Tugas PaperMASALAH PSIKIATRI PENDERITA GAGAL GINJAL YANG
MENGALAMI HEMODIALISIS DAN PENANGANAN
Oleh:Sadrakh S. F. Tompodung
NRI:13014101172
Masa KKM:22 Desember 2014 18 Januari 2015
BAGIAN PSIKIATRIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SAM
RATULANGIMANADO2014
DAFTAR ISI
BAB IPENDAHULUAN
.........................................................................................
3BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi
..........................................................................................................
5a. Psikiatri ...... 5b. Gagal Ginjal ... 6c. Hemodialisis .. 82.
Masalah Psikiatri Pasien yang Menjalani Hemodialisis
.............................. 10a. Depresi ..... 10b.
Kecenderungan untuk Bunuh Diri ... 12c. Delirium ... 13d. Gejala
Kecemasan dan Panik ... 143. Penanganan
.....................................................................................................14DAFTAR
PUSTAKA.
BAB IPENDAHULUAN
Ginjal adalah organ yang memiliki fungsi mempertahankan
homeostatis di dalam tubuh. Hal ini berhubungan untuk mendapatkan
keseimbangan yang optimal agar sel dapat hidup dan berfungsi dengan
baik. Ginjal mempertahankan homeostatis dengan cara mengatur
konsentrasi banyaknya konstituen plasma, terutama elektrolit dan
air, dan membuang sisa-sisa metabolism dan zat-zat yang tidak
diperlukan atau berlebih dalam tubuh lewat urin. Suatu gagal ginjal
dinyatakan jika kedua ginjal mengalami penurunan fungsi sebagai
regulator dan ekskretor.1Penyakit ginjal kronik merupakan suatu
penyakit dengan penurunan fungsi dari ginjal yang bertahap dan
biasa berakhir dengan gagal ginjal. Pada akhir tahun 1995-1999 di
Amerika Serikat kejadian penyakit ginjal kronik diperkirakan
sekitar 100 kasus perjuta penduduk pertahun. Angka penyakit ginjal
kronik meningkat tiap tahunnya yaitu sekitar 8%. Malaysia memiliki
1800 kasus baru gagal ginjal setiap tahunnya dengan populasinya
yang berjumlah 18 juta. Sedangkan pada negara-negara berkembang,
insiden ini setiap tahunnya diperkirakan sekitar 40-60 juta kasus
perjuta penduduk.2Penyakit ginjal kronik terbagi menjadi 5 stadium.
Pembagian stadium atau tingkatan ini berdasarkan laju filtrasi
glomerulus (LFG).2 Bila fungsi ginjal sudah mencapai nilai minimal
sehingga pengguanaan obat, diet, pembatasan masuknya cairan, dan
lain-lain tidak dapat memberi harapan lagi.3 Penderita dengan gagal
ginjal stadium 5 (LFG < 15 mL/menit/1,73m2) perlu dilakukan
terapi pengganti ginjal. Terapi pengganti ginjal yang dimaksud
adalah hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi
ginjal.2Pada akhir tahun 2009, data dari National Kidney and
Urologic Disease Information Clearinghouse (NKUDIC) menunjukkan
prevalensi penyakit ginjal stadium akhir (stadium 5) di Amerida
Serikat yaitu 1.738 penderita perjuta penduduk dan 370.274 di
antaranya menjalani hemodialisis.4Hemodialisis merupakan terapi
pengganti utama pada pasien dengan gagal ginjal kronik. Terapi ini
berlangsung seumur hidup. Dahulu, pasien dengan gagal ginjal kronik
ditakdirkan meninggal jika semua erapi dengan metode konserfatif
gagal. Tetapi, sekarang dengan adanya hemodialisis kemungkinan
hidup dapat diperpanjang beberapa tahun lagi.5Penderita gagal
ginjal kronik (GGK) setiap minggu biasanya membutuhkan waktu 12-15
jam untuk melakukan terapi hemodialisis. Paling sedikit waktu yang
dibutuhkan sekitar 3-4 jam setiap kali terapi. Setiap perubahan
menjadi kondisi sakit perlu dilakukan penyesuaian diri, begitu pula
pada pasien dengan gagal ginjal kronik. Penyesuaian diri ini
mengakibatkan terjadi perubahan dalam kehidupan dari pasien.6
Sekitar dua pertiga pasien tidak pernah kembali pada aktifitas atau
pekerjaan seperti biasa jika menjalani hemodialisis. Pasien akan
mengalami kehilangan pekerjaan, penghasilan, kebebasan, harapan
umur panjang, dan fungsi seksual.6, 7Pasien dengan gagal ginjal
biasanya menderita karena kondisi medis disertai berbagai
pengobatan. Beberapa gangguan berupa depresi, kecemasan, bunuh
diri, dan delirium adalah komplikasi yang banyak didapatkan pada
pasien dengan gagal ginjal. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya
untuk menjamin peningkatan kualitas hidup pasien dengan
dialisis.8
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
II. 1. Definisia. PsikiatriSeseorang dikatakan sehat jika
mencakup 3 hal, yaitu: sehat secara jasmani, rohani, dan sosial
menurut World Health Organization (WHO). Maka diperlukan cakupan
secara menyeluruh agar seorang penderita dapat disembuhkan. Tujuan
dari pengobatan bukan mengarah kepada penyembuhan penyakit secara
primer, melainkan dapat juga meningkatkan kualitas hidup penderita
seoptimal mungkin.9Definisi dari psikiatri atau ilmu kedokteran
jiwa itu sendiri yaitu cabang spesialistik ilmu kedokteran yang
mempelajari pathogenesis, diagnosis, terapi, rehabilitas,
pencegahan gangguan jiwa, dan peningkatan kesehatan jiwa. Jadi
tugas dari ilmu psikiatri sebagai jembatan untuk menghubungkan
antara kedokteran biomedik beserta kehidupan psiko-sosial secara
utuh.9Aspek kejiwaan dari seseorang sangat memengaruhi kualitas
hidupnya. Seseorang dengan penyakit fisik dapat diperberat atau
berkepanjangan akibat adanya beban kejiwaaan. Hal ini berkaitan
dengan kualitas sistem imun, di mana pengaruh dari kondisi kejiwaan
seseorang dapat meningkatakan atau menurunkan kinerja dari sistem
imun tersebut.9Harapan dari seorang pasien selain terapi pengobatan
untuk penyakit utamanya, tetapi mencakup agar diperlakukan
sedemikian rupa agar memiliki kualitas hidup yang baik sehingga
mendapatkan taraf kesehatan yang menyeluruh. Oleh karena itu,
pasien dapat menjalankan fungsi social dengan baik dan optimal.
Hal-hal ini dipergunakan jika seorang pasien menderita penyakit
kronik (penyakit menahun) dan berat atau yang dapat mengarah pada
kecacatan dan meninggal. Seorang dokter diaharapkan mampu
menyelesaikan persoalan ini secara menyeluruh (holistik) sehingga
penyakit yang diderita dari seorang pasien sedikitnya tidak
memengaruhi kehidupan psikososialnya.9 Searah dengan perkembangan
ilmu pengetahuan terutama kedokteran dan perkembangan teknologi,
pasien cenderung diperlakukan bertolak ukur pada kecanggihan
alat-alat pembantu diagnostic atau pengobatan. Sehingga sering
terjadi penanganan atau perlakuan berlebih antara aspek
medis-teknis dan tidak memerhatikan dampak lanjut terhadap pasien
dan keluarga.9Orang dengan jiwa yang sehat adalah orang yang merasa
sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup, dapat menerima
orang lain sebagaimana adanya, dan mempunyai sikap positif terhadap
diri sendiri maupun orang lain.9
b. Gagal GinjalPenyakit ginjal kronik adalah suatu proses
patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan
penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir
dengan gagal ginjal (Gambar 1). Sedangkan gagal ginjal, merupakan
suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal
yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, misalnya hemodialisis.2
Gambar 1. Stadium Gagal Ginjal Kronis Sesuai Batasan Glomerulous
Filtration Rate (GFR) (xamthonemandailing.wordpress.com)Kriteria
dari penyakit ginjal kronik yaitu:1. Kerusakan ginjal yang terjadi
lebih dari 3 bulan, berupa kelainan structural atau fungsional atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG)2. LFG kurang dari 60
mL/menit/1,73m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan
ginjal.
Terdapat beberapa gejala klinis dari adanya penyakit gagal
ginjal kronik yaitu: gejala sesuai penyakit penyebab/mendasari
(diabetes mellitus, infeksi saluran kemih, batu traktus urinarius,
dan lain-lain), sindroma uremia, dan gejala komplikasinya (anemia,
hipertensi, asidosis metabolic, ketidakseimbangan elektrolit, dan
lain-lain). Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan
komplikasi yang lebih serius, sehingga pasien memerlukan terapi
pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain
hemodialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien
dikatakan dalam stadium gagal ginjal.2Berbagai penyebab terjadinya
penyakit ginjal kronik juga bervariasi antar negara. Berdasarkan
data dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000,
penyebab utama gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di
Indonesia adalah glomerulonefritis (46,39%), diabetes mellitus
(18,65%), obstruksi dan infeksi (12,85%), hipertensi (8,46%), dan
lain-lain (13,65%).2Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu
diagnosis. Pemeriksaan yang diperlukan misalnya pemeriksaan
laboratorium untuk mengetahui penyakit penyebab, pemeriksaan ureum
dan kreatinin penderita, pemeriksaan darah (agar mengetahui adanya
anemia, peningkatan asam urat, atau ketidakseimbangan elektrolit),
dapat juga dilakukan urinalisis (untuk mengetahui adanya
proteinuria, hematuria, leukosituria, kadar keton, dan lain-lain).
Sedangkan pemeriksaan radiologis umumnya digunakan untuk mengetahui
sejauh mana kerusakan ginjal. Pemeriksaan yang dilakukan berupa
foto polos abdomen, ultrasonografi ginjal, dan lain-lain.
Pemeriksaan histopatologi ginjal juga diperlukan untuk mengetahui
penyebab, menetapkan terapi, prognosis, ataupun mengetahui
perkembangan terapi yang diberikan.2Penderita penyakit ginjal
kronik dilakukan terapi meliputi:1. Terapi spesifik terhadap
penyakit dasarnya2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi
komorbid3. Memperlambat perburukan fungsi ginjal4. Pencegahan dan
terapi terhadap penyakit kardiovaskular5. Pencegahan dan terapi
terhadap komplikasi6. Terapi pengganti ginjal berupa hemodialisis
atau transplantasi ginjal.
c. HemodialisisPada penyakit ginjal kronik (PGK), hemodialisi
dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal
buatan (dialiser) yag terdiri dari 2 komponen yang terpisah (Gambar
2). Darah pasien dipompa dan dialirkan ke kompartemen darah yang
dibatasi oleh selaput semipermeabel buatan (artificial) dengan
kompartemen dialisat. Kompartemen dialisat dialiri cairan dialisi
yang bebas pirogen, berisi larutan dengan komposisi elektrolit
mirip serum normal dan tidak mengandung sisa metabolism nitrogen.
Cairan dialisi dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan
konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi yang
tinggi ke rendah sampai konsentrasi pelarut sama di kedua
kompartemen (difusi). Pada proses dialysis, air juga dapat
berpindah dan kompartemen darah ke kompartemen cairan dialisat
dengan cara menaikkan tekanan hidrostatik negative pada kompartemen
cairan dialisat. Perpindahan ini disebut dengan ultrafiltrasi.3
Gambar 2. Skema Hemodialisis (tanyadok.com)
Pada umumnya indikasi dilakukannya hemodialisis yaitu LFG kurang
dari 5 mL/menit. Keadaan pasien dengan LFG kurang dari 5mL/menit
tidak selalu sama, sehingga hemodialisis perlu dilakukan jika
dijumpai beberapa hal sepererti ini: 3 Keadaan umum buruk dan
gejala klinis nyata Kalium serum > 6 mEq/L Ureum darah > 200
mg/dL pH darah < 7,1 Anuria berkepanjangan (>5 hari) Fluid
overloaded
Hemodialisis di Indonesia sudah dimulai sejak pada tahun 1970
dan hingga saat ini telah dilaksanakan di banyak rumah sakit
rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen
darahnya adalah kapiler-kapiler semipermeabel (hollow fibre
kidney).3
II. 2. Masalah Psikiatri Pasien yang Menjalani
HemodialisisPasien-pasien yang dilakukan hemodialisis dihadapkan
dengan situasi bergantung pada mesin, berbagai prosedur yang
diterapkan, dan kelompok medis selama sisa hidupnya.8, 10 Tidak ada
kondisis medis lainnya yang bergantung seperti pada pasien dengan
hemodialisis.11 Hemodialisis merupakan suatu prosedur yang dapat
menekan penderita secara mental jika tidak diikuti dengan edukasi
dan persiapan diri menuju ke arah gagal ginjal. Pasien juga diminta
untuk membatasi minum air dan memilih pemasukkan makanan.8Pasien
dengan gagal ginjal biasanya terbeban dengan adanya berbagai
penyakit penyerta dan macam pengobatan. Beberapa kondisi medis
seperti ketidakseimbangan elektrolit, hipertensi, hipoglikemia,
keracunan aluminium, demensia dialysis, dan dapat juga menuju ke
depresi dan kecemasan, semua itu dapat muncul pada pasien dengan
hemodialisis.8Berbagai masalah psikiatri terdapat pada pasien
dengan hemodialisis, berikut ini akan dibahas satu persatu.a.
DepresiDepresi telah ditemukan dalam beberapa literature sejak masa
lampau. Misalnya pada kisah Raja Saul pada Kitab Perjanjian Lama.
Hipocrates menggunakan istilah mania dan melankolia untuk
menunjukkan suatu gangguan mental. Pada tahun 1854 Jules Faret
mengenalkan suatu folie circulaire, di mana pasien mengalami
perubahan mood depresi dan mania. Kemudian seoran dokter psikiatri
Jerman Karl Kahlbaum menggunakan siklotimia untuk menggambarkan
suatu mania dan depresi pada stadium penyakit yang sama.12Depresi
merupakan hasil penyimpangan kognitif spesifik yang menghasilkan
kecenderungan seseorang menjadi depresi. Postulat Aaron Beck
menyatakan trias kognitif dari depresi mencakup: 131. Pandangan
terhadap diri sendiri berupa persepsi negative terhadap dirinya.2.
Tentang lingkungan yakni kecenderungan menganggap dunia bermusuhan
terhadapnya.3. Tentang masa depan yakni bayangan penderitaan dan
kegagalan.Gangguan depresi berasal dari gangguan mood. Gangguan
mood merupakan gangguan suasana perasaan yang bersifat pervasive
dan bertahan lama, yang mewarnai persepsi seseorang terhadap
hidupnya.14Gangguan mood merupakan suatu gangguan yang berlangsung
lama dan cenderung kambuh. Pada gangguan mood ditemukan stressor
yang muncul pada episode awal. Stress psikososial merupakan awal
penyebab dari gangguan mood. Walupun episode awal sudah diatasi,
terjadi perubahan menetap pada otak sehingga berpengaruh jika
gangguan tersebut berulang atau timbul kembali.14Gejala utama
gangguan depresi yaitu kehilangan minat, mood terdepresi, dan
berkurangnya energi. Di klinik didapatkan pasien dating dengan
keluhan perasaan yang sedih, tidak mempunyai harapan, merasa
dicampakkan, atau tidak berharga. Terdapat perbedaan kualitas
antara emosi orang dengan duka cita atau kesedihan yang normal
dengan mood depresi.14Beberapa pasien depresi terkadang tidak
menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh tentang gangguan
mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman, dan
aktifitas sebelumya menarik bagi dirinya. Hampir semua pasien
depresi (97%) mengeluh tentang penurunan energy di mana mereka
mengalami kesulitan menyelesaikan tugas, mengalami hambatan di
sekolah dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi untuk mengambil
bagian dalam kegiatan baru. Sebagian besar (80%) pasien mengeluh
mengalami gangguan tidur khususnya terjadi terminal insomnia
(terjaga saat dini hari) dan sering bangun di malam hari karena
memikirkan masalah yang mereka hadapi. Kebanyakan pasien
menunjukkan peningkatan atau penurunan nafsu makan demikian pula
dengan bertambah dan menurunnya berat badan serta mengalami tidur
yang lebih lama dari biasanya.14Komplikasi psikiatri yang sering
muncul dan penting pada pasien dengan hemodialisis yaitu
depresi.15-17 Kebanyakan dari pasien dengan hemodialisis
(ditunjukkan pada Gambar 3) kemungkinan dapat kembali bekerja
seperti biasanya. Pekerjaan bagi mereka merupakan suatu yang
penting karena berkaitan dengan pencapaian suatu prestasi,
kepercayaan diri, dan identitas.8, 15
Gambar 3. Pasien yang sedang dilakukan Hemodialisis
(google.com)
Kimmel melakukan penelitian pada tahun 2001 mendapati prevalensi
depresi pada pasien hemodialisis dengan menggunaka kuesioner Beck
Depression Inventory (BDI) dengan skor > 10 mencapai 46,4%.18
Tahun 2010 Cengic melakukan penelitian dan mendapati prevalensi
depresi dengan skor BDI > 11 mencapai 51%.19Penelitian yang
dilakukan Wijaya dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
pada tahun 2005 menemukan bahwa prevalensi depresi pada pasien
penyakit ginjal kronik (PGK) yang menjalani hemodialisis mencapai
31,1% dan sebagian besar komponen kualitas hidup mereka lebih
rendah dibandingkan dengan yang tidak menderita depresi.20
b. Kecenderungan untuk Bunuh DiriBunuh diri adalah kematian yang
ditimbulkan oleh diri sendiri dan disengaja. Bunuh diri bukan
merupakan tindakan yang acak atau tidak bertujuan. Malah, bunuh
diri merupakan cara keluar dari masalah atau krisis yang hamper
selalu menyebabkan penderitaan yang kuat. Bunuh diri berhubungan
dengan kebutuhan yang dihalangi atau tidak terpenuhi, perasaan
keputusasaan, dan ketidakberdayaan sehingga menyempitkan pilihan
yang dirasakan, dan kebutuhan untuk meloloskan diri.12Bunuh diri
berkaitan erat dengan kesehatan fisik. Perawatan medis tentunya
sangat berhubungan dengan terjadinya bunuh diri. Sekitar 32 %
terjadinya bunuh diri sempat mendapatkan sekitar 6 bulan perawatan
medis sebelum kematian. Factor yang berhubungan dengan penyakit dan
terlibat di dalam bunuh diri dan usaha bunuh diri adalah hilangnya
mobilitas pada orang yang aktifitas fisiknya memiliki kepentingan
pekerjaan dan rekreasional dan rasa sakit kronis yang tidak dapat
diobati. Di samping efek langsung dari penyakit itu sendiri, efek
sekunder misalnya gangguan hubungan dan hilangnya status pekerjaan
dapat memengaruhi prognostik.12Gangguan mood adalah diagnosis yang
paling sering berhubungan dengan bunuh diri. Karena pada pasien
dengan depresi risiko bunuh diri meningkat. Angka bunuh diri pada
laki-laki lebih tinggi dari pada wanita. Pasien yang melakukan
tindakan bunuh diri cenderung berusia pertengahan atau lanjut usia.
Isolasi sosial dapat berpengaruh pada kecenderungan untuk bunuh
diri pada sedikit penelitian. Seseorang dengan depresi dapat
mengarah ke kecenderungan untuk melakukan tindakan bunuh diri pada
pasien dengan hemodialisis dan gagal ginjal. Penelitian yang
bersifat observasional berulang kali menunjukkan bahwa pasien
dengan dialysis memiliki kecenderungan untuk bunuh diri yang
meningkat dengan populasi yang sehat.21 Perlu diperhatikan tentang
depresi seorang pasien hemodialisis, ia akan melakukan usaha untuk
lepas dari depresi itu (misalnya bunuh diri).8
c. DeliriumDelirium merupakan sebuah perubahan kualitas
kesadaran yang disertai gangguan fungsi kognitif yang luas.
Delirium merupakan sebuah gangguan mental organic yang penting dan
sering dijumpai dalam klinik. Penyebab dari delirium misalnya
penyakit pada sistem saraf pusat (epilepsi), penyakit sistemik
(gagal ginjal), dan intoksikasi akibat penggunaan obat-obat dan zat
toksik.22Gambaran klinis yang dapat ditemukan pada pasien dengan
delirium beragam, yaitu: prodromal (gangguan tidur), gangguan
kesadaran (kesadaran berkabut), kewaspadaan (hipo/hiperaktifitas,
gangguan pemusatan pikiran, gangguan orientasi, abnormalitas
bahasa, halusinasi, perubahan mood, gangguan tidur-bangun, dan
gangguan neurologi.22Delirium merupakan suatu fenomena umum yang
terjadi pada pasien dengan hemodialisa akibat ketidakseimbangan
elektrolit yang didapat setelah sindroma disekuilibrium
hemodialisis atau murni sebuah komplikasi penyakit.23 Penyebab dari
itu misalnya uremia, anemia, dan hiperparatiroidisme.8Awitan dini
delirium yang akut, gejala prodromalnya seperti gelisah dan
perasaan takut mungkin muncul pada awal awitan. Jika penyebab utama
telah teratasi gejala akan hilang antara 3-7 hari.22
d. Gejala Kecemasan dan PanikTerdapat beberapa gejala kecemasan
yang terdapat pada kasus gagal ginjal misalnya sesak napas,
palpitasi, nyeri dada, dan berkeringat. Kebanyakan gejala-gejala
ini timbul begitu saja tanpa sebab yang jelas. Proses dari
hemodialisis dan komplikasi lain dari gagal ginjal membuat pasien
menjadi cemas akan hal itu.8
II. 3. Penanganana. Penanganan untuk DepresiPenatalaksanaan
untuk pasien dengan depresi pada sekarang ini menggunakan
antidepresan dikombinasikan dengna psikoterapi. Perlu perhatian
lebih untuk pasien gagal ginjal ketika dalam terapi dengan
antidepresan. Sekarang ini, banyak variasi dari obat antidepresan
menjadi pilihan untuk penatalaksanaan depresi. Beberapa tidak baik
untuk fungsi ginjal, tetapi banyak juga yang aman untuk dijadikan
terapi dalam banyak kasus. Jumlah dosis untuk pemberian terhadap
pasien gagal ginjal sudah banyak dilaporkan dalam berbagai
penelitian (Tabel 1).8
Tabel 1. Obat-obat Antidepresan dan Fungsi Ginjal.8NoObatDosis
Normal pada Orang DewasaDosis pada Pasien Gagal
GinjalKeterangan
1Citalopram20-60 mg10-60 mgSangat aman. Fluoxetin dapat
memberikan efek samping menurunnya nafsu makan dan insomnia
2Escitalopram10-20 mg5-20 mg
3Fluoxetin20-60 mg20-40 mg
4Fluvoxamine50-300 mg50-300 mg
5Sertraline50-150 mg50-150 mg
6Paroxetine20-60 mg10-30 mgDapat mengakibatkan kejang jika dosis
tinggi untuk pasien gagal ginjal
7Amitryptiline25-75 mg25-75 mgAman tetapi memiliki efek samping
konstipasi, mulut kering, mata kabur.
8Imipramine25-75 mg25-75 mg
9Doxepine25-75 mg25-75 mg
10Amoxapine75-200 mg75-200 mg
11Nortryptiline25-75 mg25-75 mg
12Trazadone150-400 mg150-300 mg
13Venlafaxine37,5-22537,5-225 mgDapat meningkatkan tekanan darah
pada dosis tinggi
14Mirtazapine15-45 mg7,5-30 mgMengakibatkan efek sedasi
14Duloxetine10-80 mg10-80 mgAman
b. Penanganan untuk Kecenderungan untuk Bunuh DiriPasien dengan
kecenderungan untuk bunuh diri umumnya berespon baik jika ditangani
dengan empati dan dibantu memecahkan masalah yang dihadapinya
dengan cara yang masuk akal dan bertanggung jawab. Manipulasi
lingkungan dengan mengikutsertakan keluarga dan teman-teman pasien
akan membantunya menghadapi krisinya.24Rawat inap jangka panjang
diperlukan bagi pasien yang cenderung melukai diri sendiri, serta
parasuicides. Setelah rehabilitasi jangka panjang ini diperlukan
periode stabilitas singkat.24c. Penanganan untuk
DeliriumPenatalaksanaan delirium memerlukan dasar yang kuat dan
semakin cepat terdiagnosis maka semakin baik prognosisnya. Terapi
dengan prinsip memperbaiki seperti antipsikotik, lorazepam, dan
neurotropik dapat berguna pada kondisi ini. Penelitian-penelitian
dahulu sedikit memberikan informasi tentang kegunaan obat-obat ini
pada pasien dengan gagal ginjal. Penentuan drug of choice
didasarkan pada penelitian sebelumnya. Berbagai macam obat untuk
delirium disajikan dalam table 2.8
Tabel 2. Penggunaan Obat untuk Delirium pada Gagal
Ginjal.8NoObatDosis pada Dewasa NormalDosis pada Pasien Gagal
GinjalKeterangan
1Haloperidol5-15 mg5-15 mgDapat meningkatan interval QT
2Clozapine25-400 mgTitrasi sesuai kebutuhanDapat mengakibatkan
kejang jika dosis lebih dari 400 mg. Biasanya juga mengakibatkan
agranulositosis
3Olanzapine5-20 mg5-20 mgAman
4Quetiapine150-600 mg150-600 mg-
5Risperidone1-4 mg0,5-2 mgSedasi
6Ziprasidone20-80 mg20-80 mgDapat meningkatkan interval QT
7Piracetam800-4800 mg800-4800 mgAman
d. Penanganan untuk Gejala Kecemasan dan PanikTerapi obat
merupakan penatalaksanaan penting dilakukan pada kecemasan dan
panic. Benzodiazepine seperti clonazepam dan alprazolam dapat
digunakan untuk mengurangi kecemasan pada pasien. Banyak pasien
dengan kecemasan juga mengalami insomnia. Obat-obatan seperti
zolpidem dan zaleplon sangat berguna untuk mengatasi insomnia
dengan tidak adanya rasa kantuk residual dan efek samping yang
minimal. Dosis pemberian disesuaikan jika pasien mengalami gagal
ginjal seperti ditunjukkan pada table 3. Benzodiazepine dapat
mengakibatkan efek sedasi jika dosis berlebih pada kondisi delirium
yang lain.8
Tabel 3. Obat-obatan Anti Cemas dan Gagal GinjalNoObatDosis pada
Dewasa Normal (mg/hari)Dosis pada Pasien Gagal Ginjal
(mg/hari)Keterangan
1Alprazolam0,25-4 mg0,25-2 mgEfektif dan dapat mengakibatkan
rasa kantuk akibat dosis tinggi pada kasus delirium yang lain
2Clonazepam0,5-1,5 mg0,5-1,5 mg
3Lorazepam1-4 mg1-4 mg
4Diazepam5-40 mg5-25 mg
5Buspirone5-20 mg5-20 mgAman. Tanpa efek sedasi
6Zolpidem5-20 mg HS5-20 mg HSObat short-acting tanpa rasa kantuk
residual
7Zaleplon5-10 mg HS5-10 mg HS
e. Penatalaksanaan LainnyaTekanan hidup jika sedang mengalami
penyakit stadium akhir (terminal) dapat mengakibatkan dampak yang
negative bagi kesehatan mental dari pasien hemodialisis. Aspek
rohani merupakan salah satu coping mechanism dalam menghadapi suatu
tekanan mental. Martinez dan Custodio mendapatkan hubungan yang
mencolok pada keadaan rohani seseorang dan kesehatan mental. Aspek
rohani seseorang dapat menjelaskan bagaimana kesehatan mental
seseorang, tekanan psikis, gangguan tidur, dan keluhan
psikosomatis. Jika seseorang memiliki kesehatan mental yang rendah
dapat berhubungan dengan keadaan rohani yang tidak baik. Oleh
karena itu diperlukan palliative care untuk pasien hemodialisis. 25
Jumlah penderita penyakit ginjal kronik terus berkembang. Dampak
kronisitas penyakit ini tidak saja mempengaruhi pasien tetapi juga
keluarga yang merawat dalam mengelola keberhasilan penatalaksanaan
penyakit dan menghadapi permasalahan psikososial yang ada.
Caregiver dalam mendampingi pasien menghadapi ini dapat mengalami
beban yang membawa dampak terhadap kualitas hidupnya. Dukungan
sosial telah lama dikenal sebagai salah satu faktor yang penting
bagi kesehatan mental dan kualitas hidup. Dukungan sosial ini juga
dianggap dapat membantu caregiver dalam mengatasi efek negatif dari
burden akibat peran yang dijalankan dalam merawat pasien.26Putri
melakukan penelitian pada para istri penyakit ginjal kronis ynag
menjalani hemodialisis di RSUD dr. Soetomo didapatkan bahwa
terdapat hubungan bermakna dukungan social dengan tingkat beban
caregiver isteri pasien penyakit ginjal kronis di rumah sakit
tersebut.26
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta:
EGC; 2001.
2. Suwitra K. Penyakit ginjal kronik, dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiadi S, editor. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam; 2009. Hal: 1035, 1036.
3. Rahardjo JP, Susalit E, Suhardjono. Hemodialisis, dalam:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiadi S, editor.
Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009. Hal: 1050-52.
4. United States Renal Data System. 2011 USRDS annual data
reports. USA: National Institutes of Health; 2011:184.
5. Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: EGC; 2005.
6. Rustina. Putrini P. Fitriangga. Gambaran tingkat depresi pada
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD dr.
Soedarso Pontianak tahun 2012 [Skripsi]. Pontianak: Universitas
Tanjungpura; 2012.
7. Asri P. Hubungan dukungan social dengan tingkat depresi yang
menjalani terapi hemodialisis. JIK. 2006; 01(02).
8. De Sousa A. Psychiatric issues in renal failure and dialysis.
Indian J Nephrol. 2008; 18(2):47-50.
9. Wibisono S. Peran psikiatri dalam ilmu kedokteran umum,
dalam: Elvira S, Hadisukanto G, editor. Buku ajar psikiatri.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2010. Hal: 2-4.
10. Reichsman F, Levy NB. Adaptation to hemodialysis: A four
year study of 25 patients. Arch Intern Med 1972; 138: 859-65.
11. Levy NB. Psychological reaction to machine dependency.
Psychiatr Clin North Am 1961;4: 351-63.
12. Kaplan,Harold I,Sadock Benjamin J. Grebb,Jack A. Sinopsis
Psikiatri jilid 1.Binarupa Aksara.2010.
13. Ismail RI, Siste K. Gangguan depresi, dalam: Elvira S,
Hadisukanto G, editor. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. Hal: 213.
14. Dharmono S. Tanda dan gejala klinis psikiatri, dalam: Elvira
S, Hadisukanto G, editor. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. Hal:
63.
15. Chen Y, Wu S, Wang S. Depression in chronic hemodialysed
patients. Nephrology 2003; 8:121-6.
16. Kimmel PL. Depression in patients with chronic renal
disease: What we know and what we need to know. J Psychosom Res
2002; 53:951-6.
17. ODonnell K, Chung Y. The diagnosis of major depression in
end stage renal disease. Psychother Psychosom 1997; 66: 38-43.
18. Kimmel PL. Psychosocial factors in dialysis patients. Kidney
International. 2001; 57: 1599-1613.
19. Cengic B, Resic H. Depression in hemodialysis patients.
Bosnian journal of basic medical sciences (Supplement 1): 2010;
S73-S78.
20. Wijaya A. Kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis dan mengalami depresi [Skripsi]. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005.
21. Abram HS, Moore GL, Westvelt BS Jr. Suicidal behavior in
chronic dialysis patients. Am J Psychiatry 1971; 127: 1199-204.
22. Budiman R. Delirium, dalam: Elvira S, Hadisukanto G, editor.
Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2010. Hal: 99-105.
23. Levy NB. Psychopharmacology in patients with renal failure.
Int J Psychiatr Med 1990; 20: 325-34.
24. Heriani, Kusumadewi I, Siste K. Kedaruratan psikiatri,
dalam: Elvira S, Hadisukanto G, editor. Buku ajar psikiatri.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2010. Hal: 345-8.
25. Martinez B, Custodio RP. Relationship between mental health
and spiritual wellbeing among hemodialysis patients: correlation
study. Sao Paulo Med J. 2014; 132(1):23-7.
26. Putri DP, Kongian A, Mardiana N. Korelasi social support
dengan caregiver burden pada isteri pasien penyakit ginjal kronis
yang menjalani hemodialisis di RSUD Dr Soetomo Surabaya. Jurnal
Psikiatri Surabaya 2014; 3:59-69.2