Top Banner
ANALISA PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK MENGUNAKAN METODE SIX SIGMA (Studi Kasus Pada PT.YID) Windi Ika Prasetya) 1 , Erdi.,S.Pd.,MM.) 2 Prodi Manajemen, Universitas Pelita Bangsa E-mail : [email protected]; [email protected] ABSTRAK Persaingan dalam dunia industri manufaktur yang semakin ketat menuntut perusahaan untuk terus melakukan perbaikan yang berkesinambungan dalam seluruh proses produksi, demi memenuhi kebutuhan pelanggan dengan menciptakan produk yang berkualitas tinggi dan harga yang kompetitif. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif, dimana variabel yang diuji menggunakan analisis Six Sigma. Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah jumlah total produksi periode Oktober 2018-April 2019. Sedangkan sampel yang diambil adalah produk yang mengalami kerusakan pada periode tersebut. Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan didapat karakteristik kualitas produk yang menjadi prioritas utama dalam perbaikan proses produksi yaitu, short material, kontaminasi, weldlines, deform dan bubble.Kemudian didapat DPMO rata-rata periode produksi sebesar 6457,14 DPMO yang dapat diartikan bahwa dalam satu juta kesempatan yang ada akan terdapat 6457,14 kemungkinan (probability) kerusakan produk dengan rata-rata nilai sigma sebesar 4,00. Perusahaan diharapkan dapat meningkatkan nilai sigma dengan usulan tindakan perbaikan pada proses produksi dengan memperbaiki konstruksi cetakan/mesin (faktor mesin), meningkatkan pelatihan dan pemahaman proses kerja terhadap karyawan (faktor manusia), kontrol terhadap bahan baku yang dipakai mulai dari pemisahan jenis bahan baku hingga technical data standard pada bahan baku (faktor material), dan membuat instruksi kerja / standard operational procedure yang jelas dan mudah dimengerti oleh karyawan (faktor metode). Tahapan terakhir yaitu dilakukan kontrol terhadap hasil perbaikan dengan menjalankan checksheet and control plan. Berdasarkan grafik perbandingan data sebelum dan sesudah perbaikan bahwa terjadi penurunan rasio kerusakan produk dengan perbandingan sebagai berikut: Jumlah produk rusak sebesar 1.149 Pcs rata-rata presentase 3,24% (periode Okt-18 s/d Apr-19, sebelum perbaikan), dan kemudian dilakukan produksi pada (periode Okt-18 s/d Apr-19 week 2, setelah perbaikan) dan terdapat jumlah produk rusak sebesar 185 pcs rata-rata presentase 0,51%. Dengan adanya penurunan kerusakan produk ini berarti langkah perbaikan yang dilakukan sudah tepat, tetapi perlu dilakukan kontrol dan pengawasan yang baik agar kerusakan produk tersebut tidak terulang di masa yang akan datang. Kata Kunci : Pengendalian, Kualitas Produk, Six Sigma, DMAIC.
14

Media Informatika - Ecampus Pelita Bangsa

Jan 19, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Media Informatika - Ecampus Pelita Bangsa

ANALISA PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK

MENGUNAKAN METODE SIX SIGMA

(Studi Kasus Pada PT.YID)

Windi Ika Prasetya)1, Erdi.,S.Pd.,MM.)2

Prodi Manajemen, Universitas Pelita Bangsa

E-mail : [email protected]; [email protected]

ABSTRAK

Persaingan dalam dunia industri manufaktur yang semakin ketat menuntut

perusahaan untuk terus melakukan perbaikan yang berkesinambungan dalam

seluruh proses produksi, demi memenuhi kebutuhan pelanggan dengan

menciptakan produk yang berkualitas tinggi dan harga yang kompetitif.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif, dimana variabel yang diuji

menggunakan analisis Six Sigma. Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah

jumlah total produksi periode Oktober 2018-April 2019. Sedangkan sampel yang

diambil adalah produk yang mengalami kerusakan pada periode tersebut.

Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan didapat karakteristik kualitas produk yang

menjadi prioritas utama dalam perbaikan proses produksi yaitu, short material,

kontaminasi, weldlines, deform dan bubble.Kemudian didapat DPMO rata-rata

periode produksi sebesar 6457,14 DPMO yang dapat diartikan bahwa dalam satu

juta kesempatan yang ada akan terdapat 6457,14 kemungkinan (probability)

kerusakan produk dengan rata-rata nilai sigma sebesar 4,00. Perusahaan diharapkan

dapat meningkatkan nilai sigma dengan usulan tindakan perbaikan pada proses

produksi dengan memperbaiki konstruksi cetakan/mesin (faktor mesin),

meningkatkan pelatihan dan pemahaman proses kerja terhadap karyawan (faktor

manusia), kontrol terhadap bahan baku yang dipakai mulai dari pemisahan jenis

bahan baku hingga technical data standard pada bahan baku (faktor material), dan

membuat instruksi kerja / standard operational procedure yang jelas dan mudah

dimengerti oleh karyawan (faktor metode). Tahapan terakhir yaitu dilakukan

kontrol terhadap hasil perbaikan dengan menjalankan checksheet and control plan.

Berdasarkan grafik perbandingan data sebelum dan sesudah perbaikan bahwa

terjadi penurunan rasio kerusakan produk dengan perbandingan sebagai berikut:

Jumlah produk rusak sebesar 1.149 Pcs rata-rata presentase 3,24% (periode Okt-18

s/d Apr-19, sebelum perbaikan), dan kemudian dilakukan produksi pada (periode

Okt-18 s/d Apr-19 week 2, setelah perbaikan) dan terdapat jumlah produk rusak

sebesar 185 pcs rata-rata presentase 0,51%. Dengan adanya penurunan kerusakan

produk ini berarti langkah perbaikan yang dilakukan sudah tepat, tetapi perlu

dilakukan kontrol dan pengawasan yang baik agar kerusakan produk tersebut tidak

terulang di masa yang akan datang.

Kata Kunci : Pengendalian, Kualitas Produk, Six Sigma, DMAIC.

Page 2: Media Informatika - Ecampus Pelita Bangsa

1. LATAR BELAKANG

Kualitas menjadi salah satu faktor yang

mampu membuahkan keberhasilan dan

pertumbuhan perusahaan baik dalam skala

nasional maupun internasional. Kualitas dalam

industri manufaktur selain mengutamakan pada

produk yang dihasilkan, juga perlu

memperhatikan kualitas pada proses produksi

(Ariani dalam Shanty, 2012). Pengendalian

kualitas merupakan sebuah sistem verifikasi,

pengawasan, atau perawatan dari suatu

tingkatan atau derajat kualitas produk atau

proses yang dikehendaki dengan perencanaan

yang matang, penggunaan peralatan yang

sesuai, inspeksi yang (continuous) terus-

menerus, serta tindakan preventif dan korektif

apabila diperlukan. Setiap perusahaan harus

memiliki program garansi kualitas yang efektif

dan efisien. Dengan pengendalian kualitas yang

efektif, akan menghasilkan produktivitas yang

tinggi, biaya pembuatan produk secara

keseluruhan yang lebih rendah, serta faktor-

faktor yang menyebabkan cacat (defect) ataupun

kegagalan produksi dapat ditekan seminimal

mungkin.

Tujuan dari pengendalian kualitas adalah

untuk menghasilkan produk berkualitas yang

mampu bersaing di pasaran, serta dapat diterima

masyarakat (Montgomery dalam Joko et all,

2011). Salah satu metode yang dapat digunakan

untuk mengurangi jumlah cacat dan

meminimalisir hasil produk yang bervariasi

yaitu dengan menerapkan metode Six Sigma. Six

Sigma dapat dijadikan ukuran kinerja sistem

industri yang memungkinkan perusahaan

melakukan peningkatan yang luar biasa dengan

terobosan strategi yang aktual. Six Sigma

merupakan suatu bentuk peningkatan kualitas

menuju target 3,4 Defect Per Million

Opsportunities (DPMO) untuk setiap produk

baik barang atau pun jasa dalam upaya

mengurangi jumlah cacat (Gaspersz dalam

Hanky et all, 2014). Six Sigma juga dapat

didefinisikan sebagai metode peningkatan

proses bisnis yang bertujuan untuk menemukan

dan mengurangi faktor-faktor penyebab

kerusakan, mengurangi waktu siklus dan biaya

produksi (Evans dalam Hanky, 2014).

Dalam penelitian ini penulis akan meneliti

pengendalian kualitas yang dilakukan di

PT.YID dalam proses produksi yang

mengakibatkan kerugian bagi perusahaan.

Berdasarkan survey awal penelitian, diketahui

bahwa produk cacat dalam proses produksi yang

ada di PT.YID berfluktuasi dari waktu ke waktu

dibuktikan pada tabel 1.1.

Tabel : 1.1

Jumlah Produksi Periode Okt-2018 s/d Apr-

2019 (dalam satuan Pcs)

Periode

Jumla

h

Produ

ksi

Jumlah

Produk

Cacat

Presentase

Oktober 2018 5110 163 3,2%

November 2018 5268 216 4,1%

Desember 2018 5732 303 5,3%

Januari 2019 4880 117 2,4%

Februari 2019 4964 144 2,9%

Maret 2019 5020 127 2,5%

April 2019 3506 79 2,2%

Total 34480 1149 3.3%

Sumber : Data penelitian yang diolah, 2019.

Berdasarkan tabel 1.1 tingkat kecacatan

tertinggi pada bulan Desember yaitu 5,3% dan

tingkat produk cacat terendah pada bulan April

yaitu 2,2%. Tingginya produk cacat sebesar

5,3% seharusnya dapat ditekan dibuktikan

dengan adanya tingkat produk cacat terendah

sebesar 2,2% berarti perusahaan seharusnya

mampu melakukan proses produksi dengan

tingkat cacat sebesar 2,2%. Dalam proses

produksinya PT.YID melakukan pengendalian

kualitas dengan menetapkan batas maksimum

toleransi kerusakan sebesar 2%. Berdasarkan

data tersebut peneliti menampilkan data yang

menjadi penyebab cacat produk dapat dilihat

pada tabel 1.2.

Tabel : 1.2

Jumlah Penyebab Kerusakan Produk Periode

Produksi Okt-2018 s/d Apr-2019

Periode Defe

ct

Prod

uct

Jenis Cacat Produk

A B C D E

Oktober 2018 163 35 52 40 8 28

November 2018 216 62 43 82 10 19

Desember 2018 303 86 63 107 13 34

Januari 2019 117 32 28 34 6 17

Februari 2019 144 47 65 11 9 12

Maret 2019 127 51 49 2 4 21

April 2019 79 22 39 5 0 13

Total 1149 335 339 281 50 144

Sumber : Data penelitian yang diolah, 2019.

Keterangan pada tabel di atas tentang penyebab

produk cacat :

a) Kontaminasi, material produk tercampur

dengan material lain, selain material yang

sesuai standar produk.

b) Short Material, produk tidak terbentuk

secara sempurna pada cetakan (mold).

c) Weldlines, alur material pada produk tidak

tercampur sempurna dan terlihat seperti

garis alur las (weld).

Page 3: Media Informatika - Ecampus Pelita Bangsa

d) Bubble, timbul bubble dan bercak pada

produk, serta visual jelek.

e) Deform, produk penyok terlihat secara

visual.

Dengan adanya produk cacat yang

melebihi batas toleransi PT.YID maka biaya

produksi yang dikeluarkan akan lebih banyak.

Dengan diterapkannya metode Six Sigma pada

PT.YID diharapkan dapat membawa

perusahaan berada pada tingkat produk cacat

terendah bahkan dapat memperkecil lagi sampai

pada proses produksi berjalan menuju

kesempurnaan (zero defect).

2. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Sofjan Assauri, (1998) dalam

Bakhtiar et all, (2013). Pengendalian dan

pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan

untuk menjamin agar kegiatan produksi dan

operasi yang dilaksanakan sesuai dengan apa

yang direncanakan dan apabila terjadi

penyimpangan, maka penyimpangan tersebut

dapat dikoreksi sehingga apa yang diharapkan

dapat tercapai. Pengendalian juga dapat

diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk

memantau aktivitas dan memastikan kinerja

sebenarnya yang dilakukan telah sesuai dengan

yang direncanakan. Selanjutnya pengertian

pengendalian kualitas dalam arti menyeluruh

adalah Pengawasan mutu yang merupakan

usaha untuk mempertahankan mutu kualitas dari

barang yang dihasilkan, agar sesuai dengan

spesifikasi produk yang telah ditetapkan

berdasarkan kebijaksanaan pimpinan

perusahaan (Bakhtiar et all, 2013)

Dalam dunia industri modern saat ini,

perusahaan semakin menyadari akan pentingnya

kualitas suatu produk dalam meningkatkan daya

saing produk, selain biaya produksi dan

ketepatan waktu produksi yang harus memberi

kepuasan kepada konsumen yang mampu

mengungguli kualitas produk pesaing. Hal ini

timbul dari sikap konsumen yang menginginkan

barang dengan kualitas yang terjamin dan

semakin ketatnya persaingan antara perusahaan

yang sejenis. Oleh karena itu pihak perusahaan

perlu mengambil kebijaksanaan untuk menjaga

kualitas produknya agar diterima konsumen dan

dapat bersaing dengan produk sejenis dari

perusahaan lain serta dalam rangka menunjang

program jangka panjang perusahaan yaitu

mempertahankan pasar yang telah ada atau

menambah pasar perusahaan. Beberapa alasan

perlunya kualitas bagi suatu organisasi menurut

Russel, (1996) dikutip dari bukunya Dorothea,

(2003) dalam Bakhtiar et all, (2013),

mengidentifikasi tujuh peran pentingnya

kualitas yaitu:

1) Meningkatkan reputasi perusahaan

2) Menurunkan biaya

3) Meningkatkan pangsa pasar

4) Dampak internasional

5) Adanya pertanggungjawaban produk

6) Untuk penampilan produk

7) Mewujudkan kualitas yang dirasakan

penting

Kualitas memiliki definisi yang berbeda

yang disebabkan oleh pengertian dari kualitas

tersebut dan dapat diterapkan pada berbagai

dimensi kehidupan sehingga menyebabkan

perbedaan persepsi atau pandangan dan

menimbulkan pengertian kualitas yang juga

bervariasi. Pengertian kualitas produk menurut

pendapat dari beberapa ahli yaitu sebagai

berikut :

Menurut Kotler dan Amstrong, (2001:354)

dalam Andika, (2014) kualitas produk

merupakan senjata strategis yang potensial

untuk mengalahkan pesaing. Hanya perusahaan

dengan kualitas produk paling baik yang akan

tumbuh dengan pesat, dan dalam jangka panjang

perusahaan tersebut akan lebih berhasil dari

perusahaan yang lain.

Menurut Kanuk dan Schiffman, (2008:87)

dalam M.Rizan et all, (2014) kualitas produk

dapat didefinisikan sebagai seberapa konsisten

produk yang dihasilkan dapat memenuhi

pengharapan dan kebutuhan internal dan

eksternal pelanggan.

Pengertian kualitas produk menurut

pendapat Kotler dan Armstrong, (2012: 259)

dalam M.Rizan et all, (2014), “product quality

is the ability of a product to perform its function,

it includes the product’s several durability,

reliability, precision, ease of operation and

repair, and other valued attributes”. Artinya

ialah “kualitas produk merupakan kemampuan

suatu produk melakukan fungsinya, hal ini

termasuk masa kegunaan produk, keandalan,

ketepatan, kemudahan dalam mengoperasikan

dan membetulkan, nilai atribut lainnya”.

Sedangkan menurut pendapat Perreault

dan Cannon, (2011:232) dalam M.Rizan et all,

(2014) “kualitas produk merupakan kemampuan

produk untuk memberikan kepuasan pada

kebutuhan dan keperluan pelanggan. Definisi

tersebut berfokus pada pelanggan serta berfokus

pada bagaimana pelanggan berpikir bahwa

produk tersebut sesuai dengan tujuan mereka”.

Page 4: Media Informatika - Ecampus Pelita Bangsa

Kualitas produk memiliki aspek dimensi

yang apabila dikelola dengan baik oleh

perusahaan dapat memperkuat keunggulan

kompetitif produk tersebut di pasar. Menurut

Mullins dan Walker, (2008: 374) dalam M.

Rizan et all, (2014) aspek dimensi kualitas

produk itu terdiri dari:

1) Kinerja (Performance). kinerja produk

merupakan dimensi paling dasar dari suatu

produk. Konsumen atau pelanggan akan

kecewa jika kinerja produk tidak sesuai

dengan harapan mereka.

2) Daya tahan (Durability). daya tahan

merupakan dimensi kualitas produk yang

menunjukkan berapa lama suatu produk

digunakan sebelum produk tersebut harus

diganti. Semakin besar frekuensi

pemakaian konsumen terhadap suatu

produk, maka semakin besar pula daya

tahan produk tersebut.

3) Kesesuaian (Conformance). Kesesuaian

merupakan dimensi kualitas produk yang

sejauh mana karakteristik operasi dasar

dari sebuah produk memenuhi spesifikasi

tertentu dari konsumen atau tidak

ditemukannya cacat pada produk tersebut.

4) Fitur (Features). Fitur merupakan

karakteristik produk yang dirancang untuk

menyempurnakan fungsi produk atau

menambah fungsi dasar, berkaitan Jurnal

Riset Manajemen Sains Indonesia

(JRMSI) | Vol. 5, No. 1, 2014 dengan

pilihan–pilihan produk dan

pengembangannya. Sehingga akan

menambah ketertarikan konsumen atau

pelanggan terhadap produk tersebut.

5) Reliabilitas (Reliability). Reliabilitas

adalah probabilitas bahwa produk akan

bekerja dengan memuaskan atau tidak

dalam periode waktu tertentu. Semakin

kecil kemungkinan terjadinya kerusakan

maka produk tersebut dapat diandalkan.

6) Estetika (Aesthetics). Estetika merupakan

karakteristik yang bersifat subjektif

mengenai nilai–nilai estetika yang

berkaitan dengan penilaian pribadi dan

preferensi dari setiap individu atau

konsumen. Dapat berupa penampilan

produk bisa dilihat dari tampak, rasa, bau,

dan bentuk dari produk, atau daya tarik

produk terhadap panca indera. Misalnya,

bentuk fisik sofa yang menarik, model,

warna, tekstur dan sebagainya

7) Kesan kualitas (Perceived quality),

Merupakan hasil dari penggunaan

pengukuran yang dilakukan secara tidak

langsung karena terdapat kemungkinan

bahwa konsumen tidak mengerti atau

kekurangan informasi atas produk yang

bersangkutan. Jadi, persepsi konsumen

terhadap produk didapat dari harga, merek,

periklanan, reputasi, dan negara asal.

Menurut Douglas C. Montgomery, (2001)

dalam Bakhtiar et all, (2013), faktor-faktor yang

mempengaruhi pengendalian kualitas yang

dilakukan perusahaan adalah sebagai berikut :

1) Kemampuan proses. Batas-batas yang

ingin dicapai haruslah disesuaikan dengan

kemampuan proses yang ada. Tidak ada

gunanya mengendalikan suatu proses

dalam batas-batas yang melebihi

kemampuan atau kesanggupan proses

yang ada.

2) Spesifikasi yang berlaku, hasil produksi

yang ingin dicapai harus dapat berlaku,

bila ditinjau dari segi kemampuan proses

dan keinginan atau kebutuhan konsumen

yang ingin dicapai dari hasi lproduksi

tersebut. Dapat dipastikan dahulu apakah

spesifikasi tersebut dapat berlaku sebelum

pengendalian kualitas pada proses dapat

dimulai.

3) Tingkat ketidak sesuaian yang dapat

diterima. Tujuan dilakukan pengendalian

suatu proses adalah dapat mengurangi

produk yang berada di bawah standar

seminimal mungkin. Tingkat pengendalian

yang diberlakukan tergantung pada

banyaknya produk yang berada dibawah

standar.

4) Biaya kualitas, sangat mempengaruhi

tingkat pengendalian dalam menghasilkan

produk dimana biaya mempunyai

hubungan yang positif dengan terciptanya

produk yang berkualitas.

Berdasarkan pemaparan diatas, yang

dimaksud dengan kualitas adalah kesesuaian

antara produk yang dihasilkan oleh perusahaan

dengan kebutuhan yang diinginkan oleh

konsumen. Kualitas adalah faktor kunci yang

membawa keberhasilan dan peningkatan

perusahaan dalam persaingan industri modern,

dan diikuti dengan faktor yang terstruktur

dimulai dari pemilihan bahan baku, pelatihan

dan pengawasan proses produksi, jaminan

pengendalian kualitas yang efektif, yang dapat

meningkatkan persaingan pasar, produktivitas

lebih tinggi dan biaya pembuatan menjadi lebih

rendah.

Menurut Gaspersz, (2008) dalam Dino dan

Page 5: Media Informatika - Ecampus Pelita Bangsa

Desak, (2017). Six sigma adalah suatu upaya

terus-menerus (continuous improvement efforts)

untuk menurunkan variasi dari proses, agar

meningkatkan kapabilitas proses, dalam

menghasilkan produk (barang atau jasa) yang

bebas kesalahan untuk memberikan nilai kepada

pelanggan. Dalam esensinya, Six Sigma

menganjurkan bahwa terdapat hubungan yang

kuat antara cacat produk dan produk yang

dihasilkan, reliability, costs, cycle time,

inventory, schedule, dll. Bila jumlah cacat yang

meningkat, maka jumlah sigma akan menurun.

Dengan kata lain, dengan nilai sigma yang lebih

besar maka kualitas produk akan lebih baik.

Dari konsep diatas dapat diambil kesimpulan

bahwa Six Sigma adalah sebuah sistem yang

komprehensif dan fleksibel untuk mencapai,

mempertahankan, dan memaksimalkan sukses

bisnis. Six Sigma secara unik dikendalikan oleh

pemahaman yang kuat terhadap kebutuhan

pelanggan, pemakaian yang disiplin terhadap

fakta, data, analisis statistik, dan perhatian yang

cermat untuk mengelola, memperbaiki, dan

menanamkan kembali proses bisnis.

Sigma dalam statistik dikenal sebagai

standar deviasi yang menyatakan nilai

simpangan terhadap nilai tengah. Suatu proses

dikatakan baik apabila berjalan pada suatu

rentang yang disepakati. Rentang tersebut

memiliki batas, batas atas atau USL (Upper

Specification Limit) dan batas bawah atau LSL

(Lower Specification Limit) proses yang terjadi

diluar rentang disebut cacat (defect). Proses Six

Sigma adalah proses yang hanya menghasilkan

3.4 DPMO (Defect per Million Opportunity).

Six Sigma sebagai sistem pengukuran

menggunakan Defect per Million Opportunities

(DPMO) sebagai satuan pengukuran. DPMO

merupakan ukuran yang baik bagi kualitas

produk ataupun proses, sebab berkorelasi

langsung dengan cacat, biaya dan waktu yang

terbuang

Cara menentukan DPMO adalah sebagai

berikut :

Deffect per Unit (DPU) :

DPU = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖

Defect per Million Opportunity (DPMO) :

DPMO = 𝐷𝑃𝑈 𝑥 1.000.000

𝑃𝑟𝑜𝑏𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 𝐾𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛

Korelasi antara DPMO dengan tingkat sigma

dapat didefinisikan sebagai berikut : ∙ Tabel 2.01 Hubungan Sigma dan DPMO

Yield (Probabilitas

tanpa cacat) DPMO Sigma

30.90% 690 1

69.20% 308 2

93.30% 66.8 3

99.94% 6.21 4

99.98% 320 5

100.00% 3.4 6

(Sumber : Wijaya, 2010 dalam Fatimah, 2014)

Tabel 2.02 Manfaat dari pencapaian

tingkat sigma COPQ (Cost of Poor Quality)

Tingkat

Sigma

DPMO (Defect per

Million Opportunity

COPQ (Cost

of Poor

Quality)

1-sigma 691.462 (sangat tidak

kompetitif)

Tidak dapat

dihitung

2-sigma 308.538(rata-rata

industri Indonesia) Tidak dapat

dihitung

3-sigma 66.807 25-40% dari

penjualan

4-sigma 6.210 (rata-rata industri

USA) 15-25% dari

penjualan

5-sigma 233 (rata-rata industri

Jepang)

5-15% dari

penjualan

6-sigma 3,4 (industri kelas

dunia) < 1 % dari penjualan

Setiap peningkatan sigma atau pergeseran 1-sigma akan

memberikan peningkatan keuntungan sekitar 10% dari penjualan.

(Sumber : Gasperz, 2007 dalam Fatimah, 2014)

Six sigma merupakan kegiatan yang

dilakukan oleh semua anggota perusahaan yang

menjadi budaya dan sesuai dengan visi dan misi

perusahaan. Tujuannya meningkatkan efisiensi

proses bisnis dan memuaskan keiginan

pelanggan, sehingga meningkatkan nilai

perusahaan. Ada lima tahap atau langkah dasar

dalam menerapkan strategi Six Sigma ini yaitu

Define – Measure – Analyze – Improve - Control

(DMAIC), dimana tahapannya merupakan

tahapan yang berulang atau membentuk siklus

peningkatan kualitas dengan Six Sigma :

a) Define: pada tahap ini tim pelaksana

mengidentifikasikan permasalahan,

mendefiniskan spesifikasi pelanggan, dan

menentukan tujuan (pengurangan

cacat/biaya dan target waktu).

b) Measure: tahap untuk memvalidasi

permasalahan, mengukur/menganalisi

permasalahan dari data yang ada.

c) Analyze: menentukan faktor-faktor yang

paling mempengaruhi proses (significant

opportunities), artinya mencari satu atau

dua faktor yang kalau itu diperbaiki akan

memperbaiki proses kita dramatis.

d) Improve: mendiskusikan ide-ide untuk

memperbaiki sistem kita berdasarkan hasil

analisa terdahulu, melakukan percobaan

untuk melihat hasilnya, jika bagus lalu

Page 6: Media Informatika - Ecampus Pelita Bangsa

dibuatkan prosedur bakunya (standard

operating procedure-SOP).

e) Control: membuat rencana dan desain

pengukuran agar hasil yang sudah bagus

dari perbaikan tim kita bisa

berkesinambungan untuk selalu dimonitor

dan dikoreksi.

Siklus DMAIC dapat digambarkan sebagai

berikut:

Gambar 2.1

Siklus DMAIC (Wijaya, 2010 dalam

Fatimah, 2014)

3. METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini, penulis

menggunakan jenis penelitian kualitatif, dan alat

analisis menggunakan metode six sigma.

Menurut Surya Bintarti (2015: 4-5), penelitian

kualitatif adalah penelitian untuk menjawab

permasalahan yang memerlukan pemahaman

secara mendalam dalam konteks waktu dan

situasi yang bersangkutan, dilakukan secara

wajar dan alami sesuai dengan kondisi objektif

dilapangan tanpa adanya manipulasi, serta jenis

data yang dikumpulkan terutama data kualitatif.

Dalam penelitian ini menggunakan alat

analisis metode Six Sigma untuk mengetahui

strategi pengurangan produk kecacatan. Untuk

mengetahui besar nya produk kecacatan dan

penyebab kecacatan ditambahkan metode

pareto chart dan ishikawa diagram sebagai

penunjang variabel dalam penelitian ini.

Didalam penerapan six sigma ada lima langkah

yang disebut DMAIC (Define, Measure,

Analisys, Improve, Control). (Gaspersz, V, 2002

dalam Joko et all, 2011).

1) Define (Definisi)

Merupakan langkah operasional pertama

dalam program peningkatan kualitas six

sigma dengan langkah-langkah sebagai

berikut :

a) Deskripsi proses produksi.

b) Diagram aliran proses (process

flowchart).

c) Mendefinisikan masalah kualitas dalam

produk (Critical to Quality).

d) Mendefinisikan rencana tindakan,

sasaran dan tujuan

Define bertujuan untuk mengidentifikasi

produk ataus proses yang akan diperbaiki

dan menentukan sumber sumber (resources)

apa yang dibutuhkan dalam pelaksanaan

proyek dengan lebih spesifik dan dapat

diukur (measurable). Pada tahap ini

dilakukan pendefinisian permasalahan

berdasarkan karakteristik kualitas (Critical

to Quality) yang dapat mempengaruhi output

perusahaan. Artinya dalam tahap ini peneliti

harus mengetahui kegagalan atau cacat

produk yang terjadi dalam produk atau

proses yang akan diperbaiki. Selanjutnya

mengumpilkan beberapa informasi dasar

mengenai alur (flowchart) proses produksi

yang dapat mempengaruhi karakteristik

kualitas dari produk yang akan diteliti.

2) Measure (Pengukuran)

Merupakan langkah operasional kedua

dalam program peningkatan kualitas six

sigma dengan langkah-langkah sebagai

berikut :

1) Analisis diagram kontrol (P-Chart)

Mengidentifikasi proses dengan grafik

pengendali. Pada penelitian ini data yang

akan diteliti adalah data atribut, data

untuk mengetahui terkendalinya proses

dengan menggunakan grafik P, karena

merupakan data ketidaksesuaian, maka

rumus yang digunakan adalah sebagai

berikut : (Ariani, 2005 dalam Joko et all,

2011).

a) Menghitung garis pusat (Central

Line), merupakan rata-rata (mean)

kerusakan produk (P) yaitu dengan

rumus sebagai berikut :

𝐶𝐿 = �̅� ⬌ 𝐶𝐿 =∑ 𝑛𝑝

∑ 𝑛

Keterangan :

𝐶𝐿 = �̅� = Central Line rata-rata

produk

Σnp = Jumlah sampel produk cacat

Σn = Jumlah sampel produk yang

diteliti

b) Menghitung presentase produk cacat

yang dihitung menggunakan rumus

berikut :

Page 7: Media Informatika - Ecampus Pelita Bangsa

𝑃 =𝑛𝑝

𝑛

Keterangan :

P=Presentasi atau proporsi

kerusakan produk.

np= Sampel produk cacat dalam

periode tertentu.

n = Sampel produk yang diteliti

dalam periode tertentu.

c) Menghitung batas kendali atas atau

Upper Control Limit (UCL), dapat

dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

𝑈𝐶𝐿 = 𝐶𝐿 + √𝐶𝐿(1 − 𝐶𝐿)

𝑛

3

Keterangan :

CL = Garis pusat (Central Line) atau

rata-rata produk.

UCL=Batas pengendali atas (Upper

Control Limit)

n = Sampel produk yang diteliti

dalam periode tertentu.

d) Menghitung batas kendali bawah

atau Lower Control Limit (UCL),

dapat dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

𝑈𝐶𝐿 = 𝐶𝐿 − √𝐶𝐿(1 − 𝐶𝐿)

𝑛

3

Keterangan :

CL = Garis pusat (Central Line) atau

rata-rata produk.

LCL = Batas pengendali bawah

(Lower Control Limit)

n = Sampel produk yang diteliti

dalam periode tertentu.

2) Menghitung peta kontrol X-bar dan R

Tahap-tahap perhitungan peta kontrol X-

bar dan R sebagai berikut :

a. Peta kendali X-bar

CL = X-Double Bar

UCL = X-Double Bar + (𝐴2)(R-

bar)

LCL = X-Double Bar - (𝐴2)(R-

bar)

b. Peta Kendali R

CL = R-bar = 0,95

UCL = (𝐷4)(R-bar)

LCL = (𝐷3)(R-bar)

Keterangan : Nilai 𝐴2, 𝐷3,𝑑𝑎𝑛 𝐷4

adalah nilai konstanta untuk

menyusun peta kendali X-bar dan

R dengan besaran nilai

bergantung pada ukuran

subgroup dari setiap sampel

(tabel nilai 𝐴2, 𝐷3,𝑑𝑎𝑛 𝐷4

terlampir).

3) Pengukuran tingkat Six Sigma dan

DPMO

Menghitung nilai kapabilitas sigma.

Tahap-tahap perhitungan nilai sigma

sebagai berikut :

Pengukuran tingkat six sigma dan

DPMO, dapat dilakukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

a) Menentukan DPU (Defect Per Unit)

𝐷𝑃𝑈 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝐶𝑎𝑐𝑎𝑡

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖

b) Menentukan DPMO (Defect Per

Million Opportunuities)

𝐷𝑃𝑀𝑂 =𝐷𝑃𝑈 𝑥 1.000.000

𝑃𝑟𝑜𝑏𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 𝐾𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛

c) Menghitung nilai sigma dengan

bantuan Microsoft excel dengan

rumus

= 𝑁𝑂𝑅𝑀𝑆𝐼𝑁𝑉((1000000− 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐷𝑃𝑀𝑂)/1000000)+ 1,5

3) Analyze (Analisa)

Merupakan langkah ketiga dalam program

peningkatan kualitas six sigma, pada tahap

ini dilakukan beberapa hal :

1. Pareto Analysis

2. Mengidentifikasi sumber-sumber

akar penyebab kecacatan atau

kegagalan, sehingga dapat diketahui

tindakan penanggulangan langsung

(Fishbone Diagram Analysis)

3. Failure Mode and Effect Analysis

(FMEA)

4) Improve (Perbaikan)

Setelah akar penyebab dari masalah kualitas

teridentifikasi, maka perlu dilakukan

penetapan rencana tindakan perbaikan untuk

melaksanakan peningkatan kualitas.

Penentuan dan implementasi solusi-solusi

berdasarkan hasil analisa yang telah

dilakukan pada fase sebelumnya. Langkah-

langkah untuk melaksanakan peningkatan

kualitas dengan menggunakan action plan

dan FMEA tools.

5) Control (Pengendalian)

Merupakan tahap operasional terakhir dalam

proyek peningkatan kualitas six sigma. Pada

tahap ini dibuat Rencana pengendalian

(control plan) dan lembar pengecekan

(checksheet) untuk mengetahui performa

Page 8: Media Informatika - Ecampus Pelita Bangsa

proses setelah dilakukan perbaikan. rencana

pengendalian (control plan) untuk

mengetahui performa proses produksi

setelah dilakukan perbaikan. Dengan adanya

manajemen kontrol terhadap proses

produksi, akan sangat membantu dalam

mengantisipasi terjadinya kerusakan pada

produk yang dihasilkan. Tim dapat

mengatasi masalah yang terjadi secara

langsung dan dilakukan pemecahan masalah

secara cepat, tepat dan akurat. Sehingga

kerusakan produk yang terjadi dapat ditekan

seminimal mungkin sehingga dapat

menghilangkan potensi lost time dan lost

cost dari akibat adanya kerusakan produk

tersebut. Untuk itu penulis

merekomendasikan agar dibuatkan control

plan dan checksheet (lembar pengecekan

berkala) untuk dapat memberikan

kemudahan dalam manajemen kontrol saat

proses produksi berlangsung.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Define Tahap pertama yang dilakukan dalam

DMAIC adalah define. Pada tahap ini, dilakukan

pendefinisian terhadap masalah kualitas pada

produk dengan langkah-langkah sebagai

berikut :

1. Deskripsi Proses Produksi

Dalam proses produksinya, PT.YID

menggunakan mesin Injection Molding

untuk menghasilkan produk-produk yang

berbahan plastik, termasuk pada produk

knob assy yang saat ini sedang diteliti oleh

penulis. Proses kerja mesin Injection

Molding ini diawali dengan cara

mencampur bahan baku bulir plastic

dengan recycle material kemudian setelah

tercampur, bahan baku tersebut dialirkan

menuju hopper, kemudian buliran plastik

tersebut akan menuju barrel yang

didalamnya terdapat rotating screw yang

berfungsi untuk mengalirkan material

cairan plastik yang meleleh setelah

dipanasi oleh heater. Bahan baku yang

sudah berbentuk cair tersebut akan

didorong menuju nozzle dan kemudian

cairan plastik tersebut disuntikkan ke

dalam (mold) cetakan produk, diamkan

selama beberapa detik (cooling time)

hingga dingin dan menjadi produk padat,

produk akan keluar dari mold sesuai

dengan cetakan yang diinginkan. Berikut

ini adalah gambaran bagian bagian utama

dari mesin Injection Molding :

Gambar 4.1 Mesin Molding Injection

a) Feed Hopper : Hopper berfungsi

sebagai wadah untuk menampung

bulir plastik yang akan dipanaskan

dan dicairkan untuk dialirkan menuju

barrel. Saat material berada di dalam

hopper,material akan dipanaskan

oleh (heater) elemen panas, proses

drying time sesuai standar spesifikasi

material, juga untuk menghilangkan

kandungan air yang terdapat pada

material plastik yang dapat

menyebabkan hasil yang tidak

sempurna.

b) Barrel : Barrel berfungsi untuk

mengalirkan cairan plastik yang telah

dipanaskan dari hopper melalui

screw kemudian dialirkan menuju

cetakan (mold). Di dalam barrel

terdapat heater untuk menjaga

temperatur material plastik agar tetap

mencair dan tidak menghambat

proses injeksi.

c) Heater : Sebagai elemen panas utama

yang berfungsi untuk mengubah

buliran plastik menjadi cairan plastik

agar proses injeksi tetap berjalan

lancar.

d) Rotating dan Reciprocating Screw :

Merupakan bagian mesin injection

molding yang mengatur aliran bahan

baku yang telah dipanaskan dan

kemudian mendorong bahan baku

tersebut menuju nozzle.

e) Mold Plates : Sebagai alat cetakan

utama sebuah produk yang akan

dicetak. 2. Crtical to Quality

Pendefinisian masalah standar kualitas

yang menjadi penyebab paling potensial

dalam proses produksi Knob Assy yang

telah diidentifikasikan sebagai berikut :

a) Kontaminasi

Hasil produk yang terkontaminasi

dan tercampur dengan material yang

berbeda dari standar yang ditentukan.

Page 9: Media Informatika - Ecampus Pelita Bangsa

Apabila terjadi kontaminasi terutama

dengan bahan baku yang berbeda

warna akan terlihat dengan jelas

secara visual terjadinya percampuran

warna material yang menyebabkan

produk menjadi cacat.

b) Short Material

Produk yang dihasilkan tidak

sempurna, ada sebagian produk tidak

terbentuk dikarenakan adanya udara

terjebak didalam cetakan (mold)

sehingga material tidak dapat

memasuki ruang pada cetakan

tersebut dan produk tidak dapat

terbentuk secara sempurna dan

diidentifikasikan sebagai produk

cacat.

c) Weldlines (garis seperti alur las)

Permukaan produk yang dihasilkan

terdapat garis membentuk seperti

garis alur las. Hal ini terbentuk akibat

adanya pertemuan dua sisi celah

aliran cairan plastik menuju cetakan

produk (gate) dari dua sisi arah yang

berbeda dan bertemu menjadi satu

pada saat proses pendinginan produk

(cooling time).

d) Bubble

Permukaan produk yang dihasilkan

terdapat gelembung kecil yang

terlihat secara visual. Hal ini

terbentuk akibat adanya gelembung

udara pada saat proses injeksi yang

menjadi penyebab terciptanya

gelembung pada produk.

e) Deform

Cacat pada permukaan produk yang

tidak rata atau biasa disebut penyok.

Cacat jenis ini dapat terlihat secara

visual yang disebakan volume

tekanan material yang disuntikkan

menuju cetakan (mold) tidak

terdistribusi secara merata.

Measure

Dalam tahapan measure, dilakukan

pengumpulan data dan analisis yang berguna

untuk mengetahui permasalahan berdasarkan

frekuensi maupun penyebab produk cacat dan

sebagai dasar pengambilan keputusan untuk

dilakukan perbaikan terhadap produk cacat

tersebut

1. Analisis Diagram Kontrol (P-Chart)

Diagram kontrol P-Chart ini digunakan

untuk mengetahui apakah cacat produk

yang dihasilkan masih dalam batas yang

ditentukan (control limit), data diambil

dari checksheet diatas bahwa jumlah

produksi yang dihasilkan selama periode

penelitian sebanyak 34.480 pcs, dengan

ditemukan produk cacat sebesar 1.149 pcs.

Dari data diatas dapat dibuat diagram

kontrol P-Charts dengan langkah-langkah

sebagai berikut :

1) Menghitung garis pusat (Central

Line), merupakan rata-rata (mean)

kerusakan produk (P) yaitu dengan

rumus sebagai berikut :

𝐶𝐿 = �̅� ⬌ 𝐶𝐿 =∑ 𝑛𝑝

∑ 𝑛

Maka, didapat hasil perhitungan

sebagai berikut :

𝐶𝐿 = �̅� =1.149

34.480= 𝟎, 𝟎𝟑𝟑

Jadi, central line (CL) atau rata rata

(�̅�) hasil produksi akhir yaitu sebesar

0,033.

2) Menghitung presentase produk cacat

yang dihitung menggunakan rumus

berikut :

𝑃 =𝑛𝑝

𝑛

Maka didapat hasil perhitungan

sebagai berikut :

Periode Oktober 2018 didapat,

𝑃 =163

5110= 𝟎, 𝟎𝟑𝟐

Periode November 2018 didapat,

𝑃 =216

5268= 𝟎, 𝟎𝟒𝟏

Periode Desember 2018 didapat,

𝑃 =303

5732= 𝟎, 𝟎𝟓𝟑

Periode Januari 2019 didapat,

𝑃 =117

4880= 𝟎, 𝟎𝟐𝟒

Periode Februari 2019 didapat,

𝑃 =144

4964= 𝟎, 𝟎𝟐𝟗

Periode Maret 2019 didapat,

𝑃 =127

5020= 𝟎, 𝟎𝟐𝟓

Periode April 2019 didapat,

𝑃 =79

3506= 𝟎, 𝟎𝟐𝟐

3) Menghitung batas kendali atas atau

Upper Control Limit (UCL), dapat

dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

𝑈𝐶𝐿 = 𝐶𝐿 + √𝐶𝐿(1 − 𝐶𝐿)

𝑛

3

Page 10: Media Informatika - Ecampus Pelita Bangsa

Maka, didapat hasil perhitungan sebagai

berikut :

Oktober 2018, 𝑈𝐶𝐿 = 0,033 +

√0,033(1−0,033)

5110

3= 𝟎, 𝟎𝟓𝟏𝟒𝟏

November 2018, 𝑈𝐶𝐿 = 0,033 +

√0,033(1−0,033)

5268

3= 𝟎, 𝟎𝟓𝟏𝟐𝟐

Desember 2018, 𝑈𝐶𝐿 = 0,033 +

√0,033(1−0,033)

5732

3= 𝟎, 𝟎𝟓𝟎𝟕𝟐

Januari 2019, 𝑈𝐶𝐿 = 0,033 +

√0,033(1−0,033)

4880

3= 𝟎, 𝟎𝟓𝟏𝟔𝟗

Februari 2019, 𝑈𝐶𝐿 = 0,033 +

√0,033(1−0,033)

4964

3= 𝟎, 𝟎𝟓𝟏𝟓9

Maret 2019, 𝑈𝐶𝐿 = 0,033 +

√0,033(1−0,033)

5020

3= 𝟎, 𝟎𝟓𝟏𝟓𝟐

April 2019, 𝑈𝐶𝐿 = 0,033 +

√0,033(1−0,033)

3506

3= 𝟎, 𝟎𝟓𝟑𝟖𝟕

4) Menghitung batas kendali bawah

atau Lower Control Limit (UCL),

dapat dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

𝑈𝐶𝐿 = 𝐶𝐿 − √𝐶𝐿(1 − 𝐶𝐿)

𝑛

3

Maka, didapat hasil perhitungan sebagai

berikut :

Oktober 2018, 𝐿𝐶𝐿 = 0,033 −

√0,033(1−0,033)

5110

3= 𝟎, 𝟎𝟏𝟒𝟓𝟖

November 2018, 𝐿𝐶𝐿 = 0,033 −

√0,033(1−0,033)

5268

3= 𝟎, 𝟎𝟏𝟒𝟕𝟕

Desember 2018, 𝐿𝐶𝐿 = 0,033 −

√0,033(1−0,033)

5732

3= 𝟎, 𝟎𝟏𝟓𝟐𝟕

Januari 2019, 𝐿𝐶𝐿 = 0,033 −

√0,033(1−0,033)

4880

3= 𝟎, 𝟎𝟏𝟒𝟑𝟎

Februari 2019, 𝐿𝐶𝐿 = 0,033 −

√0,033(1−0,033)

4964

3= 𝟎, 𝟎𝟏𝟒𝟒𝟎

Maret 2019, 𝐿𝐶𝐿 = 0,033 −

√0,033(1−0,033)

5020

3= 𝟎, 𝟎𝟏𝟒𝟒𝟕

April 2019, 𝐿𝐶𝐿 = 0,033 −

√0,033(1−0,033)

3506

3= 𝟎, 𝟎𝟏𝟐𝟏𝟐

Maka, selanjutnya dapat dibuat peta kendali P

(Control P-Chart) dengan alat bantu Microsoft

Excel yang dapat dilihat pada gambar berikut

ini :

Gambar 4.2 Grafik Peta Kendali (Control P-

Chart)

Sumber : Data sekunder yang diolah

Berdasarkan grafik peta kendali P (Control P-

Chart) diatas dapat dilihat bahwa data yang

diperoleh tidak seluruhnya berada di dalam

batas kendali yang telah ditetapkan. Namun ada

sebagian data yang berada diluar batas kendali

yang telah ditetapkan. Hal ini menunjukkan

bahwa pengendalian kualitas produk yang

dilakukan oleh perusahaan terhadap produk ini

belum dilakukan secara optimal sehingga

diperlukan adanya perbaikan-perbaikan yang

dilakukan untuk menurunkan tingkat kerusakan

produk hingga mencapai nilai serendah-

rendahnya dengan target utama zero defect.

Analyze

Pareto analysis merupakan sebuah alat

analisis yang dirancang untuk mengetahui

berbagai kategori yang diobservasi dan disusun

menurut frekuensi yang paling besar hingga

terkecil, sehingga dapat diketahui prioritas dari

karakteristik kualitas produk yang hendak

diperbaiki. Dihitung menggunakan rumus

sebagai berikut :

𝑃𝑟𝑒𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝐶𝑎𝑐𝑎𝑡 (%) =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 𝐶𝑎𝑐𝑎𝑡

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝐶𝑎𝑐𝑎𝑡𝑋100%

Gambar 4.3 Grafik Diagram Pareto (Pareto

Analysis)

Sumber : Data sekunder yang diolah

0

0.02

0.04

0.06

0

0.02

0.04

0.06

1 2 3 4 5 6 7Pro

po

rsi B

ata

s K

en

da

li

P Chart Periode Oktober 2018 s/d April 2019

CL

UCL

P

LCL

1 2 3 4 5

Presentase 29.50% 29.16% 24.46% 12.53% 4.35%

Cumulative 29.50% 58.66% 83.12% 95.65% 100.00%

0.00%

50.00%

100.00%

150.00%

Pre

sen

tase

Pareto Chart of Defect

Page 11: Media Informatika - Ecampus Pelita Bangsa

Berdasarkan diagram pareto diatas, dapat

diklasifikan jenis cacat dari yang paling

dominan, hingga jenis cacat yang paling sedikit.

Jenis cacat short material terdeteksi sebagai

jenis cacat yang tertinggi sebanyak 30,2%, jenis

cacat kontaminasi sebanyak 30,1%, jenis cacat

weldlines sebanyk 25,1%, jenis cacat deform

sebanyak 10,2%, dan jenis cacat bubble

sebanyak 4,5%, sehingga kelima jenis cacat ini

yang menjadi fokus perbaikan untuk produk

tersebut.

Setelah diketahui karakteristik kualitas

produk yang menjadi fokus perbaikan, maks

dilakukan tahap analisis selanjutnya dengan

menggunakan diagram ishikawa (fishbone

analysis). Hal ini dilakukan untuk mencari akar

penyebab jenis cacat yang terjadi pada produk.

Berdasarkan fishbone analysis diatas, penulis

membuat rekomendasi tindakan perbaikan dari

masalah yang ada pada tahap selanjutnya.

Improve

Tahap improve atau tahap perbaikan

merupakan tahapan penentuan dan tahapan

implementasi rencana-rencana perbaikan

(action plan) dari berbagai solusi-solusi

berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan

oleh penulis pada tahap sebelumnya, tahap

analyze. Pada tahap ini penulis menyusun

rekomendasi dan usulan atas tindakan perbaikan

yang sebaiknya dilakukan oleh perusahaan

dalam upaya menekan tingkat kerusakan produk

dan meningkatkan keuntungan bagi perusahaan.

Setelah diketahui penyebab kerusakan pada

produk melalui tahap analisis, maka penulis

akan merekomendasikan tindakan-tindakan

perbaikan yang dapat dilakukan oleh

perusahaan. Rekomendasi perbaikan ini

diharapkan dapat mengatasi kerusakan produk

yang terjadi pada perusahaan agar tidak terjadi

masalah yang sama dikemudian hari. Penulis

telah merangkum usulan tindakan perbaikan

dalam bentuk tabel sebagai berikut :

Tabel 4.1 Usulan Tindakan Perbaikan Untuk

Kerusakan Short Material No Sumber

Penyebab

Faktor Penyebab Rekomendasi

Perbaikan

1. Manusia Kurang teliti

Kurang edukasi

(Belum ada

schedule training

terhadap produk)

Operator jenuh

Memberi

pengarahan dan

pengawasan

kepada

karyawan.

Memberi

pelatihan

pemahaman

produk dan

proses kerja

kepada

karyawan.

Memberikan

motivasi kepada

pekerja agar

kembali fokus

dalam

pekerjaannya.

2. Mesin Suhu mesin tidak

stabil. (Standar

30°~130°C)

(Aktual 150°C)

Cooling tidak

berjalan maksimal

Gas Trap pada

cetakan. (Tidak

ada air vent pada

mold).

Mengecek dan

mengontrol

suhu aktual

dengan

parameter

mesin secara

berkala.

Mold diberi gas

vent agar udara

yang terjebak

bisa keluar.

3. Material Drying time tidak

sesuai standar

technical guide

Temperatur

rendah, Material

terlalu padat

(pemanasan

kurang)

(Standar : 120°C ,

Aktual : 80°C)

Setting waktu

dan suhu saat

proses drying

material harus

disesuaikan

dengan standar

dan jenis

material yang

digunakan.

(Standar

Material PBT :

120 °C, 6 jam

waktu

pemanasan)

4. Metode WI tidak jelas (WI

harus dibuat

dengan singkat

padat dan mudah

dipahami)

Volume material

kurang (Setting

Parameter volume

injeksi material

yang didistribusi)

1) Instruksi Kerja

yang dibuat

harus jelas,

mudah

dimengerti dan

dipahami oleh

operator, agar

operator dapat

bekerja secara

maksimal.

2)

3) Setting

parameter

untuk mengatur

volume

banyaknya

material yang

dialirkan

menuju cetakan

(proses

injeksi).

Sumber : Peneliti

Page 12: Media Informatika - Ecampus Pelita Bangsa

Control

Pada tahapan kontrol ini, tindakan yang

perlu dilakukan yaitu melakukan proses

monitoring termasuk pengendalian proses yang

ada agar masalah-masalah yang timbul pada

proses produksi tidak terulang kembali di masa

mendatang, dan dari hasil analisis dan

perbaikan yang telah direkomendasikan oleh

penulis. Hal ini dilakukan untuk memastikan

proses perbaikan yang dilakukan dapat

diaplikasikan dalam proses produksi dan dapat

terlaksana dengan baik. Oleh karena itu, dalam

proses kontrol ini harus benar-benar

diaplikasikan dan dilakukan pengawasan dalam

pelaksanaanya oleh pihak manajemen

perusahaan secara bersama-sama, diawali dari

Top Management, Middle Management,hingga

sampai ke Lower Management. Dengan adanya

manajemen kontrol ini, diharapkan membantu

dalam mengantisipasi terjadinya kerusakan pada

produk yang dihasilkan. Kita dapat mengatasi

masalah-masalah yang terjadi secara langsung

dan dilakukan pemecahan masalah secara cepat,

tepat dan akurat. Sehingga kerusakan produk

yang terjadi dapat ditekan seminimal mungkin

sehingga dapat menghilangkan potensi kerugian

waktu dan biaya (lost time & lost cost) dari

akibat adanya kerusakan produk tersebut. Untuk

itu penulis merekomendasikan agar dibuatkan

control plan untuk dapat memberikan

kemudahan dalam kontrol saat proses produksi

berlangsung.

Keseluruhan rencana tindakan dan proses

pengawasan terhadap material, tooling control

(mold/jig), proses produksi, dokumen,

maintenance hingga warehouse dan delivery

kontrol harus dilakukan secara

berkesinambungan. Komunikasi dan koordinasi

antara pihak departemen yang terkait dalam

perusahaan perlu dilaksanakan untuk dapat

menjaga efektifitas dan efisiensi secara

sistematis keseluruhan tujuan yang akan dicapai

melalui metode six sigma.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah

dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan

sebagai berikut :

1) Pendefinisian masalah kualitas pada

produk knob assy dengan pengendalian

kualitas menggunakan metode six

sigma terdapat 5 jenis penyebab

kerusakan produk yang tertinggi, yaitu

short material sebanyak 30,2% yang

diakibatkan oleh udara terjebak (gas

trap) pada cetakan (mold) sehingga

material tidak dapat mengisi seluruh

bagian cetakan dan tidak membentuk

produk secara sempurna. Selanjutnya

yaitu, jenis kerusakan kontaminasi

sebanyak 30,1% yang diakibatkan oleh

material produk yang tercampur oleh

bahan baku yang tidak sesuai standar

produk. Selanjutnya jenis kerusakan

weldlines sebanyak 25,1% yang

diakibatkan oleh pertemuan aliran

cairan plastik didalam cetakan yang

tidak dapat menyatu dengan sempurna

dan menimbulkan garis seperti alir las.

Kemudian, jenis kerusakan deform

sebanyak 10,2% yang diakibatkan oleh

penempatan produk yang tidak baik

atau juga efek dari proses yang tidak

staabil dan mengakibatkan produk

menjadi penyok / tidak rata. Jenis

kerusakan yang terakhir yaitu, bubble

sebanyak 4,5% yang disebabkan oleh

cleaning mold yang kurang bersih dan

parameter setting yang kurang tepat

mengakibatkan permukaan produk

muncul gelembung kecil (bubble)

akibat sisa cairan mold cleaner yang

masih tertinggal.

2) Analisa penyebab kerusakan

kerusakan hasil produksi di PT.YID

diawali dengan tahap define untuk

menentukan karakteristik kualitas

produk (critical to quality). Didapat

lima jenis kerusakan produk yang

menjadi prioritas utama dalam

perbaikan proses produksi yaitu, short

material, kontaminasi, weldlines,

deform dan bubble. Dilanjutkan

dengan tahapan measure dimana

didapat Defect Per Million

Opportunity (DPMO) rata-rata

(periode produksi Oktober 2018 –

April 2019) sebesar 6457,14 DPMO

yang dapat diartikan bahwa dalam satu

juta kesempatan yang ada akan

terdapat 6457,14 kemungkinan

(Probability) kerusakan produk

dengan rata-rata nilai sigma sebesar

4,00. Kemudian dianalisa penyebab

kerusakan produk tersebut pada tahap

analyze dengan alat analisis Fishbone

Diagram untuk dapat mengukur

probabilitas penyebab kerusakan

Page 13: Media Informatika - Ecampus Pelita Bangsa

secara terperinci dan memperlihatkan

hubungan antara permasalahan jenis

kerusakan produk dengan probabilitas

penyebab kerusakan dengan faktor-

faktor diantaranya manusia (Man),

mesin (Machine), bahan baku

(Material) dan metode (Method).

Selanjutnya dengan analisis Failure

Mode and Effect Analysis (FMEA)

dengan pendekatan yang lebih

sistematik dengan mengidentifikasi

mode kegagalan potensial dan efek dari

potensi kegagalan tersebut yang

digolongkan berdasarkan tingkat

kerusakan (Severity) , kriteria

probabilitas banyak kerusakan yang

terjadi (Occurrence), dan cara deteksi

potensi kegagalan yang akan terjadi

(Detection), sehingga didapat Risk

Priority Number (RPN) yang dapat

digunakan sebagai acuan skala

prioritas dalam perbaikan keseluruhan

proses produksi yang harus dilakukan.

Nilai RPN (Risk Priority Number)

tertinggi yaitu 120 (Short material dan

Kontaminasi), kemudian secara

berturut-turut yaitu dengan nilai RPN

sebesar 80 (Weldlines, Deform, dan

Bubble). Kemudian dibuatkan

rekomendasi tindakan perbaikan dari

hasil Fishbone Analysis dan FMEA

sesuai skala prioritas yang telah

ditentukan dalam tahap perbaikan

(improve). Berdasarkan grafik

perbandingan data sebelum dan

sesudah perbaikan bahwa terjadi

penurunan rasio kerusakan produk

dengan perbandingan sebagai berikut :

Jumlah produk rusak sebesar 1.149 Pcs

rata-rata 3,24% (periode Okt-18 s/d

Apr-19, sebelum perbaikan), dan

kemudian dilakukan produksi pada

(periode Okt-18 s/d Apr-19 week 2,

setelah perbaikan) dan terdapat jumlah

produk rusak sebesar 185 pcs rata-rata

0,51%. Dengan adanya penurunan

kerusakan produk ini berarti langkah

perbaikan yang dilakukan sudah tepat,

tetapi perlu dilakukan kontrol dan

pengawasan yang baik agar kerusakan

produk tersebut tidak terulang di masa

yang akan datang.

3) Berbagai macam usulan tindakan

perbaikan yang dilakukan disertai

proses kontrol atau pengawasan

terhadap jalannya perbaikan telah

disusun oleh penulis. Usulan untuk

faktor manusia adalah perbaikan

terhadap proses pelatihan karyawan,

memberikan pelatihan terhadap

pemahaman proses produksi secara

rinci kepada karyawan serta

memberikan pengarahan dan motivasi

terhadap karyawan, agar karyawan

lebih percaya diri dan dapat

memecahkan masalah yang dihadapi

dalam pekerjaanya. Usulan untuk

faktor mesin adalah dengan

memperbaiki konstruksi dari cetakan

(mold) pada saat pengembangan

produk baru sebelum dilakukan

produksi massal dengan

memperhatikan berbagai potensi

kegagalan dari hasil analisis FMEA

dengan berbagai probabilitas

kerusakan yang dapat terjadi terhadap

konstruksi cetakan (mold) sehingga

pada saat produksi massal, kondisi

mesin / cetakan (mold) dapat

digunakan proses produksi secara

maksimal. Usulan untuk faktor bahan

baku adalah dengan memperhatikan

jenis bahan baku yang akan dipakai,

presentase penggunaan masterbatch

(jika pakai masterbatch), komposisi

penggunaan material daur ulang

(recycle / crusher) yang tepat dan

sesuai serta memperhatikan TDS

(Technical Data Standard) yang

direkomendasikan oleh Supplier agar

bahan baku dapat mengahasilkan

produk yang berkualitas. Usulan untuk

faktor metode adalah dengan membuat

instruksi kerja / Standard Operational

Procedure yang jelas dan mudah

dimengerti oleh karyawan. Kemudian

dalam tahapan proses kontrol /

pengawasan dilakukan dengan lembar

pengecekan (checksheet) serta lembar

(action & control plan) yang telah

dibuat oleh penulis dan dilakukan

secara bersama-sama dan koordinasi

yang baik dari seluruh departemen

terkait dalam perusahaan.

Saran

Beberapa saran yang dapat direkomendasikan

oleh penulis terkait dengan hasil penilitian

antara lain :

1) Hasil penelitian pengendalian kualitas

produk dengan metode six sigma

Page 14: Media Informatika - Ecampus Pelita Bangsa

diharapkan dapat memberikan solusi

dari berbagai permasalahan kualitas

produk yang ada di PT.YID dengan

melakukan kontrol pengendalian

kualitas secara terus-menerus dan

berkesinambungan (continuous

improvement).

2) Kesadaran mengenai pengendalian

kualitas produk yang harus dimulai

dari Top Management, Middle

Management, hingga sampai ke Lower

Management, sehingga sistem yang

telah diperbaiki dapat dijalankan dan

dapat mencegah segala potensi

kegagalan yang dapat terjadi di masa

yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA Bintarti, Surya. (2015) . Metodologi Penelitian

Ekonomi Manajemen. Jakarta : Mitra

Wacana Media.

Darsono. 2013. Analisis Pengendalian Kualitas

Produksi Dalam Upaya Mengendalikan

Tingkat Kerusakan Produk. Jurnal

Ekonomi Manajemen Akuntansi :

No.35/Th.XX/Oktober 2013 ISSN:0853-

8778

Fransiscus. Hanky, Juwono. Cynthia Prithadevi,

dan Astari. Isabelle Sarah. 2014.

Implementasi Metode Six Sigma DMAIC

untuk Mengurangi Paint Bucket di PT.X.

jurnal Rekayasa Sistem Industri :

Volume 3, Nomor 2, 2014.

Kusuma Dewi, Shanty, 2012. Minimasi Defect

Produk dengan Konsep Six Sigma. Jurnal

Teknik Industri : Volume 13, Nomor 1,

Februari 2012

Muhaimin, Sodikin. Imam, dan Sidarto. 2013.

Analisis Pengendalian Kualitas Produk

dengan Penerapan Metode Taguchi dan

5S, Jurnal REKAVASI : Volume 1,

Nomor 1, Desember 2013.

Nugraha, Andika. 2014. Rancangan

Pengendalian Kualitas Pada Proses Per

Bonel PT. Panca Pratama Graha Gresik.

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas

Surabaya : Volume 3, Nomor 2, 2014.

Rimantho, Dino, dan Mariani, Desak Made.

2017. Penerapan Metode Six Sigma

Pada Pengendalian Kualitas Air Baku

Pada Produksi Makanan, Jurnal JITI

UMS : Volume 16, Nomor 1, Juni 2017.

Rizan. Mohamad, Prasetya. Rheza, dan

Kresnamurti. Agung. 2014. Pengaruh

Kualitas Produk dan Kualitas Pelayanan

Terhadap Kepuasan Pelanggan (Survei

Terhadap Pengguna Laptop Merek

Toshiba dan Pengguna Laptop Merek

Acer). Jurnal Riset Manajemen Sains

Indonesia (JRMSI) : Volume 5, Nomor

1, 2014.

S. Bakhtiar, Tahir. Suharto, dan Hasni. Ria

Assyifa. 2013. Analisa Pengendalian

Kualitas Menggunakan Metode

Statistical Quality Control. Jurnal

Malikussaleh Industrial Engineering :

Volume 2, Nomor 1, 2013.

Satrijo. Albert Laurent, Sari. Yanny, dan

Hidayat. M. Arbi. 2013. Perbaikan

Kualitas Proses Produksi Dengan

Metode Six Sigma di PT. Catur Pilar

Sejahtera, Sidoarjo. Jurnal Ilmiah

Mahasiswa Universitas Surabaya :

Volume.2, No. 1 (2013).

Setiawan. Lilik, dan Alriani. Ida Martini. 2018.

Analisis Pengendalian Proses Produksi

Dengan Metode Statistical Quality

Control Pada PT. Estwind Mandiri

Semarang. Jurnal Ekonomi Manajemen

dan Akuntansi : Volume 4, Nomor 1,

Juni 2011.

Susetyo. Joko, Winarni, dan Hartanto. Catur.

2011. Aplikasi Six Sigma DMAIC dan

Kaizen Sebagai Metode Pengendalian

dan Perbaikan Kualitas Produk. Jurnal

Teknologi : Volume 4, Nomor 1, Juni

2011.

Sutiyarno. Didik, dan Chriswahyudi. 2019.

Analisis Pengendalian Kualitas dan

Pengembangan Produk Wafer Osuka

dengan Metode Six Sigma Konsep

DMAIC dan Metode Quality Function

Deployment di PT. Indosari Mandiri.

Journal of Industrial Engineering and

Management Systems : Volume. 12,

No.1, 42-51, 2019.

Syukron. Amin.; Kholil, Muhammad. (2013).

Six Sigma Quality for Business

Improvement. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Zahara. Fatimah. 2014. Pengendalian Kualitas

Part Trim Rear Quarter Right APV

Arena dengan Menggunakan Metode Six

Sigma di PT. Suzuki Indomobil Motor.

Jurnal Optimasi Sistem Industri :

Volume 13, Nomor 1, April 2014.