ZAMAN MEGALITIKUM
MAKALAH(disusun guna memenuhi tugas mata kuliah sejarah
indonesia 1)
Dosen pengampuh:
Disusun oleh:NUR FADLI LATUR ROHMAH (140210302049)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAHJURUSAN PEENDIDIKAN ILMU
PENGETAHUAN SOSIALFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS
JEMBER2014KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam saya sampaikan kehadirat Allah SWT,
karena berkat rahmat-Nya makalah ini dapat saya selesaikan sesuai
dengan yang diharapkan. Saya juga bersyukur atas rizki dan
kesehatan yang telah diberikan oleh-Nya sehingga saya dapat
menyusun makalah ini.Laporan ini disusun untuk diajukan sebagai
salah satu tugas mata kuliah Sejarah Indonesia 1 dengan judul Zaman
Megalitikum. Kami mengakui bahwa dalam menyusun makalah ini tidak
dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak.Kami
menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam laporan hasil
observasi ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik
dan saran dari semua pihak. Semoga laporan ini memberikan informasi
bagi pembaca dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan
bagi kita semua.
Jember, 24 September 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR iDAFTAR ISI ii BAB 1. PENDAHULUAN 11.1 Latar
Belakang 11.2 Rumusan Masalah 21.3 Tujuan 2BAB 2. PEMBAHASAN 32.1
Pengertian Zaman Megalitikum 32.2 Penyebaran Kebudayaan Megalitikum
32.3 Kepercayaan yang dianut pada Zaman Megalitikum 42.4 Kehidupan
Sosial pada Zaman Megalitikum 72.5 Peninggalan Zaman
Megalitikum..........................................................
82.6 Budaya Megalitikum di Indonesia 112.7 Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi..........................................................
18BAB 3. PENUTUP .. 193.1 Kesimpulan 193.2 Saran 19DAFTAR
PUSTAKA.....................................................................................
20
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar belakangMegalitik berasal dari kata mega yang berarti
besar, dan lithos yang berarti batu. Zaman Megalitikum biasa
disebut dengan zaman batu besar, karena pada zaman ini manusia
sudah dapat membuat dan meningkatkan kebudayaan yang terbuat dan
batu-batu besar. Kebudayaan ini berkembang dari zaman Neolitikum
sampai zaman Perunggu. Pada zaman ini manusia sudah mengenal
kepercayaan. Walaupun kepercayaan mereka masih dalam tingkat awal,
yaitu kepercayaan terhadap roh nenek moyang.Salah satu peninggalan
benda pada masa megalitikum ialah di wilayah jawa tengah yang
tepatnya adalah di daerah purbalingga, dimana purbalingga adalah
adalah suatu kabupaten di jawa tengah, terletak kira-kira 100 km di
sebelah barat kota yogyakarta. Daerah ini ternyata mempunyai
potensi yang besar dalam bidang kepurbakalaan, terbukti banyaknya
peninggalan prasejarah.Sehingga kabupaten purbalingga adalah salah
satu kabupaten yang memiliki benda peninggalan pada masa
megalitikum yang tidak sedikit dan sangat bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan tentang prasejarah. Dengan mengacu pada uraian diatas,
maka kelompok kami akan membahas tentang sejarah dan
peninggalan-peninggalan sejarah pada zaman megalitikum, khususnya
yang berada di daerah purbalingga.
1.2 Rumusan Masalah1.2.1 Bagaimana pengertian sejarah kehidupan
megalitikum yang ada di Indonesia?1.2.2 Bagaimana penyebaran
kebudayaan megalitikum di Indonesia ?1.2.3 Bagaimana kepercayaan
yang dianut pada zaman megalitikum ?1.2.4 Bagaimana kehidupan
sosial pada zaman megalitikum ?1.2.5 Apa saja peninggalan zaman
megalitikum ?
1.3 Tujuan MakalahTujuan dari pembuatan makalah ini adalah
:1.3.1 Memperkenalkan sejarah kehidupan manusia pada zaman
megalitikum.1.3.2 Membantu untuk menjelaskan penyebaran kehidupan
di zaman megalitikum.1.3.3 Untuk menjelaskan kepercayaan apa saja
yang di anut pada zaman megalithikum.1.3.4 Menjelaskan kehidupan
sosial zaman megalithikum.1.3.5 Untuk memberikan contoh-contoh
peninggalan zaman megalithikum.
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 Pengertian Zaman Megalithikum Kebudayaan megalithikum adalah
kebudayaan yang menghasilkan bangunan-bangunan dari batu besar yang
muncul sejak zaman Neolithikum Megalitikum berasal dari kata mega
yang berarti besar, dan lithos yangberarti batu. Zaman Megalitikum
biasa disebut dengan zaman batu besar,karena pada zaman ini manusia
sudah dapat membuat dan meningkatkan kebudayaan yang terbuat dan
batu-batu besar. kebudayaan ini berkembang dari zaman Neolitikum
sampai zamanPerunggu. Pada zaman ini manusia sudah mengenal
kepercayaan. Walaupun kepercayaan mereka masih dalam tingkat awal,
yaitu kepercayaan terhadap roh nenek moyang.Kepercayaan ini muncul
karena pengetahuanmanusia sudah mulai meningkat dan berkembang
pesat pada zaman logam.
2.2 Penyebaran Kebudayaan MegalithikumMenurut Von Heine Geldern,
kebudayaan Megalithikum menyebar ke indonesia melalui 2 gelombang,
yaitu :1. Megalithikum Tua menyebar ke Indonesia pada zaman
Neolithikum (2500-1500 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Kapak
Persegi (Proto Melayu). Contoh bangunan Megalithikum adalah menhir,
punden berundak-undak,Arca-arca,Statis. 2. Megalithikum Muda
menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1000-100 SM) dibawa oleh
pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan
megalithnya adalah peti kubur batu, dolmen, waruga Sarkofagus dan
arca-arca dinamis.Apa yang dinyatakan dalam uraian di atas,
dibuktikan dengan adanya penemuan bangunan batu besar seperti
kuburan batu pada zaman prasejarah, banyak ditemukan manik-manik,
alat-alat perunggu dan besi. Hasil kebudayaan megalithikum biasanya
tidak dikerjakan secara halus, tetapi hanya diratakan secara kasar
dan terutama hanya untuk mendapatkan bentuk yang diperlukan.
2.3 Kepercayaan Yang Dianut Pada Zaman MegalithikumKehidupan
Keagamaan Masyarakat Sunda Kuno.Penemuan-penemuan sejumlah bangunan
era Megalitikum mengindikasikan bahwa rakyat Sunda kuno cukup
religius. Sebelum pengaruh Hindu dan Buddha tiba di Pulau Jawa,
masyarakat Sunda telah mengenal sejumlah kepercayaan, seperti
terhadap leluhur, benda-benda angkasa dan alam seperti matahari,
bulan, pepohonan, sungai, dan lain-lain. Pengenalan terhadap teknik
bercocok tanam (ladang) dan beternak, membuat masyarakat percaya
terhadap kekuatan alam. Untuk mengungkapkan rasa bersyukur atas
karunia yang diberikan oleh alam, mereka lalu melakukan upacara
ritual yang dipersembahkan bagi alam. Karena itu, mereka percaya
bahwa alam beserta isinya memiliki kekuatan yang tak bisa dijangkau
oleh akal dan pikiran mereka.Dalam melaksanakan ritual atau upacara
keagamaan, masyarakat prasejarah itu berkumpul di komplek batu-batu
besar (megalit) seperti punden-berundak (bangunan
bertingkat-tingkat untuk pemujaan), menhir (tugu batu sebagai
tempat pemujaan), sarkofagus (bangunan berbentuk lesung yang
menyerupai peti mati), dolmen (meja batu untuk menaruh sesaji),
atau kuburan batu (lempeng batu yang disusun untuk mengubur mayat).
Bangunan-bangunan dari batu ini banyak ditemukan di sepanjang
wilayah Jawa bagian barat. Dibandingkan dengan wilayah Jawa Tengah
dan Timur, Jawa Barat paling banyak meninggalkan bangunan-bangunan
megalitik tersebut.Kehidupan yang serba tergantung kepada alam
membuat pola hidup yang bergotong royong. Dalam melakukan
persembahan/penyembahan terhadap roh leluhur maupun kekuatan alam,
masyarakat prasejarah ini melakukannya secara bersama-sama. Yang
memimpin upacara itu adalah mereka yang berusia paling tua atau
dituakan oleh masyarakat yang bersangkutan. Pemimpin inilah yang
berhak menentukan kapan acara sedekah bumi dan upacara-upacara
religius lainnya dilakukan. Dialah juga yang dipercayai masyarakat
dalam hal mengusir roh jahat, mengobati orang sakit, dan menghukum
warganya yang melanggar nilai atau hukum yang diberlakukan.Pada
zaman megalitikum (zaman batu besar) di indonesia, manusia purba
telah mengenal suatu kepercayaan terhadap kekuatan gaib atau luar
biasa diluar kekuatan manusia. Mereka percaya terhadap hal-hal yang
menakutkan atau serba hebat. Selain itu mereka menyembah nenek
moyangnya. Kadang kala kalau melihat pohon besar, tinggi dan
rimbun, manusia merasa ngeri. Manusia purba ini kemudian
berkesimpulan bahwa kengerian itu disebabkan pohon itu ada mahluk
halus yang menghuninya. Begitupun terhadap batu besar serta
binatang besar yang menakutkan. Kekuatan alam yang besar seperti
petir, topan, banjir dan gunung meletus dianggap menakutkan dan
mengerikan sehingga mereka memujanya. Selain memuja benda-benda dan
binatang yang menakutkan dan dianggap gaib, manusia purba juga
menyembah arwah leluhurnya. Mereka percaya bahwa roh para nenek
moyang mereka tinggal di tempat tertentu atau berada di ketinggian
misalnya di atas puncak bukit atau puncak pohon yang tinggi. Untuk
tempat turunnya roh nenek moyang inilah didirikan bangunan
megalitik yang pada umumnya dibuat dari batu inti yang utuh,
kemudian diberi bentuk atau dipahat. Bangunan megalitik hampir
semuanya berukuran besar.Penemuan-penemuan sejumlah bangunan era
megalitikum mengindikasikan bahwa rakyat kuno cukup religius.
Sebelum pengaruh hindu dan budha tiba di pulau jawa, masyarakat
sunda telah mengenal sejumlah kepercayaan, seperti terhadap
leluhur, benda-benda angkasa dan alam seperti matahari, bulan,
pepohonan, sungai, dan lain sebagainya. Pengenalan terhadap teknik
bercocok tanam (ladang) dan beternak, membuat masyarakat percaya
terhadap kekuatan alam. Untuk mengungkapkan rasa syukur atas
karunia yang diberikan oleh alam, mereka lalu melakukan upacara
ritual yang dipersembahkan bagi alam. Karena itu, mereka percaya
bahwa alam beserta isinya memiliki kekuatan yang tak bisa dijangkau
oleh akal dan pikiran mereka.Dalam melaksanakan ritual atau upacara
keagamaan, masyarakat prasejarah itu berkumpul di komplek batu-batu
besar (megalit) seperti punden-berundak (bangunan
bertingkat-tingkat untuk pemujaan), menhir (tugu batu sebagai
tempat pemujaan), sarkofagus (bangunan berbentuk lesung yang
menyerupai peti mati), dolmen (meja batu untuk menaruh sesaji),
atau kuburan batu (lempeng batu yang disusun untuk mengubur mayat).
Bangunan-bangunan dari batu ini banyak ditemukan di sepanjang
wilayah jawa bagian barat. Dibandingkan dengan wilayah jawa tengah
dan timur, jawa barat paling banyak meninggalkan bangunan-bangunan
megalitik tersebut.Kehidupan yang serba tergantung kepada alam
membuat pola hidup yang bergotong-royong. Dalam melakukan
penyembahan terhadap roh leluhur maupun kekuatan alam, masyarakat
prasejarah ini melakukannya secara bersama-sama. Yang memimpin
upacara itu adalah mereka yang berusia paling tua atau dituakan
oleh masyarakat yang bersangkutan. Pemimpin inilah yang berhak
menentukan kapan acara sedekah bumi dan upacara-upacara religius
lainnya dilakukan. Dialah juga yang dipercayai masyarakat dalam hal
mengusir roh jahat, mengobati orang sakit, dan menghukum warganya
yang melanggar nilai atau hukum yangdiberlakukan. Setelah
kedatangan orang-orang India, masyarakat sunda kuno mulai
terpengaruh ajaran-ajaran hindu dan buddha. Penemuan sejumlah arca
dan batu bercorak hindu dan buddha (meski dibuat sangat sederhana)
menandakan bahwa mereka, terutama kaum bangsawan mempercayai dan
mempraktikkan ajaran-ajaran agama hindu budha. Meski jarang sekali
ditemukan candi yang bercorak Hindu-Buddha, tak dipungkiri bahwa
masyarakat sunda kuno terutama keluarga raja menganut agama-agama
dari india itu, yang kemudian dipadukan dengan kepercayaan
nenek-moyang mereka, yaitu sunda wiwitan.
2.4 Kehidupan Sosial Pada Zaman MegalitikumPada zaman ini
manusia melakukan banyak kegiatan yang menyangkut kehidupannya.
Mereka sudah mepunyai aktifitas seperti berburu dan mengumpulkan
makanan, bercocok tanam.Kebudayaan megalithikum adalah kebudayaan
yang menghasilkan bangunan-bangunan dari batu besar yang muncul
sejak zaman Neolithikum. Kehidupan dalam masyarakat masa
perundagian memperlihatkan rasa solidaritas yang kuat. Peranan
solidaritas ini tertanam dalam hati setiap orang sebagai warisan
yang telah berlaku sejak nenek moyang.Manusia pendukung dari zaman
megalithikum sudah didominasi oleh Homo Sapiens. Manusia Homo
Sapiens ini antara lain berasal dari bangsa Proto Melayu, yaitu
sekitar 2000 tahun sebelum masehi, yang juga didominasi oleh Suku
Nias, Dayak, Sasak, Toraja.Adat kebiasaan dan kepercayaan merupakan
pengikat yang kuat dalam mewujudkan sifat itu. Akibatnya, kebebasan
individu agak terbatas karena adanya aturan-atauran yang apabila
dilanggar akan membahayakan masyarakat. Pada masa ini sudah ada
kepemimpinan dan pemujaan kepada sesuatu yang suci diluar diri
manusia yang tidak mungkin disaingi serta berada diluar batas
kemampuan manusia.Ciri-cirinya adalah:1. Manusia sudah dapat
membuat dan meninggalkan kebudayaan yang terbuat dari batu-batu
besar.2. Berkembang dari zaman neolitikum sampai zaman perunggu.3.
Manusia sudah mengenal kepercayaan utamanya animisme.
2.5 Peninggalan Zaman Megalitikum1.MenhirMenhir adalah tugu atau
batu yang tegak, yang sengaja di tempatkan di suatu tempat untuk
memperingati orang yang sudah meninggal. Batu tegak ini berupa
media penghormatan dan sekaligus lambang bagi orang-orang yang
sudah meninggal tersebut.Menhir adalah batu yang serupa dengan
dolmen, merupakan batuan dari periode neolitikum yang umum
ditemukan di perancis, inggris, irlandia, spanyol dan italia.
Batu-batu ini dinamakan juga megalitik (batu besar) dikarenakan
ukurannya. Mega dalam bahasa Yunani artinya besar dan lith berarti
batu. Para arkeolog mempercayai bahwa situs ini digunakan untuk
tujuan religius dan memiliki makna simbolis sebagai sarana
penyembahan arwah nenek moyang.2. Punden berundakPunden berundak
merupakan bangunan yang di susun secara bertingkat-tingkat yang di
maksudkan untuk melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang,
bangunan ini kemudian menjadi konsep dasar bangunan candi pada masa
hindu budha. Struktur dasar punden berundak ditemukan pada
situs-situs purbakala dari periode kebudayaan megalit-neolitikum
pra hindu budha masyarakat austronesia. Bangunan tersebut dianggap
sebagai bangunan yang suci, dan lokasi tempat penemuannya adalah
Lebak Sibedug/Banten Selatan dan Lereng Bukit Hyang di Jawa
Timur.
3. Kubur batuBentuknya mirip seperti bangunan kuburan seperti
yang dapat kita lihat saat ini, umumnya tersusun dari batu yang
terdiri dari dua sisi panjang dan dua sisi lebar. Sebagian besar
kubur batu yang di temukan terletak membujur dari arah timur ke
barat. Pada masa pra sejarah ketika kebudayaan megalitikum
berkembang bahwa kubur batu merupakan salah satu dari jenis
peninggalan batu-batu besar (megalit). Sedangkan sesuai dengan
namanya fungsi dari kubur batu sendiri sebagai tempat penguburan
bagi orang-orang yang dihormati di lingkungan masyarakat yang hidup
pada masa megalit. Kubur batu ini sudah dilakukan pengamanan dengan
cara diberi pagar keliling yang terbuat dari kayu dengan ukuran
panjang 5,50 meter dan lebar 5 meter. Sedang bagian atas di beri
cungkup seng dengan tiang penyangga dari kayu dan pondasi semen.4.
SarkofagusSejenis kubur batu tetapi memiliki tutup di atasnya,
biasanya antara wadah dan tutup berukuran sama. Pada dinding muka
sarkofagus biasanya diberi ukiran manusia atau binatang yang
dianggap memiliki kekuatan magis. Sarkofagus sering disimpan di
atas tanah. Oleh karena itu sarkofagus seringkali diukir, dihias
dan dibuat dengan teliti. Beberapa dibuat untuk dapat berdiri
sendiri, sebagai bagian dari sebuah makam atau beberapa makam
sementara beberapa yang lain dimaksudkan untuk disimpan di ruang
bawah tanah. Di mesir kuno, sarkofagus merupakan lapisan
perlindungan bagi mumi keluarga kerajaan.5. DolmenDolmen merupakan
bangunan megalitik yang memiliki banyak bentuk dan fungsi, sebagai
pelinggih roh atau tempat sesaji pada saat upacara. Dolmen biasanya
di letakan di tempat-tempat yang dianggap keramat, atau di tempat
pelaksanaan upacara yang ada hubungannya dengan pemujaan kepada roh
leluhur. Dolmen adalah sebuah meja yang terbuat dari batu yang
berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-sajian untuk pemujaan.
Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar
mayat tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki
mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup rapat oleh batu. Hal ini
menunjukan kalau masyarakat pada masa itu meyakini akan adanya
sebuah hubungan antara yang sudah meninggal dengan yang masih
hidup, mereka percaya bahwa apabila terjadi hubungan yang baik akan
menghasilkan keharmonisan dan keselarasan bagi kedua belah pihak.6.
Arca batuArca batu banyak di temukan di beberapa tempat di wilayah
indonesia, diantaranya pasemah, sumatra selatan dan sulawesi
tenggara. Bentuknya dapat menyerupai binatang atau manusia dengan
ciri negrito. Di pasemah ditemukan arca yang dinamakan batu gajah,
yaitu sebongkah batu besar berbentuk bulat diatasnya terdapat
pahatan wajah manusia yang mungkin merupakan perwujudan dari nenek
moyang yang menjadi objek pemujaan.7. WarugaWaruga adalah kubur
batu yang tidak memiliki tutup, waruga banyak ditemukan di situs
Gilimanuk, Bali. Waruga adalah kubur atau makam leluhur orang
minahasa yang terbuat dari batu dan terdiri dari dua bagian. Bagian
atas berbentuk segitiga seperti bubungan rumah dan bagian bawah
berbentuk kotak yang bagian tengahnya ada ruang.
2.6 BUDAYA MEGALITHIKUM DI INDONESIA
1. Pasemah merupakan wilayah dari Propinsi Sumatera Selatan.
Tinggalan megalitik Pasemah muncul dalam bentuk yang begitu unik,
patung-patung dipahat dengan begitu dinamis dan monumental, yang
mencirikan kebebasan sang seniman dalam memahat.
Megalitik Pasemah adalah peninggalan tradisi budaya megalitik di
daerah Pasemah (Sumatera Selatan). Megalitik di wilayah Pasemah
muncul dengan bentuk yang unik, langka, dan mengandung unsur
kemegahan serta keagungan yang terwujud dalam bentuk-bentuk yang
sangat monumental. Simbol-simbol yang ingin disampaikan oleh
pemahat erat kaitannya dengan pesan-pesan religius.
Budaya megalitik Pasemah mulai diteliti pertama kali dan ditulis
oleh L. Ullmann dalam artikelnya Hindoe-belden in binnenlanden van
Palembang yang dimuat oleh Indich Archief (1850). Dalam tulisan
Ullmann tersebut H. Loffs menyimpulkan bahwa arca-arca tersebut
merupakan peninggalan dari masa Hindu. namun pendapat ini ditentang
oleh Van der Hoop pada tahun 1932, ia menyatakan bahwa peninggalan
tersebut dari masa yang lebih tua. Setelah penelitian Van der Hoop,
penelitian tentang megalitik Pasemah dilanjutkan oleh
peneliti-peneliti arkeologi, seperti R.P. Soejono, Teguh Asmar,
Haris Sukendar, Bagyo Prasetyo, peneliti dari Pusat Penelitian
Arkeologi Nasional dan peneliti dari Balai Arkeologi Palembang
secara intensif melakukan penelitian di wilayah Pasemah sampai saat
ini. Penampilan peninggalan budaya megalitik Pasemah sangat
"sophiscated" dengan tampilnya pahatan-pahatan yang begitu maju,
dan digambarkan alat-alat yang dibuat dari perunggu memberikan
tanda bahwa megalitik Pasemah telah berkembang dalam arus
globalisasi (pertukaran) budaya yang pesat. Alat-alat perunggu yang
dipahat adalah nekara yang merupakan kebudayaan Dongson, Vietnam.
Temuan peninggalan megalitik di pasemah begitu banyak variasinya,
berdasarkan survei yang dilakukan peneliti Balai Arkeologi
Palembang, Budi Wiyana telah menemukan 19 situs megalitik baik yang
tersebar secara mengelompok maupun sendiri (1996).
Daerah Pasemah yang pernah diteliti oleh Van der Hoop, Tombrink,
Westenek, Ullman, dan peneliti lainnya, daerah ini mudah dicapai
dari kota-kota besar di sekitarnya, baik dari Jambi, Lubuklinggau,
Palembang, dan lain-lain, karena tersedia jalan besar yang
menghubungkan Pasemah dengan kota-kota besar di sekitarnya.
Situs-situs megalitik dataran tinggi Pasemah meliputi daerah yang
sangat luas mencapai 80 km. Situs-situs megalitik tersebar di
dataran tinggi, puncak gunung, lereng, dan lembah. Situs
Tinggihari, Situs Tanjungsirih, Situs Gunungkaya merupakan situs
yang terletak di atas bukit, sementara Situs Belumai, Situs
Tanjungarau dan Situs Tegurwangi merupakan situs-situs yang
terletak di lembah. Dari hasil penelitian Fadlan S. Intan diketahui
bahwa daerah Lahat dibagi atas tiga satuan morfologi (bentang
alam),.yaitu:1. Satuan morfologi pegunungan2. Satuan morfologi
bergelombang3. Satuan morfologi daratanSatuan morfologi pegunungan
dengan puncak-puncaknya antara lain Gunung Dempo (3159 mdpl) dan
pegunungan Dumai (1700 mdpl). Satuan morfologi bergelombang
ketinggian puncaknya mencapai 250 mdpl, lereng umumnya landai,
dengan sungai berlembah dan berkelok-kelok. Satuan morfologi
dataran dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Satuan morfologi
pegunungan merupakan tempat tersedianya bahan hasil letusan Gunung
Dempo yang menyebarkan lahar dan lava serta batuan-batuan vulkanis.
Daerah Lahat dengan batuan-batuan beku andesitnya telah dipilih
menjadi tempat pemukiman. Pemilihan ini tampaknya mempunyai
pertimbangan-pertimbangan geografis dan tersedianya batuan untuk
megalitik. Keadaan lingkungan di Pasemah merupakan daerah yang
sangat subur yang memungkinkan penduduk di sana dapat
membudidayakan tanaman.
Tidak seberapa jauh dari batas kabupaten, memasuki kota Lahat,
di Kecamatan Merapi Barat, terdapat suatu arca peninggalan
megalitik, beserta dolmen dan menhir. Tinggalan megalitik ini
berada di pelataran SMPN 2 Merapi Barat. Arca tersebut dikenal
sebagai Batu Putri atau secara resmi seperti tertulis di plank:
Arca Manusia Tanjungtelang. Arah hadap arca yang berbahan batupasir
volkanik ini berada dalam satu garis lurus dengan diagonal dolmen
dalam arah barat daya. Dolmen yang juga terbuat dari lapisan
batupasir berwarna kuning keputih-putihan, berbentuk seperti meja
berukuran 1,5 x 1,5 m. Dolmen ini tergeletak berjarak 20 m dari
tempat arca berdiri. Agak terpisah jauh, sebuah menhir dari batu
andesit dengan tinggi 80 cm berdiri tegak di halaman depan SMP
itu.
Kompleks peninggalan megalitik ini berada di sebelah utara dari
sebuah sungai yang menjadi sungai utama di Lahat, yaitu Aek
Lematang. Sungai ini di dataran Lahat mulai menunjukkan pola aliran
berkelok-kelok atau bermeander, dengan teras-teras sungai di
bantaran kanan dan kirinya. Ada dugaan, teras sungai ini
sebagaimana teras-teras sungai besar di peradaban-peradaban kuno
merupakan tempat yang paling layak menjadi lantai kehidupan
masyarakat purbakala. Di Kabupaten Lahat, tinggalan arca megalitik
yang tersebar sangat luas, cenderungan berada di sekitar Aek
Lematang, walapun beberapa di antaranya terpisah sangat jauh di
perbukitan yang mungkin mempunyai makna lain tersendiri.
Arca-arca megalitik ini umumnya menggambarkan raksasa bersama
hewan-hewan seperti gajah, harimau, atau ular. Arca Batu Putri atau
Manusia Tanjungtelang misalnya menggambarkan seorang raksasa dengan
kepala yang tidak jelas, bahkan hampir seperti menggunakan helmet.
Posisi kepalanya lurus, dengan tangan sedang memangku seekor gajah.
Kesan masyarakat awam akan melihat seolah-olah arca ini belum
selesai dipahat dan ditinggalkan begitu saja sebelum detailnya
selesai. Ada kesan kemesraan yang tertangkap antara raksasa dan
gajak di pangkuannya. Seolah-olah gajah itu adalah anak yang
diasuhnya.
Batu Macan
Arca yang lain di antaranya apa yang disebut sebagai Batu Macan
di Desa Pagaralam, Pagergunung. Arca ini menunjukkan seekor macan
yang memeluk mesra dari belakang suatu figur yang kurang begitu
jelas, apakah seekor macan yang lain, seekor kera besar, atau
seorang raksasa. Adapun di Desa Muaradanau, di antara perkebunan
karet, dijumpai arca batu seorang raksasa yang sedang duduk bersila
dengan satu kaki tertekuk dipeluk lengannya yang memegang sesuatu
yang mirip pisang. Raksasa ini menindih mahluk mirip manusia yang
lebih kecil yang seperti ditikam di punggung dengan pisau yang
dipegang tangan kirinya. Arca ini disebut sebagai Batu Buto.
Di Desa Gunungmegang, Kecamatan Jarai, masih di Kabupaten Lahat,
berbatasan dengan Kota Pagaralam, beberapa tinggalan magalitiknya
lebih bervariasi. Selain arca, dijumpai juga ruang-ruangan yang
dindingnya tersusun dari batu, sehingga dikenal sebagai kubur batu
atau bilik batu. Ahmad Rivai, warga Desa.
Kubur batu Tanjung Aro
Gunungmegang yang diangkat sebagai juru pelihara oleh Balai
Pelestarian Peninggalan Prasejarah (BP3) Jambi mengatakan bahwa
kubur-kubur batu dan arca-arca tersebar luas dan sangat banyak di
kaki Gunung Dempo. Di Gunung Megang saja sedikitnya terdapat tiga
situs yang menjadi tanggunungjawabnya, yaitu Kubur Batu
Gunungmegang, Batu Putri, dan Batu Orang.
Kubur Batu Pagaralam
Semua arca umumnya dipahat pada batupasir atau breksi volkanik,
yaitu batu yang terbentuk secara sedimentasi dari hasil letusan
gunung api. Batunya memang keras dan kompak. Tetapi dengan
peralatan logam, bahkan batu lain yang dipipihkan atau dibuat
runcing, jenis batu arca dapat mudah dikerjakan. Begitulah mengapa
arca-arca ini dipilih dari bahan batu itu karena kemudahannya untuk
dipahat dan diukir. Adapun kubur dan bilik batu, umumnya
menggunakan batu-batu yang lebih keras seperti andesit. Pada
umumnya, batu-batu untuk bangunan ini sedikit sekali mengalami
rekayasa, keculai lubang kecil atau goresan-goresan dangkal. Dempo
sebagai kiblat.Menariknya, arah kubur batu dengan sangat tepat
mengarah ke puncak Gunung Dempo. Hal yang sama terukur dari wajah
Batu Orang yang seolah-olah tengadah mengamati puncak Gunung Dempo,
sementara ia menindih seekor gajah yang belalainya ia cengkeram
dengan kuat. Keganjilan ada di arca Batu Putri yang posisi
kepalanya berada pada permukaan tanah, sehingga hampir seluruh
badannya berada di bawah tanah. Arca Batu Putri seperti dalam
posisi meringkuk dengan badan tertekuk membelakangi Gunung Dempo di
arah barat daya, dan kepalanya berpaling ke arah utara.
2. Nias. Etnik Nias masih menerapkan beberapa elemen megalitik
dalam kehidupannya. Contohnya Rangkaian kegiatan mendirikan batu
besar (dolmen) untuk memperingati kematian seorang penting di
Nias.Upacara lompat batu Nias
Rangkaian kegiatan mendirikan batu besar (dolmen) untuk
memperingati kematian seorang penting di Nias (awal abad ke-20).
Etnik Nias masih menerapkan beberapa elemen megalitik dalam
kehidupannya. Lompat batu dan kubur batu masih memperlihatkan
elemen-elemen megalitik. Demikian pula ditemukan batu besar sebagai
tempat untuk memecahkan perselisihan.2. Sumba. Etnik Sumba di Nusa
Tenggara Timur juga masih kental menerapkan beberapa elemen
megalitik dalam kegiatan sehari-hari. Kubur batu masih ditemukan di
sejumlah perkampungan. Meja batu juga dipakai sebagai tempat
pertemuan adat.
2.7 ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGIPada bidang teknologi, di
samping berusaha menciptakan perkakas untuk keperluan sehari-hari,
kemudian mengalami kemajuan dengan mulai diciptakannya benda-benda
yangbernilai estitika dan ekonomis. Pada teknologi pembuatan
gerabah misalnya, ternyata di samping membuat untuk keperluan
sehari-hari, mulai dilakukan juga pembuatan gerabah yang bernilai
seni dan ekonomis. Keragaman bentuk dan motif hias gerabah
Indonesia ini kemudian memunculkan beberapa kompleks pembuatan
gerabah yang sangat menonjol, antara lain kompleks gerabah Buni,
(Bekasi), komplek gerabah Gilimanuk (Bali), dan kompleks gerabah
Kalumpang (Sulawesi Selatan).
BAB IIIPENUTUP
3.1 KesimpulanPada zaman megalitikum di indonesia, manusia purba
telah mengenal suatu kepercayaan terhadap kekuatan gaib atau luar
biasa diluar kekuatan manusia. Selain memuja benda-benda dan
binatang yang menakutkan dan dianggap gaib, manusia purba juga
menyembah arwah leluhurnya.Manusia pendukung dari zaman
megalithikum sudah didominasi oleh Homo Sapiens. Kebudayaan
Megalithikum menyebar ke indonesia melalui 2 gelombang, yaitu :1.
Megalithikum Tua menyebar ke Indonesia pada zaman Neolithikum
(2500-1500 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Kapak Persegi
(Proto Melayu). Contoh: menhir, punden berundak-undak, Arca,
Statis. 2. Megalithikum Muda menyebar ke Indonesia pada zaman
perunggu (1000-100 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson
(Deutro Melayu). Contoh: peti kubur batu, dolmen, waruga Sarkofagus
dan arca-arca dinamis.
3.2 SaranDalam pembuatan makalah ini tentunya banyak sekali
kekurangan yang ada. Untuk itu dibutuhkan sekali saran dan kritik,
agar dalam pembuatan makalah berikutnya dapat diperbaiki dan lebih
baik lagi.Bagi para pembaca makalah ini, harusnya kita semua dapat
mengambil pelajaran dari sejarah masa lampau. Karena dengan
demikian kita semua dapat memperbaiki keadaan dan peradaban masa
kini.
DAFTAR PUSTAKA
Soekmono, R. (1973). Pengantar sejarah kebudayaan indonesia 1.
Yogyakarta. Kanisus. Notosusanto, N. (1990). Sejarah Nasional
Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.
http://epri-wismark.blogspot.com/
www.sridianti.com/peninggalan-zaman-megalitikum.html13