MATERI TELAAH PROGRAM KKBPK TAHUN 2016 BIDANG KELUARGA SEJAHTERA DAN PEMBERDAYAAN KELUARGA Jakarta, 5 September 2016 A. LATAR BELAKANG Penduduk merupakan asset terpenting suatu bangsa, pentingnya penduduk baik dilihat dari kuantitas dan kualitas akan menentukan kemajuan suatu bangsa. Di Indonesia, secara kuantitas penduduk Indonesia berjumlah 237,6 juta pada tahun 2010 (BPS, 2010). Jumlah yang besar ini merupakan asset yang istimewa seandainya diimbangi dengan kualitas yang baik, namun pada kenyataannya kualitas Sumber Daya Manusia yang dinilai melalui Indeks Pembangunan Manusia oleh UNDP menempatkan Indonesia pada urutan ke 124 dari 187 negara. Tantangan terbesar dalam upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia adalah kuantitas serta struktur penduduk (komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur). Hal ini ditandai dengan munculnya gejala “ triple burden” yakni situasi dimana proporsi dan jumlah balita, anak, remaja dan lansia yang lebih besar dibandingkan dengan penduduk usia produktif. Berdasarkan proyeksi Penduduk untuk tahun 2014, balita dan anak (usia 0-9 tahun) berjumlah 47,2 juta; remaja (usia 10-24 tahun) berjumlah 65,7 juta serta lansia (usia 60 tahun ke atas) berjumlah 20,8 juta jiwa. Hal ini akan berakibat pada tingginya angka ketergantungan apalagi ditambah dengan banyaknya jumlah penduduk miskin di Indonesia yang mencapai angka 23,7 juta jiwa (Bank Dunia). Untuk merespon permasalahan triple burden dan kemiskinan di Indonesia, maka salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui pembangunan ketahanan dan kesejahteraan keluarga yang dilaksanakan dengan pendekatan siklus kehidupan yaitu pembinaan terhadap balita dan anak, remaja, lansia, dan peningkatan kesejahteraan keluarga. Pembinaan terhadap balita dan anak dilaksanakan melalui pengembangan kelompok Bina Keluarga Balita dan Anak (BKB) yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada keluarga yang memiliki balita dan anak tentang tumbuh kembang dan pengasuhannya. Pembinaan terhadap remaja dilakukan melalui program Generasi Berencana (GenRe). Program ini yang dilaksanakan melalui dua pendekatan, yakni pendekatan kepada remajanya langsung melalui Pusat Informasi dan Konseling Remaja/Mahasiswa (PIK R/M) serta pendekatan kepada keluarga yang memiliki remaja melalui kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR). Pada prinsipnya, Program GenRe bertujuan untuk mempromosikan Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) sebagai bagian penting dalam upaya penurunan TFR yang pada gilirannya akan berujung pada terciptanya keluarga kecil yang bahagia dan
16
Embed
MATERI TELAAH PROGRAM KKBPK TAHUN 2016 BIDANG …bkkbnjatim.online/wp-content/uploads/2016/09/MATERI-DEPUTI-KSP… · MATERI TELAAH PROGRAM KKBPK TAHUN 2016 BIDANG KELUARGA SEJAHTERA
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MATERI TELAAH PROGRAM KKBPK TAHUN 2016 BIDANG KELUARGA SEJAHTERA DAN PEMBERDAYAAN KELUARGA
Jakarta, 5 September 2016
A. LATAR BELAKANG
Penduduk merupakan asset terpenting suatu bangsa, pentingnya penduduk baik
dilihat dari kuantitas dan kualitas akan menentukan kemajuan suatu bangsa. Di
Indonesia, secara kuantitas penduduk Indonesia berjumlah 237,6 juta pada tahun
2010 (BPS, 2010). Jumlah yang besar ini merupakan asset yang istimewa
seandainya diimbangi dengan kualitas yang baik, namun pada kenyataannya
kualitas Sumber Daya Manusia yang dinilai melalui Indeks Pembangunan
Manusia oleh UNDP menempatkan Indonesia pada urutan ke 124 dari 187
negara. Tantangan terbesar dalam upaya peningkatan kualitas manusia
Indonesia adalah kuantitas serta struktur penduduk (komposisi penduduk
berdasarkan kelompok umur). Hal ini ditandai dengan munculnya gejala “triple
burden” yakni situasi dimana proporsi dan jumlah balita, anak, remaja dan lansia
yang lebih besar dibandingkan dengan penduduk usia produktif.
Berdasarkan proyeksi Penduduk untuk tahun 2014, balita dan anak (usia 0-9
tahun) berjumlah 47,2 juta; remaja (usia 10-24 tahun) berjumlah 65,7 juta serta
lansia (usia 60 tahun ke atas) berjumlah 20,8 juta jiwa. Hal ini akan berakibat
pada tingginya angka ketergantungan apalagi ditambah dengan banyaknya
jumlah penduduk miskin di Indonesia yang mencapai angka 23,7 juta jiwa (Bank
Dunia). Untuk merespon permasalahan triple burden dan kemiskinan di
Indonesia, maka salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui pembangunan
ketahanan dan kesejahteraan keluarga yang dilaksanakan dengan pendekatan
siklus kehidupan yaitu pembinaan terhadap balita dan anak, remaja, lansia, dan
peningkatan kesejahteraan keluarga.
Pembinaan terhadap balita dan anak dilaksanakan melalui pengembangan
kelompok Bina Keluarga Balita dan Anak (BKB) yang bertujuan untuk
memberikan informasi kepada keluarga yang memiliki balita dan anak tentang
tumbuh kembang dan pengasuhannya.
Pembinaan terhadap remaja dilakukan melalui program Generasi Berencana
(GenRe). Program ini yang dilaksanakan melalui dua pendekatan, yakni
pendekatan kepada remajanya langsung melalui Pusat Informasi dan Konseling
Remaja/Mahasiswa (PIK R/M) serta pendekatan kepada keluarga yang memiliki
remaja melalui kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR). Pada prinsipnya,
Program GenRe bertujuan untuk mempromosikan Pendewasaan Usia
Perkawinan (PUP) sebagai bagian penting dalam upaya penurunan TFR yang
pada gilirannya akan berujung pada terciptanya keluarga kecil yang bahagia dan
1
sejahtera. Untuk kondisi saat ini, angka median kawin pertama perempuan adalah
19,8 (SDKI 2007) dan mengalami peningkatan menjadi 20,1 (SDKI 2012). Kondisi
ini masih jauh dari angka yang ditargetkan. Selain itu, Age Specific Fertility Rate
(ASFR kelompok umur 15-19) secara umum turun tidak signifikan dari 51 ke 48
per 1000 kelahiran (SDKI 2007 dan SDKI 2012), masih jauh dari angka yang
diharapkan pada Rencana Strategis BKKBN yakni 30 per 1000 kelahiran. Angka
kelahiran remaja di wilayah perkotaan masih rendah, namun mengalami kenaikan
dari 26 ke 32 per 1000 kelahiran. Sedangkan di pedesaan walaupun turun dari 74
ke 69 per 1000 kelahiran namun masih lebih tinggi. Ini merupakan tantangan
serius mengingat trend global menunjukkan bahwa secara internasional laju
penurunan ASFR 15-19 tahun melambat bahkan kembali meningkat setelah
periode 1990-2000 di negara berkembang (UN, 2012). Dalam upaya menyiapkan
masa depan remaja, program GenRe selain mempromosikan Pendewasaan Usia
Perkawinan juga merespon berbagai masalah yang sering dihadapi remaja, mulai
dari pernikahan dini, perilaku seks pranikah, kasus HIV dan AIDS serta
penyalahgunaan NAPZA.
Pada siklus yang terakhir, yaitu pembinaan terhadap keluarga yang memiliki
lansia, hal ini dilakukan sebagai respon terhadap jumlah lansia yang semakin hari
semakin banyak. Berdasarkan proyeksi penduduk untuk tahun 2014 jumlah
penduduk lansia yaitu 20.793 juta orang yang meningkat 7.93% dari kondisi tahun
2010 (18 juta orang). Jumlah lansia yang besar ini akan menjadi beban
pembangunan apabila tidak diberdayakan. Dalam rangka memberdayakan lansia
ini dilakukan pendekatan kepada keluarga yang memiliki lansia melalui
pengembangan kelompok Bina Keluarga Lansia.
Untuk ketiga pendekatan di atas, disediakan pula pelayanan yang komprehensif
yang memberikan pelayanan informasi dan konseling kepada keluarga maupun
sasaran langsung remaja dan lansia melalui Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera
(PPKS) yang ada di setiap provinsi.
Satu hal yang berkaitan dengan kesejahteraan keluarga adalah masih tingginya
angka Keluarga Pra-KS dan KS-I pada tahun 2014 sebanyak 28,04 juta keluarga
(43,35%) dari sekitar 66 juta keluarga. Proporsi dan jumlah tersebut menjadi
beban negara dalam mengurangi jumlah penduduk miskin. Oleh karenanya salah
satu intervensi yang dilakukan adalah upaya peningkatan pendapatan keluarga
yang dilaksanakan melalui upaya pembelajaran usaha ekonomi produktif kepada
kelompok akseptor KB khususnya keluarga Pra-KS dan KS I dalam kegiatan
Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS).
Seluruh upaya yang dilakukan dalam pembangunan ketahanan dan
kesejahteraan keluarga pada akhirnya adalah untuk mewujudkan keluarga-
keluarga di Indonesia menjadi Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera.
2
B. TUJUAN
1. Terbangunnya Ketahanan Keluarga Balita dan Anak serta Kualitas Anak
dalam memenuhi Hak Tumbuh Kembang Anak
2. Terbangunnya Ketahanan Keluarga Remaja dan Kualitas Remaja dalam
menyiapkan Kehidupan Berkeluarga
3. Meningkatnya kualitas Lansia dan Pemberdayaan Keluarga Rentan
sehingga mampu berperan dalam Kehidupan Keluarga
4. Terwujudnya Pemberdayaan Ekonomi Keluarga untuk meningkatkan
Kesejahteraan Keluarga
C. ARAH KEBIJAKAN 2015 – 2019
Berdasarkan arah pembangunan pemerintahan Jokowi-JK, BKKBN merupakan
salah satu lembaga pemerintah yang diberi tanggung-jawab untuk mewujudkan 9
Agenda Prioritas Pembangunan, atau yang kita kenal dengan NAWACITA,
BKKBN terutama memiliki peran dan tanggung jawab pada agenda prioritas
pembangunan nomor 5 yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Di
antara 3 dimensi pembangunan nasional, BKKBN mempunyai tanggung jawab
untuk menyukseskan pembangunan SDM yang berkaitan dengan revolusi mental,
yang tertuang dalam agenda prioritas pembangunan ke-8 yaitu melakukan
revolusi karakter bangsa.
D. KEBIJAKAN
1. Penguatan Komitmen Para Pengelola dan Pelaksana
Untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik dan terukur dalam
mengimplementasikan program Pembangunan Keluarga
2. Penguatan Kemitraan
Untuk memperluas jejaring mitra kerja untuk secara bersama-sama
menyelesaikan suatu persoalan dan mencari solusi yang cerdas dalam
menyelenggarakan program Pembangunan Keluarga
3. Peningkatan Akses Pelayanan
Untuk memperluas ketersediaan fasilitas pelayanan dalam program
Pembangunan Keluarga
4. Peningkatan Kualitas Pelayanan
Untuk meningkatkan mutu SDM, sarana dan prasarana pelayanan dalam
program Pembangunan Keluarga
E. STRATEGI
Dalam rangka mengimplementasikan kebijakan program pembangunan keluarga,
maka strategi yang dilakukan yaitu :
1. Meningkatkan Sosialisasi dan Penggerakan
Pelaksanaan program Pembangunan Keluarga di seluruh tingkat wilayah,
sehingga penggerakan dan pemberdayaan pengelolaan program
3
Pembangunan Keluarga menjadi prioritas. Disamping itu pelaksanaan
program Pembangunan Keluarga yang mengutamakan pendekatan kepada
keluarga tentunya perlu dilaksanakan dengan prinsip dari, oleh, dan untuk
masyarakat, sehingga keberhasilan program Pembangunan Keluarga akan
sangat tergantung kepada keberhasilan menggerakan dan memberdayakan
kader-kader dari masyarakat.
2. Memberdayakan Sumber Daya Manusia (SDM)
Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM (misalnya melalui ToT, pelatihan,
orientasi, dll) pengelola dan pelaksana program Pembangunan Keluarga.
3. Meningkatkan Kepedulian dan Peran Serta Mitra
Untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik dan terukur sesuai dengan prisip-
prinsip transparansi, demokratisasi dan akuntabel.
4. Menyiapkan dan Meningkatkan kualitas Data Basis dan Profil Program
Pembangunan Keluarga
Pengelolaan program Pembangunan Keluarga perlu dilaksanaan melalui
pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga dalam rangka mendukung
tercapainya sasaran program Pembangunan Keluarga secara tepat dan
akurat melalui penataan data basis, pengembangan data basis online,
pemetaan program, pengembangan profil program Pembangunan Keluarga
dan ekspos best practice.
5. Meningkatkan Kualitas Kelompok Kegiatan
Dalam rangka meningkatkan kelompok kegiatan dilakukan dengan cara
mengembangkan kegiatan misalnya: penyuluhan, simulasi, diskusi,
keterampilan hidup dan berbagai kegiatan menurut kearifan lokal.
6. Meningkatkan Ketersediaan Sarana Prasarana
Dalam rangka memfasilitasi pelaksanaan program Pembangunan Keluarga,
maka perlu adanya penyediaan sarana dan prasarana yang memadai
khususnya fasilitasi dalam penyediaan sarana KIE dan pengembangan
kelompok kegiatan agar kelompok-kelompok ini tetap berjalan.
7. Menyelenggarakan Pembinaan, Monitoring dan Evaluasi
Pembinaan terus dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan melalui
fasilitasi ke lapangan, monitoring dan evaluasi, dan komunikasi diantaranya
melalui teleconference.
8. Meningkatkan Pembiayaan Program
Pelaksanaan program Pembangunan Keluarga akan berjalan optimal apabila
didukung dengan pembiayaan yang mencukupi. Adanya keterbatasan
pembiayaan mengakibatkan program Pembangunan Keluarga belum
menjangkau seluruh daerah dan belum dapat dilaksanakan secara maksimal.
Untuk mengoptimalkan pencapaian program Pembangunan Keluarga
tentunya perlu dukungan pembiayaan dari pemerintah daerah baik provinsi
maupun kabupaten dan kota. Dengan dukungan pembiayaan yang
mencukupi, seluruh prasyarat program Pembangunan Keluarga dapat
4
didukung dari sisi capacity building, sarana prasarana, pembinaan, pendataan
dan lain sebagainya.
F. DASAR HUKUM
Landasan hukum yang mendasari pelaksanaan Program Pembinaan Ketahanan
dan Kesejahteraan Keluarga dapat disebutkan sebagai berikut :
1. Undang-undang nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga, Pasal 47 ayat (1) menyatakan Pemerintah dan
Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan Pembangunan Keluarga melalui
pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. (2) Kebijakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk mendukung
keluarga agar dapat melaksanakan fungsi keluarga secara optimal.
2. Peraturan Presiden RI nomor 62 Tahun 2010, tentang Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional
3. Peraturan Presiden RI nomor 60 Tahun 2013, tentang Pengembangan Anak
Usia Dini Holistik Integratif
4. Peraturan Kepala BKKBN nomor 72/PER/B5/2011 tanggal 1 Februari 2011
tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional
5. Peraturan Kepala BKKBN nomor 82/PER/B5/2011 tanggal 9 Mei 2011
tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Provinsi
G. ISU STRATEGIS
Berdasarkan latar belakang, dasar hukum dan hasil dari pelaksanaan Program
Pembinaan Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga, maka isu strategis yang
perlu mendapat perhatian kita bersama antara lain :
1. Masih rendahnya partisipasi keluarga dalam pengasuhan dan pembinaan
balita dan anak. Berdasarkan Survei Indikator Kinerja RPJMN tahun 2012,
dari 42.234 sampel keluarga, hanya 16% keluarga yang berpartisipasi dalam
pengasuhan dan pembinaan balita dan anak.
2. Masih tingginya angka kematian bayi dan balita (IMR) 32 per 1000 kelahiran
hidup, setiap 1000 kelahiran terdapat 32 yang meninggal. Angka ini sedikit
mengalami penurunan dari hasil SDKI 2007 yaitu 34 kematian per 1000
kelahiran hidup.
3. Masih tingginya jumlah perempuan melahirkan (ASFR) usia 15 – 19 tahun
yaitu 48 per 1000 wanita subur (SDKI 2012). Tidak mengalami penurunan
secara signifikan dari tahun 2007 yaitu 51 per 1000 wanita subur (SDKI
2007).
5
4. Berdasarkan SDKI 2012, rata-rata angka kematian ibu (AKI) tercatat
mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh
melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100 ribu.
Pemerintah menupayakan agar AKI ini dapat menurun hingga 108 per
100.000 pada 2015 sesuai dengan target MDGs.
5. Pengetahuan dan perilaku remaja tentang kesehatan reproduksi masih
rendah. Berdasarkan hasil SDKI 2012, remaja yang tahu tentang resiko
kehamilan dengan sekali berhubungan masih sekitar 35%.
6. Meningkatkannya Angka Harapan Hidup menjadi 69 tahun. Hal ini berarti
adanya perbaikan derajat kesehatan namun berimplikasi kepada
bertambahnya usia lansia dan angka ketergantungan
7. Meningkatnya jumlah penduduk lansia setiap tahun dan pada tahun 2014
sudah mencapai 20,79 juta (proyeksi penduduk)
8. Keluarga miskin masih tinggi ditandai dengan jumlah Keluarga Pra Sejahtera
(KPS) dan Keluarga Sejahtera 1 (KS1) sebesar 28.256.737 juta keluarga
(42,71%) dari total jumlah keluarga sebesar 66.163.738 keluarga dan masih
rendahnya KPS dan KS1 dalam melaksanakan usaha ekonomi produktif.
H. KERANGKA KONSEP
KERANGKA KONSEP KETAHANAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA