user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Plasenta manusia yang matur memiliki 10-40 kotiledon, lobus atau
lobulus , yang masing-masing memiliki sedikitnya satu batang villi
primer yang berasal dari lempeng korionik dan mendapatkan suplai
darah dari pembuluh darah dari pembuluh darah janin cabang primer.
Batang primer tersebut bercabang menjadi batang sekunder dan
tersier yang menjadi tempat tumbuhnya villi terminal yang merupakan
area pertukaran antara ibu dan janin. Plasenta normal merupakan
aliran darah maternal menuju plasenta meningkat selama kehamilan,
dari 50 ml/menit pada trimester pertama menjadi 600 ml/menit saat
atern. Plasenta abnormal merupakan preeklamsia, hambatan
pertumbuhan intra uterin (IUGR) dan solusio plasenta merupakan
manifestasi klinis yang muncul akibat kegagalan invasi trofoblas,
baik total maupun parsial, pada segmen miometrium arteri
spiralis.
Solusio plasenta atau disebut abruption placenta / ablasia
placenta adalah separasi prematur plasenta dengan implantasi
normalnya di uterus (korpus uteri) dalam masa kehamilan lebih dari
20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam plasenta terdapat banyak
pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zat nutrisi dari ibu
kejanin, jika plasenta ini terlepas dari implantasi normalnya dalam
masa kehamilan maka akan mengakibatkan perdarahan yang hebat.
Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya
daripada plasenta previa oleh karena pada kejadian tertentu
perdarahan yang tampak keluar melalui vagina hampir tidak ada /
tidak sebanding dengan perdarahan yang berlangsung internal yang
sangat banyak pemandangan yang menipu inilah yang sebenarnya yang
membuat solusio plasenta lebih berbahaya karena dalam keadaan
demikian seringkali perkiraan jumlah, darah yang telah keluar sukar
diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu berada dalam
keadaan syok.
Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi
pada kasus-kasus berat didapatkan korelasi dengan penyakit
hipertensi vaskular menahun, 15,5% disertai pula oleh pre
eklampsia. Faktor lain diduga turut berperan sebagai penyebab
terjadinya solusio plasenta adalah tingginya tingkat paritas dan
makin bertambahnya usia ibu. Gejala dan tanda solusio plasenta
sangat beragam, sehingga sulit menegakkan diagnosisnya dengan
cepat. Dari kasus solusio plasenta didiagnosis dengan persalinan
prematur idopatik, sampai kemudian terjadi gawat janin, perdarahan
hebat, kontraksi uterus yang hebat, hipertomi uterus yang menetap.
Gejala-gejala ini dapat ditemukan sebagai gejala tunggal tetapi
lebih sering berupa gejala kombinasi.Solusio plasenta merupakan
penyakit kehamilan yang relatif umum dan dapat secara serius
membahayakan keadaan ibu. Seorang ibu yang pernah mengalami solusio
plasenta, mempunyai resiko yang lebih tinggi mengalami kekambuhan
pada kehamilan berikutnya. Solusio plasenta juga cenderung
menjadikan morbiditas dan bahkan mortabilitas pada janin dan bayi
baru lahir.
B. Tujuan
1. Tujuan Khusus :
a. Untuk mengetahui definisi solusio plasenta.
b. Untuk mengetahui etiologi dari solusio plasenta.
c. Untuk mengetahui patofisiologi dan solusio plasenta.
d. Untuk mengetahui klasifikasi dari solusio plasenta.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari solusio
plasenta.
f. Untuk mengetahui faktor presdiposisi dari solutio
placenta.
g. Untuk mengetahui pemeriksaan pemnunjang untuk solusio
plasenta.
h. Untuk mengetahui klasifikasi dari solusio plasenta.
2. Tujuan Umum :
Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan terhadap klien
dengan
solusio plasenta
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Solusio plasenta adalah Lepasnya sebagian atau seluruh plasenta
yang normal implantasinya di atas 22 minggu dan sebelum lahirnya
anak. (Sastra winata sulaiman Dkk,Obsterti Ilmu Kesehatan
Reproduksi ,edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC,2003 hal.91)
Solusio plasenta adalah Lepasnya plasenta dari insersi sebelum
waktunya.
(Manjoer Ariff dkk,Kapita selekta kedokteran edisi II, jilid I
penerbit Media Aesculapius FKUI 2001 hal.279).
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya
normal pada korpus uteri sebelum janin lahir, dengan masa kehamilan
22 minggu / berat janin di atas 500 gr.
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat
implantasinya sebelum janin lahir diberi beragam sebutan; abruption
plasenta, accidental haemorage. Beberapa jenis perdarahan akibat
solusio plasenta biasanya merembes diantara selaput ketuban dan
uterus dan kemudian lolos keluar menyebabkan perdarahan
eksternal.Yang lebih jarang, darah tidak keluar dari tubuh tetapi
tertahan diantara plasenta yang terlepas dan uterus serta
menyebabkan perdarahan yang tersembunyi. Solusio plasenta dapat
total atau parsial.
B. Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum di ketahui
dengan jelas beberapa hal yang merupakan factor-faktor yang
berpengaruh pada kejadian antara lain :
1. Hipertensi esensialis atau preeklamsia
2. Tali pusat yang pendek
3. Trauma
4. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena kava inferior
5. Uterus yang sangat mengecil (hidramnion) pada waktu ketuban
pecah, kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir.
(Sastra winata sulaiman Dkk,Obsterti ilmu kesehatan reproduksi
edisi II penerbit buku kedokteran EGC,2003 hal.92)
1. Dekrompresi uterus mendadak
2. Anomali atau tumor uterus
3. Defisiensi gizi
4. Merokok
5. Konsumsi alcohol
6. Penyalagunaan kokain
7. Obstruksi venakava inferior dan vena ovarikal
(Manjoer Ariff dkk,Kapita selekta kedokteran edisi II, jilid I
penerbit Media Aesculapius FKUI 2001 hal.279).Penyebab solutio
plasenta adalah:
1. Trauma langsung terhadap uterus hamil:
a. Terjatuh terutama tertelungkup
b. Tendangan anak yang sedang digendong
c. Atau, trauma langsung lainnya.
2. Trauma kebidanan artinya solutio plasenta terjadi karena
tindakan kebidanan yang dilakukan :
a. Setelah versi luar
b. Setelah memecahkan ketuban
c. Persalinan anak kedua hamil kembar
3. Dapat terjadi pada kehamilan dengan tali pusat yang pendek.
Factor predisposisi terjadinya solutio plasenta adalah:
a. Hamil pada usia tua.
b. Mempunyai tekanan darah tinggi.
c. Bersamaan dengan pre-eklampsia atau eklampsia
d. Tekanan vena kava inferior yang tinggi.
e. Kekurangan asam folik.
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti,
namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi :1. Faktor
kardio-reno-vaskulerGlomerulonefritis kronik, hipertensi essensial,
sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland,
ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio
plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut
mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang
disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta
cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu.2. Faktor
traumaTrauma yang dapat terjadi antara lain : Dekompresi uterus
pada hidroamnion dan gemeli. Tarikan pada tali pusat yang pendek
akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan
pertolongan persalinan. Trauma langsung, seperti jatuh, kena
tendang, dan lain-lain.Dari penelitian yang dilakukan Slava di
Amerika Serikat diketahui bahwa trauma yang terjadi pada ibu
(kecelakaan, pukulan, jatuh, dan lain-lain) merupakan penyebab
1,5-9,4% dari seluruh kasus solusio plasenta. Di RSUPNCM dilaporkan
1,2% kasus solusio plasenta disertai trauma.3. Faktor paritas
ibuLebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer
mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti
dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18 pada
primipara. Pengalaman di RSUPNCM menunjukkan peningkatan kejadian
solusio plasenta pada ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat
diterangkan karena makin tinggi paritas ibu makin kurang baik
keadaan endometrium.
4. Faktor usia ibuDalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM
dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta
sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan
karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi
menahun.
5. Leiomioma uteri
(uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio
plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang
mengandung leiomioma.
6. Faktor pengunaan kokainPenggunaan kokain mengakibatkan
peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan katekolamin,
yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh
darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun,
hipotesis ini belum terbukti secara definitif. Angka kejadian
solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan berkisar
antara 13-35%.7. Faktor kebiasaan merokokIbu yang perokok juga
merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan
25% pada ibu yang merokok 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat
diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter
lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya.
Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa resiko terjadinya
solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok
sampai terjadinya kehamilan.
8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan
riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian
ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta
sebelumnya.9. Pengaruh lainseperti anemia, malnutrisi/defisiensi
gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran
ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain.
C. Patofisiologi
Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan ke dalam
desidua basalis yang kemudian terbelah dan meningkatkan lapisan
tipis yang melekat pada mometrium sehingga terbentuk hematoma
desidual yang menyebabkan pelepasan, kompresi dan akhirnya
penghancuran plasenta yang berdekatan dengan bagian tersebut.
Ruptur pembuluh arteri spiralis desidua menyebabkan hematoma
retro plasenta yang akan memutuskan lebih banyak pembuluh darah,
hingga pelepasan plasenta makin luas dan mencapai tepi plasenta,
karena uterus tetap berdistensi dengan adanya janin, uterus tidak
mampu berkontraksi optimal untuk menekan pembuluh darah tersebut.
Selanjutnya darah yang mengalir keluar dapat melepaskan selaput
ketuban.
Trauma
Perdarahan ke dalam desidualbasalis
Terbelah & meninggal lapisan tipis pada miometrium
Terbentuk hematoma desidual
Penghancuran plasenta
Ruptur pembuluh arteri spinalis desidua
Hematoma retroplasenta
Pelepasan plasenta lebih banyak
Uterus tidak mampu berkontraksi optimal
Darah mengalir keluar dapat melepaskan selaput ketuban
Syok hipovolemik
D. Klasifikasi
Menurut derajat lepasnya plasenta :
1. Solusio plasenta partsialis
Bila hanya sebagaian plasenta terlepas dari tepat
pelekatnya.
2. Solusio plasenta totalis
Bila seluruh plasenta sudah terlepas dari tempat pelekatnya.
3. Prolapsus plasenta
Bila plasenta turun kebawah dan dapat teraba pada pemeriksaan
dalam.
Menurut derajat solusio plasenta dibagi menjadi :
1. Solusio plasenta ringan
Ruptur sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta
yang tidak berdarah banyak akan menyebabkan perdarahan pervaginan
berwarna kehitaman dan sedikit. Perut terasa agk sakit atau terus
menerus agak tegang. Bagian janin masih mudah diraba. Walaupun
belum memerlikan intervensi segera, keadaan yang ringan ini perlu
di monitor terus sebagai upaya mendeteksi keadaan bertambah
berat.
2. Solusio plasenta sedang
Plasenta telah terlepas lebih dari seperempat tanda dan gejala
dapat timbul perlahan atau mendadak dengan gejala sakit yaitu nyeri
terus menerus, denyut jantung janin biasanya telah menujukkan gawat
janin, pendarahan yang tampak keluar lebih banyak, takikardi, kulit
dingin dan keringatan, kadar fibrinogen berkurang antara 150-250
mg/100 ml lalu perdarahan pervaginan. Dinding uterus teraba
tegang.
3. Solusio plasenta berat
Plasenta telah lepas dari dua pertiga permukaan disertai
perdarahan yang berwarna hitam. Fundus uteri lebih tinggi daripada
yang seharusnya oleh karena telah terjadi penumpukan darah di dalam
rahim pada kategori concealed hemorrhage. Keadaan umum menjadi
buruk disertai syok. Kadar fibrinogen darah rendah yaitu kurang
dari 150 mg% dan telah ada trombositopenia.E. Manifestasi
Klinik
1. Perdarahan yang di sertai nyeri, juga di luar his
2. Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok.sering tidak sesuai
dengan banyak darah yang keluar
3. Rahim keras seperti papan dan nyeri di pegang karena isi
rahim bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang placenta
hingga rahim teregang
4. Palpasi sukar karena rahim keras
5. Vundus uteri makin lama makin naik
6. Bunyi jantung biasanya tidak ada
7. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena
isi rahim bertambah)
8. Sering ada proteinuri karena di sertai preeklamsia
(Sastra winata sulaiman Dkk,Obsterti ilmu kesehatan reproduksi
edisi II penerbit buku kedokteran EGC,2003 hal.94)
Faktor-faktor yang mempengaruhi Solusio Plasenta :
1. Faktor kardiorenovaskuler Glomerulonefritis kronik,
hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada
penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada
separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang
hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya
hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio
plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada
ibu.
2. Faktor trauma. Trauma yang dapat terjadi antara lain:
Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli. Tarikan pada tali
pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi
luar atau tindakan pertolongan persalinan. Trauma langsung, seperti
jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
3. Faktor paritas ibu Lebih banyak dijumpai pada multipara dari
pada primipara. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio
plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita
multipara dan 18 pada primipara. Pengalaman di RSUPNCM menunjukkan
peningkatan kejadian solusio plasenta pada ibu2 dengan paritas
tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi paritas ibu
makin kurang baik keadaan endometrium.
4. Faktor usia ibu Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM
dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta
sejalan dengan meningkatnya umur ibu.
Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin
tinggi frekuensi hipertensi menahun.
5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat
menyebabkan solusio plasenta
apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung
leiomioma.
6. Faktor pengunaan kokain Penggunaan kokain mengakibatkan
peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan katekolamin,
yang mana bertanggung jawab atas terjadinya
vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat
terlepasnyaplasenta . Namun, hipotesis ini belum terbukti secara
definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan
kokain dilaporkan berkisar antara 13-35%.
7. Faktor kebiasaan merokok Ibu yang perokok juga merupakan
penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada
ibu yang merokok 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan
pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas
dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya. Deering dalam
penelitiannya melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta
meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya
kehamilan.
8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya Hal yang sangat penting
dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah
bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak
memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya.
9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi,
tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran
ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium darah:
Hemoglobin,Hematokrit,Trombosit, waktu protrombin waktu pembekuan,
waktu tromboplastin parsial, kadar fibrinogen dan elektrolit
plasma
2. KTG untuk menilai kesejahteraan janin
3. USG untuk menilai letak plasenta,usia gestasi,dan keadaan
janin
(Manjoer Ariff dkk,Kapita selekta kedokteran edisi II, jilid I
penerbit Media Aesculapius
FKUI 2001 hal.279).
Pemeriksaan laboratoriumUrin : Albumin (+), pada pemeriksaan
sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.
Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match
test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan
pembekuan darah hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT
(Clot Observation test) tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen
(fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O
mg%).Pemeriksaan plasenta
Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak
tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan
terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di
belakang plasenta, yang disebut hematoma
retroplacenter.Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG) Pada pemeriksaan
USG yang dapat ditemukan antara lain :
- Terlihat daerah terlepasnya plasenta
- Janin dan kandung kemih ibu
- Darah
- Tepian plasenta
Gambar 2. 3 Ultrasonografi kasus solusio plasenta (21).G.
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medisa) Terapi konservatif (ekspetatif)
Prinsipnya kita hanya menunggu sampai perdarahan berhenti dan
pertus berlangsung spontan. Menurut cara ini perdarahan akan
berhneti sendiri jika tekanan intara uterin bertamba lama bertamba
tinggi sehingga menekan pembuluh dara arteri yang robek sambil
menunggu atau mengawasi kita berikan:
Suntikan morfin subkutan
Stimulasi dengan kardiotonika seperti :coramine, cardisol,
pentasol
Transfusi darah
b) Terapi aktif
Prinsip kita mencoba melakukan tindakan dengan maskud agar anak
segera di lahirkan dan perdarahan berhenti misalnya dengan operatif
dan obstetric.Langka-langka:
1) Amniotomi (pemecahan ketuban) dan pemberian oksitosin
kemudian awasi serta pimpin partus spontan.
2) Accouchementforce, pelebaran dan peregangan serfiks di ikuti
denganpemasangan cunam wilet gausz atau fersibrakston-hicks.
3) Bila pembukaan sudah lengkap atau hampir lengkap,dean kepala
sudah turun sampai hodge III-IV,maka bila hjanin hidu lakukan
ekstrasi fakum atau forest tetapi bila janin meninggal lakukanlah
embriotomi.
4) Seksiosesarea biasanya di lakukan pada keadaan:
Solusioplasenta dengan anak hidup,pembukaan kecil.
Solusioplasenta dengan toksemia berat,perdarahan agak
banyak,tetapi pembukaan masih kecil.
Solusioplasenta dengan panggul sempit atau letak lintang
Histerektomi dapat dilakukan bila terjadi afibrinogenemia atau
hipofibrinogenemia dan kalo persediaan darah atau fibrinogen tidak
atau tidak cukup.selain itu juga ada coufilair uterus dengan
kontraksi uterus yang tidak baik
Ligasi arteri hipogastrika bila perdarahan tidak terkontrol
tetapi fungsi reproduksi ingin di pertahan kan
Pada hipofibrinogenemia,berikan darah segar beberapa kantong
plasma darah dan fibrinogen 4-6 gram.
(Mochtar rustam,sinobsis obstetri Jilid I, edisi II
EGC:1998,hal286-287)
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a) Anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap
kekiri, tidak melakukan senggama, menghindari peningkatan tekanan
rongga perut,misalnya batuk, mengedan karena sulit buang air
besar
b) Pasang infus NACL fisiologis.Bila tidak memungkinkan beri
cairan peroral.
c) Pantau tekanan darah dan frekuensi nadi tiap 15 menit untuk
mendeteksi adanya hipotensi atau syok akibat perdarahan. Pantau
pula BJJ dan pergerakan janin.
(Manjoer Ariff dkk,Kapita selekta kedokteran edisi II, jilid I
penerbit Media
Aesculapius FKUI 2001 hal.280-281).
H. Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta berasal dari pendarahan
retroplasenta yang terus berlangsung sehingga menimbulkan berbagai
akibat pada ibu seperti anemia, syok hipovolemik, infusiensi fungsi
plasenta, gangguan pembekuan darah, gagal ginjal mendadak, dan
uterus couvelaire di samping komplikasi sindroma infusiensi fungsi
plasenta pada janin berupa angka kematian perinatal yang tinggi.
Kematian janin, kelahiran prematur dan kematian perinatal merupakan
komplikasi yang paling sering terjadi pada solusio plasenta.
Penyulit ( komplikasi ) ibu :
a. Perdarahan dapat menimbulkan:
1) Variasi turunnya tekanan darah sampai keadaan syok.
2) Perdarahan tidak sesuai dengan keadaan penderita anemis
sampai syok.
3) Kesadaran bervariasi dari baik sampai koma.
4) Syok perdarahanPendarahan antepartum dan intrapartum pada
solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan
menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah
diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum
karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan
perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan pada
pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering
tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat.Titik akhir
dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu
pengobatan segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler
secepat mungkin. Angka kesakitan dan kematian ibu tertinggi terjadi
pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian dapat terjadi akibat
nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian
disebabkan syok perdarahan dan penimbunan cairan yang berlebihan.
Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan, karena
vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan tekanan darah.
Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas
hemodinamik dan mengkoreksi keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini
pemberian darah segar adalah pilihan yang ideal, karena pemberian
darah segar selain dapat memberikan sel darah merah juga dilengkapi
oleh platelet dan faktor pembekuan.b. Gangguan pembekuan darah.
1) Masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi darah menyebabkan
pembekuan darah intravuskuler dan disertai hemolisis.
2) Terjadi penurunan fibrinogen sehingga hipofibrinogen dapat
mengganggu pembekuan darah.
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya
disebabkan oleh hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan
oleh Wirjohadiwardojo di RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan
darah terjadi pada 46% dari 134 kasus solusio plasenta yang
ditelitinya.Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup
bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar
fibrinogen plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan
pembekuan darah. Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui
dua fasea) Fase IPada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler,
venule) terjadi pembekuan darah, disebut disseminated intravasculer
clotting. Akibatnya ialah peredaran darah kapiler (mikrosirkulasi)
terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen disebabkan
karena pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga
coagulopathi consumptive. Diduga bahwa hematom subkhorionik
mengeluarkan tromboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskuler
tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok,
kerusakan jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia dan
kerusakan ginjal yang dapat menyebabkan oliguria/anuria.
b) Fase IIFase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu
usaha tubuh untuk membuka kembali peredaran darah kapiler yang
tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolisis. Fibrinolisis
yang berlebihan malah berakibat lebih menurunkan lagi kadar
fibrinogen sehingga terjadi perdarahan patologis. Kecurigaan akan
adanya kelainan pembekuan darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan
laboratorium, namun di klinik pengamatan pembekuan darah merupakan
cara pemeriksaan yang terbaik karena pemeriksaan laboratorium
lainnya memerlukan waktu terlalu lama, sehingga hasilnya tidak
mencerminkan keadaan penderita saat itu.c. Oligouria
Terjadinya sumbatan glomerulus ginjal dan dapat menimbulkan
produksi urin makin berkurang. Gagal ginjal merupakan komplikasi
yang sering terjadi pada penderita solusio plasenta, pada dasarnya
disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang terjadi.
Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya
masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal
akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan
proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis
korteks ginjal mendadak (2,5). Oleh karena itu oliguria hanya dapat
diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara
rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal
ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya,
pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin
menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah.d.
Perdarahan postpartum
1) Pada Solutio plasenta sedang sampai berat terjadi infiltrasi
darah ke otot rahim, sehingga mengganggu kontraksi dan menimbulkan
perdarahan karena atonia uteri.
2) Kegagalan pembekuan darah menambah beratnya perdarahan.
e. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)Pada solusio
plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di
bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum.
Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna
uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut Uterus
couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak,
tergantung pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan
perdarahan.
Komplikasi yang dapat terjadi pada janin:1. Fetal distress2.
Gangguan pertumbuhan/perkembangan3. Hipoksia dan anemia4.
KematianI. Prognosis
Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu
hamil dan lebih buruk lagi bagi janin jika dibandingkan dengan
plasenta previa. Solusio plasenta ringan masih mempunyai prognosis
yang baik bagi ibu dan janin karena tidak ada kematian dan
morbiditasnya rendah. Solusio plsenta sedang mempunyai prognosis
yang lebih buruk terutama terhadap janinya karena mortalitas dan
morbiditas perinatal yang tinggi di samping morbiditas ibu yang
lebih berat. Solusio plasenta berat mempunyai prognosis paling
buruk baik terhadap ibu lebih-lebih terhadap janinnya. Umumnya pada
keadaan yang demikian janin telah mati dan mortalitas maternal
meningkat akibat salah satu komplikasi. Tranfusit darah yang banyak
dengan segera dan terminasi kehamilan tepat waktu sangat menurunkan
morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal.Diagnosis banding
antara solution plasenta dan plasenta previa sangat dekat sehingga
perlu diketahui dengan baik.
Solution plasentaPlasenta previa
KejadianHamil tua
InpartuHamil tua
AnamnesaMendadak
Terdapat trauma
Perdarahan dengan nyeriPerlahan, tanpa disadari
Tanpa trauma
Perdarahan tanpa nyeri
Keadaan umumTidak sesuai dengan perdarahan
Anemis, tekanan darah, nadi, dan pernapasan tak sesuai dengan
perdarahan
Dapat disertai pre-eklampsia/eklampsiaSesuai dengan perdarahan
yang tampak
Tidak ada
Palpasi abdomenTegang, nyeri
Bagian janin sulit dirabaLembek-tanpa rasa nyeri
Bagian janin mudah teraba
Denyut jantung janinAsfiksia sampai mati tergantung lepasnya
plasentaAsfiksia
Meninggal bila Hbs kurang 5 gr%
Pemeriksaan dalamKetuban tegang menonjol.Jaringan plasenta
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
SOLUSIO PLASENTA
A. Pengkajian
1. Biodata
Pada biodata yang perlu dikaji berhubungan dengan solusio
plasenta antara lain
2. Nama
Nama dikaji karena nama digunakan untuk mengenal dan merupakan
identitas untuk membedakan dengan pasien lain dan menghindari
kemungkinan tertukar nama dan diagnosa penyakitnya.
3. Jenis kelamin
Pada solusio plasenta diderita oleh wanita yang sudah menikah
dan mengalami kehamilan.
4. Umur
Solusio plasenta cenderung terjadi pada usia lanjut (> 45
tahun) karena terjadi penurunankontraksi akibat menurunnya fungsi
hormon (estrogen) pada masa menopause.
5. Pendidikan
Solusio plasenta terjadi pada golongan pendidikan rendah karena
mereka tidak mengetahui cara perawatan kehamilan dan penyebab
gangguan kehamilan.
6. Alamat
Solusio plasenta terjadi di lingkungan yang jauh dan pelayanan
kesehatan, karena mereka tidak pernah dapat pelayanan kesehatan dan
pemeriksaan untuk kehamilan.
7. Riwayat persalinan
Riwayat persalinan pada solusio plasenta biasanya pernah
mengalami pelepasan plasenta.
8. Status perkawinan
Dengan status perkawinan apakah pasien mengalami kehamilan (KET)
atau hanya sakit karena penyakit lain yang tidak ada hubungannya
dengan kehamilan.
9. Agama
Untuk mengetahui gambaran dan spiritual pasien sebagai
memudahkan dalam memberikan bimbingan kegamaan.
10. Nama suami
Agar diketahui siapa yang bertanggung jawab dalam pembiayaan dan
memberi persetujuan dalam perawatan.
11. Pekerjaan
Untuk mengetahui kemampuan ekonomi pasien dalam pembinaan selama
istrinya dirawat.
12. Keluhan utama
a) Pasien mengatakan perdarahan yang disertai nyeri
b) Rahim keras seperti papan dan nyeri tekan karena isi rahim
bertambah dengan dorongan yang berkumpul dibelakang plasenta,
sehingga rahim tegang.
c) Perdarahan yang berulang-ulang.
13. Riwayat penyakit sekarang
Darah terlihat merah kehitaman karena membentuk gumpalan darah,
darah yang keluar sedikit banyak, terus menerus. Akibat dari
perdarahan pasien lemas dan pucat. Sebelumnya biasanya pasien
pernah mengalami hypertensi esensialis atau pre eklampsi, tali
pusat pendek trauma, uterus yang sangat mengecil (hydroamnion
gameli) dll.
14. Riwayat penyakit masa lalu
Kemungkinan pasien pernah menderita penyakit hipertensi / pre
eklampsi, tali pusat pendek, trauma, uterus / rahim feulidli.
15. Riwayat psikologis
Pasien cemas karena mengalami perdarahan disertai nyeri, serta
tidak mengetahui asal dan penyebabnya.
16. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
1) Kesadaran: composmetis s/d coma
2) Postur tubuh: biasanya gemuk
3) Cara berjalan: biasanya lambat dan tergesa-gesa
4) Raut wajah : biasanya pucat
b) Tanda-tanda vital
1) Tensi: normal sampai turun (syok)
2) Nadi: normal sampai meningkat (> 90x/menit)
3) Suhu: normal / meningkat (> 370 c)
4) RR: normal / meningkat (> 24x/menit)
c) Pemeriksaan cepalo caudal
1) Kepala: kulit kepala biasanya normal / tidak mudah mengelupas
rambut biasanya
rontok / tidak rontok.
2) Muka: biasanya pucat, tidak oedema ada cloasma
3) Hidung : biasanya ada pernafasan cuping hidung
4) Mata: conjunctiva anemis
5) Dada: bentuk dada normal, RR meningkat, nafas cepat da
dangkal,
hiperpegmentasi aerola.
6) Abdomen
Inspeksi : perut besar (buncit), terlihat etrio pada area perut,
terlihat linea
alba dan ligra
Palpasi rahim keras, fundus uteri naik
Auskultasi : tidak terdengar DJJ, tidak terdengar gerakan
janin.
7) Genetalia
Hiperpregmentasi pada vagina, vagina berdarah / keluar darah
yang merah kehitaman, terdapat farises pada kedua paha / femur.
8) Ekstimitas
Akral dingin, tonus otot menurun.
d) pemeriksaan penunjang
1) Darah : Hb, hemotokrit, trombosit, fibrinogen,
elektrolit.
2) USG untuk mengetahui letak plasenta,usia gestasi, keadaan
janinTerlihat daerah terlepasnya plasenta
- Janin dan kandung kemih ibu
- Darah
- Tepian plasenta
Gambar 2. 3 Ultrasonografi kasus solusio plasenta (21).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan
ditandai dengan conjungtiva anemis , acral dingin , Hb turun , muka
pucat & lemas.
2. Resiko tinggi terjadinya letal distress berhubungan dengan
perfusi darah ke plasenta berkurang.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi
uterus di tandai terjadi distress / pengerasan uterus , nyeri tekan
uterus.
4. Gangguan psikologi ( cemas ) berhubungan dengan keadaan yang
dialami.
5. Potensial terjadinya hypovolemik syok berhubungan dengan
perdarahan.
6. Kurang pengetahuan klien tentang keadaan patologi yang
dialaminya berhubungan dengan kurangnya informasi.
C. Intervensi
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan
ditandai dengan conjunctiva anemis, acrar dingin, Hb turun, muka
pucat, lemas.- Tujuan : suplai / kebutuhan darah kejaringan
terpenuhi- Kriteria hasilConjunctiva tida anemis, acral hangat, Hb
normal muka tidak pucat, tida lemas.- Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya dengan pasien
Rasional : pasien percaya tindakan yang dilakukan
b. Jelaskan penyebab terjadi perdarahan
Rasional : pasien paham tentang kondisi yang dialami
c. Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : tensi, nadiyang rendah, RR dan suhu tubuh yang
tinggi
menunjukkan gangguan sirkulasi darah.
d. Kaji tingkat perdarahan setiap 15 30 menit
Rasional : mengantisipasi terjadinya syok
e. Catat intake dan output
Rasional : produsi urin yang kurang dari 30 ml/jam menunjukkan
penurunan fungsi ginjal.
f. Kolaborasi pemberian cairan infus isotonik
Rasional : cairan infus isotonik dapat mengganti volume darah
yang hilang
akiba perdarahan.
g. Kolaborasi pemberian tranfusi darah bila Hb rendahRasional :
tranfusi darah mengganti komponen darah yang hilang akibat
perdarahan.
2. Resiko tinggi terjadinya fetal distres berhubungan dengan
perfusi darah ke placenta berkurang.
- Tujuan : tidak terjadi fetal distress
- Kriteria hasil : DJJ normal / terdengar, bisa berkoordinasi,
adanya pergerakan
bayi, bayi lahir selamat.
- Intervensi
a. Jelaskan resiko terjadinya dister janin / kematian janin pada
ibu
Rasional : kooperatif pada tindakan
b. Hindari tidur terlentang dan anjurkan tidur ke posisi
kiri.
Rasional : tekanan uterus pada vena cava aliran darah kejantung
menurun
sehingga terjadi perfusi jaringan.
c. Observasi tekanan darah dan nadi klien.
Rasional : penurunan dan peningkatan denyut nadi terjadi pad
sindroma
vena cava sehingga klien harus di monitor secara teliti.
d. Oservasi perubahan frekuensi dan pola DJ janin.
Rasional : penurunan frekuensi plasenta mengurangi kadar oksigen
dalam
janin sehingga menyebabkan perubahan frekuensi jantung
janin.
e. Berikan O2 10 12 liter dengan masker jika terjadi tanda-tanda
fetal distress
Rasional : meningkat oksigen pada janin
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi
uteres ditandai terjadi distrensi uterus, nyeri tekan uterus.-
Tujuan : klien dapat beradaptasi dengan nyeri
- Kriteria hasil :
a. Klien dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri.
b. Klien kooperatif dengan tindakan yang dilakukan.
- Intervensi
a. Jelaskan penyebab nyeri pada klien.
Rasional : dengan mengetahui penyebab nyeri, klien kooperatif
terhadap
tindakan
b. Kaji tingkat nyeri
Rasional : menentukan tindakan keperawatan selanjutnya.
c. Bantu dan ajarkan tindakan untuk mengurangi rasa nyeri.
- Tarik nafas panjang (dalam) melalui hidung dan
meng-hembuskan
pelan-pelan melalui mulut. Rasional : dapat mengalihkan
perhatian klien pada nyeri yang dirasakan.
- Memberikan posisi yang nyaman (miring kekiri / kanan) Rasional
: posisi miring mencegah penekanan pada vena cava.
- Berikan masage pada perut dan penekanan pada punggung Rasional
: memberi dukungan mental.
d. Libatkan suami dan keluargaRasional : memberi dukungan
mental
4. Gangguan psikologis (cemas) berhubungan dengan keadaan yang
dialami- Tujuan : klien tidak cemas dan dapat mengerti tentang
keadaannya.- Kriteria hasil : penderita tidak cemas, penderita
tenang, klie tidak gelisah.- Intervensi
a. Anjurkan klilen untuk mengemukakan hal-hal yang
dicemaskan.
Rasional : dengan mengungkapkan perasaannyaaka mengurangi
beban
pikiran.
b.Ajak klien mendengarkan denyut jantung janin
Rasional : mengurangi kecemasan klien tentag kondisi janin.
c.Beri penjelasan tentang kondisi janin
Rasional : mengurangi kecemasan tentang kondisi / keadaan
janin.
d.Beri informasi tentang kondisi klien.
Rasional : mengembalikan kepercayaan dan klien.
e.Anjurkan untuk manghadirkan orang-orang terdekat
Rasional : dapat memberi rasa aman dan nyaman bagi klien
f.Anjurkan klien untuk berdoa kepada tuhan
Rasional : dapat meningkatkan keyakinan kepada Tuhan tentang
kondisi
yang dilami.
g.Menjelaskan tujuan dan tindakan yang akan diberikanRasional :
penderita kooperatif.
5. Potensial terjadinya hypovolemik syok berhubungan dengan
perdarahan- Tujuan : syok hipovolemik tidak terjadi
- Kriteria hasil :
a. Perdarahan berkurang
b. Tanda-tanda vital normal
c. Kesadaran kompos metit
- Intervensi
a. Kaji perdarahan setiap 15 30 menit
Rasional : mengetahui adanya gejala syok sedini mungkin.
b. monitor tekanan darah, nadi, pernafasan setiap 15 menit, bila
normal observasi dilakukan setiap 30 menit.
Rasional : mengetahui keadaan pasien
c. Awasi adanya tanda-tanda syok, pucat, menguap terus keringat
dingin, kepala pusing.
Rasional : menentkan intervensi selanjutnya dan mencegah syok
sedini
mungkin
d. Kaji konsistensi abdomen dan tinggi fundur uteri.
Rasional : mengetahui perdarahan yang tersembunyi
e. Catat intake dan output
Rasional : produksi urine yang kurang dari 30 ml/jam merupakan
penurunan
fungsi ginjal.
f. Berikan cairan sesuai dengan program terapi
Rasional : mempertahanka volume cairan sehingga sirkulasi bisa
adekuat
dan sebagian persiapan bila diperlukan transfusi darah.
g. Pemeriksaan laboratorium hematkrit dan hemoglobin
Rasional : menentukan intervensi selanjutnya
6. Kurang pengetahuan klien tentang keadaan patologi yang
dialaminya berhubungan dengan kurangnya informasi- Tujuan :
penderita dapat mengerti tentang penyakitnya.- Kriteria hasil :
dapat menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan penyakitnya.-
Intervensia. Kaji tingkat pengetahuan penderita tentang
keadaanyaRasional : menentukan intervensi keperawatan
selanjutnya.b. Berikan penjelasan tentang kehamilan dan tindakan
yang akan dilakukan.1) Pengetahua tentang perdarahan antepartum.2)
Penyebab3) Tanda dan gejala4) Akibat perdarahan terhadap ibu dan
janin5) Tindakan yang mungkin dilakukanRasional : penderita
mengerti dan menerima keadaannya serta pederita
menjadi kooperatif.
D. Evaluasi
Evaluasi respon klien terhadap asuhan yang diberikan dan
pencapaian hasil yang diharapkan (yang dikembangkan dalam fase
perencanaan dan di dokumentasikan dalam rencana keperawatan) adalah
tahap akhir dari proses keperawatan. Fase evaluasi perlu untuk
menentukan seberapa baik rencana asuhan tersebut berjalan dan
bagaimanan selama proses terus menerus. Revisi rencana keperawatan
adalah komponen penting dalam evaluasi. Pengkajian ulang adalah
proses evaluasi terus menerus yang terjadi tidak hanya hasil yang
diharapkan terjadi pada klien di tinjau ulang atau bila keputusan
dibutuhkan apakah klien siap atau tidak untuk pulang. (Doengos,
2001:15). Evaluasi adalah proses berkelanjutan. Perawat dapat
mengasumsikan perawatan tersebut telah efektif saat hasil yang
diharapkan untuk perawatan dapat terjadi. (Wong, 2002:366).
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Solusio plasenta atau disebut abruption placenta / ablasia
placenta adalah separasi prematur plasenta dengan implantasi
normalnya di uterus (korpus uteri) dalam masa kehamilan lebih dari
20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam plasenta terdapat banyak
pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zat nutrisi dari ibu
kejanin, jika plasenta ini terlepas dari implantasi normalnya dalam
masa kehamilan maka akan mengakibatkan perdarahan yang hebat.
Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya
daripada plasenta previa oleh karena pada kejadian tertentu
perdarahan yang tampak keluar melalui vagina hampir tidak ada /
tidak sebanding dengan perdarahan yang berlangsung internal yang
sangat banyak pemandangan yang menipu inilah yang sebenarnya yang
membuat solusio plasenta lebih berbahaya karena dalam keadaan
demikian seringkali perkiraan jumlah, darah yang telah keluar sukar
diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu berada dalam
keadaan syok.
Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi
pada kasus-kasus berat didapatkan korelasi dengan penyakit
hipertensi vaskular menahun, 15,5% disertai pula oleh pre
eklampsia. Faktor lain diduga turut berperan sebagai penyebab
terjadinya solusio plasenta adalah tingginya tingkat paritas dan
makin bertambahnya usia ibu.
Gejala dan tanda solusio plasenta sangat beragam, sehingga sulit
menegakkan diagnosisnya dengan cepat. Dari kasus solusio plasenta
didiagnosis dengan persalinan prematur idopatik, sampai kemudian
terjadi gawat janin, perdrhan hebat, kontraksi uterus yang hebat,
hipertomi uterus yang menetap. Gejala-gejala ini dapat ditemukan
sebagai gejala tunggal tetapi lebih sering berupa gejala
kombinasi.
B. Saran
1. Diharapkan perawat serta tenaga kesehatan lainnya mampu
memahami dan mendalami dari solution plasenta.
2. Perawat serta tenaga kesehatan lainnya mampu meminimalkan
factor risiko dari solution plasenta demi mempertahankan dan
meningkatkan status derajat kesehatan ibu dan anak.
3. Institusi kesehatan terkait dapat menyediakan dan
mempersiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalm
kejadian-kejadian abnormalitas ibu terkait dengan kehamilan dan
persalinan.
4. Masyarakat mampu dan mau mempelajari keadaan abnormal yang
terjadi pada mereka sehingga para tenaga kesehatan dapat memberikan
tindakan secara dini dan mampu mengurangi jumlah mortalitas padaibu
dan janin.
5. Pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang dapat
mendukung peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
6. Mahasiswa dengan latar belakang medis sebagai calon tenaga
kesehatan mampu menguasai baik secara teori maupun skil untuk dapat
diterapkan pada masyarakat secara menyeluruh.
DAFTAR PUSTAKA
(Sastra winata sulaiman Dkk,Obsterti Ilmu Kesehatan Reproduksi
,edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC,2003 hal.91)
(Manjoer Ariff dkk,Kapita selekta kedokteran edisi II, jilid I
penerbit Media Aesculapius FKUI 2001 hal.279).
(Sastra winata sulaiman Dkk,Obsterti ilmu kesehatan reproduksi
edisi II penerbit buku kedokteran EGC,2003 hal.92)
(Manjoer Ariff dkk,Kapita selekta kedokteran edisi II, jilid I
penerbit Media Aesculapius FKUI 2001 hal.279).
(Sastra winata sulaiman Dkk,Obsterti ilmu kesehatan reproduksi
edisi II penerbit buku kedokteran EGC,2003 hal.94)
(Manjoer Ariff dkk,Kapita selekta kedokteran edisi II, jilid I
penerbit Media Aesculapius FKUI 2001 hal.279). (Mochtar
rustam,sinobsis obstetri Jilid I, edisi II EGC:1998,hal286-287)
(Manjoer Ariff dkk,Kapita selekta kedokteran edisi II, jilid I
penerbit Media Aesculapius FKUI 2001 hal.280-281).
Maternitas I