Top Banner
1. Pentingnya Posyandu Tahukah Anda apa itu Posyandu? Yap bagi kebanyakan Ibu tentunya sudah tak asing lagi dengan istilah ini. Posyandu atau Pos Layanan Terpadu merupakan sebuah program pemerintah yang berkenaan dengan masalah kesehatan masyarakat, terutama kesehatan ibu dan balita. Program ini bersifat dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat sehingga Posyandu umumnya dilakukan disetiap desa oleh kader – kader kesehatan desa dengan bimbingan tenaga ahli dari dinas kesehatan. Sebagai sebuah usaha kesehatan bersama dalam masyarakat Posyandu ini memiliki berbagai program yang sangat bermanfaat untuk kesehatan ibu dan balita yang berhubungan dengan masalah kesehatan secara umum, gizi, imunisasi, pencegahan dan penanggulangan berbagai penyakit, serta pertumbuhan dan perkembangan balita. Lantas apa sih manfaat Posyandu ? Berikut beberapa manfaat mengikuti program Posyandu untuk ibu dan balita. Memantau kesehatan anak Posyandu memberikan berbagai layanan kesehatan untuk ibu dan balita, seperti periksa kesehatan gratis,imunisasi untuk mencegah berbagai penyakit pada balita, serta berbagai pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan ini termasuk didalamnya masalah pencegahan dan penanggulangan penyakit yang biasa dialami balita seperti batuk, pilek, diare dan demam, serta penyebab dan gejalanya. Memantau pertumbuhan dan perkembangan balita Posyandu memberikan layanan pemantauan pertumbuhan balita baik secara jasmani maupun rohani, seperti pengukuran berat badan
29

Materi Praktikum pendgiz

Jan 23, 2023

Download

Documents

ril dila
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Materi Praktikum pendgiz

1. Pentingnya Posyandu

Tahukah Anda apa itu Posyandu? Yap bagi kebanyakan Ibu

tentunya sudah tak asing lagi dengan istilah ini. Posyandu

atau Pos Layanan Terpadu merupakan sebuah program pemerintah

yang berkenaan dengan masalah kesehatan masyarakat, terutama

kesehatan ibu dan balita. Program ini bersifat dari

masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat sehingga

Posyandu umumnya dilakukan disetiap desa oleh kader – kader

kesehatan desa dengan bimbingan tenaga ahli dari dinas

kesehatan.

Sebagai sebuah usaha kesehatan bersama dalam masyarakat

Posyandu ini memiliki berbagai program yang sangat bermanfaat

untuk kesehatan ibu dan balita yang berhubungan dengan masalah

kesehatan secara umum, gizi, imunisasi, pencegahan dan

penanggulangan berbagai penyakit, serta pertumbuhan dan

perkembangan balita. Lantas apa sih manfaat Posyandu? Berikut

beberapa manfaat mengikuti program Posyandu untuk ibu dan

balita.

Memantau kesehatan anak

Posyandu memberikan berbagai layanan kesehatan untuk ibu dan

balita, seperti periksa kesehatan gratis,imunisasi untuk

mencegah berbagai penyakit pada balita, serta berbagai

pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan ini termasuk

didalamnya masalah pencegahan dan penanggulangan penyakit yang

biasa dialami balita seperti batuk, pilek, diare dan demam,

serta penyebab dan gejalanya.

Memantau pertumbuhan dan perkembangan balita

Posyandu memberikan layanan pemantauan pertumbuhan balita baik

secara jasmani maupun rohani, seperti pengukuran berat badan

Page 2: Materi Praktikum pendgiz

tan tinggi badan. Dengan dilakukannya pemantauan secara rutin

dan berkala ini dapat diketahui bagaiman proses pertumbuhan

dan perkembangan anak apakah normal atau tidak, sehingga dapat

ditentukan langkah apa yang harus segera dilakukan.

Memantau Gizi Balita

Dengan dilakukannya pengukuran berat dan tinggi badan seperti

poin kedua, akan didapat grafik pertumbuhan anak dimana dalam

grafik tersebut akan terdapat sebuah grafik normal sebagai

standar pertumbuhan bayi. Oleh sebab itu akan dapat diketahui

apakah gizi sang balita telah terpenuhi atau belum. Selain

itu, dalam Posyandu juga diberika pendidikan kesehatan yang

menyangkut kebutuhan gizi anak dan bagaimana cara memenuhinya.

2. Imunisasi

Manfaat fungsi imunisasi adalah begitu banyak bagi kesehatan serta

pertumbuhan perkemabangan anak-anak kita kelak di kemudian

hari. Karena memang ketika bayi baru lahir saja sudah harus

mendapatkan vaksinasi imunisasi bagi bayi baru lahir ini.

Untuk itulah pentingnya kita mengenal akan berbagai jenis

vaksinasi dan juga manfaat vaksinasi imunisasi bagi bayi

balita buah hati kita masing-masing. Tujuan pemberian

imunisasi dasar lengkap pada saat bayi diharapkan akan

memberikan fungsi serta manfaatnya dalam hal untuk melindungi

bayi yang kadar imunitas tubuhnya masih sangat rentan dari

penyakit yang bisa dan dapat untuk menyebabkan kesakitan,

kecacatan, ataupun bahkan kematian bayi. Imunisasi adalah

merupakan bagian dari pemberian vaksin (virus yang dilemahkan)

kedalam tubuh seseorang untuk memberikan kekebalan terhadap

jenis penyakit tertentu. Imunisasi merupakan suatu sistem

Page 3: Materi Praktikum pendgiz

kekebalan yang diberikan pada manusia dengan tujuan melindungi

individu tersebut dari penyakit yang dapat membahayakan jiwa

anak-naka kita. Itulah yang dimaksud dengan definisi serta

juga pengertian imunisasi yang kita berikan kepada anak-anak

kita. Prinsip pemberian imunisasi dalam hal ini adalah

memasukkan kuman yang telah dilemahkan ke dalam tubuh yang

fungsinya untuk menangkal penyakit. Cara pemberian imunisasi

ini adalah melalui suntikan ataupun oral (lewat mulut).

Melalui imunisasi, beberapa penyakit bisa dilenyapkan seperti

halnya penyakit cacar di tahun 1970-an. Sejarah pun telah

mencatat, bahwasannya imunisasi menyelamatkan banyak generasi

dan memperpanjang kemungkinan hidup seseorang. Di Indonesia,

program imunisasi mulai dikenalkan pada 1956. Berikut

beberapa jenis imunisasi lengkap dan manfaat imunisasi yang

diberikan antara lain adalah :

1. Imunisasi Hepatitis B 

Pemberian vaksinasi hepatitis B ini berguna untuk mencegah

virus Hepatitis B yang dapat menyerang dan merusak hati dan

bila hal itu terus terjadi sampai si anak dewasa akan bisa

menyebabkan timbulnya penyakit kanker hati.

2. Imunisasi BCG.

Pemberian vaksinasi dan juga imunisasi BCG ini bermanfaat

dan berguna dalam rangka untuk mencegah timbulnya penyakit

TBC. Dilakukan sekali pada bayi dengan sebelum usia 3 bulan.

Biasanya dilakukan bila bayi berusia 1 bulan. Bila bayi telah

berusia lebih dari 3 bulan dan belum mendapat imunisasi BCG

maka harus dilakukan uji tuberkulin untuk mengetahui apakah

bayi sudah terpapar bakteri TBC. Imunisasi bisa diberikan bila

Page 4: Materi Praktikum pendgiz

hasil tes tuberkulin negatif.

3. Imunisasi DPT 

Diberikan dalam rangka untuk pencegahan terjadinya penyakit

Difteri, Pertusis dan Tetanus. Penyakit Difteri dapat

menyebabkan pembengkakan dan penyumbatan pernafasan, serta

mengeluarkan racun yang dapat melemahkan otot jantung.

Penyakit Pertusis yang dalam kondisi berat bisa menyebabkan

terjadinya pneumonia. 

Kuman Tetanus mengeluarkan racun yang menyerang syaraf otot

tubuh, sehingga otot menjadi kaku, sulit bergerak dan

bernafas. Kalau penyakit campak berat dapat mengakibatkan

radang paru berat (pneumonia), diare atau bisa menyerang otak.

4. Imunisasi Polio.

Ini adalah jenis vaksinasi yang pemberiannya melalui oral

(mulut) dan manfaat imunisasi polio ini untuk mencegah

penyakit polio yang dapat menyebabkan kelumpuhan atau

kecacatan. Imunisasi diberikan sebanyak 4 kali, yaitu saat

bayi berusia 1 sampai 4 bulan.

5. Imunisasi Campak.

Tujuan pemberian imunisasi campak ini adalah mencegah

penyakit campak. Pemberiannya hanya sekali saja yaitu pada

saat anak berusia 9 bulan. Pemberiannya dapat diulang pada

saat anak masuk SD atau mengikuti program BIAS (Bulan

Imunisasi Anak Sekolah) yang dicanangkan pemerintah.

Untuk jadwal pemberian imunisasi berdasarkan atas usia bayi

adalah sebagai berikut :

1. Bayi Umur < 7 Hari : Hepatitis B (Hb)0.

Page 5: Materi Praktikum pendgiz

2. 1 Bulan : BCG, Polio 1

3. 2 Bulan : DPT / HB1, Polio 2.

4. 3 Bulan : DPT / HB2, Polio 3.

5. 4 Bulan : DPT / HB3, Polio 4.

6. 9 Bulan : Campak.

Imunisasi bisa meningkatkan imunitas tubuh dan menciptakan

kekebalan terhadap penyakit tertentu dengan menggunakan

sejumlah kecil mikroorganisme yang dimatikan atau dilemahkan. 

Tujuan imunisasi merupakan upaya yang dilakukan untuk

memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan

vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk

mencegah terjadinya penyakit tertentu. Inilah yang dimaksud

dengan pentingnya imunisasi bagi anak bayi kita semuanya.

Cara Pemberian Vitamin A Pada Bayi

Kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI) terbukti efektif

untuk mengatasi masalah KVA pada masyarakat apabila cakupannya

tinggi (minimal 80%). Cakupan tersebut dapat tercapai apabila

seluruh jajaran kesehatan dan sektor-sektor terkait dapat

menjalankan peranannya masing-masing dengan baik.

1. Tujuan Umum

Menurunkan prevalensi dan mencegah kekurangan vitamin A pada

anak-anak balita.

2. Tujuan Khusus

2.1. Cakupan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi paling

sedikit 80% dari seluruh sasaran.

Page 6: Materi Praktikum pendgiz

2.2. Seluruh jajaran kesehatan mengetahui tugas masing-masing

dalam kegiatan distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi, dan

melaksanakan tugas tersebut dengan baik.

2.3. Seluruh sektor terkait mengetahui peranan masing-masing

dalam kegiatan distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi dan

melaksanakan peran tersebut dengan baik.

CARA PEMBERIAN

1. Sasaran

1.1. Bayi

Kapsul vitamin A 100.000 SI diberikan kepada semua anak bayi

(umur 6-11 bulan) baik sehat maupun sakit.

1.2. Anak Balita

Kapsul vitamin A 200.000 SI diberikan kepada semua anak balita

(umur 1-5 tahun) baik sehat maupun sakit.

1.3. Ibu Nifas

Kapsul vitamin A 200.000 SI diberikan kepada ibu yang baru

melahirkan (nifas) sehingga bayinya akan memperoleh vitamin A

yang cukup melalui ASI.

Catatan : 

Untuk keamanan, kapsul vitamin A 200.000 SI tidak diberikan

kepada bayi (6-11 bulan) dan ibu hamil karena merupakan kontra

indikasi. 

2. Dosis Vitamin A

2.1. Secara Periodik

Page 7: Materi Praktikum pendgiz

a. Bayi umur 6-11 bulan

Satu kapsul vitamin A 100.000 SI tiap 6 bulan, diberikan

secara serentak pada bulan Februari atau Agustus

b. Anak Balita umur 1-5 tahun 

Satu kapsul vitamin A 200.000 SI tiap bulan, diberikan secara

serentak pada bulan Februari dan Agustus

c. Ibu Nifas

Satu kapsul vitamin A 200.000 SI dalam masa nifas. Kapsul

vitamin A diberikan paling lambat 30 hari setelah melahirkan.

2.2. Kejadian Tertentu

a. Xerophthalmia:

Bila ditemukan seseorang dengan salah satu tanda xerophthalmia

seperti: buta senja, bercak putih (bercak bitot), mata keruh

atau kering:

· Saat ditemukan:

Segera diberi 1 (satu) kapsul vitamin A 200.000 SI

· Hari berikutnya: 

1 (satu) kapsul vitamin A 200.000 SI

· Empat minggu berikutnya:

1 (satu) kapsul vitamin A 200.000 SI

b. Campak

Page 8: Materi Praktikum pendgiz

Anak yang menderita campak, segera diberi satu kapsul vitamin

A 200.000 SI. Untuk bayi diberi satu kapsul vitamin A 100.000

SI.

Catatan:

Bila di suatu desa terdapat “Kejadian Luar Biasa (KLB)”

campak, maka sebaiknya seluruh anak balita di desa tersebut

masing-masing diberi satu kapsul vitamin A 200.000 SI dan

seluruh bayi diberi kapsul vitamin A 100.000 SI.

3. Periode Pemberian

3.1. Bulan Kapsul

Untuk tujuan pencegahan, pemberian kapsul vitamin A dosis

tinggi diberikan kepada bayi dan anak balita secara periodik,

yaitu untuk bayi diberikan setahun sekali pada bulan Februari

atau Agustus; dan untuk anak balita enam bulan sekali, dan

secara serentak dalam bulan Februari dan Agustus.

Pemberian secara serentak dalam bulan Februari dan Agustus

mempunyai beberapa keuntungan:

Memudahkan dalam memantau kegiatan pemberian kapsul, termasuk

pencatatan dan pelaporannya, karena semua anak mempunyai

jadwal pemberian yang sama. 

Memudahkan dalam upaya penggerakkan masyarakat, karena

kampanye dapat dilakukan secara nasional di samping secara

spesifik daerah. 

Page 9: Materi Praktikum pendgiz

Memudahkan dalam pembuatan materi-materi penyuluhan (spot TV,

spot radio, barang-barang cetak) terutama yang dikembangkan,

diproduksi dan disebarluaskan oleh tingkat Pusat/Propinsi. 

Dalam rangka Hari Proklamasi RI (Agustus) biasanya banyak

kegiatan-kegiatan yang dapat digunakan untuk promosi

kesehatan, termasuk pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi. 

Bulan Februari dan Agustus merupakan bulan pemantauan garam

beryodium di tingkat masyarakat, sehingga kegiatan tersebut

dapat diintegrasikan di tingkat Puskesmas. 

3.2. “Sweeping”/Kunjungan Rumah 

Kegiatan ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan

pemberian kapsul vitamin A.

Bila masih ada bayi dan anak balita yang belum mendapat kapsul

vitamin A pada hari pemberian yang telah ditentukan, perlu

dilakukan “Sweeping” yaitu melacak/mencari bayi dan anak

balita tersebut untuk diberi kapsul vitamin A, dengan

melakukan kunjungan rumah. Diharapkan dengan kegiatan bulan

kapsul dan sweeping semua bayi (6-11 bulan) dan anak balita

(1-5 tahun) dapat dicakup 100% dengan pemberian kapsul vitamin

A. 

“Sweeping”/kunjungan rumah sebaiknya dilakukan segera setelah

hari pemberian dan paling lambat sebulan setelahnya. Untuk

memudahkan pencatatan dan pelaporan, akhir minggu ketiga bulan

Maret (untuk periode Februari) dan akhir minggu ketiga bulan

September (untuk periode Agustus) seluruh kegiatan “Sweeping”

hendaknya sudah selesai. 

Page 10: Materi Praktikum pendgiz

Bila setelah “Sweeping” masih ada anak yang belum mendapat

kapsul, maka agar diupayakan lagi meskipun sudah diluar

periode pemberian. 

Ini perlu dicatat tersendiri dan dilaporkan sebagai cakupan

periode berikutnya (lihat Pencatatan dan Pelaporan). 

3.3. Ibu Nifas

Pemberian kapsul vitamin A 200.000 SI kepada ibu pada masa

nifas dapat diberikan:

Segera setelah melahirkan, atau 

Pada kunjungan pertama neonatal, atau 

Pada kunjungan kedua neonatal. 

4. Tempat Pemberian

Sebagai upaya pencegahan, kapsul vitamin A diberikan kepada

seluruh bayi 6-11 bulan dan anak balita (1-5 tahun) di

Posyandu pada hari buka Posyandu. 

Untuk wilayah yang belum memiliki Posyandu atau yang kunjungan

Posyandunya rendah, Puskesmas perlu memberi perhatian dan

upaya khusus, misalnya dengan membentuk pos pemberian vitamin

A (Posvita), Dasa Wisma, Kelompok peminat KIA (KPKIA) atau

melalui perkumpulan lain, atau kunjungan rumah. Tugas ini akan

lebih mudah bila menggalang kerja sama diantara kader, LKMD,

PKK, LSM dan tokoh masyarakat. 

5. Pengadaan Vitamin A

Untuk tahun 1999/2000, Depkes memperoleh bantuan kapsul

vitamin A 100.000 SI dari UNICEF, selanjutnya diadakan dari

Page 11: Materi Praktikum pendgiz

DIP Perbaikan Gizi (Pusat/Daerah) bersama dengan pengadaan

mikronutrien lain (kapsul vitamin A 100.000 SI dan 200.000 SI,

kapsul minyak beryodium, tablet tambah darah, sirop besi).

3. Pola asuh anak

1. Pola Konsumsi Makan

“Dalam kegiatan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK)

dilakukan beberapa kegiatan yang salah satunya demonstrasi

memasak makanan yang memenuhi persyaratan gizi baik atau

pemberian makanan tambahan yang bergizi tinggi kepada anak

balita, terutama yang menderita gizi buruk”. (Suhardjo, 2003:

70).

Pola konsumsi makan yang baik perlu untuk diperhatikan oleh

suatu keluarga, khususnya ibu dalam pengasuhan anaknya.

Kebutuhan untuk makan bukanlah satu-satunya dorongan untuk

mengatasi rasa lapar, akan tetapi disamping itu ada kebutuhan

fisiologi dan psikologi yang ikut mempengaruhi. Setiap

kelompok mempunyai pola tersendiri dalam memperoleh,

menggunakan dan menilai makanan yang merupakan ciri kebudayaan

kelompok masing-masing. Perubahan keseimbangan atau kelebihan

konsumsi makanan akan berpangaruh terhadap proses metabolisme.

Gizi kurang tejadi karena defisiensi atau ketidakseimbangan

energi atau zat gizi. Di negara maju masalah yang umum

dihadapi ialah obesitas yang diakibatkan oleh konsumsi zat

gizi yang berlebihan, tetapi kurang aktivitas fisiknya. “Gizi

kurang menurunkan produktivitas kerja sehingga pendapatan

menjadi rendah, miskin dan pangan tidak tersedia cukup. Selain

itu gizi kurang menyebabkan daya tahan tubuh (resistensi)

terhadap penyakit menjadi rendah”. (Suhardjo, 2003: 7)

Page 12: Materi Praktikum pendgiz

a. Pengertian Pola Konsumsi Makan

Menurut Pusat Pengembangan Konsumsi Pangan “Pola konsumsi

pangan, adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah

bahan makanan rata-rata 8 orang perhari yang umum dikonsumsi

atau dimakan penduduk dalam jangka waktu tertentu”. Menurut

Suhardjo et al (1986: 13), ”Cara yang ditempuh seseorang atau

sekelompok orang untuk memilih makanan dan mengkonsumsinya

sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis,

budaya dan sosial disebut pola makan. Ia juga disebut

kebiasaan makanan, kebiasaan makan atau pola pangan”. “Pola

makan keluarga adalah cara keluarga mamilih bahan makanan dan

memakannya sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologi,

psikologi, sosial dan budaya” (Djiteng Roedjito D, 1989: 7).

Dalam mengkonsumsi makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh

fisiologi seperti tuntutan karena rasa lapar, tanggapan

terhadap pengaruh psikologi seperti selera makan, tidak suka

terhadap jenis makanan tertentu, dan lain-lain. Sebagai

tanggapan terhadap sosial dan budaya, maksudnya disini adalah

bahwa bahan-bahan makanan yang dipilih dan cara mengolah atau

memakannya merupakan tradisi atau keadaan lingkungan tempat

tinggal atau daerahnya.

Semua kegiatan yang dilakukan secara rutin setiap hari akan

menjadi kebiasaan yang kadangkala dikerjakan tanpa berpikir

lagi. Maka bagi setiap orang merupakan kegiatan rutin dan

harus dilaksanakan. Karena itu makan menjadi kebiasaan pula.

Sebagaimana dikemukakan oleh Khumaidi (1994: 45) bahwa

“Kebiasaaan makan ada yang baik yaitu yang menunjang

terpenuhinya kecukupan gizi, tetapi tak kurang pula yang jelek

yaitu menghambat terpenuhinya kecukupan gizi”. Seperti

Page 13: Materi Praktikum pendgiz

dikemukakan di atas bahwa pola konsumsi makan akan membentuk

suatu kebiasaan makan dari seseorang. Seorang anak punya

kecenderungan untuk memilih makanan yang disukai saja. Oleh

karena itu kebiasaan makan yang baik perlu ditanamkan sejak

usia dini. Untuk itu peran orang tua untuk mengawasi pola

konsumsi anak menjadi sangat penting. Berikut ini beberapa

cara yang bisa jadi panduan.

(a) Jangan membiasakan anak mengkonsumsi makanan pembuka atau

selingan yang tinggi kandungan kalorinya menjelang waktu makan

utama. Akibatnya, anak akan merasa kenyang sebelum waktu makan

tiba;

(b) Kendati sedang terjadi krisis ekonomi, usahakan anak Anda

mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna. Atau bisa juga dengan

segelas susu, yoghurt, atau seiris keju sebagai pengganti

minimal dua kali sehari untuk memenuhi kebutuhan kalsium tubuh

bagi pertumbuhan tulang dan gigi;

(c) Biasakan anak selalu makan pagi, hal ini dapat

menghindarkan kebiasaan jajan;

(d) Biasakan memberikan bekal makanan anak ke sekolah. Berikan

pengertian makanan yang dibawa lebih sehat dan bergizi

daripada yang mereka beli di sembarang tempat;

(e) Jangan membiasakan menuruti semua permintaan anak semacam

coklat, permen, makanan ringan, jeli, dsb;

(f) Kembangkan sikap tegas, terbuka, dan logis ketika menolak

permintaan anak. Lalu cobalah memberikan alternatif pengganti.

Katakan bahwa permen dan coklat tidak baik karena dapat

merusak gigi dan menawarkan puding buah susu sebagai gantinya;

(g) Beri contoh positif pada anak. Anak-anak cenderung meniru

kebiasaan dan tingkah laku orang-orang terdekatnya. Jangan

Page 14: Materi Praktikum pendgiz

pernah berharap anak mau menghentikan kebiasaan jajan jika

setiap sore hari Anda sendiri tak pernah absen mencegat tukang

mi pangsit yang lewat di depan rumah;

(h) Kalau memang tidak terpaksa, jangan biasakan anak Anda

membeli makanan siap saji. Makanan ini kurang seimbang

komposisi kandungan gizinya lantaran terlalu banyak lemak dan

kalorinya. (Trisno Haryanto dalam www.gizi.net, 2006)

1) Kebiasaan Makan yang Baik

Menurut Sri Maryati (2000: 134), ”Kebiasaan makan yang baik,

adalah : (a) menyukai makanan bergizi; (b) waktu makan yang

teratur; (c) mengindari makanan

yang dapat merugikan kesehatan; (d) berusaha supaya suasana

makan selalu senang,

sehingga makan dapat dilakukan dengan tidak tergesa-gesa”.

2) Kebiasaan Makan yang Kurang Baik

”Kebiasaan makan yang kurang baik antara lain ialah : (a)

suka jajan; (b)

hanya menyukai makanan tertentu; (c) makan tidak teratur;

(d) makan berlebihan”.

(Sri Maryati. 2000: 135)

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Makan

Pola kebiasaan makan dipengaruhi pula oleh agama dan adat

kepercayaan. Ada pantan makan pada waktu-waktu tertentu, ada

jenis makanan yang tidak boleh dimakan karena agama atau

karena adat. Kebiasaan pantang mengkonsumsi jenis makanan

tertentu tidak menguntungkan bagi golongan rawan gizi, anak

balita, ibu hamil dan menyusui. ”Pola konsumsi dan kebiasaan

makan pada umumnya dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara

Page 15: Materi Praktikum pendgiz

lain adalah: (1) lingkungan alam; (2) bahan makanan tersedia;

(3) pertimbangan ekonomi; (4) adanya pantang dan tabu; (5)

pendidikan dan kesadaran gizi”. (Sri Hadajani, 1994: 30)

Pola konsumsi makan masyarakat pedesaan di Indonesia

diwarnai oleh jenis-jenis bahan makanan yang umum dan dapat

diproduksi masyarakat setempat. Di daerah dengan pola pangan

pokok besar biasanya belum puas atau mengatakan belum makan

apabila belum makan nasi, meskipun perut sudah kenyang oleh

makanan lain non beras. Zat-zat gizi yang diperlukan tubuh

adalah karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.

Pertumbuhan berat badan balita merupakan parameter yang paling

sesuai karena cukup sensitif yaitu erat hubungannya dengan

konsumsi enersi dan protein yang merupakan dua jenis zat gizi

yang paling sering menimbulkan masalah kesehatan gizi di

Indonesia baik pada skala nasional atau skala daerah. Jenis

dan kuantum zat-zat gizi harus disediakan dengan cukup oleh

makanan yang dimakan. Zat-zat gizi ini terdapat dalam bahan-

bahan makanan yang didalam hidangan yang lengkap dapat

dibedakan menjadi empat kelompok yaitu: (a) kelompok bahan

makanan pokok; (b) kelompok lauk-pauk; (c) kelompok sayur; (d)

kelompok buah pencuci mulut. Dalam susunan hidangan harus

terlihat adanya (a) makanan pokok, (b) laukpauk, (c) sayur,

(d) buah pencuci mulut. Adanya empat kelompok makanan ini

disebut empat sehat. Kemudian kuantum masing-masing kelompok

makanan itu harus dinilai mencukupi kebutuhan atau tidak.

Mengenai kuantitas hidangan, apabila ditambahkan susu maka

hidangan tersebut menjadi lima sempurna. Penambahan makanan

terakhir ini untuk meningkatkan kualitas campuran protein

dalam hidangan. Kuantitas makanan yang dikonsumsi perlu

Page 16: Materi Praktikum pendgiz

mendapat perhatian yang baik juga. Perhitungan yang dilakukan

adalah sangat rumit, sehingga diambil cara lain yang lebih

singkat dan praktis, dengan menggunaan porsi standar bagi

kelompok menu tersebut. Gambaran porsi standar seseorang dari

keempat kelompok makanan tersebut yaitu: (a) standar porsi

makanan pokok adalah beberapa gram beras atau bahan makanan

pengganti sesuai umur atau kira-kira sepiring kecil; (b)

standar porsi lauk ialah beberapa gram sesuai umur atau kira-

kira sepotong kecil, misalnya tahu sepotong; (c) standar porsi

sayur ialah satu mangkok sayur dengan isi sayur daun hijau dan

isi lainnya yang berwarna-warni; (d) standar porsi buah

terdiri atas beberapa gram pepaya, pisang atau jenis buah

lainnya yang kira-kira beratnya sama atau kira-kira sepotong

kecil.

Masakan yang dihidangkan harus mengandung zat-zat gizi

yang diperlukan, baik dalam kualitas maupun dalam

kuantitasnya. Yang pertama harus diperhatikan adalah kuantum

bahan makanan pokok yang diperlukan. Pada balita, kebutuhan

diperkirakan berdasarkan umur. Untuk balita, makanan tersebut

berlainan dengan makanan orang dewasa, sehingga harus

dirancang tersendiri, terpisah dari rancangan makanan bagi

orang dewasa. Balita di Indonesia pada umumnya sudah makan

hidangan yang sama seperti yang dikonsumsi oleh orang dewasa,

kecuali dalam hal rasa makanan. Balita pada umumnya belum

menyukai makanan yang terlalu pedas atau mengandung rasa

keras. Jadi merancang kebutuhan bahan makanan pokok bagi

balita dapat disatukan dengan orang dewasa, dengan

memperhitungkan kebutuhan anak dan orang dewasa. Lauk pauk

sebaiknya dirancang ada yang berasal dari hewan (daging, ikan,

Page 17: Materi Praktikum pendgiz

telur) di samping yang berasal nabati (tahu, tempe, oncom).

Tempe dan tahu lebih baik nilai gizinya dibanding dengan

oncom. Besar dan jumlah potongannya harus diperkirakan cukup

bagi calon konsumen. Bila setiap kali makan (makan siang atau

makan malam) terdapat satu potong lauk hewani dan lauk nabati,

mungkin sudah memenuhi kebutuhan kuantumnya. Bila terpaksa

lauk hewani hanya satu potong saja, ketika makan malam, maka

tambahan lauk nabati dapat menggantikannya ketika makan siang.

Sayuran dapat diperkirakan jenisnya yang diperlukan, yaitu

harus beraneka bahan dan warna-warni. Bahan makanan sayur

tidak perlu yang mahal, tetapi sebaiknya dibuat dari daun-daun

berwarna hijau dan dikombinasikan dengan sayur buah dan

semakin berwarna-warni semakin baik. Sayur buah misalnya

wortel, labu, kacang panjang, tomat, bahkan cabe besar dan

hijau maupun yang merah, setelah bijinya dibuang atau tidak

bagi yang menyukai makanan pedas. Nangka muda juga dapat

dipergunakan dalam sayur campuran bahan ini. Hasil masakan

sayur dapat disediakan untuk masing-masing anggota satu

keluarga satu mangkok untuk makan siang dan satu mangkok lagi

untuk makan malam, maka perkiraan kuantum ini sudah dapat

memadai. Tentu isi mangkok tidak melulu penuh oleh airnya,

melainkan juga cukup mengandung bahan sayurnya. Sayur

berbentuk cah (digoreng dengan minyak) yang tidak banyak

berair, sangat dianjurkan, karena minyak diperlukan untuk

penyerapan vitamin-vitamin tertentu yang ada di dalam sayur

tersebut. Buah-buahan sebaiknya memilih yang tua dan matang,

dan sedang musimnya, agar harganya relatif murah. Buah yang

ada sepanjang tahun ialah pisang dan pepaya, sedang yang

musiman ialah jambu, rambutan, duku, mangga dan sebagainya.

Page 18: Materi Praktikum pendgiz

Kalau sedang musim, sebaiknya buah pencuci mulut itu dipilih

yang dagingnya berwarna. Buah durian misalnya dianggap cocok

untuk dijadikan pencuci mulut setelah makan nasi. Jumlah

berapa kali makan sehari juga perlu diperhatikan. Secara umum

kita makan tiga kali sehari yaitu: sarapan pagi, makan siang

dan makan malam. Hal ini sangat dipengaruhi oleh jenis

pekerjaan seseorang. Menilai cukup tidaknya hidangan harus

dilakukan 24 jam, tetapi yang paling menentukan adalah

hidangan yang dikonsumsi sebagai makan siang dan makan malam,

yang biasanya merupakan hidangan paling lengkap, sedangkan

untuk sarapan pagi sering tidak merupakan hidangan lengkap dan

nasi tidak termasuk didalamnya.

Pola konsumsi makan yang baik adalah pola konsumsi yang

mempertimbangkan jumlah, jenis, dan jadwal pemberian makan

yang baik serta disesuaikan dengan ketercapaian kebutuhan gizi

dari tiap-tiap usia. Hal-hal tersebut harus dipenuhi, bukan

hanya mengutamakan salah satunya saja.

c. Hubungan Antara Pola Konsumsi dan Status Gizi

Pada dasarnya ditinjau dari pemenuhan kebutuhan gizi, pola

konsumsi ada yang menguntungkan dan ada yang kurang atau tidak

menguntungkan. Apabila yang terakhir ini terjadi pada golongan

rawan gizi, lebih-lebih pada penduduk ekonomi lemah, akan

berakibat lebih jelek. Mereka dapat menderita kurang makan dan

kurang gizi yang dapat menimbulkan gangguan fungsional, yaitu:

(1) menurunnya kecerdasan; (2) menurunnya produktivitas kerja;

(3) naiknya frekuensi terkena penyakit infeksi; (4)

meningkatnya angka kesakitan dan kematian. Pola konsumsi

makanan berhubungan dengan status gizi dari seorang balita.

Page 19: Materi Praktikum pendgiz

Mengenai hubungan ini Jalal dan Soekirman (1990) mengatakan:

Penurunan angka prevalensi gizi salah pada anak balita dapat

dicapai dengan peningkatan status gizi dan kesehatan anak.

Gizi kurang pada anakanak disebabkan oleh tidak cukupnya

makanan tambahan dan penyakit infeksi yang keduanya dapat

berawal dari kemiskinan serta lingkungan yang tidak sehat

dengan sanitasi buruk. Infeksi dapat memperburuk keadaan gizi

sebaliknya gangguan gizi memperburuk kemampuan anak untuk

mengatasi penyakit infeksi. Status gizi anak balita merupakan

salah satu indikator yang dapat dipakai untuk menunjukkan

kualitas hidup suatu masyarakat, dan juga memberikan

kesempatan intervensi sehingga akibat lebih buruk dapat

dicegah dan perencanaan lebih baik dapat dilakukan untuk

mencegah anakanak lain dari penderitaan yang sama.

Seperti diketahui bahwa faktor-faktor dalam pola kebiasaan

makan bersifat multidimensional. Kebiasaan makan dapat

dipelajari dan diukur menurut prinsipprinsip ilmu gizi melalui

pendidikan, latihan, dan penyuluhan, sejak manusia mulai

mengenal makanan untuk kelangsungan hidupnya. Menurut Sri

Handajani (1994: 35-36), ”Pola kebiasaan makan balita, ibulah

yang banyak berperanan disamping anggota keluarga lainnya

serta masyarakat lingkungannya”.

4. Gizi balita

Status Kesehatan Anak Balita

Menurut King dan Burgess (1995) dalam Masithah (2002), gizi

kurang pada anak balita akan berpengaruh pada kurangnya energi

serta daya tahan dan imunitas terhadap infeksi. Rendahnya daya

tahan dan imunitas terhadap infeksi pada anak yang kurang gizi

Page 20: Materi Praktikum pendgiz

menyebabkan anak lebih mudah sakit. Pelletier et al. (1995)

menyimpulkan bahwa lebih dari setengah kematian bayi

disebabkan oleh kurang gizi yang berkaitan dengan penyakit

infeksi (Yoon et al. 1997). Anak balita biasanya memperoleh

berbagai infeksi, khususnya ketika usia 6 bulan hingga 3

tahun, diantaranya batuk dan pilek, malaria dan campak.

Infeksi menyebabkan kurang gizi karena mengurangi konsumsi

pangan sementara kebutuhan zat gizi tubuh meningkat. Anak

balita kurang gizi membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh

dari penyakitnya daripada anak yang bergizi normal (King &

Burgess 1995 dalam Masithah 2002). Anak balita yang kurang

gizi jauh lebih mudah terkena diare daripada anak yang lebih

besar atau orang dewasa. Hal ini disebabkan anak balita harus

menciptakan kekebalan terhadap bermacam-macam organisme pada

saat mereka juga sedang membutuhkan banyak bahan makanan untuk

pertumbuhan (Sukarni 1994). Anak-anak yang mengalami kurang

gizi akan menderita diare selama 3 hari, batuk selama 4 hari

dan demam selama 3 hari setiap bulan, sehingga dalam sebulan

anak akan sakit selama 10 hari. Kurang gizi pada anak balita

berhubungan dengan peningkatan 10-45 persen kejadian diare dan

30-35 persen lamanya diare (McGuire & Austin 1987 dalam

Masithah 2002).

Status Gizi Anak Balita

Masa balita merupakan proses pertumbuhan yang pesat dimana

anak memerlukan perhatian dan kasih sayang dari orangtua dan

lingkungannya. Disamping itu, anak balita membutuhkan zat gizi

yang seimbang agar proses pertumbuhan tidak terhambat, karena

balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita

akibat kekurangan gizi (Santoso & Lies 2004). Status gizi

Page 21: Materi Praktikum pendgiz

merupakan salah satu faktor yang menentukan sumberdaya manusia

dan kualitas hidup. Riyadi (2001) mendefinisikan status gizi

sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang

yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbtion) dan

penggunaan (utilization) zat gizi. Pada dasarnya, status gizi

merupakan refleksi dari makanan yang dikonsumsi dan dimonitor

dari pertumbuhan fisik anak.

Anak balita merupakan salah satu kelompok penduduk yang rawan

terhadap kekurangan gizi makro, terutama Kurang Energi Protein

(KEP). Keadaan gizi kurang tingkat berat pada masa bayi dan

balita ditandai dengan dua macam sindrom yang jelas, yaitu

Kwashiorkor karena kurang konsumsi protein dan Marasmus karena

kurang konsumsi energi dan protein. Kwarsiorkor banyak dijumpai

pada bayi dan anak balita pada keluarga berpenghasilan rendah

dan umumnya kurang sekali pendidikannya, sedangkan Marasmus

banyak terjadi pada bayi dibawah usia satu tahun karena tidak

mendapatkan ASI atau penggantinya (Suhardjo 2003). Santoso dan

Lies (2004) mengungkapkan bahwa keadaan gizi kurang pada anak-

anak mempunyai dampak pada kelambatan pertumbuhan dan

perkembangannya yang sulit disembuhkan. Oleh karena itu,

kemampuan untuk belajar dan bekerja serta bersikap pada anak

yang kurang gizi akan lebih terbatas daripada anak yang

normal. Komponen penilaian status gizi, meliputi konsumsi

pangan, pemeriksaan biokimia, pemeriksaan klinis dan riwayat

kesehatan, pemeriksaan antropometri, serta data psikososial.

Selanjutnya, Jahari (1995) dalam Briawan dan Herawati (2005)

menjelaskan bahwa antropometri erat kaitannya dengan status

gizi seseorang, terutama pada masa pertumbuhan. Selain itu,

antropometri paling sesuai digunakan di negara berkembang,

Page 22: Materi Praktikum pendgiz

seperti Indonesia, daripada pengukuran secara klinis dan

biokimia yang mahal dan sulit dilakukan. Antropometri secara

umum berarti ukuran tubuh manusia. Jika ditinjau dari sudut

pandang gizi, antropometri gizi berhubungan dengan berbagai

macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari

berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan

untuk melihat ketidakseimbangan energi dan protein.

Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan

proporsi jaringan tubuh, seperti lemak, otot, dan jumlah air

dalam tubuh (Supariasa, Bakri & Fajar 2002). Indeks

antropometri yang umum digunakan untuk menilai status gizi,

antara lain berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan

menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan

(BB/TB). Berat badan adalah salah satu parameter yang

memberikan gambaran massa tubuh (tulang, otot dan lemak) dan

merupakan indikator yang sangat labil. Massa tubuh sangat

sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya

karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau

berkurangnya jumlah makanan yang dikonsumsi (Supariasa, Bakri

& Fajar 2002). Dengan demikian, indeks BB/U menggambarkan

status gizi masa kini. Indeks ini dapat digunakan untuk

mendeteksi underweight dan overweight (Riyadi 2001).

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan

keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi

badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur (Supariasa, Bakri

& Fajar 2002). Defisit TB/Umenunjukkan ketidakcukupan gizi dan

kesehatan secara kumulatif dalam jangka panjang. Stunting

merefleksikan proses kegagalan untuk mencapai pertumbuhan

linear sebagai akibat dari keadaan gizi dan/atau kesehatan

Page 23: Materi Praktikum pendgiz

yang subnormal. Dengan demikian, indeks TB/U menggambarkan

status gizi masa lalu (Riyadi 2001). Berat badan memiliki

hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan

normal, perkembangan berat badan akan searah dengan

pertumbuhan berat badan dengan kecepatan tertentu. Indeks

BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi

saat ini dan biasanya digunakan bila data umur sulit diperoleh

(Supariasa, Bakri & Fajar 2002). Istilah wasting secara luas

digunakan untuk menjelaskan proses yang mengarah pada

terjadinya kehilangan berat badan sebagai konsekuensi dari

kelaparan akut dan/atau penyakit berat (Riyadi 2001). Standar

pengukuran antropometri untuk menentukan status gizi bermacam-

macam, diantaranya Standar Tanner, Standar Boston atau

Harvard, dan Standar National Center for Health Statistics

(NCHS). World Health Organization (WHO) merekomendasikan menggunakan

standar NCHS karena pengumpulan data NCHS lebih menggambarkan

populasi yang sebenarnya (Husaini 1988 dalam Masithah 2002).

Terdapat dua cara penilaian dengan standar WHO-NCHS, yaitu

persen terhadap median dan z-skor. Keuntungan menggunakan z-

skor adalah hasil hitung telah dilakukan menurut simpangan

baku, sehingga lebih akurat dan dapat dibandingkan untuk

setiap kelompok umur dan indeks antropometri. WHO (1995)

membuat indeks beratnya masalah gizi pada keadaan darurat

didasarkan pada prevalensi underweight, wasting dan stunting yang

ditemukan pada suatu wilayah survei.

5. 1000 hari kehidupan

Pemenuhan gizi yang optimal selama masa 1000 hari pertumbuhan, selain

memberi kesempatan bagi anak untuk hidup lebih lama, lebih sehat, dan lebih

Page 24: Materi Praktikum pendgiz

produktif, juga berisiko lebih rendah dari menderita penyakit degeneratif

(melemahnya fungsi sel tubuh menjadi lebih buruk akibat proses penuaan atau

perubahan gaya hidup) di usia dewasa. Antara lain, penyakit gula darah (diabetes

mellitus), stroke, jantung koroner, obesitas dan sebagainya.

Pada dasarnya, di 1000 hari awal kehidupan, pertumbuhan dan

perkembangan anak berlangsung secara cepat. Saat masih dalam

kandungan misalnya, janin bertumbuh dengan cepat hingga

mencapai berat badan 2,5-4,0 kg hingga menjelang dilahirkan.

Pada masa itu, dasar-dasar perkembangannya pun sudah

terbentuk. Cetak biru otaknya misalnya, sudah terbentuk pada 3

bulan pertama usia kehamilan.

MENGAPA 1000 HARI?

Rentang 1000 hari awal kehidupan yang harus menjadi perhatian

ini bukan tanpa alasan. Selama ini dipahami bahwa pertumbuhan

anak yang berlangsung secara cepat terjadi pada masa-masa

awal, yaitu tahun pertama dan kedua usia anak. Namun, dalam

kasus-kasus kekurangan gizi, justru fakta menunjukkan bahwa

penurunan status gizi terjadi pada periode ini.

Dilihat berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan

(BB/TB), penurunan status gizi dimulai sekitar usia 3 bulan

hingga 15 bulan. Karenanya, jika intervensi peningkatan asupan

gizi dilakukan setelah anak berusia 2 tahun, maka intervensi

tersebut sangat tidak efektif. Mengapa? Karena kondisi anak

sebenarnya mulai memburuk jauh sebelum anak berusia 2 tahun

dan itu proses yang tidak dapat diulang (irreversible).

Namun, tidak berarti anak usia 2 tahun ke atas tidak

membutuhkan perhatian lagi, melainkan skala prioritasnya telah

terlewati. Sekali periode ini terlewati, maka tak dapat

diulangi lagi. Para ahli menyatakan periode usia anak di bawah

Page 25: Materi Praktikum pendgiz

2 tahun dikenal sebagai “periode emas” atau “Window of

Opportunity”. Dengan begitu, kalau ingin medapatkan generasi yang

sehat dan kuat, maka skala prioritas 1000 hari pertumbuhan

dimulai saat anak masih dalam kandungan hingga usia 2 tahun.

Kekurangan gizi pada awal kehidupan anak akan berdampak pada

kualitas sumberdaya manusia. Anak yang kurang gizi akan tumbuh

lebih pendek (berat lahir rendah) dan berpengaruh terhadap

perkembangan kognitif (perkembangan kecerdasan anak sejalan

dengan perkembangan usianya), dan kemungkinan keberhasilan

pendidikan, serta menurunkan produktivitas pada usia dewasa.

Selain itu, gizi kurang/buruk merupakan penyebab dasar

kematian bayi dan anak.

Karenanya, yang harus disadari secara sungguh-sungguh adalah

jika terjadi kegagalan pertumbuhan (growth faltering) pada periode

emas ini, hal itu tidak saja berdampak terhadap pertumbuhan

fisik anak, melainkan juga perkembangan kognitif dan

kecerdasan lainnya. Meski gangguan pertumbuhan fisik anak

masih dapat diperbaiki di kemudian hari dengan peningkapan

asupan gizi yang baik misalnya, namun tidak dengan

perkembangan kecerdasannya. Fakta-fakta ilmiah menunjukkan

bahwa kekurangan gizi yang dialami ibu hamil yang kemudian

berlanjut hingga anak berusia 2 tahun akan mengakibatkan

penurunan tingkat kecerdasan anak. Sayangnya, periode emas

inilah yang seringkali kurang menjadi perhatian keluarga, baik

karena kurangnya pengetahuan maupun luputnya skala prioritas

yang harus dipenuhi.

Untuk mendorong kesadaran dan wawasan masyarakat terkait

strategisnya “periode emas” ini, dalam rangka peringatan Hari

Gizi Nasional 2012, pemerintah memilih tema “1000 hari pertama

Page 26: Materi Praktikum pendgiz

kehidupan anak menuju Indonesia Prima”. Ini karena periode

1000 hari awal kehidupan anak merupakan masa kritis untuk

investasi gizi ke masa depan. Terutama dalam mencapai

pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal. Masa awal ini

sangat singkat, sehingga peluang bagi perbaikan gizi, dan pada

akhirnya pengembangan SDM, tidak boleh dilewatkan. Adapun

titik kritis yang harus diperhatikan dalam periode pertumbuhan

anak adalah:

Dalam kandungan (280 hari). Pastikan ibu memiliki status

gizi baik sebelum dan selama hamil, tidak mengalami

kurang gizi kronik dan anemia. Selama hamil ibu

mengonsumsi makanan bergizi sesuai kebutuhan. Porsi kecil

tapi sering jauh lebih baik. Memperbanyak konsumsi sayur

dan buah. Suplemen zat besi (Fe), asam folat, vitamin C

sangat dibutuhkan untuk menjaga ibu dari anemia.

Memeriksakan kehamilan secara rutin. Memasuki kehamilan

trimester ke-3, sebaiknya ibu dan suami sudah mendapatkan

informasi tentang menyusui (ASI).

Umur 0-6 bulan (180 hari). Bayi baru lahir harus

mendapatkan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Dukung Ibu agar

memberi ASI Eksklusif dan memantau pertumbuhan secara

teratur. Kebutuhan bayi akan zat-zat gizi adalah yang

paling tinggi, bila dinyatakan dalam satuan berat badan,

karena bayi sedang ada dalam periode pertumbuhan yang

sangat pesat (Sediaoetama 2006). Makanan pertama dan

utama bagi bayi adalah ASI (Air Susu Ibu). ASI merupakan

makanan yang paling ideal bagi bayi karena mengandung

semua zat gizi yang dibutuhkan bayi. Selain itu, tidak

ada susu buatan manusia yang dapat memberikan

Page 27: Materi Praktikum pendgiz

perlindungan kekebalan tubuh bayi seperti kolostrum

(Krisnatuti & Yenrina 2000).

Titiek dan Budiarso (1998) dalam Purwandani (2005)

menerangkan bahwa pola pemberian ASI yang dianjurkan,

yaitu pemberian ASI segera setengah jam setelah bayi

lahir, kemudian pemberian ASI saja sampai bayi berumur 4-

6 bulan (ASI eksklusif). Pemberian ASI dilanjutkan dengan

frekuensi sesuai dengan kehendak bayi hingga berumur

sekitar dua tahun (Suhardjo 1989). Pemberian makanan

pendamping ASI (MP-ASI) pada anak juga harus benar.

Menurut Krisnatuti dan Yenrina (2000), pemberian makanan

pada bayi terlalu dini akan menimbulkan gangguan

kesehatan, seperti sakit perut, diare, sembelit, infeksi,

kurang darah, alergi, dan sulit tidur pada malam hari.

Sebaliknya, pemberian makanan yang terlambat akan

menghambat pertumbuhan bayi. Bayi berumur 4-6 bulan telah

siap menerima makanan setengah padat, yang disebut dengan

masa penyapihan. Penyapihan berarti suatu proses dimana

bayi secara perlahan-lahan dibiasakan dengan makanan

orang dewasa. Malnutrisi sering terjadi pada masa ini

karena banyak keluarga yang tidak mengerti kebutuhan

khusus bayi dan cara membuat MP-ASI yang bergizi. MP-ASI

sebaiknya mengandung energi dan protein tinggi, vitamin

dan mineral dalam jumlah yang cukup, dapat diterima

dengan baik, harganya relatif murah, serta dapat

diproduksi dari bahan pangan lokal (Muchtadi 2002). Bayi

berumur 4-6 bulan telah siap menerima makanan setengah

padat, yang disebut dengan masa penyapihan. Penyapihan

berarti suatu proses dimana bayi secara perlahan-lahan

Page 28: Materi Praktikum pendgiz

dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Malnutrisi sering

terjadi pada masa ini karena banyak keluarga yang tidak

mengerti kebutuhan khusus bayi dan cara membuat MP-ASI

yang bergizi. MP-ASI sebaiknya mengandung energi dan

protein tinggi, vitamin dan mineral dalam jumlah yang

cukup, dapat diterima dengan baik, harganya relatif

murah, serta dapat diproduksi dari bahan pangan lokal

(Muchtadi 2002).

Sejak dilahirkan dan dilanjutkan hingga beberapa tahun,

makanan anak-anak tergantung pada orang lain, terutama

keluarga. Kondisi lingkungan keluarga akan menentukan

kesukaan atau ketidaksukaan seseorang terhadap jenis

makanan tertentu. Menurut Anwar (1989), makanan yang

dikonsumsi anak-anak harus berupa sumber yang baik dan

sekurang-kurangnya mengandung lima macam zat gizi utama

dalam jumlah yang cukup. Penyelenggaraan makan untuk

anak, yaitu dalam hal keindahan dan variasi hidangan,

juga perlu diperhatikan agar tampak menarik bagi anak.

Selain itu, orangtua seharusnya memberikan pujian ketika

anak berhasil menghabiskan makanannya. Anak-anak usia

prasekolah sering mengalami fase sulit makan. Penyediaan

makanan dalam jumlah yang cukup dan beraneka ragam

jenisnya belum menjamin akan dikonsumsi oleh anak.

Penurunan nafsu makan anak disebabkan oleh penurunan

tingkat pertumbuhan dan sebagian anak sudah mengembangkan

jenis makanan yang disukai dan tidak disukai. Jika

masalah makan ini berkepanjangan maka dapat mengganggu

tumbuh kembang anak, karena jumlah dan jenis zat gizi

yang masuk ke dalam tubuhnya berkurang (Khomsan 2004).

Page 29: Materi Praktikum pendgiz

Konsumsi pangan anak dapat dipengaruhi oleh orang dewasa

dalam keluarga. Menurut Engle, Menon dan Haddad (1997),

praktek pengasuhan makan terdiri dari pemberian makan

yang sesuai umur dan kemampuan anak, kepekaan ibu atau

pengasuh mengetahui waktu makan anak dan menumbuhkan

nafsu makan anak, serta menciptakan situasi makan yang

baik, seperti memberi rasa nyaman saat makan. Hasil

penelitian Ogunba (2006) menyebutkan bahwa perilaku ibu

yang benar selama memberi makan akan meningkatkan

konsumsi pangan anak dan pada akhirnya akan meningkatkan

status gizi anak.

Umur 6-8 bulan (60 hari), Umur 8-12 bulan (120 hari) dan

Umur 12-24 bulan (360 hari). Pastikan ibu mengetahui

jenis dan bentuk makanan, serta frekuensi pemberian

makanan yang tepat. Ibu harus tahu transisi pemberian

makanan mulai dari makanan cair atau lumat (6-8 bulan),

lembek dan lunak/semi padat (8-12 bulan) dan padat (12-24

bulan). Dukung ibu untuk terus memberi ASI Eksklusif,

mengolah dan memilih makanan yang bernilai gizi tinggi.

Memantau pertumbuhan dan memeriksa kesehatan anak secara

teratur. **