BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid
mencakup sistem limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat
heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran kelenjar
limfe diikuti splenomegali, hepatomegali, dan kelainan sumsum
tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodal yaitu di luar
sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus digestivus,
paru, kulit, dan organ lain. Dalam garis besar, limfoma dibagi
dalam 4 bagian, diantaranya limfoma Hodgkin (LH), limfoma
non-hodgkin (LNH), histiositosis X, Mycosis Fungoides. Dalam
praktek, yang dimaksud limfoma adalah LH dan LNH, sedangkan
histiositosis X dan mycosis fungoides sangat jarang ditemukan.
Saat ini, sekitar 1,5 juta orang di dunia hidup dengan limfoma
maligna terutama tipe LNH, dan dalam setahun sekitar 300 ribu orang
meninggal karena penyakit ini. Dari tahun ke tahun, jumlah
penderita penyakit ini juga terus meningkat. Sekadar gambaran,
angka kejadian LNH telah meningkat 80 persen dibandingkan angka
tahun 1970-an.
Data juga menunjukkan, penyakit ini lebih banyak terjadi pada
orang dewasa dengan angka tertinggi pada rentang usia antara 45
sampai 60 tahun. Sedangkan pada Limfoma Hodgkin (DH) relative
jarang dijumpai, hanya merupaka 1 % dari seluruh kanker.
Di negara barat insidennya dilaporkan 3,5/100.000/tahun pada
laki-laki dan 2,6/100.000/tahun pada wanita. Di Indonesia, belum
ada laporan angka kejadian Limfoma Hodgkin. Penyakit limfoma
Hodgkin banyak ditemukan pada orang dewasa muda antara usia 18-35
tahun dan pada orang di atas 50 tahun.
1.2 Skenario
Seorang laki-laki usia 34 tahun dengan keluhan nyeri perut
terus-menerus,demam, nafsu makan kurang , berat badan juga menurun
kurang lebih sejak 3 bulan dan merasakan ada benjolan diperut
kadang hilang,kadang timbul, dada nyeri bila perut juga nyeri.
Sebelumnya pasien tidak pernah menderita penyakit serupa. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, dan Compas Mentis,
serta gizi cukup. Vital sign dengan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi
96x/menit, RR 16x/menit, Suhu 36 C. Pemeriksaan fisik status
lokalis abdomen pada inspeksi tampak dinding perut lebih tinggi
dari dinding dada. Pada auskultasi terdengar suara peristaltik usus
meningkat, perkusi terdengar timpani. Pada palpasi ditemukan
dinding abdomen distensi, nyeri tekan di kuadran kiri atas dan
teraba massa padat . Pemeriksaan dengan USG abdomen ukuran dan
echostruktur parenkim hepar normal, hemogeny, sudut lancip, tepi
lancip, tak tampak pelebaran sistem bilier et vaskuler
intrahepatal. Tampak nodul hipoechoic multipel di kedua lobur
hepar, batas tegas, tepi lancip. Tampak multipel nodul hipoechoic
para aortic, lobulated. Didapatkan kesan limfadenopati para aortic
suppect NHL dan multipel nodul hepar suggestive hepatal matastase
noduler type.
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa yang menyebakan adanya benjolan disebelah kiri
pasien?
2. Kenapa nafsu makan pasien menurun?
3. Kenapa benjolan diperut pasien kadang timbul kadang
hilang?
4. Kenapa setelah dilakukan pemeriksaan mendapatkan hasil gizi
pasien cukup sedangkan pasien mengeluh BB turun ?
5. Bagaimana dengan hasil vital sign pasien apakan normal?
6. Kenapa bagian dinding abdomen pasien lebih tinggi daripada
bagian dada pasien ?
1.4 Tujuan
1. Defenisi Limfoma Maligna
2. Etiologi Limfoma Maligna
3. Tanda dan Gejala
4. Patofisiologi
5. WOC
6. Komplikasi
7. Penatalaksanana
8. Pemeriksaan Penunjang
9. Asuhan Keperawatan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Defenisi Limfoma Maligna
a. Pengertian Limfoma
Limfoma adalah suatu kanker (keganasan) dari sistem limfatik
(getah bening). Sistem limfatik membawa tipe khusus dari sel darah
putih yang disebut limfosit melalui suatu jaringan dari saluran
tubuler (pembuluh getah bening) ke seluruh jaringan tubuh, termasuk
sumsum tulang.
Limfoma Hodgkin adalah kanker jaringan limfoid, biasanya
kelenjar limfe dan limfa. Penyakit ini adalah salah satu kanker
yang tersering dijumpai pada orang dewasa muda, terutama pria muda.
Terdapat empat klasifikasi penyakit Hodgkin, berdasarkan sel yang
terlibat dan apakah bentuk neoplasmanya nodular atau tidak. Dari
penentuan stadium penyakit Hodgkin sangat perlu dilakukan, karena
dapat memberi petunjuk mengenai pengobatan dan sangat mempengaruhi
hasil akhir. Stadium-stadium awal penyakit Hodgkin, stadium I dan
II, biasanya dapat disembuhkan. Angka kesembuhan untuk stadium III
dan IV cenderung masing-masing adalah 75% dan 60%.
Penyakit Hodgkin adalah suatu penyakit klonal, yang berasal dari
suatu sel yang abnormal. Populasi sel abnormal tidak diketahui
tetapi tampaknya berasal dari sel B atau T, atau suatu monosit.
Sel-sel neoplastik pada penyakit Hodgkin disebut sel
Reed-Steinberg. Sel-sel ini terselip diantara jaringan limfoid
normal yang terdapat di organ-organ limfoid. (Elizabeth j.
Corwin:135)
Penyakit Hodgkin (Limfoma Hodgkin) adalah suatu jenis limfoma
yang dibedakan berdasarkan jenis sel kanker tertentu yang disebut
sel Reed-Steinberg, yang memiliki tampilan yang khas dibawah
mikroskop. Sel Reed-Steinberg memiliki limfositosis besar yang
ganas yang lebih besar dari satu inti sel. Sel-sel tersebut dapat
dilihat pada biopsi yang diambil dari jaringan kelenjar getah
bening, yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop. (Medicastore,
2009)
Penyakit Hodgkin (Hodgkin Disease) atau Limfoma Hodgkin ialah
limfoma maligna yang khas ditandai oleh adanya sel Reed Steinberg
dengan latar belakang sel radang pleomorf (limfosit, eosinofil, sel
plasma dan histiosit). (Hematologi Klinik Ringkas, 2007)
Penyakit Hodgkin adalah penyakit keganasan tanpa diketahui
penyebabnya yang berasal dari sistem limfatika dan terutama
melibatkan sistem limfe. (Keperawatan Medikal Bedah 2, 2002 :
hlm.957)
Jadi dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan limfoma
maligna adalah bentuk keganasan dari system limfatik yaitu sel-sel
limforetikular yaitu sel B, sel T dan histiosit yang akan
menghasilkan sel tumor yang tumbuh dan menyerang organ disekitarnya
sperti ke hati, sum-sum tulang dan otak dll
b. Klasifikasi
1. Dari jenis penyakit
Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu
penyakit Hodgkin (PH) dan limfoma non Hodgkin (LNH). Keduanya
memiliki gejala yang mirip. Perbedaannya dibedakan berdasarkan
pemeriksaan patologi anatomi dimana pada PH ditemukan sel Reed
Sternberg, dan sifat LNH lebih agresif
2. Dari Stadium
Stadium
Penyebaran penyakit
Kemungkin untuk sembuh(angka harapan hidup selama 15 tahun tanpa
penyakit lebih lanjut)
I
Terbatas ke kelenjar getah bening dari satu bagian
tubuh(misalnya leher bagian kanan)
Lebih dari 95%
II
Mengenai kelenjar getah bening dari 2 atau lebih daerah pada
sisi yang sama daridiafragma, diatas atau dibawahnya(misalnya
pembesaran kelenjar getah bening di leher dan ketiak)
90%
III
Mengenai kelenjar getah bening diatas &
dibawahdiafragma(misalnya pembesaran kelenjar getah bening di leher
dan selangkangan)
80%
IV
Mengenai kelenjar getah bening dan bagian tubuh lainnya(misalnya
sumsum tulang, paru-paru atau hati
60-70%
2.2 Etiologi
Penyebab LNH belum jelas diketahui. Para pakar cenderung
berpendapat bahwa terjadinya LNH disebabkan oleh pengaruh
rangsangan imunologis persisten yang menimbulkan proliferasi
jaringan limfoid tidak terkendali. Diduga ada hubungan dengan virus
Epstein Barr LNH kemungkinan ada kaitannya dengan factor keturunan
karena ditemukan fakta bila salah satu anggota keluarga menderita
LNH maka risiko anggota keluarga lainnya terjangkit tumor ini lebih
besar disbanding dengan orang lain yang tidak termasuk keluarga
itu. Pada penderita AIDS : semakin lama hidup semakin besar
risikonya menderita limfoma.
Terdapat beberapa fakkor resiko terjadinya LNH, antara lain
:
a) Imunodefisiensi
25% kelainan heredier langka yang berhubungan dengan terjadinya
LNH antara lain adalah :severe combined immunodeficiency,
hypogammaglobulinemia, common variable immunodeficiency, Wiskott
Aldrich syndrome dan ataxia-telangiectasia. Limfoma yang
berhubungan dengan kelainan-kelainan tersebut seringkali
dihubungkan pula denganEpstein Barr Virus (EBV)dan jenisnya
beragam.
b) Agen infeksius
EBV DNA ditemukan pada limfoma Burkit sporadic. Karena tidak
pada semua kasus limfoma Burkit ditemukan EBV, hubungan dan
mekanisme EBV terhadap terjadinya limfoma Burkit belum
diketahui.
c) Paparan lingkungan dan pekerjaan
Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi
adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini
disebabkan adanyapaparan herbisida dan pelarut organic.
d) Diet dan Paparan lsinya
Risiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan tinggi
lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV4,5.
e) Usia
Penyakit limfoma maligna banyak ditemukan pada usia dewasa muda
yaitu antara 18-35 tahun dan pada orang diatas 50 tahun
f) Jenis kelamin
Penyakit limfoma maligna lebih banyak diderita oleh pria
dibandingkan wanita
g) Gaya hidup yang tidak sehat
Risiko Limfoma Maligna meningkat pada orang yang mengkonsumsi
makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan
UV
h) Pekerjaan
Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi
terkena limfoma maligna adalah peternak serta pekerja hutan dan
pertanian.
i) Paparan Zat Kimia
beberapa penelitian mengatakan bahwa bahan kimia seperti benzena
dan insektisida berhubungan dalam meningkatkan risiko terkena
Limfoma Non-Hodkin. Beberapa juga mengatakan obat-obatan yang
digunakan untuk terapi kanker juga dapat meningkatkan risiko
terkena Limfoma Non-Hodkin beberapa tahun kemudian.
2.3 Tanda dan Gejala
Gejala umum penderitalimfoma non-Hodgkinyaitu :
a. Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit.
b. Demam.
pasien mungkin juga hadir dengan demam tinggi kelas siklis
dikenal sebagai demam Pel-Ebstein, atau lebih sederhana "demam PE".
Namun, ada perdebatan mengenai apakah atau tidak demam PE
benar-benar ada.
c. Keringat malam.
d. Rasa lelah yang dirasakan terus menerus.
e. Gangguan pencernaan dan nyeri perut.
f. Hilangnya nafsu makan.
g. Nyeri tulang.
h. Bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe
yang terkena.
i. Limphadenopaty superficial
Sebagian besar pasien datang dengan pembesaran kelenjar getah
bening asimetris yang tidak nyeri pada satu atau lebih region
kelenjar getah bening perifer.
Gejala
Penyebab
Kemungkinan timbulnya gejala
Gangguan pernafasanPembengkakan wajah
Pembesaran kelenjar getah bening di dada
20-30%
Hilang nafsu makanSembelit beratNyeri perut atau perut
kembung
Pembesaran kelenjar getah bening di perut
30-40%
Pembengkakan tungkai
Penyumbatan pembuluh getah bening di selangkangan atau perut
10%
Penurunan berat badanDiareMalabsorbsi
Penyebaran limfoma ke usus halus
10%>
Pengumpulan cairan di sekitar paru-paru(efusi pleura)
Penyumbatan pembuluh getah bening di dalam dada
20-30%
Daerah kehitaman dan menebal di kulit yang terasa gatal
Penyebaran limfoma ke kulit
10-20%
Penurunan berat badanDemamKeringat di malam hari
Penyebaran limfoma ke seluruh tubuh
50-60%
Anemia(berkurangnya jumlah sel darah merah)
Perdarahan ke dalam saluran pencernaanPenghancuran sel darah
merah oleh limpa yang membesar & terlalu aktifPenghancuran sel
darah merah oleh antibodi abnormal (anemia hemolitik)Penghancuran
sumsum tulang karena penyebaran limfomaKetidakmampuan sumsum tulang
untuk menghasilkan sejumlah sel darah merah karena obat atau terapi
penyinaran
30%, pada akhirnya bisa mencapai 100%
Mudah terinfeksi oleh bakteri
Penyebaran ke sumsum tulang dan kelenjar getah bening,
menyebabkan berkurangnya pembentukan antibody
20-30%
2.4 Patofisiologi
Sel ganas pada penyakit NHL adalah limfosit yang berada pada
salah satu tingkat diferensiasinya dan berproliferasi secara
banyak. Apabila sel limfosit dirangsang oleh antigen, akan
bertransformasi melalui berbagai tingkatan untuk dapat mencapai
bentuk yang berfungsi sesuai dengan tugasnya.
Limfosit bahkan berdeferensiasi menjadi sel plasma yang
membentuk antibodi, sedangkan limfosit akan berdiferensiasi menjadi
bentuk sel aktif, jadi ada limfoma Non Hodkins yang berasal dari
limfosit B dan ada yang berasal dari limfosit T.
Transformasi limfosit B
Menurut Lukes, limfosit B yang dirangsang pertama kali mengalami
lekukan pada intinya. Sel-sel yang intinya melekuk berangsur-angsur
membesar dan memperoleh bingkai sitoplasma yang kecil. Dengan
demikian menjadi sel-sel besar dengan molekul.
Pada tahap berikutnya lekukan pada inti menghilang, inti sel
menjadi bulat atau lonjong, kromatinnya menjadi halus, anak inti
muncul. Sel-sel pada tahap transformasi ini disebut sel-sel kecil
dengan inti molekul. Sel-sel inti terus membesar sampai ukurannya
menjadi kira-kira empat kali atau lebih dari ukuran limfosit
semula. Pada tahap ini anak inti menjadi mencolok dan terletak
didekat membran inti. Sel-sel tersebut kemudian bergerak keluar
dari folikel dan masuk kedalam daerah interfolikel, akhirnya
sel-sel ini berubah menjadi immunobias.
Sel-sel yang terakhir ini mempunyai anak inti yang lebih
mencolok dan intinya eksentrik. Sel yang letak intinya tidak
molekul dan immunobias adalah sel yang berproliferasi secara aktif
berproliferasi secara aktif immunoblas-immunoblas itu kemudian
berubah menjadi limfosit-limfosit kecil yang non aktif jika
rangsangan penyabab proliferasi mereda.
Transformasi Limfosit T
Laurent dan lukes mengemukakan bahwa bila limfosit T berhubungan
dengan antigen untuk pertama kalinya sel itu akan berubah menjadi
immunoblas. Selanjutnya immunoblas ini akan berproliferasi dan
berdiferensiasi menjadi limfosit T kecil yang mengatur reaksi sel B
(sel T herper) melakukan fungsi imunitas seluler seperti
hiperaktifitas lambat, reaksi sitotoksik terhadap yang terinfeksi
virus dan sebagainya (Soeparman, 1990).
Limfoma maligna ini berasal dari sel limfosit. Tumor ini
biasanya bermula dari nodus limfe, tetapi dapat melibatkan jaringan
limfoid dalam limpa, traktus gastrointestinal (misalnya dinding
lembung), hati, atau sumsum tulang. Sel limfosit dalam kelenjar
limfe juga berasal dari sel-sel indik multipotensial di dalam
sumsum tulang. Sel induk multipotensial pada tahap awal
bertransformasi menjadi sel progenitor limfosit yang kemudian
berdiferensiasi melalui dua jalur.
Sebagian mengalami pematangan dalam kelenjar thymus untuk
menjadi limfosit T, dan sebagian lagi menuju kelenjar limfe atau
tetap berada dalam sumsum tulang dan berdiferensiasi menjadi sel
limfosit B. Apabila ada rangsangan oleh antigen yang sesuai maka
limfosit T maupun B akan bertransformasi menjadi bentuk aktif dan
berpoliferasi.
Limfosit T aktif menjalankan fungsi respon imunitas seluler.
Sedangkan limfosit B aktif menjadi imunoblas yang kemudian menjadi
sel plasma yang membentuk imunoglobulin. Perubahan limfosit normal
menjadi sel limfoma merupakan akibat terjadinya mutasi gen pada
salah satu sel dari sekelompok sel limfosit tua yang tengah berada
dalam proses transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat adanya
rangsangan imunogen).
Hal ini terjadi didalam kelenjar getah bening, dimana sel
limfosit tua berada di luar centrum germinativum sedangkan
imunoblast berada di bagian paling sentral centrum germinativum.
Apabila membesar maka dapat menimbulkan tumor dan apabila tidak
ditangani secara dini maka menyebabkan limfoma maligna
Penyebab tumor ini tidak diketahui dengan jelas, namun terdapat
beberapa faktor risiko antara lain : imunodefisiensi, agen
infeksius, paparan lingkungan dan pekerjaan (seperti pekerja hutan,
petrnak dan pertanian), terkena paparan ultraviolet, merokok, dan
mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani.
Tanda dan gejala yang timbul antara lain kelelahan, malaise
penurunan berat badan, peningkatan suhu, kerentanan infeksi,
disfagia anoreksia, mual, muntah, konstipasi, anemia, timbul edema
anasarka, tekanan darah turun, sesak nafas bila tumbuh di daerah
dada dan kelainan/pembesaran organ.
Apabila kondisi ini berlangsung terus-menerus, maka dapat
menimbulkan komplikasi yaitu efusi pleura, fraktur tulang,
paralisis dan kematin pasti terjadi dalam 1 sampai 3 tahun bila
tanpa penanganan.
2.6 Komplikasi
Komplikasi yang dialami pasien dengan limfoma maligna
dihubungkan dengan penanganan dan berulangnya penyakit. Efek-efek
umum yang merugikan berkaitan dengan kemoterapi meliputi :
alopesia, mual, muntah, supresi sumsum tulang, stomatitis dan
gangguan gastrointestinal. Infeksi adalah komplikasi potensial yang
paling serius yang mungkin dapat menyebabkan syok sepsis.
Efek jangka panjang dari kemoterapi meliputi kemandulan,
kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal. Efek samping terapi radiasi
dihubungkan dengan area yang diobati. Bila pengobatan pada nodus
limfa servikal atau tenggorok maka akan terjadi hal-hal sebagai
berikut : mulut kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan
penurunan produksi saliva.
Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa abdomen, efek yang
mungkin terjadi adalah muntah, diare, keletihan, dan anoreksia
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien limfoma maligna terdiri atas
penatalaksanaan medis/farmakoterapi dan penatalaksanaan
keperawatan.
1. Penatalaksanaan medis/farmakoterapi.
Menurut Brunner and Suddarth, (2001), Danielle Gale, (1999)
:
a. Kemoterapi oral
seperti klorambusil (leukeran) dengan atau tanpa prednison.
Karena penyakit ini menjadi progresif lalu direkomendasikan
pendekatan yang agresif, dengan menggunakan kemoterapi kombinasi
yang meliputi siklofosfamid, vinkristin, vinblastin, bleomisin dan
doksorubisin. Efek jangka panjang dari kemoterapi meliputi
kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal.
b. Terapi radiasi
dilakukan hanya jika penyakit ini terlokalisasi pada
daerah-daerah tertentu. Tujuan terapi radiasi adalah menghancurkan
sel-sel tumor. Efek samping terapi radiasi bila pada area nodus
limfa servikal atau tenggorokan, maka akan terjadi mulut kering,
disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan produksi
salifa serta peningkatan karies gigi, sedangkan bila pada area
nodus limfa abdomen, maka akan terjadi muntah, diare keletihan,
anoreksia dan supresi sumsum tulang.
c. CT scan hati dan limpa
dilakukan untuk mengidentifikasi keterlibatan organ tersebut
terhadap tumor.
d. Thorax foto tulang pelvis vertebra, dan tulang panjang,
dilakukan untuk mengidentifikasi keterlibatan organ tersebut
terhadap tumor.
e. Biopsi sumsum tulang
untuk menentukan keterlibatan sumsum tulang, invasi sumsum
tulang terlihat pada tahap luas.
f. Biopsi nodus limfa
untuk membuktikan keterlibatan nodus mediastinal.
g. Skintigrafi Gallium-67
berguna untuk membuktikan deteksi berulangnya penyakit nodus,
khususnya diatas diafragma.
h. Ultrasound abdominal
untuk mengevaluasi luasnya keterlibatan nodus limfa
retroperitoneal.
i. Tomografi paru keseluruhan atau skan CT dada
dilakukan bila adenopati hilus terjadi. Menyatakan kemungkinan
keterlibatan nodus limfa mediastinum.
j. Tindakan pembedahan laparatomy
dilakukan bila penyakit ini diduga berada di bawah diafragma
tetapi berisiko terjadi perdarahan atau poliferasi.
2. Penatalaksanaan keperawatan,
menurut Brunner and Suddarth (2000), dalam memberikan perawatan
dan pendidikan klien. Klien sering merasa takut terhadap
obat-obatan yang bersifat radioaktif dan memerlukan tindakan
penjagaan serta pengawasan tindak lanjut yang khusus karena itu
perawat harus menyampaikan informasi tentang terapi ini dan
menenangkan perasaan klien dan keluarga. Untuk klien post operasi
laparatomy, klien dianjurkan untuk istirahat serta menghindari
regangan pada jahitan luka. Kassa penutup luka operasi harus dikaji
secara periodik untuk mengetahui adanya peradahan atau tidak dan
lakukan perawatan luka setiap hari sesuai program, untuk
mengobservasi tanda-tanda infeksi.
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Terapi ditentukan berdasarkan tipe dan stadium penyakit, usia,
dan status kesehatan secara umum. Pilhan terapinya yaitu.
1. Kemoterapi
terutama diberikan untuk limfoma jenis derajat keganasan
sedang-tinggi dan pada stadium lanjut.
2. Radiasi
Radiasi dosis tingi bertujuan untuk membunuh sel kanker dan
mengecilkan ukuran tumor. Terapi radiasi umumnya diberikan untuk
limfoma derajat rendah dengan stadium awal. Namun kadang-kadang
dikombinasikan dengan kemoterapi pada limfoma dengan derajat
keganasan sedang atau untuk terapi tempat tertentu, seperti di
otak
3. Transplantasi sel induk
Terutama jika akan diberikan kemoterapi dosis tinggi, yaitu pada
kasus kambuh. Terapi ini umumnya digunakan untuk limfoma derajat
sedang-tinggi yang kambuh setelah terapi awal pernah berhasil
4. Observasi
Jika limfoma bersifat lambat dalam pertumbuhan, maka dokter
mungkin akan memutuskan untuk observasi saja. Limfoma yang tumbuh
lambat dengan gejala yang ringan mungkin tidak memerlukan terapi
selama satu tahun atau lebih.
5. Radio imunoterapi
Merupakan terapi terkini untuk limfoma non-Hodgkin. Obat yang
telah mendapat pengakuan dari FDA untuk radioimunoterapi adalah
ibritumomab dan tositumomab. Terapi ini menggunakan antibody
monoclonal bersamaan dengan isotop radioaktif. Antibodi tersebut
akan menempel pada sel kanker dan radiasi akan mengahancurkan sel
kanker
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Analisan Data
3.1.1 Identitas pasien
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
3.1.2 Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu : Pasien pernah mengkonsumsi makanan
tinggi lemak, pekerjaan yang berhubungan dengan radiasi, bekerja
sebagai peternak, perhutanan .
b. Riwayat Kesehatan Sekarang : Pasien merasakan demam, Nyeri
perut terus menerus, nafsu makan menurun , BB menurun, benjolan di
leher dan perut, sesak nafas, nyeri dada, keringat malam hari,
Anemia,
c. Riwayat Kesehatan Keluarga : Keluarga pernah mengalami
penyakit limfoma
3.1.3 Pemeriksaan Fisik
a. Aktifitas/istirahat
Gejala :
Kelelahan,kelemahan,malaese umum
Kehilangan produktifitas dan penurunan toleransi latihan
Kebutuhan tidur dan istirahat lebih banyak
Tanda :
Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lambat, dan tanda lain
yang menunjukan kelelahan
b.Sirkulasi
Gejala :
Palpitasi,angina atau nyeri dada
Tanda :
Takikardia, disritmia.
Sianosis wajah dan leher ( opstruksi draynase vena karena
pembesaran nodus limfa adalah kejadian yang jarang )
Pucat ( anemia), keringat malam
c.Integritas ego
Gejala :
Faktor stress
Takut/amsietas sehubungan dengan diagnosis dan kemugkinan takut
mati
Tanda :
Berbagai perilaku, misal : marah
d.Eliminasi
Gejala :
Perubahan karakteristik urin atau fases
Riwayat obstruksi usus, contoh sindrom malagsrobsi infiltrasi (
dari nodus limfa retroperitineal )
Tanda :
Nyeri tekanan pada kuadran kanan atas dan pembesaran pada
palpasi hepatomegali
Nyeri tekanan pada kuadran kiri atas dan pembesaran pada
palpasi
Disfungsi usus dan kandung kemih
e.Makanan atau cairan
Gejala
Anoreksia atau kehilangan nafsu makan
Disfagia ( tekanan pada esofagus )
Penurunan BB
Tanda :
Pembengkakan pada wajah, leher, rahang, atau tangan kanan
Eksremitas : edema ekstremitas bawah berhubungan dengan
obstruksi vena cava inferior dari pembesaran nodus limfa
intaabdominal ( non hogkin )
Asites ( obstruksi vena cava inferior sehubungan dengan
pembesaran nodus limfa intraabdominal )
f.Neurosensori
Gejala :
Nyeri saraf
Kelemahan otot, parestesia
Tanda :
Status mental : Letergi, menarik diri, kurang minat umun
terhadap sekitar
g.Nyeri atau kenyamana
Gejala :
Nyeri tekan/ Nyeri pada nodus limfa
Nyeri segera pada area yang terkena setelah minum alkohol
Tanda :
Fokus pada diri sendiri perilaku berhati-hati
h.Pernafasan
Gejala :
Dipsnea pada kerja atau istirahat : Nyeri dada
Tanda :
Dispnea , takikardia.
Batuk kering non produktif
Parau/ paralisis larigeal
Tanda distres pernafasan , contoh peningkatan frekuensi
pernafasan dan kedalaman, penggunaan otot bantu, Stridor,
sianosis.
i.Keamanan
Gejala :
Riwayat sering adanya infeksi ( abnormalitas , imunitas seluler
, pencetus untuk infeksi virus herpes sitemik, TB)
Riwayat mononukleus ( resiko tinggi penyakit hogkin pada pasien
dengan titer tinggi virus EBV)
Pola sabit adalah peningkatan suhu malam hari berakhir sampai
beberapa minggu ( demam ) dan keringat malam tanpa menggigil
Kemerahan
Tanda :
Demam tinggi lebih dari 38 C tanpa gejala infeksi
Nodus limfe simetris, tak nyeri, membengkak / membesar
Nodus dapat terasa kenyal dan keras
Pembesaran tosil
Pruritus umum
j.Seksualitas
Gejala :
Faktor resiko keluarga ( lebih tinggi insiden dikeluarga pasien
hogkin daro pada popolasi umum )
3.1.4 Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap
2. Eritrosit
Pemeriksaan SDM
LED
Trombosit
3.2 Diagnosa
Data
Etiologi
Diagnosa
DS :
Pasien mengeluh nyeri perut karena adanya benjolan dibagian
perutnya
DO :
Pada pemeriksaa palpasi ditemukan dinding abdomen distensi,nyeri
tekan dikuadran
Nyeri
DS :
Pasien mengeluh demam,
DO :
TTV :
TD: 120/80
Nadi : 96 x/menit
RR : 16 x/menit
T : 36 C
Hypertermi
DS :
Pasien mengeluh nafsu makan menurun, berat badan menurun, dan
muntah darah selama 3 bulan
DO:
Pasien tampak kurus , tidak bersemangat dan terlihat lesu dan
letih
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
DS :
Pasien merasakan nyeri pada dada jika perut juga sakit
DO :
Pasien terlihan memegang dadanya dan terlihat bernafas susah
Resiko tinggi jalan nafas tinggi efektif
3.3 Intervensi
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Nyeri b.d agen cedera biologi
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri klien
berkurang/hilang dengan KH :
1. Skala nyeri 0-3
2. Wajah klien tidak meringis
3. Klien tidak memegang daerah nyeri
1.Kaji skala nyeri dengan PQRST
R : untuk mengetahui skala nyeri klien dan untuk mempermudah
dalam menentukan intervensi selanjutnya
2.Ajarkan klien teknik relaksasi dan distraksiR : teknik
relaksasi dan distraksi yang diajarkan kepada klien, dapat membantu
dalam mengurangi persepsi klien terhadap nyeri yang dideritanya
3.Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik
R : obat analgetik dapat mengurangi atau menghilangkan nyeri
yang diderita oleh klien
Hyperthermia b.d tidak efektifnya termoregulasi sekunder
terhadap inflamasi
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan suhu tubuh klien
turun / dalam keadaan normal
1.suhu tubuh dalam batas normal (35,9-37,5 derajat celcius)
2.Observasi suhu tubuh klien
R : dengan memantau suhu tubuh klien dapat mengetahui keadaan
klien dan juga dapat mengambil tindakan dengan tepat
3.Berikan kompres hangat pada dahi, aksila, perut dan lipatan
pahaR : kompres dapat menurunkan suhu tubuh klien
4.Anjurkan dan berikan minum yang banyak kepada klien (sesuai
dengan kebutuhan cairan tubuh klien)
R : dengan banyak minum diharapkan dapat membantu menjaga
keseimbangan cairan dalam tubuh klien
5. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik
R : antipiretik dapat menurunkan suhu tubuh
Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d
mual, muntah
Setelah diberikan asuhan keperawatan selam 3 x 24 jam diharapkan
kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan criteria hasil :
1.Menunjukkan peningkatan berat badan/berat badan stabil
2.Nafsu makan klien meningkat
3.Klien menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk
mempertahankan berat badan yang sesuai
1.Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
R : mengidentifikasi defisiensi nutrisi dan juga untuk
intervensi selanjutnya
2.Observasi dan catat masukan makanan klien
R : mengawasi masukan kalori
3. Timbang berat badan klien tiap hari
R : mengawasi penurunan berat badan dan efektivitas intervensi
nutrisi
4.Berikan makan sedikit namun frekuensinya sering
R : meningkatkan pemasukan kalori secara total dan juga untuk
mencegah distensi gaster
5. Kolaborasi dalam pemberian suplemen nutrisi
R : meningkatkan masukan protein dan kalori
Kurang pengetahuan b.d kurang terpajan informasi
Setelah diberikan asuhan keperawatan sela 1 x 24 jam diharapkan
diharapkan klien dan keluarganya dapat mengetahui tentang penyakit
yang diderita oleh klien dengan criteria hasil :
1.Klien dan keluarga klien dapat memahami proses penyakit
klien
2.Klien dan keluarga klien mendapatkan informasi yang jelas
tentang penyakit yang diderita oleh klien
3. Klien dan keluarga klien dapat mematuhi proses terapiutik
yang akan dilaksanakan
1. Berikan komunikasi terapiutuk kepada klien dan keluarga
klien
R : memudahkan dalam melakukan prosedur terpiutuk kepada
klien
2. Berikan KIE mengenai proses penyakitnya kepada klien dan
keluarga klien
R : klien dan keluarga klien dapat mengetahui proses penyakit
yang diderita oleh klien
Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif b.d pembesaran
nodus medinal / edema jalan nafas.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selam 3 x 24 jam diharapkan
bersihan jalan nafas klien efektif/normal dengan criteria hasil
:
1.Klien dapat bernafas dengan normal/efektif
2.Klien bebas dari dispnea, sianosis
3.Tidak terjadi tanda distress pernafasan
1. Kaji frekuensi pernafasan, kedalaman, irama
R : perubahan dapat mengindikasikan berlanjutnya
keterlibatan/pengaruh pernafasn yang membutuhkan upaya
intervensi
2.Tempatkan pasien pada posisi nyaman, biasanya dengan kepala
tempat tidur tinggi/atau duduk tegak ke depan kaki digantungR :
memaksimalkan ekspansi paru, menurunkan kerja pernafasan, dan
menurunkan resiko aspirasi
3. Bantu dengan teknik nafas dalam dan atau pernafasan bibir
/diafragma. Abdomen bila diindikasikan
R : membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan nafas
kecil, memberikan klien beberapa kontrol terhadap pernafasan,
membantu menurunkan ansietas
4.Kaji respon pernafasan terhadap aktivitas
R : penurunan oksigenasi selular menurunkan toleransi
aktivitas
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Limfoma merupakan istilah umum untuk keganasan dari sistem
limfatik (kelenjar getah bening, limpa, kelenjar timus di leher,
dan sumsum tulang). Kelenjar getah bening merupakan suatu kumpulan
limfosit berukuran sebesar kacang yang tersebar di seluruh
tubuh.
Limfoma Hodgkin : Pada limfoma Hodgkin sel-sel dari sistem
limfatik bertumbuh secara abnormal dan dapat menyebar ke luar
sistem limfatik. Jika penyakit ini semakin berkembang, maka akan
mempengaruhi fungsi pertahanan tubuh penderitanya. Pada penyakit
ini ditemukan perkembangan sel B abnormal atau dinamakan sel
Reed-Sternberg (sel B adalah salah satu jenis sel limfe yang
berfungsi dalam sistem pertahanan tubuh yang memproduksi
antibodi).
Nama Hodgkin diambil dari nama penemu penyakit ini pada tahun
1832, yaitu Thomas Hodgkin. Empat kemungkinan penyebabnya adalah:
faktor keturunan, kelainan sistem kekebalan, infeksi virus atau
bakteria (HIV, virus human T-cell leukemia/lymphoma (HTLV),
Epstein-Barr virus (EBV), Helicobacter Sp) dan toksin lingkungan
(herbisida, pengawet dan pewarna kimia).. Namun diperkirakan
aktivasi gen abnormal tertentu mempunyai peran dalam timbulnya
semua jenis kanker, termasuk limfoma.
4.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih banyak
kekurangan dan perlu perbaikan agar makalah ini menjadi lebih
sempurna. Oleh sebab itu penulis bersedia menerima kritik dan saran
yang membangun untuk perbaikan makalah agar bisa bermanfaat bagi
penulis dan pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Tjokronegoro Arjartma and hendra Utama.2001.ilmu penyakit dalam
jilid II.Jakarta ( FKUI)
Trigonum. Profil Penderita Limfoma Maligna. Diambil pada 16 Juli
2007 dari www.trigonum.or.id, 2007
Tucker, S. (1998). Patient Care Standarts : Nursing Process,
Diagnosis, and Outcome. (Yasmin, Penerjemah) California ; Mosby.
(Sumber asli diterbitkan 1992).
file:///C:/Data/Semester%203/Tutor%20imun/skenario%204/ASKEP%20LIMFOMA%20HODGKIN%20_%20Medical%20Sains.htm