil dihimpun digunakan untuk membangun kembali Mbaru Niang yang rusak. Ilmu arsitektur yang diwariskan lintas generasi Wae Rebo diterapkan untuk mereka-ulang bentuk asli rumah adat.

Keberhasilan melestarikan Mbaru Niang memberikan dampak positif yang dirasakan warga. Pelancong yang berkunjung ke Wae Rebo semakin banyak. Tidak hanya wisatawan mancanegara, tamu domestik pun mulai banyak. Warga bergotong-royong mengelola ecotourism secara mandiri. Warga Wae Rebo yang semula hanya menggantungkan hidupnya dari kebun kopi, bisa memiliki penghasilan tambahan dari kegiatan pariwisata. Atas kerja keras warga Wae Rebo dalam melestarikan warisan budaya yang tak ternilai ini, pada Agustus 2012 UNESCO memilih Wae Rebo sebagai peraih Award of Excellence pada ajang UNESCO Asia-Pacific Awards for Cultural Heritage Conservation yang merupakan penghargaan tertinggi dalam bidang konservasi warisan budaya.

Kami melewatkan malam dengan berbincang bersama beberapa pria paruh baya di ruang tamu salah satu Mbaru Niang. Gelas-gelas berisi kopi Flores pekat menguapkan aroma harum. Santai dan penuh keakraban. Di Wae Rebo hidup bisa sedemikian sederhana namun tetap penuh arti.

53MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

Page 54: Media Keuangan Februari 2014

Teks Dwinanda Ardhi

Foto Langgeng Wahyu

Indonesia saat ini, lanjut dia, adalah mereka tidak mengalokasikan penghasilannya dengan baik. Penghasilan hanya masuk ke dalam satu rekening saja. Tips-tips praktis lain misalnya dengan membuat jatah pengeluaran per minggu, makan di rumah sebelum jalan-jalan bersama keluarga, dan menyisihkan penghasilan untuk investasi melalui mekanisme auto debet yang disediakan oleh bank.

Secara umum, Aidil melihat kesadaran masyarakat akan pentingnya merencanakan keuangan sudah semakin besar, utamanya mereka yang tinggal di Jakarta. Dalam kondisi perekonomian Indonesia yang semakin baik, saat ini banyak pengusaha kaya yang bermunculan di daerah. Aidil menilai perencanaan keuangan harus mulai mencakup ke daerah juga. Selain agar para pengusaha itu dapat lebih baik dalam mengalokasikan penghasilannya, keterbukaan informasi akan perencanaan keuangan dapat mengurangi maraknya kasus investasi abal-abal yang mulai marak.

Saat ini Aidil terus mematangkan konsep kampanye melek perencanaan keuangan di berbagai kota di Indonesia. Pada target kampanye golongan usia produktif, yang ditekankan Aidil adalah soal pentingnya pemahaman terhadap perbedaan menabung dan berinvestasi. “Sekarang masih terbawa gaya orde baru. Memiliki tabungan saja itu eranya orde baru. Tabungan tetap harus punya, tapi komposisinya bisa 30 persen alokasi untuk tabungan dan 70 persen untuk investasi,” kata Aidil.

Aidil sangat menyadari bahwa untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang melek perencanaan keuangan, perlu lebih banyak perencana keuangan independen. Saat ini, menurutnya, hanya ada sekitar 200 perencana keuangan independen yang melaksanakan praktek konsultasi.”Idealnya Indonesia butuh 20 ribu perencana keuangan. Saya yakin dengan jumlah itu Indonesia bisa lebih makmur,” kata Aidil sambil membandingkan jumlah perencana keuangan independen di Amerika Serikat yang mencapai 65 ribu orang.

PNS Juga Harus Punya Perencanaan Keuangan

Menurut Perencana Keuangan Independen Aidil Akbar, merencanakan keuangan penting dilakukan oleh setiap orang yang sudah bekerja, termasuk golongan

Pegawai Negeri Sipil (PNS). Jebolan Loyola Marymount University dan Woodbury University, Amerika Serikat itu mengatakan bahwa perubahan zaman membuat stigma profesi PNS “aman” sudah tidak tepat. Di era yang dulu, kata Aidil, stigma itu dianggap benar karena didukung kondisi ekonomi Indonesia yang relatif stabil. ”Zaman sekarang pasarnya bebas, negara tidak bisa mengontrol 100 persen kondisi ekonomi yang terjadi di lapangan,” kata dia.

Menurut penulis berbagai buku tentang perencanaan keuangan itu, kunci dalam merencanakan keuangan adalah kedisiplinan dan pola pikir bahwa penghasilan yang didapatkan selalu cukup. “Yang paling penting kita tahu diri dalam menahan mana yang kita butuhkan dan mana yang hanya kita inginkan. Tahu kapan belanja dan harus berhemat,” ungkap Aidil.

Pria kelahiran Jakarta itu mengibaratkan merencanakan keuangan seperti menjahit baju. Setiap orang memiliki ukuran masing-masing yang spesifik. Oleh karena itu, perencanaan keuangan setiap individu pasti berbeda-beda. Namun demikian, pedoman umum alokasi penghasilan yang bisa dipakai secara praktis oleh semua orang adalah 30 persen untuk mencicil utang, biaya dan gaya hidup sekitar 40 persen, dan sisanya dialokasikan untuk investasi dan tabungan. Di kota-kota besar, komponen biaya dan gaya hidup biasanya mencapai 50 persen dari alokasi penghasilan. Sementara itu, penghasilan tambahan dari perjalanan dinas disarankan Aidil untuk langsung dimasukkan dalam kompinen tabungan atau investasi. Yang digarisbawahinya, semakin besar biaya dan gaya hidup bisa ditekan, semakin banyak komposisi tabungan dan investasi yang bisa dialokasikan. Aidil juga tak lupa mengingatkan perlunya menyisihkan penghasilan untuk zakat dan amal.

Aidil memiliki sejumlah tips untuk mengatur keuangan secara praktis dalam kehidupan sehari-hari. Belajar dari cara sang ibu mengatur keuangan, pria yang sudah menerbitkan sejumlah buku perencanaan keuangan itu menjelaskan strategi yang dia beri nama Management by Amplop. “Ibu saya dulu menyiapkan 15 amplop. Buat makan, sekolah anak, transportasi, tabungan, dan lain-lain. Mengatur keuangan efektifnya seperti itu, karena penghasilan keluarga terbagi ke semua amplop,” ungkap Aidil. Permasalahan kebanyakan orang

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

54

Celengan

Page 55: Media Keuangan Februari 2014

55MEDIAKEUANGAN

Vol. IX | No. 78 / Februari 2014

Page 56: Media Keuangan Februari 2014

MEDIAKEUANGANVol. IX | No. 78 / Februari 2014

56