MASSA SUPRATENTORIAL
Desmida Artaria Gultom, Himawan SasongkoBagian / SMF
Anestesiologi dan Terapi IntensifFakultas Kedokteran UNDIP / RSUP
Dr. Kariadi Semarang
I. PENDAHULUANKraniotomi eksisi atau biopsi pada tumor
supratentorial merupakan prosedur neurosurgikal yang sering
dilakukan. Biasanya jenis tumornya adalah glioma dan meningioma.
Pada tahun 2007 berdasarkan The Central Brain Tumor Registry of the
United States (CBTRUS) ditemukan 51.410 kasus baru mengenai tumor
jinak maupun ganas pada sistem saraf pusat. Diperkirakan 12.740
orang meninggal akibat penyakit tersebut. Pada umumnya yang sering
terjadi pada orang dewasa adalah glioma (36%), meningioma (32,1%),
dan adenoma pituitari (8,4%). Kebanyakan tumor bersifat ganas dan
berupa tumor supratentorial (>80%). Tumor otak primer rata-rata
didiagnosa pada umur 57 tahun. Sejak tahun 1985 sampai dengan tahun
1999 kejadian tumor otak primer cenderung meningkat (meningkat 1,1%
tiap tahunnya). 25% dari pasien yang meninggal oleh karena tumor
otak, kejadian metastasenya baru terdeteksi pada saat dilakukan
otopsi. Jaringan yang paling sering menjadi tempat metastase adalah
payudara, colon dan rectal, ginjal, paru-paru, dan melanoma dan 6%
dari pasien tersebut baru terdiagnosa metastase setelah satu tahun
setelah terdiagnosa tumor otak primer.1Masalah yang akan dihadapi
seorang pasien yang terkait dengan massa supratentorial adalah
akibat yang terjadi oleh penekanan tumor baik yang bersifat lokal
maupun keseluruhan terhadap organ lain, sedangkan untuk seorang
ahli bedah masalah timbul selama proses pembedahan karena jaringan
otak disekitarnya akan rentan terhadap kerusakan dari retraksi dan
mobilisasi.2 Seorang ahli anestesi harus mengerti tentang
patofisiologi peningkatan tekanan intrakranial baik yang bersifat
lokal ataupun general, regulasi dan pemeliharaan perfusi
intraserebral, cara menghindari perpindahan aliran sistemik
sekunder ke otak, efek dari obat anestesi terhadap tekanan
intrakranial, perfusi dan metabolisme otak, dan pilihan-pilihan
terapi yang dapat digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial
dan ketegangan selama operasi berlangsung.2 Masalah-masalah yang
mungkin muncul selama operasi termasuk perdarahan yang masif
intraoperatif, kejang dan emboli udara merupakan suatu tantangan
juga untuk seorang ahli anestesi. 1 Kondisi patologis yang bersifat
ekstrakranial seperti adanya penyakit kardiovaskular atau paru-paru
misalkan pada pasien-pasien dengan kasus yang sudah bermetastase
merupakan hal yang tidak boleh dilupakan dan menjadi tambahan dalam
melakukan pembiusan.2 Makalah ini akan membahas mengenai massa
supratentorial dan hal-hal yang berkaitan dengan pembiusan pada
operasi massa supratentorial. II. TINJAUAN PUSTAKAANATOMI SISTEM
SARAF PUSATSistem saraf pusat terdiri dari serebrum, serebelum, dan
batang otak yang dibentuk dari mesencefalon, pons, dan medula
oblongata. Bila tulang kalvaria dan duramater disingkirkan, di
bawah lapisan arachnoid mater kranialis dan pia mater kranialis
akan terlihat gyrus, sulkus, dan fisura korteks cerebri. Sulkus dan
fisura korteks serebri membagi hemisfer serebri menjadi daerah
lebih kecil yang disebut lobus.31. Serebrum (Otak besar)Serebelum
adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer.
Hemisfer kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kiri
dan hemisfer kiri berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah
kanan. Masing-masing hemisfer terdiri dari empat lobus. Bagian
lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang
menyerupai parit disebut sulkus. Keempat lobus tersebut
masing-masing adalah lobus frontal, lobus parietal, lobus oksipital
dan lobus temporal.a. Lobus parietalLobus parietal merupakan lobus
yang berada di bagian tengah serebrum. Lobus parietal bagian depan
dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian belakang oleh garis yang
ditarik dari sulkus parieto-oksipital ke ujung posterior sulkus
lateralis (Sylvian). Daerah ini berfungsi untuk menerima impuls
dari serabut saraf sensorik thalamus yang berkaitan dengan segala
bentuk sensasi dan mengenali segala jenis rangsangan somatik.b.
Lobus frontalLobus frontalis merupakan bagian lobus yang ada di
bagian paling depan dari serebrum. Lobus ini mencakup semua korteks
anterior sulkus sentral dari Rolando. Pada daerah ini terdapat area
motorik untuk mengontrol gerakan otot-otot, gerakan bola mata, area
broca, sebagai pusat bicara, dan area prefrontal (area asosiasi)
yang mengontrol aktivitas intelektual.c. Lobus temporalLobus
temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus oksipital
oleh garis yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung atas
sulkus lateral. Lobus temporal berperan penting dalam kemampuan
pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.d.
Lobus oksipitalLobus oksipital berada di belakang lobus parietal
dan lobus temporal. Lobus ini berhubungan dengan rangsangan visual
yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap
objek yang ditangkap oleh retina.2. Serebelum (otak kecil)Serebelum
atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua dari otak. Serebelum
terletak di bagian bawah belakang kepala, berada di belakang batang
otak dan di bawah lobus oksipital, dekat dengan ujung leher bagian
atas. Serebelum adalah pusat tubuh dalam mengontrol kualitas
gerakan. Serebelum juga mengontrol banyak fungsi otomatis otak,
diantaranya mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol
keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Selain itu,
serebelum berfungsi menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan
otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan
tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.3.
Batang otakBatang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga
kepala bagian dasar dan memanjang sampai medula spinalis. Batang
otak bertugas untuk mengontrol tekanan darah, denyut jantung,
pernafasan, kesadaran, serta pola makan dan pola tidur. Bila
terdapat masalah pada batang otak maka gejala yang sering timbul
berupa muntah, kelemahan otot wajah baik satu maupun dua sisi,
kesulitan menelan, diplopia, dan sakit kepala ketika bangun.Batang
otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:a. Mesencefalon atau otak
tengah, disebut juga mid brain, adalah bagian teratas dari batang
otak yang menghubungkan serebrum dan serebelum. Saraf kranial III
dan IV diasosiasikan dengan otak tengah. Otak tengah berfungsi
dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran
pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.b. Pons,
merupakan bagian dari batang otak yang berada di antara mid brain
dan medula oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior.
Saraf kranial V diasosiasikan dengan pons.c. Medula oblongata,
adalah bagian paling bawah belakang dari batang otak yang akan
berlanjut menjadi medula spinalis. Medula oblongata terletak juga
di fossa kranial posterior. Saraf kranial IX, X, dan XII
disosiasikan dengan medula oblongata sedangkan saraf kranial VI dan
VIII berada pada perhubungan dari pons dan medula.
PATOFISIOLOGI PENINGKATAN INTRAKRANIAL Komponen utama dari otak
normal adalah jaringan, darah intravaskular, cairan cerebrospina,
ketiganya berada di dalam tengkorak yang keras. Setiap ada kenaikan
volume atau penambahan massa salah satu maka akan dikompensasi
dengan pengurangan volume satu atau lebih komponen otak yang lain
secara bersamaan terutama cairan serebrospinal atau darah oleh
karena otak sebagian besar akan menjadi lebih mampat. Kemampuan
mekanisme homeostatis dalam mengkompensasi tidak hanya tergantung
pada besar massa tetapi juga pada kecepatan munculnya massa
tersebut.1 Efek Volume dari Tumor Intrakranial Efek volume oleh
karena tumor intrakranial bukan hanya oleh karena massa tumor itu
saja tetapi juga edema otak vasogenik yang terjadi di sekitar
tumor. Edema tersebut dapat dilihat dari hasil pemeriksaan Computed
Tomography (CT) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) yang
disebabkan oleh karena faktor sekretori yang dapat menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah otak disekitar tumor.
Edema ditandai biasanya di sekitar tumor yang berkembang pesat.
Pada umumnya respon terhadap terapi steroid baik dan dapat bertahan
sampai setelah operasi.1
Sawar Darah Otak dan Edema OtakSawar darah otak dipengaruhi juga
oleh kondisi patologis intrakranial. Biasanya sawar darah otak
tidak akan dapat dilewati oleh molekul besar atau polar dan
bervariasi dapat ditembus oleh ion-ion dan non elektrolit
hidrofilik kecil. Apabila terjadi kerusakan sawar darah otak maka
akan memungkinkan air, elektrolit dan molekul hidrofilik dapat
masuk ke dalam jaringan otak dan dapat menyebabkan edema otak
perivaskuler dan edema otak vasogenik. Dalam hal ini kebocoran otak
oleh karena edema akan berbanding lurus dengan tekanan perfusis
serebral (CPP). Edema vasogenik pada otak harus dibedakan dengan
edema osmotik (yang disebabkan olej penurunan osmolalitas) dan
edema sitotoksik (disebabkan oleh iskemia sekunder). Osmolalitas
darah merupakan penentu penting terjadinya edema serebral
sebaliknya tekanan onkotik hanya memainkan peran kecil.1
Perfusi Intraserebral dan Aliran Darah OtakAliran darah otak
bergantung pada tekanan arteri serebral dan resistensi
pembuluh-pembuluh serebral. Aliran darah otak rata-rata sekitar
50-54 mL/100g/menit atau kira-kira 15% dari curah jantung. Aliran
darah ke substansia grisea 75-80 mL/100g/menit sedangkan substansia
alba 20-30 mL/100g/menit dikarena metabolisme otak lebih banyak di
substansia grisea. Pada infant dan anak-anak, aliran darah otak
global lebih tinggi daripada dewasa sekitar 65 mL/100g/menit. Bila
aliran darah ke otak 150 mmHg) tekanan akan merusak daya konstriksi
pembuluh darah dan aliran darah otak akan naik dengan tiba-tiba.
Dengan demikian akan terjadi kerusakan sawar darah otak
(blood-brain barrier) yang dapat menimbulkan terjadinya edema
serebral dan perdarahan otak.
b. PaCO2Aliran darah otak berubah kira-kira 4% (0,95-1,75
mL/100gr/menit) setiap mmHg perubahan PaCO2 antara 25-80 mmHg.
Jadi, jika dibandingkan dengan keadaan normokapnia, aliran darah
otak dua kali lipat pada PaCO2 80 mmHg dan setengahnya pada PaCO2
20 mmHg. Karena hanya sedikit perubahan aliran darah otak pada
PaCO2 < 25 mmHg, malahan bisa terjadi serebral iskemia akibat
perubahan biokimia, maka harus dihindari hiperventilasi yang
berlebihan. Pada operasi tumor otak rutin dipasang kapnogram untuk
mengukur end tidal CO2, umumnya dipertahankan end tidal CO2 25-30
mmHg yang setara dengan PaCO2 29-34 mmHg.c. PaO2Bila PaO2 < 50
mmHg akan terjadi vasodilatasi dan aliran darah ke otak akan
meningkat. Peningkatan PaO2 hanya sedikit pengaruhnya terhadap
resistensi pembuluh darah serebral. Regulasi dari CBF diatur
berdasarkan level dari tekanan arteri serebral. Hal tersebut
tergantung pada gradien tekanan di dinding pembuluh darah (yang
merupakan hasil dari Tekanan perfusi serebral (CPP)) dan besar
PaCO2 (yang tergantung dari ventilasi pasien). CBF autoregulasi
akan mempengaruhi secara dominan terhadap homeostatis ICP, dan akan
terus konstan dalam menghadapi perubahan CPP atau tekanan arteri
(MAP). Fungsi autoregulasi normal untuk CPP nilainya 50-150 mmHg
dan banyak terganggu oleh banyak sebab intrakranial (misalnya darah
dalam cairan serebrospinal, trauma, atau tumor) dan ekstrakranial
(hipertensi sistemik). Jika CPP tidak memadai maka perfusi jaringan
akan menurun. Bila tingkat CBF dibawah batas autoregulasi yaitu
kurang dari 20 ml/100 g/menit maka akan menghasilkan iskemia, hal
tersebut dapat diperbaiki dengan cara menormalkan kembali CPP
(dengan meningkatkan MAP atau menurunkan ICP) atau mengurangi
kebutuhan metabolik otak ( dengan cara memperdalam anestesi atau
membuat pasien menjadi sedikit hipotermi). Pengurangan CPP atau MAP
yang akut akan cenderung meningkatkan ICP (yang disebut dengan
cascade vasodilatasi). Penurunan PaCO2 akan menyebabkan
vasokonstriksi, mengurangi CBF, CBV dan dengan demikian ICP.
Sebaliknya keadaan hiperventilasi akan berguna untuk mengontrol
erkapnia akan meningkatkan ICP dan harus dicegah selama periode
perioperatif mengurangi CBF, CBV, dan dengan demikian ICP
Sebaliknya, hiperkapnia meningkatkan ICP dan harus dicegah periode
perioperatif. Hal ini membuat hiperventilasi dapat berguna untuk
mengontrol awal dari hyperemia intracerebral dan peningkatan
ICP.1Rumus : CBF = CPP/CVR CPP = MAP ICP Biasanya ICP < CVP,
maka CPP = MAP - CVP
HUBUNGAN ANESTESI DENGAN TEKANAN, PERFUSI DAN METABOLISME
INTRAKRANIALAnestesi memberikan efek yang besar terhadap lingkungan
intrakranial baik melalui efek obat atau efek bukan obatnya. Efek
ini peka terhadap keadaan intrakranial dan ekstrakranial (misalnya
komplians serebral, ada atau tidak adanya kondisi patologis
intrakranial, keadaan status volemik).1
Anestesi IntravenaAnestesi intravena termasuk barbiturat,
propofol, etomidate dan ketamin. Selain sebagai induksi anestesi,
propofol digunakan sebai pemeliharaan anestesi dengan cara infus
intravena kontinus (sering dikendalikan dengan komputer atau sistem
TCI). Semua obat intavena yang disebutkan di atas merupakan
vasokstriksi serebral yang mengakibatkan depresi metabolisme
serebral (CMR) kecuali ketamin. Ketamin akan meningkatkan CBF otak
tanpa merubah CMR pada pasien sehat. Pada dosis subanestesi,
ketamin akan meningkatkan metabolisme glukosa di daerah otak dan
CBF. Agen anestesi intravena lainnya akan bersifat menurunkan CBF,
CBV, dan ICP. Etomidate dapat menghambat sekresi adrenal kortisol
secara langsung selama 24 sampai 48 jam setelah injeksi tunggal
obat tersebut dan penggunaannya sering dikaitkan dengan gerakan
mioklonik.1
Anestesi VolatileSemua anestesi volatile bersifat vasodilatasi
serebral tetapi isofluran, sevofluran, dan desfluran juga bersifat
mengurangi CMR. Dengan 2 MAC ( minimal alveolar concentrations)
didapatkan gambaran sebuah EEG dimana depresi metabolisme tercapai
maksimal. Peningkatan respon metabolisme otak dengan konsentrasi
anestesi yang meningkat tidak bersifat linier. Penurunan CMR
bertahap dengan 0-0,5 MAC dan kemudian akan sangat menurun dengan
2-3 MAC. Pengaruh anestesi volatile pada CBF adalah hasil dari
sifat vasodilatasi dan aliran metabolisme koupling. CBV tidak
berubah dengan penggunaan isofluran dan justru akan menurun dengan
obat propofol pada konsentrasi yang sebanding. Untuk kondisi otak
yang normal, konsentrasi agen volatile di bawah 1 MAC, kadar PaCO2
akan tetap utuh, memungkinkan kontrol vasodilatasi oleh hipokapnia.
Namun dengan kondisi otak yang patologis atau penggunaan agen
volatile dengan konsentrasi tinggi dapat mengganggu autoregulasi
dan kadar PaCO2.1
Nitrous OksidaNitrous Oksida adalah serebrostimulator, dapat
meningkatkan CBF, CMR, dan kadang ICP. Efeknya tidak seragam di
seluruh otak melainkan hanya pada bagian-bagian otak tertentu
(ganglia basalis, talamus, insula) dan dapat merubah distribus
regional CBF.1
OpioidOpioid telah dikaitkan dengan peningkatan jangka pendek
ICP, terutama subfentanil atau alfentanil. Efek vasodilatasi
serebral setelah terjadi penurunan MAP dan CPP adalah yang
mendasari mekanisme untuk peningkatan sementara ICP, meskipun efek
vasodilatasi serebral sederhana langsung terjadi. Efek ini
menunjukkan sensitivitas dari efek obat yang masuk intraserebral
terhadap keadaan lingkungan intrakranial dan ekstrakranial dan
pentingnya menjaga keadaan normovolemia untuk menjaga stabilitas
dari ICP. Umumnya, opioid sederhana mengurangi CMR dan tidak
mempengaruhi aliran-metabolisme kopling, autoregulasi, atau
sensitivitas karbon dioksida dari pembuluh otak.1
Mengurangi ICP, Otak yang Bengkak dan KeteganganAnestesi
memiliki sejumlah alat yang dapat digunakan untuk mencapai
pengurangan ICP dan relaksasi otak sehingga para ahli bedah dapat
bekerja dengan baik.1Anestesi IntravenaAnestesi intravena akan
mengurangi CMR, CBF dan oleh karena itu CBV dan ICP akan turun dan
mengarah ke penurunan curah otak. Vasokonstriksi serebral yang akan
terjadi akan tergantung pada aliran mekanisme kopling dan dosis
yang diberikan.1
HiperventilasiHiperventilasi akan menyebabkan kondisi hipokapnia
dan vasokonstriksi serebral. Dalam konteks autoregulasi yang utuh,
CBF secara kasar berhubungan linier dengan PaCO2. Nilai yang biasa
digunakan untuk mencapai tujuan adalah PaCO2 antara 30-35 mmHg,
untuk hasil PaCO2 pada analisa gas darah arteri lebih tinggi dari
pada end tidal CO (ETCO2). Efektivitas hiperventilasi (PaCO2pada 25
2 mm Hg) untuk mengendalikan massa otakpada pasien baik di bawah
isoflurane atau propofol anestesitelah dibuktikan. Komplikasi utama
yang terkait dengan hiperventilasiadalah pengurangan CBF, yang
menimbulkan iskemia serebral.Dengan demikian, ahli anestesi harus
menyeimbangkan manfaat otakrelaksasi terhadap risiko hipoperfusi
serebral. Yang Lainnyaefek samping penurunan linear aliran arteri
koroner, mengurangi aliran balik vena jantung, hipokalemi.1
DiuretikDiuretik osmotik seperti manitol dan garam hiperosmotik
akan meningkatkan osmolalitas darah secara akut, sehingga akan
mengurangi cairan otak ( terutama dalam jaringan otak sehat dengan
keadaan sawar darah otak yang tetap utuh) dan juga akan menurunkan
massa otak serta ICP. Sehingga terjadi perubahan bentuk otak
sehingga ahli bedah semakin mudah untuk mencapai target lokasi
tumor.Pemberian manitol dengan dosis 0,5-1 g/kgBB (150-400 ml 20%
manitol) intravena yang dibagi menjadi infus cepat sebelum
dilakukan operasi dan infus lambat sampai dengan diseksi otak
selesai. Efeknya adalah penurunan ICP, menghilangkan sekitar 90 mL
air di otak yang dicapai pada efek puncak dapat bertahan selama 2-3
jam. Tujuannya untuk menjaga osmolalitas kurang dari 320 mOsm/kg.
Masalah yang mungkin terjadi akibat dari penggunaan diuretik
osmotik ini adalah hipernatremia, hipokalemia dan hipovolemia akut
yang dapat memperburuk pasien-pasien dengan kelainan kongestif
gagal jantung. Tidak ada manfaat tambahan untuk menggunakan
tambahan diuretik seperti furosemide yang menginduksi hipovolemia
dan efeknya tidak dapat mengurangi kadar air dalam otak. Cairan
normal saline harus diberikan untuk untuk menggantikan kerugian
cairan yang dikeluarkan melalui urine untuk menghindari hipovolemia
dan menjaga tekanan darah.1
Cairan Cerebrospinal Drainase CSF dicapai baik oleh tusukan
langsung intraoperatif dari ventrikel lateral atau melalui kateter
tulang belakang di lumbal yang ditempatkan sebelum operasi. Yang
terakhir ini hanya efektif jika ada blok ekor untuk keluarnya CSF.
Karena berisiko menyebabkan herniasi otak akut, drainase lumbal CSF
harus digunakan hati-hati dan hanya jika dura terbuka. Pasien harus
menerima hiperventilasi ringan saat CSF dikeringkan. Pengeluaran 10
sampai dengan 20 mL CSF sangat efektif dalam mengurani otak
bengkak. Jika diperlukan CSF dapat dikeluarkan sampai dengan 50
mL.1MANAJEMEN GENERAL ANESTESIPENILAIAN SEBELUM OPERASIPenentuan
strategi anestesi untuk bedah saraf tergantung pada status
neurologis dan keadaan umum pasien, intervensi yang direncanakan
dan integrasi holistik faktor inisiasi. Pasien dan intervensi yang
akan direncanakan harus didiskusikan dengan ahli bedah saraf yang
terlibat.
Status Neurologis PasienTujuan utama melakukan penilaian status
neurologis pasien adalah untuk memperkirakan berapa kenaikan dari
ICP, seberapa besar kerusakan dari tekanan komplianse intrakranial
dan autoregulasi, dan berapa banyak homeostasis cadangan untuk ICP
dan CBF sebelum iskemia otak atau gangguan neurologis lain terjadi.
Tujuan lainnya juga untuk menilai kelainan neurologis apa saja yang
sudah terjadi baik yang bersifat reversible maupun
irreversible.1
Keadaan Umum PasienFungsi kardiovaskular dan fungsi respirasi
adalah penting karena perfusi otak dan oksigenasi pada akhirnya
akan bergantung pada hal tersebut, fungsi keduanya harus
dioptimalkan sebelum akan dilakukan operasi. Beberapa kondisi
patologis intrakranial akan mengubah fungsi kardiovaskular
(misalnya terjadi kenaikan dari ICP akan mempengaruhi konduksi
jantung). Operasi pada massa supratentorial (terutama meningioma,
metastasis) dapat dikaitkan dengan pengeluaran darah yang
signifikan dan dapat terjadi suatu keadaan hipovolemia dan
hipotensi. Dalam kasus-kasus metastasis, tumor primer dapat
mnerusak dari fungsi kardiorespirasi (40% tumor metastasis ke otak
berasal dari paru-paru).1 Masalah lebih lanjut yang berhubungan
dengan tumor ganas termasuk gangguan koagulasi yang berhubungan
dengan peningkatan resiko tromboemboli sekitar 21% kemungkinan
terjadi dalam tahun pertama setelah dilakukan operasi. Dengan
demikian maka walaupun terdapat resiko perdarahan, heparin low
molecular dapat diindikasikan setelah operasi kraniotomi selesai
untuk pencegahan tromboemboli vena.1
Rencana Intervensi Operasi.Poin penting untuk merencanakan suatu
intervensi operasi adalah ukuran dan posisi tumor, diagnosa
jaringan, pendekatan bedah, struktur di sekitarnya yang berdekatan
dan kemungkinan keterlibatannya struktur tersebut dalam operasi dan
apakah tumor tersebut akan dioperasi secara radikal atau hanya
pengurangan secara maksimalnya saja. Pendekatan dari segi bedah
akan menentukan posisi pasien.1
INDUKSI ANESTESISasaran dan obat-obatanFaktor utama yang perlu
dipertimbangkan untuk induksi anestesi bagi bedah saraf
supratentorial elektif adalah kontrol ventilasi (penghindaran dari
hiperkapnia dan hipoksemia, penerapan awal hiperventilasi ringan),
kontrol simpatis dan juga tekanan darah (yaitu kedalaman anestesi
yang adekuat dan anti-nosisepsi untuk mencegah stimulasi SSP), dan
pencegahan obstruksi aliran keluar vena kranial (memposisikan
kepala). Perhatian terhadap detil-detil tersebut karena memperbaiki
status kurva tekanan-volume intrakranial pasien, memastikan
adekuatnya perfusi otak, membantu mencegah peningkatan TIK yang
tidak menguntungkan, dan menurunkan tekanan perfusi otak. Induksi
dengan thiopental atau propofol yang dijadikan starter, dan opioid,
bersama dengan hiperventilasi lembut, yang diberikan sebelum
intubasi.1 Penggunaan infus propofol memungkinkan penggunaan yang
lebih aman dari pada nitrogen oksida dengan mensupresi efek
serebrostimulatorik lanjutan yang tidak diinginkan. Untuk induksi
pada pasien-pasien yang lebih lemah atau lanjut usia, etomidat (0,2
sampai 0,4 mg/kgBB) bisa digunakan di samping propofol.Fentanyl
bisa digantikan oleh alfentanil (5 sampai 10 g/kgBB diikuti dengan
infus pemeliharaan dalam dosis 5 sampai 10 g/kgBB/jam), oleh
sufentanil (0,5 sampai 1,5 g/kgBB diikuti dengan infusan
pemeliharaan dalam dosis 0,1 sampai 0,3 g/kgBB/jam) untuk kontrol
hemodinamik yang lebih halus, atau oleh remifentanil (0,5 sampai 1
g/kgBB diikuti dengan infus pemeliharaan dalam dosis 0,1 sampai 0,2
g/kgBB/jam) untuk pemulihan yang cepat dan penilaian neurologis
awal yang independen terhadap durasi anestesi.1
Pelumpuh ototPelumpuh otot non depolarisasi memiliki efek
minimal terhadap hemodinamik otak. Hal ini diperkirakan bahwa
penggunaan suksinilkolin perlu disimpan untuk pasien dengan
kemungkinan kesulitan intubasi atau jika induksi sekuens cepat
mutlak tidak dapat dihindari. Suksinilkolin bisa menyebabkan
kenaikan transien CMR, CBF, dan ICP (TIK), walaupun kenaikan
tersebut biasanya bisa dikontrol dengan hiperventilasi atau
mendalamkan anestesi dan hanya menimbulkan konsekuensi pada pasien
dengan kenaikan TIK yang tidak aman.1 Direkomendasikan untuk
menghindari pelumpuh otot berdurasi lebih panjang, seperti
pankuronium, dan memilih untuk menggunakan pelumpuh otot berdurasi
sedang-singkat, seperti vecuronium, cisatrakurium, mivakurium, dan
rokuronium. Rekomendasi ini berdasarkan pada fakta bahwa
pasien-pasien bedah saraf rentan terhadap efek hangover pelumpuh
otot (sulit untuk dideteksi dengan penilaian manual atau stimulasi
nervus perifer). Dalam konteks ini, interaksi (kebutuhan akan 50
sampai 60% dosis yang lebih tinggi) antara fenitoin jangka-panjang
atau terapi karbamaepin (>7 hari) dengan pankuronium,
vecuronium, atrakurium, atau cisatrakurium perlu diperhatikan,
seperti juga kebutuhan akan pemantauan transmisi neuromuskuler pada
ekstremitas yang non-hemiplegik (seperti yang telah didiskusikan
sebelumnya). Bagaimanapun, dokter anestesi perlu mengingat bahwa
imobilitas pasien perlu dijamin selama prosedur berlangsung.1
Memposisikan pasien Aplikasi pin holder merupakan sebuah
stimulus nosiseptif maksimum. Hal ini perlu secara adekuat diblok
dengan mendalamkan anestesi (bolus remifentanil 0,25 sampai 1
g/kgBB, fentanyl 1 sampai 3 g/kgBB atau alfentanil 10 sampai 20
g/kgBB) atau anestesi (contohnya dengan bolus intravena thiopental
1 mg/kgBB atau propofol 0,5 mg/kgBB), lebih baik jika digunakan
bersama dengan infiltrasi anestesi lokal pada lokasi pin untuk
mencegah stimulasi SSP yang tidak diinginkan dan aktivasi
hemodinamik. Alternatifnya, kontrol hemodinamik bisa dicapai dengan
agen-agen antihipertensif seperti esmolol (1 mg/kgBB) dan labetalol
(0,5 sampai 1 mg/kgBB). Insersi pin bisa dikaitkan dengan embolisme
udara di vena.1Pengambilan posisi pasien perlu diawasi ketat oleh
dokter anestesi dan dokter bedah, dan menghindari posisi yang
ekstrim. Perhatian khusus perlu diberikan pada padding atau fiksasi
regio-regio yang rentan terhadap cedera akibat tekanan, abrasi,
atau pergerakan, seperti ekstremitas yang jatuh. Posisi head-up
ringan akan membantu drainase vena. Ekstensi lateral atau fleksi
kepala yang terlalu ekstrim perlu dihindari (sebaiknya ada ruang
minimal dua jari diantara dagu dengan tulang terdekat) untuk
menghindari kinking pipa endotrakeal, pembengkakan dan gangguan
jalan napas postoperatif, dan kerusakan drainase vena otak
(pembengkakan otak). Lutut perlu difleksikan ringan untuk mencegah
cedera lumbosakral. Jika kepala diputar ke lateral (contohnya untuk
kraniotomi pterional atau frontotemporal), bahu kontralateral perlu
dielevasikan (dengan wedge atau roll) untuk mencegah cedera
peregangan pleksus brakialis. Posisi lateral dan duduk memiliki
tindakan pendegahan spesifik dalam pengambilan posisinya
masing-masing. Pipa endotrakeal harus difiksasi dan diberi pack
dengan aman untuk mencegah ekstubasi yang tidak disengaja atau
abrasi yang diakibatkan oleh pergerakan dan harus dapat diakses
pada periode intraoperatif (catatan: terdapat kenaikan dead space
jika pipa ekstensi digunakan pada distal Y-piece). Terakhir, mata
juga perlu diisolasi dalam kondisi terpejam untuk mencegah
kerusakan kornea akibat paparan atau irigasi dengan cairan-cairan
antiseptik atau yang lainnya.1
ANESTESI PEMELIHARAANSasaran Tujuan anestesi utama selama
operasi supratentorial adalah (1) kontrol tekanan otak lewat
kontrol CBF dan CMR (yang disebut sebagai konsep retraktor otak
kimia) dan (2) neuroproteksi lewat peliharaan terhadap lingkungan
intrakranial yang optimal. Sasaran pertama bergantung pada
pencegahan stimulasi SSP; hal ini dicapai lewat kedalaman anestesi
yang baik dan antinosisepsi, profilaksis antiepileptik sebagaimana
juga kontrol terhadap konsekuensi-konsekuensi stimulasi SSP jika
hal ini terjadi (dengan antihipertensi, simpatolitik). Sasaran
kedua bergantung pada pemeliharaan kecocokan yang baik antara
permintaan substrat otak dengan suplai, sebagaimana juga upaya
dalam neuroproteksi spesifik jika terjadi mismatch (catatan:
iskemia terjadi di bawah retraktor pada 5 sampai 10% pasien).
Banyak dokter anestesi menggunakan hipotermia pasif sedang (350C)
untuk memberikan neuroproteksi, dengan berdasar pada banyak
literatur eksperimental yang menunjukkan efikasinya pada cedera
otak. Namun, studi klinis belum menunjukkan adanya efek bermanfaat
dari hipotermia pada pasien bedah saraf. Selain itu, hipotermia
merusak fungsi platelet dan kaskade koagulasi. Oleh sebab itu,
bahkan hipotermia yang ringan (6jam) dan ekstensif (terutama jika
berhubungan dengan perdarahan), operasi ulangan, operasi
glioblastoma mayor, operasi yang melibatkan atau dekat dengan area
otak vital, dan operasi yang berhubungan dengan iskemia otak
signifikan (misalnya waktu pemasangan klip vaskuler panjang,
tekanan refraktor ekstensif). Jika siuman dari anestesi yang lama
yang dipilih, sedasi dan analgesi yang adekuat harus dipastikan,
yang paling baik dengan obat kerja singkat.1
Prekondisi untuk siuman dari anestesi diniSiuman dari anestesi
dini memerlukan perencanaan. Hal ini membutuhkan teknik anestesi
yang adekuat secara farmakologis untuk memungkinkan siuman dini dan
memerlukan perhatian yang besar pada homeostasis otak dan sistemik
intraoperatif (mempertahankan oksigenasi normal, suhu, volume
intravaskuler, tekanan darah, fungsi kardiovaskuler, dan
metabolisme CNS). Untuk mencegah trauma retraksi otak mekanik, ICP
dan brain bulk harus dikontrol secara farmakologis selama operasi.
Ahli bedah saraf berkontribusi dengan meminimalisasi kehilangan
darah dengan hemostasis obsesif dan reduksi invasivitas bedah
dengan penggunaan microsurgery dan lapangan operasi yang kecil.
Jika kondisi ini terpenuhi, siuman dari anestesi dini dapat
berhubungan dengan aktivasi endiokrin, hemodinamik, dan metabolic
yang lebih sedikit dibandingkan dengan siuman dari anestesi yang
lama.1
Pelaksanaan siuman dari anestesi diniPrerekuisit untuk sebuah
pendaratan yang mulus adalah titrasi obat anestesi dan analgesic
secara hati-hati pada akhir prosedur. Tujuan ini diperoleh dengan
penggunaan dosis top-up dari anestetik atau analgetik intravena
(opioid, lidokain) atau, alternatifnya, sebuah hembusan pendek obat
volatile, atau keduanya. Penggunaan agen simpatolitik dapat
diindikasikan. Pencegahan nyeri postoperative adalah wajib,
terutama setelah analgesia remifentanil. Infus analgetik non
narkotik tunggal tidak memberikan analgesia yang adekuat pada semua
pasien. Sebuah kombinasi 2 analgesik narkotik, berhubungan dengan
dosis kecil morfin setelah ekstubasi bila perlu, adalah wajib. Blok
saraf kulit kepala atau infiltrasi bupivacain pada luka memberikan
analgesia yang adekuat pada periode postoperative awal dan harus
dipikirkan. Profilaksis antiepileptic yang adekuat bergantung
terutama pada phenytoin (atau fosphenytoin) dosis loading selama
operasi, tetapi agen antiepileptic intravena lain (valproat,
levetiracetam, dll) dapat digunakan. Uji prospektif yang
membandingkan beberapa agen antiepileptic untuk profilaksis
postoperative awal masih sedikit.
Jika pasien belum bangun dan tidak dapat mengikuti perintah
verbal sederhana 20-30 menit setelah penghentian anesthesia yang
adekuat secara farmakologis, penyebab nonanestetik siuman dari
anestesi yang lambat harus dipikirkan dan disingkirkan (dengan CT
atau MRI) atau diobati. Diferensial diagnosisnya meliputi kejang,
edema otak, hematoma intracranial, pneumocephalus, oklusi pembuluh
darah, dan iskemia serta gangguan elektroolit dan metabolic. Jika
overdosis opioid dicurigai, adalah cukup berdasar untuk mentitrasi
antagonisasi dengan dosis kecil nalokson atau naltrekson.1
III. RINGKASANDasar neuroanesthesia untuk operasi massa
supratentorial adalah pemahaman berikut ini: Patofisiologi
peningkatan ICP Regulasi dan maintenance prefusi serebral Efek
anesthesia dan operasi pada ICP, perfusi serebral, dan homeostasis
intraserebral Perbedaan antara patofisiologi dan manajemen massa
yang meluas secara cepat, seperti hematoma akut, dan massa yang
tumbuh lambat, seperti tumor otak. Tujuan utama untuk eksisi tumor
serebral adalah sebagai berikut:1. Pelestarian daerah serebral yang
tidak terkena cedera selama prosedur oleh maintenance global
homeostasis dan proteksi oleh: Normovolemia dan normotensi
Normoglikemi Hiperoksia dan hipokapnia ringan Hiperosmolalitas
ringan2. Pemeliharaan autoregulasi CBF versus MAP, serta
vasoreaktivitas terhadap PaCO2.3. Minimalisasi kebutuhan untuk
retraksi bedak melalui penggunaan retraksi otak kimia yang terdiri
dari: KOntrol CMRO2, CBF, dan CBV Hiperventilasi moderat
Pemeliharaan CPP yang ketat Osmoterapi Drainase CSF Penggunaan
anesthesia intravena untuk otak4. Pelaksanaan siuman dari anestesi
yang dini, sehingga memungkinkan: Penilaian neurologis
postoperative segera yang adekuat Evaluasi postoperative
berkelanjutan Diagnosis komplikasi oleh tim neurologis tanpa
penundaan CT scan segera atau operasi jika perlu5. Manajemen
anesthesia dan pemulihan bedah terdiri dari: Penghilangan nyeri
yang adekuat Pencegahan mual muntah postoperative Kontrol
hemodinamik
DAFTAR PUSTAKA
1. Cottrell.E.James,Young.L.William. Cottrell and Youngs
Neuroanesthesia. 5th ed. Philadelphia. 2010; 11: 184-4532.
Miller.D.Ronald. Millers Anesthesia. 7th ed. Churchill Livingstone.
2012; 63: 2045-20883. Kim E.Barret, Susan M.Barman, Scott Boitano,
dkk. Ganongs review of Medical Physiology. 23rd ed. Lange. 2011; 3:
178-201 4. Tatang Bisri. Penanganan Neuroanestesia dan Critical
Care Cedera Otak Traumatik. Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran. 2012; 1: 1-185. H Robert, M Katherine. Anesthesia and
Co-Existing Disease. 5th ed. Stoeltings. 2010; 13:487-5196. GE
Morgan, MS Mikail. Clinical Anesthesiology. 4th ed. New York.
2006;36
29