Top Banner
DISPARITAS GENDER DALAM BIDANG PENDIDIKAN di KABUPATEN KEDIRI PROPINSI JAWA TIMUR TAHUN 2008 Disampaikan oleh : Prof.Dr. Keppi Sukesi, MS. Pokja PUG Bidang Pendidikan DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Propinsi Jawa Timur Jl. Gengtengkali 33 Surabaya Tilp.(031) 5342706 – 5342709 Fax.(031) 5465413 & 5346707 Website:www.dikbud-jatim.com 1
45

Materi Dari Bu Kepi

May 18, 2015

Download

Education

yulestian
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Materi Dari Bu Kepi

DISPARITAS GENDER DALAMBIDANG PENDIDIKAN di KABUPATEN KEDIRI

PROPINSI JAWA TIMURTAHUN 2008

Disampaikan oleh :

Prof.Dr. Keppi Sukesi, MS.

Pokja PUG Bidang PendidikanDINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Propinsi Jawa TimurJl. Gengtengkali 33 Surabaya Tilp.(031) 5342706 – 5342709

Fax.(031) 5465413 & 5346707 Website:www.dikbud-jatim.com

Makalah disampaikan pada ”Sosialisasi PUG Bidang Pendidikan”

untuk Guru dan Komite Sekolah di Kab. Kediri, 30 Desember 2008

1

Page 2: Materi Dari Bu Kepi

DISPARITAS GENDER DALAM BIDANG PENDIDIKAN di KABUPATEN KEDIRI PROPINSI JAWA TIMUR TAHUN 20081

Disampaikan oleh :

Prof. Dr. Keppi Sukesi, MS.2

I. PENDAHULUANPendidikan nasional Indonesia sebagai wahana dan wadah

pengembangan kualitas sumber daya manusia Indonesia perlu berwawasan gender dalam artian tidak boleh mendiskriminasikan jenis kelamin tertentu atau bias gender, melainkan harus ada unsur keadilan, keterbukaan dan keseimbangan gender. Hal ini sesuai dengan komitmen internasional maupun nasional yang telah menyepakati untuk menghapus ketidaksetaraan gender dalam berbagai kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Untuk merealisasikan komitmen tersebut perlu adanya perubahan dan pembaharuan pendidikan sebagai wujud reformasi dan rekonstruksi baik dalam sistem, budaya, maupun isi (content), secara memadai dengan mempertimbangkan keadilan dan kesetaraan gender.

Ketidaksetaraan gender (gender gap) di bidang pendidikan khususnya di negara-negara berkembang termasuk Indonesia masih sangat memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat dari salah satu indikator makro kesetaraan dan keadilan gender yaitu Gender Development Index (GDI). Pada tahun 1998, GDI Indonesia berada pada posisi ke 90 dari 174 negara, tahun 2001 berada pada urutan ke 92 dari 146 negara. Tahun 2002 dan 2003 Indonesia berada pada ranking 91 dari 146 negara yaitu posisi paling rendah diantara negara-negara Asean, Singapura pada ranking 28, Malaysia 53, Thailand 61, Philipina 66 dan Vietnam 89. Pada tahun 2006 IPM Indonesia menempati rangking ke 108 dari 177 negara. Hal ini mengindikasikan bahwa kualitas hidup penduduk Indonesia relatif jauh tertinggal dibanding beberapa negara di kawasan ASEAN.

Salah satu bentuk ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan yaitu dalam masalah akses terhadap lembaga pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah. Hasil penelitian di Propinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa ketidaksetaraan dalam akses tersebut menyebabkan rendahnya partisipasi perempuan dalam mengikuti berbagai jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Lebih dari itu, perempuan belum mampu memainkan peran yang seimbang dibanding laki-laki dalam proses pengambilan keputusan di bidang pendidikan baik melalui lembaga-lembaga formal maupun non-formal. Akibat lebih jauh, perempuan belum dapat menikmati hasil dan manfaat pendidikan untuk memberdayakan 1 Makalah disampaikan dalam Sosialisasi PUG bidang Pendidikan untuk Guru dan

Komite Sekolah Kabupaten Kediri, 30 Desember 20082 Prof. Dr. Ir. Keppi Sukesi, MS, Dosen Fakultas Pertanian, Kepala Pusat Penelitian

Gender dan Kependudukan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Brawijaya Malang

2

Page 3: Materi Dari Bu Kepi

kehidupan mereka dibandingkan dengan yang telah dicapai oleh laki-laki. Ketidaksetaraan pendidikan menurut gender, mengakibatkan perempuan yang terdiri dari setengah penduduk dunia masih merupakan segmen masyarakat yang belum diberdayakan sehingga kurang produktif untuk mengoptimalkan pembangunan bangsa Indonesia.

Masalah gender dan ketimpangan pendidikan merupakan fenomena yang saling terkait. Keterkaitan dua fenomena ini dapat diamati dari masalah ketimpangan pendidikan menurut jenis kelamin, yang secara konsisten pada dasawarsa terakhir menunjukkan perbedaan. Sebagaimana terjadi di Provinsi Jawa Timur, persentase penduduk berumur 10-44 tahun yang buta huruf laki-laki 4,6% dan perempuan mencapai 5,4% sekalipun secara total cenderung menurun dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan bahwa prosentase perempuan yang buta huruf cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.

Kenyataan lain dapat dikaitkan dengan angka partisipasi sekolah (APS). Angka partisipasi sekolah (APS) di Jawa Timur, secara keseluruhan, cenderung mengalami peningkatan sejak tahun 1996 hingga tahun 1999. Namun demikian, angka ini menunjukkan perbedaan, apabila dipilahkan menurut jenis kelamin, utamanya pada usia 16-18 tahun dan 19-24 tahun, atau jenjang pendidikan menengah ke atas. Angka partisipasi perempuan cenderung lebih rendah pada kelompok umur 16-18 tahun (jenjang pendidikan menengah) dan 19-24 tahun (jenjang pendidikan tinggi). Keadaan bias gender dalam pendidikan ini diperkuat oleh gambaran tentang pendidikan tertinggi yang berhasil ditamatkan. Proporsi laki-laki cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi perempuan, utamanya pada jenjang pendidikan SLTP ke atas. Kenyataan ini memberikan suatu gambaran bahwa akses ke jenjang pendidikan menengah dan tinggi cenderung bias gender.

Disadari bahwa pembangunan bidang pendidikan di Propinsi Jawa Timur masih menunjukkan bahwa akses dan kesempatan perempuan untuk menikmati pendidikan ada kecenderungan/ gejala tertinggal apabila dibandingkan laki-laki, walaupun kebijakan dan program pendidikan tidak mengenal anti-diskriminasi gender. Hal ini disebabkan kesempatan yang timpang menurut jenis kelamin yang berimplikasi jauh terhadap ketidakadilan/ ketidaksetaraan gender. Hubungan yang timpang ini mengakibatkan peran gender makin tereduksi, posisi perempuan makin tersubordinasi, sehingga kontribusi perempuan terhadap pembangunan semakin lemah. Berkaitan dengan isu gender ini, prioritas pembangunan nasional antara lain bertujuan untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender. Pengarusutamaan gender sebagai strategi untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender di bidang pendidikan diperlukan untuk mengintegrasikan permasalahan gender ke dalam proses perencanaan, pelaksanaan program, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan di bidang pendidikan.

II. DISPARITAS GENDER DALAM PENDIDIKAN

3

Page 4: Materi Dari Bu Kepi

A. PEMBANGUNAN DAN KESETARAAN GENDER BIDANG PENDIDIKAN

Konsep pembangunan gender tidak dapat dilepaskan dari konsep pembangunan kualitas SDM secara keseluruhan karena pembangunan gender berorientasi pada:1. Produktifitas; Perempuan memiliki potensi dan kemampuan untuk

meningkatkan produktifitasnya dan berpartisipasi penuh dalam proses mencari penghasilan dan lapangan pekerjaan.

2. Pemerataan; Setiap Perempuan harus memiliki kesempatan yang sama, semua hambatan untuk akses dan partisipasi mereka dalam berbagai bidang kehidupan harus dihapuskan sehingga memperoleh peluang yang sama dengan laki-laki.

3. Pemberdayaan; Semua Perempuan seyogyanya berpartisipasi penuh dalam pengambilan keputusan dan proses yang mempengaruhi kehidupan, sehingga dapat memberikan kontribusi yang utuh terhadap pembangunan.

4. Berkelanjutan; Akses Perempuan terhadap setiap peluang dan kesempatan bukan hanya untuk generasi sekarang tapi juga untuk generasi yang akan datang. Semua bentuk sumber daya fisik, manusia, alam perlu selalu diperbarui dan dikembangkan secara terus menerus.

Kesempatan atau peluang untuk memperoleh pendidikan yang menjadi persamaan hak sebagai warga negara, di kab Kediri antara laki-laki dan perempuan diharapkan akan memacu perkembangan pendidikan baik pendidikan dasar, menengah, pendidikan tinggi dan pendidikan luar sekolah. Pemerataan kesempatan pendidikan bagi Perempuan juga secara langsung dapat memacu Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Perempuan, yang secara makro dapat menambah jumlah penduduk produktif dan meningkatkan produktivitas agregat nasional. Pemerataan kesempatan pendidikan adalah hak asasi manusia yang melekat pada perempuan agar dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, kecakapan, dan keahlian sehingga dapat memberikan kontribusi yang sama dengan laki-laki untuk memacu produktivitas pembangunan di kab. Kediri. .B. INDEKS PARITAS DAN DISPARITAS GENDER1. Indikator Gender Bidang Pendidikan

Secara umum isu gender dalam bidang pendidikan meliputi tiga aspek yaitu : a. Akses dan Pemerataan Pendidikan

Indikator akses dan pemerataan pendidikan digunakan untuk mengetahui seberapa besar cakupan pelayanan pendidikan yang telah ada di tingkat provinsi/kab/kota sekaligus untuk mengetahui beberapa banyak anak yang belum terlayani pendidikannya untuk setiap kelompok

4

Page 5: Materi Dari Bu Kepi

usia sekolah dan setiap jenjang pendidikan. Beberapa indikator yang berpengaruh pada akses pendidikan antara lain: 1. Jumlah siswa2. Jumlah siswa baru3. Angka buta huruf4. Angka melek huruf5. APS (angka partisipasi sekolah)6. APK (angka partisipasi kasar)7. APM (angka partisispasi murni)

Untuk mengetahui cakupan pelayanan pendidikan untuk setiap kelompok usia sekolah digunakan angka partisipasi sekolah (APS) yang menggambarkan jumlah anak kelompok usia tertentu (7-12 tahun; 13-15 tahun; 13-15 tahun; 16-18 tahun dan 19-24 tahun) yang sedang sekolah tanpa membedakan jenjang pendidikan yang ditempuh.untuk mengetahui tingkat pelayanan pendidikan pada setiap jenjang pendidikan dapat digunakan angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM), dikelompokkan menurut SD/MI, SLTP/MTs, dan SLTA/MA. Pembedaan APK dan APM akan meningkatkan kita untuk mengetahui terjadinya inefisiensi karena mengulang kelas maupun tidak lulus sekolah. Cara perhitungan angka-angka tersebut adalah :

5

Jumlah anak usia 7-12 yang sedang sekolah di SD + MI + SLTP + MTsAPS7-12 =

Jumlah Penduduk 7 - 12 tahun

Jumlah anak usia 13-15 yang sedang sekolah di SD + MI + SLTP + MTs + SLTA + MAAPS13-15 =

Jumlah Penduduk 13 - 15 tahun

Jumlah anak usia 16-18 yang sedang sekolah di SLTP + MTs + SLTA + MA + PTAPS16-18 =

Jumlah Penduduk 16 - 18 tahun

Jumlah siswa SD + MIAPKSD/MI =

Jumlah Penduduk 7 - 12 tahun

Jumlah siswa SLTP + MTsAPKSLTP/MTS =

Jumlah Penduduk 13 - 15 tahun

Jumlah siswa SLTP + MTsAPKSLTP/MTS =

Jumlah Penduduk 13 - 15 tahun

Page 6: Materi Dari Bu Kepi

APK bisa lebih dari 100% karena mereka yang duduk di jenjang SD+MI mungkin berusia lebih dari 7-12 tahun. APM bisa lebih kecil dari APS dan APS lebih kecil dari APK.

b. Mutu dan RelevansiUntuk mengukur mutu dan relevansi pendidikan, digunakan alur

input-proses-output. Masukan (input) dalam komposisi tertentu yang diproses dengan metode tertentu akan membuahkan dua macam hasil, yaitu hasil jangka pendek (output) dan hasil jangka panjang (otucome). Input pendidikan terdiri atas kurikulum, siswa, guru, sarana-prasarana, dana, dan masukan lain. Proses pendidikan meliputi seluruh proses pembelajaran yang terjadi sebagai bentuk interaksi dari berbagai input pendidikan. Hasil pendidikan (output) mencakup antara lain kemampuan peserta didik, yang dapat diukur melalui prestasi belajar siswa. Outcome pendidikan antara lain peningkatan mutu lulusan, yang dapat dilihat antara lain melalui jumlah lulusan yang melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya dan jumlah lulusan yang dapat bekerja. Dengan demikian, mutu input dan mutu proses merupakan faktor penentu mutu hasil, baik yang berupa hasil jangka pendek maupun hasil jangka panjang. Beberapa faktor yang berkenaan dengan input pendidikan dapat dikelompokkan kedalam faktor rumah atau keluarga, faktor sekolah, dan faktor siswa. Diantara ketiganya, sekolah merupakan komponen input yang paling erat hubungannya dengan kebijakan pendidikan. Oleh sebab itu, analisis ini akan difokuskan pada faktor sekolah.

Berbagai hasil penelitian menemukan bahwa faktor sekolah yang paling dominan pada pendidikan dasar adalah guru dan buku. Pada jenjang pendidikan yang lebih rendah, kemampuan guru dalam mengajar dan menuntun siswa belajar, sangat menentukan keberhasilan

6

Jumlah siswa SLTA (SMU + SMK + MA)APKSLTA (SMU+SMK+MA) =

Jumlah Penduduk 16 - 18 tahun

Jumlah siswa SLTA (SMU + SMK + MA)APKSLTA (SMU+SMK+MA) =

Jumlah Penduduk 16 - 18 tahun

Jumlah siswa SD + MI yang berusia 7 -12APMSD/MI =

Jumlah Penduduk 7 - 12 tahun

Jumlah siswa SLTP + MTs yang berusia 13 – 15 tahunAPMSLTP/MTS =

Jumlah Penduduk 13 - 15 tahun

Jumlah siswa SLTA (SMU + SMK + MA) yang berusia 16-18 tahunAPMSLTA (SMU+SMK+MA) =

Jumlah Penduduk 16 - 18 tahun

Page 7: Materi Dari Bu Kepi

pencapaian materi yang diajarkan. Semakin tinggi jenjang pendidikan semakin rendah dominasi peran guru, karena siswa semakin mampu memahami materi yang tertulis dalam buku.

Standar dan kurikulum merupakan salah satu acuan utama dalam proses belajar mengajar termasuk didalamnya sejauh mana materi yang diajarkan mengacu kepada kurikulum dan bagaimana guru mengimplementasikan acuan kedalam proses belajar mengajar.

Terkait dengan kinerja pendidikan berwawasan gender, indikator yang digunakan dipilih dari aspek-aspek tersebut diatas yang dapat membedakan antara kinerja penduduk laki-laki dan perempuan, baik yang dicapai oleh peserta didik maupun pendidik atau tenaga kependidikan lainnya. Beberapa indikator yang dapat digunakan antara lain : Indikator masukan/input pendidikan Tingkat ketersediaan/penguasaan/ kepemilikan buku teks, persentase

ilustrasi yang menggambarkan contoh aktivitas yang dilakukan laki-laki dan perempuan, proposi guru yang layak dan sesuai.

Indikator proses pendidikan, terkait dengan proses belajar mengajar di kelas termasuk bagaimana guru memperlakukan siswa laki-laki dan perempuan.

Indikator hasil jangka pendek (output) pendidikan : Tingkat prestasi akademik siswa, termasuk hasil ujian akhir sekolah, ujian akhir nasional, persentase kelulusan.

Indikator hasil jangka panjang (outcome) pendidikan : job seeking period (rata-rata lama mencari kerja), persentase lulusan yang bekerja.

Namun secara umum indikator mutu dan relevansi dapat dikembangkan dalam dua katagori yaitu indikator kuantitatif dan kualitatif. Indikator kuantitatif antara lain terdiri dari:1. Angka bertahan (retention rate)2. Angka kelulusan (graduation rate)3. Angka melanjutkan (transition rate/continuation rate)4. Angka mengulang5. Angka putus sekolah6. Angka Drop Out7. Kesenjangan gender dalam buku ajar8. Guru layak mengajar9. Proporsi siswa dalam organisasi sekolah10.Proporsi penulis buku pelajaran 11.Nilai UNAS per jenjang, bidang studi berdasarkan jenis kelamin12.Persentase kelayakan guru mengajar (ijasah/bid.studi, pengalaman)

Indikator kualitatif yg dpt dikembangkan:1. Proses pembelajaran yg berwawasan gender2. Proses perencanaan, pelaksanaan kegiatan, penilaian pembelajaran

yg berwawasan gender3. Pemanfaatan sarana dan prasarana yg berwawasan gender4. Tidak adanya tindak kekerasan, pelecehan, diskriminasi dan bebas

narkoba/ HIV/AIDS

7

Page 8: Materi Dari Bu Kepi

5. Tingkat kedisiplinan, ketertiban, kreativitas, kenyamanan, iklim belajar dan kondisi dan situasi sekolah maupun faktor-faktor lain seperti kepemimpinan kepala sekolah, layanan/fasilitasi sekolah terhadap murid, orang tua dan masyarakat.

c. Tatakelola dan Akuntabilitas PendidikanAspek tatakelola dan akuntabilitas pendidikan terkait dengan

keadilan dan kesetaraan gender dalam mengelola pendidikan. Indikator yang umum digunakan antara lain: rasio kepala sekolah perempuan terhadap, rasio pejabat perempuan terhadap laki-laki di tingkat provinsi/kab/kota, rasio penulis/ilustrator perempuan terhadap laki-laki, informasi mengenai peraturan perundang-undangan yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan tatakelola dan akuntabilitas pendidikan. Indikator yang dapat dikembangkan adalah:1. Proporsi guru menurut jenjang dan jenis kelamin2. Proporsi kepala sekolah menurut jenjang dan jenis kelamin3. Proporsi tenaga kependidikan menurut jenang dan jenis kelamin4. Proporsi jabatan struktural menurut jenis kelamin di Dinas Pendidikan

Kesemua indikator kuantitatif diatas dapat digunakan untuk mengukur kesenjangan gender dengan menggunakan alat ukur Index Paritas dan Disparitas sebagaimana tercantum dibawah ini.

Indeks Paritas = Capaian kinerja P Capaian kinerja L

Disparitas = Capaian kinerja P – Capaian kinerja LKeterangan:L = Laki-lakiP = Perempuan

Index Paritas adalah index kesetaraan atau keseimbangan gender. Pada bagian Index Paritas, apabila angka semakin mendekati 1 (satu) maka semakin terjadi kesetaraan/keseimbangan gender. Semakin menjauh dari angka 1 (satu) maka ketidaksetaraan/ketidakseimbangan gender semakin tajam. Persoalannya adalah sampai batas mana angka kesetaraan/keseimbangan yang patut dijadikan batas aman untuk memisahkan kesenjangan gender yang terjadi. Tanpa menafikan kalau pendapat saya salah, maka saya mengusulkan adanya ketentuan batas yang baku terhadap batas kesetaraan/keseimbangan gender. Batas tersebut mengacu pada kaidah statistik yang umum berlaku dimana probabilitas (p) untuk berbuat kesalahan diusahakan dibawah 5% (p < 0,05) atau peluang benar/keberhasilan adalah significant/nyata untuk batas kesetaraan/keseimbangan gender. Jadi dianggap angka toleransi terjadi kesetaraan/keseimbangan gender adalah 0,05 sehingga apabila angka kesetaraan/keseimbangan gender adalah 0,95 – 1,05 dianggap terjadi kesetaraan/keseimbangan gender, sebaliknya apabila angka

8

Page 9: Materi Dari Bu Kepi

tersebut dibawah 0,95 dan diatas 1,05 maka terjadi ketidaksetaraan/ketidakseimbangan gender.

C. ANALISIS SITUASI PENDIDIKAN BERPERSPEKTIF GENDERDengan menggunakan Gender Analysis Pathway and Policy

Outlook and Plan of Action (GAP dan POP) bidang pendidikan, diperoleh data dan informasi yang dapat menggambarkan situasi dan kondisi pendidikan Propinsi Jawa Timur yang cukup bervariasi selama beberapa tahun ini. Berdasarkan data, baik yang bersumber dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, maupun Biro Pusat Statistik Jawa Timur maka diperoleh gambaran sebagai Tabel 1. berikut:

Tabel 1.Indeks Paritas dan Disparitas padaIndikator Pendidikan di Jawa TimurIndikator Pendidikan di Jawa Timur

No. Variabel L (%) P (%) IP Disp.1. Pendidikan Dasar (SD/MI)a. Akses dan Pemerataan

Jumlah siswa* 51.60 48.40 0.94 -3.20APK** 107.24 104.90 0.98 -2.34APS usia 7-12 tahun*** 98.27 98.17 1.00 -0.10Jumlah siswa baru*** 51.95 48.05 0.93 -3.90

b. Mutu dan RelevansiAngka mengulang*** 67.09 32.91 0.49 -34.19Angka putus sekolah*** 58.10 41.90 0.72 -16.20Angka Lulusan*** 46.00 54.00 1.17 7.99

c. Tatakelola dan Akuntabilitas PendidikanJumlah guru* 48.43 51.57 0.94 -3.14

2. Pendidikan Menengah Pertama (SMP/MTs)a. Akses dan Pemerataan

Jumlah siswa* 51.47 48.53 0.94 -2.93APK** 62.58 65.33 1.04 2.75APS usia 13-15 tahun*** 85.88 86.10 1.00 0.22Jumlah siswa baru*** 51.14 48.86 0.96 -2.29

b. Mutu dan RelevansiAngka mengulang*** 65.59 34.41 0.52 -31.17Angka putus sekolah*** 54.52 45.48 0.83 -9.04

Angka lulusan*** 50.32 49.68 0.99 -0.65c. Tatakelola dan Akuntabilitas Pendidikan Pendidikan

Jumlah guru* 56.21 43.79 1.28 -12.433 Pendidikan Menengah Atas (SMU/MA/SMK)a. Akses dan Pemerataan

Jumlah siswa* 50.15 48.55 0.97 -1.60APK** 61.55 63.19 1.02 1.64APS usia 16-18 tahun*** 59.67 53.69 0.90 -5.98Jumlah siswa baru*** 50.88 47.77 0.94 -3.11

9

Page 10: Materi Dari Bu Kepi

Lanjutan Tabel 1b. Mutu dan Relevansi

Angka mengulang*** 72.77 25.18 0.35 -47.59Angka putus sekolah*** 65.29 34.71 0.53 -30.58

Angka lulusan*** 50.56 48.14 0.95 -2.42c. Tatakelola dan Akuntabilitas Pendidikan Pendidikan

Jumlah guru* 51.56 47.54 1.08 -4.024. Pendidikan luar sekolaha. Akses dan Pemerataan

Angka buta huruf usia 15-24 tahun* 47.70 52.30 1.10 4.60Angka buta huruf usia 25-44 tahun* 31.74 68.26 2.15 36.51Angka buta huruf usia > 45 tahun* 30.27 71.12 2.35 40.85

Sumber: Sumber: a. Statistik 2006/2007 Persekolahan (diolah)b. Diolah dari dua sumber yaitu Statistik 2006/2007 Persekolahan dan

Evaluasi Kinerja Pembangunan Pemerintah Propinsi Jawa Timur Tahun 2006c.c. Kinerja Pembangunan Pemerintah Propinsi Jawa Timur Tahun 2006

a. Akses dan pemerataan pendidikan Beberapa indikator yang dapat dipakai untuk menunjukkan ketidaksetaraan gender antara lain dapat dilihat dari Angka Partisipasi Sekolah (APS) yang mencerminkan persentase penduduk usia kelompok usia sekolah pendidikan dasar dan menengah pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Indeks Paritas dan Disparitas APS menurut Kelompok Usia

di Jawa Timur Tahun 1999-2006di Jawa Timur Tahun 1999-2006

No. Variabel

Laki-laki (%)

Perempuan (%)

IPDisp

.1. Usia 7-12 tahun

Tahun 1999* 95,39 95,44 1.00 0.05Tahun 2000* 95,64 96,66 1.01 1.02Tahun 2001* 96,78 97,06 1.00 0.28Tahun 2002* 96,23 97,26 1.01 1.03Tahun 2003* 96,89 97,49 1.01 0.60Tahun 2004* 97,14 97,74 1.01 0.60

Tahun 2005**110,93 93,47 0.84

17.46

Tahun 2006*** 98.27 98.17 1.00 -0.102. Usia 13-15 tahun

Tahun 1999* 80,10 79,44 0.99 -0.66Tahun 2000* 80,51 80,63 1.00 0.12Tahun 2001* 81,44 81,76 1.00 0.32Tahun 2002* 81,92 81,73 1.00 -0.19Tahun 2003* 82,05 81,95 1.00 -0.10Tahun 2004* 84,69 84,58 1.00 -0.11

10

Page 11: Materi Dari Bu Kepi

Lanjutan Tabel 2Tahun 2005** 82,29 83,53 1.02 1.24Tahun 2006** 85.88 86.10 1.00 0.22

3. Usia 16-18 tahunTahun 1999* 52,70 46,61 0.88 -6.09Tahun 2000* 53,37 47,49 0.89 -5.88Tahun 2001* 54,04 48,90 0.90 -5.14Tahun 2002* 53,97 49,55 0.92 -4.42Tahun 2003* 54,19 48,74 0.90 -5.45Tahun 2004* 55,17 49,61 0.90 -5.56Tahun 2005** 53,98 48,99 0.91 -4.99Tahun 2006*** 59.67 53.69 0.90 -5.98

Sumber: *) BPS Propinsi Jawa Timur, Susenas Th.1999-2004 **) Position paper Pengarusutamaan Gender (PUG) Bidang

Pendidikan Propinsi Jawa Timur Tahun 2008

***) Evaluasi Kinerja Pembangunan Pemerintah Propinsi Jawa Timur Tahun 2006

Secara umum terlihat bahwa angka APS perempuan lebih rendah dibanding APS laki-laki dari tahun ke tahun, kecuali pada kelompok usia 7-12 tahun. Terjadi peningkatan persentase APS dari tahun ke tahun baik pada laki-laki maupun perempuan. Disamping itu semakin tinggi kelompok usia, APS secara umum semakin rendah dari tahun ke tahun. Selama delapan tahun tersebut dapat diamati bahwa APS perempuan usia 7-12 tahun terjadi kenaikan yang cukup tinggi dibanding persentase laki-laki bila dilihat dari perkembangan tahun 1999 sampai dengan 2004. Namun demikian terjadi penurunan yang cukup tajam pada tahun 2005-2006 sehingga APS laki-laki menjadi lebih tinggi dibanding permpuan.

IP APS usia 7-12 tahun dan 13-15 tahun dari tahun ke tahun cenderung mengalami kesetaraan gender, sedangkan pada usia 16-18 tahun selalu terjadi ketidaksetaraan gender di pihak perempuan dengan kisaran IP sebesar 0,90. Hal tersebut menunjukkan bahwa APS dengan usia semakin tinggi menyebabkan pergeseran menuju kearah ketidaksetaraan gender di pihak perempuan.

1. Indeks Paritas dan Disparitas Jumlah Siswa Menurut Jenis Kelamin

a. Pendidikan Dasar Secara umum jumlah siswa SD/MI di Jawa Timur terdapat

ketidaksetaraan gender di pihak perempuan dengan IP sebesar 0,94. Rincian IP dan Disparitas masing-masing kota dan kabupaten se Jawa Timur dapat dilihat pada Lampiran Tabel 3

Terjadi ketidaksetaraan gender pada jumlah siswa SD/MI di sebagian besar kota dan kabupaten di Jawa Timur, hanya ada 10 kota

11

Page 12: Materi Dari Bu Kepi

dan kabupaten yang sudah memiliki kesetaraan gender. Ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak perempuan terdapat di Kota Blitar dengan IP sebesar 0,84, sedangkan ketidaksetaraan gender di pihak laki-laki tidak terdapat di kota dan kabupaten di Jawa Timur. Kesetaraan gender tertinggi terdapat di Kabupaten Kediri dengan IP sebesar 1,00.

b. Pendidikan Menengah Pertama Secara umum jumlah siswa SMP/MTs di Jawa Timur terdapat

ketidakkesetaraan gender di pihak perempuan dengan IP sebesar 0,94. Rincian IP dan Disparitas masing-masing kota dan kabupaten se Jawa Timur dapat dilihat pada Lampiran Tabel 4

Sudah terjadi penyebaran yang merata antara kesetaraan gender dan ketidaksetaraan gender pada jumlah siswa SMP/MTs di sebagian besar kota dan kabupaten di Jawa Timur, ada 18 kota dan kabupaten yang memiliki ketidaksetaraan gender. Ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak perempuan terdapat di Kabupaten Sampang dengan IP sebesar 0,70, sedangkan ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak laki-laki terdapat di kabupaten Blitar dengan IP sebesar 1,10. Kesetaraan gender tertinggi terdapat di Kota Blitar, Kabupaten Pacitan, Kediri, Tulungagung dan Trenggalek dengan IP sebesar 1,00.

c. Pendidikan Menengah Atas Secara umum jumlah siswa SMA/MA/SMK di Jawa Timur terdapat

kesetaraan gender dengan IP sebesar 0,97. Rincian IP dan Disparitas masing-masing kota dan kabupaten se Jawa Timur dapat dilihat pada Lampiran Tabel 5.

Terjadi ketidaksetaraan gender pada jumlah siswa SMA/MA/SMK di sebagian besar kota dan kabupaten di Jawa Timur, ada 15 kota dan kabupaten yang memiliki kesetaraan gender. Ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak perempuan terdapat di Kabupaten Sampang dengan IP sebesar 0,65, sedangkan ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak laki-laki terdapat di kota Batu dengan IP sebesar 1,24. Kesetaraan gender tertinggi terdapat di Kabupaten Mojokerto dengan IP sebesar 1,00. Kab Kediri IP mencapai – 1,48 yang berarti belum mencapai kesetaraan gender, Dari ketiga Tabel diatas terdapat kecenderungan menarik yang dapat dilihat. Indeks Paritas jumlah siswa perempuan dan laki laki cenderung meningkat ke arah angka 1 sejalan dengan meningkatnya jenjang pendidikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kesetaraan gender.

2. Indeks Paritas dan Disparitas Angka Buta Huruf a. Buta Huruf Usia 15-24 Tahun

Secara umum angka buta huruf pada usia 15-24 tahun di Jawa Timur terdapat ketidaksetaraan gender di pihak perempuan dengan IP sebesar 1,10. Rincian IP dan Disparitas masing-masing kota dan kabupaten se Jawa Timur dapat dilihat pada Lampiran Tabel 6 . Terjadi

12

Page 13: Materi Dari Bu Kepi

ketidaksetaraan gender pada angka buta huruf usia 15-24 tahun di sebagian besar kota dan kabupaten di Jawa Timur, hanya ada 5 kota dan kabupaten yang memiliki kesetaraan gender. Ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak perempuan terdapat di kota Blitar dengan IP sebesar 4.24. Sedangkan ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak laki-laki terdapat di kota Kediri dengan IP sebesar 0.34. Kesetaraan gender tertinggi terdapat di kabupaten Situbondo dengan IP sebesar 1.01. Tidak ada data untuk kab. Kediri.

b. Buta Huruf Usia 25-44 TahunSecara umum angka buta huruf pada usia 25-44 tahun di Jawa

Timur terdapat ketidaksetaraan gender di pihak perempuan dengan IP sebesar 2,15. Rincian IP dan Disparitas masing-masing kota dan kabupaten se Jawa Timur dapat dilihat pada Lampiran Tabel 7.

Terjadi ketidaksetaraan gender pada angka buta huruf usia 25-44 tahun di sebagian besar kota dan kabupaten di Jawa Timur, hanya ada 2 kota dan kabupaten yang memiliki kesetaraan gender. Ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak perempuan terdapat di kota Kediri dengan IP sebesar 5.49. Sedangkan ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak laki-laki terdapat di kota Blitar dengan IP sebesar 0.27. Kesetaraan gender tertinggi terdapat di kabupaten Jombang dengan IP sebesar 1.04. Kab Kediri IP 0,0.

c. Buta Huruf Usia 45 Tahun ke atasSecara umum angka buta huruf pada usia 45 tahun ke atas di

Jawa Timur terdapat ketidaksetaraan gender di pihak perempuan dengan IP sebesar 2,35. Rincian IP dan Disparitas masing-masing kota dan kabupaten se Jawa Timur dapat dilihat pada Tabel 8.

Terjadi ketidaksetaraan gender pada angka buta huruf usia 44 tahun ke atas di seluruh kota dan kabupaten di Jawa Timur. Ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak perempuan terdapat di kabupaten Sidoarjo dengan IP sebesar 9.72. Kab Kediri dengan IP 4, 93 tergolong tingkat ketimpangan sedang.

Dari ketiga Tabel diatas terdapat kecenderungan menarik yang dapat dilihat. Indeks Paritas angka buta huruf semakin terjadi ketidaksetaraan di pihak perempuan dengan semakin bertambahnya usia. Hal tersebut menunjukkan bahwa pihak perempuan mengalami kejadian buta huruf yang semakin tinggi dengan semakin bertambahnya usia.

3. Mutu dan Relevansi3.1. Indeks Paritas dan Disparitas Angka Siswa Putus Sekolaha. Pendidikan Dasar

Secara umum angka siswa putus sekolah SD/MI di Jawa Timur terdapat ketidaksetaraan gender di pihak laki-laki dengan IP sebesar 0.72. Rincian IP dan Disparitas masing-masing kota dan kabupaten se Jawa Timur dapat dilihat pada Lampiran Tabel 9.

13

Page 14: Materi Dari Bu Kepi

Terjadi ketidaksetaraan gender pada angka putus sekolah SD/MI di sebagian besar kota dan kabupaten di Jawa Timur, hanya ada 1 kabupaten yang memiliki kesetaraan gender. Ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak perempuan terdapat di kabupaten Pacitan dengan IP sebesar 1.45. Sedangkan ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak laki-laki terdapat di kabupaten Blitar dengan IP sebesar 0.22. Kesetaraan gender tertinggi terdapat di kabupaten Sampang dengan IP sebesar 1,04. Kab Kediri dengan IP 0,41 menunjukkan belum terjadi kesetaraan gender.

b. Pendidikan Menengah PertamaSecara umum angka siswa DO SMP/MTs di Jawa Timur terdapat

ketidaksetaraan gender di pihak laki-laki dengan IP sebesar 0.83. Rincian IP dan Disparitas masing-masing kota dan kabupaten se Jawa Timur dapat dilihat pada Lampiran Tabel 10.

Terjadi ketidaksetaraan gender pada angka putus sekolah SMP/MTs di sebagian besar kota dan kabupaten di Jawa Timur, hanya ada 1 kabupaten yang memiliki kesetaraan gender. Ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak perempuan terdapat di kabupaten Nganjuk dengan IP sebesar 1.37. Sedangkan ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak laki-laki terdapat di kota Madiun dengan IP sebesar 0.36. Kesetaraan gender tertinggi terdapat di kabupaten Malang dengan IP sebesar 1,01. IP Kab Kediri mencapai 0,76 yang berarti belum mencapai kesetaraan.

c. Pendidikan Menengah AtasSecara umum angka siswa DO SMA/MA/SMK di Jawa Timur

terdapat ketidaksetaraan gender di pihak laki-laki dengan IP sebesar 0.53. Rincian IP dan Disparitas masing-masing kota dan kabupaten se Jawa Timur dapat dilihat pada Lampiran Tabel 11.

Terjadi ketidaksetaraan gender pada angka putus sekolah SMA/MA/SMK di sebagian besar kota dan kabupaten di Jawa Timur, hanya ada 1 kabupaten yang memiliki kesetaraan gender. Ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak perempuan terdapat di kabupaten Pasuruan dengan IP sebesar 1.67. Sedangkan ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak laki-laki terdapat di kota Pasuruan dengan IP sebesar 0.03. Kesetaraan gender tertinggi terdapat di kota Blitar dengan IP sebesar 0.99. IP Kab Kediri 0,31 yang berarti belum mencapai kesetaraan gender.

Dari ketiga Tabel diatas terdapat kecenderungan menarik yang dapat dilihat. Indeks Paritas angka putus sekolah semakin terjadi ketidaksetaraan di pihak laki-laki jauh dibawah angka satu dengan semakin bertambah tingginya pendidikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pihak laki-laki mengalami kejadian angka putus sekolah yang semakin tinggi dengan semakin bertambahnya jenjang pendidikan.

14

Page 15: Materi Dari Bu Kepi

3.2. Indeks Paritas dan Disparitas Angka Lulusana. Pendidikan Dasar

Secara umum angka lulusan SD/MI di Jawa Timur terdapat ketidaksetaraan gender di pihak laki-laki dengan IP sebesar 1.14. Rincian IP dan Disparitas masing-masing kota dan kabupaten se Jawa Timur dapat dilihat pada Lampiran Tabel 12

Terjadi ketidaksetaraan gender pada angka lulusan SD/MI di sebagian besar kota dan kabupaten di Jawa Timur, hanya ada 6 kota dan kabupaten yang memiliki kesetaraan gender. Ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak laki-laki terdapat di kabupaten Pamekasan dengan IP sebesar 1.58. Kesetaraan gender tertinggi terdapat di kota Madiun dengan IP sebesar 1.00. Kab Kediri mencapai IP 1,15 dan IDP 6,81 yang berarti indeks paritas mendekati kesetaraan.

b. Pendidikan Menengah PertamaSecara umum angka lulusan SMP/MTs di Jawa Timur terdapat

kesetaraan gender dengan IP sebesar 0.99. Rincian IP dan Disparitas masing-masing kota dan kabupaten se Jawa Timur dapat dilihat pada Lampiran Tabel 13.

Terjadi kesetaraan gender pada angka lulusan SMP/MTs di sebagian besar kota dan kabupaten di Jawa Timur, ada 16 kota dan kabupaten yang memiliki ketidakkesetaraan gender. Ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak perempuan terdapat di kabupaten Pamekasan dengan IP sebesar 0.46. Sedangkan ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak laki-laki terdapat di kota Blitar dengan IP sebesar 1.39. Kesetaraan gender tertinggi terdapat di kabupaten Sidoarjo, Mojokerto, Tuban, Madiun dan Magetan dengan IP sebesar 1.00. Kab Kediri mencapai IP 1,09 dan IDP 4,38.

c. Pendidikan Menengah AtasSecara umum angka lulusan SMA/MA/SMK di Jawa Timur terdapat

kesetaraan gender dengan IP sebesar 0.95. Rincian IP dan Disparitas masing-masing kota dan kabupaten se Jawa Timur dapat dilihat pada Lampiran Tabel 14.

Terjadi ketidaksetaraan gender pada angka lulusan SMA/MA/SMK di sebagian besar kota dan kabupaten di Jawa Timur, hanya ada 9 kota dan kabupaten yang memiliki kesetaraan gender. Ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak perempuan terdapat di kota Probolinggo dan kabupaten Tuban dengan IP sebesar 0.64. Sedangkan ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak laki-laki terdapat di kabupaten Blitar dengan IP sebesar 1.21. Kesetaraan gender tertinggi terdapat di kabupaten Mojokerto dan Pacitan dengan IP sebesar 1.00. Kab Kediri IP mencapai 0,98 dan IDP – 1,21 yang berarti mendekati kesetaraan. Gender.

Dari ketiga Tabel diatas terdapat kecenderungan menarik yang dapat dilihat. Indeks Paritas angka lulusan semakin terjadi kesetaraan dengan semakin bertambah tingginya pendidikan.

15

Page 16: Materi Dari Bu Kepi

4. Tatakelola dan Manajemen Pendidikan4.1. Indeks Paritas dan Disparitas Jumlah Guru a. Pendidikan Dasar

Secara umum jumlah guru SD/MI di Jawa Timur terdapat ketidaksetaraan gender di pihak perempuan dengan IP sebesar 0,94. Rincian IP dan Disparitas masing-masing kota dan kabupaten se Jawa Timur dapat dilihat pada Lampiran Tabel 15.

Terjadi ketidaksetaraan gender pada jumlah guru SD/MI di sebagian besar kota dan kabupaten di Jawa Timur, hanya ada 13 kota dan kabupaten yang memiliki kesetaraan gender. Ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak perempuan terdapat di kota Mojokerto dengan IP sebesar 0.79. Sedangkan ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak laki-laki terdapat di kabupaten Pamekasan dengan IP sebesar 2.19. Kesetaraan gender tertinggi terdapat di kota Blitar dan kabupaten Ponorogo dengan IP sebesar 1.00. Kab Kediri mendekati kesetaraan dengan IP 1,09.

b. Pendidikan Menengah PertamaSecara umum jumlah guru SMP/MTs di Jawa Timur terdapat

ketidaksetaraan gender di pihak laki-laki dengan IP sebesar 1,28. Rincian IP dan Disparitas masing-masing kota dan kabupaten se Jawa Timur dapat dilihat pada Lampiran Tabel 16.

Terjadi ketidaksetaraan gender pada jumlah guru SMP/MTs di sebagian besar kota dan kabupaten di Jawa Timur, hanya ada 3 kota dan kabupaten yang memiliki kesetaraan gender. Ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak perempuan terdapat di kota Madiun dengan IP sebesar 0,52, sedangkan ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak laki-laki terdapat di kabupaten Sumenep dengan IP sebesar 3,46. Kesetaraan gender tertinggi terdapat di kota Probolinggo dan Batu dengan IP sebesar 0,99. Kab. Kediri IP mencapai 1,18 yang berarti mmendekati kesetaraan gender.

c. Pendidikan Menengah AtasSecara umum jumlah guru SMA/MA/SMK di Jawa Timur terdapat

ketidaksetaraan gender di pihak laki-laki dengan IP sebesar 1,08. Rincian IP dan Disparitas masing-masing kota dan kabupaten se Jawa Timur dapat dilihat pada Lampiran Tabel 17.

Terjadi ketidaksetaraan gender pada jumlah guru SMA/MA/SMK di sebagian besar kota dan kabupaten di Jawa Timur, ada 13 kota yang memiliki kesetaraan gender. Ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak perempuan terdapat di kota Mojokerto dengan IP sebesar 0,79, sedangkan ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak laki-laki terdapat di kabupaten Pamekasan dengan IP sebesar 2,18. Kesetaraan gender tertinggi terdapat di kota Blitar dan kabupaten Ponorogo dengan IP sebesar 1,00.

16

Page 17: Materi Dari Bu Kepi

Dari ketiga tabel diatas terdapat kecenderungan menarik yang dapat dilihat. Indeks Paritas jumlah guru perempuan dan laki laki cenderung semakin menjauh ke atas dari angka 1 sejalan dengan meningkatnya jenjang pendidikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi ketidaksetaraan gender di pihak laki-laki, hal ini juga menunjukkan bahwa pihak laki-laki mengalami kejadian jumlah guru yang lebih kecil dibanding pihak perempuan. Kab Kediri mendekati kesetaraan dengan IP 1,09.

D. FAKTOR PENGHAMBAT PENDIDIKAN BERKEADILAN GENDERBeberapa faktor penghambat yang sangat berpengaruh terhadap

kesetaraan gender antara lain:1. Sosial Budaya masyarakat dan orangtua yang cenderung

menggunakan tenaga anak perempuan untuk membantu urusan rumah tangga. Anak perempuan menanggung beban kerja domestik yang berat di usia yang muda, bahkan diharapkan mampu mengelola tanggung jawab pendidikan dan domestic sekaligus, sehingga seringkali berakibat pada rendahnya kinerja akademik bahkan berakinbat putus sekolah. Dibeberapa kelompok masyarakat masih berpendapat bahwa anak perempuan tidak dapat memberikan hasil investasi karena setelah menikah dia akan menjadi anggota keluarga suaminya. Nilai-nilai sosial budaya yang masih dianut oleh sebagian masyarakat yang menganggap pendidikan bagi anak laki-laki lebih penting.

2. Pendidikan dinilai belum memberikan nilai tambah yang sebanding dengan biaya yang dikeluarkan oleh orang tua. Hal ini berakibat pada rendahnya motivasi orangtua untuk menyekolahkan anaknya. Pendidikan dinilai merupakan pemborosan ekonomi.

3. Fasilitas dan saran pendidikan yang semakin tinggi pendidikan semakin terbatas jumlah sekolah yang tersedia. Perkembangan jumlah SD tidak seimbang dengan perkembangan jumlah SLTP, SMU/SMK dan PT sehingga siswa harus menempuh perjalanan jauh bila ingin melanjutkan pendidikannya.

4. Proses pembelajaran kurang sensitive gender dan bias laki-laki, isi buku pelajaran maupun ilustrasi buku belum berwawasan gender.

5. Ekonomi keluarga yang kurang menguntungkan merupakan factor dominant untuk membatasi akses anak terhadap pendidikan, kecenderungan orang tua.

E. PENUTUP

17

Page 18: Materi Dari Bu Kepi

Pembangunan bidang pendidikan di Kabupaten Kediri diharapkan mampu menjawab problem yang selama ini belum memperhatikan secara khusus manfaat pembangunan secara adil antara laki-laki dan perempuan sehingga memberikan kontribusi timbulnya ketidakadilan dan kesetaraan gender yang akhirnya menimbulkan gender issues. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Timur an kabupaten Kediri telah memiliki political will untuk mewujudkan berbagai kebijakan dan program yang lebih memberikan keadilan dan kesetaraan gender pada semua jalur, jenis maupun jenjang baik pendidikan sekolah maupun luar sekolah.

Disadari bahwa dalam rangka mewujudkan KKG tentunya perlu dukungan dari kabupaten/kota berkaitan dengan implementasi PUG di bidang pendidikan, terutama dalam membangun komitmen pimpinan, kebijakan daerah, dan dukungan dana.

KEPUSTAKAAN

Direktorat PENMAS, Ditjen PNFI DEPDIKNAS, 2008. “Pesan Standard PUG Bidang Pendidikan”

Direktorat PENMAS, Ditjen PNFI DEPDIKNAS, 2008“Panduan POKJA PUG Bidang Pendidikan”

Direktorat PENMAS, Ditjen PNFI DEPDIKNAS, 2008Peningkatan Kapasitas Kelembagaan PUG Bidang Pendidikan

POKJA Gender bidang Pendidikan Prop Jawa Timur, 2008. “Position Paper”.

Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Jakarta, 2006. Profil Gender Nasional tahun 2006

Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Jakarta, 2006Pembangunan Manusia Berbasis Gender tahun 2006

Wahyu Widodo, 2008 Indeks Paritas aan Disparitas Gender, Makalah disampaikan dalam acara Pelatihan Pengolahan dan Pengumpulan Data Terpilah oleh Dinas P & K Propinsi Jawa Timur di Batu pada Tanggal 6-7 Juli 2008-.

18

Page 19: Materi Dari Bu Kepi

LAMPIRANTabel 3

Jumlah Siswa Pendidikan Dasar (SD/MI) Menurut Jenis Kelamin Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2006/2007

Sumber: Statistik 2006/2007 Persekolahan

19

Page 20: Materi Dari Bu Kepi

Tabel 4Jumlah Siswa Pendidikan Menengah Pertama (SMP/MTs) Menurut

Jenis Kelamin dan Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2006/2007

Sumber: Statistik 2006/2007 Persekolahan .

20

Page 21: Materi Dari Bu Kepi

Tabel 5Jumlah Siswa Pendidikan Menengah Atas (SMA/MA/SMK) Menurut

Jenis Kelamin Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2006/2007

Sumber: Statistik 2006/2007 Persekolahan.

21

Page 22: Materi Dari Bu Kepi

Tabel 6Angka Buta Huruf pada Usia 15-24 Tahun Menurut Jenis Kelamin

Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2006/2007

Sumber: Statistik 2006/2007 Persekolahan

22

Page 23: Materi Dari Bu Kepi

Tabel 7.Angka Buta Huruf pada Usia 25-44 Tahun Menurut Jenis Kelamin

Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2006/2007

Sumber: Statistik 2006/2007 Persekolahan

23

Page 24: Materi Dari Bu Kepi

Tabel 8. Angka Buta Huruf pada Usia 45 tahun ke atas Menurut Jenis

Kelamin Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2006/2007

Sumber: Statistik 2006/2007 Persekolahan

24

Page 25: Materi Dari Bu Kepi

Tabel 9.Angka Siswa Putus Sekolah Pendidikan Dasar (SD/MI) Menurut Jenis

Kelamin Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2006/2007

Sumber: Statistik 2006/2007 Persekolahan

25

Page 26: Materi Dari Bu Kepi

Tabel 10Angka Siswa DO Pendidikan Menengah Pertama (SMP/MTs) Menurut

Jenis Kelamin Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2006/2007

Kabupaten/kotaSiswa SMP+MTS DO Persentase Indek

Paritas Disparit

asL P Jumlah L P

1 Kota Surabaya 58 45 103 56.31 43.69 0.78 -12.622 Kota Malang 64 28 92 69.57 30.43 0.44 -39.133 Kota Madiun 11 4 15 73.33 26.67 0.36 -46.674 Kota Kediri 21 16 37 56.76 43.24 0.76 -13.515 Kota Mojokerto 18 10 28 64.29 35.71 0.56 -28.576 Kota Blitar 31 21 52 59.62 40.38 0.68 -19.237 Kota Pasuruan 3 2 5 60.00 40.00 0.67 -20.008 Kota Probolinggo 52 37 89 58.43 41.57 0.71 -16.859 Kota Batu 34 28 62 54.84 45.16 0.82 -9.68

10 Kab. Gresik 88 63 151 58.28 41.72 0.72 -16.5611 Kab. Sidoarjo 35 46 81 43.21 56.79 1.31 13.5812 Kab. Mojokerto 60 43 103 58.25 41.75 0.72 -16.5013 Kab. Jombang 115 76 191 60.21 39.79 0.66 -20.4214 Kab. Bojonegoro 65 61 126 51.59 48.41 0.94 -3.1715 Kab. Tuban 103 60 163 63.19 36.81 0.58 -26.3816 Kab. Lamongan 92 84 176 52.27 47.73 0.91 -4.5517 Kab. Madiun 38 23 61 62.30 37.70 0.61 -24.5918 Kab. Ngawi 64 53 117 54.70 45.30 0.83 -9.4019 Kab. Magetan 50 29 79 63.29 36.71 0.58 -26.5820 Kab. Ponorogo 144 64 208 69.23 30.77 0.44 -38.4621 Kab. Pacitan 95 83 178 53.37 46.63 0.87 -6.7422 Kab. Kediri 100 76 176 56.82 43.18 0.76 -13.6423 Kab. Nganjuk 67 92 159 42.14 57.86 1.37 15.7224 Kab. Blitar 82 66 148 55.41 44.59 0.80 -10.8125 Kab. Tulungagung 70 38 108 64.81 35.19 0.54 -29.6326 Kab. Trenggalek 42 31 73 57.53 42.47 0.74 -15.0727 Kab. Malang 93 94 187 49.73 50.27 1.01 0.5328 Kab. Pasuruan 69 81 150 46.00 54.00 1.17 8.0029 Kab. Probolinggo 67 79 146 45.89 54.11 1.18 8.2230 Kab. Lumajang 102 87 189 53.97 46.03 0.85 -7.9431 Kab. Bondowoso 70 59 129 54.26 45.74 0.84 -8.5332 Kab. Situbondo 117 141 258 45.35 54.65 1.21 9.3033 Kab. Jember 100 86 186 53.76 46.24 0.86 -7.5334 Kab. Banyuwangi 97 107 204 47.55 52.45 1.10 4.9035 Kab. Pamekasan 38 28 66 57.58 42.42 0.74 -15.1536 Kab. Sampang 71 84 155 45.81 54.19 1.18 8.3937 Kab. Sumenep 71 54 125 56.80 43.20 0.76 -13.6038 Kab. Bangkalan 41 38 79 51.90 48.10 0.93 -3.80

Jumlah 2,538 2,117 4,655 54.52 45.48 0.83 -9.04Sumber: Statistik 2006/2007 Persekolahan

26

Page 27: Materi Dari Bu Kepi

Tabel 11.Angka Siswa DO Pendidikan Menengah Atas (SMA/MA/SMK) Menurut

Jenis Kelamin Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2006/2007

Kabupaten/kotaSiswa SMA/SMK/MA DO Persentase Indek

Paritas Disparit

asL P Jumlah L P

1 Kota Surabaya 245 171 416 58.89 41.11 0.70 -17.79

2 Kota Malang 248 191 439 56.49 43.51 0.77 -12.98

3 Kota Madiun 90 56 146 61.64 38.36 0.62 -23.29

4 Kota Kediri 274 150 424 64.62 35.38 0.55 -29.25

5 Kota Mojokerto 87 67 154 56.49 43.51 0.77 -12.99

6 Kota Blitar 112 111 223 50.22 49.78 0.99 -0.45

7 Kota Pasuruan 79 2 81 97.53 2.47 0.03 -95.06

8 Kota Probolinggo 187 38 225 83.11 16.89 0.20 -66.22

9 Kota Batu 43 59 102 42.16 57.84 1.37 15.69

10 Kab. Gresik 186 74 260 71.54 28.46 0.40 -43.08

11 Kab. Sidoarjo 273 139 412 66.26 33.74 0.51 -32.52

12 Kab. Mojokerto 143 121 264 54.17 45.83 0.85 -8.33

13 Kab. Jombang 323 198 521 62.00 38.00 0.61 -23.99

14 Kab. Bojonegoro 148 68 216 68.52 31.48 0.46 -37.04

15 Kab. Tuban 224 39 263 85.17 14.83 0.17 -70.34

16 Kab. Lamongan 325 194 519 62.62 37.38 0.60 -25.24

17 Kab. Madiun 94 27 121 77.69 22.31 0.29 -55.37

18 Kab. Ngawi 164 29 193 84.97 15.03 0.18 -69.95

19 Kab. Magetan 84 37 121 69.42 30.58 0.44 -38.84

20 Kab. Ponorogo 293 98 391 74.94 25.06 0.33 -49.87

21 Kab. Pacitan 86 41 127 67.72 32.28 0.48 -35.43

22 Kab. Kediri 262 82 344 76.16 23.84 0.31 -52.33

23 Kab. Nganjuk 302 139 441 68.48 31.52 0.46 -36.96

24 Kab. Blitar 114 91 205 55.61 44.39 0.80 -11.22

25 Kab. Tulungagung 292 105 397 73.55 26.45 0.36 -47.10

26 Kab. Trenggalek 169 72 241 70.12 29.88 0.43 -40.25

27 Kab. Malang 344 241 585 58.80 41.20 0.70 -17.61

28 Kab. Pasuruan 82 137 219 37.44 62.56 1.67 25.11

29 Kab. Probolinggo 135 100 235 57.45 42.55 0.74 -14.89

30 Kab. Lumajang 178 133 311 57.23 42.77 0.75 -14.47

31 Kab. Bondowoso 92 42 134 68.66 31.34 0.46 -37.31

32 Kab. Situbondo 127 73 200 63.50 36.50 0.57 -27.00

33 Kab. Jember 469 205 674 69.58 30.42 0.44 -39.17

34 Kab. Banyuwangi 495 237 732 67.62 32.38 0.48 -35.25

35 Kab. Pamekasan 72 53 125 57.60 42.40 0.74 -15.20

36 Kab. Sampang 43 6 49 87.76 12.24 0.14 -75.51

37 Kab. Sumenep 129 97 226 57.08 42.92 0.75 -14.16

38 Kab. Bangkalan 25 19 44 56.82 43.18 0.76 -13.64

Jumlah 7,038 3,742 10,780 65.29 34.71 0.53 -30.58Sumber: Statistik 2006/2007 Persekolahan

27

Page 28: Materi Dari Bu Kepi

Tabel 12.Angka Lulusan Pendidikan Dasar (SD/MI) Menurut Jenis Kelamin

Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2006/2007

Sumber: Statistik 2006/2007 Persekolahan

28

Page 29: Materi Dari Bu Kepi

Tabel 13.Angka Lulusan Pendidikan Menengah Pertama (SMP/MTs) Menurut

Jenis Kelamin Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2006/2007

Sumber: Statistik 2006/2007 Persekolahan

29

Page 30: Materi Dari Bu Kepi

Tabel 14.Angka Lulusan Pendidikan Menengah Atas (SMA/MA/SMK) Menurut

Jenis Kelamin Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2006/2007

Sumber: Statistik 2006/2007 Persekolahan

30

Page 31: Materi Dari Bu Kepi

Tabel 15.Jumlah Guru Pendidikan Dasar (SD/MI) Menurut Jenis Kelamin

Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2006/2007

Sumber: Statistik 2006/2007 Persekolahan

31

Page 32: Materi Dari Bu Kepi

Tabel 16.Jumlah Guru Pendidikan Menengah Pertama (SMP/MTs) Menurut Jenis Kelamin Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2006/2007

Sumber: Statistik 2006/2007 Persekolahan

32

Page 33: Materi Dari Bu Kepi

Tabel 17.Jumlah Guru Pendidikan Menengah Atas (SMA/MA/SMK) Menurut

Jenis Kelamin Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2006/2007

Sumber: Statistik 2006/2007 Persekolahan

33