GLAUKOMA SEKUNDER
Glaukoma Sekunder
GLAUKOMA SEKUNDER
PENDAHULUAN
Meningkatnya tekanan intraokular sebagai perwujudan penyakit
intraokular lain disebut glaukoma sekunder. Penyakit-penyakit ini
sulit diklasifikasikan secara terperinci.
Selain pengobatan terhadap penyakitnya sendiri, beberapa obat
lain perlu ditambahkan untuk mengatasi glaukoma sekundernya.
Penanganannya sudah memadai bila kenaikan tekanan intraokularnya
sedang, produksi cairan mata dapat dikurangi dengan epinefrin atau
timolol dengan atau tanpa asetazolamid. Jika tekanannya sangat
tinggi perlu diberikan obat-obat osmolitik. Obat-obat
antihipertensi mata ini akan mencegah kerusakan yang menetap yang
disebabkan oleh naiknya tekanan intraokular dan diberikan sampai
penyebab glaukoma sekundernya teratasi.(1)DEFINISI
Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan didalam bola mata
meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan
menyebabkan penurunan fungsi penglihatan.(2,3)PENYEBAB
Glaukoma sekunder terjadi jika mata mengalami kerusakan akibat
:
1. Infeksi.
2. Peradangan.
3. Tumor.
4. Katarak yang meluas.
5. Penyakit mata yang mempengaruhi pengaliran humor aqueus dari
bilik anterior.
Penyebab yang paling sering ditemukan adalah Uveitis. Penyebab
lainnya adalah penyumbatan vena oftalmikus, cedera mata, pembedahan
mata dan perdarahan kedalam mata. Beberapa obat (misalnya
kortikosteroid) juga bisa menyebabkan peningkatan tekanan
intraokuler.(2,3,4)
KLASIFIKASI
1. Karena kelainan lensa.
A. Dislokasi.
B. Intumesensi.
C. Fakolitik.
D. Sindrom eksfoliasi (pseudoeksfoliasi kapsul lensa, glaukoma
kapsular).
2. Karena kelainan uvea.
A. Sinekia anterior perifer (SAP) (sudut tertutup tanpa hambatan
pupil).
B. Iridosiklitis.
C. Tumor.
D. Atrofi iris esensial {sindrom iridokorneoepitel (IKE)}.
3. Karena cedera.
A. Perdarahan masif kedalam bilik mata depan.
B. Perdarahan masif kedalam bilik mata belakang.
C. Robekan kornea atau limbus dengan penonjolan iris kedalam
luka.
D. Pergeseran akar iris kebelakang pasca benturan (cekungan
sudut).
4. Pasca bedah.
A. Pertumbuhan epitel kedalam bilik mata depan.
B. Kegagalan restorasi bilik mata depan pascaekstraksi
katarak.
5. Berkaitan dengan kortikosteroid topical.
6. Penyebab-penyebab glaukoma sekunder lain yang langka.(1)
Aliran humor aqueus yang normal
Glaukoma sekunder karena perubahan didalam lensa.
Dislokasi lensa (akibat cedera).
Dislokasi lensa bisa kedepan, mendorong iris ke kornea belakang
sehingga menghambat aliran keluar cairan mata, atau kebelakang.
Penyulit dislokasi lensa kebelakang yang sering dijumpai adalah
glaukoma sekunder, tetapi sulit menerangkannya. Sering disebabkan
oleh cekungan sudut atau kerusakan trabekula yang terjadi pada saat
cedera. Pada kasus lain, terjadi hambatan pupil karena ada badan
kaca yang mengelilingi lensa yang berdislokasi tersebut dan
menyumbat lubang pupil. Mungkin perlu pembedahan bila tekanan
intraokularnya tidak teratasi dengan obat-obatan.(1) Intumesensi
lensa.
Sejumlah cairan bisa meresap kedalam lensa pada proses
pembentukan katarak, sehingga lensa membengkak. Lensa yang
membengkak ini bisa mempersempit bilik mata depan sehingga
menimbulkan hambatan pupil dengan akibat terjadinya glaukoma sudut
tertutup. Tindakannya adalah ekstraksi lensa.(1) Glaukoma
fakolitik.
Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul
lensa anterior, sehingga protein-protein lensa yang mencair masuk
ke kamera anterior. Jalinan trabekular menjadi edematosa dan
tersumbat oleh protein-protein lensa dan menimbulkan peningkatan
mendadak tekanan intraokular. Ekstraksi lensa adalah terapi
definitive setelah tekanan intraokular terkontrol secara medis,
termasuk steroid topikal intensif.(5) Sindrom eksfoliasi (sindrom
pseudo-eksfoliasi).
Pada sindrom eksfoliasi, dijumpai endapan-endapan bahan berserat
mirip serpihan dipermukaan lensa anterior (berbeda dengan
eksfoliasi kapsul lensa sejati akibat paparan terhadap radiasi
inframerah, yakni katarak glass blower), prosesus siliaris, zonula,
permukaan posterior iris, longgar di kamera anterior, dan dijalinan
trabekular (disertai peningkatan pigmentasi). Secara histologis,
endapan-endapan tersebut juga dapat dideteksi dikonjungtiva, yang
mengisyaratkan bahwa kelainan sebenarnya lebih luas. Penyakit ini
biasanya dijumpai pada orang berusia lebih dari 65 tahun.
Penghambat beta, miotik, dan epinefrin efektif sedang. Mungkin
diperlukan tindakan trabekuloplasti laser atau operasi
filtrasi.(5)Glaukoma sekunder karena kelainan uvea.
Uveitis.
Pada uveitis, tekanan intraokular biasanya lebih rendah dari
pada normal karena korpus siliare yang meradang kurang berfungsi
dengan baik. Namun, juga dapat terjadi peningkatan tekanan
intraokular melalui beberapa mekanisme yang berlainan. Jalinan
trabekular dapat tersumbat oleh sel-sel radang dari kamera
anterior, disertai edema sekunder, atau kadang-kadang terlibat
dalam proses peradangan yang secara spesifik diarahkan ke sel-sel
trabekula (trabekulitis). Uveitis kronik atau berulang menyebabkan
gangguan permanen fungsi trabekula, sinekia anterior perifer, dan
kadang-kadang neovaskularisasi sudut, yang semuanya meningkatkan
kemungkinan glaukoma sekunder. Seklusi pupilae akibat sinekia
posterior 360 derajat menyebabkan iris bombe dan glaukoma sudut
tertutup akut. Sindrom-sindrom uveitis yang juga terdapat anomaly
perkembangan sudut, dan fistula karotis-kavernosa, yang juga dapat
menyebabkan neovaskularisasi sudut akibat iskemia mata yang luas.
Terapi medis tidak dapat menurunkan tekanan intraokular dibawah
tingkat tekanan vena episklera yang meningkat secara abnormal, dan
tindakan bedah berkaitan dengan risiko penyulit yang tinggi.(5)
Tumor.
Melanoma yang berasal dari uvea tumbuh cepat dan dapat
menyebabkan kenaikan tekanan intraokular karena perubahan volume,
gangguan pada sudut filtrasi, atau penyumbatan vena vorteks.
Diperlukan tindakan enukleasi.(1) Sindrom iridokorneoendotel (IKE)
(Atrofi Iris Esensial, Sindrom Chandler, sindrom Cogan-Reese).
Merupakan atrofi jaringan iris yang berlangsung progresif
lamban, tidak diketahui penyebabnya, dan hampir selalu disertai
glaukoma. Terjadi sinekia anterior dan unsur iris yang mengalami
degenerasi memblokade jaringan trabekula, menimbulkan glaukoma yang
sangat sulit diatasi baik dengan obat-obatan maupun dengan
pembedahan. Terjadi degenerasi endotel disertai edema kornea pada
tekanan intraokular yang relatif rendah. Kelainan ini hampir selalu
unilateral.(1)Glaukoma Sekunder karena cedera.
Perdarahan masif kedalam bilik mata depan.
Benturan atau luka tembus pada bola mata dapat mengakibatkan
robekan iris atau badan siliar yang menyebabkan perdarahan masif
kedalam bilik mata depan. Tekanan intraokular meninggi dan pecahan
darah maupun gumpalan darah menyumbat mekanisme pengaliran cairan
mata keluar. Penyulitnya yang berat adalah imbibisi kornea. Jika
sampai terjadi, diperlukan waktu bertahun-tahun untuk bisa hilang
terserap. Bila tekanan intraokular tidak dapat diatasi dengan
obat-obat hipertensi sistemik, perlu dilakukan pembilasan bilik
mata depan insisi limbus. Pada penderita dengan penyakit sel sabit
(sickle cell disease) kemungkinan terjadinya glaukoma lebih besar
pada perdarahan didalam bilik mata depan.
Robekan kornea atau limbus disertai penonjolan iris kedalam
luka.
Robekan mata bagian depan atau benturan yang mengakibatkan
pecahnya mata, mengakibatkan bilik mata depan mengecil dan sudut
bilik mata depan cepat tertutup oleh perlekatan iris ke kornea.
Kadang-kadang terjadi penonjolan jaringan uvea melalui luka, yang
bisa menyumbat kebocoran sehingga bilik mata depan tidak kempis
lagi. Tujuan utama pengobatan adalah membentuk kembali bilik mata
depan untuk mencegah sinekia anterior perifer yang menetap. Eksisi
uvea yang menonjol, luka dijahit rapat, dan suntikan larutan garam
fisiologis kedalam bilik mata depan sangatlah penting.
Benturan yang menyebabkan pergeseran akar iris kebelakang dan
mendalamnya sudut bilik depan (glaukoma cekungan sudut). Banyak
klinisi yang memberi perhatian pada jenis glaukoma sekunder yang
mengakibatkan cedera unilateral ini. Pada pasca cedera benturan,
bilik mata depan mungkin lebih dalam ketimbang mata yang tidak
mengalami cedera. Dengan gonioskopi tampak sudut yang cekung dan
badan siliar yang robek. Glaukoma terjadi bila kerusakan jaringan
trabekula sedemikian luasnya sehingga menganggu aliran keluar
cairan mata. Umumnya keadaan ini bisa diatasi dengan pengobatan
glaukoma sudut terbuka yang baku, meskipun kadang-kadang juga
diperlukan tindakan pembedahan.(1)Glaukoma pasca bedah.
Penjalaran epitel kedalam bilik depan.
Pasca bedah katarak, pinggiran luka mungkin kurang baik
penyembuhannya sehingga epitelnya tumbuh kedalam bilik mata depan
yang akhirnya melapisi dinding-dinding bilik mata depan, menghambat
aliran keluar cairan mata. Jika hal ini terjadi, maka keadaan ini
merupakan penyulit yang sangat sukar diatasi. Dapat dicoba mengupas
epitel yang baru saja terbentuk pada dinding-dinding sudut.
Pencangkokan kornea mungkin bermanfaat. Yang penting sebetulnya
adalah pencegahan.
Bilik depan mengecil pasca bedah katarak.
Pasca bedah katarak, cairan mata bisa lolos melalui luka yang
tidak tertutup sempurna dan menyebabkan bilik depan kempis. Bila
bilik mata depan tidak terbentuk kembali dalam waktu 1-3 hari,
jahitan luka harus diperbaiki untuk mencegah sinekia anterior dan
kerusakan endotel.(1)Glaukoma sekunder karena rubeosis iridis.
Rubeosis iridis sering terjadi jika pembuluh darah sentral
tersumbat. Banyak dijumpai pada diabetes mellitus lanjut.
Pembuluh-pembuluh darah kecil tumbuh pada permukaan depan iris dan
kedalam sudut bilik mata depan, mempengaruhi aliran keluar cairan
mata. Miotik tidak banyak manfaatnya. Bedah siklokrio merupakan
teknik pengobatan yang terbaik yang diketahui, namun hasilnya
buruk. Fotokoagulasi panretina dini dapat menghentikan proliferasi
pembuluh darah. Bedah filtrasi yang dilakukan kemudian bisa
berhasil pada beberapa kasus.(1)Glaukoma sekunder karena fistel
arterivena.
Eksoftalmos berdenyut karena fistel arterivena biasanya disertai
sedikit kenaikan tekanan intraokular yang disebabkan oleh kenaikan
tekanan vena. Pengobatan ditujukan kepada penyebabnya.(1)Glaukoma
sekunder karena pemakaian kortikosteroid topikal.
Kortikosteroid topikal dan periokular dapat menimbulkan sejenis
glaukoma yang mirip dengan glaukoma sudut terbuka primer, terutama
pada individu dengan riwayat penyakit ini pada keluarga, dan akan
memperparah peningkatan tekanan intraokular pada para pengidap
glaukoma sudut terbuka primer. Penghentian pengobatan biasanya
menghilangkan efek-efek tersebut, tetapi dapat terjadi kerusakan
permanen apabila keadaan tersebut tidak disadari untuk jangka lama.
Apabila terapi steroid topikal mutlak diperlukan, terapi glaukoma
medis biasanya dapat mengontrol tekanan intraokular. Terapi steroid
sistemik kecil kemungkinannya menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular.
Pada pemeriksaan tonografi akan terlihat penurunan pengeluaran
cairan mata dari sudut bilik mata. Penting sekali bahwa pasien yang
mendapat terapi steroid topikal atau sistemik menjalani tonometri
dan oftalmoskopi periodik, terutama apabila terdapat riwayat
glaukoma pada keluarga.(6)Glaukoma Pigmentasi.
Sindroma ini tampaknya terutama disebabkan oleh degenerasi
epitel pigmen iris dan korpus siliaris. Granula pigmen terkelupas
dari iris akibat friksi dengan serat-serat zonular dibawahnya
sehingga terjadi transiluminasi iris. Pigmen mengendap dipermukaan
kornea posterior (Krunkenbergs Spindle) dan tersangkut dijalinan
trabekular, menganggu aliran keluar humor akueus. Sindrom ini
terjadi paling sering pada pria miopik berusia antara 25 dan 40
tahun yang memiliki kamera anterior yang dalam dengan sudut kamera
anterior yang lebar.
Pernah dilaporkan sejumlah silsilah glaukoma pigmentasi dengan
pewarisan dominan otosom. Kelainan pigmentasi dapat timbul tanpa
disertai glaukoma (sindrom dispersi pigmen), tetapi orang-orang
dengan kelainan ini harus dianggap sebagai tersangka/ suspek
glaukoma.
Terapi logis untuk kelainan ini adalah zat-zat miotik karena
obat ini mengatasi pergerakan iris atas zonula. Namun karena pasien
biasanya berusia muda dan miotik, terapi tersebut biasanya kurang
dapat ditoleransi kecuali apabila diberikan sebagai pilokarpin
sekali sehari, terutama pada malam hari, penghambat beta dan
epinefrin juga efektif.
Namun masalah utama adalah usia yang muda saat timbulnya
penyakit, yang meningkatkan kemungkinan diperlukannya tindakan
bedah drainase dan kombinasi tindakan bedah dan terapi
antimetabolit. Trabekuloplasti laser sering digunakan untuk
kelainan ini tetapi kecil kemungkinannya dapat melenyapkan
keharusan tindakan bedah drainase.(3,6)Hipertensi ocular.
Hipertensi ocular adalah suatu istilah yang diciptakan untuk
menunjukkan adanya kenaikan tekanan intraokular (diatas batas
normal secara statistik, yaitu 10-25 mmHg) tetapi tidak disertai
kerusakan anatomi atau kerusakan fungsional mata. Diagnosis akan
berubah menjadi glaukoma bila ada asimetri penggaungan papil optik
(pada satu mata ukurannya lebih lebar dari pada mata lainnya), atau
ukurannya bertambah setelah kurun waktu tertentu. Jelaslah bahwa
gangguan fungsi yang berupa cacat lapang pandang adalah khas untuk
glaukoma.
Penderita dengan hipertensi ocular harus dicurigai sebagai
glaukoma, walaupun tidak ditemukan adanya kerusakan karena kenaikan
tekanan intraokular. Belum ada cara yang dipercaya untuk
memperkirakan penderita mana yang kemudian akan mengalami
kerusakan. Harus sering dilakukan pemantauan papil optik (1-3 kali
setahun), tonometri, dan uji lapang pandang agar pengobatan yang
tepat segera dapat dimulai jika saraf optik tampak terancam.
TINDAKAN BEDAH GLAUKOMA
Iridektomi perifer.
Pada glaukoma sudut tertutup akut maupun menahun, jika belum
terjadi sinekia anterior perifer yang luas, iridektomi perifer
merupakan tindakan bedah pilihan. Pembedahan ini memberikan harapan
penyembuhan yang tetap karena terbentuknya kembali hubungan yang
lancar antara bilik mata belakang dan bilik mata depan. Dengan ini
hambatan pupil akan teratasi dan akar iris akan terlepas dari sudut
filtrasi, sehingga cairan mata bisa keluar melalui saluran-saluran
yang normal.
Akhir-akhir ini iridektomi perifer umumnya dilakukan dengan
laser, sehingga risiko bedah intraokular dan biaya perawatan di
rumah sakit dapat dihindarkan.
Trabekuloplasti laser.
Pada glaukoma sudut terbuka, jika dengan obat-obatan yang
maksimal gagal menurunkan tekanan intraokularnya, maka perlu
dilakukan trabekuloplasti laser sebelum mempertimbangkan bedah
filtrasi. Energi laser difokuskan pada jalinan trabekula melalui
goniolensa. Pada kira-kira 80% dari kasus, tekanan intraokularnya
bisa turun karena terjadinya perbaikan aliran keluar cairan mata.
Biasanya pemberian obat-obatan harus dilanjutkan. Efek laser
menurun dengan perjalanan waktu. Tindakan ini dapat diulang, tetapi
keefektifannya makin berkurang.
Bedah filtrasi.
Jika tekanan pada glaukoma sudut terbuka tidak dapat
dipertahankan pada batas yang aman, meskipun telah diberikan
obat-obatan dan tindakan laser, maka harus dilakukan bedah
filtrasi. Adanya berbagai macam tindakan menunjukkan tidak ada satu
tindakan pun yang sempurna. Pada bedah filtrasi, dengan melubangi
seluruh tebal dinding (trefan, sklerotomi termal, sklerotomi bibir
posterior) berarti diciptakan sebuah saluran dari bilik mata depan
ke rongga subkonjungtiva. Disini cairan mata diserap oleh pembuluh
darah, getah bening, dan transudasi melalui konjungtiva. Pada
kira-kira 25% dari kasus, terjadi pembentukan jaringan parut pasca
bedah yang akan menutup lubang filtrasi sehingga dengan demikian
perlu dilakukan bedah ulang.
Akhir-akhir ini bedah filtrasi yang aman yaitu trabekulektomi,
menjadi popular di seluruh dunia. Separuh tebal flep sclera
dijahitkan diatas lubang pada limbus, kemudian flep konjungtiva
ditutupkan diatasnya. Penyulitnya sedikit, tetapi penurunan
tekanannya juga agak kurang dibandingkan dengan cara melubangi
seluruh ketebalan sclera.
Siklokriotermi.
Siklokriotermi secara umum telah menggantikan siklodiatermi
dalam pengobatan glaukoma afakia. Keuntungannya adalah dapat
merusak badan siliar tanpa merusak konjungtiva atau sclera. Tidak
diperlukan sayatan. Reaksi vascular yang tinggi dalam badan siliar
mengakibatkan terjadinya fibrosis, sehingga fungsi badan siliar
menurun, oleh karena itu produksi cairan mata menjadi
berkurang.
Trabekuloplasti laser (lihat uraian sebelum ini) dapat dicobakan
pada glaukoma afakia dengan angka keberhasilan kira-kira 40%.
Goniotomi.
Pengobatan terhadap glaukoma bayi yang terbaik adalah goniotomi.
Tindakan ini diperkenalkan sebagai cara pengobatan glaukoma bayi
oleh Otto Barkan pada tahun 1938 dan merubah prognosis penyakit ini
dari sangat buruk menjadi baik (tingkat penyembuhan 70-80%). Tujuan
pembedahan adalah membentuk aliran cairan mata yang normal melalui
saluran-saluran yang fisiologis.
Ultrasonografi untuk pengobatan.
Cara pengobatan yang memberikan harapan dan noninvasive untuk
segala jenis glaukoma diperkenalkan oleh Dr. Jackson Coleman dari
Cornel Medical Center. Kini cara ini hanya dipakai pada kasus-kasus
lanjut, dengan angka keberhasilannya lebih dari 50%. Gelombang
suara berfrekuensi tinggi difokuskan pada badan siliar dan
dibidikkan melalui sclera didekat limbus. Badan siliar yang rusak
kurang memproduksi cairan mata, dan sclera yang melemah menyebabkan
terjadinya perembesan cairan mata.(1,4)DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan, Daniel : oftalmologi Umum ( General Ophtalmologi ) /
Daniel Vaughan, Taylor Asbury, alih bahasa, Waliban dan Bondan
Hariono, Jilid I Edisi XI, Jakarta, Widya Medika, 1995, hal :
218,232,233,234, 234-235.
2. http://www.medicastore.com3. http://www.google.com4. Deborah
Pavan-Langston, M.D : Manual of Ocular Diagnosis and Therapy,
Fourth Edition, Page 229-231, 235, Litle, Brown and Company Boston
New York Toronto London, 1976.
5. Vaughan, Daniel, dkk : oftalmologi Umum Edisi XIV, Jakarta,
Widya Medika, hal : 235-236, 236, 237, 237-238, 238
6. Ilyas Sidarta : Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Edisi II,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Hal : 127.
7. American Academy of Ophtalmology, Basic and Clinical Science
Course : Glaucoma, Section 10, Page 83 American Academy of
Ophthalmology, 2003-2004.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan kurnia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan paper kami
yang berjudul Glaukoma Sekunder .
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai persyaratan
dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit
Mata RSU Dr. Pirngadi Medan.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Dr. Cut Nori Altika Renardi yang membimbing
kami di dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa paper ini tentu masih banyak kekurangan,
oleh karena itu kami dengan senang hati akan menerima kritik dan
saran yang kiranya dapat membangun dan menyempunakan makalah
ini.
Besar harapan kami agar kiranya paper ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Medan, Oktober 2004
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
PENDAHULUAN
1
DEFINISI
1
PENYEBAB
2
KLASIFIKASI
3
Glaukoma sekunder karena perubahan didalam lensa
5
Glaukoma sekunder karena kelainan uvea
6
Glaukoma sekunder karena cedera
8
Glaukoma pasca bedah
9
Glaukoma sekunder karena rubeosis iridis
10
Glaukoma sekunder karena fistel arterivena
10
Glaukoma sekunder karena pemakaian kortikosteroid topikal
10
Glaukoma pigmentasi
11
Hipertensi ocular
12
TINDAKAN BEDAH GLAUKOMA
13
DAFTAR PUSTAKA
16
PAGE 1Eka Purnama Sari, 95310042, FK UNBRAH Halaman
KKS SMF Ilmu Penyakit Mata RSU. Dr. Pirngadi Medan