masalah gizi di indonesia
MASALAH GIZI DI INDONESIA
Lebih dari 37 juta penduduk hidup dibawah garis kemiskinan.
Separuh dari mereka mengkonsumsi makanan tidak sesuai kebutuhan.
Kurang lebih 5 juta balita menderita kurang gizi. Dan lebih dari
100 juta penduduk rentan terhadap berbagai masalah gizi. Masalah
gizi di Indonesia seharusnya mendapat perhatian khusus dari
pemerintah. Karna semakin banyaknya masyarakat Indonesia khususnya
golongan menengah ke bawah dan masyarakat yang tinggal di
pendalaman yang kurang gizi. Salah satu penyebabnya selain
kekurangan ekonomi adalah kurangnya penyuluhan tentang gizi.
Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan masalah ini. Apalagi
Indonesia terikat dengan
kesepakatan global dalam mencapai Millenium Developmet Goals
(MDG's)untuk mengurangi jumlah penduduk yang miskin dan
kelaparan.
Kekurangan gizi pada balita dan anak-anak dapat mengganggu
pertumbuhan fisik, dan mental mereka. Hal ini akan mengakibatkan
terganggunya kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Pentingnya
kesehatan di Indonesia harus lebih di perhatikan. Apalagi dewasa
ini, banyak bahan makanan bahkan air yang mengandung bakteri
mematikan tersebar luas di masyarakat. Perlunya penyuluhan tentang
4 sehat 5 sempurna juga harus di lakukan untuk menyadarkan
masyarakat tentang pentingnya gizi dalam makanan. Karna selama ini
meraka hanya berfikir makan untuk menyambung hidup saja tetapi
mereka tidak memperhatikan gizi yang penting untuk kesehatan
mereka.
Semoga saja kedepannya pemerintah lebih memperhatikan masalah
gizi di Indonesia. Agar Indonesia bisa mensejahterkan masyarakatnya
dan setara dengan negara-negara maju.
Posted by viviheryanti at 9:23 PM Labels: masalah gizi Indonesia
0 comments: Post a Comment Newer Post Older Post Home Subscribe to:
Post Comm secara bersama-sama dengan melibatkan semua pihak,
termasuk Kementerian Pertanian untuk yang berhubungan dengan
pangan," tambah Menkes. (BET)
Kerusakan Otak Disebabkan Kurang Gizi
Sepertinya di indonesia saat ini mengalami dua masalah serius
dalam gizi yaitu gizi kurang dan gizi lebih atau obesitas. Tapi
kerusakan otak akibat gizi kurang lebih bersifat irreversible
dibanding kerusakan otak akibat obesitas. Hal ini karena obesitas
terjadi lebih lambat dibandingkan dengan gizi buruk, meski keduanya
samasama bahaya. Puncak anak mengalami obesitas biasanya setelah
berusia 2 tahun, saat itu anak sudah bisa terlebih dahulu baru
mengalami obesitas. Sedangkan anak yang mengalami gizi buruk
biasanya terjadi sebelum usia 2 tahun yang membuat pertumbuhan dan
perkembangan otaknya menjadi terhambat lebih dulu padahal saat itu
adalah masa kritis untuk mendapatkan nutrisi terbaik karena otak
yang terbentuk akan digunakan seumur hidup, dan kondisi ini
bersifat irreversible. Diketahui 80 persen otak terbentuk saat ia
berusia di bawah 2 tahun, sedangkan saat berusia 6 tahun otak yang
terbentuk sudah mencapai 95 persen dan sisanya yang 5 persen
setelah ia berusia 6 tahun.
Selain itu nutrisi dan stimulasi merupakan bahan dasar
pembentukan otak anak, kalau salah satu dari dua hal ini ada yang
tidak ada maka otak bisa menjadi tidak normal. Hal ini karena
nutrisi diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak serta proses
myelination, sedangkan stimulasi diperlukan untuk pembentukan
sinaps (penghubung antar sel-sel otak). Jika stimulasi dilakukan
secara dini dan berulang maka sinaps akan semakin kuat. Tapi jika
anak kurang mendapatkan stimulasi, maka sel-sel otaknya tidak
memiliki jaringan penghubung. Stimulasi harus dilakukan sedini
mungkin karena otak anak tidak tumbuh dan berkembang secara terus
menerus. Kalau mau anak pintar jangan hanya pas lihat raport saja,
tapi sejak masa kehamilan. kalau benar maka bisa menghasilkan cikal
bakal yang bagus. Sementara itu nutrisi yang baik dan optimal untuk
tumbuh kembang anak diusia dini harus seimbang dan sesuai dengan
usianya, tidak boleh kekurangan tapi juga jangan berlebihan serta
nutrisi ini bisa dipergunakan untuk pemenuhan energi (kalori),
proses tumbuh kembang dan fungsifungsi spesifik pertahanan
tubuh.
Mengenal Jenis Gula Dalam Makanan dan Minuman Pada Anak
Pada saat ini indonesia menghadapi masalah yang cukup serius
untuk gizi ganda, yaitu masih adanya masalah gizi kurang terutama
yang kronis & akut pada beberapa kelompok masyarakat, serta
timbulnya masalah gizi lebih yang merupakan salah satu faktor utama
penyakit degeneratif & dapat menjadi ancaman tersembunyi di
masa depan. Gizi lebih atau obesitas pada anak semakin meningkat
jumlahnya saat ini, baik di negara maju ataupun negara berkembang.
Salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obesitas
sendiri adalah banyak mengkonsumsi gula yang terdapat dalam makanan
atau minuman. Makanan atau minuman manis saat dikonsumsi, akan
diserap dengan cepat ke dalam pembuluh darah, sehingga meningkatkan
kadar hormon insulin. Selanjutnya, hormon insulin ini akan bekerja
menarik gula dan lemak dari darah untuk disimpan di jaringan
sebagai persediaan di masa mendatang. Proses penyimpanan ini jika
tidak seimbang dengan pengeluaran energi akan menyebabkan
terjadinya kenaikan berat badan yang dapat menjurus menjadi
obesitas. Asupan gula tambahan tidak melebihi 10 persen dari total
energi yang dikonsumsi untuk menghindari kelebihan energi dalam
tubuh anak. Artinya, berdasarkan AKG Indonesia tahun 2004, untuk
anak usia 1-3 tahun, tidak disarankan untuk mengkonsumsi lebih dari
25 g gula tambahan/hari (setara dengan 5 sendok teh) dan untuk usia
4-6 tahun tidak melebihi 38 g gula tambahan/hari (setara 8 sendok
teh). Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa untuk asupan gula
harian (sukrosa, glukosa, fruktosa dan mengenai jenis-jenis gula
yang dapat ada dalam makanan/minuman serta kiat-kiat bagi orang tua
untuk menghitung asupan gula tambahan pada anak. laktosa)
memberikan kontribusi lebih dari 10 persen terhadap total kalori.
Asupan gula terbanyak adalah sukrosa sebesar 49,45 g dan terbanyak
berasal dari konsumsi susu. Artinya prosentasi ini sudah melebihi
batas ambang yang direkomendasikan WHO.
Hubungan Keluarga Berencana Dengan Pencegahan Kematian Maternal
Dan Neonatal
Angka kematian merupakan salah satu indikator status kesehatan
di masyarakat. Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Anak (AKA),
Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Harapan Hidup Waktu Lahir (AHH)
telah ditetapkan sebagai indikator derajat kesehatan dalam
Indonesia Sehat 2010 (Depkes, 2003). AHH bahkan digunakan sebagai
salah satu komponen untuk menghitung Human Development Index (HDI)
(UNDP, 2001). Ditinjau dari HDI, Indonesia menduduki ranking 109
dari 174 negara (UNDP, 2000), jauh tertinggal dari Negara-negara
ASEAN lainnya. Ranking ini relatif tak beranjak, bahkan cenderung
lebih buruk (tahun 2003 urutan 112 dari 175 negara). Sementara itu,
AKI dan AKA Indonesia juga menduduki urutan yang tak dapat
dibanggakan. Continue Reading
Anak Indonesia Pendek-pendek Karena Kurang Gizi
Detikhealth.com, Jakarta, Masalah gizi buruk tidak hanya
berhubungan dengan penyakit tetapi juga berdampak pada pertumbuhan
tinggi badan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 mencatat 35,7%
anak Indonesia tergolong pendek akibat masalah gizi kronis. Dengan
persentase sebesar itu diperkirakan ada 7,3 juta anak Indonesia
yang jadi pendek. Banyaknya anak yang mengalami gangguan
pertumbuhan tinggi badan merupakan masalah gizi kronis karena
berhubungan dengan riwayat gizi pada generasi sebelumnya. Menteri
Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih dalam peringatan hari Gizi
Nasional pada 25 Januari 2011 mengatakan tinggi badan anak
berhubungan dengan masalah gizi kronis. "Jika satu generasi kurang
gizi, dampaknya pada tinggi badan mungkin
baru akan dirasakan generasi berikutnya," jelas Menkes. Karena
merupakan masalah kronis, Menkes mengatakan bahwa pengatasan
masalah gizi buruk dan pengaruhnya terhadap tinggi badan harus
dilakukan secara komprehensif atau menyeluruh. Di antaranya melalui
perbaikan gizi ibu hamil atau antenatal care. Angka gizi buruk pada
balita sendiri mengalami perbaikan, dari 31% pada tahun 1990
menjadi 17,9% pada 2011. Namun menurut Menkes, angka itu belum
istimewa karena berarti masih ada 3,7 juta balita yang kurang gizi.
Menkes menargetkan, pada tahun 2015 angka itu bisa terus ditekan
menjadi 15% saja. Meski angka gizi buruk tinggi, di sisi lain
balita dengan gizi berlebih hampir sama banyak dengan balita gizi
buruk yakni 14%. Menariknya, gizi berlebih tidak berhubungan dengan
status ekonomi karena persentasenya pada keluarga termiskin adalah
13,7 persen sementara di keluarga terkaya tidak jauh berbeda, yakni
14%. Masalah gizi lainnya yang sedang dihadapi adalah obesitas yang
dialami oleh 15 persen orang dewasa berusia 15 tahun ke atas.
Menurut Menkes, obesitas yang berhubungan dengan masalah
metabolisme jumlahnya meningkat akibat perubahan gaya hidup dan
kondisi lingkungan.
Sahabat Orbit tahu enggak, kalau Indonesia mendapat peringkat
ke-5 dengan jumlah anak pendek terbanyak di dunia? Memang sih,
posisinya lebih baik dibandingkan India, China, Nigeria, dan
Pakistan, cuma sangat disayangkan, karena dengan ini terlihat
banyak anak Indonesia yang kekurangan gizi. Dampak kekurangan gizi
bukan hanya mengakibatkan tubuh pendek, tetapi juga membuat otak
kurang berkembang. Bayangkan saja, 35,6 persen anak Indonesia yang
berumur kurang dari 5 tahun, tinggi badannya lebih rendah dari
semestinya. Waduh!
Tinggi standar untuk anak usia 5 tahun sendiri adalah 110
sentimeter. Namun, tinggi rata-rata anak Indonesia umur 5 tahun
pada tahun 2010 kurang dari 6,7 sentimeter untuk anak laki-laki dan
kurang dari 7,3 sentimeter untuk anak perempuan. Kalau sudah
begini, tentu kita harus memenuhi kecukupan gizi sehari-hari.
Apakah sahabat Orbit di sini ada yang merasa tubuhnya lebih kecil
atau lebih pendek dari teman-teman sebaya? Siapa yang tidak mau
mempunyai tubuh yang tinggi? Orbit saja mau! Lalu, bagaimana ya
caranya agar bisa menaikkan tinggi badan? Orbit punya solusinya!
Enggak perlu biaya mahal kok untuk mewujudkannya. 1. Minum susu
kedelai 2 gelas sehari Kedelai kaya akan protein nabati yang
mengandung 22 asam amino untuk mencegah berbagai penyakit, dan
sedikit lemak. Kedelai baik untuk membangun otot, juga menguatkan
tulang karena mengandung vitamin D serta kalsium. Protein kedelai
mampu merangsang kelenjar pituitari untuk menghasilkan HGH (human
growth hormone) atau hormon pertumbuhan. Banyak orang menganggap,
pertumbuhan tinggi badan berhenti pada usia 17-18 tahun. Itu salah!
Sebenarnya bukan berhenti, tetapi kelenjar pituitari mengurangi
sekresi HGH atau hormon pertumbuhan sampai 50 persen. Jadi tidak
sepesat waktu usia di bawah 17 tahun. 2. Olahraga teratur Selain
makan makanan yang banyak mengandung protein dan kalsium, olahraga
juga penting untuk merangsang pertumbuhan. Kalian bisa melakukan
olahraga yang memberikan beban pada tulang panjang kaki, misalnya
berenang, lari santai, lompat tali, basket, dan badminton.
(dwy)